jurnal penelitian dan pengembangan...

13
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Volume 34 Nomor 4, Desember 2015 JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN ISSN 0216-4418 445/AU2/P2MI-LIPI/08/2012

Upload: vankien

Post on 15-Mar-2019

271 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKementerian Pertanian

Volume 34 Nomor 4, Desember 2015

JURNAL PENELITIANDAN PENGEMBANGANPERTANIAN

ISSN 0216-4418445/AU2/P2MI-LIPI/08/2012

Page 2: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

(0251) 832174662-251-8326561pustaka@litbang. pertanian. go. idhttp://www.pustaka.litbang.pertanian.go.id

Telp.Faks.E-mailWebsite

Penerbit

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Alamat Redaksi

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi PertanianJalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi PertanianPusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi PertanianPusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian.Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian

Redaksi Pelaksana

Mohammad Takdir MulyadiEndang SetyoriniEnok NurhayatiHidayat Raharja

Pemuliaan Ternak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan)Kesuburan Tanah (Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)Hama Penyakit Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan)Pascapanen Pertanian (Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian)Kultur Jaringan (Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian)Agronomi (Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Mitra Bestari

Kusuma DiwyantoAtang SutandiElna KarmawatiRidwan ThahirIka MariskaPurwono

Toksikologi (Balai Besar Penelitian Veteriner)Hama Penyakit Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura)Kebijakan Pertanian (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian)Budi Daya Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan)Mineralogi dan Klasifikasi Tanah (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)Teknologi Pascapanen (Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian)

Anggota

DarmonoBudi MarwotoBambang IrawanZuikifli ZainiMarkus AndaEndang Yuli Purwani

Hama Penyakit Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan)

Dewan Redaksi

Ketua

Deciyanto Soetopo

Volume 34 Nomor 4, Desember 2015

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian terbit empat kali per tahun pada bulan Maret, Juni, September, dan Desemberoleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jurnal inl memuat artikel tinjauan {review) mengenai hasil-hasil penelitianyang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian lain, dengan atau ketentuan kebijakan, dan ditujukankepada pengambil kebijakan sebagai bahan pengambilan keputusan. Jurnal dapat diakses melalui http://www.pustaka.litbang.pertanian.go.id.

Terakreditasi berdasarkan Keputusan Kepala Lembagallmu Pengetahuan Indonesia No. 818/E/2015

Penanggung Jawab

Kepala Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian

JURNAL PENELITIANDAN PENGEMBANGANPERTANIANIndonesian Agricultural Research and Development Journal

ISSN 0216-4418

Page 3: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

187-193

177-186

169-176

159-168

147-158

Daftar Isi

-Improving agricultural resilience to climate changethrough soil managementFahmuddinAgus, Husnain, and Rahmah Dewi Yustika

-Pemanfaatan teknologi sekuensing genom untukmempercepat program pemuliaan tanaman

I Made Tasma

-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesissomatik in vitro dalam perbanyakan massalbenih jeruk bebas penyakitNirmala Friyanti Devy dan Hardiyanto

-Penentuan lokus gen dalam kromosom tanaman

dengan bantuan marka DNAReflinurdan Puji Lestari

-Perkembangan dan tantangan perakitan varietas

tahan dalam pengendalian wereng coklatdi IndonesiaEko Hari Iswanto, Untung Susanto, dan AN Jamil

Volume 34 Nomor 4, Desember 2015

JURNAL PENELITIANDAN PENGEMBANGANPERTANIANIndonesian Agricultural Research and Development Journal

ISSN 0216-4418

Page 4: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

Penentuan lokus gen dalam kromosom .... (Reflinur dan Puji Lestari) 177J. Litbang Pert. Vol. 32 No. 2 Juni 2013: ....-....

PENENTUAN LOKUS GEN DALAM KROMOSOM TANAMANDENGAN BANTUAN MARKA DNA

Determination of Gene Locus in Plant Chromosomes with DNA Marker

Reflinur dan Puji Lestari

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianJalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia

Telp. (0251) 8337975, 8339793, Faks. (0251) 8338820E-mail: [email protected], [email protected]

Diterima: 6 Juli 2015; Direvisi: 19 Oktober 2015; Disetujui: 29 Oktober 2015

ABSTRAK

Kemajuan teknik marka molekuler memberikan kemudahan bagipemulia tanaman dalam penentuan lokasi gen yang mengendalikankarakter yang diinginkan. Penentuan gen yang mengendalikansejumlah karakter penting dengan menggunakan marka genetiktelah berhasil dilakukan pada berbagai jenis tanaman. Sebelumpemetaan suatu marka molekuler terhadap karakter yangdiinginkan, diperlukan pemetaan genetik yang dikonstruksi darisejumlah marka molekuler. Pemetaan daerah dalam kromosomyang mengendalikan karakter kualitatif dan kuantitatif mendapatperhatian yang sangat besar dalam program pemuliaan. Penentuangen yang mengendalikan karakter kualitatif maupun kuantitatifmemerlukan populasi pemetaan. Metode umum yang digunakandalam penentuan lokasi gen yang mengendalikan karakter kualitatifialah bulk segregant analysis (BSA). Pendekatan tersebut terbuktimampu mempercepat penentuan lokasi gen dengan biaya yangrelatif rendah. Sebaliknya, penentuan lokasi gen yang mengen-dalikan sifat kuantitatif dilakukan melalui pemetaan quantitativetrait loci (QTL). Dibandingkan penentuan lokasi gen pengendalisifat kualitatif, pemetaan QTL lebih kompleks dan membutuhkankemampuan analisis statistik untuk menentukan daerah kromosomyang terkait dengan karakter kuantitatif tersebut. Tulisan inimembahas metode penentuan lokasi gen di dalam kromosom yangbertanggung jawab terhadap karakter penting tanaman denganmemanfaatkan marka molekuler dalam pemetaan genetik dananalisis QTL.

Kata kunci: Gen, lokus, marka molekuler, kromosom, karakterkualitatif, karakter kuantitatif

 

ABSTRACT

Advance in molecular marker techniques has facilitated breedersin tagging of genes conferring desirable traits. Tagging of genescontrolling a large number of economically important traits usinggenetic markers has been successfully applied in various crops.Before a molecular marker linked to a gene in a chromosome canbe mapped, a genetic linkage map constructed from molecularmarkers is necessary. Tagging of chromosomal regions affectingqualitative and quantitative traits received growing attention inplant breeding program. Tagging of genes controlling both

qualitative and quantitative traits required mapping populations.Bulk segregant analysis (BSA) is the usual method in locatinggenes controlling qualitative traits. BSA approach has proved afast method for tagging genes controlling qualitative traits withrelatively cheap cost. On the other hand, tagging of genesresponsible for quantitative traits has been carried out throughquantitative trait loci (QTLs) mapping approach. Compared toqualitative gene tagging, gene tagging for quantitative traits ismore complicated and required powerful statistical method tospecify chromosomal location linked to traits. In details, themethod for tagging genes for important traits was discussed in thisarticle, particularly, molecular marker application in geneticmapping and QTL analysis.

Keywords: Genes, locus, molecular markers, chromosomes,qualitative traits, quantitative traits

PENDAHULUAN

Penentuan lokus suatu gen dalam kromosom secarakonvensional maupun dengan bioteknologi

merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemuliatanaman untuk meningkatkan mutu suatu varietastanaman. Kegiatan ini membutuhkan peta genetik yangdikonstruksi berdasarkan marka molekuler, yang dapatdikelompokkan menjadi marka klasik dan marka DNA.Marka klasik meliputi marka morfologi, sitologi, danbiokimia. Marka genetik umumnya dimanfaatkan dalamkegiatan karakterisasi plasma nutfah, isolasi suatu gen,seleksi alel target yang terintrogresi pada suatu individu,dan perlindungan varietas (Henry 2001).

Marka morfologi memiliki kelemahan, terutamajumlahnya sangat terbatas, tingkat polimorfismenyarendah, dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.Meskipun dalam praktik marka morfologi lebih mudahdimonitor, beberapa marka morfologi, seperti warna bunga,biasanya muncul lebih lambat sehingga skoring tidakdapat dilakukan lebih awal (Poehlman dan Sleper 1995).Penggunaan marka sitologi dalam pembentukan petagenetik biasanya berbasis tampilan struktur kromosom.Marka sitologi jarang digunakan dalam pemetaan genetik

Page 5: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

178 J. Litbang Pert. Vol. 34 No. 4 Desember 2015: 177-186

karena memerlukan bantuan teknik molekuler. Markabiokimia seperti isozim memiliki tingkat polimorfisme yangtinggi, tetapi jumlah marka ini sangat terbatas dandipengaruhi oleh fase pertumbuhan tanaman.

