jurnal pendidikan mipa, vol. 6. no. 1, jan - · pdf filepengembangan bahan ajar berbasis...
TRANSCRIPT
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Jan – Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima i
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung dan Penasehat
Muslim, S.Sos. Ketua Yayasan STKIP Taman Siswa Bima
Dr. Ibnu Khaldun Sudirman, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima
Penganggung Jawab
Mariamah, M.Pd. Ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Ketua Penyunting
Asriyadin, M.Pd.Si.
Sekretaris Penyunting
Nanang Diana, M.Pd.
Penyunting Pelaksana
Syarifuddin, S.Si., M.Pd.
Yus’iran, S.Si., M.Pd.
Muliana, M.Pd.
Agustinasari, M.Pd.Si.
Muliansani, M.Kom.
Penyunting Ahli (Mitra Bestari)
Prof. Dr. Mansyur
Dr. M. Firmansyah, M.Si
Dr. Karyadin
Desain Cover
Asriyadin, M.Pd.Si.
Alamat Redaksi
Redaksi Jurnal Pendidikan MIPA
LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891
Email: [email protected]
Jurnal Pendidikan MIPA STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan edisi Januari–
Juni dan Juli-Desember. Sebagai media informasi, pemikiran dan hasil penelitian yang berkaitan
dengan pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Volume 6 no 1, Januari - Juni 2016
ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Jan – Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima ii
JURNAL PENDIDIKAN MIPA
DAFTAR ISI
Analisis Kelemahan Siswa Terhadap Penguasaan Konsep Statistika dan Peluang Pada Siswa SMA N 5 Pekanbaru Suripah & maya rhamadani
1356 -1364
Kemampuan Sistem Penyaringan Air Sederhana Dalam Menurunkan Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Air Sumur Gali Di Lingkungan Kekalik Indah Kecamatan Sekarbela Irwan Aprayadi
1365 – 1382
Biologi Kelas yang Menerapkan Model Pembelajaran Student Teams Achievemen T Division(Stad) dengan Team Games Tournament (Tgt) Dengan Menggunakan Handout Pada Siswa Kelas Vii SMPN 10 Pekanbaru Nurzilawati anggraini, sri amnah & desti
1383 – 1388
Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi Matakuliah Persamaan Diferensial Di Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Pmipa Fkip Universitas Riau Armis, Suhermi & Rahmi Fauziah
1389 – 1399
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Stkip Taman Siswa Bima Menggunakan Jasa Konsultan Dalam Penyusunan Skrispsi Tahun Akademik 2015 Mariamah.M.Pd
1400 -1420
Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penalaran Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Rohmah Indahwati
1421 – 1429
Implementasi Model Pembelajarankooperatif Tipe Think Pair And Share (Tps) Dapat Meningkatkan Sikap
Matematika Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi IPS SMA N 1 Palibelo Pada Materi Statistika Tahun Pelajaran 2015/2016 Raodatul Jannah
1430 -1448
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Jan – Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima iii
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Himpunan Kelas Vii.B Mts Darul Hikmah Tente Tahun Pelajaran 2012/2013 Syarifuddin
1449 – 1469
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Sains, Teknologi, Masyarakat Dan Lingkungan (Stml) Terhadap Sikap Ilmiah Siswa Kelas viii² Pada Smp Negeri 4 Bolo Tahun Pelajaran 2014/2015 Syarifuddin
1470 -1491
Keefektifan Pembelajaran Dengan Program Geometer’s Sketchpad Untuk Materi Sudut Pusat Dan Sudut Keliling Pada Lingkaran Di Kelas VIII SMPN 1 Wawo Fatmah
1492 - 1500
Penggunaan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Pemahaman Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Datar Sederhana Nurrahmah
1501 - 1518
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1356
ANALISIS KELEMAHAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP STATISTIKA DAN PELUANG PADA SISWA SMA N 5 PEKANBARU
Suripaha, Maya Rhamadanib
a,Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR [email protected]
bMahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pada kompetensi
dasar mana dalam pembahasan statistika dan peluang dikelas XI SMA N 5
Pekanbaru siswa banyak mengalami kelemahan konsep. Adapun
kelemahan siswa yang dimaksud ditunjukkan pada tingkat penguasaan
yang rendah sehingga mengakibatkan ketidakmampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika.
Populasinya adalah seluruh siswa kelas XI SMA N 5 Pekanbaru
dan sampel diambil secara purposive (pertimbangan) dan proporsional
sebanyak 33 siswa. Berdasarkan teori yang mendasari kajian ini
diharapkan dapat diketahui kelemahan-kelemahan konsep pada
kompetensi dasar bahasan statistika dan peluang, sehingga dapat dijadikan
perbaikan penerapan konsep pengajaran yang benar pada materi statistika
dan peluang secara khusus dan kompetensi dasar yang lain secara umum.
Metode penelitiannya adalah deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan
data yang digunakan berupa data tes dan wawancara. Sedangkan teknik
analisis datanya adalah analisis statistik deskriptif kualitatif, yaitu dengan
cara menghitung persentase kelemahan konsep pada setiap kompetensi
dasar statistika dan peluang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kelemahan siswa
dalam penguasaan konsep tertinggi adalah 37,58% yaitu pada KD
Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya. Dan terendah pada
KD Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis,
lingkaran, dan ogive serta penafsirannya. Sebesar 9,01%. Hasil penelitian
juga menunjukkan persentase kelemahan siswa dalam penguasaan konsep
secara umum sebesar 30,10%.
Kata Kunci: Kelemahan siswa, Konsep
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1357
Pendahuluan
Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (UU No. 20
tahun 2003). Pencapaian dari fungsi
dan tujuan tersebut, merupakan
harapan bagi semua pihak terutama
dalam dunia pendidikan. Untuk
mewujudkan tujuan pendidikan
tersebut salah satunya diupayakan
pendidikan yang berorentasi pada
proses pembelajaran yang sesuai
dengan standar proses.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 41 tahun
2007 tentang standar proses,
menyatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipatif aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta
psikologi peserta didik. Salah satu
yang diamanatkan dalam standar
proses tersebut bahwa pembelajaran
diselenggarakan dengan memotivasi
siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran.
Peranan matematika adalah
bagian yang esensial dalam
pendidikan. Salah satu usaha
perbaikan dibidang pendidikan yang
dapat dilakukan adalah perbaikan
pada pembelajaran matematika.
Matematika sebagai salah satu mata
pelajaran di sekolah tidak hanya
digunakan untuk mencerdaskan satu
tujuan saja. Siswa dapat memiliki
sikap dan kebiasaan berpikir logis,
kritis, sistematik, kerja cepat, tekun
dan bertanggung jawab. Hal ini
sejalan dengan (Permendiknas No.
23 tahun 2006) bahwa siswa dapat
mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah. Menghargai dan meresapi
keindahan konsep-konsep, struktur-
struktur dan pola-pola matematika,
(Ruseffendi, 1991: 35).
Seorang pendidik yang
menguasai konsep materi pelajaran
dengan baik, jika dalam
menyampaikan kepada siswanya
kurang jelas, terkadang penerimaan
siswa menjadi salah. Hal ini yang
akan menyebabkan siswa
misunderstanding dalam memahami
konsep materi selanjutnya. Oleh
karenanya seorang guru dituntut
untuk profesional dalam
menjalankan tugas dan
kewajibannya. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1358
pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah,
(UU No 14 tahun 2005: 2).
Pada kurikulum 2013,
Statistik dan Peluang termasuk salah
satu kompetensi dasar dalam jenjang
SMA. Peluang merupakan konsep
awal dari materi selanjutnya yaitu
statistika yang tidak terlepas dari
data-data dan perhitungan. Harapan
besar tenaga pendidik di perguruan
tinggi seperti dosen program studi
matematika atau bidang lain yang
berkaitan dengan matematika, siswa
dapat melanjutkan konsep statistik
yang ada di perguruan tinggi dengan
baik. Pada selang waktu pertama
konsep diajarkan secara sederhana,
misalnya dengan cara intuitif melalui
benda-benda konkret atau gambar-
gambar sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Pada tahap berikutnya
konsep yang diajarkan secara
sederhana dapat diperluas lagi,
sehingga peserta didik dalam belajar
matematika dapat dilakukannya
secara sistematik, (Soemarsono,
2007). Bekal konsep materi yang
matang dari tingkat SMA akan
mendukung kelancaran
terselenggaranya pembelajaran
dibangku kuliah.
Kenyataan yang ada di
lapangan penguasaan konsep
kompetensi dasar statistika masih
rendah. Berdasarkan data dari BSNP
Propinsi Riau untuk sekolah SMA
Negeri dan Swasta di kota Pekanbaru
secara nasional persentase
penguasaan konsep diperoleh rata-
rata nilai 67,36. Khususnya untuk
kemampuan menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan permutasi
sederhana. Persentase ini masih jauh
di bawah kemampuan indikator
penguasaan soal yang lain.
Berdasarkan hasil ulangan harian
pada standar kompetensi Statistika
dan Peluang dbeberapa SMA di
Pekanbaru juga masih rendah. Data
ini juga diperjelas dari rendahnya
daya tangkap mahasiswa pada
statistik dasar diperguruan tinggi
selama proses pembelajaran
berlangsung. Hal tersebut
mengundang ketertarikan peneliti
sebagai dosen statistik untuk
berkolaborasi dengan beberapa guru
di sekolah menengah atas, perihal
penguasaan konsep siswa dalam
pembelajaran. Menurut keterangan
beberapa guru SMA di Pekanbaru,
ketika proses pembelajaran
berlangsung siswa cenderung
menunggu apa yang disampaikan
guru. Siswa banyak diam dan kurang
mau bertanya tentang konsep
pelajaran yang belum jelas. Siswa
mudah lupa terhadap materi yang
disampaikan sebelumnya. Siswa
yang pandai semakin pandai dan
yang kurang semakin tertinggal, hal
itu disebabkan daya tangkap
terhadap materi pelajaran menjadi
lemah karena lemahnya konsep awal
dalam pembelajaran.
SMAN 5 Pekanbaru,
berdasarkan level tingkat akademik
termasuk sebagai salah satu kategori
sekolah level akademik tinggi. Oleh
karena itu peneliti secara bertahap
tertarik untuk melihat sejauh mana
tingkat pencapaian pembelajaran
khususnya penguasaan konsep pada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1359
materi statistika dan peluang. Pada
tahap atau kesempatan berikutnya
peneliti juga akan melihat sejauh
mana penguasaan konsep pada level
sekolah kategori akademik
menengah dan bawah. Berdasarkan
hasil analisis yang diperoleh, peneliti
berharap bisa melihat perbandingan
sejauh mana penguasaan konsep
pada sekolah SMA berdasarkan
tingkatan akademiknya. Hasil yang
bisa diperoleh diharapkan dapat
dijadikan kajian khusus untuk
mendesain bahan ajar yang sesuai
dengan kebutuhan siswa.
Berdasarkan permasalahan
yang diuraikan di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
guna menjawab permasalahan yang
ada yakni dengan judul “Analisis
Kelemahan Siswa Terhadap
Penguasaan Konsep Statistika dan
Peluang Pada siswa SMA N 5
Pekanbaru”.
Metode Penelitian Bentuk penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif
kualitatis. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua siswa kelas XI
SMA N 5 Pekanbaru. Sedangkan
sampel merupakan sebagian yang
diambil dari populasi. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive random sampling
yaitu dari jumlah populasi ditentukan
jumlah sampel sebagai obyek
penelitian yaitu sebanyak 33 siswa.
TTeknik Pengumpulan Data
Instrumen tes prestasi belajar
matematika pada penelitian ini
berupa seperangkat tes berupa
pilihan ganda. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui penguasaan
konsep. Instrumen tes ini disusun
berdasarkan kisi-kisi soal dengan
mengacu pada standar isi dalam
Kurikulum 2013. Kemudian
dilakukan validasi dan
reliabilitasnya.
1. Tes penguasaan konsep
Instrumen tes prestasi
belajar matematika pada penelitian
ini berupa seperangkat tes berupa
pilihan ganda. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui penguasaan
konsep. Instrumen tes ini disusun
berdasarkan kisi-kisi soal dengan
mengacu pada standar isi dalam
Kurikulum 2013.
2. Validitas dan Reliabilitas
Penyusunan tes, terlebih
dilakukan validasi dan dihitung
reliabilitasnya. Dalam penelitian ini
peneliti cukup memvalidasi isi dan
validasi ahli sesuai dengan bidang
statistika dan peluang, tentunya
dengan memperhatikan masukan dan
saran yang diberikan. Dalam hal ini
peneliti berkonsultasi dengan teman
sejawat yakni bapak Dr. Zulkarnain,
M.Pd.
Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan
yaitu dengan menghitung persentase
kelemahan konsep pada Kompetensi
Dasar Statistika dan Peluang. Untuk
menghitung persentase kelemahan
konsep pada tiap-tiap Kompetensi
Dasar digunakan rumus sebagai
berikut:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1360
𝑃𝑗 = ∑ 𝑛𝑖𝑗
𝑘𝑗
𝑖=1
𝐾𝑗𝑥 𝑁 𝑥100%
Keterangan:
𝑃𝑗 = Persentase kelemahan konsep
ke-j
𝐾𝑗= Banyak butir untuk konsep ke-j
𝑛𝑖𝑗 = Jumlah siswa yang menjawab
salah butir ke-I pada konsep ke-j
𝑁 = Jumlah responden
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian
Data hasil penelitian
yang diperoleh pada penelitian ini
berupa deskripsi data tentang tes
hasil belajar siswa pada Standar
Kompetensi Menggunakan aturan
Statistika, Kaidah Pencacahan, dan
Sifat-sifat peluang dalam
pemecahan masalah. Adapun data
yang dimaksud adalah untuk
mendeskripsikan tentang
bagaimana kelemahan siswa dalam
penguasaan konsep materi
pelajaran khususnya Statistika dan
Peluang. Sebagai data pendukung
peneliti juga mengambil data dari
hasil wawancara tidak terstruktur
kepada beberapa guru-guru
matematika yang ada di sekolah
penelitian.
1. Persentase kelemahan konsep
tiap-tiap Kompetensi Dasar pada
materi statistika dan peluang dari
33 siswa dianalisis menggunakan
rumus sebagai berikut:
𝑃𝑗 = ∑ 𝑛𝑖𝑗
𝑘𝑗
𝑖=1
𝐾𝑗𝑥 𝑁 𝑥100%
Keterangan:
𝑃𝑗 = Persentase kelemahan konsep
ke-j
𝐾𝑗= Banyak butir untuk konsep ke-j
𝑛𝑖𝑗 = Jumlah siswa yang menjawab
salah butir ke-I pada konsep ke-j
𝑁 = Jumlah responden
J = 1,…6
Secara rinci kelemahan konsep setiap
Kompetensi Dasar data dianalisis
sebagai berikut:
Tabel 1. Persentase Kelemahan Siswa dalam Penguasaan Konsep.
Standar Kompetensi Kelemahan
Konsep ke-j (%)
Penguasaan
Konsep ke-j (%)
1.1 Membaca data dalam bentuk
tabel dan diagram batang,
garis, lingkaran, dan ogive. 13,13 86,87
1.2 Menyajikan data dalam bentuk
tabel dan diagram batang, garis,
lingkaran, dan ogive serta
penafsirannya.
9,01 90,99
1.3 Menghitung ukuran pemusatan,
ukuran letak, dan ukuran
penyebaran data, serta
penafsirannya.
31,99 68,01
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1361
1.4 Menggunakan aturan perkalian,
permutasi, dan kombinasi
dalam pemecahan masalah.
28,28 71,72
1.5 Menentukan ruang sampel
suatu percobaan. 27,27 72,73
1.6 Menentukan peluang suatu
kejadian dan penafsirannya. 37,58 62,42
2. Persentase Kelemahan Konsep
pada Standar Kompetensi
Menggunakan aturan Statistika,
Kaidah Pencacahan, dan Sifat-
sifat peluang dalam pemecahan
masalah. Persentase Kelemahan
Konsep materi statistika dan
Peluang secara umum dari 33
siswa diperoleh dengan analisis
data sebagai berikut.
𝑃 = ∑ 𝑛𝑖
30𝑖=1
𝐾𝑥 𝑁 𝑥100%
Keterangan:
P = Persentase kelemahan Konsep
K = Banyak Butir
𝑛𝑖= Jumlah siswa yang menjawab
salah butir ke-i
N = Jumlah Responden Persentase kelemahan
konsep dari 33 siswa adalah
sebagai berikut.
𝑃 = 298
30𝑥33𝑥100%
𝑃 = 298
990𝑥100%
= 30,10 %
3. Deskripsi data Hasil Wawancara
dengan Guru Matematika Kelas
XI Semester II
Dari hasil perbincangan
dengan guru-guru yang ada di
sekolah, permasalahan yang
dihadapi hampir sama. Yakni
permasalahan hasil akhir dari
pembelajaran yang ditargetkan.
Ada yang terlupa oleh teman
guru di sekolah bahwa
sesungguhnya proses
pembelajaran adalah titik tolak
yang harus diperhatikan.
Permasalahan hasil akhir atau
nilai adalah dampak dari sebuah
proses.
Salah satu hal yang
menarik dari apa yang
disampaikan guru adalah
bagaimana sikap siswa selama
belajar. Seperti yang
diungkapkan salah seoarang
Guru, bahwa selama proses
pembelajaran siswa terlihat
tanpa ada masalah, beberapa
siswa saja yang memang sudah
rutin membuat masalah di kelas.
Ketika di ajar cenderung tenang
dan diam, akan tetapi diamnya
siswa perlu dipertanyakan
apakah diam karena paham atau
sebaliknya. Siswa yang mau
bertanya justru siswa yang
memang kategori lebih, padahal
harapan guru siswa yang tidak
paham yang harusnya bertanya
agar menjadi tahu. Sebagai
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1362
akibat adalaha adanya jurang
atau batas sehingga ada konsep
tertentu yang disampaikan guru
tidak dapat tersampaikan dengan
baik kepada siswanya. Efek
jangka menengah berimbas
pada penguasaan indikator yang
lebih tinggi, dan efek jangka
panjangnya adalah tidak dapat
mengkaitkan antara konsep yang
saling membangun untuk
berpikir lebih tinggi.
Dengan adanya
penelitian ini, guru mendukung
peneliti untuk mendapatkan
gambaran sejauh mana tingkat
penguasaan materi yang telah
berlalu, untuk membantu guru
dalam memperbaiki proses
pembelajaran khususnya pada
konsep-konsep yang persentase
kelemahanya masih tinggi. Satu
hal yang peneliti tegaskan
sebagai bentuk kolaborasi dan
pedulinya terhadap masa depan
pendidikan adalah terinspirasi
bukan hanya sekedar ingin
mengetahui konsep mana yang
belum dikuasai. Pada tahap
berikutnya adalah mendesain
bahan ajar untuk SMA yang
dapat memfasilitasi belajar
siswa.
Pembahasan
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan pada
kompetensi dasar mana dalam
pembahasan statistika dan peluang
siswa SMA kelas XI di Pekanbaru
banyak mengalami kelemahan
konsep.
Pada deskripsi data
dperoleh adanya kelemahan konsep
dalam tiap-tiap Kompetensi Dasar
(KD) pada Standar Kompetensi (SK)
menggunakan aturan statistika,
kaidah pencacahan, dan sifat-sifat
peluang dalam pemecahan masalah.
Persentase tertinggi pada KD ke 6
yakni menentukan peluang suatu
kejadian dan penafsirannya sebesar
37,58 %. Dan persentase terendah
pada KD ke-2 yakni menyajikan
data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
serta penafsirannya. yaitu sebesar
9,01 %.
Dari hasil analisis data
diperoleh persentase kelemahan
konsep pada tiap-tiap KD. KD
membaca data dalam bentuk tabel
dan diagram batang, garis dan
lingkaran serta ogive sebesar
13,13%, KD Menyajikan data dalam
bentuk tabel dan diagram batang,
garis, lingkaran, dan ogive serta
penafsirannya sebesar 9,01 %, KD
Menghitung ukuran pemusatan,
ukuran letak, dan ukuran penyebaran
data, serta penafsirannya sebesar
31,99 %, KD Menggunakan aturan
perkalian, permutasi, dan kombinasi
dalam pemecahan masalah sebesar
28,28 %, KD Menentukan ruang
sampel suatu percobaan sebesar
27,27 %, dan KD Menentukan
peluang suatu kejadian dan
penafsirannya sebesar 37,58 %.
Dari hasil analisis data
yang telah diuraikan di atas
menunjukkan gambaran bahwa
kelemahan siswa dalam penguasaan
konsep masih cukup tinggi jika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1363
dikaitkan dengan pencapaian target
ketuntasan kriteria minimum (KKM)
nilai yang ada di sekolah. Jika
dicermati lebih jauh, tamapk
gambaran secara kajian teoritis
bahwa penguasaan konsep awal
sangat menetukan konsep
berikutnya. Pada penanaman konsep
awal, harapan yang diperoleh adalah
siswa tidak ada kendala disaat
konsep materi yang diberikan masih
relatif sederhana dan mudah
dipahami. Telihat dari hasil
persentase kelemahan konsep cukup
rendah. Artinya disana siswa belum
ada kendala yang berarti jika dilihat
dari indikator pencapaian belajarnya
masih tahap pengetahuan.
Selanjutnya jika dilihat dari besarnya
angka persentase kelemahan
penguasaan konsep semakin tinggi
levelan pencapaian indikator
belajarnya semakin tinggi pula
persentase kelemahan konsepnya.
Artinya disana ada makna tersirat
yang dapat peneliti maknai. yakni
adanya penumpukan
ketidakpahaman atau
misunderstanding materi sehingga
semakin besar pula permasalahan
yang menyebabkan kendala
ketidakpahaman pada proses
abstraksi pada levelan pencapaian
indikator berikutnya yang lebih
tinggi.
Pada tahapan definisi,
kemudian memahami konsep masih
bisa terkafer. Namun pada tahapan
aplikasi analisis dan sintesis, siswa
mulai kurang bekal dikarenakan ada
sinyal-sinyal konsep yang terputus.
Sebagai akibat jangka panjang tidak
dapat mengingat kembali bahwa ada
keterkaitan antara indikator yang
satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan hasil
pembahasan tersebut menunjukkan
masih terdapat kelemahan siswa
dalam penguasaan konsep pada KD-
KD materi statistika dan peluang.
Oleh karena itu, peneliti berharap
sederhananya hasil penelitian ini,
dapat dijadikan perhatian untuk
proses perbaikan dimasa yang akan
datang. Khususnya pada KD
menggunakan aturan permutasi dan
kombinasi lebih dikuatkan. Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah kd
terakhir yang berkaitan dengan
menyelesaikan masalah peluang
suatu kejadian.
SSimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Siswa masih banyak mengalami
kelemahan konsep khususnya
pada KD Menghitung ukuran
pemusatan, ukuran letak, dan
ukuran penyebaran data, serta
penafsirannya 31,99 %, KD
Menggunakan aturan perkalian,
permutasi, dan kombinasi dalam
pemecahan masalah sebesar 28,28
%, dan KD Menentukan peluang
suatu kejadian dan penafsirannya
sebesar 37,58 %.
2. Persentase kelemahan konsep
tiap-tiap KD materi Statistika dan
Peluang, persentase tertinggi
sebesar 37,58 % yaitu pada KD
menentukan peluang suatu
kejadian dan penafsirannya, dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1364
persentase terendah sebesar 9,01
% yakni pada KD Menyajikan
data dalam bentuk tabel dan
diagram batang, garis, lingkaran,
dan ogive serta penafsirannya.
Persentase kelemahan konsep
secara keseluruhan diperoleh
30,10%.
Daftar Pustaka
Arends, R.I., & Kilcher, A. (2010).
Teaching for student
learning: becoming an
accomplished teacher. New
York: Routledge.
Arikunto, Suharsimi. (2002). Dasar-
dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang
RI Nomor 20, tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
______. (2005). Undang-Undang RI
Nomor 14, tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
______. (2006.) Peraturan menteri
pendidikan nasional repoblik
Indonesia no 23, tahun 2006
tentang standar isi.
______. (2007). Peraturan menteri
pendidikan nasional republik
indonesia nomor 41, tahun
2007 tentang standar proses
untuk satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Ebel, R.I., & Frisbie, D.A. (1986).
Essential of educational
measurement (4th ed). New
Jersey: Prentice-Hell, Inc.
Ferguson, George A dan Takane,
Yoshio. 1989. Statistical Analysis in Psychology and Education. Sixth edition. New York: McGraw Hill Book Company.
Johnson, D.W., & Johnson, R.T.
(2002). Meaningful
assessment: A manageable
and cooperative process.
Boston: Allyn and Bacon
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E.
(2004). Models of teaching
(7th ed). Boston, MA: Pearson
Education.
Nitko, A.J., & Brookhart, S.M.
(2007). Educational
assessment of student (5th ed).
New Jersey: Pearson
Education..
Russefendi. (1991). Dasar-dasar
Matematika Modern untuk
Orang Tua Murid dan Guru.
Bandung: Tarsito.
Sudjana. (2002). Metode Statistika:
Bandung: Tarsito.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1365
KEMAMPUAN SISTEM PENYARINGAN AIR SEDERHANA
DALAM MENURUNKAN NILAI CHEMICAL OXYGEN DEMAND
(COD) PADA AIR SUMUR GALI DI LINGKUNGAN
KEKALIK INDAH KECAMATAN SEKARBELA
1Irwan Aprayadi
(Guru Kimia SMA Negeri 1 SEMBALUN)
Email : [email protected]
ABSTRAK
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh warga Lingkungan Kekalik
Indah saat ini adalah tingginya kadar Chemical Oksigen Demand (COD) pada
air sumur yang melebihi ambang batas mutu air bersih, mengakibatkan air
sumur menjadi keruh, berbau, dan memiliki rasa tidak enak untuk diminum.
Penyaringan Air Sederhana merupakan suatu teknologi pengolahan air bersih
yang terdiri dari media pasir, arang tempurung kelapa dan kerikil. Penelitian
ini bertujuan untuk Untuk mengetahui apakah sistem Penyaringan Air
Sederhana dapat menurunkan konsentrasi COD pada air sumur gali di
Lingkungan Kekalik Indah dan Untuk mencari variasi komposisi media yang
paling efektif sehingga mendapatkan penurunan konsentrasi COD yang paling
optimal. Dari hasil penelitian didapat konsentrasi rata-rata awal COD sebesar
16,48 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan dengan Penyaringan Air sederhana
diperoleh variasi komposisi media pasir, arang dan kerikil yang optimal dalam
menurunkan konsentrasi COD yaitu variasi 1:3:1 yang menunjukkan efisiensi
penurunan konsentrasi COD paling efektif sebesar 55,60% jika dibandingkan
dengan variasi media yang lainnya. Kapasitas penyaringan pada variasi
komposisi media 1:3:1 mampu menurunkan kadar COD sesuai ambang batas
yang diperbolehkan sebanyak 6 L air.
Kata Kunci: Air Sumur, Penyaringan Air Sederhana, Chemical Oxygen
Demand (COD).
Pendahuluan
Air merupakan sumber
kehidupan yang sangat vital bagi
manusia. Dan dapat dikatakan air
merupakan sumber daya yang
terbatas dan kita tidak dapat
dipisahkan dari senyawa kimia
ini dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat air bagi kehidupan kita
antara lain untuk kebutuhan
rumah tangga yaitu sebagai air
minum dan MCK (mandi cuci
kakus), kebutuhan industri, air
irigasi untuk pertanian sampai
pembangkit listrik tenaga air
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1366
(Surososipil, 2008).
Menurut Kusnaedi (2006),
air yang dapat diminum dapat
diartikan sebagai air yang bebas
dari bakteri yang berbahaya dan
tidak murni secara kimiawi. Air
minum harus bersih dan jernih,
tidak berwarna dan tidak berbau,
dan tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kekeruhan.
Standar untuk air minum telah
ditentukan oleh WHO baik untuk
Eropa (WHO 1970) maupun
internasional (WHO 1971). Air
bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak,
pernyataan ini pada peraturan
menteri kesahatan nomor
416/MEN.KES/PER/IX/1990
tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air.
Pernyataan ini juga sesuai
dengan keputusan menteri
kesehatan
No.907/Menkes/SK/VII/2002
yang menyatakan bahwa syarat
air minum harus bebas dari
bahan-bahan organik dan
anorganik.
Untuk menyatakan
kandungan bahan organik di
dalam perairan dilakukan dengan
mengukur jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk menguraikan
bahan tersebut sehingga menjadi
senyawa yang stabil. Salah satu
cara yang digunakan untuk
menganalisa kandungan oksigen
tersebut yaitu dengan
menganalisis Chemical Oxygen
Demand (COD). Chemical
Oxygen Demand (COD) atau
Kebutuhan Oksigen Kimia
(KOK) adalah jumlah oksigen
(mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organis
yang ada dalam 1 L sampel air.
Angka COD merupakan ukuran
bagi pencemaran air oleh zat-zat
organis yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui
proses mokrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air.
Oksigen terlarut adalah
banyaknya oksigen yang
terkandung di dalam air dan
diukur dalam satuan ppm.
Oksigen yang terlarut ini
dipergunakan sebagai tanda
derajat pengotor air baku.
Semakin besar oksigen yang
terlarut, maka menunjukkan
derajat pengotoran yang relatif
kecil (Admin, 2008).
Masyarakat di Lingkungan
Kekalik Indah Kecamatan
Sekarbela masih menggunakan
air sumur gali untuk memenuhi
kebutuhan akan air minum
maupun keperluan rumah tangga
lainnya. Umumnya warga
Kekalik Indah mengalirkan
limbah rumah tangganya ke
sungai dan got yang mengalir
melewati daerah tersebut.
Limbah ini terdiri dari zat-zat
organik dan anorganik seperti
tinja, sisa-sisa sabun, sampah dan
sebagainya. Masyarakat Kekalik
Indah yang umumnya bermata
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1367
pencaharian sebagai pembuat
tahu banyak memanfaatkan got
dan aliran sungai sebagai tempat
pembuangan limbah tahu
tersebut. Hal ini mengakibatkan
air sumur gali di daerah sekitar
pembuangan air limbah menjadi
berwarna keruh, berbau, dan
memiliki rasa tidak enak untuk
diminum.
Hal ini dapat dibuktikan
dengan tingginya konsentrasi
COD yang terkandung pada air
sumur masyarakat Kekalik Indah
yang melebihi ambang batas
baku mutu air yaitu 13,6 mg/L.
Dimana menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun
2001 konsentrasi COD untuk air
yang dapat diminum konsentrasi
COD tidak melebihi 10 mg/L.
Sehingga air sumur gali ini perlu
penanganan untuk
meminimalkan konsentrasi COD
yang dikandungnya.
Guna mendapatkan air yang
bersih banyak cara yang
dilakukan antara lain dengan
menggunakan metode
penyaringan sederhana, dimana
metode ini menggunakan media
pasir, arang dan kerikil sebagai
media penyaring yang
persediaannya cukup banyak dan
mudah mendapatkannya. Cara
membersihkan air dengan
metode penyaringan sederhana
yaitu dengan mengalirkan air
pada bak penyaringan yang telah
diisi dengan media penyaringan
berupa pasir, arang dan kerikil.
Dimana pada proses penjernihan
air media arang digunakan
sebagai adsorben yang berfungsi
untuk mengurangi atau
menghilangkan bau dan
mengurangi rasa yang kurang
sedap pada air dimana media
arang menyerap kandungan
bahan organik dan nonorganik
dalam air dapat meningkatkan
konsentrasi COD.
Berdasarkan latar belakang
tersebut maka perlu dilakukan
penelitian menggunakan
penyaringan air sederhana
dengan media pasir, arang dan
kerikil sehingga efektif dalam
menurunkan konsentrasi COD
yang ada di dalamnya.
Pemanfaatan Sumber Daya Air
Dalam kehidupan di bumi
kita ini, air merupakan suatu
kebutuhan yang tak dapat
ditinggalkan untuk kehidupan
manusia. Kita tidak dapat
dipisahkan dari senyawa kimia
ini dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat air bagi kehidupan kita
antara lain untuk kebutuhan
rumah tangga yaitu sebagai air
minum dan MCK (mandi cuci
kakus), kebutuhan industri, air
irigasi untuk pertanian sampai
pembangkit listrik tenaga air. Air
di bumi terdapat kira-kira
sejumlah 1,3-1,4 milyar km3
dengan 97,5% berupa air laut dan
1,75% berbentuk es serta 0,73%
berada di daratan sebagai air
sungai, air danau, air tanah dan
sebagainya. Kenyataannya hanya
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1368
air di daratan seperti air sungai,
air danau, air tanah yang telah
dimanfaatkan secara besar-
besarnya untuk kepentingan
manusia. Di Indonesia, dari
potensi air yang ada (100%) yang
menjadi aliran mantap dan yang
termanfaatkan baru sebesar 28%
sedangkan sisanya 72% terbuang
percuma (langsung ke laut)
(Surososipil, 2008).
Air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah
dimasak, peryataan ini pada
peraturan menteri kesahatan
nomor
416/MEN.KES/PER/IX/1990
tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air.
Pernyataan ini juga sesuai
dengan keputusan menteri
kesehatan
No.907/MENKES/SK/VII/2002
yang menyatakan bahwa syarat
air minum harus bebas dari
bahan-bahan organik dan
anorganik.
Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun
2001 tentang kreteria mutu air
dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kriteria mutu air
berdasarkan kelas.
PARAMETER SATUAN KELAS KETERAN
GAN I II III IV
FISIKA
Temperatur oC Devisi
3
Devisi
3
Devisi
3
Devisi
5
Devisi
temperatur
dari keadaan
alamiahnya
Residu terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Residu
tersuspensi mg/L 50 50 400 400
Bagi
pengolahan
air minum
secara
konvensiona
l, residu
tersuspensi
≤ 5000 mg/L
KIMIA ANORGANIK
Ph mg/L 6-9 6-9 6-9 5-9
Apabila secara
alamiah diluar
rentang
tersebut, maka
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1369
ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas
minimum
Total fosfat sbg
P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO3 Sebagai N mg/L 10 10 20 20
NH3 – N mg/L 0,5 - - -
Bagi perikanan,
kandungan
amonia bebas
untuk ikan yang
peka ≤ 0,02
mg/L sebagai
NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Berium mg/L 1
Boron mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Selenium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Kadnium mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional,
Cu ≤ 1 mg/L
Besi mg/L 0,3 - - -
Bagi
pengolahan air
minum secara
konversional,
Fe ≤5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi
pengolahan1
Mangan mg/L 0,2 - - -
Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2
Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1370
Zn ≤ 5 mg/L
Kholorida mg/L 600 - - -
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -
Fluorida 0,5 1,5 1,5 -
Nitrat sebagai
N 0,06 0,06 0,06 -
Bagi
pengolahan air
secara
konvensional,
NO2-N ≤ 1
mg/L
Sulfat 400 - - -
Khlorin bebas 0,03 0,03 0,03 -
Bagi ABAM
tidak
dipersharatkan
Belerang
sebagai H2S 0,002 0,002 0,002 -
Bagi
pengolahan air
secara
konvensional, S
sebagai H2S <
0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
Fecal coliform Jml/100
ml 100 1000 2000 2000
Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional,
fecal coliform ≤
2000 jml/100
mL dan total
coliform ≤
10000
jml/100ml
Total coliform Jml/100
ml
RADIOAKTIF
Gross-A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross-B 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan
lemak µg/L 1000 1000 1000 -
Deterjen sbg
MBAS µg/L 200 200 200 -
Senyawa fenol
sbg. Fenol µg/L 1 1 1 -
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1371
BHC µg/L 210 210 210 -
Aldrin/Dieldrin µg/L 17 - - -
Chlordane µg/L 3 - - -
DDT µg/L 2 2 2 2
Heptaklor dan
Heptaklor
epoxide
µg/L 18 - - -
Lindane µg/L 56 - - -
Methoxyclor µg/L 35 - - -
Endrin µg/L 1 4 4 -
Toxaphan µg/L 5 - - -
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1372
Tinjauan Tentang Air Sumur Gali
/Air Tanah
Dalam situs wikipidia.com
mengatakan Air tanah adalah air
yang terdapat dalam lapisan tanah
atau bebatuan di bawah
permukaan tanah. Air tanah
merupakan salah satu sumber daya
air yang keberadaannya terbatas
dan kerusakannya dapat
mengakibatkan dampak yang
luas serta pemulihannya sulit
dilakukan. Sedangkan Sumur Air
Tanah Dalam (SATD) adalah
sarana penyediaan air bersih
berupa sumur dalam yang dibuat
dengan membor tanah pada
kedalaman muka air minimal 7
meter dari permukaan tanah.
Kedalaman dasar pada umumnya
lebih dari 30 meter sehingga
diperoleh air sesuai dengan yang
diinginkan.
Pergerakan air tanah sangat
lambat, kecepatan arus berkisar
antara 10-10-10-3 m/detik dan
dipengaruhi oleh porositas,
permeabilitas dari lapisan tanah,
dan pengisian kembali.
Karakteristik utama yang
membedakan air tanah dan air
permukaan adalah pergerakannya
yang sangat lambat dan waktu
tinggal yang sangat lama, dapat
mencapai puluhan bahkan
ratusan tahun. Karena
pergerakannya yang sangat
lambat dan waktu tinggal yang
lama tersebut, air tanah akan sulit
untuk pulih kembali jika
mengalami pencemaran.
Pada saat infiltrasi ke dalam
tanah, air permukaan mengalami
kontak dengan air mineral-
mineral yang terdapat di dalam
tanah dan melarutkannya,
sehingga kulitas air mengalami
perubahan karena terjadi reaksi
kimia. Konsentrasi oksigen
dalam air yang masuk ke dalam
tanah menurun, digantikan oleh
karbondioksida yang berasal dari
aktivitas biologis.
Dalam pembuatan sumur,
sebaiknya harus diberi tembok
sedalam tiga meter dengan
pinggir disemen dan dibuatkan
selokan air atau parit supaya
kotoran tidak meresap ke tanah
dan merembes ke dalam sumur.
Kondisi Air Sumur di Daerah
Kekalik Indah
Sarana air bersih yang ada
di Lingkungan Kekalik Indah
Kecamatan Sekarbela pada
umumnya adalah sumur dengan
kedalaman 7-15 meter, dimana
masyarakatnya menggunakan air
tersebut untuk keperluan mandi,
mencuci, minum dan memasak.
Sebagian masyarakat
menggunakan air gallon dan air
dari PDAM untuk kebutuhan air
minum.
Masyarakat Kekalik Indah
umumnya mengalirkan limbah
rumah tangganya ke sungai dan
got yang mengalir melewati
daerah tersebut. Limbah ini
terdiri dari air zat-zat organik dan
anorganik seperti tinja, sisa-sisa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1373
sabun, sampah dan sebagainya.
Masyarakat Kekalik yang
sebagian bermata pencarian
sebagai pembuat tahu banyak
memanfaatkan got dan aliran
sungai sebagai tempat
pembuangan limbah tahu
tersebut. Hal ini mengakibatkan
air sumur gali di daerah sekitar
pembuangan air limbah menjadi
berwarna keruh, berbau, dan
memiliki rasa tidak enak untuk
diminum.
Kondisi penduduk yang
padat dan banyak sekali tempat
pembuangan limbah serta sungai-
sungai yang kotor di sekitar
Lingkungn Kekalik Indah
memungkinkan terjadinya
peresapan limbah tersebut ke
dalam tanah apalagi kondisi air
tanahnya sangat dangkal. Kondisi
demikian membuat air di daerah
tersebut menjadi berbau dan
tidak layak konsumsi.
Pencemaran yang berasal
dari zat organik maupun
nonorganik tersebut
menyebabkan tingginya
konsentrasi COD yang
terkandung dalam air sumur.
Menurut penelitian Imam
Zarkasi (2008), konsentrasi COD
yang terkandung dalam air sumur
di wilayah Kekalik Jaya melebihi
ambang batas yang telah
ditentukan oleh pemerintah
melalui PP No. 82 Tahun 2001
yang terlihat pada Tabel 2.2 di
bawah ini.
Tabel 2.2 Konsentrasi COD pada air sumur Kelurahan Kekalik Jaya (Zarkasi,
2008)
Lingkungan Volume FAS
(ml)
Konsentrasi COD
(mg/L)
Rata-
rata
U1 U2 U1 U2
Kekalik
Timur
Sumur 1 4,53 4,50 6,6 7,5 8,2
Sumur 2 4,44 4,43 9,3 9,6
Kekalik
Barat
Sumur 1 4,48 4,47 8,1 8,4 8,4
Sumur 2 4,47 4,45 8,4 9,0
Kekalik
Kijang
Sumur 1 4,39 4,39 10,8 10,8 11,7
Sumur 2 4,32 4,34 12,9 12,3
Kekalik
Gerisak
Sumur 1 4,33 4,34 12,6 12,3 12,6
Sumur 2 4,32 4,33 12,9 12,6
Kekalik
Indah
Sumur 1 4,29 4,27 13,8 14,4 13,2
Sumur 2 4,34 4,23 12,3 12,6
Keterangan:
mg = miligram
µg = mikrogram
ml = mililiter
L = liter
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1374
Bq = Bequerel
MBAS = Methylene Blue Active Substance
ABAM = Air Baku untuk Air Minum
Logam berat merupakan
logam terlarut
Nilai di atas merupakan batas
maksimum, kecuali untuk
pH dan DO. Bagi pH
merupakan nilai rentang
yang tidak boleh kurang
atau lebih dari nilai yang
tercantum.
Nilai DO merupakan batas
minimum.
Arti (-) di atas menyatakan
bahwa untuk kelas
termasuk, parameter
tersebut tidak
dipersyaratkan
Tanda ≤ adalah lebih kecil
atau sama dengan
Tanda < adalah lebih kecil
Analisis COD Dalam Air
Pengertian COD
Untuk mengetahui
jumlah bahan organik di
dalam air dapat dilakukan
suatu uji yang lebih cepat
dibandingkan dengan uji
Biological Oxygen Demand
(BOD), yaitu berdasarkan
reaksi kimia dari suatu bahan
oksidan yang disebut uji
COD. Uji COD yaitu suatu
uji yang menetukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh
bahan oksidan seperti kalium
dikromat yang digunakan
untuk mengoksidasi bahan–
bahan organik yang terdapat
didalam air. Dimana
Chemical Oxygen Demand
(COD) atau Kebutuhan
Oksigen Kimia (KOK) adalah
jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat–zat organis
yang ada dalam 1 L sampel
air. Dimana pengoksidasi
K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksidasi. Angka COD
merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat
organis yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui
proses mokrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air.
Oksigen terlarut adalah
banyaknya oksigen yang
terkandung di dalam air dan
diukur dalam satuan ppm.
Oksigen yang terlarut ini
dipergunakan sebagai tanda
derajat pengotor air baku.
Semakin besar oksigen yang
terlarut, maka menunjukkan
derajat pengotoran yang
relatif kecil. Rendahnya nilai
oksigen terlarut berarti beban
pencemaran meningkat
sehingga koagulan yang
bekerja untuk mengendapkan
koloida harus bereaksi dahulu
dengan polutan-polutan
dalam air menyebabkan
konsumsi oksigen bertambah
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1375
(Admin, 2008). COD
menggambarkan jumlah total
oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan
organik secara kimiawi, baik
yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar
didegradasi secara biologis
menjadi CO2 dan H2O,
sedangkan BOD hanya
menggambarkan bahan
organik yang dapat
didekomposisi secara
biologis.
Gambar 2.2 Alat Penyaringan Air Sederhana
Sumber: Suriawira (2005)
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian mengenai
teknologi penyaringan air
sederhana dalam mengolah
air telah banyak dilakukan,
biasanya teknologi ini
digunakan untuk pengolahan
air bersih. Oleh sebab itu,
pada penelitian ini peneliti
mencoba untuk membahas
sejauh mana efektifitas
penyaringan air sederhana
dalam menurunkan
konsentrasi Chemical
Oxygen Demand (COD) air
sumur gali di Lingkungan
Kekalik Indah Kecamatan
Sekarbela.
Sesuai dengan judul
dari penelitian ini yaitu
Kemampuan Sistem
Penyaringan Air Sederhana
Dalam Menurunkan Nilai
Bak penampungan
Alat Penyaringan
Hasil
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1376
COD Pada Air Sumur Gali di
lingkungan Kekalik Indah
Kecamatan Sekarbela
Penelitian ini termasuk
dalam penelitian eksperimen
yang dilaksanakan dalam
skala laboratorium dan dalam
batasan waktu tertentu.
Analisis Data
Untuk menentukan
konsentrasi COD dalam
sampel dapat dihitung
dengan rumus Sebagai
berikut:
COD (mg
O2/L) =
sampelml
xNxba 8000)(
Dimana :
a = mL FAS
yang digunakan
untuk titrasi
blanko
b = mL FAS
yang digunakan
untuk titrasi
sampel
N = Normalitas
FAS
Hasil Penelitian dan
Pembahasan
Konsentrasi awal Chemical
Oxygen Demand (COD) pada air
sumur
Data rata-rata
konsentrasi COD pada
air sumur sebelum
proses penyaringan
tertera pada tabel 4.1.
Perhitungan secara
terperinci pada lampiran
3.
Tabel 4.1 Hasil pengujian awal konsentrasi COD sebelum proses
penyaringan
Ulangan FAS (mL) (b) Kadar COD
(mg/L)
Rerata (mg/L)
(C0)
1 4,20 13,49 16,48
2 4,15 19,48
Dari Tabel 4.1
diperoleh rata-rata
konsentrasi COD dalam dua
kali pengulangan sebesar
16,48 mg/L. Kadar rata-rata
COD tersebut telah melebihi
ambang baku mutu air bersih
berdasarkan PP No 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan
Kualitas air dan
Pengendalian pencemaran
Air sebesar 10 mg/L, maka
air sumur tersebut perlu
diperlakukan dengan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1377
menggunakan penyaringan
air sederhana untuk
mendapatkan air yang sesuai
mutu air bersih.
Proses Penyaringan Air
Pada proses
penyaringan, sampel
dimasukkan pada bak
penampungan sebanyak 2 L
selanjutnya dialirkan menuju
pipa penyaringan dan hasil
penyaringan ditampung.
Dapat dilihat secara visual
(fisik), dimana pada hasil
penyaringan air yang semula
berwarna keruh setelah
dilewatkan melalui
Penyaringan Air Sederhana
air berwarna bening.
Konsentrasi Chemical
Oxygen Demand (COD)
setelah penyaringan
Pada penilitian ini
menggunakan enam variasi
yang berbeda tiap variasi
dilakukan dengan dua kali
pengulangan dan diperoleh
data rata-rata COD setelah
penyaringan pada Tabel 4.2.
perhitungan secara lengkap
pada lampiran 3.
Tabel 4.2 Konsentrasi COD sesudah melalui Penyaringan Air
Sederhana.
Variasi Komposisi
Media penyaringan
kerikil : Arang : pasir
FAS (mL) Kadar COD
(mg/L)
Rerata COD
(mg/L)
Efektifitas
(%)
3 : 1 : 1 U1 4,20 13,49
11,99 11,12 U2 4,30 10,49
2 : 1 : 2 U1 4,25 11,99
11,24 16,68 U2 4,30 10,49
1 : 1 : 3 U1 4,30 10,49
10,49 22,24 U2 4,30 10,49
2 : 2 : 1 U1 4,45 5,99
9,74 27,80 U2 4,25 11,99
1 : 2 : 2 U1 4,40 7,50
7,50 44,40 U2 4,40 7,50
1 : 3 : 1 U1 4,40 7,50
5,99 55,60 U2 4,50 4,49
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1378
Keterangan :
U1 = Ulangan ke-1
U2 = Ulangan ke-2
Dari Tabel 4.2 dilihat
bahwa variasi komposisi media
penyaringan berpengaruh
terhadap penurunan kadar COD
dan variasi yang paling efektif
dalam menurunkan kadar COD
yaitu pada komposisi pasir,
arang dan kerikil dengan
perbandingan 1:3:1 dimana
efektifitas penurunan kadar
COD sebesar 55,60%. Pada
variasi ini komposisi arang
paling banyak dibandingkan
komposisi media yang lainnya.
Uji Statistik
Hasil uji statistik
dilakukan untuk mengetahui
apakah terjadi perbedaan yang
signifikan dalam penurunan
konsentrasi COD untuk setiap
variasi unit pengolahan yang
memiliki ketebalan media yang
berbeda. Uji statistik yang
digunakan adalah dengan
menggunakan Anava dengan
metode satu jalur.
Tabel 4.3 Penentuan Analisis Of Varian (ANAVA) Penyaringan Air
Sederhana Berbagai Variasi
Variasi
kerikil : Arang : pasir
Kadar
COD
(mg/L)
Xij2 T T2
Sebelum
penyaringan
U1 22,48 505,35 41,96 1760,64
U2 19,48 379,47
3 : 1 : 1 U1 13,49 181,98
23,98 575.04 U2 10,49 110,04
2 : 1 : 2 U1 11,99 143,76
22,48 505.35 U2 10,49 110,04
1 : 1 : 3 U1 10,49 110,04
20,98 404.16 U2 10,49 110,04
2 : 2 : 1 U1 5,99 35,88
17,98 323.28 U2 11,99 143,76
1 : 2 : 2 U1 7,50 56,25
15,0 225 U2 7,50 56,25
1 : 3 : 1 U1 7,50 56,25
11,99 143.76 U2 4,49 20,16
Jumlah ( ∑ ) 2019,27 154,37 3937,23
Penyusunan hipotesis
Ha = Terdapat perbedaan yang
signifikan antara variasi
komposisi media Penyaringan
Air Sederhana dalam
menurunkan konsentrasi COD
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1379
pada air sumur gali.
