jurnal bms2

31
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Dewasa ini standar perawatan untuk luka bakar deep partial thickness dan full thickness adalah dengan eksisi awal dan grafting. Namun, adanya kendala kondisi umum pasien , keterbatasan lokasi donor graft pada pasien dengan luka yang luas, keterbatasan peralatan di pusaat perawatan, teknik ini tidak selalu mungkin untuk diaplikasikan dan keadaan ini meningkatkan insiden untuk timbulnya luka bakar menjadi kronik terutama pada negara berkembang. Problem signifikan ketika grafting terlambat dilakukan diantaranya, adanya kolonisasi mikroba pada luka, peningkatan komplikasi, mortalitas, dan lama hospitalisasi, serta alkan meningkatkan biaya perawatan. Meskipun hidrogen peroksida pada konsentrasi tertentu bersifat sitotoksik, namun terdapat karakteristik yang menarik diantaranya sebagai antiseptik berspektrum luas, angiogenesis, dan memiliki efek akselerasi penyembuhan luka. Tujuan 1. Mengetahui efektifitas penggunaan hidrogen peroksida 2% dalam manajemen luka bakar kronik 2. Mengetahui apakah manajemen luka bakar kronik dengan menggunakan hidrogen peroksida 2 % dapat diaplikasikan di rumah sakit di Indonesia. 1

Upload: melina-defita-sari

Post on 28-Oct-2015

111 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu

tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Dewasa ini standar perawatan untuk

luka bakar deep partial thickness dan full thickness adalah dengan eksisi awal dan grafting. Namun,

adanya kendala kondisi umum pasien , keterbatasan lokasi donor graft pada pasien dengan luka

yang luas, keterbatasan peralatan di pusaat perawatan, teknik ini tidak selalu mungkin untuk

diaplikasikan dan keadaan ini meningkatkan insiden untuk timbulnya luka bakar menjadi kronik

terutama pada negara berkembang. Problem signifikan ketika grafting terlambat dilakukan

diantaranya, adanya kolonisasi mikroba pada luka, peningkatan komplikasi, mortalitas, dan lama

hospitalisasi, serta alkan meningkatkan biaya perawatan.

Meskipun hidrogen peroksida pada konsentrasi tertentu bersifat sitotoksik, namun terdapat

karakteristik yang menarik diantaranya sebagai antiseptik berspektrum luas, angiogenesis, dan

memiliki efek akselerasi penyembuhan luka.

Tujuan

1. Mengetahui efektifitas penggunaan hidrogen peroksida 2% dalam manajemen luka bakar

kronik

2. Mengetahui apakah manajemen luka bakar kronik dengan menggunakan hidrogen peroksida

2 % dapat diaplikasikan di rumah sakit di Indonesia.

Manfaat

1. Bagi mahasiswa praktik, diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat, terutama

perawatan luka bakar kronik dengan menggunakan larutan hidrogen peroksida 2%.

2. Bagi perawat dan klinisi kesehatan lain dapat digunakan sebagai acuan untuk

mengaplikasikan perawatan luka bakar kronik di rumah sakit.

1

BAB II

LITERATUR REVIEW

A. Luka

Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah

kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Jenis-Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan

derajat luka (Taylor, 1997).

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses

peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinary

tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan

dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka

sekitar 1% - 5%.

Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan

dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,

kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat

kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari

saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.

Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada

luka.

2

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada

lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda

klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak

melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis

dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang

dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang

dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan

yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat

karena faktor eksogen dan endogen. Luka kronik adalah luka yang tidak sembuh dalam

waktu yang diharapkan. Ada yang mengatakan luka yang tidak sembuh dalam waktu 3

bulan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses penyembuhan melambat atau

berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar

luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak

mengalami kemajuan maka dikatagorikan sebagai luka kronik.

Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak lengkap. Luka kronik

terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada kondisi patologis yang

mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila penyebab yang mendasarinya tidak

dikoreksi. (4) Seringkali luka kronik mengalami rekurensi. ( 4,5 ) Diantara kondisi patologis

tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema, diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan

(pressure). (3) Torre menyebutkan penyebab luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia

jaringan, trauma berulang, adanya jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti

diabetes melitus, malnutrisi, imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu. (5)

Etiologi3

Selain sirkulasi yang buruk, neuropati, dan kesulitan bergerak, faktor yang

berkontribusi terhadap luka kronis adalah penyakit sistemik, usia, dan penyakit trauma.

