jurnal rekayasa 2_ft_3

28
PENGGUNAAN METODA GPR DAN GEOLISTRIK PADA EKSPLORASI BATUBARA Eddy Ibrahim *) *) Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Jalan Raya Prabumulih, OKI, Palembang, [email protected] Sari Penggunaan metoda GPR dan geolistrik dalam eksplorasi batubara masih merupakan suatu hal yang baru. Dari beberapa pengukuran GPR yang dilakukan baik skala laboratorium maupun pada lokasi seam batubara yang reguler secara lateral, ‘dipping bed’ dan seam batubara yang berundulasi secara lateral dapat jelas dideterminasi geometri seam batubara dengan menggunakan analisa atribut sesaat (‘instantaneous attribute’) yaitu amplitudo sesaat dan fase sesaat, sedangkan ril amplitudo secara ‘partial’ dapat mendeterminasi anomali- anomali yang diduga merupakan variabilitas kandungan air dilapisan batubara. Untuk metoda geolistrik pengukuran yang dihasilkan dan pemrosesan berupa inversi 2-D, hanya dapat mendeterminasi struktural yaitu ketebalan lapisan batubara tanpa menghasilkan informasi lokal didalam lapisan batubara. Kata kunci : Seam batubara, dipping bed, atribut sesaat Abstract Application of GPR and Geoelectric methods in coal exploration still are a new matter, but from field experiments performed under controlled test conditions at laboratory scale and coal seams in place which is reguler laterally, ' dipping bed ' and coal seams which is irregular laterally, the GPR method can provide detailed informations about coal seams. There are two detailed information which were given in GPR records namely thickness and total

Upload: eddy-ibrahim

Post on 13-Jan-2017

30 views

Category:

Engineering


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal rekayasa 2_ft_3

PENGGUNAAN METODA GPR DAN GEOLISTRIK PADA EKSPLORASI BATUBARA

Eddy Ibrahim*)

*) Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya,Jalan Raya Prabumulih, OKI, Palembang, [email protected]

Sari

Penggunaan metoda GPR dan geolistrik dalam eksplorasi batubara masih merupakan suatu hal yang baru. Dari beberapa pengukuran GPR yang dilakukan baik skala laboratorium maupun pada lokasi seam batubara yang reguler secara lateral, ‘dipping bed’ dan seam batubara yang berundulasi secara lateral dapat jelas dideterminasi geometri seam batubara dengan menggunakan analisa atribut sesaat (‘instantaneous attribute’) yaitu amplitudo sesaat dan fase sesaat, sedangkan ril amplitudo secara ‘partial’ dapat mendeterminasi anomali- anomali yang diduga merupakan variabilitas kandungan air dilapisan batubara. Untuk metoda geolistrik pengukuran yang dihasilkan dan pemrosesan berupa inversi 2-D, hanya dapat mendeterminasi struktural yaitu ketebalan lapisan batubara tanpa menghasilkan informasi lokal didalam lapisan batubara.

Kata kunci : Seam batubara, dipping bed, atribut sesaat

Abstract

Application of GPR and Geoelectric methods in coal exploration still are a new matter, but from field experiments performed under controlled test conditions at laboratory scale and coal seams in place which is reguler laterally, ' dipping bed ' and coal seams which is irregular laterally, the GPR method can provide detailed informations about coal seams. There are two detailed information which were given in GPR records namely thickness and total moisture variations in coal seams laterally. The thickness of coal seam laterally is imaged clearly in instantaneous attribute analysis radar profiles. There are two instantaneous attribute which were used in the analysis namely, instantaneous amplitude and instantaneous phase. The real amplitude can provide anomalous locally while possibility is total moisture variation in coal seams laterally. Geoelectric is capable of providing thickness of coal seams laterally but cannot provide locally information in coal seams laterally.