Marka DNA lebih disukai dibanding marka genetiklainnya karena tingkat polimorfismenya sangat tinggi,jumlahnya banyak, tidak dipengaruhi oleh lingkungan,analisis sampel dapat dilakukan pada stadia awalpertumbuhan tanaman, dan tingkat heritabilitasnya 100%.Berdasarkan metode deteksinya, marka DNA dapatdibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu marka DNAberbasis teknik hibridisasi, polymerase chain reaction(PCR), dan berbasis sekuen DNA atau sekuensing DNA(Jones et al. 1997; Gupta et al. 2002).

Kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi markaDNA dapat mengatasi keterbatasan yang selama iniditemui pada marka morfologi, sitologi, dan biokimia.Melalui penggunaan marka DNA, pencapaian tujuansuatu program penelitian untuk penelitian dasar maupunpenelitian yang bersifat aplikatif dapat dipercepat dandipermudah. Pada penelitian dasar, penggunaan markaDNA lebih diarahkan sebagai alat bantu dalam analisishubungan kekerabatan antarindividu (analisis filogenetik)dan pencarian gen-gen potensial pada suatu spesiesdalam rangka perbaikan sifat atau karakter suatu individutanaman. Pada penelitian yang bersifat aplikatif, markaDNA antara lain digunakan sebagai alat bantu dalamkegiatan seleksi tanaman (marker assisted selection/MAS), penelusuran hubungan darah antara orang tua dananak, serta sebagai alat bantu bagi pihak yang berwenangdalam kegiatan inspeksi dan sertifikasi suatu produkmakanan ataupun identitas varietas. Dengan dipetakan-nya letak suatu gen dalam kromosom, seleksi suatukarakter yang diinginkan dengan tingkat presisi, akurasi,dan efisiensi seleksi yang tinggi dapat dilakukan dengancepat. Hal ini akan mempercepat program pengembanganvarietas baru. Tujuan dari tulisan ini adalah untukmengulas penentuan lokus suatu gen pada kromosomtanaman menggunakan bantuan marka molekuler.

KONSTRUKSI PETA GENETIK

Peta genetik (linkage maps) menunjukkan posisi dan jarakgenetik relatif antara marka-marka DNA di sepanjangkromosom suatu spesies (Paterson 1996; Collard et al.2005). Susunan dan urutan suatu marka dan jarak genetikrelatif marka-marka tersebut ditentukan berdasarkan nilairekombinasi dari pasangan marka yang digunakansehingga terbentuk grup-grup keterpautan. Padaprinsipnya, susunan atau urutan marka dalam suatu petaketerpautan dihitung berdasarkan konsep segregasi danrekombinasi, seperti yang dipaparkan dalam teoripewarisan pada hukum Mendel (Paterson 1996).

Ketersediaan peta genetik dengan tingkat resolusitinggi akan mempermudah penentuan lokus suatu gendalam kromosom, jumlah gen, dan kekuatan gen yang

bertanggung jawab terhadap karakter tertentu. Gen yangbertanggung jawab terhadap karakter kualitatif maupunkuantitatif dikenal sebagai quantitative trait loci (QTLs)(Mohan et al. 1997; Doerge 2002; Yim et al. 2002). Makinbanyak jumlah marka DNA yang digunakan dalam analisissegregasi, peluang untuk mendapatkan peta genetik yanglebih lengkap akan makin tinggi.

Peta genetik juga dapat memfasilitasi pemuliatanaman dalam mengintrogresikan gen atau QTLs yangdiinginkan melalui program MAS dan membantu parapeneliti dalam studi komparatif kemiripan susunan danfungsi suatu gen dalam mengekspresikan fenotipe darispesies-spesies yang berbeda (Ahn dan Tanksley 1993;Paterson et al. 2000). Bahkan, ketersediaan peta genetikmenjadi dasar dalam kloning suatu gen yang bertanggungjawab terhadap karakter yang memiliki nilai ekonomistinggi atau yang dikenal sebagai positional or map-basedcloning (Mohan et al. 1997). Dalam pembentukan petagenetik, metode dan teknik yang digunakan harussederhana, tetapi tingkat akurasinya tinggi, mudahdiadopsi oleh pengguna, cepat dalam pengerjaannya, danefektif dalam biayanya.

Pada dasarnya pemetaan genetik didasarkan padaprinsip bahwa gen (marka atau lokus) bersegregasimelalui rekombinasi kromosom selama proses meiosissehingga memungkinkan para pemulia melakukan analisissegregasi gen tersebut pada individu-individuturunannya (Paterson 1996). Gen atau marka DNA yangsaling berdekatan (tightly-linked markers) diwariskansecara bersama-sama dari tetua kepada progeninyadengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkandengan gen atau marka yang letaknya berjauhan satudengan lainnya (Gambar 1). Pada suatu populasi yangbersegregasi, genotipe tetua maupun genotipeheterozigot (rekombinan) akan diwariskan pada generasiberikutnya sebagai hasil persilangan dari kedua tetua.Dengan demikian dapat dihitung fraksi rekombinasiyang menjadi dasar dalam menghitung jarak genetik diantara marka DNA yang dipetakan. Selanjutnya, nilaifraksi rekombinasi tersebut dikonversi menggunakansuatu fungsi (mapping function) ke dalam satuan petamap yang dikenal dengan istilah centiMorgan (cM).

Melalui analisis segregasi, urutan marka DNA danjarak relatif di antara marka-marka tersebut dapatditentukan. Nilai frekuensi rekombinasi antara dua markayang makin kecil menunjukkan kedekatan lokasi keduamarka tersebut dalam suatu kromosom. Sebaliknya, makintinggi frekuensi rekombinasi antara dua marka, makin jauhjarak keduanya pada suatu kromosom. Suatu marka ataugen dikatakan terpaut apabila memiliki nilai frekuensirekombinasi kurang dari 50% (Hartl 1988). Marka-markadengan nilai frekuensi rekombinasi 50% dikategorikansebagai marka yang tidak terpaut satu sama lain. Hal inidiasumsikan bahwa marka-marka tersebut berada padaposisi yang berjauhan dalam kromosom yang sama ataukemungkinan terletak pada kromosom yang berbeda(Hartl dan Jones 2001).

Page 6: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

Penentuan lokus gen dalam kromosom .... (Reflinur dan Puji Lestari) 179

Jumlah marka yang digunakan dalam mengonstruksipeta genetik akan menentukan kelompok pautan yangdapat dikonstruksi. Tersedianya marka DNA dalam jumlahbesar dan tersebar pada seluruh kromosom suatu tanamanakan sangat membantu kesuksesan konstruksi petagenetik dengan kerapatan tinggi. Sebaliknya, pemben-tukan peta genetik dengan jumlah marka DNA yangterbatas menyebabkan peta pautan yang terbentukrendah.

Di Indonesia, pembentukan peta genetik umumnyadilakukan untuk deteksi dan karakterisasi lokus yangmengendalikan karakter kuantitatif. Beberapa penelitianyang terkait dengan konstruksi peta genetik telahdilaporkan, antara lain pembentukan peta genetik bit gula(Setiawan 2001), jagung (Roberdi et al. 2010), kedelai(Tasma et al. 2011), dan padi (Lestari et al. 2011). Padapembentukan peta genetik bit gula, 226 lokus amplifiedfragment length polymorphism (AFLP) telah berhasildipetakan pada sembilan kromosom (Setiawan 2001).Panjang peta genetik bit gula yang dikonstruksi tersebutadalah 744 cM atau meliputi 70% genom bit gula denganjarak rata-rata antarmarka 3,1 cM. Roberdi et al. (2010)mendapatkan dua kelompok pautan marka SSR yangdikonstruksi dari 175 galur BC

1F

1hasil persilangan antara

jagung kultivar MR-4 x AMATLCOHS-9-1-1-1-1-1-2-B.Kelompok pautan tersebut terdiri atas 12 marka SSR padakromosom 6 dan 11 penanda SSR pada kromosom 7. Jarakantarmarka SSR yang dipetakan masih tergolong agakjauh dengan kisaran 14,437,5 cM. Lebih lanjut, Roberdi etal. (2010) melaporkan bahwa terbatasnya jumlah markayang digunakan dalam konstruksi peta genetikmenyebabkan jumlah peta pautan yang dapat dibentuksedikit. Dalam pemetaan lokus yang terkait dengankarakter tahan bulai pada jagung, Roberdi et al. (2010)

menyatakan bahwa untuk mendapatkan peta genetik yangbaik, jumlah primer yang tersebar pada seluruh kromosomjagung harus diperbanyak untuk mengisi posisi di antaraprimer yang telah digunakan pada pembentukan petapautan sebelumnya.