Comorbid berulang yang dapat berkontribusi pada pembentukan luka kronis termasuk

vaskulitis (radang pembuluh darah), kekebalan penindasan, pioderma gangrenosum, dan

penyakit yang menyebabkan iskemia. Penekanan kekebalan dapat disebabkan oleh

penyakit atau obat medis yang digunakan dalam jangka panjang, misalnya steroid. Faktor

lain yang dapat menyebabkan luka kronis adalah usia tua. Kulit orang tua lebih mudah

rusak, dan sel-sel yang lebih tua tidak berkembang biak secepat dan tidak mungkin

memiliki respon yang memadai terhadap stres dalam hal upregulation gen yang terkait

dengan stres protein. Fibrosis kronis, aterosklerosis, edema, penyakit sel sabit, dan arteri

insufisiensi merupakan penyakit yang terkait dengan luka kronis. Faktor utama yang

menyebabkan luka kronis, di antaranya adalah iskemia, cedera reperfusi, dan kolonisasi

bakteri.

Penatalaksanaan

- Debridement

Menghilangkan jaringan nekrotik, jaringan devitalisasi, enzimatik, debridement

mekanis, biologis atau autolitik. Lakukan debridement awal dan debridement lanjutan

Debridement tergantung pada status luka, kemampuan penyedia layanan kesehatan

dan kondisi keseluruhan pasien.

- Pembersihan luka

Pembersihkan luka dari awal dan pada setiap penggantian balutan luka menggunakan

larutan netral, tidak iritasi dan tidak beracun. pembersihan luka rutin harus dicapai

dengan minimal bahan kimia dan / atau trauma mekanik. Saline steril atau air

biasanya dianjurkan. Air keran hanya boleh digunakan jika sumber air bersih.

- Pembedahan

Skin grafting tanpa memperhatikan penyakit vena yang mendasari bukanlah solusi

jangka panjang dan rentan terhadap ulserasi berulang dengan 10g (5,07) Semmes-

Weinstein monofilamen.

4. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka :

4

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal

yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura

seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang

biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau

yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau

oleh kawat.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya

pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya

lukanya akan melebar.

g. Luka Bakar (Combustio)

Proses Penyembuhan Luka

Fase penyembuhan luka terdiri dari :

1. Fase koagulasi dan inflamasi (0-3 hari)

Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka terjadi dan melibatkan

platelet. Pengeluaran platelet menyebabkan vasokontriksi. Proses ini bertujuan untuk

hemostasis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.Fase inflamasi selanjutnya terjadi

beberapa menit setelah luka terjadi berlanjut sekitar 3 hari.

2. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya Neutrifil). Neotrofil

selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan

pembentukkan jaringan baru .

3. Fase proliferasi / rekonstruksi (2-24hari)

Apabila tidak ada infeksi / kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses penyembuhan

selanjutnya memasuki tahapan proliferasi / rekonstruksi.

Tujuan utama fase ini adalah : Proses granulasi (untuk mengisi ruang yang kosong pada luka)

dan Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru)

4. Fase Remodilling atau maturasi (24 hari – 3 tahun)

5

Fase ini merupakan fase terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Aktifitas

sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-serabut kolagen

meningkat secara berthap dan bertambah tebal kemudian disokong oehproteinase untuk

perbaikan sepanjang garis luka.kolagen menjadi unsure yang utama pada matriks. Serabut

kolagen menyebardengan saling terikat dan menyatu serta berangsur=angsur menyokong

pemulihan jaringan. Akhir dari penyembuhan didengankan parut luka yang matang yang

mempunyai kekuatan 80% disbanding kulit normal.

Tipe-tipe Penyembuhan Luka

1. Penyembuhan Primer

o Penyembuhan luka tanpa terdengannya proses infeksi & biasanya terjadi pada luka

superfisial.

o Biasanya tepi luka ditauntukan dengan jahitan

o Penyembuhan primer ini ditandai tidak tampak tanda inflamasi, sesudah 48 jam luka

menutup & tidak terdengan tepi luka pada hari ke 7 & ke 9.

2. Penyembuhan sekunder

o Terjadi pada luka yang luas, tepi luka berjauhan shg terbentuk rongga yang diisi oleh

bekuan darah & jar.nekrotik

o Ditandai dengan terdengannya :

Jar.granulasi Pucat atau tidak ada kemajuan penyembuhan luka terlalu basah

atau terlalu kering

Ukuran luka ; tidak berubah atau meluas sesudah pus dikeluarkan

eksudat, menebal atau dengan tanpa bau

Jar. Epitel : Tidak terdengan atau terdengan disekitar luka

3. Penyembuhan Tertier

Luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridemen, setelah

diyakini bersih tepi luka dipertauntukan

B. Luka bakar

Pengertian

Luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air

panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.

