jurnal inklusi pppptk tk dan plb bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2,...

108
Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020 i

Upload: others

Post on 12-Mar-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

i

Page 2: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

i

JURNAL INKLUSI

Berkala terbit dua kali setahun pada bulan Juli dan Oktober (ISSN 2086-2105); berisi tulisan tentang gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, tulisan praktis, dan

hasil penelitian dengan fokus kajian bidang pendidikan luar biasa.

Pengarah Abu Khaer

Pembina

Joko Ahmad Julifan

Ketua Penyunting Agus Irawan Sensus

Penyunting Pelaksana

Ai Sofiyanti Achyar

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

N. Dede Khoeriah (Universitas Islam Nusantara) Indina (Universitas Negeri Jakarta)

Dudi Gunawan (Universitas Pendidikan Indonesia) Hermansyah (PPPPTK TK dan PLB Bandung)

Pelaksana Tata Usaha

(Juminarsih – Asep Tatang Rosadi- Nur Rossylawati) Eko Haryono – Hadirman)

Alamat Redaksi :

PPPPTK TK dan PLB Bandung, Jl. Dr. Cipto No. 9 Bandung 40171,

Telp. (022) 4230068 – 4237041, Fax (022) 4230068, Laman : p4tktkplb.kemdikbud.go.id – Email : [email protected] Kontak : Juminarsih - 08159805843

Redaksi : Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan di media cetak.

Naskah diketik di kertas HVS A4 dengan spasi ganda, panjang 10-20 halaman. Naskah yang masuk dievaluasi oleh penyunting ahli.

Penyunting dapat melakukan perubahan tulisan yang dimuat untuk keseragaman format, tanpa mengubah maksud dan isinya.

Page 3: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

ii

D A F T A R I S I halaman

1. Cicih Kurniasih MENINGKATKAN PEMBELAJARAN PECAHAN BAGI SISWA TUNAGRAHITA KELAS V SDLB MELALUI METODE MAKE A MATCH DI SLB B/C YAYASAN PUTRA BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ……..……………………………………………………………………….. 123

2. Een Suryatin

MENINGKATKAN BAHASA YANG BAIK DALAM KELUARGA BAGI SSWA TUNAGRAHITA KELAS X SMALB DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN DI SLB B-C YAYASAN PUTRA BUAHDUA KAB. SUMEDANG …………………………………………….… 130

3. Ratnaningsih UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI LULUSAN SMALB TUNAGRAHITA UNTUK DAPAT BEKERJA MELALUI PENERAPAN PROGRAM PERSIAPAN KERJA DAN WORKSHOP SHELTER DI SLB ANGKASA LANUD SULAIMAN ……………………….…… 138

4. Aan Rokhyani

KEMAMPUAN MENGURUTKAN HASIL PENGUKURAN BERAT DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BILANGAN PADA PENGGARIS BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS IV DI SLB PGRI KALIJATI ……………………………………………………………………… 149

5. Nur Wendah Wati

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESIAPSIAGAAN BENCANA BANJIR MELALUI MEDIA “PANBARI” PADA PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS I SDLB DI SLB NEGERI TRITUNA SUBANG .………………………..… 156

6. Dede Supriyanto UNDERSTANDING AND SUPPORTING CHILDREN WITH DEAFBLIND ……..…….… 168

7. Neti Herawati

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KALIMAT SEDERHANA MELALUI POLA PERCAKAPAN BAGI SISWA TUNAGRAHITA KELAS X SMALB SLB YKSB CIJEUNGJING …………..… 176

8. Ida Farida MANFAAT PERMAINAN TRADISIONAL “SOLMISASI” BAGI ANAK TUNAGRAHITA 184

9. Sri Wahyuni Endaryati STRATEGI PEMBELAJARAN YANG SUPORTIF BAGI SISWA DENGAN MULTIPLE DISABILITIES WITH VISUAL IMPAIRMENT (MDVI) ATAU HAMBATAN MAJEMUK PENGLIHATAN DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA …………………………………..…… 194

Page 4: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

iii

10. Hermansyah dan Sri Handajani PENGEMBANGAN DIKLAT STIMULASI PERKEMBANGAN ABK DENGAN KESULITAN BELAJAR BAGI GURU SLB DAN SEKOLAH DASAR INKLUSIF ……..……………………… 204

11. Uce Solihati UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA MATERI MEMBACA DENGAN MENERAPKAN METODE ROLE PLAYING DI KELAS XI SLB NEGERI SUKANAGARA KABUPATEN CIANJUR ……..……………………………………….… 216

Page 5: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

123

MENINGKATKAN PEMBELAJARAN PECAHAN BAGI SISWA TUNAGRAHITA KELAS V SDLB

MELALUI METODE MAKE A MATCH DI SLB B/C YAYASAN PUTRA BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

Oleh

Cicih Kurniasih (SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kabupaten Sumedang)

ABSTRAK

Memanfaatkan momen pendidikan yang efektif bagi siswa tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang bukan hal yang mudah tetapi tetap seorang guru dengan kompetensi profesionalismenya harus mampu mencari solusi terbaik dalam memperbaiki proses pembelajaran terutama dalam materi pecahan dalam pelajaran matematika. Untuk meningkatkan pembelajaran pecahan, perlu ada pola yang jelas dan efektif agar siswa tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang bisa memahami dengan mudah. Metode Make A Match merupakan solusi terbaik dan efektif dalam menjelaskan materi pecahan kepada siswa tunagrahita tersebut. Dan tujuan yang ingin dicapai adalah : 1) Mengetahui standar kemampuan siswa tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang dalam pembelajaran pecahan baik secara perorangan maupun kelompok, 2) Mempermudah penilaian yang sebenarnya tentang pembelajaran pecahan dengan menggunakan metode Make A Match, 3) Untuk menganalisa yang akurat tentang kemampuan siswa tunagrahita terutama dalam penguasaan pecahan secara singkat dengan metode Make A Match. Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas dalam pembelajaran perbaikan baik secara perorangan maupun berkelompok diperoleh data siswa tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kabupaten Sumedang reratanya mulai meningkat dari 33,33 % pada Siklus I, menjadi 100% pada Siklus II. Hasil di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Make A Match yang dilakukan oleh guru dapat memperbaiki pembelajaran pecahan sehingga ada peningkatan dalam melaksanakan tugas pelajaran dalam matematika, sehingga pelajaran pecahan menjadi mudah dipahaminya di Sekolah Luar Biasa (SLB). KATA KUNCI : Siswa tunagrahita, metode Make A Match, pembelajaran pecahan

LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan matematika selalu menjadi pembelajaran yang sangat sulit dan menjemukan. Padahal kalau disimak secara sungguh-sungguh bahwa pelajaran matematika bisa dipelajari dengan baik

dan penuh keuletan sehingga pelajaran matematika sama dengan pelajaran yang lain. Hal ini bertujuan untuk memberikan pembiasaan pada siswa sehingga dengan sendirinya bertambah wawasan ilmu pengetahuan serta memudahkan seorang guru dalam mendidiknya.

Page 6: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

124

Hal ini menjadi solusi terbaik, kesulitan yang selama ini menjadi kendala terutama terhadap kemampuan yang ia miliki saat ini menjadi dilema yang serius. Menurut Sri Murdiono ( 1987 : 27 ) bahwa anak berkebutuhan khusus secara fakta tidak belajar secara praktek dan hanya komunikasi saja tetapi perlu pelaksanaan agar memiliki keterampilan di lingkungan sekitarnya. Jadi pembelajaran di kelas diperlukan sebuah metode yang pas dan efektif bila dilakukan. Proses pecahan bagi siswa tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang ini sangat diperlukan untuk bisa mengerjakan dan faham dalam menghitungnya di dukung dengan sebuah metode Make A Match terjadilah prestasi belajar yang meningkat yang sesuai dengan target kurikulum saat ini. Dalam melakukan perbaikan pembelajaran pecahan melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan metode Make A Match diharapkan bisa membantu kesulitan siswa tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang. Metode ini difokuskan kepada siswa, sehingga suasana belajar sangat menyenangkan serta diarahkan kepada kerjasama antar siswa sehingga semua siswa tumbuh jiwa kebersamaan dengan saling bekerjasama. Atas dasar inilah peneliti mengambil judul, “Meningkatkan Pembelajaran Pecahan Bagi Siswa Tunagrahita Kelas V SDLB Melalui Metode Make A Match Di SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kabupaten Sumedang.” TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian yang diinginkan adalah untuk mengetahui hasil belajar matematika dalam konsep pecahan dalam metode Make A Match pada siswa

tunagrahita kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kabupaten Sumedang. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi guru Sebagai bahan masukan yang positif dalam memilih dan menggunakan metode Make A Match untuk mengatasi permasalahan pembelajaran siswa tunagrahita di kelas. 2. Bagi siswa Sebagai bahan solusi terbaik dalam membantu siswa tunagrahita dalam mengatasi pelajaran matematika dengan konsep pecahan. 3. Bagi sekolah Menjadi standar kelayakan sekolah dalam memfasilitasi kebutuhan sekolah terutama dalam mendukung Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan metode Make A Match dalam konsep pecahan. PECAHAN DALAM METODE MAKE A MATCH Pecahan dalam pembelajaran matematika sangat diutamakan mulai dari penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. 1. Penjumlahan Menghitung dari angka pertama sebanyak angka penjumlah maka angka terakhir merupakan hasil dari penjumlahan. Seperti contoh : 4 + 3 = 7 2. Pengurangan Kebalikan dari penjumlahan, melainkan menghitung mundur dari angka pertama sebanyak angka pengurang, dan angka terakhir merupakan hasilnya. Seperti contoh : 7 – 3 = 4. 3. Perkalian Pada dasarnya penjumlahan berulang yaitu menjumlahkan angka yang pengali ( angka kedua ) sebanyak angka pertama atau angka yang dikali. Seperti contoh : 2 x 5 = 10 menjadi 5 + 5 = 10.

Page 7: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

125

4. Pembagian Umumnya pengurangan berulang, angka yang pertama atau yang dibagi dikurangi dengan angka pembagi sampai habis menghasilkan. Banyaknya angka yang mengurangi merupakan hasilnya. Seperti contoh : 24 : 6 = 4. BENTUK MAKE A MATCH 1. Pengertian Sistem pembelajaran mengutamakan kemampuan berfikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibawain kartu. ( Wahab, 2007 : 50 ). 2. Langkah-langkah a. Guru menyiapkan beberapa kartu b. Setiap siswa mendapat satu kartu c. Siswa mencari kartu pasangannya. d. Yang mampu mencocokan diberi poin e. Selesai babak kesatu, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. ANALISIS DATA PERSIKLUS 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran 1, soal tes 1 dan dan tes 2 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk Siklus I dilaksanakan pada minggu ke-4 bulan Juli 2019 di kelas V SDLB tunagrahita dengan jumlah siswa 3 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diberi tes 1 dan tes 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa

selama proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes 1 dan tes 2. c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus I Siklus 1 terdiri dari 2 pertemuan dengan alokasi waktu per pertemuan sebanyak 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Penjabaran hasil tindakan Siklus I pertemuan pertama dan kedua secara lengkap dideskripsikan dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 4.1 di atas memperlihatkan bahwa tingkatan pencapaian hasil belajar selama diadakan pembelajaran dengan metode Make A Match melalui soal jawaban Siklus I belum menunjukkan hasil yang maksimal. Data secara parsial memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar data pertemuan pertama sampai kedua sebesar 3,33 poin dari nilai terendah kelas 55,00 menjadi 58,33. Namun setelah dianalisa secara kumulatif nilai rerata Siklus I dari pertemuan pertama dan kedua yakni nilai tertinggi 65,00, nilai terendah 50,00, nilai rerata kelas sebesar 56,67 dan pencapaian KBM 60 sebanyak 1 orang (33,33%) dari jumlah peserta didik keseluruhan sebanyak 3 orang. Walau demikian secara kumulatif hasil belajar

Page 8: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

126

peserta didik belum sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian tetapi setidaknya metode Make A Match melalui soal jawaban memiliki pengaruh yang baik pada hasil belajar peserta didik dilihat secara perorangan. Singkatnya hasil belajar Siklus I belum sesuai dengan indikator penelitian sebesar 80%. Peserta didik mencapai KBM sebesar 60 yakni hanya mencapai 33,33%. Belum tercapainya indikator keberhasilan pembelajaran tentunya terkait dengan beberapa kelemahan yang ada selama kegiatan pembelajaran Siklus I pertemuan pertama dan kedua berlangsung. Temuan lain dalam Siklus I sebagaimana diungkapkan oleh observer yakni : a. Kondisi siswa yang selalu ingin

menggambar dengan temannya. b. Siswa masih terlihat belum

memahami dengan tuntas matematika dengan menggunakan metode Make A Match.

Dari uraian tersebut di atas, masih belum optimal pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan pembelajaran dengan metode Make A Match pada Siklus II. Peneliti dalam hal ini memberikan refleksi atas kelemahan yang dimiliki selama kegiatan pembelajaran Siklus I guna diterapkan selanjutnya seperti diuraikan berikut ini. a. Peneliti berupaya 1) memberi motivasi

baik secara verbal maupun non verbal bagi siswa yang belum memahami materi yang dipakai, 2) mengadakan pengawasan agar peserta didik fokus dengan tugas dalam kelompok yang sedang dibahas.

b. Meningkatkan pemahaman yang sangat baik tentang matematika, peneliti terus memberikan motivasi agar peserta didik serius dalam

meningkatkan melaksanakan tugas dalam kelompok dengan matematika yang sederhana tetapi terarah.

2. Siklus II a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk Siklus II dilaksanakan pada minggu ke-4 bulan Juli 2019 di kelas V SDLB tunagrahita dengan jumlah siswa 3 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diberi tes 3 dan tes 4 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes 3 dan tes 4. c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus II Siklus II dilaksanakan selama 2 pertemuan dengan alokasi waktu per pertemuan sebanyak 2 jam pelajaran ( 2 x 35 menit ). Gambaran hasil tindakan Siklus II yang terdiri dari pertemuan ketiga dan keempat seperti tersaji dalam Tabel 2 berikut ini.

Page 9: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

127

Tabel 2 di atas memaparkan bahwa tingkat pencapaian hasil belajar selama pembelajaran dengan menggunakan metode Make A Match Siklus II tergolong sangat baik, memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar dari pertemuan ketiga dan keempat sebesar 6,66 poin dari nilai rerata kelas 71,66 menjadi 78,33. Sementara hasil analisa secara kumulatif nilai rerata Siklus II dari pertemuan ketiga dan keempat yakni nilai tertinggi 80,00 nilai terendah 70,00, nilai rerata kelas sebesar 75,00 dan pencapaian KBM 60 sebanyak 3 orang (100%) dari peserta didik keseluruhan sebanyak 3 orang. Data ini memperlihatkan bahwa indikator keberhasilan penelitian telah tercapai ( mastery learning ) dan sesuai dengan indikator keberhasilan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa hasil belajar Siklus II mencapai 100% atau dapat dikatakan bahwa indikator penelitian sebesar 80% peserta didik memperoleh KBM sebesar 60,00.

Tercapainya indikator keberhasilan pembelajaran tidak lepas dari upaya yang telah dilakukan oleh guru dalam pembelajaran Siklus II. Adapun dua refleksi yang diambil dari akhir pembelajaran Siklus I dan selanjutnya pada Siklus II guna memperbaiki kegiatan pembelajaran adalah : 1. Guru mengklasifikasikan peserta didik Kelas V SDLB tunagrahita di SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang berdasarkan tingkat intelegensi yang selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran yakni setiap anggota kelompok terdiri dari 70% peserta didik dengan predikat di atas rata-rata dan sisanya 30% di bawah rata-rata. 2. Peneliti menambah pembelajaran Matematika melalui tugas kelompok di sekolah guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang materi yang diajarkan. Hasil ini sebenarnya belum mencapai tingkat kesempurnaan dalam pembelajaran. Meskipun demikian peneliti memutuskan untuk menghentikan tindakan pada Siklus II dikarenakan keterbatasan waktu dan supaya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang. DESKRIPSI PENINGKATAN HASIL TINDAKAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pembelajaran menggunakan metode Make A Match mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Hasil tersebut dideskripsikan dalam Tabel 3 berikut ini.

Page 10: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

128

Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan metode Make A Match yang telah dilaksanakan pada peserta didik kelas V SDLB tunagrahita di SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang memperlihatkan adanya peningkatan pada : 1. Nilai rerata kelas dari Siklus I sebesar

56,67 menjadi 75,00 pada Siklus II atau terjadi peningkatan nilai rerata kelas sebanyak 18,33 poin dari skala penilaian 0-100.

2. Pencapaian nilai KBM sebanyak 66,67% yakni dari 33,33% pada Siklus I menjadi 100% pada Siklus II.

HASIL PEMBELAJARAN Ketika dianalisa sebuah kajian tentang peraikan pembelajaran tentang pecahan dalam matematika dengan menggunakan Make A Match harus mampu menghasilkan sesuatu yang sudah ditargetkan. Dan tampak keberhasilan sudah dicapai dengan melihat hasil di Siklus I sebesar 33,33% dan meningkat menjadi 100% pada Siklus II. Melalui perencanaan yang matang dengan dipersiapkan semuanya mulai dari jadwal penelitian, lembar observasi, RPP, soal evaluasi serta media peraga untuk kegiatan perbaikan pembelajaran di tiap

siklus. Berdasarkan standar indikator yang ingin dicapai dalam PTK ini perlu ditargetkan sebagai bukti tentang keberhasilan sebuah penelitian ini. Hal ini menjadi referensi keberhasilan siswa tunagrahita dalam mengikuti pelajaran pecahan, meskipun kemampuan siswa tunagrahita dalam PTK ini masih belum maksimal secara menyeluruh. KESIMPULAN Melihat hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan refleksi dari sebuah perbaikan pembelajaran pecahan dalam matematika dengan metode Make A Match pada kelas V SDLB SLB B/C Yayasan Putra Buahdua Kabupaten Sumedang dapat disimpulkan. Saran Disarankan agar dalam penelitian ini diperlukan sebuah dukungan yang konsisten agar terwujud perbaikan pembelajaran tentang pecahan dalam matematika dengan menggunakan Make A Match. Agar tercapai semaksimal mungkin dalam PTK Ini, diperlukan beberapa pola yang memudahkan siswa tunagrahita yaitu : 1. Dalam tugas kelompok harus

menarik sehingga siswa tunagrahita tertarik dengan tugas pecahan dalam matematika.

2. Pembelajaran pecahan dalam matematika dengan menggunakan metode Make A Match harus diselaraskan dengan kemampuan siswa tunagrahita agar siswa menjadi aktif dan kreatif.

3. Penilaian pembelajaran pecahan dalam matematika harus apa adanya dalam tugas kelompok siswa.

Page 11: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

129

Saran yang ingin disampaikan agar hal ini bisa ditindaklanjuti kedepannya oleh guru-guru kelas di SDLB dalam rangka mengatasi masalah pembelajaran dan juga sebagai kompetensi guru dalam mengajar, maka hasil penelitian dapat disosialisasikan melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di Gugus XLIV SLB Kab. Sumedang. DAFTAR PUSTAKA BNSP, (2006), Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika Kelas V SD/MI, Jakarta : Gramedia.

Frederick, Leslie M, (2000), Azas Matematika, Kualalumpur Malaysia.

Kerami, Djati dan Ellya Iswati, (1995), Glosarium Matematika, Jakarta : Balai Pustaka.

Mastur Burhanudin, dkk (2007), Belajar Matematika untuk SD/MI Kelas V, Bandung, PT. Sarana Panca Karya Nusa.

Siskandar, dkk (2010), Belajar Aktif Matematika untuk SD/MI, Jakarta : Gramedia.

Page 12: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

130

MENINGKATKAN BAHASA YANG BAIK DALAM KELUARGA BAGI SISWA TUNAGRAHITA KELAS X SMALB

DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN DI SLB B-C YAYASAN PUTRA BUAHDUA KAB. SUMEDANG

Oleh :

Een Suryatin (SLB B-C Yayasan Putra Buahdua)

ABSTRAK

Sikap keseriusan dan kreatifitas seorang guru dalam mendidik siswanya merupakan sikap profesionalisme yang harus dipertahankan dalam setiap kegiatan pembelajarannya di sekolah. Karena sikap solid dan dinamis seorang guru inilah pembelajaran menjadi mudah dipahami siswa sehingga efektifitas materi pembelajaran terpenuhi sesuai dengan target. Kesuksesan sebuah pembelajaran di kelas terlepas dari adanya sikap profesionalisme guru melalui metode bermain peran yang jelas dan terarah. Oleh karena itu seorang guru selalu mempertimbang kan metode pembelajaran lain yang efektif dan tepat sehingga dapat meningkat kan kemampuan siswa tunagrahita dalam bermain peran keluarga sikap sehari-hari di rumahnya sendiri demi kemajuan sikap dan intelegensi sangat dibutuhkan sekali. Karena perbaikan pembelajaran bagi siswa tunagrahita melalui metode bermain peran kelas X SMALB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang memiliki tujuan : (1) memudahkan dalam mendeteksi kemampuan siswa tunagrahita kelas X SMALB dalam aspek bermain peran dalam peran bahasa di keluarga sehari-hari di rumahnya, (2) memudahkan dalam meningkat kan kemampuan siswa tunagrahita kelas X SMALB dalam proses pembelajaran dengan materi peran bahasa di keluarga dengan menggunakan metode bermain peran, (3) untuk memudahkan mengetahui besarnya peningkatan kemampuan siswa tunagrahita dalam materi aspek peran bahasa di keluarga sehari-hari di rumahnya sendiri. Dengan demikian hasil penelitian perbaikan pembelajaran dengan diterapkannya metode bermain peran dapat ditingkatkan. Berdasarkan penelitian bahwa hasil belajar siswa tunagrahita kelas X SMALB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang reratanya mulai meningkat pada Siklus I yaitu 33,33 % menjadi 100 % pada Siklus II. Uraian penelitian perbaikan pembelajaran menyimpulkan bahwa metode bermain peran yang diterapkan guru dapat meningkatkan kemampuan siswa, karena itu peneliti menyarankan agar metode bermain peran diterapkan dengan baik dan sangat relevan sekali dalam pembelajaran sikap peran bahasa di keluarga di Sekolah Luar Biasa ( SLB ). KATA KUNCI : Metode bermain peran, siswa tunagrahita, memahami bahasa

Page 13: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

131

LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan bahasa dalam sebuah pembelajaran di kelas merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan komunikasi anak dimanapun ia berada. Meski rintangan dalam berbahasa sangat besar, namun tetap perlu keseriusan dan berusaha untuk bisa dipahami sehingga suasana dimanapun, terutama di keluarga menjadi nyambung dalam berkomunikasi. Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas, 2003), bahwa pendidikan yang baik harus menjadikan siswa yang taqwa, beriman dan beramal tanpa harus dibebani. Jadi pembelajaran bahasa jangan sampai membebani siswa yang berkebutuhan khusus yang nantinya bisa mengganggu kosakata bahasa dalam keluarga. Bermain peran dalam meningkatkan kemampuan berbahasa sederhana yang dilakukan dalam kehidupan berkeluarga harus bisa meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Jhon Dewey Bloom, menjelaskan bahwa pendidikan yang baik harus bisa meningkatkan ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Karena tiga ranah tersebut wajib dimiliki, dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dimanapun ia berada. Terutama kreatif seorang guru di sekolah juga menentukan keberhasilan kemampuan bahasa anak sebagai siswa tunagrahita. Melalui metode bermain peran dalam menggunakan bahasa dalam keluarga akan membantu siswa tunagrahita dalam membuka komunikasi yang interaktif dalam lingkungannya dimana ia berada. Ketika dalam proses pembelajaran kemampuan siswa tunagrahita tertantang untuk memecahkan dirinya yang tersirat

dalam sikap, perasaan, emosi, tingkah laku dan nilai. Melihat permasalahan dalam proses pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas untuk memperbaikinya dengan judul “Meningkatkan Bahasa Yang Baik Dalam Keluarga Bagi Siswa Tunagrahita Kelas X SMALB Dengan Menggunakan Metode Bermain Peran Di SLB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang.” TUJUAN PENELITIAN Ketika penelitian dilakukan, memiliki tujuan yang diharapkan seorang guru bisa diarahkan ke pencapaian yang maksimal, karena proses pembelajaran siswa tunagrahita selama ini belum optimal, sehingga ungkapan bahasa dalam keluarga perlu dipola yang baik tapi terarah. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : 1. Bagi siswa a. Mendapatkan pengalaman

berbahasa melalui metode bermain peran sehingga mudah berkomunikasi.

b. Mendapatkan pengalaman pembelajaran bahasa menjadi ringan dalam kehidupan keluarga, serta bisa membantu siswa yang belum paham.

c. Mendapatkan sebuah pengalaman dalam mengungkapkan bahasa dalam keluarga melalui metode bermain peran.

2. Bagi guru a. Mendapatkan pengalaman

mendidik dan mengajar serta melatih dengan menggunakan metode bermain peran.

Page 14: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

132

b. Mendapatkan pengalaman tentang meningkatkan bahasa dalam bermain peran keluarga.

c. Mendapatkan pengalaman mendidik dan mengajar serta melatih siswa tunagrahita dengan mengarahkan siswa tunagrahita menjadi siswa yang aktif bermain peran keluarga dari segi berbahasa.

3. Bagi sekolah Mendapatkan hasil belajar yang lebih baik, untuk menghasilkan yang optimal dalam berbahasa di keluarganya sehingga pembelajarannya meingkat terus.

BAHASA DALAM METODE BERMAIN PERAN Dengan metode bermain peran, bahasa menjadi alat untuk memahami perasaan orang lain, bertoleransi, mampu menghayati yang diperankan, empati terhadap orang lain dan termasuk mengembangkan kemampuan dalam keterampilan (vokasional). TAHAP-TAHAP METODE BERMAIN PERAN TENTANG BAHASA Langkah yang diambil dalam tahapan ini adalah : 1. Menghangatkan kelompok 2. Memiliki partisipasi 3. Menyusun tahap-tahap 4. Menyiapkan pengamat 5. Langkah memainkan peran 6. Langkah diskusi dan evaluasi 7. Langkah memainkan peran lagi 8. Langkah diskusi dan evaluasi kembali 9. Langkah sebagai pengalaman dan

generalisasi

KEUNGGULAN BAHASA DALAM BERMAIN PERAN Dimana dengan metode bermain peran bagi siswa tunagrahita mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain ( adaptasi ), menghargai perasaan orang lain dan bertoleransi dengan rekan-rekannya dalam proses pembelajaran di kelas. Bahasa bagi siswa tunagrahita merupakan pembelajaran yang sangat penting, bila dapat memahaminya maka materi pembelajaran bahasa dengan mudah bisa dipahami, dan dengan sendirinya prestasi belajarnya bisa diraihnya tanpa ada kesulitan yang memberatkan. ANALISIS DATA PERSIKLUS 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran 1, soal tes 1 dan tes 2 serta media pembelajaran yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Kegiatan Siklus I dilaksanakan pada minggu ke-5 bulan Juli 2019 di kelas X SMALB tunagrahita dengan jumlah siswa 3 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diberi tes-1 dan tes-2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes-1 dan tes-2.

Page 15: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

133

c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus I Siklus 1 terdiri dari 2 pertemuan dengan alokasi waktu per pertemuan sebanyak 2 jam pelajaran ( 2 x 45 menit ). Penjabaran hasil tindakan Siklus I pertemuan pertama dan kedua secara lengkap dideskripsikan dalam tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa tingkatan pencapaian hasil belajar selama diadakan pembelajaran dengan metode bermain peran melalui soal jawaban Siklus I belum menunjukkan hasil yang maksimal. Data secara parsial memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar data pertemuan pertama sampai kedua sebesar 5,80 poin dari nilai terendah kelas 60,00 menjadi 65,00. Namun setelah dianalisa secara kumulatif nilai rerata Siklus I dari pertemuan pertama dan kedua yakni nilai tertinggi 72,50, nilai terendah 55,00, nilai rerata kelas sebesar 62,50dan pencapaian KBM 65 sebanyak 1 orang ( 33,33% ) dari jumlah peserta didik keseluruhan sebanyak 3 orang. Walau demikian secara kumulatif hasil belajar peserta didik belum sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian tetapi setidaknya metode bermain peran melalui soal jawaban memiliki pengaruh yang baik pada hasil belajar peserta didik dilihat secara perorangan.

Singkatnya hasil belajar Siklus I belum sesuai dengan indikator penelitian sebesar 80%. Peserta didik mencapai KBM sebesar 65 yakni hanya mencapai 33,33% sebagaimana tersaji dalam Diagram 1 berikut

Belum tercapainya indikator keberhasilan pembelajaran tentunya terkait dengan beberapa kelemahan yang ada selama kegiatan pembelajaran Siklus I pertemuan pertama dan kedua berlangsung. Temuan lain dalam Siklus I sebagaimana diungkapkan oleh observer yakni : a. Kondisi siswa yang selalu ingin keluar

kelas untuk bermain dengan temannya.

b. Siswa yang masih belum bisa beradaptasi dengan baik bahasa dalam peran keluarga dengan menggunakan metode bermain peran.

Dari uraian tersebut di atas, masih belum maksimal pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan pembelajaran dengan metode bermain peran pada Siklus II. Peneliti dalam hal ini memberikan refleksi atas kelemahan yang dimiliki selama kegiatan pembelajaran Siklus I guna diterapkan selanjutnya seperti diuraikan berikut ini. a. Peneliti berupaya 1) memberi

penguatan baik secara verbal maupun non verbal bagi siswa yang belum memahami materi yang

Page 16: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

134

dipakai, 2) mengadakan pengawasan agar siswa fokus dengan tugas dalam bermain peran yang sedang dibahas.

b. Meningkatkan pemahaman yang sangat baik tentang peran keluarga dalam bahasa Indonesia, peneliti terus memberikan motivasi agar siswa serius dalam meningkatkan melaksanakan tugas dalam bermain peran dengan bahasa yang mudah dimengerti, sederhana tapi efektif serta terarah.

2. Siklus II a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran Siklus II, soal tes 3 dan tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui proses belajar mengajar untuk Siklus II dilaksanakan pada minggu ke-5 bulan Juli 2019 di kelas X SMALB tunagrahita dengan jumlah siswa 3 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diberi tes 3 dan tes 4 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes 3 dan tes 4. c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus II Pada Siklus II ini dilaksanakan selama 2 pertemuan dengan alokasi waktu per pertemuan sebanyak 2 jam pelajaran (2 x 45 menit). Gambaran hasil tindakan Siklus II yang terdiri dari pertemuan ketiga dan keempat seperti tersaji dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 di atas memaparkan bahwa tingkat pencapaian hasil belajar selama pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran Siklus II tergolong sangat baik, memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar dari pertemuan ketiga dan keempat sebesar 0,00 poin dari nilai rerata kelas 76,67 menjadi 76,67. Sementara hasil analisa secara kumulatif nilai rerata Siklus II dari pertemuan ketiga dan keempat yakni nilai tertinggi 85,00 nilai terendah 70,00, nilai rerata kelas sebesar 76,67 dan pencapaian KBM 65 sebanyak 3 orang ( 100% ) dari peserta didik keseluruhan sebanyak 3 orang. Data ini memperlihatkan bahwa indikator keberhasilan penelitian telah tercapai ( mastery learning ) dan sesuai dengan indikator keberhasilan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa hasil belajar Siklus II mencapai 100% atau dapat dikatakan bahwa indikator penelitian sebesar 80% peserta didik memperoleh KBM sebesar 65,00 tercapai sebagaimana tersaji dalam Diagram 2 sebagai berikut.

Page 17: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

135

Tercapainya indikator keberhasilan pembelajaran tidak lepas dari usaha seorang guru pembelajaran Siklus II. Adapun dua refleksi yang diambil dari akhir pembelajaran Siklus II dan selanjutnya pada Siklus II guna memperbaiki kegiatan pembelajaran adalah :

1. Guru lalu mengklasifikasikan siswa kelas X SMALB tunagrahita di SLB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang berdasarkan tingkat intelegensinya. Selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran yakni setiap siswa yang terdiri dari 66,67 % dari siswa yang mempunyai predikat di atas rata-rata dan sisanya 33,33 % berada di bawah rata-rata.

2. Peneliti berusaha menambah pembelajaran sikap peran keluarga, dimana guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang materi yang diajarkan.

Hasil ini sebenarnya belum mencapai tingkat kesempurnaan dalam pembelajaran. Meskipun demikian peneliti memutuskan untuk menghentikan tindakan pada Siklus II dikarenakan keterbatasan waktu dan supaya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di SLB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang.

DESKRIPSI PENINGKATAN HASIL TINDAKAN Merujuk kepada hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada Siklus I dan II bahwa proses pembelajaran mengunakan metode bermain peran mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Hasil tersebut dideskripsikan dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan metode bermain peran yang telah dilaksanakan pada siswa kelas X SMALB tunagrahita SLB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang memperlihatkan adanya peningkatan pada : 1. Nilai rerata kelas dari Siklus I sebesar

62,50 menjadi 76,67 pada Siklus II atau terjadi peningkatan nilai rerata kelas sebanyak 14,17 poin dari skala penilaian 0-100.

