jurnal penelitian

Upload: annisawira

Post on 14-Oct-2015

369 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penelitian

TRANSCRIPT

JURNAL PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKUPENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN PASCA BEDAH DI RSUP DR. WAHIDINSUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh

S U D I R M A N NH 02 11 184

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANNANI HASANUDDINMAKASSAR2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN PASCA BEDAH DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Penulis: SudirmanPembimbing: Pembimbing:

ABSTRAKSudirman, Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada pasien pasca bedah di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (Dibimbing oleh Hasnah Nosi dan Burhanuddin Bahar).

Kejadian infeksi nosokomial berakibat mutu pelayanan asuhan keperawatan tidak optimal. Untuk mencegah atau mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial diperlukan tindakan yang tepat. Beberapa tindakan pencegahan tersebut antara lain membersihkan tangan untuk mencegah infeksi silang, dan pemakaian alat pelindung untuk mencegah kontak darah dan cairan lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Tingkat pengetahuan, pendidikan dan masa kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Desain penelitian ini adalah kuantitatif bersifat deskriktif analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah perawat di rawat bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yang berjumlah 32 perawat pelaksana dengan tehnik total sampling. Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan komputer program Microsoft excel dan program statistic (SPSS) versi 17.0. Analisis univariat pada penelitian ini untuk mencari distribusi frekuensi data dan bivariat untuk mencari hubungan antar variabel dengan uji chi square. Hasil analisis bivariat didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku pencegahan infeksi nosokomial (p0,05) dan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial (p0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan dan perilaku pencegahan infeksi nosokomial dan tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan masa kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, masa kerja, Perilaku dan Pencegahan Infeksi Nosokomial

A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayananan medis dan asuhan keperawatan untuk semua jenis penyakit termasuk penyakit infeksi. Menghadapi era globalisasi kualitas sumber daya manusia dan mutu pelayanan di rumah sakit perlu ditingkatkan agar maju, mandiri dan sejahtera sehingga dapat memacu peningkatkan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yang lebih baik (Darmadi, 2008).Asuhan keperawatan professional, dibutuhkan adanya tenaga perawat yang memiliki pengetahuan, kemampuan teknis dan non teknis yang memadai, klasifikasi serta jumlahnya. Tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan dalam peningkatan mutu serta kualitas pelayanan kesehatan jasa di rumah sakit.Setiap pasien di rumah sakit dalam menerima perawatan, dari beberapa individu dimana salah satu diantaranya mungkin akan berperan sebagai pengangkut kuman antar penderita atau mungkin antar perawat dengan pasien sehingga sangat sulit mencegah terjadi infeksi silang (cross infection). Disamping itu, pasien yang dirawat dirumah sakit mengalami kepekaan terhadap berbagai jenis infeksi karena keadaan penyakit yang dideritanya, maupun karena pengobatan dan perawatan yang didapatkan, mengalami keterpaparan terhadap sumber darah, jarum, kateter serta berbagai alat, sekalipun alat-alat tersebut telah dibebas kumankan tetapi dalam penggunaannya dapat menyebabkan timbulnya infeksi nosokomial. Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah menjadi tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasinal rumah sakit bisa dicabut kerena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial (Darmadi, 2008). Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2005). Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008).Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002).Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri dapat dilihat dari data surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di 10 RSU Pendidikan, diperoleh angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009). Kejadian infeksi nosokomial berakibat mutu pelayanan asuhan keperawatan tidak optimal. Untuk mencegah atau mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial diperlukan tindakan yang tepat. Beberapa tindakan pencegahan tersebut antara lain membersihkan tangan untuk mencegah infeksi silang, dan pemakaian alat pelindung untuk mencegah kontak darah dan cairan lainnya. Cara untuk menekan resiko infeksi nosokomial adalah kembali kepada tehnik sepsis dan antisepsis serta perbaikan sikap termasuk pengetahuan personil rumah sakit, diantaranya adalah perawat yang merupakan tenaga paling lama kontak dengan pasien. Upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit melibatkan berbagai unsur, mulai dari peran pimpinan sampai petugas kesehatan sendiri khususnya tenaga keperawatan sebagai pelaksana langsung dalam pencegahan infeksi. Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi (infeksi.com.RSPI-SS,2007).Perawat harus memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup, hal tersebut penting dalam membentuk tindakan perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien,terutama dalam hal tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku perawat dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Notoatmojo, 2007).Peningkatan pendidikan dan pengetahuan serta pengalaman kerja melalui pelatihan kesehatan bagi tenaga perawat dan tenaga kesehatan lain, merupakan salah satu bukti upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit. Pencegahan penularan infeksi silang cross infection baik dari pasien ke petugas atau sebaliknya, maka perlu menbersihkan tangan, pemakaian sarung tangan, dan alat pelindung lain serta menggunakan alat steril pada saat melakukan tindakan pada pasien.Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun 2008, standar kejadian infeksi nososkomial di rumah sakit sebesar 1, 5 %. Izin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan oleh infeksi ini (Darmadi, 2008).Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar merupakan salah satu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari rumah sakit pasien yang mengalami phlebitis yaitu 31,08% dan infeksi luka operasi 3,22% untuk periode Januari Desember 2008. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti pada saat pengumpulan data awal tanggal 14 15 November 2012 bahwa selama periode Januari Desember 2012 jumlah kunjungan pasien rawat inap bedah sebanyak 1.516 orang, jumlah tempat tidur 38 buah. Sedangkan jumlah tenaga perawat yang bertugas diruang perawatan bedah sebanyak 32 orang. Pengamatan peneliti selama pengumpulan data di ruangan perawatan bedah dengan melihat status penderita secara acak temukan ada 10 status insiden plebitis yang di dokumentasikan, plebitis merupakan salah satu kejadian infeksi nosokomial. Kondisi tersebut menjelaskan diperlukan upaya perawat dalam hal pencegahan infeksi nosokomial. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dengan perilaku perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi nosokomial diruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.B. Manfaat Penelitian1. Hasil penelitian ini merupakan salah satu sumber masukan dan informasi bagi rumah sakit untuk tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.2. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan diharapkan menjadi salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya.3. Bagi Peneliti sendiri merupakan pengalaman yang sangat berharga untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang dapat dilakukan dalam tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.C. Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan desain penelitian kuantitatif bersifat deskriktif analitik yang menggambarkan tingkat pengetahuan, pendidikan, lama kerja dan perilaku pencegahan infeksi nosokimial pada pasien pasca bedah di ruang Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, serta identifikasi hubungan variabel bebas dan variabel terikatnya. Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah cross sectional, artinya yang pengambilan datanya dilakukan satu kali dan pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dilakukan pada kurun waktu yang sama (Suyanto, 2011).D. Etika PenelitianDalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :

1. Informed consentLembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.2. Anonimity (tanpa nama)Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.3. Confidentiality Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitianE. Hasil Penelitian1. Analisis univariata. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial pada pasien pasca bedah di unit perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 5.1Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Perawat di Unit Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (n=32)Tingkat PengetahuanPersentase (%)

n%

Baik 2784,4 %

Kurang Baik515,6 %

Total32100%

Sumber: Data primer Januari-Februari, 2013 Pada tabel 5.1 dapat diketahui perawat yang memiliki pengetahuan baik sebesar (84,4%) sedangkan perawat yang memiliki pengetahuan kurang sebesar (15,6%). b. Gambaran pendidikan PerawatGambaran Pendidikan perawat di unit perawatan Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel. 5.2Distribusi Frekuensi Pendidikan Perawat di Unit Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (n=32)PendidikanPersentase (%)

N%

Tinggi (S1/Ners)1031,3 %

Rendah (Akper)2268,7 %

Total32100%

Sumber: Data primer Januari-Februari 2013 Pada tabel 5.2 dapat diketahui perawat yang memiliki pendidikan tinggi sebesar (31,3%) sedangkan perawat yang memiliki pendidikan rendah sebesar (68,7%).c. Gambaran lama Kerja Perawat Gambaran lama kerja perawat di unit perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 5.3Distribusi Frekuensi Lama kerja di Unit Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (n=32)Lama kerjaPersentase (%)

n%

Lama ( 5 tahun )1031,3 %

Baru (< 5 tahun)2268,7 %

Total32100%

Sumber: Data primer Januari-Februari 2013Pada tabel 5.3 dapat diketahui perawat yang memiliki lama kerja sebesar (31,3 %) sedangkan perawat yang memiliki lama kerja sebesar (68,7 %). d. Gambaran Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Pasien Pasca Bedah Gambaran perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada pasien pasca bedah di unit rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel. 5.4Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (n=32)DokumentasiPersentase (%)

n%

Baik 2681,3 %

Kurang Baik 618,7 %

Total31100%

Sumber: Data primer, Januari-Februari 2013 Pada tabel 5.4 dapat perilaku pencegahan infeksi nosokomial yang baik sebesar (81,3%) sedangkan perilaku pencegahan infeksi nosokomial yang kurang baik sebesar (18,7%). 2. Analisis Bivariata. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca BedahHubungan tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 5.5Tabulasi Silang tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Januari-Februari 2013 (n=32)Tingkat PengetahuanPerilaku Pencegahan Infeksi NosokomialJumlah

BaikKurang Baik

N%N%n% = 0,05

Baik2475,039,42784,4

Kurang Baik26,339,4515,6p = 0.01

Total2681,3618,832100

Sumber : Data Primer januari-februari 20123Untuk mempermudah dalam memahami distribusi frekuensi data diatas, peneliti akan membahasnya satu persatu :1) Tingkat pengetahuan perawat kategori baik dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial yang baik yaitu 24 responden (75,0%), dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial kurang baik baik yaitu 3 responden (9,4%) 2) Jumlah responden yang berada pada tingkat pengetahuan kurang dengan perilaku pencegahaninfeksi nosokomial yang baik sebanyak 2 responden (6,3%) dan dperilaku pencegahan infeksi nosokomial yang kurang baik sebanyak 3 reponden (9,4%).Berdasarkan Hasil Uji chi squre dimana nilai signifikannya adalah 0,01 oleh karena p 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial .b. Hubungan pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial Hubungan pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada pasien pasca bedah di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 5.6Tabulasi Silang Pendidikan Perawat Dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Januari-Februari Tahun 2013 (n=32)PendidikanPerilaku Pencegahan Infeksi NosokomialJumlah

BaikKurang Baik

N%n%n% = 0,05

Tinggi1031,3001031,3

Rendah1650,0618,82268,8p = 0,06

Total2681,3618,832100

Sumber : Data Primer Januari-Februari 2013Untuk mempermudah dalam memahami distribusi frekuensi data diatas, peneliti akan membahasnya satu persatu :

1) Tingkat pendidikan perawat kategori tinggi dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial baik yaitu 10 responden (31,3%), dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial kurang baik yaitu 0 responden (0%) 2) Jumlah responden yang berada pada tingkat pendidikan rendah dan perilaku pencegahan infeksi nosokomial baik sebanyak 16 responden (50,0%) dan perilaku pencegahan infeksi nosokomial kurang baik sebanyak 6 reponden (18,8%). Berdasarkan Hasil Uji chi square dimana nilai signifikannya adalah 0,06 oleh karena p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial.c. Hubungan lama kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomialHubungan lama kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada pasien pasca bedah dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 5.6Tabulasi Silang Lama kerja dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Januari-Februari Tahun 2013 (n=32)Lama kerjaPerilaku Pencegahan Infeksi NosokomialJumlah

BaikKurang Baik

n%n%n% = 0,05

Lama921,31101031,3

Baru1650,0618,72268,7p = 0,06

Total2571,3728,832100

Sumber : Data Primer Januari-Februari 20123Untuk mempermudah dalam memahami distribusi frekuensi data diatas, peneliti akan membahasnya satu persatu :1) Lama kerja lama dengan pencegahan infeksi nosokomial baik yaitu 9 responden (21,3%), dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial kurang baik yaitu 1 responden (10%)2) Lama kerja baru dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial baik sebanyak 16 responden (50,0%) dan perilaku pencegahan infeksi nosokomial kurang baik sebanyak 6 reponden (18,7%).Berdasarkan Hasil Uji chi square dimana nilai signifikannya adalah 0,06 oleh karena p 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan lama kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial.F. Pembahasan1. PengetahuanPengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,2003). Tingkat pengetahuan responden terhadap pencegahan infeksi nosokomial pada pasien pasca bedah di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengetahuan baik dan pengetahuan kurang baik. Pengukuran pengetahuan perawat melalui penelitian pada perawat ruang rawat bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar 84,4%. Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara kompetensi dengan pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan memperoleh p value sebesar 0,01 Hasil ini berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial . Hubungan ini menunjukkan bila pengetahuan perawat baik di ikuti dengan perilaku pencegahana infeksi nosokomial baik pula. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmojo.S, (2007) bahwa Pengetahuan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapai termasuk masalah kesehatan. Sebab pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo 2007).Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Asrul (2009) yang menyimpulkan kan bahwa tidak ada huhungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi nosokomial di ruang perawatan bedah RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo 2007). Penelitiannya mengemukakan bahwa betapa pentingnya pengetahuan seseorang untuk mengubah perilaku, makin tahu sesuatu maka seseorang akan lebih termotivasi untuk melakukan hal-hal yang positif untuk dirinya. Tingkat pengetahuan yang baik dimiliki oleh perawat maka makin besar kesadaran dan motivasinya untuk melakukan hal-hal yang positif terutama dalam bekerja baik untuk dirinya, pasien, petugas kesehatan lain maupun semua orang yang berada di rumah sakit termasuk dalam usaha untuk melakukan pencegahan infeksi nosokomial. Menurut peneliti, merubah perilaku tidaklah mudah, membutuhkan proses yang lama, harus ada niat, dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Sesuai teori yang di kemukakan Snehandu B. Kar mengatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari (1) Niat seseorang untuk bertindak, (2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya, (3) Ada tidaknya informasi kesehatan atau fasilitas kesehatan, (4) Otonomi seseorang yang bersangkutan dalam mengambil tindakan atau keputusan, (5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak. 2. Pendidikan Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan perawat yang tertinggi yang diperoleh secara formal. Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan tertentu (Notoatmodjo, 1994). Jadi dengan tingkat pendidikan yang tinggi mereka dengan sendirinya bias menyadari apa yang baik untuk mereka, sehingga mereka akan berperilaku kea rah yang positif. Tingkat pendidikan responden dibagi menjadi dua yaitu tingkat pendidikan tinggi (S1 Keperawatan) dan tingkat pendidikan rendah (AKPER), dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 22 Responden (68,8%).Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai =0,06 = 0,05. Hasil tersebut memberikan makna bahwa hipotesis alternatif ditolak dan hipotesis nol diterima yang berararti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial.Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Green yang dikutip Nurhayati (2009) bahwa tingkat pendidikan merupakan factor predisposisi seseorang untuk berperilaku, sehingga latar belakang pendidikan merupakan factor yang mendasar dan memotivasi terhadap perilaku atau memberikan refrensi pribadi dalam pengalaman belajar seseorang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sudarsono (2010) bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kinerja perawat. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang tinggi akan membantu perawat memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian membantu dalam menganilisis kondisi dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa tingkat pendidikan pendidikan yang rendah tidak mempengaruhi perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Dengan tingkat pendidikan yang kurang mendukung akan tidak menyebabkan rendahnya kinerja perawat, pada dasarnya apabila semakin baik tingkat pendidikan formal akan mematangkan pemahaman tentang pengetahuan tentang pencegahan infeksi nosokomial. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa di antara responden yang memiliki pendidikan tinggi, masih banyak yang memilki kinerja yang kurang.Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan upaya kinerja perawat. Dengan pendidikan yang tinggi (memenuhi syarat) maka perawat akan lebih mudah dalam menerima informasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan pengetahuan. Jadi semakin tinggi tingkat pendidikan perawat akan semakin meningkat pula kinerjanya dalam menjalankan aktifitas di rumah sakit termasuk dalam perilaku pencegahan infeksi nosokomial di Rumah sakit.

3. Lama kerjaYang dimaksud dengan lama kerja dalam penelitian ini adalah lamanya responden bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit. Makin lama perawat bekerja tentunya makin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga tampak hasil kerja yang diperoleh dengan berkurangnya kejadian infeksi nosokomial. Dari hasil penelitian yang di lakukan di ruang Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar lama kerja responden yang paling banyak adalah lama kerja lama (5 Tahun) yaitu berjumlah 10 responden (31,3%) dan untuk lama kerja baru (4 Tahun ) berjumlah 22 responden (68,7%).Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai = 0,06 = 0,05. Hasil tersebut memberikan makna bahwa hipotesis nol diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja perawat dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomoial.Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rukmini Norman (2008) tentang hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku perawat terhadap infeksi nosokomial di departemen Perawatan Intensif RS Angkatan Darat Gatot Subroto. Dan penelitian Euis Nurhayati (2007) tentang factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi nosokomial di Bagian Bedah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang menyatakan bahwa lama kerja responden yang terbanyak di Rumah Sakit adalah lama kerja lama (11 tahun) yaitu 47%Menurut Mendfora (1995) yang dikutip Ridha Mahtuah (2008) lama pengalaman kerja berhubungan dengan kerja perawat secara bermakna. Semakin banyak seseorang mengetahui akan keuntungan dan kerugian dari tindakan yang dilakukan ataupun pengalaman, maka kemungkinan untuk merubah perilaku menjadi lebih mudah. Hal ini dikarenakan perawat akan melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah perawat kenal dan tidak merasa canggumg dengan tindakan yang dilakukan. Menurut peneliti, lama kerja seharusnya merupakan salah satu faktor yang mendukung perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial, semakin banyak pengalaman yang telah diperoleh seorang perawat maka kewaspadaan terhadap infeksi nosokomial akan semakin meningkat, hal ini harus didukung dengan kebijakan dari Rumah sakit serta dukungan dari Rumah Sakit seperti sarana bagi petugas kesehatan agar pencegahan nosokomial dapat ditingkatkan.G. KesimpulanKesimpulan hasil pada penelitian ini berdasarkan pada kerangka konsep penelitian.1. Terdapat hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil uji korelasi antara dua variabel penelitian yang telah dilakukan menunjukkan nilai dimana p < 0.052. Tidak terdapat hubungan pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil uji korelasi antara dua variabel penelitian yang telah dilakukan menunjukkan nilai dimana p > 0.05.Tidak terdapat hubungan masa kerja dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil uji korelasi antara dua variabel penelitian yang telah dilakukan menunjukkan nilai dimana p > 0.05H. Saran1. Bagi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo a. Meningkatkan pengetahuan perawat melalui pelatihan dan pembinaanb. Melakukan sosialisasi pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.c. Memberikan kebijakan tertulis untuk kegiatan pencegahan infeksi nosokomial berupa penghargaan dan sanksi yang jelas bagi perawat yang menjalankan dan dan tidak menjalankan upaya tersebut2. Kepala Keperawatan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo a. Mengusulkan program pengembangan SDM perawat untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggib. Meningkatkan kesempatan promosi bagi perawat mengikuti pelatihan, seminar, workshop dibidang keperawatan3. Untuk kepentingan penelitiana. Melakukan penelitian lanjutan tentang perilaku pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit yang dapat dilakukan secara kualitatif ataupun kuantitatifb. Mengembangkan desain penelitian lain dalam menguraikan lebih lanjut hasil penelitian ini yang dapat dilakukan pada Rumah sakit yang diberi perlakuan tertentu dan tidak diberi perlakuanc. Mengembangkan penelitian yang menggunakan variabel independen lain

DAFTAR PUSTAKA

British (1993).Petunjuk Praktis Sterilisasi Instrumen dan Pengendalian Infeksi Silang. Alih Bahasa dr.Basuki Supartono.Jakarta

Depkes RI. (1994). Prosedur Perawatan Dasar. PPNI. Jakarta

Depkes RI. (1995).Pedoman Sanitasi rumah sakit di Indonesia.Jakarta..Ditjen PPM dan PLP danDitjen pelayanan Medik. Jakarta

Farida Betty, (1999). Pengendalian Infeksi nosokomial Majala keperawatan Bina sehat. Edisi September-November: PPNI, Jakarta

Gartinah,Tien, at.al. (1999). Keperawatan dan Praktek Keperawatan, PPNI, Jakarta.

Gaffar, Jumadi, (1999). Keperawatan Profesional. Jakarta. EGC.

Hasbullah H,Tamrin.(1993) Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Persahabatan Jakarta : Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta

Herawani, et al (2002),Pendidikan kesehatan dalam perawatan. Penerbit Buku kedokteran, EGC, Jakarta

Kurniadi, Hartati. (1993). Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga Jakarta : Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta

Misnadiarly. (1994). Situasi Infeksi Nosokomial di beberapa negara masa lampau dan kini: Majala Kesehatan masyarakat Indinesia. Thn XXII.

Muslihuddin, Adji. (1994).Kebijakan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dibidang pencegahan Infeksi Nosokomial : Majalah Pengendalian Infeksi Nosokomial.

Nursalam & Siti Pariani. (2001).Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. CV. Segung Seto. Jakarta.

Notoatmodjo, S. (1993) Pengantar pendidikan kesehatan dan perilaku kesehatan Andi offset. Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.

Robert, Utji. (1993).Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSCM, dengan sumber daya minimal : Majalah Cermian dunia kedokteran, Jakarta.

Roeshadi, Djoko, at.al. (1994). Pementauan Kualitas Pelayanan di RSUD DR.Soetomo Surabaya: Majalah Pengendalian Infeksi Nosokomial. Surabaya

Roeshadi, Djoko. (1993). Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial : Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakrta

Satyaputra D,wahyudi. (1993). Survai Infeksi Nosokomial luka operasi dibagian Bedah dan kebidanan RSU. Bekasi : Majala Cermin Dunia Kedokteran. Bandung

Sastroasmoro, S & Ismail (1995), Dasar-dasar metodologi penelitian klinik. Binrupa Aksara. Jakarta

Sjamsuhidayat, R. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

Spencer S,Schwrtz. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6 Jakarta.

Tim Pengendali Infeksi Nosokomial, DR. Soetomo Surabaya. (1999).Infeksi Nosokomial .Tidak dipublikasikan. Surabaya