Keywords : Coal seam, dipping bed, instantaneous attribute

Page 2: Jurnal rekayasa 2_ft_3

1. PENDAHULUAN

GPR (ground penetrating radar) adalah metoda geofisika yang mengggunakan gelombang radio dengan rentang frekuensi 10 sampai 1000 MHZ dan umumnya digunakan untuk memetakan struktur dan bentuk- bentuk terpendam didalam tanah (atau di dalam struktur buatan manusia). Berdasarkan penggunaan awalnya, GPR adalah terutama difokuskan pada memetakan struktur didalam tanah; dan akhir – akhir ini GPR telah digunakan di dalam pengujian tidak bersifat merusak (NDT) pada struktur- struktur non- logam. Adapun perangkat pengukuran GPR dapat dilihat pada gambar 1.

Konsep dari menerapkan gelombang radio untuk menyelidiki struktur didalam tanah tidaklah baru. Aplikasi yang sukses dari teknik ini, bagaimanapun, masih sangat baru. Keberhasilan awal dari penggunaan teknik ini adalah penggunaan gelombang radio untuk memetakan ketebalan dari lembaran es di Arctic/Kutub Utara dan Antarctic dan menduga ketebalan dari gletser.

Penggunaan GPR di dalam lingkungan yang non- ice dimulai pada awal 1970. Awal penggunaan yang difokuskan pada penerapan tanah ‘permafrost’ ( Annan and Davis ( 1976)). Pentingnya pemahaman dari kemampuan dan kelemahan dari metoda ini menjadi

semu, area aplikasi nya yang meluas seperti diuraikan oleh Davis dan Annan ( 1989) dan Scaife dan Annan ( 1991). Aplikasi di dalam area yang lain diuraikan oleh Morey ( 1974), Benson et al ( 1984) dan Ulriksen ( 1982).

Pemanfaatan GPR dalam eksplorasi batubara secara khusus belum dilakukan, tetapi penggunaan yang bersifat temporal seperti usulan awal penggunaan GPR di batubara (Cook, 1975), pengaruh anisotropik batubara pada propagasi sinyal GPR atau polarisasi ( Balanis, et al. 1980; Coon. et al. 1981 ). Percobaan impulse GPR untuk mendeterminasi kemampuan refleksi sinyal pada lapisan batubara yang dalam (Coon, Fowler & Schafers, 1980). Pemetaan resolusi tinggi pada struktur batubara yang tipis dalam skala terbatas di tambang batubara ‘open cut’ (Noon & Longstaff, 1992). Dari beberapa percobaan maupun penelitian yang telah dilakukan penekanan pembahasannya lebih kearah peralatan maupun sebagai alat bantu dalam pelaksanaan operasi pertambangan seperti bagaimana merancang system dan pengoperasian unit GPR sehingga dapat menghasilkan citra yang lebih jelas tanpa melalui pemrosesan yang kompleks. Sedangkan dari sisi bantuan pengoperasian tambang lebih fakultatif seperti mendeterminasi volume batubara untuk dijadikan penyanggah (‘pillar’) pada tambang bawah tanah.

Page 3: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Gambar 1. Perangkat pengukuran RAMAC/GPR buatan MALA Geoscience Swedia

Sedangkan penggunaan metoda geolistrik dalam eksplorasi batubara juga tidak terlalu umum disebabkan karakteristik lapisan yang melingkupi ‘seam’ batubara juga keterbatasan

informasi yang diperoleh yaitu resolusi sedangkan penetrasinya sendiri sangat tergantung dari sifat media yang dilaluinya. Perangkat pengukuran geolistrik dapat dilihat pada gambar 1a.

Gambar 1a. Perangkat pengukuran geolistrik Naniura (home made)

Tulisan ini secara singkat memberikan gambaran kedua metoda tersebut diatas didalam penentuan ketebalan lapisan

batubara dimana jelas terlihat bahwa metoda GPR memiliki kemampuan yang

Battery

Control Unit

Kabel Ukur

ElektrodaUkur

Antena Receiver

Antena Transmitter

Battery

Control Unit

PCKabel serat optik

Page 4: Jurnal rekayasa 2_ft_3

lebih baik dibandingkan metoda geolistrik.