Ho = Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara variasi
komposisi media Penyaringan
Air Sederhana dalam
menurunkan konsentrasi COD
pada air sumur gali.
Ha = A1 ≠ A2 ≠ A3 ≠ A4 ≠ A5 ≠ A6
Ho = A1 = A2 = A3 = A4 = A5 = A6
Dimana A = Variasi ketebalan
media Penyaringan Air
Sederhana
Jika : F hitung ≥ F tabel maka
tolak Ho
Tabel 4.4 Sidik Ragam analisis ANAVA
Sumber
variasi Dk SS MS
F
Fhitung 0,05 0,01
Antar
kelompok (b) 6 122,13 20,35
2,22 3,87 7,19 Dalam
kelompok (w) 7 64,11 9,16
Total 13 186,24
Nilai statistik F tabel adalah
F(1-0,05);(6,7) = 3,87 (dari
tabel distribusi F)
Nilai statistik F tabel adalah
F(1-0,01);(6,7) = 7,19 (dari
tabel distribusi F)
Terlihat dari tabel
ANAVA bahwa nilai F hitung
= 2,22 F hitung ≤ F tabel 3,87,
sehingga dapat disimpulkan
bahwa Ho diterima, yang
artinya perbedaan variasi
media pada Penyaringan Air
sederhana tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan
konsentrasi Chemical Oxygen
Demand (COD).
Penentuan Kapasitas
Penyaringan
Pada pengujian ini,
variasi 1:3:1 diuji dengan
pengulangan penambahan
volume tiap 2 L sampel
hingga memperoleh kapasitas
penyaringan sampai
konsentrasi COD kembali
pada konsentrasi awal. Hasil
penentuan volume optimum
pada variasi 1:3:1 dapat
dilihat pada Tabel 4.3
dibawah ini. Perhitungan
secara terperinci dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Tabel 4.5 Penentuan kapasitas penyaringan pada variasi 1:3:1
Penambahan
sampel 2 L ke-
FAS (mL)
(b)
COD
(mg/L)
Rerata
(mg/L)
Efektifitas
(%)
0 U1 3,90 22,48 20,98 0
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1380
(Sebelum
Penyaringan) U2 4,0 19,48
1 U1 4,50 4,49
5,24 75,02 U2 4,45 5,99
2 U1 4,50 4,49
5,99 71,44 U2 4,40 7,50
3 U1 4,40 7,50
7,50 64,25 U2 4,40 7,50
4 U1 4,20 13,49
14,24 32,12 U2 4,15 14,99
5 U1 4,20 13,49
15,47 26,26 U2 4,05 17,99
6 U1 4,0 19,48
19,48 7,15 U2 4,0 19,48
7 U1 3,9 22,48
20,98 0 U2 4,0 19,48
Keterangan :
U1 = Ulangan ke-1
U2 = Ulangan ke-2
Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa
penggunaan Penyaringan
Air Sederhana dapat
digunakan sebanyak 6 kali
penambahan 2 L sampel
atau sebanyak 12 L.
Simpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan,
maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yang
didasarkan pada tujuan
penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa
penyaringan air sederhana
dapat menurunkan
konsentrasi COD pada air
sumur gali di Lingkungan
kekalik Indah Kelurahan
Kekalik Jaya.
2. Variasi komposisi media
pasir, arang dan kerikil
yang optimal dalam
menurunkan konsentrasi
COD yaitu variasi 1:3:1
yang menunjukkan
effisiensi penurunan
konsentrasi COD paling
efektif sebesar 55,60% jika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1381
dibandingkan dengan
variasi media yang lainnya.
3. Kapasitas penyaringan
pada variasi komposisi
media pasir, arang dan
kerikil dengan
perbandingan 1:3:1 mampu
menurunkan kadar COD
sesuai ambang batas yang
diperbolehkan sebanyak 6
L air.
Daftar Pustaka
Admin. 2008. BOD Dan COD.
[online].
http://smk3ae.wordpress.co
m/2008/07/15/bod-dan-
cod/ - 39k. (diakses tanggal
10 Februari 2009).
Alaerts A. 1984. Metode Penelitian
Air. Surabaya: Usaha
Nasional.
Anonim . Arang. [online].
http://
.id.wikipedia.org/wiki/Ara
ng. [pdf] (diakses tanggal
04 April 2009).
Anonim . Arang Batok Kelapa.
[online]. http://
indonetwork.co.id/all/Agra
ris/Arang_Batok_Kelapa/0.
html (diakses tanggal 04
April 2009).
Anonim . Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor :
416/MEN.KES/PER/IX/199
0 Tentang Syarat-syarat
Dan Pengawasan Kualitas
Air, [pdf],
web.ipb.ac.id/~tml_atsp/tes
t/PerMenKes%20416_90.p
df. (diakses tanggal 10
Februari 2009)
Anonim . Pencemaran Air.
[online].
digilib.itb.ac.id/gdl.php?mo
d=browse&op=read&id=ji
ptumm-gdl-heritage-2003-
drsludwalu-675&q=Jalan -
14k. (diakses tanggal 16
Februari 2009).
Anonim . Peraturan
Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air
dan pengendalian
pencemaran air. [pdf].
http//www.menlh.go.id/i/art
/pdf_1076022471.pdf
(diakses tanggal 04 April
2009).
Anonim. 2008. Fungsi dan kegunaan
arang batok kelapa. [online].
www.lintasberita.com/Sain
s/Fungsi_dan_kegunaan_ar
ang_batok_kelapa (diakses
tanggal 11 April 2009)
Arikunto. S. 1993. Metodelogi
Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.
Efendi Hanif. 2003. Telaah kualitas
Air. Yogyakarta: Kanisius.
Furchan. A. 2004. Pengantar
Penelitian dalam
Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kusnaedi. 2006. Mengolah Air
Gambut dan AirKotor
untuk Air Minum. Jakarta:
Swadaya.
Margono. S. 2000. Metode
Penelitian Pendidikan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1382
Jakarta: Rineka Cipta.
Riduwan. 2003. Dasar-Dasar
Statistik. Bandung: PT
Alfabeta Bandung.
Sugiharto. 1992. Dasar-Dasar
Pengolahan Air limbah.
Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Sugiyono. 2007. Statistik Untuk
Penelitian. Bandung: PT
Alfabeta Bandung.
Sukawati Tri Anna. 2008.
Penurunan Konsentrasi
Chemical Oxygen Demand
(COD) Pada Air Limbah
Laundry Dengan
Menggunakan Reaktor
Biosand Filter Diikuti
Dengan Reaktor Activated
Carbon, Tugas
Akhir,Jurusan Teknik
Lingkungan,UII,Yogyakart
a [pdf].
rac.uii.ac.id/server/docume
nt/Public/20080801111753
Anna.pdf (diakses tanggal
10 Februari 2009).
Suriawiria Unus. 2005. Air dalam
Kehidupan dan
Lingkungan yang Sehat.
Bandung: PT. Alumni.
Surososipil. 2008. Air Sumber
Kehidupan. [pdf],
http://surososipil.files.word
press.com/2008/08/bab1-
agung.pdf, (diakses tanggal
10 Februari 2009).
Sutrisno. 1987. Teknologi
Penyediaan Air bersih.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suyasa I W. Budiarsa. 2007.
Kemampuan Sistem
Saringan Pasir- Tanaman
Menurunkan Nilai BOD
Dan COD Air Tercemar
Limbah Pencelupan.
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Udayana [pdf].
journal.unud.ac.id/?module
...idf=10&idj (diakses
tanggal 16 Februari 2009).
Trisnawulan. Dkk. 2007. Analisis
Kualitas Air Sumur Gali.
[pdf].
http://semarang.go.id/kelau
tan/index2.php?option=co
m_content&do_pdf=1&id=
46. (diakses tanggal 10
Februari 2009)
Zarkasi Imam. 2009. Analisis Kadar
Chemical Oxygen Demand
(COD) Pada Air Sumur di
Kelurahan Kekalik Jaya
Kecamatan Sekarbela Kota
Mataram. Skripsi.
Mataram: IKIP Mataram.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1383
BIOLOGI KELAS YANG MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN TEAM GAMES
TOURNAMENT (TGT) DENGAN MENGGUNAKAN HANDOUT
PADA SISWA KELAS VII SMPN 10 PEKANBARU
Nurzilawati Anggraini, Sri Amnah, Desti
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Islam Riau
Email: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to determine the comparison between biology student learning outcomes
classes that applying the learning model Student Achievement Division Teams (STAD)
compared with Team Games Tournament (TGT) using Handout on Student in class VII
SMP 10 Pekanbaru. The samples of this research were two classes of research,
experimental class X1 and X2. The population of this research are students of class VII
SMP 10 Pekanbaru consist of 4 classes with the total number of students are 135 students.
Class collection of samples is done by selecting the average value of the class that does not
differ greatly on the value of the pre-test, and test the homogeneity of these two classes.
Then classes were randomly selected to determine the experimental class X1 and X2
experiments were selected as experimental class VII5 class X1 and X2 VII9 as a class
experiment. Based on the t-analysis, its known that t= 22,38> table = 2.00 with dk (66) at
the level of α = 0.05, then Ho is rejected and H1 was accepted. Based on the descriptive
analysis of the results obtained by the average post-test
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR study student experiment class X1
Student Teams Achievement Division (VII5) = 82,41 and the experimental class X2 Team
Games Tournament (VII9) = 88,7. Based on the results of the research showed that the
difference between the Biology of Learning Outcomes Applying Classroom Learning
Student Teams Achievement Division (STAD) Compared by Team Games Tournament
(TGT) Using Handout in Class VII SMP 10 Pekanbaru Riau.
Keywords: Student Teams Achievement Division, Team Games Tournament, Handout,
Biology Learning Outcomes.
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mancapai tujuan
pembelajaran (Hamalik, 2011:57). Menurut
Sardiman (2011: 21) belajar merupakan
usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan
yang merupakan sebagian kegiatan menuju
terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Belajar adalah salah satu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2).
Salah satu penerapan pembelajaran
yang diharapkan dapat mendukung
suksesnya proses kegiatan belajar mengajar
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
adalah pembelajaran kooperatif. Menurut
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1384
Sanjaya (2006:242), pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan model
pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara
empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau suku
yang berbeda (heterogen).
Di antara model-model pembelajaran
kooperatif yang sangat bervariasi, model
pembelajaran kooperatif Student Teams
Achievement Division (STAD) dan
pembelajaran kooperatif Team Games
Tournament (TGT) adalah salah satu
altenatif yang dapat diterapkan untuk
mengatasi masalah di atas. Model
pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) merupakan metode
pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana yang terdiri dari 4-5 orang dalam
satu kelompok/tim (Slavin, 2005:143).
Team Games Tournament (TGT)
merupakan metode pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari 4-5 orang dalam
saru kelompok menggunakan turnamen
akademik, menggunakan kuis-kuis dan
sistem skor kemajuan individu, dimana
para siswa berlomba sebagai wakil tim
mereka dengan anggota tim lain yang
kinerja akademik sebelumnya setara
dengan mereka (Slavin, 2005: 163-165).
Berdasarkan observasi dan hasil
wawancara yang telah dilaksanakan,
diperoleh informasi bahwa terdapat
beberapa permasalahan dalam
pembelajaran biologi yang menyebabkan
tidak optimalnya pencapaian hasil belajar
siswa, diantaranya yaitu: kurangnya sarana
dan prasarana yang dapat mendukung
proses belajar mengajar di sekolah;
sebagian besar siswa tidak memperhatikan
guru pada saat proses belajar mengajar;
kurangnya kemampuan peserta didik dalam
menguasai materi pembelajaran, sehingga
persentase siswa yang belum mencapai
KKM masih besar.
Penelitian mengenai perbandingan
penerapan model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Division
(STAD) dan Model Pembelajaran Team
Games Tournament (TGT) belum pernah
dilakukan di SMPN 10 Pekanbaru.
Diharapkan dengan penerapan model
pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil
belajar biologi siswa. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang perbandingan hasil belajar biologi
antara kelas yang menerapkan model
pembelajaran kooperatif Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan
Team Games Tournament (TGT) berbantu
hand out pada Siswa Kelas VII SMPN 10
Pekanbaru.
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII SMPN 10
Pekanbaru. Subjek penelitian yang terdiri
dari 4 kelas dengan jumlah siswa 135
orang.
Pengambilan sampel pada penelitian
ini terdiri dua kelas, yaitu kelas eksperimen
satu dan kelas eksperimen dua.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak,
sebab seluruh kelas bersifat homogen dan
akademiknya setara. Berdasarkan
pengambilan sampel secara acak, maka
kelas eksperimen satu adalah kelas VII5
yang menerapkan metode pembelajaran
Kooperatif Student Team Achivement
Division (STAD) dengan jumlah siswa 33
orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 21
perempuan. Kelas eksperimen dua adalah
kelas VII8 yang menerapkan metode
pembelajaran Teams Games Tournament
(TGT) dengan jumlah siswa 33 yang terdiri
dari 14 laki-laki dan 19 perempuan.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen
yang membandingkan dua kelas sasaran
penelitian. Siswa dibagi menjadi dua
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1385
kelompok. Kelompok pertama sebagai
kelompok eksperimen 1 yaitu, kelompok
yang diajarkan dengan model Pembelajaran
STAD, sedangkan kelompok kedua
eksperimen 2 yaitu, kelompok yang
diajarkan dengan model Pembelajaran
TGT.
Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan dua cara,
yaitu: penilaian pengetahuan pemahaman
konsep (PPK) dan penilaian kinerja ilmiah
(KI).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Nilai Pre-Test
Data pre-test siswa kelas VII5 dan VII9
SMPN 10 Pekanbaru Tahun Pelajaran
2014/2015 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Data Pre-test
Kelas N 1
12 ( 1)2
X1 33 2649 80.27 211676 7017201
X2 35 2814 80,4 228960 7918596
Berdasarkan hasil pengujian dengan
menggunakan uji kesamaan dua varians,
maka diperoleh nilai Fhitung =-0,10 dengan
nilai Ftabel =2,00 untuk tarif sigifikan 5% (df
=0,05). Berdasarkan uji kesamaan dua
varians tersebut maka diperoleh Fhitung <
Ftabel. Maka kedua kelas dikatakan
mempunyai varians yang sama/homogen.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji
dua pihak dengan jumlah kelas VII5 dan
kelas VII9, maka diperoleh nilai thitung= -
0,10 dengan nilai ttabel = 2,00 untuk tarif
signifikan 5%. Oleh karena itu terlihat
bahwa thitung < ttabel. Dengan demikian kedua
kelas tersebut yaitu kelas VII5 dan kelas
VII9 berada dalam keadaan homogen.
Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut
dapat disimpulkan bahwa kedua kelas
tersebut mempunyai kemampuan yang
sama (homogen).
2. Analisis Inferensial Nilai Post-Test
Hasil analisis data nilai Post-Test kelas
eksperimen X1 dan kelas eksperimen X2
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Data Post-test
Kelas N 1 12 ( 1)2
X1 33 2719,7
82,4
1
226403,
59
7396768,0
9
X2 35 3104,5 88,7
276614,
67
9023415,2
1
Berdasarkan hasil analisis
menggunakan uji kesamaan dua varians,
maka diperoleh nilai Fhitung =1,98 dengan
nilai Ftabel =1,82 untuk tarif sigifikan 5% (df
=0,05), maka diperoleh Fhitung > Ftabel yang
berarti kedua varians dalam keadaan
heterogen, kemudian dilanjutkan uji t maka
diperoleh nila thitung = 22,38 dengan nilai
ttabel = 2,00 untuk tarif signifikan 5%.
Kedua sampel dikatakan heterogen maka
hipotesis diterima. Hal ini berarti terdapat
perbedaan hasil belajar biologi antara kelas
yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif Student Teams Achievement
Division (STAD) dengan Team Games
Tournament (TGT) dengan menggunakan
hand out pada siswa kelas VII SMPN 10
Pekanbaru Tahun Pelajaran 2014/2015.
3. Perbandingan Hasil Analisis Nilai
Pre-Test, dan Post-Test
Hasil analisis nilai pre-test kelas
eksperimen X1 (STAD) dan kelas
eksperimen X2 (TGT) berada dalam
keadaan homogen yang berarti kemampuan
belajar kedua kelas sama dengan nilai rata-
rata kelas eksperimen X1 (STAD) yaitu
80.27, sedangkan kelas eksperimen X2
(TGT) yaitu 80,4. Hasil analisis post-test
siswa kelas eksperimen X1 (STAD) dan
kelas eksperimen X2 (TGT) menunjukkan
adanya perbedaan hasil belajar yang
signifikan dari nilai rata-rata kelas
eksperimen X1 (STAD) yaitu 82,41 dan
kelas eksperimen X2 (TGT) yaitu 88,7
dengan selisih 6,26%.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1386
80.27 82.4180.488.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
pre-test post-test
Eksperimen 1 (STAD) Eksperimen 2 (TGT)
Perbandingan rata-rata hasil belajar
siswa kelas eksperimen X1 (STAD) dan
kelas eksperimen X2 (TGT) berdasarkan
nilai pre-test dan post-test dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan rata-rata hasil belajar
biologi siswa antara kelas eksperimen X1
(STAD) dan kelas eksperimen X2 (TGT)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilaksanakan, terdapat perbedaan
hasil belajar biologi IPA antara kelas yang
menerapkan eksperimen X1 (VII5) yang
menerapkan pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Division
(STAD) dengan kelas eksperimen X2 (VII9) yang menerapkan pembelajaran
kooperatif Team Games Tournament
(TGT) dengan menggunakan hand out pada
materi ekosistem pada siswa kelas VII
SMPN 10 Pekanbaru.
Hasil belajar siswa setelah dilakukan
penerapan model Team Games
Tournament (TGT) mengalami peningkatan
sebesar 5,42%, sedangkan pada kelas yang
menerapkan pembelajaran model Student
Teams Achievement Division (STAD),
peningkatan hasil belajar biologi siswa
sebesar 1,29%. Hasil belajar biologi pada
kelas yang menerapkan pembelajaran
kooperatif Team Games Tournament
(TGT) lebih tinggi dari pada kelas yang
menerapkan pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Division
(STAD).
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka penulis
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
kepada guru-guru terutama guru IPA agar
dapat menggunakan model pembelajaran
tipe Team Games Tournament (TGT)
dengan menggunakan handout sebagai
salah satu alternatif untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Selain itu, diharapkan
untuk penelitian selanjutnya, dapat
dikembangkan lagi dengan menguji model
pembelajaran yang belum dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Ar Syad. 2011. Media
Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers
Binartiningsih. 2011. Standar Isi SMA/MA
dan SMP/MTs Telaah Kurikulum.
Universitas Islam Riau: Pekanbaru
Chairil. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu
Pendekatan Praktek). Jakarta:
Rineka Cipta
Depdiknas. 2006. Panduan Penyusun
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: BSNP
Danim, Sudarwan & khairil. 2010. Profesi
Kependidikan. Alfabeta: Bandung
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. PT. Rineka Cipta:
Jakarta.
Hamalik. 2006. Proses Belajar
Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1387
Hamalik, O. 2011. Kurikulum dan
Pembelajaran. PT Bumi Aksara:
Jakarta
Haerullah, Ade. 2013. Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif STAD
Untuk Meningkatkan Aktivitas
dan Hasil Belajar Biologi Siswa
Kelas VII Mts Negeri Kota
Ternate. Jurnal Bionature,
Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP,
Universitas Khairun Ternate.
Volume 14, (Nomor 2, Oktober
2013). Hlm.105-111
Ibrahim, M. Dkk., 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya
Kunandar. 2011. Guru Profesional.
Rajawali Pers. Jakarta
Lisnawati. 2014. Perbedaan Hasil
Belajar Biologi Antara Siswa
Kelas yang Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement
Division (STAD) Dan Team
Games Tournament (TGT) Pada
Siswa Kelas XI MAN Bekasi
Tahun Pelajaran 2013/2014.
Jurnal Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Majid, A. 2011. Perencanaan
Pembelajaran. Remaja
Rosadakarya: Bandung
Riyanto. 2010. Pengelolaan dan
Analisis Data Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Rusman. 2010. Model-Model
Pembelajaran. Rajawali pers.
Jakarta
Sanjaya, W. 2010. Strategi
Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Sanjaya, W. 2013. Penelitian
Pendidikan: Jenis, Metode dan
Prosedur. Kencana: Jakarta.
Sanjaya, W. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group: Jakarta
Saputra, A. 2010. Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Team Games Tournament (TGT)
Terhadap Hasil Belajar Biologi
Siswa Kelas XI IPA SMA YLPI
Pekanbaru Tahun Ajaran
2009/2010. Skripsi Program
Biologi Fkip-UIR. Pekanbaru
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. PT
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Sartika, Y. 2011. Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT (Team Games Tournament)
Dengan Menggunakan Handout
Terhadap Hasil Belajar Biologi
Siswa Kelas XI IPA2 SMAN
Tempuling Kabupaten Indra Giri
Hilir Tahun Pelajaran 2010/2011.
Skripsi Program Studi Pendidikan
Biologi-FKIP-UIR. Pekanbaru
Setyabudi, Immanuel D. 2011.
Eksperimentasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement
Division (STAD) dan Team
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1388
Games Tournament (TGT) pada
Pokok Bahasan Persamaan dan
Pertidaksamaan Kuadrat Ditinjau
Dari Kemampuan Awal Siswa
SMA di Surakarta Tahun
Pelajaran 2010/2011. Tesis.
Universitas sebelas maret.
Surakarta
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya.
PT. Renika Surapranata Cipta:
Jakarta.
Slavin, Robert E. 2011, Cooperative
Learning. Bandung: Nusa Media
Sudjana, A. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi
Pembelajaran: Teori & Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan
Baru. Remaja Rosdakarya:
Bandung
Trianto. 2007. Model-model
Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivitik.
Jakarta. Prestasi pustakakarya
Trianto. 2010. Filsafat Konstruktivisme
dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Filsafat
Trianto. 2011. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif, Progresif,
Konsep Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Kencana Prenada Group.
Jakarta.
Widyasari, Andina W. 2012. Komparasi
Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Games
Tournament (TGT) dan Student
Teams Achievement Division (STAD)
Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi
Siswa SMP Negeri 2 Lendah Tahun
Ajaran 2011/2012. Tesis. Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1389
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS KOMPETENSI
MATAKULIAH PERSAMAAN DIFERENSIAL DI PRODI PENDIDIKAN
MATEMATIKA JURUSAN PMIPA FKIP UNIVERSITAS RIAU
Armis, Suhermi, Rahmi Fauziah [email protected]
UNIVERSITAS RIAU
Abstract
The product of this study was teaching materials based competency on
differential equations subject. The problem of this study was “how to develop the
teaching materials based competency on differential equations subject which in
accordance with the applied syllabus at Mathematics Education PMIPA
Department FKIP Riau University. The several steps on developing the teaching
materials were (a) Analyzing the general and specific competency which must be
achieved on differential equations subject, (b) Developing the learning tools on
differential equations subject, (c) Analyzing the topic of teaching materials on
differential equations subject, (d) Analyzing the mathematical reasoning ability and
mathematical connection ability which will be implemented on developing the
teaching materials, (e) Developing the teaching materials based competency which
in accordance with the subject syllabus, (f) Requesting two experts as the validators
of the developed teaching materials, (g) Revising the teaching materials based on
the advice of validators. The result of this study was the teaching materials on
differential equations subject 3 SKS which consisting of five chapters for 16
meetings.
Keywords : Teaching materials based competency, Differential Equation
Abstrak
Produk penelitian ini adalah bahan ajar berbasis kompetensi matakuliah
Persamaan Diferensial. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana mengembangkan bahan ajar berbasis kompetensi pada
matakuliah Persamaan Diferensial yang benar-benar sesuai dengan silabus yang
berlaku di Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau.
Pengembangan bahan ajar tersebut melalui beberapa langkah yaitu (a)
Menganalisis kompetensi umum dan kompetensi khusus yang harus dicapai pada
matakuliah Persamaan Diferensial, (b) Mengembangkan perangkat pembelajaran
matakuliah Persamaan Diferensial, (c) Menganalisis topik-topik materi ajar
matakuliah Persamaan Diferensial, (d) Menganalisis kemampuan penalaran
matematis dan kemampuan koneksi matematis yang akan diterapkan dalam
pengembangan bahan ajar, (e) Mengembangkan bahan ajar berbasis kompetensi
sesuai silabus matakuliah, (f) Meminta dua orang pakar sebagai validator bahan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1390
ajar yang telah dikembangkan, (g) Merevisi bahan ajar sesuai saran dari validator.
Hasil dari penelitian ini berupa bahan ajar Persamaan Diferensial (3 SKS) yang
terdiri atas lima bab untuk 16 pertemuan.
Kata kunci: bahan ajar berbasis kompetensi, Persamaan Diferensial
Pendahuluan
Matematika adalah cabang ilmu
pengetahuan yang keberadaannya
sangat dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Matematika memiliki
beberapa bagian yang saling berkaitan
yaitu aljabar, statistika, geometri,
aritmatika dan analisis, sehingga pada
pelaksanaan pendidikan formal mata
pelajaran matematika disajikan dalam
kurikulum dan diberikan mulai dari
tingkat pendidikan dasar sampai ke
Perguruan Tinggi..
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pedidikan (FKIP) adalah satu-satunya
Fakultas di Universitas Riau (UR) yang
memiliki program studi Pendidikan
Matematika, yang menghasilkan
lulusan calon guru matematika di
sekolah menengah. Di program studi
Pendidikan Matematika disajikan mata
kuliah dalam satuan kredit semester
(SKS) yang berjumlah 144 sks. Jumlah
tersebut dibagi dalam 5 kelompok
bidang kajian yaitu Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (8 SKS),
Matakuliah Prilaku Berkarya (15 SKS),
Matakuliah Keahlian Berkarya (27
SKS), Matakuliah Keilmuan dan
Keterampilan (80 SKS), dan
Matakuliah Berkehidupan
Bermasyarakat (14 SKS).
Sebaran matakuliah dalam
kelompok bidang kajian Matakuliah
Keilmuan dan Keterampilan selanjutnya
disebut MKK (80 SKS) meliputi
matakuliah yang berkaitan dengan
bidang ilmu matematika dibagi lagi
menjadi 5 kelompok bidang ilmu yaitu
analisis, aljabar, geometri, statistika,
dan matematika terapan. Salah satu
matakuliah wajib dalam kelompok
bidang ilmu matematika terapan
adalah “Persamaan Diferensial” yang
merupakan matakuliah lanjutan.
Mahasiswa dapat mengikuti matakuliah
Persamaan Diferensial jika telah
mengikuti matakuliah prasyaratnya
yaitu Kalkulus Diferensial, Kalkulus
Integral, dan Kalkulus Multi Variabel.
Budi Utomo (2009)
mengemukakan bahwa matakuliah
Persamaan Diferensial bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan
mahasiswa memahami berbagai konsep
persamaan diferensial dan selesaiannya
serta menggunakannya untuk
menyelesaikan masalah nyata yang
muncul dalam disiplin ilmu lain. Dalam
kurikulum MIPA LPTK 1991
dinyatakan bahwa matakuliah
Persamaan Diferensial merupakan
cabang dari kelompok matakuliah
matematika terapan yang diberikan
dengan tujuan agar mahasiswa mampu
memecahkan masalah-masalah nyata
seperti masalah benda jatuh, laju-laju
pertumbuhan gerak bebas dan lain-lain
dengan mengubah lebih dulu menjadi
model matematikanya (dalam bentuk
persamaan diferensial) kemudian
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1391
menyelesaikannya (Dirjen Dikti, 1991).
Sejalan dengan hal tersebut dalam
kurikulum program studi Pendidikan
Matematika FKIP UR (2013) dijelaskan
bahwa matakuliah Persamaan
Diferensial memberikan dasar yang
kuat untuk memecahkan model-model
matematika yang muncul pada disiplin
ilmu-ilmu lainnya. Dalam matakuliah
ini dibahas lima topik besar yaitu
aspek-aspek mendasar persamaan
diferensial, persamaan diferensial ordo
satu, persamaan diferensial linier ordo
dua, persamaan diferensial linier ordo
tinggi, dan sistem persamaan diferensial
linier (Prodi P.Mat FKIP UR, 2013)
Sebagai dosen pengampu
matakuliah Persamaan Diferensial,
peneliti menjabarkan ke lima topik di
atas sebagai berikut :
1. Aspek-aspek Mendasar Persamaan
Diferensial, meliputi Pengertian
Persamaan Diferensial, Klasifikasi
Persamaan Diferensial, Pangkat dan
Ordo Persamaan Diferensial,
Selesaian Persamaan Diferensial,
Masalah Nilai Awal, dan Keujudan
Selesaian.
2. Persamaan Diferensial Ordo Satu,
meliputi Persamaan Diferensial
Peubah Terpisah, Persamaan
Diferensial Homogen Ordo Satu,
Persamaan Diferensial
Nonhomogen Ordo Satu, Persamaan
Diferensial Eksak, Persamaan
Diferensial Noneksak, Persamaan
Diferensial Linier Ordo Satu,
Persamaan Diferensial Bernoulli,
dan Reduksi Persamaan Diferensial
Menjadi Persamaan Diferensial
Linier Ordo satu.
3. Persamaan Diferensial Linier Ordo
Dua, meliputi Persamaan
Diferensial Linier Homogen Ordo
Dua dengan Koefisien Fungsi,
Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo Dua dengan
Koefisien Konstanta, Penyelesaian
Persamaan Diferensial Linier
Nonhomogen Ordo Dua dengan
Metode Koefisien Taktentu,
Penyelesaian Persamaan Diferensial
Linier Nonhomogen Ordo Dua
dengan Metode Variasi Parameter,
dan Penggunaan Persamaan
Diferensial Ordo Dua pada Vibrasi
mekanik dan listrik.
4. Persamaan Diferensial Linier Ordo
Tinggi (ordo n, n>2), meliputi
Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo n dengan Koefisien
Konstanta, Persamaan Diferensial
Linier Homogen Ordo n dengan
Koefisien Fungsi Istimewa,
Persamaan Diferensial Linier
Nonhomogen Ordo n dengan
Koefisien Konstanta, dan
Persamaan Diferensial Linier
Nonhomogen Ordo n dengan
Koefisien Fungsi Istimewa.
5. Sistem Persamaan Diferensial
Linier, meliputi Sistem Persamaan
Aljabar (bebas linier, nilai eigen,
vektor eigen), Teori Dasar Sistem
Persamaan Diferensial Linier Ordo
Satu, dan Sistem Persamaan
Diferensial Linier Ordo Satu dengan
Koefisien Konstanta.
Untuk menguasai ke lima topik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1392
di atas, diperlukan kompetensi utama
berupa kemampuan penalaran
matematis, dan kemampuan koneksi
matematis. Sumarmo (2010)
menyatakan secara garis besar
penalaran dapat digolongkan dalam dua
jenis yaitu penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Penalaran induktif
diartikan sebagai penarikan kesimpulan
yang bersifat umum atau khusus
berdasarkan data yang teramati. Nilai
kebenaran dalam penalaran induktif
dapat bersifat benar atau salah.
Penalaran deduktif adalah penarikan
kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Nilai kebenaran dalam
penalaran deduktif bersifat mutlak
benar atau salah dan tidak bisa
sekaligus keduanya. Dalam NCTM
Standards (2000) dijelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus
diarahkan pada pengembangan
kemampuan berpikir (1)
memperhatikan serta menggunakan
koneksi matematis antar berbagai ide
matematis, (2) memahami bagaimana
ide-ide matematis saling terkait satu
dengan yang lainnya sehingga
terbangun pemahaman yang
menyeluruh, dan (3) memperhatikan
serta menggunakan matematika dalam
konteks di luar matematika.
Mengacu pada isi matakuliah di
atas, dan pengalaman peneliti selama
mengampu matakuliah Persamaan
Diferensial, pada umumnya mahasiswa
mengalami kesulitan dalam menentukan
selesaian persamaan diferensial
terutama memilih metode yang tepat
untuk menyelesaikan persamaan
diferensial sesuai jenis dan bentuknya.
Hal ini disebabkan masih kurangnya
literatur yang berbahasa Indoesia dan
belum adanya bahan ajar berbasis
kompetensi yang benar-benar sesuai
dengan silabus matakuliah Persamaan
Diferensial yang berlaku di Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP
UR. Dampak dari permasalahan
tersebut adalah hasil belajar mahasiswa
kurang memuaskan. Dari 69 orang
mahasiswa (dua kelas) yang mengikuti
matakuliah Persamaan Diferensial pada
semester genap 2014/2015 memperoleh
hasil belajar A dan A- (31,9 %), B+, B,
B- ( 21,7 %), C+, C (34,8 %), D dan E
(11,6 %). Berdasarkan fakta tersebut
maka melalui penelitian ini peneliti
mengembangkan bahan ajar berbasis
kompetensi matakuliah Persamaan
Diferensial guna membantu mahasiswa
untuk menguasai materi perkuliahan
Persamaan Diferensial. Berdasarkan
uraian tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana mengembangkan bahan
ajar berbasis kompetensi matakuliah
Persamaan Diferensial yang benar-
benar sesuai dengan silabus yang
berlaku di Prodi Pendidikan
Matematika Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Riau. Hasil penelitian ini
berupa seperangkat bahan ajar berbasis
kompetensi matakuliah Persamaan
Diferensial yang bermanfaat untuk
membantu mahasiswa dalam
perkuliahan Persamaan Diferensial.
Tinjauan Pustaka
1. Bahan Ajar Berbasis Kompetensi
Kompetensi yang dibicarakan dalam
pengembangan bahan ajar matakuliah
Persamaan Diferensial dalam penelitian
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1393
ini meliputi kemampuan penalaran
matematis, dan kemampuan koneksi
matematis.
a. Kemampuan Penalaran
Matematis Menurut Keraf (Sukirwan,
2008: 32) istilah penalaran merupakan
proses berpikir yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta-fakta
atau evidensi-evidensi yang diketahui
menuju suatu kesimpulan. Tim PPPG
matematika (2005) menyatakan bahwa
penalaran adalah suatu proses atau
aktivitas berpikir untuk menarik
kesimpulan atau membuat pernyataan
baru yang benar berdasarkan pada
pernyataan yang telah dibuktikan
(diasumsikan) kebenarannya.
Sumarmo (2010) menyatakan
bahwa secara garis besar penalaran
dapat digolongkan dalam dua jenis
yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif diartikan
sebagai penarikan kesimpulan yang
bersifat umum atau khusus berdasarkan
data yang teramati. Nilai kebenaran
dalam penalaran induktif dapat bersifat
benar atau salah.Beberapa kegiatan
yang tergolong pada penlaran induktif
di antaranya adalah (1)Transduktif:
menarik kesimpulan dari satu kasus
atau sifat khusus yang satu diterapkan
pada kasus khusus yang lainnya. (1)
Analogi: penarikan kesimpulan
berdasarkan keserupaan data atau
proses, (3) Generalisasi: penarikan
kesimpulan umum berdasarkan
sejumlah data yang teramati, (4)
Menggunakan pola hubungan untuk
menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur, (5) Memperkirakan jawaban,
solusi, kecenderungan, interpolasi dan
ekstrapolasi, dan (6) Memberi
penjelasan terhadap model, fakta, sifat,
hubungan, atau pola yang ada.
Penalaran deduktif adalah penarikan
kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Nilai kebenaran dalam
penalaran deduktif bersifat mutlak
benar atau salah dan tidak bisa
sekaligus keduanya. Beberapa kegiatan
yang tergolong pada penalaran deduktif
diantaranya adalah (1) Melaksanakan
perhitungan berdasarkan aturan atau
rumus tertentu, (2) Menarik
kesimpulan logis berdasarkan aturan
inferensi, memeriksa validitas argumen,
membuktikan, dan menyusun argumen
yang valid, dan (3) Menyusun
pembuktian langsung, pembuktian tak
langsung dan pembuktian dengan
induksi matematika.
Berdasarkan uraian di atas,
maka kemampuan penalaran yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah
penalaran induktif (transduktif dan
menggunakan pola hubungan untuk
menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur) dan penalaran deduktif
(menarik kesimpulan logis berdasarkan
aturan inferensi).
b. Kemampuan Koneksi Matematis
Koneksi dapat diartikan sebagai
keterkaitan. Koneksi dalam hal ini
diartikan sebagai keterkaitan antara
konsep matematika secara internal yang
berhubungan dengan matematika itu
sendiri atau keterkaitan secara eksternal
matematika dengan bidang studi lain
maupun dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut Croxford (1995: 3-4)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1394
kemampuan siswa dalam koneksi
matematis meliputi (1) mengkoneksikan
pengetahuan konseptual dan prosedural;
(2) menggunakan matematika pada
topik lain (other curriculum areas); (3)
menggunakan matematika dalam
aktivitas kehidupan; (4) melihat
matematika sebagai satu kesatuan yang
terintegrasi; (5) menerapkan
kemampuan berpikir matematis dan
membuat model untuk menyelesaikan
masalah dalam pelajaran lain, seperti
musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis;
(6) menggunakan dan menghargai
koneksi di antara topik-topik dalam
matematika; dan (7) mengenal berbagai
representasi untuk konsep yang sama.
Croxford (1995: 7) juga mengatakan
bahwa aspek proses matematika dari
koneksi matematika meliputi: (1)
representasi, (2) aplikasi, (3)
pemecahan masalah (problem solving),
dan (4) penalaran. Selain itu, Croxford
(1995: 8) juga menyatakan bahwa
pemecahan masalah dan penalaran
dalam koneksi merupakan pokok utama
arahan matematika dalam jangka waktu
panjang, dan aplikasi yang baru-baru ini
disadari. Aplikasi dapat membantu
untuk menghubungkan matematika dan
siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat
di atas diketahui bahwa koneksi
matematis tidak hanya mencakup
masalah yang berhubungan dengan
matematika saja, namun juga dengan
pelajaran lain serta dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu, kualitas
kemampuan dosen dalam mengaitkan
konsep-konsep matematika untuk
mengembangkan kemampuan kognitif
mahasiswa sangat dibutuhkan.
Misalnya dengan cara menyajikan soal-
soal yang bersifat kontekstual yang
mengundang dan menantang
kemampuan berpikir, merefleksi
mahasiswa dengan mengajukan
scaffolding, melatih mahasiswa
mengajukan pertanyaan sendiri dan
menyelesaikannya, serta menuntut
kemampuan mahasiswa untuk
menerjemahkan atau mengemukakan
kembali ide dan gagasan matematis
yang termuat dalam bahasa biasa ke
dalam bahasa matematis atau model-
model matematika dan sebaliknya
sehingga dapat memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk
membuat representasi.
2. Materi Pendukung
Pengembangan Bahan Ajar
Persamaan Diferensial
Berikut disajikan materi
pendukung untuk mengembangkan
bahan ajar persamaan diferensial,
terutama yang menyangkut fungsi,
kalkulus diferensial, dan kalkulus
integral.
a. Fungsi
Secara umum penulisan fungsi
dibedakan dalam bentuk fungsi eksplisit
dan fungsi implisit. Fungsi eksplisit
adalah fungsi yang antara peubah bebas
dan peubah tak bebas dapat dibedakan
dengan jelas. Fungsi eksplisit
dinyatakan dalam bentuk 𝑦 =𝑓(𝑥), 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 = 𝑓(𝑦). Fungsi implisit
adalah fungsi yang antara peubah bebas
dengan peubah tak bebas tidak dapat
dibedakan secara jelas. Fungsi implisit
dinyatakan dalam bentuk 𝑓(𝑥, 𝑦) = 0.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1395
Jika suatu fungsi dinyatakan dalam
bentuk eksplisit maka dengan mudah
dapat diubah ke bentuk implisit, tetapi
tidak semua fungsi dalam bentuk
implisit dapat dinyatakan ke dalam
bentuk implisit.
b. Turunan Fungsi
Definisi
Turunan fungsi 𝑦 = 𝑓(𝑥) adalah fungsi lain yang dinotasikan dengan 𝑓 ′(𝑥)dan
didefinisikan oleh 𝑓 ′(𝑥) =x
xfxxf
x
)()(lim
0, asalkan limitnya ada.
c. Integral
Antiturunan (Integral) merupakan balikan dari turunan, untuk
mempelajarinya diperlukan pemahaman kembali tentang turunan fungsi. Misalnya,
jika y = x maka xdx
dy
2
1 .
Teorema 1
Jika n sebarang bilangan rasional kecuali -1, maka:
cn
xdxx
nn
1
1
.
Teorema 2
Misal f(x) dan g(x) fungsi-fungsi yang integrable dan c sebarang konstanta maka:
1. dxxfcdxxcf )()(
2. dxxgdxxfdxxgxf )()()]()([ ,
3. dxxgdxxfdxxgxf )()()]()([ ,
Teorema 3
cxdxx cossin dan cxdxx sincos
Teorema 4
Andaikan f(x) fungsi yang differensiable dan n bilangan rasional yang bukan -1,
maka
,1
)()(')(
1
cn
xfdxxfxf
nn
c Real.
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian
dasar yang mengkaji berbagai literatur
dari buku sumber dan jurnal. Produk
penelitian ini berupa bahan ajar berbasis
kompetensi matakuliah Persamaan
Diferensial yang akan digunakan oleh
dosen dan mahasiswa dalam
perkuliahan Persamaan Diferensial.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1396
1. Menganalisis kompetensi umum
dan kompetensi khusus yang harus
dicapai pada matakuliah Persamaan
Diferensial.
2. Mengembangkan perangkat
pembelajaran matakuliah
Persamaan Diferensial.
3. Menganalisis topik-topik materi ajar
matakuliah Persamaan Diferensial.
4. Menganalisis kemampuan penalaran
matematis dan kemampuan koneksi
matematis yang akan diterapkan
dalam pengembangan bahan ajar.
5. Mengembangkan bahan ajar
berbasis kompetensi sesuai silabus
matakuliah
6. Meminta dua orang pakar sebagai
validator bahan ajar yang telah
dikembangkan
7. Merevisi bahan ajar sesuai saran
dari validator.
8. Menyusun laporan hasil penelitian
secara keseluruhan.
9. Menyeminarkan hasil penelitian
untuk meminta saran dari
responden.
10. Melakuan revisi laporan penelitian
sesuai saran responden.
11. Menyusun laporan final dan
menjilid hasil penelitian.
Karena penelitian ini bersifat
kajian literatur berupa buku dan jurnal,
maka instrumen dalam penelitian ini
adalah (1) buku-buku sumber, (2)
jurnal, dan (3) lembar validasi isi. Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini
terutama berupa (1) kajian pustaka
untuk mengembangkan bahan ajar
berbasis kompetensi, dan (2) data hasil
validasi dari dua orang pakar. Data
berupa bahan ajar yang telah
dikumpulkan dianalisis secara kualitatif
oleh peneliti untuk mencermati
kelayakan bahan ajar yang
dikembangkan. Data hasil validasi dari
pakar digunakan sebagai masukan
perbaikan bahan ajar yang telah
dikembangkan sehingga menghasilkan
bahan ajar yang layak pakai.
Hasil Penelitian
1. Outline Bahan Ajar
Keseluruhan bahan ajar
Persamaan Diferensial (3 SKS) disusun
untuk 16 pertemuan yang dikemas
dalam 5 bab. Berikut disajikan outline
bahan ajar setelah divalidasi.
Bab 1 : Aspek Mendasar Persamaan
Diferensial (2 pertemuan)
1.1 Pengertian, Klasifikasi, Pangkat,
dan Ordo Persamaan Diferensial
1.2 Selesaian Persamaan Diferensial,
Masalah Nilai Awal, dan Keujudan
Selesaian.
Bab 2 : Persamaan Diferensial Ordo
Satu (6 pertemuan)
2.1 Persamaan Diferensial Peubah
Terpisah
2.2 Persamaan Diferensial Homogen
Ordo Satu
2.3 Persamaan Diferensial
Nonhomogen Ordo Satu
2.4 Persamaan Diferensial Eksak
2.5 Persamaan Diferensial Noneksak
2.6 Persamaan Diferensial Linier Ordo
Satu
2.7 Persamaan Diferensial Bernoulli
2.8 Reduksi Persamaan Diferensial
Menjadi Persamaan Diferensial
Linier Ordo Satu
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1397
Bab 3: Persamaan Diferensial Linier
Ordo Dua (4 pertemuan)
3.1 Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo Dua dengan
Koefisien Fungsi
3.2 Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo Dua dengan
Koefisien Konstanta
3.3 Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo Dua dengan
Koefisien Fungsi Istimewa
3.4 Penyelesaian Persamaan
Diferensial Linier Nonhomogen
Ordo Dua dengan Metode
Koefisien Taktentu
3.5 Penyelesaian Persamaan
Diferensial Linier Nonhomogen
Ordo Dua dengan Metode
Variasi Parameter
3.6 Penggunaan Persamaan
Diferensial Linier Ordo Dua
pada Vibrasi Mekanik dan
Listrik.
Bab 4 : Persamaan Diferensial
Linier Ordo Tinggi (ordo n, n>2) (2
pertemuan)
4.1 Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo n dengan Koefisien
Konstanta
4.2 Persamaan Diferensial Linier
Homogen Ordo n dengan Koefisien
Fungsi Istimewa
4.3 Penyelesaian Persamaan
Diferensial Linier Nonhomogen
Ordo n
dengan Metode Koefisien
Taktentu
4.4 Penyelesaian Persamaan
Diferensial Linier Nonhomogen
Ordo n
dengan Metode Variasi Parameter
Bab 5 : Sistem Persamaan
Diferensial Linier (2 pertemuan)
5.1 Sistem Persamaan Aljabar Linier
(bebas linier, nilai eigen, vektor
eigen)
5.2 Teori Dasar Sistem Persamaan
Diferensial Linier Ordo Satu
5.3 Sistem Persamaan Diferensial
Linier Homogen Ordo Satu dengan
Koefisien Konstanta.
4. Hasil Validasi Bahan Ajar
Persamaan Diferensial
Hasil validasi Isi bahan ajar
Persamaan Diferensial disajikan dalam
tabel 4.1 berikut
Tabel 4.1. Hasil Validasi Isi Bahan Ajar
Persamaan Diferensial
No Sebelum Divalidasi Sesudah Divalidasi
1 1.2 dan 1.3 dipisah 1.2 dan 1.3 digabung
2 2.6 dan 2.7 digabung 2.6 dan 2.7 dipisah
3 4.2 koefisien fungsi 4.2 koefisien fungsi istimewa
4 5.1 Persamaan Aljabar 5.1 Sistem Persamaan Aljabar
5 5.3 Sistem Persamaan Diferensial
Linier Ordo Satu
5.3 Sistem Persamaan Diferensial
Linier Homogen Ordo Satu
Catatan : Perubahan subbab di atas diikuti langsung oleh perubahan isi dari
bahan ajar yang dikembangkan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1398
Kesimpulan
Bahan ajar berbasis kompetensi
matakuliah Persamaan Diferensial (3
SKS) yang telah dikembangkan
melalui penelitian ini dikemas dalam
lima bab yaitu (1) Aspek Mendasar
Persamaan Diferensial (2) Persamaan
Diferensial Ordo Satu (3) Persamaan
Diferensial Linier Ordo Dua (4)
Persamaan Diferensial Linier Ordo
Tinggi dan (5) Sistem Persamaan
Diferensial Linier.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini
diperlukan penelitian lanjut untuk
mengembangkan buku ajar berbasis
kompetensi matakuliah Persamaan
Diferensial
Daftar Pustaka
Aidayatey Azman, 2013, Learning
Differential Equations : A Meta
Synthesis of Qualitative
Research, 2th International
Seminar on Quality and
Affordable Education (ISQAE
2013).
Armawi K. Mundit, 1984, Soal
Penyelesaian Persamaan
Diferensial, Bandung, Armico.
Ayres Frank, (alih bahasa Lily Ratna),
1992, Persamaan Diferensial
dalam Satuan S1 Metric,Jakarta,
Erlangga.
Boyce, William E, 2009, Elementry
Differential Equations and
Boundary Value Problems, Inc.
New York, Jhon Wiley & Sons.
Croxford, AF. 1995. “The Case for
Connections” dalam
Conneccting Mathematics
Across The Curriculum. Reston,
VA: NCTM.
Erwin Kreyzig, (alih bahasa Bambang
Sumantri), 1993, Matematika
Teknik Lanjutan, Jakarta,
Gramedia.
Gallegos, Ruth Rodriguez, Differential
Equations as a Tool for
Mathematical Modeling in
Physics and Mathematics
Courses : A Study of High
School Texbooks and The
Modelling Processes of Senior
High Students. IMFUFA Tekst.
Mexico, July 6-13, 2008.
Hapizah, 2014, Pengembangan
Instrumen Kemampuan
Penalaran Matematis
mahasiswa pada mata Kuliah
Persamaan Diferensial, Jurnal
Kreano, ISSN : 2086-2334
Koko Martono, 1999, Kalkulus,
Jakarta, Erlangga.
Kwon Oh Nam, Conceptualizing The
Realistic Mathematics
Education Approach in The
Teaching and Learning of
Ordinary defferential Equations.
Jurnal
M. Amin Paris, 2014, Pengaruh
Penguasaan Mahasiswa pada
Mata Kuliah Prasyarat
Terhadap Mata Kuliah
Persamaan Diferensial di
Jurusan Pendidikan Matematika
Tahun Akademik 2013/2014.
Jurnal.
Raisinghania & Aggarwal, 1981,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1399
Ordinary and Partial
Differential Equations, New
Delhi, S. Chand & Company
Ltd. Ram Nagar.
Rustanto, 2003, Persamaan
Diferensial Biasa, Malang,
Universitas Negeri Malang.
Shepley L. Ross, 1984, Differential
Equations, Inc. New York, John
Wiley & Sons.
Sukirwan. 2008. Kegiatan Pembelajaran
Eksploratif untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan
Koneksi Matematis Siswa Sekolah
Dasar. Tesis SPS UPI Bandung.
Tidak Diterbitkan.
Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi
Matematik: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana dikembangkan Pada
Peserta Didik. Bandung: FPMIPA
UPI. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-
content/uploads/2010/02/ BERFIKIR-
DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-
SPS-2010.pdf.[10 Mei 2011].
Tim PPPG Matematika. 2005. Materi
Pembinaan Matematika SMP di
Daerah Tahun 2005.
Yogyakarta: Depdiknas Dirjen
Manajemen Pendidikan
Dasardan Menengah Pusat
Pengembangan Penataran Guru
(PPPG) Matematika.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1400
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima
Menggunakan Jasa Konsultan Dalam Penyusunan Skrispsi
Tahun Akademik 2015
Mariamah.M.Pd
Dosen tetap STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima menggunakan jasa
konsultan skripsi dan mengetahui apa saja profil jasa konsultan skripsi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Instrumen utama dalam
penelitian ini adalah peneliti namun sebagai pendukung pengumpulan data dalam
penelitian ini mengunakan: (1) Angket, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4)
Dokumentasi. Teknik analisis data dalam peneltian ini yaitu data reduction, data display
dan conclusion drawing/ferification. Penarikan kesimpulan data hasil didasarkan pada
pedoman kategorisasi Syaifuddin Azwar.
Kata Kunci: Jasa Konsultan, Penyususnan Skripsi
PENDAHULUAN
Era persaingan dan
kemajuan jaman tidak dapat
terhindarkan lagi, berkembangnya
sistem informasi dan teknologi
yang sangat cepat (highly
sophisticated and advance), tentu
memaksa bangsa Indonesia untuk
menyiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) berkualitas yang
mampu bersaing ditengah-tengah
arus globalisasi dengan
memanfaatkan teknologi-
teknologi yang super canggih.
SDM yang berkualiatas dan
mampu mengahadapi tantangan
jaman merupakan salah satu
indikator keberhasilan suatu
proses pendidikan. Untuk
menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas tentunya
tidak terlepas dari sistim
pendidikan yang dilaksanakan.
Pendidikan juga merupakan salah
satu upaya utama untuk
membentuk manusia Indonesia
yang cerdas dan mampu bersaing
dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.
Mahasiswa merupakan
agent of change yang diharapkan
mampu menghadapi tantangan
jaman. Berdasarkan peraturan
pemerintah No. 17 tahun 2010,
mahasiswa adalah peserta didik
yang terdaftar dan belajar di
perguruan tinggi tertentu. Pada
saat ini tingkat pengangguran
sarjana dari tahun ke tahun terus
menunjukkan peningkatan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1401
Penyebab pengangguran tersebut
salah satunya karena tidak siapnya
mahasiswa untuk terjun dalam
masyarakat. Ketika berada di
dalam masyarakat, mahasiswa
diharapkan dapat menjadi pribadi
yang mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain. Untuk
mempersiapkan mahasiswa
menjadi pribadi yang mandiri ini
sebenarnya universitas atau
perguruan tinggi sudah
memberikan berbagai model
pembelajaran yang menuntut
mahasiswa dapat bekerja secara
mandiri, dan tidak tergantung pada
dosen/orang lain. Salah satu tugas
mandiri mahasiswa adalah pada
saat pembuatan tugas
akhir/skripsi.
Skripsi adalah karya ilmiah
yang diwajibkan sebagai bagian
dari persyaratan pendidikan
akademis di Perguruan Tinggi
(Poerwadarminta, 1983 : 957).
Semua mahasiswa wajib
mengambil mata kuliah tersebut,
karena skripsi digunakan sebagai
salah satu prasyarat bagi
mahasiswa untuk memperoleh
gelar akademisnya sebagai
sarjana. Mahasiswa yang
menyusun skripsi dituntut untuk
dapat menyesuaikan diri dengan
proses belajar yang ada dalam
penyusunan skripsi. Proses
belajar yang ada dalam
penyusunan skripsi berlangsung
secara individual, sehingga
tuntutan akan belajar mandiri
sangat besar. Mahasiswa yang
menyusun skripsi dituntut untuk
dapat membuat suatu karya tulis
dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dan diharapkan dapat
bermanfaat bagi masyarakat
secara umum. Peran dosen dalam
pembimbingan skripsi hanya
bersifat membantu mahasiswa
mengatasi kesulitan yang ditemui
oleh mahasiswa dalam menyusun
skripsi (Redl & Watten, 1959:
299).
Pada pembuatan skripsi ini
terkadang mahasiswa megalami
kesulitan dan hambatan. Kesulitan
mahasiswa dalam mengerjakan
tugas akhir skripsi membawa
dampak pada panjang masa studi
mahasiswa. Berdasarkan informasi
awal yang diperoleh peneliti
melalui wawancara yang
dilakukan pada tanggal 12
September 2014 pukul 11.20
WIB, dari informan berinisial A
(salah satu mahasiswa STKIP
Taman Siswa Bima) bahwa
mahasiswa A dalam
menyelesaikan tugas ahir/skripsi
menggunakan jasa
konsultan/dibuat oleh orang lain
dengan alasan mahasiswa tersebut
pernah menyusun sendiri
skripsinya, akan tetapi karena
mengalami kesulitan dalam
mebuat sendiri dan tidak mampu
untuk mandiri, maka mahasiswa
tersebut mengambil jalan pintas
dengan membayar jasa konsultan.
Mandiri merupakan karakter
yang sangat perlu dikembangkan,
tetapi akibat rendahnya mental
mandiri ini menyebabkan
mahasiswa melakukan jalan pintas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1402
untuk mencapai tujuan
pendidikan. Diantara mahasiswa
ada yang menggunakan jasa
konsultan skripsi sebagai solusi
dalam menyelesaikan tugas akhir.
Khusus mahasiswa yang ada di
kota dan kabupaten Bima, dalam
menyelesaikan tugas mandiri
(skripsi) masih banyak ditemukan
mahasiswa yang menyelesaikan
tugas ahir mereka dengan
menggunakan jasa konsultan,
dengan alasan mereka mengalami
kesulitan dalam menyusun dan
menyelesaikan skripsi mereka.
Pada dasarnya mahasiswa
diberikan waktu untuk
menyelesaikan skripsi dalam
waktu satu semester atau enam
bulan masa kuliah. Hanya saja
kenyataannya banyak mahasiswa
yang membutuhkan waktu lebih
dari enam bulan untuk
penyelesaian skripsi, sehingga
yang tejadi kemudian adalah
keterlambatan dalam penyelesaian
studi (congestion) dan tidak jarang
berujung pada pengeluaran
mahasiswa (drop out). Ironisnya
hal tersebut kini menjadi hal yang
lumrah terjadi hampir di setiap
perguruan tinggi di Bima.
Dari uraian tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan
mahasiswa STKIP Taman Siswa
Bima menggunakan jasa konsultan
dalam menyelesaikan tugas
ahir/skripsi.
a. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini:
1. Faktor-faktor apa sajakah
yang menyebabkan
mahasiswa di STKIP Taman
Siswa Bima menggunakan
jasa konsultan dalam
penyusunan skripsi?
2. Apa saja profil jasa konsultan
skripsi?
b. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan
mahasiswa STKIP Taman
Siswa Bima menggunakan
jasa konsultan skripsi
2. Mengetahui apa saja profil
jasa konsultan skripsi.
KAJIAN TEORI
Faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar Mahasiswa
Diperguruan Tinggi
Pada hakekatnya
mengerjakan skripsi merupakan
rangkaian tugas kegiatan belajar di
perguruan tinggi untuk mendidik
mahasiswa agar memiliki
kompetensi akademik, profesional
dan intelektual (Idoochi Anwar,
2004: 34). Dalam mengerjakan
skripsi banyak faktor yang
mempengaruhinya. Mulyadi
(1999: 178), adapun sejumlah
kesulitan yang dihadapi
mahasiswa adalah:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1403
1. Rendahnya kemampuan
memahami buku kepustakaan
berbahasa Inggris,
2. Keterbatasan kemampuan dan
waktu untuk menulis makalah
dan laporan PPL/KKN,
3. Kesulitan melaksanakan
diskusi kelompok secara
efektif,
4. Kekurangmampuan membeli
buku kepustakaan di toko,
5. Kekurangan biaya untuk
membeli peralatan kuliah,
foto kopi, ongkos ketik, atau
sewa komputer dan
pembiayaan penulisan skripsi,
menyesuaikan diri dengan
kondisi tempat tinggal atau
tempat kos, gangguan
kesehatan, mengikuti irama
diskusi terbimbing dikelas,
memilih dan mengikuti mata
kuliah paket khusus,
6. Kekuarangmampuan
memahami isi dari kuliah
dosen-dosen tertentu,
7. Menentukan jadwal waktu
diskusi kelompok diluar kelas,
menepati jadwal mata kuliah,
8. Kekurangintensifan konsultasi
dengan dosen Pembimbing
Akademik,
9. Kekurangcermatan membuat
rencana studi (KRS) kurang
memahami kepustakaan
berbahasa Indonesia,
membayar SPP/KKN, hadir
dalam tiap kuliah secara
penuh, mencatat dan merekam
hasil kuliah dari dosen,
pengambilan KRS/KHS ke
Puskom,
10. Kekurangmampuan mengatasi
hambatan dalam pribadi dan
cinta.
Faktor-faktor tersebut turut
pula mempengaruhi mahasiswa
dalam mengerjakan tugas akhir
(skripsi). Sebagai contoh
keterbatasan kemampuan dan
waktu untuk menulis makalah dan
laporan PPL/KKN pada
mahasiswa S1 secara
langsung/tidak langsung dapat
mempengaruhi mahasiswa
tersebut kesulitan untuk
mengerjakan skripsi.
Kegiatan konsultasi diakui
sangat penting (Penny &Robert,
2004: 2). Menurut kamus besar
bahasa Indonesia (2002: 590),
konsultan adalah ahli yang
tugasnya memberi petunjuk,
pertimbangan, atau nasehat dalam
suatu penelitian, dagang dan
sebagainya.
Banyak faktor yang
menghambat mahasiswa dalam
merampungkan skripsi, beberapa
di antaranya yang dilansir sebuah
forum konseling online www.e-
psikologi.com (Mutadin, 2002)
adalah keraguan dalam
menentukan topik, kebingungan
untuk memulai dari mana,
kesulitan dalam mencari literatur
pendukung, dan kerap dilanda rasa
malas untuk mengerjakannya.
Adanya keraguan dan
kebingungan tersebut membuat
mahasiswa menunda atau
menghindari pengerjaan skripsi.
Tindakan penundaan dan
penghindaran tersebut kemudian
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1404
disebut sebagai prokrastinasi
(Schouwenburg, 1995). Solomon
& Rothblum (1984)
mendefinisikan prokrastinasi
sebagai suatu tindak penundaan
yang tidak berguna untuk
menghindari perasaan
ketidaknyamanan subjektif.
Menurut Darmono dan Hasa
(Aliya dan Iranita Hervi, 2011: 65)
bahwa Begitu panjang dan
rumitnya proses pengerjaan skripsi
ini sehingga membutuhkan biaya,
tenaga, waktu, dan perhatian yang
tidak sedikit. Umumnya,
mahasiswa diberikan waktu untuk
menyelesaikan skripsi dalam
jangka waktu satu semester atau
kurang lebih sekitar enam bulan.
Tetapi pada kenyataanya, banyak
mahasiswa yang memerlukan
waktu lebih dari enam bulan untuk
mengerjakan skripsi. Menurut
Leal & Mary (1931: 3)
Thesis blocking means the inability
of the student to cope up with the
thesis writing process. The
blocking is basically a
psychological effect and the
student after completing his
graduation is so overwhelmed by
the idea of writing a thesis that he
cannot sort out where to start from
and how to organize things. The
time limit may be short and the
students start panicking. According
to the students they find issues in
Selecting a suitable and unique
topic, Wasting time on irrelevant
searches, Spending more time than
expected, Getting more negative
returns than positive,
Understanding the format, Staying
motivated and productive, Losing
concentration.
Adapun maksud dari
pendapat di atas bahwa menulis
skripsi adalah tugas yang sangat
penting bagi mahasiswa. Hal ini
merupakan sarat dalam
menyelesaikan studi bagi
mahasiswa. Namun itu bukanlah
tugas yang sangat mudah dan
mungkin memerlukan upaya
ekstra. Sebagai mahasiswa yang
melakukan untuk pertama kalinya,
mungkin ada banyak masalah
yang tak terlihat dan tak terduga
yang dapat menciptakan hambatan
dalam menyelesaikan skripsi.
Masalah utama mahasiswa dalam
menulis skripasi adalah masalah
menjaga keseimbangan antara
kehidupan akademik dan
kehidupan pribadi , manajemen
waktu , pekerjaan penelitian
panjang dan ketidakmampuan
untuk memilih topik yang cocok,
membuang-buang waktu pada ha
yang tidak relevan, kurang
memahami format, kurang
termotivasi dan produktif dan
kehilangan konsentrasi.
Menurut Leal & Mary
(1931: 1) bahwa mahasiswa di
Amerika mengalami antara lain
faktor psikologis dan faktor teknis
seperti ketidak mampuan dalam
mencari masalah, mengumpulkan
kendala dalam menyelesaikan
skripsi informasi untuk penelitian,
dan penyajian hasil penelitian.
Menurut Luki Arimesti
(2013: 1), mengidentifikasikan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1405
tiga faktor utama yang
memengaruhi kesulitan
mahasiswa dalam menulis skripsi.
Pertama, faktor psikologis yang
meliputi kekurang percayaan diri
dalam memutuskan judul skripsi,
memiliki pengetahuan dasar
mengenai topik skripsi, dan
menulis skripsi yang baik. Kedua,
faktor sosial budaya yang meliputi
kemampuan untuk
menghubungkan dan membentuk
kalimat menjadi penulisan skripsi
yang baik, untuk memiliki
pengetahuan yang baik dalam
penulisan skripsi, dan untuk
memahami budaya akademik di
jurusan atau universitas mengenai
penulisan skripsi. Akhirnya, faktor
ketiga adalah faktor linguistik
yang terdiri dari kesulitan dalam
mengurangi kesalahan
penggunaan tata bahasa dalam
penulisan skripsi, dan dalam
mengetahui dan/atau memutuskan
bagian tata bahasa mana yang
seharusnya dihapus, digantikan,
ditambahkan dan diatur kembali
dalam penulisan skripsi. Penelitian
ini memiliki implikasi pada
pengajaran menulis akademis,
terutamanya dalam penulisan
skripsi.
Dari uraian beberapa teori
diatas dapat disimpulkan bahwa
ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi mahasiswa
kesulitan dalam meyelesaikan
skripsi atara lain faktor yang
berasal dari dalam diri mahasiswa
seperti kemampuan dan kemauan
serta faktor dari luar seperti
fasilitas pendukung (tidak
memiliki referensi,
leptop/komputer, dll)
Tugas Ahir Skripsi
a. Definisi Skripsi
A thesis is a document
submitted in support of
candidature for an academic
degree or professional
qualification presenting the
author's research and findings.
Maksudnya bahwa tesis adalah
sebuah dokumen yang diserahkan
untuk mendukung pencalonan
gelar akademis atau kualifikasi
profesional mempresentasikan
penelitian penulis dan temuan.
Menurut Phillips & Pugh
(1994), A thesis consists of an
argument or a series of arguments
combined with the description and
discussion of research you have
undertaken. Adapun maksudnya
bahwa skripsi terdiri dari argumen
atau serangkaian argumen yang
dikombinasikan dengan deskripsi
dan pembahasan penelitian yang
telah dilakukan. http://www.education.monash.edu.au/
students/current/study-
resources/thesiswriting.html Skripsi merupakan karya
ilmiah yang ditulis oleh
mahasiswa program sarjana pada
akhir masa studinya berdasarkan
hasil penelitian, atau kajian
kepustakaan, atau pengembangan
terhadap suatu masalah yang
dilakukan secara seksama
(Darmono dan Hasan, 2002).
Menurut Poerwodarminto
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1406
(1986), skripsi adalah karya ilmiah
yang diwajibkan sebagai bagian
dari persyaratan akademis di
perguruan tinggi. Semua
mahasiswa wajib mengambil mata
kuliah skripsi karena skripsi
digunakan sebagai salah satu
prasyarat bagi mahasiswa untuk
memperoleh gelar sarjana. Begitu
panjang dan rumitnya proses
pengerjaan skripsi ini sehingga
membutuhkan biaya, tenaga,
waktu, dan perhatian yang tidak
sedikit. Umumnya, mahasiswa
diberikan waktu untuk
menyelesaikan skripsi dalam
jangka waktu satu semester atau
kurang lebih sekitar enam bulan.
Tetapi pada kenyataanya, banyak
mahasiswa yang memerlukan
waktu lebih dari enam bulan untuk
mengerjakan skripsi (Darmono
dan Hasan, 2002).
Skripsi merupakan sebagai
salah satu syarat untuk
memperoleh derajat sarjana,
skripsi harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Merupakan karya ilmiah
asli hasil peneltian
dengan metode yang
benar dan dapat
dipertanggung
jawabkan.
2. Merupakan karya ilmiah
yang menujukan
kemampuan mahasiswa
yang bersangkutan
dalam pengembangan
dan penerapan teori
dalam bidangnya.
3. Mempunyai nilai
manfaat untuk
pengembangan teori dan
praktik dalam bidang
pendidikan maupun
nonpendidikan.
4. Sebagai syarat untuk
memperoleh gelar
sarjana Strata Satu (S1)
Menurut Sudiyono (2014:
42) bahwa skripsi merupakan
karya tulis mahasiswa yang
menekankan pada proses dan pola
berpikir ilmiah yang didasrkan
pada penelitian. Adapun tujuan
penyusunan tugas ahir skripsi
antara lain:
a. Hasil karya tulis mahasiswa
yang menunjukan
kulminasi proses berfikir,
kreativitas, integrasi, dan
intelektualitas, yang
disusun untuk memenuhi
persyaratan untuk
memenuhi kebulatan studi
dalam program dan jenjang
pendidikan.
b. Tugas ahir disusun dengan
tujuan member peluang
kepada mahasiswa berlatih
memformulasikan idenya
dalam formula yang lazim
dujimpai di kalangan
masyarakat ilmiah.
Dari kedua tujuan dari tugas
ahir skripsi di atas, jelaslah bahwa
mahasiswa diberikan kesempatan
untuk mengembangkan potensi
dirinya sesuai dengan bidang
studinya, kemampuan teknis dan
akademik, serta kemampuan sosio
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1407
ekonominya, namun demikian
keterbatasan tersebut harus tetap
dalam bingkai pergaulan
masyarakat ilmiah, sehingga kode
etik termasuk di dalamnya dalam
menyampaikan karya ilmiah harus
didasarkan pada kaidah ilmiah,
sehinggan ketika mahasiswa sudah
terjun ke masyarakat tetap
konsisten dengan nilai-nilai
keilmiahan.
Skripsi merupakan karya
tulis mahasiswa yang menekankan
pada proses dan pola berpikir
ilmiah yang didasarkan pada
penelitian (UNY)
b. Bagian Dari Skripsi
Di dalam penyusunan
skripsi, ada beberapa bagian yang
terdiri dari:
1. Bagian awal
Pada bagian ini mencakup
sampul skripsi, halaman putih
kosong, halaman judul,
halaman pengesahan,halaman
persembahan, abstrak skripsi,
kata pengantar, daftar isi, daftar
tabel,dan
daftargambar.Menurut penulis
perlu dibedakan daftar gambar
dengan daftar grafik dan bagan,
karena ketiganya memiliki
karakteristik yang berbeda.
2. Bagian isi
Pada bagian ini mencakup :
a) Pendahuluan, meliputi : latar
belakang permasalahan,
identifikasi permasalahan,
pembahasan masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, dan
kegunaan penelitian. Faktor teknis
pada bagian ini menurut penulis
adlah adanya pemikiran yang
terbalik, bahkan ada yang telah
menjadi paradigma para
mahasiswa, yaitu berupa “
penentuan judul dahulu baru
kemudian mencari permasalahan
“. Faktor kritis lainnya adalah
tidak jarang sesuatu yang
dipermasalahkan, yang
sebenarnya sesuatu tersebut bukan
masalah. Para mahasiswa terjebak
pada paradigma teknis. Artinya
ketika mahasiswa harus
mengajukan proposal, dan
ternyata dalam format proposal
tersebut “ judul penelitian “
berada pada urutan pertama,
sehingga mereka berpikir bahwa
yang harus didahulukan adalah
judul, bukan masalahnya. Akibat
dari kesalahan paradigm ini
mengakibatkan pembimbing
menjadi tersendat. Dalam kaitan
ini pembimbingan skripsi
memiliki peranan penting dalam
proses penentuan judul, yaitu
dengan cara melakukan dialog
antara pembimbing dengan
mahasiswa yang dibimbingnya.
Melalui proses dialogis yang
intensif dapat diketahui arah
pemikiran mahasiswa dan akan
ditemukan permasalahan yang
diharapkan. Selama pembimbing
belum mengetahui jalan pikiran
mahasiswa, maka selama itu pula
judul belum bisa dirumuskan.
Pembimbing hanya berhak
memberikan bimbingan, bukan
mengarahkan apa yang dimaui
atau diinginkan pembimbing.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1408
Pembimbing hanya berhak
memberikan wawasan atau
rambu-rambu keilmuan yang
berkaitan dengan rumpun bidang
studi tertentu. Sehingga
pembimbing harus pandai dalam
mencermati pola piker mahasiswa,
termasuk masalah yang
dirumuskan oleh mahasiswa.
Persoalan yang timbul adalah
tidak jarang permasalahan yang
diajukan mahasiswa bukan
sebagai masalah dalam arti
masalah yang sesungguhnya,
tetapi sesuatu yang “
dipermasalahkan “. Hal ini
dimungkinkan karena mahasiswa
belum menguasai teori atau
bahkan belum mengetahui kondisi
riil dilapangan atau belum
melakukan observasi. Jadi
permasalahan yang dimunculkan
mahasiswa seolah-olah hanya
berupa angan-angan, yang kurang
didukung oleh kajian teoritik dan
atau hasil penelitian. Menurut
penulis, penelitian yang
menggunakan pendekatan
positivitas, maka pada bagian ini
harus betul-betul memperoleh
perhatian para pembimbing.
Asumsinya jika bagian ini telah
dilakukan dengan baik, ditinjau
dari aspek fisibilitas akademik
maupun aspek teknis, maka
penelitian sudah dapat dikatakan
50% berhasil dari pekerjaan
penyusunan skripsi atau tugas
akhir. Menurut Sutrisno Hadi
(1975) istilah yang cocok untuk
menyebut bab pendahuluan adalah
“pengantar”. Menurut hemat
penulis hal ini sangat cocok,
karena didalam pengantar
memiliki makna mengutarakan
pembaca kepada isi tugas akhir.
Dengan semikian pada bagian ini
pembaca sudah dapat melihat
secara global tentang isi tugas
akhir secara keseluruhan. Jadi di
dalam bab I yang diberi judul
pengantar merupakan pintu
masuknya para pembaca untuk
dapat memahami secara
keseluruhan, sedangkan untuk
mengetahui secara rinci, maka
pembaca akan membacanya pada
bagian berikutnya. Dengan
demikian dalam “pengantar”
memang memiliki mandate untuk
“mengantarkan” para pembaca
secara garis besar mengetahui isi
tugas suatu akhir.
b) Kerangka teori atau kajian
teori. Dalam bab ini berisi
tentang berbagai kajian teori
dan hasil penelitian relevan
dengan masalah yang akan
diteliti. Yang dimaksud
relevan dalam hal ini tidak
harus teori yang mendukung,
tetapi juga sebaliknya.
Demikian pula hasil penelitian
yang tidak mendukung. Yang
jelas adalah teori atau hasil
penelitian memang harus
sesuai dengan atau relevan
dengan topik yang sedang
diteliti.
Dalam pedoman IKIP
Yogyakarta (1996)
menyebutkan bahwa dalam
kajian ini penelitian melakukan
sintesis terhadap teori yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1409
relevan agar diperoleh
legitimasi konseptual terhadap
variable yang akan diteliti.
Disarankan bahwa unsur-unsur
suatu teori hendaknya tampak
secara jelas seperti definisi,
asumsi, hubungan antara
variable, dan daya
penjelasannya terhadap
masalah yang diteliti. Pada
bagian ini juga berisi tentang
kerangka berpikir, yaitu
gambaran pola hubungan
antara variable atau kerangka
konsepyang digunakan untuk
menjawab masalah yang akan
diteliti, disusun berdasarkan
kajian teoritik yang telah
dilakukan.
Disamping itu juga
dicantumkan hipotesis, baik nihil
maupun alternative. Jika
penelitiannya bukan penelitian
hipotesis, maka kerangka teori atau
kajian pustaka sebagaimana
diuraikan diatas hanya cocok untuk
pendekatan positivistik. Disamping
itu, tidak semua penelitian terkait
dengan kajian teoritik, atau kerangka
berpikir. Sebab tidak jarang
penelitian terutama dengan paradigm
naturalistik mengesampingkan logika
berpikirtersebut. Di dalam penelitian
dengan paradigma positivistikpun,
tidak jarang dijumpai “variable”
yang sebenarnya bukan variable
dalam makna sebagai penelitian.
Begitu pula kajian teori, yang sering
kali dijumpai adalah kajian
konseptual. Sebab teori sebenarnya
merupakan hubungan antara konsep,
walaupun hal ini tidak dapat disebut
tidak benar, tetapi nilai teoritisnya
relatif tereduksi. Sementara
mahasiswa sering hanya berpikir
tentang konsep, bukan teori, baik
teori substansial, teori madya apalagi
teori induk atau besar. Paradigma
positivistik juga memiliki
kelemahan, yaitu terlalu mengarah
pada berpikir linier, tidak holistik.
Begitu pula paradigma ini cenderung
igin membuktikan teori. Dengan
demikian melalui paradigma ini sulit
untuk menemukan teori-teori baru.
Berkaitan dengan masalah sosial,
maka penelitian yang bersifat parsial
justru bertentangan dengan hakikat
masalah sosial itu sendiri, yaitu
sangat spesifik, dan holistik,
sehingga setting penelitiannya sangat
berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Implikasinya bagi para
pembimbing harus cermat dalam
mengimplemen-tasikan pedoman ini.
Begitu bagi mahasiswa harus
menyadari, bahwa yang tercantum
dalam pedoman penulisan tugas
akhir merupakan aspek administratif,
yang lebih menekankan pada urutan
teknis administratif, bukan semata-
mata aspek teknis akademik. Dengan
demikian mahasiswa harus dapat
membedakan kapan harus berpikir
teknis administratif dan kapan harus
berpikir akdemik.
c) Metode atau cara penelitian.
Yang termasuk dalam hal ini
adalah disain penelitian, definisi
operasional, populasi dan sampel
penelitian, instrument dan teknik
pengumpulan data serta teknik
analisis data. Dalam pedoman
IKIP Yogyakarta (1996) lebih
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1410
menekankan pada penelitian
yang menggunakan paradigma
positivitik. Untuk penelitian yang
menggunakan pendekatan
naturalistik di samping
sebagaimana telah diuraikan di
atas juga perlu dicermati tentang
setting penelitian, proses
triangulasi data dan yang tidak
kalah penting adalah informan
kunci dan informannya.
Kelebihan paradigmanya
naturalistic adalah melihat
kondisi secara senyatanya,
sehingga hasilnya juga sangat
kontekstual. Oleh karenanya nilai
transferabilitasnya sangat
tergantung pada setting
penelitiannya.
d) Hasil penelitian dan
pembahasan. Dalam hal ini
penelitian harus melakukan
penafsiran dan pemaknaan
terhadap semua data hasil
penelitian. Pada penelitian
naturalistik pembahasan
dan penafsiran dilakukan
sejak peneliti masih dalam
proses penelitian,
sedangkan pada penelitian
dengan paradigma
positivistik pembahasan
baru dapat dilakukan ketika
data telah dianalisis.
e) Simpulan dan saran. Pada
bagian yang harus diperhatikan
oleh peneliti adalah simpulan
harus sesuai dengan atau
relevan atau menjawab
permasalahaan yang diajukan
peneliti, terlepas diterima atau
ditolaknya suatu teori tertentu.
Implikasi dari simpulan
tersebut adalah bahwa saran
harus bersifat konkrit,
operasional, baik dalam
kaitannya dengan
perkembangan teori maupun
praktis
3. Bagian akhir
Bagian ini memuat tentang
daftar pustaka dan lampiran. Daftar
pustaka mencakup semua referensi
yang menjadi rujukan atau acuan
dalam penulisan skripsi, termasuk di
dalamnya adalah buku, jurnal,
laporan penelitian, dan sumber
lainnya. Sedangkan lampiran
mencakup semua dokumen atau
bahan penunjang yang berkaitan
dengan pelaksanaan penulisan
skripsi, yang jika dimasukkan dalam
isi teks skripsi justru akan
menggangu pembaca. Yang
termasuk dalam lampiran misalnya :
Ijin penelitian, instrumen, uji
instrumen dan sebagainya.
Daftar pustaka bukan hanya
sebagai referensi atau acuan, tetapi
juga memiliki nilai kejujuran yang
tinggi bagi penulis skripsi. Artinya
penulis dituntut untuk memiliki
komitmen moral tentang apa yang
ditulis, sebagai etika moral para
intelektual dan akademisi.
Dalam konteks inilah peran
para pembimbing skripsi dituntut
untuk mengkondisikan nilai
kejujuran para mahasiswa. Dalam
kaitan dengan penulisan daftar
pustaka maka hemat penulis, para
pembimbing sebaiknya (karena
menyangkut kode etik/moral) atau
bahkan mungkin mengharuskan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1411
mahasiswa untuk dapat menunjukan
buku referensinya secara riil sejak
terjadinya transaksi atau proses
pembimbingan sejak awal. Dengan
demikian kejujuran para mahasiswa
dapat selalu diciptakan melalui jalur
akademik, yang diharapkan juga
dapat dilakukan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pada sisi lain, para pembimbing
juga dapat memantau tentang
kutipan yang dilakukan oleh para
mahasiswa. Sebab melalui sumber
asli pembimbing dapat mengetahui
apakah kutipan yang dilakukan oleh
mahasiswa merupakan kutipan
langsung atau kutipan tidak
langsung, demikian pula dapat
untuk mengecek penulisan daftar
pustaka.
Sehubungan dengan
pertimbangan tersebut, baik
pertimbangan akademik (yang
berupa penulisan kutipan) dan
pertimbangan moral (yang berupa
kejujuran yang berkaitan dengan
referensi yang dibaca sebagai
acuan), maka penulis menyarankan
kepada pimpinan perguruan tinggi,
agar dapat mencantumkan ide ini
dalam suatu pedoman bagi para
mahasiswa dan pembimbing
skripsiatau bukan skripsi, termasuk
dalam pembuatan karya ilmiah,
sebagai awal untuk melatih
kejujuran dan sekaligus
keterbukaan.
Bagi penulis, lampiran sangat
penting karena melalui lampiran
dapat dilihat dan dicermati sikap
keterbukaan mahasiswa, sehingga
dialog dapat dilakukan atas dasar
lampiran yang disusun oleh
mahasiswa. Jadi dalam hal ini,
bukannya ketebalan karya ilmiah
yang diutamakan, tetapi kejujuran
mahasiswa yang berkaitan dengan
apa yang dilakukan dalam penulisan
skripsi. Sebab melalui lampiran
dapat diuji dan dicermati tentang
proses analisis dan pembahasan.
Secara akademik mahasiswa
yang dapat menyusun skripsi adalah
mereka yang telah menempuh
minimal 110 SKS, dengan indeks
prestasi kumulatif minimal 2,0
tanpa nilai E dengan memperoleh
rekomendasi dari penasehat
akademik.
Kajian Penelitian Yang Relevan
Adapun penelitian yang
relevan dengan penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Ibnu Siswanto dan Yoga Guntur
Sampurno. Dengan judul
penelitian faktor-faktor
penghambat penyelesaian tugas
akhir skripsi mahasiswa
pendidikan teknik otomotif FT
UNY. Adapun hasil
penelitinnya bahwa Faktor-
faktor yang menjadi
penghambat dalam penyelesaian
tugas akhir skripsi yaitu
kesulitan dalam menemukan
permasalahan yang akan
diangkat menjadi judul
penelitian, mahasiswa fokus
mengerjakan proyek akhir
(mahasiswa angkatan 2008 ke
bawah), fokus laporan KKN
PPL, mengulang banyak mata
kuliah, tidak rutin bimbingan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1412
dengan dosen, kesulitan dalam
menulis karya tulis ilmiah.
2. Penelitian yang dilakukan oleh
Aliya Noor Aini dan Iranita
H.M. (2011) dengan judul
penelitian hubungan antara
kontrol diri dengan prokrastinasi
dalam menyelesaiakn skripsi
mahasiswa universitas Maria
Kudus. Hasil penelitianya
bahwa ada hubungan yang
negatif antara prokrastinasi
(penundaan) dengan kontrol diri
mahasiwa dalam menyelesaikan
skripsi.
METODOLOGI PENELITIAN
a. Pendekatan Penelitian
Peneltian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif
dimana peneliti menekankan pada
manusia serta melihat secara
langsung keadaan yang ada tanpa
mengubah peristiwa yang terjadi
dilapangan. deskriptif kualitatif
yaitu “Suatu data yang yang
menggambarkan atau
melukiskankan keadaan subyek
atau obyek yang diamati pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana
adanya yang dinyatakan dalam
kata-kata atau simbol” (Creswell,
2009: 293). Sedangkan menurut
Lincoln dan Guba (1985: 40)
mengatakan bahwa penelitian
kualitatif digunakan untuk dapat
menjelaskan atau mengungkapkan
secara langsung atau alamiah apa
yang tejadi dilapangan. Sehingga
peneliti dapat secara langsung
mengiventarisasi data dari
konsultan, dan mahasiswa sebagai
konsumen.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian
direncanakan selama satu tahun
yang dimulai pada bulan
November 2014 sampai dengan
September 2015. Nantinya peneliti
akan berpura-pura menjadi
mahasiswa yang ingin dibuatkan
skripsi sehingga peneliti bertindak
langsung selama menggunakan
jasa konsultan.
c. Informan
Adapun informan dalam
penelitian ini adalah mahasiswa
yang menggunakan jasa konsultan
wisuda angkatan ke VIII tahun
akademik 2014/2015. Serta
penjual jasa penyusunan skripsi.
d. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengambilan data
digunakan beberapa teknik antara
lain:
1. Angket
Pengertian metode angket
menurut Arikunto (2006:151)
“Angket adalah pernyataan
tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan
tentang pribadi atau hal-hal
yang ia ketahui”. Sedangkan
menurut Sugiyono (2008:199)
“Angket atau kuesioner
merupakan tehnik
pengumpulan data yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1413
dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab”.
Kuesioner atau angket
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis
kuesioner atau angket tertutup
karena responden hanya tinggal
memberikan tanda pada salah
satu pernyataan yang dianggap
sesuai dengan diri masing-
masing respoden.
Angket terdiri dari 20
pernyataan dengan
menggunakan skala likter,
terdiri dari empat pilihan yaitu
sangat sesuai (SS), sesuai (S),
(kurang sesuai) KS, dan tidak
sesuai (TS). Instrumen angket
divalidasi oleh satu orang ahli
yaitu Dr. Nuril Furkan dan
dibuat oleh Sri Lastuti M.Pd
sebagai magister evaluasi
pendidikan.
2. Wawancara
Metode wawancara juga
biasa disebut dengan metode
interview adalah “Proses
memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara
dengan responden atau orang
yang diwawancarai dengan atau
tanpa menggunakan pedoman
wawancara” (Anas Sujiono,
1995:82). Tanya jawab yang
berlangsung dengan mahasiswa
pengguna jasa konsultan dan
pemilik jasa konsultan
bertujuan untuk memperoleh
informasi yang berhubungan
dengan pokok bahasan yang
ingin diteliti oleh penulis.
Adapun teknis
wawancara dalam penelitian
yaitu wawancara mendalam
bersifat terbuka, dimana proses
wawancara berlangsung antara
peneliti dengan satu persatu
responden penelitian. Peneliti
dilengkapi dengan pedoman
wawancara yang sudah
disediakan sebelumnya.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah
“Mencari data mengenai hal-
hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasati, notulen
rapat, lengger, agenda dan
sebagainya.” (Anas Sujiono,
1995:90).
Dokumentasi digunakan
dalam penelitian ini untuk
merekam proses wawancara
antara peneliti dengan
mahasiswa yang menggunakan
jasa konsultan.
e. Teknik Analisa Data
1. Data hasil wawancara
Dalam pelaksanaan
penelitian, analisis data dapat
dilakukan bersamaan dengan
proses pengamatan. Jadi selama
proses penelitian berlangsung
data yang diperoleh dapat
langsung di análisis secara
deskriptif kualitatif.
Sesuai dengan metode
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1414
penelitian dan teknik
pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini,
maka untuk menganalisis data
yang telah dikumpulkan dari
lapangan, teknik analisis yang
digunakan adalah analisis
sesuai dengan langkah-langkah
yang diungkapkan oleh Miles
& Huberman (2984) bahwa
aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai
jenuh. Aktifitas dalam analisis
data, yaitu data reduction, data
display dan conclusion
drawing/ferification.
a. Data reduction (reduksi
data)
Data yang diperoleh di
lapangan jumlahnya cukup
banyak, untuk itu perlu dicatat
secara teliti dan rinci. Seperti
telah dikemukakan makin lama
peneliti di lapangan, maka
jumlah data akan makin
banyak, kompleks dan rumit.
Untukn itu perlu segera
dilakuakan analissi data melalui
reduksi data. Mereduksi data
berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal- hal
yang penting, dicari tema dan
polanya dan memebuang yang
tidak perlu. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan memepermudah
peneliti untuk melakuakan
pengumpulan data selanjutnya,
dan mencarinyan bila
diperlukan.
b. Data display (penyajian
data)
Setelah data reduksi,
maka langkah selanjutnya
adalah menyjikan data. Kalau
dalam penelitian kuantitatif
penyajian data ini dapat
dilakuakan dalam bentuk table,
grafik, pictogram dan
sejenisnya. Melalui penyajian
data tersebut, maka data
terorganisasikan, tersususn
dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah dipahami.
Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar
kategori dan sejenisnya. Dalam
hal ini Miles &
Huberman(1984) menyatakan
yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat
naratif.
Dengan mendisplaykan
data maka akan memedahkan
untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut.
Miles & Huberman(1984).
Selanjutkan disarangkan, dalam
melakukan dispalay data, selain
dengan teks yang naratif, juga
dapat berupa grafik, matrik,
network dan chart. Untuk
mengecek apakah peneliti telah
memahami apa yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1415
didisplaykan, maka perlu
dijawab pertayaan berikut,
apakah anda tahu apa isi yang
didisplaykan.
c. Conclusion
Drawing/verification
Langkah ketiga dalam
analisis data kulitatif menurut
Miles and Huberman adalah
penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan berubah
bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila data kesimpulan
data yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh
kembali bukti-bukti yang valid
dan konsisten saat peneliti
kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang
kredibel.
Dengan demikian
kesimpulan dalam penelitian
kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah
yang dirumuskan sejak awal,
tetapi mungkin juga tidak,
karena seperti telah
dikemukakan bahwa masalah
dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan
berkembang setelah penelitian
berada dilapangan.
Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif yang
diharapkan adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan
dapat berupa diskripsi atau
gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-
remang atau gelap sehingga
setelah diteliti menjadi jelas,
dapat berupa hubungan kasual
atau interaktif, hipotesis atau
teori.
2. Data hasil angket
Analisis data hasil angket
didasarkan pada pedoman
kategorisasi Syaifuddin Azwar
(2002 : 163) tertera pada tabel
01. Pensekoran dibedakan
masing-masing aspek (aspek
instrinsik yang terdiri tiga
indikator yaitu psikologis,
kemampuan, dan waktu
sedangkan aspek ekstrinsik
hanya satu indikator yaitu
fasilitas)
Tabel 01.
Kategorisasi faktor yang
mempengaruhi mahasiswa
menggunakan jasa
konsultan
Interval Kriteria
Mi+1,5Si X
Mi+3Si
Sedang
Mi+0,5Si X
Mi+1,5Si
Tingggi
Mi-0,5Si X
Mi+0,5Si
Sedang
Mi-1,5Si X Mi-
0,5Si
Rendah
Mi-3Si X Mi-
1,5Si
Sangat
Rendah
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1416
Keterangan:
Rata-rata ideal (Mi)
Standar Deviasi ideal (Si).
Dimana:
Mi = (skor terendah + skor
tertinggi)/2
Mi = (4 +1)/2 = 5/2 =2,5
Si = (skor tertinggi – skor
terendah)/6
Si = (4-1)/6 = 3/6 = 0,5
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisi Hasil Angket
Sebelum
menguraikan analisis hasil
angket mengenai faktor
penyebab mahasiswa
menggunakan jasa
konsultan. Terlebih dahulu
dipaparkan mengenai profil
jasa konsultan dan profil
mahasiswa sebagai berikut:
INISI
AL
JURUS
AN
STS UMR PROFIL
PEMBU
AT
SKRIPSI
D/L B INGGRIS Menikah 26 STAF
PTS
E/P P.SEJARAH Lajang 22 GURU
S/P P.SEJARAH Lajang 22 GURU
B/L PENJAS Lajang 22 GURU
K/L PENJAS Lajang 30 DOSEN
N/L P.SEJ Lajang 23 GURU
Dari responden yang
dijadikan sumber informasi
dalam penelitian ini 83 %
berstatus lajang, pekerjaan
hanya sebagai mahasiswa dan
rata-rata umur 30 tahun ke
bawah. Adapun profil jasa
konsultan terdiri dari guru,
dosen dan staf PTS.
Setelah menghitung nilai
rata dan standar defiasi, maka nilai
tersebut akan di operasikan sesuai
dengan interval yang telah
ditentukan. Adapun nilai-nilai
tersebut dapat dilihat pada tabel 02
berikut ini:
Tabel.02. Substitusi nilai MI dan Si Interval Konversi Kriteria
2,5+1,5(0,5) X
2,5+3(0,5)
3,25<X≤4 Sangat tinggi
2,5+0,5(0,5) X
2,5+1,5(0,5)
2,74<X≤3,25 Tingggi
2,5-0,5(0,5) X
2,5+0,5(0,5)
2,25<X≤2,74 Sedang
2,5-1,5(0,5) X
2,5-0,5(0,5)
1,75<X≤2,25 Rendah
2,5-3(0,5) X
2,5-1,5(0,5)
1<X≤1,75 Sangat
Rendah
Setelah memperoleh
nilai hasil operasi nilai Mi dan
Si pada interval, maka
dikonsultasikan nilai masing-
masing indikator dan diketahui
kategori-kategori masing-
masing indikator sebagai
berikut:
Tabel.03. Kategori Indikator
Indikator X Kategori
Kemampuan 2,76 TINGGI
Waktu 1,8 RENDAH
Psikologis 2,4 SEDANG
Kemampuan 2,55 SEDANG
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1417
Indikator “kemampuan”
dengan nilai yang diperoleh sebesar
2,76. Jika dikonsultasikan dengan
kategori Syaifuddin Azwar diperoleh
kategori tinggi. Untuk indikator yang
pertama (rendahnya kemampuan
mahasiswa dalam penyusunan
skripsi ), diperoleh hasil dengan
kategori tinggi. Dapat disimpulkan
bahwa faktor yang menyebabkan
mahasiswa menggunakan jasa
konsultan diakibatkan mereka tidak
memiliki kemampuan untuk
menyusun sendiri karya ilmiah
mereka, terutama kemampuan
mereka dalam menganalisis data dan
memahami metodologi.
Untuk indikator yang ke dua
yakni terkait kendala waktu dengan
nilai 1,8. Berdasarkan hasil analisi
diperoleh kategori rendah. Dari hasil
tersebut bahwa waktu tidak menjadi
masalah bagi mahasiswa atau tidak
menjadi kendala bagi mereka
sehingga indikator waktu tidak dapat
dijadikan alasana untuk
menggunakan jasa konsultan dalam
penyusunan skripsi.
Faktor psikologi berdasarkan
hasil analisis diperoleh kategori
sedang. Selain faktor kemampuan,
ternyata faktor yang ketiga ini tidak
terlalu mempengaruhi mahasiswa
untuk menggunakan jasa konsultan
dalam penyususnan skripsi, faktor
yang ketiga ini merupakan faktor
yang meyangkut kepercayaan diri
mahasiswa terhadap kemampuan
mereka.
Untuk faktor yang terahir
yaitu faktor mengenai fasilitas.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh
hasil dengan kategori sedang.
Mahasiswa ada yang sangat terbatas
dengan fasilitas pendukung untuk
menyususn skripsi seperti tidak
memiliki komputer/leptop, buku
referensi dan printer. Sehingga
fasilitas ini menjadi faktor penyebab
mahasiswa menggunakan jasa
konsultan dalam penyusunan skripsi
dan ada juga yang memiliki fasilitas
(leptop), sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor fasilitas tidak terlalu
mempengaruhi.
2. ANALISIS HASIL
WAWANCARA
Berdasarkan hasil wawancara
dengan responden berinisial D
dengan jenis kelamin laki-laki, sudah
menikah dan berusia 26 tahun.
Faktor yang menyebabkan bahwa
yang bersangkutan menggunakan
jasa konsultan adalah:
Tidak memiliki kemampuan
yang cukup terkait metodologi dan
cara penyusunan skripsi, didukung
tidak memiliki leptop dan buku
referensi. Akibat belum ada
pekerjaan lain selain hanya sebagai
mahasiswa, sebenarnya waktu untuk
menususn skripsi sangat banyak.
Pertanyaan peneliti
selanjutnya mengenai profil pembuat
skripsi dan prosesnya bagaimana?
Pembuat skripsi saya adalah
staf kampus ini, dengan biaya 1,5
juta sampai dengan refisi setelah
ujian. Proses pembuatannya dibuat
proposal terlebih dahulu dan
diberikan penjelasan. Saya datang
konsultasi kepembimbing dan hasil
refisi saya serahkan kembali kepada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1418
pembuat, begitu proses seterusnya.
Selanjutnya dilakukan
wawancara pada responden
berikutnya yang berinisial E, S dan
N dengan jenis kelamin perempuan
dari jurusan sejarah. Jawaban yang
sama mereka jawab tentang faktor
yang menyebabkan mereka
menggunakan jasa konsultan
adalah:
Awalnya saya sudah
mengajukan judul penelitian,
setelah diseleksi ternyata judul
saya tidak lolos, kemudian saya
diberi kesempatan untuk
mengajukan judul. Akibat waktu
yang mepet untuk batas
pengumpulan judul, saya
berinisiatif untuk meminta judul
pada pembuat skripsi yang
berstatus sebagai guru. Ahirnya
judul saya diterima. Akibat saya
tidak punya gambaran dan
kemampua mengenai judul yang
saya ajukan, maka saya kembali
pada guru tersebut untuk
membuatkan skripsi saya dengan
biaya 1 juta sampai selesai. Proses
pembuatan disertai dengan
penjelasan.
B inisial mahasiswa jurusan
penjas. Jawaban B tentang faktor
yang menyebabkannya
menggunakan jasa konsultan
adalah:
Selain memiliki
kemampuan yang rendah terhadap
metodologi dan pemahaman terkait
dengan penyususnan skripsi, saya
ini pernah ditolak judul oleh prodi,
akibat saya kebingungan untuk
mengajukan judul yang lain, saya
mencoba ke guru yang satu asal
dengan saya, saya meminta
dibuatkan tiga judul untuk saya
ajukan. Judul yang saya ajukan ini
ternyata diterima oleh prodi.
Penyelesaian skripsi saya ini
dengan biaya 1 juta.
K inisial mahasiswa jurusan
penjas. Jawaban K tentang faktor
yang menyebabkannya
menggunakan jasa konsultan
adalah:
Awalnya ada tawaran dari
teman sesama jurusan penjas, saya
pikir-pikir karena kemampuan saya
untuk menghitung sangat terbatas.
Ahirnya saya ikut ajakan teman
dan melakukan pertemuan dengan
staf dosen. Terjadi pembicaraan
mengenai proses penyususnan dan
biaya yang harus saya bayarkan.
Biaya yang harus saya bayarkan
yaitu sebesar 1 juta rupiah sampai
skripsi selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Aliya Noor Aini dan Iranita H.M.
(2011). Hubungan antara
kontrol diri dengan prokrastinasi
dalam menyelesaiakn skripsi
mahasiswa universitas Maria
Kudus. Jurnal psikologis vol
4.tidak diterbitkan
Anas Sudjiono. (1995). Pengantar
evaluasi pendidika. Jakarta: PT
Raja Grasindo Persada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1419
Darmono , A & Hasan, A . ( 2002 ) .
Menyelesaikan skripsi dalam
satu semester. Jakarta: Grasindo. http://en.wikipedia.org/wiki/Thesis.
Diunggah Pada Tanggal 25
Januari 2014.
Phillips & Pug. (1994). Thesis. Di
unggah pada tanggal 23 Januari
2014. http://www.education.monash.edu.a
u/students/current/study-
resources/thesiswriting.html http://www.sephardiccouncil.org/completi
ng-a-dissertation-fighting-
psychological-obstacles.html
Idoochi Anwar. (2004). Administrasi
pendidikan dan manajemen
biaya pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Ibnu Siswanto dan Yoga Guntur
Sampurno. Faktor-faktor
penghambat penyelesaian tugas
akhir skripsi mahasiswa
pendidikan teknik otomotif FT
UNY.http://staff.uny.ac.id/sites/d
efault/files/penelitian/Ibnu%20Si
swanto,%20M.Pd./Faktorfaktor
%20penghambat%20penyelesaia
n%20tugas%20akhir%20skripsi
%20mahasiswa%20PT.pdf.
Diunggah pada tanggal 04
Pebruari 2014
Jhon W.Creswell. (2009). Research
design pendekatan kualitatif,
kuantitatif, dan mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Leal, Mary A. (1931). Difficulties
encountered in writing a thesis. http://connection.ebscohost.com/c/a
rticles/20995017/difficulties-
encountered-writing-thesis
Luki Arimesti Dwihandini, dkk. The
analysis of the factors affecting
undergraduate students’
difficulties in writing thesis in
the english department of
mahasaraswati university.
Matthew, B. Miles, A. Michael
Huberman. (2009). Analisis
data kualitatif. Jakarta: UI Press.
Mulyadi G,W. Kesulitan-kesulitan
yang dihadapi oleh mahasiswa
dalam studi di program sarjana.
Ilmu pendidikan: jurnal Filsafat,
teori dan praktik pendidikan.
Tahun 26, nomor 2, juli 1999
hal. 187. Malang:FIP UM
Penny, A.R & Coe, R. (2004).
Effectiveness of contultation on
student ratings feedback: a meta-
analysis. Journal of review of
education research, 74, 215.
Poerwodarminto. (1986). Kamus
umum bahasa indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Solomon, L.J.& Rothblum, E.D.
(1984). Academic
procrastination: frequency and
cognitive-behavioral correlates.
Journal of Counseling
Psychology. Vol. 31.
Syaifuddin Azwar. (2002). Tes
Prestasi fungsi dan
pengembangan pengukuran
prestasi belajar. Yogyakarata:
Pustaka Pelajar.
Sugoyono. (2008). Metode penelitian
kuantitatif kualitatif dan R&D.
Jakarta: PT Raja Grasindo
Persada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1420
Suharsimi Arukunto. (2010).
Pengantar evaluasi pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grasindo
Persada.
Sukardi. (2007). Metodologi penelitian
pendidikan. Yogyakarta: Bumi
Aksara.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1421
MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MELALUI PENALARAN MATEMATIS
DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA
Rohmah Indahwati
Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Madura
Jln. Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan diberikannya mata pelajaran matematika, yaitu agar semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi memiliki kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup
pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Berpikir kritis adalah
proses berpikir menggunakan nalar, beralasan, sistematis, logis untuk
menghasilkan suatu keputusan yang rasional sehingga berani
mempertanggungjawabkan keputusannya tersebut. Jadi di dalam berpikir kritis
membutuhkan penalaran logis. Penalaran yang dimaksud disini adalah suatu proses
berpikir dalam pencapaian suatu kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber
yang relevan. Penalaran menjadi pusat dalam mempelajari matematika, sehingga
dalam memecahkan masalah matematika dibutuhkan penalaran matematis dan
penalaran matematis dapat dilatih dan dikembangkan melalui pemecahan masalah
matematika. Maka untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis para
peserta didik harus dilatih dengan pemecahan masalah matematika yang dapat
memancing daya nalarnya. Masalah matematika yang dimaksud dapat berupa
masalah pembuktian yang dalam pemecahannya siswa dituntut untuk memberikan
alasan-alasan logis yang mendukung argumennya dan saat itulah siswa akan
berpikir, beranalisis, dan bernalar matematis sehingga dapat memunculkan
karakter-karakter berpikir kritis.
Kata Kunci : Berpikir Kritis, Penalaran matematis, Pemecahan
Masalah Matematika
PENDAHULUAN
Matematika masih kerap kali
menjadi mata pelajaran yang
menakutkan bagi sebagian siswa.
Bahkan ada kalanya siswa mengalami
semacam “phobia” ketika mendengar
kata “matematika”. Padahal pada
kenyataannya, matematika menjadi
ratu dari berbagai ilmu terapan lain.
Matematika sangat penting untuk
dipelajari, kaitannya dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1422
penggunaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari yang sangat
banyak sekali. Tidak hanya dari segi
konsepnya saja, namun berkaitan
dengan strategi pemecahan masalah
matematika yang dapat dilatihkan
dalam pembelajaran matematika
sangat berguna untuk mencetak
generasi yang berdaya saing dengan
mengembangkan penalaran dan
kemampuan berpikir kritis.
Seperti yang kita ketahui
bahwa tujuan diberikannya mata
pelajaran matematika, yaitu agar
semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar sampai perguruan
tinggi memiliki kemampuan berpikir
logis, analistis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti dan kompetitif (Depdiknas,
2006). Jelaslah bahwa kemampuan
berpikir kritis menjadi aspek yang
sangat penting untuk dilatih dan
ditingkatkan dalam pembelajaran
matematika yang dalam hal ini
berkaitan dengan pemecahan
masalah-masalah matematika.
Tentang berpikir kritis,
Glaser (dalam Fisher, 2009:3)
mendefinisikan berpikir kritis sebagai
:
a. Suatu sikap mau berpikir secara
mendalam tentang masalah-
masalah dan hal-hal yang berada
dalam jangkauan pengalaman
seseorang
b. Pengetahuan tentang metode-
metode pemeriksaan dan
penalaran yang logis;
c. Keterampilan untuk menerapkan
metode-metode tersebut. Berpikir
kritis menuntut upaya keras
untuk memeriksa setiap
keyakinan atau pengetahuan
asumtif berdasarkan bukti
pendukungnya dan kesimpulan-
kesimpulan lanjutan yang
diakibatkannya.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa berpikir
kritis adalah proses berpikir
menggunakan nalar, beralasan,
sistematis, logis untuk menghasilkan
suatu keputusan yang rasional
sehingga berani
mempertanggungjawabkan
keputusannya tersebut. Jadi di dalam
berpikir kritis membutuhkan
penalaran logis. Penalaran yang
dimaksud disini adalah suatu proses
berpikir dalam pencapaian suatu
kesimpulan logis berdasarkan fakta
dan sumber yang relevan.
Menurut Stancey (2010),
reasoning in mathematics is a
cognitive process of looking for
reasons and looking for conclusion.
Berdasarkan definisi tersebut jelas
bahwa penalaran dalam matematika
adalah suatu proses kognitif dalam
mencari alasan dan mencari
kesimpulan. Dengan demikian daya
nalar seseorang mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam
hidupnya, sehingga penalaran sangat
penting dalam menumbuh
kembangkan kemampuan berpikir
kritis. Dalam matematika, penalaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1423
berfungsi untuk mengkaji objek-
objek matematika yang bersifat
abstrak. Abstrak disini, karena
berkaitan dengan pola, bentuk,
ukuran, serta cara berpikir yang tidak
bisa dilihat secara langsung,
dipegang, diraba, ataupun ditangkap
oleh panca indera yang
lainnya.Sehingga dapat dikatakan
bahwa matematika dipahami melalui
penalaran dan penalaran dapat dilatih
melalui matematika.
Bentuk latihan yang dapat
diberikan untuk memancing daya
nalar siswa adalah berupa pemecahan
masalah matematika. masalah
matematika adalah suatu kondisi
yang dihadapi oleh seseorang dan
harus diselesaikan yang melibatkan
konsep matematika dalam
penyelesaiannya tersebut. Untuk
memancing daya nalar matematis
siswa, masalah berupa pembuktian
adalah cara ampuh yang dapat
digunakan untuk mengembangkan
wawasan matematika dan
menumbuhkembangkan kemampuan
berpikir kritis. Dalam membuktikan
suatu permasalahan matematika,
seorang siswa dituntut untuk
memberikan alasan-alasan logis yang
mendukung argumennya dan saat
itulah siswa akan berpikir,
beranalisis, dan bernalar
menggunakan pengalaman serta
pengetahuannya yang terkait dengan
permasalahan yang diberikan
tersebut.
A. Kemampuan Berpikir Kritis
Banyak para ahli yang telah
mendifinisikan tentang berpikir kritis.
Berpikir kritis dan kreatif merupakan
perwujudan dari berpikir tingkat
tinggi (higher order thinking)
(Siswono, 2007:23). Hal tersebut
menunjukkan bahwa berpikir kritis
sebenarnya lebih kompleks daripada
berpikir biasa. Berpikir biasa dapat
diartikan sebagai berpikir dasar yang
hanya memahami konsep dan hanya
mengenali konsep berada pada satu
setting. Sedangkan berpikir kreatif
dan berpikir kritis lebih tinggi dari
hanya sekedar memahami dan
mengenali konsep tersebut, karena
membutuhkan kemampuan mental
dan intelektual yang tinggi. Jika
diurutkan, berpikir kreatif merupakan
kelanjutan dari berpikir kritis, dengan
menciptakan sesuatu sebagai
analisisnya.
Ennis (dalam Fisher, 2009:4)
mendefinisikan bahwa “berpikir kritis
adalah pemikiran yang masuk akal
dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang seharusnya
dipercaya atau dilakukan”. Pendapat
ini menyatakan bahwa berpikir kritis
berarti mengambil keputusan secara
hati-hati dengan menggunakan
penalaran yang masuk akal
berdasarkan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pendapat para
ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa berpikir kritis adalah proses
berpikir menggunakan nalar,
beralasan, sistematis, logis untuk
menghasilkan suatu keputusan yang
rasional sehinnga berani
mempertanggungjawabkan
keputusannya tersebut.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1424
B. Karakter Berpikir Kritis
Pada dasarnya kemampuan
berpikir kritis erat kaitannya dengan
berpikir kritis dan indikator-
indikatornya. Indikator berpikir kritis
dapat dilihat dari karakteristiknya
sehingga dari karakter tersebut
praktis seseorang telah memiliki
kemampuan berpikir kritis. Wade
(dalam Filsaime, 2008:81)
menjelaskan karaketristik berpikir
krits yang melibatkan kemampuan-
kemampuan:
a. mengajukan berbagai pertanyaan
b. mengidentifikasi masalah
c. Menguji fakta-fakta
d. Menganalisis asumsi dan bias
e. Menghindari penalaran emosional
f. menghindari oversimplikasi
g. mempertimbangkan inetrpretasi
lain
h. Mentoleransi ambiguitas
Sejalan dengan Wade, Facion
(dalam Filsaime, 2008:66-68)
mengungkapkan enam kemampuan
berpikir kritis utama yang terlibat di
dalam proses berpikir kirtis, yaitu : 1)
Interpretasi, yaitu kemampuan untuk
memahami, menjelaskan dan
memberi makna suatu data atau
informasi, 2) Analisis, yaitu
kemampuan untuk mengidentifikasi
hubungan dari beberapa informasi
yang dipergunakan untuk
mengekspresikan pemikiran atau
pendapat, 3) Evaluasi, yaitu
kemampuan untuk menguji
kebenaran dari informasi yang
digunakan dalam mengekspresikan
pemikiran, 4) Inferensi, yaitu
kemampuan untuk mengidentifikasi
dan memperoleh unsur-unsur yang
diperlukan untuk membuat suatu
kesimpulan yang masuk akal, 5)
Eksplanasi, yaitu kemampuan untuk
menjelaskan atau menyatakan hasil
pemikiran berdasarkan bukti,
metodologi, dan konteks, 6) Regulasi
diri, yaitu kemampuan seseorang
untuk mengatur berpikirnya. Dengan
regulasi diri, seseorang akan
memeriksa ulang dan memperbaiki
hasil berpikirnya sehingga
menghasilkan kesimpulan/ keputusan
yang baik.
Glaser (dalam Fisher, 2001:7)
mendaftar kemampuan berpikir kritis
yaitu kemampuan untuk:
a. Mengenal masalah
b. Menemukan cara-cara yang
dipakai untuk mengetahui masalah
c. Mengumpulkan dan menyusun
informasi yang diperlukan
d. Mengenal asumsi-asumsi dan
nilai-nilai yang tidak dinyatakan
e. Memahami dan menggunakan
bahasa yang tepat, jelas, dan khas
f. Menganalisis data
g. Menilai fakta dan mengevaluasi
pernyataan-pernyataan
h. Mengenal adanya hubungan yang
logis antara masalah-masalah
i. Menarik kesimpulan-kesimpulan
dan kesamaan-kesamaan yang
diperlukan
j. Menguji kesimpulan-kesimpulan
dan kesamaan-kesamaan yang
yang seseorang ambil
k. Menyusun kembali pola-pola
keyakinan seseorang berdasarkan
pengalaman yang lebih luas, dan
l. Membuat penilaian yang tepat
tentang hal-hal dan kualitas-
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1425
kualitas tertentu dalam kehidupan
sehari-hari.
Wijaya (2007:72) menyatakan
karakteristik berpikir kritis
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mampu membedakan ide yang
relevan
b. Mampu mendaftar segala akibat
yang mungkin terjadi atau
alternatif pemecahan masalah
c. Mampu menarik kesimpulan dari
data yang telah ada dan terseleksi
d. Mampu menganalisis isi,
hubungan prinsip, dan bias
e. Mamapu membuat interpretasi
pengertian, definisi, reasoning, dan
isu yang kontroversial
f. Sanggup mendeteksi bias atau
penyimpangan-penyimpangan
g. Mampu membuat hubungan yang
berurutan antara satu masalah
Dari karakteristik-karakteristik yang
disampaikan oleh para ahli di atas
tampak masih bersifat umum dan
belum bersifat operasional sehingga
sulit untuk dianalisis. Karakteristik-
karakteristik tersebut bisa terjadi dan
muncul ada bermacam-macam kasus.
Tidak semua karakter akan tampak
seketika, maupun tampak secara
berurutan ketika seseorang hanya
sedang menghadapi satu masalah
saja. Karakter-karakter lain akan
muncul ketika seseorang yang
berpikir kritis menghadapi pesoalan
atau masalah yang lain. Itu artinya
kasus berbeda karakter berpikir kritis
yang digunakan pun berbeda. Sebagai
ilustrasi yang dapat menggambarkan
hal ini misalnya seseorang dalam
menggunakan berpikir kritisnya
dalam kasus politik akan berbeda
dengan seseorang yang menggunakan
kemampuan berpikir kritis dalam
kasus lain seperti, periklanan,
pendidikan, dan lain sebagainya.
Tidak berpaling dari hal tersebut,
seorag siswa yang menggunakan
kemampuan berpikir kritis dalam
meghadapi masalah matematika
belum tentu akan sama dengan
seorang siswa yang sedang
menghadai masalah dalam mata
pelajaran lain. Maka dari itu tidak
semua karakter yang disebutkan
merupakan karakter yang relevan
dengan masalah matematika.
Pendapat yang dikemukakan para ahli
diatas pada hakikatnya saling
mendukung tentang tahapan seorang
siswa berpikir kritis.
Penulis merangkum 5
karakteristik berpikir kritis yang
dianggap paling mewakili dari
kemampuan berpikir kritis siswa
dalam memecahkan masalah
matematika, Karakteristik
kemampuan berpikir kritis tersebut
yaitu :
a. Kemampuan untuk membedakan
informasi yang relevan dan yang
tidak relevan
b. kemampuan untuk menganalisis
masalah
c. Kemampuan untuk mendeteksi
kekeliruan dan memperbaiki
kekeliruan konsep
d. Kemampuan memahami
karakteristik suatu hal tertentu
meskipun diubah bentuknya
e. Kemampuan untuk mengambil
keputusan/kesimpulan setelah
seluruh fakta dikumpulkan dan
dipertimbangkan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1426
C. Penalaran Matematis
Istilah penalaran atau
reasoning dijelaskan oleh Copi
(1998) sebagai berikut, “Reasoning is
a special kind of thinking in which
inference takes place, in which
conclusions are drawn from
premises” Berdasarkan pendapat
tersebut penalaran merupakan
kegiatan, proses atau aktivitas
berpikir untuk menarik suatu
kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru berdasar pada
beberapa pernyataan yang diketahui
benar ataupun yang dianggap benar
yang disebut premis. Tidak semua
berpikir dapat dikatakan bernalar. Hal
ini sesuai dengan pendapat Copi
(1998), “All reasoning is thinking
but not all thinking is reasoning”,
Misalnya mengingat atau
membayangkan sesuatu. Penalaran
merupakan kegiatan berpikir yang
mempunyai karakteristik tertentu
untuk menemukan kebenaran.
Karakteristik yang dimaksud adalah
pola berpikir yang logis dan proses
berpikirnya analitis.
English (2004) menyatakan,
“The tradition view of
mathematical reasoning as superior
computational and analytical skill
has been revised to accommodate
processes that are important in
today’s era. These include gathering
evidence, analyzing data, making
conjuctures, constructing argument,
drawing and validating logical
conclusion, and proving assertions”
Berdasarkan pendapat di atas
penalaran matematika tidak hanya
kemampuan berhitung dan analisis,
tetapi juga mencakup beberapa
proses, antara lain, mengumpulkan
bukti, analisis data, membuat dugaan,
membangun argumen, menarik
simpulan, mensahihkan simpulan
yang logis, serta membuktikan
kebenaran pernyataan dengan tegas.
Lebih lanjut, Russel (dalam English)
menambahkan bahwa penalaran
metematika memuat perkembangan,
pembenaran, dan penggunaan
generalisasi metematika yang
mengarah pada keterkaitan
pengetahuan matematika dalam
bidang matematika. Hal ini berarti
penalaran matematika selalu
menggunakan pengetahuan-
pengetahuan dan aturan-aturan yang
ada dalam matematika.
Menurut Stancey (2010)
Reasoning in mathematics is a
cognitive process of looking for
reasons and looking for conclusions.
Penalaran dalam matematika adalah
proses kognintif dalam mencari
alasan dan mencari kesimpulan.
Dalam mempelajari matematika,
siswa perlu untuk mempelajari
tentang alasan yang telah ditemukan
sebelumnya untuk mendukung suatu
kesimpuan. Sebagai contoh, mengapa
jumlah sudut pada sebarang segitiga
adalah 180 derajat dan mereka juga
perlu untuk mengikatnya dalam
penalarannya yang dibutuhkan pada
saat menghadapi suatu permasalahan.
Belajar tentang penalaran para ahli
seharusnya membantu dalam
perkembangangan kemampuan
penalaran kita, hal itu seharusnya
membuktikan sebuah keyakinan
bahwa matematika memberikan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1427
manfaat, tidak hanya sekumpulan
sebarang aturan dan secara umum
mampu mendemonstrasikan karakter
deduktif matematika secara unik.
Berdasarkan uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan penalaran
matematis adalah Penerapan logika
atau pola pikir abstrak dalam
pemecahan masalah matematika
menggunakan pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya .
D. Masalah Matematika
Masalah adalah kesenjangan
antara teori dengan praktek atau
antara harapan dengan kenyataan.
Siswono (2008 : 34), mengungkapkan
bahwa masalah bagi seseorang
bersifat pribadi/individual. Masalah
dapat diartikan suatu situasi atau
pertanyaan yang dihadapi seorang
individu atau kelompok ketika
mereka tidak mempunyai aturan,
algoritma/prosedur tertentu atau
hukum yang segera dapat digunakan
untuk menentukan jawabannya.
Senada dengan pernyataan tersebut
Hudojo (1988:119) menyatakan
bahwa suatu pernyataan akan
merupakan masalah hanya jika
seseorang tidak mempunyai
aturan/hukum tertentu yang segera
dapat dipergunakan untuk
menentukan jawaban pertanyaan
tersebut. Masalah bersifat subjektif
bagi setiap orang, artinya suatu
masalah dapat merupakan masalah
bagi seseorang, namun bukan
merupakan masalah bagi orang lain.
Berdasarkan pendapat dari
kedua ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa masalah adalah suatu kondisi
yang dihadapi seseorang atau
kelompok dan tidak dapat
diselesaikan secara langsung. Jadi
tidak semua masalah yang dihadapi
seseorang merupakan masalah bagi
orang lain.
Polya (1973:23) menyatakan
bahwa terdapat dua jenis masalah
dalam matematika, yaitu :
1. Masalah matematika, dapat
teoritis atau prakits, abstrak atau
konkrit, kita harus mancari
semua variabel masalah tersebut,
menghasilkan atau
mengkronstruksi semua jenis
objek yang dapat dipergunakan
untuk menyelesaikan masalah
itu. Bagian utama dari jenis
masalah ini adalah, Apakah yang
dicari, Bagaimana data yang
diketahui, serta bagaiman
syaratnya. Ketiga bagian utama
tersebut sebagai landasan untuk
dapat menyelesaikan masalah
jenis ini.
2. Masalah membuktikan, adalah
untuk menunjukkan bahwa suatu
pernyataan itu adalah benar atau
salah, atau tidak kedua-duanya.
Bagian utama dari masalah jenis
ini adalah hipotesa dan konklusi
dari suatu teorema yang harus
dibuktikan kebenarannya. Kedua
bagian utama tersebut sebagai
landasan untuk dapat
menyelesaikan masalah ini.
Berdasarkan uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa
masalah matematika adalah suatu
kondisi yang dihadapi oleh seseorang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1428
dan harus diselesaikan yang
melibatkan konsep matematika dalam
penyelesaiannya tersebut. Untuk
memancing daya nalar matematis
siswa, masalah berupa pembuktian
adalah cara ampuh yang dapat
digunakan untuk mengembangkan
wawasan matematika dan
menumbuhkembangkan kemampuan
berpikir kritis. Dalam membuktikan
suatu permasalahan matematika,
seorang siswa dituntut untuk
memberikan alasan-alasan logis yang
mendukung argumennya dan saat
itulah siswa akan berpikir,
beranalisis, dan bernalar
menggunakan pengalaman serta
pengetahuannya yang terkait dengan
permasalahan yang diberikan
tersebut.
D. Menumbuh Kembangkan
Kemampuan Berpikir Kritis
Melalui Penalaran Matematis
dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika
Mengacu pada karakter
berpikir kritis dalam memecahkan
masalah matematika, maka dapat
dijelaskan tentang penalaran
matematis yang terkait dengan
karakter-karakter tersebut, seperti
berikut :
a. Kemampuan untuk
membedakan informasi yang
relevan dan yang tidak relevan
Karakter ini berkaitan dengan
kemampuan siswa menilai fakta
dan mengevaluasi pernyataan-
pernyataan yang diperoleh,
sehingga penalaran matematis
disini muncul ketika siswa dapat
menyusun informasi-informasi
mana yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Siswa yang berpikir
kritis menggunakan penalaran
matematis akan dapat memahami
dan menangkap isi/inti informasi
dari soal tersebut dengan
mengabaikan informasi-informasi
yang tidak relevan dengan masalah
yang diberikan.
b. kemampuan untuk menganalisis
masalah
Penalaran matematis pada
kemampuan ini berguna untuk
memperjelas kemungkinan, fakta,
opini, yang mendukung dalam
penyelesaiaan masalah serta
menganalisis kemungkinan solusi
yang nantinya akan digunakan
dalam menyelesaikan masalah
matematika yang akhirnya
menentukan langkah dalam
menyimpulkan solusi dari masalah
yang dihadapi. Kemampuan ini
muncul pada saat siswa
dihadapkan pada suatu
permasalahan yang kompleks,
siswa akan mampu menangkap
maksud dari permasalahn tersebut.
Siswa yang berpikir kritis dapat
mengetahui apa yang ditanyakan
dalam soal dan mampu
memodelkan permasalahn tersebut
ke dalam bentuk matematika serta
menghubungkan dengan
konsep/rumus yang telah dipelajari
sebelumnya untuk menemukan
solusi dari permasalahan yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1429
dihadapi tersebut.
c. Kemampuan untuk mendeteksi
kekeliruan dan memperbaiki
kekeliruan konsep
Siswa yang mampu bernalar
matematis akan mampu
mendeteksi serta memperbaiki
kekeliruan konsep dari soal atau
masalah matematika yang
diberikan. Ada kalanya memang
disengaja atau tidak, soal diberikan
dengan menyelipkan kekeliruan
konsep yang memang bertujuan
untuk memancing daya nalar
siswa. Namun jika siswa berpikir
kritis menggunakan penalaran
matematis maka siswa tersebut
akan mampu memanggil
pengetahuan yang dimiliki untuk
mendeteksi kesalahan tadi.
d. Kemampuan memahami
karakteristik suatu hal tertentu
meskipun diubah bentuknya
Ada kalanya suatu masalah
matematika ditampilkan dalam
bentuk non rutin yang baru
pertama kali dihadapkan kepada
siswa, siswa yang berpikir kritis
menggunakan daya nalarnya, akan
tetap mampu memanggil
pengetahuannya untuk mengaitkan
bentuk yang baru tersebut dengan
masalah rutin yang biasa mereka
temukan untuk menemukan
keterkaitannya sehingga pada
akhirnya mampu menganalisis
masalah dan menemukan solusi
yang diharapkan.
e. Kemampuan untuk mengambil
keputusan/kesimpulan setelah
seluruh fakta dikumpulkan dan
dipertimbangkan
Karakter ini akan muncul ketika
siswa dihadapakan pada fakta-
fakta yang terangkum, siswa
menganalisis fakta-fakta yang
terkumpul yang tentunya
menggunakan penalaran. Siswa
yang kritis mampu mengambil
keputusan/kesimpulan dari hasil
analisisnya.
Berdasarkan Uraian di atas
maka langkah yang dapat ditempuh
oleh para pendidik untuk
menumbuhkembangkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik adalah
dengan mengembangkan strategi-
strategi pembelajaran dan perangkat
pembelajaran yang tepat yang mampu
menumbuhkan karakter-karakter di
atas yang tentunya dapat memancing
daya nalar para peserta didik.
SIMPULAN
Berpikir kritis adalah proses
berpikir menggunakan nalar,
beralasan, sistematis, logis untuk
menghasilkan suatu keputusan yang
rasional sehingga berani
mempertanggungjawabkan
keputusannya tersebut. Jadi penalaran
matematika muncul pada saat
seseorang berpikir kritis. Penalaran
menjadi pusat dalam mempelajari
matematika, sehingga dalam
memecahkan masalah matematika
dibutuhkan penalaran matematis dan
penalaran matematis dapat dilatih dan
dikembangkan melalui pemecahan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1430
masalah matematika. Maka untuk
menumbuhkemabangkan
kemampuan berpikir kritis para
peserta didik harus dilatih dengan
pemecahan masalah matematika yang
dapat memancing daya nalarnya
sehingga memunculkan karakter-
karakter berpikir kritis.
SARAN
Melihat betapa pentingnya
penalaran matematis guna
menumbuhkembangkan kemampaun
berpikir kritis, penulis menyarankan
agar para guru ataupun dosen mulai
mengembangkan pembelajaran yang
dapat memancing daya nalar para
peserta didik, baik melalui model-
model pembelajaran seperti PBL
(Problem Based Learning), Problem
Possing serta memberikan peserta
didik latihan pemecahan masalah
berupa pembuktian-pembuktian
dalam matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Copi, Irving M. 1978. Introduction to
Logic. Mcmillan Publishing
Co, Inc. New York
Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Depdiknas.
English, Lyn D. 2004. Mathematical
And Logical Reasoning of
Young Learners. London:
Lawrence Erlbaum
Assosiates, Publisher.
Filasaime, Dennis.K. 2008. Menguak
Rahasia Berpikir Kritis dan
Kreatif . Jakarta : Prestasi
Pustaka.
Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis.
Jakarta : Erlangga.
Hudojo, Herman. 2003.
Pengembangan Kurikulum
dan pembelajaran
matematika. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Polya, G. 1973. How to solve it.
Second edition. New Jersey:
Princeton University Press.
Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan
masalah, Penalaran, dan
komunikasi. Departemen
Pendidikan Nasional
Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan
Menengah pusat
Pengembangan Penataran
Guru (PPPG) Matematika :
Yogyakarta. Diakses pada 12
November, 2015
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2007.
Model Pembelajaran
Matematika Berbasis
Pengajuan dan Pemecahan
Masalah Untuk
Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif. Surabaya:
Unesa University Press.
Stancey, Kaye. 2010. Mathematics
Teaching and Learning to
reach beyond the Basics.
Research of Conference.
University of Melbourne
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1431
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARANKOOPERATIF TIPE THINK
PAIR AND SHARE (TPS) DAPATMENINGKATKANSIKAP
MATEMATIKADANPRESTASIBELAJARSISWAKELAS XI 𝐈𝐏𝐒𝟏 SMA N 1
PALIBELOPADAMATERISTATISTIKATAHUNPELAJARAN 2015/2016.
RAODATUL JANNAH [email protected]
Wisudawan terbaik ke-2 jurusan pendidikan matematika
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action
Research) yang direncanakan dalam beberapa siklus dan dilaksanakan dalam dua
siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS1 SMA N 1 Palibelo dengan
jumlah siswa 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa
perempuan.Tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,
evaluasi dan refleksi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan sikap
matematika dan prestasi belajar pada materi statistika siswa kelas XI IPS1 SMA N
1 Palibelotahunpelajaran 2015/2016.Teknik pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah :(1) data tentang sikap matematika siswamenggunakan
lembar angket.(2) Data tentang kemampuan prestasi balajar Siswa dikumpulkan
dengan memberikan tes/evaluasi pada setiap akhir siklus. Ketentuan belajar ≥ 85%
dan sikap matematik asiswa minimal berkategori baik merupakan indikator yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; Rata-rata
pengisian angket 79,48 dengan kategori kurang baik, dan nilai rata-rata hasil
prestasi belajar siswa64,43terdapat 20 siswa yang telah tuntas dari 28 siswa yang
mengikuti tes dengan prosentase ketuntasan belajarnya sebesar 71,42%, dan 8
siswa belum tuntas atau 28.58%. Terjadi peningkatan pada Siklus II; Rata-rata
pengisian angket meningkat menjadi 111,25 dengan kriteria baik, dan nilai rata-rata
hasil prestasi belaja rnaik 15,11 poin menjadi 79,54 dengan presentase ketuntasan
belajarnya 96,43%. Kemudian tingkat ketuntasan siswa dapat digambarkan bahwa
dari 28 siswa kelas XI IPS1 SMA N 1 Palibelo yang dinyatakan telah tuntas
sebanyak 27 siswa atau 96,43% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 1 siswa
atau 3,57%. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian
yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran koperatif tipe Think Pair and Share (TPS) pada materi statistika
dapat meningkatkan sikap matematika dan prestasi belajarsiswa kelas XI IPS1
SMA N 1 Palibelotahun pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Pair and Share (TPS),
Kematangan Sikap, Prestasi belajar, Statistika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1432
PENDAHULUAN
Pendidikan dan pengajaran
adalah salah satu usaha yang
bersifat sadar tujuan yang dengan
sistematis terarah pada perubahan
tingkah laku menuju kedewasaan
anak didik (Sardiman A.M.
2012:12). Kedewasaan anak didik
sangatlah diperlukan untuk
kemajuan suatu bangsa tidak
dilihat dari kekayaan sumber daya
alamnya saja tetapi pada saat ini
juga dilihat dari kemampuan
sumber daya manusianya sendiri
bagaimana memanfaatkan suatu
sumber daya alam yang ada di
Negaranya, namun
permasalahannya saat ini ialah
banyak siswa-siswi yang kurang
mencintai pendidikan terutama
yang paling disorot ialah pelajaran
matematika.
Pembelajaran matematika
bersifat abstrak, maka belajar
matematika memerlukan daya
nalar yang tinggi. Demikian pula
dalam mengajar matematika guru
harus mampu mengabstraksikan
obyek-obyek matematika dengan
baik sehingga siswa dapat
memahami obyek matematika
yang diajarkan. Hudoyo (2009:8)
menyatakan bahwa belajar
matematika merupakan suatu
struktur hierarki dari konsep-
konsep lebih tinggi yang dibentuk
apa yang telah terbentuk
sebelumnya. Disamping
ituMatematika sebagai salah satu
mata pelajaran yang memegang
peranan yang sangat penting
dalam pendidikan. Karena selain
dapat mengembangkan pemikiran
kritis, kreatif, sistematis, dan logis,
matematika juga telah memberikan
kontribusi dalam kehidupan
sehari-hari mulai dari hal yang
sederhana seperti perhitungan
dasar (basic calculation) sampai
hal yang kompleks dan abstrak.
Namun pada kondisi objektifnya
hasil yang diraih oleh siswa-siswi
masih jauh dari apa yang
diharapkan.
Proses pembelajaran yang
berlangsung di SMA Negeri 1
Palibelo berdasarkan hasil
observasi yaitumasih berpusat
pada guru, suasana kelas
cenderung teacher-centered
sehingga siswa menjadi pasif.
Siswa lebih sering hanya diberikan
rumus-rumus yang siap pakai
tanpa memahami makna dari
rumus-rumus tersebut. Kerja yang
dilakukan itu bukanlah jenis
aktifitas berfikir melainkan suatu
latihan yang merupakan hafalan
belaka. Berbanding terbalik
dengan yang kita ketahui
bersamabahwa belajar matematika
sebenarnya untuk mendapatkan
pengertian hubungan dan simbol
yang kemudian mengaplikasikan
konsep-konsep yang di temukan
kesituasi yang nyata. Disamping
itutanggung jawab dan kesiapan
siswa yang masih jauh dari yang di
harapkan, sehingga dengan sadar
siswa acuh tak acuh bahkan
terkadang mengangap matematika
materi yang membosankan. Hal ini
semakin terlihat pada presentasi
prestasi belajar siswa yang masih
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1433
dibawah standar.
Berdasarkan hasil wawancara
peneliti pada tanggal 29 april 2015
dengan guru bidang studi
matematika yang mengajar pada
kelas XI IPS SMA Negeri 1
Palibelo, bahwa rata-rata hasil
belajar siswa dikategorikan masih
rendah. Hal ini dapat dilihat dari
data nilai akhir semester siswa
kelas XIIPS semester ganjil dalam
tiga tahun terakhir sebagai berikut
:
Tabel 1.1Nilai Rata-Rata ulangan
semester siswa kelas XI
IPSpada mata pelajaran
matematika
TAHUN Nilai rata – rata
KKM SEMESTER IPS1 IPS2 IPS3
2012/2013 64 65,3 63,8 65 GANJIL
2013/2014 64 64,7 65,2 65 GANJIL
2014/1015 65,6 65,9 64,3 65 GANJIL
Sumber : Data Kurikulum SMAN1
Palibelo
Kenyataan tersebut tidak
dapat dipungkiri bahwa salah satu
faktor penyebab minimnya hasil
belajar dipengaruhi oleh metode
atau model pembelajaran yang
digunakan.Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah model dan
gaya pengajaran yang mampu
mengubah kenyataan dengan
menjadikan siswa berprestasi.
Belum maksimalnya hasil
belajar matematika tidak terlepas
dari proses pembelajaran
matematika yang dilaksanakan,
untuk itu perlu
diciptakan/direncanakan sebuah
kondisi belajar yang menyenangkan
bagi peserta didik. Dengan kondisi
yang menyenangkan peserta didik
lebih termotivasi dalam belajar,
minat yang tinggi dalam belajar,dan
memiliki sikap matematika yang
baik, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan prestasi belajar
peserta didik
Melihat kondisi tersebut
peneliti sangat tertarik untuk
melakukan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Dengan penelitian
tindakan kelas (PTK), peneliti
akan mencoba merancang proses
pembelajaran yang lebih menarik
dari sebelumnya yaitu dengan
mencoba menerapkan metode
pembelajaran yang bervariasi serta
model pembelajaran yang bisa
memberikan kebebasan bagi siswa
untuk mengekspresikan
kemampuannya dan ide-ide yang
mereka miliki. Tentu saja dalam
hal ini prosedur yang ada dalam
model pembelajaran itu diterapkan
semaksimal mungkin agar siswa
bisa secara sadar mengamati,
mengumpulkan, mengelola, dan
manyampaikan informasi yang
sesuai dengan kehidupan yang
nyata.
Terdapat banyak model
pembelajaran salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share
(TPS).Think-Pair-Share memiliki
prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1434
menjawab, dan saling membantu
(Nurhadi dkk, 2003:66).Setelah
guru menyajikan suatu topik atau
setelah siswa membaca suatu
tugas, selanjutnya guru meminta
siswa untuk memikirkan
permasalahan yang ada dalam
topik/bacaan tersebut. Dalam
model ini siswa di tuntut untuk
memikirkan suatu topik,
berpasangan dengan siswa lain dan
mendiskusikannya, kemudian
berbagi ide dengan seluruh
kelas.Dengan beranggota dua
orang dalam satu kelompok Think
Pair and Share akan meberi
keseriusan dan keharusan untuk
bertanggungjawab bagi siswa
dalam menyelesaikan tugas
sehingga secara tidak sadar sikap
siswa akan memenuhi
kematangan, ketika hal demikian
terjadi prestasi siswa akan
meningkat.
Berdasarkan uraian di atas
peneliti ingin melakukan
penelitian tentang “implementasi
model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair and Share
(TPS)untuk meningkatkan
kematangan sikap dan
prestasibelajar siswa kelas XI IPS1
SMA Negeri 1 Palibelo pada
materi statistikaTahun pelajaran
2015/2016.
a. Pengertian Think Pair and
Shere (TPS)
Strategi think pair share
(TPS) atau berpikir berpasangan
berbagai adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Mengajukan
pertanyaan selama pembelajaran
dikelas adalah cara yang tepat
untuk melibatkan peserta didik
secara aktif, mengukur
pemahaman pesrta didik, atau
mengarahkan peserta didik dalam
menerapkan pengetahuan baru.
Salah satu starategaiyang
memadukan pola berpilir individu
dan kelompok adalah think pair
and share (TPS) strategi ini
dikembangkan oleh Frang Lyman
di universitas Maryland.
Pembelajaran thin pair
and share memiliki prosedur yang
diterapkan secara eksplisit untuk
memberikan peserta didik waktu
lebih banyak untuk berpkir,
menjawab dan saling membantu
satu sama lain. Think pair share
sangat membantu karena
diskusinya terstruktur. Peserta
didik mengikutu sebuah proses
yang ditentukan dengan
membatasi pemikiran off-task dan
off-task behavior, dan
akuntabilitas yang dibangun
karena masing-masing harus
melaporkan kepada seorang
pasangan, dan kemudian pasangan
harus melaporkan kepada kelas.
Tahapan penerapan thik
paire share terdiri dari tiga tahap:
1. Thingking: guru mengajukan
sebuah pertanyaan atau isu dan
meminta setiap peserta didk
mempergunakan waktu beberapa
menit untuk memikirkan jawaban
mereka secara mandiri untuk
beberapa saat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1435
2. Pairing: selanjutnya, peserta
didik diminta untuk
berpasangan dengan
pesertadidik lain dan meminta
mendiskusikan apa yang telah
dipikirkan pada tahapan
pertama. 4–5 menit adalah
waktu normal yang diberikan
untuk tahapan ini. Interaksi
yang diberikan adalah peserta
didik dapat berbagi jawaban
dari pertanyaan atau ide bila
persoalan telah diidentifikasi
3. Sharing: sepasang peserta
didik kemudian diminta untuk
berbagi dan mereka
mendiskusikannya dengan
seluruh peserta didik dalam
kelas. Mereka diminta tidak
hanya mendiskusikan isinya
tetapi juga tentang cara
mereka memikirkannya
b. Keunggulan Thing Pair and
Share(TPS)
1. Memberikan siswa waktu
lebih banyak untuk berpikir,
menjawab, dan saling
membantu satu sama lain
2. Lebih mudah dan cepat
membentuk kelompoknya.
3. Siswa lebih aktif dalam
pepmbelajaran karena
menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok, dimana tiap
kelompok hanya terdiri dari
dua orang.
4. Siswa memperoleh
kesempatan untuk
mempersentasikan hasil
diskusinya dengan seluruh
siswa sehingga ide yang ada
menyebar.
5. Memungkinkan siswa untuk
merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
mengenai materi ynag di
ajarkan karena secara tidak
langsung memperoleh contoh
pertanyaan yang di ajukan
oleh guru, serta memperoleh
kesempatanuntuk memikirkan
materi yang diajarkan.
Berdasarkan pendapat
diatas dapat disimpulkan
bahwa keungulan TPS adalah
memberi siswa waktu lebih
banyak untuk berfikir,
menjawab, dan saling
membantu satu sama lain,
lebih mudah dan cepat
membentuk kelompoknya,
siswa lebih aktif dalam
pembelajaran karena dapat
menyelesaikan sendiri
tugasnya dalam kelompok,
dimana tiap kelompok hanya
terdiri dari dua orang, siswa
memperoleh kesempatan
untuk mempersentasikan hasil
diskusinya dengan seluruh
siswa sehingga ide yang ada
menyebar, memungkinkan
siswa untuk merumuskan dan
mengajukan pertanyaan
pertanyaan mengenai materi
yang diajarkan karena secara
tidaklangsung memperoleh
contoh pertayaan yang
diajurkan oleh guru, serta
memperoeh kesempatan untuk
memikirkan materi yang
diajarkan. Fadholi (2009:1)
dalam Lukman (2014:17)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1436
c. Kelemahan Tink Pair and
ShareTPS
1. Jumlah siswa yang ganjil
berdampak pada saat
pembentukan kelompok,
karena ada satu siswa tidak
mempunyai pasangan
2. Jika ada perselisihan, tidak
ada penengah
3. Jumlah kelompok yang
berbentuk banyak
4. Menggantungkan pada
pasangan
5. Sangat sulit diterapkan
disekolaah yang rata-rata
kemampuan siswanya tendah
Berdasarkan pendapat
diatas dapat disimpulkan
bahwa kelemahan TPS adalah
jumlah siswa yang ganjil
berdampak pada saat
pembentukan kelompok,
karena ada satu siswa yang
tidak mempunyai pasangan,
jika ada perselisihan, tidak ada
penengah, jumlah kelompok
yang berbentuk banyak,
menggantungkan pada
pasangan, sangat sulit
diterapkan disekolah yang
rata-rata kemampuan siswanya
rendah. Fadholi (2009:1)
dalam Lukman (2014:17).
2. Kematangan Sikap
Matematika Kematangan adalah
keadaan individu dalam
perkembangan sepenuhnya
yang di tandai oleh
kemampuan aktual dalam
membuat pertimbangan secara
dewasa. (KBBI, 2002:722).
Arcavi (2007:2) sikap
matematika adalah
kecenderungan intelektual
terhadap matematika dan
pemecahan masalah, termasuk
perspektif tentang apa
matematika dan aktivitas
matematika.
Katagiri (2007)
dalamSutarto dan Syarifuddin
(2013:222) menyatakan bahwa
“mathematical thinking is like
an attitude, as in it can be
expressed as a state of
“attempting to do” or
“working to do”someting. It is
not limitid to results
represented by actions, as in
“the ability to do,” or
“couldn’t do” something”
katagiri menegaskan bahwa
berpikir matematika seperti
sebuah sikap, didalamnya dapat
dinyatakan sebagai keadaan
“mencoba untuk
melakukannya” atau “bisa
melakukan” atau “tidak bisa
melakukan” sesuatu.
Dari pengertian diatas
dapat di simpulkan bahwa
sikap matematika adalah sikap
yang meliputi berusaha
memahami persoalan atau
substansi persoalan matematika
secara mandiri, berusaha
mengambil tindakan logis,
berusaha mengekspresikan hal-
hal yang jelas dan ringkas, dan
berusaha mencari hal-hal yang
lebih baik.
Katagiri (2007) dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1437
Sutarto dan Syarifuddin
(2013:222) memberikan
beaberapa kriteria mengenai
sikap matematika
a. Attemping to grasp
one;sown prolems or
objectives or substance
clearly, by oneself (Berusaha
memahami persoalan atau
substansi persoalan
matematika secara mandiri)
b. Attepting to take logical
actions (Berusaha
mengembel tindakan logis)
c. Attepting to express matters
clearly and succinctly
(Beusaha menyatakan
bebagai hal dengan jelas dan
ringkas)
d. Attepting to seek better
things (Mencoba untuk
mencari bebagai hal yang
lebih baik).
3. PrestasiBelajar Matematika
Prestasi belajar merupakan
tujuan pengajaran yang
diharapkan semua peserta
didik. Untuk menunjang
tercapainya tujuan pengajaran
tersebut perlu adanya kegiatan
belajar mengajar yang
melibatkan siswa, guru, materi
pelajaran, metode pengajaran,
kurikulum dan media
pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan siswa serta
didukung oleh lingkungan
belajar-mengajar yang
kondusif.
Menurut WJS Poerdarminta
dikutip dari Nelly Maghfiroh
(2010:48) berpendapat, bahwa
prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dilakukan, dikerjakan,
dan lain sebagainya).
Sedangkan menurut Gagne
dikutip dari Yusniyah
(2010:22) prestasi adalah
penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran tertentu yang
telah diperoleh dari hasil tes
belajar yang dinyatakan dalam
bentuk skor.
Melalui proses belajar seorang
siswa akan mengalami
perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari pengalaman-
pengalaman yang diperolehnya
untuk mencapai prestasi
maksimal. Slameto (2010:2)
mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan
lingkungannya.
Belajar adalah suatu bentuk
pertumbuhan atau perubahan
dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru
berkat pengalaman dan latihan
(Oemar Hamalik, 2005:21).
Belajar adalah suatu perilaku
pada saat sedang belajar maka
responsnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya bila ia tidak belajar
maka responsnya menurun.
Dalam belajar ditemukan hal
sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1438
a. Kesempatan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan
responspebelajar,
b. ResponS sipebelajar, dan
konsekuensi yang bersifat
menguatkan konsekuensi
tersebut. (Dimyati, 2006: 9).
Menurut Sri Subarinah
(2006:1) menjelaskan
matematika adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari
struktur yang abstrak dan pola
hubungan yang ada
didalamnya. Hakikatnya belajar
matematika adalah belajar
konsep, struktur konsep, dan
mancari hubungan antar konsep
danstrukturnya.
Berdasarkan
pengertian yang dikemukakan
para ahli, maka dapat dikatakan
bahwa prestasi belajar
matematika adalah tingkat
penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran matematika
yang telah diperoleh darihasil
tes belajar yang dinyatakan
dalam bentuk skor.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini
merupakan Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action
Research). Penelitian tindakan
kelas didefinisikan sebagai studi
sistematis dari upaya
meningkatkan praktik pendidikan
oleh kelompok partisipan dengan
cara tindakan praktis mereka
sendiri dan dengan cara refleksi
mereka sendiri terhadap pengaruh
tindakan tersebut (Hopkin dalam
Emzir, 2008:234). Penelitian
tindakan pada umumnya sangat
cocok untuk meningkatkan
kualitas subyek yang hendak
diteliti. Oleh karena subyek di
dalam penelitian ini adalah berupa
kelas, dengan tujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan
proses pembelajaran secara
berkesinambungan, maka jenis
penelitian ini lebih dikenal dengan
penelitian tindakan kelas
(classroom action research).
Secara garis besar pelaksanaan
tindakan ini dilakukan minimal
dua siklus yang setiap siklus
meliputi empat tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
Adapun yang menjadi
subyek dalam penelitian ini adalah
28 orang siswa kelas XI IPS1
Tahun Pelajaran 2015/2016,dengan
jumlahsiswa yang laki-lakinya
adalah 14 siswa dan untuk siswa
perempuannya adalah 14 siswa.
Rencana Tindakan
Pada umumnya, tiap-tiap
siklus penelitian tindakan berisi
kegiatan:
perencanaan,tindakan,observasi,ev
aluasi/refleksi. Berikut ini
dipaparkan model penelitian
tindakan yang telah dikembangkan
ahli.
Prosedur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
prosedur tindakan kelas dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Tahap perencanaan
Dalam tahap perencanaan ini
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1439
dilakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran
(RPP) sesuai materi Statistik
b. Menyusun masalah-masalah
dalam bentuk Lembar Kerja
Siswa (LKS)
c. Menjelaskan langkah-
langkah belajar dengan
model kooperatf tipe Think
Pair and Share (TPS)
d. Membuat lembar observasi
yang akan digunakan untuk
mengetahui situasi dan
kondisi sikap belajar
matematika siswa
e. Membuat alat evaluasi
berupa tes tertulis untuk
mengukur prestasi siswa
b. Tahap pelaksanaan tindakan
Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini
adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan
rencana pembelajaran yang
disusun, dengan penekanan
pada peningkatan sikap untuk
prestasi belajar matematika
sesuai dengan tahap-tahap
pelaksanaan keterampilan
proses yang telah disusun
dalam langkah-langkah
pembelajaran.
2. Tahap observasi
Pada tahap ini
dilakukan observasi terhadap
pelaksanaan tindakan dengan
mengunakan lembar observasi
yang telah di siapkan yang
berisi deskriptor-deskriptor
dalam setiap indikator prilaku
siswa untuk mengetahui sikap
siswa dalam proses
pembelajaran, serta lembar
observasi untuk mengetahui
sikap guru dalam proses
pembelajaran.
3. Evaluasi
Pada tahap ini kegiatan
yang di lakukan adalah
mengadakan evaluasi terhadap
tindakan yang telah dilakukan
berdasarkan rencana pelasanaan
pembelajaran.
4. Refleksi
Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah :
1. Melihat hasil test
2. Menganalisis hasil angket
untuk mengetahui
kekurangan kekurangan
dalam proses belajar
mengajar.
3. Hasil analisis data yang
dilaksanakan pada tahap
ini akan dipergunakan
sebagai acuan untuk
merencanakan siklus
berikutnya. Jika siklus
pertama belum berhasil
sesuai dengan ketuntasan
prestasi belajar yang ingin
dicapai yakni ketuntasan
individu≥ 65 dan
ketuntasan klasikal P ≥
85% siswa mendapatkan≥
65 dan sikap belajar siswa
berdasarkan pedoman
angket minimal tergolong
baik, maka diadakan
perbaikan-perbaikan
setelah kekurangan-
kekurangan pada siklus
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1440
pertama untuk
mengadakan siklus
berikutnya.
Dari uraian di atas maka
penulis menyimpulan bahwa
tindakan yang dilakukan itu adalah
perencanaan, tindakan, pengisisan
angket dan evaluasi/refleksi.
Prosedur pengumpulan data
Prosedur yang digunakan untuk
mengumpulakan data dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pemberian tes evaluasi atau
ulangan dalam bentuk esay
pada siswa setiap akhir siklus
untuk memperoleh data dan
hasil belajar siswa.
2. Pengisian angket oleh
digunakan untuk
mengetahuidata sikap
matematika siswa.
Teknik analisa data
Setelah memperoleh data,
maka data tersebut di analisa
dengan mencari ketuntasan belajar
siswa, kemudian dianalisa secara
kuantitaif.
a. Data proses pembelajaran
Proses pembelajaran
adalah segala kegiatan yang di
lakukan siswa selama jam
pelajaran. Dalam proses
pembelajaran peneliti akan
meneliti segala sikap siswa
selama proses pembelajaran
dan di masukkan dalam lembar
observasi. Analisis di lakukan
dengan langkah – langkah
sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan hasil
observasi pembelajaran
untuk setiap siklus pada
pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair and Share
b. Mendeskripsikan langkah–
langkahguru dalam
penerapanpembelajaran
kooperatif tipe Thin pair and
Shareuntuk meningkatkan
sikap dan prestasi belajar
matematika.
b. Data hasil observasi
1) Sikap matematika siswa
Untuk mengetahui
kematangan sikap siswa
dalam pembelajaran
matematika maka data hasil
angket yang berupa skor
diolah dengan rumus
(Nurkencana dan Sunartana
dalam Sri M. 2014:35):
Sn = n
x
Keterangan :
Sn = Skor rata-rata sikap belajar
siswa
x = jumlah skor sikap belajar
seluruh siswa
n = banyaknya siswa
Skor maksimal
ideal (SMi) merupakan
skor tertinggi sikap siswa
yang diperoleh apabila
semua deskriptor medapat
checklist selalu yaitu skor
5. Untuk menilai kriteria
sikap matematika siswa
ditentukan terlebih dahulu
Mi dan Si. Cara
menentukan Mi adalah
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1441
sebagai berikut :
Mi
=(skor maksimal + skor minimal)
2
Mi =(150 + 30)
2
Mi = 90
Si =1
3× Mi
Si =1
3× 90
Si = 30 Keterangan :
Mi = Mean ideal
Si = Standar Deviasi ideal
Berdasarkan skor
standar maka kriteria untuk
menentukan sikap belajar
siswa dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3.1 : Kriteria Sikap
Matematika Siswa Interval Skor (X) Kriteria
Mi+1,5Si<X Mi+3Si
Mi+0,5Si<X Mi+1,5Si
Mi-0,5Si<X Mi+0,5Si
Mi-1,5Si<X Mi-0,5Si
Mi-3Si X Mi-1,5Si
120< 𝑋 ≤ 150
100< 𝑋 ≤ 120
80< 𝑋 ≤ 100
60< 𝑋 ≤ 80
30< 𝑋 ≤ 60
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Sangat Kurang
Baik
Sumber: Sutarto dan Syarifuddin
(2013:228)
Keterangan
X : jumlah skor yang diperoleh
2. Data prestasi belajar
Untuk mengetahu prestasi
belajar siswa, data prestasi belajar
dianalisis dengan mencari
ketuntasan belajar, kemudian
dianalisis secara kuantitatif.
a. Ketuntasan siswa individu
Jika dilihat dari ketuntasan,
seseorang siswa telah dikatakan
tuntas belajar apabila siswa
tersebut telah mencapai nilai ≥ 65
(KKM)
b. Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dihitung dengan
persamaan %100xz
xKK
Keterangan :
KK = Ketuntasan kelas
X = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 65
Z = Jumlah siswa yang
ikut tes
Suatu kelas dianggap telah
tuntas belajar secara klasikal bila
kelas tersebut telah mencapai
standar ketuntasan yaitu ≥ 85 %
siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
(KKM).
HASIL PENELITIAN
Penelitian Tindakan kelas
ini telah di laksanakan pada tanggal
30 Juli sampai dengan tanggal 15
Agustus 2015 pada kelas XI IPS1
SMA N 1 Palibelo tahun pelajaran
2015/2016 yang terdiri dari 28
orang siswa dan terlaksana dalam 2
siklus. Penelitian ini dilaksanakan
dalam dua siklus. Masing-masing
siklus dilaksanakan tiga kali
pertemuan, yaitu dua kali untuk
materi dengan alokasi waktu untuk
satu kali pertemuan selama 2 x 45
menit dan satu kali untuk tes
dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.
Data yang diperoleh dari
hasil penelitian ini ada dua yaitu:
pertama data hasil pengisian angket
sikap matematka siswa selama
proses pembelajaran berlangsung.
Data yang kedua yaitu data yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1442
diperoleh dari hasil evaluasi tes
belajar siswa tentang penguasaan
materi Statistika. Pelaksanaan
penelitian ini di isi langsung oleh
masing–masing siswa. Hasil
penelitian diolah sesuai dengan
rumus yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
Hasil penelitian untuk setiap
siklus yang telah dilaksanakan
dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus I
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilaksanakan
pada tahapan perencanaan
sebagai berikut :
1) Mensosialisasikan
pembelajaran dengan
menggunakan model
pembelajaran kooperatif
tipe Thin Pair and Share
(TPS)kepada guru
matematika yang mengajar
di kelas XI 𝐼𝑃𝑆1 SMA N 1
Palibelo tahun pelajaran
2015/2016 .
2) Menyiapkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). dapat dilihat pada
(lampiran 2, 3 dan 4).
3) Menyiapkan Lembar Kerja
Siswa (LKS), dapat dilihat
pada (lampiran 8 dan 9).
4) Menyusun lembar angket
untuk mencatat sikap
matematika siswa selama
pembelajaran berlangsung
dengan hasil angket, dapat
dilihat pada (lampiran 16).
5) Menyiapkan tes evaluasi
dalam bentuk uraian/essay
beserta pedoman
penskorannya, dapat dilihat
pada (lampiran 12 dan 14).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaantindakanpad
asiklus I adatiga kali
pertemuan yaitu pada tanggal
30 Juli, 1Agustus dan 6
Agustus 2015 yang terdri dari
dua kali pertemuan untuk
penyampaian materi
pembelajaran dan satu kali
pertemuan untuk evaluasi.
Pertemuan pertama
dilaksanakan pada tangga l30
Juli 2015, materi yang di
sampaikan yaitu pengertian
dasar statistika Pertemuan
kedua dilaksanakan tanggal 1
Agustus 2015,materi yang di
sampaikan yaitu penyajian
data statistika. Dalam siklus
ini diikuti oleh28 orang siswa.
Pada pertemuan
pertama, kesiapan siswa
dalam pembelajaran masih
kurang serta sebagiansiswa
belum terbiasa dengan
pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair
and Share (TPS), siswa masih
fakum dalam berpendapat,
masih belum memiliki
keberanian dalam bertanya
serta menjawab pertanyaan
guru, hal ini menjukan sikap
siswa pada proses
pembelajaran masih perlu di
perhatikan untuk kematangan
sikap demi peningkatan
prestasi belajar
Proses pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1443
berawal dari penjelasan
singkat mengenai materi yang
berlanjut pada penyerahan
permasalahan dalam bentuk
LKS,dengan LKS tersebut
siswa diminta memikirkan
penyelsaiannya dalam
bebrapa menit yang kemudian
siswa diberikan pasangan
untuk mendiskusikan hasil
dari pemikiran masing–
masing dan menemukan
jawabannya.Proses ini sedikit
mengundang keributan karna
tidak sedikit siswa yang
memiliki sikap susah
menerima apalagi pasangan
dianggap tidak bisa diajak
diskusi, setelah diberi arahan
beberapa menit kemudian
siswa mulai serius dalam
penyelesaian tugas dan
selanjutnya guru meminta
beberapa pasangan untuk
mempertanggung jawabkan
hasil kesimpulan diskusi
didepan kelas.
Sedangkan pada
pertemuan kedua sebagian
siswa sudah mulai aktif
bertanya tentang materi
pelajaran yang kurang
dipahami begitu pula
interaksi antara siswa dengan
siswa semakin meningkat
akan tetapi belum maksimal
karena masih terdapat
kelompok siswa yang belum
aktif dalam menanggapi
jawaban dari kelompok lain,
dan juga siswa masih kurang
percaya diri dalam
menyimpulkan hasil
penyelidikan dengan
menggunakan bahasa sendiri.
c. ObservasidanEvaluasi
1) Observasi
Hasil observasi
diperoleh dari pengisian
angket oleh siswa yang
telah di sediakan, bertujuan
untuk menekan jalannya
proses pembelajaran.
Semua sikap setiap siswa
dicatat dalam lembar
angket sesuai dengan
deskriptor yang nampak.
Berikut data sikap
matematika siswa tersebut
sesuai dengan skor pada
lampiran 16.
Tabel 4.1. Data analisis hasil
angket sikap matematika
siswa siklus I
Jumlah
siswa
Banyak
item
Jumlah
skor
Rata-rata Kriteria
28 30 2224 79,48 Kurang
baik
Dari data tabel di
atas menunjukan bahwa
sikap matematika masih
dikriteriakan kurang baik
jadi masih harus lebih di
perhatikan lagi bebrapa
deskriptor sikap siswa
yang masih belum nampak
pada siklus selanjutnya
2. Evaluasi
Tabel 4.2. Hasil
Evaluasi Siswa Siklus I,
sesuai lampiran 18.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1444
Siklus I Nilai
Jumlahnilai 1804
Nilai tertingi 80
Nilai terendah 50
Nilai Rata-rata 64,43
Jumlah siswa
yang mengikuti
tes
28
Banyaknya siswa
yang tuntas 20
Banyaknya siswa
yang tidak tuntas 8
Persentase
ketuntasan 71,42%
Evaluasi belajar
siklus I dilaksanakan pada
tanggal 6Agustus 2015
dengan soal dalam bentuk
essay sebanyak 2butirsoal,
yang diikuti oleh 28siswa.
Dari hasi tes evaluasi
dapat dilihat bahwa
ketuntasan belajar baru
mencapai 71,42%dengan
perolehan nilai rata-rata
siswa yaitu 64,43.
d. Refleksi
Setelahdianalisisdipe
rolehhasilprestasi belajar
dan sikap matematika siswa
pada siklus I
menunjukkansikap
matematikasiswadalam
proses pembelajaranbelum
tercapai secara menyeluruh,
atau belum memenuhi
kriteria yang ingin dicapai
padapenelitianinimaka
penelitian dilanjutkan ke
siklus II.
Adapun perbaikan yang
harus dilakukan antara lain :
1. Memberikan arahan dan
melakukan pendekatan untuk lebih
serius dan siap lagi dalam belajar
2. Memberikan semangat mereka
untuk berani mencoba.
3. Meyakinkan mereka bahwa
kerjasama dan saling melengkapi
bersama pasangan adalah hal
terbaik dalam proses pembelajaran.
Adapun perbaikan
selanjutnya disamping perbaikan
terhadap kekurangan–kekurangan
diatas, guru harus lebih intensif
memberikan bimbingan kepada
siswa yang nilainya <65 dan siswa
yang belum mencapai minimal
kriteria baik juga tetap
memberikan semangat bagi siswa
yang nilainya ≥65dan siswa yang
telah mencapai minimal kriteria
baik.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus II
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilaksanakan
pada tahapan perencanaan
sebagai berikut :
1) Menyiapkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). dapat dilihat pada
(lampiran 5, 6 dan 7).
2) Menyiapkan Lembar Kerja
Siswa (LKS), dapat dilihat
pada (lampiran 10 dan 11).
3) Menyusun lembar angket
untuk mencatat sikap
matematika siswa selama
pembelajaran berlangsung,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1445
dapat dilihat pada (
lampiran 17).
4) Menyiapkan tes evaluasi
dalam bentuk uraian/essay
beserta pedoman
penskoran dan kunci
jawabanya, dapat dilihat
pada (lampiran 13 dan 15).
5) b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan
yang dilaksanakanpada siklus
ini bertujuanuntuk
memperbaiki kekurangan-
kekurangan pada siklus I.
Pada siklus II ini siswa sudah
terbiasa dengan model
pembelajaran kooperatif tipe
TPS. Hal ini dapat dilihat dari
kematangan sikap matematika
siswa selama proses
pembelajaran berlangsung,
siswa sudah aktif danselalu
merespon pertanyaan guru,
peningkatan dapat dilihat
pada kesiapan siswa
menerima pelajaran, pada saat
diskusi pasanagn berlangsung,
antusias siswa
mempertahankan pendapat
dan beradu argumen jika
terdapat perbedaan jawaban
dari pasangan lain juga
terjadi.
c. ObservasidanEvaluasi
1. Observasi
Adapun data hasil
pengisian angket
sikapmatematika siswa
pada siklus II dapat dilihat
pada tabel dibawah ini,
sesuai dengan skorpada
lampiran 17:
Tabel 4.3. data analisis
hasil angket sikap
matematika siswa siklus II Jumlah
siswa
Banyai
item
Jumlah
skor
Rata-
rata
Kriteria
28 30 3115 111,25 Baik
Berdasarkan hasil
pengisian angket siklus II
menunjukan bahwa
kegiatan pebelajaran sudah
berjalan seperti yang
diharapkan yang meski
terdapat kejanggalan–
kejanggalan kecil yang
dianggap biasa karna itu
manusia yang hidup
berkelompok, sementara
disamping itu siswa sudah
berani bertanya,
mengemukakan pendapat
dan siap tampil apabila
diminta mempresentasekan
lembar pertanggung
jawaban bersama
pasangannya.
2. Evaluasi
Tabel 4.4. Hasil Evaluasi
Siswa Siklus II, sesuai
dengan (lampiran 18)
Siklus II Nilai
Jumlahnilai 2227
Nilai tertingi 95
Nilai terendah 64
Nilai Rata-rata 79,54
Jumlah siswa
yang mengikuti
tes
28
Banyaknya siswa
yang tuntas 27
Banyaknya siswa
yang tidak tuntas 1
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1446
Persentase
ketuntasan 96,43%
Evaluasi belajar
siklus II dilaksanakan pada
tanggal 13Agustus 2015
dengan
melakukanevaluasidalam
bentuk essay sebanyak
2butirsoalyang
diujikanpada28orang
siswa. Dari hasil evaluasi
yang
diberikanmenunjukkanbah
wa ketuntasan belajar
mencapai 96,43% dengan
nilai rata-ratanya yaitu
79,54.
d. Refleksi
Dilihat dari hasil yang
dicapai pada siklus II telah
terjadi peningkatan dan hasil
yang diinginkan sudah
tercapai, walaupun masih ada
beberapa siswa yang belum
mengalami ketuntasan secara
individu. Akan tetapi sesuai
dengan tujuan penelitian
yaitu meningkatkan
kematanagn sikap dan prestasi
belajar siswa sudah tercapai,
hal ini dapat dilihat dari hasil
pengisian angket mencapai
kriteria baik dan ketuntasan
belajar yang dicapai sebesar
96,43%. Dengan demikian
siklus II telah mencapai
indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan pada bab III
sehingga penelitian berakhir
sampai pada siklus II.
PEMBAHASAN
Peningkatan hasil belajar akan
tercapai apabila terjadi
pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif. Hal ini
tergantung kemampuan guru
mengajar. Guru akan memiliki
kompetensi kemampuan mengajar,
jika guru paling tidak memiliki
pemahaman dan penerapan secara
taktis berbagai metode maupun
model pembelajaran serta hubungan
dengan belajar disamping
kemampuan-kemampuan lain yang
menunjang. Salah satu model
pembelajaran yang dapat
meningkatkan sikapmatematika dan
prestasi belajar adalah model
pembelajaran koperatif tipe Think
Pair and Share (TPS).Mengajukan
pertayaan selama pembelajaran di
kelas adalah cara yang tepat untuk
melibatkan peserta didik secara
aktif, mengukur pemahaman peserta
didik, atau mengarahkan peserta
didik dalam menerapkan
pengetahuan baru. Salah satu
starategi yang memadukan pola
berpikir indifidu dan kelompok
adalah Think Pair and Share (TPS).
Pembelajaran TPS memiliki
prosedur yang diterapkapkan secara
eksplisip untuk memeberikan
peserta didik waktulebih banyak
untuk berfikir, menjawan dan saling
membantu satu sama lain. (Sutarto
dan syarifuddin, 3013:133)
Pembelajaran dengan
menggunakan model koperatif
tipeThink Pair and Share(TPS)
sudah diterapkan pada siswa kelas
XI 𝐼𝑃𝑆1SMA N 1 Palibelo dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1447
mampu meningkatkan
sikapmatematika dan prestasisiswa
kelas XI 𝐼𝑃𝑆1SMA N 1 Palibelo.
Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan yaitu
peningkatan sikapmatematika dan
prestasi belajar pada siswa kelas
kelas XI 𝐼𝑃𝑆1SMA N 1 Palibelo.
Pada siklus I indikator
keberhasilan penelitian masih
belum tercapai, hal ini dapat dilihat
dengan nilai rata-rata kelas dari
hasil pengian angget sikap
matematika dan hasil evaluasi pada
pelaksanaan evaluasi siklus I dalam
penerapan model pembelajaraan
koperatif tipe Think Pair and
Share(TPS) adalah 79,48 dengan
kriteria kurang baik untuk hasil
pengisian angket sedangkat untuk
hasil evaluasi sebesar64,43 dengan
ketuntasan klasikalnya adalah
71,42%. Dari hasil perhitungan
dapat diketahui bahwa pada
pelaksanaan evaluasi pada siklus I
jumlah siswa yang memperoleh
nilai ≥ 65 adalah 20 siswa atau
71,42% dari 28 siswa yang
mengikuti evaluasi.
Pada siklus II indikator
keberhasilan sudah tercapai, hal ini
dapat di lihat bahwa nilai rata-rata
yang diperoleh siswa dalam
pengisian angket telah mencapai
kriteria baik dengan rata-rata 111,25
sedangkan prestasi belajar
berdasarkan hasil evaluasi akhir
siklus adalah sebesar 79,54 dan
porsentase ketuntasan klasikalnya
adalah 96,43% sehingga porsentase
kenaikan dari siklus I ke siklus II
adalah sebesar 25,01%. Dari hasil
pelaksanaan evaluasi pada siklus II
jumlah siswa yang memperoleh
nilai ≥ 65 adalah 27 siswa atau
96,43%. Jika dibandingkan dengan
siklus I yang nilai rata–ratanya
64,43 atau 8 siswa dari siswa yang
tidak tuntas sehingga menjadi 20
siswa yang tuntas.
Berdasarkan hasil
penelitian di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa
Implementasi model pembelajaran
kooperatif tipeThink Pair and Share
(TPS) dapat meningkatkan
sikapmatematikadan prestasi belajar
siswa kelas XI 𝐼𝑃𝑆1 SMAN 1
Palibelo pada materi statistika tahun
pelajaran 2015/2016dimana jumlah
peningkatan dari siklus I sampai
dengan siklus II untuk angket sikap
matematika 31,77 mencapai
minimal kriteria baik, dan untuk
prestasi belajar adalah sebesar
28,57% dengan tingkat ketuntasan
belajar yang dicapai >85% jumlah
siswa yang mengikuti evaluasi.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian
di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. penerapan model pembelajaran
koperatif tipe Think Pair and
Share (TPS)dapat menigkatkan
sikap matematika.Hal ini dapat
dilihat pada siklus I pengisian
angket mencapai kriteria kurang
baik kemudian meningkat pada
siklus II yang mencapai kriteria
baik.
2. penerapan model pembelajaran
koperatif tipe Think Pair and
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1448
Share (TPS) dapat menigkatkan
prestasi belajarsiswa. Hal ini
dapat dilihat pada siklus I rata-
rata prestasi belajar adalah
64,43 dan ketuntasaan kaliskal
sebesar71,42% sedangkan pada
siklus IIdengan ketuntasan
klasikalnya sebesar 96,43%.
Tingkat kenaikan prestasi
belajarsiswa adalah 15,11 atau
diporsentasikan sebesar 25,01%.
DAFTAR PUSTAKA
Arcavi. A (2007). Matematical
thinking in japanese
classroom. In progres report
of the APEC projec:
“Collaborative studies on
innovations for teaching and
learnig mathematics in
different cultures (II) lesson
study focussing on
mathematical thingking”
Tokyo: Criced, University of
Tsukuba.
Arikunto, Suharsimi. (2008).
PenelitianTindakanKelas.
Jakarta: PT. BumiAksara.
Curran, L. (1994). Mathematics &
cooperative learning: lesson
for little ones. San Juan
Capistrano: kagan cooperative
learning.
Depdikbud.(1995).
PetunjukPelaksanaanKegiata
nBelajarMengajar. Jakarta:
Depdikbud.
Depdiknas.(2003). Kurikulum 2004,
StandarKompetensi. Jakarta:
Depdiknas
Dimyati, dan Mudjiono. (2009).belajar
dan pembelajaran. Jakarta:
Rineka cipta
Djamarah. (2002).rahasia sukses
belajar Jakarta: Rineka cipta
Hudoyo.(2003). MengajarMatematika.
Jakarta: Depdikbud.
Irzani. (2007). Strategi belajar
mengajar matematika. Bantul:
Media grapindo pres
Kemmis.(1988).
PenelitianTindakanKelas.
Jakarta: BumiAksara.
NCTM.(1989). Curriculum and
Evaluation Standards for
School Mathematics.Reston,
VA : NCTM
Nitko, A. J.&Broohart, S. M. (2007).
Educatonal assessment
ofstudents. Ohio: Pearson
(Merill Prentice Hall).
Sanjaya,Wina.(2008).
StrategiPembelajaranBerorie
ntasiStandar Proses
Pendidikan. Jakarta:
KencanaPrenada Media
Group.
Suherman, dkk.(2003).
StrategiPembelajaranMatema
tikaKotemporer. Bandung:
UPI.
Slavin, R.E. (2005).Cooperative
learning, theory, research,
and practice. Meassachusetts:
A simon dan schester
company
Sumarmo, U. et al.
(2006).Metacognitive
Approch to Improve
Mathematics Skills of High
School Students. International
Journal of Education. 1 (1),
68–85.
Sutarto,& Syarifuddin. (2013). Desain
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1449
Pembelajaran Matematika.
yogyakarta: Samudra biru
Sutrima,& Budi usodo (2009)
Matematika 2 untuk SMA/MA
Kelas XI Program IPS,Jalarta:
Pusat perbukuan Depdiknas.
Sri Maryati, (2014). Penerapan Model
PembelajaranKooperatifTipe
GroupInvestigation
untukMeningkatkanKemampua
nKomunikasiMatematisSiswap
adaMateriFungsiKelasVIIIc
SMPN 4 MontaTahunPelajaran
2014/2015.STKIP Taman
SiswaBima.Bima
Trianto. 2007. Model-model
PembelajaranInovatifBerorie
ntasiKonstruktivistik. Jakarta:
PrestasiPustaka.
Usman, Ahmad (2008)Mari Belajar
Meneliti. Yogyakarta: Genta
Press
UsmanUzer. (2003). Menjadi Guru
Profesional. Bandung: PT
RemajaRosdakarya.
Van de Walle, J. A (1994). Elementary
school matematics: teaching
developmentally (2𝑛𝑑 ed.).
New York: Longman
Publishing.
Wirodikromo, Sartono.
(2006).Matematika. Jakarta:
Erlangga
Yee, FoongPui. (2000). Open ended
problems for higher-order
thingking in mathematics.
Teaching and learning.20(2).
Hal 49-57. Institute Of
Education (Singapore).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1450
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A
MATCH DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN KELAS
VII.B MTs DARUL HIKMAH TENTE TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Syarifuddin
Dosen tetap Muhammadiyah Bima
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
Matematika dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together pada siswa Kelas VII.A semester I dengan materi Bilangan Bulat
di MTs Darul Hikmah Tente Tahun Pelajaran 2013/2014. Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan tes evaluasi
berbentuk essai tiap akhir siklus. Ketuntasan belajar 85% merupakan indikator
yang digunakan untuk mengetahui peningkatan terjadi.
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; nilai rata-rata
hasil belajar siswa 69,2 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 72,7%.
Sedangkan pada siklus II; nilai rata-rata hasil belajar siswa menjadi 74 dengan
persentase ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 18,2% menjadi
90,9%. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya penelitian yang ditetapkan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
Kelas VII.A MTs Darul Hikmah Tente pada materi Bilangan Bulat Tahun Pelajaran
2013/2014.
Kata Kunci: Kooperatif Tipe Make A Match dan Prestasi Belajar.
A. Pendahuluan
Berdasarkan Undang-
Undang No. 20 pasal 3 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa tujuan
Pendidikan Nasional yaitu
berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa dan berahlak mulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab
(Suparlan, 2002:155).
Salah satu permasalahan
pendidikan yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia adalah rendahnya
mutu pendidikan pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1451
mutu pendidikan nasional, antara
lain melalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru,
penyempurnaan kurikulum,
pengadaan buku dan alat pelajaran,
pebaikan sarana dan prasarana
pendidikan dan lainnya, dan
peningkatan mutu menajamen
sekolah. Namun demikian berbagai
indikator pendidikan seperti ulangan
harian, nilai rapor, NEM (Nilai
Ebtanas Murni) belum menunjukan
peningkatan hasil belajar yang
merata (Anonim, 2004:1).
Meskipun demikian, usaha
untuk terus meningkatkan mutu
pendidikan tidak berhenti. Berbagai
terobosan baru diperkenalkan dan
dilakukan pemerintah melalui
DEPDIKNAS antara lain dalam
bidang pengelolaan sekolah,
peningkatan sumber daya tenaga
pendidikan, pengembangan materi
ajar, serta pengembangan dan
perbaikan sistem evaluasi. Salah
satu terobosan dalam pengelolaan
sekolah adalah melalui pelaksanaan
rintisan manajemen untuk
memperluas dan memperdalam
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Sekolah lebih
dituntut dapat menguasai bidang
tertentu seperti matematika karena
jatuh bangunnya suatu negara
dewasa ini tergantung dari
kemajuan di bidang matematika
(Kline, 1973:4).
Menurut Johson dan Rising
(1972:2) matematika adalah bahasa
simbolis yang fungsi praktisnya
untuk mengekspresikan hubungan
kuantitatif dan keruangan
sedangkan fungsi teoritisnya adalah
untuk memudahkan berpikir. Kline
juga mengemukakan bahwa
matematika merupakan bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah
penggunaan cara bernalar deduktif.
Ide manusia tentang matematika
berbeda-beda tergantung pada
pengelaman dan pengetahuan
masing-masing.
Sudah bukan jamannya lagi
matematika menjadi pelajaran yang
menakutkan bagi siswa di sekolah.
Jika selama ini matematika
dianggap sebagai ilmu yang kering,
teoritis, hanya berisi rumus-rumus
dan tidak bersinggungan dengan
realiti kehidupan siswa, kini saatnya
bagi siswa untuk akrab dengan
matematika, walapun sebenarnya
diantara mata pelajaran yang lain,
prestasi belajar matematika saat ini
relatif rendah, salah satu faktor
penyebabnya adalah penyampain
materi pelajaran kurang menarik
dan bervariasi sehingga siswa
cenderung merasa bosan, karena
dalam penyampaian materi
pelajaran, guru lebih banyak
menerapkan metode ceramah yang
bersifat monoton dan kurang
variatif, peranan guru lebih dominan
dalam proses belajar mengajar
mengakibatkan partisipasi, aktivitas
dan motifasi siswa masih kurang.
Sistem pembelajaran seperti ini
cenderung untuk menghabiskan
materi sesuai dengan target
kurikulum. Akibatnya siswa kurang
aktif dan hanya menerima apa yang
diberikan oleh guru. Hal ini akan
berdampak pada perilaku siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1452
yang kurang merasa percaya diri,
baik dalam bertanya maupun
penyampaian ide ataupun pendapat
maupun dalam proses pemecahan
masalah yang dihadapi, yang
akhirnya bermuara pada rendahnya
prestasi belajar siswa.
Kegagalan para siswa dalam
hasil belajar yang dicapainya
hendak tidak dipandang sbagai
kekurangan diri pada siswa semata-
mata, tetapi juga bisa disebabkan
oleh program pengajaran yang
diberiakan padanya atau kesalahan
strategi dalam memilih dan
menggunakan metode belajar dan
alat bantu pengajaran (Sudjana,
2005:3). Adapun dalam pengunaan
suatu metode hendaknya guru dapat
membawa suasana interaksi
pengajaran yang efekektif,
menumbuhkan dan
mengembangkan minat belajar dan
menghidupkan proses pengajaran
yang sedang berlangsung (Rohani,
2004:13).
Disinyalir dan didukung
oleh beberapa hasil penelitian
bahwa kebanyakan guru hanya
menyampaikan bahan sesuai dengan
urutan-urutan dan ruang lingkup
yang ada dalam buku teks. Ini yang
harus diubah, masalahnya sekarang
bagaimana merubah presepsi dan
pola pikiran guru terhadap tugas
pokoknya mengajar, bahwa
mengajar bukan semata-mata
menyampaikan bahan sesuai dengan
urutan buku teks, tetapi yang paling
penting bagaimana memberi
kemudahan belajar kepada peserta
didik. Sehingga semangat belajar
bangkit dan terjadilah proses belajar
yang tenang dan menyenangkan.
Untuk kepentingan tersebut perlu
dikondisikan lingkungan yang
kondusif dan menantang rasa ingin
tahu peserta didik, sehingga peroses
pembelajaran akan berlangsung
secara efektif (Mulyasa, 2007:24).
Untuk menciptakan proses
pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan, ini salah satu
langkah yang dapat dilakukan
adalah dengan menerapkan model
cooperative learning (CL). Model
ini merupakan model kelompok
yang memiliki 5 unsur dasar yang
ada dalam pelaksanaanya, antara
lain, saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antara anggota,
dan evaluasi proses belajar (Lie,
2007: 30).
Salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Make
A Match. Metode "Make A Match"
atau mencari pasangan merupakan
salah satu alternatif yang dapat
diterapkan kepada siswa. Penerapan
metode ini dimulai dari teknik yaitu
siswa disuruh mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/soal
sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya
diberi poin. Kelebihan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Make
A Match adalah : 1) mampu
menciptakan suasana belajar aktif
dan menyenangkan; 2) materi
pembelajaran yang disampaikan
kepada siswa lebih menarik
perhatian; 3) mampu meningkatkan
hasil belajar siswa mencapai taraf
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1453
ketuntasan belajar secara klasikal.
Kekurangan Make A Match adalah
1) diperlukan bimbingan dari guru
untuk melakukan kegiatan; 2) waktu
yang tersedia perlu dibatasi jangan
sampai siswa bermain-main dalam
pembelajaran; 3) guru perlu
persiapan alat dan bahan yang
memadai.
Proses pembelajaran yang
diterapkan selama ini masih belum
bisa membuat siswa memahami apa
yang mereka dapat dari sekolah dan
menalarkan materi ke kehidupan
nyata. Hasil pengamatan awal
menunjukkan bahwa prestasi siswa
terhadap matematika masih rendah.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-
rata ulangan matematika tahun
pelajaran 2012/2013 untuk materi
himpunan yaitu 60 dengan kriteria
ketuntasan minimum yaitu 65
(Sumber Data: MTs Darul Hikmah
Tente).
Berdasarkan latar belakang
di atas, Peneliti ingin mengetahui
bagaimana pengaruh apabila
diterapkan strategi pembelajaran
kooperatif dengan model Make A
Match (Mencari pasangan) di MTs.
Darul Hikmah Tente khususnya
untuk mata pelajaran Matematika
dengan judul "Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Make A Match dapat Meningkatkan
Prestasi Belajar Matematika Siswa
pada Pokok Bahasan Himpunan
Kelas VII.B MTs. Darul Hikmah
Tente".
B. Kajian Teori
1. Pembelajaran
Pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang tersusun,
meliputi unsur manusia,
material, fasilitas, perlengkapan
dan perencanaan yang saling
mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Aqib,
2003: 41). Berdasarkan teori
tersebut aqib menyimpulkan
bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan
belajar, pembelajaran
merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat
menjadi proses memperoleh
ilmu pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan
kepercayaan kepada peserta
didik.
Menurut Isjoni (2009:
14), pembelajaran adalah
sesuatu yang dilakukan oleh
siswa, bukan dibuat untuk siswa.
Pembelajaran pada dasarnya
merupakan upaya pendidik
untuk membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar.
Tujuan pembelajaran adalah
terwujudnya efisiensi dan
efektifitas kegiatan belajar yang
dilakukan peserta didik.
Ada tiga ciri khas yang terkandung
dalam sistem pembelajaran yaitu
:
a. Rencana adalah penataan,
ketenagaan, material, dan
rancangan merupakan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1454
unsur-unsur pembelajaran
dalam suatu rencana
khusus.
b. Saling ketergantungan
(interppemendence), antara
unsur-unsur pembelajaran
yang serasi dalam suatu
keseluruhan. Tiap unsur
bersifat esensial dan
masing-masing memberikan
sumbangannya kepada
sistem pembelajaran.
c. Tujuan, sistem
pembelajaran mempunyai
tujuan tertentu yang hendak
dicapai.Ciri ini yang
menjadi dasar perbedaan
antara sistem yang alami
(natural).
2. Pembelajaran Matematika
Belajar adalah perubahan
dalam diri manusia. Apabila tidak
terjadi perubahan dalam diri
manusia, maka tidaklah dapat
dikatakan bahwa padanya telah
berlangsung proses belajar (Aqib,
2003: 43). Pendapat lain
mengatakan bahwa belajar adalah
perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang
melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh
langsung dari proses pertumbuhan
seseorang secara alamiah.
Belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku antara
yang lebih baik (positif), dalam
artian belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan bukan suatu
hasil atau tujuan. Pendapat lain juga
mengatakan “ belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sabagai hasil
pengalaman sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya” (Slamento,
2003: 2)
Dari uraian diatas belajar
adalah suatu proses atau
serangkaian kegiatan jiwa raga
untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam
interaksi dengan le\ingkungannya
yang menyangkut unsur, cipta, rasa
dan karsa, ranah kognitif, efektif
dan psikomotorik.
Matematika sebagai ilmu
mengenal struktur dan hubungan-
hubungannya, simbol-simbol
diperlukan. Simbol-simbol itu
penting untuk membantu
memanipulasi aturan dengan
operasi yang ditetapkan.
Simbolisasi menjamin adanya
komunikasi dan mampu
memberikan keterangan untuk
membentuk suatu konsep baru.
Konsep baru terbentuk karena
adanya pemahaman terhadap
konsep sebelumnya, sehingga
matematika itu konsep-konsepnya
tersusun secara hirarki. Simbolisasi
itu baru berarti bila suatu simbol itu
dilandasi suatu ide. Jadi kita harus
memahami yang terkandung dalam
simbol tersebut. Dengan kata lain,
ide harus dipahami terlebih dahulu
sebelum ide tersebut disimbolkan.
Secara singkat dikatakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-
ide/konsep-konsep abstrak yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1455
tersusun secara hirarki dan
penalarannya deduktif (Hudoyono,
2000: 3).
Analisis hubungan-
hubungan teori dalam matematika
merupakan pembuktian berbentuk
rumus (teorema, dalil) matematika.
Karena itu, bentuk suatu rumus
matematika lebih penting dari
simbol-simbol yang dipergunakan.
Penelaahan bentuk dalam
matematika membawa matematika
itu ke struktur-struktur. Jadi
matematika itu dapat pula
didefinisikan sebagai penelaah
tentang struktur-struktur itu.
Penelaah terhadap struktur ini yang
merupakan ciri matematika yang
berkembang saat ini.
Pada dasarnya pengajaran
adalah operasionalisasi dari
kurikulum. Pengajaran di sekolah
terjadi apabila terdapat interaksi
antara siswa dengan lingkungan
belajar yang diatur guru untuk
mencapai tujuan pengajaran.
Sedangkan bahan pengajaran
adalah uraian atau deskripsi dari
pokok bahasan, yakni penjelasan
lebih lanjut makna dari setiap
konsep yang ada didalam pokok
bahasan. Tujuan mengajar adalah
agar pengetahuan yang
disampaikan itu dapat dipahami
peserta didik. Karena itu mengajar
yang baik terjadi jika hasil peserta
didik baik. Pernyataan ini dapat
dipenuhi bila guru mampu
memberikan fasilitas belajar yang
baik sehingga dapat terjadi proses
balajar yang baik (Sudjana, 2008:
10).
Apabila terjadinya proses
belajar matematika itu baik, dapat
diharapkan hasil belajar peserta
didik akan baik pula dengan proses
belajar matematika yang baik,
subyek yang belajar akan dapat
memahami matematika dengan
baik pula dan siswa dengan mudah
mempelajari matematika
selanjutnya, serta dengan mudah
pula mengaplikasinya kesituasi
baru, yaitu dapat menyelesaikan
masalah baik dalam matematika itu
sendiri maupun ilmu lainnya atau
dalam kehidupan sehari-hari. Dari
uraian tersebut, terlihat pula bahwa
mengajar itu suatu kegiatan yang
melibatkan guru dan siswa. Siswa
diharapkan belajar karena adanya
intervensi guru. Dengan intervensi
ini, diharapkan peserta didik
menjadi terbiasa belajar, sehingga
mempunyai kebiasaan belajar
(Hudoyono, 2000: 5).
Dalam hal ini, guru mampu
memberikan intervensi yang cocok,
bila guru itu menguasai dengan
baik matematika yang diajarkan.
Karena itu, merupakan syarat yang
esensial bahwa guru matematika
harus manguasai bahan matematika
yang diajarkan. Namun penguasaan
terhadap bahan saja belumlah
cukup agar siswa berpatisipasi
intelektual dalam belajar. Guru
juga harus memahami teori belajar,
sehingga belajar matematika
menjadi bermakna bagi siswa.
Peristiwa belajar akan dapat terlihat
bila dalam mengajar terjadi
interaksi dua arah antara guru dan
siswa. Dapat dikatakan belajar dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1456
mengajar itu dua kegiatan yang
saling mempengaruhi dan dapat
menentukan hasil belajar. Dengan
kata lain, belajar mengajar dapat
dipandang yakni suatu proses yang
harus diarahkan untuk kepentingan
siswa, yaitu belajar.
Dari teori diatas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah
mengembangkan hasil belajar siswa
dalam mengenali dan memahami
gejala alam dan kehidupan dalam
kaitannya dengan keruangan serta
mengembangkan sikap positif dan
rasional dalam menghadapi
permasalahan yang timbul sebagai
akibat adanya pembelajaran
matematika, sedangkan tujuan
pengajaran matematika sekolah
adalah agar siswa mampu
memahami gejala lingkungan alam
dan kehidupan di muka bumi, ciri
khas satuan wilayah serta
permasalahan yang dihadapi
sebagai akibat adanya saling
pengaruh antara manusia dan
lingkungannya.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan.
Merujuk pemikiran Gagne, hasil
belajar berupa:
a. Informasi verbal yaitu
kapabilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentukan
bahasa, baik lisan maupun
tertulis.
b. Keterampilan intelektual yaitu
kemampuan mempresetasikan
konsep dan lambang.
c. Strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
d. Keterampilan motorik adalah
kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani
dalam urusan dan koordinasi,
sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan
menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap
ubjek tersebut (Agus suprijono,
2009: 6).
Jadi dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa
perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu
aspek potensi kemanusiaan saja.
Artinya, hasil pembelajaran yang
dikategorisasikan oleh para pakar
pendidikan sebagaimana tersebut di
atas tidak dilihat secara
fragmentaris atau terpisah,
melainkan komprehesif.
Faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar
dibagi menjadi dua bagian, yaitu
faktor internal dan eksternal.
a. Faktor Internal
b. Faktor ini terdapat dalam diri
siswa, antara lain:
c. Kesehatan, anak yang sering
sakit mempengaruhi gairah
belajarnya sehingga berpengaruh
pula terhadap prestasi
belajarnya.
d. Intelegensi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1457
e. Minat serta motivasi
f. Cara belajar
g. Faktor Eksternal
h. Faktor eksternal ini berasal dari
luar individu dan faktor ini
mempengaruhi ketuntasan antara
lain:
i. Keluarga, kondisi fisik dan
hubungan keluerga
mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa. Seperti hubungan
baik antara anak dan orang tua,
anak dengan saudara. Selain itu
juga seperti pendidikan orang
tua, kondisi rumah , serta status
sosial dan ekonomi keluarga.
j. Sekolah, kondisi fisik dan
hubungan sosial tempat anak
belajar seperti jarak sekolah,
lokasi sekolah, kualitas guru,
kondisi fisik kelas dan bangunan
sekolah, relasi sesama teman
sekolah, dam lain-lain.
k. Masyarakat, bila masyarakat
sekitar anak cukup bermoral dan
mempunyai latar belakang
pendidikan yang cukup baik,
maka bagi anak akan menyerap
hal-hal positif sebagai dukungan
bagi anak untuk berprestasi di
sekolah.
4. Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A
Match
Sejalan dengan
penerapan Kurikulum Berbasis
Kopentensi (KBK), yang
disempurnakan hdengan
Kurikuulm Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), guru
mempunyai kebebasan dalam
metode pembeljaran yang akan
diterapakan. Dalam
menciptakan pembelajaran yang
lebih bervariasi dan dapat
meningkatkan peran serta siswa
dalam pembelajaran. Dari sini
maka harus dirancang dan
dibangun suasana kelas
sedemikian rupa, sehingga siswa
mendapat kesempatan untuk
berinteraksi satu dengan yang
lainnya.
Model pembelajaran
kooperatif membuka peluang
bagi upaya mencapai tujuan
meningkatkan keterampilan
sosial peserta didik. Dalam
kelompok ini mereka bekerja
tidak hanya sebagai kumpulan
individual tetapi merupakan
suatu tim kerja yang tangguh.
Seorang anggota kelompok
bergantung pada anggota
kelompok lainnya. Seorang yang
memiliki keunggulan tertentu
akan membagi keunggulannya
dengan lainnya. Di samping itu,
pembelajaran koperatif
sekaligus dapat melatih siswa
dan keterampilan sosial sebagai
bekal dalam kehidupannya di
masyarakat.
Teknik mencari
pasangan (Make A Match), yaitu
teknik yang dikembangkan
Loma Curra (1994). Salah satu
keunggulan teknik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana
menyenangkan. Model
Pembelajaran Make A Match
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1458
artinya model pembelajaran
Mencari Pasangan. Setiap siswa
mendapat sebuah kartu (bisa
soal atau jawaban), lalu
secepatnya mencari pasangan
yang sesuai dengan kartu yang
ia pegang. Suasana
pembelajaran dalam model
pembelajaran Make A Match
akan riuh, tetapi sangat asik dan
menyenangkan.
Langkah-langkah model
pembelajaran Make A Match adalah
sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan beberapa
kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, sebaliknya
satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu
buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan
jawaban/soal dari kartu yang
dipegang.
4. Setiap siswa mencari
pasangan yang mempunyai
kartu yang cocok dengan
kartunya. Artinya siswa yang
kebetulan mendapat kartu
‘soal’ maka harus mencari
pasangan yang memegang
kartu ‘ jawaban soal’ secepat
mungkin. Demikian juga
sebaliknya.
5. Setiap siswa yang dapat
mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi
poin.
6. Kesimpulan/penutup.
5. Tinjuan Tentang Materi
Bilangan Bulat
Bilangan Bulat
a. Notasi Bilangan Bulat dan
Posisinya pada Garis
Bilangan
Salah satu contoh
alat yang menggunakan
bilangan bulat pada skala
ukurannya adalah
termometer. Jika indikator
air raksa menujukan ke
angka 30 berarti besar suhu
30 C di atas nol. Jika 6 C
berarti 6 di atas nol.
Bilangan-bilangan di atas
nol disebut bilangan bulat
positif atau bilangan asli.
Dalam skala
termometer Celcius, titik
didih air adalah 100 C dan
titik beku air adalah 0 C.
Titik nol merupakan dasar
atau acuan untuk
menentukan titik didih air
dan titik beku air. Suhu 5 C
di bawah nol ditulis −5°C,
dan suhu −10°C dibaca
“suhu 10°C di bawah nol”.
Bilangan-bilangan di bawah
nol disebut bilangan negatif
atau bilangan bulat negatif.
b. Hubungan Antara Dua
Bilangan Bulat
Antara dua bilangan
bulat dapat kita bandingkan
mana yang lebih besar ,
sama, atau lebih kecil.
Simbol-simbol untuk
menyatakan semua itu dapat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1459
dilihat di bawah ini.
(i) “𝑎 lebih dari 𝑏” ditulis 𝑎 > 𝑏.
(ii) “𝑎 kurang dari 𝑏” ditulis 𝑎 < 𝑏.
(iii)“𝑎 kurang dari atau sama
dengan 𝑏” ditulis 𝑎 ≤ 𝑏.
(iv) “𝑎 lebih dari atau sama
dengan 𝑏” ditulis 𝑎 ≥ 𝑏. Bagaimana cara
menggunakan garis bilangan
untuk membandingkan dua
bilangan bulat?
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
semakin kecil semakin besar
Gambar 2.1 Garis Bilangan
Pada garis bilangan di atas terliahat
pula bahwa:
(i) -1 terletak di sebelah kanan -2
dan terletak di sebelah kiri 0,
maka -1 terletak di antara -2 dan
0, ditulis -2 < -1 < 0.
(ii) 2 terletak di sebelah kiri 5 dan
sebelah kanan 1, maka 2 terletak
antara 1 dan 5, ditulis: 1 < 2 < 5.
c. Bidang Koordinat Cartesius
Bidang koordinat cartesius terbentuk
dari dua buah garis bilangan yang
berpotongan tegak lurus di titik
(0,0). Garis bilangan pertama
merupakan garis bilangan
horisontal (mendatar) dan
dinamakan sumbu Y. Titik (0,0)
yang merupakan titik potong
kedua garis itu disebut titik
pangkal (origin)dan merupakan
acuan untuk menentukan
pasangan titik yang lain,
misalanya A(𝑥, 𝑦).
𝑥 pada A disebut absis titik A dan
𝑦 pada A disebut ordinat titik A,
sedangkan (𝑥, 𝑦) disebut koordinat
titik A.
Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering menggunakan bilangan
bulat beserta operasinya untuk
menjawab suatu persoalan yang
ada.
b. Perkalian dan sifat-sifatnya
1. Arti perkalian
2 6 = 6 + 6 = 12 (artinya angka 6
ada 2 buah)
3 7 = 7 + 7 + 7 = 21 (artinya angka
7 ada 3 buah)
Dengan pola ini kita dapat
menerapkan pada perkalian
bilangan bulat. Misalkan untuk
menjelaskan: 4 (-3) = . . . ? kita
dapat menerapkan pola di atas. 4 (-3) = (-3) + (-3) + (-3) + (-3) = (-12).
Bagaimana dengan perkalian (-4) (-
3) = . . . ? kita dapat mengingat
bahwa perkalian antar dua
bilangan negatif menghasilkan
bilangan positif sehingga hasil (-
4) (-3) = 12.
Berdasarkan contoh di atas kita dapat
menuliskan tanda hasil perkalian
antar bilangan bulat sebagai
berikut:
c. Perkalian dua bilangan bulat
dengan tanda sama adalah
bilangan bulat positif.
d. Perkalian dua bilangan bulat
dengan tanda berbeda adalah
bilangan bulat negatif.
e. Perkalian sembarang bilangan
bulat dengan nol adalah nol.
1. Sifat-sifat perkalian
f. Sifat tertutup
Perkalian bilangan bulatvdikatakan
sifat tertutup jika 𝑎 dan 𝑏 adalah
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1460
bilangan-bilangan bulat, maka
𝑎 × 𝑏 adalah bilangan bulat.
Dengan kata lain hasil kali dari
dua bilangan bulat selalu bilangan
bulat pula.
g. Sifat komutatif
Perkalian bilangan bulat dikatakan
bersifat komutatif jika untuk
setiap bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏
maka berlaku 𝑎 × 𝑏 = 𝑏 × 𝑎.
h. Sifat asosiatif
Perkalian bilangan bulat dikatakan
bersifat asosiatif jika untuk
sebarang bilanga bulat 𝑎, 𝑏, dan 𝑐
maka berlaku:
(𝑎 × 𝑏) × 𝑐 = 𝑎 × (𝑏 × 𝑐).
i. Sifat distributif
Perkalian bilangan bulat dikatakan
bersifat distributif jika untk setiap
bilangan bulat 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 maka
berlaku: 𝑎 × ( 𝑏 + 𝑐) = (𝑎 × 𝑏) + (𝑎 × 𝑐) = 𝑎𝑏 + 𝑎𝑐.
j. Unsur identitas
Perkalian bilangan bulat memiliki
unsur identitas jika untuk setiap
bilangan bulat 𝑎 sembarang maka
berlaku: 𝑎 × 1 = 1 × 𝑎 = 𝑎.
bilangan 1 dinamakan unsur
identitas.
k. Sifat bilangan nol
Setiap perkalian bilangan nol dengan
bilangan bulat dan sebaliknya
hasilnya adalah nol. Sehingga
untuk setiap 𝑎 sembarang akan
berlaku: 𝑎 × 0 = 0 × 𝑎 = 0. l. Pembagian bilangan bulat dan
sifat-sifatnya
Pembagian bilangan bulat diartikan
sebagai operasi kebalikan dari
perkalian. sehingga untuk setiap
bilangan bulat positif 𝑎 dan 𝑏,
dengan 𝑏 ≠ 0, berlaku:
1. 𝑎 ∶ 𝑏 = +𝑎
𝑏, sebab
𝑎
𝑏 × 𝑏 = 𝑎
2. –𝑎 ∶ 𝑏 = − 𝑎
𝑏, sebab (-
𝑎
𝑏 ) × 𝑏 =
−𝑎
3. 𝑎 ∶ (−𝑏) = − 𝑎
𝑏, sebab (-
𝑎
𝑏 ) ×
−𝑏 = 𝑎
4. –𝑎 ∶ (−𝑏) = + 𝑎
𝑏, sebab
𝑎
𝑏 × −𝑏 =
−𝑎
Pangkat dan Akar Bilangan Bulat
a. Makna pangkat bilangan bulat
Pangkat adalah operasi bilangan yang
diperoleh dengan cara perkalian
berulang untuk bilangan yang
sama seperti 55 = 5× 5 × 5 × 5 ×5 dan (-2)3 = (−2) × (−2) × (−2).
Jika 𝑎 adalah bilangan bulat dan 𝑛
adalah bilangan bulat maka:
𝑎n = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × … × 𝑎
Sebanyak 𝑛 faktor 𝑎
Dengan 𝑛 disebut pangkat atau
eksponen, 𝑎 disebut bilangan
dasar atau bilangan pokok, dan 𝑎n
disebut bilangan berpangkat.
b. Sifat-sifat bilangan berpangkat
2. Sifat perkalian bilangan
berpangkat
Carilah hasil perkalian dari 23 25.
Kita dapat menyelesaikan
persoalan itu dengan definisi
pangkat bilangan bulat positif,
sebagai berikut:
23 25 = 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 ×
2 = 23+5 = 28
Berdasarkan perkalian bilangan
berpangkat di atas dapat
disimpulkan bahwa jika 𝑚 dan 𝑛
adalah bilangan-bilangan bulat
positif dan 𝑎 adalah bilangan real,
maka;
𝑎m × 𝑎n = 𝑎m+n.
3. Sifat pembagian bilangan
berpangkat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1461
Carilah hasil pembagian dari 59
53.
Persoalan ini dapat diselesaikan
menggunakan definisi pangkat
bulat positif, sebagai berikut: 59
53 = 5×5×5×5×5×5×5×5×5
5×5×5 =
5×5×5
5×5×5 × 5 ×
5 × 5 × 5 × 5 × 5 =
5× 5 × 5 × 5 × 5 × 5 = 59-3 = 56
Berdasarkan pembagian bilangan
berpangkat di atas disimpulkan
bahwa: jika 𝑚 dan 𝑛 adalah
bilangan-bilangan bulat, 𝑎 adalah
bilangan bulat, dan 𝑎 ≠ 0, maka:
𝑎m: 𝑎n = 𝑎m-n.
4. Sifat perpangkatan dari bilangan
berpangkat
Tentukanlah nilai dari (32)4.
Persoalan ini dapat diselesaikan
dengan menggunakan definisi
pangkat bulat dan perkalian
bilangan berpangkat bulat sebagai
berikut:
(32)4 = 32 × 32 32 32 = 32+2+2+2 = 38
Berdasarkan perpangkatan dari
bilangan berpangkat di atas dapat
disimpulkan bahwa: jika 𝑚 dan 𝑛
adalah bilangan-bilangan bulat
positif dan 𝑎 bilangan real, maka
(𝑎m)n.
5. Sifat perpangkatan dari perkalian
bilangan berpangkat
Perpangkatan dari perkalian bilangan
berpangakat adalah jika 𝑚, 𝑛 dan
𝑝 adalah bilangan-bilangan bulat
positif, sedangkan 𝑎 dan 𝑏 adalah
bilangan real, maka: (𝑎m𝑏n)p =
𝑎mp𝑏np.
5. Sifat perpangkatan dari
pembagian bilangan berpangkat
Definisi perpangkatan dari pembagian
bilangan berpangkat adalah jika
𝑚, 𝑛 dan 𝑝 adalah bilangan-
bilangan bulat positif (bilangan
asli), 𝑎 dan 𝑏 adalah bilangan real,
dan 𝑏 ≠ 0, maka:
(𝑎𝑚
𝑏𝑛 )𝑝 = 𝑎𝑚𝑝
𝑏𝑛𝑝
C. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian
adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Penelitian tindakan
merupakan suatu pencarian
sistematik yang dilaksanakan oleh
para pelaksana program dalam
kegiatannya sendiri (guru), dalam
mengumpulkan data tentang
pelaksanaan kegiatan, keberhasilan
dan hambatan yang dihadapi, untuk
kemudian menyusun rencana dan
melakukan kegiatan –kegiatan
penyempurnaan (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2005:140).
Penelitian ini menekankan
pada kegiatan (Tindakan) dengan
menguji coba suatu ide ke dalam
praktek atau situasi nyata dalam
skala yang mikro, yang diharapkan
kegiatan tersebut mampu
memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar
(Yatim Riyanto, 2001:50).
D. Rencana Tindakan
Rencana kegiatan adalah
suatu pendekatan yang digunakan
dalam suatu peneliti. Dalam buku
metodologi penelitian dijelaskan
bahwa rencana kegiatan pada
dasarnya seluruh proses pemikiran
dan penentuan matang hal-hal yang
dilakukan serta dapat pula dijadikan
dasar penilaian baik oleh peneliti itu
sendiri maupun orang lain terhadap
semua langkah yang diambil
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1462
(Margono S:2005). Rancangan
kegiatan yang dilakukan pada tahap
ini adalah dilaksanakan dalam
beberapa siklus untuk memperoleh
data dengan menggunakan
instrumen yang telah dibuat.
Setiap siklus dilakasanakan
dengan skenario pembelajaran yang
telah dibuat dan terdiri dari 5 (lima)
tahap kegiatan yaitu :
1. Perencanaan
a. Menyusun perangkat
pembelajaran berupa
Rencana Pembelajaran
(RPP), dan membentuk
kelompok.
b. Menyusun instrumen
penelitian berupa soal tes,
lembar observasi, dan
pedoman wawancara siswa
2. Pelaksanaan Tindakan
Berdasarkan
perencanaan yang disusun,
peneliti melaksanakan tindakan
dengan strategi pembelajaran
Make A Match dapat
meningkatkan prestasi belajar
matematika. Saat pelaksanaan
tindakan, peneliti bertindak
sebagai pengajar yang dibantu
oleh dua observer.
Adapun tahapan
pelaksanaan tindakan dalam
kegiatan pembelajaran melalui
Make A Match, yaitu:
a. Mereview
Pada tahap ini, hal yang
dilakukan adalah:
1) Guru mengingatkan
tentang Himpunan
Bilangan.
2) Guru berusaha
memotivasi siswa.
b. Pengembangan Konsep
Pada tahap ini, hal yang
dilakukan adalah:
1) Guru memberikan
pengembangan konsep
dari materi Himpunan
yaitu membimbing siswa
dengan cara
mendiskusikan cara
menaksir hasil
perhitungan dari operasi
perkalian dan pembagian
bilangan bulat.
2) Guru memberi contoh
soal tentang operasi
hitung bilangan bulat
diselesaikan.
c. Kerja Kooperatif dan
Mandiri
1. Guru menyiapkan
beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep
atau topik yang cocok
untuk sesi review,
sebaliknya satu bagian
kartu soal soal dari kartu
yang dipegang dan
bagian lainnya kartu
jawaban.
2. Setiap siswa mendapat
satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan
jawaban/guru soal dari
kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari
pasangan yang
mempunyai kartu yang
cocok dengan kartunya
(soal jawaban).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1463
5. Setiap siswa yang dapat
mencocokan kartunya
sebelum batas waktu
diberi poin.
6. Kesimpulan/penutup
d. Penugasan
1) Guru membantu siswa
menyimpulkan materi
yang baru dipelajari.
2) Guru menugaskan siswa
membaca materi
selanjutnya di rumah.
3) Guru memberi pekerjaan
rumah.
3. Pengamatan (Observasi)
Selama pelaksanakan
tindakan diadakan observasi.
Dalam observasi ini akan
diamati aktivitas-aktivitas siswa
dan guru yang nampak selama
proses pembelajaran. Semua
aktivitas siswa dan guru dicacat
dalam lembar observasi yang
telah disiapkan.
4. Refleksi
Pada tahap ini peneliti
bertindak sebagai guru kelas dan
guru kelasnya bertindak sebagai
observer mengkaji kekurangan
dari tindakan yang telah
diberikan. Hal ini dilakukan
dengan cara melihat data hasil
evaluasi yang telah dicapai oleh
siswa dan data observasi pada
siklus sebelumnya. Dari hasil
refleksi akan didapat data-data
untuk kegiatan perbaikan, yang
akan dilaksanakan pada siklus
sebelumnya.
E. Teknik Analisa Data
Menganalisis data
merupakan suatu langkah yang
sangat kritis dalam penelitian.
Peneliti harus memastikan pada
analisis mana yang digunakan,
apakah analisis statistik atau non
statistik. Pemilihan ini tergantung
pada jenis data yang akan
dikumpulkan untuk dianalisis
(Aqib, 2006: 135). Di samping itu,
statistik membandingkan hasil yang
diperoleh dengan hasil yang terjadi
secara kebetulan, sehingga
memungkinkan peneliti untuk
menguji apakah hubungan
sistematis secara variabel-variabel
penelitian, atau hanya terjadi secara
kebetulan.
Analisis data yang
digunakan untuk menganalisis data
penerapan langkah-langkah strategi
pembelajaran Make A Match yaitu
dengan analisis deskriptif. Analisis
yang dilakukan oleh peneliti baik
dari aspek guru maupun siswa, yang
kemudian dibandingkan tingkat
keberhasilan tindakan dari setiap
siklus.
1. Analisis Data Obsevasi
Data observasi
merupakan data yang didapat
dari hasil observasi tentang
keterlaksanaan pembelajaran
matematika melalui model
pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match berdasarkan
lembar observasi. Pada setiap
pertemuan, peneliti melakukan
observasi tentang
keterlaksanaan pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1464
matematika melalui model
pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match.
Data hasil observasi guru
maupun siswa akan dianalisis
sebagai berikut. Untuk jawaban
”ya” diberi skor 1 dan jawaban
”tidak” diberi skor 0. Cara
menghitung presentase skor
yaitu:
�̅� = 𝑎
𝑏× 100%
Keterangan:
�̅� = persentase skor observasi
tiap petermuan
𝑎 = jumlah skor yang diperoleh
tiap pertemuan
𝑏 = jumlah skor maksimal tiapa
pertemuan (Kusumaningtyas,
2011:36).
Selanjutnya dihitung
rata-rata persentase skor
obervasi guru dan siswa tiap
siklus lalu dikategorikan sesuai
dengan kualifikasi hasil
persentase observasi guru dan
siswa yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kualifikasi Hasil
Persentase Skor Observasi Guru
dan Siswa
Rentang Skor Kriteria
66,68 ≤ �̅� ≤ 100 Tinggi
33.34 ≤ �̅� ≤ 66,67 Sedang
0 ≤ �̅� ≤ 33,33 Rendah
�̅� = Rata-rata persentase skor
observasi tiap siklus
(Arikunto dan Cepi, 2004:18-
19).
2. Data Prestasi Belajar Siswa
Untuk mengetahui
prestasi belajar siswa, hasil tes
belajar dianalisis secara
deskriptif, yaitu menentukan
skor rata-rata hasil tes belajar
siswa dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Rumus rata-rata hasil belajar
siswa:
= n
xi
Keterangan :
X̅ = Rata-rata
x i = Skor yang diperoleh
masing-masing siswa
n = Banyaknya siswa
(Sudjana, 2005:67).
F. Indikator Keberhasilan
Prestasi belajar siswa
dikatakan meningkat apabila terjadi
peningkatan rata-rata skor dari rata-
rata skor sebelumnya. Indikator
keberhasilan penelitian ini adalah
tercapainya ketuntasan belajar,
dengan rumus sebagai berikut :
KB = N
P . 100 %
Keterangan :
𝐾𝐵 = Ketuntasan belajar
𝑃 = Banyaknya siswa yang
memperoleh nilai minimal 65.
𝑁 = Banyaknya siswa
(Sudjana, 2005:69).
Ketuntasan belajar
tercapai jika 85% siswa
memperoleh skor minimal 65
yang akan terlihat pada hasil
evaluasi tiap-tiap siklus.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1465
G. Hasil Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas
ini dilaksanakan pada tanggal 27
Agustus sampai 15 Agustus 2013.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui peningkatan prestasi
belajar matematika pokok bahasan
Himpunan pada siswa kelas VII.B
MTs Darul Hikmah Tente dengan
diterapkannya model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match
(Mencari Pasangan). Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus. Dari
hasil penelitian diperoleh data
kuantitatif yang memberikan
gambaran tentang ketuntasan dan
hasil belajar siswa baik secara
individu maupun klasik.
Penelitian tindakan kelas
dimulai dengan siklus I yang terdiri
dari 2 kali pertemuan dengan satu
kali pertemuan untuk pembelajaran
dan satu kali pertemuan untuk
evaluasi setiap siklus. Adapun
kegiatan siklus I terdiri dari empat
kegiatan, yakni perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi.
Berdasarkan siklus I, guru akan
mengetahui letak keberhasilan dan
kegagalan atau hambatan yang
dijumpai pada siklus I. Oleh karena
itu, guru merumuskan kembali
rancangan tindakan untuk siklus II.
Kegiatan pada siklus ke II ini dapat
berupa kegiatan sebagaimana yang
dilakukan pada siklus I, tetapi sudah
dilakukan perbaikan-perbaikan atau
hambatan-hambatan berdasarkan
hambatan atau kegagalan yang
dijumpai pada siklus I (Asrori
Muhammad, 2009: 103).
a. Hasil observasi dan evaluasi
1) Hasil observasi
Observer mengamati
proses pembelajaran
matematika di kelas
menggunakan lembar
observasi yang telah
disusun. Aspek-aspek
persentase yang diamati
pada siklus I ini
menunjukkan bahwa
keterlaksanaan pembelajaran
dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A
Match masih rendah.
Adapun hasil observasi
kegiatan belajar mengajar
dapat dilihat sebagai berikut:
Table. 4.1 Hasil Observasi
Kegiatan Guru Dan Siswa
Siklus I No Observasi
Kegiatan
Siklus
I (%)
1 Guru 55,5
2 Siswa 50
2) Evaluasi
Pada pertemuan
kedua dilaksanakan tes
evaluasi siklus I yang
dilaksanakan pada hari
Selasa tanggal 29 Agustus
2012 pukul 10.15-11.35
WITA.
Secara ringkas
hasilnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Jumlah siswa seluruhnya : 40
siswa
b. Jumlah siswa yang ikut tes : 40
siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1466
c. Nilai rata-rata kelas : 63,75
d. Jumlah siswa yang tuntas : 23
siswa
e. Jumlah siswa yang tidak tuntas
: 17 siswa
f. Persentase ketuntasan
: 57,7%
g. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada lampiran 7.
Hasil rata-rata
prestasi belajar siswa siklus
I adalah 63,75, sehingga
berdampak terhadap
ketuntasan belajar secara
klasikal dengar persentase
siklus I adalah 57,7%. Dari
persentase ketuntasan
belajar tersebut, belum
memenuhi standar
ketuntasan klasikal yang
telah ditetapkan, yaitu
85% siswa memperoleh nilai
65, sehingga peneliti perlu
memberikan tindakan pada
siklus II.
d. Refleksi
Berdasarkan data yang
diperoleh pada saat pelaksanaan
tindakan I, dapat diketahui
bahwa penggunaan metode
kooperatif tipe Make A Match
sangat mempengaruhi semangat
dan keseriusan siswa dalam
upaya memahami materi
Himpunan yang dijelaskan.
Mulai dari tahap presentasi
kelas hingga kuis Make A Match
berakhir. Hanya saja pada
pelaksanaan tindakan I ini,
masih terdapat banyak
kekurangan-kekurangan antara
lain:
1) Pemberian motivasi dan
apersepsi yang sangat
kurang membuat siswa
sedikit bingung dalam
menerima materi dengan
menerapkan model
pembelajaran Make A Match
karena mengaitkan meteri
tersebut dengan kehidupan
sehari-hari.
2) Kerjasama antar siswa
dalam mengerjakan tugas
masih sangat kurang.
Terlihat hanya beberapa
siswa saja yang aktif
mencari pasangan kartu
sedangkan siswa yang lain
hanya diam dan menunggu
hasil pekerjaan temannya.
3) Sebagian besar siswa
mengeluh kesulitan dalam
mengerjakan soal tes akhir
siklus, hal ini bukan
dikarenakan soalnya yang
terlalu sulit. Tetapi,
memahami maksud soal saja
mereka masih kesulitan,
tentu saja mereka akan
kesulitan untuk
menyelesaikan atau mencari
solusi yang tepat.
4) Ketika siswa diberikan soal-
soal matematika, mereka
tidak terbiasa berpikir
tentang apa yang diketahui,
apa yang dicari, bagaimana
cara mencari solusi, hingga
untuk menemukan jawaban
yang tepat. Hal ini berakibat
bahwa soal-soal matematika
terkesan sangat sulit.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1467
5) Kurang tepatnya peneliti
dalam memperkirakan
waktu yang direncanakan,
sehingga pada pertemuan
pertama waktu pembelajaran
melebihi jam yang
direncanakan yaitu sekitar
15 menit pada saat kegiatan
diskusi kelompok.
Dari hasil refleksi
pada siklus I ini, dapat
diketahui bahwa masih
banyak kekurangan-
kekurangan pada
pelaksanaan siklus I, hal ini
menunjukkan bahwa hasil
pelaksanaan siklus I ini
masih belum sesuai dengan
yang diharapkan. Untuk itu,
kekurangan-kekurangan
tersebut perlu diperbaiki
pada siklus II.
b. Hasil observasi dan evaluasi
1) Hasil observasi
Aspek-aspek yang
diamati pada siklus II ini
menunjukkan bahwa
keterlaksanaan pembelajaran
dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A
Match sudah tinggi.
Adapun hasil
observasinya dapat dilihat
sebagai berikut:
Table. 4.2 Hasil Observasi
Kegiatan Guru Dan Siswa
Siklus II
No Observasi
Kegiatan
Siklus
II (%)
1 Guru 88,9
2 Siswa 93,75
2) Evaluasi
Pada pertemuan
ketiga dilaksanakan tes
evaluasi siklus II yang
dilaksanakan pada hari Rabu
tanggal 11 September 2012
pukul 07.15-08.35 WITA.
Secara ringkas
hasilnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Jumlah siswa seluruhnya : 40 siswa
b. Jumlah siswa yang ikut
tes : 40 siswa
c. Nilai rata-rata kelas : 74,125
d. Jumlah siswa yang
tuntas : 35 siswa
e. Jumlah siswa yang tidak
tuntas : 5 siswa
f. Persentase ketuntasan : 87,5%
Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada
lampiran 18.
Dilihat dari hasil
evaluasi siklus II ini
meningkat dari siklus I,
dimana pada siklus II hasil
rata-rata prestasi belajar
siswa adalah 74,125 artinya
pada siklus II meningkat
10,375. Sehingga
berdampak pada ketuntasan
belajar secara klasikal
dengar persentase 87,5%.
Refleksi
Berdasarkan hasil
observasi yang diamati pada
siklus II ini menunjukkan bahwa
aspek-aspek persentase
keterlaksanaan pembelajaran
dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1468
sudah tinggi dengan persentase
kegiatan guru 88,9% dan
kegiatan belajar siswa 93,75%.
Hasil tes pada siklus II
mencapai nilai rata-rata 74,125
dengan persentase ketuntasan
belajar 87,5% siswa
memperoleh nilai 65 .
Persentase ini sudah memenuhi
kriteria keberhasilan yang ingin
dicapai yaitu 85%. Hasil tes
evaluasi siklus II dapat dilihat
pada lampiran 18.
Setelah melihat uraian
data di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa proses
pembelajaran pada siklus II
telah mencapai keberhasilan.
Jadi penelitian telah selesai,
tanpa harus diadakan tindakan
selanjutnya.
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan
pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
a. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match
pada materi Himpunan dapat
meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa Kelas VII.B
MTs Darul Hikmah Tente
Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal
ini dapat dilihat dari perolehan
nilai rata-rata siswa 63,75 pada
siklus I dan meningkat menjadi
74,125 pada siklus II. Hal ini
dapat dilihat bahwa hasil
prestasi belajar siswa kelas
VII.B MTs Darul Hikmah
Tente mengalami peningkatan
yaitu sebesar 10,375 dari siklus
I ke siklus II.
b. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match
pada materi Himpunan dapat
menuntaskan belajar siswa
secara klasikal pada Kelas VII.B
MTs Darul Hikmah Tente
Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal
ini dapat dilihat dari persentase
ketuntasan belajar siswa
mengalami peningkatan sebesar
30% dari siklus I ke siklus II
yaitu dari 57,5% menjadi
87,5%.
I. Saran Berdasarkan hasil penelitian
ini, maka peneliti mengemukakan
beberapa saran yang perlu
disampaikan, antara lain:
a. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini, untuk
dijadikan acuan dalam membuat
kebijakan tentang peningkatan
kualitas sekolah.
b. Bagi guru matematika
Disarankan untuk menjadikan
pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match sebagai suatu
alternatif pembelajaran yang
dapat dilaksanakan dalam upaya
membantu siswa memahami
materi pelajaran.
c. Pengajar/guru yang akan
menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match
perlu mengalokasikan dan
memantau waktu sebaik
mungkin, sehingga proses
pembelajaran akan berlangsung
secara efektif dan efisien.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1469
d. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti lain disarankan untuk
melakukan penelitian penerapan
pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match pada materi lain
yang mungkin dirasakan sulit
bagi siswa, serta pada kelas
yang mengalami masalah dalam
hal siswa kurang memiliki
motivasi belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Rohani. 2004. Pengolahan
Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Anonim, 2004. Model Pembelajaran
Sains. Jakarta: Depdikbud.
Aqib, Zainal. 2002. Profesialisme Guru
dalam Pembelajaran.
Surabaya: Insan Cendekia.
Aqib, Zainal. 2006. Penelitian
Tindakan Kelas untuk Guru.
Bandung: Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik.
Jakarta: rineka Cipta.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif
Meningkatkan Kecerdasan
Komunikasi Antar Peserta
Didik. Yokyakarta: Pustaka
Belajar.
Johson dan Rising. 1972. Hakikat
MIPA. Makalah disajikan
Dalam Strategi
Pembelajaran Mipa yang
diselengarakan di STKIP
Taman Siswa Bima: 25-26
Agustus 2009.
Kline. 1973. Hakikat MIPA. Makalah
disajikan Dalam Strategi
Pembelajaran Mipa yang
diselengarakan di STKIP
Taman Siswa Bima: 25-26
Agustus 2009.
Lie, Anita. 2007. Cooperatif Learning.
Jakarta: Grasindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005.
Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. Pembelajaran Kontekstual
dan Penerapannya dalam
KBK. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang
(UMPRES).
Riduwan dan Akdo. 2005. Rumus dan
Data dalam Aplikasi
Statistika. Bandung:
Alfabeta.
Riyanto, Yatim. 2001. Metode Logi
Penelitian Pendidikan.
Surabaya: Anggota IKIP
No. 035/551
Slavin, E Robert. 2005. Cooperatif
Learning, Teori, Riset dan
Praktik. Bandung: Nusa
Media.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia.
Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar.
Bandung: Renama
Rosdakarya.
Sukino dan Simangunsong, Wilson.
2007. Matematika untuk
SMP Kelas VII. Jakarta:
Erlangga.
Suparlan. 2002. Mencerdaskaan
Kehidupan Bangsa.
Bandung:
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1470
Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Tampoman, Husein. 2005. Matematika
untuk SMP/MTs Kelas VII.
Jakarta.: Yudhistira.
Visman, Ahmad. 2008. Mari Belajar
Meneliti.Yogyakarta: Gento
Pres
Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode
Penelitian Tindakan.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1471
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS,
TEKNOLOGI, MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN (STML) TERHADAP
SIKAP ILMIAH SISWA KELAS VIII²
PADA SMP NEGERI 4 BOLO TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
SYARIFUDDIN
Mahasiswa lulusan terbaik pertama jurusan fisika STKIP TS Bima
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan karena peneliti melihat kondisi real yang terjadi di
tempat yang peneliti teliti yaitu di SMP Negeri 4 Bolo, dimana di SMP Negeri 4
Bolo hampir rata-rata siswanya memiliki nilai sikap ilmiah yang sangat rendah, hal
ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa yang mempengaruhi sikap
ilmiah siswa tersebut, sehingga peneliti berkesimpulan bahwa yang
mempengaruhinya adalah ketidak sesuaian model yang diterapkan oleh guru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan ( STML ) terhadap sikap ilmiah
siswa kelas VIII² pada SMP Negeri 4 Bolo tahun 2014/2015.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian eksperimen, populasi dalam penelitian
ini adalah siswa SMP Negeri 4 Bolo angkatan 2014/2015 sebanyak 139 dengan
jumlah sampel 35 orang, yang diambil secara Random Sampling. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket sikap ilmiah, hasil uji coba validitas
instrumen angket sikap ilmiah siswa kelas VIII² di SMP Negeri 4 Bolo dengan
validitas konstruksi (pendapat para ahli), dari 16 peryataan dinyatak valid semua
tampa ada perubahan sehingga layak untuk digunakan dalam penelitian ini. Data
penelitian variabel terikat (sikap ilmiah) diperoleh dari pengamatan langsung
kegiatan siswa oleh obsever dengan mengunakan angket sikap ilmiah siswa.
Dari hasil pengumpulan data penelitian dan dilakukan analisis dengan
mengunakan uji t (separated varian) dan didapat thitung adalah 9,1 sedangkan nilai
ttabel adalah 1,671 dengan dk = (n1 - 1) = (35 - 1) = 34 dan taraf signifikan 5 %.
Mengacu dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima berarti ada perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok yang mendapat
pembelajaran dengan model Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan
(STML) dengan kelompok yang mendapat pembelajaran dengan model
konvensional, maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran Sains,
Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan ( STML ) berpengaruh terhadap sikap
ilmiah siswa Kelas VIII² pada SMP Negeri 4 Bolo tahun 2014/2015, dengan
pengaruh perlakuan (𝑂2 − 𝑂1) - (𝑂4 − 𝑂3) = (78-59,4) - (59,7-59,1) = 10 %.
Kata Kunci: Model Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan (STML)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1472
dengan Sikap Ilmiah Siswa.
PENDAHULUAN
Pendidikan sains merupakan
salah satu aspek pendidikan yang
digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Menurut Yager (1996:6) juga literasi
sains dan teknologi mencakup enam
domain, yaitu domain konsep,
domain proses, domain kreativitas,
domain sikap, domain aplikasi dan
keterkaitan, serta domain cara
pandang terhadap dunia, tetapi pada
hakekatnya sains memiliki tiga
komponen yaitu komponen produk,
proses dan sikap Sains sebagai
sebuah produk karena terdiri dari
sekumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip dan hukum tentang gejala
alam. Sains sebagai proses, karena
merupakan suatu rangkaian kegiatan
terstruktur dan sistematis yang
dilakukan untuk menemukan konsep,
prinsip dan hukum tentang gejala
alam, dan sains sebagai suatu sikap,
karena diharapkan mampu
menimbulkan karakter bagi siswa.
Kurikulum 2013 yang
diberlakukan sekarang ini
memberikan tekanan pada
pengembangan kompetensi siswa
dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak.
Menurut Tim Broad- Based
Education (Santyasa, 2009:3)
kebiasaan berpikir dan bertindak
merupakan salah satu tujuan yang
harus dicapai dalam pembelajaran di
sekolah. Marzano et. al (199:33) juga
menyatakan bahwa kebiasaan
berpikir dan bertindak merupakan
dimensi puncak dari proses dan
produk belajar siswa.
Upaya menghasilkan produk-
produk kreatif ini mesti didukung
dengan sikap seperti yang dimiliki
oleh para ilmuwan yang disebut
dengan sikap ilmiah (Harlen, 1991:4).
Sikap dan personal yang penting
dikembangkan untuk mendukung
kreativitas seseorang adalah rasa
ingin tahu, respek terhadap fakta atau
bukti, keinginan untuk mentoleransi
ketidakpastian, kritis, tekun, daya
cipta, terbuka, peka atau sensitif
terhadap lingkungan hidup dan tidak
hidup, serta bekerja sama dengan
orang lain. Dalam perkembangan
IPTEK saat ini, siswa dituntut agar
mampu menggali informasi dengan
penuh penalaran, melakukan evaluasi,
bersikap terbuka, mampu
memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan.
Model pembelajaran di sekolah
secara umum masih menekankan
pada model konversional (Metode
ceramah) saja yang penyajian
pembelajaranya hanya berfokus pada
penerimaan informasi secara penuh
dari informasi yang disampaikan oleh
guru dimana siswa hanya
mendengarkan, melihat, dan mencatat
apa yang disampaikan oleh guru
sehingga siswa tidak memahami dan
tidak mendapatkan konsep dengan
jelas dari apa yang disampaikan oleh
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1473
guru, seperti yang diungkapkan
Suastra (2006:5) mengungkapkan
bahwa pendidikan sains di sekolah
cenderung hanya mentransfer
pengetahuan kepada peserta didik,
yaitu pengetahuan yang terlalu
berpusat pada buku sehingga
memecahkan soal sederhana dapat
dilakukan, tetapi agak lepas dari
situasi nyata. Padahal tujuan utama
pembelajaran IPA adalah agar
peserta didik memahami konsep-
konsep IPA dan keterkaitanya dengan
kehidupan sehari-hari, memiliki
ketrampila dalam bersikap dan
berpikir ilmiah untuk
mengembangkan pengetahuan
tentang alam sekitar serta mampu
untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya dengan lebih
menyadari kebesaran dan kekuasaan
pencipta alam semesta. Tetapi realita
dan kenyataan sekarang
membuktikan bahwa masih banyak
siswa SMP Negeri khususnya SMP
Negeri 4 Bolo yang belum
memahami konsep-konsep IPA dan
keterkaitanya dengan kehidupan
sehari-hari, ini terbukti dengan daftar
nilai UAS yang peneliti peroleh dari
salah satu guru di SMP Negeri 4 Bolo
yang rata-rata nilainya dibawah
ketuntasan minimal yaitu 65,00. Nilai
siswa dapat dilihat dalam tabel 1.1
Tabel 1.1. Daftar Nilai UAS
Mata Pelajaran Fisika Kelas VII
SMP`Negeri
4 Bolo Tahun2014/2015
Nama
Kelas
Rata-
Rata
Jumlah
Siswa
VII 1 61,14 35
VII 2 63,35 35
VII 3 69,02 34
VII 4 61,64 35
(Sumber : Guru Fisika SMP
Negeri 4 Bolo)
Berdasarkan tabel di atas, ada
beberapa rata-rata nilai siswa kelas
VII yang pada tahun ajaran
2014/2015 sekarang menjadi kelas
VIII masih di bawah nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
65,00. Salah satu penyebab
rendahnya kemampuan IPA adalah
karena guru tidak mengunakan model
yang sesuai dengan yang diharapkan,
ketidak tahuan peserta didik
mengenai kegunaan fisika dalam
prakteknya sehari-hari menjadi
penyebab mereka cepat bosan dan
tidak tertarik pada pelajaran fisika,
siswa lebih banyak belajar secara
individual dengan menerima,
mencatat, dan menghafal materi
pembelajaran, kegiatan praktikum
masih jarang dilakukan, dan
kurangnya sikap ilmiah siswa yang
dapat dilihat dari rasa ingin tahu
siswa cenderung rendah dimana
siswa jarang mengajukan pertanyaan
walaupun konsepnya belum mereka
pahami, tidak memperhatikan objek
yang di amati, dan tidak kreaktif
untuk melakukan hal yang baru,
kurang bisa memberikan tanggapan
terhadap hasil percobaan dan data
empirik, kurang berani
mengungkapkan gagasan, banyak
siswa tidak membawa buku sumber
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1474
pada saat belajar, tidak berdiskusi
dengan teman, teman kelompok,
beberapa siswa tidak mengikuti
aturan yang berlaku, siswa mudah
terpengaruh oleh sikap temannya
yang lain yang tidak memperhatikan
pelajaran, menurunnya kemauan,
ketekunan dan kerja keras siswa
dalam berkompetis. Sesuai dengan
hasil yang peneliti dapat bahwa sikap
ilmiah siswa pada SMP Negeri 4
Bolo masih berada pada kriteria
kurang. Selengkapnya data sikap
ilmiah siswa dapat dilihat dalam tabel
1.2 dibawah ini.
Tabel 1.2 Data sikap ilmiah
siswa tahun 2014/2015
Kelompok
Sikap Ilmiah
Siswa
Rata-
rata Kriteria
Eksperimen 59,1 Sedang
Kontrol 59,4 Sedang
(Selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 14 hal 95)
Berdasarkan paparan di atas,
maka perlu diterapkan model yang
dapat mengaitkan fisika dengan
aktifitas sehari-hari dan model yang
tepat adalah model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat dan
Lingkungan (STML) karena model
ini merupakan model pembelajaran
yang mengacu pada filosofis
konstruktivisme, siswa
mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri dan bermakna melalui
pengalaman yang nyata. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan siswa akan
mengarah kepada pembentukan
proses sains pada diri siswa yang
mencakup sikap ilmiah siswa. Model
pembelajaran Sains, Teknologi,
Masyarakat dan Lingkungan (STML)
adalah model pembelajaran yang
mengaitkan antara sains dan
teknologi serta manfaatnya bagi
lingkungan dan masyarakat,
memanfaatkan lingkungan sebagai
sasaran belajar, sumber belajar, dan
sarana belajar.
1. Pengertian Model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkunggan (STML)
Model pembelajaran
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML) adalah
model pembelajaran yang
mengaitkan antara sains dan
teknologi serta manfatnya bagi
lingkungan dan masyarakat.
Model pembelajaran ini
memanfaatkan lingkungan
sebagai sasaran belajar, sumber
belajar, dan sarana belajar.
Model pembelajaran Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) merupakan
model pembelajaran alternatif
yang dapat digunakan untuk
menarik perhatian siswa dalam
pembelajaran sains, sehingga
literasi sains dan teknologi siswa
dapat meningkat. Model
pembelajaran ini berusaha untuk
meningkatkan keterlibatan
pembelajar melalui
pendayagunaan lingkungan
sebagai sumber belajar.
Pembelajaran dengan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1475
menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar mampu
menyediakan berbagai hal-hal
yang menarik untuk siswa.
Widayanto (2012:59-70) salah
satu cara untuk mendekatkan
siswa kepada realitas obyektif
kehidupannya adalah dengan
menyediakan sumber belajar
yang dapat membawa siswa
belajar mengenai banyak hal
yang berkaitan secara langsung
dengan fenomena sehari-hari
dengan memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber
belajar. Belajar melalui
lingkungan akan semakin
memperkaya wawasan dan
pengetahuan siswa karena siswa
dapat mengalami secara langsung
dan dapat mengoptimalkan
potensi panca inderanya untuk
berkomunikasi dengan
lingkungan, sehingga
pembelajaran menjadi bermakna
(meaningfull learning).
2. Hubungan Antara Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan a. Hubungan Sains dan
Teknologi
Gagne (2009:12)
mengatakan teknologi dapat
dipandang sebagai suatu
proses keterampilan atau
knowing-how, artinya
memerlukan pemikiran
kreatif, keterampilan khusus,
dan memiliki nilai-nilai dan
manfaat bagi kehidupan
manusia. Jadi, teknologi
adalah berbagai alat yang
dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kehidupan.
Jadi sains dan
teknologi memiliki hubungan
simbiosis. Artinya, teknologi
menerapkan sains untuk
menghasilkan produk
teknologi baru, instrumen
baru, teknik baru yang dapat
bermanfaat dan menjadi
kekuatan baru bagi para
saintis dalam melakukan
penyelidikan ilmiah yang
lebih maju demi
perkembangan sains.
Kemudian temuan baru dalam
bidang sains dapat menjadi
input baru untuk kemajuan
teknologi, demikian
seterusnya. Teknologi dan
ilmu pengetahuan tidak
pernah terpisah. Siswa yang
telah mempelajari
konsep/prinsip sains perlu
selalu didorong untuk
menggunakan/
menerapkannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari,
misalnya menjelaskan
peristiwa atau fenomena alam,
dan menghasilkan teknologi
untuk memecahkan masalah
yang dijumpai dalam
masyarakat.
b. Hubungan Teknologi dan
Lingkungan
Teknologi merupakan
studi tentang man-made-
world, artinya berhubungan
dengan kreasi atau
perekayasaan alam serta solusi
dari dan untuk manusia dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1476
mengahadapi masalah dan
tantangan dari
lingkungan/alam. Teknologi
sebagai suatu keahlian, artinya
melibatkan keterampilan fisik
dan memerlukan dasar-dasar
pengetahuan, keterampilan
perancangan, pengembangan,
dan membuahkan hasil yang
bermanfaat untuk pemecahan
masalah yang sedang
dihadapi.
Lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada di
luar diri individu. Faktor
lingkungan sangat
mempengaruhi perkembangan
otak manusia. Pendidikan
melalui lingkungan diprediksi
mampu menyebabkan
perubahan tingkah laku yang
berimbas pada kehidupan
masyarakat. Secara teori,
pengalaman belajar dengan
mengaplikasikan masalah-
masalah lingkungan ke dalam
Teknologi dapat menimbulkan
dampak yang positif.
c. Hubungan Masyarakat dan
Lingkungan
Aikenhead (1992:23)
memberikan batasan bahwa
society is the social milieu.
Jadi, masyarakat mengandung
pengertian lingkungan
pergaulan sehari-hari,
teknologi, pranata sosial,
aspek-aspek sosial budaya,
dan nilai-nilai yang dianut
oleh suatu kelompok
masyarakat.
d. Hubungan Teknologi dan
Masyarakat
Teknologi dan
masyarakat juga memiliki
hubungan yang sangat erat.
Daya cipta individu
merupakan sesuatu yang
esensial dalam inovasi
teknologi. Kekuatan sosial
dan ekonomi masyarakat
sangat mempengaruhi jenis
teknologi yang dipilih.
Teknologi juga dipengaruhi
oleh sejarah dan budaya
masyarakat. Di sisi lain,
secara historis beberapa teori
sosial berkeyakinan bahwa
perkembangan teknologi akan
mengakibatkan perubahan
sosial. Teknologi akan
menimbulkan perubahan pola
hidup, politik, religius dan
kesejahteraan hidup umat
manusia.
e. Hubungan Sains dan
Masyarakat
Hubungan antara sains
dengan masyarakat adalah
produk-produk sains memberi
kontribusi bagi kesejahteraan
umat manusia. Sains sebagai
proses dapat memberikan
kesempatan kepada siswa
untuk mengasah kemampuan
berpikirnya dalam
memecahkan masalah terkait
dengan kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, kebutuhan
manusia sebagai individu
maupun masyarakat
memberikan dorongan yang
kuat bagi perkembangan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1477
sains.
f. Hubungan Sains dan
Lingkungan
Menurut teori belajar
dari Gagne (2009:12)
lingkungan mempunyai
peranan yang penting dalam
proses pembelajaran.
Pembentukan konsep, sikap
dan pengembangan
keterampilan siswa dapat
terbentuk karena interaksinya
dengan lingkungan.
Lingkungan akan membawa
siswa pada situasi yang lebih
konkrit dan akan memberikan
dampak peningkatan apresiasi
siswa terhadap konsep-konsep
sains dan lingkungannya.
Lingkungan tempat tinggal
maupun lingkungan sekolah
adalah tempat yang paling
dekat dengan kehidupan
siswa, dengan demikian bila
pembelajaran dimulai dari
lingkungan maka akan
menjadi lebih bermakna.
Hubungan antara sains,
teknologi, masyarakat dan
lingkungan memiliki
hubungan timbal balik dua
arah yang tidak dapat
dipisahkan dan dapat dikaji
manfaat maupun kerugian
yang dihasilkan. Sains dan
teknologi dapat digunakan
untuk memantau kualitas
lingkungan. Masyarakat
mempunyai kemampuan
untuk memberikan tanggapan
terhadap pendidikan dan
mengatur kualitas lingkungan
dan dengan bijaksana
menggunakan sumber alam,
untuk meningkatkan kualitas
hidup tanpa harus merusak
keseimbangan ekosistem.
Sains dapat memberikan
pemahaman mengenai
pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar,
sehingga masyarakat mampu
memilah dan memilih
teknologi sesuai kebutuhan.
Model Sains, Teknologi,
Masyarakat dan Lingkungan
(STML) berupaya
memberikan pemahaman
tentang peranan lingkungan
terhadap sains, teknologi,
masyarakat. Sebaliknya
peranan masyarakat terhadap
arah perkembangan sains,
teknologi dan keadaan
lingkungan, termasuk juga
peranan teknologi dalam
penyesuaiannya dengan sains,
manfaatnya terhadap
masyarakat dan dampak-
dampak yang ditimbulkan
terhadap lingkungan.
3. Sintaks Model Teknologi,
Sains, Masyarakat dan
Lingkungan
a. Invitasi
Invitasi adalah tahap
pendahuluan dimana guru
harus mengemukakan isu-isu
atau masalah yang berkaitan
atau yang ada dimasyarakat
yang dapat digali dari siswa.
b. Pembentukan konsep
Dimana dalam pembentukan
konsep ini dapat melalui
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1478
LKS yang diberikan kepada
siswa. Tujuan tahap ini agar
siswa dapat memahami
apakah analisis terhadap isu-
isu atau masalah yang
dikemukakan diawal
pembelajaran apakah sudah
mengunakan konsep-konsep
yang tepat di ikuti.
c. Aplikasi
Dimana pada langkah ini
berbekal konsep yang benar
dalam melakukan analisis
isu-isu atau penyelesaian
masalah selanjutnya siswa
dapat mengaplikasikan
konsep yang telah di pelajari
dalam kehidupan sehari-hari.
d. Pemantapan konsep
Selama tahap pembentukan
konsep, penyelesaian
masalah atau analisis isu
guru perlu meluruskan kalau
tejadi miskonsepsi selama
kegiatan berlangsung,
kegiatan inilah yang
dilakukan dalam tahap
pemantapan konsep.
e. Penilaian
Pada tahap ini guru melakukan
penilaian untuk mengetahui
seberapa jauh tujuan
pembelajaran yang telah
dicapai oleh siswa. Penilaian
dapat dilakukan dengan cara
tes tertulis maupun tes lisan
atau dengan tanya jawab
langsung.
Model Konvensional
Model pembelajaran
konvensional merupakan model
pembelajaran yang biasa
diterapkan guru dalam
melaksanakan proses
pembelajaran (Riduwan, 2008:4).
Model pembelajaran konvensial
masih mengalami krisis
paradigma. Krisis yang dimaksud
adalah seharusnya telah
berlangsung model
kontruktivisme di mana
pemerintah telah berusaha
menciptakan suatu model
pembelajaran yang inovatif yang
dituangkan dalam peraturan
menteri nomor 41 tahun 2007,
namun hal ini belum dijalankan
sepenuhnya oleh guru.
Jadi model konvensional
sering juga disebut metode
ceramah, yaitu merupakan cara
penyajian pelajaran yang
dilakukan guru dengan
penjelasan lisan secara langsung
terhadap siswa dan pembelajaran
dimulai dari penyajian informasi,
pemberian ilustrasi dan contoh
soal, latihan soal-soal sampai
pada akhirnya guru merasakan
apa yang diajarkan telah
dimengerti oleh siswa.
Penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih
sering menggunakan modus
telling (pemberian informasi),
daripada modus demonstrating
(memperagakan) dan doing
direct performance (memberikan
kesempatan untuk menampilkan
unjuk kerja secara langsung)
(Warpala, 2009:13). Dalam
perkataan lain, guru lebih sering
menggunakan strategi
penyampaian informasi secara
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1479
langsung kepada siswa dengan
mengikuti urutan materi dalam
kurikulum secara ketat, guru
berasumsi bahwa keberhasilan
program pembelajaran dilihat
dari ketuntasannya
menyampaikan seluruh materi
yang ada dalam kurikulum.
Penekanan aktivitas belajar lebih
banyak pada buku tes dan
kemampuan mengungkapkan
kembali isi buku tes tersebut.
Jadi, pembelajaran konvensional
kurang menekankan pada
pemberian keterampilan proses.
Pengertian Sikap Ilmiah
1. Pengertian Sikap
Slameto (2003:188) juga
mengatakan bahwa sikap
merupakan sesuatu yang
dipelajari, dan sikap menentukan
bagaimana individu bereaksi
terhadap situasi serta menentukan
apa yang dicari individu dalam
kehidupan. Kemudian Bahrul
(2007:47) menyimpulkan sikap
adalah penjelmaan dari paradigma
yang pada gilirannya akan
melahirkan nilai-nilai yang dianut
seseorang. Jadi, dari sikaplah
orang bisa menentukan kualitas
nilai prilaku seseorang. Dengan
demikian, pada prinsipnya sikap
itu dapat kita anggap suatu
kecenderungan siswa untuk
bertindak dengan cara tertentu.
2. Pengertian Ilmiah
Menurut Purnama
(2008:112), pengetahuan dapat
dikatakan ilmiah bila pengetahuan
itu memenuhi empat syarat yaitu:
objektif, metodik, sistematik, dan
berlaku umum.
a. Objektif
Objektif artinya pengetahuan itu
sesuai dengan objeknya yaitu
kesesuaian atau dibuktikan
dengan hasil penginderaan
atau empiris.
b. Metodik
Metodik artinya pengetahuan itu
diperoleh dengan
menggunakan cara-cara
tertentu dan terkontrol.
c. Sistematik
Sistematik artinya pengetahuan
ilmiah itu tersusun dalam
suatu system, tidak berdiri
sendiri, satu dengan yang lain
saling berkaitan, saling
menjelaskan sehingga
seluruhnya merupakan satu
kesatuan yang utuh.
d. Berlaku umum
Berlaku umum artinya
pengetahuan itu tidak hanya
berlaku atau dapat diamati
oleh beberapa orang saja,
tetapi semua orang dengan
cara eksperimentasi yang
sama akan memperoleh hasil
yang sama atau konsisten.
3. Pengertian Sikap Ilmiah
Menurut Purnama
(2008:115), sikap ilmiah
merupakan sikap yang dibentuk
oleh orang yang berkecimpung
dalam ilmu alamiah dan bersifat
ilmiah. Salah satu aspek tujuan
dalam mempelajari ilmu alamiah
adalah pembentukan sikap ilmiah.
Sikap ilmiah siswa dalam proses
pembelajaran fisika sangat di
perlukan. Terutama dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1480
penyelesaian masalah-masalah
fisika yang memerlukan
pembuktian dan langkah-langkah
terstrukur.
Sikap ilmiah yang muncul
dari individu disebabkan adanya
rangsangan berupa suatu objek.
Rangsangan itu menimbulkan
respon yang konsisten baik
positif/negatif, baik setuju/tidak,
baik langsung/tidak, bagi individu
yang bersangkutan sehinggga
apabila seseorang atau siswa
merasa tertarik, memperoleh
kesempatan dan memiliki sikap
menyukai suatu mata pelajaran
maka akan belajar dengan baik.
Sikap keilmuan tidak hanya
mengekang kecenderungan suatu
pribadi tertentu, melainkan
menunjukkan kesediaan positif
pada perilaku perseorangan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Pengelompokan Sikap Ilmiah
Mahar Marjono, (1996:9) membuat
pengelompokkan yang lebih lengkap
dan hampir mencakup kedua
pengelompokkan yang telah
dikemukakan. Secara singkat
pengelompokkan tersebut dapat
dilihat dbawah ini :
a. Menurut Marjono (1996:10)
1) Sikap Ingin Tahu
2) Sikap Penemuan
3) Sikap Berpikir Kritis
4) Sikap Teguh Pendirian
b. Menurut Harlen (1996:12)
1) Sikap Ingin Tahu
2) Sikap Respek Terhadap
Data
3) Sikap Ketekunan
4) Sikap Berfikir Terbuka
5) Sikap berkerja Sama Denga
Orang Lain
6) Sikap Pekat Terhadap
Lingkungan
c. Menurut AAAS (1993:7)
1) Sikap Jujur
2) Sikap Ingin Tahu
3) Sikap Toleran
4) Sikap Skeptis
Pengukuran sikap ilmiah
siswa dapat didasarkan pada
pengelom-pokkan sikap sebagai
dimensi sikap selanjutnya
dikembangkan indicator-indikator
sikap untuk setiap dimensi
sehingga memudahkan menyusun
butir instrumen sikap ilmiah.
Untuk lebih memudahkan dapat
digunakan
pengelompokkan/dimensi sikap
yang dikembangkan oleh Harlen
(1996:12) sebagai berikut:
1) Sikap Ingin Tahu
Indikator: Antusias mencari
jawaban, Perhatian pada
obyek yang diamati, Antusias
pada proses Sains.
2) Sikap Respek Terhadap Data
Indikator: Obyektif/jujur,
tidak memanipulasi data, tidak
purbasangka, mengambil
keputusan sesuai fakta, tidak
mencampur fakta dengan
pendapat
3) Sikap Ketekunan
Indikator: Mengulangi percobaan
meskipun berakibat
kegagalan, melengkapi satu
kegiatan meskipun teman,
memanfaatkan waktu dengan
sebaik-baiknya
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1481
4) Sikap Kedisiplinan
Indikator: Mengikuti aturan
yang berlaku, menjaga
hubungan dengan teman,
menerima saran dari teman,
tidak merasa selalu benar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen, penelitian eksperimen
adalah penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendali Sugiyono
(2009:72). Penelitian ini akan
menggunakan rancangan eksperimen
Pretest-posttest control group design,
karena peneliti hanya ingin
mengetahui perbedaan sikap ilmiah
siswa, antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol dan bukan
untuk mengetahui peningkatan sikap
ilmiah siswa kedua kelompok.
Penelitian dilaksanakan di
SMP`Negeri 4 Bolo kelas VIII mulai
dari tanggal 04 Mei sampai 03 Juni
2015.
1. Populasi
Populasi pada penelitian
ini adalah siswa kelas VIII SMP
Negeri 4 Bolo tahun pelajaran
2014/2015 yang terdiri dari 4
kelas dengan total siswanya 139
orang.
2. Sampel
Penentuan sampel
dilakukan secara random agar
semua kelas sampel memperoleh
peluang yang sama untuk
diberikan perlakuan yang
berbeda. Hasil undian secara
random diperoleh kelas VIII²
sebagai kelompok eksperimen,
sedangkan kelas VIII4 sebagai
kelompok kontrol. Adapun
teknik yang digunakan dalam
pengambilan sampel penelitian
ini adalah Random Sampling
yaitu pengambilan sampel yang
dilakukan secara random (acak),
kemudian diberi pre-test untuk
mengetahui keadaan awal adakah
perbedaan antara kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol
Penelitian ini terdiri dari dua
sampel yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Dimana dari dua
sampel ini diberikan perlakuan yang
berbeda. Untuk kelas eksperimen
pembelajaran menggunakan model
Sains, Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) dan untuk kelas
kontrol pembelajaran dengan model
Konversional. Pada awal
pembelajaran kedua kelas tersebut
diberikan pre-test dan post-test pada
akhir pembelajaran. Desain penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Desai Penelitian
Kelas Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen 𝑂1 𝑋1 𝑂2
Kontrol 𝑂3 − 𝑂4
(Sugiyono, 2009:76)
Keterangan:
𝑂1 = Pemberian pre-test pada
kelas eksperimen
𝑂2 = Pemberian post-test pada
kelas eksperimen
𝑂3 = Pemberian pre-test pada
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1482
kelas kontrol
𝑂1 = Pemberian pos-test pada
kelas kontrol
𝑋1 = Pemberian Model STML
= Pemberian Model
Konversional
Instrumen Penelitian
Instrument penelitian
adalah suatu alat yang di
gunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial
yang diamati secara spesifik,
fenomena yang dimaksud adalah
variabel penelitian Sugiyono
(2009:102).
Adapun instrumen
penelitian dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Lembar Observasi Sikap
Ilmiah Siswa
Untuk mengetahui sikap
ilmiah siswa, akan digunakan
lembar observasi sikap ilmiah
yang disusun dan dikembangkan
oleh peneliti berdasarkan
indikator dari empat aspek sikap
ilmiah siswa dan kisi-kisi lembar
observasi sikap ilmiah dapat
dilihat di tabel 3.2 dibawah ini.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Sikap Ilmiah Sikap Ilmiah
siswa Indikator No Jml
Rasa Ingin
Tahu
1. Siswa mencari sendiri jawaban dari
percobaan yng dilakukanya
2. Selalu memperhatikan obyek yang
diamati
3. Bertanya sa’at mendapatkan masalah sa’at
percobaan
4. Selalu melakukan hal yang baru
1
2
3
4 4
Respek
Terhadap
Data
1. Siswa menyampaikan data percobaan
sesuai dengan percobaan
2. Tidak memanipulasi data dengan
menambahkan data yang tidak sesuai
3. Dalam bertukar pendapat tidak boleh
berprasangka dengan pendapat teman
4. Mengambil keputusan sesuai fakta
5
6
7
8 4
Sikap
Ketekunan
1. Selalu mengulangi percobaan jika
mengalami kegagalan
2. Melengkapi satu kegiatan dengan
berdiskusi dengan teman
3. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-
baiknya
4. Selalu berusaha dengan semaksimal
mungkin dalam menyelesaikan tugas
9
10
11
12 4
Sikap
Kedisiplinan
1. Mengikuti aturan yang berlaku
2. Menjaga hubungan dengan teman
3. Menerima saran dari teman
4. Selalu menghargai pendapat teman
13
14
15
16
4
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1483
Total 16 16
(Harlen, 1996:12)
Pedoman penskoran sikap ilmiah
diberikan berdasarkan kriteria:
Skor 5 bila kemampuan sangat baik
(bila 4 indikator dilaksanakan)
Skor 3 bila keterampilan baik (3
indikator dilaksanakan)
Skor 2 bila keterampilan cukup baik
(2 indikator dilaksanakan)
Skor 1 bila keterampilan kurang baik
(indikator tidak dilaksanakan)
(Sugiyono, 2010:141)
Teknik persentase skor dapat dihitung
menggunakan rumus:
𝑆 =𝑅
𝑁 𝑥 100%
Keterangan :
S = nilai yang diharapkan (dicari)
R = jumlah skor dari item atau soal
yang dijawab benar
N = jumlah skor maksimum dari tes
tersebut.
Kemudian hasil perhitungan akan
dikategorikan berdasarkan persentase
skor yang dicapai. Adapun kategori
sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada
tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Kategori Sikap
Ilmiah Siswa
No Persentase
Sikap
Ilmiah
Kategori
Tanggapan
1 80%-100% Sangat
Tinggi
2 60%-80% Tinggi
3 40%-60% Sedang
4 20%-40% Rendah
5 0 %-20% Sangat
Rendah
(Arikunto, 2010:245)
2. Soal Tes
Soal tes yang digunakan
dalam penelitian ini adalah soal
tes berbentuk pilihan ganda dan
setiap Instrumen yang digunakan
untuk mengambil data dalam
setiap penelitian harus diuji
validitas alat ukurnya. Sehingga
instrumen yang digunakan
memperoleh kelayakan untuk
diambil data penelitiannya. Uji
coba ini bertujuan untuk
mengetahui tes yang digunakan
baik atau tidak sehingga perlu
dilakukan uji validitas instrumen:
Teknik Analisis Data
1. Validitas Instrumen
Validitas berkenaan
dengan ketepatan alat penilaian
terhadap konsep yang dinilai
sehingga betul-betul menilai apa
yang seharusnya dinilai. Analisis
validitas uji coba instrumen
dilakukan dengan menggunakan
persamaan korelasi r product
moment dengan angka kasar
(Arikunto, 2002):
𝒓𝒙𝒚 =𝑵.∑ 𝑿𝒀−(∑𝑿).(∑𝒀)
√{(𝑵.∑𝑿𝟐)−(∑𝑿)𝟐} {(𝑵.∑𝒀𝟐
)−(∑𝒀)𝟐}
.
Keterangan:
Nilai rxy akan di
konsultasikan dengan tabel r
product moment dengan taraf
kepercayaan 95% dengan taraf
signifikan sebesar 5% dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1484
taraf keberartiran. Jadi
kemungkinan yang tejadi yaitu:
a. Jika rxy > rtabel maka soal
tersebut dikatakan valid
b. Jika rxy < rtabel maka sola
tersebut dikatakan tidak
valid
Hasil uji validitas dari 30
soal uji coba instrumen
dinyatakan 8 yang tidak valid
dan 22 yang valid yang bisa
dilanjutkan untuk pemberian pre
tes dan post test, sedangkan hasil
uji validitas dari lembar
observasi sikap ilmiah siswa
dinyatakan dari 16 pernyataan
dinyatakan valid sesuai dengan
kriteria di atas sehingga dapat
digunakan untuk uji selanjutnya.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas
dilakukan untuk membuktikan
apakah kedua sampel yang
menjadi objek penelitian
homogen atau tidak, rumus yang
digunakan (Subana, 2005).
Terkecil Varians
Terbesar VariansF
(3.5)
Kriteria pengujian:
Jika : Fhitung > Ftabel, tidak
homogen
Jika : Fhitung < Ftabel, homogen
Taraf signifikan (ɑ) = 5 %
3. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan
untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh dari gejala yang
diselidiki terdistribusi normal
atau tidak, rumus yang
digunakan (Riduwan, 2010).
e
eok
i f
ff2
1
2
(3.6)
Dimana:
𝑥2 = Chi kuadrat
fo = Frekuensi hasil
pengamatan
fh = Frekuensi hasil
harapan
Kriteria hipotesis terdistribusi
normal jika x2hitung < x2
tabel
4. Uji Hipotesis
Hipotesi dalam penelitian
ini yang di ajukan adalah
pengaruh model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
lingkungan (STML) terhadap
sikap ilmiah siswa dan
perbedaan sikap ilmiah siswa
dengan mengunakan model
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML) dan
model konvensional. Untuk
mengetahui pengaruh model
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML)
terhadap sikap ilmiah siswa
dalam penelitia ini dengan
menguji perbedaan sikap ilmiah
kelas eksperimen dan kelas
kontrol, jika terdapat perbedaan
dimana kelas eksperimen
mendapatkan nilai sikap ilmiah
yang lebih tinggi dari pada sikap
ilmiah siswa kelas kontrol maka
dapat dikatakan ada pengaruh
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1485
Model, Sains, Teknologi,
Masyarakat dan Lingkung
terhadap sikap ilmiah siswa
Sugiyono (2009:159).
Menguji hipotesis
perbedaan sikap ilmiah siswa
antara kelompok yang mendapat
pembelajaran Sains, Teknologi,
Masyarakat dan Lingkungan
(STML) dengan kelompok yang
mendapat pembelajaran dengan
model konvensional maka dapat
digunakan uji t (separated
varians) perbandingan. Adapun
rumus yang digunakan adalah.
𝑡 = �̅�1 − �̅�2
√𝑆1
2
𝑛1+
𝑆22
𝑛2
Keterangan :
�̅�1 =
Nilai rata-rata
kelas
eksperimen
�̅�2 = Nilai rata-rata
kelas kontrol
𝑆12 =
Varians kelas
eksperimen
𝑆22 =
Varians kelas
kontrol
𝑛1 =
Jumlah sampel
kelas
eksperimen
𝑛1 = Jumlah sampel
kelas kontrol
Adapun kriteria hipotesis
yaitu sebagai berikut:
1. Jika t-hitung > t-tabel, Ha diterima
dan Ho ditolak (ada pengaruh
penggunaan model
pembelajaran Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) terhadap
sikap ilmiah siswa kelas VIII²
SMP Negeri 4 Bolo tahun
pelajaran 2014/2015)
2. Jika t-hitung < t-tabel, Ha ditolak
dan Ho diterima (tidak ada
pengaruh penggunaan model
pembelajaran Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) terhadap
sikap ilmiah siswa kelas VIII²
SMP Negeri 4 Bolo tahun
pelajaran 2014/2015).
HASIL PENELITIAN
1. Uji Validitas Instrumen
Hasil uji validitas dari 30
soal uji coba instrumen dinyatakan
8 yang tidak valid dan 22 yang
valid yang bisa dilanjutkan untuk
pemberian pre tes dan post test,
sedangkan hasil uji validitas dari
lembar observasi sikap ilmiah
siswa dinyatakan dari 16
pernyataan dinyatakan valid sesuai
sehingga dapat digunakan untuk
uji selanjutnya selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 8 hal 79-80.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas data
pre test yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji
Fisher, kriteria pengujian ini
digunakan yaitu kedua
kelompok sampel dinyatakan
homogen apabila Fhit < Ftab,
karena Fhit = 1,06 < Ftab 1,78
maka dikatakan bahwa kedua
data tersebut homogen.
Untuk lebih jelasnya
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1486
peneliti sajikan tabel
perhitungan uji homogenitas
dibawah ini.
Tabel 4.1 Pengujian
Homogenitas
Nilai Varians Sampel Jenis Variabel
Kelas Ekperimen Kelas Kontrol
S 15,10 14,26
N 35 35
Fhit = Varians terbesar
Varians terkecil
= 15,10
14,26 = 1,06
3. Uji Normalitas
a. Uji Normalitas Nilai Pre
Test Kelompok
Eksperimen
Uji normalitas
dilakukan dengan
mengunakan uji Chi-
Kuadrat. Dari hasil
pengujian pada kelompok
eksperimen didapat harga
Chi-Kuadrat hitung (X2hit)=
5,61 harga tersebut
selanjutnya dibandingkan
dengan harga Chi Kuadrat
(X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1
= 5. Bila dk 5 dan taraf
kesalahan 5% α = 0,05
maka didapat X2tab =
11.070, karena X2-hit =
5,61 ≤ X2-tab = 11,070,
maka data Distribusi
Normal.
Tabel 4.2 Pengujian Normalitas Kelompok Eksperimen
Data Eksperimen
N 35
X2hit 5,61
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi Normal
(Analisis
selengkapnya dapat
dilihat di lampiran 11
hal 86)
b. Uji Normalitas Pre Test
Kelas Kontrol
Data hasil
pengujian pre test pada
kelompok kontrol didapat
harga Chi-Kuadrat hitung
(X2hit)= 3,57 harga tersebut
selanjutnya dibandingkan
dengan harga Chi Kuadrat
(X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1
= 5. Bila dk 5 dan taraf
kesalahan 5% α = 0,05
maka didapat X2tab =
11.070, karena X2-hit =
3,57 ≤ X2-tab = 11,070,
maka data Distribusi
Normal.
Untuk lebih
jelasnya peneliti
menyajikan dalam bentuk
tabel uji normalitas
dibawah ini.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1487
T
a
b
e
l
4
.3 Pengujian Normalitas
Pre Test Kelompok
kontrol
Data Eksperimen
N 35
X2hit 3,57
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi
Normal
c. Uji Normalitas Sikap
Ilmiah Siswa Kelompok
Eksperimen
Uji normalitas
dilakukan dengan
mengunakan uji Chi-
Kuadrat. Dari hasil
pengujian sikap ilmiah
siswa didapat harga Chi-
Kuadrat hitung (X2hit)= 6,2
bila Dk = k – 1 = 6 – 1 =
5. Bila dk 5 dan taraf
kesalahan 5% α = 0,05
maka didapat X2tab =
11.070, karena X2-hit = 6,2
≤ X2-tab = 11,070, maka
data Distribusi Normal.
Untuk lebih
jelasnya peneliti
menyajikan dalam bentuk
tabel uji normalitas
dibawah ini.
Tabel 4.4 Pengujian
Normalitas Sikap Ilmiah
Siswa Kelompok Eksperimen
d. Uji Normalitas Sikap
Ilmiah Siswa Kelompok
Kontrol
Uji normalitas
dilakukan dengan
mengunakan uji Chi-
Kuadrat. Dari hasil
pengujian sikap ilmiah
siswa didapat harga Chi-
Kuadrat hitung (X2hit)= 4,3
harga tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan harga
Chi Kuadrat (X2tab), Dk =
k – 1 = 6 – 1 = 5. Bila dk 5
dan taraf kesalahan 5% α =
0,05 maka didapat X2tab =
11.070, karena X2-hit = 4,3
≤ X2-tab = 11,070, maka
data Distribusi Normal.
Untuk lebih
jelasnya peneliti
menyajikan dalam bentuk
tabel uji normalitas
dibawah ini.
Tabel 4.5 Pengujian
Normalitas Sikap Ilmiah
Siswa Kelompok Kontrol
Data Eksperimen
N 35
X2hit 4,3
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi
Normal
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis
Data Eksperimen
N 35
X2hit 6,2
X2tab 11.070
Kesimpulan Distribusi
Normal
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1488
dalam penelitian ini
mengunakan uji t (separated
varian), data yang digunakan
adalah data sikap ilmiah siswa
kelas eksperimen setelah
diberikan perlakuan dengan
mengunakan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) dan data
sikap ilmiah siswa kelompok
kontrol tampa diberikan
perlakuan dengan
mengunakan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML).
Sebelum dilakukan uji t
terlebih dahulu menghitung
nilai standar deviasi dari sikap
ilmiah siswa kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol. Dari perhitungan
yang dilakukan diperoleh nilai
standar deviasi untuk sikap
ilmiah siswa kelompok
eksperimen 9,02 dan sikap
ilmiah siswa kelompok
kontrol 7,93.
Untuk lebih jelas
peneliti sajikan data
selengkapnya dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Pengujian Hipotesis
Sikap Ilmiah Siswa
Kelompok Sikap Ilmiah
Siswa
Standar
Deviasi thitung ttabe
Taraf
Signifikan
Eksperimen 78 7,93 9,1 1,671 0,05
Kontrol 59,7 9,02
Setelah mendapatkan
nilai standar deviasi,
kemudian menghitung nilai
thitung dengan mengunakan uji t
(separated varian), dimana
diperoleh nilai thitung adalah
9,1 sedangkan nilai ttabel
adalah 1,671 dengan dk =
(𝑛1+𝑛2-2) = (35+35-2) = 68
dan taraf signifikan 5 %.
Karena nilai thitung > nilai ttabel
maka dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima berarti ada perbedaan
sikap ilmiah siswa sebelum
mengunakan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) dan
sesudah mengunakan model
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML).
PEMBAHASAN
Pada awal pembelajaran
guru memberikan pre test untuk
mengetahui kemampuan awal
siswa sebelum diberikan
pembelajaran dengan
mengunakan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML). Kemudian
data yang di dapat di uji
normalitas dan homogenitasnya
untuk mengetahui apakah data
normal atau homogen. Setelah
pre test selesai, guru memberikan
apersepsi serta tujuan dari
pembelajaran yang berhubungan
dengan materi agar siswa siap
mengikuti mata pelajaran yang
akan dipelajari dan memiliki rasa
ingin tahu yang kuat terhadap
materi yang akan dibahas.
Kegiatan inti dalam
proses pembelajaran yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1489
dilakukan adalah guru
membagikan siswa kedalam 5
kelompok kecil terdiri dari 7
orang siswa kemudian guru
membagikan peralatan beserta
lembar kerja siswa. Setelah itu
secara berkelompok siswa
melakukan percobaan sesuai
dengan lembar kerja siswa yang
diberikan, kemudian masing-
masing kelompok mendiskusikan
hasil pengamatanya dan mengisi
lembar kerja siswa dengan
bimbingan guru, setiap kelompok
diberikan kesempatan untuk
mempersentasikan hasil
pengamatanya.
Kegiatan penutup dalam
pembelajaran ini berupa siswa
menarik kesimpulan dari materi
yang telah dipelajari dan siswa
diberi kesempatan menayakan
materi yang kurang jelas atau
kurang dipahami dan guru
menjelaskan pertanyaan yang
diberikan oleh siswa.
Berdasarkan pengamatan
diawal pembelajaran yang
berlangsung dilakukan uji
kesamaan rata-rata nilai pre test
kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dimana nilai
rata-rata siswa pada kelas kontrol
sebesar 59,57 dengan skor
tertinggi 75 dan skor terendah 20
sedangkan pada kelas
eksperimen nilai rata-rata siswa
sebesar 58,86 dengan skor
tertinggi 90 dan skor terendah 10
(lampiran 10 hal 83), hal ini
disebabkan karena pengetahuan
awal siswa masih rendah. Dari
nilai rata-rata pre test kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol diketahui bahwa
kemampuan siswa pada kedua
kelompok penelitian menunjukan
tidak adanya perbedaan yang
signifikan hal ini menunjukan
bahwa siswa kedua kelompok
memiliki pengetahuam dan
kemampuan awal yang sama.
Sedangkan data sikap
ilmiah siswa di dapat setelah
diberikan proses pembelajaran
dengan menggunakan model
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML) pada
kelas eksperimen diperoleh nilai
rata-rata siswa 78 dengan nilai
tertinggi 95 dan nilai terendah 50
sedangkan pada kelas kontrol
yang tidak diterapkan Model
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML) nilai
rata-rata yang diperoleh siswa
hanya 59,7 dengan nilai tertinggi
75 dan nilai terendah 45
selengkapnya dapat di lihat pada
lampiran 15 hal 97-98. Hal ini
menyatakan bahwa ada pengaruh
penerapan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) terhadap
sikap ilmiah siswa kelas VIII²
pada SMP Negeri 4 Bolo dengan
pengaruh perlakuan (𝑜2 − 𝑜1) −(𝑜4 − 𝑜3) = (78-59,4) - (59,7-
59,1) = 10 % (Sugiyono, 2009,
76).
Sesuai dengan data
pendukung yang diperoleh dari
hasil post test, dimana nilai rata-
rata siswa pada kelompok
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1490
eksperimen 73,68 % lebih tinggi
dari pada nilai rata-rata kelas
kontrol yaitu sebesar 65,3 %
sehinga terbukti terjadi
perubahan sikap ilmiah siswa
melalui pembelajaran
mengunakan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML), hal lain
yang menunjang munculnya
sikap ilmiah siswa dengan
penerapan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) karena
dalam penerapan model Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML), siswa
melakukan berbagai kegiatan
diantaranya siswa dapat mengali
sendiri masalah yang ada dalam
masyarakat berkenaan dengan
materi lensa cembung, siswa
mengemukakan sendiri masalah
mengenai lensa cembung yang
berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, berdiskusi untuk
mengidentifikasi sumber
permasalah, memberikan respon
terhadap masalah, aktif
melakukan pengamatan terhadap
objek secara kelompok,
menyusun kesimpulan dan
mengkomunikasikanya.
Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh selama
1 bulan dari awal pembelajaran
sampai akhir dapat diketahui
bahwa, kegiatan siswa dalam
proses pembelajaran dan
menyelesaikan jawabannya
adalah kegiatan yang banyak
mengaktifkan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar. Siswa
terlihat bersemangat dan antusias
dalam belajar fisika. Selain itu
suasana proses pembelajaran
dengan mengunakan model
Sains, Teknologi, Masyarakat
dan Lingkungan (STML) ini
menjadi lebih menarik dan
menyenangkan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa penerapan
model Sains, Teknologi,
Masyarakat dan Lingkungan
(STML) pada pembelajaran
Fisika kelas VIII² di SMP Negeri
4 Bolo tahun 2014/2015
berpengaruh terhadap sikap
ilmiah Siswa hal ini terbukti dari
hasil sikap ilmiah yang diperoleh
dari uji t (separated varian)
dimana didapat nilai thitung adalah
9,1 > nilai ttabel adalah 1,671.
Sesuai dengan kriteria uji
hipotesis jika thitung > ttabel maka
dikatakan ada pengaruh.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan
mengunakan uji t (separated
varian) maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Sains,
Teknologi, Masyarakat dan
Lingkungan (STML) Terhadap
Sikap Ilmiah Siswa Kelas VIII²
pada SMP Negeri 4 Bolo Tahun
2014/2015.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1491
DAFTAR PUSTAKA
Aikenhead. 1992. Society Is The
Social Milien. Jakarta: PT
Remaja Rosdakarya.
Arikunto. 2010. Prosedur penelitian
: Suatu Pendekatan Praktik.
(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka
Cipta
Bambang, Riyanto. 2001. Buku.
Petunjuk Teknis Penulisan
Proposal Penelitian dan
Penulisan Skripsi.
Yogyakarta: Alfabeta.
Bahrul. 2007. Sikap Ilmiah. Jakarta:
Bahrul Wordpress.Com.
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta:
Departemen Pendidikan
Nasional.
Depdiknas, RI. 2003. Undang-
Undang No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta:
Departeman Pendidikan
Nasional.
Gagne. 2009. Science Technology
and Envirament. London:
David Fulton Publishers.
Harlen. 1991. The Teaching Of
Science. London: David
Fulton Publishers.
Jumantoro ( 2012 ) pengaruh model
pembelajaran sains teknologi
masyarakat dan lingkungan terhadap
hasil belajar dan sikap ilmiah siswa di
unggah tanggal 10 januari 2014 dari : http://www.google.com/url?sa=t
&rct=j&q=&esrc=s&source=we
b&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=
0CEUQFjAE&url=http%3A%2F
%2Fpasca.undiksha.ac.id%2Fejo
urnal%2Findex.php%2Fjurnal_ip
a%2Farticle%2FviewFile%2F48
0%2F272&ei=VYdZVKaPIsrju
QSCu4HYAQ&usg=AFQjCNG
EvGoEdHM51IJCwwZ71BF0T
GbATg&bvm=bv.78677474,d.c2
E
Marjono. 1996. Dimensi Sikap
Ilmiah. Jakarta: Erlangga
Marzano. 1993. How Classroom
Teachers Approach The
Teaching Of Thinking. Dalam
Donmoyer, R. Dan
Merryfield, M.M Edisi :
Theory Intopractice.
Purnama. 2008. Tata Cara Penulisan
Karya Ilmiah. Bandung:
Alfabeta.
Riduwan. 2009. Metode dan Teknik
Menyusun Tesis. Bandung:
Alfabeta.
Santyasa. 2009. Pengembangan
Prangkat Pembelajaran Peta
Konsep. Laporan Penelitian
Hibah Penelitian : Universitas
Pendidikan Ganesha.
Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-
faktor Yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1492
Mempengaruhinya. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Suastra. 2006. Strategis
Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Subana, M. Dan Sudrajat. 2005.
Dasar-Dasar Penelitian
Ilmiah. Bandung: CV Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhartono, Irawan. 1995. Metode
Penelitian Sosial Suatu Teknik
Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan
Ilmu Sosial Lainnya.
Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Trianto. 2007. Model-model
Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstrutivisme.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Yager. 1996. Science-Techonology-
Society as Reform. Jakarta : School
Science
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1493
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN DENGAN PROGRAM GEOMETER’S
SKETCHPAD UNTUK MATERI SUDUT PUSAT DAN SUDUT KELILING
PADA LINGKARAN DI KELAS VIII SMPN 1 WAWO
Fatmah
Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dengan
program Geometer’s Sketchpad yang baik untuk materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran di kelas VIII dan untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan program Geometer’s Sketchpad untuk materi sudut pusat dan
sudut keliling pada lingkaran di kelas VIII. Pengembangan perangkat
pembelajaran yang dilakukan menggunakan model 4-D (model Thiagarajan dkk)
yang telah dimodifikasi. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan berupa: (1)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) Lembar kerja Siswa (LKS), dan (3)
Tes Hasil Belajar (THB). Sumber data pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII
SMPN 1 Wawo tahun pelajaran 2014/2015 dengan kelas VIIIA sebagai kelas
ujicoba dan kelas VIIIB sebagai kelas implementasi perangkat. Berdasarkan hasil
ujicoba perangkat, diperoleh perangkat pembelajaran dengan program Geometer’s
Sketchpad yang baik karena dinyatakan valid oleh pakar/ahli dan memenuhi
syarat: (1) kemampuan guru mengelola pembelajaran memenuhi kriteria baik, (2)
aktivitas siswa dalam pembelajaran berada pada rentang waktu ideal, (3) respons
siswa terhadap pembelajaran positif, (4) tes hasil belajar memenuhi kriteria valid,
reliabel, dan sensitif. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh bahwa
pembelajaran dengan program Geometer’s Sketchpad efektif untuk mengajarkan
materi sudut pusat dan sudut keliling pada lingkaran karena memenuhi syarat
keefektifan: (1) kemampuan guru mengelola pembelajaran memenuhi kriteria baik,
(2) aktivitas siswa dalam pembelajaran berada pada rentang waktu ideal, (3)
respons siswa terhadap pembelajaran positif, (4) ketuntasan belajar secara klasikal
tercapai, yaitu sebanyak 83,33% dari seluruh siswa memperoleh nilai ≥ 70.
Kata Kunci: Pengembangan Perangkat, Keefektifan Pembelajaran
dengan program Geometer’s Sketchpad, sudut pusat dan sudut keliling
pada lingkaran.
PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika
yang dilaksanakan selama ini
cenderung berpusat pada guru,
selain itu guru mengajar hanya
fokus pada penyelesaian materi
tanpa memperhatikan kondisi
belajar yang baik bagi siswa. Guru
masuk kelas dan menyajikan
materi kemudian memberikan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1494
contoh soal kemudian siswa
diminta mengerjakan soal-soal
latihan. Pembelajaran seperti ini
sering dilaksanakan tanpa banyak
variasi dalam pembelajaran.Hal ini
menyebabkan siswa kurang diberi
kesempatan untuk mengalami dan
mengembangkan aktivitas
belajarnya sendiri sehingga siswa
kurang terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Padahal, Asmani
(2011: 60) mengemukakan bahwa
belajar pada hakikatnya
merupakan suatu proses aktif dari
si pembelajar dalam membangun
pengetahuannya. Jika
pembelajaran tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif, maka pembelajaran
tersebut bertentangan dengan
hakikat belajar.
Salah satu alternatif yang
dapat membuat siswa lebih aktif
dalam kegiatan pembelajaran
serta memperhatikan suasana yang
nyaman dan menyenangkan
adalah pembelajaran dengan
menggunakan media ICT berupa
program Geometer”s Sketchpad
dalam laboratorium komputer.
Pembelajaran dengan
menggunakan program ini
melibatkan seluruh siswa secara
aktif untuk mengikuti
pembelajaran.Pembelajaran
dirancang agar proses
pembelajaran bermakna untuk
siswa. Sehingga dapat
meningkatkan minat belajar dan
hasil belajar siswa. Karena
teknologi penting dalam proses
belajar mengajar matematika, hal
itu mempengaruhi matematika
yang diajarkan dan meningkatkan
hasil belajar
siswa(http://en.wikipidia.org/wiki/
The_Geometer%27s_Sketchpad.
Dengan program Geometer’s
Sketchpad dapat dibuat berbagai
macam objek geometri seperti
lingkaran, segitiga, segiempat,
segi-n, kubus, balok, dan lain
sebagainya.Program ini juga dapat
digunakan untuk mengukur
panjang ruas garis, menghitung
besar sudut, luas, keliling dan
perhitungan objek geometri
lainnya.Van De Walle (2006: 117)
menyatakan bahwa dalam
program Geometer’s Sketchpad;
titik, garis, dan bentuk-bentuk
geometri mudah dibentuk pada
komputer dengan menggunakan
mouse.Setelah digambar benda-
benda geometri dapat dipindahkan
dan diubah-ubah dalam banyak
variasi.Jarak, panjang, luas, sudut,
kemiringan, dan keliling dapat
diukur. Ketika bentuk-bentuk
diubah, ukurannya juga akan
berubah seketika. Oleh karena itu,
maka program Geometer”s
Sketchpad dapat digunakan dalam
pembelajaran geometri, dalam hal
ini materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran.
Berdasarkan uraian di atas,
maka peneliti tertarik untuk
mengembangkan perangkat
pembelajaran dengan
menggunakan program
Geometer”s Sketchpadsebagai
media pembelajaran untuk materi
sudut pusat dan sudut keliling
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1495
pada lingkaran di kelas VIII SMP.
Selanjutnya, perangkat tersebut
akan diterapkan dalam
pembelajaran untuk mengetahui
keefektifan pembelajaran dengan
menggunakan program
Geometer”s Sketchpad pada
materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran di kelas
VIII SMP. Adapun tujuan
penelitian ini adalah (1)
Mendiskripsikan proses dan
menghasilkan perangkat
pembelajaran dengan
menggunakan program
Geometer”s Sketchpad sebagai
media pembelajaran yang
berkualitas baik untuk materi
sudut pusat dan sudut keliling
pada lingkaran di kelas VIII SMP,
dan (2) Mendeskripsikan
keefektifan pembelajaran dengan
program Geometer’s Sketchpad
untuk materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran di kelas
VIII SMP.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dapat
digolongkan sebagaipenelitian
pengembangan yang dilanjutkan
dengan penelitian
deskriptif,karena penelitian ini
dilakukan untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran dengan
menggunakan media
pembelajaran, yakni program
Geometer”s Sketchpad.Sehingga
dihasilkan perangkat pembelajaran
yang berkualitas baik untuk
mengajarkan materi sudut pusat
dan sudut keliling pada lingkaran
di kelas VIII SMP. Selanjutnya
dilakukan penelitian untuk
mendeskripsikan keefektifan
pembelajaran dengan
menggunakan program
Geometer”s Sketchpad untuk
materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran di kelas
VIII SMP. Prosedur
pengembangan perangkat yang
digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada model -4D
(Thiagarajan, 1974) yang
dimodifikasi. Modifikasi yang
dimaksud yaitu:
1. Penyederhanaan tahap
pengembangan menjadi tiga
tahap yaitu: tahap
pendefinisian (define), tahap
perancangan (design), dan
tahap pengembangan
(develop). Hal ini dikarenakan
pada tahap pengembangan
(develop) sudah dihasilkan
perangkat pembelajaran yang
berkualitas baik.
2. Analisis konsep diganti
dengan analisis isi materi
(content)karena materi
memiliki cakupan yang lebih
luas daripada konsep. Dalam
satucontent suatu materi terdiri
dari beberapa pengetahuan,
yakni; fakta, konsep, prinsip
dan prosedur.
3. Analisis materi dan analisis
tugas tidak dilakukan secara
paralel, tetapi dilakukan secara
berurutan. Hal ini karena
urutan tugas bergantung pada
urutan isi materi (content).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1496
4. Dalam tahap pengembangan
ditambahkan kegiatan uji
keterbacaan, yang bertujuan
untuk mengetahui apakah
bahasa yang digunakan dalam
perangkat pembelajaran
mudah dipahami atau tidak.
Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa kelas VIII SMPN 1
Wawo tahun pelajaran
2014/2015.Subjek penelitian
dipilih dua kelas dari 5 kelas VIII
secara acak. Satu kelas diambil
sebagai kelas ujicoba perangkat, di
mana dalam satu kelas yang
dimaksud dipilih siswa yang
memiliki kemampuan
mengoperasikan komputer dan
dapat menggunakan program
Geometer”s Sketchpad, kemudian
dipilih lagi satu kelas sebagai
kelas implementasi perangkat
dengan cara yang sama seperti
kelas sebelumnya untuk
mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan program
Geometer”s Sketchpad. Desain
ujicoba menggunakan rancangan
One Group Pretest-Postest
Design. Desain ujicoba ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1. Rancangan Ujicoba
Perangkat Pembelajaran
Kelas Prete
st
Perlaku
an
Poste
st
Ujico
ba
T1 X T2
Adapun langkah-langkah
pelaksanaan ujicoba adalah
sebagai berikut:
1) Memberikan Pretest (T1),
untuk mengetahui penguasaan
siswa terhadap materi sudut
pusat dan sudut keliling pada
lingkaran sebelum
dilaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan
program Geometer”s
Sketchpad.
2) Memberikan perlakuan (X)
pada subjek, yaitu
melaksanakanpembelajaran
dengan menggunakan
program Geometer”s
Sketchpad.
3) Memberikan Postest (T2),
untuk mengetahui penguasaan
siswa terhadap materi sudut
pusat dan sudut keliling pada
lingkaran setelah
dilaksanakan pembelajaran
denganmenggunakan program
Geometer”s Sketchpad.
4) Membandingkan T1 dan T2
untuk mengetahui sensitifitas
butir soal tes hasil belajar. T1
dan T2merupakan instrumen
yang sama.
Instrumen penelitian yang
dikembangkan adalah lembar
validasi perangkat pembelajaran,
lembar observasi kemampuan
guru mengelola pembelajaran,
lembar observasi aktivitas siswa,
angket respon siswa, dan tes hasil
belajar. Untuk lembar observasi
dan angket respon siswa
diadaptasi dari penelitian
sebelumnya. Sedangkan tes hasil
belajar dibuat sendiri oleh peneliti.
Perangkat pembelajaran yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1497
dikembangkan dikatakan
berkualitas baik jika dinyatakan
valid oleh validator dan setelah
diujicobakan memenuhi kriteria
sebagai berikut: (1) Kemampuan
guru mengelola pembelajaran
memenuhi kriteria minimal
“baik”; (2) Aktivitas siswa berada
dalam persentase waktu ideal; (3)
Respons siswa terhadap
pembelajaran positif; dan (4) Tes
hasil belajar memenuhi krietria
valid, reliabel, dan sensitif.
Instrument dan teknik
pengumpulan data untuk tahap
implementasi perangkat dan tahap
ujicoba perangkat pembelajaran
adalah sama. Teknik analisis data
yang digunakan adalah analisis
data statistic deskriptif yang
digunakan untuk menganalisis
keefektifan pembelajaran dengan
program Geometer’s sketchpad
pada materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran di kelas
VIII SMP. Data yang dianalisis
yaitu data kemampuan guru
mengelola pembelajaran, data
aktivitas siswa, data respon siswa,
dan data hasil belajar siswa.
Masing-masing diuraikan berikut
ini.
1) Analisis data aktivitas siswa
Aktivitas siswa dikatakan efektif
jika persentase setiap aspek
yang diamati pada setiap
pertemuan berada pada
rentang waktu ideal aktivitas
siswa.
2) Analisis data kemampuan
guru mengelola pembelajaran
Kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran
dikatakan baik jika rata-rata
skor dari setiap aspek yang
dinilai berada pada kriteria
baik atau sangat baik.
3) Analisis data respon siswa
Respons siswa dikatakan positif
apabila jawaban siswa yang
memilih kategori positif untuk
setiap aspek yang direspon
memperoleh persentase ≥ 80
%
4) Analisis data hasil belajar
Analisis data hasil belajaar siswa
secara deskriptif bertujuan
untuk mendeskripsikan
ketuntasan hasil belajar siswa
berdasarkan tes yang
dilaksanakan.Seorang siswa
dikatakan tuntas belajarnya
secara individu jika skor yang
diperoleh siswa tersebut
minimal 70 dari skor
maksimal 100. Sedangkan
ketuntasan belajar secara
klasikal tercapai bila pada
kelas tersebut lebih dari atau
sama dengan 75% siswa
tuntas belajarnya.
Selanjutnya, penggunaan
program Geometer’s Sketchpad
dikatakan efektif jika aspek-aspek
berikut terpenuhi, yaitu: hasil
belajar siswa secara klasikal
tuntas, kemampuan guru
mengelola pembelajaran minimal
baik, aktivitas siswa efektif, serta
respon siswa terhadap
pembelajaran positif.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1498
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Deskripsi Hasil
Pengembangan Perangkat
Pembelajaran
Berdasarkan tujuan penelitian
yang pertama maka disusun suatu
perangkat pembelajaran dengan
program Geometer”s
Sketchpadsebagai media
pembelajaran untuk materi sudut
pusat dan sudut keliling pada
lingkaran. Adapun peragkat yang
dihasilkan terdiri dari: Rencana
Pelaksanan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kerja Siswa (LKS), dan
Tes Hasil Belajar (THB). Untuk
mengetahui kualitas perangkat
pembelajaran maka dilakukan
ujicoba perangkat
pembelajaran.Pencapaian kriteria
perangkat pembelajaran yang baik
ditentukan berdasarkan hasil
analisis data aktivitas siswa,
kemampuan guru mengelola
pembelajaran, respon siswa, serta
hasil pretest dan posttest. Hasil
dari ujicoba perangkat dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Pencapaian Kriteria
Perangkat Pembelajaran yang
Berkualitas Baik
No Aspek Keterangan
1
2
3
4
Aktivitas
Siswa
Kemampuan
Guru
Mengelola
Pembelajaran
Respon Siswa
Tes Hasil
Efektif
Baik
Positif
Valid,
Reliabel,
dan Sensitif
Belajar
Berdasarkan pengembangan
perangkat pembelajaran dengan
model 4-D yang dimodifikasi,
dihasilkan perangkat pembelajaran
dengan program Geometer’s
Sketchpad yang berkualitas baik
untuk materi geometri di kelas
VIII SMPN 1 Wawo, sehingga
dapat digunakan untuk
implementasi perangkat.
2. Deskripsi Hasil Implementasi
Perangkat
Berdasarkan tujuan penelitian
yang kedua dilakukan
implementasi perangkat untuk
mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan program
Geometer’s Sketchpad pada materi
sudut pusat dan sudut keliling
pada lingkaran di kelas VIII. Data
yang dikumpulkan pada tahap ini
adalah data kemampuan guru
mengelola pembelajaran, data
aktivitas siswa, data respon siswa,
dan data hasil belajar. Data
tersebut dianalisis secara dskriptif
untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan
menggunakan program
Geometer”s Sketchpad.
Pelaksanaan implementasi
perangkat dilakukan pada kelas
yang dipilih sebanyak tiga kali
pertemuan dan diakhiri dengan
tes.Selama pembelajaran
dilakukan pengamatan terhadap
aktivitas siswa dan kemampuan
guru mengelola
pembelajaran.Angket respon siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1499
dibagikan setelah pelaksanaan tes
selesai dilaksanakan.
Analisis data yang diperoleh
pada pelaksanaan implementasi
perangkat yaitu sebagai berikut.
1) Hasil pelaksaan
tesmenunjukkan bahwa
ketuntasan belajar siswa secara
klasikal tercapai, dimana dari
24 orang siswa, sebanyak 20
siswa yang tuntas belajarnya
(mendapat skor ≥ KKM,
dengan KKM= 70). Sehingga
persentase ketuntasan belajar
siswa adalah 83,33%.
2) Hasil pengamatan kemampuan
guru mengelola pembelajaran
menunjukkan bahwa setiap
aspek pada setiap pertemuan
yang diamati memperoleh skor
baik dan sangat baik. Rata-rata
skor dari setiap aspek yang
diamati lebih dari 4 sehingga
sesuai kriteria yang ditetapkan
maka dapat dikatakan bahwa
kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran
memenuhi kriteria baik.
3) Hasil pengamatan aktivitas
siswa selama tiga pertemuan
menunjukkan bahwa setiap
aspek aktivitas siswa untuk
setiap pertemuan berada pada
interval toleransi waktu ideal,
sehingga dapat dikatakan
aktivitas siswa masuk dalam
kategori efektif.
4) Hasil angket respon siswa
menunjukkan bahwa jumlah
siswa yang memilih kategori
positif melebihi 80%.
Sehingga berdasarkan hal
tersebut dan mengacu pada
kriteria yang telah ditetapkan
dapat disimpulkan bahwa
respons siswa positif.
Berdasarkan uraian di atas,
maka pencapaian keefektifan
pembelajaran dengan program
Geometer”s Sketchpad untuk
materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran ditentukan
berdasarkan ketuntasan belajar
secara klasikal, kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran,
aktivitas siswa, dan respon siswa
terhadap pembelajaran dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Pencapaian Keefektifan
Pembelajaran dengan program
Geometer’s Sketchpad
No. Aspek Keterangan Kesimpulan
1. Aktivitas
Siswa
Efektif
Kemampuan
Guru
Mengelola
Pembelajaran
Baik
Respon
siswa
Positif
Hasil belajar Tuntas
secara
klasikal
Dari tabel di atas terlihat
bahwa pembelajaran dengan
program Geometer’s Sketchpad
efektif untuk materi sudut pusat
dan sudut keliling pada lingkaran
di kelas VIII.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1500
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh beberapa simpulan
sebagai berikut.
1. Berdasarkan hasil
pengembangan perangkat
pembelajaran dengan
menggunakan model 4-D,
dihasilkan perangkat
pembelajaran dengan
menggunakan program
Geometer”s Sketchpad untuk
materi sudut pusat dan sudut
keliling pada lingkaran yang
berkualitas baik. Perangkat
pembelajaran tersebut terdiri
dari RPP, LKS, dan THB. Hal
ini dikarenakan syarat-syarat
perangkat pembelajaran yang
baik telah terpenuhi yaitu
perangkat pembelajaran telah
dinyatakan valid oleh validator
dan setelah diujicobakan
memenuhi kriteria-kriteria
berikut ini.
a. Kemampuan guru
mengelola pembelajaran
memenuhi kriteria baik.
b. Aktivitas siswa efektif,
yang ditunjukkan dengan
setiap kategori aktivitas
siswa berada pada batas
toleransi waktu ideal.
c. Respons siswa terhadap
pembelajaran positif, yang
ditunjukkan dengan
persentase siswa yang
memilih kategori positif
untuk setiap aspek respon
lebih dari 80%.
d. Tes hasil belajar valid,
reliabel, dan sensitif.
2. Pembelajaran dengan program
Geometer”s Sketchpad efektif
untuk mengajarkan materi
sudut pusat dan sudut keliling
pada lingkaran. Hal ini
ditunjukkan dengan
terpenuhinya syarat keefektifan
pembelajaran, yaitu:
a. Ketuntasan belajar siswa
secara klasikal terpenuhi,
yaitu sebanyak 83,33%
siswa tuntas belajarnya.
b. Aktivitas siswa efektif,
yang ditunjukkan dengan
setiap aktivitas siswa
berada pada kriteria batas
toleransi waktu ideal.
c. Kemampuan guru
mengelola pembelajaran
memenuhi kriteria baik.
d. Respon siswa terhadap
pembelajaran positif yang
ditunjukkan dengan
persentase siswa yang
memilih kategori positif
untuk setiap aspek yang
direspon lebih dari 80%.
Berdasarkan hasil penelitian
ini, maka peneliti memberikan
saran sebagai berikut.
1. Penelitian ini menghasilkan
perangkat pembelajaran yang
baik, oleh karena itu,
disarankan kepada guru
matematika yang mempunyai
anak didik dengan
karakteristik sama/ hampir
sama dengan siswa SMPN 1
Wawo untuk dapat
menggunakan perangkat ini
pada materi sudut pusat dan
sudut keliling pada lingkaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1501
sebagai alternatif dalam
pembelajaran matematika.
2. Bagi peneliti lain yang
berminat melakukan
penelitian pengembangan
perangkat pembelajaran
dengan program Geometer”s
Sketchpaddisarankan untuk
menyempurnakan atau paling
tidak mengurangi kelemahan-
kelemahan dalam penelitian
ini agar hasil yang diperoleh
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal M. (2011).7 Tips
Aplikasi Pakem.
Jogjakarta: Diva Press
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat
Kurikulum.(2007).
Kajian Kebijakan
Kurikulum Mata
Pelajaran Matematika.
Jakarta: Depdiknas.
Budiningsih, Asri. (2012). Belajar
dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Rineka Cipta
DePorter, Bobbi,dkk.(2010).
Quantum Teaching.
Bandung: Kaifa
Hastuti, Rini. (2011).
Pengembangan
Perangkat Pembelajaran
Tabung Dan kerucut
Berdasarkan Masalah
(Problem Based
Instruction) di Kelas IX
SMP Negeri 2
Madiun.(Tesis magister
pendidikan matematika
tidak dipublikasikan).
Unversitas Negeri
Surabaya.
Hobri.(2007). Pengembangan
Model Pembelajaran
Matematika Berorientasi
Pada Vocational Skill di
Sekolah Menengah
Kejuruan.Disertasi
Doktor pendidikan
matematika tidak
dipublikasikan).Unversit
as Negeri Surabaya.
http://en.wikipidia.org/wiki/The_
Geometer%27s_Sketchp
ad.
Husanah & Setyaningrum, Y.
(2013). Desain
Pembelajaran Berbasis
Pencapaian Kompetensi.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Ibrahim, R. & Syaodih, S.N.
(2003). Perencanaan
Pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ibrahim, Muslimin, dkk. (2010).
Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar.
Surabaya: Unesa
University Press.
Kemp, Jerrold E. (1994). Proses
Perancangan
Pengajaran.Terjemahan
dari Asril Marjonah.
Penerbit ITB, Bandung.
Khabibah, Siti. (2006).
Pengembangan Model
Pembelajaran
Matematika dengan Soal
Terbuka Untuk
Meningkatkan
Kreativitas Siswa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1502
Sekolah Dasar.(Disertasi
doktor pendidikan
matematika tidak
dipublikasikan).Unversit
as Negeri Surabaya.
Khanifatul.(2013). Pembelajaran
Inovatif. Jogjakarta: AR-
RUZZ MEDIA
Kosasih, N. & Sumarna, D.
(2013).Pembelajaran
Kuantum dan
Optimalisasi
Kecerdasan. Bandung:
Alfabeta
Nieveen N, et al. (1999). Design
Approaches and Tools in
Educational and
Training. Kluwer
Academy Publisher.
Netherlands.
Nur, M. (2004).Pengajaran
Berpusat kepada Siswa
dan Pendekatan
Konstruktivis dalam
Pengajaran. Universitas
Negeri Surabaya: Pusat
sains dan Matematika
Sekolah (PSMS).
Ratumanan, T.G & Laurens, T.
(2011).Penilaian Hasil
Belajar pada Tingkat
Satuan Pendidikan.
Surabaya: Unesa
University Press.
Ratumanan, T. Gerson. (2004).
Belajar dan
Pembelajaran. Surabaya:
UNESA University
Press.
Siswono, Tatag Y.E. (1999).
Metode Pemberian
Tugas Pengajuan Soal
(Problem Posing) dalam
Pembelajaran
Matematika Pokok
bahasan Perbandingan
di MTs Negeri Rungkut
Surabaya. (Tesis
magister pendidikan
matematika tidak
dipublikasikan).Unversit
as Negeri Surabaya.
Slavin, Robert, E.
(2000).Educational
Psycology: Theory and
Practice. Needham:
Allyn and Bacon
Soedjadi, R. (2000). Kiat
Pendidikan Matematika
di Indonesia. Jakarta:
DEPDIKNAS.
