jurnal race vol. 4 no 2. juli 2010 penentuan debit air outlet plta maninjau

8
RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709 Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi PENENTUAN DEBIT AIR KELUARAN (OUTLET) PLTA MANINJAU Wahyu Budi Mursanto Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung (email : [email protected]) Abstrak Dengan semakin maraknya isue lingkungan (global warming), maka pemanfaatan energi terbarukan menjadi pilihan yang tidak dapat ditawar lagi. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2009 mengenai harga jual listrik yang dihasilkan dari tenaga air, mendorong para pelaku usaha yang bergerak di bidang energi listrik tenaga air non-PLN untuk mencari potensi-potensi yang dapat dikembangkan untuk PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro). Salah satu alternatif potensi PLTM adalah dengan memanfaatkan air buangan (outlet) PLTA yang sudah ada (khususnya tipe DAM/Bendungan/danau) untuk dapat dimanfaatkan lagi , dengan catatan masih ada tinggi jatuh di arah hilir outlet. Tipe PLTM ini bisa berupa sistem run off river atau dengan menggunakan sistem pondage. Persoalannya adalah untuk menentukan debit air yang keluar di outlet tidak mudah, tidak ada alat ukur yang secara langsung mengukur debit di outlet tersebut. Penelitian ini menggunakan PLTA Maninjau sebagai studi kasusnya. Untuk itu digunakan metoda pengukuran dengan menghitung nilai specific water consumption (swc) yang dipakai oleh unit pembangkit listrik di PLTA Maninjau tersebut. Nilai swc ini masih harus dikoreksi disesuaikan dengan besarnya daya yang dihasilkan, karena daya yang terbangkit tidak selamanya pada kondisi optimal (standard). Hal ini terjadi karena efisiensi turbin Francis dan generator sinkron juga akan berubah jika debit mengalami perubahan. Sebagai pembanding, juga dilakukan pengukuran debit secara langsung dengan menggunakan digital current-meter. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara debit yang dihitung dengan menggunakan metoda swc dengan pengukuran secara langsung. Kata kunci :PLTA, PLTM, specific water consumption (swc), Pendahuluan PLTA Maninjau terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. PLTA Maninjau memanfaatkan air Danau Maninjau untuk membangkitkan energi listriknya. Danau Maninjau merupakan kebanggan masyarakat dan sekaligus mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Danau Maninjau mempunyai beberapa fungsi, diantaranya adalah fungsi ekologi, fungsi sosial dan sebagai fungsi ekonomi. Sebagai fungsi ekologi Danau Maninjau merupakan tempat hidup (habitat) bagi berbagai macam organisme, mengontrol keseimbangan air tanah, dan mengendalikan iklim mikro [1]. Sebagai fungsi sosial antara lain merupakan tempat masyarakat untuk beraktifitas misal mandi, cuci, dan memberikan pemandangan yang indah. Fungsi ekonomi, yaitu sebagai sumber untuk irigasi, perikanan, pariwisata lokal maupun internasional, dan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan energi rata-rata tahunan sebesar 205 GWh. Air danau merupakan hasil dari suatu siklus hidrologi, dimana air yang masuk ke danau berasal dari curah hujan yang langsung masuk ke danau, dari air permukaan tanah, baik dari sungai maupun dari lahan yang lain, serta berasal dari aliran bawah permukaan tanah (interflow) dan aliran air tanah (ground water flow). Sedangkan air yang keluar dari danau berupa pengambilan (intake) oleh PLTA, air yang sebagian dilepas ke Batang Antokan, air 476

Upload: wahyu-bm

Post on 31-Jul-2015

332 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

PENENTUAN DEBIT AIR KELUARAN (OUTLET) PLTA MANINJAU

Wahyu Budi Mursanto Jurusan Teknik Konversi Energi

Politeknik Negeri Bandung (email : [email protected])