2. METODA

2.1. Metoda GPR

Sebuah sistem GPR terdiri atas sebuah sinyal generator, antena transmitter, antena receiver, dan sebuah kontrol unit yang berfungsi sebagai administrator untuk pengambilan data, serta komputer yang berfungsi sebagai penyimpan data hasil akuisisi sekaligus sarana untuk melakukan pemrosesan data dan menampilkan hasil radargram yang diperoleh. Signal radar ditransmisikan sebagai pulsa-pulsa elektromagnetik yang mempunyai frekuensi tinggi, sedangkan komputer

dengan software akuisisinya berfungsi untuk memberikan perintah pada kontrol unit yang akan mengirimkan trigger pada antena transmitter dan antena receiver untuk melakukan proses penembakan sinyal dan perekaman sinyal, antena transmitter akan mengirimkam sinyal atau pulsa-pulsa elektromagnetik dan kemudian pulsa-pulsa yang terabsorbsi oleh bumi dan terpantulkan dalam domain waktu tertentu akan ditangkap oleh antena receiver, data pengukuran GPR yang diperoleh akan disimpan oleh kontrol unit untuk kemudian dikirim ke komputer (PC).

Diagram skematik dari hubungan sistem dalam ground penetrating radar ditunjukan oleh gambar 2 berikut :

Sistem GPR untuk akuisisinya dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dikenal sebagai pendugaan refleksi (a),

pendugaan kecepatan (b) dan transillumination (tomografi) (c). Cara ini dilukiskan di dalam gambar 3.

Gambar 2. Cara pengoperasian perangkat GPR

Page 5: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Pendugaan Refleksi (a)

Pendugaan Kecepatan (b) Common- Midpoint (CMP)

T R

Reflector

Trace 1

T R

Reflector

Trace 1

Reflector Reflector

T3

T1

T2

R3

R2

R1

Trace1

Tracen

Page 6: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Pendugaan Kecepatan( b)Wide Angle Refraction And Reflection (WARR)

Transillumination ( Tomography ) ( c )

Gambar 3. Ilustrasi ketiga cara akuisisi dasar dalam operasi GPR

T R1 R2 R3 R4

R5

R3

R1T1

R4

R2

Page 7: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Cara yang paling sering digunakan adalah single-fold (pendugaan refleksi ( a ) ) atau cara pengukuran ‘zero-offset’ adalah cara pengukuran yang menghasilkan profil refleksi yang ‘zero-offset’ yaitu profil yang dihasilkan berdasarkan posisi kedua antena GPR (antena pemancar (transmitter) dan antena penerima (receiver)) yang terpisah dengan jarak yang sama, sementara pengukuran dilakukan dengan spasi yang sama. Penggunaan cara ini hanya menghasilkan informasi struktur bawah permukaan bumi. Didalam penelitian ini cara tersebut digunakan baik untuk mendeterminasi geometri lapisan batubara maupun untuk mendapatkan informasi kandungan air total didalam lapisan batubara.

2.2. Metoda Geolistrik

Prinsip dasar metoda ini adalah sebagai berikut : arus listrik diinjeksikan kedalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial untuk tiap jarak elektroda diukur dan dicatat melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengumpulan data berupa arus listrik yang diinjeksikan dan beda potensial yang dihasilkan dari variassi jarak elektroda arus dan elektroda potensial (faktor geometri) dapat diperoleh variasi harga tahanan jenis masing- masing lapisan dibawah titik ukur.

Adapun ilustrasi pengukuran geolistrik 2-D dilapangan seperti gambar 4.

Sistem akuisisi geolistrik 2-D yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara Wenner seperti gambar 5.

Gambar 4. Ilustrasi cara akuisisi dasar dalam operasi geolistrik 2-D

Page 8: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Gambar 5. Cara Wenner dalam operasi geolistrik

3. HASIL

3.1. Pengukuran Skala Laboratorium sampel batubara dengan GPR

Untuk pengujian awal penggunaan GPR untuk batubara maka pelaksanaan akuisisi awal dilakukan dalam skala laboratorium yaitu sampel batubara (sub-bituminuous) dibawahnya dialasi dengan reflektor (seng)

dilingkupi pasir dimasukkan dalam keranjang plastik (gambar 6) diukur menggunakan frekuensi antena 1 GHz dimana , keranjang plastik digunakan untuk mereduksi ‘noise ‘ lingkungan sedangkan untuk alat ukur (antena 1 GHz) dialasi dengan triplex 5 mm diposisikan diatas sampel batubara yang dilingkupi pasir pada ketinggian 15 cm ( gambar 7). Pengukuran ini dilakukan dialam terbuka didaerah lembang, jawa barat.

