jurnal pendidikan karakter penumbuhan semangat kebangsaan

16
,ffiffiW[

Upload: dangminh

Post on 13-Jan-2017

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

,ffiffiW[ilffiffiil

PENUMBUHAN SEMANGAT KEBANGSAAN UNTUK MEMPERKUAT

KARAKTER INDONESIA MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA

Beniati LesfyariniFBS Universitas Negeri Yogyakarta

emait [email protected]

Abstfak Pembangunan karakter bangsa harus senantiasa diiringi dengan Penguatan rasa kebang-saan. Dengan semangat kebangsaan yang kuat, cerminan karakter Indonesia akan muncul dalam

segala aktivitas yang ditujukan bagi peningkatan kualitas bangsa. Jalur pendidikan mengambil peranpenting dalam upaya pencapaian tujuan ini. Sebagai alat ekspresi diri pribadi, alat ekspresi dirimakhluk sosial, alat ekspresi diri warga negara, dan alat ekspresi diri profesional, bahasa menjadikebutuhan dasar dalam dunia pendidikan. Bahasa memiliki peran penting dalam pernbentukan

karakter seseorang. Iika perspektif peran bahasa dipadukan dalam proses pendidikan guru bahasaberperan sebagai alat pengembangan kompetensi pendidik. Melalui pembelajaran bahasa yang inte-gratif dengan didasari pemahaman historis-filosofis tentang Indonesia yang berlandaskan kearifanlokal, semangat nasional, dan wawasan global, semangat kebangsaan dapat tumbuh untuk mem-perkuat karakter lrrdonesia.

Kata Kunci: setrungat kebangsaan, karakteL p anbelai ar an b alusaa

IMPROVING NATIONALISM TO STRENGTHEN THE CHARACTER OF INDONESIATHROUGH LANGUAGE LEARNING

Abstracf The development of natiort's character should be associated with the reinforcement ofnationalism. With the strong nationalism, the reflection of character of Indonesia will emerge in allactivities for the improvement of nation qualrty. Education takes an important role in its effort. As atool of seU o<pressionn social expressiorg nationality expression, and professionality expressiorglanguage is become a fundamental need in education By an integrated language learning based on:ristorlcd-philosophycal understanding about Indonesia with its local wisdom, nationalism, and

cfobat horizon" the spirit of nationalism can be improved to strengthen the character of Indonesia.

Keywordr: nationalisttt, clar acter, language leaming

PENDATIULUANKondisi masyarakat dan bangsa hr-

donesia saat ini dengan berbagai masalah

nasional yang timbul akibat melemahnya

karakter bangsa, telah mendorong peme-

rintah untuk mengambil inisiatif pada ta-

hun 2010 untuk mengarusutamakan pem-

bangunan karakter bangsa. Inisiatif ini ter-

tuang dalam Desain lndukPmfuangunan I<a-

raktr Bangsa TaIrun 2010-20L5. Pembangun-

an karakter bangsa memiliki tiga fungsi: (1)

pembentukan dan pengembangan potensi;

(2) perbaikan dan penguatan; dan (3) pe-

nyaring.

Dari sisi dunia pendidikan, inisiatii

tersebut mmegaskan kembali pesan Pasal

3 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendi-

dikan Nasional bahwa pendidikan nasionalberfungsi "mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa". Oleh

karena itu, setiap program pendidikan se-

cara integratif-sistemik menunjang upayapembangunan karakter dan agar dapat

mempercepat keberhasilan pembangunan-nya sebagaimana telah dicanangku P"-

340 ".

m e r i n t a l r r l t t ' l , t l t l t p q ' 1 1 1 ' 1 ' l r i l 1 1 1 1 r l C s a i t r i p d U k

di atas.Dal i t t t t l ) lor l rn I t l r r t l i t l ikat t gur l t / pe-

ngUasailn lr i t l t i tsi t sclt, tH:ri i t l i t l t 'kspreSi dir ipribadi, al.rt t ,kspre'r+i t l l r i rrrnkhluk sosial,alat ekspru.si rliri w.trgit ll{)gartl, dan alatekspresi c'liri prlrft.niorrnl nrerupakan ke-bufuhan mcnd$sur. llerbrrgai macam eks-presi tersebut, yrrng, nrcngatrdung pesankomunikatif, secara alami akan memper-oleh tanggapan rlnri pihnk [ain, baik dimin-ta maupun ticlak, baik negatif, netral, mau-pun positif. 'I'anggapan

tersebut akan men-jadi asupan, baik yang diolah secara sadarmaupun di bawah sadar, bagi perubahandalam diri secreorang, Singkahlya, dapatdikatakan bahwa bahasa memiliki peranpenting dalam pembentukan karakter sese-orang. Dari perspektif lain, bahasa memi-liki berbagai peran, antara lain sebagai alatpenyebaran dan penyerapan ilmu, alat pe-ngembangan diri secara umum, alat berpi-kir nalar, alat komunikasi dan pengem-bangan sosial-budaya, dan alat pendidikan.Jikaperspektif peran bahasa dipadukan da-lam proses pendidikan guru, bahasa ber-peran sebagai alat pengembangan kompe-tensi pendidik.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa na-sional jelas memiliki peran besar dalampembenfukan karakter Indonesia karenadengan berbahasa nasional seseorang da-pat mengekspresikan rasa dan pemahaman(semangat) keindonesiaannyakarena m€un-pu berkomunikasi dengan seluruh lapisanmasyarakat Indonesia di mana pun merekaberada untuk berbagai macarn tujuan demikepentingan Indonesia. Semangat itu akanlebih menguat jika isi komunikasi berkena-an dengan persoalan dan kepentingan [r-donesia. Singkabrya kemampuan berbaha-sa lrdonesia dalam pembicaraan persoalandan kepentirg* Indonesia merupakan ba-gian dari karakter Indonesia. Semua peran

M1.

bahasa tersebut akan dapat memberi kon-tribusi terhadap penguatan semangat ke-bangsaan setiap mahasiswa, yffig akhimyabermuara pada penguatan karakter bangsaIndonesia. Integrasi dari segi pembelajaranketerampilan berbahasa dan dari segi isikeindonesiaan tersebut mesti tercermin da-lam kurikulum pembelajaran bahasa dalamperspektif rencana (dokumen), pelaksana-an (proses pembelajaran),dan keluaran (pe-nilaian hasil belajar).

Bagaimana kenyataan di lapangan?Kenyataan menunjukkan bahwa kelas-ke-las bahasa dalam program pendidikan gu-ru sedikit sekali memberikan perhatianpada penguatan semangat kebangsaan se-bagai bagian dari karakter Indonesia. Disamping itu, pembelajaran keterampilanberbahasa masih terpisah-pisah sehinggakurang saling mendukung padahal semuaketerampilan berbahasa berurusan denganmakna dan bentuk yang berpadu dalammengekspresikan aktivitas dan pengala-man manusia baik aktivitas dan penga-laman fisrk, pikirart maupun semangat.Perhatian dosen dan mahasiswa banyaktercurahkan pada pembelajaran aspek ba-hasa (termasuk sastra) melalui berbagaiteks, yang dalam pemilihannya jarang se-kali dipertimbangkan isi yang terkait de-ngan persoalan keindonesiaan. ]adi, adakesenjangan antara realitas dan kondisi .

yang diharapkan. Kesenjangan tersebut me-nyiratkanadanya kebutuhan mendesak un-tuk melakukan upaya ilmiah dalam mem-perkuat semangatkebangsaan melalui pem-belajaran bahasa.

