isi skripsi.pdf

84
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan, dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola, mengembangkan, dan membangun daerah masing-masing sesuai kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan landasan yuridis bagi perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 berintikan pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah, Sementara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 mengatur pembagian sumber- sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat dan daerah. Adanya Undang-Undang tersebut telah mengakibatkan pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintah dari paradigma sentralistis ke arah desentralisasi, yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah. Perubahan paradigma merupakan kesempatan yang penting bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kesanggupannya dalam melaksanakan urusan-urusan pemerintahan lokal, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan daerah dan pusat secara demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Tujuan pemberian keuangan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial.

Upload: harnovi

Post on 13-Aug-2015

174 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Skripsi.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan bagi pelaksanaan pembangunan

secara keseluruhan, dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

mengembangkan, dan membangun daerah masing-masing sesuai kebutuhan dan potensi yang

dimiliki.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan

landasan yuridis bagi perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 berintikan pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah

pusat dan daerah, Sementara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 mengatur pembagian sumber-

sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat dan daerah.

Adanya Undang-Undang tersebut telah mengakibatkan pergeseran paradigma

penyelenggaraan pemerintah dari paradigma sentralistis ke arah desentralisasi, yang ditandai

dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah. Perubahan paradigma

merupakan kesempatan yang penting bagi pemerintah daerah untuk membuktikan

kesanggupannya dalam melaksanakan urusan-urusan pemerintahan lokal, sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan,

pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan daerah dan

pusat secara demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta memperhatikan

potensi dan keragaman daerah. Tujuan pemberian keuangan dalam penyelenggaraan Otonomi

Daerah adalah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial.

Page 2: Isi Skripsi.pdf

2  

  

Dengan berlakunya Undang-Undang tersebut juga, akan tercipta peningkatan

kemampuan keuangan daerah. Otonomi daerah diharapkan bisa menjadi jembatan bagi

pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi, efisiensi pelayanan publik dan

memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal, serta meningkatkan kinerja

keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian keuangan daerah, sehingga mampu

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal.

Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5. Otonomi Daerah adalah

hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan, menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, peranan

pemerintah daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang

selalu didambakan Pemerintah Daerah. Terlepas dari perdebatan mengenai ketidaksiapan

daerah di berbagai bidang untuk melaksanakan kedua Undang-Undang tersebut, otonomi

daerah diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah.

Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah

akan semakin besar, sehingga tanggung jawab yang diembannya akan bertambah banyak.

Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan

kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu keuntungan bagi daerah.

Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang

menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin besar urusan pemerintah

yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Page 3: Isi Skripsi.pdf

3  

  

Otonomi daerah adalah konsep pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan

daerah, secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelolah sumber daya yang

dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah itu sendiri. Kewenangan

yang luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan, pada akhirnya harus

dipertanggungjawabkan kepada pemberi wewenang dan masyarakat.

Menurut Mardiasmo (2004:25) menyatakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di

indonesia dapat dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Tujuannya adalah:

1) Pemberian otonomi daerah sebagai strategi untuk merespon tuntutan masyarakat

terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of income dan

kemandirian sistem manajemen di daerah.

2) Otonomi daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk menghadapi

era globalisasi

Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pada

dasarnya adalah sama, yaitu otonomi diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan

hasil – hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif

masyarakat, serta peningkatan potensi pembangunan daerah secara optimal dan terpadu secara

nyata, dinamis dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,

mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan

peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

Adanya otonomi daerah dinilai sebagai salah satu solusi nyata menuju tatanan

pengelolahan pemerintahan daerah yang lebih baik, karena pada dasarnya substansi dari

otonomi daerah adalah untuk mengedepankan prinsip-prinsip desentralisasi dan

pemberdayaan daerah, yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian sistem keuangan

daerah dan pelayanan publik. Penerapan otonomi daerah juga membawa konsekuensi logis,

Page 4: Isi Skripsi.pdf

4  

  

berupa pelaksanaan penyenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan

keuangan daerah yang sehat, transparan, akuntabel, efisien,dan efektif .

Menurut Halim (2008:55), ciri utama suatu daerah sudah mampu melaksanakan

otonomi daerah adalah:

1. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan

dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelolah dan

menggunakan keuangannya sendiri untuk penyelenggaraan pemerintah

2. Ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, karena

itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan

perimbangan keuangan pusat dan daerah

Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan

daerah. Dimana pola hubungan tersebut harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam

pelaksanaan otonomi daerah.

Ada dua alasan yang melatarbelakangi penelitian tentang Analisis Kemandirian

Keuangan Daerah Di Kota Palembang Pada Era Otonomi Daerah ini dilakukan, yaitu:

1. Pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Kota Palembang belum maksimal.

2. Ketergantungan Pemerintah Kota Palembang pada bantuan dana dari Pemerintah

Pusat.

1.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Palembang Belum Maksimal

Dalam melihat suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah dapat dilihat dari

kemampuan keuangan daerahnya, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan

kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan

keuangannya sendiri dalam penyelenggaraan pemerintah. karena itu PAD harus menjadi

sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan

daerah.

Page 5: Isi Skripsi.pdf

5  

  

Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki

kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki

PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi

ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi, ada daerah yang sangat kaya karena

memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki PAD

yang rendah.

Besar kecilnya suatu PAD terhadap total pendapatan daerah berpengaruh langsung

terhadap kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, berarti kemandirian keuangan daerah

itu dapat dilihat dari proporsi atau persentase PAD terhadap total pendapatan daerah. Apabila

proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah kecil atau belum maksimal dibandingkan dari

penerimaan dari pemerintah pusat, artinya daerah tersebut belum dapat mengurangi

ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.

Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah Kota Palembang dalam

melaksanakan kemandirian keuangan daerah, adalah belum maksimalnya pendapatan yang

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan masih kurangnya sumber daya alam yang

dapat dikelolah. Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan

Pemerintah Daerah Kota Palembang memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola

keuangan daerah. Hal ini terlihat dari tabel tentang perbandingan jumlah PAD dengan dana

perimbangan Kota Palembang Tahun 2008-2011, yaitu:

Page 6: Isi Skripsi.pdf

6  

  

Tabel 1.1

Perbandingan Jumlah PAD Dengan Dana Perimbangan Kota Palembang Tahun

2008-2011

Tahun PAD Dana Perimbangan

2008

2009

2010

2011

171.383.551.551

170.540.649.161  

255.193.654.243

372.978.041.916

939.914.612.258

910.374.825.477

1.177.289.944.837

1.104.509.922.643

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Dari tabel 1.1 tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011, sumber-sumber penerimaan

daerah yang berasal dari PAD sangat kecil sekali dibandingkan dengan dana perimbangan

yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah. Artinya pemerintah pusat masih

mendominasi sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Hal inilah yang harus diperhatikan

pemerintah Kota Palembang untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah, dengan

melihat celah potensi PAD yang ada di Kota Palembang.

1.1.2 Ketergantungan Pemerintah Kota Palembang Pada Bantuan Dana Dari

Pemerintah Pusat

Dalam melaksanakan otonomi daerah, suatu daerah dituntut dapat mengembangkan

potensi-potensi daerahnya sendiri terutama dalam hal kemampuan dalam mengelolah

keuangan daerahnya sendiri. Namun, pada prakteknya masih banyak daerah-daerah yang

masih sangat bergantung sekali dari bantuan dana pemerintah pusat yang berupa bantuan

dana perimbangan. Proporsi penerimaan dana bantuan dari pemerintah pusat menunjukan

besar kecilnya ketergantungan fiskal daerah dari pemerintah pusat. Hal ini berpengaruh

langsung terhadap kemandirian keuangan daerah.

Page 7: Isi Skripsi.pdf

7  

  

Pemerintah Kota Palembang dalam melaksanakan otonomi daerah juga masih sangat

tergantung dari pemberian bantuan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal tersebut

dikarenakan, pendapatan daerah yang bersumber pendapatan asli daerah Pemkot Palembang

belum dapat dikelolah secara maksimal sehingga dana perimbangan dari pemerintah pusat

masih berperan besar terhadap keuangan daerahnya. Hal ini terlihat dari tabel tentang

perbandingan dana alokasi umum dengan dana alokasi khusus Kota Palembang Tahun 2008-

2011, yaitu:

Tabel 1.2

Perbandingan Dana Alokasi Umum Dengan Dana Alokasi Khusus Kota

Palembang Tahun 2008-2011

No Tahun DAU DAK

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

716.129.504.000

689.108.622.000

696.587.039.000

787.312.331.000

8.387.000.000

11.770.000.000

28.427.000.000

47.678.900.000

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Dari tabel 1.2 tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011 menunjukan bahwa dana alokasi

umum (DAU) lebih besar setiap tahunnya dibandingkan dana alokasi khusus (DAK) Kota

Palembang. Dan juga dapat terlihat bahwa dana transper dari pemerintah pusat masih

berkontribusi besar bagi keuangan daerah di Kota Palembang, yang digunakan untuk

pembangunan daerah tersebut. Dengan kata lain, Pemerintah Pusat masih belum rela

mendesentralisasikan sepenuhnya sumber-sumber penerimaan kepada daerah.

Pemerintah daerah Kota Palembang diharapkan dapat meningkatkan PAD dan

mengurangi ketergantungan terhadap dana transper atau dana perimbangan dari pusat,

sehingga meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah. Langkah penting yang harus

Page 8: Isi Skripsi.pdf

8  

  

dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung

potensi PAD yang riil dimiliki daerah, sehingga akan tercapainya kemandirian suatu daerah.

Atas dasar inilah, penulis tertarik untuk melihat sampai sejauh mana kemandirian

keuangan daerah Kota Palembang pada era otonomi daerah.

Dari gambaran dan kondisi yang telah dijelaskan diatas, sehingga adanya keinginan

penulis untuk meneliti tentang “Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Kota Palembang

Pada Era Otonomi Daerah Periode 2008-2011 ”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kemandirian keuangan daerah di Kota Palembang pada era otonomi

daerah periode 2008-2011?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat kemandirian keuangan daerah di Kota

Palembang?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagaimana kemandirian keuangan daerah di Kota Palembang pada era

otonomi daerah periode 2008-2011.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat kemandirian keuangan daerah di

Kota Palembang.

1.4 Manfaat

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai penerapan sistem

perimbangan daerah yang tengah berjalan dan dapat dijadikan acuan dalam

menetapkan kebijakan selanjutnya.

2. Sebagai bahan informasi yang mampu memperkaya penelitian yang telah ada

sehingga dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi peneliti selanjutnya.

Page 9: Isi Skripsi.pdf

9  

  

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Keuangan Daerah

Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam

pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan

menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah

menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah

berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga, karena semakin kompleksnya persoalan yang

dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di

daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk

mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.

Menurut Mamesah (1995:16), keuangan daerah adalah rangkaian kegiatan dan

prosedur dalam mengelolah keuangan baik penerimaan maupun pembiayaan secara tertib,

sah, hemat, berdaya guna dan berhasil guna. Secara teoritis, definisi keuangan daerah adalah

semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik

berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki

atau dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak-pihak lain sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Definisi keuangan daerah diatas dapat dilihat adanya kata hak dan kewajiban. Disini

hak dimaksud, yaitu hak pemerintah untuk mendapatkan penerimaan daerah melalui hak

untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan daerah lainnya sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Dan yang dimaksud kewajiban, yaitu kewajiban pemerintah untuk

membayar atau mengeluarkan uang untuk membiayai kegiatan daerah yang bersangkutan.

Menurut Abdul Halim (2008:128), menyatakan bahwa keuangan daerah merupakan

salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan dalam mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri secara mandiri.

Page 10: Isi Skripsi.pdf

10  

  

Keuangan daerah merupakan salah satu faktor penting dalam mengukur secara nyata

kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi. Keuangan daerah menyangkut upaya

mendapatkan uang, sehingga masalah yang timbul dalam keuangan daerah adalah bagaimana

sumber pendapatan itu digali dan di distribusikan.

Keuangan daerah adalah sebagai alat fiskal pemerintah daerah, merupakan bagian integral

dari keuangan negara dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, memeratakan hasil

pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi selain stabilitas sosial politik. Peranan

keuangan daerah semakin penting, selain karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke

daerah berupa DAU dan DAK, tetapi juga karena makin kompleksnya persoalan yang dihadapi

daerah dan pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif masyarakat daerah.

Menurut Halim (2008:20) menyatakan bahwa ruang lingkup keuangan daerah, terdiri

dari keuangan daerah yang dikelolah langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimana

yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelolah langsung adalah APBD dan barang-

barang inventaris milik daerah dan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi BUMD.

Ada empat kriteria untuk menjamin sistem keuangan pusat dan daerah yang baik.

Adapun keempat kriteria tersebut adalah:

1. Harus memberikan pembagian kewenangan yang rasional dari berbagai tingkat

pemerintahan, mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan kewenangan

penggunaannya.

2. Menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara

keseluruhan, untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyedian pelayanan dan

pembangunan yang diselenggarakan pemerintah daerah

3. Sejauh mungkin membagi pengeluaran pemerintah secara adil antar daerah-daerah,

atau sekurang-kurangnya memberikan proritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan

dasar tertentu

Page 11: Isi Skripsi.pdf

11  

  

4. Pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan retribusi

yang adil, atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat.

Untuk memiliki keuangan daerah yang memadai dengan sendirinya, daerah

membutuhkan sumber-sumber keuangan dan pemerintah daerah dapat melakukan dengan

berbagai cara, yaitu:

a) Pemerintah daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak-pajak daerah

b) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga yaitu pasar uang dan

bank atau melalui pemerintah pusat

c) Ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut di daerah

d) Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat

1.5.2 Kemandirian Keuangan Daerah

Salah satu indikator penting kemandirian suatu daerah dalam membangun dan

menjalankan semua urusan pemerintahan, yang diserahkan pemerintah atasan adalah

kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Suatu hubungan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah dikatakan ideal, apabila sumber PAD menyumbang bagian

terbesar dari seluruh pendapatan daerah dibandingkan dengan dana perimbangan. Dengan

proporsi semacam ini daerah akan lebih leluasa melaksanakan kegiatannya dalam rangka

menjalankan hak otonominya.

Menurut Dwiranda (Dalam Abdul Halim, 2008:167) menyatakan bahwa kemandirian

keuangan daerah adalah daerah harus memiliki kemampuan dan keuangan untuk menggali

sumber-sumber keuangan, mengelolah dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup

memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

Page 12: Isi Skripsi.pdf

12  

  

Pengertian kemandirian keuangan daerah dikemukakan oleh Abdul Halim (2008:238)

sebagai berikut:

Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah.

Abdul Halim juga menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah sendiri

ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah, dibandingkan dengan pendapatan

daerah yang berasal dari sumber lain misalnya, bantuan dari pemerintah pusat ataupun dari

pinjaman. Kemandirian tersebut juga dapat dicapai antara lain dengan mengurangi

ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemandirian keuangan daerah

adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menggali dan mengelolah sumber daya atau

potensi daerah yang dimilikinya, secara efektif dan efisien sebagai sumber utama keuangan

daerah.

Salah satu ciri utama yang menunjukan suatu daerah sudah mampu melaksanakan

otonomi daerah terletak pada kemandirian atau kemampuan keuangan daerah. Artinya,

daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber

keuangannya sendiri, mengelolah dan menggunakan keuangan yang cukup memadai untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan dari

pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD khususnya pajak dan retribusi

daerah menjadi bagian sumber keuangan terbesar.

Kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat

yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Kriteria penting yang lain untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam

mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan daerah dalam bidang

Page 13: Isi Skripsi.pdf

13  

  

keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam

mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Kemandirian keuangan daerah ini merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah.

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah dapat memenuhi kebutuhan daerahnya

masing-masing secara mandiri dan diharapkan masing-masing daerah dapat mencapai suatu

kemandirian keuangan daerah.

Menurut Halim (2008:128), ciri-ciri dari kemandirian keuangan daerah, yaitu:

1. Pemerintah daerah mampu membiayai sendiri kebutuhan keuangan daerahnya

2. Berkurangnya ketergantungan terhadap bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat

3. PAD merupakan sumber utama dalam membiayai kepatuhan keuangan daerah

Dari ciri-ciri tersebut, dapat dinyatakan bahwa daerah yang mandiri harus dapat

membiayai sendiri kebutuhan keuangan daerahnya melalui pendapatan daerah yang

dihasilkan, sehingga daerah tidak terlalu bergantung terhadap dana transper dari pemerintah

pusat.

Suatu daerah dikatakan mandiri, apabila daerah tersebut mampu membiayai

pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan

desentralisasi yang digunakan untuk melihat kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah

secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangan daerah secara utuh. Secara umum,

semakin tinggi kontribusi PAD dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai

kemampuannya sendiri, akan menunjukan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal

ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam

membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah

tersebut. (Halim, 2008:263)

Page 14: Isi Skripsi.pdf

14  

  

Daerah apabila semakin besar kontribusi PAD terhadap total pendapatan, maka kualitas

otonomi daerah akan semakin meningkat. Sebaliknya bila semakin besar subsidi pemerintah

pusat terhadap total pendapatan, maka akan berakibat semakin besar ketergantungan

pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Hal ini dapat memperlemah aksistensi otonomi

daerah dan perlunya meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam menunjang

keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari

sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya

didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Abdul

Halim, 2008:96).

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, pendapatan asli daerah (PAD) adalah

pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada daerah

untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah. PAD bersumber

dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain PAD yang sah.

1. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah.

3. Hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolahan kekayaan yang terpisah dari pengelolahaan APBD

4. Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

Page 15: Isi Skripsi.pdf

15  

  

Undang-Undang tersebut juga menyebutkan bahwa penerimaan daerah, selain diperoleh

dari PAD juga diperoleh dari pemerintah pusat. Penerimaan yang bersumber dari pemerintah

pusat, yaitu dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah

dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari:

1. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

2. Dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk medanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

3. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional

Adanya peranan PAD sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Pengukuran kinerja

keuangan daerah yang banyak dilakukan antara lain dengan melihat rasio antara PAD dengan

total pendapatan. Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD kepada total pendapatan akan

menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Peningkatan PAD bukan berarti

daerah harus berlomba-lomba membuat pajak baru, tetapi lebih pada upaya memanfaatkan

potensi daerah secara optimal.

Salah satu alat untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam mengelolah

keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio kemandirian keuangan daerah.

Hasil analisa rasio tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk: (Halim, 2008:281)

a) Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah

b) Mengukur efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah c) Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan

pendapatan daerahnya d) Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan

pendapatan daerah e) Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran

yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

Page 16: Isi Skripsi.pdf

16  

  

Dengan adanya kebijakan otonomi daerah diharapkan daerah dapat memiliki kemandirian

khususnya kemandirian dalam bidang keuangan. Keuangan daerah tersebut dapat mandiri

apabila didasarkan pada faktor-faktor berikut:

a) Pemerintah daerah dan kemampuan menggali dan mengoptimalkan potensi

pendapatan asli daerah (PAD)

b) Pemerintah daerah dan kemampuan mengurangi ketergantungan fiskal dari

pemerintah pusat.

c) Pemerintah daerah dan kemampuan mengelolah keuangan daerah berdasarkan

kepentingan publik

1.5.3 Teori Kemandirian Keuangan Daerah

Dalam melihat kemandirian keuangan daerah, maka harus dilihat beberapa indikator-

indikator menurut Paul Hersey dan Kenneth Blachard dalam Halim (2008:232). Kemandirian

keuangan daerah diukur dengan indikator-indikator, sebagai berikut:

1) Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah

Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio kemandiran keuangan

daerah yang dilihat dari proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah. Proporsi tersebut

dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran keuangan daerah. Dengan rasio ini

akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak lain, dalam hal ini

bantuan dari pemerintah pusat.

Menurut Abdul Halim (2008:232) menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah

ditunjukan dengan besar kecilnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah. Rasio

kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai

sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah

membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah.

Page 17: Isi Skripsi.pdf

17  

  

Dari pernyataan diatas maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:

Rasio kemandirian ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana

dari pemerintah pusat. Artinya semakin tinggi rasio kemandirian, maka ketergantungan

daerah terhadap pemerintah pusat semakin rendah atau daerah tersebut semakin mandiri, dan

demikian pula sebaliknya (Abdul Halim, 2008:233)

Menurut Siragih (2003:55) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah merupakan salah

satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah. Hal tersebut

dikarenakan, Besar kecilnya suatu PAD terhadap total pendapatan atau penerimaan daerah

berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, berarti

kemandirian keuangan daerah itu dapat dilihat dari proporsi atau jumlah PAD terhadap total

pendapatan daerah. Apabila proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah cukup besar

dibandingkan dari penerimaan dari pemerintah pusat, artinya daerah sudah dapat mengurangi

ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.

Berikut ini tabel tentang pola hubungan pemerintah pusat dan daerah terhadap

kemampuan daerah, yaitu:

Tabel 1.3

Pola Hubungan dan Kemampuan Daerah

Kemampuan Keuangan

Daerah Rasio Kemandirian Pola Hubungan

Rendah Sekali

Rendah

Sedang

Tinggi

0%-25%

25%-50%

50%-75%

75%-100%

Instruktif

Konsultatif

Partisipatif

Delegatif

Sumber: Halim (2008:189)

Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) × 100%

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Page 18: Isi Skripsi.pdf

18  

  

Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan pola hubungan antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah. Paul Hersey dan Kenneth Blachard dalam Halim (2008:284)

menyatakan bahwa pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah antara lain:

a) Pola hubungan instruktif yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian keuangan daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah)

b) Pola hubungan konsultatif yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi

c) Pola hubungan partisipatif dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat suatu daerah sudah memiliki kemandirian mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah

d) Pola hubungan delegatif yaitu pola hubungan dimana daerah tersebut sudah tidak ada lagi campur tangan pemerintah pusat. Daerah tersebut sudah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan otonomi

2) Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah

Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio

kemandiran keuangan daerah yang dilihat dari proporsi dana perimbangan terhadap total

pendapatan daerah.. Proporsi tersebut dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran

keuangan daerah. Dengan rasio ini akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap

bantuan dari pemerintah pusat.

Komponen dana perimbangan merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat

penting. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan salah satu bentuk hubungan

dari sekian banyak hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara

pemerintah pusat dan daerah, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam

bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintahan.

Proporsi penerimaan daerah dari pemerintah pusat menunjukan besar kecilnya tingkat

ketergantungan fiskal daerah dari pemerintah pusat. Hal ini berpengaruh langsung terhadap

kemandirian keuangan daerah.

Page 19: Isi Skripsi.pdf

19  

  

Dari pernyataan diatas maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:

Dana perimbangan merupakan salah satu tolak ukur dari melihat kemandirian keuangan

daerah. Hal tersebut dikarenakan, Besar kecilnya suatu Dana Perimbangan terhadap total

pendapatan atau penerimaan daerah berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan

daerah. Dalam hal ini, berarti kemandirian keuangan daerah itu dapat dilihat dari proporsi

atau jumlah Dana Perimbangan terhadap total pendapatan daerah. Apabila proporsi Dana

Perimbangan terhadap total pendapatan daerah cukup besar dibandingkan dari PAD, artinya

daerah belum dapat mengurangi ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.

1.6 Metode Penelitian

Sebagaimana dalam suatu penelitian ilmiah, metodelogi yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi antara lain : Definisi Konsep, Fokus Penelitian, Data dan Sumber Data,

Unit Analisa Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, dan sistematika

penulisan.

1.6.1 Definisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun, Konsep merupakan unsur penelitian yang terpenting dan

merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak

suatu fenomena sosial (1989:33). Definisi konsep yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

Rasio Kemandirian = Dana Perimbangan × 100%

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Page 20: Isi Skripsi.pdf

20  

  

1. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban Kota Palembang untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

Kota Palembang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah Kota Palembang dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di

dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

tersebut.

3. Kemandirian keuangan daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah Kota

Palembang dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan

pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai

sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah.

1.6.2 Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus penelitian ini menurut Paul Hersey dan Kenneth Blachard

dalam Halim (2008:188), sebagai berikut:

Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Total Pendapatan Daerah

Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio kemandiran keuangan

daerah yang dilihat dari proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah. Proporsi tersebut

dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran keuangan daerah.

Page 21: Isi Skripsi.pdf

21  

  

Tabel 1.4

Rincian Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan

Variabel Dimensi Indikator

Kemandirian

Keuangan Daerah

(Paul Hersey dan

Kenneth Blachard)

Pendapatan Asli

Daerah

Total Pendapatan

Daerah

Pajak daerah

Retribusi daerah

Hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan

Lain-lain pendapatan asli daerah yang

sah

  

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dana Perimbangan

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 

Dari pernyataan diatas, maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:

Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah

Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio

kemandiran keuangan daerah yang dilihat dari proporsi dana perimbangan terhadap total

pendapatan daerah.. Proporsi tersebut dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran

keuangan daerah. Ringkasan proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan dapat

dilihat dibawah ini:

Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) × 100%

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Page 22: Isi Skripsi.pdf

22  

  

Tabel 1.5

Rincian Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan

Variabel Dimensi Indikator

Kemandirian

Keuangan Daerah

(Paul Hersey dan

Kenneth Blachard)

Dana

Perimbangan

Total Pendapatan

Daerah

Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Bagi Hasil

 

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dana Perimbangan

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 

Dari pernyataan diatas, maka untuk mengukur rasio kemandiran keuangan daerah:

1.6.3 Data dan Sumber Data

Adapun data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni:

a) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Dalam

penelitian ini data primer didapatkan langsung dari Dinas Pendapatan Daerah Kota

Palembang melalui wawancara secara langsung dengan sumber pemberi data.