Gambar 6. Sampel batubara Gambar 7. Skematik akuisisi 1 GHz (skala lab.)

PasirPasir Triplex

Page 9: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Adapun hasil pengukuran dalam skala laboratorium tersebut dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8 . Profil dari refleksi GPR dengan ‘events’ yang menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 7

sampel batubara yang diukur adalah sub-bituminous

3.2. Pengukuran Skala Lapangan lapisan batubara dengan GPR dan Geolistrik

Untuk pelaksanaan akuisisi dalam skala lapangan dilakukan pada dua lokasi yaitu di tambang Air Laya dan tambang Banko PIT I, Bukit Asam, Tg. Enim, Sumatera Selatan, Indonesia ( Gambar 9 ). Adapun daerah terukur untuk tambang Air Laya telah ada data bor (gambar 10) dimana dari hasil informasi tersebut objek fisik yang diukur adalah batubara peringkat Bituminuous yaitu lapisan B2 sedangkan tambang Banko PIT I (informasi PTBA) adalah batubara peringkat Sub-Bituminuous. Survey GPR dan geolistrik untuk penyelidikan ini dilakukan pada tiga tempat untuk tambang Air Laya dan satu tempat untuk tambang Banko PIT I.

3.2.1. Lokasi tambang Air Laya

Adapun penyelidikan di ketiga tempat untuk tambang Air Laya terletak pada satu formasi yaitu Suban seams, dimana peringkat batubaranya adalah Bituminuous. Untuk jelasnya sketsa lokasi seperti gambar 11. Pelaksanaan pengukuran ditiga tempat adalah sebagai berikut :

Singkapan batubara dibawahnya ada lapisan clay (‘interburden’) di lokasi A

Adapun objek fisik berupa singkapan tersebut (gambar 12) yaitu ketebalan lapisan batubaranya adalah 2.5 M sedangkan lapisan dibawahnya ( interburden ) yaitu lempung tidak diukur ketebalannya dimana posisi kedua antenna pada saat pengukuran langsung diatas singkapan batubara. Adapun hasil akuisisi dengan menggunakan cara pendugaan refleksi yang telah diproses menggunakan software REFLEXW 3.0 dengan tahapan

Coal

Page 10: Jurnal rekayasa 2_ft_3

spiking dekonvolusi, dewow, dc-shift, set-time zero , fk-filter, frekuensi filtering serta time to depth conversion

dengan menggunakan kecepatan 0,135 m/ ns tergambarkan di dalam gambar 13.

Gambar 13 . Profil dari refleksi GPR dengan ‘events’ yang Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 9

Pengukuran geolistrik 2-D pada lokasi yang sama (‘A’) juga dilakukan dengan menggunakan konfigurasi

Wenner, adapun hasil akuisisi dan inversinya dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 12. Singkapan batubara dengan ketebalan lapisan 2.5 M

Coal

Interburden

CoalCoal

Interburden

Coal

Coal

Interburden

Interburden

Kuat refleksi

Page 11: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Gambar 14 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan ‘events’ yang menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 12

Singkapan batubara miring dibawahnya ada lapisan clay (‘interburden’) di lokasi B

Untuk lapisan batubara yang miring (‘dipping bed’) akuisisi juga

dilakukan dengan cara (a ) pada lokasi yang berdekatan seperti pada gambar 12 dan 13 dimana posisi kedua antenna diatas singkapan batubara.

Gambar 12. ‘Seam’ batubara miring

Lokasi ukur

Coal

Interburden

Coal

Clay 23 0

Page 12: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Gambar 13 . Profil dari refleksi GPR dengan ‘events’ yang Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 12

Akuisisi geolistrik 2-D pada lokasi yang sama juga dilakukan dengan menggunakan konfigurasi Wenner,

adapun hasil akuisisi dan inversinya dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 14 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan ‘events’ yang menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 12

Pengukuran yang dilakukan pada bentuk geometri lapisan yang terdiri dari lapisan lempung (‘overburden’), lapisan

batubara dan lapisan lempung (‘interbuden’) yang secara lateral maupun vertikal menampakkan bentuk

InterfaceCoal

Coal Clay

Page 13: Jurnal rekayasa 2_ft_3

yang tidak rata dimana ketebalan lapisan atas (‘overburden’) adalah 2.6 M sedangkan lapisan batubaranya 4.35 M juga dilakukan dengan cara pendugaan refleksi dengan posisi kedua antenna 30

cm diatas singkapan batubara, Adapun gambar lokasi pengukuran dan hasilnya dengan panjang lintasan ukur adalah 7.2 M dapat dilihat pada gambar 15,16 dan 17.