SEMANGAT KEBANGSAAN DALAMMEMBANGUN INDONESIA: SEBUAHTINIAUAN HISTORIS

Mengawali wacana mengenai sejarahIndonesia dan bagaimana rasa cinta terha-dap bangsa menjelma menjadi semangat

Penumbuhan Semangat Kebangsaan untuk M*p"rt,

u2

kebangsaan bukan merupakah satu halyang sederhana. Perjuangan melawan ko-lonialisme yang telah sekian lama seolahmenjadi bagian dari kebiasaan hidup yangdialami oleh masyarakat Indonesia. Masihterekam jelas dalam buku maupun cuplik-an<uplikan film perjuangan pahit dimanarakyat wajib membayar upeti setiap panen,melakukan kerja paksa, merelakan anak-anak tumpuan harapan diambil oleh peme-rintah kolonial untuk menjadi pasukanmiliter, dan segala bentuk penjajahan lain.

Dengan semangat perubahan dan in-telektualitas yang semakin berkembang, la-hirlah kemudian beberapa organisasi ge*rakan dan kesukuan. Wilayah politik danbudaya mmjadi lahan khusus untuk me-nyelamatkan Indonesia dari cengkramanpenjajah. Lahimya organisasi perkumpul-an berbagai suku, seperti long jtoa, long Su-matranm Bond (lSB), long Celebes, long Mi-nalnsa, Ambon Sfudiefonds, long Batak Bonds,

long Islntteitm Bond, serta long Indonesiayangkemudian diikuti dengan lahimya be-berapa organisasi pergerakan Bumiputeramembawa sifuasi tersendiri dimana se-mangat bersatu menjadi tonggak dalampembentukan bangsa. Dalam hal ini, tidakhanya perjuangan kelas yang menuntutadanya perubahan pada kesejahteraan hi-dup untuk bebas dari kemiskinan. Hatyang lebih berat sekaligus bermakna ada-lah perjuangan menghadapi diri sendirikemauan unfuk menjunjr:ng harkat diri,semangat kebersamaan dan persatuan se-s.una penduduk. Meminjam istilah Soejat-moko QW9:52) mengenai self-respect atauharga dirt hal ini dianggap sebagai sumberkreativitas bangsa yang dalam pengem-bangannya harus diikuti dengan akselerasimodemisasi dengan memperluas basis so-sial pembangunan bangsa.

Pikiran-pikiran persatuan dalam ber-bagai perkumpulan pelajar dan organisasi

tampak dalam buku lama mengenai CapitaSelecta edisi Pergerakan Pemuda dalamAnggaran Dasar pasal? yang m€muat tigaasas (Soeharto dan Zaenoel,198L: 5), yaitusebagai berikut.(1) Menimboelkan pertalian antara moerid-

moerid Boemipoetera pada sekolah me-nengah, dan cursus per-goero€an uitge-breid dan vakonderwijs.

(2) Menambah pengetahuoean oemoembagi anggota-anggotarrja.

(3)Membangkitkan dan mempertadjamperasaan boeat segala bahasa dan ke-boedajaan Indonesia.

Semangat kebangsaan yang timbulpada jiwa bangsa Indonesia dilandasi olehrasa kebangsaan dan paham kebangsaan(Murti dkk, 2008). Rasa kebangsan adalahsalah satu bentuk rasa cinta yang melahir-kan jiwa kebersamaan pemiliknya. Untuksatu tujuan yang sama bangsa Indonesiamembentuk lagu, bendera, dan larhbang.Lagu diiringi dengan alunan musik yangindah sehingga lahirlah berbagai rasa. Un-tuk bendera dan lambang dibuat bentukserta warna yang menjadi cermin budayabangsa sehingga menimbulkan pembelaanyang besar dari pemiliknya. Dalam ke-bangsaan kita mengenal adanya ras, ba-hasa, agama batas wilayah, budaya danlain-lain. Tetapi ada pula negara dan bang-sa yang terbentuk sendiri dari berbagai ras,bahasa, agama, serta budaya. Rasa kebang-saan merupakan sublimasi dari SumpahPemuda yang mmyatukan tekad menjadibangsa yang kuat, dihormafl dan diseganidi antara bangsa-bangsa di dunia.

Ikatan nilai-nilai kebangsaan yang se-lama ini terpatri kuat dalam kehidupanbangsa lndonesia yang merupakan pmge-jawantahan dari rasa cinta tanah air, belanegara, serta semangat patriotisme bangsamulai luntur dan longgar bahkan hampirsirna. Nilai-nilai budaya gotong royong,

nnla| P0ilHllru Imaf,ter, tahun I!. Nomor 3, oktober 2012 !^,

kesediatrrr urr lrrf . r,r l i r i l ; nlr.nghargai, dansaling mt'rrgltorrrr;r l i 1x.p[1.1lairn, serta ke-relaan bcrkorlrrtp rrrr l trk kr 'pcplipgun bang-sa yang c{l lr tr lu rrrt, lr .kir l krrat c{alam sernu-bari masyarnkat yurrg clikcrral dengan se-mangat kebnngsaonnyn sallgat kental te-rasa makin mcrripin.

Adapun semangat kebangsaan ataunasionalisme merupakan perpaduan atausinergi dari rasa kebangsaan dan pahamkebangsaan. Dengan semangat kebangsaanyang tinggi, kekhawatiran terjadinya an-caman terhadap keutuhan dan kesafuanbangsa dapat dielakkan. Dari semangat ke-bangsaan akan mengalir rasa kesetiaka-wanan sosial, semangat rela berkorban,dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme.Rasa kesetiakawanan sosial akan memper-tebal semangat kebangsaan suatu bangsa.Semangat rela berkorban adalah kesediaanuntuk berkorban demi kepentingan yangbesar atau demi negara dan bangsa telahmengantarkan bangsa Indonesia untukmerdeka. Bagi bangsa yang ingin maju da-lam mencapai tujuannya selain memilikisemangat rela berkorban, juga harus di_dukung dengan jiwa patriotik y*g tingg;r.Jiwa patriotik akan melekat pada diri se-seorang manakala orang tersebut tahu un_tuk apa mereka berkorban.

PENDIDIKAN MORAL.KARAKTER IN-DONESIA: BERKEARIFAN LOKAL-BER.SEMANGAT NASIONALBERWAWAS-AN GLOBAL

Diskusi mengenai moral dan pendi-dikan moral-karakter tidak dapat dilepas-kan dari berbagai tema besar terkait de-ngan kehiduplm manusia dengan berbagaisisi kemanusiannya. Diawali oleh kesadar-an manusia terhadap dunia dan eksistm_sinya yang kemudian disikapi dengan ber-bagai aktivitas untuk membangun kons-truksi diri yang terus melaju seiring de-

u3

ngan perkembangan zaman, moral_karak_ter menjadi bagian dalam diri manusiaatau lebih tepaturya entitas manusia ifu sen_diri. Konsep eksistensialisme, konstrukti_visme, dan progresivisme menjadi pahamyang melandasi arah gerak pengembanganpribadi manusia beserta moral dan mora_litasnya. Wujud praktis pemahaman iniakan terlihat dalam berbagai dimensi ke-hidupan antara lain spritualitas, sosial, po-litik, budaya, ekonomi, sains, dan sebagai_nya.