Rasio Kemandirian = Dana Perimbangan × 100%

Total Pendapatan Daerah

Page 23: Isi Skripsi.pdf

23  

  

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang berperan sebagai penunjang bagi data primer yang

bersumber dari buku-buku, literatur, tulisan ilmiah, artikel dan dokumentasi yang berkaitan

dengan penelitian.

1.6.4 Informan Penelitian

Dalam penelitian ini informan penelitian, yaitu: bidang program yang terdiri dari kasi

penyusunan program, kasi pemantauan, pengembangan, dan penyuluhan, serta kasi evaluasi

pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang.

1.6.5 Unit Analisa data

Unit analisa data pada penelitian ini adalah organisasi pemerintahan dengan obyek

penelitiannya yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang dan Bagian Keuangan Kota

Palembang.

1.6.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan , yaitu:

1. Wawancara

Yaitu metode pengumpulan data secara langsung dari narasumber dengan mengadakan

tanya jawab yang sifatnya terbuka. Dimana wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan

permasalahan yang diteliti.

2. Dokumentasi

Yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari

laporan resmi pemerintah antara lain dari dinas pendapatan daerah Kota Palembang.

Page 24: Isi Skripsi.pdf

24  

  

1.6.7 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Dalam teknik analisa data deskriptif kualitatif penelitian ini melalui tahapan-tahapan, yaitu:

1. Menggambarkan dan menganalisa kemandirian keuangan daerah Kota Palembang yang

akan diteliti

2. Mengetahui secara umum kemandirian keuangan daerah Kota Palembang terutama

yang berkaitan dengan indikator-indikator kemandirian keuangan daerah

3. Menguraikan secara terstruktur untuk mendapatkan gambaran-gambaran tentang

kemandirian keuangan daerah Kota Palembang yang akan diteliti.

Page 25: Isi Skripsi.pdf

25  

  

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 Keadaan Umum Kota Palembang

2.1.1 Keadaan Geografis dan Batasan Wilayah Kota Palembang

Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis

Kota Palembang terletak antara 1,5 - 2 Lintang Selatan dan 101- 105 Bujur Timur

dengan ketinggian rata-rata delapan meter dari permukaan laut, dan batas-batas wilayah

sebagai berikut :

a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

b) Batas Selatan : Kabupaten Ogan Komering Ilir

c) Batas Timur : Kabupaten Banyuasin

d) Batas Barat : Kabupaten Banyuasin

Luas wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km2 dengan jumlah penduduk yaitu

1.708.413 jiwa, terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan

Gandus (68,78 km2), sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Ilir Barat II

(6,22 km2). Palembang memiliki 107 jumlah kelurahan dengan 946 rukun warga (RW) dan

4.018 unit organisasi rukun tetangga (RT).

2.1.2 Keadaan Alam dan Topografi

Keadaan alam di Kota Palembang mempunyai iklim tropis dengan angin lembab

nisbi, kecepatan angin berkisar antara 2,3 km/jam - 4,5 km/jam. Suhu cukup panas ( antara 22

- 32 C ) dan curah hujan terbanyak pada bulan maret, yaitu 428 mm dan yang paling

sedikit di bulan Juli 22 mm dimana Curah hujan per tahun berkisar antara 2.000 mm - 3.000

mm. Kelembaban udara berkisar antara 75 - 89% dengan rata-rata penyinaran matahari 45%.

Topografi tanah relatif datar dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya

Page 26: Isi Skripsi.pdf

26  

  

terletak pada tempat yang agak tinggi, yaitu pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah

adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang.

Pada bulan Juni, Juli Agustus dan September suhu tinggi, pada bulan lainnya suhu

menurun. Pada bulan Agustus sampai April angin dari barat daya, barat laut. Aliran

sungainya mengalir dengan deras ke pedalaman, selama sembilan bulan dalam setahun

2.1.3 Keadaan Demografis

Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu dan menggunakan bahasa Melayu

yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai bahasa Palembang.

Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-

hari, seperti bahasa Komering, Rawas, Musi dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan

kadang-kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam

keluarga atau komunitas kedaerahan, tetapi untuk berkomunikasi dengan warga Palembang

lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-

hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga

keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan

yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang

memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung

Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta Kampung Al Munawwar,

Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19 Ilir Kampung Jamalullail dan

Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang merupakan wilayah Komunitas Arab. Agama

mayoritas di Palembang adalah Islam. Selain itu terdapat pula penganut Katolik, Protestan,

Hindu, Buddha dan Konghucu.

Page 27: Isi Skripsi.pdf

27  

  

2.1.4 Visi dan Misi Kota Palembang

Sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang RPJMD Kota Palembang 2008 - 2013 visi

dan misi dari Kota Palembang, maka visi pembangunan Kota Palembang sampai dengan

tahun 2013, adalah: “ Palembang Kota Internasional, Sejahtera dan Berbudaya 2013 ”

Penjelasan :

Visi tersebut memiliki makna bahwa selama lima tahun ke depan, pembangunan di

Kota Palembang memiliki cita-cita untuk mencapai terwujudnya Kota Palembang sebagai

salah satu Kota Internasional yang senantiasa dinamis dalam merespon semua peluang dan

tuntutan global, disertai dengan kepedulian tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan

masyarakat yang berbudaya.

Terdapat tiga kunci pokok dalam visi Kota Palembang yakni, Kota Internasional,

Sejahtera, dan Berbudaya.

Kota Internasional mengandung arti bahwa pembangunan di Kota Palembang

bertujuan untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, sehingga

Kota Palembang memiliki kualitas pelayanan yang berdaya saing internasional, baik dari segi

sarana prasarana, maupun sistem birokrasi beserta aparaturnya;

Sejahtera bermaksud bahwa pembangunan di Kota Palembang bertujuan untuk

mewujudkan kota yang aman, sentosa dan makmur dengan terpenuhinya kebutuhan hidup

dasar disemua lapisan masyarakat;

Berbudaya mengandung arti bahwa pembangunan di Kota Palembang akan tetap

memperhatikan keberadaan dan keragaman budaya lokal, dalam bingkai dan tatanan

masyarakat yang senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai religius guna mewujudkan kesejahteraan

seluruh masyarakat.

Page 28: Isi Skripsi.pdf

28  

  

Sedangkan untuk pencapaian Misi Kota Palembang periode tahun 2008 – 2013 adalah

sebagai berikut :

1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang cerdas, bermoral, berbudaya serta

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Peningkatan kualitas pendidikan dan latihan bagi seluruh stakeholders.

b. Peningkatan pembinaan budaya, iman dan takwa bagi seluruh stakeholders.

c. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

d. Perluasan akses bagi masyarakat akan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Peningkatan kompetensi masyarakat dalam berbagai profesi dan bidang kegiatan

pembangunan

b. Peningkatan pertumbuhan ekonomi

c. Peningkatan keterlibatan stakeholders dalam pembangunan

3) Meningkatkan sarana dan prasarana perkotaan sesuai rencana tata ruang yang

berkelanjutan.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan

b. Peningkatan sarana dan prasarana yang lebih baik

4) Meningkatkan pertumbuhan perekonomian melalui peningkatan jejaring kerja antar daerah

baik Dalam Negeri maupun Luar Negeri.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Menguasai teknologi terkini

b. Harmonisasi sektor industri, perdagangan, jasa dan pariwisata

Page 29: Isi Skripsi.pdf

29  

  

c. Pengembangan objek dan daya tarik wisata.

d. Peningkatan kualitas produk unggulan sektor industri, perdagangan dan pariwisata.

5) Melanjutkan reformasi birokrasi baik secara kultural maupun struktural untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Peningkatan pelaksanaan pengelolaan kepemerintahan yang baik melalui penerapan

Good Governance dan Reinventing Goverment.

b. Pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan yang berbasis teknologi.

6) Meningkatkan keamanan, ketertiban masyarakat secara adil dan merata serta mendorong

terlaksananya penegakan hukum.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Peningkatan penerapan kepastian hukum.

b. Peningkatan tegaknya hokum yang adil

7) Melestarikan sumber daya alam, lingkungan hidup, warisan sejarah dan budaya.

Strategi pembangunan yang ditentukan:

a. Peningkatan keseimbangan antara pelaksanaan pembangunan dan keberlanjutan

sumber daya alam dan lingkungan

b. Peningkatan peran serta stakeholders dalam pengelolaan lingkungan

c. Peningkatan pemanfaatan dan pelestarian kekayaan budaya lokal.

d. Menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap lingkungan, warisan sejarah dan

budaya.

Page 30: Isi Skripsi.pdf

30  

  

2.1.5 Tujuan dan Sasaran Kota Palembang

Dalam mewujudkan Misi Kota Palembang tersebut, maka ditetapkan tujuan-tujuan

yang akan dicapai dari pernyataan misi-misi yang ditetapkan yaitu sebagai berikut :

1) Misi Pertama

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi pertama adalah:

a. Terciptanya tenaga kerja yang berdaya saing internasional

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya mutu

pendidikan masyarakat, meningkatnya jumlah guru yang memenuhi kualifikasi s1/d-iv,

meningkatnya minat baca masyarakat, meningkatnya kualitas tenaga kerja.

b. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

sarana dan prasarana kesehatan, meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan

masyarakat.

c. Terciptanya pemuda yang mandiri dan olaraga yang berprestasi.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

pemuda, meningkatnya prestasi olahraga

d. Terwujudnya toleransi dan kerukunan hidup beragama dalam masyarakat

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kerukunan

hidup beragama

Page 31: Isi Skripsi.pdf

31  

  

2) Misi Kedua :

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi kedua adalah:

a. Terwujudnya perlindungan sosial bagi masyarakat

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, meningkatnya kualitas penanganan

PMKS.

b. Terciptanya peran serta masyarakat dalam mendukung Palembang Kota Internasional.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

UKM dan koperasi, meningkatnya kualitas pelayanan keluarga berencana,

meningkatnya peran serta masyarakat

3) Misi Ketiga :

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi ketiga adalah:

a. Terwujudnya perencanaan pembangunan yang handal dan dinamis.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

perencanaan daerah

b. Terciptanya infrastruktur yang berkualitas.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

jalan dan jembatan, meningkatnya kualitas prasarana dan fasilitas perhubungan.

c. Terciptanya pemukiman yang berwawasan lingkungan.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

pengairan wilayah kota, meningkatnya kualitas air bersih/air minum, meningkatnya

kualitas lingkungan perumahan, meningkatnya penataan kepemilikan tanah.

Page 32: Isi Skripsi.pdf

32  

  

4) Misi Keempat :

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi keempat adalah:

a. Terciptanya iklim usaha yang kondusif

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kapasitas

investasi daerah, meningkatnya pemasaran produk daerah, meningkatnya kualitas hasil

industri daerah.

b. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

hasil pertanian dan perkebunan, meningkatnya kualitas hasil peternakan, meningkatnya

kualitas hasil perairan.

c. Terwujudnya pariwisata yang berdaya saing internasional

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya daya tarik

wisata daerah.

5) Misi Kelima

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi kelima adalah:

a. Terciptanya aparatur yang profesional, produktif dan kompeten.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya

profesionalisme, produktifitas dan kompetensi aparatur daerah.

b. Terwujudnya kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

sarana dan prasarana aparatur daerah, meningkatnya kualitas pengelolaan arsip daerah.

Page 33: Isi Skripsi.pdf

33  

  

c. Terwujudnya komunikasi dan informasi publik yang berdaya saing internasional

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: terpenuhinya kebutuhan

komunikasi dan informasi yang andal.

d. Terwujudnya kepemerintahan yang baik

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya pelayanan

pemerintahan, meningkatnya pengawasan pemerintahan.

e. Terwujudnya kemandirian pengeloaan keuangan daerah

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya kualitas

pengelolaan keuangan daerah, meningkatnya pendapatan daerah.

6) Misi Keenam :

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi keenam adalah:

a. Terwujudnya pengejawantahan nilai-nilai kebangsaan di dalam kehidupan masyarakat.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya wawasan

kebangsaan dan politik masyarakat.

b. Terwujudnya sistem keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya keamanan

dan perlindungan masyarakat, terpenuhinya perlindungan masyarakat terhadap bahaya

narkotika.

Page 34: Isi Skripsi.pdf

34  

  

7) Misi Ketujuh :

Adapun gambaran keterkaitan tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan sebagai

cermin dari pelaksanaan misi ketujuh adalah:

a. Terwujudnya pelestarian lingkungan hidup.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya

perlindungan terhadap kualitas lingkungan hidup.

b. Terwujudnya ketahanan budaya lokal.