Tasma et al. (2011) berhasil memetakan 119 dari 122marka SSR pada delapan kromosom kedelai dengan jarakmarka berkisar antara 2,230 cM dan jarak rata-rataantarmarka yang berdekatan 10,7 cM. Dibandingkan petapautan marka DNA Roberdi et al. (2010), peta pautan yangdiperoleh Tasma et al. (2011) lebih banyak dan kerapatanpautan marka DNA juga lebih baik. Hal ini karena jumlahmarka SSR yang digunakan pada pembentukan petagenetik kedelai lebih banyak dibandingkan dengan yangdigunakan pada konstruksi peta genetik jagung.Konstruksi suatu peta genetik memerlukan empat tahapan(Semagn et al. 2006), yaitu: 1) pembentukan populasipersilangan atau populasi mapping (jenis populasi danukuran sampel), 2) penentuan jenis marka DNA yangdigunakan dalam genotyping populasi mapping, 3)skrining tetua untuk menentukan marka yang polimorfis diantara tetua persilangan, dan 4) analisis keterpautan(penghitungan frekuensi rekombinasi di antara marka,pembentukan grup keterpautan, estimasi jarak peta, danpenentuan urutan marka).

PEMILIHAN TETUA DAN JENISPOPULASI

Pemilihan tetua persilangan dalam pengembanganpopulasi mapping menentukan keberhasilan pemetaangen yang menjadi target dalam pemuliaan tanaman. Tetua-tetua persilangan yang dipilih harus berbeda secara

Gambar 1. Skema rekombinasi kromosom homolog selama proses meiosis. Gamet yang terbentuk setelah proses meoisis terdiri atas gametinduk atau tetua (T) dan gamet rekombinan (R). Semakin kecil jarak dua marka, semakin kecil terjadinya rekombinasi di antara keduamarka tersebut. Rekombinasi antara marka G dan H akan lebih sering terjadi dibanding rekombinasi antara marka E dan F. Apabila dilakukananalisis jumlah rekombinasi pada populasi mapping, marka E dan F akan terletak pada posisi yang berdekatan dibandingkan marka G danH (model diadopsi dari Collard et al. 2005).

Gamet FrekuensiE F

E f

e F

e F

E F

E F

G H

G h

g H

g h

E

E

E

E

E

E

E

E

45%

30 %

20 %

20 %

30%

5 %

5 %

45%

e f

e f

G H

G Hg h

g h

Page 7: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

180 J. Litbang Pert. Vol. 34 No. 4 Desember 2015: 177-186

genetik atau ekstrem pada satu atau lebih karakter targetyang telah ditentukan. Sebagai contoh, tetua betina(resipien) dipilih dari kultivar unggul komersial denganproduktivitas tinggi, tetapi tidak memiliki gen ketahananterhadap suatu penyakit, sementara tetua jantan (donor)dipilih dari kultivar yang memiliki gen ketahanan. Disamping perbedaan yang ekstrem secara genetik,pertimbangan lain yang harus diperhatikan ialahhubungan jarak genetik di antara kedua tetuanya tidakterlalu jauh. Apabila jarak genetiknya terlalu jauh, sterilitasbenih yang dihasilkan progeninya menjadi tinggi atauakan mengakibatkan fenomena distorsi atau lebih dikenalsebagai segregation distortion.

Beberapa populasi mapping yang digunakan dalampembentukan peta genetik dapat dilihat pada Gambar 2.Dalam pemetaan, setiap populasi mapping memilikikelebihan dan kekurangan (McCough dan Doerge 1995;Paterson 1996). Pemilihan jenis populasi persilangan akanmenentukan efisiensi dan kesuksesan pembentukan petaketerpautan genetik. Pemilihan jenis dan ukuran populasimapping yang tepat untuk studi pemetaan bergantungpada tujuan penelitian, waktu yang tersedia untukpengembangan populasi, dan jenis marka DNA yangdigunakan (bersifat dominan atau kodominan). Terkaitdengan ukuran populasi, belum ada penelitian yangsecara spesifik mempelajari ukuran populasi yang palingideal untuk mendapatkan peta genetik yang akurat.Berdasarkan simulasi, Ferreira et al. (2006) yangmenggunakan ukuran populasi 501.000 individu darimasing-masing populasi F

2, BC, RILs, dan DH melaporkan

jenis dan ukuran populasi mapping sangat memengaruhikeakuratan peta genetik yang dihasilkan.

Beberapa penelitian pemetaan genetik telah dilakukandi Indonesia. Meskipun ukuran populasi yang digunakantidak mencapai jumlah maksimal yang disimulasikan olehFerreira et al. (2006), namun masih berada dalam kisaranyang telah disimulasikan tersebut. Sanjaya et al. (2002)menggunakan 365 individu F

2 dalam membuat peta

genetik cabai untuk memetakan karakter ketahanan

terhadap penyakit antraknosa. Selanjutnya Roberdi et al.(2010) menggunakan 175 progeni BC

1F

1hasil silang balik

antara tetua MR-4 dan AMATLCOHS-9-1-1-1-1-1-2-Bdalam pembentukan peta genetik jagung tahan penyakitbulai. Tasma et al. (2011) menggunakan 100 progeni F

2

kedelai hasil silangan kultivar B3462 dan B3293 untukmengonstruksi peta keterpautan 125 marka SSR padadelapan kromosom kedelai. Dalam pemetaan genketahanan terhadap penyakit blas pada tanaman padi,Lestari et al. (2011) membuat peta genetik 112 markamolekuler pada 12 kromosom padi. Ukuran populasi untukmengonstruksi peta genetik padi adalah 123 galur BC

2F

2

yang dikembangkan dari persilangan antara Way Raremdan Oryzica Llanos-5.

Ukuran populasi yang terlalu kecil akan menyebab-kan terjadinya fragmentasi pada kelompok pautan dansusunan lokus pada peta tidak akurat. Dalam praktiknya,pada studi awal pemetaan genetik, ukuran populasi yangdibutuhkan berkisar antara 50250 individu (Mohan et al.1997), tetapi untuk membentuk peta genetik yang lebihlengkap (high resolution mapping) diperlukan ukuranpopulasi yang lebih besar.

Marka DNA yang bermanfaat ialah marka DNA yangpolimorfis, yaitu yang mampu membedakan kedua tetuapersilangan secara genetik. Makin banyak marka DNApolimorfis yang mencakup semua lokasi genom suatuindividu, semakin besar peluang untuk mendapatkan petagenetik yang lebih lengkap dan akurat. Marka polimorfisjuga dideskripsikan sebagai marka kodominan ataudominan, yakni berdasarkan kemampuan marka tersebutdalam membedakan individu-individu yang homozigotdan heterozigot. Marka kodominan ditunjukkan olehadanya perbedaan dalam ukuran pita DNA dari satuindividu dengan lainnya, sebaliknya marka dominanditunjukkan oleh ada tidaknya pita dalam ukuran yangsama. Secara sederhana, perbedaan ukuran pita DNAyang terlihat pada suatu gel disebut sebagai alel. Markakodominan bisa terdiri atas banyak alel yang berbeda,sedangkan marka dominan hanya memiliki dua alel

Gambar 2. Skema pengembangan jenis populasi mapping pada tanaman yang menyerbuk sendiri (diadopsi dari Collard et al. 2005).