Suherman, Erman. (1994).
Evaluasi Proses dan
Hasil Belajar
Matematika. Jakarta:
Depdiknas.
Thiagarajan, S., Sammel, D.S.,
dan Semmel, M.I.
(1974).Instructional
Development for
Training Teachers of
Exceptional Children.
Minnesota: University of
Minnesota
Uno, H.B & Kuadrat M.
(2009).Mengelola
Kecerdasan dalam
Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Warsita, Bambang. (2008).
Teknologi Pembelajaran
(Landasan dan
Aplikasinya). Jakarta:
Rineka Cipta
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1503
Widjajanti, E. (2008). Pelatihan
penyusunan LKS mata
pelajaran kimia
berdasarkan kurikulum
tingkat satuan
pendidikan bagi guru
SMK/MAK.Makalah ini
disampaikan dalam
Kegiatan Pengabdian
pada Masyarakat di
Ruang Sidang Kimia
FMIPA UNY pada
tanggal 22 Agustus 2008.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1504
PENGGUNAAN ALAT PERAGA UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN
BANGUN DATAR SEDERHANA
Nurrahmah
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima
Email: [email protected]
ABSTRAK: Kedudukan dan peran matematika dalam pengembangan ilmu dan
pengetahuan sebagai induk, berkembang cukup pesat. Penggunaan dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari tidak diragukan lagi, oleh karena
itu, konsep dasar matematika harus dikuasai benar oleh siswa sejak dini, agar
siswa menjadi terampil dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satu unsur yang paling banyak menentukan keberhasilan belajar
dan mengembangkan pemahaman siswa adalah guru. Salah satu kemampuan
professional guru adalah menguasai materi dan strategi pembelajaran. Hal
ini, erat kaitannya dengan penggunaan metode dan alat peraga yang sesuai
dengan bahan ajar dan perkembangan intelektual siswa. Untuk itu penelitian
ini mengangkat judul penggunaan alat peraga untuk meningkatkan
pemahaman siswa dalam matematika pada pokok bahasan bangun datar
sederhana. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang
Penggunaan Alat Peraga untuk Meningkatkan Pemahaman Matematika
Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Datar Sederhana. Instrumen yang
digunakan adalah tes evaluasi dan lembar observasi. Berdasarkan hasil
penelitian, diperoleh data bahwa nilai rata-rata evaluasi pada setiap siklus
mengalami peningkatan yang sangat baik. Pada siklus I nilai rata-rata siswa
adalah 69 dan pada siklus II meningkat menjadi 73,4. Berdasarkan hasil
observasi dari setiap pertemuan dapat disimpulkan bahwa seluruh siswa
sangat antusias dan aktif dalam belajar. Seiring dengan peningkatan
pemahaman siswa dengan menggunakan alat peraga, maka aktivitas
siswapun dalam belajar mengalami peningkatan. Artinya, penggunaan alat
peraga dalam matematika dapat meningkatkan pemahaman siswa. Dengan
demikian penggunaan alat peraga ini dapat dijadikan salah satu alternatif
dalam proses pembelajaran matematika maupun pada pembelajaran yang
lain.
Kata Kunci: Penggunaan Alat Peraga, Pemahaman Matematika Siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1502
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan pada
semua jenjang pendidikan. Hal ini
karena matematika merupakan
pengetahuan yang sangat penting bagi
siswa dan merupakan bekal
pengetahuan dasar untuk
pembentukan sikap serta pola pikir
mereka selanjutnya. Selain itu,
matematika berfungsi sebagai alat
bantu dan pelayanan ilmu yang tidak
hanya untuk matematika saja tetapi
juga untuk ilmu-ilmu yang lain. Baik
untuk kepentingan teoritis maupun
praktis.
Akan tetapi, banyak kalangan
siswa yang menganggap belajar
matematika adalah kegiatan yang
tidak menyenangkan karena
matematika mereka anggap sebagai
mata pelajaran yang sulit dan
membosankan. Anggapan tersebut
muncul pada diri mereka karena
mereka tidak dibiasakan untuk belajar
aktif, guru jarang melibatkan siswa
untuk beraktivitas dan bertanggung
jawab dalam kegiatan pembelajaran.
Salah satu alasannya adalah guru tidak
memfungsikan alat peraga secara
optimal. Hal tersebut mengakibatkan
suasana kelas terasa gersang,
membosankan dan mengikat.
Menurut Hamalik, Anderson, dan
Sadiman (Sudrajat, 2003:1)alat peraga
merupakan salah satu faktor eksternal
yang mempengaruhi keberhasilan
suatu pembelajaran. Melihat
kenyataan di lapangan khususnya di
SDN dalam proses pembelajarannya
masih bersifat konvensional, guru
hanya menggunakan metode ceramah,
siswa tidak diberikan kesempatan
untuk aktif dan kreatif. Salah satu
sebabnya, guru tidak memfungsikan
alat peraga secara optimal.
Penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran matematika khususnya
di kelas III SDN belum optimal. Hal
ini nampak pada saat kegiatan
pembelajaran, siswa menunjukkan
sikap yang kurang antusias dan
rendahnya respon serta umpan balik
dari siswa terhadap pertanyaan guru
serta pemusatan perhatian yang
kurang baik. Gejala ini ditunjukkan
dengan beberapa sikap siswa yang
sering ngobrol, keluar masuk kelas,
mengantuk, mencoret-coret bangku
dan sebagainya.
Kondisi yang dikemukakan di atas
memberikan sebuah gambaran adanya
sesuatu masalah yang cukup
signifikan, yaitu permasalahan yang
bermuara pada ketidakmampuan guru
mendesain dan menyajikan
pembelajaran secara baik sehingga
mengakibatkan munculnya kejenuhan
dalam diri siswa dalam mengikuti
pembelajaran matematika. Menurut
Ruseffendi (Carjani, 2006:2), terdapat
sepuluh faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan siswa
dalam belajar, antara lain: (1)
kecerdasan siswa, (2) kesiapan belajar
siswa, (3) bakat yang dimiliki siswa,
(4) kemauan belajar siswa, (5), minat
siswa, (6) cara penyajian materi, (7)
pribadi dan sikap guru, (8) suasana
pengajaran, (9) kompetensi guru, dan
(10) kondisi masyarakat luas.
Dari sepuluh faktor di atas, cara
penyajian materi merupakan faktor
yang harus diperhatikan oleh guru
agar siswa tertarik dan senang belajar
matematika. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang disampaikan oleh syah
(Carjani, 2006:3) yaitu:
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1503
Cara penyajian materi merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran sekaligus
menjadi penentu keberhasilan siswa.
Apakah materi yang disajikan
membuat siswa tertarik, termotivasi,
kemudian timbul perasaan pada diri
siswa untuk menyenangi matematika
dan adanya kebutuhan terhadap
matematika tersebut. Ataukah justru
cara penyajian matematika hanya akan
membuat siswa jenuh terhadap
matematika. Bagaimanapun
kekurangan atau ketiadaan motivasi
menyebabkan kurang bersemangatnya
siswa dalam melakukan proses
pembelajaran baik di sekolah maupun
di rumah.
Dalam kegiatan pembelajaran,
guru memiliki peran yang sangat
penting di dalam menentukan kualitas
sebuah pembelajaran. Guru harus
berpikir membuat perencanaan secara
seksama untuk meningkatkan
kesempatan belajar aktif bagi siswa
dan sekaligus memperbaiki kualitas
mengajarnya. Dalam hal ini guru
berperan sebagai pengelola
pembelajaran yang baik. Di samping
itu, guru juga harus berperan sebagai
fasilitator yang dapat menciptakan
kondisi belajar yang efektif, sehingga
proses belajar mengajar memberikan
rangsangan pada minat siswa untuk
mau belajar.
Salah satu cara yang dapat
digunakan oleh guru untuk
merangsang siswa belajar secara aktif
adalah dengan penggunaan alat
peraga. Ruseffendi mengemukakan
bahwa dalam pembelajaran
matematika, alat peraga berfungsi
untuk menarik minat siswa, membantu
siswa yang kurang daya tiliknya, dan
menghubungkan ilmu dengan alam
(Sudrajat, 2003:1). Alat peraga adalah
salah satu media bantu untuk
memahami konsep yang disajikan.
Banyak konsep dalam matematika
yang bersifat abstrak, namun konsep-
konsep tersebut harus difahami secara
utuh.
Dalam proses pembelajaran
matematika, khususnya pada pokok
bahasan bangun datar sederhana,
penggunaan alat peraga sangat penting
karena konsep bangun datar sederhana
sangat abstrak dan siswa sering
mengalami kesulitan untuk
memahaminya. Selain itu mereka juga
harus mampu menerapkan konsep
bangun datar sederhana tersebut
dalam bidang lain atau dalam
kehidupan sehari-harinya.
Agar alat peraga yang digunakan
itu efektif dan efisien, perlu
memperhatikan beberapa hal antara
lain: kesesuaian dengan tujuan,
kemudahan memperoleh,
keterampilan guru dalam
menggunakan dan kemampuan
berpikir siswa (Latuheru: 1988,
Sudjana: 1991 dalam Sudrajat,
2003:1).
Menurut Piaget (Subarinah,
2006:2) perkembangan berpikir siswa
sekolah dasar berada pada tahap
operasional konkret. Oleh karena itu,
sebaiknya pembelajaran matematika
di Sekolah Dasar dibuat konkret
dengan menggunakan alat peraga.
Untuk itu, proses dan hasil
pembelajaran matematika diharapkan
bermakna bagi siswa.
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Bagaimana
penggunaan alat peraga dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1504
meningkatkan pemahaman siswa kelas
III SDN pada pokok bahasan bangun
datar sederhana.
KAJIAN PUSTAKA
1. Penggunaan Alat Peraga
Alat peraga merupakan salah satu
dari media pendidikan berupa alat
untuk membantu proses belajar
mengajar agar proses komunikasi
dapat berhasil dengan baik dan efektif.
Media atau alat bantu mengajar adalah
merupakan segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk meyalurkan pesan
dan dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan
siswa sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar pada diri
siswa.
Peranan alat peraga disebutkan
sebagai berikut:
a. Alat peraga dapat membantu
pendidikan lebih efektif dengan
jalan meningkatkan semangat
belajar siswa.
b. Alat peraga memungkinkan lebih
sesuai dengan perorangan,
dimana para siswa belajar dengan
banyak kemungkinan sehingga
belajar berlangsung sangat
menyenangkan bagi masing-
masing individu.
c. Alat peraga memungkinkan
belajar lebih cepat segera
bersesuaian antara kelas dan
diluar kelas.
d. Alat peraga memungkinkan
mengajar lebih sistematis dan
teratur.
Langkah–langkah penggunaan alat
peraga
a. Menyediakan alat peraga.
b. Mengangkat alat peraga supaya
terlihat oleh seluruh siswa.
c. Menggunakan alat peraga
menyampaikan materi.
d. Melibatkan siswa dalam
menyampaikan materi.
e. Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya.
f. Berikan respon dan kesimpulan
dari materi yang dikaji.
Pada dasarnya secara individual
manusia itu berbeda-beda, demikian
pula dalam memahami konsep-konsep
abstrak akan dicapai melalui tingkat-
tingkat belajar yang berbeda. Namun
ada suatu keyakinan bahwa anak
belajar melalui dunia nyata dengan
menggunakan benda-benda nyata
sebagai perantaranya. Bahkan tidak
sedikit pula orang dewasa yang
umumnya sudah memahami konsep
abstrak tetapi pada situasi-situasi
tertentu masih memerlukan benda-
benda perantara.
Sudjana (1987:99) menjelaskan
bahwa Alat peraga dalam mengajar
memegang peranan penting sebagai
alat bantu untuk menciptakan proses
belajar-mengajar yang efektif. Setiap
proses belajar dan mengajar ditandai
dengan adanya beberapa unsur antara
lain tujuan, bahan, metode, dan alat,
serta evaluasi. Unsur metode dan alat
merupakan unsur yang tidak bisa
dilepaskan dari unsur lainnya yang
berfungsi sebagai cara atau teknik
untuk mengantarkan bahan pelajaran
agar sampai kepada tujuan. Dalam
pencapaian tujuan tersebut, peranan
alat bantu atau alat peraga memegang
peranan yang penting sebab dengan
adanya alat peraga ini bahan dapat
dengan mudah dipahami oleh siswa.
Brownell dalam teorinya yang
didasarkan pada keyakinan bahwa
anak-anak pasti memahami apa yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1505
sedang mereka pelajari jika belajar
secara permanen atau secara terus-
menerus untuk waktu yang lama.
Salah satu cara bagi anak-anak untuk
mengembangkan pemahaman tentang
matematika adalah dengan
menggunakan benda-benda tertentu
ketika mereka mempelajari konsep
matematika (Suwangsih dan Tiurlina,
2006:25). Selanjutnya, Bruner
(Yuningsih, 2004:16) dalam teorinya
menyatakan bahwa dalam proses
belajar, siswa sebaiknya diberi
kesempatan untuk memanipulasi
benda-benda (alat peraga).
Gunawan (Carjani, 2006:12)
mengungkapkan bahwa alat peraga
pengajaran adalah alat-alat yang
digunakan oleh guru pada saat
mengajar untuk memperjelas materi
pelajaran dan mencegah terjadinya
verbalisme pada siswa. Pembelajaran
yang verbal tentu akan menimbulkan
kebosanan pada diri siswa, sebaliknya
pembelajaran dengan menggunakan
alat peraga yang tepat akan
menimbulkan minat, membangkitkan
motivasi, serta memperbesar perhatian
siswa terhadap pembelajaran yang
dilangsungkan karena mereka terlibat
dengan aktif dalam pembelajaran yang
dilaksanakan. Ruseffendi (2005:383)
mengatakan bahwa dengan
dipergunakan alat peraga maka anak-
anak akan lebih tertarik dalam
matematika.
Natiwijaya (Winggowati,
2006:12) mendefinisikan bahwa alat
peraga adalah alat bantu atau
pelengkap yang digunakan guru dalam
berkomunikasi dengan para siswa.
Selanjutnya Ruseffendi (Carjani,
2006:12) mengungkapkan bahwa alat
peraga adalah alat untuk menerangkan
atau mewujudkan konsep matematika
di dalam kegiatan mendidik atau
mengajar supaya yang diajarkan
mudah dimengerti anak didik.
Manfaat Alat Peraga Ruseffendi (Winggowati,
2006:12) mengungkapakan
bahwafungsi alat paraga yaitu untuk
menerangkan atau mewujudkan
konsep matematika yang dapat berupa
benda nyata dan dapat pula berupa
gambar atau diagram.Ada beberapa
fungsi alat peraga dalam proses
pembelajaran seperti yang
dikemukakan Sudjana (1987: 99) di
antaranya sebagai berikut:
a. Penggunaan alat peraga dalam
proses pembelajaran bukan
merupakan fungsi tambahan
melainkan mempunyai fungsi
tersendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif.
b. Penggunaan alat peraga
merupakan bagian yang integral
dari keseluruhan situasi mengajar,
ini berarti bahwa alat peraga
merupakan salah satu unsur yang
harus dikembangkan guru.
c. Alat peraga dalam pengajaran
penggunaannya dengan tujuan
dan isi pelajaran.
d. Penggunaan alat peraga dalam
pengajaran bukan semata-mata
alat hiburan, dalam arti digunakan
hanya sekedar melengkapi proses
pembelajaran supaya menarik
perhatian siswa.
e. Penggunaan alat peraga dalam
pengajaran lebih diutamakan
untuk mempercepat proses
pembelajaran dan membantu
siswa dalam menangkap
pengertian yang diberikan guru.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1506
f. Penggunaan alat peraga dalam
pengajaran diutamakan untuk
mempertinggi mutu pembelajaran
dengan perkataan lain
menggunakan alat peraga, hasil
belajar yang dicapai akan tahan
lama diingat oleh siswa, sehingga
pelajaran mempunyai nilai tinggi.
Adapun menurut Ruseffendi
(Winggowati, 2006:13) manfaat dari
pemakaian alat peraga dalam
pembelajaran matematika di
antaranya adalah:
a. Dapat membantu meningkatkan
minat siswa.
b. Membantu daya tilik ruang.
c. Supaya dapat melihat hubungan
antara ilmu yang dipelajari
dengan lingkungan alam sekitar.
d. Mengundang berdiskusi, berfikir,
berpartisipasi aktif, memecahkan
masalah dan sebagainya.
e. Anak belajar melalui dunia nyata
dan memanipulasi benda nyata
pula.
f. Anak akan lebih berhasil belajar
bila banyak melibatkan
inderanya.
g. Memanipulasikan alat peraga
yang cocok dapat menimbulkan
sikap kreatif.
h. Dengan alat peraga yang tepat
anak akan lebih berhasil belajar.
i. Alat peraga dapat memanfaatkan
lingkungan alam sekitar dan
buatan.
j. Pemakaian alat peraga dapat
dijadikan salah satu objek dalam
penelitian.
Sedangkan Gunawan, dkk
(Carjani, 2006:13) menjelaskan bahwa
manfaat alat peraga, diantaranya: (a)
menarik minat siswa dalam
pembelajaran, (b) mendorong siswa
untuk belajar bertanya dan berdiskusi,
(c) menghemat waktu belajar.
Dari beberapa pendapat-penadapat
di atas dapat disimpulkan bahwa
manfaat alat peraga dapat
meningkatkan pemahaman siswa serta
aktivitas belajar yang aktif dan kreatif
yang akan membawa hasil belajar
yang baik pada suatu pembelajaran.
2. Pemahaman Siswa
Pengertian pemahaman menurut
Bloom (Meranti, 2007:12) adalah
kemampuan untuk menangkap makna
dan arti dari bahan yang dipelajari.
Pemahaman tidak hanya terbatas pada
mengingat atau memproduksi kembali
informasi yang telah didapatkan tetapi
juga melibatkan berbagai kemampuan
dari individu.
Pemahaman bukan hanya berarti
mengetahui yang sifatnya ingatan saja
tetapi mampu mengungkap kembali
dalam bentuk lain atau kata-kata
sendiri sehingga mudah dimengerti
maknanya tetapi tidak mengubah arti
yang dikandungnya.
Paham merupakan kata dasar dari
pemahaman. Dalam Kamus Besar
Indonesia paham memiliki arti
mengerti benar, tahu benar sedangkan
pemahaman adalah proses, cara,
perbuatan memahami atau
memahamkan. Seseorang dikatakan
paham apabila seseorang itu mengerti
benar akan suatu konsep sehingga
dapat menjelaskan kembali dan
menarik suatu kesimpulan. Dalam
pembelajaran, pemahaman merupakan
hasil dari belajar. Jadi pemahaman
siswa pada suatu konsep dapat dilihat
pada hasil belajarnya. Sudjana
(Meranti, 2007:13) mengemukakan
pengertian pemahaman yang bersifat
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1507
operasional yaitu: (1) pemahaman
diartikan melihat suatu hubungan, (2)
pemahaman diartikan sebagai suatu
alat menggunakan fakta dan (3)
pemahaman diartikan sebagai melihat
penggunaan sesuatu secara produktif.
Selanjutnya, Meranti (2007:56)
menjelaskan maksud dari pengertian
pemahaman yang pertama bahwa
seseorang disebut paham apabila ia
dapat memberikan suatu ide tentang
suatu persoalan. Maksud dari
pengertian yang kedua yaitu jika
seseorang dapat menggunakannya
dalam berbagai tujuan. Pengertian
yang ketiga adalah penggabungan dari
pengertian pertama dan kedua, jika
terjadi pemahaman maka seseorang
itu akan membuat suatu generalisasi
dari fakta-fakta dan melihat tujuan
penggunaannya dalam berbagai
situasi.
Sudjana (Meranti, 2007:14)
mengemukakan bahwa pemahaman
tumbuh dari pengalaman, karena
disamping berbuat seseorang juga
menyimpan hal-hal yang baik dari
perbuatannya itu. Sudjana (Meranti,
2007:14) terdapat dua jenis
pemahaman yang terbentuk pada
siswa sebagai hasil belajar yaitu
expalamatory understanding dan
exploratory understanding. Meranti
(2007:14) menjelaskan maksud dari
expalamatory understanding adalah
pemahaman yang didapat dari hasil
penjelasan suatu hukum, suatu relasi,
atau suatu generalisasi sehingga
didapat pengetahuan, sejumlah fakta
beserta prinsip-prinsip yang
berhubungan dengan fakta.
Exploratory understanding lebih
menekankan pada kemampuan dalam
memecahkan persoalan setelah
diberikan sekumpulan data dan
generalisasi. Jadi, dalam proses
memperoleh pemahaman seseorang
meneliti fakta, prinsip atau
generalisasi untuk mencari konsep
yang baru, sehingga seseorang itu
dituntut keaktifan, kreatifan, dan
kekritisannya dalam memecahkan
suatu masalah.
Berdasarkan uaraian di atas,
pemahaman yang dimaksud adalah
perubahan yang membuat siswa
benar-benar mengerti akan konsep
bangun datar sederhana, dalam hal ini
menghitung keliling persegi dan
persegi panjang dan dapat
mengembangkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pemahaman siswa ini
dapat dicapai dengan menggunakan
alat peraga dan hasilnya dilihat pada
hasil belajar siswa berupa skor yang
didapatkan dari jawaban siswa melalui
soal evaluasi.
3. Bangun Datar Sederhana
Subarinah (2006:127) menjelaskan
bahwa bangun datar atau bidang datar
merupakan bangun geometri
berdimensi dua dengan permukaan
datar/rata. Beberapa istilah bangun
datar yang sering kita jumpai adalah
bangun segi tiga, segi empat, segi-n
dan lingkaran. Pada pembelajaran
geometri di Sekolah Dasar dititik
beratkan pada pemahaman konsep
tentang keliling dan luas. Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) konsep keliling bangun datar
sederhana khususnya keliling persegi
dan persegi panjang diajarkan pada
kelas III semester genap.
Konsep keliling bangun datar
dapat ditanamkan kepada siswa
sekolah dasar melalui kegiatan siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1508
Misalkan siswa dapat memakai alat
peraga dengan sebuah tali yang diikat
kemudian diletakkan di atas karton
lalu diarsir. Barulah guru memulai
memperkenalkan istilah keliling suatu
bidang sebagai panjang lintasan
pinggir atau batas dari bidang yang
dimaksud. Pemahaman konsep
keliling berdasarkan kegiatan siswa
tersebut perlu diperkuat dengan
diberikan soal-soal latihan.
Untuk menjelaskan tentang rumus
keliling persegi dan persegi panjang,
hendaknya penemuan dilakukan oleh
siswa sendiri dengan menggunakan
alat peraga berupa stik yang sudah
dibentuk menjadi persegi dan persegi
panjang. Stik ini diibaratkan sebagai
sisi-sisi daerah persegi dan persegi
panjang. Jika keempat stik dari
masing-masing bangun itu disambung
(stik I + stik II + stik III + stik IV)
maka siswa dapat menyimpulkan
bahwa rumus persegi dan persegi
panjang masing-masing adalah sisi +
sisi + sisi + sisi atau 4 x s dan panjang
+ lebar + panjang + lebar atau 2 x (p
+l).
METODE
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (classroom
action research). Penelitian tindakan
kelas menekankan pada proses
kegiatan atau tindakan yang
mengujicobakan suatu ide kedalam
praktek atau situasi nyata dalam skala
yang mikro, yang diharapkan kegiatan
tersebut mampu memperbaiki dan
meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar (Riyanto, 2001:49).
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian pada
umumnya terdiri dari dua jenis yaitu:
pendekatan empirik dan pendekatan
eksperimen. Jika gejala yang diamati
sudah ada, maka digunakan
pendekatan empirik.Sebaliknya jika
gejala yang diamati sengaja dibuat
maka digunakan pendekatan
eksperimen (Arikunto, 2006).
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
pendekatan eksperimen, karena gejala
yang diamati sengaja dibuat yaitu
berupa pemberian tindakan terhadap
perilaku siswa dalam rangka
optimalisasi
pembelajaran.Optimalisasi
pembelajaran yang dimaksud adalah
meningkatkan pemahaman
matematika siswa yang kurang pada
siswa menjadi baik, serta yang baik
menjadi lebih baik, sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara
optimal.
3. Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk
mendapatkan data dan informasi yang
lengkap mengenai hal-hal yang ingin
dikaji melalui penelitian ini, maka
dibuatlah seperangkat instrumen.
Adapun instrumen yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
instrument yang berbentuk tes dan
instrument non tes dengan uraian
sebagai berikut:
1. Instrument tes
Dalam penelitian ini
dilakukan tes pemahaman siswa
dalam matematika pada pokok
bahasan bangun datar sederhana.
Tes diberikan setelah
pembelajaran selesai. Instrumen
tes yang digunakan dalam
penelitian ini tes formatif yang
digunakan pada setiap akhir
siklus.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1509
2. Instrumen non tes
Instrumen non tes berupa
lembar observasi. Observasi atau
pengamatan adalah cara
pengumpulan data yang dilakukan
terhadap suatu objek untuk
mengetahui tentang kejadian atau
tingkah laku yang terjadi pada
proses pembelajaran yang terjadi
pada siswa.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Pengolahan data dilakukan setelah
semua data dari hasil penelitian
terkumpul. Teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu bersifat
kualitatif dan kuantitatif.
1. Kuantitatif
Data yang bersifat kuantitatif
diperoleh dari hasil tes evaluasi pada
setiap akhir siklus. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui peningkatan
pemahaman siswa dalam matematika.
2. Kualitatif
Data yang bersifat kualitatif
diperoleh melalui lembar
observasi.Lembar observasi bertujuan
untuk mengetahui aktivitas siswa
selama pembelajaran yang telah
dilakukan dalam penelitian.
Data yang diperoleh dikategorikan
dan diklasifikasikan berdasarkan
analisis kaitan logisnya, kemudin
ditafsirkan dan disajikan secara aktual
dan sistematis dalam keseluruhan
permasalahan dan kegiatan penelitian.
Selanjutnya, untuk menganalisis data
hasil tindakan, disajikan secara
bertahap sesuai dengan siklus yang
telah dilakukan beserta efek yang
ditimbulkannya.
5. Teknik Analisis Data
Setelah memperoleh data
maka dianalisis dengan mencari
persentase kualitas proses
pembelajaran dan ketuntasan rata-
rata nilai siswa baik secara individu
maupun secara klasikal. Untuk
mengetahui keberhasilan belajar,
digunakan kriteria sebagai berikut:
1. Data Kualitas Proses
Pembelajaran
Data kualitas proses
pembelajaran dibutuhkan untuk
mengetahui baik tidaknya proses
pembelajaran. Data ini diambil
selama proses belajar mengajar
berlangsung. Kualitas proses
pembelajaran ditentukan berdasarkan
tabel berikut ini.
Tabel Interval Skor dan Kualitas Proses Pembelajaran
Skor Kualitas Proses Pembelajaran
86-100 Sangat efektif atau sangat baik
71-85 Efektif atau baik
56-70 Cukup efektif atau sedang
41-55 Tidak efektif atau berkualitas rendah
20-40 Sangat tidak efektif atau tidak memenuhi persyaratan
minimal
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1510
2. Data Hasil Belajar
Data hasil evaluasi dianalisis
secara individu dan secara
klasikal.Penjelasan dari masing-
masing analisis tersebut dapat
dilihat berikut ini.
a. Ketuntasan Individu
Setiap siswa dalam
pembelajaran dikatakan meningkat
secara individu apabila siswa mampu
memperoleh nilai ≥ 65.
b. Ketuntasan Klasikal
Data tes hasil belajar siswa
dianalisis dengan menggunakan
analisis ketuntasan klasikal minimal
85% dari jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65, dengan
rumus ketuntasan klasikal (Sudjana,
2005:69) sebagai berikut:
100%xZ
XKK
Keterangan:
KK : Ketuntasan klasikal
X : Jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65
Z : Jumlah siswa yang ikut tes.
Sesuai dengan petunjuk teknis
penilaian kelas dapat dikatakan
meningkat secara klasikal terhadap
hasil belajar siswa yang disajikan
bila ketuntasan klasikal mencapai
85%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Siklus I
a. Perencanaan
Sebelum dilaksanakan
penelitian tindakan kelas siklus I,
terlebih dahulu disusun rencana
pembelajaran berupa rencana
pelaksanaan pembelajaran
(RPP).Pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian
tindakan ini adalah pembelajaran
tematik dengan menggunakan alat
peraga, dimana peneliti bertindak
sebagai guru dalam kelas.
Walaupun pembelajaran tematik,
akan tetapi peneliti tetap
memfokuskan penelitian pada
penggunaan alat peraga dalam
matematika. Selain itu dilakukan
rencana pengelompokan siswa dan
pemilihan alat peraga yang tepat
untuk materi yang dipelajari.
Pokok bahasan dan indikator
yang ingin dicapai yaitu mengenal
konsep keliling (matematika)
peneliti menyiapkan alat peraga
berupa kertas karton, tali dan
pensil warna. Alat peraga untuk
indikator untuk mengukur keliling
persegi dan persegi panjang
dengan alat ukur baku
(matematika) peneliti
menggunakan stryofom dengan
permukaan berbentuk persegi dan
persegi panjang serta penggaris.
Siswa dibagi dalam beberapa
kelompok secara acak, setiap
kelompok terdiri dari 5-6 orang.
b. Pelaksanaan
1) Pertemuan/ Tindakan 1
Berdasarkan hasil pengamatan
pada pelaksanaan tindakan I,
sebagian besar mengerjakan LKS
dengan sungguh-sungguh, namun
ada beberapa kelompok belum
mampu membagi tugas secara
merata, beberapa siswa cenderung
mengandalkan anggota kelompok
yang lainnya sedangkan yang lain
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1511
diam, bermain dan ngobrol.
Setelah membahas LKS, guru
bersama siswa menyimpulkan
materi pembelajaran yang telah
dibahas. Kemudian dilanjutkan
dengan lima soal evaluasi yang
diberikan kepada masing-masing
siswa. Dalam mengerjakan lembar
evaluasi siswa sangat tergesa-gesa,
mereka tidak memeriksa
jawabannya terlebih dahulu.
2) Pertemuan/Tindakan 2
Berdasarkan hasil pengamatan
pada pelaksanaan pembelajaran
pada tindakan 2, Suasana kelas
nampak hening, sebagian besar
siswa sangat antusias sekali,
masing-masing kelompok
mengerjakan LKS dengan
sungguh-sungguh dan berdiskusi
dengan teman kelompoknya.
Selama kegiatan kelompok
berlangsung, guru berkeliling
untuk mengamati dan
membimbing siswa yang belum
paham dengan LKS tersebut. Ada
beberapa kelompok yang belum
bisa mengukur dengan penggaris.
Mereka mengukur tidak dari
angka nol, kadang dari angka satu
atau dua sehingga jawabannya
tidak tepat.
c. Pemahaman siswa
Dari hasil tes (evaluasi siklus
1), ada beberapa siswa yang sudah
dapat memahami soal dan mampu
menyelesaikan dengan baik dan
benar, akan tetapi banyak pula yang
belum memahami soal dan belum
mampu menyelesaikan dengan baik
dan benar.
Selain berdasarkan hasil
pengamatan seperti yang
disebutkan di atas, berdasarkan
hasil tes diperoleh nilai rata-rata
kelas dan ketuntasan klasikal
seperti terlihat pada tabel berikut.
Data Prestasi Belajar Siswa Siklus I
Siklus I
Jumlah Siswa yang Mengikuti Evaluasi 25 Orang
Jumlah Soal 5 Soal
Nilai tertinggi 80
Nilai terendah 55
Jumlah siswa yang tuntas 20 Orang
Jumlah siswa yang tidak tuntas 5 Orang
Rata-rata Nilai Siswa 69
Persentase Ketuntasan Klasikal 80 %
d. Aktivitas Siswa Dalam
Menggunakan Alat Peraga
Aktivitas siswa kelas III SDN
57 Kota Bima dalam
menggunakan alat peraga, dapat
dilihat pada lembar observasi
guru, yang hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 di
bawah ini.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1512
Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus I pertemuan 1
No. Aktivitas
no-
Nilai
0 1 2 3 4
1. 1 1 0 0 0 0
2. 2 0 0 0 1 0
3. 3 0 0 1 0 0
4. 4 0 0 0 1 0
5. 5 0 0 1 0 0
6. 6 0 0 0 0 1
7. 7 0 0 1 0 0
8. 8 0 0 0 1 0
9. 9 0 0 0 0 1
10. 10 0 0 1 0 0
Jumlah 1 0 4 3 2
Prosentase 10% 0
%
40
%
30
%
20
%
Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus I pertemuan 2
No. Aktivitas no- Nilai
0 1 2 3 4
1. 1 0 0 1 0 0
2. 2 1 0 0 0 0
3. 3 0 0 0 1 0
4. 4 0 0 1 0 0
5. 5 0 0 0 1 0
6. 6 0 0 0 1 0
7. 7 0 0 0 1 0
8. 8 0 0 1 0 0
9. 9 0 0 0 0 1
10. 10 0 0 1 0 0
Jumlah 1 0 4 4 1
Prosentase 10% 0% 40% 40 % 10 %
e. Refleksi
refleksi tindakan siklus I sebagai
berikut:
a. Guru kurang bisa
mengendalikan dan
memancing perhatian seluruh
siswa/kelompok.
b. Guru kurang memberikan
semangat atau motivasi kepada
masing-masing kelompok
untuk mengerjakan LKS,
berbagi tugas dalam
kelompok, mengemukakan
pendapat, dan untuk
menghargai penjelasan teman.
c. Kuarang aktif dalam kerja
kelompok.
d. Pada saat kegiatan kelompok
sebagian siswa tidak
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1513
bersungguh-sungguh, mereka
hanya mengandalkan anggota
kelompok yang lain.
e. Penjelasan guru kurang jelas.
f. Kesesuaian alat peraga yang
digunakan dengan materi yang
disampaikan masih kurang.
g. Siswa belum terbiasa dengan
penggunaan alat peraga.
h. Alokasi waktu yang digunakan
lebih.
Berdasarkan beberapa hasil refleksi,
sehingga dilakukan perbaikan untuk
siklus berikutnya.
2. Siklus II
a. Perencanaan
berdasarkan hasil perbaikan dari
siklus I, diformulasikan kembali
seperti: Tanya jawab dalam apersepsi
dan evaluasi akhir ditiadakan untuk
disesuaikan dengan alokasi waktu
yang ada. Tanya jawab hanya cukup
dilakukan pada saat mengaitkan
kehidupan sehari-hari dengan materi
matematika.
Pembentukan kelompok
didasarkan pada kemampuan
akademik. Kelompok yang dibentuk
adalah kelompok kecil. Setiap
kelompok terdiri dari tiga orang
anggota. Pembagian kelompok ini
didasarkan pada hasil belajar siswa
pada evaluasi siklus I. Peneliti
membaginya berdasarkan nilai siswa
paling tinggi, sedang dan rendah.
b. Pelaksanaan
1) Pertemuan/ Tindakan 1
Pada situasi ini siswa terlihat
begitu tertarik dengan alat peraga
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari
situasi kelas yang begitu tenang,
karena siswa terlihat begitu
sungguh-sungguh dalam
menyelesaikan LKS.
Dalam kerja kelompok,
kerjasama antar siswa sudah
tampak. Hal ini dapat dilihat pada
anggota masing-masing kelompok
yang mampu bekerjasama dan
berdiskusi dengan baik, walaupun
masih ada beberapa anggota
kelompok yang tampak masih
ngobrol. Pada saat pembahasan
LKS, beberapa kelompok masih
kurang mampu dalam
mengemukakan pendapat, mereka
belum berani dan tampak ragu-
ragu untuk menyampaikan
pendapatnya. Untuk itu, guru
memberikan semangat dan
motivasi.
2) Pertemuan/Tindakan 2
Berdasarkan hasil pengamatan
pada pelaksnaan siklus II pertemuan/
tindakan 2, keadaan kelas menjadi
ribut, karena masing-masing siswa
ingin mengerjakan LKS, sehingga
anggota kelompok berebut lembaran
soal. Untuk menenangkan keadaan,
guru memberikan pengertian, bahwa
mereka sedang bekerja kelompok.
Pada saat diskusi kelas dalam
menyampaikan alasan atau jawaban
yang ditemukannya, siswa
menggunakan bahasa yang sederhana
yang sesuai dengan yang dianjurkan
oleh guru, tetapi masih menemukan
kesulitan.
c. Pemahaman siswa
Dari hasil tes, sebagian besar
dapat memahami soal dan mampu
menyelesaikan dengan baik dan benar,
akan tetapi masih ada beberapa yang
belum memahami soal dan belum
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1514
mampu menyelesaikan dengan baik
dan benar.
d. Nilai rata-rata dan ketuntasan
klasikal
Setelah data hasil evaluasi pada
siklus II di analisis, nilai rata-rata
dan ketuntasan klasikal secara
umum dapat dilihat pada tabel
berikut di bawah ini:
Data Prestasi Belajar Siswa Siklus II
Siklus I
Jumlah Siswa yang Mengikuti Evaluasi 25 Orang
Jumlah Soal 5 Soal
Nilai tertinggi 90
Nilai terendah 60
Jumlah siswa yang tuntas 24 Orang
Jumlah siswa yang tidak tuntas 1 Orang
Rata-rata Nilai Siswa 73,4
Persentase Ketuntasan Klasikal 96%
Aktivitas Siswa Dalam Menggunakan
Alat Peraga
Aktivitas siswa kelas III SDN 57
Kota Bima dalam menggunakan
alat peraga, dapat dilihat pada
lembar observasi guru, yang
hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus II pertemuan 1
No. Aktivitas no- Nilai
0 1 2 3 4
1. 1 0 0 1 0 0
2. 2 0 0 0 1 0
3. 3 0 0 0 1 0
4. 4 0 0 0 0 1
5. 5 0 0 0 0 1
6. 6 0 0 0 1 0
7. 7 0 0 0 1 0
8. 8 0 0 0 0 1
9. 9 0 0 0 0 1
10. 10 0 0 0 1 0
Jumlah 0 0 1 5 4
Porsentase 0% 0% 10 % 50 % 40 %
Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus II pertemuan 2
No. Aktivitas no- Nilai
0 1 2 3 4
1. 1 0 0 0 1 0
2. 2 0 0 0 0 1
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1515
No. Aktivitas no- Nilai
0 1 2 3 4
3. 3 0 0 0 0 1
4. 4 0 0 0 0 1
5. 5 0 0 0 0 1
6. 6 0 0 0 0 1
7. 7 0 0 0 1 0
8. 8 0 0 0 0 1
9. 9 0 0 0 1 0
10. 10 0 0 0 1 0
Jumlah 0 0 0 4 6
Porsentase 0% 0% 0% 40 % 60 %
e. Refleksi Setelah memperhatikan hasil
observasi pelaksanaan tindakan pada
siklus II dan Evaluasi Siklus II yang
telah diuraikan sebelumnya,
makadapat dikemukakan refleksi
tindakan siklus II sebagai berikut:
1) Kerjasama antar kelompok masih
kurang.
2) Kondisi lingkungan yang tidak
mendukung karena pada saat ini
musim hujan dan siswa tergesa-
gesa dalam menyelesaikan tugas.
3) Guru belum mampu menguasai
kelas, hal ini terlihat pada suasana
kelas yang masih ribut.
4) Siswa merasa bosan dengan alat
peraga yang sama.
Siswa sudah menemukan cara atau
rumusnya tetapi kurang mengerti
dalam menggunakannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
hal-hal yang perlu diperbaiki dalam
penggunaan alat peraga dalam
matematika pada pokok bahasan
bangun datar sederhana adalah
sebagai berikut:
1) Guru membagi kelompok secara
berpasangan.
2) Guru harus lebih tegas dalam
proses pembelajaran.
3) Guru harus tetap memberikan
semangat atau motivasi kepada
masing-masing kelompok untuk
mengerjakan LKS, berbagi tugas
dalam kelompok, mengemukakan
pendapat, dan untuk menghargai
penjelasan teman.
4) Guru mencari alternatif lain untuk
membuat alat peraga yang berbeda
yang bisa membuat siswa merasa
bermain dan tentunya yang sesuai
dengan materi.
5) Akan menekankan pada cara
penggunaan dengan memberikan
contoh yang lebih.
B. PEMBAHASAN
1. Pemahaman Siswa
Mengamati hasil perolehan nilai
rata-rata setiap siklus dari penggunaan
alat peraga dalam matematika pada
pokok bahasan bangun datar
sederhana dapat dikatakan bahwa
penggunaan alat peraga ini cukup
efektif untuk meningkatkan
pamahaman siswa pada materi yang
dipelajari.
Nilai rata-rata siswa beranjak
menjadi baik, dibandingkan hasil
sebelumnya selama ini. Pemahaman
siswa terhadap materi pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1516
berhubungan dengan hasil belajar
siswa. Apabila siswa mampu
memahami materi dengan benar maka
hasil yang akan diperoleh juga baik.
Berikut disajikan nilai rata-rata
hasil evaluasi setiap siklus.
Rata-rata Hasil tes evaluasi Setiap Siklus
No. Siklus Nilai Rata-rata Kelas Keterangan
1. I 69
2. II 73,4
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui adanya peningkatan nilai
rata-rata hasil evaluasi pada setiap
siklus. Nilai rata-rata pada siklus I 69,
kemudian nilai rata-rata pada siklus
II meningkat menjadi 73,4. Jadi
pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran secara umum sangat baik,
dimulai dari siswa mengenal konsep
keliling sampai siswa dapat
menemukan dan menggunakan rumus
persegi dan persegi panjang.
2. Aktivitas Siswa Dalam
Menggunakan Alat Peraga
Penggunaan alat peraga dalam
matematika pada pokok bahasan
bangun datar sederhana, memberi
pengaruh yang baik terhadap aktivitas
dan situasi belajar siswa. Aktivitas
siswa di dalam pembelajaran
menggunakan alat peraga ini sudah
terlihat dinamis dan hidup sejak awal
pembelajaran.
Siswa aktif berkomunikasi dengan
guru dan siswa lain karena strategi
pembelajaran yang digunakan
membutuhkan interaksi ketika siswa
mengerjakan lembar kerja dan
mengisi secara bersama soal-soal yang
diberikan.
Dengan menggunakan alat peraga
ini, aktivitas siswa bertambah karena
untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan siswa harus bertanya
kepada guru ataupun kepada siswa
lainnya. Atau jika siswa ditunjuk
untuk mengemukakan pendapatnya
maka siswa harus mampu.
Berikut disajikan tabel
perbandingan nilai aktivitas siswa dari
hasil lembar observasi guru:
Hasil Observasi Kegiatan Siswa
No
.
Siklus Pertemuan Nilai
0 1 2 3 4
1. Siklus I 1 10 % 0 % 40% 30 % 20 %
2 10 % 0 % 40% 40 % 10 %
2 Siklus II 1 0 % 0 % 10 % 50 % 40 %
2 0 % 0 % 0 % 40 % 60 %
Jumlah 20 % 0 % 90 % 160 % 130 %
Rata-rata 5 % 0 % 22,5 % 40 % 32,5 %
Aktivitas siswa dalam setiap
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1517
tindakan secara umum dinilai baik,
siswa menjadi pusat pembelajaran
karena siswa menentukan warna dari
proses pembelajaran. Siswa tidak lagi
duduk manis dengan kaku mengikuti
pembelajaran kemudian
mendengarkan penjelasan dan
mencatat hasil penjelasan. Akan tetapi
siswa dapat ikut aktif dalam belajar.
Dengan demikian penggunaan alat
peraga dapat membantu menciptakan
pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan.
Dari hasil keseluruhan penelitian
di kelas III SDN 57 Kota Bima dalam
matematika dengan menggunakan alat
peraga, dapat meningkatkan
pemahaman siswa, meningkatkan
kreativitas siswa dalam menggunakan
alat peraga. Pembelajaran matematika
bukan lagi pembelajaran yang
membosankan tetapi menyenangkan
bagi siswa.
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah
diolah serta pembahasan hasil
penelitian yang telah dilakukan pada
bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan alat peraga dapat
meningkatkan pemahaman siswa
SDN 57 Kota Bima dalam
matematika pada pokok bahasan
bangun datar sederhana. Hasil
evaluasi pada siklus II meningkat
dibandingkan dengan hasil
evaluasi siklus I.
2. Penggunaan alat peraga dalam
matematika sangat bermanfaat
bagi siswa dan aktivitas belajar
siswa setiap pembelajaran semakin
meningkat. Secara keseluruhan
siswa belajar dengan aktif yang
dapat dilihat pada hasil observasi
kegiatan siswa.
B. Saran
Disadari bahwa proses dan hasil
yang telah dicapai memiliki
kekurangan karena menggunakan alat
peraga yang kurang, subyek serta
pokok bahasan yang masih sempit.
Maka untuk perbaikan pembelajaran
yang aktif dan meningkatkan
pemahaman siswa pada masa
mendatang, disarankan pada proses
pemahaman konsep dalam
pembelajaran matematika supaya
menggunakan alat peraga yang tepat,
serta dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa. Untuk penulis atau
peneliti berikutnya diharapkan lebih
banyak menggali alat peraga yang
dipakai untuk subyek dan pokok
bahasan yang lebih luas, Serta
menggunakan metodelogi yang lebih
teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.
Carjani. (2006). Penggunaan Alat
Peraga Manipulatif
(Manipulatif Material)
Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa
Dalam Pembelajaran
Matematika Pada
Perkalian Dan Pembagian
Bilangan Cacah. Skripsi
UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Meranti, D. (2007). Penggunaan
Media Animasi Komputer
Pada Pembelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1518
Elektrolisis Sebagai
Penunjang Praktikum
Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Dan
Keterampilan Proses
Sains. Tesis UPI Bandung.
Tidak diterbitkan.
Ruseffendi. (2005). Dasar-Dasar
Matematika Modern Dan
komputer. Bandung:
Tarsito.
Subarinah, S. (2006). Inovasi
Pembelajaran Matematika
SD. Jakarta: Depdiknas.
Sudjana, N. (1987). Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Sudrajat, U. (2003). Penggunaan Alat
Peraga Untuk
Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas 1
Dalam Pembelajaran
Matematika Pada Pokok
Bahasan Bilangan Cacah
0-50. Skripsi UPI
Bandung. Tidak
diterbitkan.
Suwangsih dan Tiurlina. (2006).
Model pembelajaran
matematika. Bandung: UPI
Press.
Winggowati, S. (2006). Penggunaan
Alat Peraga Keping Untuk
Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Dalam
Operasi Penjumlahan Dan
Pengurangan Bilangan
Bulat Di Kelas V SD
Negeri Durman I Kota
Bandung. Skripsi UPI
Bandung. Tidak
diterbitkan.
Yuningsih, E. (2004). Penggunaan
Bilah Warna Dalam
Meningkatkan Pemahaman
Siswa Terhadap Masalah
Pecahan Di Kelas III SDN
Tanjung 3 kecamatan
Bojongloa Kaler Kota
Bandung Skripsi UPI
bandung. Tidak
diterbitkan.
Sudrajat, U. (2003). Penggunaan Alat
Peraga Untuk
Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas 1
Dalam Pembelajaran
Matematika Pada Pokok
Bahasan Bilangan Cacah
0-50. Skripsi UPI
Bandung. Tidak
diterbitkan.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294
Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1519
PEDOMAN PENULISAN
Jurnal Pendidikan MIPA menerima tulisan dalam bentuk hasil penelitian dan artikel
yang titik kajiannya pada studi pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
dengan ketentuan penulis sebagai berikut:
1. Hak Cipta; Hasil penelitian dan artikel merupakan produk ilmiah orisinal dan
belum pernah dipulikasikan di media manapun.
2. Format Naskah:Jumlah halaman tulisan antara 12 sampai dengan 20 halaman
dengan ukuran kertas kuarto A4 dan spasi satu, naskah ditulis dengan ms word
times new roman, ukuran 12 dengan margin kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 4 cm,
dan di bawah 3 cm.
3. Sistematika Artikel: Judul, Abstrak, Isi Artikel dan Daftra Pustaka.
4. Judul dalam bahasa Indonesia dirumuskan secara singkat dan jelas, tidak lebih
dari 15 kata, ditulis dengan huruf times new roman 12, huruf kapital dan di
tengah.
Identitas diri: nama penulis tanpa gelar ditulis pada baris pertama, nama institusi
pada baris kedua dan alamat email pada baris ke tiga. Ditulis dengan huruf times
new roman 12 spasi 1 di tengah.
5. Abstrak; kata abstrak ditulis dengan huruf times new romandengan ukuran 12,
bold, dan di tengah, naskah abstrak dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris. Jumlah kata 100-200 dengan huruf times new roman dan
ditulis miring. Jumlah keywors minimal 3-5 kata atau gabungan kata.
6. Isi Artikel: Isi artikel terdiri atas :a). Pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, b). Metode penelitian yang berisi
rancangan penelitian, instrumen, sumber data, teknik pengumpulan data dan
teknik analisis data. c). Hasil Penelitian, d). Pembahasan, dan e). Simpulan.
7. Kutipan Artikel; ditulis dalam bahasa Indonesia dengan notasi Ilmiah
menggunakan sistem APA (amaerican pshycological Association).
Contoh : (Syakira, 2016, 12); Ilham(2012:23)
8. Daftar Pustaka; nama, tahun, Judul Buku, penerbit dan tempat penerbit.
Penulisan daftar pustaka: disusun berdasarkan alfabetis.
Contoh : Ahmad, Zaki, 2012, Pembelajaran Matematika, PT Intan Pariwara,
Jakarta.
Penulis harus mengirimkan naskah cetak beserta softcopy dalam bentuk CD
kepada redaksi Jurnal MIPA; [email protected] dan