Tujuan ini dijabarkan dalam sasaran tahunan sebagai berikut: meningkatnya

pelestarian budaya daerah

2.1.6 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintah Kota Palembang

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 19 Tahun 2007 tentang

pemekaran Kelurahan dan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 20 Tahun 2007 tentang

pemekaran kecamatan, wilayah administrasi Kota Palembang mengalami perubahan

Kecamatan dan Kelurahan yang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan meliputi 107 Kelurahan

dengan rincian sebagai berikut :

1. Kecamatan Ilir Timur I : 11 Kelurahan

2. Kecamatan Kemuning : 6 Kelurahan

3. Kecamatan Ilir Timur II : 12 Kelurahan

4. Kecamatan Kalidoni : 5 Kelurahan

5. Kecamatan Ilir Barat I : 6 Kelurahan

6. Kecamatan Bukit Kecil : 6 Kelurahan

7. Kecamatan Ilir Barat II : 7 Kelurahan

8. Kecamatan Gandus : 5 Kelurahan

9. Kecamatan Seberang Ulu I : 10 Kelurahan

10. Kecamatan Kertapati : 6 Kelurahan

Page 35: Isi Skripsi.pdf

35  

  

11. Kecamatan Seberang Ulu II : 7 Kelurahan

12. Kecamatan Plaju : 7 Kelurahan

13. Kecamatan Sako : 4 Kelurahan

14. Kecamatan Sukarami : 7 Kelurahan

15. Kecamatan Alang-Alang Lebar : 4 Kelurahan

16. Kecamatan Sematang Borang : 4 Kelurahan

Kota Palembang sebagai Kota Metropolitan dengan jumlah penduduk berdasarkan data

agregat kependudukan perkecamatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota

Palembang di Januari 2012 sebanyak 1.708.413 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk

sebesar 1.76 %.

Jumlah penduduk Kota Palembang adalah 1.708.413 jiwa yang terdiri dari 868.197

laki-laki dan 840.216 perempuan. Terhadap jumlah penduduk tersebut masih tampak bahwa

penyebaran penduduk Kota Palembang masih bertumpu di Kecamatan Ilir Timur II,

Kecamatan Seberang Ulu I dan Kecamatan Sukarami. Rincian jumlah penduduk Kota

Palembang per kecamatan dapat di lihat pada tabel di bawah ini .

Page 36: Isi Skripsi.pdf

36  

  

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2011 Kota Palembang

No Kecamatan Penduduk

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

Ilir Barat II

Seberang Ulu I

Seberang Ulu II

Ilir Barat I

Ilir Timur I

Ilir Timur II

Sukarami

Sako

Kemuning

Kalidoni

Bukit Kecil

Gandus

Kertapati

Plaju

Alang-Alang Lebar

Sematang Borang

37.813

95.800

52.281

74.661

43.977

96.734

79.427

48.587

47.356

62.968

24.884

34.782

50.831

48.811

49.064

20.221

36.609

92.710

50.249

72.906

44.364

94.069

76.566

46.517

46.111

59.704

24.939

32.996

48.545

47.139

47.511

19.281

74.422

188.510

102.530

147.567

88.341

190.803

155.993

95.104

93.467

122.672

49.823

67.778

99.376

95.950

96.575

39.502

Total 868.197 840.216 1.708.413

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang

Page 37: Isi Skripsi.pdf

37  

  

2.1.7 Perangkat Organisasi Pemerintah Kota Palembang

Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Kota Palembang

mengimplementasikan pelaksanaan dalam peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007

tentang Organisasi Perangkat Daerah. Perangkat daerah tersebut terdiri dari:

1. Sekretariat Daerah

Berdasarkan Peraturan Walikota Palembang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tugas

Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Staf Ahli Walikota Palembang,

Sekretariat Daerah merupakan unsur staf Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang

Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Tugas

pokok Sekretariat Daerah adalah membantu Walikota dalam menyusun kebijakan dan

mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah mulai dari proses

perencanaan,pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan serta pelayanan administratif.

2. Sekretariat DPRD

Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok,Fungsi dan Uraian

Tugas Sekretariat DPRD Kota Palembang, Sekretariat DPRD merupakan unsur staf

Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Sekretaris DPRD yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Walikota. Tugas pokok Sekretariat DPRD adalah

menyelenggarakan pelayanan administrasi kepada Pimpinan dan Anggota DPRD serta

mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan petunjuk pelaksanaannya.

Page 38: Isi Skripsi.pdf

38  

  

3. Dinas Daerah di Kota Palembang

Dinas Daerah Kota Palembang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 41

Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan uraian Tugas Dinas Daerah Kota Palembang.

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang

Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui

Sekretaris Daerah. Dinas Daerah Kota Palembang sebanyak 17 (tujuh belas) Dinas.

4. Lembaga Teknis Daerah

Lembaga Teknis Kota Palembang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 51

Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah.

Lembaga Teknis Daerah merupakan perangkat kelembagaan daerah yang berupa badan/

kantor yang dikepalai oleh seorang Kepala Badan/ Kepala Kantor sebagai unsur penunjang,

berfungsi membantu Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk bidang-

bidang tertentu. Kepala badan/ kepala kantor berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Walikota melalui Sekretaris Daerah. Lembaga Teknis terdiri dari, Inspektorat, 9 (sembilan)

Badan.

5. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang susunan Otganisasi dan

Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Palembang.

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Palembang merupakan perangkat Kantor Negara

Perijinan Terpadu Kota Palembang yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang

berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota Palembang melalui

Sekrearis Daerah Kota Palembang yeng mempuyai tugas melaksanakan koordinasi dan

menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu dengn prinsip

koordinasi, integritas, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.

Page 39: Isi Skripsi.pdf

39  

  

Sedangkan struktur organisasi pemerintah di Kota Palembang terdiri dari:

1. Sekretaris Daerah

a) Asisten Bidang Pemerintahan.

b) Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan.

c) Asisten Bidang Administrasi Umum.

d) Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat.

e) Bagian Tata Pemerintahan.

f) Bagian Hukum, Organisasi dan Tata Laksana.

g) Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol.

h) Bagian Perekonomian.

i) Bagian Pembangunan.

j) Bagian Sosial Kemasyarakatan.

k) Bagian Keuangan.

l) Bagian Umum.

m) Bagian Perlengkapan dan Pengelolaan Asset Daerah.

n) Bagian Keagrariaan dan Batas Wilayah.

o) Bagian Kesejahteraan Rakyat.

2. Sekretariat DPRD

3. Inspektorat Kota

4. Dinas-Dinas, Terdiri Dari :

a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga.

b. Dinas Kesehatan.

c. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

d. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi.

e. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Page 40: Isi Skripsi.pdf

40  

  

f. Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

g. Dinas Kebersihan.

h. Dinas Perhubungan.

i. Dinas Sosial.

j. Dinas Tenaga Kerja.

k. Dinas Tata Kota.

l. Dinas Komunikasi dan Informatika.

m. Dinas Penerangan Jalan,Pertamanan dan Pemakaman.

n. Dinas Pendapatan Daerah.

o. Dinas Penyelamatan dan Pemadam Kebakaran.

p. Dinas PU Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya

Air.

q. Dinas PU Cipta Karya dan Perumahan.

5. Badan-Badan, Terdiri Dari :

a. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan

Masyarakat.

b. Badan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan.

c. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan.

d. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

e. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.

f. Badan Lingkungan Hidup.

g. Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat.

h. Badan Arsip, Perpustakaan dan Dokumentasi.

i. Badan Narkotika Kota Palembang

Page 41: Isi Skripsi.pdf

41  

  

6. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT).

7. RSUD Palembang Bari

8. Satuan Pamong Praja

9. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

a. PDAM Tirta Musi

b. PD. Pasar

c. PT. SP2J

2.2 Keadaan Umum Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, susunan

organisasi, dan tata kerja dinas pendapatan daerah Kota Palembang, Dinas Pendapatan

Daerah merupakan salah satu unsur Staf Pemerintah daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas

dan berada dibawah serta bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

2.2.1 Tugas Pokok Dinas Pendapatan Daerah

Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan

pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi serta tugas pembantuan di bidang pendapatan

daerah.

2.2.2 Fungsi Dinas Pendapatan Daerah

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, dinas pendapatan daerah

mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pendapatan daerah

b. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

pendapatan daerah

c. Pembinaan dan pelaksanaan pengelolahan pendapatan daerah

d. Pengaturan, pengawasan, pengendalian, dan pemberian perizinan dibidang

pendapatan daerah

Page 42: Isi Skripsi.pdf

42  

  

e. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan dinas

f. Penyelengaraan monitoring dan evaluasi

g. Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh walikota sesuai dengan fungsi dan tugasnya

2.2.3 Susunan Organisasi

Berdasarkan peraturan daerah kota Palembang nomor 9 tahun 2008, susunan

organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang terdiri dari:

a. Kepala Dinas

b. Sekretariat, membawahi:

1. Sub bagian umum

2. Sub bagian kepegawaian

3. Sub bagian keuangan

c. Bidang program, membawahi:

1. Seksi penyusunan program

2. Seksi pemantauan, pengembangan, dan penyuluhan

3. Seksi evaluasi dan pelaporan

d. Bidang pendataan dan penetapan, membawahi:

1. Seksi pengelolahan data

2. Seksi penetapan

3. Seksi Pemeriksaan

e. Bidang penagihan dan pembukuan, membawahi:

1. Seksi penagihan dan perhitungan

2. Seksi pertimbangan dan keberatan

3. Seksi pembukuan dan verifikasi

f. Bidang bagi hasil dan penerimaan lain-lain, membawahi:

1. Seksi bagi hasil PBB dan BPHTB

Page 43: Isi Skripsi.pdf

43  

  

2. Seksi bagi hasil PPh dan penerimaan lain-lain

3. Seksi Retribusi dan Legeslisasi

g. Unit pelaksana teknis dinas

h. Kelompok jabatan fungsional

2.2.4 Pegawai Dinas Pendapatan Daerah

Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang sampai dengan akhir tahun anggaran 2011

memiliki sumber daya manusia sebanyak 242 orang, terdiri dari 156 orang PNS dan 86 orang

Non PNS, yang diklasifikasikan berdasarkan golongan, jabatan, pendidikan, penjenjangan,

dan status kepegawaian sebagaimana pada table berikut:

Tabel 2.2

Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Tahun 2011

No Status Kepegawaian Jumlah

1.

2.

PNS

NON PNS

156

86

Jumlah 242

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang

Page 44: Isi Skripsi.pdf

44  

  

BAB III

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

Analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini merujuk pada teori yang sampaikan

Paul Hersey dan Kenneth Blachard dalam Halim (2008:232) bahwa untuk mengukur

kemandirian keuangan daerah dapat diukur dengan dimensi-dimensi, sebagai berikut:

1. Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah

Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio kemandiran keuangan

daerah yang dilihat dari proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah. Proporsi tersebut

dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran keuangan daerah. Dengan rasio ini

akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak lain, dalam hal ini

bantuan dari pemerintah pusat. Proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah dapat diukur

dengan beberapa indikator, yaitu:

a) Penerimaan yang Bersumber dari Pendapatan Asli Daerah

b) Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah

c) Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Penerimaan Daerah

2. Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah

Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah merupakan rasio

kemandiran keuangan daerah yang dilihat dari proporsi dana perimbangan terhadap total

pendapatan daerah. Proporsi tersebut dapat dilihat dengan cara menghitung rasio kemandiran

keuangan daerah. Dengan rasio ini akan dapat terlihat ketergantungan daerah terhadap

bantuan dari pemerintah pusat. Proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah

dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu:

a) Penerimaan yang Bersumber dari Bantuan Pemerintah

b) Realisasi Penerimaan dari Bantuan Pemerintah

c) Bantuan Pemerintah Terhadap Total Penerimaan Keuangan Daerah

Page 45: Isi Skripsi.pdf

45  

  

Analisis dan interpretasi data dilakukan berdasarkan indikator-indikator pada setiap

dimensi-dimensi, sebagai berikut:

3.1 Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah

3.1.1 Penerimaan yang Bersumber dari Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal

dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah

hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah, dengan meningkatkan kualitas layanan

publik (Mardiasmo, 2002).

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, pendapatan asli daerah (PAD) adalah

pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada daerah

untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah. PAD bersumber

dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain PAD yang sah. PAD yang merupakan sumber penerimaan yang berasal dari daerah

itu sendiri harus lebih ditingkatkan sehingga dapat member kontribusi kepada daerah dalam

pelaksanaan pembangunan.

1) Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan bagian terpenting dari pendapatan asli daerah. Dimana pajak

daerah menjadi sumber pokok dalam pendapatan asli daerah dan hampir setiap daerah sumber

pendapatan daerahnya yang terbesar berasal dari pajak daerah.