T1

x T2

F1

Double haploid

Galur Inbrida Rekombinan (RIL)

F2

Penggandaan kromosom melaluikultur antera

Satu individu tanaman hasil seleksipada setiap generasi

Silang balik ketetua resipien

BC1F2

BC1

F1

x T2

= self pollinationx = silang

Page 8: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

Penentuan lokus gen dalam kromosom .... (Reflinur dan Puji Lestari) 181

(Collard et al. 2005). Di samping ukuran populasi,pemilihan marka DNA (dominan atau kodominan) jugamenentukan keakuratan peta genetik. Pada umumnya,peneliti Indonesia memanfaatkan marka DNA kodominan,seperti SSR dalam pemetaan gen target yangmengendalikan suatu karakter penting pada tanaman.Sebagai contoh, Lestari et al. (2011) menggunakan 112marka DNA kodominan yang terdiri atas 110 marka SSRdan dua marka SNP untuk memetakan gen ketahananterhadap penyakit blas pada tanaman padi. Demikian jugapeta genetik yang dibentuk pada penelitian pemetaan genketahanan terhadap penyakit bulai pada tanaman jagung(Roberdi et al. 2010) dan gen yang bertanggung jawabterhadap karakter toleran cekaman keracunan alumuniumpada kedelai (Tasma et al. 2011). Menurut Ferreira et al.(2006), peta yang dikonstruksi dari populasi RIL dan F

2

dengan menggunakan marka DNA yang bersifatkodominan lebih akurat dibanding menggunakan markadominan.

Populasi mapping F2 dan silang balik (backcross)

merupakan jenis populasi yang paling sederhana karenapengembangan populasi ini sangat mudah danmemerlukan waktu relatif cepat dibandingkan denganjenis populasi lainnya. Namun, kedua jenis populasi inibelum stabil karena komposisi genotipe heterozigot padaindividu turunannya masih sangat tinggi dan benih yangdiperoleh dari kedua jenis populasi ini belum dapatdiperbanyak secara sempurna. Sebaliknya, populasimapping seperti recombinant inbred lines (RILs), near-isogenic lines (NILs), dan doubled-haploids (DHs)bersifat stabil karena homogen dan dikenal sebagai true-breeding lines karena individu-individu yang dihasilkandari populasi ini dapat diperbanyak dan diproduksi tanpaterjadi perubahan genetik. Dalam kegiatan kerja samaantarlaboratorium, biasanya peneliti menggunakan benihyang berasal dari RILs, NILs, dan DHs untuk salingmelengkapi peta genetik (Young 1994; He et al. 2001).Dalam praktiknya, pengembangan populasi RILs danNILs membutuhkan waktu lama sehingga menjadi masalahutama dalam pembentukan peta genetik berbasis keduajenis populasi tersebut. Sebaliknya pengembanganpopulasi DHs lebih cepat dibandingkan dengan populasiRILs dan NILs, tetapi ketersediaan protokol baku dalamteknik kultur in vitro haploid suatu spesies menjadipenentu kesuksesan pengembangan populasi DHs.

PENENTUAN LOKUS GENPENGENDALI KARAKTER

KUALITATIF

Pencarian lokus gen yang mengendalikan sifat kualitatifmembutuhkan waktu lebih singkat dibandingkan dengangen yang mengendalikan karakter kuantitatif karena tidakmembutuhkan peta genetik lengkap. Pemetaan gen-genpengendali karakter kualitatif dapat dipercepat melaluibulk segregant analysis (BSA). Teknik ini umumnya

digunakan dalam pemetaaan gen-gen yang polapewarisannya sederhana (kualitatif), namun dapat puladipakai dalam pemetaan lokus kuantitatif atau QTL major(Wang dan Paterson 1994). Pada teknik BSA, pencarianlokasi spesifik suatu marka DNA dalam kromosom yangterkait dengan sifat tertentu dilakukan denganmengumpulkan DNA (bulks atau pool) dari sejumlahindividu yang menunjukkan kesamaan fenotipe(Michelmore et al. 1991), misalnya dalam penentuan lokusgen pengendali sifat ketahanan terhadap suatu penyakit.Peta genetik dari marka DNA yang berada di sekitar lokusketahanan dapat ditentukan dari suatu populasi yangbersegregasi dengan cara mem-pool DNA (sekitar 1020individu) dari individu-individu tahan menjadi satu bulkdan individu-individu tidak tahan menjadi satu bulk.

Dengan membuat DNA bulk, semua lokuspengendali sifat yang ada pada populasi yang diuji, selainlokus yang mengandung daerah target (misalnya genketahanan), akan bersifat acak. Dengan menganalisis(genotyping) kedua pool DNA dengan sejumlah markaDNA polimorfis, akan diperoleh marka DNA yang secaraspesifik dapat membedakan kedua pool DNA tersebut.Marka polimorfis pada kedua pool merupakan marka yangterkait dengan gen target. Marka DNA tersebut padatahapan berikutnya digunakan untuk genotyping semuaindividu pada populasi yang digunakan dan melokalisasimarka DNA yang terpaut dengan gen target untukkegiatan fine mapping ataupun kloning.

Penelitian terkait dengan penentuan lokus genpengendali karakter kualitatif belum banyak dilaporkan diIndonesia. Hal ini kemungkinan karena program penelitiandasar belum mendapat perhatian khusus, sebaliknya parapeneliti Indonesia lebih banyak memanfaatkan markaDNA yang berasosiasi dengan gen pengendali karakteryang telah dilaporkan oleh peneliti di luar negeri untukdiaplikasikan dalam menyeleksi materi pemuliaan yangdikembangkan di Indonesia. Namun, penelitian terbarudalam penentuan salah satu lokus gen pengendali tandanbuah keras, yang merupakan salah satu karakter kualitatifpenting pada tanaman kelapa sawit, telah dilaporkan olehRoberdi et al. (2015). Fenomena tandan buah keras seringkali menjadi permasalahan utama dalam pemanenan buahkelapa sawit. Pada penelitiannya, Roberdi et al. (2015)berhasil mendapatkan marka AFLP yang terkait denganfenomena tandan buah keras. Dari 22 kombinasi primerAFLP yang polimorfis pada dua jenis tandan buah, yaitunormal dan keras, diperoleh satu kombinasi primer, yaituEACC/M-CTG yang konsisten muncul pada DNAtanaman tandan buah keras dan tidak ada pita pada DNAtanaman buah normal. Lebih lanjut, analisis sekuen pitaspesifik dari lokus ini diketahui mempunyai kemiripandengan Ty-1 copia retrotransposon. Sekuen tersebutterdistribusi secara merata pada 16 kelompok pautangenom tanaman kelapa sawit. Dengan demikian, melaluipenentuan lokus karakter buah keras pada genom kelapasawit, gen tersebut dapat diisolasi dan dimanfaatkandalam program pemuliaan kelapa sawit.

Page 9: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

182 J. Litbang Pert. Vol. 34 No. 4 Desember 2015: 177-186

PEMETAAN KARAKTERKUANTITATIF (QTL)

Peningkatan mutu suatu sifat kuantitatif tanaman sangatpenting dalam program pemuliaan. Melalui studi pedigreedalam program pemuliaan konvensional, biasanyapemulia menyilangkan dua tetua tanaman lalu dilakukanproses seleksi secara berkelanjutan hingga diperolehgalur yang paling baik. Galur harapan tersebut akandievaluasi lebih lanjut dalam suatu rentetan kegiatanpengujian fenotipik di berbagai lokasi di lapangansehingga memenuhi syarat untuk dilepas sebagai varietasunggul baru. Galur-galur yang terpilih diasumsikansebagai galur yang memiliki kombinasi alel paling baikdalam mengekspresikan suatu karakter. Programpemuliaan seperti ini membutuhkan tenaga yang banyak,lahan yang luas, dan biaya yang besar. Denganketerbatasan tersebut, pemulia tanaman membutuhkanmetode yang lebih ekonomis dan praktis dalammengidentifikasi galur-galur harapan sedini mungkin,yaitu seleksi terhadap galur-galur yang mengandung alelQTL yang berkontribusi besar terhadap suatu karakter.Oleh karena itu, pemulia tanaman dan ahli genetikamolekuler secara bersama-sama terus berusahamengembangkan teori dan teknik genetika molekuler agardapat diaplikasikan dalam identifikasi QTL.

Data yang dibutuhkan dalam identifikasi marka DNAyang terkait dengan QTL ialah data kuantitatif fenotipiksetiap individu dalam suatu populasi yang bersegregasidan data molekuler (genotipik) dari masing-masingindividu (misalnya homozigot tetua A, heterozigot, atauhomozigot tetua B), sesuai dengan jenis populasi yangdigunakan. Dua jenis populasi mapping yang seringdigunakan dalam pemetaan QTL ialah populasi F

2*3 (famili

F3 yang berasal dari populasi F

2) dan inbrida rekombinan

(RIL). Salah satu kelebihan penggunaan populasi F2*3

yaitu efek aditif dan dominan dari aksi gen pada lokusyang spesifik dapat dihitung. Sementara dalampenggunaan populasi inbrida rekombinan, pemulia hanyadapat memprediksi gen aditif karena populasi RIL terdiriatas galur-galur yang homozigot. Untuk pengujian efeklingkungan terhadap QTL di lokasi dan tahun yangberbeda, penggunaan populasi RIL lebih menguntungkankarena materi tanaman yang dikembangkan dengan tipepopulasi ini sudah stabil sehingga dapat mendukungpercobaan dalam skala besar.

