jurnal penelitian

28
Perbedaan Tingkat Motivasi Kerja Antara Pria Dewasa Muda Yang Memiliki Pasangan dan Yang Tidak Memiliki Pasangan Psikolo gi 2014, UPH Running head: TINGKAT MOTIVASI KERJA DAN PASANGAN Perbedaan Tingkat Motivasi Kerja Antara Pria Dewasa Muda Yang Memiliki Pasangan dan Yang Tidak Memiliki Pasangan Cindy, Dwi Oktavia, Elliana Vitry, Pauline Wahyuni, Vorilya C. Taroreh Universitas Pelita Harapan Abstrak Young adulthood (Masa Dewasa Muda) merupakan masa kehidupan yang identik atau lebih mengarah kepada komitmen terhadap pekerjaan, karier, dan pasangan. Pria dewasa dikenal dengan memiliki beban kerja yang lebih berat dibanding wanita, sehingga membutuhkan motivasi kerja untuk mengatasinya yang diperoleh dari orang terdekatnya. Fenomena sosial inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat perbedaan motivasi kerja pada pria dewasa muda yang memiliki pasangan dan yang tidak memiliki pasangan. Peneliti melakukan penelitian ini melalui penyebaran kuesioner kepada 60 responden, yang masing-masing berjumlah 30 responden untuk setiap status pasangan. Peneliti juga melakukan wawancara (interview) kepada 2 responden, di mana masing-masing mewakili status pasangan yang berbeda. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan, dengan hasil statistik (H 0 diterima H 1 ditolak, t (52) = -0, 120, p < 0.05 ). 1

Upload: vorilyachristinataroreh

Post on 11-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Perbedaan Tingkat Motivasi Kerja Antara Pria Dewasa Muda Yang Memiliki Pasangan dan Yang Tidak Memiliki Pasangan

TRANSCRIPT

Perbedaan Tingkat Motivasi Kerja Antara Pria Dewasa Muda Yang Memiliki Pasangan dan Yang Tidak Memiliki Pasangan

Perbedaan Tingkat Motivasi Kerja Antara Pria Dewasa Muda Yang Memiliki Pasangan dan Yang Tidak Memiliki PasanganPsikologi 2014, UPH