Penyebab6

1. Kobaran api di tubuh (flame)2. Jilatan api ke tubuh (flash)3. Terkena air panas (scald)4. Tersentuh benda panas (kontak panas)5. Akibat sengatan listrik6. Akibat bahan kimia7. Sengatan matahari (sun burn)

Derajat Luka Bakar

Klasifikasi

baru

klasifikasi

tradisionalkedalaman luka bakar bentuk klinis

Superficial

thicknessDerajat 1 Lapisan Epidermis

Erythema( kemerahan ), Rasa

sakit seperti tersengat,

blisters( Gelembung cairan )

Partial

thickness —

superficial

Derajat 2Epidermis Superficial (Lapisan

papillary) dermis

Blisters ( Gelembung cairan ),

Cairan bening ketika

gelembung dipecah, dan rasa

sakit nyeri

Partial

thickness —

deep

Deep

(reticular)

dermis

Sampai pada lapisan berwarna

putih, Tidak terlalu sakit seperti

superficial derajat 2. sulit

dibedakan dari full thickness

Full thicknessDerajat 3 atau

4

Dermis dan struktuir tubuh

dibawah dermis Fascia, Tulang, or

Otot

Berat, adanya eschar seperti

kulit yang meleleh, cairan

berwarna , tidak didapatkan

sensasi rasa sakit

Derajat 1

7

Derajat 2 Derajat 3

Penghitungan derajat luka bakar

“Role of Nine”  digunakan untuk menilai prosentase luka bakar dan digunakan untuk

membantu keputusan tindakan selanjutnya. Tenaga kesehatan dapat memperkirakan luas

permukaan tubuh pada orang dewasa yang mengalami luka bakar dengan menggunakan kelipatan 9.

Seorang dewasa yang mengalami luka bakar, prosentase dari tubuh yang mengalami luka dapat

dihitung sebagai berikut:

8

Kepala = 9%

Dada (depan) = 9%

Perut (depan) = 9%

Atas / pertengahan kembali / rendah dan bokong = 18%

Setiap lengan = 9% (depan = 4,5%, kembali = 4,5%)

Selangkangan = 1%

Setiap kaki = 18% total (depan = 9%, kembali = 9%)

Sebagai contoh, jika kedua kaki (18% x 2 = 36%), selangkangan (1%) dan dada depan dan perut

mengalami luka bakar, ini meliputi 55% dari permukaan tubuh.

Penatalaksanaan

Pre Hospital

Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal ini akan

sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah

hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila

memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya.

Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan

bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar

dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka

bakar dalam keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose

udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan

penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai penggunaan morfin

oleh tenaga medis

Hospital

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek Airway,

breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.

1. Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang

Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: riwayat

terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang

hitam.

9

2. Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas,

segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat

menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae

3. Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema.

pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang

luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.

Formula Baxter

1. Total cairan = 4cc x berat badan x luas luka bakar

2. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, dan sisanya dalam 16 jam berikutnya

Perawatan Luka

RSUP PERAWATAN LUKA BAKARNo. Dokumentasi No. Revisi

00Halaman

1/2SPO PELAYANAN KEPERAWATAN

Tanggal Berlaku Ditetapkan di : DenpasarDirektur Utama

Pengertian Mengganti balutan luka dan mengobati luka dengan obat desinfektan.Tujuan 1. Melindungi luka dari trauma mekanik

2. Mengobati drainase3. Mencegah kontaminasi dari kotoran tubuh4. Membantu hemostasis5. Mengimobilisasi luka6. Menghambat/membunuh mikro organisme7. Memberikan rasa aman bagi mental dan fisik pasien8. Memberikan lingkungan psikologis yang sesuai untuk penyembuhan luka9. Mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan

Kebijakan Dilakukan pada pasien yang luka dan ada order dari dokter yang merawatPersiapan Satu set perawatan luka/packing set (pinset anatomi, pinset chirugis, gunting

hecting, kom kecil 2 buah, bengkok 2 buah, gaas steril)Pengalas Obat-obatan yang diperlukan :Ø SukralfatØ Tulle yang mengandung chlorhexidine 0,05%Sepasang sarung tanganPlester dan guntingPerban gulungNaCl 0,9%Spuite 3cc 1 buahLaruran desinfektan dalam tempatnyaKantong sampah medis

Prosedur kerja 1. Tahap pra interaksia. Baca catatan keperawatan untuk rencana perawatan lukab. Cuci tanganc. Siapkan alat-alat

2. Tahap orientasi10

a. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.b. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan klien dan keluarga.