Gambar 16 . Profil dari refleksi GPR dengan ‘events’ yang Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 15

Gambar 15. Geometri lapisan yang diukur terdiri ‘overburden ( 2.6 M), lapisan batubara

( 4.35 M ) dan ‘interburden’ tidak diukur

Overburden

Coal

Arah Ukur

Coal

Coal

Page 14: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Gambar 17 . Profil dari refleksi GPR dengan ‘events’ yang Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 15

Pelaksanaan akuisisi geolistrik 2-D pada lokasi yang sama juga dilakukan dengan menggunakan konfigurasi

Wenner, adapun hasil akuisisi dan inversinya dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan ‘events’ yang Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 15

Coal

Overburden

Coal

Overburden

Page 15: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Pengukuran yang dilakukan pada lapisan batubara yang secara lateral maupun vertikal menampakkan bentuk yang berundulasi dimana ketebalan lapisan atas (‘overburden’) adalah 3.9 M sedangkan lapisan batubaranya 5.20 M

juga dilakukan dengan cara pendugaan refleksi dimana posisi kedua antenna langsung diatas singkapan. Adapun gambar lokasi pengukuran dan hasilnya dengan panjang lintasan ukur adalah 10 M dapat dilihat pada gambar 19 dan 20.

Gambar 19 . Lapisan batubara yang berundulasi secara lateral Tebal ‘overburden’ : 3.9 M; “Coal seam” : 5.20 M

Gambar 20 . Profil dari refleksi GPR dengan ‘events’ yang Menunjukkan bentuk geometri dalam gambar 19

Pelaksanaan akuisisi geolistrik 2-D pada lokasi yang sama juga dilakukan dengan menggunakan konfigurasi

Wenner, adapun hasil akuisisi dan inversinya dapat dilihat pada gambar 21.

Arah Ukur

Overburden

Coal

Interburden

Overburden

Coal

Overburden

Coal

Interburden Interburden

Page 16: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Gambar 21 . Profil dari inversi resistivitas 2-D dengan ‘events’ yangMenunjukkan bentuk geometri dalam gambar 19

4. PEMBAHASAN

Dari pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan frekuensi antena yang berbeda yaitu : Pengukuran dalam skala

laboratorium dengan letak sampel batubara sub-bituminuous 15 cm dibawah permukaan serta posisi sampel ditegakkan (didalam keranjang plastik) menggunakan frekuensi antena 1 GHz jelas sekali dapat tercitrakan hampir sempurna terutama dengan penggunaan ‘instantaneous amplitude’.

Untuk singkapan batubara dengan ketebalan 2.5 meter menggunakan frekuensi antena 100 MHz dapat

mendeterminasi dengan jelas ketebalan lapisan batubara dan terlihatnya kontras vertikal antara kedua lapisan dimana lapisan lempung menunjukkan nilai amplitudo yang rendah ( lihat scale bar ) terutama pada penggunaan

‘instantaneous amplitude’. Sedangkan pada amplitudo ril jelas terlihat adanya penguatan- penguatan nilai- nilai amplitudo secara lokal dimana diduga mencerminkan adanya variasi kandungan air di lapisan batubara. Penggunaan ‘ instantaneous phase’ tidak dilakukan pada singkapan ini karena secara riil amplitudo masih dapat dibedakan antara lapisan batubara dengan lapisan lempung. Untuk hasil inversi dengan menggunakan metoda geolistrik resistivitas jelas hanya dapat mendeterminasi ketebalan lapisan tanpa dapat memberikan informasi lokal yang ada dilapisan batubara.

