jurnal pendidikan mipa, vol. 6. no. 1, jan - · pdf filepengembangan bahan ajar berbasis...

171

Upload: trinhhanh

Post on 06-Feb-2018

261 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Jan – Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima i

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung dan Penasehat

Muslim, S.Sos. Ketua Yayasan STKIP Taman Siswa Bima

Dr. Ibnu Khaldun Sudirman, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima

Penganggung Jawab

Mariamah, M.Pd. Ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima

Ketua Penyunting

Asriyadin, M.Pd.Si.

Sekretaris Penyunting

Nanang Diana, M.Pd.

Penyunting Pelaksana

Syarifuddin, S.Si., M.Pd.

Yus’iran, S.Si., M.Pd.

Muliana, M.Pd.

Agustinasari, M.Pd.Si.

Muliansani, M.Kom.

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Prof. Dr. Mansyur

Dr. M. Firmansyah, M.Si

Dr. Karyadin

Desain Cover

Asriyadin, M.Pd.Si.

Alamat Redaksi

Redaksi Jurnal Pendidikan MIPA

LPPM STKIP Taman Siswa Bima

Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891

Email: [email protected]

Jurnal Pendidikan MIPA STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan edisi Januari–

Juni dan Juli-Desember. Sebagai media informasi, pemikiran dan hasil penelitian yang berkaitan

dengan pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam.

Volume 6 no 1, Januari - Juni 2016

ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Jan – Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima ii

JURNAL PENDIDIKAN MIPA

DAFTAR ISI

Analisis Kelemahan Siswa Terhadap Penguasaan Konsep Statistika dan Peluang Pada Siswa SMA N 5 Pekanbaru Suripah & maya rhamadani

1356 -1364

Kemampuan Sistem Penyaringan Air Sederhana Dalam Menurunkan Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Air Sumur Gali Di Lingkungan Kekalik Indah Kecamatan Sekarbela Irwan Aprayadi

1365 – 1382

Biologi Kelas yang Menerapkan Model Pembelajaran Student Teams Achievemen T Division(Stad) dengan Team Games Tournament (Tgt) Dengan Menggunakan Handout Pada Siswa Kelas Vii SMPN 10 Pekanbaru Nurzilawati anggraini, sri amnah & desti

1383 – 1388

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi Matakuliah Persamaan Diferensial Di Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Pmipa Fkip Universitas Riau Armis, Suhermi & Rahmi Fauziah

1389 – 1399

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Stkip Taman Siswa Bima Menggunakan Jasa Konsultan Dalam Penyusunan Skrispsi Tahun Akademik 2015 Mariamah.M.Pd

1400 -1420

Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penalaran Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Rohmah Indahwati

1421 – 1429

Implementasi Model Pembelajarankooperatif Tipe Think Pair And Share (Tps) Dapat Meningkatkan Sikap

Matematika Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi IPS SMA N 1 Palibelo Pada Materi Statistika Tahun Pelajaran 2015/2016 Raodatul Jannah

1430 -1448

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Jan – Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima iii

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Himpunan Kelas Vii.B Mts Darul Hikmah Tente Tahun Pelajaran 2012/2013 Syarifuddin

1449 – 1469

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Sains, Teknologi, Masyarakat Dan Lingkungan (Stml) Terhadap Sikap Ilmiah Siswa Kelas viii² Pada Smp Negeri 4 Bolo Tahun Pelajaran 2014/2015 Syarifuddin

1470 -1491

Keefektifan Pembelajaran Dengan Program Geometer’s Sketchpad Untuk Materi Sudut Pusat Dan Sudut Keliling Pada Lingkaran Di Kelas VIII SMPN 1 Wawo Fatmah

1492 - 1500

Penggunaan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Pemahaman Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Datar Sederhana Nurrahmah

1501 - 1518

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1356

ANALISIS KELEMAHAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP STATISTIKA DAN PELUANG PADA SISWA SMA N 5 PEKANBARU

Suripaha, Maya Rhamadanib

a,Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR [email protected]

bMahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pada kompetensi

dasar mana dalam pembahasan statistika dan peluang dikelas XI SMA N 5

Pekanbaru siswa banyak mengalami kelemahan konsep. Adapun

kelemahan siswa yang dimaksud ditunjukkan pada tingkat penguasaan

yang rendah sehingga mengakibatkan ketidakmampuan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal matematika.

Populasinya adalah seluruh siswa kelas XI SMA N 5 Pekanbaru

dan sampel diambil secara purposive (pertimbangan) dan proporsional

sebanyak 33 siswa. Berdasarkan teori yang mendasari kajian ini

diharapkan dapat diketahui kelemahan-kelemahan konsep pada

kompetensi dasar bahasan statistika dan peluang, sehingga dapat dijadikan

perbaikan penerapan konsep pengajaran yang benar pada materi statistika

dan peluang secara khusus dan kompetensi dasar yang lain secara umum.

Metode penelitiannya adalah deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan

data yang digunakan berupa data tes dan wawancara. Sedangkan teknik

analisis datanya adalah analisis statistik deskriptif kualitatif, yaitu dengan

cara menghitung persentase kelemahan konsep pada setiap kompetensi

dasar statistika dan peluang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kelemahan siswa

dalam penguasaan konsep tertinggi adalah 37,58% yaitu pada KD

Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya. Dan terendah pada

KD Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis,

lingkaran, dan ogive serta penafsirannya. Sebesar 9,01%. Hasil penelitian

juga menunjukkan persentase kelemahan siswa dalam penguasaan konsep

secara umum sebesar 30,10%.

Kata Kunci: Kelemahan siswa, Konsep

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1357

Pendahuluan

Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berahlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab (UU No. 20

tahun 2003). Pencapaian dari fungsi

dan tujuan tersebut, merupakan

harapan bagi semua pihak terutama

dalam dunia pendidikan. Untuk

mewujudkan tujuan pendidikan

tersebut salah satunya diupayakan

pendidikan yang berorentasi pada

proses pembelajaran yang sesuai

dengan standar proses.

Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 41 tahun

2007 tentang standar proses,

menyatakan bahwa proses

pembelajaran pada satuan pendidikan

diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipatif aktif serta

memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat,

minat, dan perkembangan fisik serta

psikologi peserta didik. Salah satu

yang diamanatkan dalam standar

proses tersebut bahwa pembelajaran

diselenggarakan dengan memotivasi

siswa untuk berperan aktif dalam

pembelajaran.

Peranan matematika adalah

bagian yang esensial dalam

pendidikan. Salah satu usaha

perbaikan dibidang pendidikan yang

dapat dilakukan adalah perbaikan

pada pembelajaran matematika.

Matematika sebagai salah satu mata

pelajaran di sekolah tidak hanya

digunakan untuk mencerdaskan satu

tujuan saja. Siswa dapat memiliki

sikap dan kebiasaan berpikir logis,

kritis, sistematik, kerja cepat, tekun

dan bertanggung jawab. Hal ini

sejalan dengan (Permendiknas No.

23 tahun 2006) bahwa siswa dapat

mengaplikasikan konsep atau

algoritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat, dalam pemecahan

masalah. Menghargai dan meresapi

keindahan konsep-konsep, struktur-

struktur dan pola-pola matematika,

(Ruseffendi, 1991: 35).

Seorang pendidik yang

menguasai konsep materi pelajaran

dengan baik, jika dalam

menyampaikan kepada siswanya

kurang jelas, terkadang penerimaan

siswa menjadi salah. Hal ini yang

akan menyebabkan siswa

misunderstanding dalam memahami

konsep materi selanjutnya. Oleh

karenanya seorang guru dituntut

untuk profesional dalam

menjalankan tugas dan

kewajibannya. Guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1358

pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah,

(UU No 14 tahun 2005: 2).

Pada kurikulum 2013,

Statistik dan Peluang termasuk salah

satu kompetensi dasar dalam jenjang

SMA. Peluang merupakan konsep

awal dari materi selanjutnya yaitu

statistika yang tidak terlepas dari

data-data dan perhitungan. Harapan

besar tenaga pendidik di perguruan

tinggi seperti dosen program studi

matematika atau bidang lain yang

berkaitan dengan matematika, siswa

dapat melanjutkan konsep statistik

yang ada di perguruan tinggi dengan

baik. Pada selang waktu pertama

konsep diajarkan secara sederhana,

misalnya dengan cara intuitif melalui

benda-benda konkret atau gambar-

gambar sesuai dengan kemampuan

peserta didik. Pada tahap berikutnya

konsep yang diajarkan secara

sederhana dapat diperluas lagi,

sehingga peserta didik dalam belajar

matematika dapat dilakukannya

secara sistematik, (Soemarsono,

2007). Bekal konsep materi yang

matang dari tingkat SMA akan

mendukung kelancaran

terselenggaranya pembelajaran

dibangku kuliah.

Kenyataan yang ada di

lapangan penguasaan konsep

kompetensi dasar statistika masih

rendah. Berdasarkan data dari BSNP

Propinsi Riau untuk sekolah SMA

Negeri dan Swasta di kota Pekanbaru

secara nasional persentase

penguasaan konsep diperoleh rata-

rata nilai 67,36. Khususnya untuk

kemampuan menyelesaikan masalah

yang berkaitan dengan permutasi

sederhana. Persentase ini masih jauh

di bawah kemampuan indikator

penguasaan soal yang lain.

Berdasarkan hasil ulangan harian

pada standar kompetensi Statistika

dan Peluang dbeberapa SMA di

Pekanbaru juga masih rendah. Data

ini juga diperjelas dari rendahnya

daya tangkap mahasiswa pada

statistik dasar diperguruan tinggi

selama proses pembelajaran

berlangsung. Hal tersebut

mengundang ketertarikan peneliti

sebagai dosen statistik untuk

berkolaborasi dengan beberapa guru

di sekolah menengah atas, perihal

penguasaan konsep siswa dalam

pembelajaran. Menurut keterangan

beberapa guru SMA di Pekanbaru,

ketika proses pembelajaran

berlangsung siswa cenderung

menunggu apa yang disampaikan

guru. Siswa banyak diam dan kurang

mau bertanya tentang konsep

pelajaran yang belum jelas. Siswa

mudah lupa terhadap materi yang

disampaikan sebelumnya. Siswa

yang pandai semakin pandai dan

yang kurang semakin tertinggal, hal

itu disebabkan daya tangkap

terhadap materi pelajaran menjadi

lemah karena lemahnya konsep awal

dalam pembelajaran.

SMAN 5 Pekanbaru,

berdasarkan level tingkat akademik

termasuk sebagai salah satu kategori

sekolah level akademik tinggi. Oleh

karena itu peneliti secara bertahap

tertarik untuk melihat sejauh mana

tingkat pencapaian pembelajaran

khususnya penguasaan konsep pada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1359

materi statistika dan peluang. Pada

tahap atau kesempatan berikutnya

peneliti juga akan melihat sejauh

mana penguasaan konsep pada level

sekolah kategori akademik

menengah dan bawah. Berdasarkan

hasil analisis yang diperoleh, peneliti

berharap bisa melihat perbandingan

sejauh mana penguasaan konsep

pada sekolah SMA berdasarkan

tingkatan akademiknya. Hasil yang

bisa diperoleh diharapkan dapat

dijadikan kajian khusus untuk

mendesain bahan ajar yang sesuai

dengan kebutuhan siswa.

Berdasarkan permasalahan

yang diuraikan di atas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian

guna menjawab permasalahan yang

ada yakni dengan judul “Analisis

Kelemahan Siswa Terhadap

Penguasaan Konsep Statistika dan

Peluang Pada siswa SMA N 5

Pekanbaru”.

Metode Penelitian Bentuk penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif

kualitatis. Populasi dalam penelitian

ini adalah semua siswa kelas XI

SMA N 5 Pekanbaru. Sedangkan

sampel merupakan sebagian yang

diambil dari populasi. Teknik yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive random sampling

yaitu dari jumlah populasi ditentukan

jumlah sampel sebagai obyek

penelitian yaitu sebanyak 33 siswa.

TTeknik Pengumpulan Data

Instrumen tes prestasi belajar

matematika pada penelitian ini

berupa seperangkat tes berupa

pilihan ganda. Tes ini bertujuan

untuk mengetahui penguasaan

konsep. Instrumen tes ini disusun

berdasarkan kisi-kisi soal dengan

mengacu pada standar isi dalam

Kurikulum 2013. Kemudian

dilakukan validasi dan

reliabilitasnya.

1. Tes penguasaan konsep

Instrumen tes prestasi

belajar matematika pada penelitian

ini berupa seperangkat tes berupa

pilihan ganda. Tes ini bertujuan

untuk mengetahui penguasaan

konsep. Instrumen tes ini disusun

berdasarkan kisi-kisi soal dengan

mengacu pada standar isi dalam

Kurikulum 2013.

2. Validitas dan Reliabilitas

Penyusunan tes, terlebih

dilakukan validasi dan dihitung

reliabilitasnya. Dalam penelitian ini

peneliti cukup memvalidasi isi dan

validasi ahli sesuai dengan bidang

statistika dan peluang, tentunya

dengan memperhatikan masukan dan

saran yang diberikan. Dalam hal ini

peneliti berkonsultasi dengan teman

sejawat yakni bapak Dr. Zulkarnain,

M.Pd.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan

yaitu dengan menghitung persentase

kelemahan konsep pada Kompetensi

Dasar Statistika dan Peluang. Untuk

menghitung persentase kelemahan

konsep pada tiap-tiap Kompetensi

Dasar digunakan rumus sebagai

berikut:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1360

𝑃𝑗 = ∑ 𝑛𝑖𝑗

𝑘𝑗

𝑖=1

𝐾𝑗𝑥 𝑁 𝑥100%

Keterangan:

𝑃𝑗 = Persentase kelemahan konsep

ke-j

𝐾𝑗= Banyak butir untuk konsep ke-j

𝑛𝑖𝑗 = Jumlah siswa yang menjawab

salah butir ke-I pada konsep ke-j

𝑁 = Jumlah responden

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Data hasil penelitian

yang diperoleh pada penelitian ini

berupa deskripsi data tentang tes

hasil belajar siswa pada Standar

Kompetensi Menggunakan aturan

Statistika, Kaidah Pencacahan, dan

Sifat-sifat peluang dalam

pemecahan masalah. Adapun data

yang dimaksud adalah untuk

mendeskripsikan tentang

bagaimana kelemahan siswa dalam

penguasaan konsep materi

pelajaran khususnya Statistika dan

Peluang. Sebagai data pendukung

peneliti juga mengambil data dari

hasil wawancara tidak terstruktur

kepada beberapa guru-guru

matematika yang ada di sekolah

penelitian.

1. Persentase kelemahan konsep

tiap-tiap Kompetensi Dasar pada

materi statistika dan peluang dari

33 siswa dianalisis menggunakan

rumus sebagai berikut:

𝑃𝑗 = ∑ 𝑛𝑖𝑗

𝑘𝑗

𝑖=1

𝐾𝑗𝑥 𝑁 𝑥100%

Keterangan:

𝑃𝑗 = Persentase kelemahan konsep

ke-j

𝐾𝑗= Banyak butir untuk konsep ke-j

𝑛𝑖𝑗 = Jumlah siswa yang menjawab

salah butir ke-I pada konsep ke-j

𝑁 = Jumlah responden

J = 1,…6

Secara rinci kelemahan konsep setiap

Kompetensi Dasar data dianalisis

sebagai berikut:

Tabel 1. Persentase Kelemahan Siswa dalam Penguasaan Konsep.

Standar Kompetensi Kelemahan

Konsep ke-j (%)

Penguasaan

Konsep ke-j (%)

1.1 Membaca data dalam bentuk

tabel dan diagram batang,

garis, lingkaran, dan ogive. 13,13 86,87

1.2 Menyajikan data dalam bentuk

tabel dan diagram batang, garis,

lingkaran, dan ogive serta

penafsirannya.

9,01 90,99

1.3 Menghitung ukuran pemusatan,

ukuran letak, dan ukuran

penyebaran data, serta

penafsirannya.

31,99 68,01

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1361

1.4 Menggunakan aturan perkalian,

permutasi, dan kombinasi

dalam pemecahan masalah.

28,28 71,72

1.5 Menentukan ruang sampel

suatu percobaan. 27,27 72,73

1.6 Menentukan peluang suatu

kejadian dan penafsirannya. 37,58 62,42

2. Persentase Kelemahan Konsep

pada Standar Kompetensi

Menggunakan aturan Statistika,

Kaidah Pencacahan, dan Sifat-

sifat peluang dalam pemecahan

masalah. Persentase Kelemahan

Konsep materi statistika dan

Peluang secara umum dari 33

siswa diperoleh dengan analisis

data sebagai berikut.

𝑃 = ∑ 𝑛𝑖

30𝑖=1

𝐾𝑥 𝑁 𝑥100%

Keterangan:

P = Persentase kelemahan Konsep

K = Banyak Butir

𝑛𝑖= Jumlah siswa yang menjawab

salah butir ke-i

N = Jumlah Responden Persentase kelemahan

konsep dari 33 siswa adalah

sebagai berikut.

𝑃 = 298

30𝑥33𝑥100%

𝑃 = 298

990𝑥100%

= 30,10 %

3. Deskripsi data Hasil Wawancara

dengan Guru Matematika Kelas

XI Semester II

Dari hasil perbincangan

dengan guru-guru yang ada di

sekolah, permasalahan yang

dihadapi hampir sama. Yakni

permasalahan hasil akhir dari

pembelajaran yang ditargetkan.

Ada yang terlupa oleh teman

guru di sekolah bahwa

sesungguhnya proses

pembelajaran adalah titik tolak

yang harus diperhatikan.

Permasalahan hasil akhir atau

nilai adalah dampak dari sebuah

proses.

Salah satu hal yang

menarik dari apa yang

disampaikan guru adalah

bagaimana sikap siswa selama

belajar. Seperti yang

diungkapkan salah seoarang

Guru, bahwa selama proses

pembelajaran siswa terlihat

tanpa ada masalah, beberapa

siswa saja yang memang sudah

rutin membuat masalah di kelas.

Ketika di ajar cenderung tenang

dan diam, akan tetapi diamnya

siswa perlu dipertanyakan

apakah diam karena paham atau

sebaliknya. Siswa yang mau

bertanya justru siswa yang

memang kategori lebih, padahal

harapan guru siswa yang tidak

paham yang harusnya bertanya

agar menjadi tahu. Sebagai

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1362

akibat adalaha adanya jurang

atau batas sehingga ada konsep

tertentu yang disampaikan guru

tidak dapat tersampaikan dengan

baik kepada siswanya. Efek

jangka menengah berimbas

pada penguasaan indikator yang

lebih tinggi, dan efek jangka

panjangnya adalah tidak dapat

mengkaitkan antara konsep yang

saling membangun untuk

berpikir lebih tinggi.

Dengan adanya

penelitian ini, guru mendukung

peneliti untuk mendapatkan

gambaran sejauh mana tingkat

penguasaan materi yang telah

berlalu, untuk membantu guru

dalam memperbaiki proses

pembelajaran khususnya pada

konsep-konsep yang persentase

kelemahanya masih tinggi. Satu

hal yang peneliti tegaskan

sebagai bentuk kolaborasi dan

pedulinya terhadap masa depan

pendidikan adalah terinspirasi

bukan hanya sekedar ingin

mengetahui konsep mana yang

belum dikuasai. Pada tahap

berikutnya adalah mendesain

bahan ajar untuk SMA yang

dapat memfasilitasi belajar

siswa.

Pembahasan

Tujuan penelitian ini

adalah untuk mendeskripsikan pada

kompetensi dasar mana dalam

pembahasan statistika dan peluang

siswa SMA kelas XI di Pekanbaru

banyak mengalami kelemahan

konsep.

Pada deskripsi data

dperoleh adanya kelemahan konsep

dalam tiap-tiap Kompetensi Dasar

(KD) pada Standar Kompetensi (SK)

menggunakan aturan statistika,

kaidah pencacahan, dan sifat-sifat

peluang dalam pemecahan masalah.

Persentase tertinggi pada KD ke 6

yakni menentukan peluang suatu

kejadian dan penafsirannya sebesar

37,58 %. Dan persentase terendah

pada KD ke-2 yakni menyajikan

data dalam bentuk tabel dan diagram

batang, garis, lingkaran, dan ogive

serta penafsirannya. yaitu sebesar

9,01 %.

Dari hasil analisis data

diperoleh persentase kelemahan

konsep pada tiap-tiap KD. KD

membaca data dalam bentuk tabel

dan diagram batang, garis dan

lingkaran serta ogive sebesar

13,13%, KD Menyajikan data dalam

bentuk tabel dan diagram batang,

garis, lingkaran, dan ogive serta

penafsirannya sebesar 9,01 %, KD

Menghitung ukuran pemusatan,

ukuran letak, dan ukuran penyebaran

data, serta penafsirannya sebesar

31,99 %, KD Menggunakan aturan

perkalian, permutasi, dan kombinasi

dalam pemecahan masalah sebesar

28,28 %, KD Menentukan ruang

sampel suatu percobaan sebesar

27,27 %, dan KD Menentukan

peluang suatu kejadian dan

penafsirannya sebesar 37,58 %.

Dari hasil analisis data

yang telah diuraikan di atas

menunjukkan gambaran bahwa

kelemahan siswa dalam penguasaan

konsep masih cukup tinggi jika

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1363

dikaitkan dengan pencapaian target

ketuntasan kriteria minimum (KKM)

nilai yang ada di sekolah. Jika

dicermati lebih jauh, tamapk

gambaran secara kajian teoritis

bahwa penguasaan konsep awal

sangat menetukan konsep

berikutnya. Pada penanaman konsep

awal, harapan yang diperoleh adalah

siswa tidak ada kendala disaat

konsep materi yang diberikan masih

relatif sederhana dan mudah

dipahami. Telihat dari hasil

persentase kelemahan konsep cukup

rendah. Artinya disana siswa belum

ada kendala yang berarti jika dilihat

dari indikator pencapaian belajarnya

masih tahap pengetahuan.

Selanjutnya jika dilihat dari besarnya

angka persentase kelemahan

penguasaan konsep semakin tinggi

levelan pencapaian indikator

belajarnya semakin tinggi pula

persentase kelemahan konsepnya.

Artinya disana ada makna tersirat

yang dapat peneliti maknai. yakni

adanya penumpukan

ketidakpahaman atau

misunderstanding materi sehingga

semakin besar pula permasalahan

yang menyebabkan kendala

ketidakpahaman pada proses

abstraksi pada levelan pencapaian

indikator berikutnya yang lebih

tinggi.

Pada tahapan definisi,

kemudian memahami konsep masih

bisa terkafer. Namun pada tahapan

aplikasi analisis dan sintesis, siswa

mulai kurang bekal dikarenakan ada

sinyal-sinyal konsep yang terputus.

Sebagai akibat jangka panjang tidak

dapat mengingat kembali bahwa ada

keterkaitan antara indikator yang

satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan hasil

pembahasan tersebut menunjukkan

masih terdapat kelemahan siswa

dalam penguasaan konsep pada KD-

KD materi statistika dan peluang.

Oleh karena itu, peneliti berharap

sederhananya hasil penelitian ini,

dapat dijadikan perhatian untuk

proses perbaikan dimasa yang akan

datang. Khususnya pada KD

menggunakan aturan permutasi dan

kombinasi lebih dikuatkan. Dan yang

tidak kalah pentingnya adalah kd

terakhir yang berkaitan dengan

menyelesaikan masalah peluang

suatu kejadian.

SSimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan

pembahasan dapat disimpulkan

bahwa:

1. Siswa masih banyak mengalami

kelemahan konsep khususnya

pada KD Menghitung ukuran

pemusatan, ukuran letak, dan

ukuran penyebaran data, serta

penafsirannya 31,99 %, KD

Menggunakan aturan perkalian,

permutasi, dan kombinasi dalam

pemecahan masalah sebesar 28,28

%, dan KD Menentukan peluang

suatu kejadian dan penafsirannya

sebesar 37,58 %.

2. Persentase kelemahan konsep

tiap-tiap KD materi Statistika dan

Peluang, persentase tertinggi

sebesar 37,58 % yaitu pada KD

menentukan peluang suatu

kejadian dan penafsirannya, dan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1364

persentase terendah sebesar 9,01

% yakni pada KD Menyajikan

data dalam bentuk tabel dan

diagram batang, garis, lingkaran,

dan ogive serta penafsirannya.

Persentase kelemahan konsep

secara keseluruhan diperoleh

30,10%.

Daftar Pustaka

Arends, R.I., & Kilcher, A. (2010).

Teaching for student

learning: becoming an

accomplished teacher. New

York: Routledge.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Dasar-

dasar Evaluasi Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang

RI Nomor 20, tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

______. (2005). Undang-Undang RI

Nomor 14, tahun 2005

tentang Guru dan Dosen.

______. (2006.) Peraturan menteri

pendidikan nasional repoblik

Indonesia no 23, tahun 2006

tentang standar isi.

______. (2007). Peraturan menteri

pendidikan nasional republik

indonesia nomor 41, tahun

2007 tentang standar proses

untuk satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah.

Ebel, R.I., & Frisbie, D.A. (1986).

Essential of educational

measurement (4th ed). New

Jersey: Prentice-Hell, Inc.

Ferguson, George A dan Takane,

Yoshio. 1989. Statistical Analysis in Psychology and Education. Sixth edition. New York: McGraw Hill Book Company.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T.

(2002). Meaningful

assessment: A manageable

and cooperative process.

Boston: Allyn and Bacon

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E.

(2004). Models of teaching

(7th ed). Boston, MA: Pearson

Education.

Nitko, A.J., & Brookhart, S.M.

(2007). Educational

assessment of student (5th ed).

New Jersey: Pearson

Education..

Russefendi. (1991). Dasar-dasar

Matematika Modern untuk

Orang Tua Murid dan Guru.

Bandung: Tarsito.

Sudjana. (2002). Metode Statistika:

Bandung: Tarsito.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1365

KEMAMPUAN SISTEM PENYARINGAN AIR SEDERHANA

DALAM MENURUNKAN NILAI CHEMICAL OXYGEN DEMAND

(COD) PADA AIR SUMUR GALI DI LINGKUNGAN

KEKALIK INDAH KECAMATAN SEKARBELA

1Irwan Aprayadi

(Guru Kimia SMA Negeri 1 SEMBALUN)

Email : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh warga Lingkungan Kekalik

Indah saat ini adalah tingginya kadar Chemical Oksigen Demand (COD) pada

air sumur yang melebihi ambang batas mutu air bersih, mengakibatkan air

sumur menjadi keruh, berbau, dan memiliki rasa tidak enak untuk diminum.

Penyaringan Air Sederhana merupakan suatu teknologi pengolahan air bersih

yang terdiri dari media pasir, arang tempurung kelapa dan kerikil. Penelitian

ini bertujuan untuk Untuk mengetahui apakah sistem Penyaringan Air

Sederhana dapat menurunkan konsentrasi COD pada air sumur gali di

Lingkungan Kekalik Indah dan Untuk mencari variasi komposisi media yang

paling efektif sehingga mendapatkan penurunan konsentrasi COD yang paling

optimal. Dari hasil penelitian didapat konsentrasi rata-rata awal COD sebesar

16,48 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan dengan Penyaringan Air sederhana

diperoleh variasi komposisi media pasir, arang dan kerikil yang optimal dalam

menurunkan konsentrasi COD yaitu variasi 1:3:1 yang menunjukkan efisiensi

penurunan konsentrasi COD paling efektif sebesar 55,60% jika dibandingkan

dengan variasi media yang lainnya. Kapasitas penyaringan pada variasi

komposisi media 1:3:1 mampu menurunkan kadar COD sesuai ambang batas

yang diperbolehkan sebanyak 6 L air.

Kata Kunci: Air Sumur, Penyaringan Air Sederhana, Chemical Oxygen

Demand (COD).

Pendahuluan

Air merupakan sumber

kehidupan yang sangat vital bagi

manusia. Dan dapat dikatakan air

merupakan sumber daya yang

terbatas dan kita tidak dapat

dipisahkan dari senyawa kimia

ini dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat air bagi kehidupan kita

antara lain untuk kebutuhan

rumah tangga yaitu sebagai air

minum dan MCK (mandi cuci

kakus), kebutuhan industri, air

irigasi untuk pertanian sampai

pembangkit listrik tenaga air

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1366

(Surososipil, 2008).

Menurut Kusnaedi (2006),

air yang dapat diminum dapat

diartikan sebagai air yang bebas

dari bakteri yang berbahaya dan

tidak murni secara kimiawi. Air

minum harus bersih dan jernih,

tidak berwarna dan tidak berbau,

dan tidak mengandung bahan

tersuspensi atau kekeruhan.

Standar untuk air minum telah

ditentukan oleh WHO baik untuk

Eropa (WHO 1970) maupun

internasional (WHO 1971). Air

bersih adalah air yang digunakan

untuk keperluan sehari-hari yang

kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat diminum

apabila telah dimasak,

pernyataan ini pada peraturan

menteri kesahatan nomor

416/MEN.KES/PER/IX/1990

tentang syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air.

Pernyataan ini juga sesuai

dengan keputusan menteri

kesehatan

No.907/Menkes/SK/VII/2002

yang menyatakan bahwa syarat

air minum harus bebas dari

bahan-bahan organik dan

anorganik.

Untuk menyatakan

kandungan bahan organik di

dalam perairan dilakukan dengan

mengukur jumlah oksigen yang

dibutuhkan untuk menguraikan

bahan tersebut sehingga menjadi

senyawa yang stabil. Salah satu

cara yang digunakan untuk

menganalisa kandungan oksigen

tersebut yaitu dengan

menganalisis Chemical Oxygen

Demand (COD). Chemical

Oxygen Demand (COD) atau

Kebutuhan Oksigen Kimia

(KOK) adalah jumlah oksigen

(mg O2) yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat-zat organis

yang ada dalam 1 L sampel air.

Angka COD merupakan ukuran

bagi pencemaran air oleh zat-zat

organis yang secara alamiah

dapat dioksidasikan melalui

proses mokrobiologis, dan

mengakibatkan berkurangnya

oksigen terlarut di dalam air.

Oksigen terlarut adalah

banyaknya oksigen yang

terkandung di dalam air dan

diukur dalam satuan ppm.

Oksigen yang terlarut ini

dipergunakan sebagai tanda

derajat pengotor air baku.

Semakin besar oksigen yang

terlarut, maka menunjukkan

derajat pengotoran yang relatif

kecil (Admin, 2008).

Masyarakat di Lingkungan

Kekalik Indah Kecamatan

Sekarbela masih menggunakan

air sumur gali untuk memenuhi

kebutuhan akan air minum

maupun keperluan rumah tangga

lainnya. Umumnya warga

Kekalik Indah mengalirkan

limbah rumah tangganya ke

sungai dan got yang mengalir

melewati daerah tersebut.

Limbah ini terdiri dari zat-zat

organik dan anorganik seperti

tinja, sisa-sisa sabun, sampah dan

sebagainya. Masyarakat Kekalik

Indah yang umumnya bermata

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1367

pencaharian sebagai pembuat

tahu banyak memanfaatkan got

dan aliran sungai sebagai tempat

pembuangan limbah tahu

tersebut. Hal ini mengakibatkan

air sumur gali di daerah sekitar

pembuangan air limbah menjadi

berwarna keruh, berbau, dan

memiliki rasa tidak enak untuk

diminum.

Hal ini dapat dibuktikan

dengan tingginya konsentrasi

COD yang terkandung pada air

sumur masyarakat Kekalik Indah

yang melebihi ambang batas

baku mutu air yaitu 13,6 mg/L.

Dimana menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tahun

2001 konsentrasi COD untuk air

yang dapat diminum konsentrasi

COD tidak melebihi 10 mg/L.

Sehingga air sumur gali ini perlu

penanganan untuk

meminimalkan konsentrasi COD

yang dikandungnya.

Guna mendapatkan air yang

bersih banyak cara yang

dilakukan antara lain dengan

menggunakan metode

penyaringan sederhana, dimana

metode ini menggunakan media

pasir, arang dan kerikil sebagai

media penyaring yang

persediaannya cukup banyak dan

mudah mendapatkannya. Cara

membersihkan air dengan

metode penyaringan sederhana

yaitu dengan mengalirkan air

pada bak penyaringan yang telah

diisi dengan media penyaringan

berupa pasir, arang dan kerikil.

Dimana pada proses penjernihan

air media arang digunakan

sebagai adsorben yang berfungsi

untuk mengurangi atau

menghilangkan bau dan

mengurangi rasa yang kurang

sedap pada air dimana media

arang menyerap kandungan

bahan organik dan nonorganik

dalam air dapat meningkatkan

konsentrasi COD.

Berdasarkan latar belakang

tersebut maka perlu dilakukan

penelitian menggunakan

penyaringan air sederhana

dengan media pasir, arang dan

kerikil sehingga efektif dalam

menurunkan konsentrasi COD

yang ada di dalamnya.

Pemanfaatan Sumber Daya Air

Dalam kehidupan di bumi

kita ini, air merupakan suatu

kebutuhan yang tak dapat

ditinggalkan untuk kehidupan

manusia. Kita tidak dapat

dipisahkan dari senyawa kimia

ini dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat air bagi kehidupan kita

antara lain untuk kebutuhan

rumah tangga yaitu sebagai air

minum dan MCK (mandi cuci

kakus), kebutuhan industri, air

irigasi untuk pertanian sampai

pembangkit listrik tenaga air. Air

di bumi terdapat kira-kira

sejumlah 1,3-1,4 milyar km3

dengan 97,5% berupa air laut dan

1,75% berbentuk es serta 0,73%

berada di daratan sebagai air

sungai, air danau, air tanah dan

sebagainya. Kenyataannya hanya

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1368

air di daratan seperti air sungai,

air danau, air tanah yang telah

dimanfaatkan secara besar-

besarnya untuk kepentingan

manusia. Di Indonesia, dari

potensi air yang ada (100%) yang

menjadi aliran mantap dan yang

termanfaatkan baru sebesar 28%

sedangkan sisanya 72% terbuang

percuma (langsung ke laut)

(Surososipil, 2008).

Air bersih adalah air yang

digunakan untuk keperluan

sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan

dapat diminum apabila telah

dimasak, peryataan ini pada

peraturan menteri kesahatan

nomor

416/MEN.KES/PER/IX/1990

tentang syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air.

Pernyataan ini juga sesuai

dengan keputusan menteri

kesehatan

No.907/MENKES/SK/VII/2002

yang menyatakan bahwa syarat

air minum harus bebas dari

bahan-bahan organik dan

anorganik.

Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tahun

2001 tentang kreteria mutu air

dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 2.1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kriteria mutu air

berdasarkan kelas.

PARAMETER SATUAN KELAS KETERAN

GAN I II III IV

FISIKA

Temperatur oC Devisi

3

Devisi

3

Devisi

3

Devisi

5

Devisi

temperatur

dari keadaan

alamiahnya

Residu terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu

tersuspensi mg/L 50 50 400 400

Bagi

pengolahan

air minum

secara

konvensiona

l, residu

tersuspensi

≤ 5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

Ph mg/L 6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara

alamiah diluar

rentang

tersebut, maka

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1369

ditentukan

berdasarkan

kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum

Total fosfat sbg

P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 Sebagai N mg/L 10 10 20 20

NH3 – N mg/L 0,5 - - -

Bagi perikanan,

kandungan

amonia bebas

untuk ikan yang

peka ≤ 0,02

mg/L sebagai

NH3

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Berium mg/L 1

Boron mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Selenium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Kadnium mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional,

Cu ≤ 1 mg/L

Besi mg/L 0,3 - - -

Bagi

pengolahan air

minum secara

konversional,

Fe ≤5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi

pengolahan1

Mangan mg/L 0,2 - - -

Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2

Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1370

Zn ≤ 5 mg/L

Kholorida mg/L 600 - - -

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -

Fluorida 0,5 1,5 1,5 -

Nitrat sebagai

N 0,06 0,06 0,06 -

Bagi

pengolahan air

secara

konvensional,

NO2-N ≤ 1

mg/L

Sulfat 400 - - -

Khlorin bebas 0,03 0,03 0,03 -

Bagi ABAM

tidak

dipersharatkan

Belerang

sebagai H2S 0,002 0,002 0,002 -

Bagi

pengolahan air

secara

konvensional, S

sebagai H2S <

0,1 mg/L

MIKROBIOLOGI

Fecal coliform Jml/100

ml 100 1000 2000 2000

Bagi

pengolahan air

minum secara

konvensional,

fecal coliform ≤

2000 jml/100

mL dan total

coliform ≤

10000

jml/100ml

Total coliform Jml/100

ml

RADIOAKTIF

Gross-A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1

Gross-B 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan

lemak µg/L 1000 1000 1000 -

Deterjen sbg

MBAS µg/L 200 200 200 -

Senyawa fenol

sbg. Fenol µg/L 1 1 1 -

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1371

BHC µg/L 210 210 210 -

Aldrin/Dieldrin µg/L 17 - - -

Chlordane µg/L 3 - - -

DDT µg/L 2 2 2 2

Heptaklor dan

Heptaklor

epoxide

µg/L 18 - - -

Lindane µg/L 56 - - -

Methoxyclor µg/L 35 - - -

Endrin µg/L 1 4 4 -

Toxaphan µg/L 5 - - -

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1372

Tinjauan Tentang Air Sumur Gali

/Air Tanah

Dalam situs wikipidia.com

mengatakan Air tanah adalah air

yang terdapat dalam lapisan tanah

atau bebatuan di bawah

permukaan tanah. Air tanah

merupakan salah satu sumber daya

air yang keberadaannya terbatas

dan kerusakannya dapat

mengakibatkan dampak yang

luas serta pemulihannya sulit

dilakukan. Sedangkan Sumur Air

Tanah Dalam (SATD) adalah

sarana penyediaan air bersih

berupa sumur dalam yang dibuat

dengan membor tanah pada

kedalaman muka air minimal 7

meter dari permukaan tanah.

Kedalaman dasar pada umumnya

lebih dari 30 meter sehingga

diperoleh air sesuai dengan yang

diinginkan.

Pergerakan air tanah sangat

lambat, kecepatan arus berkisar

antara 10-10-10-3 m/detik dan

dipengaruhi oleh porositas,

permeabilitas dari lapisan tanah,

dan pengisian kembali.

Karakteristik utama yang

membedakan air tanah dan air

permukaan adalah pergerakannya

yang sangat lambat dan waktu

tinggal yang sangat lama, dapat

mencapai puluhan bahkan

ratusan tahun. Karena

pergerakannya yang sangat

lambat dan waktu tinggal yang

lama tersebut, air tanah akan sulit

untuk pulih kembali jika

mengalami pencemaran.

Pada saat infiltrasi ke dalam

tanah, air permukaan mengalami

kontak dengan air mineral-

mineral yang terdapat di dalam

tanah dan melarutkannya,

sehingga kulitas air mengalami

perubahan karena terjadi reaksi

kimia. Konsentrasi oksigen

dalam air yang masuk ke dalam

tanah menurun, digantikan oleh

karbondioksida yang berasal dari

aktivitas biologis.

Dalam pembuatan sumur,

sebaiknya harus diberi tembok

sedalam tiga meter dengan

pinggir disemen dan dibuatkan

selokan air atau parit supaya

kotoran tidak meresap ke tanah

dan merembes ke dalam sumur.

Kondisi Air Sumur di Daerah

Kekalik Indah

Sarana air bersih yang ada

di Lingkungan Kekalik Indah

Kecamatan Sekarbela pada

umumnya adalah sumur dengan

kedalaman 7-15 meter, dimana

masyarakatnya menggunakan air

tersebut untuk keperluan mandi,

mencuci, minum dan memasak.

Sebagian masyarakat

menggunakan air gallon dan air

dari PDAM untuk kebutuhan air

minum.

Masyarakat Kekalik Indah

umumnya mengalirkan limbah

rumah tangganya ke sungai dan

got yang mengalir melewati

daerah tersebut. Limbah ini

terdiri dari air zat-zat organik dan

anorganik seperti tinja, sisa-sisa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1373

sabun, sampah dan sebagainya.

Masyarakat Kekalik yang

sebagian bermata pencarian

sebagai pembuat tahu banyak

memanfaatkan got dan aliran

sungai sebagai tempat

pembuangan limbah tahu

tersebut. Hal ini mengakibatkan

air sumur gali di daerah sekitar

pembuangan air limbah menjadi

berwarna keruh, berbau, dan

memiliki rasa tidak enak untuk

diminum.

Kondisi penduduk yang

padat dan banyak sekali tempat

pembuangan limbah serta sungai-

sungai yang kotor di sekitar

Lingkungn Kekalik Indah

memungkinkan terjadinya

peresapan limbah tersebut ke

dalam tanah apalagi kondisi air

tanahnya sangat dangkal. Kondisi

demikian membuat air di daerah

tersebut menjadi berbau dan

tidak layak konsumsi.

Pencemaran yang berasal

dari zat organik maupun

nonorganik tersebut

menyebabkan tingginya

konsentrasi COD yang

terkandung dalam air sumur.

Menurut penelitian Imam

Zarkasi (2008), konsentrasi COD

yang terkandung dalam air sumur

di wilayah Kekalik Jaya melebihi

ambang batas yang telah

ditentukan oleh pemerintah

melalui PP No. 82 Tahun 2001

yang terlihat pada Tabel 2.2 di

bawah ini.

Tabel 2.2 Konsentrasi COD pada air sumur Kelurahan Kekalik Jaya (Zarkasi,

2008)

Lingkungan Volume FAS

(ml)

Konsentrasi COD

(mg/L)

Rata-

rata

U1 U2 U1 U2

Kekalik

Timur

Sumur 1 4,53 4,50 6,6 7,5 8,2

Sumur 2 4,44 4,43 9,3 9,6

Kekalik

Barat

Sumur 1 4,48 4,47 8,1 8,4 8,4

Sumur 2 4,47 4,45 8,4 9,0

Kekalik

Kijang

Sumur 1 4,39 4,39 10,8 10,8 11,7

Sumur 2 4,32 4,34 12,9 12,3

Kekalik

Gerisak

Sumur 1 4,33 4,34 12,6 12,3 12,6

Sumur 2 4,32 4,33 12,9 12,6

Kekalik

Indah

Sumur 1 4,29 4,27 13,8 14,4 13,2

Sumur 2 4,34 4,23 12,3 12,6

Keterangan:

mg = miligram

µg = mikrogram

ml = mililiter

L = liter

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1374

Bq = Bequerel

MBAS = Methylene Blue Active Substance

ABAM = Air Baku untuk Air Minum

Logam berat merupakan

logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas

maksimum, kecuali untuk

pH dan DO. Bagi pH

merupakan nilai rentang

yang tidak boleh kurang

atau lebih dari nilai yang

tercantum.

Nilai DO merupakan batas

minimum.

Arti (-) di atas menyatakan

bahwa untuk kelas

termasuk, parameter

tersebut tidak

dipersyaratkan

Tanda ≤ adalah lebih kecil

atau sama dengan

Tanda < adalah lebih kecil

Analisis COD Dalam Air

Pengertian COD

Untuk mengetahui

jumlah bahan organik di

dalam air dapat dilakukan

suatu uji yang lebih cepat

dibandingkan dengan uji

Biological Oxygen Demand

(BOD), yaitu berdasarkan

reaksi kimia dari suatu bahan

oksidan yang disebut uji

COD. Uji COD yaitu suatu

uji yang menetukan jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh

bahan oksidan seperti kalium

dikromat yang digunakan

untuk mengoksidasi bahan–

bahan organik yang terdapat

didalam air. Dimana

Chemical Oxygen Demand

(COD) atau Kebutuhan

Oksigen Kimia (KOK) adalah

jumlah oksigen (mg O2) yang

dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat–zat organis

yang ada dalam 1 L sampel

air. Dimana pengoksidasi

K2Cr2O7 digunakan sebagai

sumber oksidasi. Angka COD

merupakan ukuran bagi

pencemaran air oleh zat-zat

organis yang secara alamiah

dapat dioksidasikan melalui

proses mokrobiologis, dan

mengakibatkan berkurangnya

oksigen terlarut di dalam air.

Oksigen terlarut adalah

banyaknya oksigen yang

terkandung di dalam air dan

diukur dalam satuan ppm.

Oksigen yang terlarut ini

dipergunakan sebagai tanda

derajat pengotor air baku.

Semakin besar oksigen yang

terlarut, maka menunjukkan

derajat pengotoran yang

relatif kecil. Rendahnya nilai

oksigen terlarut berarti beban

pencemaran meningkat

sehingga koagulan yang

bekerja untuk mengendapkan

koloida harus bereaksi dahulu

dengan polutan-polutan

dalam air menyebabkan

konsumsi oksigen bertambah

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1375

(Admin, 2008). COD

menggambarkan jumlah total

oksigen yang dibutuhkan

untuk mengoksidasi bahan

organik secara kimiawi, baik

yang dapat didegradasi secara

biologis maupun yang sukar

didegradasi secara biologis

menjadi CO2 dan H2O,

sedangkan BOD hanya

menggambarkan bahan

organik yang dapat

didekomposisi secara

biologis.

Gambar 2.2 Alat Penyaringan Air Sederhana

Sumber: Suriawira (2005)

Metodologi Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian mengenai

teknologi penyaringan air

sederhana dalam mengolah

air telah banyak dilakukan,

biasanya teknologi ini

digunakan untuk pengolahan

air bersih. Oleh sebab itu,

pada penelitian ini peneliti

mencoba untuk membahas

sejauh mana efektifitas

penyaringan air sederhana

dalam menurunkan

konsentrasi Chemical

Oxygen Demand (COD) air

sumur gali di Lingkungan

Kekalik Indah Kecamatan

Sekarbela.

Sesuai dengan judul

dari penelitian ini yaitu

Kemampuan Sistem

Penyaringan Air Sederhana

Dalam Menurunkan Nilai

Bak penampungan

Alat Penyaringan

Hasil

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1376

COD Pada Air Sumur Gali di

lingkungan Kekalik Indah

Kecamatan Sekarbela

Penelitian ini termasuk

dalam penelitian eksperimen

yang dilaksanakan dalam

skala laboratorium dan dalam

batasan waktu tertentu.

Analisis Data

Untuk menentukan

konsentrasi COD dalam

sampel dapat dihitung

dengan rumus Sebagai

berikut:

COD (mg

O2/L) =

sampelml

xNxba 8000)(

Dimana :

a = mL FAS

yang digunakan

untuk titrasi

blanko

b = mL FAS

yang digunakan

untuk titrasi

sampel

N = Normalitas

FAS

Hasil Penelitian dan

Pembahasan

Konsentrasi awal Chemical

Oxygen Demand (COD) pada air

sumur

Data rata-rata

konsentrasi COD pada

air sumur sebelum

proses penyaringan

tertera pada tabel 4.1.

Perhitungan secara

terperinci pada lampiran

3.

Tabel 4.1 Hasil pengujian awal konsentrasi COD sebelum proses

penyaringan

Ulangan FAS (mL) (b) Kadar COD

(mg/L)

Rerata (mg/L)

(C0)

1 4,20 13,49 16,48

2 4,15 19,48

Dari Tabel 4.1

diperoleh rata-rata

konsentrasi COD dalam dua

kali pengulangan sebesar

16,48 mg/L. Kadar rata-rata

COD tersebut telah melebihi

ambang baku mutu air bersih

berdasarkan PP No 82 Tahun

2001 tentang Pengelolaan

Kualitas air dan

Pengendalian pencemaran

Air sebesar 10 mg/L, maka

air sumur tersebut perlu

diperlakukan dengan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1377

menggunakan penyaringan

air sederhana untuk

mendapatkan air yang sesuai

mutu air bersih.

Proses Penyaringan Air

Pada proses

penyaringan, sampel

dimasukkan pada bak

penampungan sebanyak 2 L

selanjutnya dialirkan menuju

pipa penyaringan dan hasil

penyaringan ditampung.

Dapat dilihat secara visual

(fisik), dimana pada hasil

penyaringan air yang semula

berwarna keruh setelah

dilewatkan melalui

Penyaringan Air Sederhana

air berwarna bening.

Konsentrasi Chemical

Oxygen Demand (COD)

setelah penyaringan

Pada penilitian ini

menggunakan enam variasi

yang berbeda tiap variasi

dilakukan dengan dua kali

pengulangan dan diperoleh

data rata-rata COD setelah

penyaringan pada Tabel 4.2.

perhitungan secara lengkap

pada lampiran 3.

Tabel 4.2 Konsentrasi COD sesudah melalui Penyaringan Air

Sederhana.

Variasi Komposisi

Media penyaringan

kerikil : Arang : pasir

FAS (mL) Kadar COD

(mg/L)

Rerata COD

(mg/L)

Efektifitas

(%)

3 : 1 : 1 U1 4,20 13,49

11,99 11,12 U2 4,30 10,49

2 : 1 : 2 U1 4,25 11,99

11,24 16,68 U2 4,30 10,49

1 : 1 : 3 U1 4,30 10,49

10,49 22,24 U2 4,30 10,49

2 : 2 : 1 U1 4,45 5,99

9,74 27,80 U2 4,25 11,99

1 : 2 : 2 U1 4,40 7,50

7,50 44,40 U2 4,40 7,50

1 : 3 : 1 U1 4,40 7,50

5,99 55,60 U2 4,50 4,49

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1378

Keterangan :

U1 = Ulangan ke-1

U2 = Ulangan ke-2

Dari Tabel 4.2 dilihat

bahwa variasi komposisi media

penyaringan berpengaruh

terhadap penurunan kadar COD

dan variasi yang paling efektif

dalam menurunkan kadar COD

yaitu pada komposisi pasir,

arang dan kerikil dengan

perbandingan 1:3:1 dimana

efektifitas penurunan kadar

COD sebesar 55,60%. Pada

variasi ini komposisi arang

paling banyak dibandingkan

komposisi media yang lainnya.

Uji Statistik

Hasil uji statistik

dilakukan untuk mengetahui

apakah terjadi perbedaan yang

signifikan dalam penurunan

konsentrasi COD untuk setiap

variasi unit pengolahan yang

memiliki ketebalan media yang

berbeda. Uji statistik yang

digunakan adalah dengan

menggunakan Anava dengan

metode satu jalur.

Tabel 4.3 Penentuan Analisis Of Varian (ANAVA) Penyaringan Air

Sederhana Berbagai Variasi

Variasi

kerikil : Arang : pasir

Kadar

COD

(mg/L)

Xij2 T T2

Sebelum

penyaringan

U1 22,48 505,35 41,96 1760,64

U2 19,48 379,47

3 : 1 : 1 U1 13,49 181,98

23,98 575.04 U2 10,49 110,04

2 : 1 : 2 U1 11,99 143,76

22,48 505.35 U2 10,49 110,04

1 : 1 : 3 U1 10,49 110,04

20,98 404.16 U2 10,49 110,04

2 : 2 : 1 U1 5,99 35,88

17,98 323.28 U2 11,99 143,76

1 : 2 : 2 U1 7,50 56,25

15,0 225 U2 7,50 56,25

1 : 3 : 1 U1 7,50 56,25

11,99 143.76 U2 4,49 20,16

Jumlah ( ∑ ) 2019,27 154,37 3937,23

Penyusunan hipotesis

Ha = Terdapat perbedaan yang

signifikan antara variasi

komposisi media Penyaringan

Air Sederhana dalam

menurunkan konsentrasi COD

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1379

pada air sumur gali.