Abstrak

Dengan semakin maraknya isue lingkungan (global warming), maka pemanfaatan energi terbarukan menjadi pilihan yang tidak dapat ditawar lagi. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2009 mengenai harga jual listrik yang dihasilkan dari tenaga air, mendorong para pelaku usaha yang bergerak di bidang energi listrik tenaga air non-PLN untuk mencari potensi-potensi yang dapat dikembangkan untuk PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro). Salah satu alternatif potensi PLTM adalah dengan memanfaatkan air buangan (outlet) PLTA yang sudah ada (khususnya tipe DAM/Bendungan/danau) untuk dapat dimanfaatkan lagi , dengan catatan masih ada tinggi jatuh di arah hilir outlet. Tipe PLTM ini bisa berupa sistem run off river atau dengan menggunakan sistem pondage. Persoalannya adalah untuk menentukan debit air yang keluar di outlet tidak mudah, tidak ada alat ukur yang secara langsung mengukur debit di outlet tersebut. Penelitian ini menggunakan PLTA Maninjau sebagai studi kasusnya. Untuk itu digunakan metoda pengukuran dengan menghitung nilai specific water consumption (swc) yang dipakai oleh unit pembangkit listrik di PLTA Maninjau tersebut. Nilai swc ini masih harus dikoreksi disesuaikan dengan besarnya daya yang dihasilkan, karena daya yang terbangkit tidak selamanya pada kondisi optimal (standard). Hal ini terjadi karena efisiensi turbin Francis dan generator sinkron juga akan berubah jika debit mengalami perubahan. Sebagai pembanding, juga dilakukan pengukuran debit secara langsung dengan menggunakan digital current-meter. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara debit yang dihitung dengan menggunakan metoda swc dengan pengukuran secara langsung. Kata kunci :PLTA, PLTM, specific water consumption (swc),

Pendahuluan PLTA Maninjau terletak di Kecamatan

Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. PLTA Maninjau memanfaatkan air Danau Maninjau untuk membangkitkan energi listriknya. Danau Maninjau merupakan kebanggan masyarakat dan sekaligus mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Danau Maninjau mempunyai beberapa fungsi, diantaranya adalah fungsi ekologi, fungsi sosial dan sebagai fungsi ekonomi. Sebagai fungsi ekologi Danau Maninjau merupakan tempat hidup (habitat) bagi berbagai macam organisme, mengontrol keseimbangan air tanah, dan mengendalikan iklim mikro [1].

Sebagai fungsi sosial antara lain merupakan tempat masyarakat untuk

beraktifitas misal mandi, cuci, dan memberikan pemandangan yang indah. Fungsi ekonomi, yaitu sebagai sumber untuk irigasi, perikanan, pariwisata lokal maupun internasional, dan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan energi rata-rata tahunan sebesar 205 GWh.

Air danau merupakan hasil dari suatu siklus hidrologi, dimana air yang masuk ke danau berasal dari curah hujan yang langsung masuk ke danau, dari air permukaan tanah, baik dari sungai maupun dari lahan yang lain, serta berasal dari aliran bawah permukaan tanah (interflow) dan aliran air tanah (ground water flow).

Sedangkan air yang keluar dari danau berupa pengambilan (intake) oleh PLTA, air yang sebagian dilepas ke Batang Antokan, air

476

Page 2: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

permukaan danau yang menguap (evaporasi) dan aliran air tanah. Pengeluaran air danau yang terbesar adalah karena aktivitas PLTA. Sedangkan air yang dikeluarkan pada weir di Batang Antokan berkisar 0,5 m3/s tiap harinya. Debit ini digunakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di bagian hilir danau sebelum air tersebut bergabung lagi di outlet PLTA di dusun Lubuk Sao.

Dengan semakin maraknya isue lingkungan (global warming), maka pemanfaatan energi terbarukan menjadi pilihan yang tidak dapat ditawar lagi. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2009 mengenai harga jual listrik yang dihasilkan dari tenaga air, mendorong para pelaku usaha yang bergerak di bidang energi listrik tenaga air baik dari PLN maupun non-PLN untuk mecari potensi-potensi yang dapat dikembangkan untuk PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro).

Salah satu alternatif potensi PLTM adalah dengan memanfaatkan air buangan (outlet) PLTA yang sudah ada (khususnya tipe DAM/Bendungan/danau) untuk dapat dimanfaatkan lagi , dengan catatan masih ada tinggi jatuh (head) di arah hilir outlet. Tipe PLTM ini bisa berupa sistem run off river atau dengan menggunakan sistem pondage.