Karena itulah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan dan

mengembangkan pendapatan yang berasal dari pajak daerah tersebut agar dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Page 46: Isi Skripsi.pdf

46  

  

Pengertian pajak daerah dirumuskan sebagai berikut:

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 157)

Dalam pengertian tersebut terlihat bahwa daerah diberikan wewenang dalam

melakukan pemungutan pajak daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

daerahnya sendiri. Dibawah ini tabel tentang jenis dan realisasi dari pajak daerah Kota

Palembang Tahun 2008-2011.

Tabel 3.1

Jenis dan Realisasi Pajak Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011

No Pajak Daerah 2008 2009 2010 2011

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Hiburan

Pajak Reklame

Pajak Penerangan Jalan

PLN

Pajak Penerangan Jalan

NON PLN

Pajak Mineral Bukan

Logam Dan Batuan

Pajak Parkir

Pajak Air Bawah Tanah

Pajak Sarang Burung Walet

Bea Perolehan Hak Atas

Tanah Dan Bangunan

Pajak Galian Gol C

6.826.069.168

14.044.103.898

3.748.434.290

4.138.404.435

37.972.161.830

-

-

1.714.854.098

-

-

-

923.565.060

10.353.748.458

16.095.416.841

4.366.158.504

4.225.282.834

47.226.315.254

-

-

1.889.528.090

-

-

-

540.113.195

14.094.700.545

19.226.002.354

5.113.107.739

4.603.540.213

58.035.666.496

-

-

2.373.884.593

-

-

-

600.411.497

18.596.699.903

24.303.405.188

5.967.246.597

7.937.771.136

69.004.384.193

2.230.546.054

858.954.037

3.816.026.337

6.651.000

78.530.000

74.946.134.964

-

Jumlah 69.367.592.779

84.696.563.176 104.047.313.437 207.746.349.410

Persentase 5,3% 6,9% 6,3% 10,8%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Page 47: Isi Skripsi.pdf

47  

  

Berdasarkan tabel 3.1 terlihat bahwa realisasi pajak daerah dari Tahun 2008-2011

selalu meningkat hanya pada pajak galian Gol C saja yang menurun. Tahun 2008-2009

menurun sebesar Rp.383.451.865, tapi pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar

Rp.60.298.302. Di lihat dari persentase pajak daerah terlihat bahwa pajak daerah

berkontribusi kecil terhadap total pendapatan daerah dari tahun 2008-2011 hanya sebesar

7,3% saja.

Realisasi dari pajak daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat juga pada

diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.1

Diagram Realisasi Pajak Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.1 terlihat bahwa pajak daerah yang di peroleh Kota

Palembang dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut

dikarenakan Pemkot Palembang selalu berusaha meningkatkan dalam pemungutan PAD dari

jenis pajak daerah, karena pendapatan yang dihasilkan pajak daerah sangat berkontribusi

besar bagi PAD. Karena itulah, kontribusi terbesar pendapatan asli daerah berasal dari pajak

daerah. Sebagaimana menurut (Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kota

Palembang):

0

50

100

150

200

250

2008 2009 2010 2011

Realisasi Pajak Daerah Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 48: Isi Skripsi.pdf

48  

  

“Pajak Daerah yang di pungut dari tahun 2008-2011 memang mengalami peningkatan setiap tahunnya, karena Pemkot Palembang selalu berupaya memungut pajak daerah semaksimal mungkin dikarenakan kontribusi pajak daerah sangat besar bagi PAD”

Jenis pajak daerah tahun 2008-2011 mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan

adanya tambahan potensi pajak daerah baru. Sebagaimana yang di kemukakan oleh ibu Ely

Dalti (Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang):

“Jenis pajak daerah dari tahun 2008-2011 mengalami perubahan. Dimana pada tahun 2008-2010 ada 7 jenis pajak daerah dan pada tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 11 pajak daerah”

Seperti yang telah di sampaikan oleh Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pendapatan

Daerah Kota Palembang bahwa adanya potensi munculnya pajak baru. Adanya potensi pajak

baru, daerah tidak boleh menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat kegiatan mobilitas

penduduk. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa:

Pasal (7),

Dalam mengupayakan PAD, daerah dilarang: a) Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. b) Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk.

Dari pernyatan tersebut, pemerintah harus lebih konsisten dalam memungut pajak daerah

agar tidak membebani masyarakat serta Negara tidak dirugikan dalam melihat potensi pajak

daerah. Oleh karena itu, pajak daerah juga berkontribusi penting bagi pendapatan asli daerah

Kota Palembang.

Page 49: Isi Skripsi.pdf

49  

  

2) Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah. Retribusi daerah

juga merupakan salah satu jenis pendapatan asli daerah selain pajak. Kota Palembang di

harapkan dapat menggali sumber-sumber keuangan yang berasal dari retribusi dalam

membiayai pengeluaran daerahnya.

Menurut ahli, retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada

Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara

langsung (Marihot,2005:5)

Dalam Kota Palembang memiliki banyak penerimaan daerah yang berasal dari retribusi

daerah dan setiap tahunnya retribusi tersebut selalu mengalami perubahan. Realisasi retribusi

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Realisasi Retribusi Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011

No Tahun Total Retribusi Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

59.055.021.400

51.274.328.286

65.175.505.023

81.710.682.296

4,9%

4,2%

3,9%

4,3%

Jumlah 257.215.537.005 4,3%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Page 50: Isi Skripsi.pdf

50  

  

Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa realisasi retribusi daerah dari tahun 2008-2011

hampir selalu meningkat hanya pada tahun 2008-2009 saja yang menurun sebesar

Rp.7.780.693.114. Pada tahun 2009-2011 mengalami peningkatan setiap tahunnya, Akan

tetapi apabila di lihat dari persentase retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah

mengalami perubahan setiap tahunya. Dimana rata-rata kontribusi retribusi daerah terhadap

total pendapatan daerah hanya sekitar 4,3% lebih kecil di bandingkan persentase pajak

daerah.

Walaupun demikian, retribusi daerah juga berperan dalam pendapatan asli daerah

setelah pajak daerah. Realisasi dari retribusi daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat

dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.2

Diagram Garis Realisasi Retribusi Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2008 2009 2010 2011

Realisasi Retribusi Daerah Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 51: Isi Skripsi.pdf

51  

  

Berdasarkan diagram garis 3.2 terlihat bahwa retribusi yang diperoleh Pemkot

Palembang terjadi peningkatan pada Tahun 2009-2011, tapi terjadi penurunan juga Tahun

2008-2009 dikarenakan pemungutan dari jenis-jenis retribusi daerah mengalami penurunan

pada tahun tersebut.

Dalam pemungutan PAD dari jenis retribusi daerah juga berkontribusi walaupun tidak

sebesar pajak daerah, karena pendapatan yang dihasilkan retribusi daerah menyumbangkan

kontribusinya terhadap PAD yang dapat menambah penerimaan pendapatan daerah.

Pemungutan retribusi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Palembang menghasilkan

penerimaan yang cukup besar untuk daerah. Sektor retribusi daerah ini sebenarnya potensial

sekali sebagai sumber keuangan daerah, apabila daerah mengupayakan secara maksimal jasa

yang di perlukan oleh masyarakat.

3) Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh

dari pengelolahan kekayaan yang dipisahkan. Hasil pengelolahan kekayaan tersebut diperoleh

apabila memperoleh keuntungan dari laba perusahaan milik daerah. Dimana kekayaan

tersebut bersumber dari badan usaha milik daerah (BUMD) Kota Palembang. Oleh sebab itu,

dalam batas-batas tertentu pengelolahan perusahaan daerah haruslah professional dan harus

berpegang teguh pada prinsip ekonomi secara umum.

“Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat memberikan kontribusinya bagi pendapatan asli daerah, tapi sifat utamanya bukan berorientasi pada profit, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kepentingan umum.”(Riwo Kaho,2005:188)

Perusahaan daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi

keuangan daerah. Perusahaan daerah diupayakan untuk memenuhi fungsi social yang

mengutamakan pelayanan public, akan tetapi di sisi lain mampu memberikan sumbangan

lebih bagi fungsi ekonomi .

Page 52: Isi Skripsi.pdf

52  

  

Dibawah ini tabel realisasi hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai

berikut:

Tabel 3.3

Realisasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Kota Palembang

Tahun 2008-2011

No Tahun Total Kekayaan Daerah

Yang Dipisahkan

Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

1.951.494.846

8.402.352.751

23.533.118.892

35.184.073.541

0,2%

0,7%

1,4%

1,8%

Jumlah 69.071.040.030 1%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3.3 terlihat bahwa realisasi hasil pengelolahan kekayaan daerah

yang dipisahkan dari tahun 2008-2011 selalu meningkat. Hal tersebut terlihat dari tahun 2008

sampai 2011, jumlah pendapatan dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

selalu bertambah setiap tahunnya. Tetapi berdasarkan persentase hasil pengelolahan kekayaan

daerah yang dipisahkan terhadap total pendapatan daerah sangat kecil sekali hanya rata-rata

dari tahun 2008-2011 sekitar 1% saja.

Realisasi dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan Kota Palembang

Tahun 2008-2011 dapat dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:

Page 53: Isi Skripsi.pdf

53  

  

Gambar 3.3

Diagram Garis Realisasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Kota Palembang Tahun 2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.3 terlihat bahwa hasil pengelolahan kekayaan daerah

yang dipisahkan Kota Palembang dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya.

Hal tersebut dikarenakan Pemkot Palembang selalu meningkatkan dalam pemungutan PAD

dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Dalam pemungutan PAD dari hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

juga berkontribusi dikarenakan pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

menyumbangkan terhadap PAD yang menambah penerimaan pendapatan daerah.

Dengan kenaikan setiap tahunnya, maka adanya peluang yang cukup potensial yang

bisa dikembangkan pada tahun yang akan datang seiring dengan perkembangan investasi dan

pembangunan di Kota Palembang.

05

10152025303540

2008 2009 2010 2011

Realisasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Kota Palembang

(Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 54: Isi Skripsi.pdf

54  

  

4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis

pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Pendapatan tersebut di peroleh dari daerah itu sendiri yang merupakan aset tetap daerah

tersebut. Dibawah ini tabel realisasi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagai

berikut:

Tabel 3.4

Realisasi Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Kota Palembang Tahun

2008-2011

No Tahun Total Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang Sah

Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

41.009.442.525

26.167.404.947

62.437.716.891

48.336.936.669

3,4%

2,1%

3,8%

2,5%

Jumlah 177.951.501.032 2,9%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3.4 terlihat bahwa realisasi lain-lain pendapatan asli daerah yang

sah dari tahun 2008-2011 selalu berubah-ubah. Dimana setiap tahunnya jumlahnya

mengalami kenaikan dan mengalami penurunan. Kalau dilihat dari persentase lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah terhadap total pendapatan daerah rata-rata dari tahun 2008-

2011 hanya sekitar 2,9% dan berkontribusi rendah terhadap PAD.

Realisasi dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Kota Palembang Tahun 2008-

2011 dapat dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:

Page 55: Isi Skripsi.pdf

55  

  

Gambar 3.4

Diagram Garis Realisasi Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Kota

Palembang Tahun 2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.4 terlihat bahwa PAD yang berasal dari lain-lain

pendapatan asli daerah selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi

dikarenakan pemungutan dari jenis PAD ini jumlahnya selalu berubah-ubah kadang

meningkat dan kadang juga menurun setiap tahunnya.

Penerimaan yang berasal dari lain-lain PAD yang sah dari tahun 2008-2011 hampir

tidak ada perbedaan jenis penerimaan . Tidak menutup kemungkinan celah potensi baru di

sektor penerimaan yang berasal dari lain-lain PAD yang sah , akan tetapi sebaiknya

memaksimalkan potensi yang sudah ada.