Ho = Tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara variasi

komposisi media Penyaringan

Air Sederhana dalam

menurunkan konsentrasi COD

pada air sumur gali.

Ha = A1 ≠ A2 ≠ A3 ≠ A4 ≠ A5 ≠ A6

Ho = A1 = A2 = A3 = A4 = A5 = A6

Dimana A = Variasi ketebalan

media Penyaringan Air

Sederhana

Jika : F hitung ≥ F tabel maka

tolak Ho

Tabel 4.4 Sidik Ragam analisis ANAVA

Sumber

variasi Dk SS MS

F

Fhitung 0,05 0,01

Antar

kelompok (b) 6 122,13 20,35

2,22 3,87 7,19 Dalam

kelompok (w) 7 64,11 9,16

Total 13 186,24

Nilai statistik F tabel adalah

F(1-0,05);(6,7) = 3,87 (dari

tabel distribusi F)

Nilai statistik F tabel adalah

F(1-0,01);(6,7) = 7,19 (dari

tabel distribusi F)

Terlihat dari tabel

ANAVA bahwa nilai F hitung

= 2,22 F hitung ≤ F tabel 3,87,

sehingga dapat disimpulkan

bahwa Ho diterima, yang

artinya perbedaan variasi

media pada Penyaringan Air

sederhana tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan

konsentrasi Chemical Oxygen

Demand (COD).

Penentuan Kapasitas

Penyaringan

Pada pengujian ini,

variasi 1:3:1 diuji dengan

pengulangan penambahan

volume tiap 2 L sampel

hingga memperoleh kapasitas

penyaringan sampai

konsentrasi COD kembali

pada konsentrasi awal. Hasil

penentuan volume optimum

pada variasi 1:3:1 dapat

dilihat pada Tabel 4.3

dibawah ini. Perhitungan

secara terperinci dapat dilihat

pada Lampiran 5.

Tabel 4.5 Penentuan kapasitas penyaringan pada variasi 1:3:1

Penambahan

sampel 2 L ke-

FAS (mL)

(b)

COD

(mg/L)

Rerata

(mg/L)

Efektifitas

(%)

0 U1 3,90 22,48 20,98 0

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1380

(Sebelum

Penyaringan) U2 4,0 19,48

1 U1 4,50 4,49

5,24 75,02 U2 4,45 5,99

2 U1 4,50 4,49

5,99 71,44 U2 4,40 7,50

3 U1 4,40 7,50

7,50 64,25 U2 4,40 7,50

4 U1 4,20 13,49

14,24 32,12 U2 4,15 14,99

5 U1 4,20 13,49

15,47 26,26 U2 4,05 17,99

6 U1 4,0 19,48

19,48 7,15 U2 4,0 19,48

7 U1 3,9 22,48

20,98 0 U2 4,0 19,48

Keterangan :

U1 = Ulangan ke-1

U2 = Ulangan ke-2

Dari tabel tersebut

dapat dilihat bahwa

penggunaan Penyaringan

Air Sederhana dapat

digunakan sebanyak 6 kali

penambahan 2 L sampel

atau sebanyak 12 L.

Simpulan

Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan,

maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan yang

didasarkan pada tujuan

penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Berdasarkan hasil

penelitian bahwa

penyaringan air sederhana

dapat menurunkan

konsentrasi COD pada air

sumur gali di Lingkungan

kekalik Indah Kelurahan

Kekalik Jaya.

2. Variasi komposisi media

pasir, arang dan kerikil

yang optimal dalam

menurunkan konsentrasi

COD yaitu variasi 1:3:1

yang menunjukkan

effisiensi penurunan

konsentrasi COD paling

efektif sebesar 55,60% jika

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1381

dibandingkan dengan

variasi media yang lainnya.

3. Kapasitas penyaringan

pada variasi komposisi

media pasir, arang dan

kerikil dengan

perbandingan 1:3:1 mampu

menurunkan kadar COD

sesuai ambang batas yang

diperbolehkan sebanyak 6

L air.

Daftar Pustaka

Admin. 2008. BOD Dan COD.

[online].

http://smk3ae.wordpress.co

m/2008/07/15/bod-dan-

cod/ - 39k. (diakses tanggal

10 Februari 2009).

Alaerts A. 1984. Metode Penelitian

Air. Surabaya: Usaha

Nasional.

Anonim . Arang. [online].

http://

.id.wikipedia.org/wiki/Ara

ng. [pdf] (diakses tanggal

04 April 2009).

Anonim . Arang Batok Kelapa.

[online]. http://

indonetwork.co.id/all/Agra

ris/Arang_Batok_Kelapa/0.

html (diakses tanggal 04

April 2009).

Anonim . Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor :

416/MEN.KES/PER/IX/199

0 Tentang Syarat-syarat

Dan Pengawasan Kualitas

Air, [pdf],

web.ipb.ac.id/~tml_atsp/tes

t/PerMenKes%20416_90.p

df. (diakses tanggal 10

Februari 2009)

Anonim . Pencemaran Air.

[online].

digilib.itb.ac.id/gdl.php?mo

d=browse&op=read&id=ji

ptumm-gdl-heritage-2003-

drsludwalu-675&q=Jalan -

14k. (diakses tanggal 16

Februari 2009).

Anonim . Peraturan

Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 tentang

pengelolaan kualitas air

dan pengendalian

pencemaran air. [pdf].

http//www.menlh.go.id/i/art

/pdf_1076022471.pdf

(diakses tanggal 04 April

2009).

Anonim. 2008. Fungsi dan kegunaan

arang batok kelapa. [online].

www.lintasberita.com/Sain

s/Fungsi_dan_kegunaan_ar

ang_batok_kelapa (diakses

tanggal 11 April 2009)

Arikunto. S. 1993. Metodelogi

Penelitian. Jakarta: Rineka

Cipta.

Efendi Hanif. 2003. Telaah kualitas

Air. Yogyakarta: Kanisius.

Furchan. A. 2004. Pengantar

Penelitian dalam

Pendidikan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Kusnaedi. 2006. Mengolah Air

Gambut dan AirKotor

untuk Air Minum. Jakarta:

Swadaya.

Margono. S. 2000. Metode

Penelitian Pendidikan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1382

Jakarta: Rineka Cipta.

Riduwan. 2003. Dasar-Dasar

Statistik. Bandung: PT

Alfabeta Bandung.

Sugiharto. 1992. Dasar-Dasar

Pengolahan Air limbah.

Jakarta: Universitas

Indonesia Press.

Sugiyono. 2007. Statistik Untuk

Penelitian. Bandung: PT

Alfabeta Bandung.

Sukawati Tri Anna. 2008.

Penurunan Konsentrasi

Chemical Oxygen Demand

(COD) Pada Air Limbah

Laundry Dengan

Menggunakan Reaktor

Biosand Filter Diikuti

Dengan Reaktor Activated

Carbon, Tugas

Akhir,Jurusan Teknik

Lingkungan,UII,Yogyakart

a [pdf].

rac.uii.ac.id/server/docume

nt/Public/20080801111753

Anna.pdf (diakses tanggal

10 Februari 2009).

Suriawiria Unus. 2005. Air dalam

Kehidupan dan

Lingkungan yang Sehat.

Bandung: PT. Alumni.

Surososipil. 2008. Air Sumber

Kehidupan. [pdf],

http://surososipil.files.word

press.com/2008/08/bab1-

agung.pdf, (diakses tanggal

10 Februari 2009).

Sutrisno. 1987. Teknologi

Penyediaan Air bersih.

Jakarta: Rineka Cipta.

Suyasa I W. Budiarsa. 2007.

Kemampuan Sistem

Saringan Pasir- Tanaman

Menurunkan Nilai BOD

Dan COD Air Tercemar

Limbah Pencelupan.

Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Udayana [pdf].

journal.unud.ac.id/?module

...idf=10&idj (diakses

tanggal 16 Februari 2009).

Trisnawulan. Dkk. 2007. Analisis

Kualitas Air Sumur Gali.

[pdf].

http://semarang.go.id/kelau

tan/index2.php?option=co

m_content&do_pdf=1&id=

46. (diakses tanggal 10

Februari 2009)

Zarkasi Imam. 2009. Analisis Kadar

Chemical Oxygen Demand

(COD) Pada Air Sumur di

Kelurahan Kekalik Jaya

Kecamatan Sekarbela Kota

Mataram. Skripsi.

Mataram: IKIP Mataram.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1383

BIOLOGI KELAS YANG MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN TEAM GAMES

TOURNAMENT (TGT) DENGAN MENGGUNAKAN HANDOUT

PADA SISWA KELAS VII SMPN 10 PEKANBARU

Nurzilawati Anggraini, Sri Amnah, Desti

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Islam Riau

Email: [email protected]

ABSTRACT

This study aims to determine the comparison between biology student learning outcomes

classes that applying the learning model Student Achievement Division Teams (STAD)

compared with Team Games Tournament (TGT) using Handout on Student in class VII

SMP 10 Pekanbaru. The samples of this research were two classes of research,

experimental class X1 and X2. The population of this research are students of class VII

SMP 10 Pekanbaru consist of 4 classes with the total number of students are 135 students.

Class collection of samples is done by selecting the average value of the class that does not

differ greatly on the value of the pre-test, and test the homogeneity of these two classes.

Then classes were randomly selected to determine the experimental class X1 and X2

experiments were selected as experimental class VII5 class X1 and X2 VII9 as a class

experiment. Based on the t-analysis, its known that t= 22,38> table = 2.00 with dk (66) at

the level of α = 0.05, then Ho is rejected and H1 was accepted. Based on the descriptive

analysis of the results obtained by the average post-test

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR study student experiment class X1

Student Teams Achievement Division (VII5) = 82,41 and the experimental class X2 Team

Games Tournament (VII9) = 88,7. Based on the results of the research showed that the

difference between the Biology of Learning Outcomes Applying Classroom Learning

Student Teams Achievement Division (STAD) Compared by Team Games Tournament

(TGT) Using Handout in Class VII SMP 10 Pekanbaru Riau.

Keywords: Student Teams Achievement Division, Team Games Tournament, Handout,

Biology Learning Outcomes.

PENDAHULUAN

Pembelajaran adalah suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mancapai tujuan

pembelajaran (Hamalik, 2011:57). Menurut

Sardiman (2011: 21) belajar merupakan

usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan

yang merupakan sebagian kegiatan menuju

terbentuknya kepribadian seutuhnya.

Belajar adalah salah satu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2).

Salah satu penerapan pembelajaran

yang diharapkan dapat mendukung

suksesnya proses kegiatan belajar mengajar

dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa

adalah pembelajaran kooperatif. Menurut

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1384

Sanjaya (2006:242), pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran

dengan menggunakan model

pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara

empat sampai enam orang yang

mempunyai latar belakang kemampuan

akademik, jenis kelamin, ras, atau suku

yang berbeda (heterogen).

Di antara model-model pembelajaran

kooperatif yang sangat bervariasi, model

pembelajaran kooperatif Student Teams

Achievement Division (STAD) dan

pembelajaran kooperatif Team Games

Tournament (TGT) adalah salah satu

altenatif yang dapat diterapkan untuk

mengatasi masalah di atas. Model

pembelajaran Student Teams Achievement

Division (STAD) merupakan metode

pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana yang terdiri dari 4-5 orang dalam

satu kelompok/tim (Slavin, 2005:143).

Team Games Tournament (TGT)

merupakan metode pembelajaran

kooperatif yang terdiri dari 4-5 orang dalam

saru kelompok menggunakan turnamen

akademik, menggunakan kuis-kuis dan

sistem skor kemajuan individu, dimana

para siswa berlomba sebagai wakil tim

mereka dengan anggota tim lain yang

kinerja akademik sebelumnya setara

dengan mereka (Slavin, 2005: 163-165).

Berdasarkan observasi dan hasil

wawancara yang telah dilaksanakan,

diperoleh informasi bahwa terdapat

beberapa permasalahan dalam

pembelajaran biologi yang menyebabkan

tidak optimalnya pencapaian hasil belajar

siswa, diantaranya yaitu: kurangnya sarana

dan prasarana yang dapat mendukung

proses belajar mengajar di sekolah;

sebagian besar siswa tidak memperhatikan

guru pada saat proses belajar mengajar;

kurangnya kemampuan peserta didik dalam

menguasai materi pembelajaran, sehingga

persentase siswa yang belum mencapai

KKM masih besar.

Penelitian mengenai perbandingan

penerapan model pembelajaran kooperatif

Student Teams Achievement Division

(STAD) dan Model Pembelajaran Team

Games Tournament (TGT) belum pernah

dilakukan di SMPN 10 Pekanbaru.

Diharapkan dengan penerapan model

pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil

belajar biologi siswa. Oleh karena itu,

penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang perbandingan hasil belajar biologi

antara kelas yang menerapkan model

pembelajaran kooperatif Student Teams

Achievement Division (STAD) dengan

Team Games Tournament (TGT) berbantu

hand out pada Siswa Kelas VII SMPN 10

Pekanbaru.

METODE PENELITIAN

Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas VII SMPN 10

Pekanbaru. Subjek penelitian yang terdiri

dari 4 kelas dengan jumlah siswa 135

orang.

Pengambilan sampel pada penelitian

ini terdiri dua kelas, yaitu kelas eksperimen

satu dan kelas eksperimen dua.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak,

sebab seluruh kelas bersifat homogen dan

akademiknya setara. Berdasarkan

pengambilan sampel secara acak, maka

kelas eksperimen satu adalah kelas VII5

yang menerapkan metode pembelajaran

Kooperatif Student Team Achivement

Division (STAD) dengan jumlah siswa 33

orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 21

perempuan. Kelas eksperimen dua adalah

kelas VII8 yang menerapkan metode

pembelajaran Teams Games Tournament

(TGT) dengan jumlah siswa 33 yang terdiri

dari 14 laki-laki dan 19 perempuan.

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimen

yang membandingkan dua kelas sasaran

penelitian. Siswa dibagi menjadi dua

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1385

kelompok. Kelompok pertama sebagai

kelompok eksperimen 1 yaitu, kelompok

yang diajarkan dengan model Pembelajaran

STAD, sedangkan kelompok kedua

eksperimen 2 yaitu, kelompok yang

diajarkan dengan model Pembelajaran

TGT.

Instrumen pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan dua cara,

yaitu: penilaian pengetahuan pemahaman

konsep (PPK) dan penilaian kinerja ilmiah

(KI).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Nilai Pre-Test

Data pre-test siswa kelas VII5 dan VII9

SMPN 10 Pekanbaru Tahun Pelajaran

2014/2015 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Data Pre-test

Kelas N 1

12 ( 1)2

X1 33 2649 80.27 211676 7017201

X2 35 2814 80,4 228960 7918596

Berdasarkan hasil pengujian dengan

menggunakan uji kesamaan dua varians,

maka diperoleh nilai Fhitung =-0,10 dengan

nilai Ftabel =2,00 untuk tarif sigifikan 5% (df

=0,05). Berdasarkan uji kesamaan dua

varians tersebut maka diperoleh Fhitung <

Ftabel. Maka kedua kelas dikatakan

mempunyai varians yang sama/homogen.

Berdasarkan hasil analisis dengan uji

dua pihak dengan jumlah kelas VII5 dan

kelas VII9, maka diperoleh nilai thitung= -

0,10 dengan nilai ttabel = 2,00 untuk tarif

signifikan 5%. Oleh karena itu terlihat

bahwa thitung < ttabel. Dengan demikian kedua

kelas tersebut yaitu kelas VII5 dan kelas

VII9 berada dalam keadaan homogen.

Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut

dapat disimpulkan bahwa kedua kelas

tersebut mempunyai kemampuan yang

sama (homogen).

2. Analisis Inferensial Nilai Post-Test

Hasil analisis data nilai Post-Test kelas

eksperimen X1 dan kelas eksperimen X2

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Data Post-test

Kelas N 1 12 ( 1)2

X1 33 2719,7

82,4

1

226403,

59

7396768,0

9

X2 35 3104,5 88,7

276614,

67

9023415,2

1

Berdasarkan hasil analisis

menggunakan uji kesamaan dua varians,

maka diperoleh nilai Fhitung =1,98 dengan

nilai Ftabel =1,82 untuk tarif sigifikan 5% (df

=0,05), maka diperoleh Fhitung > Ftabel yang

berarti kedua varians dalam keadaan

heterogen, kemudian dilanjutkan uji t maka

diperoleh nila thitung = 22,38 dengan nilai

ttabel = 2,00 untuk tarif signifikan 5%.

Kedua sampel dikatakan heterogen maka

hipotesis diterima. Hal ini berarti terdapat

perbedaan hasil belajar biologi antara kelas

yang menerapkan model pembelajaran

kooperatif Student Teams Achievement

Division (STAD) dengan Team Games

Tournament (TGT) dengan menggunakan

hand out pada siswa kelas VII SMPN 10

Pekanbaru Tahun Pelajaran 2014/2015.

3. Perbandingan Hasil Analisis Nilai

Pre-Test, dan Post-Test

Hasil analisis nilai pre-test kelas

eksperimen X1 (STAD) dan kelas

eksperimen X2 (TGT) berada dalam

keadaan homogen yang berarti kemampuan

belajar kedua kelas sama dengan nilai rata-

rata kelas eksperimen X1 (STAD) yaitu

80.27, sedangkan kelas eksperimen X2

(TGT) yaitu 80,4. Hasil analisis post-test

siswa kelas eksperimen X1 (STAD) dan

kelas eksperimen X2 (TGT) menunjukkan

adanya perbedaan hasil belajar yang

signifikan dari nilai rata-rata kelas

eksperimen X1 (STAD) yaitu 82,41 dan

kelas eksperimen X2 (TGT) yaitu 88,7

dengan selisih 6,26%.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1386

80.27 82.4180.488.7

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

pre-test post-test

Eksperimen 1 (STAD) Eksperimen 2 (TGT)

Perbandingan rata-rata hasil belajar

siswa kelas eksperimen X1 (STAD) dan

kelas eksperimen X2 (TGT) berdasarkan

nilai pre-test dan post-test dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan rata-rata hasil belajar

biologi siswa antara kelas eksperimen X1

(STAD) dan kelas eksperimen X2 (TGT)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilaksanakan, terdapat perbedaan

hasil belajar biologi IPA antara kelas yang

menerapkan eksperimen X1 (VII5) yang

menerapkan pembelajaran kooperatif

Student Teams Achievement Division

(STAD) dengan kelas eksperimen X2 (VII9) yang menerapkan pembelajaran

kooperatif Team Games Tournament

(TGT) dengan menggunakan hand out pada

materi ekosistem pada siswa kelas VII

SMPN 10 Pekanbaru.

Hasil belajar siswa setelah dilakukan

penerapan model Team Games

Tournament (TGT) mengalami peningkatan

sebesar 5,42%, sedangkan pada kelas yang

menerapkan pembelajaran model Student

Teams Achievement Division (STAD),

peningkatan hasil belajar biologi siswa

sebesar 1,29%. Hasil belajar biologi pada

kelas yang menerapkan pembelajaran

kooperatif Team Games Tournament

(TGT) lebih tinggi dari pada kelas yang

menerapkan pembelajaran kooperatif

Student Teams Achievement Division

(STAD).

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka penulis

menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

kepada guru-guru terutama guru IPA agar

dapat menggunakan model pembelajaran

tipe Team Games Tournament (TGT)

dengan menggunakan handout sebagai

salah satu alternatif untuk meningkatkan

hasil belajar siswa. Selain itu, diharapkan

untuk penelitian selanjutnya, dapat

dikembangkan lagi dengan menguji model

pembelajaran yang belum dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Ar Syad. 2011. Media

Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers

Binartiningsih. 2011. Standar Isi SMA/MA

dan SMP/MTs Telaah Kurikulum.

Universitas Islam Riau: Pekanbaru

Chairil. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu

Pendekatan Praktek). Jakarta:

Rineka Cipta

Depdiknas. 2006. Panduan Penyusun

Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: BSNP

Danim, Sudarwan & khairil. 2010. Profesi

Kependidikan. Alfabeta: Bandung

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan

Pembelajaran. PT. Rineka Cipta:

Jakarta.

Hamalik. 2006. Proses Belajar

Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1387

Hamalik, O. 2011. Kurikulum dan

Pembelajaran. PT Bumi Aksara:

Jakarta

Haerullah, Ade. 2013. Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif STAD

Untuk Meningkatkan Aktivitas

dan Hasil Belajar Biologi Siswa

Kelas VII Mts Negeri Kota

Ternate. Jurnal Bionature,

Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP,

Universitas Khairun Ternate.

Volume 14, (Nomor 2, Oktober

2013). Hlm.105-111

Ibrahim, M. Dkk., 2000. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: Universitas

Negeri Surabaya

Kunandar. 2011. Guru Profesional.

Rajawali Pers. Jakarta

Lisnawati. 2014. Perbedaan Hasil

Belajar Biologi Antara Siswa

Kelas yang Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Student Teams Achievement

Division (STAD) Dan Team

Games Tournament (TGT) Pada

Siswa Kelas XI MAN Bekasi

Tahun Pelajaran 2013/2014.

Jurnal Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Majid, A. 2011. Perencanaan

Pembelajaran. Remaja

Rosadakarya: Bandung

Riyanto. 2010. Pengelolaan dan

Analisis Data Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika

Rusman. 2010. Model-Model

Pembelajaran. Rajawali pers.

Jakarta

Sanjaya, W. 2010. Strategi

Pembelajaran Berorientasi

Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. 2013. Penelitian

Pendidikan: Jenis, Metode dan

Prosedur. Kencana: Jakarta.

Sanjaya, W. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group: Jakarta

Saputra, A. 2010. Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team Games Tournament (TGT)

Terhadap Hasil Belajar Biologi

Siswa Kelas XI IPA SMA YLPI

Pekanbaru Tahun Ajaran

2009/2010. Skripsi Program

Biologi Fkip-UIR. Pekanbaru

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi

Belajar Mengajar. PT

RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Sartika, Y. 2011. Penerapan

Pembelajaran Kooperatif Tipe

TGT (Team Games Tournament)

Dengan Menggunakan Handout

Terhadap Hasil Belajar Biologi

Siswa Kelas XI IPA2 SMAN

Tempuling Kabupaten Indra Giri

Hilir Tahun Pelajaran 2010/2011.

Skripsi Program Studi Pendidikan

Biologi-FKIP-UIR. Pekanbaru

Setyabudi, Immanuel D. 2011.

Eksperimentasi Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Student Teams Achievement

Division (STAD) dan Team

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1388

Games Tournament (TGT) pada

Pokok Bahasan Persamaan dan

Pertidaksamaan Kuadrat Ditinjau

Dari Kemampuan Awal Siswa

SMA di Surakarta Tahun

Pelajaran 2010/2011. Tesis.

Universitas sebelas maret.

Surakarta

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-

faktor yang Mempengaruhinya.

PT. Renika Surapranata Cipta:

Jakarta.

Slavin, Robert E. 2011, Cooperative

Learning. Bandung: Nusa Media

Sudjana, A. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi

Pembelajaran: Teori & Aplikasi.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi

Pendidikan dengan Pendekatan

Baru. Remaja Rosdakarya:

Bandung

Trianto. 2007. Model-model

Pembelajaran Inovatif

Berorientasi Konstruktivitik.

Jakarta. Prestasi pustakakarya

Trianto. 2010. Filsafat Konstruktivisme

dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Pustaka Filsafat

Trianto. 2011. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif, Progresif,

Konsep Landasan dan

Implementasinya pada Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Kencana Prenada Group.

Jakarta.

Widyasari, Andina W. 2012. Komparasi

Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Games

Tournament (TGT) dan Student

Teams Achievement Division (STAD)

Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi

Siswa SMP Negeri 2 Lendah Tahun

Ajaran 2011/2012. Tesis. Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Yogyakarta

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1389

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS KOMPETENSI

MATAKULIAH PERSAMAAN DIFERENSIAL DI PRODI PENDIDIKAN

MATEMATIKA JURUSAN PMIPA FKIP UNIVERSITAS RIAU

Armis, Suhermi, Rahmi Fauziah [email protected]

UNIVERSITAS RIAU

Abstract

The product of this study was teaching materials based competency on

differential equations subject. The problem of this study was “how to develop the

teaching materials based competency on differential equations subject which in

accordance with the applied syllabus at Mathematics Education PMIPA

Department FKIP Riau University. The several steps on developing the teaching

materials were (a) Analyzing the general and specific competency which must be

achieved on differential equations subject, (b) Developing the learning tools on

differential equations subject, (c) Analyzing the topic of teaching materials on

differential equations subject, (d) Analyzing the mathematical reasoning ability and

mathematical connection ability which will be implemented on developing the

teaching materials, (e) Developing the teaching materials based competency which

in accordance with the subject syllabus, (f) Requesting two experts as the validators

of the developed teaching materials, (g) Revising the teaching materials based on

the advice of validators. The result of this study was the teaching materials on

differential equations subject 3 SKS which consisting of five chapters for 16

meetings.

Keywords : Teaching materials based competency, Differential Equation

Abstrak

Produk penelitian ini adalah bahan ajar berbasis kompetensi matakuliah

Persamaan Diferensial. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana mengembangkan bahan ajar berbasis kompetensi pada

matakuliah Persamaan Diferensial yang benar-benar sesuai dengan silabus yang

berlaku di Prodi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau.

Pengembangan bahan ajar tersebut melalui beberapa langkah yaitu (a)

Menganalisis kompetensi umum dan kompetensi khusus yang harus dicapai pada

matakuliah Persamaan Diferensial, (b) Mengembangkan perangkat pembelajaran

matakuliah Persamaan Diferensial, (c) Menganalisis topik-topik materi ajar

matakuliah Persamaan Diferensial, (d) Menganalisis kemampuan penalaran

matematis dan kemampuan koneksi matematis yang akan diterapkan dalam

pengembangan bahan ajar, (e) Mengembangkan bahan ajar berbasis kompetensi

sesuai silabus matakuliah, (f) Meminta dua orang pakar sebagai validator bahan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1390

ajar yang telah dikembangkan, (g) Merevisi bahan ajar sesuai saran dari validator.

Hasil dari penelitian ini berupa bahan ajar Persamaan Diferensial (3 SKS) yang

terdiri atas lima bab untuk 16 pertemuan.

Kata kunci: bahan ajar berbasis kompetensi, Persamaan Diferensial

Pendahuluan

Matematika adalah cabang ilmu

pengetahuan yang keberadaannya

sangat dibutuhkan dalam kehidupan

sehari-hari. Matematika memiliki

beberapa bagian yang saling berkaitan

yaitu aljabar, statistika, geometri,

aritmatika dan analisis, sehingga pada

pelaksanaan pendidikan formal mata

pelajaran matematika disajikan dalam

kurikulum dan diberikan mulai dari

tingkat pendidikan dasar sampai ke

Perguruan Tinggi..

Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pedidikan (FKIP) adalah satu-satunya

Fakultas di Universitas Riau (UR) yang

memiliki program studi Pendidikan

Matematika, yang menghasilkan

lulusan calon guru matematika di

sekolah menengah. Di program studi

Pendidikan Matematika disajikan mata

kuliah dalam satuan kredit semester

(SKS) yang berjumlah 144 sks. Jumlah

tersebut dibagi dalam 5 kelompok

bidang kajian yaitu Matakuliah

Pengembangan Kepribadian (8 SKS),

Matakuliah Prilaku Berkarya (15 SKS),

Matakuliah Keahlian Berkarya (27

SKS), Matakuliah Keilmuan dan

Keterampilan (80 SKS), dan

Matakuliah Berkehidupan

Bermasyarakat (14 SKS).

Sebaran matakuliah dalam

kelompok bidang kajian Matakuliah

Keilmuan dan Keterampilan selanjutnya

disebut MKK (80 SKS) meliputi

matakuliah yang berkaitan dengan

bidang ilmu matematika dibagi lagi

menjadi 5 kelompok bidang ilmu yaitu

analisis, aljabar, geometri, statistika,

dan matematika terapan. Salah satu

matakuliah wajib dalam kelompok

bidang ilmu matematika terapan

adalah “Persamaan Diferensial” yang

merupakan matakuliah lanjutan.

Mahasiswa dapat mengikuti matakuliah

Persamaan Diferensial jika telah

mengikuti matakuliah prasyaratnya

yaitu Kalkulus Diferensial, Kalkulus

Integral, dan Kalkulus Multi Variabel.

Budi Utomo (2009)

mengemukakan bahwa matakuliah

Persamaan Diferensial bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan

mahasiswa memahami berbagai konsep

persamaan diferensial dan selesaiannya

serta menggunakannya untuk

menyelesaikan masalah nyata yang

muncul dalam disiplin ilmu lain. Dalam

kurikulum MIPA LPTK 1991

dinyatakan bahwa matakuliah

Persamaan Diferensial merupakan

cabang dari kelompok matakuliah

matematika terapan yang diberikan

dengan tujuan agar mahasiswa mampu

memecahkan masalah-masalah nyata

seperti masalah benda jatuh, laju-laju

pertumbuhan gerak bebas dan lain-lain

dengan mengubah lebih dulu menjadi

model matematikanya (dalam bentuk

persamaan diferensial) kemudian

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1391

menyelesaikannya (Dirjen Dikti, 1991).

Sejalan dengan hal tersebut dalam

kurikulum program studi Pendidikan

Matematika FKIP UR (2013) dijelaskan

bahwa matakuliah Persamaan

Diferensial memberikan dasar yang

kuat untuk memecahkan model-model

matematika yang muncul pada disiplin

ilmu-ilmu lainnya. Dalam matakuliah

ini dibahas lima topik besar yaitu

aspek-aspek mendasar persamaan

diferensial, persamaan diferensial ordo

satu, persamaan diferensial linier ordo

dua, persamaan diferensial linier ordo

tinggi, dan sistem persamaan diferensial

linier (Prodi P.Mat FKIP UR, 2013)

Sebagai dosen pengampu

matakuliah Persamaan Diferensial,

peneliti menjabarkan ke lima topik di

atas sebagai berikut :

1. Aspek-aspek Mendasar Persamaan

Diferensial, meliputi Pengertian

Persamaan Diferensial, Klasifikasi

Persamaan Diferensial, Pangkat dan

Ordo Persamaan Diferensial,

Selesaian Persamaan Diferensial,

Masalah Nilai Awal, dan Keujudan

Selesaian.

2. Persamaan Diferensial Ordo Satu,

meliputi Persamaan Diferensial

Peubah Terpisah, Persamaan

Diferensial Homogen Ordo Satu,

Persamaan Diferensial

Nonhomogen Ordo Satu, Persamaan

Diferensial Eksak, Persamaan

Diferensial Noneksak, Persamaan

Diferensial Linier Ordo Satu,

Persamaan Diferensial Bernoulli,

dan Reduksi Persamaan Diferensial

Menjadi Persamaan Diferensial

Linier Ordo satu.

3. Persamaan Diferensial Linier Ordo

Dua, meliputi Persamaan

Diferensial Linier Homogen Ordo

Dua dengan Koefisien Fungsi,

Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo Dua dengan

Koefisien Konstanta, Penyelesaian

Persamaan Diferensial Linier

Nonhomogen Ordo Dua dengan

Metode Koefisien Taktentu,

Penyelesaian Persamaan Diferensial

Linier Nonhomogen Ordo Dua

dengan Metode Variasi Parameter,

dan Penggunaan Persamaan

Diferensial Ordo Dua pada Vibrasi

mekanik dan listrik.

4. Persamaan Diferensial Linier Ordo

Tinggi (ordo n, n>2), meliputi

Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo n dengan Koefisien

Konstanta, Persamaan Diferensial

Linier Homogen Ordo n dengan

Koefisien Fungsi Istimewa,

Persamaan Diferensial Linier

Nonhomogen Ordo n dengan

Koefisien Konstanta, dan

Persamaan Diferensial Linier

Nonhomogen Ordo n dengan

Koefisien Fungsi Istimewa.

5. Sistem Persamaan Diferensial

Linier, meliputi Sistem Persamaan

Aljabar (bebas linier, nilai eigen,

vektor eigen), Teori Dasar Sistem

Persamaan Diferensial Linier Ordo

Satu, dan Sistem Persamaan

Diferensial Linier Ordo Satu dengan

Koefisien Konstanta.

Untuk menguasai ke lima topik

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1392

di atas, diperlukan kompetensi utama

berupa kemampuan penalaran

matematis, dan kemampuan koneksi

matematis. Sumarmo (2010)

menyatakan secara garis besar

penalaran dapat digolongkan dalam dua

jenis yaitu penalaran induktif dan

penalaran deduktif. Penalaran induktif

diartikan sebagai penarikan kesimpulan

yang bersifat umum atau khusus

berdasarkan data yang teramati. Nilai

kebenaran dalam penalaran induktif

dapat bersifat benar atau salah.

Penalaran deduktif adalah penarikan

kesimpulan berdasarkan aturan yang

disepakati. Nilai kebenaran dalam

penalaran deduktif bersifat mutlak

benar atau salah dan tidak bisa

sekaligus keduanya. Dalam NCTM

Standards (2000) dijelaskan bahwa

pembelajaran matematika harus

diarahkan pada pengembangan

kemampuan berpikir (1)

memperhatikan serta menggunakan

koneksi matematis antar berbagai ide

matematis, (2) memahami bagaimana

ide-ide matematis saling terkait satu

dengan yang lainnya sehingga

terbangun pemahaman yang

menyeluruh, dan (3) memperhatikan

serta menggunakan matematika dalam

konteks di luar matematika.

Mengacu pada isi matakuliah di

atas, dan pengalaman peneliti selama

mengampu matakuliah Persamaan

Diferensial, pada umumnya mahasiswa

mengalami kesulitan dalam menentukan

selesaian persamaan diferensial

terutama memilih metode yang tepat

untuk menyelesaikan persamaan

diferensial sesuai jenis dan bentuknya.

Hal ini disebabkan masih kurangnya

literatur yang berbahasa Indoesia dan

belum adanya bahan ajar berbasis

kompetensi yang benar-benar sesuai

dengan silabus matakuliah Persamaan

Diferensial yang berlaku di Program

Studi Pendidikan Matematika FKIP

UR. Dampak dari permasalahan

tersebut adalah hasil belajar mahasiswa

kurang memuaskan. Dari 69 orang

mahasiswa (dua kelas) yang mengikuti

matakuliah Persamaan Diferensial pada

semester genap 2014/2015 memperoleh

hasil belajar A dan A- (31,9 %), B+, B,

B- ( 21,7 %), C+, C (34,8 %), D dan E

(11,6 %). Berdasarkan fakta tersebut

maka melalui penelitian ini peneliti

mengembangkan bahan ajar berbasis

kompetensi matakuliah Persamaan

Diferensial guna membantu mahasiswa

untuk menguasai materi perkuliahan

Persamaan Diferensial. Berdasarkan

uraian tersebut maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana mengembangkan bahan

ajar berbasis kompetensi matakuliah

Persamaan Diferensial yang benar-

benar sesuai dengan silabus yang

berlaku di Prodi Pendidikan

Matematika Jurusan PMIPA FKIP

Universitas Riau. Hasil penelitian ini

berupa seperangkat bahan ajar berbasis

kompetensi matakuliah Persamaan

Diferensial yang bermanfaat untuk

membantu mahasiswa dalam

perkuliahan Persamaan Diferensial.

Tinjauan Pustaka

1. Bahan Ajar Berbasis Kompetensi

Kompetensi yang dibicarakan dalam

pengembangan bahan ajar matakuliah

Persamaan Diferensial dalam penelitian

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1393

ini meliputi kemampuan penalaran

matematis, dan kemampuan koneksi

matematis.

a. Kemampuan Penalaran

Matematis Menurut Keraf (Sukirwan,

2008: 32) istilah penalaran merupakan

proses berpikir yang berusaha

menghubung-hubungkan fakta-fakta

atau evidensi-evidensi yang diketahui

menuju suatu kesimpulan. Tim PPPG

matematika (2005) menyatakan bahwa

penalaran adalah suatu proses atau

aktivitas berpikir untuk menarik

kesimpulan atau membuat pernyataan

baru yang benar berdasarkan pada

pernyataan yang telah dibuktikan

(diasumsikan) kebenarannya.

Sumarmo (2010) menyatakan

bahwa secara garis besar penalaran

dapat digolongkan dalam dua jenis

yaitu penalaran induktif dan penalaran

deduktif. Penalaran induktif diartikan

sebagai penarikan kesimpulan yang

bersifat umum atau khusus berdasarkan

data yang teramati. Nilai kebenaran

dalam penalaran induktif dapat bersifat

benar atau salah.Beberapa kegiatan

yang tergolong pada penlaran induktif

di antaranya adalah (1)Transduktif:

menarik kesimpulan dari satu kasus

atau sifat khusus yang satu diterapkan

pada kasus khusus yang lainnya. (1)

Analogi: penarikan kesimpulan

berdasarkan keserupaan data atau

proses, (3) Generalisasi: penarikan

kesimpulan umum berdasarkan

sejumlah data yang teramati, (4)

Menggunakan pola hubungan untuk

menganalisis situasi, dan menyusun

konjektur, (5) Memperkirakan jawaban,

solusi, kecenderungan, interpolasi dan

ekstrapolasi, dan (6) Memberi

penjelasan terhadap model, fakta, sifat,

hubungan, atau pola yang ada.

Penalaran deduktif adalah penarikan

kesimpulan berdasarkan aturan yang

disepakati. Nilai kebenaran dalam

penalaran deduktif bersifat mutlak

benar atau salah dan tidak bisa

sekaligus keduanya. Beberapa kegiatan

yang tergolong pada penalaran deduktif

diantaranya adalah (1) Melaksanakan

perhitungan berdasarkan aturan atau

rumus tertentu, (2) Menarik

kesimpulan logis berdasarkan aturan

inferensi, memeriksa validitas argumen,

membuktikan, dan menyusun argumen

yang valid, dan (3) Menyusun

pembuktian langsung, pembuktian tak

langsung dan pembuktian dengan

induksi matematika.

Berdasarkan uraian di atas,

maka kemampuan penalaran yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah

penalaran induktif (transduktif dan

menggunakan pola hubungan untuk

menganalisis situasi, dan menyusun

konjektur) dan penalaran deduktif

(menarik kesimpulan logis berdasarkan

aturan inferensi).

b. Kemampuan Koneksi Matematis

Koneksi dapat diartikan sebagai

keterkaitan. Koneksi dalam hal ini

diartikan sebagai keterkaitan antara

konsep matematika secara internal yang

berhubungan dengan matematika itu

sendiri atau keterkaitan secara eksternal

matematika dengan bidang studi lain

maupun dengan kehidupan sehari-hari.

Menurut Croxford (1995: 3-4)

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1394

kemampuan siswa dalam koneksi

matematis meliputi (1) mengkoneksikan

pengetahuan konseptual dan prosedural;

(2) menggunakan matematika pada

topik lain (other curriculum areas); (3)

menggunakan matematika dalam

aktivitas kehidupan; (4) melihat

matematika sebagai satu kesatuan yang

terintegrasi; (5) menerapkan

kemampuan berpikir matematis dan

membuat model untuk menyelesaikan

masalah dalam pelajaran lain, seperti

musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis;

(6) menggunakan dan menghargai

koneksi di antara topik-topik dalam

matematika; dan (7) mengenal berbagai

representasi untuk konsep yang sama.

Croxford (1995: 7) juga mengatakan

bahwa aspek proses matematika dari

koneksi matematika meliputi: (1)

representasi, (2) aplikasi, (3)

pemecahan masalah (problem solving),

dan (4) penalaran. Selain itu, Croxford

(1995: 8) juga menyatakan bahwa

pemecahan masalah dan penalaran

dalam koneksi merupakan pokok utama

arahan matematika dalam jangka waktu

panjang, dan aplikasi yang baru-baru ini

disadari. Aplikasi dapat membantu

untuk menghubungkan matematika dan

siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat

di atas diketahui bahwa koneksi

matematis tidak hanya mencakup

masalah yang berhubungan dengan

matematika saja, namun juga dengan

pelajaran lain serta dalam kehidupan

sehari-hari. Untuk itu, kualitas

kemampuan dosen dalam mengaitkan

konsep-konsep matematika untuk

mengembangkan kemampuan kognitif

mahasiswa sangat dibutuhkan.

Misalnya dengan cara menyajikan soal-

soal yang bersifat kontekstual yang

mengundang dan menantang

kemampuan berpikir, merefleksi

mahasiswa dengan mengajukan

scaffolding, melatih mahasiswa

mengajukan pertanyaan sendiri dan

menyelesaikannya, serta menuntut

kemampuan mahasiswa untuk

menerjemahkan atau mengemukakan

kembali ide dan gagasan matematis

yang termuat dalam bahasa biasa ke

dalam bahasa matematis atau model-

model matematika dan sebaliknya

sehingga dapat memberi kesempatan

seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk

membuat representasi.

2. Materi Pendukung

Pengembangan Bahan Ajar

Persamaan Diferensial

Berikut disajikan materi

pendukung untuk mengembangkan

bahan ajar persamaan diferensial,

terutama yang menyangkut fungsi,

kalkulus diferensial, dan kalkulus

integral.

a. Fungsi

Secara umum penulisan fungsi

dibedakan dalam bentuk fungsi eksplisit

dan fungsi implisit. Fungsi eksplisit

adalah fungsi yang antara peubah bebas

dan peubah tak bebas dapat dibedakan

dengan jelas. Fungsi eksplisit

dinyatakan dalam bentuk 𝑦 =𝑓(𝑥), 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 = 𝑓(𝑦). Fungsi implisit

adalah fungsi yang antara peubah bebas

dengan peubah tak bebas tidak dapat

dibedakan secara jelas. Fungsi implisit

dinyatakan dalam bentuk 𝑓(𝑥, 𝑦) = 0.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1395

Jika suatu fungsi dinyatakan dalam

bentuk eksplisit maka dengan mudah

dapat diubah ke bentuk implisit, tetapi

tidak semua fungsi dalam bentuk

implisit dapat dinyatakan ke dalam

bentuk implisit.

b. Turunan Fungsi

Definisi

Turunan fungsi 𝑦 = 𝑓(𝑥) adalah fungsi lain yang dinotasikan dengan 𝑓 ′(𝑥)dan

didefinisikan oleh 𝑓 ′(𝑥) =x

xfxxf

x

)()(lim

0, asalkan limitnya ada.

c. Integral

Antiturunan (Integral) merupakan balikan dari turunan, untuk

mempelajarinya diperlukan pemahaman kembali tentang turunan fungsi. Misalnya,

jika y = x maka xdx

dy

2

1 .

Teorema 1

Jika n sebarang bilangan rasional kecuali -1, maka:

cn

xdxx

nn

1

1

.

Teorema 2

Misal f(x) dan g(x) fungsi-fungsi yang integrable dan c sebarang konstanta maka:

1. dxxfcdxxcf )()(

2. dxxgdxxfdxxgxf )()()]()([ ,

3. dxxgdxxfdxxgxf )()()]()([ ,

Teorema 3

cxdxx cossin dan cxdxx sincos

Teorema 4

Andaikan f(x) fungsi yang differensiable dan n bilangan rasional yang bukan -1,

maka

,1

)()(')(

1

cn

xfdxxfxf

nn

c Real.

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian

dasar yang mengkaji berbagai literatur

dari buku sumber dan jurnal. Produk

penelitian ini berupa bahan ajar berbasis

kompetensi matakuliah Persamaan

Diferensial yang akan digunakan oleh

dosen dan mahasiswa dalam

perkuliahan Persamaan Diferensial.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1396

1. Menganalisis kompetensi umum

dan kompetensi khusus yang harus

dicapai pada matakuliah Persamaan

Diferensial.

2. Mengembangkan perangkat

pembelajaran matakuliah

Persamaan Diferensial.

3. Menganalisis topik-topik materi ajar

matakuliah Persamaan Diferensial.

4. Menganalisis kemampuan penalaran

matematis dan kemampuan koneksi

matematis yang akan diterapkan

dalam pengembangan bahan ajar.

5. Mengembangkan bahan ajar

berbasis kompetensi sesuai silabus

matakuliah

6. Meminta dua orang pakar sebagai

validator bahan ajar yang telah

dikembangkan

7. Merevisi bahan ajar sesuai saran

dari validator.

8. Menyusun laporan hasil penelitian

secara keseluruhan.

9. Menyeminarkan hasil penelitian

untuk meminta saran dari

responden.

10. Melakuan revisi laporan penelitian

sesuai saran responden.

11. Menyusun laporan final dan

menjilid hasil penelitian.

Karena penelitian ini bersifat

kajian literatur berupa buku dan jurnal,

maka instrumen dalam penelitian ini

adalah (1) buku-buku sumber, (2)

jurnal, dan (3) lembar validasi isi. Data

yang dikumpulkan dalam penelitian ini

terutama berupa (1) kajian pustaka

untuk mengembangkan bahan ajar

berbasis kompetensi, dan (2) data hasil

validasi dari dua orang pakar. Data

berupa bahan ajar yang telah

dikumpulkan dianalisis secara kualitatif

oleh peneliti untuk mencermati

kelayakan bahan ajar yang

dikembangkan. Data hasil validasi dari

pakar digunakan sebagai masukan

perbaikan bahan ajar yang telah

dikembangkan sehingga menghasilkan

bahan ajar yang layak pakai.

Hasil Penelitian

1. Outline Bahan Ajar

Keseluruhan bahan ajar

Persamaan Diferensial (3 SKS) disusun

untuk 16 pertemuan yang dikemas

dalam 5 bab. Berikut disajikan outline

bahan ajar setelah divalidasi.

Bab 1 : Aspek Mendasar Persamaan

Diferensial (2 pertemuan)

1.1 Pengertian, Klasifikasi, Pangkat,

dan Ordo Persamaan Diferensial

1.2 Selesaian Persamaan Diferensial,

Masalah Nilai Awal, dan Keujudan

Selesaian.

Bab 2 : Persamaan Diferensial Ordo

Satu (6 pertemuan)

2.1 Persamaan Diferensial Peubah

Terpisah

2.2 Persamaan Diferensial Homogen

Ordo Satu

2.3 Persamaan Diferensial

Nonhomogen Ordo Satu

2.4 Persamaan Diferensial Eksak

2.5 Persamaan Diferensial Noneksak

2.6 Persamaan Diferensial Linier Ordo

Satu

2.7 Persamaan Diferensial Bernoulli

2.8 Reduksi Persamaan Diferensial

Menjadi Persamaan Diferensial

Linier Ordo Satu

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1397

Bab 3: Persamaan Diferensial Linier

Ordo Dua (4 pertemuan)

3.1 Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo Dua dengan

Koefisien Fungsi

3.2 Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo Dua dengan

Koefisien Konstanta

3.3 Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo Dua dengan

Koefisien Fungsi Istimewa

3.4 Penyelesaian Persamaan

Diferensial Linier Nonhomogen

Ordo Dua dengan Metode

Koefisien Taktentu

3.5 Penyelesaian Persamaan

Diferensial Linier Nonhomogen

Ordo Dua dengan Metode

Variasi Parameter

3.6 Penggunaan Persamaan

Diferensial Linier Ordo Dua

pada Vibrasi Mekanik dan

Listrik.

Bab 4 : Persamaan Diferensial

Linier Ordo Tinggi (ordo n, n>2) (2

pertemuan)

4.1 Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo n dengan Koefisien

Konstanta

4.2 Persamaan Diferensial Linier

Homogen Ordo n dengan Koefisien

Fungsi Istimewa

4.3 Penyelesaian Persamaan

Diferensial Linier Nonhomogen

Ordo n

dengan Metode Koefisien

Taktentu

4.4 Penyelesaian Persamaan

Diferensial Linier Nonhomogen

Ordo n

dengan Metode Variasi Parameter

Bab 5 : Sistem Persamaan

Diferensial Linier (2 pertemuan)

5.1 Sistem Persamaan Aljabar Linier

(bebas linier, nilai eigen, vektor

eigen)

5.2 Teori Dasar Sistem Persamaan

Diferensial Linier Ordo Satu

5.3 Sistem Persamaan Diferensial

Linier Homogen Ordo Satu dengan

Koefisien Konstanta.

4. Hasil Validasi Bahan Ajar

Persamaan Diferensial

Hasil validasi Isi bahan ajar

Persamaan Diferensial disajikan dalam

tabel 4.1 berikut

Tabel 4.1. Hasil Validasi Isi Bahan Ajar

Persamaan Diferensial

No Sebelum Divalidasi Sesudah Divalidasi

1 1.2 dan 1.3 dipisah 1.2 dan 1.3 digabung

2 2.6 dan 2.7 digabung 2.6 dan 2.7 dipisah

3 4.2 koefisien fungsi 4.2 koefisien fungsi istimewa

4 5.1 Persamaan Aljabar 5.1 Sistem Persamaan Aljabar

5 5.3 Sistem Persamaan Diferensial

Linier Ordo Satu

5.3 Sistem Persamaan Diferensial

Linier Homogen Ordo Satu

Catatan : Perubahan subbab di atas diikuti langsung oleh perubahan isi dari

bahan ajar yang dikembangkan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1398

Kesimpulan

Bahan ajar berbasis kompetensi

matakuliah Persamaan Diferensial (3

SKS) yang telah dikembangkan

melalui penelitian ini dikemas dalam

lima bab yaitu (1) Aspek Mendasar

Persamaan Diferensial (2) Persamaan

Diferensial Ordo Satu (3) Persamaan

Diferensial Linier Ordo Dua (4)

Persamaan Diferensial Linier Ordo

Tinggi dan (5) Sistem Persamaan

Diferensial Linier.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini

diperlukan penelitian lanjut untuk

mengembangkan buku ajar berbasis

kompetensi matakuliah Persamaan

Diferensial

Daftar Pustaka

Aidayatey Azman, 2013, Learning

Differential Equations : A Meta

Synthesis of Qualitative

Research, 2th International

Seminar on Quality and

Affordable Education (ISQAE

2013).

Armawi K. Mundit, 1984, Soal

Penyelesaian Persamaan

Diferensial, Bandung, Armico.

Ayres Frank, (alih bahasa Lily Ratna),

1992, Persamaan Diferensial

dalam Satuan S1 Metric,Jakarta,

Erlangga.

Boyce, William E, 2009, Elementry

Differential Equations and

Boundary Value Problems, Inc.

New York, Jhon Wiley & Sons.

Croxford, AF. 1995. “The Case for

Connections” dalam

Conneccting Mathematics

Across The Curriculum. Reston,

VA: NCTM.

Erwin Kreyzig, (alih bahasa Bambang

Sumantri), 1993, Matematika

Teknik Lanjutan, Jakarta,

Gramedia.

Gallegos, Ruth Rodriguez, Differential

Equations as a Tool for

Mathematical Modeling in

Physics and Mathematics

Courses : A Study of High

School Texbooks and The

Modelling Processes of Senior

High Students. IMFUFA Tekst.

Mexico, July 6-13, 2008.

Hapizah, 2014, Pengembangan

Instrumen Kemampuan

Penalaran Matematis

mahasiswa pada mata Kuliah

Persamaan Diferensial, Jurnal

Kreano, ISSN : 2086-2334

Koko Martono, 1999, Kalkulus,

Jakarta, Erlangga.