3. Tahap kerjaØ Berikan kesempatan pasien bertanyaØ Pertahankan privasi pasien selama tindakanØ Atur posisi, beri pengalasØ Cuci tanganØ Buka alat-alat steril dan pertahankan agar tidak terkontaminasiØ Gunakan sarung tanganØ Lepaskan balutan menggunakan sarung tangan/pinset Ø Kaji kondisi luka pasien

C. Hidogen peroksida

Hidrogen peroksida (H2O2) adalah cairan bening , agak lebih kental daripada air, yang

merupakan oksidator kuat. Senyawa ini ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun 1818.

Sebagai bahan kimia anorganik dalam bidang industri, teknologi yang digunakan untuk

Hidrogen Peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone. Dengan ciri khasnya yang berbau

khas keasaman dan mudah larut dalam air, dalam kondisi normal (ambient) kondisinya sangat

stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun. Salah satu keunggulan

Hidrogen Peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah

lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun

dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Karena Hidrogen Peroksida adalah oksidator yang kuat, bahan ini dimanfaatkan manusia

sebagai bahan pemutih (bleach), disinfektan, oksidator, dan sebagai bahan bakar roket.

Kebutuhan industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun. Sampai saat

ini Indonesia masih melakukan impor untuk menutupi kebutuhan di dalam negeri

Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah

sifatnya yang ramah lingkungan. Ia tidak meninggalkan residu, hanya air dan oksigen.

Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam

industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya di kombinasikan dengan

NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin

tinggi

11

BAB III

ANALISA JURNAL

A. Resume Jurnal

Latar belakang

Dewasa ini standar perawatan untuk luka bakar deep partial thickness dan full thickness adalah

dengan eksisi awal dan grafting. Namun, adanya kendala kondisi umum pasien , keterbatasan lokasi

donor graft pada pasien dengan luka yang luas, keterbatasan peralatan di pusaat perawatan, teknik

ini tidak selalu mungkin untuk diaplikasikan dan keadaan ini meningkatkan insiden untuk

timbulnya luka bakar menjadi kronik terutama pada negara berkembang. Problem signifikan ketika

grafting terlambat dilakukan diantaranya, adanya kolonisasi mikroba pada luka, peningkatan

komplikasi, mortalitas, dan lama hospitalisasi, serta alkan meningkatkan biaya perawatan. Dan yang

sekarang menjadi pembahasan adalah bagaimana penerapkan skin graft pada jaringan kronik, yang

mana hal tersebut masih kontroversial.

Pembersihan luka dengan mengunakan cairan antiseptik yang tepat adalah bagian penting dalan

managemen trauma akut . meskipun demikian, penggunaan antiseptik sebagai agen profilaksis anti

infeksi untuk luka terbuka seperti luka bakar, menjadi kontroversi sampai saat ini.

Meskipun hidrogen peroksida pada konsentrasi tertentu bersifat sitotoksik, namun terdapat

karakteristik yang menarik diantaranya sebagai antiseptik berspektrum luas, angiogenesis, dan

memiliki efek akselerasi penyembuhan luka. Dari hal tersebut, kami mencoba mengevaluasi efek

debridement dan pembersih luka bakar terinfeks dengan hidrogen peroksida 2% (pada kasa yang

telah direndam dengan larutan tersebut) pada grafting luka bakar kronik dengan metode RCT.

Material dan metode

Dari bulan Januari 2009 sampai September 2011, penelitian dilakukanpada 49 responden (98

ekstremitas = lengan /tungkai ) yang memiliki luka bakar kronik (luka > 2 minggu setelah fase

granulasi jaringan, yang tidak begitu melekat pada bantalan luka dan dapat dengan mudah dibedah

menggunakan digita mnimal oleh ahli bedah luka bakar ) dan memiliki kolonisasi mikroba yang

tinggi (dengan jumlah koloni ≥105 unit koloni/ gram )pada kedua lengan. Semua responden dalam

penelitian menjalani split thickness skin graft. Kriteria ekslusi penelitian ini diantaranya > 60 dan

<16 tahun, nilai albumin < 2,5, riwayat penyakit kardiovasular, gagal ginjal, DM. Peneliti

memperoleh izin dari komite etik lokal (Shiraz University of Medical Science, Iran) dan inform

12

consent untuk pasien. Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang memiliki luka bakar

simetris pada 2 ekstremitas (atas atau bawah). Luas luka diukur dengan rumus rule of nine.