3.1.2 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah

Dalam melihat berapa besar kontribusi pendapatan asli daerah dapat terlihat pada

realisasi pendapatan asli daerah tersebut. Realisasi tersebut merupakan hasil dari semua

proses pemungutan pendapatan asli daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolahaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah. Untuk melihat realisasi pendapatan asli daerah dapat dilihat pada tabel,

sebagai berikut:

0

10

20

30

40

50

60

70

2008 2009 2010 2011

Realisasi Lain-Lain PAD Yang Sah Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 56: Isi Skripsi.pdf

56  

  

Tabel 3.5

Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011

No Tahun Jenis PAD Target Realisasi

1 2008 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan

Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah

Yang Sah

69.350.000.000 65.332.735.137 8.000.000.000 29.632.539.011

69.367.592.779

59.055.021.400 1.951.494.846

41.009.442.525

Jumlah 172.315.274.148 171.383.551.550

Persentase 14,2% 14,1%

2 2009 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan

Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah

Yang Sah

87.485.932.360 64.629.000.000 10.000.000.000 56.477.729.450

84.696.563.176

51.274.328.286 8.402.352.751

26.167.404.947

Jumlah 218.592.661.810 170.540.649.161

Persentase 17,9% 13,9% 3 2010 1) Pajak Daerah

2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan

Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah

Yang Sah

93.420.835.800 74.393.402.273 20.000.000.000 22.235.219.168

104.047.313.437

65.175.505.023 23.533.118.892

62.437.716.891

Jumlah 210.049.457.241 255.193.654.243

Persentase 12,7% 15,5% 4 2011 1) Pajak Daerah

2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolahaan Kekayaan

Daerah Yang Dipisahkan 4) Lain-Lain Pendapata Asli Daerah

Yang Sah

172.117.431.035 90.795.550.515 25.570.000.000 69.522.182.615

207.746.349.410

81.710.682.296 35.184.073.541

48.336.936.669

Jumlah 358.005.164.165 372.978.041.916

Persentase 18,7% 19,4% Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Page 57: Isi Skripsi.pdf

57  

  

Berdasarkan tabel 3.5 menunjukan realisasi pendapatan asli daerah Kota Palembang

Tahun 2008-2011 dapat diketahui terjadi kenaikan dan juga mengalami penurunan. Tahun

2009 pendapatan asli daerah mengalami penurunan sebesar Rp.842.902.389, dimana tahun

2008 pendapatan asli daerah sebesar Rp. 171.383.551.550 dan pada tahun 2009 menurun

menjadi sebesar Rp. 170.540.649.161, sedangkan berdasarkan persentase terlihat bahwa

tahun 2008-2009 mengalami penurunan persentase dari 14,1% menjadi 13,9% dan pada

tahun 2009-2011 mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Realisasi dari pendapatan asli daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat

juga pada diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.5

Diagram Garis Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang Tahun

2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.5 terlihat bahwa realisasi PAD mengalami kenaikan dan

penurunan. Dari tahun 2008-2009 mengalami penurunan dikarenakan sektor retribusi dan

lain-lain PAD yang sah mengalami penurunan walaupun terjadi kenaikan dalam sektor pajak

daerah dan hasil pengelolahaan kekayaan daerah yang dipisahkan, namun terjadi kenaikan

tidak begitu besar dibandingkan terjadi penurunannya. Dan pada tahun 2009-2011 terjadi

0

50

100

150

200

250

300

350

400

2008 2009 2010 2011

Realisasi PAD Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 58: Isi Skripsi.pdf

58  

  

peningkatan terus dibandingkan pada tahun 2008-2009. Hal tersebut terjadi dikarenakan

terjadinya peningkatan dari sektor-sektor PAD.

3.1.3 Pendapatan Asli Daerah Terhadap Total Penerimaan Daerah

Dalam melihat suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah dapat dilihat dari

kemampuan keuangan daerahnya, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan

kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan

keuangannya sendiri dalam penyelenggaraan pemerintah. karena itu PAD harus menjadi

sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan

daerah.

Besar kecilnya suatu PAD terhadap total pendapatan daerah berpengaruh langsung

terhadap kemandirian keuangan daerah. Dalam hal ini, berarti kemandirian keuangan daerah

itu dapat dilihat dari proporsi atau jumlah PAD terhadap total pendapatan daerah. Apabila

proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah kecil atau belum maksimal dibandingkan dari

penerimaan dari pemerintah pusat, artinya daerah tersebut belum dapat mengurangi

ketergantungan fiskalnya dari pemerintah pusat.

Sebagaimana yang dinyatakan Bapak Ahmad Syaufan (Kasi Pemantauan,

Pengembangan dan Penyuluhan Dispenda Kota Palembang):

“Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah dapat dilihat dari berapa besar jumlah dari PAD itu sendiri. Dimana PAD jumlahnya masih kecil di bandingkan dengan dana yang diberikan pemerintah pusat, sehingga kontribusinya masih rendah”.

Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah memang rendah atau kecil sekali di bandingkan dengan dana yang di

berikan pemerintah daerah.

Persentase PAD terhadap total penerimaan daerah Kota Palembang Tahun 2008-2011

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Page 59: Isi Skripsi.pdf

59  

  

Tabel 3.6

Persentase PAD Terhadap Total Penerimaan Daerah Kota Palembang Tahun

2008-2011

Tahun PAD Total Pendapatan

Daerah

Persentase PAD terhadap

total pendapatan daerah

2008

2009

2010

2011

171.383.551.551

170.540.649.161  

255.193.654.243

372.978.041.916

1.209.505.934.544

1.219.171.711.299

1.648.325.888.374

1.917.931.790.520

14,2%

14%

15,4%

19,4%

Rata-Rata 15,6%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Dalam tabel 3.6 menunjukan bahwa kontribusi pendapatan asli daerah tahun 2008

sebesar Rp. 171.383.551.551 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.209.505.934.544 dan

kontribusinya hanya 14,2% saja. Pada tahun 2009 sebesar Rp. 170.540.649.161 dari total

penerimaan daerah sebesar Rp. 1.219.171.711.299 dan kontribusinya hanya 14% saja. Pada

tahun 2010 sebesar Rp. 255.193.654.243 dari total penerimaan daerah sebesar Rp.

1.648.325.888.374 dan kontribusinya hanya 15,4% saja. Pada tahun 2011 sebesar Rp.

372.978.041.916 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.917.931.790.520 dan

kontribusinya hanya 19,4% saja.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011, kontribusi PAD sangat kecil sekali

terhadap total pendapatan daerah, dikarenakan PAD yang diperoleh Kota Palembang

memiliki proporsi persentase yang kecil terhadap total pendapatan daerah.

Dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari PAD

tidak begitu besar hasilnya, jika dibandingkan dengan dana yang diberikan pemerintah pusat

kepada daerah. Artinya pemerintah pusat masih mendominasi sumber-sumber penerimaan

kepada daerah. Hal inilah yang harus diperhatikan pemerintah Kota Palembang untuk

Page 60: Isi Skripsi.pdf

60  

  

meningkatkan kemandirian keuangan daerah, dengan melihat celah potensi PAD yang ada di

Kota Palembang.

Dari penafsiran-penafsiran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur

kemandirian keuangan daerah Kota Palembang melalui indikator proporsi PAD terhadap total

pendapatan daerah dapat terlihat di bawah ini:

Dalam mengukur rasio kemandiran keuangan daerah dapat menggunakan rumus

berikut:

3)

4)

Tabel 3.7

Kemandirian Keuangan Daerah Kota Palembang Berdasarkan PAD Tahun 2008-2011

Tahun PAD Total Pendapatan

Daerah

Persentase PAD

terhadap total

pendapatan daerah

Pola

Hubungan

2008

2009

2010

2011

171.383.551.551

170.540.649.161  

255.193.654.243 372.978.041.916

1.209.505.934.544

1.219.171.711.299

1.648.325.888.374

1.917.931.790.520

14,2%

14%

15,4%

19,4%

Instruktif

Instruktif

Instruktif

Instruktif

Rata-Rata 15,6% Instruktif

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang

Berdasarkan Tabel 3.7 terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah

sangat kecil sekali. Rata-ratanya hanya 15,6% terhadap total pendapatan daerah. Dengan

demikian, berdasarkan Tabel 1.3 kemandirian keuangan daerah kota Palembang dari tahun

2008-2011 masih rendah sekali dan bersifat Instruktif. Dimana pola hubungan tersebut

menunjukan peranan pemerintah pusat lebih dominan terhadap pemerintah daerah. Hal

Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) × 100%

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Page 61: Isi Skripsi.pdf

61  

  

tersebut dapat dikarenakan penggalian potensi-potensi PAD yang di pungut pemerintah Kota

Palembang belum maksimal, sehingga Kota Palembang belum mandiri dan masih tergantung

dari dana bantuan pemerintah pusat.

3.2 Proporsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan Daerah

3.2.1 Penerimaan yang Bersumber dari Bantuan Pemerintah

Pemerintah Kota Palembang dalam melaksanakan otonomi daerah juga, masih sangat

tergantung dari pemberian bantuan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal tersebut

dikarenakan, pendapatan daerah yang bersumber pendapatan asli daerah Pemkot Palembang

belum dapat dikelolah secara maksimal sehingga dana perimbangan dari pemerintah pusat

masih berperan besar terhadap keuangan daerahnya.

Penerimaan bantuan dari Pemerintah Kota Palembang berasal dari penerimaan dari

bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Bantuan dari pemerintah pusat terdiri

dari dana bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus

(DAK). Sedangkan bantuan pemerintah provinsi yaitu berasal dari bagi hasil pajak provinsi

dan bantuan keuangan dari provinsi.

A. Bantuan Pemerintah Pusat

1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak

Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah,

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 10 menyebutkan bahwa dana hasil bagi

bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak

terdiri atas :

a) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Page 62: Isi Skripsi.pdf

62  

  

c) Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri atas :

a. Kehutanan

b. Pertambangan Umum

c. Perikanan

d. Pertambangan minyak bumi

e. Pertambangan minyak gas bumi

f. Pertambangan panas bumi

Adapun Realisasi penerimaan dana bagi hasil Kota Palembang dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 3.8

Realisasi Dana Bagi Hasil Kota Palembang Tahun 2008-2011

No Tahun Total Dana Bagi Hasil Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

215.398.072.258

209.496.203.477

452.275.905.837

269.518.691.643

17,8%

17,2%

27,4%

14,1%

Jumlah 1.146.688.873.215 19,1%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3.8 terlihat bahwa realisasi dana bagi hasil dari tahun 2008-2011

selalu berubah-ubah. Dimana setiap tahunnya jumlahnya mengalami kenaikan dan

mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi dikarenakan dana yang diberikan pemerintah

pusat yang berasal dari sektor-sektor dana bagi hasil selalu berbeda setiap tahunnya. Dan

dilihat dari persentase dana bagi hasil terhadap total pendapatan daerah cukup besar dari

tahun 2008-2011 rata-rata sekitar 19,1%.

Page 63: Isi Skripsi.pdf

63  

  

Realisasi dana bagi hasil Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat juga pada

diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.6

Diagram Garis Realisasi Dana Bagi Hasil Kota Palembang Tahun 2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.8 terlihat bahwa realisasi dana bagi hasil Kota

Palembang selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi dikarenakan

dana bantuan yang bersumber dari pemerintah pusat berupa dana bagi hasil jumlahnya selalu

berubah-ubah tergantung kebutuhan Kota Palembang setiap tahunnya.

Pendapatan Daerah yang berasal dana bagi hasil mengalami peningkatan disebabkan

juga karena peningkatan jumlah pendapatan Negara secara umum maupun Kota Palembang

secara khusus

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2008 2009 2010 2011

Realisasi Dana Bagi Hasil Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 64: Isi Skripsi.pdf

64  

  

2. Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, untuk membiayai kebutuhan

pembelanjaan.

Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan yang memperhatikan potensi

daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat

di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum maju atau

belum berkembang dapat diperkecil. Dana alokasi umum ini bersifat block grant artinya

pengelolahan dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah, dengan kata lain

pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk menggunakan dana alokasi umum tersebut.

Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

1. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan

dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

2. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota

ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana

ditetapkan diatas.

3. Dari dana alokasi (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan

berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang

ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

4. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot

daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.

Page 65: Isi Skripsi.pdf

65  

  

Diketahui bahwa potensi PAD dan penerimaan bagi hasil berpengaruh besar dalam

penentuan besarnya proporsi DAU untuk suatu daerah. Dalam hal ini apabila jumlah PAD

dan penerimaan bagi hasil suatu daerah relatif besar, maka proporsi DAU yang diterima akan

menjadi lebih kecil. Demikian juga sebaliknya, apabila PAD dan penerimaan bagi hasil relatif

kecil, maka proporsi DAU yang akan diterima oleh daerah akan lebih besar, apabila hal ini

terjadi berarti pemerintah daerah dalam hal membiayai kebutuhan daerahnya masih sangat

tergantung kepada pemerintah pusat. Untuk melihat realisasi penerimaan DAU Kota

Palembang dapat pada tabel berikut:

Tabel 3.9

Realisasi Dana Alokasi Umum Kota Palembang Tahun 2008-2011

No Tahun Total Dana Alokasi Umum Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

716.129.540.000

689.108.622.000

696.587.039.000

787.312.331.000

59,2%

56,5%

42,3%

41,1%

Jumlah 2.889.137.532.000 49,8%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3.9 terlihat bahwa realisasi dana alokasi umum dari tahun 2008-

2011 hampir selalu meningkat hanya pada tahun 2008-2009 saja yang menurun sebesar

Rp.27.020.918.000. Hal tersebut dikarenakan, dana alokasi umum dari pemerintah pusat

jumlahnya selalu berubah-ubah tergantung kebutuhan Kota Palembang setiap tahunnya. Pada

tahun 2009-2011 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan persentase dapat

terlihat bahwa rata-rata dari tahun 2008-2011 kontribusi dana alokasi umum terhadap total

pendapatan daerah sangat besar sekali sebesar 49,8%.

Page 66: Isi Skripsi.pdf

66  

  

Realisasi dari dana alokasi umum Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat

juga pada diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.7

Diagram Garis Realisasi Dana Alokasi Umum Kota Palembang Tahun 2008-

2011

Berdasarkan diagram garis 3.9 terlihat bahwa dana alokasi umum yang diperoleh

Pemkot Palembang terjadi peningkatan pada Tahun 2009-2011, tapi terjadi penurunan juga

Tahun 2008-2009 dikarenakan dana yang diperoleh dari bantuan pemerintah pusat dikurangi

berdasarkan kebutuhan daerah tersebut.

Dapat disimpulkan DAU Kota Palembang tahun 2008-2011 terlihat bahwa kontribusi

DAU bagi pendapatan keuangan daerah sangat berperan besar, hal tersebut dikarenakan rata-

rata jumlah DAU yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah cukup besar walaupun

jumlah DAU selalu berubah-ubah setiap tahunnya, sehingga terlihat kontribusinya berperan

penting yang dapat menambah pendapatan daerah dalam APBD.

640

660

680

700

720

740

760

780

800

2008 2009 2010 2011

Realisasi Dana Alokasi Umum Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 67: Isi Skripsi.pdf

67  

  

3. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) ini merupakan transfer dana dari pemerintah pusat yang

bersifat specific grant karena penggunaannya sudah ditentukan untuk kebutuhan khusus

tertentu.

Menurut ketentuan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dengan daerah terdapat ketentuan-ketentuan DAK, yaitu:

1) DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah.

2) Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK.

3) Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

4) Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD.

5) Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah.

6) Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. 7) Kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh DAK adalah biaya administrasi, biaya

penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan dinas, biaya administrasi umum dan lain-lain biaya umum sejenis.

Menurut Henley (1992) sebagaimana yang dikutif oleh Mardiasmo, ada beberapa tujuan

pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk DAK kepada pemerintah daerah,

yaitu:

1) Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah 2) Untuk meningkatkan akuntabilitas 3) Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif

Realisasi dana alokasi khusus Kota Palembang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Page 68: Isi Skripsi.pdf

68  

  

Tabel 3.10

Realisasi Dana Alokasi Khusus Kota Palembang tahun 2008-2011

No Tahun Total Dana Alokasi Khusus Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

8.387.000.000

11.770.000.000

28.427.000.000

47.678.900.000

0,7%

0,9%

1,7%

2,5%

Jumlah 96.262.900.000 1,5%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa realisasi dana alokasi khusus dari Tahun 2008-

2011 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut terlihat dari tahun 2008 sampai 2011

jumlah pendapatan dari dana alokasi khusus selalu bertambah setiap tahunnya. Dilihat dari

persentase dana alokasi khusus terhadap total pendapatan daerah terlihat bahwa kontribusinya

tidak terlalu besar hanya sekitar 1,5% saja.

Realisasi dari dana alokasi khusus Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat

juga pada diagram garis dibawah ini:

Page 69: Isi Skripsi.pdf

69  

  

Gambar 3.8

Diagram Garis Realisasi Dana Alokasi Khusus Kota Palembang Tahun 2008-

2011

Berdasarkan diagram garis 3.10 terlihat bahwa dana alokasi khusus Kota Palembang

dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan Pemkot

Palembang mendapat dana bantuan pemerintah pusat berupa dana alokasi khusus jumlahnya

meningkat setiap tahunnya.

Dana alokasi khusus ini merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan

belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus selain reboisasi atau penghijauan yang merupakan urusan daerah

dan sesuai perioritas nasional. Walaupun kontribusi dana alokasi khusus ini sangat kecil jika

dibandingkan dengan penerimaan dana alokasi umum, tetapi dana alokasi khusus ini ikut

mempengaruhi terhadap kemandirian keuangan daerah karena dana alokasi khusus juga

merupakan transfer dana yang berasal dari pemerintah pusat.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2008 2009 2010 2011

Realisasi Dana Alokasi Khusus Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 70: Isi Skripsi.pdf

70  

  

B. Batuan Pemerintah Provinsi

1. Bagi Hasil Pajak Provinsi

Dana bagi hasil pajak dari provinsi merupakan penerimaan daerah kota Palembang

dari provinsi Sumatra selatan atas pemungutan pajak provinsi Pajak ini dipungut langsung

oleh pemerintah Kota Palembang.

Dana bagi hasil pajak provinsi Kota Palembang dari tahun 2008-2011 terdiri dari 6

jenis,yaitu: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan diatas air, Bagi Hasil Dari Bagian Tahun Lalu, dan Pajak Air

Bawah Tanah.

Jenis dan realisasi penerimaan yang berasal dari bagi hasil pajak provinsi Sumatera

selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.11

Jenis Dan Realisasi Penerimaan Yang Berasal Dari Bagi Hasil Pajak Provinsi

Tahun 2008-2011

No Dana Bagi Hasil

Pajak Provinsi 2008 2009 2010 2011

1 Pajak Kendaraan

Bermotor

27.243.249.067 31.298.287.838 44.673.002.354 21.160.729.650

2 Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor

25.260.151.965 21.409.318.561 41.478.082.655 35.653.078.100

3 Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor

32.002.256.202 27.400.797.100 24.661.455.100 29.635.661.650

4 Pajak Kendaraan diatas

air

37.654.900 - 29.107.100 637.636.300

5 Bagi Hasil Dari Bagian

Tahun Lalu

4.275.693.799 21.490.527.160 - 7.628.620.300

6. Pajak Air Bawah Tanah 875.170.600 - 736.738.400 -

Jumlah 89.694.176.534 102.044.279.659 111.578.385.600 94.705.726.000

Persentase 7,4% 8,4% 6,8% 4,9%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Page 71: Isi Skripsi.pdf

71  

  

Pada tabel 3.11 menunjukan tahun 2008-2011 terlihat bahwa selalu berubah-ubah.

Dimana terjadi kenaikan dan penurunan.Tahun 2008-2010 terjadi kenaikan dan hanya tahun

2011 yang mengalami penurunan. Berdasarkan persentase dana bagi hasil pajak provinsi

terhadap total pendapatan daerah terlihat bahwa rata-rata dari tahun 2008-2011 sebesar 6,9%.

Realisasi dari dana bagi hasil pajak provinsi Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat

dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.9

Diagram Garis Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi Kota Palembang

Tahun 2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.11 terlihat bahwa realisasi dana bagi hasil pajak provinsi

dari tahun 2008-2011 hampir selalu meningkat hanya pada tahun 2010-2011 saja yang

menurun. Hal tersebut dikarenakan, dana bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi jumlahnya

selalu berubah-ubah tergantung kebutuhan Kota Palembang setiap tahunnya.

Dengan demikian, dapat terlihat bahwa dana bagi hasil dari provinsi juga

berkontribusi bagi total pendapatan daerah walaupun tidak begitu besar jumlahnya yang

diberikan oleh pemerintah provinsi kepada Kota Palembang.

0

20

40

60

80

100

120

2008 2009 2010 2011

Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 72: Isi Skripsi.pdf

72  

  

2. Bantuan Keuangan Dari Provinsi

Bantuan keuangan dari provinsi merupakan bantuan yang berasal dari pemerintah

provinsi yang diberikan pada pemerintah daerah. Realisasi penerimaan bantuan keuangan

dari provinsi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.12

Realisasi Penerimaan Bantuan Keuangan Dari Provinsi Kota Palembang Tahun

2008-2011

No Tahun Total Dana Bantuan

Keuangan Dari Provinsi

Persentase

1

2

3

4

2008

2009

2010

2011

-

4.000.000.000

20.005.572.494

60.913.756.674

-

0,3%

1,2%

3,2%

Jumlah 84.919.329.169 1,6%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Pada tabel 3.12 menunjukan tahun 2008-2011 terlihat bahwa selalu meningkat.

Dimana dana bantuan dari pemerintah provinsi selalu meningkat setiap tahunnya dan hanya

tahun 2008 yang tidak mendapatkan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi.

Berdasarkan persentase juga terlihat kontribusi dana bantuan keuangan dari pemerintah

provinsi terhadap total pendapatan daerah rata-rata dari tahun 2008-2011 hanya sebesar 1,6%.

Realisasi dana bantuan keuangan dari provinsi Kota Palembang Tahun 2008-2011

dapat dilihat juga pada diagram garis dibawah ini:

Page 73: Isi Skripsi.pdf

73  

  

Gambar 3.10

Diagram Garis Realisasi Dana Bantuan Keuangan Dari Provinsi Kota

Palembang Tahun 2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.12 terlihat bahwa dana bantuan keuangan dari provinsi

yang di peroleh Kota Palembang dari Tahun 2008-2011 selalu meningkat setiap tahunnya.

Hal tersebut di karenakan jumlah bantuan keuangan tergantung dari kebutuhan daerah itu

sendiri.

Dengan demikian, dana bantuan keuangan yang di berikan pemerintah provinsi juga

memberikan kontribusi terhadap total pendapatan daerah walaupun jumlah dana yang

diberikan tidak terlalu besar.

3.2.2 Realisasi Penerimaan dari Bantuan Pemerintah

Realisasi penerimaan bantuan dari pemerintah merupakan hasil penerimaan daerah

yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Untuk melihat realisasi

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

0

10

20

30

40

50

60

70

2008 2009 2010 2011

Realisasi Dana Bantuan Keuangan Dari Provinsi Kota Palembang

(Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 74: Isi Skripsi.pdf

74  

  

Tabel 3.13

Realisasi Penerimaan Bantuan Pemerintah Kota Palembang Tahun 2008-2011

No Tahun Bantuan Pemerintah Target Realisasi

1 2008 1. Bantuan Pemerintah Pusat

2. Bantuan Pemerintah Provinsi

 

920.854.185.697

99.486.763.687

939.914.612.258

89.694.176.534

Jumlah 1.020.340.949.384 1.029.608.788.792

Persentase 84% 85%

2 2009 1. Bantuan Pemerintah Pusat

2. Bantuan Pemerintah Provinsi

963.652.743.054

185.349.963.543

910.374.825.477

106.044.279.659

Jumlah 1.149.002.706.597 1.016.419.105.136

Persentase 94% 83%

3 2010 1. Bantuan Pemerintah Pusat

2. Bantuan Pemerintah Provinsi

1.029.616.727.621

185.349.963.543

1.177.289.944.837

131.583.958.094

Jumlah 1.214.966.691.164 1.308.873.902.931

Persentase 74% 79%

4 2011 1. Bantuan Pemerintah Pusat

2. Bantuan Pemerintah Provinsi

1.091.430.028.671

196.953.068.260

1.104.509.922.643

155.619.482.674

Jumlah 1.288.383.096.931 1.260.129.405.317

Persentase 67% 66%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3.13 menunjukan realisasi penerimaan bantuan dari pemerintah

kepada Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat diketahui terjadi kenaikan dan juga

mengalami penurunan. Tahun 2009 bantuan pemerintah mengalami penurunan sebesar

Rp.13.189.683.656, dimana tahun 2008 bantuan pemerintah sebesar Rp. 1.029.608.788.792

dan pada tahun 2009 menurun menjadi sebesar Rp. 1.016.419.105.136. Berdasarkan

persentasenya terlihat bahwa penerimaan dana bantuan pemerintah terhadap total pendapatan

Page 75: Isi Skripsi.pdf

75  

  

daerah terlihat bahwa setiap tahunnya mengalami penurunan. Hal tersebut bisa disebabkan

perubahan jumlah dana yang diberikan pemerintah pusat maupun provinsi tergantung

kebutuhan daerah itu sendiri setiap tahunnya.

Realisasi dana bantuan pemerintah Kota Palembang Tahun 2008-2011 dapat dilihat

juga pada diagram garis dibawah ini:

Gambar 3.11

Diagram Garis Realisasi Dana Bantuan Pemerintah Kota Palembang Tahun

2008-2011

Berdasarkan diagram garis 3.13 terlihat bahwa realisasi dana bantuan pemerintah

selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan bantuan pemerintah

pusat mengalami penurunan walaupun terjadi kenaikan pada bantuan pemerintah provinsi ,

namun terjadi kenaikan tidak begitu besar dibandingkan terjadi penurunannya dan terjadi

peningkatan setiap tahun ini disebabkan terutama karena peningkatan jumlah penerimaan

daerah dari sektor bantuan pemerintah pusat, yaitu dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan

dana alokasi khusus untuk Kota Palembang.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2008 2009 2010 2011

Realisasi Dana Bantuan Pemerintah Kota Palembang (Milyar)

Tingkat Pertumbuhan

Page 76: Isi Skripsi.pdf

76  

  

Dengan demikian, terlihat bahwa dana yang diberikan pemerintah pusat maupun

provinsi sangat berkontribusi besar sekali terhadap total pendapatan yang di peroleh

pemerintah daerah. Hal tersebut dikarenakan jumlah dana yang diberikan pemerintah kepada

daerah jumlahnya sangat besar dibandingkan pendapatan dari Kota Palembang itu sendiri

yang berasal dari PAD.