Kesadaran terhadap pendidikan mo_ral dimulai sejak para filsuf dunia lahir.Plato, dengan dilandasi oleh kondisi ma-syarakat pada masanya ketika korupsi dankedangkalan (comtption and slalloumess)banyak ditemukan, memimpikan sebuahrepublik baru di mana pendidikan dapatmenransformasikan warga negaranya me_nuju pada bentuk kebaikan (Form of theGood). Roseou, yang menyakini bahwa"men frnd women hnd lost tlemsektes in com-paison utith each otluy'' menyatakan bahwamanusia mendidik dirinya melalui alamsehingga manusia dapat belajar hidup ber-sarna agar menjadi warga negara yang ber_etika lebih baik. Freire memandang bahwapendidikan menjadi sarana yang pantas(equitable) untuk mencapai relasi. Martin ti-dak hanya mengenalkan konsep persama-an (sameness) dalam pendidikan nEununlebih pada kesetaraan (equity) sehinggamemberikan peluang segala gender untukmemperoleh pendidikan moral. Sekarang,perbincangan mengenai pendidikan morallebih mangacu pada bagaimana memben-tuk masyarakat yang bermoral (morat citi-zenry) dan beretika kehidupan (common lifeethic) Q acobsoru 2010:45).

|ohn Dewey menjadi tokoh pendidik-an yang memegang peranan penting dalamperkembangan pendidikan moral dan ka-rakter. Dia menyatakan moral-karakter se-

Penumbuhan Senrangat Kebangsuurr rrr,tok

344

bagai "fundamental method of social pro-

gress and reform". Dalam My Pedagogical

Creed (Reed dan Tony, 2009:99), Dewey me-

nyatakan argumennya bahwa: Moral Educa-

tisn centers upon this conception of the school

as a mode of social life, that the best and deepest

moral training is precisely that which one gets-

through hmting to enter into proper relations

with otherc in a unity of world and thought'

The presmt educational system, so far as they

destroy or neglect this unity renders it dfficult

or impossible to get any genuine, regular moral

training.Dalam uraiannya tersebut, DeweY

menegaskan bahwa hubungan yang tepat

(proper relation) antara sekolah dan kehi-

dupan sosial menjadi wahana berlatih yang

terbaik bagi pengembangan moral. Na-

murg banyak sistem pendidikan yang me-

lupakan kesatuan antara kedua unsur ini

sehingga sulit untuk mendapatkan nilai

moral itu sendiri. Hal ini kemudian me-

munculkan berbagai perdebatan mengmai

pemahaman konsep moral, moralitas, wu-

jud moral, penilaian terhadap moral, dan

sebagainya.Bagaimana upaya membantu guru

dalam mengintegrasikan moral contenf dan

moral manner dalam kelas? Hal ini masih

menjadi diskursus dalam berbagai literatur

terkait dengan definisi moral itu sendiri(Damon, 2005,2007; Muray, 200n, tempat

atau seting (Socket, 2005; 9a dan Ray-

mond, 200n. Dalam buku Debating Moral

Education, Kiss dan Peter (2010) kurang

mengeksplorasi debat yang terjadi terkait

dengan isu pendidikan moral. Namun da-

lam buku ini, ada banyak survei mengenai

pendidikan moral yang mmiadi topik dis-

kusi kontributor misalnya mengenai tujuan

sosial dan lingkungan, pembelajaran ke-

warganegaraan serta agenda multikultur.

Pusaran globalisasi juga memberikan

tantangan pada manusia unfuk meresPons

segala perubahan secara cepat dan tepat.

Perubahan akan selesai ketika paradigma

berhenti (Futler dalam Yood, 2005:4). Seba-

gai konsekuensinya, paradigma-paradigma

baru bermunculan sebagai jawaban sekali-

gus dasar kritik untuk perkembangan ilmu

pengetahuan selanjubrya. Karena paradig-

ma mencakup semua bidang, termasuk

akademis, maka dibutuhkan sebuah revo-

lusi dimana satu set ide dikuatkan oleh ide

yang lain. Bidang pendidikan yang berpe-

ran sebagai wadah sekaligus pmcipta agen

perubahan (agent of change) menjadi sebuah

keniscayaan untuk terus mengembangkan

dan memperkuat moral dan karakter bang-

sa dalam menyokong kehidupan manusia.

Milton (Sommerville, 2010:459) mengata-

kan bahwa dunia akademis harus meng-

eksplorasi kemungkinan jawaban-jawaban

dan mendiskusikannya.Sebagai konsekuensi logis dari apa

yang sudah dipaparkan di atas, di setiap

pribadi manusia, dalam konteks ini civitas

akademika, memerlukan pegangan yang

erat agar tidak tercerabut dari akar lokali-

tas, budaya, nasionalisme, internasionalis-

me dan dilandasi dengan nilai-nilai di-

mensi spiritualitas. Doris (Pamental, 2010:

L49) menegaskan bahwa globalisasi mem-

bawa dua klaim. Klaim pertama mmyata-

kan bahwa seseorang diharapkan memiliki

"cross-situ.ationally concistance" yang ber-

pandangan bahwa jika sesorang bertindakjujur, dalam pandangannya, dia harus se-

lalu jujur di segala situasi yang menuntut

kejujuran. Klaim kedua seperti yang di-

nyatakan oleh Merrit (2000:374) mmgenai

motiaational self-sufficiency of character yang

berdasar pada pandangan Aristoteles bah-

waperilaku bijak yang sesungguhnya mun-

cul dari karakter yang sudah terbentuk dan

mantap (formed and stable character\.

Perkembangan era yang semakin me-

laju sekarang ini sampai pada masa di-

Fmal Pendfllkil mnfil0l, Tahun IL Nomor 3, oktober 2012

mana sekat-sekat ruang dan waktu sudahsemakin tipis karena dapat dijangkau olehpengetahuan dan teknologi berdampakpula pada adanya perubahan dalam duniapendidikan. Seperti penyataan GoughQffiz) bahwa tlu influmce of globalist think-ing in'education can readily be sen in ttu pro-Iiferation of globalized education studies (pe-ngaruh pemikir global dapat dilihat dariproliferasi studi pendidikan global).