Sebelum intervensi dimulai, peneliti memilah untuk ektremitas kanan sebagai kelompok

intervensi dan ekstremitas kiri sebagai kelompok kontrol. Peneliti mengingatkan kepada responden

untuk secara kontinyu membandingkan antara ekstremitas kana dan kiri untuk mengontrol adanya

perbedaan potensial yang bisa ditemukan. Sejak peneliti menentukan area intervensi dan kontrol,

dokter bendah tidak diizikan untuk memilih area intervensi sesuai keinginan mereka (berdasar luas

dan penampang luka ) . Prosedur pertama, kultur jaringan (1cmx1cmx1cm) diambil dari semua luka

oleh dokter bedah yang sama(antar dokter saling menyamakan persepsi) untuk menemukan jenis

patogen dan terapi antibiotik yang sesuai. Setelah eksisi dan debridement pada granulasi jaringan,

luka bakar pada ekstremitas kanan dibersihkan menggunakan kasa yang telah direndam hidrogen

peroksida 2% selama 5 menit, kemudian dicuci dengan normal salin, dan dilakukan skin graf.

Kemudian untuk kelompok kontrol, luka di lakukan debrdement dan skin graft dengan metode

konvensional (debridement dilakukan pada jaringan nekrosis kemudian dikombinasikan dengan

normal salin dan diikuti dengan pelekatan skin graft). Area graft didressing dan dilakukan

pembalutan untuk imobilisasi. Dressing pertama post grafting dilakukan setelah 5 hari yang diikuti

dressing berikutnya setiap 2 hari. Untuk menilai keberhasilan grafting, kedua kelompok

dibandingkan setelah 21 hari dengan dokter bedah yang sama menggunakan formula :

Analisa statistik

Data yang telah terkumpul kemudian ditampilkan dalam tabel yang berisi mean dan standar

deviasi. Perbandingan dianalisis dengan SPSS 19 yang menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test.

Hasil dikatakan berbeda signifikan jika p< 0,05

Hasil

Penelitian ini terdiri dari 98 lengan dari 49 pasien. Rata- rata usia pasien adalah 26.44 ± 5.66

dan luka bakar dengan TBSA (Total body surface area) 28.3 ± 7.23%. lengan pasien dibagi

menjadi 2 grup, grup intervensi yaitu dengan pemberian Hidrogen Peroksida dan grup kedua

sebagai kontrol. Penyebab dari kekronisan luka bakar pasien pada penelitian dapat dilihat pada

tabel.

13

Tabel 1. Penyebab kekronisan luka bakar pada penelitian (N = 49)

Penyebab kekronisan luka bakar F (%)Keterlambatan admisi 22 44 ,8Infeksi 16 32,7Resiko general anestesi (pasien usia tua,anak-anak,pasien dengan penyakit penyerta)

9 18,4

Kekurangan donor untuk skin graft 2 4,1

Tabel 2. Hasil kultur dari luka bakar dapat dilihat pada tabel.

Kultur luka F %Staphylococcus 29 59Pseudomonas 11 22,4Two colonies (Pseudomonas and Staphylococcus) 4 8,2Enterobacter 4 8,2Klebsiella 2 4,1E. coli 1 2

Dari hasil penelitian, tidak ditemukan kejadian buruk pada pasien dengan pemakaian Hidrogen

Peroksida serta tidak menyebabkan iritasi kulit pada pasien luka bakar.

Diskusi

Luka bakar merupakan injuri terberat di dunia yang membutuhkan sumber medis besar karena

hospitalisasi yang lama, rehabilitasi serta terapi luka bakar di rumah sakit. Saat ini eksisi dan

grafting (E & G) merupakan pengobatan standar untuk deep partial thickness dan full-thickness

tetapi tidak fisibel dalam beberapa kasus terutama pada Negara berkembang yang mengarah pada

timbulnya kolonisasi bakteri pada luka bakar.

Kolonisasi bakteri pada luka bakar terbanyak disebabkan oleh terlambatnya admisi pada pasien,

selain itu dapat juga karena alat operasi yang kurang, sistem perioperative care yang tidak adekuat,

serta kurangnya donor skin graft. Kolonisasi bakteri ini dapat meningkatkan komplikasi, mortalitas,

lama dan cost hospitalisasi, Pada penelitian ini kolonisasi bankteri yang paling banyak terdapat

pada luka bakar adalah Staphylococcus dan Pseudomonas.

Antiseptic adalah agen yang dapat merusak atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan

mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan dengan berbagai multiple target dan aktivitas

spektrum luas dari pada antibiotic (seperti bakteri, jamur, virus, protozoa). Beberapa kategori

antiseptic tersebut antara lain alkhohol (ethanol), anilides (triclocarban), biguanides (chlorhexidine),

bisphenols (triclosan), chlorine compounds, iodine compounds, silver compounds, peroxygens, and

quaternary ammonium compounds .

14

Terdapat kontroversial terhadap penggunaan antiseptic sebagai agen anti infeksi profilaksis

untuk luka terbuka seperti laserasi, luka bakar, abrasi, ulserasi kronik . Penelitian telah

menunjukkan hasil yang bertentangan dari sifat bakterisida, sitotoksisitas dan penekanan luka

penyembuhan dengan menggunakan antiseptik.

Pathogen mikroba menghambat proses penyembuhan luka melalui beberapa mekanisme antara

lain sebagai mediator inflamasi, sampah metabolic, dan toksik serta mempertahankan aktivitas

neutrophil yang memproduksi enzim cytolitic dan radikal bebas. Proses inflamasi yang

berkepanjangan berakibat pada penundaan proses penyembuhan luka. Selain itu, bakteri bersaing

dengan sel inang (host) untuk mendapatkan nutrisi dan oksigen yang penting dalam proses

penyembuhan luka dan membuat perdarahan pada jaringan granulasi serta menghambat produksi

dari kolagen dan fibroblast serta mengakibatkan kerusakan reephitalisasi. Alasan utama untuk

menggunakan antiseptik pada luka terbuka adalah pencegahan dan pengobatan infeksi yang dapat

menyebabkan peningkatan laju proses penyembuhan.

Beberapa pendapat lain tentang penggunaan antiseptic adalah untuk mencegah infeksi pada

luka, berbeda dengan antibiotic yang bekerja mematikan bakteri sehingga jika dpakai terus menerus

dapat terjadi resistensi terhadap antibiotic. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antiseptic dapat

meminimalisir terhadap penggunaan dari antibiotic yang dapat diaplikasikan dalam klinik

keperawatan.

Pendapat lain terhadap penggunaan antispetik dalam luka yaitu sebagai cytotoxicity yang

penting dalam proses penyembuhan luka, hal ini dapat mematikan fibroblast, keratinosit, dan

leukosit. Namun, sitotoksisitas ini tampaknya tergantung pada konsentrasinya, karena beberapa

antiseptic memiliki konsentrasi yang rendah dan tidak sitotoksik. Perlu kontak yang lama dengan

kulit terhadap penggunaan antiseptic untuk dapat mengurangi jumlah bakteri, karena bakteri ini

aktif melalui cairan tubuh, darah, dan protein.

Hidrogen Peroksida efektif untuk agen antimikroba yang mempunyai tingkat konsentrasi

tinggi. Menurut hasil penelitian lain, hydrogen peroksida dengan pengenceran 3% dapat

memberikan efikasi untuk mikroba dengan spectrum luas. Aktivitas terbesar adalah bakteri gram

positif , adanya katalase pada bakteri ini membuat pengenceran di bawah tiga persen kurang

efektif . Katalase dalam jaringan dapat membuat kehilangan atau kekurangan bakterisida in vivo.

Pada penelitian, hydrogen peroksida yang digunakan pada hewan dan manusia menunjukkan

tidak adanya efek negattif dalam proses penyembuhan luka. Lineaweaver, et al tidak menemukan

kelambatan reephitalisasi dalam model tikus setelah dilakukan irigasi luka dengan 3% hydrogen

peroksida. Namun pada komponen vitro dari studi yang sama, ia menemukan efek bakterisida

15

minimal pada hidrogen peroksida. Gruber, et al. dalam penelitiannya menemukan adanya

percepatan erephitalisasi dalam model tikus, dan penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dalam

jurnal ini.

Sebagian besar evidence based menunjukkan bahwa hydrogen peroksida dapat digunakan

sebagai stimulus untuk multiplikasi dari sel, sama halnya dengan mekanisme kerja hydrogen

peroksida terhadap respon inflamasi yang normal pada suatu cedera atau infeksi, yang menstimulasi

pertumbuhan dari fibroblast, dan sel epitel yang dapat memperbaiki kerusakan. Hidrogen peroksida

juga merangsang pengembangan kapiler baru pada jaringan luka dan meningkatkan aliran darah

bahkan dilokasi yang lebih jauh dari lokasi yang diberi hydrogen peroksida, hal ini merupakan

salah satu karakteristik yang menarik dari hydrogen peroksida. Pada uji klinis, pengurangan

penggunaan konsentrasi dari hydrogen peroksida menjadi 2 % yang direndam dengan

menggunakan kasa. Namun, telah disebutkan bahwa konsentrasi hidrogen peroksida dapat hati-hati

dikendalikan untuk menghindari kerusakan jaringan, karena lebih tinggi konsentrasi hidrogen

peroksida menyebabkan kerusakan seluler dan protein dalam jaringan oleh meningkatnya radikal

oksigen.

Kesimpulan

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Hidrohen Peroksida aman untuk

digunakan dan signifikan dalam meningkatkan proses penyembuhan luka kronis. Hidrogen

peroksida direkomendasikan dakam management luka bakar. Selain menarik antimokroba,

angiogenesis dan efek peningkatan penyembuhan dapat meminimalisir penggunaan antibiotic.

B. Pembahasan Jurnal

Metode pengambilan data

Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu metode penelitian

yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang kemudian dibagi atas dua grup yaitu grup

control dan grup yang diberi perlakuan .Group control dan yang diberi perlakuan sifatnya harus

sama. Penggolongan pasien masuk ke group kontrol atau perlakuan dilakukan secara acak (random)

dan biasanya juga dengan cara blinding untuk mengurangi kemungkinan subjectivity.Biasa

digunakan untuk jurnal-jurnal jenis terapi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian RCT yang menggunakan jumlah

total responden 49 responden (98 ekstremitas), yang mana pada kelompok perlakukan diberikan

intervensi dengan hidrogen peroksida 2% sedangkan pada kelompok kontrol diberikan intervensi

16

konvensional. Penggolongan responden ke dalam ke dua group dipilih secara acak dan saat

pelaksanaan grafting, dokter bedah luka bakar juga tidak dibolehkan memilih kelompok intervensi

(pemberian intervensi dengan larutan hidrogen peroksida 2%) sesuai dengan keinginan dan dasar

mereka sendiri. Pemilihan kelompok sudah dilakukan secara acak sebelumnya, dan harus ditaati

oleh semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Jurnal ini berupa jurnal terapi yang dilakukan

pada awal intervensi, dan difollow up pada periode yang kontinyu sehingga data yang diperoleh

adalah data yang valid dan bisa dilihat perkembangannya dari waktu ke waktu.

Sepanjang penelitian ini dilaksanakan, tidak terdapat satu pun responden yang droup out

ataupun lepas dari pengawasan sehingga dapat mengurangi bias jumlah pada kedua kelompok yang

dapat mempengaruhi hasil penelitian..

Perbandingan dengan penelitian sejenis

Penelitian mengenai Hidrogen Peroksida sebagai cairan desinfeksi untuk perawatan luka

Hydrogen Peroxide Versus Povidone Iodine as Intra-Operative Scolicidal Agents to Attack

Hydatid Cysts. Studi ini meneliti tentang cairan yang digunakan pada operasi kista Hidatid

(cacing pita) dengan menggunakan povidon iodin dibandingkan dengan hydrogen peroksida.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa hydrogen peroksida lebih efektif dan aman

digunakan sebagai larutan scolicidal intra operative kista hidatid dibandingkan povidon

iodine dibuktikan dengan rata-rata lama hari rawat pasien dan kekambuhan penyakit

postoperative (p = 0,028).

The Effects of Hydrogen Peroxide Solution and Tetracycline Ointment in Healing of

Traumatic Facial Wounds: A Comparative Study. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

efek dari penggunaan hydrogen peroksida dibandingkan dengan salep tetracycline untuk

manajemen trauma wajah. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan

dari penggunaan hydrogen peroksida maupun salep tetrasiklin dalam penyembuhan luka

trauma wajah dilihat dari adanya dehisensi dan eritema.

Penerapan di Indonesia

Intervensi pada jurnal ini dapat diterapkan di Indonesia karena hidrogen peroksida memang

sudah digunakan untuk antiseptik luka- luka kotor. Namun untuk mendapatkan konsentrasi larutan

hirogen peroksida 2%, diperlukan proses pengenceran.