2. Pencapaian nilai KBM sebanyak 66,67% yakni dari 33,33% pada Siklus I menjadi 100% pada Siklus II.

Singkatnya terdapat KBM dari Siklus I, dan II seperti tersaji dalam Diagram 3 berikut ini.

Page 18: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

136

KESIMPULAN Meningkatkan bahasa di keluarga melalui metode bermain peran dengan upaya Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) telah menunjukkan hasil yang cukup baik sesuai dengan yang diinginkan. Realitas ini bisa dilihat dari rerata nilai hasil penelitian pada setiap siklus tindakan perbaikan pembelajaran yaitu 33,33% pada Siklus I, lalu meningkat pada Siklus II menjadi 100%. Melalui perencanan pembelajaran yang terencana dengan baik dan terarah pada siswa tunagrahita mengalami perbaikan yang jelas setelah disesuaikan dengan analisis dan refleksi pembelajaran sebelumnya. Untuk meningkatkan dan mengembangkan Kompetensi Inti ( KI ) dan Kompetensi Dasar ( KD ) menyangkut materi perbandingan dari setiap penguasaan bahasa di keluarga yang dikuasainya di kelas X SMALB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang. Berdasarkan penjelasan di atas diharapkan baik dari indikator keberhasilan pembelajaran, tujuan pembelajaran, tujuan perbaikan pembelajaran materi pengajaran, langkah-lagkah pembelajaran, sarana dan sumber pembelajaran serta penilaian pembelajaran adanya keselarasan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dari setiap siklus.

Mengacu kepada rencana pembelajaran yang telah ditetapkan, kemudian dilakukan kegiatan penilaian sesuai rencana untuk melihat kemampuan siswa tunagrahita dalam hasil pelaksanaan pembelajaran sedangkan kegiatan guru dan siswa tunagrahita kelas X SMALB tunagrahita SLB B-C Yayasan Putra Buahdua Kab. Sumedang dalam pelaksanaan pembelajaran walaupun dirasakan belum maksimal tetapi telah menunjukkan upaya peningkatan kemampuan siswa tunagrahita kelas X SMALB dalam memahami pembelajaran bahasa di keluarga melalui metode bermain peran. Saran Dengan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) belum optimal, ke depan siswa tunagrahita kelas X SMALB B-C Yyasan Putra Buahdua Kab. Sumedang dalam melakukan bahasa di keluarga melalui metode bermain peran perlu peningkatan secara optimal, oleh karena itu perlu dilakukan : 1. Materi yang diberikan tentang

bahasa di keluarga harus bisa memotivasi belajar siswa sehingga mampu meraih prestasi yang maksimal.

2. Pelaksanaan pembelajaran bahasa di keluarga melalui metode bermain peran harus bisa mendorong siswa tunagrahita kelas X SMALB lebih aktif belajar.

3. Kegiatan pembelajaran bahasa di keluarga harus bisa dinilai secara apa adanya, autentik, dan mengarah kepada kehidupan sehari-hari di rumah melalui dialog cerita.

Saran dan tindak lanjut bisa mengubah pola sikap dan pola pengetahuan guru dalam mengajar dan mendidik di kelas X SMALB tunagrahita dalam rangka mengatasi masalah pembelajaran dan mengembangkan profesinya, maka hasil

Page 19: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

137

perbaikan pembelajaran ini dapat disosialisasikan melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di Gugus XLIV SLB Kab. Sumedang. DAFTAR PUSTAKA Badudu, J.S, (1987), Pelik-Pelik Bahasa

Indonesia, Bandung : Pustaka Prima. Depdikbud, (2001), Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka.

Firdaus, Emsaga, (2002), Atlas Indonesia Lengkap, Administrasi dan Sumberdaya, Bandung : Firmaco.

Ninu Murliani, (2006), Belajar Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas X, Bandung : PT. Sarana Panca Karya

Hans Jurgen Press, (1999), Bermain Dengan Pengetahun, Dasar-Dasar Pengetahuan, Bandung : Angkasa.

Page 20: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

138

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI LULUSAN SMALB

TUNAGRAHITA UNTUK DAPAT BEKERJA MELALUI PENERAPAN PROGRAM PERSIAPAN KERJA

DAN WORKSHOP SHELTER DI SLB ANGKASA LANUD SULAIMAN

Oleh

Ratnaningsih (SLB Angkasa Lanud Sulaiman)

ABSTRAK

Berangkat dari permasalahan yang terjadi di sekolah saya, SLB Angkasa Lanud Sulaiman, permasalahan yang perlu segera ditangani pada aspek Standar Kompetensi Lulusan, yakni banyaknya alumni atau lulusan SMALB yang keberadaannya masih ada di sekolah, terutama lulusan SMALB tunagrahita padahal mereka sudah lulus atau menyelesaikan pendidikan formal. Layanan pembelajaran yang diberikan sudah bukan lagi wewenang pendidikan formal. Dengan melihat pentingnya kesesuaian antara ketiga unsur yaitu kurikulum/program keterampilan vokasional dengan tugas perkembangan anak tunagrahita dan kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja di masa sekarang dan di masa yang akan datang, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tindakan sekolah terhadap para lulusan SMALB tunagrahita melalui sebuah program yang menjadi kebjakan sekolah dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di SLB Angkasa Lanud Sulaiman. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa program persiapan kerja dan program workshop shelter dengan materi-materi pembelajaran vokasionalnya yang aplikatif, tepat sesuai dengan kemampuan anak dan kebutuhan di lingkungan sekitar dapat meningkatkan kompetensi lulusan SMALB tunagrahita di SLB Angkasa Sulaiman Kabupaten Bandung. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yang tertuang dalam catatan lapangan dengan bertambahnya kemampuan melakukan unjuk kerja atau praktek yang dilakukan peserta didik lulusan SMALB tunagrahita dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 apabila dibandingkan dengan hasil asesmen dan siklus 1. Keberhasilan pembelajaran tersebut dapat diperoleh apabila proses yang dilakukan oleh guru dilakukan dengan benar mulai dari asesmen yaitu mencari informasi secara tepat mengenai kemampuan dan ketidakmampuan peserta didik yakni lulusan SMALB tunagrahita sebagai dasar untuk menerima materi-materi keterampilan vokasional hingga materi-materi pembelajaran vokasional dalam program persiapan kerja dan program workshop shelter yang disusun lebih aplikatif, tepat dan bermakna bagi lulusan SMALB tunagrahita secara individual KATA KUNCI : Lulusan SMALB, Keterampilan Vokasional, Workshop Shelter

Page 21: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

139

PENDAHULUAN Banyaknya alumni atau lulusan SMALB yang keberadaannya masih ada di sekolah, terutama lulusan SMALB tunangrahita padahal mereka sudah lulus atau menyelesaikan pendidikan formal. Layanan pembelajaran yang diberikan sudah bukan lagi wewenang pendidikan formal. Tetapi sebagai pendidik saya tidak bisa membiarkan dan menutup mata atas keberadaan mereka, perlu dilakukan tindakan untuk mengatasi itu semua. Dari beberapa sumber yang saya baca bahwa fokus sasaran pendidikan pada jenjang SMALB bagi anak tunagrahita dititik beratkan pada kecakapan vokasional. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa mereka mengalami kelemahan pada hal-hal yang bersifat akademik. Tujuan dari sasaran pendidikan tersebut agar mereka dapat hidup mandiri. (Rochyadi & Alimin, 2005; 42). Tetapi kenyataan dilapangan membuktikan sebagaian besar anak tunagrahita yang menempuh pendidikan vokasional di SMALB tidak mendapatkan kesempatan bekerja. Keadaan seperti itu bukan semata-mata karena keterbatasan yang dialami peserta didik tunagrahita, akan tetapi juga karena terdapat kesenjangan antara program pendidikan di sekolah (SLB) dengan harapan orang tua dan harapan lingkungan. Pengelolaan pembelajaran vokasional bagi tunagrahita ini tidak mudah. Jika dikaitkan dengan potensi tunagrahita yang bervariasi dan bersifat individual. Di sisi lain kondisi tunagrahita yang masih dalam taraf belajar kemampuan vokasional, tentu belum dapat menghasilkan kualitas hasil produksi yang memenuhi persyaratan pasar. Proses pembelajaran dan pelatihan merupakan implementasi dari perencanaan program pembelajaran

(kurikulum) yang dibuat oleh guru di sekolah. Mumpuniarti (2007:3) menyebutkan bahwa salah satu hal yang menjadi penyebab tidak dapat bekerjanya sebagian besar anak tunagrahita setelah lulus dari sekolah adalah karena kurikulum/program pendidikan vokasional yang sesuai bagi tunagrahita belum diketemukan. Sebagaimana telah diketahui bahwa kurikulum yang dibuat harus disesuaikan dengan tugas perkembangan siswa, terlebih lagi kurikulum/program pendidikan vokasional bagi tunagrahita. Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam perkembangan intelegensia dan perilaku adaptif. Sehingga kurikulum yang dibuat harus betul-betul memperhatikan hambatan, kebutuhan dan tugas perkembangan mereka. Di sisi lain sebuah kurikulum, terutama kurikulum keterampilan vokasional, harus memenuhi tuntutan kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Idealnya suatu kurikulum program pendidikan vokasional yang dirancang oleh guru perlu memperhatikan tugas perkembangan yang telah dan yang akan dicapai siswa pada usia tertentu. Kompetensi yang dihasilkan dari pembelajaran pun perlu mengacu pada kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja. Karena itu adalah penting untuk diperhatikan bahwa keterampilan yang dipelajari dan dilatihkan di kelas disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, potensi, minat dan perilaku siswa. Seiring dengan itu, materi yang disampaikan kepada siswa diberikan dengan tujuan agar siswa dapat menguasai materi yang dipelajari dan dilatihkan, sehingga mereka memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan kompetensi di perusahaan-perusahaan.

Page 22: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

140

Dengan melihat pentingnya kesesuaian antara ketiga unsur yaitu kurikulum/program keterampilan vokasional dengan tugas perkembangan anak tunagrahita dan kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja di masa sekarang dan di masa yang akan datang, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tindakan sekolah terhadap para lulusan SMALB tunagrahita melalui sebuah program yang menjadi kebjakan sekolah dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di SLB Angkasa Lanud Sulaiman yang berjudul “UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI LULUSAN SMALB TUNAGRAHITA UNTUK DAPAT BEKERJA MELALUI PENERAPAN PROGRAM PERSIAPAN KERJA DAN WORKSHOP SHELTER DI SLB ANGKASA LANUD SULAIMAN”. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan sebuah upaya sistematis dalam rangka menemukan suatu pemecahan dalam bidang kajian tertentu baik secara teoritis maupun praktis. Oleh karena itu sangat dibutuhkan metode yang tepat agar penelitian tersebut dapat berjalan dengan efektif. Metode tersebut sangat diperlukan agar penelitian dapat dilakukan secara sistematis, terarah, serta sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana penelitian. Demikian pula halnya dalam pelaksanaan penelitian ini, maka pada bab III membahas mengenai metode penelitian. Aspek-aspek tersebut diuraikan sebagai berikut: PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode Penelitian

Tindakan Sekolah (PTS), karena permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan permasalahan yang ada di sekolah. Dengan penelitian ini merupakan upaya saya selaku kepala sekolah untuk dapat secara langsung memperbaiki dan meningkatkan kompetensi lulusan sekolah yang lebih berkualitas dan siap bekerja di masyarakat. Sementara itu masih mengacu pada Depdikbud (1999:30) tentang pelaksanaan penelitian tindakan dikatakan bahwa “Penelitian tindakan dapat dilakukan secara kolaboratif antara personil sekolah dengan peneliti,” maka penelitian ini dilakukan secara bekerjasama atau bermitra dengan guru SMALB dan guru yang bertugas sebagai koordinator pembelajaran vokasinal di SLB Angkasa Lanud Sulaiman untu menyusun instrument asesmen kemampuan lulusan SMALB tunagrahita dan perumusan dan pengembangan materi program persiapan kerjadan program workshop shelter, yang akan diujikan dan dilaksanakan secara empirik dan kolaboratif. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Waktu pelaksanaan PTS ini dari mulai persiapan penyusunan instrument asesmen, pelaksanaan asesmen, interpretasi hasil asesmen, penyusunan materi program, penyaluran peserta program, pelaksanaan program, evaluasi program, dari mulai siklus ke satu dan terakhir siklus ke dua, dan menyusunan laporan PTS, membutuhkan renang waktu dari bulan Januari 2019 sampai dengan April 2019. Untuk lebih jelas jawdal PTS ada di bagian lampiran. Tempat penelitian di SLB Angkasa Lanud Sulaiman SMALB Tunagrahita, denga mengambil subjek penelitian empat lulusan SMALB tunagrahita dari beberapa

Page 23: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

141

lulusan SMALB yang keberadaannya masih ada di sekolah SLB Angkasa Lanud Sulaiman. PROSEDUR SIKLUS TINDAKAN Prosedur siklus tindakan dalam yang dilakukan di PTS ini direncanakan terdiri dari dua siklus tindakan, disusun untuk mempermudah peneliti dalam melakukan alur tindakan yang akan diberikan kepada siswa. Penjelasan setiap siklus tindakan adalah sebagai berikut: 1. Siklus 1 a. Tahap Perencanaan 1) Menyusun rencana pelaksanaan PTS 2) Menyusun instrument baseline

tentang kemampuan, minat dan bakat peserta didik.

3) Menyusun materi program persiapan kerja dan materi workshop shelter

4) Menyusun langkah-langkah pelaksanaan yang akan dilaksanakan oleh guru dan koordinator vokasional.

5) Menyusun format pemantauan terdiri dari pedoman observasi dan format quality cheklist

6) Menyusun instrumen evaluasi baik kemampuan peserta didik setelah mengikuti program persiapan kerja dan wokshop shelter, maupun evaluasi pelaksanaan program yang dilaksanakan gurudan koordinator vokasional.

7) Menyusun jadwal kegiatan. b. Tahap Pelaksanaan 1) Melakukan koordinasi dengan guru,

koordinator vokasional, orang tua peserta didik tentang pelaksanaan PTS.

2) Melaksanakan baseline. 3) Menginterpretasi hasil baseline

4) Penentuan peserta didik yang masuk program persiapan kerja dan program workshop shelter.

5) Pelaksanaan pembelajaran sesuai materi program persiapan kerja dan program workshop shelter oleh guru dan koordinator vokasional.

c. Tahap Pengamatan 1) Melakukan pemantauan sesuai

dengan pedoman observasi 2) Mengisi format lembar observasi dan

quality cheklist. 3) Melakukan evaluasi kemampuan

peserta didik dan evaluasi pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh guru dan koordinator vokasional.

4) Menyusun dokumen pengamatan d. Ananlisis dan refleksi 1) Melaksanakan pengolahan data dan

menggambarkan trend kemampuan peserta didik yang mengikuti program persiapan kerja dan workshop shelter.

2) Mereview kesesuain pelaksanaan pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana.

3) Mengidentifikasi kendala dan kelemahan selama proses tindakan.

4) Mengidentifikasi kelebihan / keunggulan dalam proses tindakan yang sudah dilaksanakan.

5) Mengidentifikasi rekomendasi teknis untuk memaksimalkan kemampuan peserta didik yang mengikuti program persipan kerja dan workshop shelter agar benar-benar siap untuk bekerja.

2. Siklus 2 a. Tahap Perencanaan 1) Menyusun rencana pelaksanaan

tindakan 2 berdasarkan hasil refleksi dari tindakan 1.

Page 24: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

142

2) Menyusun materi perbaikan / pengembangan berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada tindakan 1 untuk program persiapan kerja dan materi workshop shelter

3) Menyusun langkah-langkah perbaikan pelaksanaan yang akan dilaksanakan oleh guru dan koordinator vokasional.

4) Menyusun perbaikan format pemantauan terdiri dari pedoman observasi dan format quality cheklist

5) Menyusun perbaikan instrumen evaluasi baik kemampuan peserta didik setelah mengikuti program persiapan kerja dan wokshop shelter, maupun evaluasi pelaksanaan program yang dilaksanakan guru dan koordinator vokasional.

b. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran sesuai materi perbaikan yang telah disusun untuk program persiapan kerja dan program workshop shelter oleh guru dan koordinator vokasional. c. Tahap Pengamatan 1) Melakukan pemantauan sesuai

dengan pedoman observasi 2) Mengisi format lembar observasi dan

qualiy cheklist yang telah diperbaiki. 3) Melakukan evaluasi kemampuan

peserta didik dan evaluasi pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh guru dan koordinator vokasional.

4) Menyusun dokumen pengamatan d. Analisis dan refleksi 1) Melaksanakan pengolahan data dan

menggambarkan trend kemampuan peserta didik yang mengikuti program persiapan kerja dan workshop shelter.

2) Mereview kesesuaian pelaksanaan pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana.

3) Mengidentifikasi kendala dan kelemahan selama proses tindakan.

4) Mengidentifikasi kelebihan / keunggulan dalam proses tindakan yang sudah dilaksanakan.

5) Mengidentifikasi rekomendasi teknis untuk memaksimalkan kemampuan peserta didik yang mengikuti program persipan kerja dan workshop shelter agar benar-benar siap untuk bekerja.

Untuk lebih mudah memahami alur dari siklus PTS ini, maka buatlah gambar alur siklus PTS berikut ini:

Gambar 1

Alur Siklus PTS

ANALISIS DATA 1. Siklus 1 Data yang diperoleh dari siklus 1 ini adalah data kualitatif yang diperoleh melalui proses observasi dan quality cheklist. Data yang terkumpul akan dianalisis dan diolah dengan teknik sebagai berikut: a. Reduksi data, yakni untuk

memisahkan data yang diperlukan dan kurang diperlukan.

Page 25: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

143

b. Display data dalam bentuk deskripsi sehingga memudahkan untuk membaca dan memaknai data yang terkumpul.

c. Interpretasi data yakni menafsirkan data yang terkumpul untuk disimpulkan dengan melihat keterkaitan atau hubungan antara bagian/aspek yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat diambil makna penting dari penelitian yang telah dilakukan.

Agar informasi yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan dan tujuan maka dilakukan langkah-langkah secara sistematis dalam siklus 1 ini yaitu: a. Orientasi lapangan Orientasi bertujuan untuk mengetahui pemetaan masalah yang akan diteliti sehingga jelas dan terarah. Dari kegiatan orientasi ini terinventarisir segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana penelitian. Kegiatan orientasi memberikan bekal bagi peneliti untuk merumuskan fokus masalah dengan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian dan inilah embrio dari masalah penelitian yang akan diteliti. b. Eksplorasi Pada langkah ini peneliti melakukan kegiatan-kegiatan yang akan mendukung pelaksanaan penelitian dalam rangka pengumpulan data. Peneliti melakukan aktivitas melakukan pengamatan langsung/observasi terhadap aktivitas yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian. Pada siklus ini peneliti dapat mengumpulkan data/informasi selengkap mungkin sehingga dapat dijadikan bahan analisis dan pembahasan. c. Member check Pada langkah ini, yang dilakukan adalah membuat laporan hasil penelitian.

Maksudnya setelah seluruh data yang diinginkan telah berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan pengecekan dengan benar untuk mencapai keabsahan, serta relevansi data dengan permasalahan yang diajukan sebelumnya. Kegiatan ini bertujuan agar data-data yang diperoleh menjadi valid, reliable dan obyektif, serta hasil penelitian terhindar dari bias-bias tertentu. Sarana operasional pada langkah member check adalah: 1) Melakukan pengecekan ulang semua

data yang terkumpul dengan melakukan perbandingan substansi penelitian seperti yang disusun dalam pedoman penelitian dan relevansinya dengan permasalahan penelitian.

2) Apabila data yang dikumpulkan ada yang belum lengkap, maka peneliti meminta informasi ulang kepada pelaksana program yaitu guru dan koordinator vokasional sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

3) Meminta kejelasan dan kepastian, apabila terdapat informasi data yang tidak jelas dari pelaksana program.

4) Jika pada saat member check berlanjut ternyata ditemukan data dan informasi yang belum lengkap maka akan dihimpun kembali melalui klarifikasi dengan pelaksana program dan peserta didik yang mengikuti program persiapan kerja dan workshop shelter melalui media komunikasi yang memungkinkan seperti telepon, email, dan sebagainya.

5) Triangulasi : Triangulasi yang dilakukan peneliti adalah dengan melakukan pembandingan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2005:330).

Page 26: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

144

Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka Moleong (2005:331) memberikan cara-cara yaitu: • Membandingkan data hasil observasi

dengan data hasil quality cheklist. • Membandingkan apa yang dikatakan

orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

• Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang.

• Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

2. Siklus 2 Data yang diperoleh dari siklus 2 ini adalah juga data kualitatif yang diperoleh melalui proses observasi dan quality cheklist. Data yang terkumpul akan dianalisis dan diolah dengan teknik sebagaimana yang dilekukan pada siklus ke 1 di atas. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Siklus 1 a. Tahap Perencanaan Pelaksanaan PTS pada siklus ke 1 diawali dengan asesmen terhadap kemampuan yang sudah dimiliki dan yang belum dimilki empat peserta didik, serta minat bakat peserta didik yang akan mengikuti program kesiapan kerja dan workshop shelter. Asesmen dilakukan oleh guru dan koordinator vokasional. Tahap Perencanaan dilakukan dari rentang waktu 20 Januari sampai dengan 28 Febuari 2019. Beberapa aspek dari asesment yang dibuat diantaranya adalah: 1) Kemampuan kognitif, diantarnya

adalah kemampuan dalam memahami intruksi/perintah yang diberikan, kemampuan dalam membaca kalimat sederhana dan kemampuan berhitung.

2) Kemampuan motorik peserta didik lulusan SMALB tunagrahita yang meliputi kemampua motorik kasar dan motorik halus.

3) Kemampuan interaksi dan komunikasi.

4) Bakat dan minat peserta didik lulusan SMALB tunagrahita untuk bekerja.

Hasil dari asesmen ini untuk mengetahui sejauhmana kemampuan, minat dan bakat peserta didik lulusan SMALB tunagrahita terutama dalam bekerja. Dari hasil tersebut, bersama-sama guru dan guru koordinator pembelajaran vokasional membuat dua kategori pengelompokkan untuk peserta didik lulusan SMALB tunagrahita yang mengikuti program persiapan kerja dan yang mengikuti program workshop shelter. Berikut adalah hasil asesmen dari lima peserta didik tersebut dan hasil test minat bakatnya: a) Peserta didik 1 Nama : Rn Kecenderungan potensi dasar peserta didik, secara umum belum berkembang secara optimal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kemampuan bahasa seperti pemahaman, kosa kata dan struktur bahasa menunjukan kemampuan sebagaimana yang diharapkan. Informasi tertulis sepenuhnya direspon sesuai pesan yang disampaikan. Kemampuan menulis tergolong cukup baik meskipun dari segi tata bahasa masih memerlukan peningkatan. Hal ini erat kaitannya dengan penguasaan bahasa. Demikian juga dalam kemampuan berhitung,seperti konsep-konsep dan keterampilan pemecahan masalah memerlukan perhatian khusus.

Page 27: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

145

Kecenderungan kecerdasan majemuk tidak begitu merata, tetapi cenderung mengarah kepada kecerdasan antar personal. Kematangan emosi dan sosial peserta didik baik. Hal ini menguntungkan karena peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara mudah. Aspek lain seperti konsentrasi, melatih ketelitian, motorik dan motivasi menunjukan gambaran yang cukup baik. Kondisi ini akan dapat membantu dalam mendukung perkembangan kemampuan bekerja peserta didik. Rekomendasi: (1) Materi pelajaran diseuaikan

bobotnya. (2) Strategi pembelajaran bisa bervariasi

dengan penekanan dalam diskusi kelompok.

(3) Ada pemantauan khusus. b) Peserta didik 2 Nama : A N Kecenderungan potensi dasar peserta didik secara umum dapat digambarkan sebagai berikut. Kemampuan bahasa seperti pemahaman, kosa kata, dan struktur bahasa belum dikuasai peserta didik. Kemampuan menulis meskipun nampak hasil tulisan kurang konsistensi hurufnya tetapi keterbacaan, ejaan, dan tata bahasanya cukup baik. Kemampuan berhitung secara keseluruhan nampak memerlukan perhatian seperti pemahaman konsep urutan bilangan, konsep pecahan, konsep lebih kurang, dan pemecahan masalah soal-soal cerita. Perkembangan emosi dan sosial ditampilkan cukup matang. Kecerdasan majemuk tidak merata tetapi cenderung kearah kecerdasan antar pribadi dan

special, sedangkan dalam hal konsentrasi, ketelitian, motorik, dan motivasi. Meskipun tampilannya cukup baik, tetapi nampaknya masih memerlukan pengembangan lebih baik lagi. Rekomendasi: (1) Materi pelajaran memperhatikan penguatan berhitung seperti tersebut diatas. (2) Strategi pembelajaran dapat bervariasi dengan perhatian diskusi kelompok. c) Peserta didik 3 Nama : F A Kecenderungan potensi dasar peserta didik secara umum cukup. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut. Kemampuan bahasa seperti pemahaman, kosa kata, dan struktur bahasa cukup baik dikuasai peserta didik. Demikian juga dalam menulis, ejaan, dan tata bahasa menunjukan kemajuan sesuai yang diharapkan. Kemampuan berhitung secara umum cukup, sedangkan hal yang memerlukan perhatian nampak pada penguatan konsep ukuran seperti kg,dm,cm,dsb. Demikian juga pemahaman untuk soal-soal cerita. Peserta didik tidak dapat menangkap perintah apa yang harus dikerjakan. Kematangan emosi dan sosial tergolong stabil dan mudah menyesuaikan diri. Sedangkan konsentrasi, motorik, ketelitian, dan motivasi nampaknya masih membutuhkan pengembangan lebih baik lagi. Dalam hal kecerdasan majemuk tidak begitu merata, tetapi cenderung kearah kecerdasan antar pribadi. Dengan kondisi diatas dapat direkomondasikan sebagai berikut : (1) Materi pelajaran sesuai dengan

tingkat perkembangan seusianya.

Page 28: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

146

(2) Strategi pembelajaran bisa bervariasi dengan tambahan diskusi kelompok.

b. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanakan dimulai dari rentang waktu 3 Maret 2019 sampai dengan 4 Oktober 2019. Pada tahap ini dua kelompok peserta didik diberikan pembelajaran berdasarkan materi yang telah disusun sesuai dengan kemampuan, minat, dan kebutuhan lingkungan sekitar. Pelaksanaan pembelajaran pada dua program tersebut adalah sebagai berikut: 1) Program persiapan kerja Di dalam program persiapan kerja ini terdapat dua macam pendidikan yang diberikan, yaitu pendidikan pravokasional (pendidikan yang bertujuan untuk menunjang program vokasional yang diberikan) dan pendidikan vokasional (pendidikan keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan digeluti yaitu tenaga cleaning service). Untuk materi pendidikan pravokasional program persiapan kerja sebagai tenaga cleaning service adalah sebagai berikut:

2) Program workshop shelter Perencanaan materi program workshop shelter ini mempertimbangkan jenis produk yang banyak diminati oleh warga sekitar. Jenis produk yang dipilih adalah tas. Sebelumnya guru koordinator vokasional merancang produk yang akan dibuat, kemudian bersama-sama guru SMALB tunagrahita melaksanakan pendidikan vokasional dalam program workshop shelter. Berikut materi dalam pendidikan vokasional pembuatan produk tas.

c. Tahap Pengamatan / Pengumpulan Data Tahap pengamatan ini dilakukan oleh peneliti sebagai kepala sekolah bersamaan dengan dilakukannya tahap pelaksanaan pendidikan dalam program persiapan kerja dan program workshop shelter. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan observasi dan pengisian lembar quality cheklist pada hasil produk workshop shelter, serta evaluasi kemampuan peserta didik setelah mengikuti pendidikan didalam kedua program tersebut. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, diperoleh sebuah gambaran adanya peningkatan kompetensi lulusan SMALB tunagrahita di SLB Angkasa Sulaiman Kabupaten Bandung untuk siap bekerja setelah dilakukan pembelajaran vokasional yang dilaksanakan dalam 2 siklus tindakan. Hal ini ditunjukkan dari peningkatan kompetensi peserta didik lulusan SMALB

Page 29: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

147

tunagrahita dalam mempraktekkan materi-materi pembelajaran vokasional yang diberikan dalam program persiapan kerja dan program workshop shelter dari siklus 1 sampai siklus 2. Peningkatan kompetensi lulusan SMALB tunagrahita dalam mengusai keterampilan-keterampilan dalam materi pembelajaran program persiapan kerja dan workshop shelter ini dapat memberikan gambaran bahwa keberhasilan pembelajaran dapat diperoleh apabila proses yang dilakukan oleh guru SMALB, guru koordinator pembelajaran vokasional, kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran, orangtua, dan masyarakat sekitar dapat dilakukan dengan benar mulai dari asesmen yaitu mencari informasi secara tepat mengenai kemampuan dan ketidakmampuan peserta didik. Apabila guru memiliki data hasil asesmen, maka pembelajaran akan lebih efektif karena layanan pembelajaran yang diberikan oleh guru akan sesuai dengan kebutuhan anak. Di samping itu, penyusunan materi-materi pembelajaran vokasional yang aplikatif sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekitar dan sesuai dengan kemampuan peserta didik, dapat memberikan pengaruh yang positif juga terhadap peningkatan kompetensi lulusan SMALB tunagrahita untuk dapat siap bekerja di tengah masyarakat sehingga dapat hidup mandiri, tidak bergantung kepada orang lain. Hambatan intelegensi atau kecerdasan yang dialami peserta didik tunagrahita akan menuntut guru untuk memberikan pembelajaran yang lebh aplikatif berguna untuk kehidupannya yang lebih mandiri. Penerapan program persiapan kerja dan program workshop shelter yang materi-materinya aplikatif secara signifikan dapat meningkatkan kompetensi lulusan SMALB tunagrahita untuk siap bekerja.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa program persiapan kerja dan program workshop shelter dengan materi-materi pembelajarn vokasionalnya yang aplikatis, tepat sesuai dengan kemampuan anak dan kebutuhan di lingkungan sekitar dapat meningkatkan kompetensi lulusan SMALB tunagrahita di SLB Angkasa Sulaiman Kabupaten Bandung. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yang tertuang dalam catatan lapangan dengan bertambahnya kemampuan melakukan unjuk kerja atau praktek yang dilakukan peserta didik lulusan SMALB tunagrahita dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 apabila dibandingkan dengan hasil asesmen dan siklus 1. Keberhasilan pembelajaran tersebut dapat diperoleh apabila proses yang dilakukan oleh guru dilakukan dengan benar mulai dari asesmen yaitu mencari informasi secara tepat mengenai kemampuan dan ketidakmampuan peserta didik yakni lulusan SMALB tunagrahita sebagai dasar untuk menerima materi-materi keterampilan vokasional hingga materi-materi pembelajaran vokasional dalam program persiapan kerja dan program workshopshelter yang disusun lebih aplikatif, tepat dan bermakna bagi lulusan SMALB tunagrahita secara individual. Di samping itu, kerjasama antara guru SMALB dan guru koordinator vokasional dalam menerapkan tehnik-tehnik bimbingan yang tepat dapat memberikan pengaruh yang positif juga terhadap peningkatan kompetensi lulusan SMALB tuna grahita yang dalam hal ini mengalami hambatan intelegensi atau kecerdasan.

Page 30: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

148

DAFTAR PUSTAKA Alimin, Z. (2008). Orientasi Ulang

Pendidikan Bagi Peserta Didik Tunagrahita dari pendekatan formal ke pendekatan fungsional. Online. Tersedia di http://Zainal.blogspot.com/2008/05/orientasi-ulang-pendidikan-bagi-peserta.html [ 6 Febuari 2014]

Amin. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep dan Aplikasi. Bandung. Alfabeta.

Astati. (201). Menuju Kemandirian Anak Tunagrahita. Tersedia: http://www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/1636020101246 .pdf [8 Maret 2014]

Astati. (2001). Anak dengan Hambatan Perkembangan. Tersedia: http://www.upi.edu [8 Maret 2014]

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyususnan KTSP, Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Atas Luar Biasa-Mata Pelajaran Keterampilan Bagi Tunagrahita Ringan. Jakarta; Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah direktorat Pendidikan Luar Biasa.

Depdiknas. (2007). Pedoman Pelaksanaan Mata Pelajaran Keterampilan Vokasionla/Teknologi Informasi dan Komunikasi Bagi Peserta Didik Tunagrahita Sedang di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Bandung; Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Ishartiwi. (2002). Pengembangan Kecakapan Hidup Anak berkelainan Berdasar Pada Multiplen Intelligence. Makalah Pelatihan Guru SLB. Yogyakarta.

Jungjunan, Agus. (2009). Kinerja Karyawan Tunagrahita – Studi Kasus Terhadap Karyawan Tunagrahita di Bengkel Leo Knalpot Jaya Jl. Raya Ujung Berung Km 10. Skripsi. Bandung. UPI.