Bagaimana konsep pendidikan glo-bd? Studi yang dilakukan oleh Antuio Mi-nistry of Education (OME) (Colaruso (2010)mengemukakan konsep pendidikan globalsebagai berikut. "Pendidikan global berfo-kus pada sekolah, pembelajaran, dan sum-ber daya sekolah kerja sama global seko-tah; dan penekanan pada pandangan glo-bal dalam panduan kurikulunn"seperti padakurikulum Bahasa Inggris tingkat duayang mengacu pada "citizenship in globalsociety" (OMg 2007, hal D, dan panduanuntuk memasukkan isu lingkungan di se-mua area kurikulum (OMg 2008). Globa-lisasi dan masyarakat global dalam pendi-dikanada dalam pembelajaran kultural danapresiasi pada pembelajaran yang melibat-kan aktivitas nyata di dunia, menyediakaninformasi dan kemudahan teknologi untukmembuat dunia menjadi lebitr kecil (ter-jangkau) dan memudahkan siswa untukberkomunikasi di tengah kehidupan ,,ma-

syarakat global".Pendidikan di Indonesia sslantiasa

diarahkan dalam rangka penguatan karak-ter dan jati diri bangsa. Pribadi Indonesiayangberkarakterlndonesia diharapkan me-njunjung tinggr kearifan lokal denganmenghargai dan mengembangkan segalabudidaya manusia lrdonesia. Nasionalis-me juga dikembangkan dalam waktu yangbersamaan karena hal itu merupakan wu-jud kecintaan terhadap tanah air sebagaitempat hidup dan berkembang. Satu hal

u5

lagi yang menjadi bentuk kesadaran se-bagai bagian dari masyarakat internasionaladalah pengembangan wawasan globalyang menjadi sarana dan upaya mengenaldan memahami negara lain.

Upaya ini terus dilakukan untukmengharmonisasikan berbagai dimensi ke-hidupan yang tercermin dari sikap, peri-laku, dan kebisaaan yang terpuji dalamproses pembelajaran di kelas maupun da-lam keseharian hidup. Harapannya, lrrlr-bagai praktik kecurangan, tindakan amo-ral, dan segala perilaku yang menimbulkankeresahan dapat diatasi melalui nunifes-tasi pendidikan yang mendukung penguat-an karakter pribadi sebagai makhluk tran-senden yang berketuhanan juga sebagaimakhluk universal yang senantiasa salingbekeriasama dan saling membuttrl*an rna-nusia lain. Hal ini akan mengantarkan pe-lajar, mahasiswa, dan manusia lrdonesiapada umumnya untuk menguatkan senn-ngat kebangsaannya melalui berbagai sa-rana, cara, metode, maupun strategi dalampembelajaran.

Pentingnya dimensi sosial sebagaibagran dari konstnrksi pendidikan diakuioleh berbagai ahli. Dataln bidang bahasadan sasha misalnya, yang melibatkan re-sepsi dan respons kritis terhadap nilai-nilaimoral, pemahaman terhadap bahasa seba-gai konshuksi sosial diharapkan dapat di-serap dengan lebih baik sehingga dapatlebih meningkatkan resporut peserta didikterhadap fenomena di sekitar (Borsheim,Merrit, dan Reed, 2008; Graham, Benson,Fink, 2010; Churu 2009). Paradigma pffi-belajaran yang telah lama dikenalkan olehDewey, Freire maupun Vygotsky yang ke-mudian diperkuat oleh Derrida denganteori dekonstruksinya.

Dewey memahami bahwa pendidik-an merupakan metode fundamental untukkemajuan dan reformagi sosial flacobson,

Penumbtrhan Seurangat KebangB"* *ttrk M.lr,p"

346

2010:47). Dalam masyarakat multikultur,

proper relation mer{adi unsur penting yang

senantiasa diiringi dengan sikap dan watak

yang membentuk interaksi yang tidak lain

merupakan wujud perilaku demokrasi. Da-

lam bukunya Demouacy snd Education (b-

hat juga Daltory 2002), ia menegaskan bah-

wa "social ernironmmt forms the mmtal and

emotional disposition of behrcior in indiztiduals

by engaging thern in actioities tlut arouse mtd

strmgthm certain intpulses, thnt haae certainpurposes and antails czrtain concequettces".

Pembentukan sikap dan watak tidak dapat

dilakukan melalui penyampaian keyakin-

an, emosi, dan pengetahuan secara lang-

sung namun harus melalui perantara ling-

kungan. Sekolah dianggap sebagai ling-

kungan terbaik yang dapat mempengaruhi

watak mental dan moral anggotanya atau

dalam hal ini sebagai medium perantara.

Proses menuju masyarakat dan pen-

didikan demokratis, seperti yang diung-

kapkan oleh Dewey, tidak dapat dilepas-

kan dari "like-miniledness" di mana para Pe-lakunya bebas untuk berbagi, berpartisipa-

si, membentuk dan membentuk kembali

sikap dart watak yang memberikan ruallg

bagi perluasan makna. NamurL dalam ma-

syarakat pluralistik. Hal ini menjadi tan-

tangan tersendiri karena keberagaman me-

munculkan pemaknaan yang berbeda-beda

dan benturan-benturan sosial sering hejadi

dikarenakan kepentingan yang berbeda-

beda pula. Oleh karena itu, model pendi-

dikan demokratis yang mendorong terja-

dinya interaksi dan relasi yang tepat antar

anggota maupun sistem yang terlibat men-jadi kebutuhan penting untuk melangsung-

kan proses pendidikan.Beberapa penelitian yang dilaukan

oleh kalangan universitas mmunjukkanbahwa kondisi-kondisi yang ada masih

memedukan peningkatan dan penguatan

untuk mewujudkan civitas akademika

yang berkualitas internasional sekaligus

berkepribadian dan berkarakter yang baik.

Seperti di University Tun Hussein Onn

Malaysia (UTHM) yang menyelenggarakanprogram pendidikan denngan model Mc

Knsey's 75 cryacity yang memadukan bebe-

rapa elemen yaitu strategl sistem, stuktur,

skill, nilai guna, staf, dan gaya (IVlasirin,

2008:2).Kendati pengembangan kultur keil-

muan di pendidikan tinggl sudah dikem-

bangkan dengan berbagai konsep baru

yang modern dan berusaha untuk meng-

ikuti perkembangan zrrnrein, Biagioli (da-

lam Coheru 2002: 6) menyatakan bahwa

"peer rasiats still in a problem". Pmilaian

yang dikembangkan baik secara intemal

maupun eksternal masih memiliki masalah

yang cukup berarti. Namun, pernyataan

Strathem (2000:1) menarik sekali untuk

dicermati bahwa dia mendasarkan Penga-matannya pada pemyataan Tsoukas dalam

Tyrmtny of Light yaitu "making the inrsisible

aisible" yang kemudian menginspirasinya

untuk membuat esaiTyranny of Transparm-

cybahwa sesuatu yang nampak bisa berarti

dua hal yaitu; produktivitas riil organisasi

yang dapat dilihat dan sumber potensial

untuk informasi yang lebih.

]adi, tidak setiap hal perlu dibawa ke

permukaan, tapi segala hal yang dibawa ke

permukaan tersembunyi ke dalam lagi. Itri'

menandakan bahwa ada sesuatu di dalam

apapun yang nampak. Kalau kita tarik

konsep ini ke dalam pengembangan kultur

keilmuan maka segala hal baik diferensiasi,

karakter, budaya ras, agEuna/ metode, tek-

nik, hasil penelitian yang banyak dikem-

bangkan di universitas dan aPaPun yang

ada merupakan sumber potensial untuk

dicermati sekaligus dikembangkan. Terma-

suk pula dalam hal ini, semangat kebang-

saan yang terpatri dalam jiwa masing-

masing pribadi.

fUilAl peilrufiilfll8K0l, TahunII, Nomor 3, Oktober 2012

BAHASA Ht i | |A ( ;A t A t A I t iKs l ' t tHs lDI IU l )AN i i lMt l ( )1 , l { l i l ' l { l ls I iN ' I 'ASIBUDAYA I IAN( ;HA

Mt' ln I t t I I ra l tqsa, t t ta t t t te l i t t l i t 1 r . t t t l l r :ng-

eksprcsiknrr reg,aln pelrr lL. irnrr yirrrg dimi-Iiki. [)nlnrtr Lortleks halrrrnn lnclonesia,Soejatrtroltu (2(XltJ; 1,1 I ) rrrerrrrlrtLtrrg lrahasaIndoncsirr te,lalr nlefll6(ll wnrlnh tunggaltranfornrirnl yarrg t l lperlrrkrrrr url tuk kema-juan dan p€ltnbsngunen. Dengirn masuk-nya berbEgal t'6f6 lrcnyflmpaian informasi,pertanyaarr serkarnrrg ynng muncul adalahapa yang hnrur clllakukan dengan bahasaagar bahnnn lrrtkrnesla nungguh-sungguhdiintegrasikan dalarn dalam kebudayaankomunitae? Ueaha meraRgsang dinamikapembanl4unan darl bawah membuka kem-bali masalah pertrnan dan hubungan dwi-tunggal antara bahasa Indonesia dan ba-hasa daerah sekaligus potensi keduanyauntuk merangsang clinarnika tersebut.

Disku$i tentang kaitan antara bahasa,kekuatary dan komunitas sebenarya sudahdiawali dari sekitar tahun 1970. Kuhndalam We Structure of Scientific Ranolutions(Yood, 2005:5) mengatakan bahwa per-ubahan intelektual dibangun dalam komu-nitas. Namun, Kuhn tidak bisa memberi-kan penjelasan mengenai hubungan recur-sif bahwa komunitas akan berperan untukumrun dan untuk dirinya sendiri juga de-ngan perjuangan yang terus-menerus un-fuk menemukan makna dan relevansi da-lam disiplin akademis. Fuller dalam sum-ber yang sama mengemukakan konsep"pergerakan sosial" (social mwement) se-bagai altematif paradigma. Dalam konsepini, pengetahuan baru dimaknai dalamkonteks perubahan intelektual dan politikdan dalam respon terhadap citra profesiyang diciptakannya sendiri.

Yood (2005: 3) menambahkan uraian-nya sebagai tanggapan terhadap pandang-an Fuller, bahwa pengetahuan yang terus

u7

berkembang dan berubah tidak hanya dariperkembangan ide saja tetapi juga interaksiantara ide dan publik serta interaksi antarapemikiran komunitas tentang pengetahuandan aktualisasinya dalam bidang politikdan dunia penulisan. Pengetahuan meru-pakan hal yang refleksif, dalam hubungan-nya dengan pencitraan diri sekaligus per-ubahan lingkungan. Hal ini membutuhkansebuah pergerakan sosial dan intelektualdalam masyarakat yang transformatif .

Di Indonesia sebenarnya sosok KiHajar Dewantara sangat patut menjadi pa-nutan. Dalam bukuny+ Menuju ManusiaMerdel<a ( 2W9:43\ dia menyatakan bahwapendidikan yang terdapat dalam hidup se-gala makhluk disebut sebagai laku kodrat(instinct), maka hidup manusia yang ber-adab bersifat usaha kebudayaan, yaitu se-bagai berikut.(1) Sebagai laku kodrat, pendidikan bersi-

fat laku atau kejadian yang masih se-derhana.

(2) Pendidikan yang berlaku sebagai ins-ting berupa pemeliharaan terhadapanak-anak serta latihan-latihan.

(3) Pendidikan bertujuan untuk memberituntunan pekembangan jiwa anak unt-uk menuju adab kemanusiaan.

(4) Mengenal sifat kodrat dan sifat ke-budayaan merupakan hal penting.

Konsep dari uraian di atas sesuai un-tuk diterapkan pada masyarakat Indonesia.Kondisi sosiologis dan geografis Lrdonesiadengan beragam suku dan budaya mesti-nya harus disikapi secara arif, artinya ha-rus dirancang satu sistem pendidikan yangdapat mengelaborasi kekayaan-kekayaandan sumber yang ada, menghindari prak-tik-praktik diskriminasi kesukuan, sertayang lebih utama adalah menguatkan pe-rasaErn dan pemahaman mengenai Indone-sia yang mengantarkan masyarakat menu-ju semangatlndonesia.

Penumbuhan Sernangat Kebangsaan untuk Memperlqrat Karakter lrdonesia melalui lemUeta;aran Bahasa

348

Bahasa dalam hal ini memiliki Peran-an yang sangat penting sebagai sarana

penguatan semangat kebangsaan. Kekuat-

an bahasa sebagai alat ekspresi diri dan

simbol representasi budaya Namun, per-

iuangan kelas-kelas yang terdeskriminasi

terutama di Eropa telah membawa keber-

hasilan gemilang dengan mmggunakan

sarana literasi (kebahasaan) sebagai alat

perjuangan kelas seperti dari beberapa ha-

sil penelitian dalam buku Making Race Vi-

sible: Literary Researdt for Cultural Under-

standing (Greene dan Perkins (2003).

PENDIDIKAN MORALKARAKTER IN.DONESIA DALAM PEMBELAJARAN

jika kita menilik konsep pendidikan

yang diutarakan oleh Bapak Pendidikan

Nasional, Ki Hajar Dewantar4 ada nilai-ni-lai luar biasa yang lahir di zaman itu, yang

belum banyak manusia khususnya praktisipendidikan peduli akan pentingnya karak-

ter dan sifat dasar pendidikan. Dalam urai-annya Dewantara (2009:3a) menegaskan

maknapendidikan bahwa "Pendidikan me-

rupakan tuntunan hidup ..... Kekuatan ko-

drati yang ada pada seorang anak tiadalain adalah segala kekuatan yang ada da-

lam hidup batin dan hidup lahir karena ke-kuasaan kodrat. Kita sebagai pendidik ha-

nya dapat menuntun tumbuhnya kekuatanitu agar dapat memperbaiki lakunya."

Kodrat seperti yang diutarakan olehdewantara di atas sejalan dengan karakter

dasar manusia dan inilah b"g,* karakterIndonesia yang digagas oleh para penda-hulu.Hal ini juga menjadi bahasan menarikdalamtulisan Komarudin Hidayat (Zuchdi,2008) bahwa manusia perlu melakukan life' sjourney yaitu upaya memahami kecende-

rungan sifat-sifat dasar watak atau karak-ter manusia. Watak-watak ini disebut de-ngan inner guiiles. Jika manusia bisa mela-kukan life's journey, maka dia akan mudah

mengenali, mengendalikan, mengarahkan

serta mengoreksinya. Hal ini tentu saja me-miliki hubungan dengan tantangan global

yang mentrnfut manusia unfuk mampumengontrol dirinya agar tidak mudah ter-jerumus dalam pusaran arus informasi dan

teknologi yang memungkinkan adanya pe-

nyalahgunaan hal-hal y*g dapat merusakpribadi, komunitas, rtegara, maupun dunia,

misalnya pemboman di Bali India keru-

suhan daerah, konflik antar sekolah, dan

sebagainya.Seperti yang dinyatakan oleh Lickona

(1991.:51), pendidikan karakter harus me-libatkan aspek "knowing the good" (moral

lcnouting), "desiring the good" atau "loving

the good" (moral feeling), dan "acting the

good" (moral action). Perkembangan lanjut

mengmai pendidikan karakter seperti yang

dikemukakan oleh Elias (2010:47) mertyala-

kan bahwa "aplikasi perkembangan sosial

emosional dan karakter di kelas yakni ten-tang mengajarkan, memraktikkan, dan me-

neladankan kebiasaan pribadi yang pen-

ting dan kehidupan masyarakat serta kete-

rampilan yang dipahami secara universaldapat membuat manusia menjadi pribadi

yang baik. Kebiasaan ini meliputi penghar-gaan, tanggung jawa, integritas, kepeduli-

an, keterbukaan, dan pemecahan masalahsecara konstruktif".