Berbeda dengan pemetaan gen yang mengendalikankarakter kualitatif, pencarian lokasi gen pengendali sifatkuantitatif (QTL) lebih rumit karena kompleksitas gentersebut. Pemetaan QTL membutuhkan kombinasi antarateknik genetika modern dan analisis statistik yangdidukung perangkat lunak yang andal. Data genotipikdan fenotipik sebagai hasil analisis segregasi populasidianalisis dengan perangkat lunak untuk memperolehmarka DNA yang berasosiasi dengan karakter kuantitatif.Apabila daerah pada kromosom yang bertanggungjawab terhadap suatu karakter kuantitatif sudah

diperoleh, tahapan selanjutnya ialah seleksi galur harapandalam populasi tersebut yang hanya mengandungalel yang memberikan efek positif terhadap lokuskuantitatif.

Beberapa contoh populasi mapping yang digunakandalam pemetaan QTL yaitu populasi F

2, haploid ganda,

populasi silang balik (backcross), galur inbridarekombinan (RIL), dan silang balik berbasis inbridarekombinan (BIL) yang dikembangkan untuk menentukanlokus gen yang terkait dengan karakter kuantitatif padatanaman padi. Meskipun masing-masing jenis populasimemiliki kelebihan dan kekurangan, penentuan populasimapping yang akan digunakan biasanya disesuaikandengan arah penelitian. Xu et al. (2006) menggunakanpopulasi F

2 untuk memetakan gen yang bertanggung

jawab terhadap karakter toleran genangan. Lanceras et al.(2004) menggunakan galur-galur haploid ganda untukmemetakan lokus yang terkait dengan karakter tolerankekeringan. Ren et al. (2005) memanfaatkan populasisilang balik (BC

2F

2 dan BC

3F

2) dalam memetakan lokus

kuantitatif untuk karakter toleransi tanaman padi terhadapsalinitas tinggi. Sementara itu, Wissuwa et al. (2006)menggunakan galur-galur dari populasi inbridarekombinan (RIL) dalam memetakan karakter toleransitanaman terhadap kekurangan seng (Zn). Matsubara et al.(2008) menggunakan galur-galur inbrida rekombinan yangdikembangkan secara silang balik (BIL) dalam memetakanlokus kuantitatif yang terkait dengan karakter hariberbunga pada tanaman padi.

Di Indonesia, beberapa lokus pengendali karakterkuantitatif pada tanaman telah ditemukan. Pada tanamankentang, Tutupary et al. (2004) berhasil menentukan lokusgen pengendali karakter ketahanan terhadap penyakithawar daun kentang pada kromosom 4 yang berasosiasidengan marka GP180. Marka ini dapat digunakan untukmenentukan gen ketahanan tanaman kentang terhadapPhytophthora infestans dalam program perbaikan varietaskentang di Indonesia. Pada tanaman padi, Utami et al.(2005) berhasil mengidentifikasi dua lokus gen pengendalikarakter tahan blas pada kromosom 2, yaitu gen Pir2-1(t)yang berasal dari padi liar Oryza rufipogon tahanterhadap ras blas 001 dan gen Pir2-3(t) yang berasal darivarietas IR64 yang tahan terhadap ras blas 173. Populasimapping yang digunakan Utami et al. (2005) adalah BC

2F

2

dan lokus gen yang mengendalikan karakter tahanterhadap ras blas 001 (Pir2-1 (t)) ditandai oleh primerRM263, sedangkan lokus gen ketahanan terhadap ras blas173 ialah RM250. Lestari et al. (2011) berhasil menentukan16 lokus QTL yang bertanggung jawab terhadapketahanan tanaman padi terhadap penyakit blas denganmenggunakan populasi BC

2F

2, hasil persilangan antara

Way Rarem//Oryzica Llanos5. Lokus gen yangbertanggung jawab terhadap karakter tahan blas yangberasal dari varietas Way Rarem ditemukan padakromosom 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 11. Di antara lokus yangditemukan tersebut, marka RM426 yang merupakan markaDNA fungsional yang menyandikan gen kandidat dalam

Page 10: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

Penentuan lokus gen dalam kromosom .... (Reflinur dan Puji Lestari) 183

mekanisme ketahanan (Oxalate oxidase) pada kromosom3 berasosiasi dengan salah satu ras blas Indonesia yangmemiliki tingkat virulensi tinggi dan banyak ditemukanpada pertanaman padi gogo, yaitu ras 173. Diketahuinyalokus gen yang berasosiasi dengan karakter ketahananblas tersebut akan sangat membantu program perakitanvarietas padi gogo tahan penyakit blas, antara lain denganmerakit varietas padi yang membawa lebih dari satu genketahanan blas atau gen piramida.

Pada era tahun 1990-an, marka DNA yang seringdigunakan dalam penentuan lokus yang bertanggungjawab terhadap karakter kuantitatif adalah markarestriction fragment length polymorphism (RFLP) danrandom amplified polymorphic DNA (RAPD ) (Mohan etal. 1994; Lin et al. 1996; Zhang et al. 1996; Huang et al.1997). Karakterisasi QTL pada era ini menghadapi berbagaikesulitan terutama teknis pelaksanaannya membutuhkanwaktu relatif lama karena belum tersedianya informasisekuen genom secara lengkap untuk pencarian lokuskuantitatif. Dengan tersedianya sekuen lengkap dari suatugenom, misalnya pada tanaman padi, sejak sekuen genomtanaman padi selesai dibuat, konstruksi populasi mappingdan analisis QTL menjadi lebih efisien dan tenaga jugasemakin berkurang. Hal ini membuka peluangpengembangan marka DNA dalam pemetaan QTL, terutamamarka DNA yang bersifat kodominan dan pelaksanaannyaberbasis PCR. Sebagai contoh adalah marka cleavedamplified polymorphic site (CAPS), mikrosatelit atausimple sequence repeats (SSR), dan single nucleotidepolymorphism (SNP) yang umumnya bersifat kodominan.Marka CAPS adalah marka DNA yang paling sederhanadalam analisis molekuler. Marka ini memiliki tingkatpolimorfisme dan heritabilitas yang tinggi (Komori danNitta 2005). Kelengkapan informasi sekuen suatu genomtanaman juga memberikan kemudahan bagi peneliti dalampengembangan marka SSR yang jumlah dan variasinyasangat tinggi dalam suatu genom tanaman. Hal ini makinmeningkatkan penggunaan marka SSR dalam identifikasiQTL (McCouch et al. 1997; 2002; Gupta dan Varshney 2000)karena tingkat reliabilitas marka SSR lebih baik dibandingmarka DNA lainnya, tingkat polimorfismenya tinggi, dantersebar luas pada seluruh genom tanaman. Marka DNAyang dinilai lebih menjanjikan dalam analisis molekuler padamasa mendatang ialah marka SNP, yang tersedia palingbanyak pada setiap spesies (Nasu et al. 2002; Rafalski2002).

Sejalan dengan pengembangan marka DNA, jenispopulasi yang paling cocok dan lebih menjanjikan dalampemetaan QTL terus dikembangkan oleh pemuliatanaman. Usaha ini dilakukan untuk mengantisipasikelemahan penggunaan populasi mapping utama sepertiF

2 dan RIL di mana hanya QTL yang menunjukkan efek

yang luas saja (major QTL) yang dapat dideteksi melaluipopulasi tersebut. QTL yang kontribusinya kecil (minorQTL) dan QTL yang berinteraksi dengan lokus lain(epistatic QTL) bisa saja tidak teridentifikasi padapopulasi tersebut (Yano dan Sasaki 1997).