Moh. Surya. (1981). Bimbingan Karir di Sekolah. Jakarta: BP3K.

Nolker, Helmut. (1983). Pendidikan Kejuruan-Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan. Jakarta: PT. Gramedia.

Rochyadi & Alimin, (2005), Pembelajaran Vokasional Bagi Tunagrahita, tersedia di http://upi.edu.co.id [10 April 2015]

Rochyadi & Alimin, (2005). Pengembangan Program Pembelajaran Sugiyono (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung; Alfabeta

Individual Bagi Anak Tunagrahita. Bandung. Dikti. Depdiknas.

Surachmad, W. (1994). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung :Tarsito.

Page 31: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

149

KEMAMPUAN MENGURUTKAN HASIL PENGUKURAN BERAT

DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BILANGAN PADA PENGGARIS BAGI SISWA TUNARUNGU

KELAS IV DI SLB PGRI KALIJATI

Oleh Aan Rokhyani

(Guru SLB PGRI Kalijati Subang)

ABSTRAK

Mengurutkan hasil pengukuran berat benda merupakan hal yang penting yang harus dimengerti oleh siswa Tunarungu kelas IV untuk memecahkan masalah dalam kegiatan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai dimana kemampuan siswa dalam mengurutkan hasil pengukuran berat dengan menggunakan media bilangan pada penggaris. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu kelas IV SLB PGRI Kalijati yang berjumlah 3 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes yang diterapkan dalam siklus I dan siklus II. Analisis data dengan menggunakan nilai rata-rata. Adapun dari hasil penelitian dari data yang diperoleh nilai rata-rata siklus II mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siklus I. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media bilangan pada penggaris dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengurutkan hasil pengukuran berat pada siswa tunarungu kelas IV di SLB PGRI Kalijati. KATA KUNCI: tunarungu, mengurutkan hasil pengukuran berat, bilangan pada penggaris.

PENDAHULUAN Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang wajib diikuti oleh semua siswa baik di tingkat dasar maupun tingkat lanjutan. Oleh sebab itu siswa perlu memahami materi-materi pada pelajaran matematika tersebut. Mengurutkan hasil pengukuran berat adalah merupakan salah satu kompetensi dasar yang terdapat dalam Kurikulum 2013 semester 2 kelas IV pada tema 3 dalam pembelajaran 6. Konsep pengkuran berat sangat penting bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Konsep dasar pengukuran berat benda akan sangat mempengaruhi konsep lain yang lebih tinggi. Dengan demikian konsep

mengurutkan hasil pengukuran berat di tingkat dasar merupakan titik awal pengetahuan siswa dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan hasil pengukuran berat di tingkat selanjutnya. Namun pada kenyataannya dalam menyampaikan konsep mengurutkan hasil pengukuran berat benda bukanlah hal yang mudah bagi guru dalam menyampaikan materi tersebut dan bukan pula hal yang mudah diterima oleh siswa. Proses kegiatan penyampaian materi mengurutkan hasil pengukuran berat ini diperlukan model pembelajaran yang tepat. Misalnya dengan menggunakan media konkrit seperti urutan bilangang

Page 32: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

150

pada penggaris. Benda kongkrit akan sangat membantu dalam memahami materi mengurutkan hasil pengukuran berat. Untuk itu dalam penelitian ini penulis akan menggunakan media bilangan pada penggaris dalam menjelaskan materi mengurutkan hasil pengukuran berat pada siswa Tunarungu kelas IV di SLB PGRI Kalijati.

RUMUSAN MASALAH Apakah penggaris dapat meningkatkan kemampuan sisiwa dalam mengurutkan hasil pengukuran berat pada siswa tunarungu kelas IV di SLB PGRI Kalijati?

TUJUAN 1. Meningkatkan kemampuan siswa

dalam mengurutkan hasil pengukuran berat pada pelajaran matematika pada siswa Tunarungu kelas IV di SLB PGRI Kalijati.

2. Memaparkan media penggaris yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengurutkan hasil pengukuran berat pada siswa Tunarungu kelas IV di SLB PGRI Kalijati.

KAJIAN PUSTAKA Pengertian pengukuran Pengukuran adalah suatu proses memberikan bilangan kepada kualitas fisik panjang, kapasitas, volume, luas, sudut, berat dan suhu. (kennedy dan tipps,1994).

Pengukuran adalah taksiran, jika seseorang anak menghitung banyaknya kelereng yang dipunyai, jumlah hitungannya adalah tepat. Tetapi jika anda mengukur tinggi tiang bendera dengan menggunakan

satuan meter maka maka hasil pengukuran anda adalah taksiran. (https://nurffadilah.wordpress.com). Pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang dianggap sebagai patokan sedangkan berat adalah sebuah benda (pelangi-iffah.blogspot.co).

Pengertian Penggaris

Penggaris atau mistar adalah sebuah alat pengukur dan alat bantu untuk Menggambar garis lurus. Terdapat berbagai macam penggaris dari mulai yang lurus sampai yang berbentuk segitiga siku-siku. Penggaris dapat terbuat dari plastik logam, pita dan sebagainya, juga terdapat penggaris yang dilipat. (Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Penggaris yang digunakan oleh penulis sebagai media dalam menyampaikan materi mengurutkan hasil pengukuran berat benda adalah penggaris yang terbuat dari kayu yang berukuran 100 cm / 1 meter. Pengertian Anak Tunarungu

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.

Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar, sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu

Page 33: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

151

memakai atau tidak memakai alat dengar. Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.

Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A. Kirk adalah berikut ini. 1. 0 db: Menunjukan pendengaran yang

optimal. 2. 0-26 db: Menunjukan seseorang masih

mempunyai pendengaran yang optimal.

3. 27 – 40 db: Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara.(tergolong tunarungu ringan).

4. 41 – 55 db: Mengerti bahasa percakapan tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terfi bicara (tergolong tunarungu sedang).

5. 56 – 70 db: Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).

6. 91 db: Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).

Karakteristik Tunarungu dalam segi emosi dan sosial adalah (1) Egosenrisme yang melebihi anak normal; (2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas; (3) Ketergantungan terhadap orang lain; (4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan; (5) Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah; dan (6) Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung (Kahilla16.blogspot.com2009). Mengurutkan Hasil Pengukuran Berat.

Masing-masing benda yang sudah diukur beratnya dengan menggunakan timbangan, kemudian diurutkan berdasarkan beratnya baik dari yang terkecil ke yang terbesar maupun sebaliknya. Bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan angka tersebut maka media bilangan penggaris dapat membantu dalam menjelaskan cara mengurutkan hasil pengukuran berat tersebut.

HIPOTESIS TINDAKAN Jika pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media bilangan pada penggaris, maka kemampuan mengurutkan hasil pengukuran berat pada siswa Tunarungu kelas IV di SLB PGRI Kalijati akan meningkat.

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau

Page 34: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

152

dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto, 2010: 3). Penelitian tindakan sifatnya bukan menyangkut hal-hal statis, tetapi dinamis, yaitu adanya perubahan. Penelitian tindakan bukan menyangkut materi atau topik pokok bahasan itu sendiri, tetapi menyangkut penyajian topik pokok bahasan yang bersangkutan, yaitu strategi, pendekatan, metode, atau cara untuk memperoleh hasil melalui sebuah kegiatan uji coba. Cara tersebut dicobakan berulang-ulang sampai memperoleh informasi yang mantap tentang pelaksanaan metode atau cara itu. Dengan sifatnya yang berulang-ulang dan terus menerus itulah, maka penelitian tindakan dapat disebut sebagai penelitian eksperimen berkesinambungan (Arikunto, 2010: 7).

Waktu, Tempat dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016 selama empat bulan (Februari sampai dengan Mei 2016). Tempat penelitian dilaksanakan di Ruang Kelas IV SDLB-B SLB PGRI Kalijati Jalan Tugu Timut No 69 Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang. Subjek penelitian terdiri dari tiga orang siswa. Satu putra berinizial WJR dan dua putri berinizial NRL Dan TMR.

Prosedur Siklus Tindakan Prosedur penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan. a. Siklus I Siklus pertama dilaksanakan pada bulan Februari 2016, kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1) Menyusun Rancangan Tindakan

(Planning) meliputi: menyiapkan berkas administrasi penelitian,

menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menyiapkan format pengumpulan data dan format observasi, setting ruang kelas, mengadakan diskusi dengan tim peneliti, dan mengadakan uji coba format pengumpulan data.

2) Pelaksanaan Tindakan (Acting) a) Siswa kelas IV masuk kelas

pembelajaran seperti biasa pada pukul 07.30 hingga pukul 12.00 wib.

b) Guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan RPP.

c) Siswa menyimak pembelajaran, guru memberi penekanan pada pembelajaran matematika tentang mengurutkan empat hasil pengukuran berat dengan menggunakan media penggaris.

d) Guru memberikan latihan sesuai penilaian dalam RPP.

e) Selama kegiatan berlangsung, guru merekam data hasil pengamatan terhadap siswa menggunakan format observasi. Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari.

3) Pengamatan (Observing) Kegiatan pengamatan dilakukan oleh guru sebagai peneliti, guru sebagai observer, dan kepala sekolah. Seluruh kegiatan yang terekam harus dicatat dalam format yang telah disediakan. Hal-hal yang harus dilakukan peneliti adalah: a) Mencatat semua reaksi siswa yang

timbul selama pembelajaran. b) Mencatat tingkat ketercapaian

hasil belajar pada setiap siswa. c) Mengumpulkan data siswa

selengkapnya selama pembelajaran.

d) Peneliti sebagai guru melakukan “pengamatan balik” selama pembelajaran berlangsung.

Page 35: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

153

b. Siklus II Siklus kedua dilaksanakan dilaksanakan pada bulan Maret 2016 bersama tiga orang siswa kelas IV yang berinisial: NRL, WJR, dan TMR. 1) Menyusun Rancangan Tindakan

(Planning) meliputi: menyiapkan berkas administrasi penelitian, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menyiapkan format pengumpulan data dan format observasi, setting ruang kelas, dan mengadakan diskusi dengan tim peneliti.

2) Pelaksanaan Tindakan (Acting) a) Siswa kelas IV masuk kelas untuk

melaksanakan pembelajaran seperti biasa pada pukul 07.30 dan berakhir pukul 12.00 wib.

b) Guru melaksanakan pembelajaran matematika dengan materi mengurutkan hasil pengukuran berat benda.

c) Siswa menyimak pembelajaran, guru memberi penekanan pada pembelajaran matematika tentang mengurutkan hasil pengukuran berat dengan menggunakan media bilangan pada penggaris.

d) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guru merekam data hasil pengamatan terhadap siswa menggunakan format observasi.

3. Pengamatan (Observing) a) Mencatat semua reaksi siswa yang

timbul selama pembelajaran tema kegemaran berlangsung.

b) Mencatat tingkat ketercapaian hasil belajar pada setiap siswa.

c) Mengumpulkan data siswa selengkapnya selama pembelajaran.

d) Peneliti sebagai guru melakukan “pengamatan balik” selama pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi (Reflecting) a) Guru peneliti sekaligus guru

pelaksana tindakan melakukan evaluasi diri dengan mengungkapkan apa yang sudah berjalan baik dan apa yang belum tercapai.

b) Guru observer dan kepala sekolah mengungkapkan hasil pengamatan dan memberikan saran perbaikan.

c) Mencatat hal-hal baru yang mungkin muncul dan dapat didiskusikan.

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dari penelitian tindakan kelas ini adalah berikut ini. a. Observasi. b. Dokumen berupa silabus, RPP, LKS,

Tugas terstruktur, Catatan Kemajuan Belajar Siswa, Catatan Harian, dan Kumpulan Nilai.

c. Rekaman photo. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data dari penelitian tindakan kelas ini adalah berikut ini. a. Instrumen pengamatan siswa

(Pedoman Observasi Siswa). b. Instrumen pengamatan guru dalam

kegiatan belajar mengajar. c. Format pengamatan proses belajar

mengajar. d. Lembar kerja siswa.

Page 36: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

154

Analisis Data Pada analisis data dari penelitian tindakan kelas ini adalah menggunakan langkah-langkah berikut ini. a. Hasil latihan siswa dalam lembar LKS

dinilai. Nilai pada pembelajatran pertama dan kedua pada setiap siklus diambil rata-rata setiap siswa.

b. Paparan data nilai rata-rata disusun dalam grafik dan tabel. Grafik memperlihatkan perolehan nilai pada setiap siklus.

c. Penyimpanan data nilai rata-rata disusun dalam kalimat terstruktur.

HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian Siklus I Hasil yang diperoleh pada pembelajaran Siklus ke- I sebagaimana tampak pada tabel di bawah ini.

Grafik ketercapaian hasil belajar siswa untuk mata pelajaran Matematika adalah berikut ini.

Hasil penelitian siklus II Hasil yang diperoleh pada pembelajaran pada Siklus II sebagaimana tampak pada tabel di bawah ini

Grafik ketercapaian hasil belajar siswa untuk mata pelajaran Matematika adalah berikut ini.

PEMBAHASAN 1. Siswa NRL

Pada siklus I pembelajaran I NRL masih kurang dalam pemahaman konsep mengurutkan hasil pengukuran berat. NRL dapat menyelesaikan tugas pada siklus 1 pertemuan kedua lebih baik daripada pada pertemuan ke-satu. Nilai yang dicapai adalah 7. Pada siklus II, pertemuan kesatu dan kedua siswa NRL mendapatkan nilai yang baik, karena siswa NRL sudah paham tentang konsep lebih besar dan lebih kecil. Siswa EDL sering diberi pertanyaan dan tugas ke depan kelas untuk mengerjakan soal-soal latihan.

2. Siswa WJR Pada pertemuan ke-satu siklus I siswa

WJR mendapatkan nilai yang cukup, siswa WJR kurang hati-hati dalam menyelesaikan soal. Pada siklus I pertemuan ke dua siswa WJR tetap

Page 37: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

155

kurang hati-hati padahal siswa WJR sudah mengerti tentang bilangan yang lebih besar dan kecil serta mengurutkan bilangan dengan melihat pada penggaris.

3. Siswa TMR Pada siklus I pertemuan ke-satu siswa

TMR juga mendapatkan nilai yang sangat kurang, ini di sebabkan karena siswa TMR belum dapat membedakan bilangan yang besar dan yang terkecil.Kemudiam pada siklus II pertemuan ke satu siswa TMR mendapatkan nilai yang cukup. Dan pada siklus II pertemuan II siswa TMR mendapatkan nilai yang baik.

KESIMPULAN Penggunaan media bilangan pada penggaris dalam menyampaikan materi mengurutkan hasil pengukuran berat sangat membantu guru dalam menyampaikan pelajaran, dan membantu siswa dalam memahami pelajaran. Dengan menggunakan media bilangan pada penggaris dalam menjelaskan materi mengurutkan hasil pengukuran berat benda hasil nilai yang diperoleh siswa yang tadinya kurang baik menjadi baik. DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi dan Suhardjono. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Elianaro. (2013). Membandingkan dan Mengurutkan Bilangan. (Online). Tersedia: Elianaro2pgsd.blogspot.com72013/05. [2 Maret 2016].

Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan (2014). Tematik Terpadu Kurikulum 2013. Buku Siswa kelas IV tema 3.

Luppies, Reniy. (2011). Membandingkan dan mengurutkan bilangan. (Online). Tersedia: Reniyluppies blogspot.com>2011/11. [3 Maret 2016].

Mastugino. (…). Membandingkan dan mengurutkan bilangan. (Online). Tersedia: Mastugino.blogspotcom. [3 Maret 2016].

Muslich, Masnur. (2009). Pedoman Praktis Bagi Guru Profesional: Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Ridhoni, Muhammad Hafizh. (…). Pembelajaran Mengurutkan Bilangan. (Online). Tersedia: http: //Muhammadhafizhridhoni.wordpress.com. [2 Maret 2016].

Tim Penyusun. (2004). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Page 38: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

156

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESIAPSIAGAAN BENCANA BANJIR MELALUI MEDIA “PANBARI” PADA PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI

PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS I SDLB DI SLB NEGERI TRITUNA SUBANG

Oleh

Nur Wendah Wati (SLB Negeri Trituna Subang)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran peningkatan pemahaman kesiapsiagaan mengahadapi situasi bencana melalui penggunaan media Panbari pada program pengembangan diri peserta didik tunagrahita kelas I SDLB di SLB Negeri Trituna Subang. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas, dengan subyek penelitian tiga peserta didik tunagrahita ringan. Teknik pengumpulan data melalaui observasi dan tes kinerja. Media Panbari yang digunakan dalam penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tunagrahita ringan tentang pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana banjir pada program pengembangan diri, berdasarkan hasil penelitian pada siklus I hasil data yang diperoleh adalah rata-rata mencapai 42,7% pada pertemuan ke-satu dan 44,8% pada pertemuan ke-dua , siklus II terdapat proges yang baik yaitu hasil yang diperoleh dari tindakan adalah rata-rata mencapai 88,3 % pada pertemuan ke-satu dan 92,6% pada pertemuan ke-dua. KATA KUNCI: Pengembangan Diri, Media PANBARI, dan Kesiapsiagaan.

PENDAHULUAN Akhir-akhir ini negeri kita sering dilanda bencana alam seperti erupsi gunung berapi, gempa bumi di Lombok, tsunami di Palu, Donggala, dan Selat Sunda Banten, bencana banjir dan banjir bandang di sebagian wilayah Indonesia, tanah longsor, kebakaran hutan dan bencana lainnya yang merugikan manusia, hal ini disebabkan oleh faktor dinamika alam kita yang secara geografis terletak di antara rangkaian lempeng tektonik Eurasia, Indoaustralia, dan Pasific, serta terletak pada zona cicin api (zona ring of fire), juga ribuan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang banyak terdapat diseluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke, sehingga hal ini memungkinkan

bencana dapat terjadi sewaktu-waktu melanda negeri ini. Dinamika alam yang berpotensi merugikan bagi kehidupan manusia dan sebagai obyek utama dari dampak kerugian yang disebut bencana ini, menuntut masyarakat untuk memiliki wawasan bagaimana meminimalisir resiko kerentanan yang akan terjadi, serta pengetahuan dan keterampilan tentang kesiapsiagaan bencana, masyarakat perlu mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan sebelum terjadi bencana (prabencana), pada saat darurat dan pasca bencana. Wawasan dan keterampilan siaga bencana perlu disampaikan melalui pendidikan yang menjangkau luas semua lapisan

Page 39: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

157

masyarakat (orangtua, peserta didik, dan guru) sehingga sangat efektif, lewat pendidikan kita menyiapkan satu kelompok rentan yaitu anak-anak untuk siaga bencana. Anak –anak perlu dibekali tentang 1). wawasan terkait bencana (knowledge), 2). keterampilan (skill) untuk menghadapai bencana ( sebelum, saat, dan setelah terjadi), dan 3). siaga menghadapai situasi bencana (charakter), ketiga hal ini disampaikan secara terintegrasi ke dalam proses pembelajaran di kelas sesuai kurikulum 2013. Peserta didik tunagrahita untuk mengembangkan dirinya sangat memerlukan program pengembangan diri yang meliputi kemampuan merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, bersosialisasi, keterampilan hidup, dan mengisi waktu luang di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pembelajaran kesiapsiagaan bencana secara eksplisit sudah tertera dan relevan dengan program pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita yang diintegrasikan melalui bidang pengembangan “menolong diri”, dengan indikator ‘menghindarkan diri dari bencana alam. Siswa tunagrahita merupakan bagian dari kelompok rentan terhadap kejadian bencana, dan mereka lebih berisko tinggi, dikarenakan akses fisik dan mental yang terbatas untuk menyelamatkan diri, maka pembelajaran tentang kesiapsiagaan bencana perlu diberikan secara terprogram melalui pengembangan diri. Siswa tunagrahita kelas 1 SDLB di SLB Negeri Trituna mengalami kesulitan dalam memahami wawasan tentang bencana dan keterampilan siaga bencana.

Program pengembangan diri bagi siswa tunagrahita kelas I di SLB Negeri Trituna Subang bidang pengembangan menghindarkan diri dari bencana salah satunya bencana banjir memerlukan media agar memudahkan siswa dalam memamahi wawasan dan keterampilan siaga bencana, untuk itu peneliti tertarik dengan penggunakan media Papan Gambar Berseri (Panbari), sehingga pemahaman terhadap wawasan kesiapsiagaan bencana dapat ditingkatkan. Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu: “Apakah media Papan Gambar Berseri (Panbari) dapat meningkatkan pemahaman kesiapsiagaan bencana banjir peserta didik tunagrahita kelas I SDLB di SLB Negeri Trituna Subang pada program pengembangan diri?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran peningkatan pemahaman kesiapsiagaan mengahadapi situasi bencana banjir melalui penggunaan media Panbari pada program pengembangan diri peserta didik tunagrahita ringan kelas I SDLB di SLB Negeri Trituna Subang. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Tumbuhnya budaya keselamatan

(safety) dan ketangguhan (resillience) menghadapi bencana banjir bagi peserta didik tunagrahita.

2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan serta karakter kesiapsiagaan bencana banjir bagi warga sekolah.

LANDASAN TEORI Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta

Page 40: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

158

melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Keberadaan UU RI 24 tahun 2007 telah mengubah paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan. Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi/ simulasi. Menurut Hawkins-Shepard (1994:15), mendefinisikan ketunagrahitaan adalah kondisi kemampuan intelektual secara umum di bawah rata-rata, yang disertai dalam perilaku adatif, dan terjadi dalam masa perkembangan, yang berpengaruh besar terhadap kinerja pendidikan anak. Menurut Grossman (Astati, 2010:14) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut: “Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning resulting in or

adative behavior and manifested during the developmental period”. Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangan. Hambatan perilaku yang adaptif pada peserta didik tunagrahita dapat dilihat pada dua area yaitu keterampilan menolong diri sendiri (personal living skill) dan ketrampilan dalam hubungan interpersonal dan keterampilan dalam menggunakan fasilitas yang diperlukan setiap hari (social living skill). Untuk mengembangkan dirinya peserta didik tunagrahita sangat memerlukan program pengembangan diri yang meliputi kemampuan merawat diri, mengurus diri, menolong diri, keterampilan komunikasi, keterampilan bersosialisasi, keterampilan hidup, dan mengisi waktu luang di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Program pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita adalah serangkaian kegiatan pembinaan dan latihan, dilakukan oleh guru yang profesional dalam pendidikan khusus, secara terencana dan terprogram terhadap individu yang memerlukan pendidikan khusus, sehingga mereka dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan tujuan meminimalisir dan atau menghilangkan ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan berbagai aktivitas mulai bangun tidur sampai tidur kembali, kegiatan ini biasa disebut dengan istilah ADL ( Activity of Dayly Living). Program pengembangan diri merupakan hal yang sangat penting untuk peserta didik tunagrahita dalam melakukan

Page 41: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

159

pengembangan dirinya, yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik tunagrahita dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kehidupan dirinya sendiri sehingga mereka tidak membebani orang lain. Ruang lingkup program pengembangan diri mencakup komponen sebagai berikut: a. Merawat diri : makan, minum,

dan kebersihan. b. Mengurus diri : berpakaian dan

berhias. c. Menolong diri : menjaga

keselamatan dan dan mengatasi dari bahaya.

d. Berkomunikasi : berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat, dan gambar.

e. Bersosialiosasai : bersosialisasi dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

f. Keterampilan hidup : keterampilan menggunakan uang, keterampilan berbelanja dan keterampilan dalam bekerja.

g. Mengisi waktu luang : kegiatan olahraga, seni, dan keterampilan sederhana seperti memelihara tanaman dan hewan.

Ruang lingkup seperti diurai di atas tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar, sehingga dalam implementasinya dilakukan dengan cara reguler yaitu, program disesuaikan dengan jadwal, pembelajaran kesiapsiagaan bencana diintegrasikan pada ruang lingkup menolong diri dengan indikator menghindarkan diri dari bencana alam, untuk ini agar peserta didik lebih mengenal jenis bencana yang terjadi tidak hanya bencana alam dapat ditambahkan sebagai wawasan peserta didik tunagrahita tentang jenis bencana lainnya yang disebabkan non alam dan bencana sosial.

Pembelajaran kesiapsiagaan bencana sangat relevan dengan program pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita yang diintegrasikan melalui bidang pengembangan “menolong diri”, dengan indikator ‘menghindarkan diri dari bencana alam”. Materi yang dikembangkan mengacu pada daftar kompetensi dan indikator yang dijelaskan dalam kurikulum program pengembangan diri kurikulum 2013 yaitu, kompetensi “menolong diri” dan indikator “menghindarkan diri dari bencana alam. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif. Penggunaan media dalam pembelajaran dimaksudkan untuk dapat membantu mengatasi berbagai hambatan dalam proses pembelajaran termasuk hambatan psikologis, gambaran fisik, hambatan kultural dan hambatan lingkungan. Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan: 1) memperjelas penyajian pesan, 2) mengatasi keterbatasan ruang, 3) mengatasi sikap pasif siswa. Media Panbari adalah media gambar berseri tentang kesiapsiagaan bencana banjir yang digunakan sebagai media pembelajaran pada program pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita dalam bidang pengembangan menolong diri dengan indikator menghindari diri dari bahaya bencana alam yaitu salah satunya bencana banjir. Media pembelajaran ini menjelaskan informasi kesiapsiagaan bencana banjir dan langkah siaga pada sebelum, saat, dan setelah

Page 42: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

160

terjadi bencana dengan cara bermain peluang mata dadu yang keluar. Peluang mata dadu merupakan kode katagori siap siaga bencana (sebelum, saat, dan setelah) yang akan dimainkan peserta didik dalam menempel kartu gambar pada papan. Media Panbari terdiri dari rangkaian sekuen gambar cara siaga menghadapi bencana banjir yang dikatagorikan dalam kelompok sebelum, saat, dan sesudah bencana dan terdapat dalam masing-masing kantong ajaib yang telah disediakan. Sekuen gambar diambil dari screenshoots animasi tanggap darurat banjir BNPB dan Sisigap Bencana yang dilaminating . Papan terbuat dari multiplek dilapis kain panel yang berwarna kuning tempat peserta didik menyusun sekuen gambar dengan cara ditempelkan. Dan langkah penggunaannya dilakukan sambil bermain. METODE PENELITIAN Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini dilaksanakan di SLB Negeri Trituna Subang, beralamat di Jalan Dangdanggula Komplek BTN Ciheuleut Kelurahan Pasirkareumbi Kabupaten Subang. Penelitian ini dilakukan pada saat pembelajaran program pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II tahun Pelajaran 2018/2019, selama 4 bulan dari bulan Januari 2019 sampai April 2019, dengan subyek penelitian siswa kelas I SDLB-C yang berjumlah 3 siswa tunagrahita ringan yaitu: FD, RS, dan LF. Jenis data yang didapat adalah data kuantitatif dan kalitatif dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes kinerja. Observasi yang dilakukan pada penelitian tindakan kelas ini adalah mengamati aktivitas siswa dalam pembelajaran pengembangan diri

kompetensi “Menolong Diri” dengan menggunakan media Panbari untuk melatih pemahaman peserta didik terhadap kesiapsiagaan bencana banjir pada peserta didik tunagrahita dan observasi guru. Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kinerja dan latihan kesiapsiagaan bencana. Prosedur dalamPTK ini menggunakan dua siklus tindakan sebagaimana tampak pada gambar 3.1 di bawah ini

Berikut tahapan – tahapan yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini: Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2019 bersama tiga orang peserta didik yang bernama: FD, RS, dan LF. Penyusunan rencana tindakan, berupa persiapan pembelajaran kesiapsiagaan bencana banjir dalam program pengembangan diri dengan materi tahap satu mengenai latihan dengan sekuen gambar-gambar tentang kesiapsiagaan bencana tanpa variasi permainan. Pelaksanaan tindakan berupa pelaksanaan skenario pembelajaran yang intinya adalah latihan pembelajaran kesiapsiagaan bencana banjir dalam program pengembangan diri dengan materi tahap satu mengenai latihan dengan gambar-gambar sekuen tentang kesiapsiagaan bencana tanpa variasi permainan.

Page 43: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

161

Observasi (pengamatan) dilakukan untuk melihat kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru serta keterlibatan dan kemampuan peserta didik dalam memahami kesiapsiagaan bencana banjir. Refleksi dilakukan untuk membahas hasil obsevasi melalui kegiatan diskusi antara guru yang lain dengan peneliti. Hasil refleksi ini dapat dijadikan referensi untuk berbagai hal yang masih perlu diperbaiki dan segala kekurangan, hal tersebut diharapkan dapat diperbaiki pada siklus ke dua. Siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2019 bersama tiga orang peserta didik SDLB-C kelas I yang bernama: FD, RS, dan LF. Penyusunan rencana tindakan, berupa persiapan belajar kesiapsiagaan bencana banjir dalam program pengembangan diri materi tahap dua mengenai latihan dengan media Panbari tentang kesiapsiagaan bencana banjir menggunakan variasi sekuen gambar dan permainan. Pelaksanaan tindakan berupa pelaksanaan skenario pembelajaran yang intinya adalah latihan belajar kesiapsiagaan bencana banjir dalam program pengembangan diri dengan materi tahap dua mengenai latihan dengan media Panbari tentang kesiapsiagaan bencana banjir menggunakan variasi sekuen gambar dan permaianan serta latihan simulasi kesiapsiagaan bencana. Observasi (pengamatan) dilakukan untuk melihat kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru serta keterlibatan dan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran kesiapsiagaan bencana pada program pengembangan diri melalui media Panbari. Mengumpulkan data siswa selengkapnya selama pembelajaran. Refleksi dilakukan untuk membahas hasil obsevasi melalui kegiatan diskusi antara guru yang lain dengan peneliti.

Data penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif, dalam melakukan analisis data yang diperoleh peneliti dilapangan adalah dengan teknik deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis data tentang kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman kesiapsiagaan bencana dalam program pengembangan diri melalui media Panbari, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat ada tidaknya peningkatan hasil belajar pada setiap siklusnya setelah menggunakan media Panbari. Data yang diperoleh berdasarkan pengamatan dicatat oleh peneliti melalui pedoman observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya, selain itu proses pencatatan data juga diperoleh melalui hasil evaluasi tes kinerja peserta didik berupa instrument yang telah dibuat. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi kemampuan awal subyek dalam penelitian kelas ini dapat di jelaskan di bawah ini: Kemampuan awal rata-rata peserta didik adalah belum mampu memahami informasi tentang kebencanaan dan kesiapsiagaan bencana, peserta didik kesulitan untuk memahami tentang bagaimana menghindari diri dari bencana alam yang merupakan indikator yang terdapat dalam kompetensi mampu menjaga keselamatan diri dengan baik. Sebelum melakukan tindakan penelitian, peserta didik yang akan dijadikan subyek penelitian diberi tindakan assesmen bidang pengembangan menjaga keselamatan dan kesehatan (Menolong Diri). Tindakan assesmen disesuaikan dengan bidang pengembangan yang dibutuhkan pada saat ini yaitu tentang menghindarkan diri dari bencana banjir. Bidang pengembangan ini di pilih peneliti

Page 44: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

162

selain peserta didik sudah lebih mengenal dan mampu pada bidang pengembangan lain di antaranya seperti merawat dan mengurus diri, pengetahuan dan keterampilan tentang kesiapsiagaan bencana sangat penting untuk disampaikan mengingat kondisi saat ini yang berisiko dan rentan terhadap bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Paparan berikut adalah deskripsi hasil assesmen pengembangan diri peserta didik tunagrahita bidang pengembangan menjaga keselamatan dan kesehatan (Menolong diri). 1. FD belum mampu memahami

informasi, penyebab bencana banjir, dan cara menghadapi sebelum, saat darurat bencana banjir, dan sesudah terjadi bencana banjir.

2. RS masih dibantu dalam memahami informasi tentang kesiapsiagaan bencana, dan belum mampu untuk memahami cara siaga menghadapi situasi sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana banjir.

3. LF masih dibantu dalam memahami informasi kebencanaan, dan masih belum mampu memahami cara siaga menghadapi sebelum, saat darurat bencana banjir dan sesudahnya.

REKOMENDASI Setelah mendapat data mengenai hambatan dan potensi dari subyek penelitian, maka diketahui aspek yang telah dikuasai subyek adalah rata-rata mereka baru mengenal informasi tentang bencana dan masih dengan bantuan, mereka belum menguasai pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan bencana banjir, dan yang mereka butuhkan adalah latihan memahami pengetahuan dan

keterampilan kesiapsiagaan bencana banjir. Siklus I Dari hasil kesimpulan dan rekomendasi assesmen tersebut kemudian disusunlah program pembelajaran pengembangan diri yang disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil dari kegiatan pembelajaran terencana pada siklus pertama dilaksanakan dalam dua kali pembelajaran pada minggu ke-II dan minggu ke-III bulan Februari 2019. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi dan pemberian gambar-gambar tentang kebencanaan yang diambil dari screenshoot video sisigap dan siaga bencana BNPB versi 1 menit dan 2 menit. Pertemuan pertama: pembelajaran program pengembangan diri dilakukan dengan menggunakan media Panbari dengan sekuen gambar tanpa variasi permaianan. Peserta didik berlatih tentang kesiapsiagaan dengan mengamati gambar yang tertempel di papan , selanjutnya guru memberi tugas peserta didik untuk menunjukkan gambar tentang informasi kebencanaan faktor penyebab terjadinya banjir, dan siaga menghadapi bencana banjir. Pertemuan kedua peserta didik berlatih dengan menempel sekuen gambar kesiapsiagaan bencana dengan menempelkan gambar tersebut sesuai katagori selanjutnya peserta didik berlatih mulai dari menyiapkan tas (Siaga Bencana) Sibad dilanjutkan berlatih mengamankan barang-barang, matikan aliran listrik, lapor ke pihak PLN, menghindari arus deras saat terjadi banjir, menghindari hewan, membersihkan barang-barang dengan disinfektan.