Tinggi jatuh yang ada dapat dihitung atau ditentukan dengan menggunakan alat theodolit tanpa banyak mengalami kesulitan, namun untuk menentukan debit biasanya tidak mudah, karena PLTA yang ada tersebut biasanya tidak dilengkapi dengan alat ukur pemakaian debit (flow/current meter). Banyaknya air yang terbuang di outlet ditentukan oleh pola operasi PLTA yang biasanya juga bergantung pada musim dan permintaan daya.

Hal yang paling mudah dilakukan adalah dengan mengukur debit secara langsung di outlet dengan menggunakan alat ukur debit ( flow-meter / current-meter ). Namun pengukuran ini biasanya hanya dilakukan untuk pengukuran debit sesaat saja. Untuk pengukuran jangka panjang menjadi tidak efektif lagi. Untuk itu biasanya pada saat pengukuran debit dengan menggunakan flow-

meter / current-meter, biasanya ditambahkan papan penduga kedalaman (peilschaal).

Untuk berbagai variasi debit akan diperoleh berbagai variasi kedalaman juga. Dari hasil tersebut dapat dibuat kurva yang menghubungkan antara debit dengan kedalaman, sehingga hanya dengan mengetahui kedalaman air; maka debit air dapat hitung. Metoda ini merupakan metoda umum yang digunakan untuk mengukur debit sungai. Contoh untuk ini adalah AWLR (Auto Water Level Recording) yang sering dipakai oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum untuk mencatat debit air sungai.

Pada outlet PLTA biasanya tidak dipasang alat ukur seperti itu, karena memang tidak lazim mengukur debit di outlet ini. Dengan demikian untuk mengetahui debit keluaran outlet PLTA ,selain dengan cara mengukur langsung; juga dapat dilakukan dengan menggunakan metoda specific water consumption (swc) dari air yang digunakan oleh unit pembangkit untuk menghasilkan energi listrik. Dengan mengetahui nilai swc dan energi listrik yang dihasilkan, maka debit air dapat ditentukan.

Metoda ini sangat efisien karena biasanya PLTA mempunyai catatan data energi yang dibangkitkan tiap harinya (biasanya per jam). Dengan demikian, jika diinginkan data debit air yang panjang, hal ini bisa dilakukan selama PLTA juga mempunyai catatan mengenai daya/energi yang dihasilkan selama itu. Water Specific Consumption

Penentuan debit air dapat diperoleh dengan menghitung water specific consumption (swc) dari PLTA Maninjau. Dalam hal ini, PLTA maninjau mempunyai 4 unit pembangkit yang masing-masing mempunyai kapasitas sekitar 17 MW. Spesifikasi pembangkit yang ada di PLTA Maninjau adalah sebagai berikut : Hmax = 234,7 m Q = 8,28 m3/s Hnormal = 226,0 m Q = 8,73 m3/s Hmin = 210,0 m Q = 9,54 m3/s

477

Page 3: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

Pada suatu PLTA, nilai swc akan sangat bergantung pada nilai head, dan efisiensi peralatan yang dipergunakan (khususnya efisiensi turbin dan efisiensi generator). Berdasarkan data head dan flow untuk ketiga macam scheme yang berbeda tersebut dapat dihitung nilai swc untuk berbagai kondisi tersebut. Perhitungan swc diperoleh berdasarkan formulasi yang dinyatakan dalam persamaan-1 dan persamaan-2 sebagai berikut :

P = ρ g H Q η (1) Keterangan : P = daya pembangkit, (kW) ρ = massa jenis air, (m3/s) g = konstanta gravitasi, (m/s2) H = head efektif, (m) Q = debit (m3/s) η = efisiensi pembangkit E = P . t (2) Dengan : E = energi, dan t = waktu

Nilai swc dihitung berdasarkan debit yang dibutuhkan oleh pembangkit untuk memperoleh energi sebesar 1 kWh. Dengan demikian nilai swc untuk berbagai kondisi tersebut masing masing adalah sebesar 1,849 m3/kWh untuk kondisi head maksimum; 1,920 m3/kWh untuk kondisi head normal dan 2,067 m3/kWh untuk kondisi head minimum.