Pengukuran ‘dipping bed’ singkapan dilakukan dengan menggunakan frekuensi antena 200 MHz dimana jelas terlihat profil kemiringan seam batubara terutama pada penggunaan ‘instantaneous phase’, jelas terlihat ‘sequence’ refleksi radar yang

Coal

Overburden

Page 17: Jurnal rekayasa 2_ft_3

menunjukkan pola- pola perlapisan baik pada batubara maupun lempung, dimana lempung jelas memperlihatkan pola- pola yang tidak teratur. Inversi geolistrik 2-D yang dihasilkan hanya dapat mendeterminasi struktur lapisan.

Pengukuran yang dilakukan pada geometri lapisan yaitu lapisan batu lempung (‘overburden’), lapisan batubara dan lapisan lempung dan pasir (‘interburden’) dengan menggunakan frekuensi antena 100 MHz, resolusinya kurang tajam untuk determinasi batas antara lapisan batubara dengan kedua lapisan yang melingkupinya disebabkan karena lapisan lempung sangat terstruktur (consolidated) sehingga energi yang dirambatkan ke lapisan batubara cukup rendah, sehingga determinasi batas bawah dengan lapisan ‘interburden’ kurang dapat didefinisikan. Determinasi batas kurang dapat dicerminkan baik riil amplitudo, maupun ‘instantaneous amplitude’ dan ‘intantaneous phase’. Kurang kontras pada riil amplitudo antara lapisan penutup (lapisan batu lempung keras dan kompak serta terstruktur) dan kurang terdefinisikan lagi antara lapisan batubara dengan lapisan antara yaitu interburden (lapisan lempung keras dan bercampur pasir) dikarenakan kurangnya perbedaan permitivitas yaitu lapisan batubara mempunyai permitivitas yang rendah (kecepatan tinggi) dimana sangat resistif sedangkan lapisan penutup mempunyai permitivitas yang hampir sama dikarenakan terstruktur dan lempung yang telah membatu sehingga menghasilkan kecepatan tinggi (permitivitas rendah) sehingga lapisan ini menjadi bersifat resistif

pernyataan ini ditunjang hasil pengukuran geolistrik 2- D pada lokasi ini dimana arus listrik tidak dapat mencapai bidang batas atas lapisan batubara dengan lapisan antara dibawahnya karena sangat resistif lapisan penutup. Kesimpulan diatas berarti bahwa kecepatan gelombang radar untuk frekuensi antena diatas 100 MHz adalah tidak tergantung pada frekuensi dan hanya tergantung pada permitivitas listrik dan permeabilitas magnetik dan ini ditunjang hasil penelitian P.M. Reppert et.al., 2000. Seperti pada gambar 22. Disamping itu antena yang diposisikan pada ketinggian tertentu ternyata mempengaruhi energi yang diradiasikan kebawah permukaan.Geolistrik 2-D dimana hasil inversinya pada lokasi ini hanya memendeterminasi batas lapisan batubara dengan lapisan atas (‘overburden’).

Page 18: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Pada pengukuran singkapan batubara dengan seam batubara yang berundulasi dengan menggunakan frekuensi antena 50 MHz dimana secara umum, riil amplitudo masih dapat mendeterminasi lapisan ‘overburden’ tetapi batas bawah antara lapisan batubara dengan ‘interburden’ tidak terdefinisi. Pada lokasi ini jelas lempung tidak membatu dan tidak terkonsolidasi (un-consolidated) sehingga jelas pelemahan energi (ter-absorbsi) terlihat pada ril amplitudo yang melewati lapisan ini, tetapi energi yang ditransmisikan masih cukup

tinggi sehingga masih dapat menembus bidang batas antara lapisan batubara dengan lapisan dibawahnya (interburden). Sehingga penggunaan ‘intantaneous phase’ masih dapat mendeterminasi dengan jelas batas antara lapisan batubara dengan ‘overburden’ maupun ‘interburden’. Hasil inversi geolistrik 2-D pada lokasi ini hanya memberikan informasi lapisan batubara secara sebagian dikarenakan lapisan penutup (‘overburden’) sangat konduktif sehingga arus yang didistribusikan

Gambar 22. Kecepatan gelombang EM yang diplot sebagai fungsi permitivitas listrik relative dengan resistivitas pada 50 ohm-m

Page 19: Jurnal rekayasa 2_ft_3

kebawah tidak menghasilkan informasi yang diinginkan.