Kwon Oh Nam, Conceptualizing The

Realistic Mathematics

Education Approach in The

Teaching and Learning of

Ordinary defferential Equations.

Jurnal

M. Amin Paris, 2014, Pengaruh

Penguasaan Mahasiswa pada

Mata Kuliah Prasyarat

Terhadap Mata Kuliah

Persamaan Diferensial di

Jurusan Pendidikan Matematika

Tahun Akademik 2013/2014.

Jurnal.

Raisinghania & Aggarwal, 1981,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1399

Ordinary and Partial

Differential Equations, New

Delhi, S. Chand & Company

Ltd. Ram Nagar.

Rustanto, 2003, Persamaan

Diferensial Biasa, Malang,

Universitas Negeri Malang.

Shepley L. Ross, 1984, Differential

Equations, Inc. New York, John

Wiley & Sons.

Sukirwan. 2008. Kegiatan Pembelajaran

Eksploratif untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran dan

Koneksi Matematis Siswa Sekolah

Dasar. Tesis SPS UPI Bandung.

Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi

Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana dikembangkan Pada

Peserta Didik. Bandung: FPMIPA

UPI. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-

content/uploads/2010/02/ BERFIKIR-

DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-

SPS-2010.pdf.[10 Mei 2011].

Tim PPPG Matematika. 2005. Materi

Pembinaan Matematika SMP di

Daerah Tahun 2005.

Yogyakarta: Depdiknas Dirjen

Manajemen Pendidikan

Dasardan Menengah Pusat

Pengembangan Penataran Guru

(PPPG) Matematika.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1400

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima

Menggunakan Jasa Konsultan Dalam Penyusunan Skrispsi

Tahun Akademik 2015

Mariamah.M.Pd

Dosen tetap STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

ABSTRAK

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa

saja yang menyebabkan mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima menggunakan jasa

konsultan skripsi dan mengetahui apa saja profil jasa konsultan skripsi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Instrumen utama dalam

penelitian ini adalah peneliti namun sebagai pendukung pengumpulan data dalam

penelitian ini mengunakan: (1) Angket, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4)

Dokumentasi. Teknik analisis data dalam peneltian ini yaitu data reduction, data display

dan conclusion drawing/ferification. Penarikan kesimpulan data hasil didasarkan pada

pedoman kategorisasi Syaifuddin Azwar.

Kata Kunci: Jasa Konsultan, Penyususnan Skripsi

PENDAHULUAN

Era persaingan dan

kemajuan jaman tidak dapat

terhindarkan lagi, berkembangnya

sistem informasi dan teknologi

yang sangat cepat (highly

sophisticated and advance), tentu

memaksa bangsa Indonesia untuk

menyiapkan Sumber Daya

Manusia (SDM) berkualitas yang

mampu bersaing ditengah-tengah

arus globalisasi dengan

memanfaatkan teknologi-

teknologi yang super canggih.

SDM yang berkualiatas dan

mampu mengahadapi tantangan

jaman merupakan salah satu

indikator keberhasilan suatu

proses pendidikan. Untuk

menciptakan sumber daya

manusia yang berkualitas tentunya

tidak terlepas dari sistim

pendidikan yang dilaksanakan.

Pendidikan juga merupakan salah

satu upaya utama untuk

membentuk manusia Indonesia

yang cerdas dan mampu bersaing

dengan bangsa-bangsa lain di

dunia.

Mahasiswa merupakan

agent of change yang diharapkan

mampu menghadapi tantangan

jaman. Berdasarkan peraturan

pemerintah No. 17 tahun 2010,

mahasiswa adalah peserta didik

yang terdaftar dan belajar di

perguruan tinggi tertentu. Pada

saat ini tingkat pengangguran

sarjana dari tahun ke tahun terus

menunjukkan peningkatan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1401

Penyebab pengangguran tersebut

salah satunya karena tidak siapnya

mahasiswa untuk terjun dalam

masyarakat. Ketika berada di

dalam masyarakat, mahasiswa

diharapkan dapat menjadi pribadi

yang mandiri dan tidak tergantung

pada orang lain. Untuk

mempersiapkan mahasiswa

menjadi pribadi yang mandiri ini

sebenarnya universitas atau

perguruan tinggi sudah

memberikan berbagai model

pembelajaran yang menuntut

mahasiswa dapat bekerja secara

mandiri, dan tidak tergantung pada

dosen/orang lain. Salah satu tugas

mandiri mahasiswa adalah pada

saat pembuatan tugas

akhir/skripsi.

Skripsi adalah karya ilmiah

yang diwajibkan sebagai bagian

dari persyaratan pendidikan

akademis di Perguruan Tinggi

(Poerwadarminta, 1983 : 957).

Semua mahasiswa wajib

mengambil mata kuliah tersebut,

karena skripsi digunakan sebagai

salah satu prasyarat bagi

mahasiswa untuk memperoleh

gelar akademisnya sebagai

sarjana. Mahasiswa yang

menyusun skripsi dituntut untuk

dapat menyesuaikan diri dengan

proses belajar yang ada dalam

penyusunan skripsi. Proses

belajar yang ada dalam

penyusunan skripsi berlangsung

secara individual, sehingga

tuntutan akan belajar mandiri

sangat besar. Mahasiswa yang

menyusun skripsi dituntut untuk

dapat membuat suatu karya tulis

dari hasil penelitian yang telah

dilakukan dan diharapkan dapat

bermanfaat bagi masyarakat

secara umum. Peran dosen dalam

pembimbingan skripsi hanya

bersifat membantu mahasiswa

mengatasi kesulitan yang ditemui

oleh mahasiswa dalam menyusun

skripsi (Redl & Watten, 1959:

299).

Pada pembuatan skripsi ini

terkadang mahasiswa megalami

kesulitan dan hambatan. Kesulitan

mahasiswa dalam mengerjakan

tugas akhir skripsi membawa

dampak pada panjang masa studi

mahasiswa. Berdasarkan informasi

awal yang diperoleh peneliti

melalui wawancara yang

dilakukan pada tanggal 12

September 2014 pukul 11.20

WIB, dari informan berinisial A

(salah satu mahasiswa STKIP

Taman Siswa Bima) bahwa

mahasiswa A dalam

menyelesaikan tugas ahir/skripsi

menggunakan jasa

konsultan/dibuat oleh orang lain

dengan alasan mahasiswa tersebut

pernah menyusun sendiri

skripsinya, akan tetapi karena

mengalami kesulitan dalam

mebuat sendiri dan tidak mampu

untuk mandiri, maka mahasiswa

tersebut mengambil jalan pintas

dengan membayar jasa konsultan.

Mandiri merupakan karakter

yang sangat perlu dikembangkan,

tetapi akibat rendahnya mental

mandiri ini menyebabkan

mahasiswa melakukan jalan pintas

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1402

untuk mencapai tujuan

pendidikan. Diantara mahasiswa

ada yang menggunakan jasa

konsultan skripsi sebagai solusi

dalam menyelesaikan tugas akhir.

Khusus mahasiswa yang ada di

kota dan kabupaten Bima, dalam

menyelesaikan tugas mandiri

(skripsi) masih banyak ditemukan

mahasiswa yang menyelesaikan

tugas ahir mereka dengan

menggunakan jasa konsultan,

dengan alasan mereka mengalami

kesulitan dalam menyusun dan

menyelesaikan skripsi mereka.

Pada dasarnya mahasiswa

diberikan waktu untuk

menyelesaikan skripsi dalam

waktu satu semester atau enam

bulan masa kuliah. Hanya saja

kenyataannya banyak mahasiswa

yang membutuhkan waktu lebih

dari enam bulan untuk

penyelesaian skripsi, sehingga

yang tejadi kemudian adalah

keterlambatan dalam penyelesaian

studi (congestion) dan tidak jarang

berujung pada pengeluaran

mahasiswa (drop out). Ironisnya

hal tersebut kini menjadi hal yang

lumrah terjadi hampir di setiap

perguruan tinggi di Bima.

Dari uraian tersebut, maka

peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang faktor-faktor

apa saja yang menyebabkan

mahasiswa STKIP Taman Siswa

Bima menggunakan jasa konsultan

dalam menyelesaikan tugas

ahir/skripsi.

a. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah

dalam penelitian ini:

1. Faktor-faktor apa sajakah

yang menyebabkan

mahasiswa di STKIP Taman

Siswa Bima menggunakan

jasa konsultan dalam

penyusunan skripsi?

2. Apa saja profil jasa konsultan

skripsi?

b. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

untuk:

1. Mengetahui faktor-faktor apa

saja yang menyebabkan

mahasiswa STKIP Taman

Siswa Bima menggunakan

jasa konsultan skripsi

2. Mengetahui apa saja profil

jasa konsultan skripsi.

KAJIAN TEORI

Faktor Yang Mempengaruhi

Prestasi Belajar Mahasiswa

Diperguruan Tinggi

Pada hakekatnya

mengerjakan skripsi merupakan

rangkaian tugas kegiatan belajar di

perguruan tinggi untuk mendidik

mahasiswa agar memiliki

kompetensi akademik, profesional

dan intelektual (Idoochi Anwar,

2004: 34). Dalam mengerjakan

skripsi banyak faktor yang

mempengaruhinya. Mulyadi

(1999: 178), adapun sejumlah

kesulitan yang dihadapi

mahasiswa adalah:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1403

1. Rendahnya kemampuan

memahami buku kepustakaan

berbahasa Inggris,

2. Keterbatasan kemampuan dan

waktu untuk menulis makalah

dan laporan PPL/KKN,

3. Kesulitan melaksanakan

diskusi kelompok secara

efektif,

4. Kekurangmampuan membeli

buku kepustakaan di toko,

5. Kekurangan biaya untuk

membeli peralatan kuliah,

foto kopi, ongkos ketik, atau

sewa komputer dan

pembiayaan penulisan skripsi,

menyesuaikan diri dengan

kondisi tempat tinggal atau

tempat kos, gangguan

kesehatan, mengikuti irama

diskusi terbimbing dikelas,

memilih dan mengikuti mata

kuliah paket khusus,

6. Kekuarangmampuan

memahami isi dari kuliah

dosen-dosen tertentu,

7. Menentukan jadwal waktu

diskusi kelompok diluar kelas,

menepati jadwal mata kuliah,

8. Kekurangintensifan konsultasi

dengan dosen Pembimbing

Akademik,

9. Kekurangcermatan membuat

rencana studi (KRS) kurang

memahami kepustakaan

berbahasa Indonesia,

membayar SPP/KKN, hadir

dalam tiap kuliah secara

penuh, mencatat dan merekam

hasil kuliah dari dosen,

pengambilan KRS/KHS ke

Puskom,

10. Kekurangmampuan mengatasi

hambatan dalam pribadi dan

cinta.

Faktor-faktor tersebut turut

pula mempengaruhi mahasiswa

dalam mengerjakan tugas akhir

(skripsi). Sebagai contoh

keterbatasan kemampuan dan

waktu untuk menulis makalah dan

laporan PPL/KKN pada

mahasiswa S1 secara

langsung/tidak langsung dapat

mempengaruhi mahasiswa

tersebut kesulitan untuk

mengerjakan skripsi.

Kegiatan konsultasi diakui

sangat penting (Penny &Robert,

2004: 2). Menurut kamus besar

bahasa Indonesia (2002: 590),

konsultan adalah ahli yang

tugasnya memberi petunjuk,

pertimbangan, atau nasehat dalam

suatu penelitian, dagang dan

sebagainya.

Banyak faktor yang

menghambat mahasiswa dalam

merampungkan skripsi, beberapa

di antaranya yang dilansir sebuah

forum konseling online www.e-

psikologi.com (Mutadin, 2002)

adalah keraguan dalam

menentukan topik, kebingungan

untuk memulai dari mana,

kesulitan dalam mencari literatur

pendukung, dan kerap dilanda rasa

malas untuk mengerjakannya.

Adanya keraguan dan

kebingungan tersebut membuat

mahasiswa menunda atau

menghindari pengerjaan skripsi.

Tindakan penundaan dan

penghindaran tersebut kemudian

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1404

disebut sebagai prokrastinasi

(Schouwenburg, 1995). Solomon

& Rothblum (1984)

mendefinisikan prokrastinasi

sebagai suatu tindak penundaan

yang tidak berguna untuk

menghindari perasaan

ketidaknyamanan subjektif.

Menurut Darmono dan Hasa

(Aliya dan Iranita Hervi, 2011: 65)

bahwa Begitu panjang dan

rumitnya proses pengerjaan skripsi

ini sehingga membutuhkan biaya,

tenaga, waktu, dan perhatian yang

tidak sedikit. Umumnya,

mahasiswa diberikan waktu untuk

menyelesaikan skripsi dalam

jangka waktu satu semester atau

kurang lebih sekitar enam bulan.

Tetapi pada kenyataanya, banyak

mahasiswa yang memerlukan

waktu lebih dari enam bulan untuk

mengerjakan skripsi. Menurut

Leal & Mary (1931: 3)

Thesis blocking means the inability

of the student to cope up with the

thesis writing process. The

blocking is basically a

psychological effect and the

student after completing his

graduation is so overwhelmed by

the idea of writing a thesis that he

cannot sort out where to start from

and how to organize things. The

time limit may be short and the

students start panicking. According

to the students they find issues in

Selecting a suitable and unique

topic, Wasting time on irrelevant

searches, Spending more time than

expected, Getting more negative

returns than positive,

Understanding the format, Staying

motivated and productive, Losing

concentration.

Adapun maksud dari

pendapat di atas bahwa menulis

skripsi adalah tugas yang sangat

penting bagi mahasiswa. Hal ini

merupakan sarat dalam

menyelesaikan studi bagi

mahasiswa. Namun itu bukanlah

tugas yang sangat mudah dan

mungkin memerlukan upaya

ekstra. Sebagai mahasiswa yang

melakukan untuk pertama kalinya,

mungkin ada banyak masalah

yang tak terlihat dan tak terduga

yang dapat menciptakan hambatan

dalam menyelesaikan skripsi.

Masalah utama mahasiswa dalam

menulis skripasi adalah masalah

menjaga keseimbangan antara

kehidupan akademik dan

kehidupan pribadi , manajemen

waktu , pekerjaan penelitian

panjang dan ketidakmampuan

untuk memilih topik yang cocok,

membuang-buang waktu pada ha

yang tidak relevan, kurang

memahami format, kurang

termotivasi dan produktif dan

kehilangan konsentrasi.

Menurut Leal & Mary

(1931: 1) bahwa mahasiswa di

Amerika mengalami antara lain

faktor psikologis dan faktor teknis

seperti ketidak mampuan dalam

mencari masalah, mengumpulkan

kendala dalam menyelesaikan

skripsi informasi untuk penelitian,

dan penyajian hasil penelitian.

Menurut Luki Arimesti

(2013: 1), mengidentifikasikan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1405

tiga faktor utama yang

memengaruhi kesulitan

mahasiswa dalam menulis skripsi.

Pertama, faktor psikologis yang

meliputi kekurang percayaan diri

dalam memutuskan judul skripsi,

memiliki pengetahuan dasar

mengenai topik skripsi, dan

menulis skripsi yang baik. Kedua,

faktor sosial budaya yang meliputi

kemampuan untuk

menghubungkan dan membentuk

kalimat menjadi penulisan skripsi

yang baik, untuk memiliki

pengetahuan yang baik dalam

penulisan skripsi, dan untuk

memahami budaya akademik di

jurusan atau universitas mengenai

penulisan skripsi. Akhirnya, faktor

ketiga adalah faktor linguistik

yang terdiri dari kesulitan dalam

mengurangi kesalahan

penggunaan tata bahasa dalam

penulisan skripsi, dan dalam

mengetahui dan/atau memutuskan

bagian tata bahasa mana yang

seharusnya dihapus, digantikan,

ditambahkan dan diatur kembali

dalam penulisan skripsi. Penelitian

ini memiliki implikasi pada

pengajaran menulis akademis,

terutamanya dalam penulisan

skripsi.

Dari uraian beberapa teori

diatas dapat disimpulkan bahwa

ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi mahasiswa

kesulitan dalam meyelesaikan

skripsi atara lain faktor yang

berasal dari dalam diri mahasiswa

seperti kemampuan dan kemauan

serta faktor dari luar seperti

fasilitas pendukung (tidak

memiliki referensi,

leptop/komputer, dll)

Tugas Ahir Skripsi

a. Definisi Skripsi

A thesis is a document

submitted in support of

candidature for an academic

degree or professional

qualification presenting the

author's research and findings.

Maksudnya bahwa tesis adalah

sebuah dokumen yang diserahkan

untuk mendukung pencalonan

gelar akademis atau kualifikasi

profesional mempresentasikan

penelitian penulis dan temuan.

Menurut Phillips & Pugh

(1994), A thesis consists of an

argument or a series of arguments

combined with the description and

discussion of research you have

undertaken. Adapun maksudnya

bahwa skripsi terdiri dari argumen

atau serangkaian argumen yang

dikombinasikan dengan deskripsi

dan pembahasan penelitian yang

telah dilakukan. http://www.education.monash.edu.au/

students/current/study-

resources/thesiswriting.html Skripsi merupakan karya

ilmiah yang ditulis oleh

mahasiswa program sarjana pada

akhir masa studinya berdasarkan

hasil penelitian, atau kajian

kepustakaan, atau pengembangan

terhadap suatu masalah yang

dilakukan secara seksama

(Darmono dan Hasan, 2002).

Menurut Poerwodarminto

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1406

(1986), skripsi adalah karya ilmiah

yang diwajibkan sebagai bagian

dari persyaratan akademis di

perguruan tinggi. Semua

mahasiswa wajib mengambil mata

kuliah skripsi karena skripsi

digunakan sebagai salah satu

prasyarat bagi mahasiswa untuk

memperoleh gelar sarjana. Begitu

panjang dan rumitnya proses

pengerjaan skripsi ini sehingga

membutuhkan biaya, tenaga,

waktu, dan perhatian yang tidak

sedikit. Umumnya, mahasiswa

diberikan waktu untuk

menyelesaikan skripsi dalam

jangka waktu satu semester atau

kurang lebih sekitar enam bulan.

Tetapi pada kenyataanya, banyak

mahasiswa yang memerlukan

waktu lebih dari enam bulan untuk

mengerjakan skripsi (Darmono

dan Hasan, 2002).

Skripsi merupakan sebagai

salah satu syarat untuk

memperoleh derajat sarjana,

skripsi harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

1. Merupakan karya ilmiah

asli hasil peneltian

dengan metode yang

benar dan dapat

dipertanggung

jawabkan.

2. Merupakan karya ilmiah

yang menujukan

kemampuan mahasiswa

yang bersangkutan

dalam pengembangan

dan penerapan teori

dalam bidangnya.

3. Mempunyai nilai

manfaat untuk

pengembangan teori dan

praktik dalam bidang

pendidikan maupun

nonpendidikan.

4. Sebagai syarat untuk

memperoleh gelar

sarjana Strata Satu (S1)

Menurut Sudiyono (2014:

42) bahwa skripsi merupakan

karya tulis mahasiswa yang

menekankan pada proses dan pola

berpikir ilmiah yang didasrkan

pada penelitian. Adapun tujuan

penyusunan tugas ahir skripsi

antara lain:

a. Hasil karya tulis mahasiswa

yang menunjukan

kulminasi proses berfikir,

kreativitas, integrasi, dan

intelektualitas, yang

disusun untuk memenuhi

persyaratan untuk

memenuhi kebulatan studi

dalam program dan jenjang

pendidikan.

b. Tugas ahir disusun dengan

tujuan member peluang

kepada mahasiswa berlatih

memformulasikan idenya

dalam formula yang lazim

dujimpai di kalangan

masyarakat ilmiah.

Dari kedua tujuan dari tugas

ahir skripsi di atas, jelaslah bahwa

mahasiswa diberikan kesempatan

untuk mengembangkan potensi

dirinya sesuai dengan bidang

studinya, kemampuan teknis dan

akademik, serta kemampuan sosio

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1407

ekonominya, namun demikian

keterbatasan tersebut harus tetap

dalam bingkai pergaulan

masyarakat ilmiah, sehingga kode

etik termasuk di dalamnya dalam

menyampaikan karya ilmiah harus

didasarkan pada kaidah ilmiah,

sehinggan ketika mahasiswa sudah

terjun ke masyarakat tetap

konsisten dengan nilai-nilai

keilmiahan.

Skripsi merupakan karya

tulis mahasiswa yang menekankan

pada proses dan pola berpikir

ilmiah yang didasarkan pada

penelitian (UNY)

b. Bagian Dari Skripsi

Di dalam penyusunan

skripsi, ada beberapa bagian yang

terdiri dari:

1. Bagian awal

Pada bagian ini mencakup

sampul skripsi, halaman putih

kosong, halaman judul,

halaman pengesahan,halaman

persembahan, abstrak skripsi,

kata pengantar, daftar isi, daftar

tabel,dan

daftargambar.Menurut penulis

perlu dibedakan daftar gambar

dengan daftar grafik dan bagan,

karena ketiganya memiliki

karakteristik yang berbeda.

2. Bagian isi

Pada bagian ini mencakup :

a) Pendahuluan, meliputi : latar

belakang permasalahan,

identifikasi permasalahan,

pembahasan masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, dan

kegunaan penelitian. Faktor teknis

pada bagian ini menurut penulis

adlah adanya pemikiran yang

terbalik, bahkan ada yang telah

menjadi paradigma para

mahasiswa, yaitu berupa “

penentuan judul dahulu baru

kemudian mencari permasalahan

“. Faktor kritis lainnya adalah

tidak jarang sesuatu yang

dipermasalahkan, yang

sebenarnya sesuatu tersebut bukan

masalah. Para mahasiswa terjebak

pada paradigma teknis. Artinya

ketika mahasiswa harus

mengajukan proposal, dan

ternyata dalam format proposal

tersebut “ judul penelitian “

berada pada urutan pertama,

sehingga mereka berpikir bahwa

yang harus didahulukan adalah

judul, bukan masalahnya. Akibat

dari kesalahan paradigm ini

mengakibatkan pembimbing

menjadi tersendat. Dalam kaitan

ini pembimbingan skripsi

memiliki peranan penting dalam

proses penentuan judul, yaitu

dengan cara melakukan dialog

antara pembimbing dengan

mahasiswa yang dibimbingnya.

Melalui proses dialogis yang

intensif dapat diketahui arah

pemikiran mahasiswa dan akan

ditemukan permasalahan yang

diharapkan. Selama pembimbing

belum mengetahui jalan pikiran

mahasiswa, maka selama itu pula

judul belum bisa dirumuskan.

Pembimbing hanya berhak

memberikan bimbingan, bukan

mengarahkan apa yang dimaui

atau diinginkan pembimbing.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1408

Pembimbing hanya berhak

memberikan wawasan atau

rambu-rambu keilmuan yang

berkaitan dengan rumpun bidang

studi tertentu. Sehingga

pembimbing harus pandai dalam

mencermati pola piker mahasiswa,

termasuk masalah yang

dirumuskan oleh mahasiswa.

Persoalan yang timbul adalah

tidak jarang permasalahan yang

diajukan mahasiswa bukan

sebagai masalah dalam arti

masalah yang sesungguhnya,

tetapi sesuatu yang “

dipermasalahkan “. Hal ini

dimungkinkan karena mahasiswa

belum menguasai teori atau

bahkan belum mengetahui kondisi

riil dilapangan atau belum

melakukan observasi. Jadi

permasalahan yang dimunculkan

mahasiswa seolah-olah hanya

berupa angan-angan, yang kurang

didukung oleh kajian teoritik dan

atau hasil penelitian. Menurut

penulis, penelitian yang

menggunakan pendekatan

positivitas, maka pada bagian ini

harus betul-betul memperoleh

perhatian para pembimbing.

Asumsinya jika bagian ini telah

dilakukan dengan baik, ditinjau

dari aspek fisibilitas akademik

maupun aspek teknis, maka

penelitian sudah dapat dikatakan

50% berhasil dari pekerjaan

penyusunan skripsi atau tugas

akhir. Menurut Sutrisno Hadi

(1975) istilah yang cocok untuk

menyebut bab pendahuluan adalah

“pengantar”. Menurut hemat

penulis hal ini sangat cocok,

karena didalam pengantar

memiliki makna mengutarakan

pembaca kepada isi tugas akhir.

Dengan semikian pada bagian ini

pembaca sudah dapat melihat

secara global tentang isi tugas

akhir secara keseluruhan. Jadi di

dalam bab I yang diberi judul

pengantar merupakan pintu

masuknya para pembaca untuk

dapat memahami secara

keseluruhan, sedangkan untuk

mengetahui secara rinci, maka

pembaca akan membacanya pada

bagian berikutnya. Dengan

demikian dalam “pengantar”

memang memiliki mandate untuk

“mengantarkan” para pembaca

secara garis besar mengetahui isi

tugas suatu akhir.

b) Kerangka teori atau kajian

teori. Dalam bab ini berisi

tentang berbagai kajian teori

dan hasil penelitian relevan

dengan masalah yang akan

diteliti. Yang dimaksud

relevan dalam hal ini tidak

harus teori yang mendukung,

tetapi juga sebaliknya.

Demikian pula hasil penelitian

yang tidak mendukung. Yang

jelas adalah teori atau hasil

penelitian memang harus

sesuai dengan atau relevan

dengan topik yang sedang

diteliti.

Dalam pedoman IKIP

Yogyakarta (1996)

menyebutkan bahwa dalam

kajian ini penelitian melakukan

sintesis terhadap teori yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1409

relevan agar diperoleh

legitimasi konseptual terhadap

variable yang akan diteliti.

Disarankan bahwa unsur-unsur

suatu teori hendaknya tampak

secara jelas seperti definisi,

asumsi, hubungan antara

variable, dan daya

penjelasannya terhadap

masalah yang diteliti. Pada

bagian ini juga berisi tentang

kerangka berpikir, yaitu

gambaran pola hubungan

antara variable atau kerangka

konsepyang digunakan untuk

menjawab masalah yang akan

diteliti, disusun berdasarkan

kajian teoritik yang telah

dilakukan.

Disamping itu juga

dicantumkan hipotesis, baik nihil

maupun alternative. Jika

penelitiannya bukan penelitian

hipotesis, maka kerangka teori atau

kajian pustaka sebagaimana

diuraikan diatas hanya cocok untuk

pendekatan positivistik. Disamping

itu, tidak semua penelitian terkait

dengan kajian teoritik, atau kerangka

berpikir. Sebab tidak jarang

penelitian terutama dengan paradigm

naturalistik mengesampingkan logika

berpikirtersebut. Di dalam penelitian

dengan paradigma positivistikpun,

tidak jarang dijumpai “variable”

yang sebenarnya bukan variable

dalam makna sebagai penelitian.

Begitu pula kajian teori, yang sering

kali dijumpai adalah kajian

konseptual. Sebab teori sebenarnya

merupakan hubungan antara konsep,

walaupun hal ini tidak dapat disebut

tidak benar, tetapi nilai teoritisnya

relatif tereduksi. Sementara

mahasiswa sering hanya berpikir

tentang konsep, bukan teori, baik

teori substansial, teori madya apalagi

teori induk atau besar. Paradigma

positivistik juga memiliki

kelemahan, yaitu terlalu mengarah

pada berpikir linier, tidak holistik.

Begitu pula paradigma ini cenderung

igin membuktikan teori. Dengan

demikian melalui paradigma ini sulit

untuk menemukan teori-teori baru.

Berkaitan dengan masalah sosial,

maka penelitian yang bersifat parsial

justru bertentangan dengan hakikat

masalah sosial itu sendiri, yaitu

sangat spesifik, dan holistik,

sehingga setting penelitiannya sangat

berpengaruh terhadap hasil

penelitian. Implikasinya bagi para

pembimbing harus cermat dalam

mengimplemen-tasikan pedoman ini.

Begitu bagi mahasiswa harus

menyadari, bahwa yang tercantum

dalam pedoman penulisan tugas

akhir merupakan aspek administratif,

yang lebih menekankan pada urutan

teknis administratif, bukan semata-

mata aspek teknis akademik. Dengan

demikian mahasiswa harus dapat

membedakan kapan harus berpikir

teknis administratif dan kapan harus

berpikir akdemik.

c) Metode atau cara penelitian.

Yang termasuk dalam hal ini

adalah disain penelitian, definisi

operasional, populasi dan sampel

penelitian, instrument dan teknik

pengumpulan data serta teknik

analisis data. Dalam pedoman

IKIP Yogyakarta (1996) lebih

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1410

menekankan pada penelitian

yang menggunakan paradigma

positivitik. Untuk penelitian yang

menggunakan pendekatan

naturalistik di samping

sebagaimana telah diuraikan di

atas juga perlu dicermati tentang

setting penelitian, proses

triangulasi data dan yang tidak

kalah penting adalah informan

kunci dan informannya.

Kelebihan paradigmanya

naturalistic adalah melihat

kondisi secara senyatanya,

sehingga hasilnya juga sangat

kontekstual. Oleh karenanya nilai

transferabilitasnya sangat

tergantung pada setting

penelitiannya.

d) Hasil penelitian dan

pembahasan. Dalam hal ini

penelitian harus melakukan

penafsiran dan pemaknaan

terhadap semua data hasil

penelitian. Pada penelitian

naturalistik pembahasan

dan penafsiran dilakukan

sejak peneliti masih dalam

proses penelitian,

sedangkan pada penelitian

dengan paradigma

positivistik pembahasan

baru dapat dilakukan ketika

data telah dianalisis.

e) Simpulan dan saran. Pada

bagian yang harus diperhatikan

oleh peneliti adalah simpulan

harus sesuai dengan atau

relevan atau menjawab

permasalahaan yang diajukan

peneliti, terlepas diterima atau

ditolaknya suatu teori tertentu.

Implikasi dari simpulan

tersebut adalah bahwa saran

harus bersifat konkrit,

operasional, baik dalam

kaitannya dengan

perkembangan teori maupun

praktis

3. Bagian akhir

Bagian ini memuat tentang

daftar pustaka dan lampiran. Daftar

pustaka mencakup semua referensi

yang menjadi rujukan atau acuan

dalam penulisan skripsi, termasuk di

dalamnya adalah buku, jurnal,

laporan penelitian, dan sumber

lainnya. Sedangkan lampiran

mencakup semua dokumen atau

bahan penunjang yang berkaitan

dengan pelaksanaan penulisan

skripsi, yang jika dimasukkan dalam

isi teks skripsi justru akan

menggangu pembaca. Yang

termasuk dalam lampiran misalnya :

Ijin penelitian, instrumen, uji

instrumen dan sebagainya.

Daftar pustaka bukan hanya

sebagai referensi atau acuan, tetapi

juga memiliki nilai kejujuran yang

tinggi bagi penulis skripsi. Artinya

penulis dituntut untuk memiliki

komitmen moral tentang apa yang

ditulis, sebagai etika moral para

intelektual dan akademisi.

Dalam konteks inilah peran

para pembimbing skripsi dituntut

untuk mengkondisikan nilai

kejujuran para mahasiswa. Dalam

kaitan dengan penulisan daftar

pustaka maka hemat penulis, para

pembimbing sebaiknya (karena

menyangkut kode etik/moral) atau

bahkan mungkin mengharuskan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1411

mahasiswa untuk dapat menunjukan

buku referensinya secara riil sejak

terjadinya transaksi atau proses

pembimbingan sejak awal. Dengan

demikian kejujuran para mahasiswa

dapat selalu diciptakan melalui jalur

akademik, yang diharapkan juga

dapat dilakukan dalam kehidupan

bermasyarakat.

Pada sisi lain, para pembimbing

juga dapat memantau tentang

kutipan yang dilakukan oleh para

mahasiswa. Sebab melalui sumber

asli pembimbing dapat mengetahui

apakah kutipan yang dilakukan oleh

mahasiswa merupakan kutipan

langsung atau kutipan tidak

langsung, demikian pula dapat

untuk mengecek penulisan daftar

pustaka.

Sehubungan dengan

pertimbangan tersebut, baik

pertimbangan akademik (yang

berupa penulisan kutipan) dan

pertimbangan moral (yang berupa

kejujuran yang berkaitan dengan

referensi yang dibaca sebagai

acuan), maka penulis menyarankan

kepada pimpinan perguruan tinggi,

agar dapat mencantumkan ide ini

dalam suatu pedoman bagi para

mahasiswa dan pembimbing

skripsiatau bukan skripsi, termasuk

dalam pembuatan karya ilmiah,

sebagai awal untuk melatih

kejujuran dan sekaligus

keterbukaan.

Bagi penulis, lampiran sangat

penting karena melalui lampiran

dapat dilihat dan dicermati sikap

keterbukaan mahasiswa, sehingga

dialog dapat dilakukan atas dasar

lampiran yang disusun oleh

mahasiswa. Jadi dalam hal ini,

bukannya ketebalan karya ilmiah

yang diutamakan, tetapi kejujuran

mahasiswa yang berkaitan dengan

apa yang dilakukan dalam penulisan

skripsi. Sebab melalui lampiran

dapat diuji dan dicermati tentang

proses analisis dan pembahasan.

Secara akademik mahasiswa

yang dapat menyusun skripsi adalah

mereka yang telah menempuh

minimal 110 SKS, dengan indeks

prestasi kumulatif minimal 2,0

tanpa nilai E dengan memperoleh

rekomendasi dari penasehat

akademik.

Kajian Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang

relevan dengan penelitian ini dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Ibnu Siswanto dan Yoga Guntur

Sampurno. Dengan judul

penelitian faktor-faktor

penghambat penyelesaian tugas

akhir skripsi mahasiswa

pendidikan teknik otomotif FT

UNY. Adapun hasil

penelitinnya bahwa Faktor-

faktor yang menjadi

penghambat dalam penyelesaian

tugas akhir skripsi yaitu

kesulitan dalam menemukan

permasalahan yang akan

diangkat menjadi judul

penelitian, mahasiswa fokus

mengerjakan proyek akhir

(mahasiswa angkatan 2008 ke

bawah), fokus laporan KKN

PPL, mengulang banyak mata

kuliah, tidak rutin bimbingan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1412

dengan dosen, kesulitan dalam

menulis karya tulis ilmiah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh

Aliya Noor Aini dan Iranita

H.M. (2011) dengan judul

penelitian hubungan antara

kontrol diri dengan prokrastinasi

dalam menyelesaiakn skripsi

mahasiswa universitas Maria

Kudus. Hasil penelitianya

bahwa ada hubungan yang

negatif antara prokrastinasi

(penundaan) dengan kontrol diri

mahasiwa dalam menyelesaikan

skripsi.

METODOLOGI PENELITIAN

a. Pendekatan Penelitian

Peneltian ini menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif

dimana peneliti menekankan pada

manusia serta melihat secara

langsung keadaan yang ada tanpa

mengubah peristiwa yang terjadi

dilapangan. deskriptif kualitatif

yaitu “Suatu data yang yang

menggambarkan atau

melukiskankan keadaan subyek

atau obyek yang diamati pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta

yang tampak atau sebagaimana

adanya yang dinyatakan dalam

kata-kata atau simbol” (Creswell,

2009: 293). Sedangkan menurut

Lincoln dan Guba (1985: 40)

mengatakan bahwa penelitian

kualitatif digunakan untuk dapat

menjelaskan atau mengungkapkan

secara langsung atau alamiah apa

yang tejadi dilapangan. Sehingga

peneliti dapat secara langsung

mengiventarisasi data dari

konsultan, dan mahasiswa sebagai

konsumen.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian

direncanakan selama satu tahun

yang dimulai pada bulan

November 2014 sampai dengan

September 2015. Nantinya peneliti

akan berpura-pura menjadi

mahasiswa yang ingin dibuatkan

skripsi sehingga peneliti bertindak

langsung selama menggunakan

jasa konsultan.

c. Informan

Adapun informan dalam

penelitian ini adalah mahasiswa

yang menggunakan jasa konsultan

wisuda angkatan ke VIII tahun

akademik 2014/2015. Serta

penjual jasa penyusunan skripsi.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengambilan data

digunakan beberapa teknik antara

lain:

1. Angket

Pengertian metode angket

menurut Arikunto (2006:151)

“Angket adalah pernyataan

tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan

tentang pribadi atau hal-hal

yang ia ketahui”. Sedangkan

menurut Sugiyono (2008:199)

“Angket atau kuesioner

merupakan tehnik

pengumpulan data yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1413

dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawab”.

Kuesioner atau angket

yang digunakan dalam

penelitian ini adalah jenis

kuesioner atau angket tertutup

karena responden hanya tinggal

memberikan tanda pada salah

satu pernyataan yang dianggap

sesuai dengan diri masing-

masing respoden.

Angket terdiri dari 20

pernyataan dengan

menggunakan skala likter,

terdiri dari empat pilihan yaitu

sangat sesuai (SS), sesuai (S),

(kurang sesuai) KS, dan tidak

sesuai (TS). Instrumen angket

divalidasi oleh satu orang ahli

yaitu Dr. Nuril Furkan dan

dibuat oleh Sri Lastuti M.Pd

sebagai magister evaluasi

pendidikan.

2. Wawancara

Metode wawancara juga

biasa disebut dengan metode

interview adalah “Proses

memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara

dengan responden atau orang

yang diwawancarai dengan atau

tanpa menggunakan pedoman

wawancara” (Anas Sujiono,

1995:82). Tanya jawab yang

berlangsung dengan mahasiswa

pengguna jasa konsultan dan

pemilik jasa konsultan

bertujuan untuk memperoleh

informasi yang berhubungan

dengan pokok bahasan yang

ingin diteliti oleh penulis.

Adapun teknis

wawancara dalam penelitian

yaitu wawancara mendalam

bersifat terbuka, dimana proses

wawancara berlangsung antara

peneliti dengan satu persatu

responden penelitian. Peneliti

dilengkapi dengan pedoman

wawancara yang sudah

disediakan sebelumnya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah

“Mencari data mengenai hal-

hal atau variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat

kabar, majalah, prasati, notulen

rapat, lengger, agenda dan

sebagainya.” (Anas Sujiono,

1995:90).

Dokumentasi digunakan

dalam penelitian ini untuk

merekam proses wawancara

antara peneliti dengan

mahasiswa yang menggunakan

jasa konsultan.

e. Teknik Analisa Data

1. Data hasil wawancara

Dalam pelaksanaan

penelitian, analisis data dapat

dilakukan bersamaan dengan

proses pengamatan. Jadi selama

proses penelitian berlangsung

data yang diperoleh dapat

langsung di análisis secara

deskriptif kualitatif.

Sesuai dengan metode

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1414

penelitian dan teknik

pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini,

maka untuk menganalisis data

yang telah dikumpulkan dari

lapangan, teknik analisis yang

digunakan adalah analisis

sesuai dengan langkah-langkah

yang diungkapkan oleh Miles

& Huberman (2984) bahwa

aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai

jenuh. Aktifitas dalam analisis

data, yaitu data reduction, data

display dan conclusion

drawing/ferification.

a. Data reduction (reduksi

data)

Data yang diperoleh di

lapangan jumlahnya cukup

banyak, untuk itu perlu dicatat

secara teliti dan rinci. Seperti

telah dikemukakan makin lama

peneliti di lapangan, maka

jumlah data akan makin

banyak, kompleks dan rumit.

Untukn itu perlu segera

dilakuakan analissi data melalui

reduksi data. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih

hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal- hal

yang penting, dicari tema dan

polanya dan memebuang yang

tidak perlu. Dengan demikian

data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang

lebih jelas, dan memepermudah

peneliti untuk melakuakan

pengumpulan data selanjutnya,

dan mencarinyan bila

diperlukan.

b. Data display (penyajian

data)

Setelah data reduksi,

maka langkah selanjutnya

adalah menyjikan data. Kalau

dalam penelitian kuantitatif

penyajian data ini dapat

dilakuakan dalam bentuk table,

grafik, pictogram dan

sejenisnya. Melalui penyajian

data tersebut, maka data

terorganisasikan, tersususn

dalam pola hubungan, sehingga

akan semakin mudah dipahami.

Dalam penelitian

kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar

kategori dan sejenisnya. Dalam

hal ini Miles &

Huberman(1984) menyatakan

yang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat

naratif.

Dengan mendisplaykan

data maka akan memedahkan

untuk memahami apa yang

terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami tersebut.

Miles & Huberman(1984).

Selanjutkan disarangkan, dalam

melakukan dispalay data, selain

dengan teks yang naratif, juga

dapat berupa grafik, matrik,

network dan chart. Untuk

mengecek apakah peneliti telah

memahami apa yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1415

didisplaykan, maka perlu

dijawab pertayaan berikut,

apakah anda tahu apa isi yang

didisplaykan.

c. Conclusion

Drawing/verification

Langkah ketiga dalam

analisis data kulitatif menurut

Miles and Huberman adalah

penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan berubah

bila tidak ditemukan bukti-

bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila data kesimpulan

data yang dikemukakan pada

tahap awal, didukung oleh

kembali bukti-bukti yang valid

dan konsisten saat peneliti

kembali kelapangan

mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang

kredibel.

Dengan demikian

kesimpulan dalam penelitian

kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah

yang dirumuskan sejak awal,

tetapi mungkin juga tidak,

karena seperti telah

dikemukakan bahwa masalah

dan rumusan masalah dalam

penelitian kualitatif masih

bersifat sementara dan akan

berkembang setelah penelitian

berada dilapangan.

Kesimpulan dalam

penelitian kualitatif yang

diharapkan adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya

belum pernah ada. Temuan

dapat berupa diskripsi atau

gambaran suatu obyek yang

sebelumnya masih remang-

remang atau gelap sehingga

setelah diteliti menjadi jelas,

dapat berupa hubungan kasual

atau interaktif, hipotesis atau

teori.

2. Data hasil angket

Analisis data hasil angket

didasarkan pada pedoman

kategorisasi Syaifuddin Azwar

(2002 : 163) tertera pada tabel

01. Pensekoran dibedakan

masing-masing aspek (aspek

instrinsik yang terdiri tiga

indikator yaitu psikologis,

kemampuan, dan waktu

sedangkan aspek ekstrinsik

hanya satu indikator yaitu

fasilitas)

Tabel 01.

Kategorisasi faktor yang

mempengaruhi mahasiswa

menggunakan jasa

konsultan

Interval Kriteria

Mi+1,5Si X

Mi+3Si

Sedang

Mi+0,5Si X

Mi+1,5Si

Tingggi

Mi-0,5Si X

Mi+0,5Si

Sedang

Mi-1,5Si X Mi-

0,5Si

Rendah

Mi-3Si X Mi-

1,5Si

Sangat

Rendah

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1416

Keterangan:

Rata-rata ideal (Mi)

Standar Deviasi ideal (Si).

Dimana:

Mi = (skor terendah + skor

tertinggi)/2

Mi = (4 +1)/2 = 5/2 =2,5

Si = (skor tertinggi – skor

terendah)/6

Si = (4-1)/6 = 3/6 = 0,5

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisi Hasil Angket

Sebelum

menguraikan analisis hasil

angket mengenai faktor

penyebab mahasiswa

menggunakan jasa

konsultan. Terlebih dahulu

dipaparkan mengenai profil

jasa konsultan dan profil

mahasiswa sebagai berikut:

INISI

AL

JURUS

AN

STS UMR PROFIL

PEMBU

AT

SKRIPSI

D/L B INGGRIS Menikah 26 STAF

PTS

E/P P.SEJARAH Lajang 22 GURU

S/P P.SEJARAH Lajang 22 GURU

B/L PENJAS Lajang 22 GURU

K/L PENJAS Lajang 30 DOSEN

N/L P.SEJ Lajang 23 GURU

Dari responden yang

dijadikan sumber informasi

dalam penelitian ini 83 %

berstatus lajang, pekerjaan

hanya sebagai mahasiswa dan

rata-rata umur 30 tahun ke

bawah. Adapun profil jasa

konsultan terdiri dari guru,

dosen dan staf PTS.

Setelah menghitung nilai

rata dan standar defiasi, maka nilai

tersebut akan di operasikan sesuai

dengan interval yang telah

ditentukan. Adapun nilai-nilai

tersebut dapat dilihat pada tabel 02

berikut ini:

Tabel.02. Substitusi nilai MI dan Si Interval Konversi Kriteria

2,5+1,5(0,5) X

2,5+3(0,5)

3,25<X≤4 Sangat tinggi

2,5+0,5(0,5) X

2,5+1,5(0,5)

2,74<X≤3,25 Tingggi

2,5-0,5(0,5) X

2,5+0,5(0,5)

2,25<X≤2,74 Sedang

2,5-1,5(0,5) X

2,5-0,5(0,5)

1,75<X≤2,25 Rendah

2,5-3(0,5) X

2,5-1,5(0,5)

1<X≤1,75 Sangat

Rendah

Setelah memperoleh

nilai hasil operasi nilai Mi dan

Si pada interval, maka

dikonsultasikan nilai masing-

masing indikator dan diketahui

kategori-kategori masing-

masing indikator sebagai

berikut:

Tabel.03. Kategori Indikator

Indikator X Kategori

Kemampuan 2,76 TINGGI

Waktu 1,8 RENDAH

Psikologis 2,4 SEDANG

Kemampuan 2,55 SEDANG

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1417

Indikator “kemampuan”

dengan nilai yang diperoleh sebesar

2,76. Jika dikonsultasikan dengan

kategori Syaifuddin Azwar diperoleh

kategori tinggi. Untuk indikator yang

pertama (rendahnya kemampuan

mahasiswa dalam penyusunan

skripsi ), diperoleh hasil dengan

kategori tinggi. Dapat disimpulkan

bahwa faktor yang menyebabkan

mahasiswa menggunakan jasa

konsultan diakibatkan mereka tidak

memiliki kemampuan untuk

menyusun sendiri karya ilmiah

mereka, terutama kemampuan

mereka dalam menganalisis data dan

memahami metodologi.

Untuk indikator yang ke dua

yakni terkait kendala waktu dengan

nilai 1,8. Berdasarkan hasil analisi

diperoleh kategori rendah. Dari hasil

tersebut bahwa waktu tidak menjadi

masalah bagi mahasiswa atau tidak

menjadi kendala bagi mereka

sehingga indikator waktu tidak dapat

dijadikan alasana untuk

menggunakan jasa konsultan dalam

penyusunan skripsi.

Faktor psikologi berdasarkan

hasil analisis diperoleh kategori

sedang. Selain faktor kemampuan,

ternyata faktor yang ketiga ini tidak

terlalu mempengaruhi mahasiswa

untuk menggunakan jasa konsultan

dalam penyususnan skripsi, faktor

yang ketiga ini merupakan faktor

yang meyangkut kepercayaan diri

mahasiswa terhadap kemampuan

mereka.

Untuk faktor yang terahir

yaitu faktor mengenai fasilitas.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh

hasil dengan kategori sedang.

Mahasiswa ada yang sangat terbatas

dengan fasilitas pendukung untuk

menyususn skripsi seperti tidak

memiliki komputer/leptop, buku

referensi dan printer. Sehingga

fasilitas ini menjadi faktor penyebab

mahasiswa menggunakan jasa

konsultan dalam penyusunan skripsi

dan ada juga yang memiliki fasilitas

(leptop), sehingga dapat disimpulkan

bahwa faktor fasilitas tidak terlalu

mempengaruhi.

2. ANALISIS HASIL

WAWANCARA

Berdasarkan hasil wawancara

dengan responden berinisial D

dengan jenis kelamin laki-laki, sudah

menikah dan berusia 26 tahun.

Faktor yang menyebabkan bahwa

yang bersangkutan menggunakan

jasa konsultan adalah:

Tidak memiliki kemampuan

yang cukup terkait metodologi dan

cara penyusunan skripsi, didukung

tidak memiliki leptop dan buku

referensi. Akibat belum ada

pekerjaan lain selain hanya sebagai

mahasiswa, sebenarnya waktu untuk

menususn skripsi sangat banyak.

Pertanyaan peneliti

selanjutnya mengenai profil pembuat

skripsi dan prosesnya bagaimana?

Pembuat skripsi saya adalah

staf kampus ini, dengan biaya 1,5

juta sampai dengan refisi setelah

ujian. Proses pembuatannya dibuat

proposal terlebih dahulu dan

diberikan penjelasan. Saya datang

konsultasi kepembimbing dan hasil

refisi saya serahkan kembali kepada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1418

pembuat, begitu proses seterusnya.

Selanjutnya dilakukan

wawancara pada responden

berikutnya yang berinisial E, S dan

N dengan jenis kelamin perempuan

dari jurusan sejarah. Jawaban yang

sama mereka jawab tentang faktor

yang menyebabkan mereka

menggunakan jasa konsultan

adalah:

Awalnya saya sudah

mengajukan judul penelitian,

setelah diseleksi ternyata judul

saya tidak lolos, kemudian saya

diberi kesempatan untuk

mengajukan judul. Akibat waktu

yang mepet untuk batas

pengumpulan judul, saya

berinisiatif untuk meminta judul

pada pembuat skripsi yang

berstatus sebagai guru. Ahirnya

judul saya diterima. Akibat saya

tidak punya gambaran dan

kemampua mengenai judul yang

saya ajukan, maka saya kembali

pada guru tersebut untuk

membuatkan skripsi saya dengan

biaya 1 juta sampai selesai. Proses

pembuatan disertai dengan

penjelasan.

B inisial mahasiswa jurusan

penjas. Jawaban B tentang faktor

yang menyebabkannya

menggunakan jasa konsultan

adalah:

Selain memiliki

kemampuan yang rendah terhadap

metodologi dan pemahaman terkait

dengan penyususnan skripsi, saya

ini pernah ditolak judul oleh prodi,

akibat saya kebingungan untuk

mengajukan judul yang lain, saya

mencoba ke guru yang satu asal

dengan saya, saya meminta

dibuatkan tiga judul untuk saya

ajukan. Judul yang saya ajukan ini

ternyata diterima oleh prodi.

Penyelesaian skripsi saya ini

dengan biaya 1 juta.

K inisial mahasiswa jurusan

penjas. Jawaban K tentang faktor

yang menyebabkannya

menggunakan jasa konsultan

adalah:

Awalnya ada tawaran dari

teman sesama jurusan penjas, saya

pikir-pikir karena kemampuan saya

untuk menghitung sangat terbatas.

Ahirnya saya ikut ajakan teman

dan melakukan pertemuan dengan

staf dosen. Terjadi pembicaraan

mengenai proses penyususnan dan

biaya yang harus saya bayarkan.

Biaya yang harus saya bayarkan

yaitu sebesar 1 juta rupiah sampai

skripsi selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Aliya Noor Aini dan Iranita H.M.

(2011). Hubungan antara

kontrol diri dengan prokrastinasi

dalam menyelesaiakn skripsi

mahasiswa universitas Maria

Kudus. Jurnal psikologis vol

4.tidak diterbitkan

Anas Sudjiono. (1995). Pengantar

evaluasi pendidika. Jakarta: PT

Raja Grasindo Persada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1419

Darmono , A & Hasan, A . ( 2002 ) .

Menyelesaikan skripsi dalam

satu semester. Jakarta: Grasindo. http://en.wikipedia.org/wiki/Thesis.

Diunggah Pada Tanggal 25

Januari 2014.