Pembedaan QTL mayor dan minor didasarkan padabesaran kontribusi suatu QTL terhadap nilai fenotipik,yang ditentukan dari nilai koefisien determinan (R2) yangdiperoleh dari analisis regresi antara marka DNA dankarakter kuantitatif. Apabila nilai R2 > 10% maka QTLdigolongkan sebagai QTL yang bersifat major, sebaliknyaQTL dengan nilai R2 < 10% dikategorikan sebagai QTLminor. QTL major lebih stabil pada setiap lingkungan,sementara QTL minor sangat sensitif terhadaplingkungan, khususnya QTL yang terkait denganketahanan terhadap suatu penyakit tanaman (Li et al.2001; Lindhout 2002; Pilet-Nayel et al. 2002).

QTL epistasis dan QTL minor umumnya dapatdideteksi pada progeni yang berasal dari populasi silangbalik pada generasi lebih lanjut (Lin et al. 2000; Yamamotoet al. 2000; Lin et al. 2003). Meskipun melalui primarymapping population lokasi QTL dapat diidentifikasi,pengembangan progeni isogenik (NILs) masih diperlukandan merupakan salah satu syarat penting agar pemetaandan kloning QTL bisa dilakukan.

Pengembangan materi tanaman seperti tersebut diatas membutuhkan tenaga yang besar dan waktu yanglebih lama sehingga sering kali menjadi hambatan dalammelakukan kloning QTL (map-based cloning of QTL).Oleh karena itu, pemulia tanaman dan ahli genetikmengembangkan populasi yang lebih sesuai dalampemetaan QTL. Sebagai contoh adalah chromosomesegment substitution lines (CSSLs), introgression lines(ILs), dan recombinant chromosome substitution lines(RCSLs) yang sangat efektif untuk mendeteksi QTL.Identifikasi QTL dengan menggunakan galur-galur yangdikembangkan dengan teknik CSSL lebih efektif (Kuboet al. 2002; Ebitani et al. 2005; Ando et al. 2008; Liu etal. 2008; Zhao et al. 2009) dan dapat membantupengembangan suatu kultivar yang superior dalamprogram pemuliaan tanaman. Pada galur-galur CSSL,masing-masing galur akan memiliki kromosom yangmemiliki latar belakang genetik seperti tetua resipiennyadan hanya segmen tertentu yang secara spesifikdigantikan oleh satu segmen kromosom yang berasal daritetua donornya. Dengan demikian, setiap galur CSSL akantersubstitusi pada segmen kromosom yang berbeda satusama lainnya dan semua galur yang tersubstitusi akanmencakup keseluruhan latar belakang genetik dari tetuaresipien.

ANALISIS STATISTIK PEMETAANGENETIK

Metode yang umum dipakai dalam analisis keterkaitanantara data fenotipik dan data genotipik dalam identifikasiQTL yaitu analisis statistik sederhana (single-markeranalysis), simple interval mapping (SIM), dan compositeinterval mapping (CIM) (Tanksley 1993; Liu 1998).Single-marker analysis merupakan metode statistik yangpaling sederhana untuk mendeteksi QTL yang berasosiasi

Page 11: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

184 J. Litbang Pert. Vol. 34 No. 4 Desember 2015: 177-186

dengan satu marka DNA. Pada metode ini, analisisstatistik yang digunakan meliputi uji t (T-test), anova, danregresi liner. Namun, uji regresi lebih sering dipakai padametode ini karena nilai koefisien determinasi (R2) darimarka tersebut menunjukkan variasi fenotipik dari QTLyang terpaut dengan marka DNA. Perangkat lunak yangumum dipakai dalam single marker analysis adalahQGene dan MapManager QTX (Nelson 1997; Manly et al.2001).

Identifikasi QTL menggunakan metode SIM, secarastatistik lebih akurat daripada single-marker analysis(Lander dan Dotstein 1989; Liu 1998) karena posisi QTLbisa ditentukan dalam interval dua marka DNA yangletaknya berdekatan (Lander dan Dotstein 1989).Perangkat lunak yang biasa dipakai dalam identifikasi QTLdengan menggunakan metode SIM yaitu MapMaker/QTL(Lincoln et al. 1993) dan QGene (Nelson 1997). MetodeCIM mengombinasikan metode interval mapping denganregresi linear (Jansen 1993; Jansen dan Stam 1994; Zeng1994). Identifikasi QTL menggunakan analisis CIMmemberikan hasil yang lebih tepat dan akurat serta lebihefektif dibandingkan metode single-marker analysis danSIM, terutama karena kemampuan metode ini dalammenganalisis interaksi antar-QTL (epistasis). Perangkatlunak yang biasa dipakai untuk deteksi QTL denganmenggunakan metode CIM adalah QTL Cartographer(Basten et al. 2001; Wang et al. 2001), MapManager QTX(Manly et al. 2001), dan PLABQTL (Utz dan Melchinger1996).

Pada metode single-marker analysis, hasil analisisQTL biasanya berupa tabel yang menunjukkan markayang terpaut dengan QTL, kromosom atau linkagegroup, nilai probabilitas, dan persentase variasifenotipik sebagai kontribusi dari QTL (R2). Sementaraanalisis statistik menggunakan metode SIM dan CIMmenghasilkan nilai LOD (logarithmic of odds) ataulikelihood ratio statistic (LRS). Kedua nilai ini dapatdikonversi satu sama lain berdasarkan penghitunganberikut, LRS = 4,6 × LOD (Liu 1998). Posisi yang palingtepat dari QTL dalam suatu peta keterpautan ditentukanberdasarkan nilai LOD yang paling tinggi, biasanyaditunjukkan oleh grafik di mana sumbu X adalah markaDNA dalam kromosom atau linkage group dan nilaistatistiknya berada pada sumbu Y. Prinsip dan metodestatistik dalam analisis marka DNA yang berasosiasidengan lokus kuantitatif bisa dipelajari lebih rinci padamanual yang tersedia pada setiap perangkat lunak.

PERSPEKTIF

Penentuan lokus suatu gen dalam kromosom denganmenggunakan marka DNA perlu dilakukan sebelum markaDNA tersebut digunakan sebagai alat bantu seleksi untukmendapatkan individu yang memiliki karakter yangdiinginkan. Ketersediaan genom total suatu spesiestanaman mempermudah dan mempersingkat upaya

menemukan gen target. Identifikasi suatu gen yangdiinginkan menjadi titik masuk untuk mengetahui dasarinformasi dari karakter yang dikontrol (Fassetti et al. 2011;Mainali et al. 2014). Informasi penting tentang mutasi danstruktur gen sudah selayaknya diinvestigasi secara totaldan dipublikasi.

Penggunaan marka molekuler sangat menjanjikandalam program pemuliaan tanaman, terutama dalammembantu penandaan gen-gen yang mengontrol karakteryang diinginkan, seperti produktivitas dan ketahananterhadap hama dan penyakit tanaman serta kondisilingkungan yang ekstrem. Marka DNA juga sangatpenting dalam meningkatkan efisiensi seleksi untukkarakter penting melalui MAS. Dengan demikian kedepan, pemanfaatan marka molekuler yang telah diketahuifungsionalnya dan functional genomics akan membantupemulia dalam pengembangan varietas tanaman.Sekuensing genom skala besar dan bioinformatik terkaitmenjadi alat dalam mengakselerasi analisis struktur genomdan fungsinya yang secara otomatis mempermudahidentifikasi gen-gen penting dalam kromosom (Picherskydan Gerats 2011).

Dengan mengetahui konsep dasar pencarian lokasigen dalam kromosom, peluang untuk memanfaatkanteknologi berbasis marka DNA di Indonesia, khususnyapada institusi yang bergerak dalam penelitian berbasisbioteknologi pertanian akan makin terbuka lebar. Ribuankoleksi plasma nutfah pertanian yang tersedia perludieksploitasi secara terarah sehingga sumber-sumbergenetik yang potensial dapat diidentifikasi, diklon, dandimanfaatkan dalam program perbaikan suatu varietas.Tersedianya berbagai fasilitas penunjang penelitianbiologi molekuler, termasuk alat next generationsequencing (NGS) akan makin membuka peluang danmempercepat upaya mengoleksi dan memanfaatkan gen-gen yang berasal dari plasma nutfah Indonesia.

KESIMPULAN

Penentuan lokus gen dalam kromosom sangat pentingdalam kegiatan pemuliaan tanaman. Ketersediaan petagenetik dengan tingkat resolusi tinggi akan mem-permudah penentuan lokus suatu gen dalam kromosom.