Perhitungan nilai swc tersebut dilakukan dengan mengasumsikan bahwa kondisi turbin dan generator yang merupakan komponen utama dalam pembangkit listrik mempunyai performansi terbaiknya. Perhitungan tersebut diperoleh dengan berdasarkan data bahwa efisiensi turbin adalah 0,89 dan efisiensi generator sebesar 0,95. Nilai specific water consumption biasanya dihitung berdasarkan nilai perancangan optimalnya. Dalam hal ini, nilai swc pada PLTA ini berdasarkan kondisi optimalnya adalah sebesar 1,849 m3/kW. Nilai ini biasanya ditetapkan sebagai nilai standard untuk perhitungan debit air yang digunakan oleh PLTA.

Dengan demikian, dengan mengetahui daya yang dihasilkan oleh PLTA, maka besarnya debit pada outlet PLTA dapat dihitung. Secara sederhana penggunaan swc untuk menghitung besarnya debit merupakan hal yang memudahkan bagi pihak PLTA dan pihak lain yang berkaitan dengan air danau untuk dapat mengetahui seberapa besar air yang sudah dipakai oleh pihak PLTA. KOREKSI Water Specific Consumption

Sebenarnya nilai swc pada suatu PLTA akan menjadi berbeda jika daya yang dikeluarkan oleh unit pembangkit tidak pada nilai optimalnya. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa nilai swc akan sangat bergantung pada performansi peralatan utama pembangkit (turbin dan generator). Jika head tetap, sementara debit yang digunakan oleh suatu unit pembangkit berkurang, maka hal ini akan berpengaruh pada efisiensi baik turbin maupun generator. Biasanya efisiensi turbin Francis akan menurun seiring dengan berkurangnya air yang masuk. Dengan berkurangnya torsi yang dihasilkan oleh turbin, maka efisiensi generator juga akan turun.

Jadi, daya total yang dihasilkan pada kondisi tidak optimal tersebut merupakan kontribusi dari head, debit dan efisiensi turbin maupun generator saat itu. Pada kondisi itu nilai swc tidak akan sama dengan nilai standard sebagaimana yang sudah ditetapkan. Tentunya nilai swc akan menjadi semakin bertambah besar, jika debit maupun efisiensi berkurang.

Secara umum turbin Francis mempunyai karakteristik sebagaimana diperlihatkan pada gambar 1. Tampak dari gambar-1 bahwa dengan berkurangnya debit untuk turbin Francis, efisiensi juga akan berkurang. Dengan demikian jika pembangkit tidak dioperasikan pada kondisi optimalnya, maka nilai swc juga akan berbeda.

478

Page 4: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

Gambar-1 Kurva efisiensi turbin vs debit

Tentu saja hal ini akan menyulitkan perhitungan debit air, karena variabel perhitungan menjadi semakin banyak. Namun jika variabel tersebut ikut dimasukkan dalam perhitungan, maka akan diperoleh hasil pengukuran debit yang lebih teliti.

Operasi suatu PLTA dengan banyak unit akan memudahkan dalam pengaturan daya yang diperlukan oleh konsumen, serta memudahkan perawatan turbin maupun generator. Pemeliharaan dan perbaikan dapat digilir, sehingga selalu ada unit yang beroperasi memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan demikian tidak ada unit pembangkit yang bekerja jauh dari kapasitas pemasangannya. Hal ini berarti bahwa efisiensi turbin tidak akan bergeser terlalu jauh, sementara efisiensi generator relatif berubah sedikit. Untuk suatu danau yang luas dengan volume air yang sangat besar, maka perubahan head menjadi dapat diabaikan, atau dapat dikatakan relatif tetap. Hanya pada saat-saat tertentu (dengan probabilitas kejadian yang kecil) daya yang dihasilkan oleh suatu unit pembangkit jauh dari kapasitas optimalnya.

Berdasarkan kondisi itu, maka pengaruh performansi peralatan pembangkit seperti turbin dan generator bisa mempunyai pengaruh yang signifikan (terutama pengaruh efisiensi turbin terhadap perubahan debit air). Pada penelitian ini, besarnya efisiensi turbin untuk suatu debit tertentu akan digunakan sebagai variabel yang turut diperhitungkan dalam perhitungan swc.

Perubahan efisiensi turbin akibat perubahan debit mengikuti grafik seperti yang diperlihatkan pada gambar-1. Tampak

pada gambar-1 tesebut, ada 2 turbin Francis dengan nilai kecepatan spesifik yang berbeda sebagaimana tercantum pada gambar 1, yaitu untuk turbin Francis dengan kecepatan spesifik 77 dan 295. Kecepatan spesifik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3) sebagai berikut :

4/5H

PnN s = (3)

Berdasarkan data yang diperoleh untuk turbin Francis di PLTA Maninjau (dengan putaran turbin 600 rpm), maka nilai spesifik turbin dapat dihitung dengan formulasi sebagaimana diperlihatkan pada persamaan (3).

Berdasarkan pada persamaan-3 tersebut, maka nilai kecepatan spesifik untuk turbin Francis di PLTA Maninjau berkisar pada nilai 83. Nilai kecepatan spesifik sebesar 83 ini secara grafik letaknya dekat sekali dengan kecepatan spesifik turbin sebesar 77 di gambar-1. Dengan demikian sebagai pendekatan efisiensi turbin ini akan menggunakan grafik turbin Francis dengan nilai kecepatan spesifik sebesar 77 untuk menghitung efisiensi turbin Francis PLTA Maninjau.

Efisiensi generator sebenarnya juga akan berubah jika daya inputnya ada perubahan. Namun efisensi generator pada kondisi daya inputnya sebesar 50% hingga 100 %, relatif tidak berubah. Kalau pun berubah, maka perubahan tersebut sangatlah kecil. Kalau kapasitas daya inputnya kurang dari 50%, memang akan ada perubahan yang cukup signifikan pada efisiensi generator. Tabel-1 berikut ini memperlihatkan nilai efisiensi generator untuk berbagai macam daya input [2]. Tabel-1 Efisiensi generator vs daya input

P input generator 1/4 Pn 2/4 Pn 3/4 Pn 4/4 Pn η (%) , p.f.= 0,8 93,0 95,2 95,6 95,6 η (%) , p.f.= 0,9 93,3 95,6 96,2 96,3 η (%) , p.f.= 1,0 93,6 96 96,9 96,9

Pn = daya nominal

479

Page 5: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

Dari tabel-1 tampak bahwa untuk perubahan daya input dari ½ Pn sampai 4/4 Pn, besarnya efisiensi generator hanya berubah sedikit. Artinya bahwa jika daya input masukan untuk generator berkisar setengah sampai daya penuh (nominal), maka efisiensi generator relatif berubah sedikit. Pada operasinya, biasanya pembangkit jarang beroperasi dengan debit di bawah 50 %. Hanya pada saat-saat tertentu saja, pembangkit akan beroprasi dengan debit di bawah 50%, misalnya pada saat musim kemarau atau pada suatu sistem operasi PLTA dengan sistem run off river di mana air sungai berkurang (kurang dari 50%).

Berdasarkan data perubahan efisiensi turbin dan generator akibat perubahan debit, maka dapat dilakukan simulasi daya keluaran pembangkit untuk berbagai macam debit sebagaimana diperlihatkan pada Tabel-2.

Tabel-2 Hubungan debit dengan daya

Debit (m3/s) Daya (MW) 5.84 10.99 6.33 12.05 6.82 12.98 7.31 13.90 7.79 15.00 8.28 16.12 8.77 16.87 9.25 17.41 9.74 17.90

Dari Tabel-2 tampak bahwa pada

kondisi optimal dengan debit 8,28 m3/s, maka daya yang dihasilkan bisa mencapai sekitar 16,12 MW. Pada kondisi tertentu turbin di PLTA Maninjau dapat dioperasikan hingga mencapai 110 % atau sekitar 17,82 MW.

Dengan mengasumsikan bahwa perubahan head tidak signifikan, maka berdasarkan data operasi yang diperoleh dari PLTA Maninjau; debit yang mengalir pada outlet PLTA maninjau dapat ditentukan dengan lebih teliti. Dengan mengetahui daya atau energi yang tercatat, maka nilai tersebut akan

dapat diketahui berada pada jangkauan sebagaimana ditunjukkan dengan Tabel-2. dengan demikian nilai efisiensi turbin dapat diketahui, sehingga besarnya debit akan dapat dihitung dengan lebih teliti. METODOLOGI Sebagai pembanding juga dilakukan pengukuran secara langsung menggunakan flowmeter berupa digital current-meter pada outlet PLTA. Berhubung pada saat dilakukan pengukuran keempat turbin beroperasi, maka debit air keluaran PLTA maninjau menjadi besar. Besarnya debit ini mengakibatkan pengukuran dengandigital current meter menjadi agak sulit, terutama tekanan air yang bekerja pada propeler dan batang tangkai current-meter. Perlu 2 orang atau lebih untuk memegang agar alat ukur tidak terbawa arus air (pada kondisi penampang aliran basah dan debit yang demikian ini penggunaan digital current-meter dengan menggunakan pemberat tidak mungkin dilakukan, karena pemberat akan terseret arus). Hal ini sudah dicoba, ternyata metoda pengukuran dengan bandul pemberat tidak bisa dilakukan. Pada pengukuran ini, teknik yang dipakai adalah dengan menggunakan digital current-meter yang dipasang pada tongkat penduga.

Metoda pengukuran arus dengan menggunakan current-meter bisa mengukur pada bidang ukur dengan 1,2,3,5 dan 10 titik pengukuran. Hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi kecepatan rata-rata dengan menggunakan pendekatan sesuai dengan jumlah titik ukur yang diambil. Pada pengukuran yang dilakukan di outlet ini, alat digital current-meter sudah merata-ratakan semua kecepatan dari dasar sampai permukaan. Dengan demikian hasil yang ditampilkan sudah merepresentasikan kecepatan pada bidang yang diukur.

Prinsip pengukuran debit dengan menggunakan alat ukur arus (current-meter) dilakukan dengan cara kecepatan aliran dan luas penampang basah diukur langsung di lapangan. Formulasi untuk mengukur debit diperlihatkan pada persamaan (4) sebagai berikut : Q = A. V (4)

480

Page 6: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

Dimana : A = luas penampang basah (m2) V = kecepatan aliran (m/s) Q = debit (m3/s) Dalam pengukuran debit dengan menggunkan metoda ini , ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu [3] : 1. Pada lokasi pos duga air tidak ada

perubahan bentuk penampang yang menyolok dan penambahan atau pengurangan debit.

2. Alur sungai lurus sepanjang minimal 3 kali lebar pada saat banjir.

3. Distribusi garis aliran diperkirakan merata dan tidak ada aliran yang memutar.

4. Aliran tidak terganggu adanya tumbuhan air atau sampah.

5. Tidak terpengaruh peninggian muka air sebagai akibat adanya pasang surut air laut, pertemuan sungai dan bangunan pengairan

6. Tidak terpengaruh aliran lahar. 7. Penampang melintang pengukuran

harus tegak lurus terhadap alur sungai.

Pengukuran dilakukan tepat di jembatan dimana oulet PLTA berada sebagaimana terlihat pada gambar-2. Sketsa dimensi penampang pengukuran diperlihatkan pada Gambar-3.

Gambar-2 Pengukuran arus Tampak bahwa saluran dibagi menjadi 2 bidang yang sama besar. Sehingga dengan kondisi

debit yang cukup besar tersebut, pengukuran cukup dilakukan pada satu bidang saja. Notasi W menyatakan lebar saluran sedangkan H menyatakan kedalaman air pada saat dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan tepat di atas jembatan outlet PLTA dengan menggunakan current-meter digital yang mengukur kecepatan rata-rata pada bidang yang ditinjau. Hasil pengukuran diperlihatkan pada Tabel-2.

Gambar-3 sketsa penampang pengukuran

Tabel-2 Data hasil pengukuran flow

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran tersebut akan dibandingkan dengan hasil perhitungan debit dengan menggunakan swc, dan debit yang sudah dikoreksi dengan memperhitungkan efisiensi turbin dan generator.

Berdasarkan hasil tersebut, jika daya keluaran dari turbin di PLTA Maninjau diketahui, maka debitnya dapat diketahui sesuai dengan efisiensi turbin. Sebagai contoh akan dihitung debit selama jam operasi tertentu. Pada kasus ini akan diambil contoh operasi PLTA pada tanggal 17 dan 18 Maret 2010.Perhitungan debit dilakukan berdasarkan

481

Page 7: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

nilai swc standard sebesar 1,849 m3/kWh. Tabel-3 memperlihatkan data operasi PLTA Maninjau pada tanggal-tanggal tersebut di atas. Tampak bahwa ke empat turbin beroperasi semuanya. Tabel-3 Data operasi PLTA Maninjau

Dengan memperhatikan efisiensi turbin dan generator, maka debit dapat dikoreksi dengan lebih baik. Tabel-4 memperlihatkan hasil perhitungan koreksi debit setelah memperhitungkan efisiensi turbin dan generator. Tabel-4 Koreksi debit tiap unit pembangkit

Dengan demikian hasil-hasil debit yang sudah diperoleh tersebut dapat dibandingkan, baik itu dari pengukuran, perhitungan dengan swc standard, dan debit yang sudah dikoreksi. Tabel-5 memperlihatkan hasil perbandingan antara debit pengukuran dengan menggunakan digital current-meter, perhitungan dengan menggunakan swc standard dan perhitungan debit yang sudah dikoreksi. Gambar-4 memperlihatkan diagram balok (bar chart) perbandingan debit dari ketiga macam hasil debit tersebut.

Tampak bahwa nilai-nilai debit yang dihasilkan memiliki nilai yang hampir sama, atau hanya mempunyai selisih nilai yang sedikit saja. Tabel-5 Hasil perbandingan debit

Gambar-4 Bar chart perbandingan debit Jika nilai debit yang dikoreksi dianggap sebagai nilai yang mewakili dari debit yang sebenarnya, maka dapat dilihat perbedaan nilai pengukuran yang ditampilkan pada Tabel-6. Tabel-7 di bawah memperlihatkan prosentase kesalahan pengukuran.

482

Page 8: Jurnal RACE Vol. 4 No 2. Juli 2010 Penentuan Debit Air Outlet PLTA Maninjau

RACE- Vol. 4, Juli 2010 ISSN 1978 - 1709

Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi

Tabel-6 Selisih hasil debit

Tabel-7 Prosentase kesalahan pengukuran

Kesalahan pengukuran (%) Flow meter Swc standard

1.29 1.48 1.76 1.79 1.01 2.09 2.23 1.30 3.12 0.67 1.82 2.36 0.70 1.48 2.69 2.95

Rerata Rerata 1.83 1.77

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh tampak bahwa prosentase kesalahan pengukuran maupun perhitungan termasuk kecil, yaitu berkisar pada 1, 8 %. Tampak bahwa hasil perhitungan debit koreksi selalu berada di bawah nilai perhitungan dengan menggunakan swc standard, hal ini disebabkan adanya faktor pengurangan efisiensi terutama untuk debit diluar debit disain.

Pengukuran dengan flow/current-meter dapat dikatakan baik karena mempunyai kesalahan yang kecil. Pengukuran yang baik ini ditunjang karena penggunaan peralatan digital current-meter yang akurat dan faktor bentuk penampang ukur yang yang stabil. Hanya saja, kesulitan muncul karena dengan debit yang besar tersebut diperlukan tongkat penduga dan

beberapa orang untuk menahan agar current-meter tidak terseret oleh arus.

Dengan melihat hasil pengukuran dari current-meter digital dan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan swc standard, diperoleh hasil yang relatif sama ; yaitu di sekitar 1,8 %. Dengan demikian metoda-metoda tersebut dapat digunakan untuk menentukan debit air keluaran PLTA.

Dengan demikian penentuan debit dengan menggunakan metoda swc cukup untuk merepresentasikan debit keluaran PLTA. Metoda ini hanya memerlukan perhitungan biasa, dan mudah dilakukan jika tersedia data operasi PLTA (hanya butuh kalkulator sederhana atau komputer).

Jika diinginkan penentuan debit yang lebih teliti, maka metoda koreksi dapat digunakan. Cara ini lebih sulit karena dibutuhkan data efisiensi turbin maupun generator pada berbagai macam kondisi operasi. DAFTAR PUSTAKA 1. Fakhrudin,M. ,H. Wibowo,L. Subehi, I.

Ridwansyah, Karakterisasi Hidrologi Danau Maninjau Sumatera Barat, Limnotek VIII (1) : 67-75 .

2. AVK Generator Technical Data. 3. Suprihadi, B., Soewarno, Teknik

Pengukuran Debit, Laboratorium Hidrologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum - Badan Penelitian dan Pengembangan, 2007.

483