Langkah pengenceran : Sediaan yang biasanya ada dipasaran adalah hidrogen peroksida 3% dan

5%. Sehingga untuk mendapatkan sediaan larutan ini dalam konsentrasi 2% yaitu dengan

17

mendilusikan 3% hidrogen peroksida menjadi 2% dengan menambahkan air suling (distilled

water), sehingga ketika digunakan untuk perawatan luka tidak begitu berdampak terhadap proses

korosi pada kulit.

Kelebihan dan kekurangan jurnal.

Kelebihan Penelitian menggunakan Hidrogen Peroksida dalam perawatan luka :

1. Efektif untuk mikroba dengan spectrum luas.

2. Mencegah infeksi dan meminimalisir penggunaan dari antibiotic,

3. Mempercepat reepithelisasi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.

4. Menstimulasi pertumbuhan dari fibroblast, dan sel epitel yang dapat memperbaiki

kerusakan.

5. Merangsang pengembangan kapiler baru pada jaringan luka dan meningkatkan aliran darah

bahkan dilokasi yang lebih jauh dari lokasi yang diberi hydrogen peroksida

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Hidrogen Peroksida

1. Hidrogen Peroksida dengan konsentrasi yang tinggi dapat bersifat sebagai cytotoksik yang

mematikan fibroblast, keratinosit, dan leukosit

2. Perlu kontak yang lama dengan kulit terhadap penggunaan antiseptic untuk dapat

mengurangi jumlah bakteri, karena bakteri ini aktif melalui cairan tubuh, darah, dan protein.

3. Hati-hati dalam menggunakan hydrogen peroksida, perhatikan tingkat konsentrasinya,

tingkat konsenrasi yang tinggi dapat merusak jaringan. Lebihnggi konsentrasi hidrogen

peroksida menyebabkan kerusakan seluler dan protein dalam jaringan oleh meningkatnya

radikal oksigen

Implikasi Keperawatan

Penggunaan hydrogen peroksida 2% terbukti aman digunakan sebagai pembersih luka untuk

luka bakar terutama luka bakar partial- deep thickness dan full-thickness sehingga metode ini dapat

diterapkan di bangsal untuk meminimalkan terjadinya kolonisasi bakteri akibat luka bakar.

Hydrogen peroksida 2% ini perlu diencerkan dengan air distilasi. Penggunaan untuk pembersihan

luka hanya menggunakan kassa yang dibasahi dengan hydrogen peroksida 2% lalu dibilas dengan

NaCl 0,9%. Pembilasan ini bertujuan untuk menghindari kerusakan jaringan.

18

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Pemberian Hidrohen Peroksida aman untuk digunakan dan signifikan dalam

meningkatkan proses penyembuhan luka kronis. Hidrogen peroksida direkomendasikan

dalam management luka bakar. Selain menarik antimokroba, angiogenesis dan efek

peningkatan penyembuhan dapat meminimalisir penggunaan antibiotic.

Saran

1. Bagi Mahasiswa

Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kelebihan dan kelemahn dari hydrogen

peroksida yang dibandingkan dengan antiseptic jenis lain atau dengan treatment non

farmakologi.

2. Bagi Perawat

Mengaplikasikan penggunaan hydrogen peroksida dalam perawatan luka.

Dalam penggunaan hydrogen peroksida harus memperhatikan tingkat konsentrasi

dari hydrogen peroksida, jenis luka dan langkah pengunaan hydrogen peroksida.

Segera membilas luka dengan NaCl 0,9% setelah diberikan hydrogen peroksida

untuk mencegah kerusakan jaringan.

Memonitor efek samping yang kemungkinan muncul dari hydrogen peroksida.

19

Daftar pustaka

Mohammad, Ali , Jafari , Seyed. Iran. 2013. Efficacy Of Debridement And Wound Cleansing With

2% Hydrogen Peroxide On Graft Take In The Chronic-Colonized Burn Wounds; A

Randomized Controlled Clinical Trial. b u r n s 3 9 ( 2 0 1 3 ) 1 1 3 1 – 1 1 3 6

http://www.michaelandjudystouffer.com/judy/articles/toenailfungus.htm

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sterile_distilled_water_01.JPG

LAPORAN ANALISIS JURNAL

Efficacy Of Debridement And Wound Cleansing With 2% Hydrogen Peroxide On Graft Take

In The Chronic-Colonized Burn Wounds; A Randomized Controlled Clinical Trial

Disusun oleh :

Melina Defita Sari 12824

20

Ami Noviyanti Subagya 12826

Erni Samutri 12832

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

21