Penentuan lokus suatu gen harus didukung olehketersediaan peta genetik yang dibentuk dari marka DNApolimorfis yang mampu membedakan tetua dari populasipersilangan. Tetua-tetua persilangan yang dipilih harusberbeda secara genetik atau ekstrem dalam satu atau lebihkarakter target yang telah ditentukan.

Marka DNA yang digunakan dalam penentuan lokusgen pengendali suatu karakter tanaman harus tersediadalam jumlah yang cukup dan tersebar secara merata padakromosom suatu tanaman. Penentuan lokus gen pengen-dali suatu karakter tanaman membutuhkan pengetahuanserta keahlian sumber daya manusia dalam analisisstatistik.

Page 12: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

Penentuan lokus gen dalam kromosom .... (Reflinur dan Puji Lestari) 185

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, S. and S. Tanksley. 1993. Comparative linkage maps of therice and maize genomes. Proceedings of the National Academyof Sciences 90: 79807984.

Ando, T., T. Yamamoto, T. Shimizu, X.F. Ma, A. Shomura, Y.Takeuchi, S.Y. Lin, and M. Yano. 2008. Genetic dissection andpyramiding of quantitative traits for panicle architecture byusing chromosomal segment substitution lines in rice. Theor.Appl. Genet. 116: 881890.

Basten, C., B. Weir, and Z. Zeng. 2001. QTL Cartographer Version1.15. Department of Statistics, North Carolina State University,Raleigh, NC. pp. 10158.

Collard, B., M. Jahufer, J. Brouwer, and E. Pang. 2005. Anintroduction to markers, quantitative trait loci (QTL) mappingand marker-assisted selection for crop improvement: The basicconcepts. Euphytica 142: 169196.

Doerge, R.W. 2002. Mapping and analysis of quantitative trait lociin experimental populations. Nat. Rev. Genet. 3: 4352.

Ebitani, T., Y. Takeuchi, Y. Nonoue, T. Yamamoto, K. Takeuchi,and M. Yano. 2005. Construction and evaluation ofchromosome segment substitution lines carrying overlappingchromosome segments of indica rice cultivar ‘Kasalath’ in agenetic background of japonica elite cultivar ‘Koshihikari’.Breed. Sci. 55: 6573.

Fassetti, F., O. Leone, L. Palopoli, S.R. Rombo, and A. Saiardi.2011. IP6K gene identification in plant genomes by tagsearching. BMC Proc. 5 (Suppl 2): S1.

Ferreira, A., M.F. da Silva, L. Silva, and C.D. Cruz. 2006. Estimatingthe effects of population size and type on the accuracy ofgenetic maps. Genet. Mol. Biol. 29: 187192.

Gupta, P. and R. Varshney. 2000. The development and use ofmicrosatellite markers for genetic analysis and plant breedingwith emphasis on bread wheat. Euphytica 113: 163185.

Gupta, P.K., R.K. Varshney, and M. Prasad. 2002. Molecular markers:principles and methodology, Molecular Techniques in CropImprovement. Springer. Van Godewijckstraat, GX Dordrecht,Netherlands. pp. 954.

Hartl, D.L. 1988. A Primer of Population Genetics. SinauerAssociates, Inc., Sunderland, Massachusetts, USA.

Hartl, D. and E. Jones. 2001. Genetics: Analysis of Genes andGenomes. Jones and Bartlett Publishers, Sudbury, MA.

He, P., J. Li, X. Zheng, L. Shen, C. Lu, Y. Chen, and L. Zhu. 2001.Comparison of molecular linkage maps and agronomic traitloci between DH and RIL populations derived from the samerice cross. Crop Sci. 41: 12401246.

Henry, R.J. 2001. Plant genotyping: the DNA fingerprinting ofplants. CABI,

Huang, N., A. Parco, T. Mew, G. Magpantay, S. McCouch, E.Guiderdoni, J. Xu, P. Subudhi, E.R. Angeles, and G.S. Khush.1997. RFLP mapping of isozymes, RAPD and QTLs for grainshape, brown planthopper resistance in a doubled haploid ricepopulation. Mol. Breed. 3: 105113.

Jansen, R.C.1993. Interval mapping of multiple quantitative traitloci. Genetics 135: 205211.

Jansen, R.C. and P. Stam. 1994. High resolution of quantitativetraits into multiple loci via interval mapping. Genetics 136:14471455.

Jones, N., H. Ougham, and H. Thomas. 1997. Markers and mapping:we are all geneticists now. New Phytologist 137: 165177.

Komori, T. and N. Nitta. 2005. Utilization of the CAPS/dCAPSmethod to convert rice SNPs into PCR-based markers. Breed.Sci. 55: 9398.

Kubo, T., Y. Aida, K. Nakamura, H. Tsunematsu, K. Doi, and A.Yoshimura. 2002. Reciprocal chromosome segment substitutionseries derived from japonica and indica cross of rice (Oryzasativa L.). Breed. Sci. 52: 319325.

Lanceras, J.C., G. Pantuwan, B. Jongdee, and T. Toojinda. 2004.Quantitative trait loci associated with drought tolerance atreproductive stage in rice. Plant Physiol. 135: 384399.

Lander, E.S. and Dotstein. 1989. Mapping mendelian factorsunderlying quantitative traits using RFLP linkage maps. Genetics121: 185199.

Lestari, P., K.R. Trijatmiko, Reflinur, A. Warsun, Tasliah, I. Ona,C.V. Cruz, and M. Bustamam. 2011. Mapping quantitative traitloci conferring blast resistance in upland Indica rice (Oryzasativa L.). J. Crop Sci. Biotechnol. 14: 5763.

Li, Z., L. Jakkula, R. Hussey, J. Tamulonis, and H. Boerma. 2001.SSR mapping and confirmation of the QTL from PI96354conditioning soybean resistance to southern root-knotnematode. Theor. Appl. Genet. 103: 11671173.

Lin, H.X., H.R. Qian, J.Y. Zhuang, J. Lu, S.K. Min, Z.M. Xiong, N.Huang, and K.L. Zheng. 1996. RFLP mapping of QTLs foryield and related characters in rice (Oryza sativa L.). Theor.Appl. Genet. 92: 920927.

Lin, H., T. Yamamoto, T. Sasaki, and M. Yano. 2000. Characteri-zation and detection of epistatic interactions of 3 QTLs, Hd1,Hd2, and Hd3, controlling heading date in rice using nearlyisogenic lines. Theor. Appl. Genet. 101: 10211028.

Lin, H., Z.W. Liang, T. Sasaki, and M. Yano. 2003. Fine mappingand characterization of quantitative trait loci Hd4 and Hd5controlling heading date in rice. Breed. Sci. 53: 5159.

Lincoln, S., M. Daly, and E. Lander. 1993. Mapping genes controllingquantitative traits using MAPMAKER/QTL version 1.1: atutorial and reference manual. Whitehead Institute forBiometrical Research, Cambridge, Mass.

Lindhout, P. 2002. The perspectives of polygenic resistance inbreeding for durable disease resistance. Euphytica 124: 217226.

Liu, B.H. 1998. Statistical Genomics: Linkage Mapping, Mapping,and QTL Analysis. CRC Press. Boca Raton, Florida, USA.

Liu, G., Z. Zhang, H. Zhu, F. Zhao, X. Ding, R. Zeng, W. Li, and G.Zhang. 2008. Detection of QTLs with additive effects andadditive-by-environment interaction effects on panicle numberin rice (Oryza sativa L.) with single-segment substitution lines.Theor. Appl. Genet. 116: 923931.

Mainali, H.R., P. Chapman, and S. Dhaubhadel. 2014. Genome-wide analysis of Cyclophilin gene family soybean (Glycine max).BMC Plant Biol. 14: 282.

Manly, K.F., Jr R.H. Cudmore, and J.M. Meer. 2001. Map ManagerQTX, cross-platform software for genetic mapping. MammalianGenome 12: 930932.

Matsubara, K., I. Kono, K. Hor, Y. Nonoue, N. Ono, A. Shomura, T.Mizubayashi, S. Yamamoto, U. Yamanouchi, and K. Shirasawa.2008. Novel QTLs for photoperiodic flowering revealed byusing reciprocal backcross inbred lines from crosses betweenjaponica rice cultivars. Theor. Appl. Genet. 117: 935945.

McCough, S.R. and R.W. Doerge. 1995. QTL mapping in rice.Trends in Genetics 11: 482487.