Running head: TINGKAT MOTIVASI KERJA DAN PASANGAN Perbedaan Tingkat Motivasi Kerja Antara Pria Dewasa Muda Yang Memiliki Pasangan dan Yang Tidak Memiliki PasanganCindy, Dwi Oktavia, Elliana Vitry, Pauline Wahyuni, Vorilya C. TarorehUniversitas Pelita HarapanAbstrakYoung adulthood (Masa Dewasa Muda) merupakan masa kehidupan yang identik atau lebih mengarah kepada komitmen terhadap pekerjaan, karier, dan pasangan. Pria dewasa dikenal dengan memiliki beban kerja yang lebih berat dibanding wanita, sehingga membutuhkan motivasi kerja untuk mengatasinya yang diperoleh dari orang terdekatnya. Fenomena sosial inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat perbedaan motivasi kerja pada pria dewasa muda yang memiliki pasangan dan yang tidak memiliki pasangan. Peneliti melakukan penelitian ini melalui penyebaran kuesioner kepada 60 responden, yang masing-masing berjumlah 30 responden untuk setiap status pasangan. Peneliti juga melakukan wawancara (interview) kepada 2 responden, di mana masing-masing mewakili status pasangan yang berbeda. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan, dengan hasil statistik (H0 diterima H1 ditolak, t (52) = -0, 120, p < 0.05 ).Young adulthood is a period of life that is identical or more leads to a commitment to a job, a career, and couples. Adult men are known to have a heavier workload than women, so it takes motivation to work to overcome that obtained from the closest. Social phenomenon that makes the researcher is interested to see the difference in work motivation in young adult men who have a partner and who do not have a partner.Researchers conducted the study by distributing questionnaires to 60 respondents, each of which amounted to 30 respondents for each partner status. Researchers also conducted interviews (interviews) to the second respondent, in which each represent a different partner status. Results of research conducted shows that there is no significant difference in men and men who have a spouse who does not have a partner, with statistical results (H0 accepted H1 rejected, t (52) = -0, 120, p < 0.05 ).Keywords: job motivation, man, partner, young adulthoodPengantarLATAR BELAKANGMemasuki tahap dewasa muda (young adulthood) merupakan masa di mana individu dapat memahami siapa dirinya dan memiliki sebuah kesempatan untuk mencoba cara hidup yang baru dan berbeda (Papalia, 2012). Karena itu, individu pada masa ini berarti memiliki tujuan dan tanggung jawab hidupnya sendiri tanpa bergantung sepenuhnya lagi kepada orang tua. Individu pada masa dewasa muda harusnya telah memiliki pemikiran yang reflektif dan pikiran yang postformal atau tipe pemikiran yang dewasa serta fleksibel dalam menetapkan tujuan hidup mereka. Menurut Schaie, kaum muda berada pada tahap Achieving stage, di mana mereka tidak lagi hanya mendapatkan dan menggunakan pengetahuan hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga mereka menggunakan apa yang mereka tahu untuk mengejar dan mencapai tujuan mereka, seperti karir atau pekerjaan dan keluarga (Life-Span model of Cognitive Development: Schaie & Willis, 2000). Dalam masyarakat, bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik utama dari masa dewasa. Jalan menuju kedewasaan saat ini jauh lebih bervariasi dari pada yang ada di masa lalu. Sebelum tahun 1960, kaum muda di Amerika Serikat biasanya telah menyelesaikan sekolah, meninggalkan rumah, mendapatkan pekerjaan, menikah, dan mempunyai anak (Papalia, 2012). Pada tahun 1990-an, hanya 1 dari 4 individu dewasa muda yang mengikuti pola seperti itu (Mouw, 2005). Memasuki lingkungan pekerjaan yang penuh dengan berbagai keadaan, tidak akan menjadi lengkap tanpa adanya motivasi, terlebih lagi apabila dalam lingkungan pekerjaan yang memiliki banyak tuntutan yang tinggi. Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong seorang individu untuk bekerja. Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi (Robbins, 2001). Motivasi kerja dapat berasal dari keluarga, pasangan, teman-teman, dan orang lain yang berada di sekitar individu tersebut. Di era modern seperti saat ini, individu pada masa dewasa muda menjalani masa perubahan yang dramatis dalam relasi personal ketika orang-orang membentuk, atau mempererat ikatan yang didasarkan pada pertemanan, cinta, dan seksualitas. Kebutuhan untuk membentuk hubungan yang kuat, stabil, dekat, dan saling peduli merupakan motivator terkuat perilaku manusia. Individu pada tahap dewasa muda, juga telah memasuki proses recentering, yang memberi penjelasan bahwa individu pada tahap ini mengalami proses untuk menjadi individu yang mandiri, memiliki tanggung jawab sendiri dan independent dari keluarga asal mereka (Papalia, 2012). Seperti yang sering dilihat pada saat ini, motivasi kerja pada masa dewasa muda individu mencoba mendapatkannya dari pasangan dari pada orang tua atau keluarga ketika mereka mecoba untuk membangun komitmen terhadap karier atau pasangan. Sebagaimana kita tahu bahwa pasangan memiliki fungsi supporting dalam berbagai hal misalnya emosi, problem solving, maupun pengasuhan. Sebuah pekerjaan juga memiliki risiko termasuk gangguan psikologis seperti depresi, baik yang terjadi pada wanita maupun pria. Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa ada perbedaan perlakuan yang berbeda dari wanita dan pria atas pekerjaannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kanada, mengatakan tingginya beban kerja pada pria akan meningkatkan depresi, tetapi tidak dengan wanita (Kanada, Psikologi Zone, 2012). Hubungan sosial penting untuk keberlangsungan hidup, dan kesepian membuat kita menderita (King, 2007). Sehingga dibutuhkan kehadiran orang lain dalam hal ini adalah pasangan, bagi individu yang memiliki kesulitan diharapkan dapat memberi dukungan sehingga dapat mengurangi beban yang dirasakan. Selain itu, hasil penelitian yang dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiology, menunjukkan bahwa prestasi kerja berperan besar pada identitas pria dibanding wanita (Kanada, Psikologi Zone, 2012). Selanjutnya, jika dilihat pada otak antara pria dan wanita, keduanya memiliki perbedaan sehingga menyebabkan adanya perbedaan cara berpikir, merasa, dan berperilaku, termasuk perbedaan dalam bereaksi terhadap stress. Waltern Cannon (1927) mengemukakan teori Flight or fightsebagai sebuah teori psikologi pertama mengenai reaksi manusia terhadap stres. Teori ini awalnya mencakup reaksi manusia secara umum dalam menghadapi stres, akan tetapi beberapa tahun terakhir penelitian lain muncul dan membuktikan bahwa flight or fightumumnya terjadi pada kaum pria.Apabila dilihat secara hormonal, hormon kortisol, epinefrin, and oxytocin memegang peranan sangat penting dalam cara pria dan wanita menghadapi stres. Beberapa orang berpendapat bahwa wanita memproduksi kedua hormon ini lebih banyak daripada pria di saat stres sehingga para wanita cenderung lebih emosional pada saat stres. Akan tetapi pendapat ini tidak benar sama sekali. Pada kenyataannya, di saat kortisol dan epinefrin mengalir dalam darah, seketika itu juga otak menghasilkan oxytocin yang mengambil peranan dalam tubuh wanita stress (Healthylife magazine, 2009). Menurut majalah Healthy Life (2009), oxytocin menyebabkan wanita tersebut bersikap lebih penyayang, tenang, dan bersahabat dengan orang-orang di sekitarnya. Maka dapat terlihat bahwa dalam menghadapi stress atau tekanan, wanita lebih mudah untuk mengatasinya dibanding pria, disebabkan karena hormone kortisol pada wanita lebih rendah daripada pria.Di samping itu dalam hubungannya dengan bekerja, menurut Clayton Alderfer (2013), menyatakan bahwa salah satu kebutuhan utama yang dapat memotivasi gairah bekerja adalah kebutuhan hubungan, di mana individu dapat membagi pikiran dan perasaannya dengan orang lain, serta berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain. Sehingga peneliti melihat bahwa ada hubungan atau pengaruh adanya pasangan yang hadir sebagai supporter dalam motivasi kerja pria.Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pria yang berada pada masa dewasa muda dengan rentang usia 20 hingga 40 tahun, lalu meneliti apakah terdapat perbedaan motivasi kerja antara pria yang memiliki pasangan dan tidak memiliki pasangan pada masa itu. Pasangan yang dimaksudkan peneliti dalam topik ini adalah pacar. Disebabkan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan intimacy pada tahap dewasa muda adalah mencari pasangan hidup melalui hubungan romantis, yaitu berpacaran.Dengan begitu peneliti juga dapat menyimpulkan bahwa, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis seberapa besar perbedaan motivasi kerja antara pria yang memiliki pasangan dan yang tidak memiliki pasangan. RUMUSAN PERMASALAHANBerdasarkan latar belakang pada bagian sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, yaitu apakah terdapat perbedaan motivasi kerja antara pria yang memiliki pasangan dan yang tidak memiliki pasangan ?H0 : Tidak terdapat perbedaan motivasi kerja yang signifikan pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasanganH1 : Terdapat perbedaan motivasi kerja yang signifikan pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan

LANDASAN TEORIDewasa Muda. Dewasa muda merupakan tahap awal kedewasaan dalam kehidupan seseorang. Menurut Papalia (2012), rentang usia dewasa muda berawal dari usia 20 sampai dengan usia 40. Semakin dewasa, baik pria ataupun wanita memperpanjang pendidikan dan menunda untuk menjadi orang tua (Papalia, 2012, 452), dan keputusan ini biasanya adalah kunci keberhasilan dalam pekerjaan di masa depan (Sandefur, Eggerling-Boeck, & Park, 2005). Bagaimanapun juga, individu akan mengalami sebuah turning point, di mana komitmen-komitmen peran secara bertahap direalisasikan (Papalia, 2012, 454). Adapun perkembangan identitas yang terjadi pada masa dewasa muda, salah satunya adalah recentering. Recentering adalah sebuah proses yang mendasari pergeseran kepada sebuah identitas dewasa, yang terdiri dari tiga proses didalamnya mencakup kekuasaan, tanggung jawab, dan pengambilan keputusan yang berubah secara bertahap (Tanner, 2006): Stage 1, awal dari tahap dewasa muda, di mana individu masih melekat pada keluarga asalnya, tetapi self-reliance dan self-directedness mulai meningkat. Stage 2, individu tetap menjaga hubungannya dengan orang tua misalnya secara finansial masih bergantung tetapi tidak lagi melekat dengan keluarga asalnya, melainkan individu bergerak untuk mendapatkan komitmen yang serius dan sumber-sumber daya untuk mendukung mereka. Stage 3, ditandai dengan kebebasan dari keluarga asalnya atau mandiri, memiliki komitmen terhadap karier, pasangan, dan mungkin anak. Lebih daripada itu, pada rentang usia dewasa muda seseorang sedang menjalani tahap keenam dari perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson, yaitu intimacy versus isolation yang merupakan bagian dari normative-stage model dalam teori perkembangan kepribadian individu dewasa (Papalia, 2012). Tahap tersebut menjadi isu utama dalam tahapan usia dewasa muda. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan intimacy pada tahap dewasa muda adalah mencari pasangan hidup melalui hubungan romantis, yaitu berpacaran. Definisi berpacaran yaitu, sebuah proses yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk menyeleksi atau memilih pasangan (Turner & Helms, 1995). Aristoteles menyebut manusia the social animal. Artinya manusia mempunyai need to belong (sebuah motivasi untuk mengikatkan dengan orang lain dalam hubungan yang menyediakan interaksi positif), untuk berhubungan dengan individu lain semasa hidupnya (Myers, 2013), bahkan membangun hubungan dekat yang dimulai dari adanya first impression, interaksi atau kedekatan (proximity), adanya ketertarikan (attractiveness), kemudian mulai membangun cinta dengan pasangannya. Robert Sternberg (1998) mengemukakan teori cinta sebagai sebuah triangle yang terdiri dari tiga komponen: passion, intimacy, dan commitment. Pasangan atau pacar merupakan bagian dari dukungan sosial seorang individu.Dalam situasi penuh stres, individu sering kali menderita secara emosional dan dapat mengembangkan depresi, kecemasan, dan kehilangan harga diri. Mengetahui orang lain peduli memungkinkan seseorang untuk mendekati stres dan mengatasinya dengan keyakinan yang lebih besar ( King, 2007 : The Science of Psychology). Satu cara di mana orang-orang mendapatkan dukungan selama masa-masa sulit adalah melalui berbagi sosial, artinya berpaling pada orang lain yang bertindak sebagai pendengar yang baik atau memberikan nasihat (King, 2007). Dukungan sosial (Social Support) terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Smet, 1994). Dukungan sosial dapat dianggap sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang-orang yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Saronson, 1991).Menurut Gonollen dan Bloney (2005), dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut.Katc dan khan (2002) berpendapat bahwa dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu. Dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang mencakup afeksi positif, penegasan, dan bantuan berdasarkan pendapat Lin (eJournal Psikologi, 2013). Dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya (Sarafino, 2006). Dukungan pasangan adalah dorongan untuk memotivasi pasangan, baik secara moral maupun material (Bobak, 2002). Kehadiran orang lain bagi seseorang yang mengalamai kesulitan diharapkan dapat memberi dukungan sehingga dapat mengurangi beban yang dirasakan.Adapun aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino (1998) adalah sebagai berikut:1. Dukungan emosional, terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati dan turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai. Ketika, memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal dan cinta dalam upaya memotivasi pekerjaan pasangan.2. Dukungan penghargaan, dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa penyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain dalam lingkup pekerjaannya.3. Dukungan instrumental, merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa banuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringakan tugas seseorang.4. Dukungan informasi, orang-orang yang berada disekitar individu akan memberikan dukungan informasi dengan cara menyarankan pilihan tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah. Dapat berupa: nasehat, arahan, sarau ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu.5. Dukungan kelompok, merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling berbagi.Motivasi Kerja. Beberapa orang yang termasuk ilmuwan mencoba mendefinisikan motivasi. Motif seringkali diistilahkan sebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan didalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu (Moch. Asad, 1995, 45).Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Selanjutnya, Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai sebuah keinginan atau kerinduan untuk mencapai sebuah tujuan atau sebuah penggerak untuk melakukan sebuah perilaku yang spesifik (Graham, 2004; Weiner, 2000). Motivasi merupakan sesuatu yang begitu berarti bagi setiap individu (Cladella, 2002). Motivasi mencoba untuk menjelaskan alasan mengapa orang memutuskan untuk melakukan sesuatu. Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktifitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Menurut Moch Asad (1999) bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Yang menjadi faktor pendorong penting bagi manusia dalam bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Sikap mental individu yang pro dan positif terhadap situasi kerja dapat memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Sebagai makhluk sosial tentunya seorang individu membutuhkan rasa sayang, pengakuan keberadaan, rasa ingin memiliki berbagai kebutuhan tersebut, manusia bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan itu. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya itu. Motivasi sebenarnya mempunyai beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, di bawah ini terdapat beberapa teori tentang motivasi;a. Teori Motivasi menurut Abraham MaslowKebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri (Hendry teori online, 2010). Menurut Hendry (2010) dalam tulisannya di sebuah website, berpendapat bahwa apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks.a) Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)d) Kebutuhan akan harga diri atau esteem needs (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)e) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).b. Teori Dua Faktor HerzbergMenurut Herzberg (Hasibuan, 1996), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya (faktor intrinsik).c. Teori kebutuhan McClelland Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya (Robbins, 2007). Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu:a)Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan untuk berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha keras untuk berhasilb) Kebutuhan akan kekuatan (need for power) : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.c) Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.Model-model pengukuran motivasi kerja telah banyak dikembangkan, diantaranya oleh McClelland mengemukakan 6 karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu : (1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi, (2) Berani mengambil dan memikul resiko, (3) Memiliki tujuan realistik, (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan, dan (6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.Edward Murray (1957) berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut : (1) Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, (2) Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan, (3) Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan, (4) Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu, (5) Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan, (6) Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti, dan (7) Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain.Motivasi kerja adalah dorongan, keinginan individu melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan dengan memberikan yang terbaik dari dirinya, baik motivasi waktu maupun tenaga demi tercapainya tujuan tertentu (skripsi penelitian SMP Negeri Se-Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap). Selain itu menurut Ashar (2001,) motivasi kerja adalah suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang jika berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (eJournal Psikologi, 2013). Robbins dan Judge (2007) mengartikan motivasi kerja sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu organisasi. Clayton Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan utama yang dapat memotivasi gairah bekerja yaitu: 1. Kebutuhan eksistensi: mempertahankan eksistensi seseorang merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Mempertahankan eksistensi secara terhormat berarti terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang kalau menggunakan klasifikasi Maslow, berarti terpenuhinya kebutuhan primer termasuk keamanan.2. Kebutuhan hubungan: merupakan hubungan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka seperti keluarga, teman dan rekan kerja.3. Kebutuhan pertumbuhan: merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh kebutuhan yang pada dasarnya tercermin pada keinginan seseorang untuk bertambah dan berkembang, misalnya dengan meningkatkan keterampilan dalam bidang pekerjaan atau prestasi yang memungkinkan meraih apa yang secara umum disebut kemajuan prestasi.METODEPopulasiPopulasi adalah himpunan semua individu yang menarik dalam studi tertentu (Gravetter, 2013, Statistics for The Behavioral Science). Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka penelitianya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2002). Populasi jelas dapat bervariasi dalam ukuran dari yang sangat besar sampai yang sangat kecil, tergantung bagaimana peneliti mendefinisikan populasi. Populasi yang diteliti harus selalu diidentifikasi oleh peneliti (Gravetter, 2013, Statistics for The Behavioral Science). Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah pria yang sudah bekerja, yang dipilih secara acak dan berusia 20 hingga 40 tahun, di wilayah Jakarta dan Tangerang.

SampelSecara statistik, satu set individu yang dipilih dari suatu populasi disebut sampel. Sampel dimaksudkan untuk mewakili populasi, dan sampel harus selalu diidentifikasi dalam hal populasi dari mana itu dipilih. Sampel adalah satu set individu yang dipilih dari populasi, biasanya dimaksudkan untuk mewakili populasi dalam studi penelitian (Gravetter, 2013, Statistics for The Behavioral Science). Penelitian ini mengambil 60 sampel, yakni 30 pria yang sudah bekerja dan memiliki pasangan, dan 30 pria yang sudah bekerja dan tidak memiliki pasangan, di mana sampel tersebut merupakan pria yang berusia 20 hingga 40 tahun yang berada di wilayah Jakarta dan Tangerang.

Prosedur Pengambilan DataDalam penelitian ini, proses pengambilan data dilakukan, pertama melalui penyebaran kuesioner motivasi kerja kepada 60 pria dewasa muda yang sudah bekerja di wilayah Jakarta dan Tangerang. Kuesioner yang digunakan berpatokan pada kuesioner penelitian motivasi kerja dari salah satu mahasiswa Universitas Sumatera Utara bernama Mery Natalia Kasih, di mana peneliti telah meminta persetujuan melalui facebook. Pengambilan data dimulai dari bulan Februari 2015 hingga bulan Maret 2015. Kuesioner tersebut memakai skala likert sebagai skala pengukurannya, di mana memiliki lima rentang penilaian diantaranya: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Proses pengisian kuesioner ini dilakukan secara langsung oleh partisipan atau dititipkan ke beberapa teman peneliti yang kemudian dipantau secara terus-menerus dalam pengisiannya. Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada 2 pria yang dipilih secara acak mewakili pria yang memiliki pasangan dan yang tidak memiliki pasangan. Dalam proses wawancara, peneliti mengajukan pertanyaan kepada subjek penelitian yang berhubungan dengan pentingnya pasangan terhadap motivasi kerja. Setelah peneliti memperoleh data yang diperlukan, peneliti menghentikan penyebaran kuesioner serta wawancara, dan mulai memasukkan serta menganalisis data seperti yang dipaparkan di bagian selanjutnya.