Phillips & Pug. (1994). Thesis. Di

unggah pada tanggal 23 Januari

2014. http://www.education.monash.edu.a

u/students/current/study-

resources/thesiswriting.html http://www.sephardiccouncil.org/completi

ng-a-dissertation-fighting-

psychological-obstacles.html

Idoochi Anwar. (2004). Administrasi

pendidikan dan manajemen

biaya pendidikan. Bandung:

Alfabeta.

Ibnu Siswanto dan Yoga Guntur

Sampurno. Faktor-faktor

penghambat penyelesaian tugas

akhir skripsi mahasiswa

pendidikan teknik otomotif FT

UNY.http://staff.uny.ac.id/sites/d

efault/files/penelitian/Ibnu%20Si

swanto,%20M.Pd./Faktorfaktor

%20penghambat%20penyelesaia

n%20tugas%20akhir%20skripsi

%20mahasiswa%20PT.pdf.

Diunggah pada tanggal 04

Pebruari 2014

Jhon W.Creswell. (2009). Research

design pendekatan kualitatif,

kuantitatif, dan mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Leal, Mary A. (1931). Difficulties

encountered in writing a thesis. http://connection.ebscohost.com/c/a

rticles/20995017/difficulties-

encountered-writing-thesis

Luki Arimesti Dwihandini, dkk. The

analysis of the factors affecting

undergraduate students’

difficulties in writing thesis in

the english department of

mahasaraswati university.

Matthew, B. Miles, A. Michael

Huberman. (2009). Analisis

data kualitatif. Jakarta: UI Press.

Mulyadi G,W. Kesulitan-kesulitan

yang dihadapi oleh mahasiswa

dalam studi di program sarjana.

Ilmu pendidikan: jurnal Filsafat,

teori dan praktik pendidikan.

Tahun 26, nomor 2, juli 1999

hal. 187. Malang:FIP UM

Penny, A.R & Coe, R. (2004).

Effectiveness of contultation on

student ratings feedback: a meta-

analysis. Journal of review of

education research, 74, 215.

Poerwodarminto. (1986). Kamus

umum bahasa indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Solomon, L.J.& Rothblum, E.D.

(1984). Academic

procrastination: frequency and

cognitive-behavioral correlates.

Journal of Counseling

Psychology. Vol. 31.

Syaifuddin Azwar. (2002). Tes

Prestasi fungsi dan

pengembangan pengukuran

prestasi belajar. Yogyakarata:

Pustaka Pelajar.

Sugoyono. (2008). Metode penelitian

kuantitatif kualitatif dan R&D.

Jakarta: PT Raja Grasindo

Persada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1420

Suharsimi Arukunto. (2010).

Pengantar evaluasi pendidikan.

Jakarta: PT Raja Grasindo

Persada.

Sukardi. (2007). Metodologi penelitian

pendidikan. Yogyakarta: Bumi

Aksara.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1421

MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MELALUI PENALARAN MATEMATIS

DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

Rohmah Indahwati

Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Madura

Jln. Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan diberikannya mata pelajaran matematika, yaitu agar semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi memiliki kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan

dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup

pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Berpikir kritis adalah

proses berpikir menggunakan nalar, beralasan, sistematis, logis untuk

menghasilkan suatu keputusan yang rasional sehingga berani

mempertanggungjawabkan keputusannya tersebut. Jadi di dalam berpikir kritis

membutuhkan penalaran logis. Penalaran yang dimaksud disini adalah suatu proses

berpikir dalam pencapaian suatu kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber

yang relevan. Penalaran menjadi pusat dalam mempelajari matematika, sehingga

dalam memecahkan masalah matematika dibutuhkan penalaran matematis dan

penalaran matematis dapat dilatih dan dikembangkan melalui pemecahan masalah

matematika. Maka untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis para

peserta didik harus dilatih dengan pemecahan masalah matematika yang dapat

memancing daya nalarnya. Masalah matematika yang dimaksud dapat berupa

masalah pembuktian yang dalam pemecahannya siswa dituntut untuk memberikan

alasan-alasan logis yang mendukung argumennya dan saat itulah siswa akan

berpikir, beranalisis, dan bernalar matematis sehingga dapat memunculkan

karakter-karakter berpikir kritis.

Kata Kunci : Berpikir Kritis, Penalaran matematis, Pemecahan

Masalah Matematika

PENDAHULUAN

Matematika masih kerap kali

menjadi mata pelajaran yang

menakutkan bagi sebagian siswa.

Bahkan ada kalanya siswa mengalami

semacam “phobia” ketika mendengar

kata “matematika”. Padahal pada

kenyataannya, matematika menjadi

ratu dari berbagai ilmu terapan lain.

Matematika sangat penting untuk

dipelajari, kaitannya dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1422

penggunaan matematika dalam

kehidupan sehari-hari yang sangat

banyak sekali. Tidak hanya dari segi

konsepnya saja, namun berkaitan

dengan strategi pemecahan masalah

matematika yang dapat dilatihkan

dalam pembelajaran matematika

sangat berguna untuk mencetak

generasi yang berdaya saing dengan

mengembangkan penalaran dan

kemampuan berpikir kritis.

Seperti yang kita ketahui

bahwa tujuan diberikannya mata

pelajaran matematika, yaitu agar

semua peserta didik mulai dari

sekolah dasar sampai perguruan

tinggi memiliki kemampuan berpikir

logis, analistis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta kemampuan

bekerjasama. Kompetensi tersebut

diperlukan agar peserta didik dapat

memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan

informasi untuk bertahan hidup pada

keadaan yang selalu berubah, tidak

pasti dan kompetitif (Depdiknas,

2006). Jelaslah bahwa kemampuan

berpikir kritis menjadi aspek yang

sangat penting untuk dilatih dan

ditingkatkan dalam pembelajaran

matematika yang dalam hal ini

berkaitan dengan pemecahan

masalah-masalah matematika.

Tentang berpikir kritis,

Glaser (dalam Fisher, 2009:3)

mendefinisikan berpikir kritis sebagai

:

a. Suatu sikap mau berpikir secara

mendalam tentang masalah-

masalah dan hal-hal yang berada

dalam jangkauan pengalaman

seseorang

b. Pengetahuan tentang metode-

metode pemeriksaan dan

penalaran yang logis;

c. Keterampilan untuk menerapkan

metode-metode tersebut. Berpikir

kritis menuntut upaya keras

untuk memeriksa setiap

keyakinan atau pengetahuan

asumtif berdasarkan bukti

pendukungnya dan kesimpulan-

kesimpulan lanjutan yang

diakibatkannya.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa berpikir

kritis adalah proses berpikir

menggunakan nalar, beralasan,

sistematis, logis untuk menghasilkan

suatu keputusan yang rasional

sehingga berani

mempertanggungjawabkan

keputusannya tersebut. Jadi di dalam

berpikir kritis membutuhkan

penalaran logis. Penalaran yang

dimaksud disini adalah suatu proses

berpikir dalam pencapaian suatu

kesimpulan logis berdasarkan fakta

dan sumber yang relevan.

Menurut Stancey (2010),

reasoning in mathematics is a

cognitive process of looking for

reasons and looking for conclusion.

Berdasarkan definisi tersebut jelas

bahwa penalaran dalam matematika

adalah suatu proses kognitif dalam

mencari alasan dan mencari

kesimpulan. Dengan demikian daya

nalar seseorang mempengaruhi

pengambilan keputusan dalam

hidupnya, sehingga penalaran sangat

penting dalam menumbuh

kembangkan kemampuan berpikir

kritis. Dalam matematika, penalaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1423

berfungsi untuk mengkaji objek-

objek matematika yang bersifat

abstrak. Abstrak disini, karena

berkaitan dengan pola, bentuk,

ukuran, serta cara berpikir yang tidak

bisa dilihat secara langsung,

dipegang, diraba, ataupun ditangkap

oleh panca indera yang

lainnya.Sehingga dapat dikatakan

bahwa matematika dipahami melalui

penalaran dan penalaran dapat dilatih

melalui matematika.

Bentuk latihan yang dapat

diberikan untuk memancing daya

nalar siswa adalah berupa pemecahan

masalah matematika. masalah

matematika adalah suatu kondisi

yang dihadapi oleh seseorang dan

harus diselesaikan yang melibatkan

konsep matematika dalam

penyelesaiannya tersebut. Untuk

memancing daya nalar matematis

siswa, masalah berupa pembuktian

adalah cara ampuh yang dapat

digunakan untuk mengembangkan

wawasan matematika dan

menumbuhkembangkan kemampuan

berpikir kritis. Dalam membuktikan

suatu permasalahan matematika,

seorang siswa dituntut untuk

memberikan alasan-alasan logis yang

mendukung argumennya dan saat

itulah siswa akan berpikir,

beranalisis, dan bernalar

menggunakan pengalaman serta

pengetahuannya yang terkait dengan

permasalahan yang diberikan

tersebut.

A. Kemampuan Berpikir Kritis

Banyak para ahli yang telah

mendifinisikan tentang berpikir kritis.

Berpikir kritis dan kreatif merupakan

perwujudan dari berpikir tingkat

tinggi (higher order thinking)

(Siswono, 2007:23). Hal tersebut

menunjukkan bahwa berpikir kritis

sebenarnya lebih kompleks daripada

berpikir biasa. Berpikir biasa dapat

diartikan sebagai berpikir dasar yang

hanya memahami konsep dan hanya

mengenali konsep berada pada satu

setting. Sedangkan berpikir kreatif

dan berpikir kritis lebih tinggi dari

hanya sekedar memahami dan

mengenali konsep tersebut, karena

membutuhkan kemampuan mental

dan intelektual yang tinggi. Jika

diurutkan, berpikir kreatif merupakan

kelanjutan dari berpikir kritis, dengan

menciptakan sesuatu sebagai

analisisnya.

Ennis (dalam Fisher, 2009:4)

mendefinisikan bahwa “berpikir kritis

adalah pemikiran yang masuk akal

dan reflektif yang berfokus untuk

memutuskan apa yang seharusnya

dipercaya atau dilakukan”. Pendapat

ini menyatakan bahwa berpikir kritis

berarti mengambil keputusan secara

hati-hati dengan menggunakan

penalaran yang masuk akal

berdasarkan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pendapat para

ahli di atas maka dapat disimpulkan

bahwa berpikir kritis adalah proses

berpikir menggunakan nalar,

beralasan, sistematis, logis untuk

menghasilkan suatu keputusan yang

rasional sehinnga berani

mempertanggungjawabkan

keputusannya tersebut.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1424

B. Karakter Berpikir Kritis

Pada dasarnya kemampuan

berpikir kritis erat kaitannya dengan

berpikir kritis dan indikator-

indikatornya. Indikator berpikir kritis

dapat dilihat dari karakteristiknya

sehingga dari karakter tersebut

praktis seseorang telah memiliki

kemampuan berpikir kritis. Wade

(dalam Filsaime, 2008:81)

menjelaskan karaketristik berpikir

krits yang melibatkan kemampuan-

kemampuan:

a. mengajukan berbagai pertanyaan

b. mengidentifikasi masalah

c. Menguji fakta-fakta

d. Menganalisis asumsi dan bias

e. Menghindari penalaran emosional

f. menghindari oversimplikasi

g. mempertimbangkan inetrpretasi

lain

h. Mentoleransi ambiguitas

Sejalan dengan Wade, Facion

(dalam Filsaime, 2008:66-68)

mengungkapkan enam kemampuan

berpikir kritis utama yang terlibat di

dalam proses berpikir kirtis, yaitu : 1)

Interpretasi, yaitu kemampuan untuk

memahami, menjelaskan dan

memberi makna suatu data atau

informasi, 2) Analisis, yaitu

kemampuan untuk mengidentifikasi

hubungan dari beberapa informasi

yang dipergunakan untuk

mengekspresikan pemikiran atau

pendapat, 3) Evaluasi, yaitu

kemampuan untuk menguji

kebenaran dari informasi yang

digunakan dalam mengekspresikan

pemikiran, 4) Inferensi, yaitu

kemampuan untuk mengidentifikasi

dan memperoleh unsur-unsur yang

diperlukan untuk membuat suatu

kesimpulan yang masuk akal, 5)

Eksplanasi, yaitu kemampuan untuk

menjelaskan atau menyatakan hasil

pemikiran berdasarkan bukti,

metodologi, dan konteks, 6) Regulasi

diri, yaitu kemampuan seseorang

untuk mengatur berpikirnya. Dengan

regulasi diri, seseorang akan

memeriksa ulang dan memperbaiki

hasil berpikirnya sehingga

menghasilkan kesimpulan/ keputusan

yang baik.

Glaser (dalam Fisher, 2001:7)

mendaftar kemampuan berpikir kritis

yaitu kemampuan untuk:

a. Mengenal masalah

b. Menemukan cara-cara yang

dipakai untuk mengetahui masalah

c. Mengumpulkan dan menyusun

informasi yang diperlukan

d. Mengenal asumsi-asumsi dan

nilai-nilai yang tidak dinyatakan

e. Memahami dan menggunakan

bahasa yang tepat, jelas, dan khas

f. Menganalisis data

g. Menilai fakta dan mengevaluasi

pernyataan-pernyataan

h. Mengenal adanya hubungan yang

logis antara masalah-masalah

i. Menarik kesimpulan-kesimpulan

dan kesamaan-kesamaan yang

diperlukan

j. Menguji kesimpulan-kesimpulan

dan kesamaan-kesamaan yang

yang seseorang ambil

k. Menyusun kembali pola-pola

keyakinan seseorang berdasarkan

pengalaman yang lebih luas, dan

l. Membuat penilaian yang tepat

tentang hal-hal dan kualitas-

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1425

kualitas tertentu dalam kehidupan

sehari-hari.

Wijaya (2007:72) menyatakan

karakteristik berpikir kritis

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Mampu membedakan ide yang

relevan

b. Mampu mendaftar segala akibat

yang mungkin terjadi atau

alternatif pemecahan masalah

c. Mampu menarik kesimpulan dari

data yang telah ada dan terseleksi

d. Mampu menganalisis isi,

hubungan prinsip, dan bias

e. Mamapu membuat interpretasi

pengertian, definisi, reasoning, dan

isu yang kontroversial

f. Sanggup mendeteksi bias atau

penyimpangan-penyimpangan

g. Mampu membuat hubungan yang

berurutan antara satu masalah

Dari karakteristik-karakteristik yang

disampaikan oleh para ahli di atas

tampak masih bersifat umum dan

belum bersifat operasional sehingga

sulit untuk dianalisis. Karakteristik-

karakteristik tersebut bisa terjadi dan

muncul ada bermacam-macam kasus.

Tidak semua karakter akan tampak

seketika, maupun tampak secara

berurutan ketika seseorang hanya

sedang menghadapi satu masalah

saja. Karakter-karakter lain akan

muncul ketika seseorang yang

berpikir kritis menghadapi pesoalan

atau masalah yang lain. Itu artinya

kasus berbeda karakter berpikir kritis

yang digunakan pun berbeda. Sebagai

ilustrasi yang dapat menggambarkan

hal ini misalnya seseorang dalam

menggunakan berpikir kritisnya

dalam kasus politik akan berbeda

dengan seseorang yang menggunakan

kemampuan berpikir kritis dalam

kasus lain seperti, periklanan,

pendidikan, dan lain sebagainya.

Tidak berpaling dari hal tersebut,

seorag siswa yang menggunakan

kemampuan berpikir kritis dalam

meghadapi masalah matematika

belum tentu akan sama dengan

seorang siswa yang sedang

menghadai masalah dalam mata

pelajaran lain. Maka dari itu tidak

semua karakter yang disebutkan

merupakan karakter yang relevan

dengan masalah matematika.

Pendapat yang dikemukakan para ahli

diatas pada hakikatnya saling

mendukung tentang tahapan seorang

siswa berpikir kritis.

Penulis merangkum 5

karakteristik berpikir kritis yang

dianggap paling mewakili dari

kemampuan berpikir kritis siswa

dalam memecahkan masalah

matematika, Karakteristik

kemampuan berpikir kritis tersebut

yaitu :

a. Kemampuan untuk membedakan

informasi yang relevan dan yang

tidak relevan

b. kemampuan untuk menganalisis

masalah

c. Kemampuan untuk mendeteksi

kekeliruan dan memperbaiki

kekeliruan konsep

d. Kemampuan memahami

karakteristik suatu hal tertentu

meskipun diubah bentuknya

e. Kemampuan untuk mengambil

keputusan/kesimpulan setelah

seluruh fakta dikumpulkan dan

dipertimbangkan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1426

C. Penalaran Matematis

Istilah penalaran atau

reasoning dijelaskan oleh Copi

(1998) sebagai berikut, “Reasoning is

a special kind of thinking in which

inference takes place, in which

conclusions are drawn from

premises” Berdasarkan pendapat

tersebut penalaran merupakan

kegiatan, proses atau aktivitas

berpikir untuk menarik suatu

kesimpulan atau membuat suatu

pernyataan baru berdasar pada

beberapa pernyataan yang diketahui

benar ataupun yang dianggap benar

yang disebut premis. Tidak semua

berpikir dapat dikatakan bernalar. Hal

ini sesuai dengan pendapat Copi

(1998), “All reasoning is thinking

but not all thinking is reasoning”,

Misalnya mengingat atau

membayangkan sesuatu. Penalaran

merupakan kegiatan berpikir yang

mempunyai karakteristik tertentu

untuk menemukan kebenaran.

Karakteristik yang dimaksud adalah

pola berpikir yang logis dan proses

berpikirnya analitis.

English (2004) menyatakan,

“The tradition view of

mathematical reasoning as superior

computational and analytical skill

has been revised to accommodate

processes that are important in

today’s era. These include gathering

evidence, analyzing data, making

conjuctures, constructing argument,

drawing and validating logical

conclusion, and proving assertions”

Berdasarkan pendapat di atas

penalaran matematika tidak hanya

kemampuan berhitung dan analisis,

tetapi juga mencakup beberapa

proses, antara lain, mengumpulkan

bukti, analisis data, membuat dugaan,

membangun argumen, menarik

simpulan, mensahihkan simpulan

yang logis, serta membuktikan

kebenaran pernyataan dengan tegas.

Lebih lanjut, Russel (dalam English)

menambahkan bahwa penalaran

metematika memuat perkembangan,

pembenaran, dan penggunaan

generalisasi metematika yang

mengarah pada keterkaitan

pengetahuan matematika dalam

bidang matematika. Hal ini berarti

penalaran matematika selalu

menggunakan pengetahuan-

pengetahuan dan aturan-aturan yang

ada dalam matematika.

Menurut Stancey (2010)

Reasoning in mathematics is a

cognitive process of looking for

reasons and looking for conclusions.

Penalaran dalam matematika adalah

proses kognintif dalam mencari

alasan dan mencari kesimpulan.

Dalam mempelajari matematika,

siswa perlu untuk mempelajari

tentang alasan yang telah ditemukan

sebelumnya untuk mendukung suatu

kesimpuan. Sebagai contoh, mengapa

jumlah sudut pada sebarang segitiga

adalah 180 derajat dan mereka juga

perlu untuk mengikatnya dalam

penalarannya yang dibutuhkan pada

saat menghadapi suatu permasalahan.

Belajar tentang penalaran para ahli

seharusnya membantu dalam

perkembangangan kemampuan

penalaran kita, hal itu seharusnya

membuktikan sebuah keyakinan

bahwa matematika memberikan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1427

manfaat, tidak hanya sekumpulan

sebarang aturan dan secara umum

mampu mendemonstrasikan karakter

deduktif matematika secara unik.

Berdasarkan uraian di atas

maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan penalaran

matematis adalah Penerapan logika

atau pola pikir abstrak dalam

pemecahan masalah matematika

menggunakan pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya .

D. Masalah Matematika

Masalah adalah kesenjangan

antara teori dengan praktek atau

antara harapan dengan kenyataan.

Siswono (2008 : 34), mengungkapkan

bahwa masalah bagi seseorang

bersifat pribadi/individual. Masalah

dapat diartikan suatu situasi atau

pertanyaan yang dihadapi seorang

individu atau kelompok ketika

mereka tidak mempunyai aturan,

algoritma/prosedur tertentu atau

hukum yang segera dapat digunakan

untuk menentukan jawabannya.

Senada dengan pernyataan tersebut

Hudojo (1988:119) menyatakan

bahwa suatu pernyataan akan

merupakan masalah hanya jika

seseorang tidak mempunyai

aturan/hukum tertentu yang segera

dapat dipergunakan untuk

menentukan jawaban pertanyaan

tersebut. Masalah bersifat subjektif

bagi setiap orang, artinya suatu

masalah dapat merupakan masalah

bagi seseorang, namun bukan

merupakan masalah bagi orang lain.

Berdasarkan pendapat dari

kedua ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa masalah adalah suatu kondisi

yang dihadapi seseorang atau

kelompok dan tidak dapat

diselesaikan secara langsung. Jadi

tidak semua masalah yang dihadapi

seseorang merupakan masalah bagi

orang lain.

Polya (1973:23) menyatakan

bahwa terdapat dua jenis masalah

dalam matematika, yaitu :

1. Masalah matematika, dapat

teoritis atau prakits, abstrak atau

konkrit, kita harus mancari

semua variabel masalah tersebut,

menghasilkan atau

mengkronstruksi semua jenis

objek yang dapat dipergunakan

untuk menyelesaikan masalah

itu. Bagian utama dari jenis

masalah ini adalah, Apakah yang

dicari, Bagaimana data yang

diketahui, serta bagaiman

syaratnya. Ketiga bagian utama

tersebut sebagai landasan untuk

dapat menyelesaikan masalah

jenis ini.

2. Masalah membuktikan, adalah

untuk menunjukkan bahwa suatu

pernyataan itu adalah benar atau

salah, atau tidak kedua-duanya.

Bagian utama dari masalah jenis

ini adalah hipotesa dan konklusi

dari suatu teorema yang harus

dibuktikan kebenarannya. Kedua

bagian utama tersebut sebagai

landasan untuk dapat

menyelesaikan masalah ini.

Berdasarkan uraian di atas

maka dapat disimpulkan bahwa

masalah matematika adalah suatu

kondisi yang dihadapi oleh seseorang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1428

dan harus diselesaikan yang

melibatkan konsep matematika dalam

penyelesaiannya tersebut. Untuk

memancing daya nalar matematis

siswa, masalah berupa pembuktian

adalah cara ampuh yang dapat

digunakan untuk mengembangkan

wawasan matematika dan

menumbuhkembangkan kemampuan

berpikir kritis. Dalam membuktikan

suatu permasalahan matematika,

seorang siswa dituntut untuk

memberikan alasan-alasan logis yang

mendukung argumennya dan saat

itulah siswa akan berpikir,

beranalisis, dan bernalar

menggunakan pengalaman serta

pengetahuannya yang terkait dengan

permasalahan yang diberikan

tersebut.

D. Menumbuh Kembangkan

Kemampuan Berpikir Kritis

Melalui Penalaran Matematis

dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika

Mengacu pada karakter

berpikir kritis dalam memecahkan

masalah matematika, maka dapat

dijelaskan tentang penalaran

matematis yang terkait dengan

karakter-karakter tersebut, seperti

berikut :

a. Kemampuan untuk

membedakan informasi yang

relevan dan yang tidak relevan

Karakter ini berkaitan dengan

kemampuan siswa menilai fakta

dan mengevaluasi pernyataan-

pernyataan yang diperoleh,

sehingga penalaran matematis

disini muncul ketika siswa dapat

menyusun informasi-informasi

mana yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Siswa yang berpikir

kritis menggunakan penalaran

matematis akan dapat memahami

dan menangkap isi/inti informasi

dari soal tersebut dengan

mengabaikan informasi-informasi

yang tidak relevan dengan masalah

yang diberikan.

b. kemampuan untuk menganalisis

masalah

Penalaran matematis pada

kemampuan ini berguna untuk

memperjelas kemungkinan, fakta,

opini, yang mendukung dalam

penyelesaiaan masalah serta

menganalisis kemungkinan solusi

yang nantinya akan digunakan

dalam menyelesaikan masalah

matematika yang akhirnya

menentukan langkah dalam

menyimpulkan solusi dari masalah

yang dihadapi. Kemampuan ini

muncul pada saat siswa

dihadapkan pada suatu

permasalahan yang kompleks,

siswa akan mampu menangkap

maksud dari permasalahn tersebut.

Siswa yang berpikir kritis dapat

mengetahui apa yang ditanyakan

dalam soal dan mampu

memodelkan permasalahn tersebut

ke dalam bentuk matematika serta

menghubungkan dengan

konsep/rumus yang telah dipelajari

sebelumnya untuk menemukan

solusi dari permasalahan yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1429

dihadapi tersebut.

c. Kemampuan untuk mendeteksi

kekeliruan dan memperbaiki

kekeliruan konsep

Siswa yang mampu bernalar

matematis akan mampu

mendeteksi serta memperbaiki

kekeliruan konsep dari soal atau

masalah matematika yang

diberikan. Ada kalanya memang

disengaja atau tidak, soal diberikan

dengan menyelipkan kekeliruan

konsep yang memang bertujuan

untuk memancing daya nalar

siswa. Namun jika siswa berpikir

kritis menggunakan penalaran

matematis maka siswa tersebut

akan mampu memanggil

pengetahuan yang dimiliki untuk

mendeteksi kesalahan tadi.

d. Kemampuan memahami

karakteristik suatu hal tertentu

meskipun diubah bentuknya

Ada kalanya suatu masalah

matematika ditampilkan dalam

bentuk non rutin yang baru

pertama kali dihadapkan kepada

siswa, siswa yang berpikir kritis

menggunakan daya nalarnya, akan

tetap mampu memanggil

pengetahuannya untuk mengaitkan

bentuk yang baru tersebut dengan

masalah rutin yang biasa mereka

temukan untuk menemukan

keterkaitannya sehingga pada

akhirnya mampu menganalisis

masalah dan menemukan solusi

yang diharapkan.

e. Kemampuan untuk mengambil

keputusan/kesimpulan setelah

seluruh fakta dikumpulkan dan

dipertimbangkan

Karakter ini akan muncul ketika

siswa dihadapakan pada fakta-

fakta yang terangkum, siswa

menganalisis fakta-fakta yang

terkumpul yang tentunya

menggunakan penalaran. Siswa

yang kritis mampu mengambil

keputusan/kesimpulan dari hasil

analisisnya.

Berdasarkan Uraian di atas

maka langkah yang dapat ditempuh

oleh para pendidik untuk

menumbuhkembangkan kemampuan

berpikir kritis peserta didik adalah

dengan mengembangkan strategi-

strategi pembelajaran dan perangkat

pembelajaran yang tepat yang mampu

menumbuhkan karakter-karakter di

atas yang tentunya dapat memancing

daya nalar para peserta didik.

SIMPULAN

Berpikir kritis adalah proses

berpikir menggunakan nalar,

beralasan, sistematis, logis untuk

menghasilkan suatu keputusan yang

rasional sehingga berani

mempertanggungjawabkan

keputusannya tersebut. Jadi penalaran

matematika muncul pada saat

seseorang berpikir kritis. Penalaran

menjadi pusat dalam mempelajari

matematika, sehingga dalam

memecahkan masalah matematika

dibutuhkan penalaran matematis dan

penalaran matematis dapat dilatih dan

dikembangkan melalui pemecahan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1430

masalah matematika. Maka untuk

menumbuhkemabangkan

kemampuan berpikir kritis para

peserta didik harus dilatih dengan

pemecahan masalah matematika yang

dapat memancing daya nalarnya

sehingga memunculkan karakter-

karakter berpikir kritis.

SARAN

Melihat betapa pentingnya

penalaran matematis guna

menumbuhkembangkan kemampaun

berpikir kritis, penulis menyarankan

agar para guru ataupun dosen mulai

mengembangkan pembelajaran yang

dapat memancing daya nalar para

peserta didik, baik melalui model-

model pembelajaran seperti PBL

(Problem Based Learning), Problem

Possing serta memberikan peserta

didik latihan pemecahan masalah

berupa pembuktian-pembuktian

dalam matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Copi, Irving M. 1978. Introduction to

Logic. Mcmillan Publishing

Co, Inc. New York

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP).

Jakarta: Depdiknas.

English, Lyn D. 2004. Mathematical

And Logical Reasoning of

Young Learners. London:

Lawrence Erlbaum

Assosiates, Publisher.

Filasaime, Dennis.K. 2008. Menguak

Rahasia Berpikir Kritis dan

Kreatif . Jakarta : Prestasi

Pustaka.

Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis.

Jakarta : Erlangga.

Hudojo, Herman. 2003.

Pengembangan Kurikulum

dan pembelajaran

matematika. Malang :

Universitas Negeri Malang.

Polya, G. 1973. How to solve it.

Second edition. New Jersey:

Princeton University Press.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan

masalah, Penalaran, dan

komunikasi. Departemen

Pendidikan Nasional

Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar dan

Menengah pusat

Pengembangan Penataran

Guru (PPPG) Matematika :

Yogyakarta. Diakses pada 12

November, 2015

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2007.

Model Pembelajaran

Matematika Berbasis

Pengajuan dan Pemecahan

Masalah Untuk

Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kreatif. Surabaya:

Unesa University Press.

Stancey, Kaye. 2010. Mathematics

Teaching and Learning to

reach beyond the Basics.

Research of Conference.

University of Melbourne

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1431

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARANKOOPERATIF TIPE THINK

PAIR AND SHARE (TPS) DAPATMENINGKATKANSIKAP

MATEMATIKADANPRESTASIBELAJARSISWAKELAS XI 𝐈𝐏𝐒𝟏 SMA N 1

PALIBELOPADAMATERISTATISTIKATAHUNPELAJARAN 2015/2016.

RAODATUL JANNAH [email protected]

Wisudawan terbaik ke-2 jurusan pendidikan matematika

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Room Action

Research) yang direncanakan dalam beberapa siklus dan dilaksanakan dalam dua

siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS1 SMA N 1 Palibelo dengan

jumlah siswa 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa

perempuan.Tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,

evaluasi dan refleksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan sikap

matematika dan prestasi belajar pada materi statistika siswa kelas XI IPS1 SMA N

1 Palibelotahunpelajaran 2015/2016.Teknik pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah :(1) data tentang sikap matematika siswamenggunakan

lembar angket.(2) Data tentang kemampuan prestasi balajar Siswa dikumpulkan

dengan memberikan tes/evaluasi pada setiap akhir siklus. Ketentuan belajar ≥ 85%

dan sikap matematik asiswa minimal berkategori baik merupakan indikator yang

digunakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi.

Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; Rata-rata

pengisian angket 79,48 dengan kategori kurang baik, dan nilai rata-rata hasil

prestasi belajar siswa64,43terdapat 20 siswa yang telah tuntas dari 28 siswa yang

mengikuti tes dengan prosentase ketuntasan belajarnya sebesar 71,42%, dan 8

siswa belum tuntas atau 28.58%. Terjadi peningkatan pada Siklus II; Rata-rata

pengisian angket meningkat menjadi 111,25 dengan kriteria baik, dan nilai rata-rata

hasil prestasi belaja rnaik 15,11 poin menjadi 79,54 dengan presentase ketuntasan

belajarnya 96,43%. Kemudian tingkat ketuntasan siswa dapat digambarkan bahwa

dari 28 siswa kelas XI IPS1 SMA N 1 Palibelo yang dinyatakan telah tuntas

sebanyak 27 siswa atau 96,43% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 1 siswa

atau 3,57%. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya indikator penelitian

yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran koperatif tipe Think Pair and Share (TPS) pada materi statistika

dapat meningkatkan sikap matematika dan prestasi belajarsiswa kelas XI IPS1

SMA N 1 Palibelotahun pelajaran 2015/2016.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Pair and Share (TPS),

Kematangan Sikap, Prestasi belajar, Statistika

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1432

PENDAHULUAN

Pendidikan dan pengajaran

adalah salah satu usaha yang

bersifat sadar tujuan yang dengan

sistematis terarah pada perubahan

tingkah laku menuju kedewasaan

anak didik (Sardiman A.M.

2012:12). Kedewasaan anak didik

sangatlah diperlukan untuk

kemajuan suatu bangsa tidak

dilihat dari kekayaan sumber daya

alamnya saja tetapi pada saat ini

juga dilihat dari kemampuan

sumber daya manusianya sendiri

bagaimana memanfaatkan suatu

sumber daya alam yang ada di

Negaranya, namun

permasalahannya saat ini ialah

banyak siswa-siswi yang kurang

mencintai pendidikan terutama

yang paling disorot ialah pelajaran

matematika.

Pembelajaran matematika

bersifat abstrak, maka belajar

matematika memerlukan daya

nalar yang tinggi. Demikian pula

dalam mengajar matematika guru

harus mampu mengabstraksikan

obyek-obyek matematika dengan

baik sehingga siswa dapat

memahami obyek matematika

yang diajarkan. Hudoyo (2009:8)

menyatakan bahwa belajar

matematika merupakan suatu

struktur hierarki dari konsep-

konsep lebih tinggi yang dibentuk

apa yang telah terbentuk

sebelumnya. Disamping

ituMatematika sebagai salah satu

mata pelajaran yang memegang

peranan yang sangat penting

dalam pendidikan. Karena selain

dapat mengembangkan pemikiran

kritis, kreatif, sistematis, dan logis,

matematika juga telah memberikan

kontribusi dalam kehidupan

sehari-hari mulai dari hal yang

sederhana seperti perhitungan

dasar (basic calculation) sampai

hal yang kompleks dan abstrak.

Namun pada kondisi objektifnya

hasil yang diraih oleh siswa-siswi

masih jauh dari apa yang

diharapkan.

Proses pembelajaran yang

berlangsung di SMA Negeri 1

Palibelo berdasarkan hasil

observasi yaitumasih berpusat

pada guru, suasana kelas

cenderung teacher-centered

sehingga siswa menjadi pasif.

Siswa lebih sering hanya diberikan

rumus-rumus yang siap pakai

tanpa memahami makna dari

rumus-rumus tersebut. Kerja yang

dilakukan itu bukanlah jenis

aktifitas berfikir melainkan suatu

latihan yang merupakan hafalan

belaka. Berbanding terbalik

dengan yang kita ketahui

bersamabahwa belajar matematika

sebenarnya untuk mendapatkan

pengertian hubungan dan simbol

yang kemudian mengaplikasikan

konsep-konsep yang di temukan

kesituasi yang nyata. Disamping

itutanggung jawab dan kesiapan

siswa yang masih jauh dari yang di

harapkan, sehingga dengan sadar

siswa acuh tak acuh bahkan

terkadang mengangap matematika

materi yang membosankan. Hal ini

semakin terlihat pada presentasi

prestasi belajar siswa yang masih

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1433

dibawah standar.

Berdasarkan hasil wawancara

peneliti pada tanggal 29 april 2015

dengan guru bidang studi

matematika yang mengajar pada

kelas XI IPS SMA Negeri 1

Palibelo, bahwa rata-rata hasil

belajar siswa dikategorikan masih

rendah. Hal ini dapat dilihat dari

data nilai akhir semester siswa

kelas XIIPS semester ganjil dalam

tiga tahun terakhir sebagai berikut

:

Tabel 1.1Nilai Rata-Rata ulangan

semester siswa kelas XI

IPSpada mata pelajaran

matematika

TAHUN Nilai rata – rata

KKM SEMESTER IPS1 IPS2 IPS3

2012/2013 64 65,3 63,8 65 GANJIL

2013/2014 64 64,7 65,2 65 GANJIL

2014/1015 65,6 65,9 64,3 65 GANJIL

Sumber : Data Kurikulum SMAN1

Palibelo

Kenyataan tersebut tidak

dapat dipungkiri bahwa salah satu

faktor penyebab minimnya hasil

belajar dipengaruhi oleh metode

atau model pembelajaran yang

digunakan.Oleh karena itu

dibutuhkan sebuah model dan

gaya pengajaran yang mampu

mengubah kenyataan dengan

menjadikan siswa berprestasi.

Belum maksimalnya hasil

belajar matematika tidak terlepas

dari proses pembelajaran

matematika yang dilaksanakan,

untuk itu perlu

diciptakan/direncanakan sebuah

kondisi belajar yang menyenangkan

bagi peserta didik. Dengan kondisi

yang menyenangkan peserta didik

lebih termotivasi dalam belajar,

minat yang tinggi dalam belajar,dan

memiliki sikap matematika yang

baik, dan pada akhirnya dapat

meningkatkan prestasi belajar

peserta didik

Melihat kondisi tersebut

peneliti sangat tertarik untuk

melakukan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK). Dengan penelitian

tindakan kelas (PTK), peneliti

akan mencoba merancang proses

pembelajaran yang lebih menarik

dari sebelumnya yaitu dengan

mencoba menerapkan metode

pembelajaran yang bervariasi serta

model pembelajaran yang bisa

memberikan kebebasan bagi siswa

untuk mengekspresikan

kemampuannya dan ide-ide yang

mereka miliki. Tentu saja dalam

hal ini prosedur yang ada dalam

model pembelajaran itu diterapkan

semaksimal mungkin agar siswa

bisa secara sadar mengamati,

mengumpulkan, mengelola, dan

manyampaikan informasi yang

sesuai dengan kehidupan yang

nyata.

Terdapat banyak model

pembelajaran salah satunya adalah

model pembelajaran kooperatif

tipe Think-Pair-Share

(TPS).Think-Pair-Share memiliki

prosedur yang ditetapkan secara

eksplisit untuk memberi siswa

waktu lebih banyak untuk berpikir,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1434

menjawab, dan saling membantu

(Nurhadi dkk, 2003:66).Setelah

guru menyajikan suatu topik atau

setelah siswa membaca suatu

tugas, selanjutnya guru meminta

siswa untuk memikirkan

permasalahan yang ada dalam

topik/bacaan tersebut. Dalam

model ini siswa di tuntut untuk

memikirkan suatu topik,

berpasangan dengan siswa lain dan

mendiskusikannya, kemudian

berbagi ide dengan seluruh

kelas.Dengan beranggota dua

orang dalam satu kelompok Think

Pair and Share akan meberi

keseriusan dan keharusan untuk

bertanggungjawab bagi siswa

dalam menyelesaikan tugas

sehingga secara tidak sadar sikap

siswa akan memenuhi

kematangan, ketika hal demikian

terjadi prestasi siswa akan

meningkat.

Berdasarkan uraian di atas

peneliti ingin melakukan

penelitian tentang “implementasi

model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair and Share

(TPS)untuk meningkatkan

kematangan sikap dan

prestasibelajar siswa kelas XI IPS1

SMA Negeri 1 Palibelo pada

materi statistikaTahun pelajaran

2015/2016.

a. Pengertian Think Pair and

Shere (TPS)

Strategi think pair share

(TPS) atau berpikir berpasangan

berbagai adalah merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi

pola interaksi siswa. Mengajukan

pertanyaan selama pembelajaran

dikelas adalah cara yang tepat

untuk melibatkan peserta didik

secara aktif, mengukur

pemahaman pesrta didik, atau

mengarahkan peserta didik dalam

menerapkan pengetahuan baru.

Salah satu starategaiyang

memadukan pola berpilir individu

dan kelompok adalah think pair

and share (TPS) strategi ini

dikembangkan oleh Frang Lyman

di universitas Maryland.

Pembelajaran thin pair

and share memiliki prosedur yang

diterapkan secara eksplisit untuk

memberikan peserta didik waktu

lebih banyak untuk berpkir,

menjawab dan saling membantu

satu sama lain. Think pair share

sangat membantu karena

diskusinya terstruktur. Peserta

didik mengikutu sebuah proses

yang ditentukan dengan

membatasi pemikiran off-task dan

off-task behavior, dan

akuntabilitas yang dibangun

karena masing-masing harus

melaporkan kepada seorang

pasangan, dan kemudian pasangan

harus melaporkan kepada kelas.

Tahapan penerapan thik

paire share terdiri dari tiga tahap:

1. Thingking: guru mengajukan

sebuah pertanyaan atau isu dan

meminta setiap peserta didk

mempergunakan waktu beberapa

menit untuk memikirkan jawaban

mereka secara mandiri untuk

beberapa saat

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1435

2. Pairing: selanjutnya, peserta

didik diminta untuk

berpasangan dengan

pesertadidik lain dan meminta

mendiskusikan apa yang telah

dipikirkan pada tahapan

pertama. 4–5 menit adalah

waktu normal yang diberikan

untuk tahapan ini. Interaksi

yang diberikan adalah peserta

didik dapat berbagi jawaban

dari pertanyaan atau ide bila

persoalan telah diidentifikasi

3. Sharing: sepasang peserta

didik kemudian diminta untuk

berbagi dan mereka

mendiskusikannya dengan

seluruh peserta didik dalam

kelas. Mereka diminta tidak

hanya mendiskusikan isinya

tetapi juga tentang cara

mereka memikirkannya

b. Keunggulan Thing Pair and

Share(TPS)

1. Memberikan siswa waktu

lebih banyak untuk berpikir,

menjawab, dan saling

membantu satu sama lain

2. Lebih mudah dan cepat

membentuk kelompoknya.

3. Siswa lebih aktif dalam

pepmbelajaran karena

menyelesaikan tugasnya

dalam kelompok, dimana tiap

kelompok hanya terdiri dari

dua orang.

4. Siswa memperoleh

kesempatan untuk

mempersentasikan hasil

diskusinya dengan seluruh

siswa sehingga ide yang ada

menyebar.

5. Memungkinkan siswa untuk

merumuskan dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

mengenai materi ynag di

ajarkan karena secara tidak

langsung memperoleh contoh

pertanyaan yang di ajukan

oleh guru, serta memperoleh

kesempatanuntuk memikirkan

materi yang diajarkan.

Berdasarkan pendapat

diatas dapat disimpulkan

bahwa keungulan TPS adalah

memberi siswa waktu lebih

banyak untuk berfikir,

menjawab, dan saling

membantu satu sama lain,

lebih mudah dan cepat

membentuk kelompoknya,

siswa lebih aktif dalam

pembelajaran karena dapat

menyelesaikan sendiri

tugasnya dalam kelompok,

dimana tiap kelompok hanya

terdiri dari dua orang, siswa

memperoleh kesempatan

untuk mempersentasikan hasil

diskusinya dengan seluruh

siswa sehingga ide yang ada

menyebar, memungkinkan

siswa untuk merumuskan dan

mengajukan pertanyaan

pertanyaan mengenai materi

yang diajarkan karena secara

tidaklangsung memperoleh

contoh pertayaan yang

diajurkan oleh guru, serta

memperoeh kesempatan untuk

memikirkan materi yang

diajarkan. Fadholi (2009:1)

dalam Lukman (2014:17)

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1436

c. Kelemahan Tink Pair and

ShareTPS

1. Jumlah siswa yang ganjil

berdampak pada saat

pembentukan kelompok,

karena ada satu siswa tidak

mempunyai pasangan

2. Jika ada perselisihan, tidak

ada penengah

3. Jumlah kelompok yang

berbentuk banyak

4. Menggantungkan pada

pasangan

5. Sangat sulit diterapkan

disekolaah yang rata-rata

kemampuan siswanya tendah

Berdasarkan pendapat

diatas dapat disimpulkan

bahwa kelemahan TPS adalah

jumlah siswa yang ganjil

berdampak pada saat

pembentukan kelompok,

karena ada satu siswa yang

tidak mempunyai pasangan,

jika ada perselisihan, tidak ada

penengah, jumlah kelompok

yang berbentuk banyak,

menggantungkan pada

pasangan, sangat sulit

diterapkan disekolah yang

rata-rata kemampuan siswanya

rendah. Fadholi (2009:1)

dalam Lukman (2014:17).

2. Kematangan Sikap

Matematika Kematangan adalah

keadaan individu dalam

perkembangan sepenuhnya

yang di tandai oleh

kemampuan aktual dalam

membuat pertimbangan secara

dewasa. (KBBI, 2002:722).

Arcavi (2007:2) sikap

matematika adalah

kecenderungan intelektual

terhadap matematika dan

pemecahan masalah, termasuk

perspektif tentang apa

matematika dan aktivitas

matematika.

Katagiri (2007)

dalamSutarto dan Syarifuddin

(2013:222) menyatakan bahwa

“mathematical thinking is like

an attitude, as in it can be

expressed as a state of

“attempting to do” or

“working to do”someting. It is

not limitid to results

represented by actions, as in

“the ability to do,” or

“couldn’t do” something”

katagiri menegaskan bahwa

berpikir matematika seperti

sebuah sikap, didalamnya dapat

dinyatakan sebagai keadaan

“mencoba untuk

melakukannya” atau “bisa

melakukan” atau “tidak bisa

melakukan” sesuatu.

Dari pengertian diatas

dapat di simpulkan bahwa

sikap matematika adalah sikap

yang meliputi berusaha

memahami persoalan atau

substansi persoalan matematika

secara mandiri, berusaha

mengambil tindakan logis,

berusaha mengekspresikan hal-

hal yang jelas dan ringkas, dan

berusaha mencari hal-hal yang

lebih baik.

Katagiri (2007) dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1437

Sutarto dan Syarifuddin

(2013:222) memberikan

beaberapa kriteria mengenai

sikap matematika

a. Attemping to grasp

one;sown prolems or

objectives or substance

clearly, by oneself (Berusaha

memahami persoalan atau

substansi persoalan

matematika secara mandiri)

b. Attepting to take logical

actions (Berusaha

mengembel tindakan logis)

c. Attepting to express matters

clearly and succinctly

(Beusaha menyatakan

bebagai hal dengan jelas dan

ringkas)

d. Attepting to seek better

things (Mencoba untuk

mencari bebagai hal yang

lebih baik).

3. PrestasiBelajar Matematika

Prestasi belajar merupakan

tujuan pengajaran yang

diharapkan semua peserta

didik. Untuk menunjang

tercapainya tujuan pengajaran

tersebut perlu adanya kegiatan

belajar mengajar yang

melibatkan siswa, guru, materi

pelajaran, metode pengajaran,

kurikulum dan media

pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan siswa serta

didukung oleh lingkungan

belajar-mengajar yang

kondusif.

Menurut WJS Poerdarminta

dikutip dari Nelly Maghfiroh

(2010:48) berpendapat, bahwa

prestasi adalah hasil yang telah

dicapai (dilakukan, dikerjakan,

dan lain sebagainya).

Sedangkan menurut Gagne

dikutip dari Yusniyah

(2010:22) prestasi adalah

penguasaan siswa terhadap

materi pelajaran tertentu yang

telah diperoleh dari hasil tes

belajar yang dinyatakan dalam

bentuk skor.

Melalui proses belajar seorang

siswa akan mengalami

perubahan tingkah laku sebagai

akibat dari pengalaman-

pengalaman yang diperolehnya

untuk mencapai prestasi

maksimal. Slameto (2010:2)

mengemukakan bahwa belajar

adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan

lingkungannya.

Belajar adalah suatu bentuk

pertumbuhan atau perubahan

dalam diri seseorang yang

dinyatakan dalam cara-cara

bertingkah laku yang baru

berkat pengalaman dan latihan

(Oemar Hamalik, 2005:21).

Belajar adalah suatu perilaku

pada saat sedang belajar maka

responsnya menjadi lebih baik.

Sebaliknya bila ia tidak belajar

maka responsnya menurun.

Dalam belajar ditemukan hal

sebagai berikut:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1438

a. Kesempatan terjadinya

peristiwa yang menimbulkan

responspebelajar,

b. ResponS sipebelajar, dan

konsekuensi yang bersifat

menguatkan konsekuensi

tersebut. (Dimyati, 2006: 9).

Menurut Sri Subarinah

(2006:1) menjelaskan

matematika adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari

struktur yang abstrak dan pola

hubungan yang ada

didalamnya. Hakikatnya belajar

matematika adalah belajar

konsep, struktur konsep, dan

mancari hubungan antar konsep

danstrukturnya.

Berdasarkan

pengertian yang dikemukakan

para ahli, maka dapat dikatakan

bahwa prestasi belajar

matematika adalah tingkat

penguasaan siswa terhadap

materi pelajaran matematika

yang telah diperoleh darihasil

tes belajar yang dinyatakan

dalam bentuk skor.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini

merupakan Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action

Research). Penelitian tindakan

kelas didefinisikan sebagai studi

sistematis dari upaya

meningkatkan praktik pendidikan

oleh kelompok partisipan dengan

cara tindakan praktis mereka

sendiri dan dengan cara refleksi

mereka sendiri terhadap pengaruh

tindakan tersebut (Hopkin dalam

Emzir, 2008:234). Penelitian

tindakan pada umumnya sangat

cocok untuk meningkatkan

kualitas subyek yang hendak

diteliti. Oleh karena subyek di

dalam penelitian ini adalah berupa

kelas, dengan tujuan untuk

memperbaiki dan meningkatkan

proses pembelajaran secara

berkesinambungan, maka jenis

penelitian ini lebih dikenal dengan

penelitian tindakan kelas

(classroom action research).

Secara garis besar pelaksanaan

tindakan ini dilakukan minimal

dua siklus yang setiap siklus

meliputi empat tahapan yaitu

perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, dan refleksi.

Adapun yang menjadi

subyek dalam penelitian ini adalah

28 orang siswa kelas XI IPS1

Tahun Pelajaran 2015/2016,dengan

jumlahsiswa yang laki-lakinya

adalah 14 siswa dan untuk siswa

perempuannya adalah 14 siswa.

Rencana Tindakan

Pada umumnya, tiap-tiap

siklus penelitian tindakan berisi

kegiatan:

perencanaan,tindakan,observasi,ev

aluasi/refleksi. Berikut ini

dipaparkan model penelitian

tindakan yang telah dikembangkan

ahli.

Prosedur yang digunakan

dalam penelitian ini adalah

prosedur tindakan kelas dengan

tahapan sebagai berikut :

a. Tahap perencanaan

Dalam tahap perencanaan ini

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1439

dilakukan kegiatan-kegiatan

sebagai berikut:

a. Membuat rencana

pelaksanaan pembelajaran

(RPP) sesuai materi Statistik

b. Menyusun masalah-masalah

dalam bentuk Lembar Kerja

Siswa (LKS)

c. Menjelaskan langkah-

langkah belajar dengan

model kooperatf tipe Think

Pair and Share (TPS)

d. Membuat lembar observasi

yang akan digunakan untuk

mengetahui situasi dan

kondisi sikap belajar

matematika siswa

e. Membuat alat evaluasi

berupa tes tertulis untuk

mengukur prestasi siswa

b. Tahap pelaksanaan tindakan

Kegiatan yang

dilakukan pada tahap ini

adalah melaksanakan kegiatan

pembelajaran sesuai dengan

rencana pembelajaran yang

disusun, dengan penekanan

pada peningkatan sikap untuk

prestasi belajar matematika

sesuai dengan tahap-tahap

pelaksanaan keterampilan

proses yang telah disusun

dalam langkah-langkah

pembelajaran.

2. Tahap observasi

Pada tahap ini

dilakukan observasi terhadap

pelaksanaan tindakan dengan

mengunakan lembar observasi

yang telah di siapkan yang

berisi deskriptor-deskriptor

dalam setiap indikator prilaku

siswa untuk mengetahui sikap

siswa dalam proses

pembelajaran, serta lembar

observasi untuk mengetahui

sikap guru dalam proses

pembelajaran.

3. Evaluasi

Pada tahap ini kegiatan

yang di lakukan adalah

mengadakan evaluasi terhadap

tindakan yang telah dilakukan

berdasarkan rencana pelasanaan

pembelajaran.

4. Refleksi

Kegiatan yang dilakukan pada

tahap ini adalah :

1. Melihat hasil test

2. Menganalisis hasil angket

untuk mengetahui

kekurangan kekurangan

dalam proses belajar

mengajar.

3. Hasil analisis data yang

dilaksanakan pada tahap

ini akan dipergunakan

sebagai acuan untuk

merencanakan siklus

berikutnya. Jika siklus

pertama belum berhasil

sesuai dengan ketuntasan

prestasi belajar yang ingin

dicapai yakni ketuntasan

individu≥ 65 dan

ketuntasan klasikal P ≥

85% siswa mendapatkan≥

65 dan sikap belajar siswa

berdasarkan pedoman

angket minimal tergolong

baik, maka diadakan

perbaikan-perbaikan

setelah kekurangan-

kekurangan pada siklus

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1440

pertama untuk

mengadakan siklus

berikutnya.

Dari uraian di atas maka

penulis menyimpulan bahwa

tindakan yang dilakukan itu adalah

perencanaan, tindakan, pengisisan

angket dan evaluasi/refleksi.

Prosedur pengumpulan data

Prosedur yang digunakan untuk

mengumpulakan data dalam

penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Pemberian tes evaluasi atau

ulangan dalam bentuk esay

pada siswa setiap akhir siklus

untuk memperoleh data dan

hasil belajar siswa.

2. Pengisian angket oleh

digunakan untuk

mengetahuidata sikap

matematika siswa.

Teknik analisa data

Setelah memperoleh data,

maka data tersebut di analisa

dengan mencari ketuntasan belajar

siswa, kemudian dianalisa secara

kuantitaif.

a. Data proses pembelajaran

Proses pembelajaran

adalah segala kegiatan yang di

lakukan siswa selama jam

pelajaran. Dalam proses

pembelajaran peneliti akan

meneliti segala sikap siswa

selama proses pembelajaran

dan di masukkan dalam lembar

observasi. Analisis di lakukan

dengan langkah – langkah

sebagai berikut:

a. Mendiskripsikan hasil

observasi pembelajaran

untuk setiap siklus pada

pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair and Share

b. Mendeskripsikan langkah–

langkahguru dalam

penerapanpembelajaran

kooperatif tipe Thin pair and

Shareuntuk meningkatkan

sikap dan prestasi belajar

matematika.

b. Data hasil observasi

1) Sikap matematika siswa

Untuk mengetahui

kematangan sikap siswa

dalam pembelajaran

matematika maka data hasil

angket yang berupa skor

diolah dengan rumus

(Nurkencana dan Sunartana

dalam Sri M. 2014:35):

Sn = n

x

Keterangan :

Sn = Skor rata-rata sikap belajar

siswa

x = jumlah skor sikap belajar

seluruh siswa

n = banyaknya siswa

Skor maksimal

ideal (SMi) merupakan

skor tertinggi sikap siswa

yang diperoleh apabila

semua deskriptor medapat

checklist selalu yaitu skor

5. Untuk menilai kriteria

sikap matematika siswa

ditentukan terlebih dahulu

Mi dan Si. Cara

menentukan Mi adalah

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1441

sebagai berikut :

Mi

=(skor maksimal + skor minimal)

2

Mi =(150 + 30)

2

Mi = 90

Si =1

3× Mi

Si =1

3× 90

Si = 30 Keterangan :

Mi = Mean ideal

Si = Standar Deviasi ideal

Berdasarkan skor

standar maka kriteria untuk

menentukan sikap belajar

siswa dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 3.1 : Kriteria Sikap

Matematika Siswa Interval Skor (X) Kriteria

Mi+1,5Si<X Mi+3Si

Mi+0,5Si<X Mi+1,5Si

Mi-0,5Si<X Mi+0,5Si

Mi-1,5Si<X Mi-0,5Si

Mi-3Si X Mi-1,5Si

120< 𝑋 ≤ 150

100< 𝑋 ≤ 120

80< 𝑋 ≤ 100

60< 𝑋 ≤ 80

30< 𝑋 ≤ 60

Sangat Baik

Baik

Cukup Baik

Kurang Baik

Sangat Kurang

Baik

Sumber: Sutarto dan Syarifuddin

(2013:228)

Keterangan

X : jumlah skor yang diperoleh

2. Data prestasi belajar

Untuk mengetahu prestasi

belajar siswa, data prestasi belajar

dianalisis dengan mencari

ketuntasan belajar, kemudian

dianalisis secara kuantitatif.

a. Ketuntasan siswa individu

Jika dilihat dari ketuntasan,

seseorang siswa telah dikatakan

tuntas belajar apabila siswa

tersebut telah mencapai nilai ≥ 65

(KKM)

b. Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal dihitung dengan

persamaan %100xz

xKK

Keterangan :

KK = Ketuntasan kelas

X = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai 65

Z = Jumlah siswa yang

ikut tes

Suatu kelas dianggap telah

tuntas belajar secara klasikal bila

kelas tersebut telah mencapai

standar ketuntasan yaitu ≥ 85 %

siswa yang memperoleh nilai ≥ 65

(KKM).

HASIL PENELITIAN

Penelitian Tindakan kelas

ini telah di laksanakan pada tanggal

30 Juli sampai dengan tanggal 15

Agustus 2015 pada kelas XI IPS1

SMA N 1 Palibelo tahun pelajaran

2015/2016 yang terdiri dari 28

orang siswa dan terlaksana dalam 2

siklus. Penelitian ini dilaksanakan

dalam dua siklus. Masing-masing

siklus dilaksanakan tiga kali

pertemuan, yaitu dua kali untuk

materi dengan alokasi waktu untuk

satu kali pertemuan selama 2 x 45

menit dan satu kali untuk tes

dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.

Data yang diperoleh dari

hasil penelitian ini ada dua yaitu:

pertama data hasil pengisian angket

sikap matematka siswa selama

proses pembelajaran berlangsung.

Data yang kedua yaitu data yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1442

diperoleh dari hasil evaluasi tes

belajar siswa tentang penguasaan

materi Statistika. Pelaksanaan

penelitian ini di isi langsung oleh

masing–masing siswa. Hasil

penelitian diolah sesuai dengan

rumus yang sudah ditetapkan

sebelumnya.

Hasil penelitian untuk setiap

siklus yang telah dilaksanakan

dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Pembelajaran

Siklus I

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilaksanakan

pada tahapan perencanaan

sebagai berikut :

1) Mensosialisasikan

pembelajaran dengan

menggunakan model

pembelajaran kooperatif

tipe Thin Pair and Share

(TPS)kepada guru

matematika yang mengajar

di kelas XI 𝐼𝑃𝑆1 SMA N 1

Palibelo tahun pelajaran

2015/2016 .

2) Menyiapkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP). dapat dilihat pada

(lampiran 2, 3 dan 4).

3) Menyiapkan Lembar Kerja

Siswa (LKS), dapat dilihat

pada (lampiran 8 dan 9).

4) Menyusun lembar angket

untuk mencatat sikap

matematika siswa selama

pembelajaran berlangsung

dengan hasil angket, dapat

dilihat pada (lampiran 16).

5) Menyiapkan tes evaluasi

dalam bentuk uraian/essay

beserta pedoman

penskorannya, dapat dilihat

pada (lampiran 12 dan 14).

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaantindakanpad

asiklus I adatiga kali

pertemuan yaitu pada tanggal

30 Juli, 1Agustus dan 6

Agustus 2015 yang terdri dari

dua kali pertemuan untuk

penyampaian materi

pembelajaran dan satu kali

pertemuan untuk evaluasi.

Pertemuan pertama

dilaksanakan pada tangga l30

Juli 2015, materi yang di

sampaikan yaitu pengertian

dasar statistika Pertemuan

kedua dilaksanakan tanggal 1

Agustus 2015,materi yang di

sampaikan yaitu penyajian

data statistika. Dalam siklus

ini diikuti oleh28 orang siswa.

Pada pertemuan

pertama, kesiapan siswa

dalam pembelajaran masih

kurang serta sebagiansiswa

belum terbiasa dengan

pelaksanaan pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair

and Share (TPS), siswa masih

fakum dalam berpendapat,

masih belum memiliki

keberanian dalam bertanya

serta menjawab pertanyaan

guru, hal ini menjukan sikap

siswa pada proses

pembelajaran masih perlu di

perhatikan untuk kematangan

sikap demi peningkatan

prestasi belajar

Proses pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1443

berawal dari penjelasan

singkat mengenai materi yang

berlanjut pada penyerahan

permasalahan dalam bentuk

LKS,dengan LKS tersebut

siswa diminta memikirkan

penyelsaiannya dalam

bebrapa menit yang kemudian

siswa diberikan pasangan

untuk mendiskusikan hasil

dari pemikiran masing–

masing dan menemukan

jawabannya.Proses ini sedikit

mengundang keributan karna

tidak sedikit siswa yang

memiliki sikap susah

menerima apalagi pasangan

dianggap tidak bisa diajak

diskusi, setelah diberi arahan

beberapa menit kemudian

siswa mulai serius dalam

penyelesaian tugas dan

selanjutnya guru meminta

beberapa pasangan untuk

mempertanggung jawabkan

hasil kesimpulan diskusi

didepan kelas.

Sedangkan pada

pertemuan kedua sebagian

siswa sudah mulai aktif

bertanya tentang materi

pelajaran yang kurang

dipahami begitu pula

interaksi antara siswa dengan

siswa semakin meningkat

akan tetapi belum maksimal

karena masih terdapat

kelompok siswa yang belum

aktif dalam menanggapi

jawaban dari kelompok lain,

dan juga siswa masih kurang

percaya diri dalam

menyimpulkan hasil

penyelidikan dengan

menggunakan bahasa sendiri.

c. ObservasidanEvaluasi

1) Observasi

Hasil observasi

diperoleh dari pengisian

angket oleh siswa yang

telah di sediakan, bertujuan

untuk menekan jalannya

proses pembelajaran.

Semua sikap setiap siswa

dicatat dalam lembar

angket sesuai dengan

deskriptor yang nampak.

Berikut data sikap

matematika siswa tersebut

sesuai dengan skor pada

lampiran 16.

Tabel 4.1. Data analisis hasil

angket sikap matematika

siswa siklus I

Jumlah

siswa

Banyak

item

Jumlah

skor

Rata-rata Kriteria

28 30 2224 79,48 Kurang

baik

Dari data tabel di

atas menunjukan bahwa

sikap matematika masih

dikriteriakan kurang baik

jadi masih harus lebih di

perhatikan lagi bebrapa

deskriptor sikap siswa

yang masih belum nampak

pada siklus selanjutnya

2. Evaluasi

Tabel 4.2. Hasil

Evaluasi Siswa Siklus I,

sesuai lampiran 18.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1444

Siklus I Nilai

Jumlahnilai 1804

Nilai tertingi 80

Nilai terendah 50

Nilai Rata-rata 64,43

Jumlah siswa

yang mengikuti

tes

28

Banyaknya siswa

yang tuntas 20

Banyaknya siswa

yang tidak tuntas 8

Persentase

ketuntasan 71,42%

Evaluasi belajar

siklus I dilaksanakan pada

tanggal 6Agustus 2015

dengan soal dalam bentuk

essay sebanyak 2butirsoal,

yang diikuti oleh 28siswa.

Dari hasi tes evaluasi

dapat dilihat bahwa

ketuntasan belajar baru

mencapai 71,42%dengan

perolehan nilai rata-rata

siswa yaitu 64,43.

d. Refleksi

Setelahdianalisisdipe

rolehhasilprestasi belajar

dan sikap matematika siswa

pada siklus I

menunjukkansikap

matematikasiswadalam

proses pembelajaranbelum

tercapai secara menyeluruh,

atau belum memenuhi

kriteria yang ingin dicapai

padapenelitianinimaka

penelitian dilanjutkan ke

siklus II.

Adapun perbaikan yang

harus dilakukan antara lain :

1. Memberikan arahan dan

melakukan pendekatan untuk lebih

serius dan siap lagi dalam belajar

2. Memberikan semangat mereka

untuk berani mencoba.

3. Meyakinkan mereka bahwa

kerjasama dan saling melengkapi

bersama pasangan adalah hal

terbaik dalam proses pembelajaran.

Adapun perbaikan

selanjutnya disamping perbaikan

terhadap kekurangan–kekurangan

diatas, guru harus lebih intensif

memberikan bimbingan kepada

siswa yang nilainya <65 dan siswa

yang belum mencapai minimal

kriteria baik juga tetap

memberikan semangat bagi siswa

yang nilainya ≥65dan siswa yang

telah mencapai minimal kriteria

baik.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Siklus II

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilaksanakan

pada tahapan perencanaan

sebagai berikut :

1) Menyiapkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP). dapat dilihat pada

(lampiran 5, 6 dan 7).

2) Menyiapkan Lembar Kerja

Siswa (LKS), dapat dilihat

pada (lampiran 10 dan 11).

3) Menyusun lembar angket

untuk mencatat sikap

matematika siswa selama

pembelajaran berlangsung,

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1445

dapat dilihat pada (

lampiran 17).

4) Menyiapkan tes evaluasi

dalam bentuk uraian/essay

beserta pedoman

penskoran dan kunci

jawabanya, dapat dilihat

pada (lampiran 13 dan 15).

5) b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan

yang dilaksanakanpada siklus

ini bertujuanuntuk

memperbaiki kekurangan-

kekurangan pada siklus I.

Pada siklus II ini siswa sudah

terbiasa dengan model

pembelajaran kooperatif tipe

TPS. Hal ini dapat dilihat dari

kematangan sikap matematika

siswa selama proses

pembelajaran berlangsung,

siswa sudah aktif danselalu

merespon pertanyaan guru,

peningkatan dapat dilihat

pada kesiapan siswa

menerima pelajaran, pada saat

diskusi pasanagn berlangsung,

antusias siswa

mempertahankan pendapat

dan beradu argumen jika

terdapat perbedaan jawaban

dari pasangan lain juga

terjadi.

c. ObservasidanEvaluasi

1. Observasi

Adapun data hasil

pengisian angket

sikapmatematika siswa

pada siklus II dapat dilihat

pada tabel dibawah ini,

sesuai dengan skorpada

lampiran 17:

Tabel 4.3. data analisis

hasil angket sikap

matematika siswa siklus II Jumlah

siswa

Banyai

item

Jumlah

skor

Rata-

rata

Kriteria

28 30 3115 111,25 Baik

Berdasarkan hasil

pengisian angket siklus II

menunjukan bahwa

kegiatan pebelajaran sudah

berjalan seperti yang

diharapkan yang meski

terdapat kejanggalan–

kejanggalan kecil yang

dianggap biasa karna itu

manusia yang hidup

berkelompok, sementara

disamping itu siswa sudah

berani bertanya,

mengemukakan pendapat

dan siap tampil apabila

diminta mempresentasekan

lembar pertanggung

jawaban bersama

pasangannya.

2. Evaluasi

Tabel 4.4. Hasil Evaluasi

Siswa Siklus II, sesuai

dengan (lampiran 18)

Siklus II Nilai

Jumlahnilai 2227

Nilai tertingi 95

Nilai terendah 64

Nilai Rata-rata 79,54

Jumlah siswa

yang mengikuti

tes

28

Banyaknya siswa

yang tuntas 27

Banyaknya siswa

yang tidak tuntas 1

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1446

Persentase

ketuntasan 96,43%

Evaluasi belajar

siklus II dilaksanakan pada

tanggal 13Agustus 2015

dengan

melakukanevaluasidalam

bentuk essay sebanyak

2butirsoalyang

diujikanpada28orang

siswa. Dari hasil evaluasi

yang

diberikanmenunjukkanbah

wa ketuntasan belajar

mencapai 96,43% dengan

nilai rata-ratanya yaitu

79,54.

d. Refleksi

Dilihat dari hasil yang

dicapai pada siklus II telah

terjadi peningkatan dan hasil

yang diinginkan sudah

tercapai, walaupun masih ada

beberapa siswa yang belum

mengalami ketuntasan secara

individu. Akan tetapi sesuai

dengan tujuan penelitian

yaitu meningkatkan

kematanagn sikap dan prestasi

belajar siswa sudah tercapai,

hal ini dapat dilihat dari hasil

pengisian angket mencapai

kriteria baik dan ketuntasan

belajar yang dicapai sebesar

96,43%. Dengan demikian

siklus II telah mencapai

indikator keberhasilan yang

telah ditetapkan pada bab III

sehingga penelitian berakhir

sampai pada siklus II.

PEMBAHASAN

Peningkatan hasil belajar akan

tercapai apabila terjadi

pembelajaran yang melibatkan

siswa secara aktif. Hal ini

tergantung kemampuan guru

mengajar. Guru akan memiliki

kompetensi kemampuan mengajar,

jika guru paling tidak memiliki

pemahaman dan penerapan secara

taktis berbagai metode maupun

model pembelajaran serta hubungan

dengan belajar disamping

kemampuan-kemampuan lain yang

menunjang. Salah satu model

pembelajaran yang dapat

meningkatkan sikapmatematika dan

prestasi belajar adalah model

pembelajaran koperatif tipe Think

Pair and Share (TPS).Mengajukan

pertayaan selama pembelajaran di

kelas adalah cara yang tepat untuk

melibatkan peserta didik secara

aktif, mengukur pemahaman peserta

didik, atau mengarahkan peserta

didik dalam menerapkan

pengetahuan baru. Salah satu

starategi yang memadukan pola

berpikir indifidu dan kelompok

adalah Think Pair and Share (TPS).

Pembelajaran TPS memiliki

prosedur yang diterapkapkan secara

eksplisip untuk memeberikan

peserta didik waktulebih banyak

untuk berfikir, menjawan dan saling

membantu satu sama lain. (Sutarto

dan syarifuddin, 3013:133)

Pembelajaran dengan

menggunakan model koperatif

tipeThink Pair and Share(TPS)

sudah diterapkan pada siswa kelas

XI 𝐼𝑃𝑆1SMA N 1 Palibelo dan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1447

mampu meningkatkan

sikapmatematika dan prestasisiswa

kelas XI 𝐼𝑃𝑆1SMA N 1 Palibelo.

Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan yaitu

peningkatan sikapmatematika dan

prestasi belajar pada siswa kelas

kelas XI 𝐼𝑃𝑆1SMA N 1 Palibelo.

Pada siklus I indikator

keberhasilan penelitian masih

belum tercapai, hal ini dapat dilihat

dengan nilai rata-rata kelas dari

hasil pengian angget sikap

matematika dan hasil evaluasi pada

pelaksanaan evaluasi siklus I dalam

penerapan model pembelajaraan

koperatif tipe Think Pair and

Share(TPS) adalah 79,48 dengan

kriteria kurang baik untuk hasil

pengisian angket sedangkat untuk

hasil evaluasi sebesar64,43 dengan

ketuntasan klasikalnya adalah

71,42%. Dari hasil perhitungan

dapat diketahui bahwa pada

pelaksanaan evaluasi pada siklus I

jumlah siswa yang memperoleh

nilai ≥ 65 adalah 20 siswa atau

71,42% dari 28 siswa yang

mengikuti evaluasi.

Pada siklus II indikator

keberhasilan sudah tercapai, hal ini

dapat di lihat bahwa nilai rata-rata

yang diperoleh siswa dalam

pengisian angket telah mencapai

kriteria baik dengan rata-rata 111,25

sedangkan prestasi belajar

berdasarkan hasil evaluasi akhir

siklus adalah sebesar 79,54 dan

porsentase ketuntasan klasikalnya

adalah 96,43% sehingga porsentase

kenaikan dari siklus I ke siklus II

adalah sebesar 25,01%. Dari hasil

pelaksanaan evaluasi pada siklus II

jumlah siswa yang memperoleh

nilai ≥ 65 adalah 27 siswa atau

96,43%. Jika dibandingkan dengan

siklus I yang nilai rata–ratanya

64,43 atau 8 siswa dari siswa yang

tidak tuntas sehingga menjadi 20

siswa yang tuntas.

Berdasarkan hasil

penelitian di atas, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa

Implementasi model pembelajaran

kooperatif tipeThink Pair and Share

(TPS) dapat meningkatkan

sikapmatematikadan prestasi belajar

siswa kelas XI 𝐼𝑃𝑆1 SMAN 1

Palibelo pada materi statistika tahun

pelajaran 2015/2016dimana jumlah

peningkatan dari siklus I sampai

dengan siklus II untuk angket sikap

matematika 31,77 mencapai

minimal kriteria baik, dan untuk

prestasi belajar adalah sebesar

28,57% dengan tingkat ketuntasan

belajar yang dicapai >85% jumlah

siswa yang mengikuti evaluasi.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian

di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. penerapan model pembelajaran

koperatif tipe Think Pair and

Share (TPS)dapat menigkatkan

sikap matematika.Hal ini dapat

dilihat pada siklus I pengisian

angket mencapai kriteria kurang

baik kemudian meningkat pada

siklus II yang mencapai kriteria

baik.

2. penerapan model pembelajaran

koperatif tipe Think Pair and

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1448

Share (TPS) dapat menigkatkan

prestasi belajarsiswa. Hal ini

dapat dilihat pada siklus I rata-

rata prestasi belajar adalah

64,43 dan ketuntasaan kaliskal

sebesar71,42% sedangkan pada

siklus IIdengan ketuntasan

klasikalnya sebesar 96,43%.

Tingkat kenaikan prestasi

belajarsiswa adalah 15,11 atau

diporsentasikan sebesar 25,01%.

DAFTAR PUSTAKA

Arcavi. A (2007). Matematical

thinking in japanese

classroom. In progres report

of the APEC projec:

“Collaborative studies on

innovations for teaching and

learnig mathematics in

different cultures (II) lesson

study focussing on

mathematical thingking”

Tokyo: Criced, University of

Tsukuba.

Arikunto, Suharsimi. (2008).

PenelitianTindakanKelas.

Jakarta: PT. BumiAksara.

Curran, L. (1994). Mathematics &

cooperative learning: lesson

for little ones. San Juan

Capistrano: kagan cooperative

learning.

Depdikbud.(1995).

PetunjukPelaksanaanKegiata

nBelajarMengajar. Jakarta:

Depdikbud.

Depdiknas.(2003). Kurikulum 2004,

StandarKompetensi. Jakarta:

Depdiknas

Dimyati, dan Mudjiono. (2009).belajar

dan pembelajaran. Jakarta:

Rineka cipta

Djamarah. (2002).rahasia sukses

belajar Jakarta: Rineka cipta

Hudoyo.(2003). MengajarMatematika.

Jakarta: Depdikbud.

Irzani. (2007). Strategi belajar

mengajar matematika. Bantul:

Media grapindo pres

Kemmis.(1988).

PenelitianTindakanKelas.

Jakarta: BumiAksara.

NCTM.(1989). Curriculum and

Evaluation Standards for

School Mathematics.Reston,

VA : NCTM

Nitko, A. J.&Broohart, S. M. (2007).

Educatonal assessment

ofstudents. Ohio: Pearson

(Merill Prentice Hall).

Sanjaya,Wina.(2008).

StrategiPembelajaranBerorie

ntasiStandar Proses

Pendidikan. Jakarta:

KencanaPrenada Media

Group.

Suherman, dkk.(2003).

StrategiPembelajaranMatema

tikaKotemporer. Bandung:

UPI.

Slavin, R.E. (2005).Cooperative

learning, theory, research,

and practice. Meassachusetts:

A simon dan schester

company

Sumarmo, U. et al.

(2006).Metacognitive

Approch to Improve

Mathematics Skills of High

School Students. International

Journal of Education. 1 (1),

68–85.

Sutarto,& Syarifuddin. (2013). Desain

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1449

Pembelajaran Matematika.

yogyakarta: Samudra biru

Sutrima,& Budi usodo (2009)

Matematika 2 untuk SMA/MA

Kelas XI Program IPS,Jalarta:

Pusat perbukuan Depdiknas.

Sri Maryati, (2014). Penerapan Model

PembelajaranKooperatifTipe

GroupInvestigation

untukMeningkatkanKemampua

nKomunikasiMatematisSiswap

adaMateriFungsiKelasVIIIc

SMPN 4 MontaTahunPelajaran

2014/2015.STKIP Taman

SiswaBima.Bima

Trianto. 2007. Model-model

PembelajaranInovatifBerorie

ntasiKonstruktivistik. Jakarta:

PrestasiPustaka.

Usman, Ahmad (2008)Mari Belajar

Meneliti. Yogyakarta: Genta

Press

UsmanUzer. (2003). Menjadi Guru

Profesional. Bandung: PT

RemajaRosdakarya.

Van de Walle, J. A (1994). Elementary

school matematics: teaching

developmentally (2𝑛𝑑 ed.).

New York: Longman

Publishing.

Wirodikromo, Sartono.

(2006).Matematika. Jakarta:

Erlangga

Yee, FoongPui. (2000). Open ended

problems for higher-order

thingking in mathematics.

Teaching and learning.20(2).

Hal 49-57. Institute Of

Education (Singapore).

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1450

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A

MATCH DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN KELAS

VII.B MTs DARUL HIKMAH TENTE TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Syarifuddin

Dosen tetap Muhammadiyah Bima

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar

Matematika dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together pada siswa Kelas VII.A semester I dengan materi Bilangan Bulat

di MTs Darul Hikmah Tente Tahun Pelajaran 2013/2014. Instrumen penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan tes evaluasi

berbentuk essai tiap akhir siklus. Ketuntasan belajar 85% merupakan indikator

yang digunakan untuk mengetahui peningkatan terjadi.

Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: Siklus I; nilai rata-rata

hasil belajar siswa 69,2 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 72,7%.

Sedangkan pada siklus II; nilai rata-rata hasil belajar siswa menjadi 74 dengan

persentase ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 18,2% menjadi

90,9%. Hasil tersebut menunjukkan sudah tercapainya penelitian yang ditetapkan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa

Kelas VII.A MTs Darul Hikmah Tente pada materi Bilangan Bulat Tahun Pelajaran

2013/2014.

Kata Kunci: Kooperatif Tipe Make A Match dan Prestasi Belajar.

A. Pendahuluan

Berdasarkan Undang-

Undang No. 20 pasal 3 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional

disebutkan bahwa tujuan

Pendidikan Nasional yaitu

berkembangnya potensi siswa agar

menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan yang Maha

Esa dan berahlak mulia, sehat

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab

(Suparlan, 2002:155).

Salah satu permasalahan

pendidikan yang dihadapi oleh

bangsa Indonesia adalah rendahnya

mutu pendidikan pada setiap

jenjang dan satuan pendidikan,

khususnya pendidikan dasar dan

menengah. Berbagai usaha telah

dilakukan untuk meningkatkan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1451

mutu pendidikan nasional, antara

lain melalui berbagai pelatihan dan

peningkatan kualifikasi guru,

penyempurnaan kurikulum,

pengadaan buku dan alat pelajaran,

pebaikan sarana dan prasarana

pendidikan dan lainnya, dan

peningkatan mutu menajamen

sekolah. Namun demikian berbagai

indikator pendidikan seperti ulangan

harian, nilai rapor, NEM (Nilai

Ebtanas Murni) belum menunjukan

peningkatan hasil belajar yang

merata (Anonim, 2004:1).

Meskipun demikian, usaha

untuk terus meningkatkan mutu

pendidikan tidak berhenti. Berbagai

terobosan baru diperkenalkan dan

dilakukan pemerintah melalui

DEPDIKNAS antara lain dalam

bidang pengelolaan sekolah,

peningkatan sumber daya tenaga

pendidikan, pengembangan materi

ajar, serta pengembangan dan

perbaikan sistem evaluasi. Salah

satu terobosan dalam pengelolaan

sekolah adalah melalui pelaksanaan

rintisan manajemen untuk

memperluas dan memperdalam

Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Sekolah lebih

dituntut dapat menguasai bidang

tertentu seperti matematika karena

jatuh bangunnya suatu negara

dewasa ini tergantung dari

kemajuan di bidang matematika

(Kline, 1973:4).

Menurut Johson dan Rising

(1972:2) matematika adalah bahasa

simbolis yang fungsi praktisnya

untuk mengekspresikan hubungan

kuantitatif dan keruangan

sedangkan fungsi teoritisnya adalah

untuk memudahkan berpikir. Kline

juga mengemukakan bahwa

matematika merupakan bahasa

simbolis dan ciri utamanya adalah

penggunaan cara bernalar deduktif.

Ide manusia tentang matematika

berbeda-beda tergantung pada

pengelaman dan pengetahuan

masing-masing.

Sudah bukan jamannya lagi

matematika menjadi pelajaran yang

menakutkan bagi siswa di sekolah.

Jika selama ini matematika

dianggap sebagai ilmu yang kering,

teoritis, hanya berisi rumus-rumus

dan tidak bersinggungan dengan

realiti kehidupan siswa, kini saatnya

bagi siswa untuk akrab dengan

matematika, walapun sebenarnya

diantara mata pelajaran yang lain,

prestasi belajar matematika saat ini

relatif rendah, salah satu faktor

penyebabnya adalah penyampain

materi pelajaran kurang menarik

dan bervariasi sehingga siswa

cenderung merasa bosan, karena

dalam penyampaian materi

pelajaran, guru lebih banyak

menerapkan metode ceramah yang

bersifat monoton dan kurang

variatif, peranan guru lebih dominan

dalam proses belajar mengajar

mengakibatkan partisipasi, aktivitas

dan motifasi siswa masih kurang.

Sistem pembelajaran seperti ini

cenderung untuk menghabiskan

materi sesuai dengan target

kurikulum. Akibatnya siswa kurang

aktif dan hanya menerima apa yang

diberikan oleh guru. Hal ini akan

berdampak pada perilaku siswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1452

yang kurang merasa percaya diri,

baik dalam bertanya maupun

penyampaian ide ataupun pendapat

maupun dalam proses pemecahan

masalah yang dihadapi, yang

akhirnya bermuara pada rendahnya

prestasi belajar siswa.

Kegagalan para siswa dalam

hasil belajar yang dicapainya

hendak tidak dipandang sbagai

kekurangan diri pada siswa semata-

mata, tetapi juga bisa disebabkan

oleh program pengajaran yang

diberiakan padanya atau kesalahan

strategi dalam memilih dan

menggunakan metode belajar dan

alat bantu pengajaran (Sudjana,

2005:3). Adapun dalam pengunaan

suatu metode hendaknya guru dapat

membawa suasana interaksi

pengajaran yang efekektif,

menumbuhkan dan

mengembangkan minat belajar dan

menghidupkan proses pengajaran

yang sedang berlangsung (Rohani,

2004:13).

Disinyalir dan didukung

oleh beberapa hasil penelitian

bahwa kebanyakan guru hanya

menyampaikan bahan sesuai dengan

urutan-urutan dan ruang lingkup

yang ada dalam buku teks. Ini yang

harus diubah, masalahnya sekarang

bagaimana merubah presepsi dan

pola pikiran guru terhadap tugas

pokoknya mengajar, bahwa

mengajar bukan semata-mata

menyampaikan bahan sesuai dengan

urutan buku teks, tetapi yang paling

penting bagaimana memberi

kemudahan belajar kepada peserta

didik. Sehingga semangat belajar

bangkit dan terjadilah proses belajar

yang tenang dan menyenangkan.

Untuk kepentingan tersebut perlu

dikondisikan lingkungan yang

kondusif dan menantang rasa ingin

tahu peserta didik, sehingga peroses

pembelajaran akan berlangsung

secara efektif (Mulyasa, 2007:24).

Untuk menciptakan proses

pembelajaran yang efektif dan

menyenangkan, ini salah satu

langkah yang dapat dilakukan

adalah dengan menerapkan model

cooperative learning (CL). Model

ini merupakan model kelompok

yang memiliki 5 unsur dasar yang

ada dalam pelaksanaanya, antara

lain, saling ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, tatap

muka, komunikasi antara anggota,

dan evaluasi proses belajar (Lie,

2007: 30).

Salah satunya adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Make

A Match. Metode "Make A Match"

atau mencari pasangan merupakan

salah satu alternatif yang dapat

diterapkan kepada siswa. Penerapan

metode ini dimulai dari teknik yaitu

siswa disuruh mencari pasangan

kartu yang merupakan jawaban/soal

sebelum batas waktunya, siswa

yang dapat mencocokkan kartunya

diberi poin. Kelebihan dari model

pembelajaran kooperatif tipe Make

A Match adalah : 1) mampu

menciptakan suasana belajar aktif

dan menyenangkan; 2) materi

pembelajaran yang disampaikan

kepada siswa lebih menarik

perhatian; 3) mampu meningkatkan

hasil belajar siswa mencapai taraf

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1453

ketuntasan belajar secara klasikal.

Kekurangan Make A Match adalah

1) diperlukan bimbingan dari guru

untuk melakukan kegiatan; 2) waktu

yang tersedia perlu dibatasi jangan

sampai siswa bermain-main dalam

pembelajaran; 3) guru perlu

persiapan alat dan bahan yang

memadai.

Proses pembelajaran yang

diterapkan selama ini masih belum

bisa membuat siswa memahami apa

yang mereka dapat dari sekolah dan

menalarkan materi ke kehidupan

nyata. Hasil pengamatan awal

menunjukkan bahwa prestasi siswa

terhadap matematika masih rendah.

Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-

rata ulangan matematika tahun

pelajaran 2012/2013 untuk materi

himpunan yaitu 60 dengan kriteria

ketuntasan minimum yaitu 65

(Sumber Data: MTs Darul Hikmah

Tente).

Berdasarkan latar belakang

di atas, Peneliti ingin mengetahui

bagaimana pengaruh apabila

diterapkan strategi pembelajaran

kooperatif dengan model Make A

Match (Mencari pasangan) di MTs.

Darul Hikmah Tente khususnya

untuk mata pelajaran Matematika

dengan judul "Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make A Match dapat Meningkatkan

Prestasi Belajar Matematika Siswa

pada Pokok Bahasan Himpunan

Kelas VII.B MTs. Darul Hikmah

Tente".

B. Kajian Teori

1. Pembelajaran

Pembelajaran adalah

suatu kombinasi yang tersusun,

meliputi unsur manusia,

material, fasilitas, perlengkapan

dan perencanaan yang saling

mempengaruhi untuk mencapai

tujuan pembelajaran (Aqib,

2003: 41). Berdasarkan teori

tersebut aqib menyimpulkan

bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan

belajar, pembelajaran

merupakan bantuan yang

diberikan pendidik agar dapat

menjadi proses memperoleh

ilmu pengetahuan, penguasaan

kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan

kepercayaan kepada peserta

didik.

Menurut Isjoni (2009:

14), pembelajaran adalah

sesuatu yang dilakukan oleh

siswa, bukan dibuat untuk siswa.

Pembelajaran pada dasarnya

merupakan upaya pendidik

untuk membantu peserta didik

melakukan kegiatan belajar.

Tujuan pembelajaran adalah

terwujudnya efisiensi dan

efektifitas kegiatan belajar yang

dilakukan peserta didik.

Ada tiga ciri khas yang terkandung

dalam sistem pembelajaran yaitu

:

a. Rencana adalah penataan,

ketenagaan, material, dan

rancangan merupakan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1454

unsur-unsur pembelajaran

dalam suatu rencana

khusus.

b. Saling ketergantungan

(interppemendence), antara

unsur-unsur pembelajaran

yang serasi dalam suatu

keseluruhan. Tiap unsur

bersifat esensial dan

masing-masing memberikan

sumbangannya kepada

sistem pembelajaran.

c. Tujuan, sistem

pembelajaran mempunyai

tujuan tertentu yang hendak

dicapai.Ciri ini yang

menjadi dasar perbedaan

antara sistem yang alami

(natural).

2. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah perubahan

dalam diri manusia. Apabila tidak

terjadi perubahan dalam diri

manusia, maka tidaklah dapat

dikatakan bahwa padanya telah

berlangsung proses belajar (Aqib,

2003: 43). Pendapat lain

mengatakan bahwa belajar adalah

perubahan disposisi atau

kemampuan yang dicapai seseorang

melalui aktivitas. Perubahan

disposisi tersebut bukan diperoleh

langsung dari proses pertumbuhan

seseorang secara alamiah.

Belajar merupakan suatu

perubahan tingkah laku antara

yang lebih baik (positif), dalam

artian belajar merupakan suatu

proses, suatu kegiatan bukan suatu

hasil atau tujuan. Pendapat lain juga

mengatakan “ belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh

perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sabagai hasil

pengalaman sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya” (Slamento,

2003: 2)

Dari uraian diatas belajar

adalah suatu proses atau

serangkaian kegiatan jiwa raga

untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam

interaksi dengan le\ingkungannya

yang menyangkut unsur, cipta, rasa

dan karsa, ranah kognitif, efektif

dan psikomotorik.

Matematika sebagai ilmu

mengenal struktur dan hubungan-

hubungannya, simbol-simbol

diperlukan. Simbol-simbol itu

penting untuk membantu

memanipulasi aturan dengan

operasi yang ditetapkan.

Simbolisasi menjamin adanya

komunikasi dan mampu

memberikan keterangan untuk

membentuk suatu konsep baru.

Konsep baru terbentuk karena

adanya pemahaman terhadap

konsep sebelumnya, sehingga

matematika itu konsep-konsepnya

tersusun secara hirarki. Simbolisasi

itu baru berarti bila suatu simbol itu

dilandasi suatu ide. Jadi kita harus

memahami yang terkandung dalam

simbol tersebut. Dengan kata lain,

ide harus dipahami terlebih dahulu

sebelum ide tersebut disimbolkan.

Secara singkat dikatakan bahwa

matematika berkenaan dengan ide-

ide/konsep-konsep abstrak yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1455

tersusun secara hirarki dan

penalarannya deduktif (Hudoyono,

2000: 3).

Analisis hubungan-

hubungan teori dalam matematika

merupakan pembuktian berbentuk

rumus (teorema, dalil) matematika.

Karena itu, bentuk suatu rumus

matematika lebih penting dari

simbol-simbol yang dipergunakan.

Penelaahan bentuk dalam

matematika membawa matematika

itu ke struktur-struktur. Jadi

matematika itu dapat pula

didefinisikan sebagai penelaah

tentang struktur-struktur itu.

Penelaah terhadap struktur ini yang

merupakan ciri matematika yang

berkembang saat ini.

Pada dasarnya pengajaran

adalah operasionalisasi dari

kurikulum. Pengajaran di sekolah

terjadi apabila terdapat interaksi

antara siswa dengan lingkungan

belajar yang diatur guru untuk

mencapai tujuan pengajaran.

Sedangkan bahan pengajaran

adalah uraian atau deskripsi dari

pokok bahasan, yakni penjelasan

lebih lanjut makna dari setiap

konsep yang ada didalam pokok

bahasan. Tujuan mengajar adalah

agar pengetahuan yang

disampaikan itu dapat dipahami

peserta didik. Karena itu mengajar

yang baik terjadi jika hasil peserta

didik baik. Pernyataan ini dapat

dipenuhi bila guru mampu

memberikan fasilitas belajar yang

baik sehingga dapat terjadi proses

balajar yang baik (Sudjana, 2008:

10).

Apabila terjadinya proses

belajar matematika itu baik, dapat

diharapkan hasil belajar peserta

didik akan baik pula dengan proses

belajar matematika yang baik,

subyek yang belajar akan dapat

memahami matematika dengan

baik pula dan siswa dengan mudah

mempelajari matematika

selanjutnya, serta dengan mudah

pula mengaplikasinya kesituasi

baru, yaitu dapat menyelesaikan

masalah baik dalam matematika itu

sendiri maupun ilmu lainnya atau

dalam kehidupan sehari-hari. Dari

uraian tersebut, terlihat pula bahwa

mengajar itu suatu kegiatan yang

melibatkan guru dan siswa. Siswa

diharapkan belajar karena adanya

intervensi guru. Dengan intervensi

ini, diharapkan peserta didik

menjadi terbiasa belajar, sehingga

mempunyai kebiasaan belajar

(Hudoyono, 2000: 5).

Dalam hal ini, guru mampu

memberikan intervensi yang cocok,

bila guru itu menguasai dengan

baik matematika yang diajarkan.

Karena itu, merupakan syarat yang

esensial bahwa guru matematika

harus manguasai bahan matematika

yang diajarkan. Namun penguasaan

terhadap bahan saja belumlah

cukup agar siswa berpatisipasi

intelektual dalam belajar. Guru

juga harus memahami teori belajar,

sehingga belajar matematika

menjadi bermakna bagi siswa.

Peristiwa belajar akan dapat terlihat

bila dalam mengajar terjadi

interaksi dua arah antara guru dan

siswa. Dapat dikatakan belajar dan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1456

mengajar itu dua kegiatan yang

saling mempengaruhi dan dapat

menentukan hasil belajar. Dengan

kata lain, belajar mengajar dapat

dipandang yakni suatu proses yang

harus diarahkan untuk kepentingan

siswa, yaitu belajar.

Dari teori diatas dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika adalah

mengembangkan hasil belajar siswa

dalam mengenali dan memahami

gejala alam dan kehidupan dalam

kaitannya dengan keruangan serta

mengembangkan sikap positif dan

rasional dalam menghadapi

permasalahan yang timbul sebagai

akibat adanya pembelajaran

matematika, sedangkan tujuan

pengajaran matematika sekolah

adalah agar siswa mampu

memahami gejala lingkungan alam

dan kehidupan di muka bumi, ciri

khas satuan wilayah serta

permasalahan yang dihadapi

sebagai akibat adanya saling

pengaruh antara manusia dan

lingkungannya.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-

pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap,

apresiasi dan keterampilan.

Merujuk pemikiran Gagne, hasil

belajar berupa:

a. Informasi verbal yaitu

kapabilitas mengungkapkan

pengetahuan dalam bentukan

bahasa, baik lisan maupun

tertulis.

b. Keterampilan intelektual yaitu

kemampuan mempresetasikan

konsep dan lambang.

c. Strategi kognitif yaitu

kecakapan menyalurkan dan

mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri.

d. Keterampilan motorik adalah

kemampuan melakukan

serangkaian gerak jasmani

dalam urusan dan koordinasi,

sehingga terwujud otomatisme

gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan

menerima atau menolak objek

berdasarkan penilaian terhadap

ubjek tersebut (Agus suprijono,

2009: 6).

Jadi dari uraian di atas,

dapat disimpulkan bahwa

perubahan perilaku secara

keseluruhan bukan hanya salah satu

aspek potensi kemanusiaan saja.

Artinya, hasil pembelajaran yang

dikategorisasikan oleh para pakar

pendidikan sebagaimana tersebut di

atas tidak dilihat secara

fragmentaris atau terpisah,

melainkan komprehesif.

Faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar

dibagi menjadi dua bagian, yaitu

faktor internal dan eksternal.

a. Faktor Internal

b. Faktor ini terdapat dalam diri

siswa, antara lain:

c. Kesehatan, anak yang sering

sakit mempengaruhi gairah

belajarnya sehingga berpengaruh

pula terhadap prestasi

belajarnya.

d. Intelegensi

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1457

e. Minat serta motivasi

f. Cara belajar

g. Faktor Eksternal

h. Faktor eksternal ini berasal dari

luar individu dan faktor ini

mempengaruhi ketuntasan antara

lain:

i. Keluarga, kondisi fisik dan

hubungan keluerga

mempengaruhi keberhasilan

belajar siswa. Seperti hubungan

baik antara anak dan orang tua,

anak dengan saudara. Selain itu

juga seperti pendidikan orang

tua, kondisi rumah , serta status

sosial dan ekonomi keluarga.

j. Sekolah, kondisi fisik dan

hubungan sosial tempat anak

belajar seperti jarak sekolah,

lokasi sekolah, kualitas guru,

kondisi fisik kelas dan bangunan

sekolah, relasi sesama teman

sekolah, dam lain-lain.

k. Masyarakat, bila masyarakat

sekitar anak cukup bermoral dan

mempunyai latar belakang

pendidikan yang cukup baik,

maka bagi anak akan menyerap

hal-hal positif sebagai dukungan

bagi anak untuk berprestasi di

sekolah.

4. Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Make A

Match

Sejalan dengan

penerapan Kurikulum Berbasis

Kopentensi (KBK), yang

disempurnakan hdengan

Kurikuulm Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), guru

mempunyai kebebasan dalam

metode pembeljaran yang akan

diterapakan. Dalam

menciptakan pembelajaran yang

lebih bervariasi dan dapat

meningkatkan peran serta siswa

dalam pembelajaran. Dari sini

maka harus dirancang dan

dibangun suasana kelas

sedemikian rupa, sehingga siswa

mendapat kesempatan untuk

berinteraksi satu dengan yang

lainnya.

Model pembelajaran

kooperatif membuka peluang

bagi upaya mencapai tujuan

meningkatkan keterampilan

sosial peserta didik. Dalam

kelompok ini mereka bekerja

tidak hanya sebagai kumpulan

individual tetapi merupakan

suatu tim kerja yang tangguh.

Seorang anggota kelompok

bergantung pada anggota

kelompok lainnya. Seorang yang

memiliki keunggulan tertentu

akan membagi keunggulannya

dengan lainnya. Di samping itu,

pembelajaran koperatif

sekaligus dapat melatih siswa

dan keterampilan sosial sebagai

bekal dalam kehidupannya di

masyarakat.

Teknik mencari

pasangan (Make A Match), yaitu

teknik yang dikembangkan

Loma Curra (1994). Salah satu

keunggulan teknik ini adalah

siswa mencari pasangan sambil

belajar mengenai suatu konsep

atau topik dalam suasana

menyenangkan. Model

Pembelajaran Make A Match

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1458

artinya model pembelajaran

Mencari Pasangan. Setiap siswa

mendapat sebuah kartu (bisa

soal atau jawaban), lalu

secepatnya mencari pasangan

yang sesuai dengan kartu yang

ia pegang. Suasana

pembelajaran dalam model

pembelajaran Make A Match

akan riuh, tetapi sangat asik dan

menyenangkan.

Langkah-langkah model

pembelajaran Make A Match adalah

sebagai berikut :

1. Guru menyiapkan beberapa

kartu yang berisi beberapa

konsep atau topik yang cocok

untuk sesi review, sebaliknya

satu bagian kartu soal dan

bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapat satu

buah kartu.

3. Tiap siswa memikirkan

jawaban/soal dari kartu yang

dipegang.

4. Setiap siswa mencari

pasangan yang mempunyai

kartu yang cocok dengan

kartunya. Artinya siswa yang

kebetulan mendapat kartu

‘soal’ maka harus mencari

pasangan yang memegang

kartu ‘ jawaban soal’ secepat

mungkin. Demikian juga

sebaliknya.

5. Setiap siswa yang dapat

mencocokkan kartunya

sebelum batas waktu diberi

poin.

6. Kesimpulan/penutup.

5. Tinjuan Tentang Materi

Bilangan Bulat

Bilangan Bulat

a. Notasi Bilangan Bulat dan

Posisinya pada Garis

Bilangan

Salah satu contoh

alat yang menggunakan

bilangan bulat pada skala

ukurannya adalah

termometer. Jika indikator

air raksa menujukan ke

angka 30 berarti besar suhu

30 C di atas nol. Jika 6 C

berarti 6 di atas nol.

Bilangan-bilangan di atas

nol disebut bilangan bulat

positif atau bilangan asli.

Dalam skala

termometer Celcius, titik

didih air adalah 100 C dan

titik beku air adalah 0 C.

Titik nol merupakan dasar

atau acuan untuk

menentukan titik didih air

dan titik beku air. Suhu 5 C

di bawah nol ditulis −5°C,

dan suhu −10°C dibaca

“suhu 10°C di bawah nol”.

Bilangan-bilangan di bawah

nol disebut bilangan negatif

atau bilangan bulat negatif.

b. Hubungan Antara Dua

Bilangan Bulat

Antara dua bilangan

bulat dapat kita bandingkan

mana yang lebih besar ,

sama, atau lebih kecil.

Simbol-simbol untuk

menyatakan semua itu dapat

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1459

dilihat di bawah ini.

(i) “𝑎 lebih dari 𝑏” ditulis 𝑎 > 𝑏.

(ii) “𝑎 kurang dari 𝑏” ditulis 𝑎 < 𝑏.

(iii)“𝑎 kurang dari atau sama

dengan 𝑏” ditulis 𝑎 ≤ 𝑏.

(iv) “𝑎 lebih dari atau sama

dengan 𝑏” ditulis 𝑎 ≥ 𝑏. Bagaimana cara

menggunakan garis bilangan

untuk membandingkan dua

bilangan bulat?

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

semakin kecil semakin besar

Gambar 2.1 Garis Bilangan

Pada garis bilangan di atas terliahat

pula bahwa:

(i) -1 terletak di sebelah kanan -2

dan terletak di sebelah kiri 0,

maka -1 terletak di antara -2 dan

0, ditulis -2 < -1 < 0.

(ii) 2 terletak di sebelah kiri 5 dan

sebelah kanan 1, maka 2 terletak

antara 1 dan 5, ditulis: 1 < 2 < 5.

c. Bidang Koordinat Cartesius

Bidang koordinat cartesius terbentuk

dari dua buah garis bilangan yang

berpotongan tegak lurus di titik

(0,0). Garis bilangan pertama

merupakan garis bilangan

horisontal (mendatar) dan

dinamakan sumbu Y. Titik (0,0)

yang merupakan titik potong

kedua garis itu disebut titik

pangkal (origin)dan merupakan

acuan untuk menentukan

pasangan titik yang lain,

misalanya A(𝑥, 𝑦).

𝑥 pada A disebut absis titik A dan

𝑦 pada A disebut ordinat titik A,

sedangkan (𝑥, 𝑦) disebut koordinat

titik A.

Dalam kehidupan sehari-hari kita

sering menggunakan bilangan

bulat beserta operasinya untuk

menjawab suatu persoalan yang

ada.

b. Perkalian dan sifat-sifatnya

1. Arti perkalian

2 6 = 6 + 6 = 12 (artinya angka 6

ada 2 buah)

3 7 = 7 + 7 + 7 = 21 (artinya angka

7 ada 3 buah)

Dengan pola ini kita dapat

menerapkan pada perkalian

bilangan bulat. Misalkan untuk

menjelaskan: 4 (-3) = . . . ? kita

dapat menerapkan pola di atas. 4 (-3) = (-3) + (-3) + (-3) + (-3) = (-12).

Bagaimana dengan perkalian (-4) (-

3) = . . . ? kita dapat mengingat

bahwa perkalian antar dua

bilangan negatif menghasilkan

bilangan positif sehingga hasil (-

4) (-3) = 12.

Berdasarkan contoh di atas kita dapat

menuliskan tanda hasil perkalian

antar bilangan bulat sebagai

berikut:

c. Perkalian dua bilangan bulat

dengan tanda sama adalah

bilangan bulat positif.

d. Perkalian dua bilangan bulat

dengan tanda berbeda adalah

bilangan bulat negatif.

e. Perkalian sembarang bilangan

bulat dengan nol adalah nol.

1. Sifat-sifat perkalian

f. Sifat tertutup

Perkalian bilangan bulatvdikatakan

sifat tertutup jika 𝑎 dan 𝑏 adalah

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1460

bilangan-bilangan bulat, maka

𝑎 × 𝑏 adalah bilangan bulat.