5. KESIMPULAN

Dari hasil- hasil pengukuran yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa GPR adalah metoda efektif apabila konduktivitas lapisan disekitar batubara adalah tinggi. Tetapi untuk pengukuran lapisan batubara tanpa lapisan penutup, maka GPR akan dapat memberikan informasi ketebalan maupun variasi kandungan air secara baik dikarenakan lapisan batubara bersifat resistif. Penggunaan akuisisi GPR dengan posisi kedua antena langsung diatas permukaan pengukuran maka akan menghasilkan response yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan posisi kedua antena pada ketinggian tertentu diatas permukaan yang akan diukur. Keuntungan metoda GPR adalah dapat menggunakan variasi frekuensi antena untuk pengukuran.

Pengukuran dengan metoda geolistrik secara umum dapat mendefinisikan geometri lapisan batubara terutama pada lapisan batubara tidak ada lapisan penutup. Tetapi untuk ada lapisan penutup metoda ini kurang dapat mendeterminasi ketebalan lapisan batubara, terutama untuk lapisan penutup yang sangat tebal dan konduktip. Metoda ini kurang dapat memberikan informasi yang terkandung dilapisan batubara terutama kandungan air, tetapi informasi struktural dilapisan batubara agak dapat didefinisikan walaupun tidak jelas.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kerja yang telah dilakukan ini dibantu oleh Laboratorium Fisika Bumi ITB dan PT Tambang Batubara Bukit Asam serta proyek Due-Like Universitas Sriwijaya. Kami mengucapkan terimakasih kepada, Direksi PTBA, DR. Bagus Endar NH, DR. Surono, Ir. Fajar, Aziz Koswara, ST, Muslim Nugraha, Ssi, Karlan Ssi, Yonathan Ssi dan seluruh yang membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam penyelesaian tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Annan A.P., Waller W.M., Strangway D.W., Rossiter J.R.,Redman J.P. and Watts R.D. 1975. The electromagnetic Response of a low-loss, 2-layer dielectric earth for horizontal electric dipole excitation, Geophysics 40, 286-298.

Annan A.P., 2001. Ground Penetrating Radar Workshop Notes, Sensors & Software, Ontario, Canada.

David C.N. 1999. The directional dependence of the ground penetrating radar response on the accumulation zones of temperate Alpine glacier, First Break 17, 249-259.

Gestel J.V. and Stoffa P.L., 1999. Multi-configuration ground penetrating radar data. 69th SEG meeting, Houston, USA, Expanded Abstracts, 540-543.

Ibrahim E, Hendrajaya L, Handayani G, Fauzi U, Islam S., 2003a. Determination Study of Coal Seams Thickness by Using GPR Method, JCJ 2003, The 32nd

IAGI and the 28th HAGI Annual Convention and Exhibition, Expanded Abstracts.

Page 20: Jurnal rekayasa 2_ft_3

Ibrahim E, Hendrajaya L, Handayani G, Fauzi U, Islam S., 2003b. Estimation Study of Total Moisture Variability in Coal Seams Laterally by Using GPR Method, JCJ 2003, The 32nd IAGI and the 28th HAGI Annual Convention and Exhibition, Expanded Abstracts.

Jol. H.M., 1995. Ground penetrating radar antennae frequencies and transmitter powers compared for penetration depth, resolution and reflection continuity, Geophysical Prospecting 43, 693-709.

Lehman F., Boerner D.E., Holliger K. and Green A.G. 2000. Multicomponent georadar data : some important implications for data acquisition and processing. Geophysics 65, 1542-1552.

Miwa T., Sato M, and Niitsuma H. 1999. Subsurface fracture measurement with polarimetric borehole radar. IEEE Transaction Geoscience and Remote Sensing 37, 828-837.

Noon D.A., 1996. Stepped-frequency radar design and signal processing enhances ground penetrating radar performance, Ph.D. diss, University of Queensland.

Tjia M.O., 1997. Teori Elektrodinamika Klasik, Departemen Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung.