jurnal ptsd

7
Jurnal Ilmu Kesehatan Immanuel Kejadian Post Traumatik Syndrome Disorder (PTSD) 8 Bulan Pasca Bencana Tsunami Di Kabupaten Ciamis Tahun 2007 (Studi Kasus Di Desa Pangandaran, Legok Jawa Dan Batu Karas) KEJADIAN POST TRAUMATIC SYNDROME DISORDER (PTSD) 8 BULAN PASCA BENCANA TSUNAMI DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2007 (STUDI KASUS DI DESA PANGANDARAN, LEGOK JAWA DAN BATU KARAS) Linda Hotmaida ) * Gurdani Yogisutanti )** Rika Harini )*** ABSTRAK Bencana alam adalah sesuatu hal yang tidak pernah diinginkan. Hadirnya sebuah bencana dalam kehidupan manusia, menyebabkan adanya kegoncangan psikologis pada diri manusia tersebut. Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan mengalami trauma yang dikenal dengan sebutan Gangguan Stres Pasca Trauma atau Acute Stress Reaction. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengkaji secara detail tentang gangguan PTSD yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dimana Jumlah populasi dalam penelitian ini termasuk dalam populasi infinit. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 orang yang diambil secara accidental sampling dari 3 tempat di Kabupaten Ciamis. Instrumen penelitian yang digunakan berupa daftar pertanyaan yang terdiri dari 17 pertanyaan yang berkaitan dengan kriteria diagnosis PTSD dan Analisa data dianalisis secara univariat dengan cara mendeskripsikan variabel penelitian dan masing-masing pertanyaan dengan menggunakan narasi dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden mengalami gangguan aspek fisik (55,8%), Seluruh responden agak sering mengalami gangguan aspek kognitif, Sebagian responden agak sering dan sering mengalami gangguan emosi, Sebagian responden tidak pernah mengalami gangguan behaviour, Seluruh responden agak sering mengalami gangguan aspek sosial, Sebagian responden mempunyai kecenderungan untuk mengalami PTSD (51,2%) dan sebagian pula yang mengalami PTSD (48,8%). Disarankan untuk masyarakat yang terindikasi mengalami PTSD maupun yang ada kecenderungan untuk mengalami PTSD, agar dapat diberikan bimbingan atau terapi untuk menghilangkan trauma. Kata Kunci: Post traumatic syndrome disorder, Tsunami PENDAHULUAN Indonesia sedemikian “akrab” dengan bencana alam. Berbagai macam bencana alam sebagaimana kita ketahui sering terjadi ditanah air kita. Bencana alam tersebut dapat berupa gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Bahkan, dalam setahun terakhir sejumlah gempa bumi menggoyang beberapa daerah di Indonesia Bagian Timur. Namun, puncak dari segala kepedihan itu, terjadi pada hari Minggu 26 Desember 2004 lalu di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara. Hal demikian tentu berkaitan dengan keadaan dan kondisi alam di tanah air kita ini. Diantara kondisi alam yang mendukung terjadinya bencana yang disebabkan olehnya adalah curah hujan yang tinggi, posisi Indonesia yang terletak pada jalur subduksi lempeng tektonik, terdapatnya gunungapi aktif, pola struktur geologi aktif, serta kemungkinan interaksi akibat bencana alam dan ulah manusia, seperti adanya degradasi lingkungan, pemanfaatan dan pengolahan sumberdaya alam yang tidak tersistematik dan terancam Bencana alam adalah sesuatu hal yang tidak bisa diramalkan. Bahkan, selain tidak pernah bisa diramalkan, bencana alam itu adalah sesuatu hal yang tidak pernah diinginkan. Maka, sesiap apa pun seseorang dalam menghadapi bencana alam, akibatnya adalah sesuatu hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, hadirnya

Upload: jessica-sonya

Post on 18-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y gt x y

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Ptsd

Jurnal Ilmu Kesehatan ImmanuelKejadian Post Traumatik Syndrome Disorder (PTSD) 8 Bulan Pasca Bencana Tsunami Di Kabupaten Ciamis Tahun 2007 (Studi Kasus Di Desa Pangandaran, Legok Jawa Dan Batu Karas)

KEJADIAN POST TRAUMATIC SYNDROME DISORDER (PTSD) 8 BULAN PASCA BENCANA TSUNAMIDI KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2007

(STUDI KASUS DI DESA PANGANDARAN, LEGOK JAWA DAN BATU KARAS)

Linda Hotmaida ) *Gurdani Yogisutanti )**

Rika Harini )***

ABSTRAK

Bencana alam adalah sesuatu hal yang tidak pernah diinginkan. Hadirnya sebuah bencana dalam kehidupan manusia, menyebabkan adanya kegoncangan psikologis pada diri manusia tersebut. Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan mengalami trauma yang dikenal dengan sebutan Gangguan Stres Pasca Trauma atau Acute Stress Reaction. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengkaji secara detail tentang gangguan PTSD yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dimana Jumlah populasi dalam penelitian ini termasuk dalam populasi infinit. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 orang yang diambil secara accidental sampling dari 3 tempat di Kabupaten Ciamis. Instrumen penelitian yang digunakan berupa daftar pertanyaan yang terdiri dari 17 pertanyaan yang berkaitan dengan kriteria diagnosis PTSD dan Analisa data dianalisis secara univariat dengan cara mendeskripsikan variabel penelitian dan masing-masing pertanyaan dengan menggunakan narasi dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden mengalami gangguan aspek fisik (55,8%), Seluruh responden agak sering mengalami gangguan aspek kognitif, Sebagian responden agak sering dan sering mengalami gangguan emosi, Sebagian responden tidak pernah mengalami gangguan behaviour, Seluruh responden agak sering mengalami gangguan aspek sosial, Sebagian responden mempunyai kecenderungan untuk mengalami PTSD (51,2%) dan sebagian pula yang mengalami PTSD (48,8%). Disarankan untuk masyarakat yang terindikasi mengalami PTSD maupun yang ada kecenderungan untuk mengalami PTSD, agar dapat diberikan bimbingan atau terapi untuk menghilangkan trauma.

Kata Kunci: Post traumatic syndrome disorder, Tsunami

PENDAHULUAN

Indonesia sedemikian “akrab” dengan bencana alam. Berbagai macam bencana alam sebagaimana kita ketahui sering terjadi ditanah air kita. Bencana alam tersebut dapat berupa gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Bahkan, dalam setahun terakhir sejumlah gempa bumi menggoyang beberapa daerah di Indonesia Bagian Timur. Namun, puncak dari segala kepedihan itu, terjadi pada hari Minggu 26 Desember 2004 lalu di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara. Hal demikian tentu berkaitan dengan keadaan dan kondisi alam di tanah air kita ini. Diantara kondisi alam yang mendukung terjadinya bencana yang disebabkan olehnya adalah curah hujan yang tinggi, posisi Indonesia yang terletak pada jalur subduksi lempeng tektonik, terdapatnya gunungapi aktif, pola struktur geologi aktif, serta kemungkinan interaksi akibat bencana alam dan ulah manusia, seperti adanya degradasi lingkungan, pemanfaatan dan pengolahan sumberdaya alam yang tidak tersistematik dan terancam

Bencana alam adalah sesuatu hal yang tidak bisa diramalkan. Bahkan, selain tidak pernah bisa diramalkan, bencana alam itu adalah sesuatu hal yang tidak pernah diinginkan. Maka, sesiap apa pun seseorang dalam menghadapi bencana alam, akibatnya adalah sesuatu hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, hadirnya sebuah bencana dalam kehidupan manusia, menyebabkan adanya kegoncangan psikologis pada diri manusia tersebut. Kematian adalah "bencana" yang sudah memiliki nilai kepastian. Artinya, setiap manusia, setiap makhluk hidup, suatu saat pasti menghadapi kematian. Tetapi, kendatipun ada nilai kepastian akan hadirnya bencana kematian tersebut, setiap orang yang hidup (sanak saudara yang ditinggalkannya), tidak memiliki kesiapan hilangnya keseimbangan psikologis dalam hidup dan kehidupannya. Maka, akibat dari ketidakseimbangan psikologis ini seseorang yang mendapatkan akibat bencana alam kerap kali memunculkan sikap-sikap yang "tidak normal".

Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan mengalami trauma. Trauma dapat diartikan sebagai suatu pukulan berat, sebuah luka batin yang dihasilkan oleh kejadian yang situasinya melebihi situasi sulit yang dialami manusia sehari-hari dalam kondisi wajar, yang mengagetkan dan menyakitkan, memukul dan mengancam nyawa serta dapat

menghilangkan prinsip-prinsip dasar kebutuhan manusia akan rasa aman, dan menggoyahkan kepercayaan bahwa dunia ini adalah tempat yang nyaman (Peter A. Livine, 1998). Sebuah trauma disebabkan melalui stres yang bergerak di luar pengalaman normal atau di luar kesadaran manusia dan menimpa hampir setiap orang yang menderita beban yang kuat/berat. Dengan pengertian demikian, situasi yang dialami oleh masyarakat pascagempa dan tsunami adalah traumatic grief reactions atau reaksi-reaksi berkabung yang diakibatkan kehilangan-kehilangan yang dialami dalam peristiwa yang traumatic.

Bencana meninggalkan dampak psikologis yang bervariasi pada individu yang terkena. Individu – individu akan mengalami kembali peristiwa traumatic itu dalam mimpi – mimpi dan wicara mereka sehari – hari. Mereka akan menghindari segala sesuatu yang diperkirakan bakal membawa kembali ingatan akan peristiwa traumatic itu kedalam khazanah mental. Bahkan, mereka akan mengalami penderitaan biopsikososial berupa penumpulan kemampuan dan perasaan dalam menanggapi lingkungan. Kehidupan mereka akan terganggu oleh kewaspadaan dan kepekaan berlebih terhadap sekadar perubahan suara, perubahan keadaan, dan aneka perubahan kecil yang biasa terjadi sehari – hari (http://www.sinarharapan.co.id.) Selain itu mereka juga akan mengalami kecemasan, depresi (ketertekanan jiwa), kesulitan berpikir, dan gangguan konsentrasi.

Dikalangan ilmu kedokteran jiwa, kumpulan gejala – gejala itu dikenal dengan sebutan Gangguan Stres Pasca Trauma atau Acute Stress Reaction sendiri yang diartikan sebagai gangguan psikis yang timbul akibat dahsyatnya pengaruh stressor atau sumber stres (http://www.angkasa-online.com) . Gejala – gejala gangguan stress pasca trauma bisa mulai muncul seminggu hingga tiga puluh tahun setelah peristiwa traumatic ekstrem. Jadi kurun waktu efek trauma bisa begitu panjang. Gejala – gejala tersebut bias hilang – timbul sepanjang masa, dengan demikian mengganggu fungsi kerja dan keefektifan hidup umumnya. Jika tidak dikelola (diobati dan ditangani) dengan benar, ada sekitar 30 % pasien gangguan stress pasca trauma yang sembuh sendiri. Namun ada sekitar 40 % yang terus – menerus bahkan mengidap berbagai gejala dalam taraf sedang, dan 10 % akan terus – menerus mengidap

Page 2: Jurnal Ptsd

Vol. 2, No. 2, November 2008 ISSN 1410-234X

berbagai gejala dalam taraf parah (http://www.kompas.com/Cyber Media - Kesehatan.htm)

Senin sore (17 Juli 2006) pukul 06.06 WIB, Ciamis diguncang gempa berkekuatan 6,2 SR kemudian diikuti dengan naiknya gelombang setinggi ± 5 meter dengan hempasan gelombang sejauh 500 meter. Setelah beberapa menit kemudian terjadi gempa susulan sebanyak 2 kali berkekuatan 6,1 SR dan 6,2 SR yang meluluh lantahkan bangunan yang ada disepanjang garis pantai (http://aryanugraha.wordpress.com). Daerah yang dilanda bencana (Tsunami) meliputi sebagian wilayah Puskesmas : Kalipucang, Pangandaran, Cikembulan, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Cimerak dan Legokjawa. Bencana tersebut selain banyak menelan korban jiwa juga menghancurkan bangunan disekitarnya. Kerusakan sarana dan prasarana umum, rumah tinggal, lingkungan, kehilangan sanak keluarga, harta benda dan berbagai kehilangan lain merupakan sejumlah stressor luar biasa yang dialami korban bencana ini.

Meskipun bencana Tsunami dan Gempa di Pangandaran telah berlalu, namun dampaknya masih dirasakan oleh semua masyarakat disekitarnya dengan berbagai kondisi. Studi awal yang dilakukan di tiga daerah bencana yang terparah yaitu Pangandaran, Legokjawa dan Cijulang menunjukkan bahwa banyak masyarakat, yang tidak hanya kehilangan harta, akan tetapi juga kehilangan suami, anak, ibu, ayah dan keluarga terdekat, yang kemungkinan besar dapat menimbulkan stress dan trauma. Bahkan lebih menyedihkan karena masyarakat ini belum ada yang memperhatikan secara memadai dalam penanganan masalah kesehatan jiwa khususnya penanganan post traumatic syndrome disorder. Hal ini terlihat dari upaya – upaya yang sudah dilaksanakan dalam kesehatan jiwa masih bersifat kuratif., yang kalau dilihat dari segi fisik dan psikis seharusnya ada penanganan khusus seperti pendampingan/konseling bagi masyarakat yang mengalami syndrome pasca trauma.

Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengkaji “ bagaimana gangguan PTSD yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami pada masyarakat yang mengalami musibah tersebut?” Hal ini penting mengingat bahwa selama ini daerah Pangandaran merupakan daerah pariwisata dan merupakan salah satu asset Negara yang harus di bangun kembali agar masyarakat bias meraih kembali fungsi normalnya sehingga tetap menjadi produktif dan mampu menjalani hidup yang bermakna setelah peristiwa yang traumatik. Musibah yang baru dialaminya tidak dijadikan sebagai beban hidup yang harus mematikan masa depannya.

Melihat banyak sekali persoalan-persoalan yang terjadi yang ditimbulkan oleh bencana dan tsunami di Panganaran dalam sisi psikologis, maka persoalan pokok penelitian ini diajukan dalam bentuk pertanyaan, yaitu: “Bagaimana gangguan PTSD yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami pada masyarakat yang terkena bencana tsunami ?

Tujuan umum untuk mengkaji secara detail tentang gangguan PTSD yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami terhadap aspek fisik, askpek kognitif, aspek emosi, aspek behaviour dan aspek sosial.

Manfaat penelitian bagi ilmu keperawatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan tindakan asuhan keperawatan bagi klien dengan PTSD dan dapat dilakukan kajian mengenai model pengelolaan trauma pasca gempa dan tsunami. Dan bagi peneliti lain hasil penelitian dapat dikembangkan untuk informasi atau data untuk penelitian lebih lanjut tentang kondisi psikologis masyarakat.

METODOLOGI PENELITIAN

Disain penelitian yang digunakan termasuk dalam penelitian deskriptif eksploratif. Penelitian eksploratif yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang suatu keadaan atau fenomena (Arikunto, 2002). Variabel dalam penelitian ini adalah Kejadian Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang terkena dampak bencana gempa dan tsunami pada tanggal 27 Juli 2005 di wilayah Pantai Pangandaran dan sekitarnya. Jumlah populasi dalam penelitian ini termasuk dalam populasi infinit atau populasi yang tidak dapat diketahui dengan pasti jumlahnya.

Sampel dalam penelitian ini diambil dari tiga tempat atau wilayah yang mengalami kerusakan paling parah, yaitu di Daerah Pangandaran, Batukaras dan Legokjawa. Jumlah sampel dan sampel ditentukan dan diambil secara accidental sampling di tiga tempat tersebut, dimana penduduk yang ditemui pada saat penelitian dan bersedia menjadi responden akan diambil sebagai sampel. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2007 mulai jam 08.00 – 16.00 wib, jumlah sampel yang diambil sebanyak 43 orang.

Instrumen penelitian yang digunakan berupa daftar pertanyaan yang terdiri dari 17 pertanyaan yang berkaitan dengan kriteria diagnosis PTSD, dengan pilihan jawaban modifikasi dari Skala Likert, yaitu: tidak pernah, sesekali, agak sering, sering dan sangat sering.

Uji coba instrumen telah dilaksanakan pada tanggal 25 April 2007 pada 19 orang penduduk yang terkena bencana gempa dan tsunami. Dari hasil uji coba instrumen ternyata hampir semua kalimat atau pertanyaan kurang dapat dimengerti oleh masyarakat sehingga harus dilakukan perbaikan kalimat atau pertanyaan tersebut.

Teknik pengolahan data terdiri dari : Pengeditan (Editing), dan Pengkodean (Coding). Analisa data dianalisis secara univariat dengan cara mendeskripsikan variabel penelitian dan masing-masing pertanyaan dengan menggunakan narasi dan distribusi frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Umur RespondenTabel 4.1

Distribusi Frekuensi Umur RespondenUmur (tahun) f %

21 – 30 2 4,731 – 40 11 25,641 – 50 19 44,251 – 60 4 9,3

> 60 7 6,3

Sebagian responden (44,2%) berumur 41- 50 tahun, dan sebagian kecil (25,6%) yang berusia antara 31-40 tahun. Sangat sedikit responden yang berusia 21-30 tahun dan sangat sedikit pula responden yang berusia lebih dari 60 tahun. Rata-rata usia responden adalah 47 tahun dengan umur termuda 24 tahun dan umur tertua adalah 83 tahun.

2. Gangguan PTSDTabel 4.2

Distribusi Frekuensi responden berdasarkan gangguan PTSD terhadap aspek fisik

Aspek fisik Jumlahf %

Tidak pernahSesekali

Agak seringSering

Sangat sering

0024127

00

55,827,9

3,01Jumlah 43 100,0

Sebagian responden (55,8%) agak sering mengalami gangguan fisik dan sebagian kecil responden (27,9%) sering mengalami gangguan fisik serta sangat sedikit responden (3,01%) sangat sering mengalami gangguan fisik.

Page 3: Jurnal Ptsd

Jurnal Ilmu Kesehatan ImmanuelKejadian Post Traumatik Syndrome Disorder (PTSD) 8 Bulan Pasca Bencana Tsunami Di Kabupaten Ciamis Tahun 2007 (Studi Kasus Di Desa Pangandaran, Legok Jawa Dan Batu Karas)

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Gangguan PTSD

terhadap Aspek Kognitif

Aspek Kognitif Jumlahf %

Tidak pernahSesekali

Agak seringSering

Sangat sering

004300

00

10000

Jumlah 43 100,0

Dari tabel di atas diketahui bahwa seluruh responden (100%) agak sering merasakan gangguan aspek kognitif

Tabel 4.4Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Gangguan PTSD

terhadap Aspek Emosi

Aspek Emosi Jumlahf %

Tidak pernahSesekali

Agak seringSering

Sangat sering

0020230

00

46,553,4

0Jumlah 43 100,0

Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa sebagian responden (46,5%) agak sering dan sering mengalami gangguan emosi, dan sebagian responden (53,4) sering mengalami gangguan emosi

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Gangguan PTSD

terhadap aspek behaviour

Aspek Behaviour Jumlahf %

Tidak pernahSesekali

Agak seringSering

Sangat sering

2012434

46,527,99,37,09,3

Jumlah 43 100,0Dari tabel di atas di ketahui bahwa sebagian responden

(46,5%) tidak pernah mengalami gangguan terhadap aspek behaviour, sedangkan yang sering dan sangat sering mengalami gangguan behaviour hanya sangat sedikit responden

Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Gangguan PTSD

terhadap Aspek Sosial

Aspek Sosial Jumlahf %

Tidak pernahSesekali

Agak seringSering

Sangat sering

004300

00

10000

Jumlah 43 100,0

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa seluruh responden agak sering (100%) merasakan gangguan aspek sosial.

3. Respon terhadap kejadian bencana tsunami

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi respon terhadap Kejadian bencanaTsunami

Kejadian PTSD f %Ada Kecenderungan mengalami PTSD

22 51,2

Mengalami PTSD 21 48,8Jumlah 43 100,00

Dari tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa sebagian responden mempunyai kecenderungan untuk mengalami PTSD (51,2%) dan sebagian pula yang mengalami PTSD (48,8%).

Penelitian ini dilakukan di Pantai Pangandaran dan sekitarnya pada 43 orang responden dengan rata-rata usia 47 tahun. Dari hasil penelitian sebagian responden agak sering mengalami gangguan fisik, agak sering merasakan gangguan aspek kognitif, sebagian responden agak sering dan sering mengalami gangguan emosi, sebagian responden tidak pernah mengalami gangguan terhadap aspek behaviour dan seluruh responden agak sering merasakan gangguan aspek sosial.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa respon terhadap kejadian bencana tsunami adalah sebagian responden mengalami PTSD dan sebagian ada kecenderungan untuk mengalami PTSD.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Gitosudarmo dan Sudita (1997) menyatakan bahwa: “Komponen respon akibat stress meliputi reaksi fisik, psikis atau perilaku terhadap stress. Salah satu bentuk reaksi yang paling mudah untuk diamati adalah reaksi fisik yang paling ringan seperti: mengalami ketegangan di bahu maupun di leher, atau yang lebih berat seperti gangguan tidur. Adapun faktor penyebab stress dapat bersumber dari dalam maupun dari luar individu itu sendiri. Sumber stress dari dalam diri bisa merupakan efek dari trauma, ciri kepribadian, kebutuhan, nilai, umur, dan kondisi kesehatan.

Selain itu, menurut Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama dalam modul untuk pendamping konseling traumatik (2004:5), tanda-tanda stres dapat dilihat dari gejala yang ditunjukkan. Seseorang yang mengalami stres dapat diidentifikasi dari tanda atau petunjuk yang diperlihatkannya, yang meliputi aspek fisik, kognitif, emosi dan perilaku. Tanda-tanda yang berhubungan dengan fisik atara lain mudah lelah, lesu, sering mual, muntah-muntah, gemetaran, kejang-kejang, sakit, pegal-pegal di bagian pundak, susah bernafas sering berdebar, tekanan darah menjadi tinggi, sakit pencernaan, penglihatan kabur, kehausan yang tidak wajar, merasa sakit dibagian tubuh tertentu, sering buang air kecil, sakit kepala dan sebagainya.

Dengan demikian, pemahaman trauma sebagai proses sosial sekaligus proses kejiwaan yang bersifat personal mutlak diperlukan guna mencari solusi terbaik dari lingkaran ingatan traumatis. Implikasinya, untuk mengatasi trauma pasca-gempa di Pangandaran dan sekitarnya.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanDari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 43 orang responden yang mengalami bencana alam gempa dan tsunami dapat disimpulkan bahwa:1. Sebagian besar responden mengalami gangguan aspek fisik

(55,8%).2. Seluruh responden agak sering mengalami gangguan aspek

kognitif (100%)3. Sebagian responden agak sering (46,5%) dan sering

mengalami gangguan emosi (53,4%)4. Sebagian responden tidak pernah mengalami gangguan

behaviour(46,5%)5. Seluruh responden agak sering mengalami gangguan aspek

sosial (100%)6. Sebagian responden mempunyai kecenderungan untuk

mengalami PTSD (51,2%) dan sebagian pula yang mengalami PTSD (48,8%).

Page 4: Jurnal Ptsd

Vol. 2, No. 2, November 2008 ISSN 1410-234X

SaranSaran yang dapat direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini diantaranya adalah:1. Kepada masyarakat yang terindikasi mengalami PTSD

maupun yang ada kecenderungan untuk mengalami PTSD, agar dapat diberikan bimbingan atau terapi untuk menghilangkan trauma. Masalah ini seharusnya menjadi prioritas mengingat hal ini sangat penting dan serius dampaknya bagi masyarakat.

2. Meskipun para korban bencana alam tersebut mengalami gangguan PTSD tingkat keparahannya tidak tinggi atau ada yang cenderung akan mengalami PTSD, mereka dapat direhabilitasi secara lebih cepat baik dengan obat dan psikoterapi hendaknya dilakukan oleh para psikoterapis, psikologis klinis, psikiater, dokter, perawat dan para profesinal lainnya yang ahli dibidang ini.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Penekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Bankoff, G. Frerks & D. Hilhorst (Eds). 2003. Mapping Vulnerability : Disasters, Development and People. ISBN

Loar N, Wolmer. 2004. Implementing relief program in communities affected by disaster : Theory, principles and a case study In : Remschimidt, Belfer, Goodyer (ed) Facilitating Pathways ed.

Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian Untuk Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

_________, 2005. Memahami Reaksi Emosi Dan Perilaku Anak Pasca Bencana. Jakarta : Divisi Psikiatri Anak & Remaja Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

_________, 2005. Modul Basic Course Community Mental Health Nursing (BC-CMHN). Jakarta : FKUI

WHO. 2000. Managing the psychosocial consequences of disaster-training modules

WHO. 2005. Recommendations for mental health in Acehhttp://www.angkasa-online.com(http://aryanugraha.wordpress.com)http://www.kompas.com/Cyber Media - Kesehatan.htmhttp://www.ncptsd.va.govhttp://www.ptsd.org.ukhttp://www.sinarharapan.co.id

Linda Hotmaida, S.Kep., Ners ) * Staf dosen STIK Immanuel Bandung.Gurdani Yogisutanti, SKM )** Staf dosen STIK Immanuel Bandung.Rika Harini, S.Kep., Ners )*** Staf dosen STIK Immanuel Bandung.