Dengan kata lain hasil kali dari

dua bilangan bulat selalu bilangan

bulat pula.

g. Sifat komutatif

Perkalian bilangan bulat dikatakan

bersifat komutatif jika untuk

setiap bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏

maka berlaku 𝑎 × 𝑏 = 𝑏 × 𝑎.

h. Sifat asosiatif

Perkalian bilangan bulat dikatakan

bersifat asosiatif jika untuk

sebarang bilanga bulat 𝑎, 𝑏, dan 𝑐

maka berlaku:

(𝑎 × 𝑏) × 𝑐 = 𝑎 × (𝑏 × 𝑐).

i. Sifat distributif

Perkalian bilangan bulat dikatakan

bersifat distributif jika untk setiap

bilangan bulat 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 maka

berlaku: 𝑎 × ( 𝑏 + 𝑐) = (𝑎 × 𝑏) + (𝑎 × 𝑐) = 𝑎𝑏 + 𝑎𝑐.

j. Unsur identitas

Perkalian bilangan bulat memiliki

unsur identitas jika untuk setiap

bilangan bulat 𝑎 sembarang maka

berlaku: 𝑎 × 1 = 1 × 𝑎 = 𝑎.

bilangan 1 dinamakan unsur

identitas.

k. Sifat bilangan nol

Setiap perkalian bilangan nol dengan

bilangan bulat dan sebaliknya

hasilnya adalah nol. Sehingga

untuk setiap 𝑎 sembarang akan

berlaku: 𝑎 × 0 = 0 × 𝑎 = 0. l. Pembagian bilangan bulat dan

sifat-sifatnya

Pembagian bilangan bulat diartikan

sebagai operasi kebalikan dari

perkalian. sehingga untuk setiap

bilangan bulat positif 𝑎 dan 𝑏,

dengan 𝑏 ≠ 0, berlaku:

1. 𝑎 ∶ 𝑏 = +𝑎

𝑏, sebab

𝑎

𝑏 × 𝑏 = 𝑎

2. –𝑎 ∶ 𝑏 = − 𝑎

𝑏, sebab (-

𝑎

𝑏 ) × 𝑏 =

−𝑎

3. 𝑎 ∶ (−𝑏) = − 𝑎

𝑏, sebab (-

𝑎

𝑏 ) ×

−𝑏 = 𝑎

4. –𝑎 ∶ (−𝑏) = + 𝑎

𝑏, sebab

𝑎

𝑏 × −𝑏 =

−𝑎

Pangkat dan Akar Bilangan Bulat

a. Makna pangkat bilangan bulat

Pangkat adalah operasi bilangan yang

diperoleh dengan cara perkalian

berulang untuk bilangan yang

sama seperti 55 = 5× 5 × 5 × 5 ×5 dan (-2)3 = (−2) × (−2) × (−2).

Jika 𝑎 adalah bilangan bulat dan 𝑛

adalah bilangan bulat maka:

𝑎n = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × … × 𝑎

Sebanyak 𝑛 faktor 𝑎

Dengan 𝑛 disebut pangkat atau

eksponen, 𝑎 disebut bilangan

dasar atau bilangan pokok, dan 𝑎n

disebut bilangan berpangkat.

b. Sifat-sifat bilangan berpangkat

2. Sifat perkalian bilangan

berpangkat

Carilah hasil perkalian dari 23 25.

Kita dapat menyelesaikan

persoalan itu dengan definisi

pangkat bilangan bulat positif,

sebagai berikut:

23 25 = 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 ×

2 = 23+5 = 28

Berdasarkan perkalian bilangan

berpangkat di atas dapat

disimpulkan bahwa jika 𝑚 dan 𝑛

adalah bilangan-bilangan bulat

positif dan 𝑎 adalah bilangan real,

maka;

𝑎m × 𝑎n = 𝑎m+n.

3. Sifat pembagian bilangan

berpangkat

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1461

Carilah hasil pembagian dari 59

53.

Persoalan ini dapat diselesaikan

menggunakan definisi pangkat

bulat positif, sebagai berikut: 59

53 = 5×5×5×5×5×5×5×5×5

5×5×5 =

5×5×5

5×5×5 × 5 ×

5 × 5 × 5 × 5 × 5 =

5× 5 × 5 × 5 × 5 × 5 = 59-3 = 56

Berdasarkan pembagian bilangan

berpangkat di atas disimpulkan

bahwa: jika 𝑚 dan 𝑛 adalah

bilangan-bilangan bulat, 𝑎 adalah

bilangan bulat, dan 𝑎 ≠ 0, maka:

𝑎m: 𝑎n = 𝑎m-n.

4. Sifat perpangkatan dari bilangan

berpangkat

Tentukanlah nilai dari (32)4.

Persoalan ini dapat diselesaikan

dengan menggunakan definisi

pangkat bulat dan perkalian

bilangan berpangkat bulat sebagai

berikut:

(32)4 = 32 × 32 32 32 = 32+2+2+2 = 38

Berdasarkan perpangkatan dari

bilangan berpangkat di atas dapat

disimpulkan bahwa: jika 𝑚 dan 𝑛

adalah bilangan-bilangan bulat

positif dan 𝑎 bilangan real, maka

(𝑎m)n.

5. Sifat perpangkatan dari perkalian

bilangan berpangkat

Perpangkatan dari perkalian bilangan

berpangakat adalah jika 𝑚, 𝑛 dan

𝑝 adalah bilangan-bilangan bulat

positif, sedangkan 𝑎 dan 𝑏 adalah

bilangan real, maka: (𝑎m𝑏n)p =

𝑎mp𝑏np.

5. Sifat perpangkatan dari

pembagian bilangan berpangkat

Definisi perpangkatan dari pembagian

bilangan berpangkat adalah jika

𝑚, 𝑛 dan 𝑝 adalah bilangan-

bilangan bulat positif (bilangan

asli), 𝑎 dan 𝑏 adalah bilangan real,

dan 𝑏 ≠ 0, maka:

(𝑎𝑚

𝑏𝑛 )𝑝 = 𝑎𝑚𝑝

𝑏𝑛𝑝

C. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian

adalah Penelitian Tindakan Kelas

(PTK). Penelitian tindakan

merupakan suatu pencarian

sistematik yang dilaksanakan oleh

para pelaksana program dalam

kegiatannya sendiri (guru), dalam

mengumpulkan data tentang

pelaksanaan kegiatan, keberhasilan

dan hambatan yang dihadapi, untuk

kemudian menyusun rencana dan

melakukan kegiatan –kegiatan

penyempurnaan (Nana Syaodih

Sukmadinata, 2005:140).

Penelitian ini menekankan

pada kegiatan (Tindakan) dengan

menguji coba suatu ide ke dalam

praktek atau situasi nyata dalam

skala yang mikro, yang diharapkan

kegiatan tersebut mampu

memperbaiki dan meningkatkan

kualitas proses belajar mengajar

(Yatim Riyanto, 2001:50).

D. Rencana Tindakan

Rencana kegiatan adalah

suatu pendekatan yang digunakan

dalam suatu peneliti. Dalam buku

metodologi penelitian dijelaskan

bahwa rencana kegiatan pada

dasarnya seluruh proses pemikiran

dan penentuan matang hal-hal yang

dilakukan serta dapat pula dijadikan

dasar penilaian baik oleh peneliti itu

sendiri maupun orang lain terhadap

semua langkah yang diambil

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1462

(Margono S:2005). Rancangan

kegiatan yang dilakukan pada tahap

ini adalah dilaksanakan dalam

beberapa siklus untuk memperoleh

data dengan menggunakan

instrumen yang telah dibuat.

Setiap siklus dilakasanakan

dengan skenario pembelajaran yang

telah dibuat dan terdiri dari 5 (lima)

tahap kegiatan yaitu :

1. Perencanaan

a. Menyusun perangkat

pembelajaran berupa

Rencana Pembelajaran

(RPP), dan membentuk

kelompok.

b. Menyusun instrumen

penelitian berupa soal tes,

lembar observasi, dan

pedoman wawancara siswa

2. Pelaksanaan Tindakan

Berdasarkan

perencanaan yang disusun,

peneliti melaksanakan tindakan

dengan strategi pembelajaran

Make A Match dapat

meningkatkan prestasi belajar

matematika. Saat pelaksanaan

tindakan, peneliti bertindak

sebagai pengajar yang dibantu

oleh dua observer.

Adapun tahapan

pelaksanaan tindakan dalam

kegiatan pembelajaran melalui

Make A Match, yaitu:

a. Mereview

Pada tahap ini, hal yang

dilakukan adalah:

1) Guru mengingatkan

tentang Himpunan

Bilangan.

2) Guru berusaha

memotivasi siswa.

b. Pengembangan Konsep

Pada tahap ini, hal yang

dilakukan adalah:

1) Guru memberikan

pengembangan konsep

dari materi Himpunan

yaitu membimbing siswa

dengan cara

mendiskusikan cara

menaksir hasil

perhitungan dari operasi

perkalian dan pembagian

bilangan bulat.

2) Guru memberi contoh

soal tentang operasi

hitung bilangan bulat

diselesaikan.

c. Kerja Kooperatif dan

Mandiri

1. Guru menyiapkan

beberapa kartu yang

berisi beberapa konsep

atau topik yang cocok

untuk sesi review,

sebaliknya satu bagian

kartu soal soal dari kartu

yang dipegang dan

bagian lainnya kartu

jawaban.

2. Setiap siswa mendapat

satu buah kartu.

3. Tiap siswa memikirkan

jawaban/guru soal dari

kartu yang dipegang.

4. Setiap siswa mencari

pasangan yang

mempunyai kartu yang

cocok dengan kartunya

(soal jawaban).

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1463

5. Setiap siswa yang dapat

mencocokan kartunya

sebelum batas waktu

diberi poin.

6. Kesimpulan/penutup

d. Penugasan

1) Guru membantu siswa

menyimpulkan materi

yang baru dipelajari.

2) Guru menugaskan siswa

membaca materi

selanjutnya di rumah.

3) Guru memberi pekerjaan

rumah.

3. Pengamatan (Observasi)

Selama pelaksanakan

tindakan diadakan observasi.

Dalam observasi ini akan

diamati aktivitas-aktivitas siswa

dan guru yang nampak selama

proses pembelajaran. Semua

aktivitas siswa dan guru dicacat

dalam lembar observasi yang

telah disiapkan.

4. Refleksi

Pada tahap ini peneliti

bertindak sebagai guru kelas dan

guru kelasnya bertindak sebagai

observer mengkaji kekurangan

dari tindakan yang telah

diberikan. Hal ini dilakukan

dengan cara melihat data hasil

evaluasi yang telah dicapai oleh

siswa dan data observasi pada

siklus sebelumnya. Dari hasil

refleksi akan didapat data-data

untuk kegiatan perbaikan, yang

akan dilaksanakan pada siklus

sebelumnya.

E. Teknik Analisa Data

Menganalisis data

merupakan suatu langkah yang

sangat kritis dalam penelitian.

Peneliti harus memastikan pada

analisis mana yang digunakan,

apakah analisis statistik atau non

statistik. Pemilihan ini tergantung

pada jenis data yang akan

dikumpulkan untuk dianalisis

(Aqib, 2006: 135). Di samping itu,

statistik membandingkan hasil yang

diperoleh dengan hasil yang terjadi

secara kebetulan, sehingga

memungkinkan peneliti untuk

menguji apakah hubungan

sistematis secara variabel-variabel

penelitian, atau hanya terjadi secara

kebetulan.

Analisis data yang

digunakan untuk menganalisis data

penerapan langkah-langkah strategi

pembelajaran Make A Match yaitu

dengan analisis deskriptif. Analisis

yang dilakukan oleh peneliti baik

dari aspek guru maupun siswa, yang

kemudian dibandingkan tingkat

keberhasilan tindakan dari setiap

siklus.

1. Analisis Data Obsevasi

Data observasi

merupakan data yang didapat

dari hasil observasi tentang

keterlaksanaan pembelajaran

matematika melalui model

pembelajaran kooperatif tipe

Make A Match berdasarkan

lembar observasi. Pada setiap

pertemuan, peneliti melakukan

observasi tentang

keterlaksanaan pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1464

matematika melalui model

pembelajaran kooperatif tipe

Make A Match.

Data hasil observasi guru

maupun siswa akan dianalisis

sebagai berikut. Untuk jawaban

”ya” diberi skor 1 dan jawaban

”tidak” diberi skor 0. Cara

menghitung presentase skor

yaitu:

�̅� = 𝑎

𝑏× 100%

Keterangan:

�̅� = persentase skor observasi

tiap petermuan

𝑎 = jumlah skor yang diperoleh

tiap pertemuan

𝑏 = jumlah skor maksimal tiapa

pertemuan (Kusumaningtyas,

2011:36).

Selanjutnya dihitung

rata-rata persentase skor

obervasi guru dan siswa tiap

siklus lalu dikategorikan sesuai

dengan kualifikasi hasil

persentase observasi guru dan

siswa yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kualifikasi Hasil

Persentase Skor Observasi Guru

dan Siswa

Rentang Skor Kriteria

66,68 ≤ �̅� ≤ 100 Tinggi

33.34 ≤ �̅� ≤ 66,67 Sedang

0 ≤ �̅� ≤ 33,33 Rendah

�̅� = Rata-rata persentase skor

observasi tiap siklus

(Arikunto dan Cepi, 2004:18-

19).

2. Data Prestasi Belajar Siswa

Untuk mengetahui

prestasi belajar siswa, hasil tes

belajar dianalisis secara

deskriptif, yaitu menentukan

skor rata-rata hasil tes belajar

siswa dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Rumus rata-rata hasil belajar

siswa:

= n

xi

Keterangan :

X̅ = Rata-rata

x i = Skor yang diperoleh

masing-masing siswa

n = Banyaknya siswa

(Sudjana, 2005:67).

F. Indikator Keberhasilan

Prestasi belajar siswa

dikatakan meningkat apabila terjadi

peningkatan rata-rata skor dari rata-

rata skor sebelumnya. Indikator

keberhasilan penelitian ini adalah

tercapainya ketuntasan belajar,

dengan rumus sebagai berikut :

KB = N

P . 100 %

Keterangan :

𝐾𝐵 = Ketuntasan belajar

𝑃 = Banyaknya siswa yang

memperoleh nilai minimal 65.

𝑁 = Banyaknya siswa

(Sudjana, 2005:69).

Ketuntasan belajar

tercapai jika 85% siswa

memperoleh skor minimal 65

yang akan terlihat pada hasil

evaluasi tiap-tiap siklus.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1465

G. Hasil Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas

ini dilaksanakan pada tanggal 27

Agustus sampai 15 Agustus 2013.

Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui peningkatan prestasi

belajar matematika pokok bahasan

Himpunan pada siswa kelas VII.B

MTs Darul Hikmah Tente dengan

diterapkannya model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match

(Mencari Pasangan). Penelitian ini

dilaksanakan dalam dua siklus. Dari

hasil penelitian diperoleh data

kuantitatif yang memberikan

gambaran tentang ketuntasan dan

hasil belajar siswa baik secara

individu maupun klasik.

Penelitian tindakan kelas

dimulai dengan siklus I yang terdiri

dari 2 kali pertemuan dengan satu

kali pertemuan untuk pembelajaran

dan satu kali pertemuan untuk

evaluasi setiap siklus. Adapun

kegiatan siklus I terdiri dari empat

kegiatan, yakni perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi.

Berdasarkan siklus I, guru akan

mengetahui letak keberhasilan dan

kegagalan atau hambatan yang

dijumpai pada siklus I. Oleh karena

itu, guru merumuskan kembali

rancangan tindakan untuk siklus II.

Kegiatan pada siklus ke II ini dapat

berupa kegiatan sebagaimana yang

dilakukan pada siklus I, tetapi sudah

dilakukan perbaikan-perbaikan atau

hambatan-hambatan berdasarkan

hambatan atau kegagalan yang

dijumpai pada siklus I (Asrori

Muhammad, 2009: 103).

a. Hasil observasi dan evaluasi

1) Hasil observasi

Observer mengamati

proses pembelajaran

matematika di kelas

menggunakan lembar

observasi yang telah

disusun. Aspek-aspek

persentase yang diamati

pada siklus I ini

menunjukkan bahwa

keterlaksanaan pembelajaran

dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Make A

Match masih rendah.

Adapun hasil observasi

kegiatan belajar mengajar

dapat dilihat sebagai berikut:

Table. 4.1 Hasil Observasi

Kegiatan Guru Dan Siswa

Siklus I No Observasi

Kegiatan

Siklus

I (%)

1 Guru 55,5

2 Siswa 50

2) Evaluasi

Pada pertemuan

kedua dilaksanakan tes

evaluasi siklus I yang

dilaksanakan pada hari

Selasa tanggal 29 Agustus

2012 pukul 10.15-11.35

WITA.

Secara ringkas

hasilnya dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Jumlah siswa seluruhnya : 40

siswa

b. Jumlah siswa yang ikut tes : 40

siswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1466

c. Nilai rata-rata kelas : 63,75

d. Jumlah siswa yang tuntas : 23

siswa

e. Jumlah siswa yang tidak tuntas

: 17 siswa

f. Persentase ketuntasan

: 57,7%

g. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada lampiran 7.

Hasil rata-rata

prestasi belajar siswa siklus

I adalah 63,75, sehingga

berdampak terhadap

ketuntasan belajar secara

klasikal dengar persentase

siklus I adalah 57,7%. Dari

persentase ketuntasan

belajar tersebut, belum

memenuhi standar

ketuntasan klasikal yang

telah ditetapkan, yaitu

85% siswa memperoleh nilai

65, sehingga peneliti perlu

memberikan tindakan pada

siklus II.

d. Refleksi

Berdasarkan data yang

diperoleh pada saat pelaksanaan

tindakan I, dapat diketahui

bahwa penggunaan metode

kooperatif tipe Make A Match

sangat mempengaruhi semangat

dan keseriusan siswa dalam

upaya memahami materi

Himpunan yang dijelaskan.

Mulai dari tahap presentasi

kelas hingga kuis Make A Match

berakhir. Hanya saja pada

pelaksanaan tindakan I ini,

masih terdapat banyak

kekurangan-kekurangan antara

lain:

1) Pemberian motivasi dan

apersepsi yang sangat

kurang membuat siswa

sedikit bingung dalam

menerima materi dengan

menerapkan model

pembelajaran Make A Match

karena mengaitkan meteri

tersebut dengan kehidupan

sehari-hari.

2) Kerjasama antar siswa

dalam mengerjakan tugas

masih sangat kurang.

Terlihat hanya beberapa

siswa saja yang aktif

mencari pasangan kartu

sedangkan siswa yang lain

hanya diam dan menunggu

hasil pekerjaan temannya.

3) Sebagian besar siswa

mengeluh kesulitan dalam

mengerjakan soal tes akhir

siklus, hal ini bukan

dikarenakan soalnya yang

terlalu sulit. Tetapi,

memahami maksud soal saja

mereka masih kesulitan,

tentu saja mereka akan

kesulitan untuk

menyelesaikan atau mencari

solusi yang tepat.

4) Ketika siswa diberikan soal-

soal matematika, mereka

tidak terbiasa berpikir

tentang apa yang diketahui,

apa yang dicari, bagaimana

cara mencari solusi, hingga

untuk menemukan jawaban

yang tepat. Hal ini berakibat

bahwa soal-soal matematika

terkesan sangat sulit.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1467

5) Kurang tepatnya peneliti

dalam memperkirakan

waktu yang direncanakan,

sehingga pada pertemuan

pertama waktu pembelajaran

melebihi jam yang

direncanakan yaitu sekitar

15 menit pada saat kegiatan

diskusi kelompok.

Dari hasil refleksi

pada siklus I ini, dapat

diketahui bahwa masih

banyak kekurangan-

kekurangan pada

pelaksanaan siklus I, hal ini

menunjukkan bahwa hasil

pelaksanaan siklus I ini

masih belum sesuai dengan

yang diharapkan. Untuk itu,

kekurangan-kekurangan

tersebut perlu diperbaiki

pada siklus II.

b. Hasil observasi dan evaluasi

1) Hasil observasi

Aspek-aspek yang

diamati pada siklus II ini

menunjukkan bahwa

keterlaksanaan pembelajaran

dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Make A

Match sudah tinggi.

Adapun hasil

observasinya dapat dilihat

sebagai berikut:

Table. 4.2 Hasil Observasi

Kegiatan Guru Dan Siswa

Siklus II

No Observasi

Kegiatan

Siklus

II (%)

1 Guru 88,9

2 Siswa 93,75

2) Evaluasi

Pada pertemuan

ketiga dilaksanakan tes

evaluasi siklus II yang

dilaksanakan pada hari Rabu

tanggal 11 September 2012

pukul 07.15-08.35 WITA.

Secara ringkas

hasilnya dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Jumlah siswa seluruhnya : 40 siswa

b. Jumlah siswa yang ikut

tes : 40 siswa

c. Nilai rata-rata kelas : 74,125

d. Jumlah siswa yang

tuntas : 35 siswa

e. Jumlah siswa yang tidak

tuntas : 5 siswa

f. Persentase ketuntasan : 87,5%

Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada

lampiran 18.

Dilihat dari hasil

evaluasi siklus II ini

meningkat dari siklus I,

dimana pada siklus II hasil

rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 74,125 artinya

pada siklus II meningkat

10,375. Sehingga

berdampak pada ketuntasan

belajar secara klasikal

dengar persentase 87,5%.

Refleksi

Berdasarkan hasil

observasi yang diamati pada

siklus II ini menunjukkan bahwa

aspek-aspek persentase

keterlaksanaan pembelajaran

dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1468

sudah tinggi dengan persentase

kegiatan guru 88,9% dan

kegiatan belajar siswa 93,75%.

Hasil tes pada siklus II

mencapai nilai rata-rata 74,125

dengan persentase ketuntasan

belajar 87,5% siswa

memperoleh nilai 65 .

Persentase ini sudah memenuhi

kriteria keberhasilan yang ingin

dicapai yaitu 85%. Hasil tes

evaluasi siklus II dapat dilihat

pada lampiran 18.

Setelah melihat uraian

data di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa proses

pembelajaran pada siklus II

telah mencapai keberhasilan.

Jadi penelitian telah selesai,

tanpa harus diadakan tindakan

selanjutnya.

H. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan

pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

a. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match

pada materi Himpunan dapat

meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa Kelas VII.B

MTs Darul Hikmah Tente

Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal

ini dapat dilihat dari perolehan

nilai rata-rata siswa 63,75 pada

siklus I dan meningkat menjadi

74,125 pada siklus II. Hal ini

dapat dilihat bahwa hasil

prestasi belajar siswa kelas

VII.B MTs Darul Hikmah

Tente mengalami peningkatan

yaitu sebesar 10,375 dari siklus

I ke siklus II.

b. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match

pada materi Himpunan dapat

menuntaskan belajar siswa

secara klasikal pada Kelas VII.B

MTs Darul Hikmah Tente

Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal

ini dapat dilihat dari persentase

ketuntasan belajar siswa

mengalami peningkatan sebesar

30% dari siklus I ke siklus II

yaitu dari 57,5% menjadi

87,5%.

I. Saran Berdasarkan hasil penelitian

ini, maka peneliti mengemukakan

beberapa saran yang perlu

disampaikan, antara lain:

a. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini, untuk

dijadikan acuan dalam membuat

kebijakan tentang peningkatan

kualitas sekolah.

b. Bagi guru matematika

Disarankan untuk menjadikan

pembelajaran kooperatif tipe

Make A Match sebagai suatu

alternatif pembelajaran yang

dapat dilaksanakan dalam upaya

membantu siswa memahami

materi pelajaran.

c. Pengajar/guru yang akan

menerapkan pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match

perlu mengalokasikan dan

memantau waktu sebaik

mungkin, sehingga proses

pembelajaran akan berlangsung

secara efektif dan efisien.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1469

d. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti lain disarankan untuk

melakukan penelitian penerapan

pembelajaran kooperatif tipe

Make A Match pada materi lain

yang mungkin dirasakan sulit

bagi siswa, serta pada kelas

yang mengalami masalah dalam

hal siswa kurang memiliki

motivasi belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Rohani. 2004. Pengolahan

Pengajaran. Jakarta: Rineka

Cipta.

Anonim, 2004. Model Pembelajaran

Sains. Jakarta: Depdikbud.

Aqib, Zainal. 2002. Profesialisme Guru

dalam Pembelajaran.

Surabaya: Insan Cendekia.

Aqib, Zainal. 2006. Penelitian

Tindakan Kelas untuk Guru.

Bandung: Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik.

Jakarta: rineka Cipta.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif

Meningkatkan Kecerdasan

Komunikasi Antar Peserta

Didik. Yokyakarta: Pustaka

Belajar.

Johson dan Rising. 1972. Hakikat

MIPA. Makalah disajikan

Dalam Strategi

Pembelajaran Mipa yang

diselengarakan di STKIP

Taman Siswa Bima: 25-26

Agustus 2009.

Kline. 1973. Hakikat MIPA. Makalah

disajikan Dalam Strategi

Pembelajaran Mipa yang

diselengarakan di STKIP

Taman Siswa Bima: 25-26

Agustus 2009.

Lie, Anita. 2007. Cooperatif Learning.

Jakarta: Grasindo.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005.

Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nurhadi. Pembelajaran Kontekstual

dan Penerapannya dalam

KBK. Malang: Penerbit

Universitas Negeri Malang

(UMPRES).

Riduwan dan Akdo. 2005. Rumus dan

Data dalam Aplikasi

Statistika. Bandung:

Alfabeta.

Riyanto, Yatim. 2001. Metode Logi

Penelitian Pendidikan.

Surabaya: Anggota IKIP

No. 035/551

Slavin, E Robert. 2005. Cooperatif

Learning, Teori, Riset dan

Praktik. Bandung: Nusa

Media.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan

Matematika di Indonesia.

Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses

Belajar Mengajar.

Bandung: Renama

Rosdakarya.

Sukino dan Simangunsong, Wilson.

2007. Matematika untuk

SMP Kelas VII. Jakarta:

Erlangga.

Suparlan. 2002. Mencerdaskaan

Kehidupan Bangsa.

Bandung:

Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1470

Learning Teori dan Aplikasi

PAIKEM. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Tampoman, Husein. 2005. Matematika

untuk SMP/MTs Kelas VII.

Jakarta.: Yudhistira.

Visman, Ahmad. 2008. Mari Belajar

Meneliti.Yogyakarta: Gento

Pres

Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode

Penelitian Tindakan.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1471

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS,

TEKNOLOGI, MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN (STML) TERHADAP

SIKAP ILMIAH SISWA KELAS VIII²

PADA SMP NEGERI 4 BOLO TAHUN

PELAJARAN 2014/2015

SYARIFUDDIN

Mahasiswa lulusan terbaik pertama jurusan fisika STKIP TS Bima

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan karena peneliti melihat kondisi real yang terjadi di

tempat yang peneliti teliti yaitu di SMP Negeri 4 Bolo, dimana di SMP Negeri 4

Bolo hampir rata-rata siswanya memiliki nilai sikap ilmiah yang sangat rendah, hal

ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa yang mempengaruhi sikap

ilmiah siswa tersebut, sehingga peneliti berkesimpulan bahwa yang

mempengaruhinya adalah ketidak sesuaian model yang diterapkan oleh guru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran

Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan ( STML ) terhadap sikap ilmiah

siswa kelas VIII² pada SMP Negeri 4 Bolo tahun 2014/2015.

Jenis penelitian ini yaitu penelitian eksperimen, populasi dalam penelitian

ini adalah siswa SMP Negeri 4 Bolo angkatan 2014/2015 sebanyak 139 dengan

jumlah sampel 35 orang, yang diambil secara Random Sampling. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah angket sikap ilmiah, hasil uji coba validitas

instrumen angket sikap ilmiah siswa kelas VIII² di SMP Negeri 4 Bolo dengan

validitas konstruksi (pendapat para ahli), dari 16 peryataan dinyatak valid semua

tampa ada perubahan sehingga layak untuk digunakan dalam penelitian ini. Data

penelitian variabel terikat (sikap ilmiah) diperoleh dari pengamatan langsung

kegiatan siswa oleh obsever dengan mengunakan angket sikap ilmiah siswa.

Dari hasil pengumpulan data penelitian dan dilakukan analisis dengan

mengunakan uji t (separated varian) dan didapat thitung adalah 9,1 sedangkan nilai

ttabel adalah 1,671 dengan dk = (n1 - 1) = (35 - 1) = 34 dan taraf signifikan 5 %.

Mengacu dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima berarti ada perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok yang mendapat

pembelajaran dengan model Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan

(STML) dengan kelompok yang mendapat pembelajaran dengan model

konvensional, maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran Sains,

Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan ( STML ) berpengaruh terhadap sikap

ilmiah siswa Kelas VIII² pada SMP Negeri 4 Bolo tahun 2014/2015, dengan

pengaruh perlakuan (𝑂2 − 𝑂1) - (𝑂4 − 𝑂3) = (78-59,4) - (59,7-59,1) = 10 %.

Kata Kunci: Model Sains, Teknologi, Masyarakat dan Lingkungan (STML)

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1472

dengan Sikap Ilmiah Siswa.

PENDAHULUAN

Pendidikan sains merupakan

salah satu aspek pendidikan yang

digunakan sebagai alat untuk

mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

Menurut Yager (1996:6) juga literasi

sains dan teknologi mencakup enam

domain, yaitu domain konsep,

domain proses, domain kreativitas,

domain sikap, domain aplikasi dan

keterkaitan, serta domain cara

pandang terhadap dunia, tetapi pada

hakekatnya sains memiliki tiga

komponen yaitu komponen produk,

proses dan sikap Sains sebagai

sebuah produk karena terdiri dari

sekumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip dan hukum tentang gejala

alam. Sains sebagai proses, karena

merupakan suatu rangkaian kegiatan

terstruktur dan sistematis yang

dilakukan untuk menemukan konsep,

prinsip dan hukum tentang gejala

alam, dan sains sebagai suatu sikap,

karena diharapkan mampu

menimbulkan karakter bagi siswa.

Kurikulum 2013 yang

diberlakukan sekarang ini

memberikan tekanan pada

pengembangan kompetensi siswa

dalam aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Tim Broad- Based

Education (Santyasa, 2009:3)

kebiasaan berpikir dan bertindak

merupakan salah satu tujuan yang

harus dicapai dalam pembelajaran di

sekolah. Marzano et. al (199:33) juga

menyatakan bahwa kebiasaan

berpikir dan bertindak merupakan

dimensi puncak dari proses dan

produk belajar siswa.

Upaya menghasilkan produk-

produk kreatif ini mesti didukung

dengan sikap seperti yang dimiliki

oleh para ilmuwan yang disebut

dengan sikap ilmiah (Harlen, 1991:4).

Sikap dan personal yang penting

dikembangkan untuk mendukung

kreativitas seseorang adalah rasa

ingin tahu, respek terhadap fakta atau

bukti, keinginan untuk mentoleransi

ketidakpastian, kritis, tekun, daya

cipta, terbuka, peka atau sensitif

terhadap lingkungan hidup dan tidak

hidup, serta bekerja sama dengan

orang lain. Dalam perkembangan

IPTEK saat ini, siswa dituntut agar

mampu menggali informasi dengan

penuh penalaran, melakukan evaluasi,

bersikap terbuka, mampu

memecahkan masalah, dan

mengambil keputusan.

Model pembelajaran di sekolah

secara umum masih menekankan

pada model konversional (Metode

ceramah) saja yang penyajian

pembelajaranya hanya berfokus pada

penerimaan informasi secara penuh

dari informasi yang disampaikan oleh

guru dimana siswa hanya

mendengarkan, melihat, dan mencatat

apa yang disampaikan oleh guru

sehingga siswa tidak memahami dan

tidak mendapatkan konsep dengan

jelas dari apa yang disampaikan oleh

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1473

guru, seperti yang diungkapkan

Suastra (2006:5) mengungkapkan

bahwa pendidikan sains di sekolah

cenderung hanya mentransfer

pengetahuan kepada peserta didik,

yaitu pengetahuan yang terlalu

berpusat pada buku sehingga

memecahkan soal sederhana dapat

dilakukan, tetapi agak lepas dari

situasi nyata. Padahal tujuan utama

pembelajaran IPA adalah agar

peserta didik memahami konsep-

konsep IPA dan keterkaitanya dengan

kehidupan sehari-hari, memiliki

ketrampila dalam bersikap dan

berpikir ilmiah untuk

mengembangkan pengetahuan

tentang alam sekitar serta mampu

untuk memecahkan masalah-masalah

yang dihadapinya dengan lebih

menyadari kebesaran dan kekuasaan

pencipta alam semesta. Tetapi realita

dan kenyataan sekarang

membuktikan bahwa masih banyak

siswa SMP Negeri khususnya SMP

Negeri 4 Bolo yang belum

memahami konsep-konsep IPA dan

keterkaitanya dengan kehidupan

sehari-hari, ini terbukti dengan daftar

nilai UAS yang peneliti peroleh dari

salah satu guru di SMP Negeri 4 Bolo

yang rata-rata nilainya dibawah

ketuntasan minimal yaitu 65,00. Nilai

siswa dapat dilihat dalam tabel 1.1

Tabel 1.1. Daftar Nilai UAS

Mata Pelajaran Fisika Kelas VII

SMP`Negeri

4 Bolo Tahun2014/2015

Nama

Kelas

Rata-

Rata

Jumlah

Siswa

VII 1 61,14 35

VII 2 63,35 35

VII 3 69,02 34

VII 4 61,64 35

(Sumber : Guru Fisika SMP

Negeri 4 Bolo)

Berdasarkan tabel di atas, ada

beberapa rata-rata nilai siswa kelas

VII yang pada tahun ajaran

2014/2015 sekarang menjadi kelas

VIII masih di bawah nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu

65,00. Salah satu penyebab

rendahnya kemampuan IPA adalah

karena guru tidak mengunakan model

yang sesuai dengan yang diharapkan,

ketidak tahuan peserta didik

mengenai kegunaan fisika dalam

prakteknya sehari-hari menjadi

penyebab mereka cepat bosan dan

tidak tertarik pada pelajaran fisika,

siswa lebih banyak belajar secara

individual dengan menerima,

mencatat, dan menghafal materi

pembelajaran, kegiatan praktikum

masih jarang dilakukan, dan

kurangnya sikap ilmiah siswa yang

dapat dilihat dari rasa ingin tahu

siswa cenderung rendah dimana

siswa jarang mengajukan pertanyaan

walaupun konsepnya belum mereka

pahami, tidak memperhatikan objek

yang di amati, dan tidak kreaktif

untuk melakukan hal yang baru,

kurang bisa memberikan tanggapan

terhadap hasil percobaan dan data

empirik, kurang berani

mengungkapkan gagasan, banyak

siswa tidak membawa buku sumber

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1474

pada saat belajar, tidak berdiskusi

dengan teman, teman kelompok,

beberapa siswa tidak mengikuti

aturan yang berlaku, siswa mudah

terpengaruh oleh sikap temannya

yang lain yang tidak memperhatikan

pelajaran, menurunnya kemauan,

ketekunan dan kerja keras siswa

dalam berkompetis. Sesuai dengan

hasil yang peneliti dapat bahwa sikap

ilmiah siswa pada SMP Negeri 4

Bolo masih berada pada kriteria

kurang. Selengkapnya data sikap

ilmiah siswa dapat dilihat dalam tabel

1.2 dibawah ini.

Tabel 1.2 Data sikap ilmiah

siswa tahun 2014/2015

Kelompok

Sikap Ilmiah

Siswa

Rata-

rata Kriteria

Eksperimen 59,1 Sedang

Kontrol 59,4 Sedang

(Selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 14 hal 95)

Berdasarkan paparan di atas,

maka perlu diterapkan model yang

dapat mengaitkan fisika dengan

aktifitas sehari-hari dan model yang

tepat adalah model pembelajaran

Sains Teknologi Masyarakat dan

Lingkungan (STML) karena model

ini merupakan model pembelajaran

yang mengacu pada filosofis

konstruktivisme, siswa

mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri dan bermakna melalui

pengalaman yang nyata. Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan siswa akan

mengarah kepada pembentukan

proses sains pada diri siswa yang

mencakup sikap ilmiah siswa. Model

pembelajaran Sains, Teknologi,

Masyarakat dan Lingkungan (STML)

adalah model pembelajaran yang

mengaitkan antara sains dan

teknologi serta manfaatnya bagi

lingkungan dan masyarakat,

memanfaatkan lingkungan sebagai

sasaran belajar, sumber belajar, dan

sarana belajar.

1. Pengertian Model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkunggan (STML)

Model pembelajaran

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML) adalah

model pembelajaran yang

mengaitkan antara sains dan

teknologi serta manfatnya bagi

lingkungan dan masyarakat.

Model pembelajaran ini

memanfaatkan lingkungan

sebagai sasaran belajar, sumber

belajar, dan sarana belajar.

Model pembelajaran Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) merupakan

model pembelajaran alternatif

yang dapat digunakan untuk

menarik perhatian siswa dalam

pembelajaran sains, sehingga

literasi sains dan teknologi siswa

dapat meningkat. Model

pembelajaran ini berusaha untuk

meningkatkan keterlibatan

pembelajar melalui

pendayagunaan lingkungan

sebagai sumber belajar.

Pembelajaran dengan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1475

menggunakan lingkungan

sebagai sumber belajar mampu

menyediakan berbagai hal-hal

yang menarik untuk siswa.

Widayanto (2012:59-70) salah

satu cara untuk mendekatkan

siswa kepada realitas obyektif

kehidupannya adalah dengan

menyediakan sumber belajar

yang dapat membawa siswa

belajar mengenai banyak hal

yang berkaitan secara langsung

dengan fenomena sehari-hari

dengan memanfaatkan

lingkungan sebagai sumber

belajar. Belajar melalui

lingkungan akan semakin

memperkaya wawasan dan

pengetahuan siswa karena siswa

dapat mengalami secara langsung

dan dapat mengoptimalkan

potensi panca inderanya untuk

berkomunikasi dengan

lingkungan, sehingga

pembelajaran menjadi bermakna

(meaningfull learning).

2. Hubungan Antara Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan a. Hubungan Sains dan

Teknologi

Gagne (2009:12)

mengatakan teknologi dapat

dipandang sebagai suatu

proses keterampilan atau

knowing-how, artinya

memerlukan pemikiran

kreatif, keterampilan khusus,

dan memiliki nilai-nilai dan

manfaat bagi kehidupan

manusia. Jadi, teknologi

adalah berbagai alat yang

dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi kehidupan.

Jadi sains dan

teknologi memiliki hubungan

simbiosis. Artinya, teknologi

menerapkan sains untuk

menghasilkan produk

teknologi baru, instrumen

baru, teknik baru yang dapat

bermanfaat dan menjadi

kekuatan baru bagi para

saintis dalam melakukan

penyelidikan ilmiah yang

lebih maju demi

perkembangan sains.

Kemudian temuan baru dalam

bidang sains dapat menjadi

input baru untuk kemajuan

teknologi, demikian

seterusnya. Teknologi dan

ilmu pengetahuan tidak

pernah terpisah. Siswa yang

telah mempelajari

konsep/prinsip sains perlu

selalu didorong untuk

menggunakan/

menerapkannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari,

misalnya menjelaskan

peristiwa atau fenomena alam,

dan menghasilkan teknologi

untuk memecahkan masalah

yang dijumpai dalam

masyarakat.

b. Hubungan Teknologi dan

Lingkungan

Teknologi merupakan

studi tentang man-made-

world, artinya berhubungan

dengan kreasi atau

perekayasaan alam serta solusi

dari dan untuk manusia dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1476

mengahadapi masalah dan

tantangan dari

lingkungan/alam. Teknologi

sebagai suatu keahlian, artinya

melibatkan keterampilan fisik

dan memerlukan dasar-dasar

pengetahuan, keterampilan

perancangan, pengembangan,

dan membuahkan hasil yang

bermanfaat untuk pemecahan

masalah yang sedang

dihadapi.

Lingkungan adalah

segala sesuatu yang ada di

luar diri individu. Faktor

lingkungan sangat

mempengaruhi perkembangan

otak manusia. Pendidikan

melalui lingkungan diprediksi

mampu menyebabkan

perubahan tingkah laku yang

berimbas pada kehidupan

masyarakat. Secara teori,

pengalaman belajar dengan

mengaplikasikan masalah-

masalah lingkungan ke dalam

Teknologi dapat menimbulkan

dampak yang positif.

c. Hubungan Masyarakat dan

Lingkungan

Aikenhead (1992:23)

memberikan batasan bahwa

society is the social milieu.

Jadi, masyarakat mengandung

pengertian lingkungan

pergaulan sehari-hari,

teknologi, pranata sosial,

aspek-aspek sosial budaya,

dan nilai-nilai yang dianut

oleh suatu kelompok

masyarakat.

d. Hubungan Teknologi dan

Masyarakat

Teknologi dan

masyarakat juga memiliki

hubungan yang sangat erat.

Daya cipta individu

merupakan sesuatu yang

esensial dalam inovasi

teknologi. Kekuatan sosial

dan ekonomi masyarakat

sangat mempengaruhi jenis

teknologi yang dipilih.

Teknologi juga dipengaruhi

oleh sejarah dan budaya

masyarakat. Di sisi lain,

secara historis beberapa teori

sosial berkeyakinan bahwa

perkembangan teknologi akan

mengakibatkan perubahan

sosial. Teknologi akan

menimbulkan perubahan pola

hidup, politik, religius dan

kesejahteraan hidup umat

manusia.

e. Hubungan Sains dan

Masyarakat

Hubungan antara sains

dengan masyarakat adalah

produk-produk sains memberi

kontribusi bagi kesejahteraan

umat manusia. Sains sebagai

proses dapat memberikan

kesempatan kepada siswa

untuk mengasah kemampuan

berpikirnya dalam

memecahkan masalah terkait

dengan kehidupan sehari-hari.

Sebaliknya, kebutuhan

manusia sebagai individu

maupun masyarakat

memberikan dorongan yang

kuat bagi perkembangan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1477

sains.

f. Hubungan Sains dan

Lingkungan

Menurut teori belajar

dari Gagne (2009:12)

lingkungan mempunyai

peranan yang penting dalam

proses pembelajaran.

Pembentukan konsep, sikap

dan pengembangan

keterampilan siswa dapat

terbentuk karena interaksinya

dengan lingkungan.

Lingkungan akan membawa

siswa pada situasi yang lebih

konkrit dan akan memberikan

dampak peningkatan apresiasi

siswa terhadap konsep-konsep

sains dan lingkungannya.

Lingkungan tempat tinggal

maupun lingkungan sekolah

adalah tempat yang paling

dekat dengan kehidupan

siswa, dengan demikian bila

pembelajaran dimulai dari

lingkungan maka akan

menjadi lebih bermakna.

Hubungan antara sains,

teknologi, masyarakat dan

lingkungan memiliki

hubungan timbal balik dua

arah yang tidak dapat

dipisahkan dan dapat dikaji

manfaat maupun kerugian

yang dihasilkan. Sains dan

teknologi dapat digunakan

untuk memantau kualitas

lingkungan. Masyarakat

mempunyai kemampuan

untuk memberikan tanggapan

terhadap pendidikan dan

mengatur kualitas lingkungan

dan dengan bijaksana

menggunakan sumber alam,

untuk meningkatkan kualitas

hidup tanpa harus merusak

keseimbangan ekosistem.

Sains dapat memberikan

pemahaman mengenai

pemanfaatan lingkungan

sebagai sumber belajar,

sehingga masyarakat mampu

memilah dan memilih

teknologi sesuai kebutuhan.

Model Sains, Teknologi,

Masyarakat dan Lingkungan

(STML) berupaya

memberikan pemahaman

tentang peranan lingkungan

terhadap sains, teknologi,

masyarakat. Sebaliknya

peranan masyarakat terhadap

arah perkembangan sains,

teknologi dan keadaan

lingkungan, termasuk juga

peranan teknologi dalam

penyesuaiannya dengan sains,

manfaatnya terhadap

masyarakat dan dampak-

dampak yang ditimbulkan

terhadap lingkungan.

3. Sintaks Model Teknologi,

Sains, Masyarakat dan

Lingkungan

a. Invitasi

Invitasi adalah tahap

pendahuluan dimana guru

harus mengemukakan isu-isu

atau masalah yang berkaitan

atau yang ada dimasyarakat

yang dapat digali dari siswa.

b. Pembentukan konsep

Dimana dalam pembentukan

konsep ini dapat melalui

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1478

LKS yang diberikan kepada

siswa. Tujuan tahap ini agar

siswa dapat memahami

apakah analisis terhadap isu-

isu atau masalah yang

dikemukakan diawal

pembelajaran apakah sudah

mengunakan konsep-konsep

yang tepat di ikuti.

c. Aplikasi

Dimana pada langkah ini

berbekal konsep yang benar

dalam melakukan analisis

isu-isu atau penyelesaian

masalah selanjutnya siswa

dapat mengaplikasikan

konsep yang telah di pelajari

dalam kehidupan sehari-hari.

d. Pemantapan konsep

Selama tahap pembentukan

konsep, penyelesaian

masalah atau analisis isu

guru perlu meluruskan kalau

tejadi miskonsepsi selama

kegiatan berlangsung,

kegiatan inilah yang

dilakukan dalam tahap

pemantapan konsep.

e. Penilaian

Pada tahap ini guru melakukan

penilaian untuk mengetahui

seberapa jauh tujuan

pembelajaran yang telah

dicapai oleh siswa. Penilaian

dapat dilakukan dengan cara

tes tertulis maupun tes lisan

atau dengan tanya jawab

langsung.

Model Konvensional

Model pembelajaran

konvensional merupakan model

pembelajaran yang biasa

diterapkan guru dalam

melaksanakan proses

pembelajaran (Riduwan, 2008:4).

Model pembelajaran konvensial

masih mengalami krisis

paradigma. Krisis yang dimaksud

adalah seharusnya telah

berlangsung model

kontruktivisme di mana

pemerintah telah berusaha

menciptakan suatu model

pembelajaran yang inovatif yang

dituangkan dalam peraturan

menteri nomor 41 tahun 2007,

namun hal ini belum dijalankan

sepenuhnya oleh guru.

Jadi model konvensional

sering juga disebut metode

ceramah, yaitu merupakan cara

penyajian pelajaran yang

dilakukan guru dengan

penjelasan lisan secara langsung

terhadap siswa dan pembelajaran

dimulai dari penyajian informasi,

pemberian ilustrasi dan contoh

soal, latihan soal-soal sampai

pada akhirnya guru merasakan

apa yang diajarkan telah

dimengerti oleh siswa.

Penyelenggaraan

pembelajaran konvensional lebih

sering menggunakan modus

telling (pemberian informasi),

daripada modus demonstrating

(memperagakan) dan doing

direct performance (memberikan

kesempatan untuk menampilkan

unjuk kerja secara langsung)

(Warpala, 2009:13). Dalam

perkataan lain, guru lebih sering

menggunakan strategi

penyampaian informasi secara

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1479

langsung kepada siswa dengan

mengikuti urutan materi dalam

kurikulum secara ketat, guru

berasumsi bahwa keberhasilan

program pembelajaran dilihat

dari ketuntasannya

menyampaikan seluruh materi

yang ada dalam kurikulum.

Penekanan aktivitas belajar lebih

banyak pada buku tes dan

kemampuan mengungkapkan

kembali isi buku tes tersebut.

Jadi, pembelajaran konvensional

kurang menekankan pada

pemberian keterampilan proses.

Pengertian Sikap Ilmiah

1. Pengertian Sikap

Slameto (2003:188) juga

mengatakan bahwa sikap

merupakan sesuatu yang

dipelajari, dan sikap menentukan

bagaimana individu bereaksi

terhadap situasi serta menentukan

apa yang dicari individu dalam

kehidupan. Kemudian Bahrul

(2007:47) menyimpulkan sikap

adalah penjelmaan dari paradigma

yang pada gilirannya akan

melahirkan nilai-nilai yang dianut

seseorang. Jadi, dari sikaplah

orang bisa menentukan kualitas

nilai prilaku seseorang. Dengan

demikian, pada prinsipnya sikap

itu dapat kita anggap suatu

kecenderungan siswa untuk

bertindak dengan cara tertentu.

2. Pengertian Ilmiah

Menurut Purnama

(2008:112), pengetahuan dapat

dikatakan ilmiah bila pengetahuan

itu memenuhi empat syarat yaitu:

objektif, metodik, sistematik, dan

berlaku umum.

a. Objektif

Objektif artinya pengetahuan itu

sesuai dengan objeknya yaitu

kesesuaian atau dibuktikan

dengan hasil penginderaan

atau empiris.

b. Metodik

Metodik artinya pengetahuan itu

diperoleh dengan

menggunakan cara-cara

tertentu dan terkontrol.

c. Sistematik

Sistematik artinya pengetahuan

ilmiah itu tersusun dalam

suatu system, tidak berdiri

sendiri, satu dengan yang lain

saling berkaitan, saling

menjelaskan sehingga

seluruhnya merupakan satu

kesatuan yang utuh.

d. Berlaku umum

Berlaku umum artinya

pengetahuan itu tidak hanya

berlaku atau dapat diamati

oleh beberapa orang saja,

tetapi semua orang dengan

cara eksperimentasi yang

sama akan memperoleh hasil

yang sama atau konsisten.

3. Pengertian Sikap Ilmiah

Menurut Purnama

(2008:115), sikap ilmiah

merupakan sikap yang dibentuk

oleh orang yang berkecimpung

dalam ilmu alamiah dan bersifat

ilmiah. Salah satu aspek tujuan

dalam mempelajari ilmu alamiah

adalah pembentukan sikap ilmiah.

Sikap ilmiah siswa dalam proses

pembelajaran fisika sangat di

perlukan. Terutama dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1480

penyelesaian masalah-masalah

fisika yang memerlukan

pembuktian dan langkah-langkah

terstrukur.

Sikap ilmiah yang muncul

dari individu disebabkan adanya

rangsangan berupa suatu objek.

Rangsangan itu menimbulkan

respon yang konsisten baik

positif/negatif, baik setuju/tidak,

baik langsung/tidak, bagi individu

yang bersangkutan sehinggga

apabila seseorang atau siswa

merasa tertarik, memperoleh

kesempatan dan memiliki sikap

menyukai suatu mata pelajaran

maka akan belajar dengan baik.

Sikap keilmuan tidak hanya

mengekang kecenderungan suatu

pribadi tertentu, melainkan

menunjukkan kesediaan positif

pada perilaku perseorangan dalam

kehidupan sehari-hari.

4. Pengelompokan Sikap Ilmiah

Mahar Marjono, (1996:9) membuat

pengelompokkan yang lebih lengkap

dan hampir mencakup kedua

pengelompokkan yang telah

dikemukakan. Secara singkat

pengelompokkan tersebut dapat

dilihat dbawah ini :

a. Menurut Marjono (1996:10)

1) Sikap Ingin Tahu

2) Sikap Penemuan

3) Sikap Berpikir Kritis

4) Sikap Teguh Pendirian

b. Menurut Harlen (1996:12)

1) Sikap Ingin Tahu

2) Sikap Respek Terhadap

Data

3) Sikap Ketekunan

4) Sikap Berfikir Terbuka

5) Sikap berkerja Sama Denga

Orang Lain

6) Sikap Pekat Terhadap

Lingkungan

c. Menurut AAAS (1993:7)

1) Sikap Jujur

2) Sikap Ingin Tahu

3) Sikap Toleran

4) Sikap Skeptis

Pengukuran sikap ilmiah

siswa dapat didasarkan pada

pengelom-pokkan sikap sebagai

dimensi sikap selanjutnya

dikembangkan indicator-indikator

sikap untuk setiap dimensi

sehingga memudahkan menyusun

butir instrumen sikap ilmiah.