Dalam uraian lanjubr/a Elias menge- '

mukakan ada delapan cara unfuk mem-

bangun perkembangan sosiaf emosionaldan karakter antara lain melakukan per-

bincangan tentang karakter, menunjukkankarakter pribadi, bereaksi dalam kehidup-

an nyata, membaca fiksi maupun nonfiksi,menulis sebagai sarana berekspresi, ber-

partisipasi di sekolah maupun komunitas,strategi mengajar dmgan pendekatan so-sial, emosional dan karakter, serta mem-

bantu siswa ketika mereka membutuhkan

Ima[ pemnfal ftntler, Tahun II, Nomor 3, Oktober 2012 !_

b a n t r r , r r r . M n r i l u p ' , t n r l f t i l l , , r t r t r t l n i t l i r l r i t i k a n

Prak t i I t rV r l r i r . r ' i u ' 1 l r ' l r l l r r l r . l i l

l \ , r r r l i t l i k ru r kn r ' ; r l . * l r . r l u ( . n l i u l g l nen_jadi l t ' r r r . r f f r ' l t l t ,d l r r r . r r l r kr . l r i j , rk i r r r Pcrrc{ id ik-an l t i ts io l tn l ynrrg i l l t ru .gr lkr r r r tcr laksana

dari tar l rrrrr 201(l sarrr ;rai t i rhtrrr 2025. Dalambuku yurrg ( l l l ( . t , I r i l l . .1n ol t , l r l ,crncr intah RItahun 2() l () rnerrgrrral pr.rnlr in lFiul tan karak-ter bangso, url,r lipirt l 'rurgsi utama pemba-ngunan karirktt'r lrrrng,nu, ynkni sebagai be_rikut.(1) Fungsi pr:n1 [H,]1 tlt kan (liln pcrngembang-

an potenei ynllu ntcmtrerrtuk dan me_ngembatlgkrln protc'nsi manusia atauwarga rregorr lrrrlont.sia agar berpikiranbaik, berrhntl baik, dan herperilaku baiksesuai dengtrn falsafah hidup pancasila.

(2) Fungsi perbaikarr dan penguatan yaituuntuk memperbaiki dan memperkuatperan keluarga, safuan pendidikan, ma_syarakat, da n pemerintah untuk ikut ber_partisipasi dan bertanggungjawab da_lam pengembangan potensi warga ne_gara dan pembangunan bangsa menujubangsa yang maju, mandiri, dan sejah_tera.

(3) Fungsi penyaring, yaitu untuk memilahbudaya bangsa sendiri dan menyaringbudaya bangsa lain yang tidak sesuaidengan nilai-nilai budaya dan karakterbangsa yang bermartabat.

Alur pikir pengembangan pendidik-an karakfer telah diterbitkan oleh pemerin_tah melalui Kementerian pendidikan Na-sional (2010) dan saat ini. pengembangankarakter mencakup berbagai dimensi kehi-dupan dengan berlandaskan pada penna-salahan-permasalahan bangsa landasan fi-losofi, ideologis, dan legalitas. Hal ini ter-tuang dalam alur pikir pembangunan ka_rakter bangsa yang dijabarkan ke dalamkonteks makro pengembangan karakter.

Sistem pendidikan yang sesuai untukmenghasilkan kualitas masyarakat yang

u9

cerdas dan berakhlak mulia (berkarakterbaik) adalah sistem yang bersifat humanis,yang memposisikan subjek didik sebagaipribadi dan anggota masyarakat yang per_lu dibantu dan didorong agar memiliki ke-bisaaan efektif, pelpaduan antara pengeta_huaru keterampilan, dan keinginan (Zuch-di, 2009:57). Perpaduan ketiganya secaraharmonis menyebabkan seseorang atausuatu komunitas meninggalkan ketergan_tungan (dependarce) menuju kemandirian(in dep ut dence). Kesalingtergantungan san gatdiperlukan dalam kehidupan modem se-perti sekarang ini karena permasalahanyang kompleks hanya dapat diatasi dengankerjasama dan kolaborasi yang baik de-ngan sesEuna.

Ada beberapa hal yang harus dimili-ki oleh guru sebagai pendidik yang meng-integrasikan pendidikan moral dan karak_ter pada anak didiknya. Xie dan Zhang(2011) menyatakan bahwa seorang pendi_dik harus melakukan (1) Cultiaation a nobleof mind di mana dia akan memenuhi kewa-jiban dan mencintai pekerjaan serta me-ngembangkan karakter pribadi yang baik;Q) Imprwing of teaching ability; (3) study ofthe thcories of'education scimce; (4) partici-pation in tlu scientific research actiaity; (S)possession of mmtagemmt capability.

Terkait dengan bagaimana integrasi.pendidikan karakter dalam pembelajaran,konsep dan alur pikir mengenai hal inidigambarkiul seciua sistematis dalam kon-teks mikro pengembangan pendidikan ka-rakter. Konsep ini menjadi panduan dalamkerja praktis di lapangan khususnya di sa-tuan pendidikan yang diharapkan dapatmelaksanakan proses pembelajaran yangintegratif denganpendidikan karakter. Kon-teks mikro pengembangan pendidikan ka-rakter (Kemdiknas,2010) dapat dilihat pa-da Gambar 1.

Penumbuhan Semangat Keb"rgru* urrtok Vf"*

350

Metode dalam implementasi pendidik-

an karakter komprehensif ada empat ma-

cam, yaitu inkulkasi (inatlcation), keteia-

danan (modeling), fasilitasi (facilitation), dan

pengembangan keterampilan (skills build-

ing) (Zuchdi,2009:\9). Dalam inkulkasi ada

beberapa kegiatan yang bisa dilakukar; ya-

itu: mengomunikasikan kepercayaan diser-

tai alasan yang mendasarinya memperla-

kukan orang secara adif menghargai pan-

dangan orang lain, mengemukakan kera-

gu-raguan atau perasaan tidak percata di-

sertai dengan alasan dan sikap hormat, ti-

dak sepmuhnya mmgontrol lingkungan,

menciptaan pengalaman sosial dan emo-sional mengenai nilai-nilai yang dikehen-daki, membuat aturan, memberikan peng-hargaan dan konsekuensi disertai alasan,membuka komunikasi dengan pihak yangtidak setuju, memberikan kebebasan bagiperilaku yang berbeda-beda.