McCouch, S.R., X. Chen, O. Panaud, S. Temnykh, Y. Xu, Y.G. Cho,N. Huang, T. Ishii, and M. Blair. 1997. Microsatellite markerdevelopment, mapping and applications in rice genetics andbreeding. Plant Mol. Biol. 35: 8999.

McCouch, S.R., L. Teytelman, Y. Xu, K.B. Lobos, K. Clare, M.Walton, B. Fu, R. Maghirang, Z. Li, and Y. Xing. 2002.Development and mapping of 2240 new SSR markers for rice(Oryza sativa L.). DNA Res. 9: 199207.

Michelmore, R.W., I. Paran, and R. Kesseli. 1991. Identification ofmarkers linked to disease-resistance genes by bulked segregantanalysis: a rapid method to detect markers in specific genomicregions by using segregating populations. Proceedings of theNational Academy of Sciences 88: 98289832.

Mohan, M., S. Nair, J. Bentur, U.P. Rao, and J. Bennett. 1994.RFLP and RAPD mapping of the rice Gm2 gene that confers

Page 13: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN …genom.litbang.pertanian.go.id/publication/2015/Reflinur...mempercepat program pemuliaan tanaman I Made Tasma-Potensi pemanfaatan teknologi embriogenesis

186 J. Litbang Pert. Vol. 34 No. 4 Desember 2015: 177-186

resistance to biotype 1 of gall midge (Orseolia oryzae). Theor.Appl. Genet. 87: 782788.

Mohan, M., S. Nair, A. Bhagwat, T. Krishna, M. Yano, C. Bhatia,and T. Sasaki. 1997. Genome mapping, molecular markers andmarker-assisted selection in crop plants. Mol. Breed. 3: 87103.

Nasu, S., J. Suzuki, R. Ohta, K. Hasegawa, R. Yui, N. Kitazawa, L.Monna, and Y. Minobe. 2002. Search for and analysis of singlenucleotide polymorphisms (SNPs) in rice (Oryza sativa, Oryzarufipogon) and establishment of SNP markers. DNA Res. 9:163171.

Nelson, J.C. 1997. QGENE: software for marker-based genomicanalysis and breeding. Mol. Breed. 3: 239245.

Paterson, A.H. 1996. Making genetic maps. In A.H. Paterson (Ed.)Genome Mapping in Plants. Academic Press, San Diego,California, Austin, Texas. pp. 23–39.

Paterson, A.H., J.E. Bowers, M.D. Burow, X. Draye, C.G. Elsik,C.X. Jiang, C.S. Katsar, T.H. Lan, Y.R. Lin, and R. Ming. 2000.Comparative genomics of plant chromosomes. The Plant CellOnline 12: 15231539.

Pichersky, E. and T. Gerats. 2011. The plant genome: anevolutionary perspective on structure and function. The PlantJ. 66: 13.

Pilet-Nayel, M., F. Muehlbauer, R. McGee, J. Kraft, A. Baranger,and C. Coyne. 2002. Quantitative trait loci for partial resistanceto Aphanomyces root rot in pea. Theor. Appl. Genet. 106: 2839.

Poehlman, J.M. and D.A. Sleper. 1995. Breeding Field Crops. IowaState University Press, Iowa.

Rafalski, A. 2002. Applications of single nucleotide polymorphismsin crop genetics. Curr. Opin. Plant Biol. 5: 94100.

Ren, Z.H., J.P. Gao, L.G. Li, X.L. Cai, W. Huang, D.Y. Chao, M.Z.Zhu, Z.Y. Wang, S. Luan, and H.X. Lin. 2005. A rice quantitativetrait locus for salt tolerance encodes a sodium transporter. Nat.Genet. 37: 11411146.

Roberdi, H. Aswidinnoor, A. Setiawan, Sutrisno, M.B. Pabendon,dan M. Azrai. 2010. Keterpautan 23 marka mikrosatelit padakromosom 6 dan 7 dengan karakter ketahanan populasi jagungterhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis). JurnalAgro Biogen 6: 1017.

Roberdi, Sobir, S. Yahya, N.T. Mathius, and T. Liwang. 2015.Identification of gene related to hard bunch phenotype in oilpalm (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Agronomi Indonesia 43:147152.

Sanjaya, L., G.A. Wattimena, E. Guhardja, M. Yusuf, H. Aswidinnoor,dan P. Stam. 2002. Pemetaan QTL untuk sifat ketahananterhadap penyakit antraknose pada Capsicum spp. JurnalBioteknologi Pertanian 7: 4354.

Semagn, K., A. Bjørnstad, and M. Ndjiondjop. 2006. Principles,requirements and prospects of genetic mapping in plants. Afr.J. Biotechnol. 5: 25692587.

Setiawan, A. 2001. Pemetaan marker AFLP untuk membuat petagenetik bit gula. Buletin Agronomi 29: 4049.

Tanksley, S.D. 1993. Mapping polygenes. Annu. Rev. Genet. 27:205233.

Tasma, I.M., A. Warsun, D. Satyawan, S.J. Pardal, and Slamet. 2011.Genetic mapping of SSR markers in eight soybean chromosomesbased on F

2 population B3462 x B3293. Jurnal Agro Biogen 7:

6975.Tutupary, J.M., G.A. Wattimena, H. Aswidinnoor, dan Muladno.

2004. Pemetaan gen resistensi lapang terhadap penyakit hawardaun kentang pada populasi F

1Solanum tuberosum (SH2988)

x Solanum microdonum (MCD167) potato progenies. BuletinAgronomi 32: 915.

Utami, D.W., S. Moeljopawiro, H. Aswidinnoor, A. Setiawan, dan E.Guhardja. 2005. Analisis lokus kuantitatif sifat ketahananpenyakit blas pada populasi antarspesies IR64 dan Oryzarufipogon. Jurnal Bioteknologi Pertanian 10: 714

Utz, H. and A. Melchinger. 1996. PLABQTL: a program forcomposite interval mapping of QTL. J. Quant. Trait Loci 2:15.

Wang, G. and A. Paterson. 1994. Assessment of DNA poolingstrategies for mapping of QTLs. Theor. Appl. Genet. 88: 355361.

Wang, S., C.J. Basten, P. Gaffney, and Z.B. Zeng. 2001. WindowsQTL Cartographer version 2.5. North Carolina StateUniversity,  Bioinformatics Research Center, Raleigh.

Wissuwa, M., A.M. Ismail, and S. Yanagihara. 2006. Effects of zincdeficiency on rice growth and genetic factors contributing totolerance. Plant Physiol. 142: 731741.

Xu, K., X. Xu, T. Fukao, P. Canlas, R. Maghirang-Rodriguez, S.Heuer, A.M. Ismail, J. Bailey-Serres, P.C. Ronald, and D.J.Mackill. 2006. Sub1A is an ethylene-response-factor-like genethat confers submergence tolerance to rice. Nature 442: 705708.

Yamamoto, T., H. Lin, T. Sasaki, and M. Yano. 2000. Identificationof heading date quantitative trait locus Hd6 and characterizationof its epistatic interactions with Hd2 in rice using advancedbackcross progeny. Genetics 154: 885891.

Yano, M. and T. Sasaki. 1997. Genetic and molecular dissection ofquantitative traits in rice. Plant Mol. Biol. 35: 145153.

Yim, Y.S., G.L. Davis, N.A. Duru, T.A. Musket, E.W. Linton, J.W.Messing, M.D. McMullen, C.A. Soderlund, M.L. Polacco, andJ.M. Gardiner. 2002. Characterization of three maize bacterialartificial chromosome libraries toward anchoring of the physicalmap to the genetic map using high-density bacterial artificialchromosome filter hybridization. Plant Physiol. 130: 16861696.

Young, N.D. 1994. Constructing a plant genetic linkage map withDNA markers, DNA-based markers in plants. Springer. VanGodewijckstraat, GX Dordrecht, Netherlands. pp. 3957.

Zeng, Z.B. 1994. Precision mapping of quantitative trait loci.Genetics 136: 14571468.

Zhang, G.Q., E. Angeles, M. Abenes, G. Khush, and N. Huang. 1996.RAPD and RFLP mapping of the bacterial blight resistancegene xa-13 in rice. Theor. Appl. Genet. 93: 6570.

Zhao, L., H. Zhou, L. Lu, L. Liu, X. Li, Y. Lin, and S. Yu. 2009.Identification of quantitative trait loci controlling rice matureseed culturability using chromosomal segment substitution lines.Plant Cell Rep. 28: 247256.