Untuk lebih memudahkan dapat

digunakan

pengelompokkan/dimensi sikap

yang dikembangkan oleh Harlen

(1996:12) sebagai berikut:

1) Sikap Ingin Tahu

Indikator: Antusias mencari

jawaban, Perhatian pada

obyek yang diamati, Antusias

pada proses Sains.

2) Sikap Respek Terhadap Data

Indikator: Obyektif/jujur,

tidak memanipulasi data, tidak

purbasangka, mengambil

keputusan sesuai fakta, tidak

mencampur fakta dengan

pendapat

3) Sikap Ketekunan

Indikator: Mengulangi percobaan

meskipun berakibat

kegagalan, melengkapi satu

kegiatan meskipun teman,

memanfaatkan waktu dengan

sebaik-baiknya

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1481

4) Sikap Kedisiplinan

Indikator: Mengikuti aturan

yang berlaku, menjaga

hubungan dengan teman,

menerima saran dari teman,

tidak merasa selalu benar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen, penelitian eksperimen

adalah penelitian yang digunakan

untuk mencari pengaruh perlakuan

tertentu terhadap yang lain dalam

kondisi yang terkendali Sugiyono

(2009:72). Penelitian ini akan

menggunakan rancangan eksperimen

Pretest-posttest control group design,

karena peneliti hanya ingin

mengetahui perbedaan sikap ilmiah

siswa, antara kelompok eksperimen

dengan kelompok kontrol dan bukan

untuk mengetahui peningkatan sikap

ilmiah siswa kedua kelompok.

Penelitian dilaksanakan di

SMP`Negeri 4 Bolo kelas VIII mulai

dari tanggal 04 Mei sampai 03 Juni

2015.

1. Populasi

Populasi pada penelitian

ini adalah siswa kelas VIII SMP

Negeri 4 Bolo tahun pelajaran

2014/2015 yang terdiri dari 4

kelas dengan total siswanya 139

orang.

2. Sampel

Penentuan sampel

dilakukan secara random agar

semua kelas sampel memperoleh

peluang yang sama untuk

diberikan perlakuan yang

berbeda. Hasil undian secara

random diperoleh kelas VIII²

sebagai kelompok eksperimen,

sedangkan kelas VIII4 sebagai

kelompok kontrol. Adapun

teknik yang digunakan dalam

pengambilan sampel penelitian

ini adalah Random Sampling

yaitu pengambilan sampel yang

dilakukan secara random (acak),

kemudian diberi pre-test untuk

mengetahui keadaan awal adakah

perbedaan antara kelompok

eksperimen dan kelompok

kontrol

Penelitian ini terdiri dari dua

sampel yaitu kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Dimana dari dua

sampel ini diberikan perlakuan yang

berbeda. Untuk kelas eksperimen

pembelajaran menggunakan model

Sains, Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) dan untuk kelas

kontrol pembelajaran dengan model

Konversional. Pada awal

pembelajaran kedua kelas tersebut

diberikan pre-test dan post-test pada

akhir pembelajaran. Desain penelitian

ini dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1. Desai Penelitian

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen 𝑂1 𝑋1 𝑂2

Kontrol 𝑂3 − 𝑂4

(Sugiyono, 2009:76)

Keterangan:

𝑂1 = Pemberian pre-test pada

kelas eksperimen

𝑂2 = Pemberian post-test pada

kelas eksperimen

𝑂3 = Pemberian pre-test pada

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1482

kelas kontrol

𝑂1 = Pemberian pos-test pada

kelas kontrol

𝑋1 = Pemberian Model STML

= Pemberian Model

Konversional

Instrumen Penelitian

Instrument penelitian

adalah suatu alat yang di

gunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial

yang diamati secara spesifik,

fenomena yang dimaksud adalah

variabel penelitian Sugiyono

(2009:102).

Adapun instrumen

penelitian dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Lembar Observasi Sikap

Ilmiah Siswa

Untuk mengetahui sikap

ilmiah siswa, akan digunakan

lembar observasi sikap ilmiah

yang disusun dan dikembangkan

oleh peneliti berdasarkan

indikator dari empat aspek sikap

ilmiah siswa dan kisi-kisi lembar

observasi sikap ilmiah dapat

dilihat di tabel 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Sikap Ilmiah Sikap Ilmiah

siswa Indikator No Jml

Rasa Ingin

Tahu

1. Siswa mencari sendiri jawaban dari

percobaan yng dilakukanya

2. Selalu memperhatikan obyek yang

diamati

3. Bertanya sa’at mendapatkan masalah sa’at

percobaan

4. Selalu melakukan hal yang baru

1

2

3

4 4

Respek

Terhadap

Data

1. Siswa menyampaikan data percobaan

sesuai dengan percobaan

2. Tidak memanipulasi data dengan

menambahkan data yang tidak sesuai

3. Dalam bertukar pendapat tidak boleh

berprasangka dengan pendapat teman

4. Mengambil keputusan sesuai fakta

5

6

7

8 4

Sikap

Ketekunan

1. Selalu mengulangi percobaan jika

mengalami kegagalan

2. Melengkapi satu kegiatan dengan

berdiskusi dengan teman

3. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-

baiknya

4. Selalu berusaha dengan semaksimal

mungkin dalam menyelesaikan tugas

9

10

11

12 4

Sikap

Kedisiplinan

1. Mengikuti aturan yang berlaku

2. Menjaga hubungan dengan teman

3. Menerima saran dari teman

4. Selalu menghargai pendapat teman

13

14

15

16

4

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1483

Total 16 16

(Harlen, 1996:12)

Pedoman penskoran sikap ilmiah

diberikan berdasarkan kriteria:

Skor 5 bila kemampuan sangat baik

(bila 4 indikator dilaksanakan)

Skor 3 bila keterampilan baik (3

indikator dilaksanakan)

Skor 2 bila keterampilan cukup baik

(2 indikator dilaksanakan)

Skor 1 bila keterampilan kurang baik

(indikator tidak dilaksanakan)

(Sugiyono, 2010:141)

Teknik persentase skor dapat dihitung

menggunakan rumus:

𝑆 =𝑅

𝑁 𝑥 100%

Keterangan :

S = nilai yang diharapkan (dicari)

R = jumlah skor dari item atau soal

yang dijawab benar

N = jumlah skor maksimum dari tes

tersebut.

Kemudian hasil perhitungan akan

dikategorikan berdasarkan persentase

skor yang dicapai. Adapun kategori

sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada

tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Kategori Sikap

Ilmiah Siswa

No Persentase

Sikap

Ilmiah

Kategori

Tanggapan

1 80%-100% Sangat

Tinggi

2 60%-80% Tinggi

3 40%-60% Sedang

4 20%-40% Rendah

5 0 %-20% Sangat

Rendah

(Arikunto, 2010:245)

2. Soal Tes

Soal tes yang digunakan

dalam penelitian ini adalah soal

tes berbentuk pilihan ganda dan

setiap Instrumen yang digunakan

untuk mengambil data dalam

setiap penelitian harus diuji

validitas alat ukurnya. Sehingga

instrumen yang digunakan

memperoleh kelayakan untuk

diambil data penelitiannya. Uji

coba ini bertujuan untuk

mengetahui tes yang digunakan

baik atau tidak sehingga perlu

dilakukan uji validitas instrumen:

Teknik Analisis Data

1. Validitas Instrumen

Validitas berkenaan

dengan ketepatan alat penilaian

terhadap konsep yang dinilai

sehingga betul-betul menilai apa

yang seharusnya dinilai. Analisis

validitas uji coba instrumen

dilakukan dengan menggunakan

persamaan korelasi r product

moment dengan angka kasar

(Arikunto, 2002):

𝒓𝒙𝒚 =𝑵.∑ 𝑿𝒀−(∑𝑿).(∑𝒀)

√{(𝑵.∑𝑿𝟐)−(∑𝑿)𝟐} {(𝑵.∑𝒀𝟐

)−(∑𝒀)𝟐}

.

Keterangan:

Nilai rxy akan di

konsultasikan dengan tabel r

product moment dengan taraf

kepercayaan 95% dengan taraf

signifikan sebesar 5% dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1484

taraf keberartiran. Jadi

kemungkinan yang tejadi yaitu:

a. Jika rxy > rtabel maka soal

tersebut dikatakan valid

b. Jika rxy < rtabel maka sola

tersebut dikatakan tidak

valid

Hasil uji validitas dari 30

soal uji coba instrumen

dinyatakan 8 yang tidak valid

dan 22 yang valid yang bisa

dilanjutkan untuk pemberian pre

tes dan post test, sedangkan hasil

uji validitas dari lembar

observasi sikap ilmiah siswa

dinyatakan dari 16 pernyataan

dinyatakan valid sesuai dengan

kriteria di atas sehingga dapat

digunakan untuk uji selanjutnya.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas

dilakukan untuk membuktikan

apakah kedua sampel yang

menjadi objek penelitian

homogen atau tidak, rumus yang

digunakan (Subana, 2005).

Terkecil Varians

Terbesar VariansF

(3.5)

Kriteria pengujian:

Jika : Fhitung > Ftabel, tidak

homogen

Jika : Fhitung < Ftabel, homogen

Taraf signifikan (ɑ) = 5 %

3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan

untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh dari gejala yang

diselidiki terdistribusi normal

atau tidak, rumus yang

digunakan (Riduwan, 2010).

e

eok

i f

ff2

1

2

(3.6)

Dimana:

𝑥2 = Chi kuadrat

fo = Frekuensi hasil

pengamatan

fh = Frekuensi hasil

harapan

Kriteria hipotesis terdistribusi

normal jika x2hitung < x2

tabel

4. Uji Hipotesis

Hipotesi dalam penelitian

ini yang di ajukan adalah

pengaruh model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

lingkungan (STML) terhadap

sikap ilmiah siswa dan

perbedaan sikap ilmiah siswa

dengan mengunakan model

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML) dan

model konvensional. Untuk

mengetahui pengaruh model

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML)

terhadap sikap ilmiah siswa

dalam penelitia ini dengan

menguji perbedaan sikap ilmiah

kelas eksperimen dan kelas

kontrol, jika terdapat perbedaan

dimana kelas eksperimen

mendapatkan nilai sikap ilmiah

yang lebih tinggi dari pada sikap

ilmiah siswa kelas kontrol maka

dapat dikatakan ada pengaruh

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1485

Model, Sains, Teknologi,

Masyarakat dan Lingkung

terhadap sikap ilmiah siswa

Sugiyono (2009:159).

Menguji hipotesis

perbedaan sikap ilmiah siswa

antara kelompok yang mendapat

pembelajaran Sains, Teknologi,

Masyarakat dan Lingkungan

(STML) dengan kelompok yang

mendapat pembelajaran dengan

model konvensional maka dapat

digunakan uji t (separated

varians) perbandingan. Adapun

rumus yang digunakan adalah.

𝑡 = �̅�1 − �̅�2

√𝑆1

2

𝑛1+

𝑆22

𝑛2

Keterangan :

�̅�1 =

Nilai rata-rata

kelas

eksperimen

�̅�2 = Nilai rata-rata

kelas kontrol

𝑆12 =

Varians kelas

eksperimen

𝑆22 =

Varians kelas

kontrol

𝑛1 =

Jumlah sampel

kelas

eksperimen

𝑛1 = Jumlah sampel

kelas kontrol

Adapun kriteria hipotesis

yaitu sebagai berikut:

1. Jika t-hitung > t-tabel, Ha diterima

dan Ho ditolak (ada pengaruh

penggunaan model

pembelajaran Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) terhadap

sikap ilmiah siswa kelas VIII²

SMP Negeri 4 Bolo tahun

pelajaran 2014/2015)

2. Jika t-hitung < t-tabel, Ha ditolak

dan Ho diterima (tidak ada

pengaruh penggunaan model

pembelajaran Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) terhadap

sikap ilmiah siswa kelas VIII²

SMP Negeri 4 Bolo tahun

pelajaran 2014/2015).

HASIL PENELITIAN

1. Uji Validitas Instrumen

Hasil uji validitas dari 30

soal uji coba instrumen dinyatakan

8 yang tidak valid dan 22 yang

valid yang bisa dilanjutkan untuk

pemberian pre tes dan post test,

sedangkan hasil uji validitas dari

lembar observasi sikap ilmiah

siswa dinyatakan dari 16

pernyataan dinyatakan valid sesuai

sehingga dapat digunakan untuk

uji selanjutnya selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 8 hal 79-80.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data

pre test yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji

Fisher, kriteria pengujian ini

digunakan yaitu kedua

kelompok sampel dinyatakan

homogen apabila Fhit < Ftab,

karena Fhit = 1,06 < Ftab 1,78

maka dikatakan bahwa kedua

data tersebut homogen.

Untuk lebih jelasnya

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1486

peneliti sajikan tabel

perhitungan uji homogenitas

dibawah ini.

Tabel 4.1 Pengujian

Homogenitas

Nilai Varians Sampel Jenis Variabel

Kelas Ekperimen Kelas Kontrol

S 15,10 14,26

N 35 35

Fhit = Varians terbesar

Varians terkecil

= 15,10

14,26 = 1,06

3. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Nilai Pre

Test Kelompok

Eksperimen

Uji normalitas

dilakukan dengan

mengunakan uji Chi-

Kuadrat. Dari hasil

pengujian pada kelompok

eksperimen didapat harga

Chi-Kuadrat hitung (X2hit)=

5,61 harga tersebut

selanjutnya dibandingkan

dengan harga Chi Kuadrat

(X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1

= 5. Bila dk 5 dan taraf

kesalahan 5% α = 0,05

maka didapat X2tab =

11.070, karena X2-hit =

5,61 ≤ X2-tab = 11,070,

maka data Distribusi

Normal.

Tabel 4.2 Pengujian Normalitas Kelompok Eksperimen

Data Eksperimen

N 35

X2hit 5,61

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi Normal

(Analisis

selengkapnya dapat

dilihat di lampiran 11

hal 86)

b. Uji Normalitas Pre Test

Kelas Kontrol

Data hasil

pengujian pre test pada

kelompok kontrol didapat

harga Chi-Kuadrat hitung

(X2hit)= 3,57 harga tersebut

selanjutnya dibandingkan

dengan harga Chi Kuadrat

(X2tab), Dk = k – 1 = 6 – 1

= 5. Bila dk 5 dan taraf

kesalahan 5% α = 0,05

maka didapat X2tab =

11.070, karena X2-hit =

3,57 ≤ X2-tab = 11,070,

maka data Distribusi

Normal.

Untuk lebih

jelasnya peneliti

menyajikan dalam bentuk

tabel uji normalitas

dibawah ini.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1487

T

a

b

e

l

4

.3 Pengujian Normalitas

Pre Test Kelompok

kontrol

Data Eksperimen

N 35

X2hit 3,57

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi

Normal

c. Uji Normalitas Sikap

Ilmiah Siswa Kelompok

Eksperimen

Uji normalitas

dilakukan dengan

mengunakan uji Chi-

Kuadrat. Dari hasil

pengujian sikap ilmiah

siswa didapat harga Chi-

Kuadrat hitung (X2hit)= 6,2

bila Dk = k – 1 = 6 – 1 =

5. Bila dk 5 dan taraf

kesalahan 5% α = 0,05

maka didapat X2tab =

11.070, karena X2-hit = 6,2

≤ X2-tab = 11,070, maka

data Distribusi Normal.

Untuk lebih

jelasnya peneliti

menyajikan dalam bentuk

tabel uji normalitas

dibawah ini.

Tabel 4.4 Pengujian

Normalitas Sikap Ilmiah

Siswa Kelompok Eksperimen

d. Uji Normalitas Sikap

Ilmiah Siswa Kelompok

Kontrol

Uji normalitas

dilakukan dengan

mengunakan uji Chi-

Kuadrat. Dari hasil

pengujian sikap ilmiah

siswa didapat harga Chi-

Kuadrat hitung (X2hit)= 4,3

harga tersebut selanjutnya

dibandingkan dengan harga

Chi Kuadrat (X2tab), Dk =

k – 1 = 6 – 1 = 5. Bila dk 5

dan taraf kesalahan 5% α =

0,05 maka didapat X2tab =

11.070, karena X2-hit = 4,3

≤ X2-tab = 11,070, maka

data Distribusi Normal.

Untuk lebih

jelasnya peneliti

menyajikan dalam bentuk

tabel uji normalitas

dibawah ini.

Tabel 4.5 Pengujian

Normalitas Sikap Ilmiah

Siswa Kelompok Kontrol

Data Eksperimen

N 35

X2hit 4,3

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi

Normal

4. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis

Data Eksperimen

N 35

X2hit 6,2

X2tab 11.070

Kesimpulan Distribusi

Normal

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1488

dalam penelitian ini

mengunakan uji t (separated

varian), data yang digunakan

adalah data sikap ilmiah siswa

kelas eksperimen setelah

diberikan perlakuan dengan

mengunakan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) dan data

sikap ilmiah siswa kelompok

kontrol tampa diberikan

perlakuan dengan

mengunakan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML).

Sebelum dilakukan uji t

terlebih dahulu menghitung

nilai standar deviasi dari sikap

ilmiah siswa kelompok

eksperimen dan kelompok

kontrol. Dari perhitungan

yang dilakukan diperoleh nilai

standar deviasi untuk sikap

ilmiah siswa kelompok

eksperimen 9,02 dan sikap

ilmiah siswa kelompok

kontrol 7,93.

Untuk lebih jelas

peneliti sajikan data

selengkapnya dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4.6 Pengujian Hipotesis

Sikap Ilmiah Siswa

Kelompok Sikap Ilmiah

Siswa

Standar

Deviasi thitung ttabe

Taraf

Signifikan

Eksperimen 78 7,93 9,1 1,671 0,05

Kontrol 59,7 9,02

Setelah mendapatkan

nilai standar deviasi,

kemudian menghitung nilai

thitung dengan mengunakan uji t

(separated varian), dimana

diperoleh nilai thitung adalah

9,1 sedangkan nilai ttabel

adalah 1,671 dengan dk =

(𝑛1+𝑛2-2) = (35+35-2) = 68

dan taraf signifikan 5 %.

Karena nilai thitung > nilai ttabel

maka dapat disimpulkan

bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima berarti ada perbedaan

sikap ilmiah siswa sebelum

mengunakan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) dan

sesudah mengunakan model

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML).

PEMBAHASAN

Pada awal pembelajaran

guru memberikan pre test untuk

mengetahui kemampuan awal

siswa sebelum diberikan

pembelajaran dengan

mengunakan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML). Kemudian

data yang di dapat di uji

normalitas dan homogenitasnya

untuk mengetahui apakah data

normal atau homogen. Setelah

pre test selesai, guru memberikan

apersepsi serta tujuan dari

pembelajaran yang berhubungan

dengan materi agar siswa siap

mengikuti mata pelajaran yang

akan dipelajari dan memiliki rasa

ingin tahu yang kuat terhadap

materi yang akan dibahas.

Kegiatan inti dalam

proses pembelajaran yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1489

dilakukan adalah guru

membagikan siswa kedalam 5

kelompok kecil terdiri dari 7

orang siswa kemudian guru

membagikan peralatan beserta

lembar kerja siswa. Setelah itu

secara berkelompok siswa

melakukan percobaan sesuai

dengan lembar kerja siswa yang

diberikan, kemudian masing-

masing kelompok mendiskusikan

hasil pengamatanya dan mengisi

lembar kerja siswa dengan

bimbingan guru, setiap kelompok

diberikan kesempatan untuk

mempersentasikan hasil

pengamatanya.

Kegiatan penutup dalam

pembelajaran ini berupa siswa

menarik kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari dan siswa

diberi kesempatan menayakan

materi yang kurang jelas atau

kurang dipahami dan guru

menjelaskan pertanyaan yang

diberikan oleh siswa.

Berdasarkan pengamatan

diawal pembelajaran yang

berlangsung dilakukan uji

kesamaan rata-rata nilai pre test

kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dimana nilai

rata-rata siswa pada kelas kontrol

sebesar 59,57 dengan skor

tertinggi 75 dan skor terendah 20

sedangkan pada kelas

eksperimen nilai rata-rata siswa

sebesar 58,86 dengan skor

tertinggi 90 dan skor terendah 10

(lampiran 10 hal 83), hal ini

disebabkan karena pengetahuan

awal siswa masih rendah. Dari

nilai rata-rata pre test kelompok

eksperimen dan kelompok

kontrol diketahui bahwa

kemampuan siswa pada kedua

kelompok penelitian menunjukan

tidak adanya perbedaan yang

signifikan hal ini menunjukan

bahwa siswa kedua kelompok

memiliki pengetahuam dan

kemampuan awal yang sama.

Sedangkan data sikap

ilmiah siswa di dapat setelah

diberikan proses pembelajaran

dengan menggunakan model

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML) pada

kelas eksperimen diperoleh nilai

rata-rata siswa 78 dengan nilai

tertinggi 95 dan nilai terendah 50

sedangkan pada kelas kontrol

yang tidak diterapkan Model

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML) nilai

rata-rata yang diperoleh siswa

hanya 59,7 dengan nilai tertinggi

75 dan nilai terendah 45

selengkapnya dapat di lihat pada

lampiran 15 hal 97-98. Hal ini

menyatakan bahwa ada pengaruh

penerapan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) terhadap

sikap ilmiah siswa kelas VIII²

pada SMP Negeri 4 Bolo dengan

pengaruh perlakuan (𝑜2 − 𝑜1) −(𝑜4 − 𝑜3) = (78-59,4) - (59,7-

59,1) = 10 % (Sugiyono, 2009,

76).

Sesuai dengan data

pendukung yang diperoleh dari

hasil post test, dimana nilai rata-

rata siswa pada kelompok

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1490

eksperimen 73,68 % lebih tinggi

dari pada nilai rata-rata kelas

kontrol yaitu sebesar 65,3 %

sehinga terbukti terjadi

perubahan sikap ilmiah siswa

melalui pembelajaran

mengunakan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML), hal lain

yang menunjang munculnya

sikap ilmiah siswa dengan

penerapan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) karena

dalam penerapan model Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML), siswa

melakukan berbagai kegiatan

diantaranya siswa dapat mengali

sendiri masalah yang ada dalam

masyarakat berkenaan dengan

materi lensa cembung, siswa

mengemukakan sendiri masalah

mengenai lensa cembung yang

berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari, berdiskusi untuk

mengidentifikasi sumber

permasalah, memberikan respon

terhadap masalah, aktif

melakukan pengamatan terhadap

objek secara kelompok,

menyusun kesimpulan dan

mengkomunikasikanya.

Berdasarkan hasil

penelitian yang diperoleh selama

1 bulan dari awal pembelajaran

sampai akhir dapat diketahui

bahwa, kegiatan siswa dalam

proses pembelajaran dan

menyelesaikan jawabannya

adalah kegiatan yang banyak

mengaktifkan siswa dalam

kegiatan belajar mengajar. Siswa

terlihat bersemangat dan antusias

dalam belajar fisika. Selain itu

suasana proses pembelajaran

dengan mengunakan model

Sains, Teknologi, Masyarakat

dan Lingkungan (STML) ini

menjadi lebih menarik dan

menyenangkan, sehingga dapat

disimpulkan bahwa penerapan

model Sains, Teknologi,

Masyarakat dan Lingkungan

(STML) pada pembelajaran

Fisika kelas VIII² di SMP Negeri

4 Bolo tahun 2014/2015

berpengaruh terhadap sikap

ilmiah Siswa hal ini terbukti dari

hasil sikap ilmiah yang diperoleh

dari uji t (separated varian)

dimana didapat nilai thitung adalah

9,1 > nilai ttabel adalah 1,671.

Sesuai dengan kriteria uji

hipotesis jika thitung > ttabel maka

dikatakan ada pengaruh.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan

mengunakan uji t (separated

varian) maka dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Sains,

Teknologi, Masyarakat dan

Lingkungan (STML) Terhadap

Sikap Ilmiah Siswa Kelas VIII²

pada SMP Negeri 4 Bolo Tahun

2014/2015.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1491

DAFTAR PUSTAKA

Aikenhead. 1992. Society Is The

Social Milien. Jakarta: PT

Remaja Rosdakarya.

Arikunto. 2010. Prosedur penelitian

: Suatu Pendekatan Praktik.

(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka

Cipta

Bambang, Riyanto. 2001. Buku.

Petunjuk Teknis Penulisan

Proposal Penelitian dan

Penulisan Skripsi.

Yogyakarta: Alfabeta.

Bahrul. 2007. Sikap Ilmiah. Jakarta:

Bahrul Wordpress.Com.

Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan. Jakarta:

Departemen Pendidikan

Nasional.

Depdiknas, RI. 2003. Undang-

Undang No 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta:

Departeman Pendidikan

Nasional.

Gagne. 2009. Science Technology

and Envirament. London:

David Fulton Publishers.

Harlen. 1991. The Teaching Of

Science. London: David

Fulton Publishers.

Jumantoro ( 2012 ) pengaruh model

pembelajaran sains teknologi

masyarakat dan lingkungan terhadap

hasil belajar dan sikap ilmiah siswa di

unggah tanggal 10 januari 2014 dari : http://www.google.com/url?sa=t

&rct=j&q=&esrc=s&source=we

b&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=

0CEUQFjAE&url=http%3A%2F

%2Fpasca.undiksha.ac.id%2Fejo

urnal%2Findex.php%2Fjurnal_ip

a%2Farticle%2FviewFile%2F48

0%2F272&ei=VYdZVKaPIsrju

QSCu4HYAQ&usg=AFQjCNG

EvGoEdHM51IJCwwZ71BF0T

GbATg&bvm=bv.78677474,d.c2

E

Marjono. 1996. Dimensi Sikap

Ilmiah. Jakarta: Erlangga

Marzano. 1993. How Classroom

Teachers Approach The

Teaching Of Thinking. Dalam

Donmoyer, R. Dan

Merryfield, M.M Edisi :

Theory Intopractice.

Purnama. 2008. Tata Cara Penulisan

Karya Ilmiah. Bandung:

Alfabeta.

Riduwan. 2009. Metode dan Teknik

Menyusun Tesis. Bandung:

Alfabeta.

Santyasa. 2009. Pengembangan

Prangkat Pembelajaran Peta

Konsep. Laporan Penelitian

Hibah Penelitian : Universitas

Pendidikan Ganesha.

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-

faktor Yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1492

Mempengaruhinya. Jakarta:

Rhineka Cipta.

Suastra. 2006. Strategis

Pembelajaran Berorientasi

Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Subana, M. Dan Sudrajat. 2005.

Dasar-Dasar Penelitian

Ilmiah. Bandung: CV Pustaka

Pelajar.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhartono, Irawan. 1995. Metode

Penelitian Sosial Suatu Teknik

Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan

Ilmu Sosial Lainnya.

Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Trianto. 2007. Model-model

Pembelajaran Inovatif

Berorientasi Konstrutivisme.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Yager. 1996. Science-Techonology-

Society as Reform. Jakarta : School

Science

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1493

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN DENGAN PROGRAM GEOMETER’S

SKETCHPAD UNTUK MATERI SUDUT PUSAT DAN SUDUT KELILING

PADA LINGKARAN DI KELAS VIII SMPN 1 WAWO

Fatmah

Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dengan

program Geometer’s Sketchpad yang baik untuk materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran di kelas VIII dan untuk mengetahui keefektifan

pembelajaran dengan program Geometer’s Sketchpad untuk materi sudut pusat dan

sudut keliling pada lingkaran di kelas VIII. Pengembangan perangkat

pembelajaran yang dilakukan menggunakan model 4-D (model Thiagarajan dkk)

yang telah dimodifikasi. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan berupa: (1)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) Lembar kerja Siswa (LKS), dan (3)

Tes Hasil Belajar (THB). Sumber data pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII

SMPN 1 Wawo tahun pelajaran 2014/2015 dengan kelas VIIIA sebagai kelas

ujicoba dan kelas VIIIB sebagai kelas implementasi perangkat. Berdasarkan hasil

ujicoba perangkat, diperoleh perangkat pembelajaran dengan program Geometer’s

Sketchpad yang baik karena dinyatakan valid oleh pakar/ahli dan memenuhi

syarat: (1) kemampuan guru mengelola pembelajaran memenuhi kriteria baik, (2)

aktivitas siswa dalam pembelajaran berada pada rentang waktu ideal, (3) respons

siswa terhadap pembelajaran positif, (4) tes hasil belajar memenuhi kriteria valid,

reliabel, dan sensitif. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh bahwa

pembelajaran dengan program Geometer’s Sketchpad efektif untuk mengajarkan

materi sudut pusat dan sudut keliling pada lingkaran karena memenuhi syarat

keefektifan: (1) kemampuan guru mengelola pembelajaran memenuhi kriteria baik,

(2) aktivitas siswa dalam pembelajaran berada pada rentang waktu ideal, (3)

respons siswa terhadap pembelajaran positif, (4) ketuntasan belajar secara klasikal

tercapai, yaitu sebanyak 83,33% dari seluruh siswa memperoleh nilai ≥ 70.

Kata Kunci: Pengembangan Perangkat, Keefektifan Pembelajaran

dengan program Geometer’s Sketchpad, sudut pusat dan sudut keliling

pada lingkaran.

PENDAHULUAN

Pembelajaran matematika

yang dilaksanakan selama ini

cenderung berpusat pada guru,

selain itu guru mengajar hanya

fokus pada penyelesaian materi

tanpa memperhatikan kondisi

belajar yang baik bagi siswa. Guru

masuk kelas dan menyajikan

materi kemudian memberikan

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1494

contoh soal kemudian siswa

diminta mengerjakan soal-soal

latihan. Pembelajaran seperti ini

sering dilaksanakan tanpa banyak

variasi dalam pembelajaran.Hal ini

menyebabkan siswa kurang diberi

kesempatan untuk mengalami dan

mengembangkan aktivitas

belajarnya sendiri sehingga siswa

kurang terlibat secara aktif dalam

pembelajaran. Padahal, Asmani

(2011: 60) mengemukakan bahwa

belajar pada hakikatnya

merupakan suatu proses aktif dari

si pembelajar dalam membangun

pengetahuannya. Jika

pembelajaran tidak memberikan

kesempatan kepada siswa untuk

berperan aktif, maka pembelajaran

tersebut bertentangan dengan

hakikat belajar.

Salah satu alternatif yang

dapat membuat siswa lebih aktif

dalam kegiatan pembelajaran

serta memperhatikan suasana yang

nyaman dan menyenangkan

adalah pembelajaran dengan

menggunakan media ICT berupa

program Geometer”s Sketchpad

dalam laboratorium komputer.

Pembelajaran dengan

menggunakan program ini

melibatkan seluruh siswa secara

aktif untuk mengikuti

pembelajaran.Pembelajaran

dirancang agar proses

pembelajaran bermakna untuk

siswa. Sehingga dapat

meningkatkan minat belajar dan

hasil belajar siswa. Karena

teknologi penting dalam proses

belajar mengajar matematika, hal

itu mempengaruhi matematika

yang diajarkan dan meningkatkan

hasil belajar

siswa(http://en.wikipidia.org/wiki/

The_Geometer%27s_Sketchpad.

Dengan program Geometer’s

Sketchpad dapat dibuat berbagai

macam objek geometri seperti

lingkaran, segitiga, segiempat,

segi-n, kubus, balok, dan lain

sebagainya.Program ini juga dapat

digunakan untuk mengukur

panjang ruas garis, menghitung

besar sudut, luas, keliling dan

perhitungan objek geometri

lainnya.Van De Walle (2006: 117)

menyatakan bahwa dalam

program Geometer’s Sketchpad;

titik, garis, dan bentuk-bentuk

geometri mudah dibentuk pada

komputer dengan menggunakan

mouse.Setelah digambar benda-

benda geometri dapat dipindahkan

dan diubah-ubah dalam banyak

variasi.Jarak, panjang, luas, sudut,

kemiringan, dan keliling dapat

diukur. Ketika bentuk-bentuk

diubah, ukurannya juga akan

berubah seketika. Oleh karena itu,

maka program Geometer”s

Sketchpad dapat digunakan dalam

pembelajaran geometri, dalam hal

ini materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran.

Berdasarkan uraian di atas,

maka peneliti tertarik untuk

mengembangkan perangkat

pembelajaran dengan

menggunakan program

Geometer”s Sketchpadsebagai

media pembelajaran untuk materi

sudut pusat dan sudut keliling

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1495

pada lingkaran di kelas VIII SMP.

Selanjutnya, perangkat tersebut

akan diterapkan dalam

pembelajaran untuk mengetahui

keefektifan pembelajaran dengan

menggunakan program

Geometer”s Sketchpad pada

materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran di kelas

VIII SMP. Adapun tujuan

penelitian ini adalah (1)

Mendiskripsikan proses dan

menghasilkan perangkat

pembelajaran dengan

menggunakan program

Geometer”s Sketchpad sebagai

media pembelajaran yang

berkualitas baik untuk materi

sudut pusat dan sudut keliling

pada lingkaran di kelas VIII SMP,

dan (2) Mendeskripsikan

keefektifan pembelajaran dengan

program Geometer’s Sketchpad

untuk materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran di kelas

VIII SMP.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dapat

digolongkan sebagaipenelitian

pengembangan yang dilanjutkan

dengan penelitian

deskriptif,karena penelitian ini

dilakukan untuk mengembangkan

perangkat pembelajaran dengan

menggunakan media

pembelajaran, yakni program

Geometer”s Sketchpad.Sehingga

dihasilkan perangkat pembelajaran

yang berkualitas baik untuk

mengajarkan materi sudut pusat

dan sudut keliling pada lingkaran

di kelas VIII SMP. Selanjutnya

dilakukan penelitian untuk

mendeskripsikan keefektifan

pembelajaran dengan

menggunakan program

Geometer”s Sketchpad untuk

materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran di kelas

VIII SMP. Prosedur

pengembangan perangkat yang

digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada model -4D

(Thiagarajan, 1974) yang

dimodifikasi. Modifikasi yang

dimaksud yaitu:

1. Penyederhanaan tahap

pengembangan menjadi tiga

tahap yaitu: tahap

pendefinisian (define), tahap

perancangan (design), dan

tahap pengembangan

(develop). Hal ini dikarenakan

pada tahap pengembangan

(develop) sudah dihasilkan

perangkat pembelajaran yang

berkualitas baik.

2. Analisis konsep diganti

dengan analisis isi materi

(content)karena materi

memiliki cakupan yang lebih

luas daripada konsep. Dalam

satucontent suatu materi terdiri

dari beberapa pengetahuan,

yakni; fakta, konsep, prinsip

dan prosedur.

3. Analisis materi dan analisis

tugas tidak dilakukan secara

paralel, tetapi dilakukan secara

berurutan. Hal ini karena

urutan tugas bergantung pada

urutan isi materi (content).

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1496

4. Dalam tahap pengembangan

ditambahkan kegiatan uji

keterbacaan, yang bertujuan

untuk mengetahui apakah

bahasa yang digunakan dalam

perangkat pembelajaran

mudah dipahami atau tidak.

Populasi dalam penelitian ini

adalah siswa kelas VIII SMPN 1

Wawo tahun pelajaran

2014/2015.Subjek penelitian

dipilih dua kelas dari 5 kelas VIII

secara acak. Satu kelas diambil

sebagai kelas ujicoba perangkat, di

mana dalam satu kelas yang

dimaksud dipilih siswa yang

memiliki kemampuan

mengoperasikan komputer dan

dapat menggunakan program

Geometer”s Sketchpad, kemudian

dipilih lagi satu kelas sebagai

kelas implementasi perangkat

dengan cara yang sama seperti

kelas sebelumnya untuk

mengetahui keefektifan

pembelajaran dengan program

Geometer”s Sketchpad. Desain

ujicoba menggunakan rancangan

One Group Pretest-Postest

Design. Desain ujicoba ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Rancangan Ujicoba

Perangkat Pembelajaran

Kelas Prete

st

Perlaku

an

Poste

st

Ujico

ba

T1 X T2

Adapun langkah-langkah

pelaksanaan ujicoba adalah

sebagai berikut:

1) Memberikan Pretest (T1),

untuk mengetahui penguasaan

siswa terhadap materi sudut

pusat dan sudut keliling pada

lingkaran sebelum

dilaksanakan pembelajaran

dengan menggunakan

program Geometer”s

Sketchpad.

2) Memberikan perlakuan (X)

pada subjek, yaitu

melaksanakanpembelajaran

dengan menggunakan

program Geometer”s

Sketchpad.

3) Memberikan Postest (T2),

untuk mengetahui penguasaan

siswa terhadap materi sudut

pusat dan sudut keliling pada

lingkaran setelah

dilaksanakan pembelajaran

denganmenggunakan program

Geometer”s Sketchpad.

4) Membandingkan T1 dan T2

untuk mengetahui sensitifitas

butir soal tes hasil belajar. T1

dan T2merupakan instrumen

yang sama.

Instrumen penelitian yang

dikembangkan adalah lembar

validasi perangkat pembelajaran,

lembar observasi kemampuan

guru mengelola pembelajaran,

lembar observasi aktivitas siswa,

angket respon siswa, dan tes hasil

belajar. Untuk lembar observasi

dan angket respon siswa

diadaptasi dari penelitian

sebelumnya. Sedangkan tes hasil

belajar dibuat sendiri oleh peneliti.

Perangkat pembelajaran yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1497

dikembangkan dikatakan

berkualitas baik jika dinyatakan

valid oleh validator dan setelah

diujicobakan memenuhi kriteria

sebagai berikut: (1) Kemampuan

guru mengelola pembelajaran

memenuhi kriteria minimal

“baik”; (2) Aktivitas siswa berada

dalam persentase waktu ideal; (3)

Respons siswa terhadap

pembelajaran positif; dan (4) Tes

hasil belajar memenuhi krietria

valid, reliabel, dan sensitif.

Instrument dan teknik

pengumpulan data untuk tahap

implementasi perangkat dan tahap

ujicoba perangkat pembelajaran

adalah sama. Teknik analisis data

yang digunakan adalah analisis

data statistic deskriptif yang

digunakan untuk menganalisis

keefektifan pembelajaran dengan

program Geometer’s sketchpad

pada materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran di kelas

VIII SMP. Data yang dianalisis

yaitu data kemampuan guru

mengelola pembelajaran, data

aktivitas siswa, data respon siswa,

dan data hasil belajar siswa.

Masing-masing diuraikan berikut

ini.

1) Analisis data aktivitas siswa

Aktivitas siswa dikatakan efektif

jika persentase setiap aspek

yang diamati pada setiap

pertemuan berada pada

rentang waktu ideal aktivitas

siswa.

2) Analisis data kemampuan

guru mengelola pembelajaran

Kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran

dikatakan baik jika rata-rata

skor dari setiap aspek yang

dinilai berada pada kriteria

baik atau sangat baik.

3) Analisis data respon siswa

Respons siswa dikatakan positif

apabila jawaban siswa yang

memilih kategori positif untuk

setiap aspek yang direspon

memperoleh persentase ≥ 80

%

4) Analisis data hasil belajar

Analisis data hasil belajaar siswa

secara deskriptif bertujuan

untuk mendeskripsikan

ketuntasan hasil belajar siswa

berdasarkan tes yang

dilaksanakan.Seorang siswa

dikatakan tuntas belajarnya

secara individu jika skor yang

diperoleh siswa tersebut

minimal 70 dari skor

maksimal 100. Sedangkan

ketuntasan belajar secara

klasikal tercapai bila pada

kelas tersebut lebih dari atau

sama dengan 75% siswa

tuntas belajarnya.

Selanjutnya, penggunaan

program Geometer’s Sketchpad

dikatakan efektif jika aspek-aspek

berikut terpenuhi, yaitu: hasil

belajar siswa secara klasikal

tuntas, kemampuan guru

mengelola pembelajaran minimal

baik, aktivitas siswa efektif, serta

respon siswa terhadap

pembelajaran positif.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1498

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Deskripsi Hasil

Pengembangan Perangkat

Pembelajaran

Berdasarkan tujuan penelitian

yang pertama maka disusun suatu

perangkat pembelajaran dengan

program Geometer”s

Sketchpadsebagai media

pembelajaran untuk materi sudut

pusat dan sudut keliling pada

lingkaran. Adapun peragkat yang

dihasilkan terdiri dari: Rencana

Pelaksanan Pembelajaran (RPP),

Lembar Kerja Siswa (LKS), dan

Tes Hasil Belajar (THB). Untuk

mengetahui kualitas perangkat

pembelajaran maka dilakukan

ujicoba perangkat

pembelajaran.Pencapaian kriteria

perangkat pembelajaran yang baik

ditentukan berdasarkan hasil

analisis data aktivitas siswa,

kemampuan guru mengelola

pembelajaran, respon siswa, serta

hasil pretest dan posttest. Hasil

dari ujicoba perangkat dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Pencapaian Kriteria

Perangkat Pembelajaran yang

Berkualitas Baik

No Aspek Keterangan

1

2

3

4

Aktivitas

Siswa

Kemampuan

Guru

Mengelola

Pembelajaran

Respon Siswa

Tes Hasil

Efektif

Baik

Positif

Valid,

Reliabel,

dan Sensitif

Belajar

Berdasarkan pengembangan

perangkat pembelajaran dengan

model 4-D yang dimodifikasi,

dihasilkan perangkat pembelajaran

dengan program Geometer’s

Sketchpad yang berkualitas baik

untuk materi geometri di kelas

VIII SMPN 1 Wawo, sehingga

dapat digunakan untuk

implementasi perangkat.

2. Deskripsi Hasil Implementasi

Perangkat

Berdasarkan tujuan penelitian

yang kedua dilakukan

implementasi perangkat untuk

mengetahui keefektifan

pembelajaran dengan program

Geometer’s Sketchpad pada materi

sudut pusat dan sudut keliling

pada lingkaran di kelas VIII. Data

yang dikumpulkan pada tahap ini

adalah data kemampuan guru

mengelola pembelajaran, data

aktivitas siswa, data respon siswa,

dan data hasil belajar. Data

tersebut dianalisis secara dskriptif

untuk mengetahui keefektifan

pembelajaran dengan

menggunakan program

Geometer”s Sketchpad.

Pelaksanaan implementasi

perangkat dilakukan pada kelas

yang dipilih sebanyak tiga kali

pertemuan dan diakhiri dengan

tes.Selama pembelajaran

dilakukan pengamatan terhadap

aktivitas siswa dan kemampuan

guru mengelola

pembelajaran.Angket respon siswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1499

dibagikan setelah pelaksanaan tes

selesai dilaksanakan.

Analisis data yang diperoleh

pada pelaksanaan implementasi

perangkat yaitu sebagai berikut.

1) Hasil pelaksaan

tesmenunjukkan bahwa

ketuntasan belajar siswa secara

klasikal tercapai, dimana dari

24 orang siswa, sebanyak 20

siswa yang tuntas belajarnya

(mendapat skor ≥ KKM,

dengan KKM= 70). Sehingga

persentase ketuntasan belajar

siswa adalah 83,33%.

2) Hasil pengamatan kemampuan

guru mengelola pembelajaran

menunjukkan bahwa setiap

aspek pada setiap pertemuan

yang diamati memperoleh skor

baik dan sangat baik. Rata-rata

skor dari setiap aspek yang

diamati lebih dari 4 sehingga

sesuai kriteria yang ditetapkan

maka dapat dikatakan bahwa

kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran

memenuhi kriteria baik.

3) Hasil pengamatan aktivitas

siswa selama tiga pertemuan

menunjukkan bahwa setiap

aspek aktivitas siswa untuk

setiap pertemuan berada pada

interval toleransi waktu ideal,

sehingga dapat dikatakan

aktivitas siswa masuk dalam

kategori efektif.

4) Hasil angket respon siswa

menunjukkan bahwa jumlah

siswa yang memilih kategori

positif melebihi 80%.

Sehingga berdasarkan hal

tersebut dan mengacu pada

kriteria yang telah ditetapkan

dapat disimpulkan bahwa

respons siswa positif.

Berdasarkan uraian di atas,

maka pencapaian keefektifan

pembelajaran dengan program

Geometer”s Sketchpad untuk

materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran ditentukan

berdasarkan ketuntasan belajar

secara klasikal, kemampuan guru

dalam mengelola pembelajaran,

aktivitas siswa, dan respon siswa

terhadap pembelajaran dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Pencapaian Keefektifan

Pembelajaran dengan program

Geometer’s Sketchpad

No. Aspek Keterangan Kesimpulan

1. Aktivitas

Siswa

Efektif

Kemampuan

Guru

Mengelola

Pembelajaran

Baik

Respon

siswa

Positif

Hasil belajar Tuntas

secara

klasikal

Dari tabel di atas terlihat

bahwa pembelajaran dengan

program Geometer’s Sketchpad

efektif untuk materi sudut pusat

dan sudut keliling pada lingkaran

di kelas VIII.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1500

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh beberapa simpulan

sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil

pengembangan perangkat

pembelajaran dengan

menggunakan model 4-D,

dihasilkan perangkat

pembelajaran dengan

menggunakan program

Geometer”s Sketchpad untuk

materi sudut pusat dan sudut

keliling pada lingkaran yang

berkualitas baik. Perangkat

pembelajaran tersebut terdiri

dari RPP, LKS, dan THB. Hal

ini dikarenakan syarat-syarat

perangkat pembelajaran yang

baik telah terpenuhi yaitu

perangkat pembelajaran telah

dinyatakan valid oleh validator

dan setelah diujicobakan

memenuhi kriteria-kriteria

berikut ini.

a. Kemampuan guru

mengelola pembelajaran

memenuhi kriteria baik.

b. Aktivitas siswa efektif,

yang ditunjukkan dengan

setiap kategori aktivitas

siswa berada pada batas

toleransi waktu ideal.

c. Respons siswa terhadap

pembelajaran positif, yang

ditunjukkan dengan

persentase siswa yang

memilih kategori positif

untuk setiap aspek respon

lebih dari 80%.

d. Tes hasil belajar valid,

reliabel, dan sensitif.

2. Pembelajaran dengan program

Geometer”s Sketchpad efektif

untuk mengajarkan materi

sudut pusat dan sudut keliling

pada lingkaran. Hal ini

ditunjukkan dengan

terpenuhinya syarat keefektifan

pembelajaran, yaitu:

a. Ketuntasan belajar siswa

secara klasikal terpenuhi,

yaitu sebanyak 83,33%

siswa tuntas belajarnya.

b. Aktivitas siswa efektif,

yang ditunjukkan dengan

setiap aktivitas siswa

berada pada kriteria batas

toleransi waktu ideal.

c. Kemampuan guru

mengelola pembelajaran

memenuhi kriteria baik.

d. Respon siswa terhadap

pembelajaran positif yang

ditunjukkan dengan

persentase siswa yang

memilih kategori positif

untuk setiap aspek yang

direspon lebih dari 80%.

Berdasarkan hasil penelitian

ini, maka peneliti memberikan

saran sebagai berikut.

1. Penelitian ini menghasilkan

perangkat pembelajaran yang

baik, oleh karena itu,

disarankan kepada guru

matematika yang mempunyai

anak didik dengan

karakteristik sama/ hampir

sama dengan siswa SMPN 1

Wawo untuk dapat

menggunakan perangkat ini

pada materi sudut pusat dan

sudut keliling pada lingkaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1501

sebagai alternatif dalam

pembelajaran matematika.

2. Bagi peneliti lain yang

berminat melakukan

penelitian pengembangan

perangkat pembelajaran

dengan program Geometer”s

Sketchpaddisarankan untuk

menyempurnakan atau paling

tidak mengurangi kelemahan-

kelemahan dalam penelitian

ini agar hasil yang diperoleh

lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal M. (2011).7 Tips

Aplikasi Pakem.

Jogjakarta: Diva Press

Badan Penelitian dan

Pengembangan Pusat

Kurikulum.(2007).

Kajian Kebijakan

Kurikulum Mata

Pelajaran Matematika.

Jakarta: Depdiknas.

Budiningsih, Asri. (2012). Belajar

dan Pembelajaran. Yogyakarta:

Rineka Cipta

DePorter, Bobbi,dkk.(2010).

Quantum Teaching.

Bandung: Kaifa

Hastuti, Rini. (2011).

Pengembangan

Perangkat Pembelajaran

Tabung Dan kerucut

Berdasarkan Masalah

(Problem Based

Instruction) di Kelas IX

SMP Negeri 2

Madiun.(Tesis magister

pendidikan matematika

tidak dipublikasikan).

Unversitas Negeri

Surabaya.

Hobri.(2007). Pengembangan

Model Pembelajaran

Matematika Berorientasi

Pada Vocational Skill di

Sekolah Menengah

Kejuruan.Disertasi

Doktor pendidikan

matematika tidak

dipublikasikan).Unversit

as Negeri Surabaya.

http://en.wikipidia.org/wiki/The_

Geometer%27s_Sketchp

ad.

Husanah & Setyaningrum, Y.

(2013). Desain

Pembelajaran Berbasis

Pencapaian Kompetensi.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Ibrahim, R. & Syaodih, S.N.

(2003). Perencanaan

Pengajaran. Jakarta:

Rineka Cipta.

Ibrahim, Muslimin, dkk. (2010).

Dasar-Dasar Proses

Belajar Mengajar.

Surabaya: Unesa

University Press.

Kemp, Jerrold E. (1994). Proses

Perancangan

Pengajaran.Terjemahan

dari Asril Marjonah.

Penerbit ITB, Bandung.

Khabibah, Siti. (2006).

Pengembangan Model

Pembelajaran

Matematika dengan Soal

Terbuka Untuk

Meningkatkan

Kreativitas Siswa

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1502

Sekolah Dasar.(Disertasi

doktor pendidikan

matematika tidak

dipublikasikan).Unversit

as Negeri Surabaya.

Khanifatul.(2013). Pembelajaran

Inovatif. Jogjakarta: AR-

RUZZ MEDIA

Kosasih, N. & Sumarna, D.

(2013).Pembelajaran

Kuantum dan

Optimalisasi

Kecerdasan. Bandung:

Alfabeta

Nieveen N, et al. (1999). Design

Approaches and Tools in

Educational and

Training. Kluwer

Academy Publisher.

Netherlands.

Nur, M. (2004).Pengajaran

Berpusat kepada Siswa

dan Pendekatan

Konstruktivis dalam

Pengajaran. Universitas

Negeri Surabaya: Pusat

sains dan Matematika

Sekolah (PSMS).

Ratumanan, T.G & Laurens, T.

(2011).Penilaian Hasil

Belajar pada Tingkat

Satuan Pendidikan.

Surabaya: Unesa

University Press.

Ratumanan, T. Gerson. (2004).

Belajar dan

Pembelajaran. Surabaya:

UNESA University

Press.

Siswono, Tatag Y.E. (1999).