Page 45: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

163

Dari hasil tindakan didapat catatan data selama tindakan berlangsung, pertemuan pertama dan pertemuan kedua data yang diperoleh dari observasi penggunaan media, pengamatan guru dan tindakan penggunaan media dalam pembelajaran pengembangan diri serta latihan kesiapsiagaan bencana banjir dapat divisualisasikan dalam grafik 4.1 dan grafik 4.2. Hasil dari tindakan pada siklus I pertemuan pertama dapat divisualisasikan dalam grafik 4.1.

Hasil yang didapat dari pertemuan pertama adalah rata-rata ketercapaian sebesar 42,7 %. Hasil dari tindakan pada siklus I pertemuan kedua dapat divisualisasikan dalam grafik 4.2.

Hasil yang didapat dari pertemuan kedua adalah rata-rata ketercapaian sebesar 44,8%.

Berdasarkan diskusi dengan teman sejawat selama proses tindakan berlangsung, data yang diperoleh pada siklus I dapat disimpulkan sebagai berikut: a). Kondisi pembelajaran pada siklus I dari kondisi awal peserta didik yang belum memahami wawasan tentang kesiapsiagaan bencana, setelah tindakan pertama terlihat sebagian besar peserta didik belum cukup terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal itu dimungkinkan karena siswa belum begitu memahami kegiatan yang akan dilakukan. b). Penggunaan media sudah cukup menarik peserta didik untuk merangsang keingintahuannya dan dirasa cukup menyenangkan dan tidak membosankan, meskipun masih terlihat sedikit kebingungan untuk mengkatagorikan tindakan dalam siaga bencana ( sebelum banjir, saat banjir, setelah banjir). yang disampaikan dalam pembelajaran tersebut. c). Keefektifan pembelajaran cukup baik dan terlihat semangat siswa cukup baik dan tidak memiliki rasa bosan terhadap pengulangan materi. d), Efektifitas alat peraga sudah cukup baik dan mudah digunakan, tampilan media belum cukup menarik, siswa masih kebingungan mengelompokan gambar berseri sesuai katagori (sebelum banjir, saat banjir, setelah banjir). e). Sebagain peserta didik masih memerlukan bantuan secara verbal dan fisik dalam melakukan tindakan yang diberikan selama proses pembelajaran tentang kesiapsiagaan bencana dilaksanakan. f). Dari hasil diskusi tersebut sepakat bahwa media yang akan digunakan dalam tindakan pada siklus II, akan lebih bervariasi dengan permainan mata dadu yang berpeluang keluar untuk memainkan katagori siap siaga bencana sebelum, saat, dan sesudah bencana, dengan mengambil gambar seri yang ada di kantong ajaib sesuai katagori yang di hasilkan dari keluarnya peluang mata dadu.

Page 46: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

164

Siklus II Tahap perencanaan yang berupa skenario pembelajaran dibuat berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama dengan menambahkan variasi permaianan peluang keluar mata dadu. Kegiatan pembelajaran siklus kedua dilaksanakan dalam dua kali pembelajaran pada minggu ke-II dan minggu ke-III bulan Maret 2019 Pada siklus II pertemuan pertama, pembelajaran program pengembangan diri dilakukan dengan menggunakan media Panbari dengan variasi permaianan dan sekuen gambar yang lebih terstruktur. Peserta didik berlatih tentang kesiapsiagaan dengan menempelkan urutan gambar tentang kesiapsiagaan bencana sesuai katagori dari peluang mata dadu yang keluar, mata dadu 1 dan 3 gambar yang diurutkan dan ditempelkan pada papan sesuai katagori sebelum tejadi banjir. Apabila mata dadu yang keluar 2 dan 4 maka gambar yang diurutkan sesuai katagori saat darurat terjadi banjir, selanjutnya jika peluang mata dadu 5 dan 6 maka urutan gambar yang ditempel adalah katagori siaga bencana setelah terjadinya banjir dilanjutkan dengan latihan simulasi menghadapi siaga bencana sesuai dengan katagori sebelum, saat terjadi bencana, dan setelah terjadi bencana. Pertemuan kedua, pembelajaran tetap menggunakan langkah pembelajaran sama pada pertemuan pertama namun dalam teknik pengeloaan kelas lebih divariasikan, dengan mengefektifkan keherterogenan kemampuan siswa dengan teknik pembelajaran kooperatif, kompetetif dan juga pembelajaran individual, agar pengalaman belajar lebih efektif dan efesien kepada setiap anggota kelas.

Hasil yang diperoleh pada pembelajaran pertemuan ke-2, minggu kedua tanggal 8 Maret 2015 dan 15 Maret 2019 adalah: Hasil dari tindakan pada siklus II dapat divisualisasaikan dalam grafik 4.3 dan grafik 4.4.

Hasil yang didapat dari pertemuan pertama adalah rata-rata ketercapaian sebesar 88,3 %. Hasil yang diperoleh pada pembelajaran pertemuan kedua, minggu ketiga tanggal 15 Maret 2019 dengan menempel sekuen gambar dan permainan menggunakan peluang mata dadu adalah Hasil yang didapat dari pertemuan kedua adalah rata-rata ketercapaian sebesar 92,6%. Pada siklus 2, semua komponen sudah menunjukkan peningkatan dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan media ”Panbari”. Penggunaan media Panbari menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dari peserta didik, mampu menciptakaan konsentrasi peserta didik, semangat peserta didik terlihat antusias dan suasana kelas kondusif, peserta didik akif bertanya dan materi dapat diserap dengan baik, latihan sangat baik dilakukan mereka, terlihat mereka menunjukkan perilaku senang saat pembelajaran

Page 47: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

165

berlangsung, kooperatif dan menikmati permainan yang diberikan oleh guru sehingga suasana pembelajaran menjadi hidup dan materi pembelajaran dapat diserap dengan baik. Setelah tindakan diberikan pada siklus II ini hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa latihan pemahaman kesiapsiagaan bencana banjir dengan media Panbari dalam program pengembangan diri peserta didik tunagrahita kelas I SDLB di SLB Negeri Trituna Subang mengalami peningkatan. sehingga penelitian tindakan kelas dengan media Panbari diselesaikan dengan siklus II saja. Dari hasil data keseluruhan yang diperoleh dalam penelitian tindakan dapat dipaparkan sebagai berikut: Penelitian yang dilaksanakan pada minggu kedua dan minggu ke-tiga (siklus pertama) bulan Februari 2019 dan minggu ke-dua serta minggu ketiga bulan Maret 2019 (siklus kedua) menghasikan data bahwa pemahaman dan keterampilan peserta didik tunagrahita ringan kelas I SDLB di SLB Negeri Trituna Subang, mulai dari kondisi awal yang belum memahami wawasan tentang kebencanaan hingga diberikan latihan menggunakan papan Panbari tanpa variasi permainan menunjukkan keingintahuan siswa yang besar, menciptakan konsentrasi dan suasana yang menyenangkan dan tidak membosankan, meskipun pada awal pembelajaran sebagian peserta masih belum menunjukkan keaktifannya dikarena masih belum begitu memahami kegiatan yang akan dilakukan. Tampilan media sudah cukup bagus dan mudah digunakan namun belum cukup pemahaman dan keterampilan peserta didik meningkat, hasil observasi yang dilakukan dan tes yang diberikan sebagian peserta didik dapat memahami wawasan

dan keterampilan kesiapsiagaan bencana banjir rata-rata mencapai sebesar 42,7 % pada siklus I pertemuan 1 dan pada pertemuan 2 sebesar 44,8%. Hasil refleksi siklus pertama adalah merencana tindakan berikutnya dengan rancangan memvariasikan media Panbari melalui teknik permaian peluang mata dadu yang keluar untuk membuat sekuen gambar kesiapsiagaan bencana. Teknik pengelolaan kelas dilakukan dengan teknik pembelajaran kooperatif, teknik ini efektif pada kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen, dan pembelajaran kompetetif karena pada dasarnya mereka sudah mulai termotivasi, dan pembelajaran individual untuk memberikan layanan per individu dalam satu kelas, sehingga memberi pengalaman belajar yang efektif dan efesien kepada setiap anggota kelas. Siklus kedua pembelajaran kesiapsiagaan bencana menggunakan media Panbari yang lebih detail dengan menggunakan teknik permainan peluang keluar mata dadu sebagai kode untuk menempelkan sekuen gambar kesiapsiagaan bencana sesuai katagori sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana yang terdapat dalam masing-masing kantong ajaib katagori sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana serta latihan simulasi kesiapsiagaan bencana sesuai peluang mata dadu keluar, peluang mata dadu 1 dan 3 untuk simulasi katagori sebelum terjadi bencana, peluang mata dadu 2 dan 4 untuk simulasi katagori saat terjadi bencana, serta mata dadu 5 dan 6 adalah simulasi katagori setelah terjadi bencana . Pada siklus II pertemuan 1 didapat hasil rata-rata prosentase pemahaman peserta didik sebesar 88,3 % dan pada pertemuan 2 hasil rata-rata sebesar 92,6%.

Page 48: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

166

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitain tindakan kelas tentang peningkatan pemahaman dan keterampilan kesiapsiagaan bencana banjir pada program pengembangan diri peserta didik tunagrahita ringan kelas I SDLB di SLB Negeri Trituna Subang dapat disimpulkan sebagai berikut: Media Panbari dapat meningkatkan pemahaman kesiapsiagaan bencana berdasarkan data observasi dan tes yang menunjukkan peningkatan dari siklus I pertemuan 1 hasil rata-rata sebesr 42,7%) dan pada pertemuan 2 sebesar 43,7% meningkat pada siklus II pertemuan 1 hasil rata-rata sebesar 88,3 dan pada pertemuan 2 hasil rata-rata sebesar 92,6%. Media Panbari pada pembelajaran kesiapsiagaan bencana dalam program pengembangan diri dapat menumbuhkan motivasi belajar dan pembelajaran menjadi menyenangkan. Media Panbari dapat membangkitkan minat baru dan menumbuhkan budaya siaga yang menjadikan karakter dalam keseharian peserta didik. REKOMENDASI 1. Sekolah Kebutuhan media pembelajaran diperlukan peserta didik yang dapat mendorong sekolah untuk memfasilitasi pengadaan media dengan nilai edukatif dan mempunyai nilai ekonomi yang berkualitas baik serta ramah terhadap peserta didik 2. Guru media panbari dapat dikembangkan fungsinya dalam meningkatkan mutu pembelajaran pada program khusus dan mata pelajaran umum lainnya dengan

variasi yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan peserta didik 3. Peserta Didik media panbari sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, dengan media yang menarik dan komunikatif peserta didik akan dapat lebih memaknai pengetahuan yang diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi dan Suhardjono.

(2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Astati. (2010) Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung: Cv Catur Karya Mandiri

Arsyad, Azhar (2007). Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

BNPB (2017). Membangun kesadaran , kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Direktorat Kesiapsiagaan Deputi Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penagggulangan Bencana

Direktorat Pembinaan Khusus Dan Layanan Khusus. Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan (2016). Program pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita, Modul pelatihan

Gagne, RM (1985), The Condition of Learning and Theory or Intructioan, 4th ed. New York: CBS College Publising.

Hambalik ,O (1994). Media Pendidikan, cetakan ke-7. Bandung: Penerbit PT Citra Adya Bakti.

Hawkins Shepard (1994). A Permorce Of Order Constituency (Cambridge Studies In Linguistic,73), Cambridge: Cambridge Universty Press.

Helawati Pridi Lela (2016), Modul Guru Pembelajar SLB Tunagrahita, Kementrian Pendidikan dan

Page 49: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

167

Kebudayaan Dirjen GTK dan P4TK TK dan PLB. Bandung

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33105/Chapter%20II.pdf:1-5;jsessionid=32005CF53D0035BE396056F7BFD3C99A?sequence=3 di akses tgl 9 April 2019

Kodijat M Ardito (2017), Sekolah Siaga Bencana Dan Pendidikan Pengurangan Resiko Bencana, Konsorsium Pendidikan Bencana, 2017

Laskar Pelajar Siaga Bencana , Daftar Usulan dasar penyusunan Kurikulum, Rela _one Siaga Bencana Jawa Barat, 2018

Model Integrasi Mitigasi dan Adaptasi Bencana dalam mata pelajaran (jalur Pendidikan Formal), 2018

Modul Prosus Tunagrahita Fungsi Media Pendidikan,

www.areabaca.com.

Page 50: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

168

UNDERSTANDING AND SUPPORTING CHILDREN WITH DEAFBLIND

Oleh

Dede Supriyanto (PPPPTK TK PLB, Ministry of Education and Culture)

ABSTRACT

Two sensory impairments multiply and intensify the impact of each other creating a severe disability which is different and unique. The loss of two senses, namely visual and hearing in children, has a significant impact on various aspects of life such as physical, communication, social, self-help to work readiness. This paper will explore in depth the impacts of hearing impairment on children and what actions can be taken to minimize these impacts and help children develop optimally.

INTRODUCTION Deafblind is not only about the combination of hearing and visual impairments. But it is the absence or impairment of both senses which result in multiple impacts and conditions (Dammeyer, 2015). Deafblind is one of the least understood of all disabilities. Although a large number of studies have been carried out around the world into deafblind, many parents and professionals have a lack of opportunity and time to digest the information gained from these studies. Moreover, both standard medical screening and professional care bodies experience difficulties in identifying deafblind (Fellinger, Holzinger, Dirmhirn, Van Dijk, & Goldberg, 2009). In the past, many children who had visual and hearing impairments were assumed to be profoundly handicapped. Little or no assistance was available for the families and some parents coped remarkably well without adequate support from the professional sector. Nevertheless, many children with deafblind were automatically institutionalized and became isolated.

A comprehensive understanding of deafblind will contribute to improving the personal and social skills of children with deafblind in order to maintain their quality of life. This paper will explore deafblind including the terminology, the causes, concurrent conditions, education and the strategies for skills development. TERMINOLOGY Deafblind is also known as dual sensory impairment (DSI), multisensory impairment, dual sensory loss, and combined vision and hearing impairment (Wittich, Southall, Sikora, Watanabe, & Gagné, 2013). It is a specific disability resulting from a combination of both hearing and visual impairments. The definitions of deafblind focus on the impacts of the impairment in a person’s daily life, such as their self-help abilities, communication, mobilization, and socialization skills rather than the actual degree of the impairment (Dammeyer, 2015). Deafblind impacts on all aspects of life such as daily activities, communication, social and personal skills, and cognition (Howitt et al., 2004 in Fellinger et al., 2009). The

Page 51: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

169

population of deafblind consist of individuals who are completely deaf and blind, but also comprises individual with problems resulting from varying sight and hearing abilities (Howitt et al., 2004 in Fellinger et al., 2009). Overall, there is consensus in two kinds of definitions for deafblind (Dammeyer, 2014): 1] Medical definitions of auditory and visual conditions: Based on the occurrence of the condition’s characteristics, the terms for congenital deafblind and acquired deafblind are often researched as two separate groups. 2] Functional definitions which refer to qualitative information, such as observation, interviews and self-reporting, for evaluating the effects of sight and hearing loss on activities in daily living and social or community participation. There are two common type of deafblind; congenital and acquired. Congenitally deafblind people are born deaf or blind, or they occurred it before the phase of the development of language skills in early life (pre-lingual deafblind). In consequences, people with congenital deafblind experience difficulties to improve their language and communication skills because of the absence of vision and hearing senses (Dammeyer, 2014). While the acquired deaf blindness are the occurrence of the deaf and blind after language skills development phase which impacts the people to preserve the language and communication skills when deprived of previously intact hearing and/or vision. (Dammeyer, 2014). PHYSICAL AND SELF-HELP SKILLS The hearing and vision loss can impact severely negative to a person’s life. Mostly,

they consequence in a significant deficiency in the per¬son’s functional self-sufficiency and his/her ability to successfully carry out the everyday tasks (Bodsworth, Clare, Simblett, & Deafblind, 2011; Dammeyer, 2013). Brennan, Horowitz, and Su (2005) compared the self-help skills among study participants with cognitive problems, dual sensory impairment (deafblind), and single sensory impairment. They found that 1/5 of older adults with dual sensory impairment have difficulties in self-help tasks compared with those suffering single sensory impairment. Moreover, people with profound deafblind were demonstrated to have increased trouble in three of six self-help tasks (meals preparation, going to shop, and communicate by telephone). Dalby et al. (2009) investigated the characteristics of 182 adults who have congenital deafblind and those with acquired deafblind. They found that among the participants with congenital deafblind, a notably lower percentage (25.0%) were considered to be able to perform independent activity daily living, contrast with 78.5% among the participants with acquired deafblind. Whereas, only 9.2% of the congenital group had no difficulty performing instrumental activity daily living. Furthermore, in regard to physical abilities, the study reveals that 76.4% of the participants group were independent or received minimal help with orientation and mobility in a familiar indoor environment. However, the proportion fell to 39.8% in a familiar outdoor environment. A small proportion of participants were independent in moving within an unfamiliar indoor environment (14.9%), with the acquired group being much more likely to be independent than the

Page 52: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

170

congenital group (23.7% versus 5.7%). Most of the participants (81.9%) were able to identify the floor and wall textures while walking or trailing, but those in the congenital group were less able to do so (51.1% versus 74.5%). Some previous studies has suggested strategies to develop physical and self-help skills by using systematic training with physical prompting and reinforcement; backward chaining with sign language; tactile cards; and signed cues with audiotape and headphones (Sisson & Dixon, 1986; Luiselli, 1988a, 1993; Taylor, 1987; Hamre-Nietupski et al., 1984, in Parker, Davidson, & Banda, 2007). SENSORY SKILLS Deficiency in hearing and sight senses limits the individual’s abilities to recognize events in their surroundings in order to gain information and mobilization. The people with deafblind have to optimize other senses to compensate the limitation. They should be trained to use their remaining senses to gain environmental information, such as through the breeze of the wind, the warmth of a body, a radiator, sunlight, in order to be mobile (Sauerburger, 1993). The kinaesthetic and tactile sensibilities are the most pivotal senses to replace deficiencies from deafblind. These senses can be supported by spatial memory senses which help the individual to be more mobile in environments with which they are familiar (Jansson, 1999 in Parker et al., 2007). Moreover, in the outdoors, traffic and other intense sounds can be felt and this can be facilitated with an inflated balloon or umbrella (Parker et al., 2007). Furthermore, orientation and mobility training is important in improving an individual’s skills to recognize a location,

with respect to the actual environment, and the ability to move safely, easily and independently from one location to another (Marron & Bailey, 1982). COGNITIVE SKILLS OF PEOPLE WITH DEAFBLIND Dual sensory loss may lead to cognitive decline (Dammeyer, 2014). Laforge, Spector, and Sternberg (1992) highlight findings that an adult who had hearing and vision impairment was 2.5 and 3.5 times more likely to experience functional deterioration. The study conducted by Lin et al, (2002 in Dammeyer, 2014), involving 6112 women aged 69 and older, found similar ratios in the declined cognitive functions (2.19 times more likely) for women with dual sensory impairment (deafblind), as contrasted with same age women without those impairments. Nevertheless, study characteristics investigated by Dalby et al. (2009) found that 48.9% of acquired deafblind participants had no cognitive disability compared with 12.5% in the congenital group. COMMUNICATION AND LANGUAGE SKILLS OF PEOPLE WITH DEAFBLIND The early form of language and communication skills also influenced by the ability to gain information and the experience of environment exploration (Silberman, Bruce, & Nelson, 2004). The problem in proactive movement within the environment also results in reduced opportunities for a child to associate experiences in daily routines with symbol, words, and concepts, also part of communication. Thus, the development of infants with deafblind is most remarkably

Page 53: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

171

affected by this lack of communication linked to movement (Miles & Riggio, 1999; Prickett & Welch, 1995, 1998 in Silberman et al., 2004). Generally, people with deafblind communicate in various forms. Some of them use sign language, tactile sign language, tracking, tactile fingerspelling, print on palm, Braille, speech, and speech reading. The communication methods vary with each person, depending on the causes of their combined hearing and vision loss, their background, and their education experience (Heubner, 1995). Dalby et al. (2009) investigated the communication modes of 94 participants with acquired deafblind. They report that 37.6% of the participants used idiosyncratic signs, gestures, and behaviour, 30.9% used adapted or manually coded language, and 62.4% used oral speech (assessors were permitted to report all communication modes the individual used). A similar study conducted by Dammeyer (2013) discovered that most of the participants (613) (86%) used verbal, 68 (10%) used sign language and 28 (4%) used tactile sign language. The study also discovered that sign language mode was used more frequently among individuals younger than 65 years, with 66% of individuals aged between 18 and 39 years using sign language. The barriers to communication for people with deafblind might significantly impact. The emotional and social problems include restricted informed decision making, engaging in aggressive or self-injuries behaviours, reduced functional independence and reduced ability to perform daily living tasks (Bodsworth et al., 2011; Janssen, 2003). In addition, communication barriers may lead to family and friends becoming frustrated and the

individual’s further isolation from social activities (Bruce, 2002; Du Feu & Fergusson, 2003). To enhance communication skills, it is important to apply the notion of coactive signing or finger spelling (i.e. taking the hand of the child to form the sign) which can lead to interactive signing between the deafblind individual and the tutor, i.e. the sensory impaired person feels the sign in his hand, and then responds with a sign (Watkins & Clark, 1991). In addition, Parker et al. (2007) highlights from their literatures review how several interventions to develop communication skills were employed in some studies such as micro augmentative and alternative communication (AAC) devices, teacher, staff, or peer-planned responses, peer mediation, object symbols, and dual-communication boards. SOCIAL AND INTERPERSONAL SKILLS Persons with congenital deafblind demonstrate facing numerous challenges, such as social interaction, language and communication, orientation and mobility, and activities of daily living (Dalby et al., 2009). While people with acquired deafblind also face several issues, including how to adjust with their acquired blindness. In addition, they are more likely to experience feelings of loss and isolation. The results of Dalby et al. (2009) study indicate that even though the acquired blindness group has the ability to function more self-sufficiently in the community, given their functional and social skills, they are more socially isolated and more likely to report feeling lonely. These findings may reflect a lower level of supportive services in this group. Nevertheless, they may also reflect, at least in part, the difficulty of assessing emotions like loneliness and depression.

Page 54: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

172

Adults with deafblind frequently experience difficulties of social activities and a change in their type and frequency (Heine & Browning, 2002 in Saunders & Echt, 2007). Participation declined of about 10% in social and community activities has been reported in deafblind people over aged 70 (Saunders & Echt, 2007). Moreover, Yamada et al. (2015) highlights that adults with dual sensory impairment were likely to be older and be experiencing symptoms of depression, dependent in ADL, cognitively impaired, and socially disengaged, compared to those with no impairment or single impairment. Moreover, social engagement was observed to be associated with a greater decrease in cognitive function. Also, Heine and Browning (2002) states that older people with deafblind report needing to exercise intense concentration, experience anxiety and fatigue, and disengage from social contact. The senses of hearing and sight are undoubtedly the two primary avenues by which information and knowledge are acquired, providing direct access to the world. It is through observation and conscious imitation that we acquire the behaviours and skills that are valued by society and through which we develop intelligence, maturity, and social habits. When these senses are lost or severely limited, the individual is restricted to a narrow range of perception and related concepts, most of which must be provided and compensated through secondary senses or indirect information supplied by others (Sisson, Van Hasselt, & Hersen, 1987). A multiple barrier to communication and independent movement results in individuals being very isolated. Individuals who meet trouble to travel and moving around on their own are dependent on carers (Bruce, 2002). Deafblind children

cannot learn from interaction with their environment as easily as their typically peers due to their multi-sensory deprivation, because the information perceived is not always clear, simultaneous or consistent. Their environment is mostly limited to what is approachable by their hands, or by means of their sensory potential. Therefore, deafblind children usually express limited motivation to explore their environment (Bruce, 2002). Furthermore, deafblind children and young people are likely to have limited opportunities to involve in physical activities and education at school due to overprotection by parents and teachers, limited expectations of their abilities, and concerns about risks to themselves and others (Lieberman & Houston-Wilson, 1999). This can impact on their independence and ability to take part in sports and other leisure activities later. This may lead to learned helplessness and passivity (Weisz, 1982 in Murdoch, 2004). VOCATIONAL SKILLS A very small number of researches particularly investigate the employability skills of people with deafblind. A survey by (Harris, 1998) reveals that people who are deafblind have alarmingly high unemployment rates and thus have more free time at their disposal than do those in the general population. Only 29% of people with deafblind are employed, more than 70% are unemployed, but most of them are work part time and casual. The small number engaged in employment might be caused by lack of transition or preparation program. For example, Blackorby and Wagner (1996) reveals the young adult with deafblind seem to depart from the pattern of students with other disabilities in regards to the manner in

Page 55: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

173

which they left school. Students with deafblind are more likely to remain in school until the maximum age and have less expectation to have successful output in employment, living independently, and engagement to the community. Moreover, McDonnell, Ferguson, and Mathot-Buckner (1992) states that real work for real pay is not considered as a possible outcome for the majority of youth who are deafblind. Most are either not in vocational programs or are participating only in classroom activities or sheltered employment settings. Only 8% of the youth were reported as having competitive or supported employment experiences as a component of their secondary education. The strategies to develop participation on employment and vocational skill includes the provision of the adjustment training, including training in survival skills in such areas as money management, community resources, home economics, mobility, remedial education, and adaptive equipment, and vocational preparation may include internship training, enrolment in a vocational school, join a college program, a sheltered workshop, or a rehabilitation facility (Ingraham, Carey, Vernon, & Berry, 1994). In addition, best practice in secondary education indicates that students with deafblind, must have real work experiences (Everson, 1995; Falvey, 1986; Nisbet, 1992, in Petroff, 1999). In addition, support services, such as interpreters, readers, note takers, guides, assistive listening and visual devices, and adaptive equipment can usually be arranged to support the employment of people with deafblind (Ingraham et al., 1994).

CONCLUSION The results of multiple studies indicate that individuals with deafblind meet various challenges in sensory, physical and self-help, cognitive, communication, social and personal, and vocational or employment. The problems were revealed to be due to the disabilities but also the lack of opportunities or interventions. The sensory issue related to the absence of sight and hearing senses require these people to optimize other modalities in order to obtain information and mobility. People with deafblind meet greater challenges in terms of gaining physical and self-help skills rather than people without disabilities and those having other unrelated disabilities. Cognitive decline was found to be present in most studies of deafblind people. The onset of deafblind impacts on cognitive impairment but individuals with acquired deafblind experience less impairment in cognition than congenital deafblind individuals. The loss of sight and hearing reduce the opportunity for people with deafblind to explore communication and language experiences and connect it with communication components. The condition also determines the ways individuals communicate by using various non-verbal techniques. Persons with congenital deafblind experience challenges in social interaction, while those with acquired deafblind experience difficulties in social adjustment and feelings of loneliness. Older people with deafblind withdraw from social activities and experience anxiety about maintaining social contacts leading to isolation from community. The limited opportunity for social skills development in

Page 56: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

174

young people with deafblind influence their dependency behaviour. The vocational and employment issues relate to a lack of opportunity and the absence of transition programs as pathways to developing their skills and gaining experience in real employment contexts. Several strategies or interventions may be deployed to tackle the issues that face people with deafblind. Comprehensive and holistic interventions are needed to address these challenges and enhance the quality of life of people with deafblind. REFERENCES Blackorby, J., & Wagner, M. (1996).

Longitudinal postschool outcomes of youth with disabilities: Findings from the National Longitudinal Transition Study. Exceptional children, 62(5), 399-413.

Bodsworth, S. M., Clare, I. C., Simblett, S. K., & Deafblind, U. (2011). Deafblind and mental health Psychological distress and unmet need among adults with dual sensory impairment. British Journal of Visual Impairment, 29(1), 6-26.

Brennan, M., Horowitz, A., & Su, Y.-p. (2005). Dual sensory loss and its impact on everyday competence. The Gerontologist, 45(3), 337-346.

Bruce, S. (2002). Impact of a communication intervention model on teachers’ practice with children who are congenitally deaf-blind. Journal of Visual Impairment & Blindness (JVIB), 96(03).

Dalby, D. M., Hirdes, J. P., Stolee, P., Strong, J. G., Poss, J., Tjam, E. Y., . . . Ashworth, M. (2009). Characteristics of individuals with congenital and acquired deaf-blindness. Journal of

Visual Impairment & Blindness, 103(2), 93-102.

Dammeyer, J. (2013). Characteristics of a Danish population of adults with acquired deafblind receiving rehabilitation services. British Journal of Visual Impairment, 31(3), 189-197. doi: 10.1177/0264619613490518

Dammeyer, J. (2014). Deafblind: A review of the literature. Scandinavian Journal of Public Health. doi: 10.1177/1403494814544399

Dammeyer, J. (2015). Deafblind and dual sensory loss research: Current status and future directions. World Journal of Otorhinolaryngol, 5(2), 37-40.

Du Feu, M., & Fergusson, K. (2003). Sensory impairment and mental health. Advances in Psychiatric Treatment, 9(2), 95-103.

Fellinger, J., Holzinger, D., Dirmhirn, A., Van Dijk, J., & Goldberg, D. (2009). Failure to detect deaf‐blindness in a population of people with intellectual disability. Journal of Intellectual Disability Research, 53(10), 874-881.

Harris, L. (1998). Americans with disabilities still face sharp gaps in securing jobs, education, transportation, and many areas of daily life. See/Hear, 3(4), 32-34.

Heine, C., & Browning, C. (2002). Communication and psychosocial consequences of sensory loss in older adults: overview and rehabilitation directions. Disability & Rehabilitation, 24(15), 763-773.

Heubner, K. M. (1995). Hand in hand: Essentials of communication and orientation and mobility for your students who are deaf-blind (Vol. 2): American Foundation for the Blind.

Ingraham, C. L., Carey, A., Vernon, M., & Berry, P. (1994). Deaf-blind clients and vocational rehabilitation: Practical guidelines for counselors.

Page 57: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

175

Journal of Visual Impairment and Blindness, 88, 117-117.

Janssen, M. (2003). A diagnostic intervention model to foster harmonious interactions between deafblind children and their educators. Paper presented at the World Conference on Deafblind, Mississauga, Ontario, Canada, August 2013.

Laforge, R. G., Spector, W. D., & Sternberg, J. (1992). The relationship of vision and hearing impairment to one-year mortality and functional decline. Journal of Aging and Health, 4(1), 126-148.

Lieberman, L. J., & Houston-Wilson, C. (1999). Overcoming the barriers to including students with visual impairments and deaf-blindness in physical education. RE VIEW, 31, 129-138.

Marron, J. A., & Bailey, I. (1982). Visual factors and orientation-mobility performance. American Journal of Optometry and Physiological Optics, 59(5), 413-426.

McDonnell, J., Ferguson, B., & Mathot-Buckner, C. (1992). Transition from school to work for students with severe disabilities: The Utah community employment placement project. Transition from school to adult life, 33-49.

Murdoch, H. (2004). Early intervention for children who are deafblind. Educational and child psychology, 21(2), 67.

Parker, A. T., Davidson, R., & Banda, D. R. (2007). Emerging evidence from single-subject research in the field of deaf-blindness. Journal of Visual Impairment and Blindness, 101(11), 690-700.

Petroff, J. G. (1999). National transition follow-up study of youth identified as

deafblind: Parent perspectives. Temple University.

Sauerburger, D. (1993). Independence without sight or sound: Suggestions for practitioners working with deaf-blind adults. New York: American Foundation for the Blind Press.

Saunders, G. H., & Echt, K. V. (2007). An overview of dual sensory impairment in older adults: perspectives for rehabilitation. Trends in amplification, 11(4), 243-258.

Silberman, R. K., Bruce, S., & Nelson, C. (2004). Children with sensory impairments. Educating children with multiple disabilities: A collaborative approach, 4, 425-528.

Sisson, L. A., Van Hasselt, V. B., & Hersen, M. (1987). Psychological approaches with deaf-blind persons: Strategies and issues in research and treatment. Clinical Psychology Review, 7(3), 303-328. doi: http://dx.doi.org/10.1016/0272-7358(87)90038-9

Watkins, S., & Clark, T. C. (1991). A coactive sign system for children who are dual-sensory impaired. American Annals of the Deaf, 136(4), 321-324.

Wittich, W., Southall, K., Sikora, L., Watanabe, D. H., & Gagné, J.-P. (2013). What’s in a name: Dual sensory impairment or deafblind? British Journal of Visual Impairment, 31(3), 198-207.

Yamada, Y., Denkinger, M. D., Onder, G., Henrard, J.-C., van der Roest, H. G., Finne-Soveri, H., . . . Topinkova, E. (2015). Dual Sensory Impairment and Cognitive Decline: The Results From the Shelter Study. The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences, glv036.

Page 58: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

176

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KALIMAT SEDERHANA

MELALUI POLA PERCAKAPAN BAGI SISWA TUNAGRAHITA KELAS X SMALB SLB YKSB CIJEUNGJING

Oleh

Neti Herawati (SLB YKSB Cijeungjing)

ABSTRAK

Keberhasilan sebuah pemahaman bahasa salah satunya harus bisa memahami kalimat sederhana dengan cermat sehingga percakapan bisa dipahami dengan benar. Hal ini setidaknya pembinaan secara tidak langsung terhadap siswa tunagrahita kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing. Karena untuk meningkatkan pemahaman kalimat sederhana perlu pembinaan secara kontinyu baik ketika sedang berbicara dengan gurunya termasuk teman-temannya di sekolah. Hal ini akan memberikan pengalaman yang tak terhingga nilainya. Bagi siswa tunagrahita akan mengubah pola pikir, pola bicara dan pola sikap sehingga akan mengubah motivasi siswa. Keseriusan dalam pola percakapan siswa tunagrahita kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing mempunyai tujuan yang ingin dicapai : (1) Memudahkan untuk menilai siswa tunagrahita di kelas sehingga bisa dilihat hasilnya dengan baik, (2) Memudahkan dalam mengapresiasi pembelajaran kalimat sederhana di kelas sehingga aspek pemahaman kalimat sederhana tercapai dengan efektif, (3) Untuk memudahkan dalam arti konseptual di sekolah sehingga mengetahui besar kecilnya peningkatan materi pemahaman kalimat sederhana. Dengan demikian hasil penelitian tindakan kelas yang merupakan perbaikan pembelajaran dengan penerapan pola percakapan dapat ditingkatkan. Berdasarkan penelitian bahwa hasil belajar siswa tunagrahita kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing yang reratanya mulai meningkat pada Siklus I yaitu 40 % menjadi 100 % pada Siklus II. Uraian penelitian di atas merupakan perbaikan pembelajaran yang bisa disimpulkan bahwa penerapan pola percakapan yang diterapkan guru dapat meningkatkan kemampuan pemahaman kalimat sederhana dengan baik. Karena itu peneliti menyarankan agar pola percakapan sangat efektif dan relevan sekali dengan pembelajaran pemahaman kalimat sederhana di sekolah serta ke depan siswa semangat dalam pemahaman kalimat sederhana dalam komunikasi dua arah atau lebih dalam proses belajar mengajar. KATA KUNCI : Pemahaman kalimat sederhana, pola percakapan, siswa tunagrahita.

LATAR BELAKANG MASALAH Kreatifitas dalam dunia pendidikan di sekolah suatu sikap yang baik dan merupakan profesionalisme seorang guru, karena sikap ini termasuk penampilan yang diharapkan oleh seluruh siswa dan warga

sekolah lainnya. Dalam sebuah proses pembelajaran di sekolah yang terutama adalah adanya komunikasi semua pihak sehingga semua permasalahan bisa diatasi dan dikerjakan dengan mudah, dan adanya saling kebersamaan.

Page 59: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

177

Bila pembelajaran di sekolah dipola dengan baik maka perjalanan ke depan akan tambah lebih baik. Seperti dikatkan Nana Sudjana ( 1989 : 3) bahwa, “Untuk mencapai interaksi belajar mengajar sudah barang tentu perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa, sehingga terpadunya dua kegiatan, yakni kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar siswa yang berdaya guna dalam mencapai tujuan pengajaran. Dan proses ini yang harus menjadi acuan semua guru yang mengharapkan prestasi belajar siswa terus meningkat.”

Kalimat sederhana harus menjadi fokus utama bagi siswa tunagrahita sehingga dalam komunikasi proses pembelajaran menjadi sebuah kenyamanan tersendiri, sehingga termotivasi dalam belajar yang aktif terus mengikuti dan memperhatikan materi yang disampaikan gurunya. Karena selama ini masalah komunikasi yang menjadi hambatan bagi siswa tunagrahita, maka salah satunya memberikan materi kalimat sederhana melalui pola percakapan di kelas. Dari mulai mengucapkan kalimat sederhana dan bertanya seorang siswa tunagrahita kepada gurunya merupakan langkah yang tepat agar hambatan berkomunikasi teratasi.

Berdasarkan latar belakang masalah kalimat sederhana yang mengalami kesulitan, melalui pola percakapan sehingga siswa tunagrahita kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing agar kesulitannya bisa teratasi, maka peneliti mengadakan Penelitian Tindakan Kelas terhadap masalah tersebut dengan judul, “Meningkatkan Pemahaman Kalimat Sederhana Melalui Pola Percakapan Bagi Siswa Tunagrahita Kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing.”

TUJUAN PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui gambaran singkat tentang seberapa besar kemampuan terampil siswa tunagrahita kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing dalam pemahaman kalimat sederhana melalui pola percakapan.

MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini, memberikan khazanah kemampuan mengajar kepada guru-guru dalam mengajar kepada siswa tunagrahita kelas X SMALB SLB YKSB Cijeungjing dalam melatih kalimat sederhana melalui pola percakapan bisa meningkatkan pengucapan, pemahaman kalimat sederhana melalui komunikasi yang efektif. Keberhasilan sebuah proses pembelajaran tentang kalimat sederhana di kelas, menjadikan sekolah ini terangkat derajatnya. KARAKTERISTIK ANAK TUNAGRAHITA a. Keterbatasan intelegensi Membuat anak sulit memahami yang bersifat abstrak, seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca, sehingga dampaknya kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan mengikuti saja tanpa dimengerti. b. Keterbatasan sosial Dalam hubungan sosial, anak tunagrahita mengalami kesulitan mulai dari rnengurus diri sendiri dalam masyarakat, cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan kepada orang lain, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial, sehingga mereka perlu bimbingan dan pengawasan. Bahkan mereka cenderung mudah dipengaruhi

Page 60: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

178

untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. c. Adaptasi yang lamban Anak tunagrahita memerlukan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri ( adaptasi yang lamban ) pada situasi yang baru dikenalnya, juga termasuk penguasaan bahasa yang terbatas, sehingga kata-kata yang diajarkan harus mudah dipahami dan sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kadangkala sulit membedakan mana yang baik dan yang buruk, karena kemampuannya lamban dan terbatas sehingga tidak dapat memikirkan terlebih dahulu dampak dari apa yang akan diperbuat. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA a. Tunagrahita ringan IQ-nya antara 52-68 b. Tunagrahita sedang IQ-nya antara 36-51 c. Tunagrahita berat IQ-nya antara 20-35. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK TUNAGRAHITA Menurut Myklebust (1960) bahwa secara umum pengembangan bahasa dapat dilihat dari beberapa aspek, sebagai berikut : 1. Inner language - Aspek bahasa yang pertama

berkembang. - Muncul pada usia 6 bulan. - Dengan bermain yang bermakna,

perkembangan bahasa bisa dipahami, seperti mainan rumah-rumahan yang didalamnya disusun tentang kursi, meja, pot bunga dan perabot dapur.

2. Receptive language - Aspek anak mulai paham sedikit

demi sedikit tentang kata-kata yang diucapkan orang lain kepadanya, sehingga proses penerimaan secara verbal meningkat meski tetap

dengan penerimaan bahasa sederhana.

- Perkembangan ini tampak terlihat sekitar usia 8 bulan sampai 4 tahun.

3. Expressive language - Perkembangan bahasa sudah serasi

dengan perkembangan kognisi, karena perkembangan kongnisi anak tunagrahita sering mengalami hambatan, sehingga perkembangan bahasanya sedikit terlambat. Bahasa ekspressive muncul kira-kira satu tahun.

KALIMAT SEDERHANA MELALUI POLA PERCAKAPAN 1. Pengertian Kalimat Menurut Chaer ( 1994 : 240 ) kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Dalam tulisan latin kalimat adalah sebuah kata atau sekumpulan kata yang diawali huruf capital diakhiri intonasi final tanda titik ( . ), tanda tanya ( ? ), dan tanda seru ( ! ) termasuk didalamnya tanda koma ( , ), titik dua ( : ), titik koma ( ; ), tanda pisah ( - ), tanda sambung ( - ) dan spasi yang dapat menyampaikan pikiran secara utuh. 2. Unsur inti kalimat - Subjek ( S ) - Predikat ( P ) - Objek ( O ) - Keterangan ( K ) Contoh subjek ( S ) - Siswa SMALB sedang menjalani ujian. - Melukis itu melatih kreatifitas. Contoh predikat ( P ) - Andi menyanyi dengan merdu. - Susi membaca koran. Contoh objek ( O ) - Pak Ali membajak sawah. - Ibu menjahit baju batik. Contoh keterangan ( K )

Page 61: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

179

- Cara, Bacalah buku itu dengan seksama - Sebab, Tono tidak naik kelas karena malas belajar. 3. Jenis kalimat a. Kalimat langsung Adalah kalimat yang secara cermat meniru ucapan orang. Contoh : - Ibu berkata, “Andi, jangan

meletakkan sepatu di sembarang tempat.”

- “Saya gembira sekali,” kata ayah, “karena kamu lulus ujian.

b. Kalimat tidak langsung Adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan orang lain. Contoh : - Ibu berkata bahwa dia senang sekali

karena aku lulus ujian. - Kakak berkata bahwa buku itu harus

segera dikembalikan. 4. Berdasarkan unsur kalimat a. Kalimat lengkap Kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri dari satu buah subjek dan satu buah predikat. Contoh : - Siswa berdiskusi di dalam kelas. S P O - Ibu menggunakan kaos hijau dan

celana hitam S P O b. Kalimat tidak lengkap Kalimat yang tidak sempurna karena hanya memiliki subjek saja, atau predikat saja, atau objek saja atau keterangan saja. Contoh : - Selamat sore ! - Silahkan masuk ! - Kapan kesini ? - Hai kawan !

5. Kalimat aktif Kalimat yang predikatnya melakukan suatu pekerjaan. Contoh : - Bu lurah sedang asyik makan kue. - Supaya sistem pencernaan kita

sehat, setiap pagi kita perlu minum air.

- Saya akan pergi sekarang juga. 6. Kalimat pasif Kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan. Contoh : - Pameran itu akan dibuka oleh Pak

Bupati. - Ali terkejut mendengar kematian

sahabatnya. - Soal-soal itu sedang mereka

kerjakan. ANALISIS DATA PER SIKLUS 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran 1, soal tes 1 dan dan tes 2 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk Siklus I dilaksanakan pada minggu ke-2 bulan April 2018 di kelas X SMALB tunagrahita dengan jumlah siswa 5 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diberi tes 1 dan tes 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes 1 dan tes 2.

Page 62: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

180

c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus I Siklus 1 terdiri dari 2 pertemuan dengan alokasi waktu per pertemuan sebanyak 2 jam pelajaran ( 2 x 40 menit ). Penjabaran hasil tindakan Siklus I pertemuan pertama dan kedua secara lengkap dideskripsikan dalam Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 di atas memperlihatkan bahwa tingkatan pencapaian hasil belajar selama diadakan pembelajaran dengan pola percakapan melalui soal jawaban Siklus I belum menunjukkan hasil yang maksimal. Data secara parsial memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar data pertemuan pertama sampai kedua sebesar 6,00 poin dari nilai terendah kelas 60,00 menjadi 66,00. Namun setelah dianalisa secara kumulatif nilai rerata Siklus I dari pertemuan pertama dan kedua yakni nilai tertinggi 72,50, nilai terendah 55,00, nilai rerata kelas sebesar 63,00 dan pencapaian KBM 65 sebanyak 2 orang ( 40,00% ) dari jumlah peserta didik keseluruhan sebanyak 5 orang. Walau demikian secara kumulatif hasil belajar peserta didik belum sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian tetapi setidaknya pola percakapan melalui soal

jawaban memiliki pengaruh yang baik pada hasil belajar peserta didik dilihat secara perorangan. Singkatnya hasil belajar Siklus I belum sesuai dengan indikator penelitian sebesar 80%. Peserta didik mencapai KBM sebesar 65 yakni hanya mencapai 44,00 %. Belum tercapainya indikator keberhasilan pembelajaran tentunya terkait dengan beberapa kelemahan yang ada selama kegiatan pembelajaran Siklus I pertemuan pertama dan kedua berlangsung. Temuan lain dalam Siklus I sebagaimana diungkapkan oleh observer yakni : a. Kondisi siswa yang selalu ingin

menggambar dengan temannya. b. Siswa masih terlihat belum

memahami dengan tuntas pembelajaran pemahaman kalimat sederhana dengan menggunakan pola percakapan.

Dari uraian tersebut di atas, masih belum optimal pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan pembelajaran dengan pola percakapan pada Siklus II. Peneliti dalam hal ini memberikan refleksi atas kelemahan yang dimiliki selama kegiatan pembelajaran Siklus I guna diterapkan selanjutnya seperti diuraikan berikut ini. a. Peneliti berupaya 1) memberi motivasi baik secara verbal maupun non verbal bagi siswa yang belum memahami materi yang dipakai, 2) mengadakan pengawasan agar peserta didik fokus dengan tugas dalam kelompok yang sedang dibahas. b. Meningkatkan pemahaman yang sangat baik tentang kalimat sederhana, peneliti terus memberikan motivasi agar peserta didik serius dalam meningkatkan melaksanakan tugas dalam kelompok

Page 63: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

181

dengan pembelajaran pemahaman kalimat sederhana secara terarah. 2. Siklus II a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk Siklus II dilaksanakan pada minggu ke-3 bulan April 2018 di kelas X SMALB SLB tunagrahita dengan jumlah siswa 5 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diberi tes 3 dan tes 4 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes 3 dan tes 4. c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus II Siklus II dilaksanakan selama 2 pertemuan dengan alokasi waktu per pertemuan sebanyak 2 jam pelajaran ( 2 x 40 menit ). Gambaran hasil tindakan Siklus II yang terdiri dari pertemuan ketiga dan keempat seperti tersaji dalam Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 di atas memaparkan bahwa tingkat pencapaian hasil belajar selama pembelajaran dengan menggunakan pola percakapan Siklus II tergolong sangat baik, memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar dari pertemuan ketiga dan keempat sebesar 3,00 poin dari nilai rerata kelas 74,00 menjadi 77,00. Sementara hasil analisa secara kumulatif nilai rerata Siklus II dari pertemuan ketiga dan keempat yakni nilai tertinggi 82,50 nilai terendah 70,00, nilai rerata kelas sebesar 75,50 dan pencapaian KBM 65 sebanyak 5 orang (100%) dari peserta didik keseluruhan sebanyak 5 orang. Data ini memperlihatkan bahwa indikator keberhasilan penelitian telah tercapai (mastery learning) dan sesuai dengan indikator keberhasilan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa hasil belajar Siklus II mencapai 100% atau dapat dikatakan bahwa indikator penelitian sebesar 80% peserta didik memperoleh KBM sebesar 65,00 tercapai. Tercapainya indikator keberhasilan pembelajaran tidak lepas dari upaya yang telah dilakukan oleh guru dalam pembelajaran Siklus II. Adapun dua refleksi yang diambil dari akhir pembelajaran Siklus I dan pada Siklus II guna memperbaiki kegiatan pembelajaran adalah : 1. Guru mengklasifikasikan peserta didik kelas X SMALB tunagrahita di SLB YKSB Cijeungjing berdasarkan tingkat intelegensi yang selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran yakni setiap anggota kelompok terdiri dari 60% peserta didik dengan predikat di atas rata-rata dan sisanya 40% berada di bawah rata-rata. 2. Peneliti menambah pembelajaran kalimat sederhana dalam Bahasa Indonesia melalui tugas kelompok di sekolah guna

Page 64: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

182

memberikan pemahaman yang mendalam tentang materi yang diajarkan. Hasil ini sebenarnya belum mencapai tingkat kesempurnaan dalam pembelajaran. Meskipun demikian peneliti memutuskan untuk menghentikan tindakan pada Siklus II dikarenakan keterbatasan waktu dan supaya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di SLB YKSB Cijeungjing. DESKRIPSI PENINGKATAN HASIL TINDAKAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pembelajaran menggunakan pola percakapan mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Hasil tersebut dideskripsikan dalam Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 di atas memperlihatkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan pola percakapan yang telah dilaksanakan pada peserta didik kelas X SMALB tunagrahita di SLB YKSB Cijeungjing memperlihatkan adanya peningkatan pada : 1. Nilai rerata kelas dari Siklus I sebesar

63,00 menjadi 75,50 pada Siklus II atau terjadi peningkatan nilai rerata kelas sebanyak 12,50 poin dari skala penilaian 0-100.

2. Pencapaian nilai KBM sebanyak 60 % yakni dari 40 % pada Siklus I menjadi 100% pada Siklus II.

KESIMPULAN Berdasarkan pandangan hasil deskripsi dan refleksi temuan perbaikan pembelajaran peningkatan kemampuan siswa tunagrahita dalam memahami pembelajaran melalui pola percakapan di kelas X SMALB tunagrahita SLB YKSB Cijeungjing dapat disimpulkan. Perbaikan Pembelajaran Dalam memahami pembelajaran kalimat sederhana melalui pola percakapan telah menunjukkan hasil yang cukup baik sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini bisa dikaji dengan seksama dan hasil rerata nilai hasil penilaian pada setiap siklus tindakan perbaikan pembelajaran yaitu 40 % pada Siklus I, meningkat pada Siklus II menjadi 100%. Pada siklus peningkatan kemampuan siswa tunagrahita tersebut dilakukan melalui perencanaan pembelajaran yang mengalami perbaikan pada setiap tindakan pembelajaran disesuaikan dengan hasil analisis dan refleksi pembelajaran sebelumnya. Perencanaan disusun sesuai dengan tuntutan kurikulum tindakan satuan pendidikan. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut ditetapkan indikator keberhasilan pembelajaran di kelas X SMALB tunagrahita SLB YKSB Cijeungjing disamping keberhasilan dari tujuan pembelajaran, tujuan perbaikan pembelajaran, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sarana dan sumber pembelajaran serta penilaian pembelajaran.

Page 65: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

183

Penelitian ini dilaksanakan mengacu kepada rencana pembelajaran yang telah diterapkan, kemudian dilakukan kegiatan penilaian sesuai rencana untuk melihat kemampuan siswa tunagrahita dalam pelaksanaan pembelajaran meskipun belum maksimal tetapi telah memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan siswa tunagrahita dalam memahami pembelajaran pemahaman kalimat sederhana melalui pola percakapan. Saran Disarankan yang harus diperhatikan bahwa perbaikan pembelajaran masih dirasakan belum maksimal, ketika siswa tunagrahita dalam memahami pembelajaran kalimat sederhana melalui pola percakapan, maka untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran kalimat sederhana dalam tugas kelompok perlu dilakukan : 1. Pemilihan materi tentang

pembelajaran kalimat sederhana melalui tugas kelompok diusahakan harus menarik minat dan perhatian siswa tunagrahita serta tugas tersebut pernah dikerjakan oleh siswa dalam belajar serta mampu dipahami dengan baik.

2. Pelaksanaan pembelajaran kalimat sederhana melalui pola percakapan harus mengarah kepada siswa tunagrahita agar mampu untuk aktif dan kreatif dalam tugas kelompok yang disenangi serta suasana dibentuk bisa menyenangkan siswa.

3. Kegiatan pembelajaran kalimat sederhana harus dinilai secara otentik dan mengarah kepada tugas kelompok yang diberikan.

Saran dan tindak lanjut untuk lebih memberikan kesempatan bagi guru-guru kelas X SMALB dalam rangka mengatasi masalah pembelajaran dan mengembangkan profesi tugas

mengajarnya, maka hasil perbaikan pembelajaran ini dapat disosialisasikan melalui kegiatan Kelompok Kerja Kepala Sekolah ( KKKS ) dan Kelompok Kerja Guru ( KKG ) di Gugus XXVI SLB Kab. Ciamis. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian :

Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Asnawir, H. dan Usman, M. Basyirudin. (2002). Media Pembelajaran. Ciputat Pers Jakarta.

Dendy Sugono, (1999), Berbahasa Indonesia dengan Benar, Jakarta : Gramedia Press.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Djamarah, S. dan Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

J.S. Badudu, (1989), Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III, Jakarta : Pustaka Setia.

Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta : BPFE.

Page 66: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

184

MANFAAT PERMAINAN TRADISIONAL “SOLMISASI” BAGI ANAK TUNAGRAHITA

Oleh :

Ida Farida (SLB Al-Ishlah Purwadadi)

ABSTRAK

Permainan tradisional dapat dimanfaatkan sebagai salah satu media untuk belajar matematika. Guru dalam proses pembelajaran harus selalu kreatif dalam menciptakan proses belajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa. Pada siswa tunagrahita yang usia mentalnya lebih rendah dari usia kalendernya tentunya dibutuhkan suatu media atau metode yang sesuai dengan karakter mereka salah satunya adalah melalui permainan, dengan mengangkat permainan tradisional diharapkan selain dapat meningkatkan kemampuan dalam mengenal konsep bilangan 1-5 pada siswa tunagrahita juga dapat mengangkat kembali permainan-permainan tradisional yang hampir punah karena kalah oleh game dari gadget maupun game dari alat lainnya. Permainan tradisional selain dapat digunakan sebagai alat bermain dan belajar akan tetapi dapat juga melatih motorik kasar anak tunagrahita. Untuk itu dengan belajar matematika melalui permainan tradisional selain dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa tunagrahita juga dapat melestarikan budaya-budaya bangsa. KATA KUNCI : Soldah Modifikasi, Permainan Tradisional.

PENDAHULUAN Pendidikan bukan hanya sebagai perwujudan hak warga negara mengenai pendidikan saja akan tetapi merupakan suatu kebutuhan bagi pengembangan diri setiap individu, dimana sekolah diharapkan dapat merealisasikan seluruh potensi yang dimiliki setiap anak. Begitu pula dengan anak tunagrahita yang tidak didiskriminasikan dalam memperoleh pendidikan walaupun mereka memiliki hambatan intelektual dan penyesuaian perilaku. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor: 20 tentang Sisdiknas, pada pasal 59 ayat 2 menegaskan bahwa “warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak untuk memperoleh

pendidikan khusus”. Dalam Al-Quran surat An-Nissa ayat 9 Allah SWT, berfirman:

ش يخ

ذين ول

و ال

وا ل

ركفهم من ت

ل خ

ة ي ر

ا ذ

ضعاف

واافيهم خ

وا عل

قيتل ف

وا الل

وليق ول

ول

ا ق

سديد “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” Ayat di atas maksudnya adalah hendaknya kita selalu waspada terhadap nasib anak-anak yang masih lemah karena mereka merupakan tanggungjawab kita, anak ABK merupakan anak-anak yang lemah dalam

Page 67: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

185

sosial, emosi, fisik dan intelegensi sehingga membutuhkan bimbingan, pendidikan dan tentunya kita sebagai guru merupakan orang yang paling bertanggungjawab dalam pendidikan mereka sehingga anak yang lemah bisa menjadi anak yang kuat, mandiri dan dapat berdiri sendiri tanpa harus selalu bergantung pada bantuan orang lain dalam kehidupannya. Metode pembelajaran berbasis PAKEM (Pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan) melalui permainan sangat cocok bagi anak tunagrahita. Jiwa mereka yang cenderung kekanak-kanakan sangat menyukai bermainan dan metode permainan dalam pembelajaran merupakan metode yang cocok dan menyenangkan bagi mereka. Selain dalam hal pendidikan, anak tunagrahita juga memiliki hak untuk dapat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan serta sosial budayanya. Karena hal tersebut diperlukan adanya adaptasi sosial, mengingat bahwa setiap individu tidak dapat dibangun tanpa adanya individu lainnya. Untuk itu dalam hal pendidikan dan adaptasi sosial diperlukan adanya suatu situasi pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara optimal. Penyandang tunagrahita memiliki usia mental yang lebih rendah dari pada usia kalender yang dimilikinya sehingga situasi pembelajaran diupayakan sesuai dengan karakteristik mereka. Untuk itu belajar sambil bermain dapat memberi dukung untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, karena permainan sangat disukai oleh anak-anak. Dan pada saat ini seperti kita ketahui permainan tradisional seakan sudah musnah dari dunia anak-anak, sesuai dengan perkembangan zaman, anak-anak

lebih menyukai gadget daripada permainan tradisional, padahal dalam permainan tradisional tersebut banyak sekali manfaat yang akan didapatkan baik dari segi pengetahuan maupun kesehatan jasmani sedangkan game dalam gadget menciptakan jurang pemisah yang cukup dalam, melahirkan kehidupan yang individualisti, dan lupa akan waktu yang bergulir. Seperti kita ketahui dalam pengetahuan akademis anak tunagrahita mengalami banyak kesulitan disebabkan karena kemampuan intelegensinya yang rendah sehingga dibutuhkan pembelajaran yang sangat menyenangkan. Kegiatan tidak membosankan bagi siswa tunagrahita, salah satunya adalah mengenal konsep bilangan. Untuk itu penulis mencoba mengembangkan salah satu permainan tradisional serta memodifikasinya. Dalam pelajaran matematika tentang konsep bilangan pada anak penulis mengembangkan permainan tradisional “soldah” yang berasal dari daerah Jawa Barat dan kemudian memodifikasinya menjadi permainan tradisional “Solmisasi”. Solmisasi singkatan dari Soldah Modifikasi untuk pembelajaran matematika yaitu mengenalkan konsep dan lambang bilangan bagi anak tunagrahita. Selain untuk matematika, permainan ini juga bermanfaat bagi pelatihan motorik kasar dan juga dapat membangun adaptasi sosial anak. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pelaksanaan Permainan Tradisional “Solmisasi” Bagi Anak Tunagrahita ?”

Page 68: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

186

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah: 1. Menciptakan situasi pembelajaran

yang menyenangkan bagi anak tunagrahita;

2. Memudahkan anak tunagrahita mengenal konsep dan lambang bilangan melalui permainan tradisional; dan

3. Meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses pembelajaran tentang konsep bilangan dan lambang bilangan melalui permainan tradisional.

KAJIAN PUSTAKA Istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya rendah (tunagrahita) berbeda-beda. Dalam bahasa Inggris, menurut Robert P. Ingals (1978:5) istilah yang digunakan diantaranya adalah: a. Mental retardation b. Mental deficiency c. Mentally defective d. Mentally handicapped e. Feeblemineness f. Mental subnormality g. Amentia h. Oligophrenia Sedangkan dalam bahasa Indonesia istilah bagi yang tingkat kecerdasannya rendah, seperti: lemah ingatan, lemah otak, lemah pikiran, cacat mental, terbelakang mental. Adapun istilah, yang resmi digunakan di Indonesia seperti yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa adalah “tunagrahita”. Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas di bawah rata-rata. Di samping itu mereka juga mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Grossman

(1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut: Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and manifested during the developmental period (Hallahan & Kauffman, 1988:47). Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya. Berikut ini akan diuraikan beberapa materi pelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak tunagrahita. Mata pelajaran ini meliputi kelompok Bina Diri, Kelompok Akademis, Kelompok Sensorimotor, dan Kelompok Keterampilan atau Psikomotor. a. Kelompok Bina Diri Mata pelajaran Bina Diri untuk anak tunagrahita mempunyai sasaran yang hendak dicapai, yaitu tujuan langsung dan tujuan tidak langsung. Tujuan langsung mata pelajaran ini ditetapkan agar setelah menyelesaikan mata pelajaran ini mereka mampu mandiri, tidak bergantung pada orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab. Selain itu kemampuan koordinasi motoris dan kontrolnya meningkat sehingga dapat menumbuhkan rasa aman dan minat belajar. Sedangkan tujuan tidak langsung mata pelajaran ini ditetapkan untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi dan ketekunan anak dalam belajar, dan juga mengembangkan kemampuan-kemampuan sensori motor (penginderaan), berbahasa dan berpikir matematis secara optimal. Tujuan lain

Page 69: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

187

diharapkan pula mereka dapat melakukan kegiatan ini untuk orang lain. b. Kelompok Akademis Mata pelajaran kelompok akademis pada umumnya hanya diberikan pada anak tunagrahita ringan. Mata pelajaran ini menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir logis, konseptual, dan analisa sederhana. Termasuk dalam mata pelajaran kelompok akademis,yaitu: membaca, menulis dan berhitung atau dalam istilah Inggris-nya disebut 3R, yang merupakan kependekan dari Reading, Writing, dan Aritmatic. Selanjutnya mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung ini dalam kurikulum berkembang menjadi mata pelajaran berhitung-Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan mata pelajaran lainnya yang memfokuskan pada pengembangan pengetahuan umum dan kemampuan kognisi anak tunagrahita ringan. c. Kelompok Sensorimotor Sensorimotor merupakan fase dasar perkembangan manusia yang menunjang perkembangan selanjutnya. Melatih sensorimotor atau disebut penginderaan merupakan suatu pekerjaan yang memiliki arti yang sangat penting dalam pendidikan. Melalui perjalanan waktu secara perlahan-lahan anak berhasil menggenggam beda-benda konkrit menujupada pengertian lingkungan yang abstrak. Dengan demikian juga anak tunagrahita itu membutuhkan latihan sensorimotor agar penginderaannya dapat berkembang secara optimal. Latihan sensorimotor pada umumnya dimulai dari hal-hal yang kontras menuju kepada kesamaam (pasangan) dank e perbedaan yang halus (susunan derajat). d. Kelompok Keterampilan Ada anggapan bahwa pendidikan anak tunagrahita sebaiknya lebih mengarah

kepada keterampilan. Hal itu tidak berarti bahwa kemampuan keterampilan mereka lebih baik daripada anak normal. Dalam pelajaran keterampilan yang banyak memerlukan kecerdasan, anak tunagrahita akan tetap ketinggalan oleh anak-anak normal. Berbeda dengan pelajaran-pelajaran akademik,kebanyakan pelajaran keterampilan tidak banyak menuntut kecerdasan yang tinggi. Dalam pelajaran ini, anak tunagrahita lebih banyak menemukan kepuasan. Selain lebih banyak memberikan kepuasan, pelajaran keterampilan juga memberikan bekal yang penting kepada para siswa, baik untuk penyesuaian sosialnya hari ini, maupun untuk pekerjaannya nanti. Permainan Tradisional Permainan tradisional memiliki ciri khas sesuai daerahnya masing-masing yang juga dipengaruhi oleh tradisi budaya setempat. Kegiatan dalam bermain banyak mengandung unsur fisik nyata yang melibatkan kelompok otot besar dan juga unsur bermain. Selain itu kegiatan dalam permainan tradisional juga sering mengandung unsur seni seperti yang kita sebut seni tradisional. Permainan radisional menurut Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP) merupakan hasil penggalian dari budaya sendiri yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai pendidikan karena dalam kegiatan permainannya memberikan rasa senang, gembira, ceria pada anak yang memainkannya. Selain itu permainannya dilakukan secara berkelompok sehingga menimbulkan rasa demokrasi antar teman main dan alat permainan yang digunakan pun relative sederhana (BP-PLSP, 2006). Sedangkan permainan tradisional menurut Kurniati (2006) akan dapat mengembangkan potensi setiap anak yang ditunjukkan dalam perilaku penyesuaian sosial dengan

Page 70: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

188

tetap melestarikan dan mencintai budaya bangsa. Permainan tradisional anak-anak dimana peredaranya dilakukan secara lisan, berbentuk tradisional, dan diwariskan secara turun-tenurun. Permainan tradisional menurut Mohammad Zaini Alif dari Komunitas Hong, ada banyak hal yang bisa diambil dari mainan tradisional. Permainan tradisional dapat memberikan pembelajaran kepada anak mengenai pentingnya untuk menjaga lingkungan, menghormati sesama, hingga cinta kepada Tuhan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permainan, menurut Elizabeth B. Hurlock (1993:327) terdiri atas: kesehatan, perkembangan motorik, intelegensi, jenis kelamin, lingkungan, status sosioekonomi, jumlah waktu bebas, dan peralatan bermain. Jenis-jenis permainan anak-anak menurut Muhammad S. Djarot (1415 H) dalam bukunya terbagi ke dalam lima klasifikasi, yaitu: a. Permainan bayi. Merupakan permainan sederhana yang dimainkan dengan anggota keluarga atau anak yang lebih besar. b. Permainan perorangan Yaitu permainan untuk menguji kecakapannya dengan peraturan sedikit dan sering menguji kecakapannya dengan sedikit peraturan dan sering diubah atau dilanggar c. Permainan tetangga Dikarenakan oleh adanya kesamaan yang menumbuhkan kelompok, lalu diorganisir oleh seseorang yang diterima mereka. d. Permainan tim Yaitu akibat adanya peningkatan kecakapan di kalangan anak-anak berusia 8- 10 tahun.

e. Permainan dalam ruang Hal ini dikarenakan adanya halangan untuk bermain di luar ruang, akibat sakit, lelah, atau cuaca buruk, diawali hanya dengan anggota keluarga kemudian dengan melibatkan orang lain. Agar permainan selalu dapat memberikan pengaruh dalam bentuk positif yang optimal, hendaknya senantiasa dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek berikut ini: 1. Bentuk, merupakan aktivitas

berolahraga, berkesenian, berdaya cipta, berekreasi, dan sebagainya

2. Tujuan, yaitu guna memfungsikan indera, pemanfaatan anggota tubuh, penajaman akal pikiran, penghalusan jiwa, atau latihan alamiah, yang secara bersamaan seluruhnya, sebagian-sebagian, atau saling bergantian.

3. Kandungan materi, mencakup kondisi yang bersifat realita, sejalan dengan sunatullah, tidak sulit, senantiasa cocok di berbagai situasi, dan medium pemenuhan beragam kebutuhan.

4. Perwujudan, menggunakan dimensi audio dan visual.

5. Bahan, mudah untuk diperoleh, tidak membahayakan, dan memungkinkan berada di sekitar.

6. Desain, ditampilkan dengan secara sederhana, menarik perhatian.

7. Bersikap komunikatif. 8. Cara bermain, melibatkan pengguna

secara bersama-sama, setiap tahapan usia dapat menggunakannya, dan merupakan suatu arena berlomba untuk berbuat kebaikan.

9. Harga, relatif murah sehigga semua kalangan dapat memilikinya.

Page 71: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

189

PEMBAHASAN MASALAH Permainan Sebagai Media Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Permainan Sebagai Media Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Agar pembelajaran dapat berlangsung efektif, maka guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran tersebut dalam suasana yang baik dan menyenangkan. Moh. Surya (1996;83) mengemukakan bahwa proses pembelajaran yang efektif dapat terbentuk melalui pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berpusat pada siswa 2. Interaksi edukatif antara guru

dengan siswa 3. Suasana demokratis 4. Variasi metode mengajar 5. Guru professional 6. Bahan yang sesuai dan bermanfaat 7. Lingkungan yang kondusif 8. Sarana belajar yang menunjang Berpusat pada siswa; siswa menjadi perhatian utama dari guru. Segala bentuk aktivitas untuk membantu perkembangan. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada perwujudan diri siswa sebagai pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif dan pekerja yang produktif. Interaksi edukatif antara guru dan siswa; guru tidak hanya sekedar figur yang dapat merangsang perkembangan pribadi siswa. Interaksi guru dan siswa senantiasa berdasarkan sentuhan-sentuhan psikologis, saling memahami, sehingga menumbuhkan rasa percaya diri. Suasana demokratis; memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mewujudkan dan mengembangkan hak dan kewajibannya, semua pihak memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan potensinya, sehingga memupuk rasa percaya diri, berinovasi,

berkreasi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Variasi metode mengajar; sesuai dengan tujuan dan bahan yang akan dipelajari, menggunakan metode dengan berganti-ganti sesuai dengan keperluannya, sehingga membuat siswa lebih senang dan bersemangat, akhirnya memberikan hasil yang lebih baik. Guru Profesional; pembelajaran yang efektif hanya mungkin dapat diwujudkan oleh guru professional dan dijiwai oleh jiwa profesioalisme yang tinggi. Guru professional adalah guru yang memiliki keahlian yang memadai, rasa tanggungjawab yang tinggi, serta memiliki rasa kebersamaan dengan ssejawatnya, mampu melaksanakan fungsi-fungsi sebagai pendidik yang bertanggungjawab mempersiapkan siswa bagi peranannya di masa depan. Jiwa profesionalisme ditandai dengan mencintai pekerjaannya dan melaksanakanya dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Bahan yang sesuai dan bermanfaat; mengolah bahan pelajaran menjadi sajian yang dapat dicerna oleh siswa secara tepat dan bermakna, sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungannya sehingga menjadi fungsional bagi siswa. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang dapat menunjang bagi proses pembelajaran secara efektif, guru senantiasa mampu membina kerjasama dengan fihak luar sekolah terutama keluarga, dan sarana belajar yang menunjang, alat bantu megajar, laboratorium, aula, lapangan olahraga, perpustakaan dan lain sebagainya. Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Artinya keberhasilan pencapaian tujuan

Page 72: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

190

pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru ABK terhadap makna pembelajaran akan mempengaruhi cara guru ABK itu mengajar. Pembelajaran berasal dari kata “ajar” artinya petunjuk yang diberikan kepada orang agar diketahui. Pembelajaran diartikan sebagai proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi antara diri dan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Moh. Surya (1996:9) mengemukakan bahwa “Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yag baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya dikemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses dimana individu mengubah tingkah lakunya dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Proses pembelajaran akan terjadi jika individu menghadapi situasi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui insting atau kebiasaan. Adanya kebutuhan akan mendorong individu untuk memperoleh tingkah laku yang baru. Dengan perkataan lain, pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tujuan pembelajaran. Secara esensial pembelajaran merupakan proses kegiatan yang disadari dalam menciptakan suatu kondisi agar siswa mau dan dapat belajar. Proses diartikan sebagai rangkaian tindakan/perbuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk.

Menciptakan artinya berusaha dengan sungguh-sungguh agar kondisi yang dicita-citakan dapat tercapai; adapun siswa adalah individu dalam masa perkembangannya menjelang tercapainyatingkat kedewasaan; sedangkan belajar merupakan suatu kegiatan yang mengarah kepada perubahan perilaku yang ditandai dengan adanya peningkatan yang positif sehingga adanya penambahan pengalaman baik kognitif, afektif maupun psikomotor. Pembelajaran kreatif merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan berbagai keterampilan dasar mengajar yang saling berkaitan, untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna sehingga dapat membantu menciptakan kesempatan yang luas bagi siswa dalam membangun konsep-konsep yang dipelajari. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran kreatif bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah, seorang guru ABK dituntut memiliki berbagai kemampuan yang optimal, baik kemampuan kognitif, sikap, dan keterampilan. Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Artinya keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Membantu mengembangkan imjinasi dan kreativitas dalam seluruh aspek pembelajaran anak tunagrahita merupakan hal yang sangat esensial bagi perkembangan masyarakat dunia yang konstruktif, dan bagi pemenuhan kebutuhan yang tanpa akhir dari setiap individu yang hidup di dalamnya.

Page 73: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

191

Pendidikan khusus sebagai salah satu bentuk pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi anak tunagrahita dengan memenuhi kebutuhan mereka serta menyesuaikan dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata tentulah kiranya guru dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan dan disesuaikan dengan usia mental yang mereka miliki karena pada kenyataannya anak tunagrahita memiliki usia mental yang jauh di bawah usia kalendernya. Pembelajaran kreatif pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan siswa sebagai individu. Pembelajaran kreatif merupakan usaha membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai keterampilan proses untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru. Kondisi anak-anak tunagrahita yang lugu, sederhana, terbatas dan lucu menuntun suatu pola pendidikan yang tidak resmi, yaitu lebih menitik beratkan terhadap aspek bermain. Dengan cara memberikan perangkat permainan, yang muncul lebih dominan adalah aspek rekreasi dan kegembiraan. Hal ini dimaksudkan agar dengan secara mudah, karena sangat memungkinkan tanpa beban, anak-anak menyerap pesan-pesan edukatif dari aktivitas pendidikan yang diberlakukan kepadanya. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1993:323) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang terdiri atas: perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin, dan perkembangan ciri kepribadian yang dinginkan

Manfaat Permainan Tradisional “Soldah Modifikasi” Bagi Anak Tunagrahita” Media pembelajaran misalnya permainan tradisional “Soldah” atau banyak juga yang menyebutnya Pecle, Engkle dan lain sebagainya. yaitu salah satu permainan tradisional dari Jawa Barat. Dalam permainan tersebut banyak terkandung unsur untuk melatih motorik kasar, menghitung, dan lain sebagainya. Permainan “Soldah Modifikasi” adalah permainan sondah/pecle yang ditambah dengan lambang angka dan warna pada setiap langkahnya. 1. Alat dan cara pelaksanaan permainan “Soldah Modifikasi”. Alat yang dibutuhkan dalam permainan: a. Genteng/ kardus angka (Genteng

bekas/ kardus bekas yang ditulisi angka 1-5 dan diberi warna).

b. Spidol/kapur (untuk membuat garis kotak Sondah di lantai).

c. Karton berwarna/ cat (untuk mewarnai kotak-kotak pada Soldah).

Alat yang digunakan untuk Permainan Soldah Modifikasi ini tergantung dari dimana permainan akan dilaksanakan, jika di luar ruangan/ tanah bisa digarisi saja oleh kayu atau bisa menggunakan kapur, tetapi apabila di dalam ruangan bisa di lantai dengan menggunakan lantai yang dicat atau juga dengan media lain asal berbentuk segi empat. 2. Cara bermain Sondah Modifikasi: a. Sebelum permainan dilaksanakan para

pemain berdoa terlebih dahulu. b. Pemain dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok 1 dan kelompok 2 (jumlah pemain tidak ditentukan).

c. Ketua kelompok 1 melakukan suit dengan kelompok 2 untuk menentukan siapa yang akan melakukan permainan terlebih dahulu.

Page 74: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

192

d. Bagi kelompok yang menang suit dan main pertama, salah satu pemain (giliran atau bergantian) mengambil genteng bekas/ kardus bekas yang bertuliskan angka 1 sampai 5, tetapi saat mengambil posisi genteng/kardus angka terbalik sehingga pemain tidak tahu angka berapa yang akan diambil.

e. Setelah mengambil genteng angka/ kardus angka, pemain melihat angka berapa yang ada di atas genteng/ kardus angka kemudian menyebutkannya setelah menyebutkan perlihatkan pada semua pemain angka yang diambilnya, dan pemain lain ikut menyebutkan juga.

f. Setelah itu lemparkan genteng/kardus angka ke kotak sondah yang angkanya sama dengan angka yang ada di genteng yang diambilnya (dengan catatan jika genteng tidak tepat masuk ke kotak sondah yang sesuai angkanya maka pemain tersebut harus berhenti bermain dan harus menyerahkan genteng/ kardusnya ke kelompok lawan).

g. Setelah genteng/kardus angka masuk ke kotak sondah secara tepat (yang angkanya sesuai) maka pemain melakukan engkle (satu kaki diangkat) dari kotak yang berisi angka 1 sambil menyebutkan angkanya sampai ke kotak yang berisi genteng/kardus angka kemudian menurunkan kakinya dan mengambil genteng/ kardus angka

h. Setelah genteng/kardus angka diambil, melanjutkan kembali engkle sampa angka 5 kemudian istirahat di kotak hitam dan kembali lagi ke angka 2 dan satu lalu keluar dari kotak Sondah (catatan: setelah genteng/ kardus angka diambil tidak perlu menyebutkan kembali angka).

i. Setelah pemain dapat menyelesaikan engkle di kotak sondah, menyimpan genteng/

kardus angka di tempat kelompoknya.

j. Kemudian dilanjutkan lagi oleh pemain selanjutnya di kelompok tersebut, sebelum pemain di kelompok itu melakukan kesalahan maka belum boleh kelompok lawan untuk melakukan permainan.

k. Untuk menentukan kelompok mana yang menang dapat dilihat dari mana yang lebih banyak memperoleh genteng/ kardus angka seri maka permainan diulang kembali.

Catatan: Sondah ini selain untuk mengenalkan konsep dan lambang bilangan juga dapat dipakai untuk mengenalkan warna, hanya tinggal mewarnai kotak Sondah saja. 3. Manfaat Permainan Sondah Modifikasi a. Meningkatkan pemahaman konsep

bilangan 1-5. b. Mengenal lambang bilangan 1-5. c. Mengenal warna. d. Sebagai latihan motorik kasar. e. Membangun adaptasi sosial. KESIMPULAN Permainan Tradisional sangat bermanfaat sebagai pembelajaran yang efektif bagi siswa tunagrahita. Karena dalam proses pembelajaran melalui permainan dirasakan oleh siswa seperti bukan belajar yang resmi, akan tetapi dirasakan seperti saat bermain dan suasana belajar terlihat santai sehingga tidak menegangkan bagi siswa tunagrahita. Seperti kita ketahui anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata tentunya dalam menyerap pengetahuan akademis banyak mengalami kesulitan, salah satunya mata pelajaran matematika, dan dengan usia mental yang lebih rendah dari usia kalendernya tentunya dibutuhkan suatu

Page 75: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

193

proses pembelajaran yang sesuai dengan jiwa kekanakannya, dan permainan “soldah” merupakan sarana yang cocok untuk menciptakan suatu proses belajar yang menyenangkan. SARAN 1. Bagi Sekolah Sekolah diharapkan memberikan fasilitas yang menunjang bagi kebutuhan siswa tunagrahita, misalkan disediakan tempat untuk bermain dan belajar, alat-alat bermain yang mengandung nilai-nilai pengetahuan serta sekolah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses pembelajaran yang efektif untuk anak tunagrahita. 2. Bagi Guru Guru diharapkan dapat meningkatkan kualitasnya serta mampu menjadi guru yang profesional sehingga dapat menciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif dan siswa dapat belajar dengan suasana yang menyenangkan dan tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA Astati., Lis Mulyati (2011). Pendidikan

Anak Tunagrahita. Bandung: Amanah Offset.

Asrori, Muhammad (2008). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Muhammad S. Djarot (1415 H). Membina Anak Saleh Melalui Permainan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tjutju S, Astati, Sriw. (2010). Pembelajaran Kreatif Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Catur Karya Mandiri.

Page 76: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

194

STRATEGI PEMBELAJARAN YANG SUPORTIF

BAGI SISWA DENGAN MULTIPLE DISABILITIES WITH VISUAL IMPAIRMENT (MDVI) ATAU HAMBATAN MAJEMUK PENGLIHATAN

DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA

Oleh Sri Wahyuni Endaryati

(Guru SLB A Yaketunis Yogyakarta)

ABSTRAK

Multiple Disabilities Visual Impairment (MDVI) atau hambatan majemuk penglihatan merupakan hambatan yang bersifat komplek yang dialami siswa. Siswa-siswa ini memerlukan pembelajaran fungsional untuk membantu kehidupan sehari-harinya. Kurikulum untuk siswa dengan MDVI memaparkan bahwa ada tiga ranah yang menjadi fokus dalam pembelajaran yang meliputi; 1) area bekerja, 2) area komunikasi dan social, dan 3) area bina diri. Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran suportif bagi siswa MDVI yang dapat mendukung siswa lebih termotivasi dalam pembelajaran fungsional dikelas dengan harapan siswa dapat mandiri. Hasil dari penulisan Jurnal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang tepat yang dapat digunakan dalam pembelajaran siswa MDVI adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran yang meliputi; 1) Penggunaan komunikasi total dan terlibat dalam pembicaraan, 2) Kegiatan yang dilakukan sesuai usia, 3) Membuat pilihan, 4) Memaksimalkan penggunaan indera, 5) Miliki awal, pertengahan dan akhir yang jelas, 6) Gunakan kalender yang berbasis instruksi dan rutinitas, 7) Beri model pada level yang lebih tinggi, 8) Pemberian promt (petunjuk) dan proses, 9) Gunakan benda nyata dalam aktifitas bermakna di dunia nyata, 10) Sediakan kesempatan sosial, 11) Miliki kegiatan yang memotivasi siswa, dan 12) Sediakan lingkungan belajar yang suportif. KATA KUNCI : Anak MDVI, Strategi pembelajaran Suportif, kurikulum fungsional.

PENDAHULUAN SLB A Yaketunis Yogyakarta menyelenggarakan program pendidikan untuk anak tunanetra baik anak tunanetra total ataupun yang low vision, akan tetapi dalam perkembangannya SLB A Yaketunis juga menyelenggarakan program pendidikan untuk anak tunanetra dengan tambahan atau hambatan lebih dari satu, selain hambatan pengelihatan atau dikenal dengan tuna majemuk/ tunaganda

yang saat ini dikenal dengan istilah anak dengan MDVI. Multiple Disabilities Visual Impairment atau MDVI merupakan gangguan yang bersifat komplek yang dialami seseorang dengan keterbatasan visual disertai gangguan pada aspek atau organ lainnya yang dikenal juga dengan istilah hambatan majemuk, keterbatasan visual yang disertai dengan hambatan lain, berdampak pada berbagai keterbatasan dan kesulitan yang dialami.Keterbatasan visual

Page 77: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

195

menyebabkan individu tidak mampu menggunakan pengelihatan dalam menirukan kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh orang lain. Anak dengan hambatan visual yang disertai hambatan lain memerlukan perlakuan khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya. Variasi karakteristik siswa menyebabkan layanan kebutuhan berbeda-beda. Siswa yang mengalami hambatan pengelihatan tanpa disertai hambatan lain memiliki kebutuhan belajar yang berbeda dengan siswa MDVI, anak tunanetra tanpa hambatan memiliki kemampuan untuk belajar menggunakan huruf Braille untuk menyelesaikan permasalahan pelajaran yang diterimanya, berbeda dengan kebutuhan belajar siswa yang tidak mampu membaca dan memiliki keterbatasan- keterbatasan lainnya, atau dengan kata lain siswa yang tidak mampu mengembangkan diri secara akademik diberikan pembelajaran yang fungsional untuk menunjang kehidupannya. KONSEP PEMBELAJARAN BAGI ANAK DENGAN MDVI DI SLB A YAKETUNIS Anak dengan gangguan atau hambatan lebih dari satu aspek, memerlukan pembelajaran yang fungsional untuk membantu kehidupan sehari-harinya. Kurikulum untuk siswa MDVI memaparkan bahwa ada tiga ranah yang menjadi focus dalam pembelajaran anak MDVI dengan struktur kurikulum yang meliputi (1). Area bekerja, (2) Area komunikasi dan social (3) area bina diri yang ketiga area tersebut merupakan focus kebutuhan belajar untuk membantu anak-anak dengan MDVI.Kendala yang dialami di SLB A Yaketunis Yogyakarta.

1. Area komunikasi dan sosial menitikberatkan komunikasi ekspresif dan reseptif kemampuan anak untuk : a. Memahami dan mengungkapkan

kebutuhannya dalam memenuhi kebutuhan dasar misalnya : rasa haus, rasa lapar, rasa sakit, toilet, toilet dan lain-lain

b. Memahami dan mengungkapkan kebutuhannya untuk pergi ke suatu tempat atau bercerita tentang tempat baik di lingkungan terdekat maupun yang jauh dari anak

c. Memahami dan mengungkapkan keberadaan orang lain atau untuk bersama orang lain

d. Memahami dan mengungkapkan tentang perasaannya serta perasaan orang lain, misalnya rasa sedih marah, kecewa

Dalam area komunikasi, juga digambarkan tentang target kemampuan berkomunikasi ekspresif dan reseptif dan dikaitkan dengan fungsi dan tujuan komunikasi. Komunikasi tidak hanya dibatasi dengan komunikasi verbal seperti bicara, tulisan maupun isyaratmelainkan termasuk komunikasi non verbal yang tidak menggunakan alat bantu bahasa seperti : gerakan tubuh, ekspresi wajah, simbol benda atau gambar dan lainnya. 2. Area Binadiri Area ini mencakup segala kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan hidup sehari-hari anak, Diantaranya meliputi kegiatan : a. Makan dan minum Menekankan pada ketrampilan makan dan minum dengan menggunakan alat bantu yang paling sederhana hingga peralatan yang lebih rumit b. Berpakaian Menekankan pada ketrampilan anak dalam berpakaian secara lengkap hingga rumit

Page 78: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

196

c. Merawat Pakaian Adalah ketrampilan anak dalam mencuci pakaian , mengeringkan ,melipat hingga menyetlika d. Membersihkan diri (Mandi, gosok gigi, keramas, toilet) Kemampuan anak dalam hal mandi,menggosok gigi hingga mencuci rambut termasuk penggunaan toilet dan ketrampilan membersihkan diri dari toilet e. kebersihan dan kesehatan wanita ketrampilan khusus yang dibutuhkan oleh anak perempuan dalam menjaga kebersihan dan dan kesehatan pada saat menstruasi f. Pendidikan seksual Menekankan pada pemahaman anak tentang masalah-masalah umum yang berhubungan dengan kemampuan memilih masalah privasi dan hal umum : proteksi diri, nilai-nilai sosial tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan 3. Area Bekerja Area ini menekankan pada segala kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan hidup sehari-hari, diantaranya : a. Masak Bermula dari kegiatan sederhana sampai yang rumit untuk mengembangkan pemahaman konsep proses suatu makanan dan ketrampilan anak dalam keterlibatan langsung membuat makanan b. Berbelanja Menekankan pada pemahaman dan penerapan konsep uang dan penggunaannya serta pengembangan interaksi sosial c. Mencuci (Pakaian dan peralatan makan) Menekankan pada pemahaman anak tentang tanggung jawab dan sebagai bagian dari keluarga. Dalam proses pelaksanaannya memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan ke berbagai area.

d. Kebersihan Lingkungan Menekankan tentang tanggung jawab dan beberapa konsep secara bersamaan baik untuk pemahaman kebersihan kelas maupun luar kelas. e. Berkebun Menekankan pemahaman tentang konsep tumbuhan dan perawatannya, menerapkan pemahaman tentang sains dalam kehidupan sehari-hari f. Ketrampilan Pilihan Kegiatan yang diberikan pada siswa sesuai dengan karakteristik wilayah setempat atau potensi siswa secara individu Dalam pelaksanaan pembelajaran pada anak MDVI di SLB A Yaketunis masih mengalami kendala diantaranya ada anak yang belum mampu untuk melakukan area komunikasi dan sosial, anak belum mampu merawat dirinya sendiri, dan belum mampu melakukan kegiatan di area bekerja. Anak terbiasa sangat tergantung pada orang tua dan pengasuh dalam melakukan aktifitasnya. Contoh : makan dan minum anak belum mengenal konsep makan dan minum, siswa belum mengetahui urutan yang harus dilalui hingga makanan dan minuman sampai di meja makan, bagi siswa setiap ketika lapar dan ingin makan cukup dengan berteriak “ makan”, menangis atau memberi tanda bahwa anak ingin makan orang tua atau pengasuh langsung menyediakan dan menyuapi. Hal ini sebaiknya tidak menjadi kebiasaan, karena tidak selamanya anak didampingi dan dlayani oleh orang tua atau pengasuh maupun orang lain. Siswa harus diajarkan tentag kemandirian sejak dini dalam hal sederhana yang berkaitan dengan dirinya, Kendala kedua yang sering dihadapi adalah karakteristik dan suasana hati siswa yang tidak stabil,keinginan belajar siswa yang tidak menentu, siswa pasif kadang mogok tidak mau belajar dan kendala yang ketiga

Page 79: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

197

adalah masih sulitnya guru untuk memetakan proses pembelajaran yang cocok yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan belajar mengajar, karena terbatasnya literatur dalam mengajarkan ketrampilan-ketrampilan dasar tersebut, serta stategi yang cocok untuk memberikan layanan kepada anak MDVI.Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam strategi pembelajaran pada anak MDVI salah satunya dengan menggunakan strategi pembelajaran yang suportif “ Apakah Strategi pembelajaran yang suportif itu dan bagaimanakah urutannya?” ANALISIS STRATEGI PEMBELAJARAN YANG SUPORTIF UNTUK ANAK MDVI Proses Pembelajaran bagi setiap anak berkebutuhan khusus hendaknya dilakukan sedini mungkin Keunggulan adanya perlakuan atau pengajaran sedini mungkin anak yang mengalami hambatan visual disertai hambatan lain yakni perkembangan terencana dan terjaganya keyakinan terhadap kemampuan dalam dirinya (Roffey. 2001 : 5-6) Anak MDVI dengan karakteristik seperti : Kesulitan atau keterbatasan mobilitas.Anak MDVI dengan karakteristik yang dimiliki seperti : Kesulitan atau keterbatasan mobilitas dan eksplorasi ,fokus terhadap diri sendiri, respon pada pengalaman sensoris, pengalaman pada rutinitas (Salleh & Manisah, 2010, Erin 2000; Rogow,2005). Dengan karakteristik yang dimiliki oleh anak MDVI diperlukan strategi pembelajaran yang tepat sehingga anak termotivasi untuk belajar melakukan kegiatan fungsional yang berguna untuk dirinya sedini mungkin agar anak memperoleh pengalaman yang banyak dalam pembelajaran.Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran fungsional pada siswa MDVI adalah

Strategi Pembelajaran Suportif, sesuai dengan materi Pelatihan MDVI Level 1 modul 4 tentang mengembangkan kurikulum bagi Siswa MDVI . Strategi Pembelajaran Suportif meliputi : 1. Penggunaan komunikasi total dan terlibat dalam percakapan Strategi pembelajaran suportif yang dilakukan dalam pembelajaran siswa MDVI di SLB A Yaketunis adalah dengan mengajarkan materi pembelajaran kepada siswa MDVI dengan menggunakan komunikasi total dan selalu melibatkan anak dalam setiap percakapan baik dengan sesama siswa atau guru.Contoh : Ketika akan belajar memasak sayur bening maka anak-anak harus membeli bahan sayuran, sebelum berangkat berbelanja siswa diajak berkomunikasi tentang sayuran yang akan dibeli, dengan menggunakan benda nyata berupa sayuran kobis, wortel, loncang, seledri, bawang putih,setelah siswa mengetahui bentuk dan nama jenis sayuran kemudian guru mengajak siswa membuat symbol sayuran yang akan dibeli di warung, dengan cara menempelkan irisan sayuran ke kertas yang telah digunting kecil dan ditempel memakai isolasi. 2. Kegiatan yang dilakukan sesuai usia Ketika mengajarkan materi pembelajaran fungsional di SLB A Yakeunis disesuaikan dengan usia peserta didik, materi yang diberikan untuk usia 12 tahun tidak lagi diberikan mainan puzzle, meraba benda, menyamakan benda, tetapi diberikan materi pembelajaran fungsional yang bermanfaat bagi anak usia 12 tahun, misalnya : mandi, mencuci pakaian, membuat minuman dingin, jual beli dan lain-lain.

Page 80: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

198

(Gambar 1.1 Siswa sedang menjual

makananan yang dimasak para siswa) 3. Membuat pilihan Pada saat pembelajaran fungsional tawarkan beberapa pilihan kegiatan yang telah terjadwal pada hari itu kepada peserta didik, anaklah yang akan menentukkan kegiatan apa yang akan dilakukan pada kegiatan fungsional tersebut, misalnya : Ketika dalam kelas fungsional ada jadwal membuat sayur sop maka kita tawarkan pilihan kepada siswa, tanyakan kepada peserta didik untuk memilih sayuran apa yang akan dibeli, dengan menunjukkan jenis sayuran yang akan dibeli Misalnya : Kobis, wortel, loncang, seledri, bunga kol, dan lain-lain, sambil kita tunjukkan benda nyata berupa sayuran tersebut kepada peserta didik,setelah siswa menyebutkan jenis sayuran yang dipilih untuk dibeli dengan menyebutkan namanya, misalnya wortel, maka kita akan bersama memotong wortel bersama dengan peserta didik hasil potongan wortel kemudian kita temple pada kertas dengan selotip dan kita tulis dengan huruf Braille dan huruf awas di bawah tempelan potongan wortel.

(Gambar 1.2 Siswa sedang

mengidentifikasi sayuran-sayuran yang akan dibeli di warung)

4. Memaksimalkan kegunaan indera Penggunaan indera yang masih berfungsi pada pembelajaran fungsional anak MDVI sangatlah penting dengan memaksimalkan indera lain selain indera pengelihatan, seperti perabaan, penciuman, dan pendengaran dapat membantu peserta didik untuk belajar sehingga anak dapat mengoptimalkan kemampuannya. 5. Miliki awal, pertengahan dan akhir yang jelas Kegiatan pembelajaran fungsional pada pembelajaran anak MDVI haruslah jelas, ada kegiatan awal, kegiatan pertengahan dan kegiatan akhir sehingga peserta didik kebingungan ketika menggikuti pembelajaran. Misalnya : untuk kegiatan fungsional memasak sayur sop, kegiatan awal berupa menyiapkan peralatan dan bahan-bahan memasak sayur sop. Kegiatan tengah berupa memasak bahan-bahan sop, setelah proses memasak dan kegiatan akhir berupa menyajikan sayur sop yang sudah dimasak ke meja untuk dimakan.dengan kegiatan yang memiliki awal, tengah dan akhir yang jelas, peserta didik mengetahui dengan pasti bagian-bagian dari proses memasak, dari awal menyiapkan alat dan bahan, bagian tengah yaitu proses memasak dan kegiatan akhir yaitu proses menyajikan sayur sop.sehingga aktifitas yang dilakukan oleh peserta didik merupakan rutinitas dimulai dari awal, pertengahan, akhir diharapkan setiap proses pembelajaran dapat mengembangkan bahasa melalui ketrampilan percakapan selama pembelajaran berlangsung, adanya pengulangan atau rutinitas dalam pembelajaran, dapat mengembangkan memori, dapat meningkatkan ketrampilan social dan perilaku serta dapat mengembangkan literasi dan matematika bagi anak MDVI.

Page 81: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

199

6. Gunakan kalender yang berbasis instruksi dan rutinitas Penggunaan kalender sistem sangat bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran anak MDVI, kalender berfungsi sebagai jadwal kegiatan yang akan dilakukan oleh anak MDVI dalam satu hari di sekolah dari pagi sampai siang, Kalender ini juga berfungsi untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Sehingga siswa tidak kebingungan kegiatan apa yang harus dilakukan dari pagi sampai siang, selain itu juga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengkomunikasikan kejadian atau kegiatan sementara kalender berbasis instruksi adalah perintah kegiatan fungsional harus dilakukan anak dari pagi sampai siang hari atau sampai akan pulang sekolah, kalender juga berbasis pada rutinitas dimana dalam melaksanakan jadwal kalender, jadwal kalender juga memberikan struktur yang dibutuhkan peserta didik dan guru dalam melaksanakan aktifitas pembelajaran harus bersifat rutin, ajeg. Karena rutinitas adalah merupakan dasar dari aktifitas, yang mendukung tujuan kemandirian, rutinitas dapat memberikan struktur bagi siswa dan kendali atas dirinya, rutinitas dapat membangun memori dan antisipasi, dan rutinitas dapat memberikan konteks bagi komunikasi sehingga peserta didik MDVI dalam melakukan kegiatan sehari-hari tidak merasa kebingungan.

(Gambar 1.3 Siswa sedang

mengidentifikasi objek yang merepresentasikan kegiatan tertentu)

7. Beri model pada level yang lebih tinggi Dalam melaksanakan proses pembelajaran fungsional dengan memberi model pada level yang lebih tinggi artinya guru memberi contoh kemampuan yang lebih tinggi dari yang dimiliki anak sekarang. Contoh : anak sudah mampu membedakan nama-nama sayuran kemudian guru mengajak siswa untuk memotong sayuran untuk membuat sayur sop. 8. Pemberian promt (petunjuk) dan proses Pemberian bantuan pembelajaran pada anak MDVI adalah dengan menggunakan tehnik promt atau petunjuk apabila anak belum memahami apa yang di instruksikan/ apa yang harus dilakukan. Prompt yang diberikan dapat berupa bantuan hand under hand, bantuan verbal maupun non verbal, supaya anak mau melakukan apa yang kita perintahkan/ apa yang harus peserta didik lakukan selama proses pembelajaran. Proses sangat perlu dalam pembelajaran anak MDVI sehingga anak dapat memahami setiap proses pembelajaran (Awal, tengah dan Akhir)

(Gambar 1.4 Siswa sedang menjual es mambo yang dibuat oleh siswa) 9. Gunakan benda nyata dalam aktifitas bermakna di dunia nyata Penggunaan benda nyata dalam pembelajaran anak MDVI sangat membantu dalam proses pembelajaran, sehingga dibutuhkan benda nyata dalam aktivitas yang bermakna.

Page 82: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

200

Pembelajaran pada anak MDVI dikenal dengan istilah pembelajaran fungsional dimana peserta didik diajarkan pembelajaran yang bermakna dalam kehidupannya yang terbagi dalam tiga ranah pembelajaran yaitu area bekerja, area komunikasi sosial dan area ADL 10. Sediakan kesempatan sosial Pembelajaran fungsional untuk anak MDVI, Kita sebagai guru wajib menyediakan kesempatan social kepada peserta didik untuk mengadakan interaksi social dengan teman-temanya, guru, atau masyarakat di sekitarnya, sebagian besar anak MDVI kurang diberikan kesempatan untuk melakukan aktifitas social oleh orang tua atau keluarganya, sehingga mereka sangat terbatas dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya

(Gambar 1.5 Siswa sedang menjual es mambo yang dibuat oleh siswa) Sediakan kesempatan sosial kepada peserta didik dengan kegiatan seperti : kegiatan menjual ice mambo, berbelanja bahan sayur sop, memasak, berbelanja bahan untuk membuat ice mambo, membeli peralatan mandi yang dilakukan oleh peserta didik dengan pergi ke warung siswa dapat bersosialisasi dengan orang lain, demikian juga dengan kegiatan yang

lainnya juga dapat meningkatkan kegiatan sosialisasi anak dengan lingkungannya. 11. Miliki aktivitas yang memotivasi siswa Anak dengan MDVI mereka terkadang tidak mampu memahami kegiatan apa yang harus dilakukan dalam hidupnya sehingga penggunaan kalender system sangat membantu dalam proses pembelajaran anak MDVI, buatlah jadwal yang memotivasi siswa untuk melakukan aktifitas seperti kegiatan ADL, Bekerja dan komunikasi sosial sehingga anak termotivasi untuk melakukan kegiatan, apabila kegiatan tersebut bermanfaat untuk dirinya dan anak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan. 12. Sediakan lingkungan belajar yang suportif Dalam pembelajaran anak MDVI berikan kesempatan kepada siswa belajar untuk mengeksplor dengan aman, artinya benda-benda yang digunakan untuk dalam lingkungan belajar aman, tidak membahayakan, dan mudah digunakan oleh anak MDVI, dapat memotivasi dan akses pada material yang artinya benda-benda yang digunakan aman, menarik perhatian dan partisipasi yang baik bagi peserta didik. Lingkungan belajar didesain untuk mendorong siswa memperhatikan dan mau berpartisipasi dalam kegiatan belajar, sehingga dapat memberikan akses maksimum pada komunikasi dan literasi yang artinya lingkungan belajar menyediakan kesempatan komunikasi dengan orang lain serta memberikan kesempatan siswa untuk melakukan aktifitas literasi baik literasi baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital, literasi budaya dan kewarganegaraan

Page 83: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

201

(Gambar 1.6 Siswa sedang belajar

akademik yang dihubungkan dengan kegiatan fungsional)

13. Ikuti ketertarikan anak Dalam pelaksanaan pembelajaran fungsional pada anak MDVI di SLB A Yaketunis Yogyakarta kegiatan belajar dikelas, menggikuti kalender system yang sudah kita susun dan sepakati di dalam kelas sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, tetapi dalam pembelajaran anak MDVI kita tidak memaksakan setiap kegiatan harus dipaksakan ketika peserta didik belum mau melakukan kegiatan pembelajaran misalnya: anak datang dengan kondisi marah maka kita alihkan terlebih dahulu dengan kegiatan yang menyenangkan dan menarik bagi anak, setelah anak mau melakukan kegiatan baru kita alihkan ke kegiatan pembelajaran fungsional yang sesuai dengan jadwal / kalender sistem. 14. Bergiliran Pelaksanaan kegiatan pembelajaran fungsional dilakukan secara bergiliran dimana setiap anak diberi kesempatan untuk melakukan aktifitas secara bergiliran dengan pengawasan guru ataupun dengan menggunakan Promt, siswa wajib menunggu giliran kapan harus melakukan aktifitas yang sedang dilakukan dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran fungsional dapat berjalan dengan lancar, misalnya : ketika peserta didik melakukan kegiatan memasak sayur sop maka ketika memotong sayuran siswa harus bergiliran menunggu kesempatan memotong wortel, menyobek kobis,

memotong loncang( daun bawang),memotong seledri, mengupas bawang dan lain-lain.Sehingga semua anak memiliki kesempatan untuk belajar memotong wortel, menyobek kobis , memotong loncang dan kegiatan lainnya sehingga anak berkesempatan untuk melakukan aktifitas memotong sayuran.

(Gambar 1.7 Siswa sedang bekerjasama

membuat masakan) TEMUAN EMPIRIS TENTANG PEMBELAJARAN ANAK DENGAN MDVI Pembelajaran untuk anak MDVI membutuhkan suatu strategi yang tepat, selain itu guru dituntut untuk dapat membimbing dan melayani kebutuhan siswa sehingga guru pendidikan khusus memiliki tanggung jawabyang besar untuk mengakomodasi segala jenis kondisi dan kebutuhan belajar siswa. Ketercapaian pendidikan dapat tercermin dari terpenuhinya kebutuhan belajar siswa pada seluruh area akademik dan area kurikulum bagi hambatan spesifiknya. (Corn & Huebner,1998 : 2) Area kurikulum bagi hambatan secara spesifik yaitu ketrampilan kompensatoris (Braille), Orientasi Mobilitas (OM), ketrampilan interaksi sosial, ketrampilan sehari-hari, rekreasi dan ketrampilan penggunaan

Page 84: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

202

waktu luang, pendidikan karir, penggunan tehnologi asistif, dan ketrampilan efisiensi visual, pengajaran ketrampilan spesifik merupakan tugas guru dengan bantuan pihak-pihak yang ada disekitar siswa seperti orang tua atau pengasuh. Frost &Kersten (2011 : 116) Guru memiliki tugas memberikan pembelajaran yang efektif bagi siswa untuk memandirikannya dengan bantuan pihak lain yang berada di lingkungan sekitar siswa.Guru memiliki kewajiban mengajarkan delapan tujuan pembelajaran dengan ketrampilan spesifik untuk anak dengan hambatan pengelihatan disertai hambatan lain atau MDVI. Hasil penelitian Wolffe et al (2002 : 4) dari 18 guru yang diamati selama proses pembelajaran , mereka menghabiskan waktu untuk mengajarkan aktivitas akademik (27 %), tutor (14%), ketrampilan komunikasi (18%), ketrampilan, sosial, emosional (9%), ketrampilan sensorimotor(8%), OM (8%), kemampuan ketrampilan sehari-hari (7%) dan interaksi dengan keluarga atau profesional lain (8%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan persentase guru mengajarkan akademik lebih besar dibandingkan pengajaran ketrampilan spesifik lainnya yang juga diperlukan oleh anak tunanetra khususnya dengan hambatan majemuk. Data hasil penelitian diketahui bahwa pengajaran ketrampilan spesifik pada anak dengan hambatan majemuk masih rendah khususnya pada aspek pengajaran ketrampilan sehari-hari. Anak dengan gangguan atau hambatan lebih dari satu aspek , memerlukan pembelajaran yang fungsional untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Hal ini selaras dengan salah satu karakteristik anak dengan hambatan pengelihatan lain yaitu kurangnya ketrampilan menolong diri sendiri atau merawat diri (Salleh & Manisah, 2010 :3).

Kurikulum untuk siswa dengan MDVI memaparkan bahwa ada tiga ranah yang menjadi fokus dalam pembelajaran anak, dengan struktur kurikulum meliputi (1). area bekerja, (2). area komunikasi dan sosial (3).area bina diri Ketiga area tersebut menjadi fokus kebutuhan belajar untuk siswa dengan MDVI. Hasil penelitian Rudiyati, Sukinah dan Rafika(2015) memaparkan prioritas untuk kebutuhan anak MDVI adalah ketrampilan menolong dan merawat diri sendiri,ketrampilan merawat dan menolong diri termasuk termasuk dalam perilaku adaptif , terdiri dari tugas-tugas yang dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga memungkinkan mereka memiliki kehidupan yang mandiri (Hatlen,1996 : 27) dalam memberikan pelayanan kepada anak dengan MDVI diperlukan suatu strategi yang tepat sehingga anak dapat mencapai kemandirian. PENUTUP Pembelajaran untuk anak MDVI materi yang diberikan adalah ketrampilan untuk kehidupan sehari-hari atau sering disebut dengan perilaku adaptif . Ketrampilan adaptif merupakan ketrampilan yang dikuasai siswa sesuai dengan usia dan tuntutan lingkungan hal ini selaras dengan isi kurikulum dengan MDVI dengan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat yaitu strategi pembelajaran suportif di SLB A Yaketunis diharapkan dapat memudahkan dan membantu guru dalam proses pembelajaran perilaku adaptif pada anak MDVI , adapun ranah pembelajaran adaptif dari tiga area (1) area bekerja, (2) area komunikasi sosial dan (3) area binadiri sehingga dengan penggunaan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran guru akan terbantu dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada anak MDVI, sehingga timbul keinginan anak untuk belajar, anak tertarik untuk melakukan

Page 85: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

203

aktifitas pembelajaran fungsional maupun adaptif sehingga dengan belajar anak dapat mencapai kemandirian. DAFTAR PUSTAKA Corn,A.L,, & Huebner,K.M. (1998) , A

Report to the Nation :The National Agenda for Education of Children and Youths with Visual Impairments, Including those with Multiple Disabilities. New York : American Foundation for the Press.

Frost,L.A & Kersten,T.(2011) The Roll of The Elementary Principal in the Instructional Leadership of Special Education. International Jurnal of Educational Leardership Preparation, 6(2),1-21 Diakses dari http://proquest.com

Roffey, S.(2001) Special Needs in the Early Years Second Edition , New York : David Fulton Publisher

Rogow, S (2005) A Developmental Model of Disabilities . The International Jurnal of special Education, 20 (2) : 132-135

Salleh N.M & Manisah M.A (2010) Student with visual Impairments and Additional Disabilities. International Conference on Learner Diversity Procedia Sosial and Behavioral Sciences, 7 (C) (2010) 714-719.Elsevier Ltd.

Rudiyati. S, Sukinah & Rachmawati .R (2015) Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran bagi anak Multiple Disabilities Visualy Impairment (MDVI) secara terpadu. Jurnal penelitian Ilmu Pendidikan, Vol 8 ,Nomor 2

Weningsih, dkk. Panduan Pengembangan Kurikulum dan Program Pembelajaran bagi Siswa MDVI /Deafblind. Jakarta : Perkins Internasional

Wollfe, K,E,, Sacks,S.Z Corn A.L Erin J.N Huebner,K,M,,& Lewis,S (2002) Teachers of Students With Visual Impairments : What Are They Teaching? Journal of Visual Impairment& Blindnees,96,293-303

Modul 4: Materi Mengembangkan Kurikulum Bagi Siswa MDVI , Pelatihan MDVI Level 1..Burz@ Hotel, Yogyakarta (2017).

Page 86: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

204

PENGEMBANGAN DIKLAT STIMULASI PERKEMBANGAN ABK

DENGAN KESULITAN BELAJAR BAGI GURU SLB DAN SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Oleh :

Hermansyah dan Sri Handajani (Widyaiswara PPPPTK TK dan PLB)

ABSTRAK

Pengembangan diklat Stimulasi Perkembangan ABK dengan Kesulitan Belajar bagi Guru SLB dan Guru SD Inklusif merupakan bagian dari aktivitas akademik layanan program diklat yang mengacu pada core business PPPPTK TK dan PLB. Tulisan ini berupaya memberikan gambaran prosedural pengembangan diklat dengan dukungan kajian akademi yang mengacu pada standar operasiona prosedur (SOP) pengembangan model-model diklat di PPPPTK TK dan PLB. Fokus permasalahan yang dibahas diarahkan untuk mendapatkan desain model diklat dan implementasinya yang relevan dengan kebutuhan peningkatan kompetensi guru dalam memberikan layanan pembelajaran kepada ABK kategori kesulitan belajar. Studi pengembangan diklat ini menggunakan metoda kualitatif dengan pendekatan penelitian dan pengembangan (Reseacrch and Development) modifikasi dari model ADDIE (Dick and Carrey, 2001) yang disederhanakan. Subjek dari penelitan adalah guru peserta diklat tahap 1 dan tahap 2.hasil penelitian dan pengembangan diklat ini menunjukkan bahwa desain diklat hasil perbaikan tahap 1 yang diimplemtasikan pada diklat tahap 2 sudah relevan dengan kebutuhan kompetensi guru dalam memberikan layanan pembelajaran kepada ABK kategori Kesulitan belajar dengan prosentasi kesesuian 98,9%. Materi-Materi diklat yang memiliki relevansi untuk layanan pembelajaran ABK katergori kesulitan belajar yaitu, 1) konsep ABK dengan kesulitan belajar, 2) behaviour management, 3) social story, storytelling, 4) visual art, 5) pembelajaran calistung,6) thinking skills, dan terapi music untuk ABK. KATA KUNCI : Stimulasi Perkembangan ABK, Kesulitan Belajar.

PENDAHULUAN Latar Belakang Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui Pendidikan sedini mungkin. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,

nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan bahwa Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Merujuk pada klausul-klausul esensial perlunya layanan pendidikan berkualitas untuk semua warga negara, termasuk kategori Anak Berkebutuhan Khusus yang selanjutnya disingkat ABK menuntut adanya diversifikasi layanan pendidikan

Page 87: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

205

dan bentuk treatment lainnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan ABK. Oleh karena itu peningkatan kompetensi guru Pendidikan khusus dan Satuan Pendidikan Penyelenggaran Pendidikan Inklusif (SPPPI) harus dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas layanan Pendidikan khusus adalah melalui pengembangan alternatif model pembelajaran dan terapi. Dengan adanya berbagai alternatif model pembelajaran dan terapi tersebut membuat anak lebih menikmati proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan. Harapannya, layanan pembelajaran yang berkualitas dan terapi yang tepat dapat membantu dan mengembangkan potensi anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai kapasitasnya. Guru Sekolah Luara Biasa yang selanjutnya disingkat SLB dan guru di SPPPI banyak dihadapkan pada permasalahan penangan pembelajaran untuk ABK kategori kesulitan belajar. Peserta didik yang mengalami permasalahan kesulitan belajar memiliki masalah baik dalam aspek menjalankan tugas-tugas akademik maupun tugas-tugas perkembangan lainnya. Para guru di SLB maupun SPPPI khususnya sekolah dasari inklusif masih banyak yang memerlukan peningkatan kompetensi untuk memberikan layanan pembelajaran dan strategi treatment yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. layanan pembelajaran yang selama ini diberikan belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Perkembangan aspek akademik maupun non akademik peserta didik menjadi stagnan, dan pembelajaran yang dilakukan kurang bermakna.

Pengembangan berbagai macam layanan pembelajaran untuk ABK yang termasuk kategori kesulitan belajar (Children with Learning Difficulties) dengan metode yang beragam diasumsikan dapat mengembalikan substansi pembelajaran yaitu untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan kapasitas diri dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui fasilitasi pembelajaran dan terapi yang menyenangkan akan menciptakan kondisi anak untuk mengalami pembelajaran yang bermakna (meaningfull learning) dan mencintai belajar (learning how to learn). Identifikasi dan Rumusan Masalah Permasalahan-permasalahan terkait dengan fungsi kognisi, fungsi motorik, dan fungsi fisik yang memberikan kontribusi signifikan terhadap terjadinya kesulitan belajar pada anak menjadi area indentifikasi permasalahan dalam pengembangan pelatihan ini. Secara lebih rinci permasalahan kesulitan belajar anak yang memerlukan stimulasi dalam lingkup pengembangan diklat ini mencakup: 1) permasalahan yang terkait dengan gangguan perilaku, 2) gangguan motorik, 3) gangguan neurologis. Gangguan-gangguan tersebut secara nyata telah menyebabkan terjadinya kesulitan belajar pada anak. Dengan pertimbangan tersebut, guru-guru SLB dan guru SPPPI, khususnya sekolah dasar inklusif memerlukan peningkatan kompetensi untuk dapat memberikan layanan pembelajaran yang mampu menstimulasi perkembangan ABK agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Rumusan masalah dalam tulisan hasil penelitian dan pengembangan ini adalah “Apakah model pelatihan yang

Page 88: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

206

dikembangkan relevan dengan kebutuhan guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam memberikan layanan pembelajaran stimulasi perkembangan ABK katergori kesulitan belajar?” Dari rumusan masalah umum ini selanjutnya diturunkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah desain model

pelatihan stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar bagi Guru SLB dan sekolah dasar inklusi yang dikembangkan dalam penelitian ini?

2. Apakah model pelatihan yang dikembangkan relevan dengan kebutuhan guru dalam memberikan layanan pembelajaran khususnya kepada ABK dengan kesulitan belajar?

3. Bagaimanakah tanggapan dan masukan peserta terkait proses pelaksanaan pelatihan dan pengembangannya?

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pelatihan yang relevan dengan kebutuhan peningkatan kompetensi guru dalam memberikan layanan pembelajaran stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar. KAJIAN PUSTAKA 1. Kesulitan Belajar (Learning Difficulties) Para pakar merumuskan batasan yang berbeda-beda mengenai kesulitan belajar. Dari beberapa pandangan mengenai kesulitan belajar tersebut dapat disimpulkan secara umum bahwa kesulitan belajar adalah satu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis yang disebabkan adanya suatu disfungsi neurologis sehingga menyebabkan siswa

dengan keterbatasan keterampilan kognitif dan umumnya ditampakkan pada kekurangan dalam bidang akademik atau dalam keterampilan-keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan, berbicara, atau berpikir. Meskipun ada perbedaan dari beberapa definisi yang dikemukan para pakar, tetapi ada titik persamaannya, yaitu: a. Kemungkinan adanya disfungsi

neurologis; b. Kesulitan dalam tugas-tugas

akademik; c. Prestasi belajar yang jauh di bawah

kapasitas atau potensi; dan d. Pemisahan dari sebab-sebab lain.

(Arum: 2005:13-14) 2. Kesulitan Belajar dan Kesulitan Belajar Spesifik “KESULITAN BELAJAR” adalah kesulitan yang ditemui pada individu yang memang mengalami gangguan neurologis seperti tuna grahita, Autism Spectrum Disorder (Autis, Asperger Syndrome, PDD-NOS), Down Syndrome, Rett Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder, gangguan dengar dan gangguan Lihat berat, cerebral palsy, dan sindrom-sindrom lainnya. Sedangkan “KESULITAN BELAJAR SPESIFIK” menunjukkan suatu kondisi dimana anak/individu yang diyakini mempunyai tingkat kecerdasan normal (bahkan tidak sedikit yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata), ternyata mengalami kesulitan yang signifikan dalam beberapa area perkembangan tertentu dalam kehidupannya. Keduanya berbeda dan memerlukan penanganan yang berbeda pula. ( Poerboyo Solek, 2018) Masih banyak dijumpai penggunaan istilah ‘kesulitan belajar’ pada semua kasus dimana ditemukan anak mengalami hambatan dalam proses pembelajaran. Bahkan ada yang melabel dengan satu terminologi misalnya : “disleksia”, atau

Page 89: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

207

“kurang motivasi” atau tidak fokus, hiperaktif,dsb. Pada konteks yang sebenarnya kasus kesulitan belajar dapat dipetakan profilnya. Kesulitan belajar dapat terjadi karena faktor perilaku, atau karena faktor akademis, bisa juga karena faktor kesehatan, dan bisa saja terjadi karena gabungan faktor perilaku, akademis dan kesehatan dalam waktu yang bersamaan. Istilah “KESULITAN BELAJAR” yang dimaksud dalam tulisan ini merujuk pada kesulitan yang ditemui pada individu yang memang mengalami gangguan neurologis seperti tuna grahita, Autism Spectrum Disorder (Autis, Asperger Syndrome, PDDNOS), Down Syndrome, Rett Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder, Gangguan Dengar dan Gangguan Lihat berat, Cerebral Palsy, dan sindrom yang lainnya. “Kesulitan Belajar” ini ditemukan pada kondisi dimana individu tersebut memiliki potensi kecerdasan/ tingkat intelegensi yang di bawah ratarata (Skor IQ <90). Karena potensinya yang berada di bawah rata-rata, sudah dapat diduga bahwa individu tersebut kesulitan untuk menerima dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang seharusnya. Bahkan individu tersebut bukan hanya kesulitan mencerna materi pelajaran, namun materi keterampilan kehidupan dasar pun berpotensi mengalami kesulitan. Dalam konteks kehidupan anak, kerap ditemukan individu yang serba terlambat dalam perkembangannya, misalnya terlambat jalan, terlambat bicara, sulit memahami konsep bentuk dasar, sulit menguasai warna –warna dasar, berkomunikasinya tidak nyambung, dan kesulitan dalam pembelajaran baca tulis dan hitung. Jadi, kesulitan belajar yang dialaminya bersifat umum, mengenai

seluruh sendi perkembangannya baik motorik kasar, motorik halus, berbahasa, kognisi, dan abstraksi, serta akademis. Kasus ‘kesulitan belajar’ bisa terjadi pada kasus autis, down syndrome, intellectual disability, dan lain sebagainya. Program ‘pembelajaran’ yang akan diterapkan sangat tergantung pada kasus apa yang sedang kita hadapi. Istilah “kesulitan belajar spesifik” menunjukkan suatu kondisi dimana anak/individu yang diyakini mempunyai tingkat kecerdasan normal (bahkan tidak sedikit yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata), ternyata mengalami kesulitan yang signifikan dalam beberapa area perkembangan tertentu dalam kehidupannya. Area perkembangan yang mengalami kesulitan itu spesifik meliputi bidang-bidang akademis seperti kemampuan baca, tulis dan hitung. “Kesulitan Belajar Spesifik” inilah yang disebut sebagai disleksia (kesulitan belajar terutama di area berbahasa tulisan, bahasa lisan, dan bahasa sosial), diskalkulia (kesulitan belajar terutama di area berhitung), dan disgrafia (Kesulitan belajar terutama di area menulis). 3. Klasifikasi kesulitan belajar Banyak klasifikasi kesulitan belajar, tetapi secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental disabilities) atau kesulitan belajar pra akademik (pra academik learning disabilities) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan terdiri atas empat macam, yaitu (1) kesulitan dalam berbahasa, (2) kesulitan dalam penyesuaian Perilaku sosial dan emosional, (3) gangguan perseptual, dan (4) gangguan kognitif

Page 90: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

208

b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities) Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalam tersebut meliputi (1) keterampilan dalam membaca (dyslexia), (2) keterampilan dalam menulis (dysgraphia), (3) keterampilan dalam mata pelajaran matematika/berhitung (dyscalculia). (Arum: 2005:15) Kesulitan belajar dalam perkembangan dapat mempengaruhi proses untuk menerima, menginterprestasikan dan merespon stimulus dari lingkungannya. Dengan demikian, masalah sering terjadi dalam proses penerimaan informasi, tetapi tidak selalu berhubungan dengan masalah akademik. Sebagai contoh, ada beberapa anak yang mengalami kekurangan perceptual motor tidak mampu membaca, tetapi anak yang lainnya dengan kekurangan yang sama mampu membaca. Dalam beberapa hal, terdapat hubungan antara kesulitan dalam perkembangan dan kesulitan belajar akademik, yang menggambarkan kekurangan dalam keterampilan prasyarat (prerequisite).Sebelum anak dapat belajar menulis, ia harus memiliki keterampilan atau kemampuan tertentu (sebagai prasyarat), seperti koordinasi mata-tangan, mengingat, dan kemampuan mengurutkan. Adapun untuk belajar membaca, anak membutuhkan kemampuan membedakan stimulus visual dan auditori, mengingat, asosiasi, dan mengonsentrasikan perhatiannya. Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi yang secara signifikan menghambat proses belajar membaca, menulis, dan berhitung. Kesulitan tersebut tampak ketika anak sudah masuk sekolah dan prestasinya di bawah potensi

akademiknya. Rendahnya prestasi tersebut bukan disebabkan oleh keterbatasan mental (, gangguan yang serius atau gangguan sensori atau keterasingan dari lingkungan. (Kosasih, 2012: 33-34) METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang untuk mengembangkan desain diklat yang relevan dengan kebutuhan peningkatan kemampuan guru dalam memberikan layanan pembelajaran stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar. Penelitian dan pengembangan diklat ini menggunakan metode penelitian kualitatif model research and development dengan modifikasi dari model ADDIE (Dick and Carrey, 2001) yang disederhanakan dan disesuaikan dengan prosedur pengembangan model-model diklat di PPPPTK TK dan PLB.

Gambar 1

Bangun Model R&D dalam rangka Pengembangan Model Pelatihan di

PPPPTK TK dan PLB Keterangan : Pada pengembangan modul tahap 1, alokasi waktu keseluruhannya adalah 44 JP dengan tambahan 4 JP untuk melakukan evaluasi diklat oleh tim manajemen.

Page 91: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

209

Pengembangan diklat pada tahap 1 dilaksanakan di PPPPTK TK dan PLB. Pelaksanaan ujicoba model tahap 2 dilaksanakan di kota Samarinda, provinsi Kalimantan Timur dari tanggal 28 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2019. Responden penelitian adalah guru peserta diklat tahap 1 yang dilakasanakan di PPPPTK TK dan PLB, dan peserta diklat tahap 2 yang dilaksanakan di Samarinda masing-masing berjumlah 30 peserta. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengembangan Desain Inovasi Peningkatan Kompetensi Tahap 1 Desain diklat pada tahap 1 penulis sajikan melalui gambar dan tabel berikut yang menunjukkan skenario kegiatan, struktur program, dan pembahasan silabus pelatihan. Alur kegiatan diklat tahap 1 dapat digambarkan dalam bagan berikut;

Alur Kegiatan Diklat Tahap 1

Materi pokok yang dikembangkan pada diklat tahap 1 terkait dengan upaya untuk meningkat kemampuan guru dalam memberikan layanan pembelajaran pada anak katergori kesulitan belajar. Alokasi waktu diklat secara keseluruhan 44 JP, yang terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu materi umum 2 jam palajaran @ 45 menit, materi pokok 36 jp @ 45 menit, dan materi penunjang 6 jp sudah termasuk tes awal, teakhir, dan evaluasi diklat. Struktur program diklat yang dikembangkan pada diklat tahap 1 disajikan dalam table berikut :

Tabel 1 Struktur Program Diklat Tahap 1

STRUKTUR PROGRAM PELATIHAN STIMULASI PERKEMBANGAN ABK DENGAN KESULITAN

BELAJAR BAGI GURU SLB DAN SEKOLAH INKLUSIF

*]Keterangan : 1 jp : 45 menit dan implementasi RTL 2 minggu. Secara umum desain diklat tahap 1 menggunakan pola In-On (Inservice Learning) dan (on the job Learning). Gambar. 2 dan tabel. 1 menunjukkan pelaksanaan Inservice Learning dengan pola 44 Jam @45menit. Berdasarkan data alokasi waktu yang tertuang dalam struktur program, pada pelaksanaan inservice learnig alokasi waktu keseluruhannya 44 jp @45 menit. Program umum 2 jp, program penunjang 6 jp, dan program pokok 36 jp.Mata tataran yang tertuang pada program pokok terdiri dari 7 mata tataran yang memiliki keterkaitan dengan tujuan pokok meningkatkan kompetensi guru SLB dan guru sekolah dasar inklusif dalam memberikan layanan pembelajaran stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar, satu mata tataran yang merupakan bagian kebijakan nasional, yaitu PPK dan GLN,dan satu RTL perumusan rencana tindak lanjut hasil diklat berupa desiminasi dan implementasi dalam layanan pembelajaran kepada ABK di sekolah tempat tugas peserta. Pada program penunjang terdapat pre dan post test dengan alokasi waktu masing-masing

Page 92: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

210

1 jam, dan evaluasi diklat 4 jam yang pengambilan datanya dilakukan dengan cara wawancara dan pengisian quesioner oleh tim manajemen. 2. Pelaksanaan Tahap 1 a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Diklat stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar bagi guru SLB dan sekolah dasar inklusif tahap 1 berlangsung selama lima hari, mulai tanggal 2 sampai dengan 6 Oktober 2019 bertempat di PPPPTK TK dan PLB, jalan dokter Cipto nomor 9 Bandung. b. Peserta Diklat Peserta diklat yang diundang sebanyak 30 peserta berasal dari guru sekolah dasar inklusif, guru SLB, guru SD inklusif, dan Guru SMP inklusif yang berada di kota Bandung, kabupaten Bandung barat, dan kabupaten Bandung. c. Hasil Evaluasi dan Eksplorasi Pengembangan Diklat Tahap 1 Hasil evaluasi dan eksplorasi pengembangan model diklat Stimulasi Perkembangan ABK dengan Kesulitan Belajar bagi Guru SLB dan SD Inklusif penulis deskripsikan pada bagian ini. Berdasarkan hasil pengolahan data evaluasi dan eksplorasi pengembangan model diklat stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar bagi Guru SLB dan SD Inklusi diperoleh hasil berikut.

Grafik 1

Hasil Evalusi dan Eksplorasi pengembangan Model Tahap 1

1) Peserta Diklat (Potensial Input) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap responden peserta diklat , diperoleh bahwa 68,1% responden menyatakan untuk mengikuti diklat Stimulasi Perkembangan ABK dengan kesulitan belajar bagi Guru SLB dan SD Inklusi diperlukan persyaratan tertentu. Adapun respon reponden terhadap jenis persyaratan diklat terdapat variasi jawaban. Menurut 73,9% responden , peserta harus memiliki latar belakang pendidikan tertentu (S1 sederajat, S1 pendidikan, dan S1 Pendidikan khusus). 60,9% responden menyatakan peserta harus memiliki kompetensi khusus. (menguasai IT, menguasai pendidikan khusus, menangani ABK), dan 69,6% menyatakan ada batasan usia dan pengalaman yang dipersyaratkan untuk mengikuti Diklat ini (batasan usia 20-55 tahun, pengalaman bekerja melayani pembelajaran ABK minimal 1 tahun). Deskripsi data potensial input tersebut menunjukkan bahwa peserta diklat stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar tahap 1 merasakan perlunya standarisasi persayaratan rekrutmen peserta disesuaikan dengan karakteristik diklat yang diikutinya, termasuk di dalamnya penguasaan IT dan Batasan usia. Penguasaan IT merupakan persyaratan literasi dasar, karena mulai dari pendaftaran sampai pelaksanaan diklat pada umumnya mensyaratkan kemampuan TIK dasar, termasuk pada saat mengunduh maupum mengunggah tugas-tugas. Diklat ini diperuntukkan untuk guru SLB dan guru sekolah dasar inklusif. Dengan demikian adalah hal yang wajar apabila ada peserta yang menyatakan bahwa diklat ini kurang relevan dengan tugas di sekolah karena peserta tersebut berasal dari SMP.Dengan demikian untuk diklat tahap

Page 93: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

211

selanjutnya perlu lebih cermat dalam melakukan rekrutmen peserta dengan memaksimalkan penggunaan data guru yang tersedia. 2) Tujuan yang Diharapkan (expected Output) Sebanyak 83,7% peserta diklat menyatakan rumusan tujuan pada Diklat ini, mudah dipahami oleh peserta diklat. Menurut 95,7%, tujuan yang disusun menggambarkan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan dicapai. Sedangkan 1 orang responden lebih menekankan perlunya aspek sikap guru, karena hal tersebut menunjang keberhasilan penyampaian pada anak. Peserta diklat yang menyatakan harapannya sudah tercapai dengan mengikuti diklat ini 69,6%, sedangkan peserta yang menyatakan belum tercapai memberikan alasan yang bervariasi sebagai berikut : • karena peserta tersebut adalah guru

SMP Inklusi, sehingga kebingungan dalam menerapkan di sekolah.

• Ingin lebih mendalami terapi musik untuk ABK

• masih ingin dapat mengetahui lagi ide-ide, informasi, dan kreativitas dari sesame peserta juga.

• Materi belum semuanya di berikan secara tuntas, karena keterbatasan waktu.

• Terlalu banyak materi, padahal praktek lebih terlihat hasilnya.

• Ekspektasinya mendapat ilmu mengenai penanganan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar spesifik, namun kenyataannya lebih ke modifikasi pembelajaran.

Sebanyak 69,6% menyatakan struktur program (44 JP) sudah cukup untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, sedangkan yang lainnya menyatakan

waktu sebaiknya ditambah menjadi 60 JP untuk menambah materi praktik. Berdasarkan deskripsi data tersebut di atas, pada sub komponen materi dan ekspektasi terhadap diklat, respoden memberikan tanggapan khusus terhadap alokasi waktu yang perlu ditambah, terutama untuk praktik, dan masih ada yang memberikan tanggapan harapan mengikuti diklat yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu sebaiknya setiap pengembang diklat diberikan keleluasan untuk menetapkan alokasi waktu diklat sesuai dengan kebutuhan ketuntasan materi dan ketercapaian kompetensi peserta. Sedangkan yang menganggap bahwa diklat ini lebih bermuatan modifikasi pembelajaran, bukan dari layanan pembelajaran peserta didik yang mengalami kesulitas belajar disebabkan adanya kesalahan informasi, sehingga dipahami sebagai penangan kesulitas belajar spesifik, bukan stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar. Masalah yang muncul dalam pelaksanaan diklat ini juga karena faktor adanya kesalahan pada judul diklat yang terulis dalam spanduk “ Diklat Stimulasi Perkembangan ABK dengan Hambatan Belajar”, seharusnya “… Kesulitan Belajar… “. 3) Kurikulum Diklat (Instrumental Input 1) Secara umum peserta diklat ( 66,3%) menyatakan bahwa kurikulum diklat tahap 1 ini sudah cukup memadai dalam merespon kebutuhan peningkatan kompetensi guru ABK kategori kesulitan belajar. Beberapa varian jawaban responden ditemukan pada aspek yang lebih spesifik. Sejumlah 4,3% responden menyatakan ada mata diklat yang tidak relevan dengan tujuan diklat ini sedangkan

Page 94: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

212

sisanya (95,7 %) menyatakan mata diklat sudah relevan. Menurut 73,9% responden komposisi jam diklat untuk masing-masing mata diklat (Umum, Pokok, dan Penunjang), sudah sesuai dengan capaian tujuan dan/atau kebutuhan peserta diklat. Sedangkan sisanya mengusulkan agar materi manajemen perilaku (Behaviour Management) dikurangi jamnya untuk memberikan porsi waktu lebih banyak pada mata diklat story telling atau social story karena memerlukan praktik yang cukup banyak. Perlu penambahan waktu untuk mata diklat Thinking Skills dan Calistung. Pada struktur program diklat tahap 1 berdasarkan kesepakatan dengan pihak manajemen, materi PPK dan GLN yang semula ada pada kelompok materi umum dipindahkan ke materi pokok dengan alokasi waktu 2 jam. Hal ini didasarkan pada pertimbangan konten yang terdapat pada materi PPK dan GLN berupa aktivitas pembelajaran, bukan sekedar kebijakan. Materi PPK dan GLN menjadi tidak terikat dengan substansi stimulasi perkembangan ABK. Sebagai tindak lanjut dari temuan ini, untuk rancangan diklat tahap 2 diupayakan agar materi PPK dan GLN dihilangkan saja, atau dimasukkan ke materi umum denga isi konten kebijakan. 4) Metode Pembelajaran (Instrumental Input 2) Tanggapan peserta diklat terhadap metode pembelajaran yang digunakan secara umum sudah sesuai (98,9%) . Dengan demikian penulis selaku tim pengembang berupaya untuk memberikan penguat dan mengembangkan unsur metoda kearah yang lebih variatif. Optimalisasi penggunaan metoda simulasi dan didukung dengan media berbasis teknologi masih perlu dikemnbangkan disesuiakan dengan karakteristik materi,

terutama untuk memenuhi karakteristik dan kebutuhan belajara peserta didik. 5) Bahan Ajar (Instrumental Input 3) Komponen bahan ajar yang dimaksud dalam instrument input 3 ini meliputi bahan ajar, bahan tayang, dan Lembar Kerja Peserta (LK). Terhadap instrument input 3 ini, 93,2% menyatakan sudah cukup layak. Beberapa responden peserta diklat memberikan masukan terkait masih ditemukannya kalimat instruksi yang kurang jelas, ada materi lembar kerja yang kurang dipahami yaitu LK thinking skill pada bagian I see I think I wonder, d idalam LK tidak disediakan petunjuk bagaimana cara mengisi LK, tidak ada lembar jawab yang memuat tahapan yang harus dikerjakan, contoh harus memasukan foto, materi apa, hasil pekerjaan/tugas. Mencermati masukan dari peserta, dilakukan kajian ulang terhadap lembar kerja yang digunakan dan dilakukan perbaikan untuk digunakan pada tahap 2. 6) Penilaian (Instrumental Input 4) Pada komponen penilaian (instrumental input 4), 95,7% responden peserta diklat menyatakan sudah sesuai dengan kebutuhan pengukuran indikator ketercapaian kompetensi. Beberpa peserta memberikan masukan agar waktu pelaksanaan kegiatan tes akhir dicantumkan dalam soal. Kemudian disarankan agar diperbanyak soal pada level berikir HOTs. Terkait masukan pada komponen penilaian, perbaikan pada penilaian level HOTs dapat dilakukan secara proporsional. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa diklat inovasi ini lebih menekankan aspek penilaian proses praktik peserta. Tujuan diklat ini lebih diarahkan untuk memberikan bekal keterampilan kepada para guru dalam memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan ABK kategori kesulitan belajar.

Page 95: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

213

7) Media dan Sumber Belajar (Instrumental input 5). Secara umum peserta diklat memberikan tanggapan positif terkait dengan penggunaan media dan sumber belajar. 91,3% responden peserta diklat menyatakan bahwa media dan sumber belajar yang digunakan cukup variatif dan sesuai dengan kontek materi serta pencapaian tujuan pembelajaran. Pada saat pelatihan berlangsung, pengajar diklat menerapkan media konvensional, berbasis teknologi, dan mengeksplor lingkungan sekitar kampus PPPPTK TK dan PLB sebagai sumber belajar. 8) Dukungan Lingkungan (Enviromental Input) Komponen dukungan lingkungkungan (enviromental input) mendapat respon yang positif dari peserta diklat (98,6%). Secara umum responden menyatakan bahwa pihak dinas pendidikan, sekolah, dan rekan sejawat memberikan dukungan penuh untuk mengikuti diklat ini. Sekolah dan rekan sejawat mengharapkan agar hasil dari diklat dapat segera diimbaskan dan diimplementasikan dalam layanan pembelajaran di sekolah. Data tambahan dari hasil visitasi terkait dengan implementasi RTL (OJL) menunjukkan bahwa dua sekolah tempat alumni diklat yang dikunjungi dapat mengimplementasikan RTL, terutama implementasi materi hasil diklat. Implementasi hasil diklat ini disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah. 9) Tanggapan umum Peserta Diklat Secara umum, sebagian besar responden peserta diklat menyatakan bahwa materi diklat stimulasi perkembangan ABK cukup sesuai dengan kebutuhan peningkatan kompetensi peserta seperti digambarkan melalui grafik berikut.

Grafik 2 Relevansi Materi Diklat

Adapun tingkat kepuasan umum peserta diklat setelah mengikuti pelatihan stimulasi perkembangan ABK kategori kesulitan belajar mencapai 76,9%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan partisipan dan dapat diterapkan di sekolah. tingkat relevansi diklat ini cukup baik. Tingkat relevansi tersebut berimbas pada tingkat kepuasan peserta dikat yang mencapai 76,9% menyatakan sangat puas, dan 23,1 % Menyatakan puas. 3. Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Pengembangan Desain Diklat Tahap 2 Identifikasi dan analisis data kebutuhan pengembangan diklat diperlukan untuk memperjelas kebutuhan pengembangan dan perbaikan desain diklat berikutnya yang didasarkan pada persepsi peserta diklat pada tahap 1. Hasil identifikasi dan analisis kebutuhan pengembangan desain diklat tahap 2 penulis sajikan dalam bentuk tabel berikut.

Page 96: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

214

Tabel 2 Hasil Identifikasi Kebutuhan

Perngembangan Desain Diklat Tahap 2

Keterangan : sesuai hasil analisis data, untuk komponen lain yang tidak tercantum dalam tabel di atas, persepsi peserta diklat positif. 4. Hasil Pelaksanaan Diklat Tahap 2 Pelaksanaan diklat tahap 2 telah dilakukan pada tanggal 28 sampai dengan 31 Oktober 2019 di Grand Victoria Hotel, kota Samarinda. Peserta yang diundang dan hadir pada diklat tahap 2 ini seluruhnya guru SLB.Ketidak hadiran guru SD Inkusif sesuai persaratan peserta diklat disebabkan adanya kesulitan data dan rekrutmen guru SD Inklusif di Kota Samarinda. Persepsi peserta terhadap desain dan pelaksanaan diklat cukup baik. 95,4 responden peserta diklat menyatakan bahwa desain dan pelaksanaan diklat dapat memberikan pemahaman terhadap kebutuhan peserta diklat untuk memberikan layanan pembelajaran kepada ABK kategori kesulitan belajar . Tingkat kepuasan peserta diklat setelah mengikuti diklat tahap 2 mencapai 92,3 %. Peserta menyatakan bahwa materi diklat

yang diikutinya memiliki relevansi dengan kebutuhan peningkatan kualitas layanan pembelajaran terhadap ABK dengan kesulitan belajar. Untuk tahap selanjutnya akan dikembangakan desain diklat yang lebih fokus ke materi-materi tertentu secara sfesifik baik dari sisi kurikulum diklatnya maupun tujuan dan pesertanya. Ketidakberhasilan diklat tahap 2 untuk merekrut guru-guru dari sekolah dasar inklusif telah menyebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan data untuk pengembangan diklat tahap berikutnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil Analisis data evaluasi dan eksplorasi pengembangan model Diklat Stimulasi Perkembangan ABK kategori kesulitan belajar bagi Guru SLB dan SD Inklusif, secara umum disimpulkan bahwa diklat ini sudah memenuhi syarat untuk diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan. Persepsi peserta diklat terhadap desain dan pelaksanaan diklat tahap 2 mencapai 95,4 %, sedangkan tingkat kepuasan peserta diklat terkait dengan relevansi diklat mencapai 92,3% . Dengan demikian jika dibandingkan dengan diklat tahap 1 (76,9%) mengalami peningkatan sebesar 15,4%. Beberapa masukan terkait dengan desain diklat telah dilakukan untuk penyempurnaan dan pengembangan diklat tahap berikutnya. Perbaikan telah dilakukan pada komponen pokok desain yaitu : 1) lebih memperjelas tujuan diklat dan kriteria peserta bagi guru SLB dan SD Inkluif, 2) penyempurnaan kurikulum (struktur program diklat) sehingga lebih fokus pada rumpun materi stimulasi perkembangan ABK dengan kesulitan belajar, 3) pengaturan alokasi waktu secara proforsional, dan 4) perbaikan pada aspek instrument penilaian dan kejelasan lembar kerja.

Page 97: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

215

DAFTAR PUSTAKA Afandi (2018). Stimulasi Keterampilan

Berpikir Tingkat Tinggi. Surakarta: UNS Press

Bahan-bahan hasil shortcourse tentang Learning Difficulties di Seameo Sen, Melaka- Malaysia, 2 s.d 22 Maret 2019

Dick and Carey. (2001). The systematic Design of Instruction. Addison-Wesley Educational Publisher Inc.

Kosasih, E (Penyunting). 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Yrama Widya.

John W. Santrock, Alih Bahasa Mila Rachmawati (2007). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Poerboyo, Solek (2018). Mengenal Kesulitan Belajar dan kesulitan Belajar Spesifik-Proseding Seminar nasional PGSD UPY

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta.

Suharman, E. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi

Suryadinata, N., dan Farida, N. 2016. Analisis Proses Berpikir Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Di SMP Inklusi Kota Metro (Studi Kasus pada Siswa Tunagrahita Ringan). Aksioma. Volume 5 Nomor 1. Hal 94-104.

Page 98: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

216

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA MATERI MEMBACA DENGAN MENERAPKAN

METODE ROLE PLAYING DI KELAS XI SLB NEGERI SUKANAGARA KABUPATEN CIANJUR

Oleh :

Uce Solihati (SLB Negeri Sukanagara Kabupaten Cianjur)

ABSTRAK

Anak Tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, mengalami hambatan tingkah laku, penyesuaian dan terjadi pada masa perkembangannya. Anak tunagrahita sering disepadamkan dengan istila-istilah lemah pikiran (Ffeeble Minded) terbelakang mental (Mentally Retarded) Membaca dengan menggunakan metode role playing merupakan salah satu pelajaran yang utama yang diberikan guru kepada anak di sekolah. Pelajaran bahasa Indonesia ini lebih awal diberikan karena merupakan dasar untuk belajar lebih lanjut. Anak yang belum bisa membaca memiliki kesulitan dalam mengikuti pelajaran yang lainnya. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Pada Materi Membaca Dengan Menerapkan Metode Role Playing DI Kelas XI SLB Negeri Sukanagara Kabupaten Cianjur” adalah untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dalam membaca pada anak tunagrahita di SMPLB SLB N Sukanagara Kabupaten Cianjur ini serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam meningkatkan pelaksanaan pembelajaran membaca pada anak tunagrahita. Dalam penelitian tindakan kelas ini subjek penelitian ini adalah 5 orang peserta didik tunagrahita kelas XI dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan test. Selanjutnya hasil penelitian di analisis dengan teknik analisa kuantitatif dan kualitatif. KATA KUNCI : Pembelajaran, Membaca, Metode Role Playing, Anak Tunagrahita.

LATAR BELAKANG Dalam proses belajar mengajar di kelas guru hendaknya lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan dengan materi serta kondisi lingkungan dimana guru itu mengajar. Pemilihan dan pengetahuan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan serta diharapkan memudahkan peserta didik dalam memahami materi. Selain itu peserta didik lebih berperan aktif dalam proses belajar mengajar.

Selama ini peserta didik selalu terkondisikan untuk menerima informasi tanpa berusaha menemukan informasi tersebut. Hal itu menyebabkan peserta didik hanya mampu untuk menghapal tampa memahami materi yang telah diterimanya. Oleh sabab itu agar peserta didik lebih bias lagi mengasah kreatifitasnya diperlukan sebuah metode pembelajaran yang menekankan kraetifitas peserta didik.

Page 99: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

217

Dengan diterapkannya variasi metode pembelajaran diharapkan menumbuhkan motivasi dan minat peserta didik dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada keaktifan peserta diidk di dalam pembelajaran mengutamakan interaksi penguasaan materi yang telah ditugaskan oleh guru. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang sisitem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa warga Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal yang sama dengan anak yang normal dalam memperoleh pendidikan. Anak berkebutuhan khusus sebagaimana warga Negara lainnya memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran, hal ini diperkuat dengan UU No 8 tahun 2016 tentang hak-hak penyandang disabilitas dalam layanan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan agar penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus dapat mengakses pendidikan pendidikan sesuai bakat, minat dan kapasitas kemampuannya. Dalam era globalisasi setiap bangsa perlu meningkatkan daya saingnya di dalam berbagai bidang, termasuk sumber daya manusia secara umum, tetapi anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian masyarakat Indonesiapun tidak bisa menghindarkan diri dari proses glabalisasi tersebut, anak berkebutuhan khusus dituntut untuk memiliki keterampilan untuk ikut bersaing ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitip di masa kini dan masa depan. Oleh karena itu pelayanan yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak tersebut.

Kenyataan di lapangan observai pendahuluan pada bulan pebuari 2019 di SLBN Sukanegara Kabupaten Cianjur, bahwa anak tunagrahita memerlukan perhatian yang lebih dari gurunya dalan hal ini anak mengalami hambatan dalam belajar dan hambatan perkembangan. Anak tunagrahita memiliki tingkat yang berbeda yaitu ringan, sedang, berat. Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam perkembangan berkomunikasi yaitu berbahasa sehingga mereka mengalami berbagai hambatan dalam pelajaran akademik seperti membaca dan hambatan bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu mereka harus diberikan beberapa materi pelajaran seperti membaca. Membaca merupakan salah satu pelajaran yang utama dan pertama yang diberikan guru kepada anak di sekolah. Pengajaran membaca ini lebih awal diberikan, karena merupakan dasar untuk belajar lebih lanjut. Anak yang belum bisa membaca memiliki kesulitan dalam mengikuti pelajaean yang lainnya. Salah satu bagian dari membaca adalah membaca teks bacaan sederhana dengan penerapan metode role playing yang menjelaskan tentang permainan dalam pembelajaran dengan memainkan peran tokoh-tokoh hayalan serta berkolaborasi untuk membuat sebuah cerita bersama, seperti yang dikatakan (Santosa, 2011:32) menyatakan bahwa role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsure senang. Belajar terutama membaca dengan menerapkan role playing yang merupakan suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta diidk, sehingga diharapkan peserta didik dapat meningkatkan keterampilan dan pemahaman dalam belajar.

Page 100: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

218

Berdsarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian pada anak tunagrahita kelas XI SLBN Sukanagara Kabupaten Cianjur. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi selama proses pembelajaran di kelas dengan menerapkan sebuah model pembelajaran untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Penelitian Tindakan Kelas yang berasal dari istilah inggris Classroom Action Research yang bearti penelitian dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subjek penelitian di kelas tersebut. Dari definisi tersebut, PTK merupakan studi sistematika terhadap praktek pembelajaran di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran dan hasil belajar siswa secara berkesinambungan dengan melakukan tindakan tertentu. Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas, yaitu tahap: (1) perencanaan, pada tahap ini akan dibuat proses rancangan penelitian tiap siklus oleh peneliti. Tahap yang dilakukan dalam

proses perencanaan ini adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan membuat tabel observasi untuk observer, dan membuat angket untuk dibagikan kepada siswa nanti, serta tindakan dan pengamatan yang dilakukan dalam proses pelaksanaan .perencanaan tiap siklus 1, siklus 2, dan seterusnya terdapat pada lembar instrumen. (2) Pelaksanaan, pelaksanaan yang dilakukan adalah tindakan dari rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat.Kegiatan ini untuk meningkatkan kemampuan operasi bilangan dengan model pembelajaran bimbingan belajar, yang disesuaikan dengan yang direncanakan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Tindakan tiap siklus 1, siklus 2, dan seterusnya terdapat pada lembar instrumen. (3) Pengamatan, pengamatan yang dilakukan mencakup siklus 1, siklus 2, dimana pengamatan ini untuk mengetahui, mengenali, mengamati, dan merekam kendala apa saja yang tercapai dan tidak tercapai dalam proses pembelajaranyang telah dilakukan. Pengamatan ini dilakukan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengumpulkan data, bukti, maupun informasi yang dapat digunakan untuk perencanaan. Tahapan ini akan dijadikan masukan untuk melakukan siklus selanjutnya. (4) Refleksi, refleksi merupakan proses berpikir untuk melihat kembali aktivitas yang sudah dilakukan untuk mencari solusi berdasarkan hasil observasi di kelas pada saat pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini dilakukan kegiatan menganalisis, interprestasi, dan penjelasan terhadap semua informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Paparan data pembelajaran bahasa Indonesia tentang berceritera dan hasil kemampuan peserta didik dalam demonstrasi dengan menggunakan

Page 101: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

219

metode role play diperoleh hasil yang cukup baik. Menurut pengamatan dan pencacatan pembelajaran peserta didik di kelas XI menunjukkan bahwa peserta didik pada umumnya sangat menyenangi pembelajaran dengan menggunakan metode role play. Dari data tersebut mencakup data perencanaan, pelaksanaan, dan tahap refleksi yang diperoleh melalui hasil observasi. Sehubungan dengan hal tersebut melalui pembelajaran berceritera melalui metode role play peserta didik dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dengan berceritera berdasarkan media gambar yang akan diajarkan. Penelitian ini merupakan hasil pemantauan dan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan. Dimana paparan tersebut meliputi dua tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap refleksi sebagai bentuk pelaksanaan tindakan. 1. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan penelitian dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya, yaitu tentang membaca mengamati gambar, kaitan pendapat dengan topik yang dibahas, dimana guru harus menguasai masalah yang dibelajarkan pada peserta didik dan kerjasama dengan guru pengamat. Rencana pelaksanaan pengajaran disusun dengan menekankan pada kemampuan bahasa peseta didik terutama pada kemampuan berceritera dalam membaca. Pelaksanaan tindakan dilakukan secara wajar tanpa diberitahukan terlebih dahulu kepada peseta didik. Kehadiran guru peneliti dan guru observer sebisa mungkin tidak mengganggu dan menarik perhatian peserta didik. Para guru observer duduk di dekat peseta didik dan melakukan pengamatan tanpa mengganggu dan

menarik perhatiannya, sehingga peserta didk tetap terpusat pada guru yang melakukan tindakan. Pelaksanaan tindakan dilakukan kepada semua peserta diidk. Dalam pelaksanaan tindakan, guru observer berperan sebagai mitra peneliti yang akan memantau, mencatat, mendokumentasikan temuan data, dan informasi yang diperoleh dalam kegiatan tindakan pembelajaran. Selanjutnya direfleksi oleh peneliti untuk dijadikan penyempurnaan yang hasilnya akan dilaksanakan pada tindakan berikutnya. a. Siklus I Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama dilakukan pada hari selasa 07 Januari 2019 dan kamis 28 Januari 2019 pukul 08.00 – 09.30 WIB. 1) Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada jadwal pembelajaran bahasa Indonesia seminggu 2 kali, adapun pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari selasa tanggal 07 Januari 2019, proses pembelajaran dimulai pada pukul 08.00-09.30 WIB, yaitu 2 jam pelajaran. Pada siklus I ini dimulai dibelajarkan oleh guru-guru mengkondisikan kelas sesuai dengan kebutuhan dan kelas pun diatur. Pada siklus I ini guru menggunakan metode role playi. Guru menjelaskan aturan cara pembelajaran bahasa Indonesia tentang berceritera dengan metode role play. Proses pembelajaran pada siklus I dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat, meskipun ada beberapa kagiatan inti yang harus diperbaiki, tetapi indikator pembelajaran sudah dapat dicapai dengan baik. 2) Analisis Data Observasi Pada siklus I observasi dilakukan langsung oleh dua orang guru observer yang dilakukan secara langsung di ruang kelas XI

Page 102: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

220

dari awal hingga akhir pembelajaran. Berikut ini catatan hasil observer siklus I: 3) Refleksi Tindakan Siklus I Reflesi dilakukan setelah peneliti mengidentifikasi data yang diperoleh dari hasil guru observer, catatan lapangan yang dilakukan peneliti, mitra peneliti selama pembelajaran berlangsung, dan hasil peserta didik. Pada siklus I diperoleh data bahwa guru sudah baik dalam mengajar, peserta didik sangat antusias dalam belajar karena pembelajaran dengan model seperti ini baru mereka alami.Dari observer II, peneliti mendapat catatan harus dapat memperhatikan letak posisi duduk peserta didik yang harusnya berhadap-hadapan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: 1). Rata-rata aktivitas peserta didik pada pembelajaran siklus I ini mencapai 60 % dengan kategori “Baik” secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut: a. Selama mengikuti kegiatan belajar mengajar aktivitas siswa memperhatikan penjelasan dari guru sebanyak 4 orang atau 80 % sedangkan siswa yang serius memperhatikan selama pembelajaran sebanyak 3 orang atau 60 %. b. Dalam Proses Belajar Mengajar siswa mengajukan pendapat dan pertanyaan sebanyak 2 orang atau 40 % sedangkan yang serius dalam menjalankan tugas yang diberikan guru sebanyak 3 orang atau 60 %. c. Selama proses Kegiatan Belajar Mengajar aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan Proses Belajar Mengajar masih ada siswa yang bergurau sebanyak 1 orang atau 20 %, tidak konsentrasi sebanyak 2 orang atau 40 %, yang melakukan pekerjaan lain 1 orang atau 20 %, yang membuat corat coret di kertas sebanyak 2 orang atau 40 %.

2). Berdasarkan deskripsi hasil pembelajaran kemampuan berceritera dengan media gambar yang diperoleh adalah “Cukup”. Respon yang diberikan pada soal-soal mengenai gambar-gambar memberikan kesan yang didapatkan dimana peserta didik sangat menikmati permainan belajar bahasa Indonesia dengan cara belajar membaca ceritera gambar yang sangat menyenangkan para peserta didik. b. Siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II, yaitu dilaksanakan pada hari selasa tanggal 03 Pebuari 2019 dimulai pukul 08.00 – 09.30 WIB.Pada siklus II ini tema merupakan kelanjutan dari siklus ke I, cuman dalam media pembelajaran dengan menggunakan gambar-gambar yang berwarna, sehingga peserta didik bisa dengan leluasa dalam menentukan dengan runtut bacaan, menyusun kata serta dalam menentukan merangkaiakan susunan kalimat. 1). Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari selasa tanggal 03 Pebuari 2019. Proses pembelajaran dimulai pada pukul 08.00-09.30 WIB sebanyak 2 jam pelajaran. Pada siklus II ini mulai dibelajarkan oleh guru tentang berceritera dengan menggunakan media gambar. Guru menjelaskan cara berceritera dengana media gambar, dimana semua peserta didik dapat menceriterakan isi gambar hingga membentuk kalimat. Proses pembelajaran pada siklus II dapat diiplementasikan sesuai dengan Rencana Pembelajaran yang telah dibuat, meskipun masih ada beberapa kegiatan inti yang harus diperbaiki, tetapi indikator pembelajaran sudah dapat dicapai dengan baik. Untuk lebih jelas peneliti akan

Page 103: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

221

mendeskripsikan bagaimana proses pembelajaran bahasa Indonesia dengan teknik menggunakan media gambar yang berwarna, sehingga peserta didik tunagrahita dalam pembelajaran mengajar berlangsung pada siklus II. 2). Analisis Data Observasi Pada siklus II observasi dilakukan langsung oleh dua orang guru observer yang dilakukan secara langsung di ruangan kelas XI dariawal sampai akhir kegiatan belajar mengajar. Adapun berikut ini catatan hasil observasi pada siklus II, diantaranya adalah: a. Refleksi Tindakan Siklus II Refleksi dilakukan setelah penelitian mengidentifikasikan data yang diperoleh dari hasil guru observer, catatan lapangan yang dilakukan peneliti, mitra peneliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dan hasil dari para peserta didik. Pada siklus II ini diperoleh data bahwa guru sudah baik dalam mengajar, dimana peserta didik sangat antusias dalam penerimaan materi yang diajarkan. Dan guru observer sepakat bahwa pembelajaran berceritera dengan menggunakan media gambar seri tetap harus menggunakan media yang menarik perhatian peserta didik tunagrahita, sehingga para peserta didik lebih komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Laporan Hasil Pada umumnya peserta didik yang dijadikan responden sebelum ditretment menunjukkan kurang menguasai bahasa khususnya materi membaca dengan menggunakan media role playing. Hal ini terjadi kemungkinan peserta didik belum

memahami dasar cara membaca dengan menggunakan media role playing , maka peneliti memberikan treatment secara individual yang diberikan dengan gambar-gambar dan nama tulisan dalam kartu kata. Dapat dikatakan sebagian besar peserta didik (80%) bias membaca gambar dengan bahasa yang sederhana sesuai karakteristik anak tunagrahita dan dalam menjawab soal dari isi ceritera bergambar yang di berikan dan (20%) masih dalam bimbingan, hal ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik mampu mencapai nilai yang cukup efektifndalam mengerjakan soal soal dalam gambar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam meningkatkan bahasa pada peserta didik tunagrahita cukup efektif dalam membaca melalui metoda role playing peserta didik lebih komunikatif. Ini terlihat antara peserta didik dalam mengerjakan soal ceritera dimana masing-masing peserta didik berpikir dan berpartisipasi secara proaktif dalam memberikan hasil pemikirannya tentang gambar-gambar yang diberikan. Hasil pemikirannya walaupun secara sederhana yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik kelas XI, mereka peserta didik kelas XI cukup kreatif san saling tukar pikiran walaupun bahasa mereka sederhana sesuai kemampuannya. Disini dapat dijadikan suatu kegiatan belajar yang efektif, efesien, juga bias dijadikan media sosialisasi dan interaksi diantara anak-anak tunagrahita. Proses belajar dan hasil kerja diantara peserta didik tunagrahita menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini terlihat bahwa dar 3 kriteria, mereka kaum tunagrahita pada umumnya dapat dikatakan hampir (90%) dapat membaca gambar dengan metode role playing

Page 104: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

222

dengan gaya bahasa yang mereka punya dan mampu mengucapkan kembali. 2. Pembahasan Temuan Berdasarkan observasi dan hasil penelitian terlihat bahwa anak tunagrahita kemampuan bahasa dalam membaca melalui metode role playing serta media gambar untuk memperjelas informasi bacaan yang akan disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung, sehingga peserta didik tidak akan kelihatan sulit untuk membayangkan bahasa dalam gambar secara abstrak. Hal ini menunjukkan bahawa anak tunagrahita memiliki daya bayang (operational thingking) sangat terbatas, melihat kondisi seperti itu maka dalam membimbing anak tunagrahita dalam meningkatkan kemampuan membaca melalui role playing harus lebih optimal dilkukan, karena dari hasil observer menunjukkan kemampuan bahwa peserta didik tunagrahita sulit untuk di tingkatkan, sehingga bimbingan yang beragam harus di sesuaikan dengan karakteristik peserta didik seusianya. Juga dapat meningkatkan kemampuan anak dan kematangan berpikir dalam proses untuk mengambil keputusan hasil buah pikirannya terhadap soal membaca melalui media gambar yang diberikan dan hasil proses itu mereka anak tunagrahita mampu menghasilkan hasil yang baik. Ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka dalam menyusun ceritera gambar Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada siklus I, II pada umumnya dapat dilihat bahwa rata-rata aktivitas peserta didik tiap siklus mengalami peningkatan. 3. Pelaksanaan Pembelajaran Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus. Siklus ke I dilaksanakan pada hari selasa tanggal 07 Januari 2019 – 28 Januari 2019, Siklus ke II dilaksanakan pada hari selasa tanggal 03 Pebuari 2020 – 03 Maret 2019,

setiap siklus dilaksanakan selama 2 jam pembelajaran. Aktivitas Guru Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada siklus ke I,II pada umumnya katagori yang diperoleh guru dalam kegiatan belajar mengajar tergolong baik. Pada siklus I masukan yang diberikan observer terhadap guru peneliti yaitu tentang waktu yang harus diperhitungkan dengan sebaik-baiknya, juga media pembelajaran yang harus bervariatif sehingga peserta didik lebih antusias dan komunikatif dalam pembelajaran serta guru harus memberikan apersepsi terhadap semua peserta didik, guru observer harus memberikan koreksi terhadap kata-kata atau kalimat yang disampaikan oleh guru peneliti. Untuk memperbaiki masalah tersebut maka pembelajaran siklus I dilakukan perbaikan dengan tidak mengulang kesalahan pada siklus ke II. Pada siklus II. Pada siklus ini guru lebih memperhatika waktu, memberikan apersepsi terhadap peserta didik serta memberikan cara atau kalimat yang sesuai dengan meteri yang disampaikan guru.

a. Aktivitas Siswa Hasil Analisis terhadap aktivitas peserta didik mengalami peningkatan dari awal ke siklus I sampai ke siklus II. Rata-rata aktivitas siswa pada awal pembelajaran tergolong “kurang” yanitu sebanyak

Page 105: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

223

39,99%, setelah dilakukan perbaikan, maka hasil rata-rata aktivitas pembelajaran pada siklus I menunjukkan katagori “cukup sebanyak 59,99%. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II, maka hasil rata-rata aktivitas siswa meningkatdan menunjukkan katagori “baik” sebanyak 79,99%. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan perbaikan pada siklus dapat mengalami masala yang terjadi. Upaya-upaya perbaikan ini berdampak juga pada peningkatan kemampuan berceritera melalui media gambar seri pada setiap siklus.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa rata-rata aktivitas siswa tiap siklus mengalami peningkatan. Rata-rata pada awal pembelajaran sebanyak 33,99%, aktivitas siswa pada siklus I, kemudian mengalami peningkatan sebanyak 55,99%, serta rata-rata aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 79,99%, sehingga terlihat jelas bahwa tiap siklus mengalami peningkatan dari rata-rata siswa pada setiap siklus.

KESIMPULAN Pada umumnya, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran dengan benar dan sesuai dengan SKKD seperti melakukan asesmen, merumuskan tujuan, menentukan materi, menentukan metode, membuat media, menentukan alokasi waktu, melakukan evaluasi dan mengadakan tindak lanjut. Namun dalam hal pembelajaran bahasa indonesia tentang ceritera dengan menggunakan media gambar yang dibuat harus disesuaikan dengan kemampuan dan kesulitan peserta didik yang bervariasi. Untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran bahasa indonesia tentang membaca menguunakan metode role playing serta dengan menggunakan media gambar, sehingga anak tunagrahita di SMALB Kelas XI , guru akan lebih mudah menentukan langkah-langkah dimana diharapkan pesera didik dapat mengikuti pembelajaran secara optimal. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dan fakta di lapangan seperti kurangnya fasilitas yang disediakan sekolah, media pembelajaran yang kurang, dan juga dukungan dari berbagai fisik, maka penulis mengusulkan beberpa rekomendasi sebagai sumbangan pikiran sebagai berikut: 1. Kepala Sekolah Untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan peserta didik, kepala sekolah hendaknya berupaya melengkapi sarana dan prasarana. 2. Guru Mengingat pentingnya pembelajaran bahasa Indonesia tentang membaca menggunakan metode role playing serta media gambar pada anak tunagrahita guru

Page 106: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

224

hendaknya melakukan hai-hal sebagai berikut : a. Meningkatkan kreativitas b. Membuat media yang lebih menarik c. Mengoptimalisasikan lingkungan

sekitar d. Membuat alat-alat sederhana untuk

keterampilan e. Membuat asesmen yang lebih

efektif. DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsudin Makmun, (1981),

Psikologi Pendidikan, IKIP Bandung

Bandi Delphie, (1996), Psikomotor , Mitra Grafika , Bandung.

____________, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, (2003) Undang-undang Dasar N0.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Balai pusataka, Jakarta.

____________, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan , ( 1991 ), Peraturan Pemerintah N0. 72 Tahun Tenatang Pendidikan Luar Biasa, Jakarta.

_____________, Departemen Pendidikan Nasional, (2006), Kurikulum Pendidikan Luar Biasa SDLB,SKKD, Mata Pelajaran Matematika SDLB Tunarungu, Jakarta.

Kusnandar,(2008), Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai pengembangan Profesi Guru, Jakarta, Rajagrafindo Persada.

Margono,drs, (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta.

Mulyono Abdurrahman, (1996), Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Page 107: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

225

Page 108: Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung · 2020. 10. 18. · rencana pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes 3 dan soal tes 4 serta media pembelajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan

Jurnal Inklusi PPPPTK TK dan PLB Bandung 2020

226