Keteladanan merupakan nilai di manapendidik dapat menjadi contoh yang baikbagi peserta didik dan peserta didik dapatmeniru hal yang baik dari pendidik. Fasi-litasi melatih subjek didik untuk mengatasimasalah-masalah dan memberikan kesem-patan kepada peserta didik.

Kb'fi qH $:;;...ffi,t$fQ1.,1.;pQn;d|df kah . kaieHtH;r

Gambar 1. Konteks Mikro Pengembangan Pendidikan Karakter

Pengembangan keterampilan meli-puti keterampilan akademik dan sosialyang meliputi berpikir kritis, b".piki" krea-tif, berkomunikasi dengan jelas, menyimak,bertindak asertif, dan menemukan resolusikonflik. Melalui penerapan pendekatan ini,proses habifuasi penanaman nilai karakteryang baik bagi mahasiswa sebagai calonguru diharapkan dapat terwujud.

PENUMBUHAN EKSPRESI KEBANGSA.AN MELALUI INTEGRASI PEMBELA.

JARAN BAHASABerbicara mengenai pembelajaran ba-

hasa maka hal ini tidak dapat dilepaskandari keterampilan menyimak, berbicara,membaca, dan menulis. Satu hal yang da-pat dipahami adalah bahwa pembicarayang baik adalah penyimak yang baik, pe-nulis yang baik merupakan pembaca yangbaik. Sejak tahun 1980an, beberapa pme-

lulsl Ptcmffifln f0nllel, Tahun II, Nomor 3, Oktober 2012

l i t i a n t t t t , r r r r r r f r r h f . r r l r l r r r l r w r r , r r l i r k c u n t u n g -

an-kt.r t rr l t rnHri l l d l . lU nt i l i l f l t . l l _yirrrg dapat

diraih kr ' l lkn l r tplnn 1'q '11111i:r i r rr t lan kegiatan

menr lrir('.r r I I korr r I rl rrirs I kn rr, Shn ntr ha n (1990)

mengonluk{tkrill d(lrl l lge rnnnfailt utama

dalarn pclnlulafirrfl 11 nrr,fflbuca dan menulis

yang terilttcgrtr$1,

(1) Menclptnkan ktenclnran komunikatif,

yang trerclnsnr pada gagasan bahwa

membaea dan menullH merupakan akti-

vitas komunlkatll ketlka penulis mela-

kukan transakni pada teks pada saat itujuga penulie menunjukkan peranalrnya

sebagai pembaca kritls terhadap teksyang ditulis. Sama halnya dengan pem-

baca ketlka melakukan transaksi terha-dap teks pada saat yang sama sebenar-

nya pembaca menuliskan kembali yangmenunjukkan peranan penulis (Rosen-blatt,2004).

(2) Bersifat fungsional, dimana integrasiantara membaca dan menulis memberi-kan tempat bagi siswa untuk merespon.

(3) Menekankan pada proses kognitif ter-padu antara membaca dan menulisyang akan memperkaya pengetahuan,bahkan memperkuat dimensi meta pe-ngetahuan.

Sebagaimana yang dikemukakan padab"Sut sebelumnya bahwa bahasa dipan-dang sebagai alat ekspresi diri pribadi, alatekspresi diri makhluk sosial, alat ekspresidiri warga negara, dan alat ekspresi diriprofessional Berbagai macam ekspresi ter-sebut, yang mengandung pesan komunika-tif, secara alami akan memperoleh targ-gapan dari pihak lain, baik diminta mau-pun tidak, baik negatif, netral, maupun po-sitif. Bahasa juga memiliki berbagai peransebagai alat penyebaran dan pmyerapan il-mu, alat pengembangan diri secEra umum,alat berpikir nalar, alat komunikasi dan pe-ngembangan sosial-bu day 1dan alat pendi-dikan.

351

Dalam praktik penulisan di perguru-an tinggi, mahasiswa dituntut unfuk men-jadi pembelajar yang lebih mandrr, yangmengetahui kelebihan dan kekurangan dirisendiri serta mengetahui bagaimana me-nyikapi kelebihan dan kekurangan yangdimiliki. Selain itu, kepekaan dan responsterhadap segala fenomena yang terjadi disekitar, baik dalam li.gk,rp lokal, nasional,maupun global juga semestinya dimilikidengan dilandasi pemahaman yang baik,perilaku yang baik, dan kepedulian unhrkmengatasi berbagai persoalan.

Segala fenomena sosial, budaya poli-tik, keamanan, yang dapat menunfun me-nuju rasa bangga dan cinta terhadap bang-sa Indonesi4 dengan dilandasi oleh pema-hanr.an terhadap Indonesia dan segala ke-Indosia-an yang dimiliki akan membekalimahasiswa untuk menjadi insan yang me-miliki semangat kebangsaan yang tangguh.Melalui pembelajaran bahasa yang inte-gratif, mahasiswa akan belajar dan padaakhimya diharapkan rnampu menumbuh-kan karakter sebagai bangsa Indonesia. Halini akan memberikan kontribusi pemikiransetiap warga negara terdidik, dan keterli-batan dalam pergulatan pikiran dan rasatentang Indonesia dalam diskusi serta mem-buat fulisan tentang suahr persoalan ber-sama pemikiran pemecahanrrya, baik per-soalan bangsa secara umum maupun per-soalan yang terkait dengan bidang studiyang ditekuninya.

PENUTUPSemangat kebangsaan menempati po-

sisi penting dalam upaya memperkuat ka-rakter dan jati diri bangsa. Berbagai per-soalan yang terjadi yang diindikasikan s€-bagai bentuk melemahnya karakter Indo-nesia tidak hanya menjadi bahan diskusipenting saat ini, n€unun juga memerlukanupaya solutif. Pendidikan merrjadi tempat

Penumbn'rhan Semangat Kebangsaan untuk MemperkuarKarakter [rdon*1"@

352

dimana transformasi pengetahuan dapat di-

capai. Dalam hal ini, bahasa yang dipa-

hami sebagai alat ekspresi dan simbol re-

presentasi budaya dapat menjadi sarana

dalam menguatkan semangat kebangsaan.

Pemahaman terhadap landasan filo-

sofis dan historis pembangunan bangsa

menjadi dasar dalam bagi terciptanya se-

mangat kebangsaan yang kuat. Disamping

itu, nilai-nilai lokalitas, wawasan nasional,

dan pemahatnan terhadap berbagai feno-

mena di era global merupakan wujud dari

upaya komprehensif memahami diri se-

bagai bangsa dan semangat kebangsaan

dalam diri. Pembelajaran bahasa yang inte-

gratif dapat dijadikan sebagai salah satu

wahana dalam meningkatkan rasa dan se-

mangat nasionalisme peserta didik yangpada akhirnya dapat memperkuat karakter

bangsa Lndonesia.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih

kepada Redaktur Jurnal Pmdidikan Karakter

atas kesempatan yang diberikan untukmempublikasikan artikel ini. Ucapan teri-ma kasih juga penulis sampaikan kepadarwieuter artil<el yang telah memberikan ma-

sukan sebagai wujud penyempurnaan arti-kel. Semoga artikel ini dapat berguna seba-gai bentuk diskusi tertulis serta menambahwawasan khususnya mengenai semangatkebangsaan untuk memperkuat karakterIndonesia melalui pembelajaran bahasa.

DAFTAR PUSTAKABorsheim, Carlin, Kelly Merritt, & Dawn

Reed. 2008. "Beyond Technology forTechnology's Sake: Advancing Multi-Iiteracies in the Twenty-First Centu-

ry" dalam The ClearingHouse Novem-

ber-Desember. www.proquest.umi.-pqd/ web.

Chun. 2009. "Critical Literacies and Gra-phic Novels for English-LanguageLearners: Teaching Maus" dalam

lournal of Adolescent I Adult Literacy53 (2) Oktober. Intemational ReadingAssociation. www.proquest.umi.pqd-

/web.

Colaruso, Dana M. 2010. "Teaching Englishin a Multicultural Society: ThreeModels of Reform" dalam Canadian

lournal of Education, 33, 2. www.-proquest.umi.pqd/ web.

Coheru Sande. 2002. 'The Academic'Thingl: A,n Introduction to the Spe-cial Issue on 'Academic Culfure -

Disciplines and Disjunctions', lournalof Emergence-s. Volume 12 No 1.

Daltory Thomas C. 2W2. Becoming lohnDrwey: Dilemmas of a Philosopher andN aturalist Bloomington: Indiana Uni-versity Press.

Damon, W. 2005. "Personality test: TheDispositional Dispute in Teacher Pre-parationToday,andWhat to Do aboutIt" dalam Fwd: Arresting lnsights inEducation, 2(3), 1,-5. www.proquest.umi.pqdlweb.

DamorL W. zWT. "Dispositions and Teach-er Assessment The Need for a MoreRigorous Definition" .lournal of Teach-er E ducation, 5 I (5), 365-369.

Dewantara, Ki Hadjar. 20W. Menuju Ma-nusia Mer deka. Yogyakarta: Leutika.

Elias, Maurice. 2010. "Qraracter Education:Better Students Better PeopIe". The

Education Digest. www.proquest.umi.pqd/web.

fimal Pcilnlfanf,arallet, Tahun II, Nomor 3, oktober 2012

Gor r1 , , l r , N , t l H l l l " l u , r t l l t t p r , ( t t t t i t r t l t t t t t

f i f 1 1 1 l 1 6 s l t r l l t t ' { , l u l r * l \ z t l l n F i r " ' l r t t t t t t r t l

o l { t t t I t t t t l t ( t t t ! ' t t t r l l r a , l . ' ( ' l ) , l ' l ( ) " \ 47 '

www, P l . l r { l t l c t s l l l l l l l ' l t r l t l / w t ' l t '

Grahi t tn , Meat low l t l re t ' r i l , S l r t ' i l , r l le t rs t t t r ,

l , i * r r r S lo t ' t t r l ; l n l . , ?010 , "A $p r i ng -

boi t r t l l {n l l ler ' ' l ' l tn t t

i r l f r ie lgc: Div i t tg

int r r Mt t l t l t t to t ln l l , i l t ' r r tcy" . Engl ish

lounutl (t l igh Srhod l" l i t i lm) Urbana:

Nrtvt'ttttx'r, vnl 200, lSil.

Greenc dtttt I't'rkitrn, 2(X)i' Making Race

Visihlr: I'ilrurv [lttstnrch for Cultutal

lJndcrslundittg, Ncw York: Teacher

Colltlge, f lolumbia U niversitY.

Jacobson, Riclrard B. 2010. "Motal Educa-

tion and 'lhe Academic of Being Hu-

man Tclgether". lournal of Thought,

Spring Summer. www.Proquest.umi.

pqd/web.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010.

Draft Induk Pendidikm Karakter.

Kiss, Elizabeth & I. Peter Euben (eds). 2010.

D ebating Moral Education: Rethinking

The RoIe of Modern Uniaersity. Dur'

ham: Duke UniversiW.

Lickona Thomas. 1997. Educating for Cha-

racter: Hws Our School can Teach Res-

pect and ResPonsibilitY. New York:

Bantam Books.

Masirin, Mohammad, dkk. 2008. "Trans-

formation of Malaysian Higher Edu-

cation: A Case StudY of UniversitY

Tun Hussein Onn MalaYsia (UTIIM)

Towards University-Industry Rela'

tion and Intemationalization. Mal<nlalt

dalam Seminar International UNY.

353

Merrit, Maria. 2000. "Virtue Ethics and

Situationist Personality Psycholory" .

Ethical Thzary and Moral Practice, 3.

www.proquest.umi.Pqd/ web.

Murti, dkk. 2003. Kebangsaan. http / / www.-

murti.blogspot.com.

Qa, S. N., & Reimaru A. I. 2007. ' A

Constmctivist-Deveiopmental Pers-

pective" dalam M. E. Diez & J. Raths

(Eds.), Dispositions in teachcr education

lpp. 93-117). Charlotte, NC: lnforma-

tion Age Publishing.

Pamental, Matthew P. 2010. "Dewey, Si-

tuationism, and Mora-l Education".

Educational Theory, 60, 2. www.Pro-

quest.umi.pqd/web.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Ke-

bij akan N asional P embangum Karakter

B angsa T altun 2010-2025.

Reed dan Tony. 2009. W Ped"agogical Creed.

New York Griftin, Ltd.

Rosenblatt, L.M. 20M. "The Transactional

Theory of Reading and Writing",

dalam R.B. Ruddell & N.J. Unrau

(eds), Theoretical Models and Processes

of Reading,Sm edition. Newark DE:

Intemational Reading Association.

Shanahan, T. 1990. Reading and Writing

Together: What Does it ReallY Mean?

Dalam T. Shanahan (ed.), Reading

and Writing Together: New PersPec-

tive forthe Classroom. Norwood, MA'

Christopher4ordon Publishers.

Sockett, H.zAM. "Character, Rules, and Re-

lations"dalam H. Sockett (Ed.), Teach-

Karakter trdonesia melalui Pembelajaran Bahasa

er dispositions: Building a Teaclrct Edu-

cation Frmnruork of Moral Standards.

New York: American Association of

Colleges of Teacher Education Publi-

cations.

Soedjahnoko. 2009. Meniadi Bangsa Terdidik.

fakarta: Penerbit Buku Kompas.

Soeharto, Pitut & A. Zainoel lhsan. 1981.

IvIaju Setapak: Capita Selecta lQtiga.la-

karta: Aksara Jayasakti.

Sommerville, C. ]ohn. 2010. "How Serious

Are We About Moral Education".

Cltistian Sclnlars Rwieu). www.Pro-

quest.umi.pqd/web.

Strathern, Marilyn. 2000. "The Tyranny of

Transparenry" . British Eilucational Re-

search lournal, Volume 26 No. 3.

Xie, Guoyong & Fengzhi Zhang. 207'1. " A

Brief Talk on the Cultivation and

Improvement of Moral Education

Teacher's Quality". Asian Social Scien-

ce, 7,1. www.proquest.umi.pqd/web.

Yood, Jessica. 2005. Present-Process: The

Composition of Change. lournal of

Basic Writing Fall Volume 24. www.-

proquest.umi.pqd/ web.

Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2009. PmdidiluttKarakter: Grand Design dan Nilai-nilai

Target. Yogyakarta: UNY Press.

I[tTs[ pcilffiillmftl0l, Tahuntr, Nomor 3, Oktober 2012 .^