Metode Pemberian

Tugas Pengajuan Soal

(Problem Posing) dalam

Pembelajaran

Matematika Pokok

bahasan Perbandingan

di MTs Negeri Rungkut

Surabaya. (Tesis

magister pendidikan

matematika tidak

dipublikasikan).Unversit

as Negeri Surabaya.

Slavin, Robert, E.

(2000).Educational

Psycology: Theory and

Practice. Needham:

Allyn and Bacon

Soedjadi, R. (2000). Kiat

Pendidikan Matematika

di Indonesia. Jakarta:

DEPDIKNAS.

Suherman, Erman. (1994).

Evaluasi Proses dan

Hasil Belajar

Matematika. Jakarta:

Depdiknas.

Thiagarajan, S., Sammel, D.S.,

dan Semmel, M.I.

(1974).Instructional

Development for

Training Teachers of

Exceptional Children.

Minnesota: University of

Minnesota

Uno, H.B & Kuadrat M.

(2009).Mengelola

Kecerdasan dalam

Pembelajaran. Jakarta:

Bumi Aksara.

Warsita, Bambang. (2008).

Teknologi Pembelajaran

(Landasan dan

Aplikasinya). Jakarta:

Rineka Cipta

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1503

Widjajanti, E. (2008). Pelatihan

penyusunan LKS mata

pelajaran kimia

berdasarkan kurikulum

tingkat satuan

pendidikan bagi guru

SMK/MAK.Makalah ini

disampaikan dalam

Kegiatan Pengabdian

pada Masyarakat di

Ruang Sidang Kimia

FMIPA UNY pada

tanggal 22 Agustus 2008.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1504

PENGGUNAAN ALAT PERAGA UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN

BANGUN DATAR SEDERHANA

Nurrahmah

Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima

Email: [email protected]

ABSTRAK: Kedudukan dan peran matematika dalam pengembangan ilmu dan

pengetahuan sebagai induk, berkembang cukup pesat. Penggunaan dan

aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari tidak diragukan lagi, oleh karena

itu, konsep dasar matematika harus dikuasai benar oleh siswa sejak dini, agar

siswa menjadi terampil dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-

hari. Salah satu unsur yang paling banyak menentukan keberhasilan belajar

dan mengembangkan pemahaman siswa adalah guru. Salah satu kemampuan

professional guru adalah menguasai materi dan strategi pembelajaran. Hal

ini, erat kaitannya dengan penggunaan metode dan alat peraga yang sesuai

dengan bahan ajar dan perkembangan intelektual siswa. Untuk itu penelitian

ini mengangkat judul penggunaan alat peraga untuk meningkatkan

pemahaman siswa dalam matematika pada pokok bahasan bangun datar

sederhana. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang

Penggunaan Alat Peraga untuk Meningkatkan Pemahaman Matematika

Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Datar Sederhana. Instrumen yang

digunakan adalah tes evaluasi dan lembar observasi. Berdasarkan hasil

penelitian, diperoleh data bahwa nilai rata-rata evaluasi pada setiap siklus

mengalami peningkatan yang sangat baik. Pada siklus I nilai rata-rata siswa

adalah 69 dan pada siklus II meningkat menjadi 73,4. Berdasarkan hasil

observasi dari setiap pertemuan dapat disimpulkan bahwa seluruh siswa

sangat antusias dan aktif dalam belajar. Seiring dengan peningkatan

pemahaman siswa dengan menggunakan alat peraga, maka aktivitas

siswapun dalam belajar mengalami peningkatan. Artinya, penggunaan alat

peraga dalam matematika dapat meningkatkan pemahaman siswa. Dengan

demikian penggunaan alat peraga ini dapat dijadikan salah satu alternatif

dalam proses pembelajaran matematika maupun pada pembelajaran yang

lain.

Kata Kunci: Penggunaan Alat Peraga, Pemahaman Matematika Siswa.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1502

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu

mata pelajaran yang diberikan pada

semua jenjang pendidikan. Hal ini

karena matematika merupakan

pengetahuan yang sangat penting bagi

siswa dan merupakan bekal

pengetahuan dasar untuk

pembentukan sikap serta pola pikir

mereka selanjutnya. Selain itu,

matematika berfungsi sebagai alat

bantu dan pelayanan ilmu yang tidak

hanya untuk matematika saja tetapi

juga untuk ilmu-ilmu yang lain. Baik

untuk kepentingan teoritis maupun

praktis.

Akan tetapi, banyak kalangan

siswa yang menganggap belajar

matematika adalah kegiatan yang

tidak menyenangkan karena

matematika mereka anggap sebagai

mata pelajaran yang sulit dan

membosankan. Anggapan tersebut

muncul pada diri mereka karena

mereka tidak dibiasakan untuk belajar

aktif, guru jarang melibatkan siswa

untuk beraktivitas dan bertanggung

jawab dalam kegiatan pembelajaran.

Salah satu alasannya adalah guru tidak

memfungsikan alat peraga secara

optimal. Hal tersebut mengakibatkan

suasana kelas terasa gersang,

membosankan dan mengikat.

Menurut Hamalik, Anderson, dan

Sadiman (Sudrajat, 2003:1)alat peraga

merupakan salah satu faktor eksternal

yang mempengaruhi keberhasilan

suatu pembelajaran. Melihat

kenyataan di lapangan khususnya di

SDN dalam proses pembelajarannya

masih bersifat konvensional, guru

hanya menggunakan metode ceramah,

siswa tidak diberikan kesempatan

untuk aktif dan kreatif. Salah satu

sebabnya, guru tidak memfungsikan

alat peraga secara optimal.

Penggunaan alat peraga dalam

pembelajaran matematika khususnya

di kelas III SDN belum optimal. Hal

ini nampak pada saat kegiatan

pembelajaran, siswa menunjukkan

sikap yang kurang antusias dan

rendahnya respon serta umpan balik

dari siswa terhadap pertanyaan guru

serta pemusatan perhatian yang

kurang baik. Gejala ini ditunjukkan

dengan beberapa sikap siswa yang

sering ngobrol, keluar masuk kelas,

mengantuk, mencoret-coret bangku

dan sebagainya.

Kondisi yang dikemukakan di atas

memberikan sebuah gambaran adanya

sesuatu masalah yang cukup

signifikan, yaitu permasalahan yang

bermuara pada ketidakmampuan guru

mendesain dan menyajikan

pembelajaran secara baik sehingga

mengakibatkan munculnya kejenuhan

dalam diri siswa dalam mengikuti

pembelajaran matematika. Menurut

Ruseffendi (Carjani, 2006:2), terdapat

sepuluh faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan siswa

dalam belajar, antara lain: (1)

kecerdasan siswa, (2) kesiapan belajar

siswa, (3) bakat yang dimiliki siswa,

(4) kemauan belajar siswa, (5), minat

siswa, (6) cara penyajian materi, (7)

pribadi dan sikap guru, (8) suasana

pengajaran, (9) kompetensi guru, dan

(10) kondisi masyarakat luas.

Dari sepuluh faktor di atas, cara

penyajian materi merupakan faktor

yang harus diperhatikan oleh guru

agar siswa tertarik dan senang belajar

matematika. Hal ini sejalan dengan

pendapat yang disampaikan oleh syah

(Carjani, 2006:3) yaitu:

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1503

Cara penyajian materi merupakan

salah satu upaya untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran sekaligus

menjadi penentu keberhasilan siswa.

Apakah materi yang disajikan

membuat siswa tertarik, termotivasi,

kemudian timbul perasaan pada diri

siswa untuk menyenangi matematika

dan adanya kebutuhan terhadap

matematika tersebut. Ataukah justru

cara penyajian matematika hanya akan

membuat siswa jenuh terhadap

matematika. Bagaimanapun

kekurangan atau ketiadaan motivasi

menyebabkan kurang bersemangatnya

siswa dalam melakukan proses

pembelajaran baik di sekolah maupun

di rumah.

Dalam kegiatan pembelajaran,

guru memiliki peran yang sangat

penting di dalam menentukan kualitas

sebuah pembelajaran. Guru harus

berpikir membuat perencanaan secara

seksama untuk meningkatkan

kesempatan belajar aktif bagi siswa

dan sekaligus memperbaiki kualitas

mengajarnya. Dalam hal ini guru

berperan sebagai pengelola

pembelajaran yang baik. Di samping

itu, guru juga harus berperan sebagai

fasilitator yang dapat menciptakan

kondisi belajar yang efektif, sehingga

proses belajar mengajar memberikan

rangsangan pada minat siswa untuk

mau belajar.

Salah satu cara yang dapat

digunakan oleh guru untuk

merangsang siswa belajar secara aktif

adalah dengan penggunaan alat

peraga. Ruseffendi mengemukakan

bahwa dalam pembelajaran

matematika, alat peraga berfungsi

untuk menarik minat siswa, membantu

siswa yang kurang daya tiliknya, dan

menghubungkan ilmu dengan alam

(Sudrajat, 2003:1). Alat peraga adalah

salah satu media bantu untuk

memahami konsep yang disajikan.

Banyak konsep dalam matematika

yang bersifat abstrak, namun konsep-

konsep tersebut harus difahami secara

utuh.

Dalam proses pembelajaran

matematika, khususnya pada pokok

bahasan bangun datar sederhana,

penggunaan alat peraga sangat penting

karena konsep bangun datar sederhana

sangat abstrak dan siswa sering

mengalami kesulitan untuk

memahaminya. Selain itu mereka juga

harus mampu menerapkan konsep

bangun datar sederhana tersebut

dalam bidang lain atau dalam

kehidupan sehari-harinya.

Agar alat peraga yang digunakan

itu efektif dan efisien, perlu

memperhatikan beberapa hal antara

lain: kesesuaian dengan tujuan,

kemudahan memperoleh,

keterampilan guru dalam

menggunakan dan kemampuan

berpikir siswa (Latuheru: 1988,

Sudjana: 1991 dalam Sudrajat,

2003:1).

Menurut Piaget (Subarinah,

2006:2) perkembangan berpikir siswa

sekolah dasar berada pada tahap

operasional konkret. Oleh karena itu,

sebaiknya pembelajaran matematika

di Sekolah Dasar dibuat konkret

dengan menggunakan alat peraga.

Untuk itu, proses dan hasil

pembelajaran matematika diharapkan

bermakna bagi siswa.

Berdasarkan uraian latar belakang

di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana

penggunaan alat peraga dalam

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1504

meningkatkan pemahaman siswa kelas

III SDN pada pokok bahasan bangun

datar sederhana.

KAJIAN PUSTAKA

1. Penggunaan Alat Peraga

Alat peraga merupakan salah satu

dari media pendidikan berupa alat

untuk membantu proses belajar

mengajar agar proses komunikasi

dapat berhasil dengan baik dan efektif.

Media atau alat bantu mengajar adalah

merupakan segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk meyalurkan pesan

dan dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan kemauan

siswa sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar pada diri

siswa.

Peranan alat peraga disebutkan

sebagai berikut:

a. Alat peraga dapat membantu

pendidikan lebih efektif dengan

jalan meningkatkan semangat

belajar siswa.

b. Alat peraga memungkinkan lebih

sesuai dengan perorangan,

dimana para siswa belajar dengan

banyak kemungkinan sehingga

belajar berlangsung sangat

menyenangkan bagi masing-

masing individu.

c. Alat peraga memungkinkan

belajar lebih cepat segera

bersesuaian antara kelas dan

diluar kelas.

d. Alat peraga memungkinkan

mengajar lebih sistematis dan

teratur.

Langkah–langkah penggunaan alat

peraga

a. Menyediakan alat peraga.

b. Mengangkat alat peraga supaya

terlihat oleh seluruh siswa.

c. Menggunakan alat peraga

menyampaikan materi.

d. Melibatkan siswa dalam

menyampaikan materi.

e. Memberikan kesempatan kepada

siswa untuk bertanya.

f. Berikan respon dan kesimpulan

dari materi yang dikaji.

Pada dasarnya secara individual

manusia itu berbeda-beda, demikian

pula dalam memahami konsep-konsep

abstrak akan dicapai melalui tingkat-

tingkat belajar yang berbeda. Namun

ada suatu keyakinan bahwa anak

belajar melalui dunia nyata dengan

menggunakan benda-benda nyata

sebagai perantaranya. Bahkan tidak

sedikit pula orang dewasa yang

umumnya sudah memahami konsep

abstrak tetapi pada situasi-situasi

tertentu masih memerlukan benda-

benda perantara.

Sudjana (1987:99) menjelaskan

bahwa Alat peraga dalam mengajar

memegang peranan penting sebagai

alat bantu untuk menciptakan proses

belajar-mengajar yang efektif. Setiap

proses belajar dan mengajar ditandai

dengan adanya beberapa unsur antara

lain tujuan, bahan, metode, dan alat,

serta evaluasi. Unsur metode dan alat

merupakan unsur yang tidak bisa

dilepaskan dari unsur lainnya yang

berfungsi sebagai cara atau teknik

untuk mengantarkan bahan pelajaran

agar sampai kepada tujuan. Dalam

pencapaian tujuan tersebut, peranan

alat bantu atau alat peraga memegang

peranan yang penting sebab dengan

adanya alat peraga ini bahan dapat

dengan mudah dipahami oleh siswa.

Brownell dalam teorinya yang

didasarkan pada keyakinan bahwa

anak-anak pasti memahami apa yang

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1505

sedang mereka pelajari jika belajar

secara permanen atau secara terus-

menerus untuk waktu yang lama.

Salah satu cara bagi anak-anak untuk

mengembangkan pemahaman tentang

matematika adalah dengan

menggunakan benda-benda tertentu

ketika mereka mempelajari konsep

matematika (Suwangsih dan Tiurlina,

2006:25). Selanjutnya, Bruner

(Yuningsih, 2004:16) dalam teorinya

menyatakan bahwa dalam proses

belajar, siswa sebaiknya diberi

kesempatan untuk memanipulasi

benda-benda (alat peraga).

Gunawan (Carjani, 2006:12)

mengungkapkan bahwa alat peraga

pengajaran adalah alat-alat yang

digunakan oleh guru pada saat

mengajar untuk memperjelas materi

pelajaran dan mencegah terjadinya

verbalisme pada siswa. Pembelajaran

yang verbal tentu akan menimbulkan

kebosanan pada diri siswa, sebaliknya

pembelajaran dengan menggunakan

alat peraga yang tepat akan

menimbulkan minat, membangkitkan

motivasi, serta memperbesar perhatian

siswa terhadap pembelajaran yang

dilangsungkan karena mereka terlibat

dengan aktif dalam pembelajaran yang

dilaksanakan. Ruseffendi (2005:383)

mengatakan bahwa dengan

dipergunakan alat peraga maka anak-

anak akan lebih tertarik dalam

matematika.

Natiwijaya (Winggowati,

2006:12) mendefinisikan bahwa alat

peraga adalah alat bantu atau

pelengkap yang digunakan guru dalam

berkomunikasi dengan para siswa.

Selanjutnya Ruseffendi (Carjani,

2006:12) mengungkapkan bahwa alat

peraga adalah alat untuk menerangkan

atau mewujudkan konsep matematika

di dalam kegiatan mendidik atau

mengajar supaya yang diajarkan

mudah dimengerti anak didik.

Manfaat Alat Peraga Ruseffendi (Winggowati,

2006:12) mengungkapakan

bahwafungsi alat paraga yaitu untuk

menerangkan atau mewujudkan

konsep matematika yang dapat berupa

benda nyata dan dapat pula berupa

gambar atau diagram.Ada beberapa

fungsi alat peraga dalam proses

pembelajaran seperti yang

dikemukakan Sudjana (1987: 99) di

antaranya sebagai berikut:

a. Penggunaan alat peraga dalam

proses pembelajaran bukan

merupakan fungsi tambahan

melainkan mempunyai fungsi

tersendiri sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif.

b. Penggunaan alat peraga

merupakan bagian yang integral

dari keseluruhan situasi mengajar,

ini berarti bahwa alat peraga

merupakan salah satu unsur yang

harus dikembangkan guru.

c. Alat peraga dalam pengajaran

penggunaannya dengan tujuan

dan isi pelajaran.

d. Penggunaan alat peraga dalam

pengajaran bukan semata-mata

alat hiburan, dalam arti digunakan

hanya sekedar melengkapi proses

pembelajaran supaya menarik

perhatian siswa.

e. Penggunaan alat peraga dalam

pengajaran lebih diutamakan

untuk mempercepat proses

pembelajaran dan membantu

siswa dalam menangkap

pengertian yang diberikan guru.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1506

f. Penggunaan alat peraga dalam

pengajaran diutamakan untuk

mempertinggi mutu pembelajaran

dengan perkataan lain

menggunakan alat peraga, hasil

belajar yang dicapai akan tahan

lama diingat oleh siswa, sehingga

pelajaran mempunyai nilai tinggi.

Adapun menurut Ruseffendi

(Winggowati, 2006:13) manfaat dari

pemakaian alat peraga dalam

pembelajaran matematika di

antaranya adalah:

a. Dapat membantu meningkatkan

minat siswa.

b. Membantu daya tilik ruang.

c. Supaya dapat melihat hubungan

antara ilmu yang dipelajari

dengan lingkungan alam sekitar.

d. Mengundang berdiskusi, berfikir,

berpartisipasi aktif, memecahkan

masalah dan sebagainya.

e. Anak belajar melalui dunia nyata

dan memanipulasi benda nyata

pula.

f. Anak akan lebih berhasil belajar

bila banyak melibatkan

inderanya.

g. Memanipulasikan alat peraga

yang cocok dapat menimbulkan

sikap kreatif.

h. Dengan alat peraga yang tepat

anak akan lebih berhasil belajar.

i. Alat peraga dapat memanfaatkan

lingkungan alam sekitar dan

buatan.

j. Pemakaian alat peraga dapat

dijadikan salah satu objek dalam

penelitian.

Sedangkan Gunawan, dkk

(Carjani, 2006:13) menjelaskan bahwa

manfaat alat peraga, diantaranya: (a)

menarik minat siswa dalam

pembelajaran, (b) mendorong siswa

untuk belajar bertanya dan berdiskusi,

(c) menghemat waktu belajar.

Dari beberapa pendapat-penadapat

di atas dapat disimpulkan bahwa

manfaat alat peraga dapat

meningkatkan pemahaman siswa serta

aktivitas belajar yang aktif dan kreatif

yang akan membawa hasil belajar

yang baik pada suatu pembelajaran.

2. Pemahaman Siswa

Pengertian pemahaman menurut

Bloom (Meranti, 2007:12) adalah

kemampuan untuk menangkap makna

dan arti dari bahan yang dipelajari.

Pemahaman tidak hanya terbatas pada

mengingat atau memproduksi kembali

informasi yang telah didapatkan tetapi

juga melibatkan berbagai kemampuan

dari individu.

Pemahaman bukan hanya berarti

mengetahui yang sifatnya ingatan saja

tetapi mampu mengungkap kembali

dalam bentuk lain atau kata-kata

sendiri sehingga mudah dimengerti

maknanya tetapi tidak mengubah arti

yang dikandungnya.

Paham merupakan kata dasar dari

pemahaman. Dalam Kamus Besar

Indonesia paham memiliki arti

mengerti benar, tahu benar sedangkan

pemahaman adalah proses, cara,

perbuatan memahami atau

memahamkan. Seseorang dikatakan

paham apabila seseorang itu mengerti

benar akan suatu konsep sehingga

dapat menjelaskan kembali dan

menarik suatu kesimpulan. Dalam

pembelajaran, pemahaman merupakan

hasil dari belajar. Jadi pemahaman

siswa pada suatu konsep dapat dilihat

pada hasil belajarnya. Sudjana

(Meranti, 2007:13) mengemukakan

pengertian pemahaman yang bersifat

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1507

operasional yaitu: (1) pemahaman

diartikan melihat suatu hubungan, (2)

pemahaman diartikan sebagai suatu

alat menggunakan fakta dan (3)

pemahaman diartikan sebagai melihat

penggunaan sesuatu secara produktif.

Selanjutnya, Meranti (2007:56)

menjelaskan maksud dari pengertian

pemahaman yang pertama bahwa

seseorang disebut paham apabila ia

dapat memberikan suatu ide tentang

suatu persoalan. Maksud dari

pengertian yang kedua yaitu jika

seseorang dapat menggunakannya

dalam berbagai tujuan. Pengertian

yang ketiga adalah penggabungan dari

pengertian pertama dan kedua, jika

terjadi pemahaman maka seseorang

itu akan membuat suatu generalisasi

dari fakta-fakta dan melihat tujuan

penggunaannya dalam berbagai

situasi.

Sudjana (Meranti, 2007:14)

mengemukakan bahwa pemahaman

tumbuh dari pengalaman, karena

disamping berbuat seseorang juga

menyimpan hal-hal yang baik dari

perbuatannya itu. Sudjana (Meranti,

2007:14) terdapat dua jenis

pemahaman yang terbentuk pada

siswa sebagai hasil belajar yaitu

expalamatory understanding dan

exploratory understanding. Meranti

(2007:14) menjelaskan maksud dari

expalamatory understanding adalah

pemahaman yang didapat dari hasil

penjelasan suatu hukum, suatu relasi,

atau suatu generalisasi sehingga

didapat pengetahuan, sejumlah fakta

beserta prinsip-prinsip yang

berhubungan dengan fakta.

Exploratory understanding lebih

menekankan pada kemampuan dalam

memecahkan persoalan setelah

diberikan sekumpulan data dan

generalisasi. Jadi, dalam proses

memperoleh pemahaman seseorang

meneliti fakta, prinsip atau

generalisasi untuk mencari konsep

yang baru, sehingga seseorang itu

dituntut keaktifan, kreatifan, dan

kekritisannya dalam memecahkan

suatu masalah.

Berdasarkan uaraian di atas,

pemahaman yang dimaksud adalah

perubahan yang membuat siswa

benar-benar mengerti akan konsep

bangun datar sederhana, dalam hal ini

menghitung keliling persegi dan

persegi panjang dan dapat

mengembangkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Pemahaman siswa ini

dapat dicapai dengan menggunakan

alat peraga dan hasilnya dilihat pada

hasil belajar siswa berupa skor yang

didapatkan dari jawaban siswa melalui

soal evaluasi.

3. Bangun Datar Sederhana

Subarinah (2006:127) menjelaskan

bahwa bangun datar atau bidang datar

merupakan bangun geometri

berdimensi dua dengan permukaan

datar/rata. Beberapa istilah bangun

datar yang sering kita jumpai adalah

bangun segi tiga, segi empat, segi-n

dan lingkaran. Pada pembelajaran

geometri di Sekolah Dasar dititik

beratkan pada pemahaman konsep

tentang keliling dan luas. Dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) konsep keliling bangun datar

sederhana khususnya keliling persegi

dan persegi panjang diajarkan pada

kelas III semester genap.

Konsep keliling bangun datar

dapat ditanamkan kepada siswa

sekolah dasar melalui kegiatan siswa.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1508

Misalkan siswa dapat memakai alat

peraga dengan sebuah tali yang diikat

kemudian diletakkan di atas karton

lalu diarsir. Barulah guru memulai

memperkenalkan istilah keliling suatu

bidang sebagai panjang lintasan

pinggir atau batas dari bidang yang

dimaksud. Pemahaman konsep

keliling berdasarkan kegiatan siswa

tersebut perlu diperkuat dengan

diberikan soal-soal latihan.

Untuk menjelaskan tentang rumus

keliling persegi dan persegi panjang,

hendaknya penemuan dilakukan oleh

siswa sendiri dengan menggunakan

alat peraga berupa stik yang sudah

dibentuk menjadi persegi dan persegi

panjang. Stik ini diibaratkan sebagai

sisi-sisi daerah persegi dan persegi

panjang. Jika keempat stik dari

masing-masing bangun itu disambung

(stik I + stik II + stik III + stik IV)

maka siswa dapat menyimpulkan

bahwa rumus persegi dan persegi

panjang masing-masing adalah sisi +

sisi + sisi + sisi atau 4 x s dan panjang

+ lebar + panjang + lebar atau 2 x (p

+l).

METODE

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas (classroom

action research). Penelitian tindakan

kelas menekankan pada proses

kegiatan atau tindakan yang

mengujicobakan suatu ide kedalam

praktek atau situasi nyata dalam skala

yang mikro, yang diharapkan kegiatan

tersebut mampu memperbaiki dan

meningkatkan kualitas proses belajar

mengajar (Riyanto, 2001:49).

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian pada

umumnya terdiri dari dua jenis yaitu:

pendekatan empirik dan pendekatan

eksperimen. Jika gejala yang diamati

sudah ada, maka digunakan

pendekatan empirik.Sebaliknya jika

gejala yang diamati sengaja dibuat

maka digunakan pendekatan

eksperimen (Arikunto, 2006).

Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah

pendekatan eksperimen, karena gejala

yang diamati sengaja dibuat yaitu

berupa pemberian tindakan terhadap

perilaku siswa dalam rangka

optimalisasi

pembelajaran.Optimalisasi

pembelajaran yang dimaksud adalah

meningkatkan pemahaman

matematika siswa yang kurang pada

siswa menjadi baik, serta yang baik

menjadi lebih baik, sehingga tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara

optimal.

3. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk

mendapatkan data dan informasi yang

lengkap mengenai hal-hal yang ingin

dikaji melalui penelitian ini, maka

dibuatlah seperangkat instrumen.

Adapun instrumen yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah

instrument yang berbentuk tes dan

instrument non tes dengan uraian

sebagai berikut:

1. Instrument tes

Dalam penelitian ini

dilakukan tes pemahaman siswa

dalam matematika pada pokok

bahasan bangun datar sederhana.

Tes diberikan setelah

pembelajaran selesai. Instrumen

tes yang digunakan dalam

penelitian ini tes formatif yang

digunakan pada setiap akhir

siklus.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1509

2. Instrumen non tes

Instrumen non tes berupa

lembar observasi. Observasi atau

pengamatan adalah cara

pengumpulan data yang dilakukan

terhadap suatu objek untuk

mengetahui tentang kejadian atau

tingkah laku yang terjadi pada

proses pembelajaran yang terjadi

pada siswa.

4. Prosedur Pengumpulan Data

Pengolahan data dilakukan setelah

semua data dari hasil penelitian

terkumpul. Teknik pengumpulan data

yang digunakan yaitu bersifat

kualitatif dan kuantitatif.

1. Kuantitatif

Data yang bersifat kuantitatif

diperoleh dari hasil tes evaluasi pada

setiap akhir siklus. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui peningkatan

pemahaman siswa dalam matematika.

2. Kualitatif

Data yang bersifat kualitatif

diperoleh melalui lembar

observasi.Lembar observasi bertujuan

untuk mengetahui aktivitas siswa

selama pembelajaran yang telah

dilakukan dalam penelitian.

Data yang diperoleh dikategorikan

dan diklasifikasikan berdasarkan

analisis kaitan logisnya, kemudin

ditafsirkan dan disajikan secara aktual

dan sistematis dalam keseluruhan

permasalahan dan kegiatan penelitian.

Selanjutnya, untuk menganalisis data

hasil tindakan, disajikan secara

bertahap sesuai dengan siklus yang

telah dilakukan beserta efek yang

ditimbulkannya.

5. Teknik Analisis Data

Setelah memperoleh data

maka dianalisis dengan mencari

persentase kualitas proses

pembelajaran dan ketuntasan rata-

rata nilai siswa baik secara individu

maupun secara klasikal. Untuk

mengetahui keberhasilan belajar,

digunakan kriteria sebagai berikut:

1. Data Kualitas Proses

Pembelajaran

Data kualitas proses

pembelajaran dibutuhkan untuk

mengetahui baik tidaknya proses

pembelajaran. Data ini diambil

selama proses belajar mengajar

berlangsung. Kualitas proses

pembelajaran ditentukan berdasarkan

tabel berikut ini.

Tabel Interval Skor dan Kualitas Proses Pembelajaran

Skor Kualitas Proses Pembelajaran

86-100 Sangat efektif atau sangat baik

71-85 Efektif atau baik

56-70 Cukup efektif atau sedang

41-55 Tidak efektif atau berkualitas rendah

20-40 Sangat tidak efektif atau tidak memenuhi persyaratan

minimal

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1510

2. Data Hasil Belajar

Data hasil evaluasi dianalisis

secara individu dan secara

klasikal.Penjelasan dari masing-

masing analisis tersebut dapat

dilihat berikut ini.

a. Ketuntasan Individu

Setiap siswa dalam

pembelajaran dikatakan meningkat

secara individu apabila siswa mampu

memperoleh nilai ≥ 65.

b. Ketuntasan Klasikal

Data tes hasil belajar siswa

dianalisis dengan menggunakan

analisis ketuntasan klasikal minimal

85% dari jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥ 65, dengan

rumus ketuntasan klasikal (Sudjana,

2005:69) sebagai berikut:

100%xZ

XKK

Keterangan:

KK : Ketuntasan klasikal

X : Jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥ 65

Z : Jumlah siswa yang ikut tes.

Sesuai dengan petunjuk teknis

penilaian kelas dapat dikatakan

meningkat secara klasikal terhadap

hasil belajar siswa yang disajikan

bila ketuntasan klasikal mencapai

85%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Siklus I

a. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan

penelitian tindakan kelas siklus I,

terlebih dahulu disusun rencana

pembelajaran berupa rencana

pelaksanaan pembelajaran

(RPP).Pembelajaran yang

digunakan dalam penelitian

tindakan ini adalah pembelajaran

tematik dengan menggunakan alat

peraga, dimana peneliti bertindak

sebagai guru dalam kelas.

Walaupun pembelajaran tematik,

akan tetapi peneliti tetap

memfokuskan penelitian pada

penggunaan alat peraga dalam

matematika. Selain itu dilakukan

rencana pengelompokan siswa dan

pemilihan alat peraga yang tepat

untuk materi yang dipelajari.

Pokok bahasan dan indikator

yang ingin dicapai yaitu mengenal

konsep keliling (matematika)

peneliti menyiapkan alat peraga

berupa kertas karton, tali dan

pensil warna. Alat peraga untuk

indikator untuk mengukur keliling

persegi dan persegi panjang

dengan alat ukur baku

(matematika) peneliti

menggunakan stryofom dengan

permukaan berbentuk persegi dan

persegi panjang serta penggaris.

Siswa dibagi dalam beberapa

kelompok secara acak, setiap

kelompok terdiri dari 5-6 orang.

b. Pelaksanaan

1) Pertemuan/ Tindakan 1

Berdasarkan hasil pengamatan

pada pelaksanaan tindakan I,

sebagian besar mengerjakan LKS

dengan sungguh-sungguh, namun

ada beberapa kelompok belum

mampu membagi tugas secara

merata, beberapa siswa cenderung

mengandalkan anggota kelompok

yang lainnya sedangkan yang lain

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1511

diam, bermain dan ngobrol.

Setelah membahas LKS, guru

bersama siswa menyimpulkan

materi pembelajaran yang telah

dibahas. Kemudian dilanjutkan

dengan lima soal evaluasi yang

diberikan kepada masing-masing

siswa. Dalam mengerjakan lembar

evaluasi siswa sangat tergesa-gesa,

mereka tidak memeriksa

jawabannya terlebih dahulu.

2) Pertemuan/Tindakan 2

Berdasarkan hasil pengamatan

pada pelaksanaan pembelajaran

pada tindakan 2, Suasana kelas

nampak hening, sebagian besar

siswa sangat antusias sekali,

masing-masing kelompok

mengerjakan LKS dengan

sungguh-sungguh dan berdiskusi

dengan teman kelompoknya.

Selama kegiatan kelompok

berlangsung, guru berkeliling

untuk mengamati dan

membimbing siswa yang belum

paham dengan LKS tersebut. Ada

beberapa kelompok yang belum

bisa mengukur dengan penggaris.

Mereka mengukur tidak dari

angka nol, kadang dari angka satu

atau dua sehingga jawabannya

tidak tepat.

c. Pemahaman siswa

Dari hasil tes (evaluasi siklus

1), ada beberapa siswa yang sudah

dapat memahami soal dan mampu

menyelesaikan dengan baik dan

benar, akan tetapi banyak pula yang

belum memahami soal dan belum

mampu menyelesaikan dengan baik

dan benar.

Selain berdasarkan hasil

pengamatan seperti yang

disebutkan di atas, berdasarkan

hasil tes diperoleh nilai rata-rata

kelas dan ketuntasan klasikal

seperti terlihat pada tabel berikut.

Data Prestasi Belajar Siswa Siklus I

Siklus I

Jumlah Siswa yang Mengikuti Evaluasi 25 Orang

Jumlah Soal 5 Soal

Nilai tertinggi 80

Nilai terendah 55

Jumlah siswa yang tuntas 20 Orang

Jumlah siswa yang tidak tuntas 5 Orang

Rata-rata Nilai Siswa 69

Persentase Ketuntasan Klasikal 80 %

d. Aktivitas Siswa Dalam

Menggunakan Alat Peraga

Aktivitas siswa kelas III SDN

57 Kota Bima dalam

menggunakan alat peraga, dapat

dilihat pada lembar observasi

guru, yang hasilnya dapat dilihat

pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 di

bawah ini.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1512

Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus I pertemuan 1

No. Aktivitas

no-

Nilai

0 1 2 3 4

1. 1 1 0 0 0 0

2. 2 0 0 0 1 0

3. 3 0 0 1 0 0

4. 4 0 0 0 1 0

5. 5 0 0 1 0 0

6. 6 0 0 0 0 1

7. 7 0 0 1 0 0

8. 8 0 0 0 1 0

9. 9 0 0 0 0 1

10. 10 0 0 1 0 0

Jumlah 1 0 4 3 2

Prosentase 10% 0

%

40

%

30

%

20

%

Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus I pertemuan 2

No. Aktivitas no- Nilai

0 1 2 3 4

1. 1 0 0 1 0 0

2. 2 1 0 0 0 0

3. 3 0 0 0 1 0

4. 4 0 0 1 0 0

5. 5 0 0 0 1 0

6. 6 0 0 0 1 0

7. 7 0 0 0 1 0

8. 8 0 0 1 0 0

9. 9 0 0 0 0 1

10. 10 0 0 1 0 0

Jumlah 1 0 4 4 1

Prosentase 10% 0% 40% 40 % 10 %

e. Refleksi

refleksi tindakan siklus I sebagai

berikut:

a. Guru kurang bisa

mengendalikan dan

memancing perhatian seluruh

siswa/kelompok.

b. Guru kurang memberikan

semangat atau motivasi kepada

masing-masing kelompok

untuk mengerjakan LKS,

berbagi tugas dalam

kelompok, mengemukakan

pendapat, dan untuk

menghargai penjelasan teman.

c. Kuarang aktif dalam kerja

kelompok.

d. Pada saat kegiatan kelompok

sebagian siswa tidak

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1513

bersungguh-sungguh, mereka

hanya mengandalkan anggota

kelompok yang lain.

e. Penjelasan guru kurang jelas.

f. Kesesuaian alat peraga yang

digunakan dengan materi yang

disampaikan masih kurang.

g. Siswa belum terbiasa dengan

penggunaan alat peraga.

h. Alokasi waktu yang digunakan

lebih.

Berdasarkan beberapa hasil refleksi,

sehingga dilakukan perbaikan untuk

siklus berikutnya.

2. Siklus II

a. Perencanaan

berdasarkan hasil perbaikan dari

siklus I, diformulasikan kembali

seperti: Tanya jawab dalam apersepsi

dan evaluasi akhir ditiadakan untuk

disesuaikan dengan alokasi waktu

yang ada. Tanya jawab hanya cukup

dilakukan pada saat mengaitkan

kehidupan sehari-hari dengan materi

matematika.

Pembentukan kelompok

didasarkan pada kemampuan

akademik. Kelompok yang dibentuk

adalah kelompok kecil. Setiap

kelompok terdiri dari tiga orang

anggota. Pembagian kelompok ini

didasarkan pada hasil belajar siswa

pada evaluasi siklus I. Peneliti

membaginya berdasarkan nilai siswa

paling tinggi, sedang dan rendah.

b. Pelaksanaan

1) Pertemuan/ Tindakan 1

Pada situasi ini siswa terlihat

begitu tertarik dengan alat peraga

tersebut. Hal ini dapat dilihat dari

situasi kelas yang begitu tenang,

karena siswa terlihat begitu

sungguh-sungguh dalam

menyelesaikan LKS.

Dalam kerja kelompok,

kerjasama antar siswa sudah

tampak. Hal ini dapat dilihat pada

anggota masing-masing kelompok

yang mampu bekerjasama dan

berdiskusi dengan baik, walaupun

masih ada beberapa anggota

kelompok yang tampak masih

ngobrol. Pada saat pembahasan

LKS, beberapa kelompok masih

kurang mampu dalam

mengemukakan pendapat, mereka

belum berani dan tampak ragu-

ragu untuk menyampaikan

pendapatnya. Untuk itu, guru

memberikan semangat dan

motivasi.

2) Pertemuan/Tindakan 2

Berdasarkan hasil pengamatan

pada pelaksnaan siklus II pertemuan/

tindakan 2, keadaan kelas menjadi

ribut, karena masing-masing siswa

ingin mengerjakan LKS, sehingga

anggota kelompok berebut lembaran

soal. Untuk menenangkan keadaan,

guru memberikan pengertian, bahwa

mereka sedang bekerja kelompok.

Pada saat diskusi kelas dalam

menyampaikan alasan atau jawaban

yang ditemukannya, siswa

menggunakan bahasa yang sederhana

yang sesuai dengan yang dianjurkan

oleh guru, tetapi masih menemukan

kesulitan.

c. Pemahaman siswa

Dari hasil tes, sebagian besar

dapat memahami soal dan mampu

menyelesaikan dengan baik dan benar,

akan tetapi masih ada beberapa yang

belum memahami soal dan belum

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1514

mampu menyelesaikan dengan baik

dan benar.

d. Nilai rata-rata dan ketuntasan

klasikal

Setelah data hasil evaluasi pada

siklus II di analisis, nilai rata-rata

dan ketuntasan klasikal secara

umum dapat dilihat pada tabel

berikut di bawah ini:

Data Prestasi Belajar Siswa Siklus II

Siklus I

Jumlah Siswa yang Mengikuti Evaluasi 25 Orang

Jumlah Soal 5 Soal

Nilai tertinggi 90

Nilai terendah 60

Jumlah siswa yang tuntas 24 Orang

Jumlah siswa yang tidak tuntas 1 Orang

Rata-rata Nilai Siswa 73,4

Persentase Ketuntasan Klasikal 96%

Aktivitas Siswa Dalam Menggunakan

Alat Peraga

Aktivitas siswa kelas III SDN 57

Kota Bima dalam menggunakan

alat peraga, dapat dilihat pada

lembar observasi guru, yang

hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut.

Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus II pertemuan 1

No. Aktivitas no- Nilai

0 1 2 3 4

1. 1 0 0 1 0 0

2. 2 0 0 0 1 0

3. 3 0 0 0 1 0

4. 4 0 0 0 0 1

5. 5 0 0 0 0 1

6. 6 0 0 0 1 0

7. 7 0 0 0 1 0

8. 8 0 0 0 0 1

9. 9 0 0 0 0 1

10. 10 0 0 0 1 0

Jumlah 0 0 1 5 4

Porsentase 0% 0% 10 % 50 % 40 %

Data Hasil Pengisian Lembar Observasi Siklus II pertemuan 2

No. Aktivitas no- Nilai

0 1 2 3 4

1. 1 0 0 0 1 0

2. 2 0 0 0 0 1

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1515

No. Aktivitas no- Nilai

0 1 2 3 4

3. 3 0 0 0 0 1

4. 4 0 0 0 0 1

5. 5 0 0 0 0 1

6. 6 0 0 0 0 1

7. 7 0 0 0 1 0

8. 8 0 0 0 0 1

9. 9 0 0 0 1 0

10. 10 0 0 0 1 0

Jumlah 0 0 0 4 6

Porsentase 0% 0% 0% 40 % 60 %

e. Refleksi Setelah memperhatikan hasil

observasi pelaksanaan tindakan pada

siklus II dan Evaluasi Siklus II yang

telah diuraikan sebelumnya,

makadapat dikemukakan refleksi

tindakan siklus II sebagai berikut:

1) Kerjasama antar kelompok masih

kurang.

2) Kondisi lingkungan yang tidak

mendukung karena pada saat ini

musim hujan dan siswa tergesa-

gesa dalam menyelesaikan tugas.

3) Guru belum mampu menguasai

kelas, hal ini terlihat pada suasana

kelas yang masih ribut.

4) Siswa merasa bosan dengan alat

peraga yang sama.

Siswa sudah menemukan cara atau

rumusnya tetapi kurang mengerti

dalam menggunakannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka

hal-hal yang perlu diperbaiki dalam

penggunaan alat peraga dalam

matematika pada pokok bahasan

bangun datar sederhana adalah

sebagai berikut:

1) Guru membagi kelompok secara

berpasangan.

2) Guru harus lebih tegas dalam

proses pembelajaran.

3) Guru harus tetap memberikan

semangat atau motivasi kepada

masing-masing kelompok untuk

mengerjakan LKS, berbagi tugas

dalam kelompok, mengemukakan

pendapat, dan untuk menghargai

penjelasan teman.

4) Guru mencari alternatif lain untuk

membuat alat peraga yang berbeda

yang bisa membuat siswa merasa

bermain dan tentunya yang sesuai

dengan materi.

5) Akan menekankan pada cara

penggunaan dengan memberikan

contoh yang lebih.

B. PEMBAHASAN

1. Pemahaman Siswa

Mengamati hasil perolehan nilai

rata-rata setiap siklus dari penggunaan

alat peraga dalam matematika pada

pokok bahasan bangun datar

sederhana dapat dikatakan bahwa

penggunaan alat peraga ini cukup

efektif untuk meningkatkan

pamahaman siswa pada materi yang

dipelajari.

Nilai rata-rata siswa beranjak

menjadi baik, dibandingkan hasil

sebelumnya selama ini. Pemahaman

siswa terhadap materi pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1516

berhubungan dengan hasil belajar

siswa. Apabila siswa mampu

memahami materi dengan benar maka

hasil yang akan diperoleh juga baik.

Berikut disajikan nilai rata-rata

hasil evaluasi setiap siklus.

Rata-rata Hasil tes evaluasi Setiap Siklus

No. Siklus Nilai Rata-rata Kelas Keterangan

1. I 69

2. II 73,4

Berdasarkan tabel di atas,

diketahui adanya peningkatan nilai

rata-rata hasil evaluasi pada setiap

siklus. Nilai rata-rata pada siklus I 69,

kemudian nilai rata-rata pada siklus

II meningkat menjadi 73,4. Jadi

pemahaman siswa terhadap materi

pelajaran secara umum sangat baik,

dimulai dari siswa mengenal konsep

keliling sampai siswa dapat

menemukan dan menggunakan rumus

persegi dan persegi panjang.

2. Aktivitas Siswa Dalam

Menggunakan Alat Peraga

Penggunaan alat peraga dalam

matematika pada pokok bahasan

bangun datar sederhana, memberi

pengaruh yang baik terhadap aktivitas

dan situasi belajar siswa. Aktivitas

siswa di dalam pembelajaran

menggunakan alat peraga ini sudah

terlihat dinamis dan hidup sejak awal

pembelajaran.

Siswa aktif berkomunikasi dengan

guru dan siswa lain karena strategi

pembelajaran yang digunakan

membutuhkan interaksi ketika siswa

mengerjakan lembar kerja dan

mengisi secara bersama soal-soal yang

diberikan.

Dengan menggunakan alat peraga

ini, aktivitas siswa bertambah karena

untuk mendapatkan informasi yang

diinginkan siswa harus bertanya

kepada guru ataupun kepada siswa

lainnya. Atau jika siswa ditunjuk

untuk mengemukakan pendapatnya

maka siswa harus mampu.

Berikut disajikan tabel

perbandingan nilai aktivitas siswa dari

hasil lembar observasi guru:

Hasil Observasi Kegiatan Siswa

No

.

Siklus Pertemuan Nilai

0 1 2 3 4

1. Siklus I 1 10 % 0 % 40% 30 % 20 %

2 10 % 0 % 40% 40 % 10 %

2 Siklus II 1 0 % 0 % 10 % 50 % 40 %

2 0 % 0 % 0 % 40 % 60 %

Jumlah 20 % 0 % 90 % 160 % 130 %

Rata-rata 5 % 0 % 22,5 % 40 % 32,5 %

Aktivitas siswa dalam setiap

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1517

tindakan secara umum dinilai baik,

siswa menjadi pusat pembelajaran

karena siswa menentukan warna dari

proses pembelajaran. Siswa tidak lagi

duduk manis dengan kaku mengikuti

pembelajaran kemudian

mendengarkan penjelasan dan

mencatat hasil penjelasan. Akan tetapi

siswa dapat ikut aktif dalam belajar.

Dengan demikian penggunaan alat

peraga dapat membantu menciptakan

pembelajaran yang aktif dan

menyenangkan.

Dari hasil keseluruhan penelitian

di kelas III SDN 57 Kota Bima dalam

matematika dengan menggunakan alat

peraga, dapat meningkatkan

pemahaman siswa, meningkatkan

kreativitas siswa dalam menggunakan

alat peraga. Pembelajaran matematika

bukan lagi pembelajaran yang

membosankan tetapi menyenangkan

bagi siswa.

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah

diolah serta pembahasan hasil

penelitian yang telah dilakukan pada

bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan alat peraga dapat

meningkatkan pemahaman siswa

SDN 57 Kota Bima dalam

matematika pada pokok bahasan

bangun datar sederhana. Hasil

evaluasi pada siklus II meningkat

dibandingkan dengan hasil

evaluasi siklus I.

2. Penggunaan alat peraga dalam

matematika sangat bermanfaat

bagi siswa dan aktivitas belajar

siswa setiap pembelajaran semakin

meningkat. Secara keseluruhan

siswa belajar dengan aktif yang

dapat dilihat pada hasil observasi

kegiatan siswa.

B. Saran

Disadari bahwa proses dan hasil

yang telah dicapai memiliki

kekurangan karena menggunakan alat

peraga yang kurang, subyek serta

pokok bahasan yang masih sempit.

Maka untuk perbaikan pembelajaran

yang aktif dan meningkatkan

pemahaman siswa pada masa

mendatang, disarankan pada proses

pemahaman konsep dalam

pembelajaran matematika supaya

menggunakan alat peraga yang tepat,

serta dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa. Untuk penulis atau

peneliti berikutnya diharapkan lebih

banyak menggali alat peraga yang

dipakai untuk subyek dan pokok

bahasan yang lebih luas, Serta

menggunakan metodelogi yang lebih

teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta:

Bumi Aksara.

Carjani. (2006). Penggunaan Alat

Peraga Manipulatif

(Manipulatif Material)

Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa

Dalam Pembelajaran

Matematika Pada

Perkalian Dan Pembagian

Bilangan Cacah. Skripsi

UPI Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Meranti, D. (2007). Penggunaan

Media Animasi Komputer

Pada Pembelajaran

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1518

Elektrolisis Sebagai

Penunjang Praktikum

Untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep Dan

Keterampilan Proses

Sains. Tesis UPI Bandung.

Tidak diterbitkan.

Ruseffendi. (2005). Dasar-Dasar

Matematika Modern Dan

komputer. Bandung:

Tarsito.

Subarinah, S. (2006). Inovasi

Pembelajaran Matematika

SD. Jakarta: Depdiknas.

Sudjana, N. (1987). Dasar-dasar

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sudrajat, U. (2003). Penggunaan Alat

Peraga Untuk

Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Kelas 1

Dalam Pembelajaran

Matematika Pada Pokok

Bahasan Bilangan Cacah

0-50. Skripsi UPI

Bandung. Tidak

diterbitkan.

Suwangsih dan Tiurlina. (2006).

Model pembelajaran

matematika. Bandung: UPI

Press.

Winggowati, S. (2006). Penggunaan

Alat Peraga Keping Untuk

Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Dalam

Operasi Penjumlahan Dan

Pengurangan Bilangan

Bulat Di Kelas V SD

Negeri Durman I Kota

Bandung. Skripsi UPI

Bandung. Tidak

diterbitkan.

Yuningsih, E. (2004). Penggunaan

Bilah Warna Dalam

Meningkatkan Pemahaman

Siswa Terhadap Masalah

Pecahan Di Kelas III SDN

Tanjung 3 kecamatan

Bojongloa Kaler Kota

Bandung Skripsi UPI

bandung. Tidak

diterbitkan.

Sudrajat, U. (2003). Penggunaan Alat

Peraga Untuk

Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Kelas 1

Dalam Pembelajaran

Matematika Pada Pokok

Bahasan Bilangan Cacah

0-50. Skripsi UPI

Bandung. Tidak

diterbitkan.

Jurnal Pendidikan MIPA, Vol. 6. No. 1, Januari - Juni 2016 ISSN: 2088-0294

Jurnal Pendidikan MIPA, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 1519

PEDOMAN PENULISAN

Jurnal Pendidikan MIPA menerima tulisan dalam bentuk hasil penelitian dan artikel

yang titik kajiannya pada studi pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

dengan ketentuan penulis sebagai berikut:

1. Hak Cipta; Hasil penelitian dan artikel merupakan produk ilmiah orisinal dan

belum pernah dipulikasikan di media manapun.

2. Format Naskah:Jumlah halaman tulisan antara 12 sampai dengan 20 halaman

dengan ukuran kertas kuarto A4 dan spasi satu, naskah ditulis dengan ms word

times new roman, ukuran 12 dengan margin kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 4 cm,

dan di bawah 3 cm.

3. Sistematika Artikel: Judul, Abstrak, Isi Artikel dan Daftra Pustaka.

4. Judul dalam bahasa Indonesia dirumuskan secara singkat dan jelas, tidak lebih

dari 15 kata, ditulis dengan huruf times new roman 12, huruf kapital dan di

tengah.

Identitas diri: nama penulis tanpa gelar ditulis pada baris pertama, nama institusi

pada baris kedua dan alamat email pada baris ke tiga. Ditulis dengan huruf times

new roman 12 spasi 1 di tengah.

5. Abstrak; kata abstrak ditulis dengan huruf times new romandengan ukuran 12,

bold, dan di tengah, naskah abstrak dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia

dan Bahasa Inggris. Jumlah kata 100-200 dengan huruf times new roman dan

ditulis miring. Jumlah keywors minimal 3-5 kata atau gabungan kata.

6. Isi Artikel: Isi artikel terdiri atas :a). Pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, b). Metode penelitian yang berisi

rancangan penelitian, instrumen, sumber data, teknik pengumpulan data dan

teknik analisis data. c). Hasil Penelitian, d). Pembahasan, dan e). Simpulan.

7. Kutipan Artikel; ditulis dalam bahasa Indonesia dengan notasi Ilmiah

menggunakan sistem APA (amaerican pshycological Association).

Contoh : (Syakira, 2016, 12); Ilham(2012:23)

8. Daftar Pustaka; nama, tahun, Judul Buku, penerbit dan tempat penerbit.

Penulisan daftar pustaka: disusun berdasarkan alfabetis.

Contoh : Ahmad, Zaki, 2012, Pembelajaran Matematika, PT Intan Pariwara,

Jakarta.

Penulis harus mengirimkan naskah cetak beserta softcopy dalam bentuk CD

kepada redaksi Jurnal MIPA; [email protected] dan

[email protected]