HASILKarakteristik PartisipanBerdasarkan penyebaran kuesioner terhadap 60 sampel dan pengembalian kuesioner kepada peneliti, partisipan dalam penelitian ini berjumlah 54 orang, terdiri dari 24 partisipan pria yang tidak memiliki pasangan dan 30 partisipan pria yang memiliki pasangan. Berikut adalah karakteristik partisipan yang telah dikelompokkan:

a. Berdasarkan lama bekerja,

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

Valid1-5 Bulan59,39,39,3

6-10 Bulan23,73,713,0

1-5 Tahun3972,272,285,2

6-10 Tahun611,111,196,3

11-15 Tahun11,91,998,1

21-25 Tahun11,91,9100,0

Total54100,0100,0

b. Berdasarkan usia,

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

Valid20-25 tahun3259,359,359,3

26-30 tahun1833,333,392,6

31-35 tahun11,91,994,4

36-40 tahun35,65,6100,0

Total54100,0100,0

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidTidak Memiliki Pasangan2444,444,444,4

Memiliki Pasangan3055,655,6100,0

Total54100,0100,0

c. Berdasarkan status,

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidUnknown11,91,91,9

SMA/SMK2037,037,038,9

Strata 12953,753,792,6

Strata 223,73,796,3

Strata 311,91,998,1

Diploma11,91,9100,0

Total54100,0100,0

d. Berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir,

Hasil PenelitianHasil penelitian yang diperoleh dari kuesioner motivasi kerja yang telah disebarkan kepada 60 partisipan dan yang telah dikembalikan ke peneliti oleh 54 partisipan pria dewasa muda di wilayah Tangerang dan Jakarta adalah sebagai berikut:Total Motivasi Kerja

NilaiFrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

Valid20-2511,91,91,9

26-30611,111,113,0

31-352750,050,063,0

36-401629,629,692,6

41-4535,65,698,1

37,0011,91,9100,0

Total54100,0100,0

Rata-rata nilai seluruh partisipan pria dewasa muda adalah 34,37 dengan nilai terendah adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 45. Nilai mean statistik total motivasi kerja adalah 3,89, median nilainya adalah 3, dan standard deviasinya adalah 4,67.Selanjutnya, di bawah ini merupakan hasil perhitungan jumlah sampel, mean, standard deviation, dan standard error of mean yang diperoleh dari penggunaan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Group Statistics

StatusNMeanStd. DeviationStd. Error Mean

TotalMKTidak Memiliki Pasangan2434,29173,11349,63554

Memiliki Pasangan3034,43335,06974,92560

Apabila nilai kuesioner pada data dijumlahkan dan dirata-ratakan maka akan diperoleh nilai rata-rata 34,36. Dengan begitu, individu dengan nilai di atas nilai rata-rata tersebut memiliki tingkat motivasi kerja yang tinggi, sementara untuk individu dengan nilai di bawah nilai rata-rata tersebut memiliki tingkat motivasi kerja yang rendah dalam satu kelompok sampel yang diteliti. Di samping itu, adapun hasil wawancara yang juga menunjukkan tidak adanya perbedaan motivasi kerja yang signifikan dari dua responden yang terdiri dari satu responden pria yang memiliki pasangan, yang diwawancarai di Starbucks Central Park pada tanggal 28 Februari 2015 dan satu responden pria yang tidak memiliki pasangan, yang diwawancarai di Mom Milk Benton Junction pada tanggal 25 Maret 2015 . Dari hasil wawancara tersebut, kedua responden memiliki pendapat yang berbeda mengenai pentingnya pasangan (pacar) dalam pekerjaan. Responden yang memiliki pasangan mengatakan bahwa pasangan (pacar) begitu penting dalam memotivasinya untuk bekerja, sementara responden yang tidak memiliki pasangan mengatakan bahwa pasangan (pacar) tidak begitu penting dalam pekerjaannya. Tetapi ketika ditanyakan mengenai prestasi kerja, relasi dengan rekan kerja, dan motivasi dalam bekerja kedua responden memberikan jawaban yang serupa. DiskusiIndependent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variancest-test for Equality of Means

FSig.tdfSig. (2-tailed)Mean DifferenceStd. Error Difference95% Confidence Interval of the Difference

LowerUpper

TotalMKEqual variances assumed2,661,109-,12052,905-,141671,18179-2,513102,22976

Equal variances not assumed-,12649,045,900-,141671,12279-2,397942,11461

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah tidak signifikan, yaitu dengan skor 0,109 untuk degree of freedom (df) bernilai 52 beserta critical region untuk two-tailed, = 0.05, adalah 0,905. Hasil penelitian ini tidak signifikan dan menjelaskan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, maka tidak terdapat perbedaan motivasi kerja yang signifikan pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan (H0 diterima H1 ditolak, t (52) = -0, 120, p < 0.05 ).Di bawah ini terlampir hasil pengujian data 54 sampel pria dewasa muda, baik yang memiliki pasangan atau yang tidak memiliki pasangan dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences).

Menurut hasil yang didapat, di mana dari 54 responden yang didominasi oleh responden pria yang memiliki pasangan dikarenakan yang ditemui berjumlah lebih banyak dan lebih mudah ditemui saat ini, daripada pria yang tidak memiliki pasangan pada masa dewasa muda, menunjukkan bahwa sebagian besar pria dewasa muda memang sedang menjalani komitmennya terhadap pekerjaan dan pasangan. Hal tersebut sesuai dengan tahap ketiga dari proses recentering yang dikemukakan oleh Tanner (2006), di mana individu pada masa dewasa muda tidak terikat dengan keluarga asalnya atau mandiri, memiliki komitmen terhadap karier, pasangan, dan mungkin anak.Selain itu, hasil yang didapat memperlihatkan hal yang sama dengan teori tahap psikososial yang dikemukan oleh Erik Erikson khususnya tahap keenam, yaitu Intimacy versus Isolation. Individu pada dewasa muda menjalani tahap untuk membangun hubungan yang dekat dengan individu lain yang dapat dibangun melalui berpacaran. Namun, tidak akan menjadi sesuai apabila individu pada masa dewasa muda tidak mencoba membangun hubungan berpacaran. Selanjutnya, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat King (2007) bahwa hubungan sosial penting untuk keberlangsungan hidup, dan kesepian membuat kita menderita. Dikarenakan pada kenyataan zaman yang semakin individualistis, saat ini banyak orang yang tidak merasa kesepian dan menderita jika tidak ada kehadiran orang lain, artinya mereka masih bisa bekerja. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat motivasi kerja yang cenderung sama antara pria yang memiliki pasangan dan yang tidak, yang didukung oleh hasil wawancara.Peneliti menemukan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan teori serta definisi yang dikemukakan oleh Smet (1994), Saronson (1991), Gonolle dan Bolney (2005), Katc dan Khan (2002), teori kebutuhan Abraham Maslow, teori motivasi oleh Herzberg, McClelland, di mana dukungan sosial (pasangan, pacar) tidak menjadi yang terpenting atau paling utama bagi seorang individu karena tidak hanya faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, tetapi juga faktor internal atau dari dalam diri yang mempengaruhinya. Maka peneliti menemukan bahwa sumber motivasi tidak didominasi oleh faktor pasangan atau eksternal tetapi dapat berasal dari dua faktor yang telah disebutkan.

SIMPULANKesimpulanBerdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi kerja yang signifikan antara pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan pada masa dewasa muda. Kesimpulan ini dibuat berdasarkan hasil nilai kuesioner yang telah dikembalikan ke peneliti dan telah diisi oleh 54 responden berusia 20- hingga 40 tahun, dengan perbandingan 24 pria yang tidak memiliki pasangan dan 30 pria yang memiliki pasangan. Kesimpulan ini pula didukung oleh hasil wawancara kepada satu responden yang memiliki pasangan dan satu responden yang tidak memiliki pasangan. Dan keduanya membuktikan bahwa motivasi kerja pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan tidak memiliki perbedaan yang signifikan.SaranDalam penelitian motivasi kerja pada pria yang memiliki pasangan dan pria yang tidak memiliki pasangan pada dewasa muda selanjutnya, diharapkan agar dapat mengambil sampel berjumlah lebih besar, yaitu lebih dari 60 sampel supaya memperoleh data yang lebih akurat. Selain itu, agar hasil yang diperoleh lebih berbeda atau beragam sehingga memungkinkan peneliti untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan mendalam. Peneliti menyarankan pada penelitian selanjutnya, diharapkan lebih mengembangkan variabel-variabel lain yang berpengaruh pada motivasi kerja. Dengan tidak dipungkiri juga, bagi peneliti selanjutnya untuk menjaga dan memantau penelitian agar tidak ada interferensi atau gangguan yang memungkinkan akan terjadinya bias atau error dalam penelitian yang dilakukan.KeterbatasanPeneliti menemukan kurangnya jumlah sampel atau responden dalam penelitian yang dilakukan, yang dapat mendukung pengumpulan dan analisa data yang lebih mendalam dan akurat. Begitu pula dengan kurang banyaknya penyebaran kuesioner pada pria dewasa muda di wilayah Jakarta dan Tangerang, dikarenakan adanya keterbatasan waktu para peneliti dan tempat tinggal para peneliti yang hanya berada di Karawaci dan Jakarta Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Papalia, & Feldman. (2012). In Experience Human Development (12th ed.). New York: Mc Graw Hill.Myers, D. G. (2013). Social Psychology (11th edition). New York: Mc Graw HilleJournal Psikologi. (2013)http://www.unmermadiun.ac.id/repository_jurnal_penelitian/Jurnal%20Ekomaks/Jurnal%20Ekomaks%202012/September/07%20ML%20Endang%20hal%2080-94.pdfwww.teknologikerja.wordpresswww.psikologis09b.blogspot.comhttps://www.academia.edu/7269748/Hubungan_Kepuasan_Kerja_Dengan_Motivasi_Kerja_Pada_Karyawan_Bank_BTPN_Madiunhttp://psikology09b.blogspot.com/2010/11/psi-perk-psikososial-pada-masa-dewasa.htmlhttp://www.psikologizone.com/perbedaan-depresi-pria-dan-wanita-atas-pekerjaan/065116660Silalahi, B. Kepemimpinan Transformasional, Motivasi Kerja, Budaya Organisasi, Dan Komitmen Organisasi. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Indriana. Desinigrum. Kristiana, I. Religiositas, Keberadaan Pasangan Dan Kesejahteraan Sosial (Social Well Being) Pada Lansia Binaan PMI Cabang Semarang. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Ramza, H. Galin, M. Relationship between Happiness and Achievement Motivation: A Case of University Students (Vol.23) Kasih, M. (2011). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kompetensi Karyawan Terhadap Produktifitas Karyawan Pada Perum Pegadaian Kanwil Medan

1