3.2.3 Bantuan Pemerintah Terhadap Total Penerimaan Keuangan Daerah

Pemerintah Kota Palembang dalam melaksanakan otonomi daerah juga, masih sangat

tergantung dari pemberian bantuan dana pemerintah, baik pemerintah pusat maupun provinsi.

Hal tersebut dikarenakan, pendapatan daerah yang bersumber pendapatan asli daerah Pemkot

Palembang belum dapat dikelolah secara maksimal.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh ibu Lidia (Kasi Penyusunan Program Dinas

Pendapatan daerah Kota Palembang):

“Kalau kontribusi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah terlihat sangat berperan penting dan jumlahnya cukup besar di bandingkan PAD yang di peroleh. Dikarenakan dana perimbangan yang di berikan pemerintah pusat tergantung kebutuhan daerah itu sendiri.”

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat di lihat bahwa dana perimbangan yang di

berikan pemerintah pusat kepada daerah memang jumlahnya sangat besar dibandingkan PAD

daerah itu sendiri. Karena itu, kontribusi dana perimbangan sangat berperan penting bagi

perkembangan daerah itu, terutama Kota Palembang.

Hal ini terlihat dari tabel tentang persentase dana bantuan pemerintah terhadap total

pendapatan Kota Palembang Tahun 2008-2011, yaitu:

Page 77: Isi Skripsi.pdf

77  

  

Tabel 3.14

Tabel Tentang Persentase Dana Bantuan Pemerintah Terhadap Total

Pendapatan Kota Palembang Tahun 2008-2011

Tahun Dana Bantuan

Pemerintah Total Pendapatan

Daerah

Persentase dana bantuan pemerintah terhadap total

pendapatan daerah 2008

2009

2010

2011

1.029.608.788.792

1.016.419.105.136

1.308.873.902.931

1.260.129.405.317

1.209.505.934.544

1.219.171.711.299

1.648.325.888.374

1.917.931.790.520

85,1%

83,4%

79,4%

65,7%

Rata-rata 78,4%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Dalam tabel 3.14 menunjukan bahwa kontribusi bantuan pemerintah tahun 2008

sebesar Rp. 1.029.608.788.792 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.209.505.934.544

dan kontribusinya hanya 85,1%. Pada tahun 2009 sebesar Rp. 1.016.419.105.136 dari total

penerimaan daerah sebesar Rp. 1.219.171.711.299 dan kontribusinya hanya 83,4% saja. Pada

tahun 2010 sebesar Rp. 1.308.873.902.931 dari total penerimaan daerah sebesar Rp.

1.648.325.888.374 dan kontribusinya hanya 79,4%. Pada tahun 2011 sebesar Rp.

1.260.129.405.317 dari total penerimaan daerah sebesar Rp. 1.917.931.790.520 dan

kontribusinya hanya 65,7%% saja.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa kontribusi bantuan pemerintan baik dari pemerintah

pusat maupun pemerintah provinsi sangat besar sekali, sehingga pemerintah kota Palembang

masih bergantung pada pemerintah pusat.

Dari penafsiran-penafsiran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur

kemandirian keuangan daerah Kota Palembang melalui indikator proporsi dana perimbangan

terhadap total pendapatan daerah dapat terlihat di bawah ini:

Page 78: Isi Skripsi.pdf

78  

  

Dalam mengukur rasio kemandiran keuangan daerah dapat menggunakan rumus

berikut:

Tabel 3.15

Kemandirian Keuangan Daerah Kota Palembang Berdasarkan Dana

Perimbangan Tahun 2008-2011

Tahun Dana

Perimbangan Total Pendapatan

Daerah

Persentase Dana Perimbangan Terhadap

Total Pendapatan Daerah 2008

2009

2010

2011

939.914.612.258

910.374.825.477

1.177.289.944.837

1.104.509.922.643

1.209.505.934.544

1.219.171.711.299

1.648.325.888.374

1.917.931.790.520

77,7%

74,6%

71,4%

58,6%

Rata-rata 70,6%

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Tahun 2011

Dari tabel tersebut terlihat bahwa tahun 2008-2011 kontribusi dana transper dari

pemerintah pusat yang berupa dana perimbangan sangat berperan besar terhadap total

pendapatan daerah, dikarenakan dana perimbangan yang diperoleh Kota Palembang memiliki

proporsi persentase yang besar terhadap total pendapatan daerah yang rata-rata dari tahun

2008-2011 sebesar 70,6%.

Berdasarkan tabel itu juga, dapat terlihat bahwa dana transper dari pemerintah pusat

masih berkontribusi besar bagi keuangan daerah di Kota Palembang, yang digunakan untuk

pembangunan daerah tersebut. Dengan kata lain, Pemerintah Pusat masih belum rela

mendesentralisasikan sepenuhnya sumber-sumber penerimaan kepada daerah.

Rasio Kemandirian = Dana Perimbangan × 100%

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Page 79: Isi Skripsi.pdf

79  

  

Oleh karena itu, diharapkan pemerintah kota palembang dapat mengupayakan

kemandirian khususnya kemandirian dalam bidang keuangan, Misalnya dengan cara sebagai

berikut:

1. Menggali dan mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD)

2. Mengurangi ketergantungan fiskal dari pemerintah pusat.

3. Mengelolah keuangan daerah berdasarkan kepentingan publik

3.3 Faktor-Faktor Yang Menghambat Dalam Mewujudkan Kemandirian Keuangan

Daerah

Dalam mewujudkan kemandirian keuangan daerah diharapkan memiliki kemandirian

lebih besar, akan tetapi masih banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi pemerintah

daerah Kota Palembang dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah untuk mewujudkan

kemandirian keuangan daerah. Faktor-faktor penghambat dalam mewujudkan kemandirian

keuangan daerah Kota Palembang, yaitu :

a) Potensi pendapatan asli daerah belum optimal.

Pada penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa potensi PAD yang dihasilkan sangat

kecil sekali. Hal tersebut terlihat pada persentase yang di sumbangkan PAD bagi pendapatan

daerah Tahun 2008-2011 sangat kecil rata-rata hanya sekitar 15,6% saja. Karena itu, terlihat

bahwa potensi PAD Kota Palembang belum dapat di kelolah secara optimal, sehingga untuk

mewujudkan kemandirian keuangan daerah sangat sulit. Hal inilah yang dapat menghambat

terwujudnya kemandirian keuangan daerah.

Sebagaimana yang di nyatakan bapak Ahmad Syaufan (Kasi Pemantauan, Pengembangan

dan Penyuluhan Dispenda):

“Faktor yang menghambat kemandirian keuangan daerah yaitu masih sedikitnya pendapatan yang berasal dari pendapatan asli daerah dan kurangnya penggalian potensi-potensi yang ada di Kota Palembang”.

Page 80: Isi Skripsi.pdf

80  

  

Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa kurangnya penggalian terhadap potensi-

potensi PAD yang ada dan menjadi penghambat dalam mewujudkan kemandirian keuangan

daerah.

b) Ketergantungan Pemerintah Kota Palembang terhadap dana bantuan dari pemerintah

baik Pusat maupun Provinsi.

Pemerintah Kota Palembang masih bergantung pada dana bantuan dari pemerintah. Hal

tersebut terlihat pada kontribusi dana bantuan pemerintah Tahun 2008-2011 rata-rata sebesar

78,4% terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut jelas menunjukan besarnya kontribusi dana

bantuan pemerintah bagi total pendapatan daerah Kota Palembang. Dengan besarnya

ketergantungan ini dapat menjadi hambatan bagi pemerintah daerah Kota Palembang dalam

mewujudkan kemandirian keuangan daerah.

Sebagaimana yang di nyatakan ibu Lidia (Kasi Penyusunan Program Dinas Pendapatan

daerah):

“Faktor yang menghambat kemandirian keuangan daerah yaitu masih sulitnya mengurangi ketergantungan dana dari bantuan pemerintah pusat dalam mengembangkan Kota Palembang.” Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa masih tergantungnya dana dari pemerintah

pusat dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan kemandirian keuangan daerah.

c) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak atau retribusi sehingga

penerimaan daerah sedikit.

Hal tersebut dapat terlihat pada pendapatan daerah Kota Palembang yang berasal dari

pajak dan retribusi daerah. Dimana kontribusinya bagi pendapatan daerah Tahun 2008-2011

masih sangat kecil. Pajak daerah rata-rata kontribusinya hanya 7,5%, sedangkan retribusi

daerah rata-rata hanya 4,3%. Karena itu, pajak dan retribusi daerah berkontribusi sangat kecil

bagi pendapatan daerah. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat dalam

membayar pajak dan retribusi daerah. Masyarakat yang belum tahu atau tidak mau tahu

Page 81: Isi Skripsi.pdf

81  

  

adanya pungutan daerah ini jelas akan menjadi hambatan bagi pemerintah daerah dalam

meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga dapat mempengaruhi kemandirian keuangan

daerah.

Sebagaimana yang di nyatakan ibu Ely Dalti (Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas

Pendapatan Daerah):

“Faktor yang menghambat kemandirian keuangan daerah yaitu masih terdapatnya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak seperti membayar pajak dan retribusi daerah.”

Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa masih adanya wajib pajak yang tidak

membayar pajak dan retribusi daerah dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan

kemandirian keuangan daerah.

Page 82: Isi Skripsi.pdf

82  

  

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa kemandirian keuangan daerah Kota Palembang tahun 2008-2011 belum mandiri atau

masih rendah dikarenakan bantuan dari pemerintah pusat ataupun provinsi sangat besar dan

memegang peranan penting bagi keuangan daerah Kota Palembang. Penjelasan kesimpulan

dalam penelitian ini, yaitu:

A. Kemandirian keuangan daerah Kota Palembang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah Kota Palembang masih

sangat kecil pada tahun 2008-2011. Hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata persentase

pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah sebesar 15,6%. Hal ini

menunjukan bahwa pendapatan asli daerah memberikan kontribusi sangat kecil bagi

total yang diperoleh daerah

2) Bantuan dari pemerintah pusat maupun provinsi terhadap total pendapatan daerah

Kota Palembang sangat besar pada tahun 2008-2011. Hal tersebut dapat terlihat dari

rata-rata persentase penerimaan bantuan pemerintah terhadap total pendapatan daerah

Kota Palembang sebesar 78.4%. Hal ini menunjukan bahwa dana dari bantuan

pemerintah sangat berperan atau berkontribusi penting bagi total penerimaan yang

diperoleh daerah

3) Dilihat dari rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah Kota Palembang tahun 2008-

2011 sebesar 15,6% artinya kemandirian keuangan daerah kota Palembang dari tahun

2008-2011 masih rendah sekali dan bersifat Instruktif. Dimana pola hubungan

tersebut menunjukan peranan pemerintah pusat lebih dominan terhadap pemerintah

Page 83: Isi Skripsi.pdf

83  

  

daerah, sehingga dapat dilihat Kota Palembang belum mandiri dan masih tergantung

dari dana bantuan pemerintah pusat

B. Faktor penghambat kemandirian keuangan daerah Kota Palembang yaitu potensi

pendapatan asli daerah belum optimal, kurangnya kesadaran masyarakat dalam

membayar pajak atau retribusi daerah, dan ketergantungan pemerintah terhadap dana

bantuan dari pemerintah baik Pusat maupun Provinsi.

4.2 Saran

1. Pemerintah Kota Palembang harus lebih meningkatkan kemampuan daerah atau

menggali potensi pendapatan asli daerah, sehingga pendapatan daerah yang berasal

dari pendapatan asli daerah dapat lebih meningkat dan dapat mengurangi

ketergantungan pada dana bantuan dari pemerintah

2. Pemerintah Kota Palembang harus dapat menyadarkan kepada masyarakat pentingnya

membayar pajak dan retribusi daerah dalam meningkatkan keuangan daerah. Karena

itu, pemerintah daerah juga harus meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana,

sehingga masyarakat lebih rajin dalam membayar pajak dan retribusi daerah.

Page 84: Isi Skripsi.pdf

84  

  

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul.2008. Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: UPP UMP YKPN

Mamesah, DJ.1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah.Jakarta: Gramedia

Mardiasmo.2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: ANDI OFFSET

Saragih, Juli Panglima.2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah.Jakarta: Ghalia Indonesia

Singarimbun, Masri.2006. Metode Penelitian Survei.Yogyakarta: LP3ES Indonesia

Sugiyono.2003. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta: Bandung

Suparmoko.2000. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek.Yogyakarta: BPFE

Yani, Ahmad.2008. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.Jakarta: PT Raja Grafindo Indonesia

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Daerah