Download - jurnal BMS2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Dewasa ini standar perawatan untuk
luka bakar deep partial thickness dan full thickness adalah dengan eksisi awal dan grafting. Namun,
adanya kendala kondisi umum pasien , keterbatasan lokasi donor graft pada pasien dengan luka
yang luas, keterbatasan peralatan di pusaat perawatan, teknik ini tidak selalu mungkin untuk
diaplikasikan dan keadaan ini meningkatkan insiden untuk timbulnya luka bakar menjadi kronik
terutama pada negara berkembang. Problem signifikan ketika grafting terlambat dilakukan
diantaranya, adanya kolonisasi mikroba pada luka, peningkatan komplikasi, mortalitas, dan lama
hospitalisasi, serta alkan meningkatkan biaya perawatan.
Meskipun hidrogen peroksida pada konsentrasi tertentu bersifat sitotoksik, namun terdapat
karakteristik yang menarik diantaranya sebagai antiseptik berspektrum luas, angiogenesis, dan
memiliki efek akselerasi penyembuhan luka.
Tujuan
1. Mengetahui efektifitas penggunaan hidrogen peroksida 2% dalam manajemen luka bakar
kronik
2. Mengetahui apakah manajemen luka bakar kronik dengan menggunakan hidrogen peroksida
2 % dapat diaplikasikan di rumah sakit di Indonesia.
Manfaat
1. Bagi mahasiswa praktik, diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat, terutama
perawatan luka bakar kronik dengan menggunakan larutan hidrogen peroksida 2%.
2. Bagi perawat dan klinisi kesehatan lain dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengaplikasikan perawatan luka bakar kronik di rumah sakit.
1
BAB II
LITERATUR REVIEW
A. Luka
Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan
derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinary
tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% - 5%.
Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada
luka.
2
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis
dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen. Luka kronik adalah luka yang tidak sembuh dalam
waktu yang diharapkan. Ada yang mengatakan luka yang tidak sembuh dalam waktu 3
bulan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses penyembuhan melambat atau
berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar
luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak
mengalami kemajuan maka dikatagorikan sebagai luka kronik.
Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak lengkap. Luka kronik
terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada kondisi patologis yang
mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila penyebab yang mendasarinya tidak
dikoreksi. (4) Seringkali luka kronik mengalami rekurensi. ( 4,5 ) Diantara kondisi patologis
tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema, diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan
(pressure). (3) Torre menyebutkan penyebab luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia
jaringan, trauma berulang, adanya jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti
diabetes melitus, malnutrisi, imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu. (5)
Etiologi3
Selain sirkulasi yang buruk, neuropati, dan kesulitan bergerak, faktor yang
berkontribusi terhadap luka kronis adalah penyakit sistemik, usia, dan penyakit trauma.
Comorbid berulang yang dapat berkontribusi pada pembentukan luka kronis termasuk
vaskulitis (radang pembuluh darah), kekebalan penindasan, pioderma gangrenosum, dan
penyakit yang menyebabkan iskemia. Penekanan kekebalan dapat disebabkan oleh
penyakit atau obat medis yang digunakan dalam jangka panjang, misalnya steroid. Faktor
lain yang dapat menyebabkan luka kronis adalah usia tua. Kulit orang tua lebih mudah
rusak, dan sel-sel yang lebih tua tidak berkembang biak secepat dan tidak mungkin
memiliki respon yang memadai terhadap stres dalam hal upregulation gen yang terkait
dengan stres protein. Fibrosis kronis, aterosklerosis, edema, penyakit sel sabit, dan arteri
insufisiensi merupakan penyakit yang terkait dengan luka kronis. Faktor utama yang
menyebabkan luka kronis, di antaranya adalah iskemia, cedera reperfusi, dan kolonisasi
bakteri.
Penatalaksanaan
- Debridement
Menghilangkan jaringan nekrotik, jaringan devitalisasi, enzimatik, debridement
mekanis, biologis atau autolitik. Lakukan debridement awal dan debridement lanjutan
Debridement tergantung pada status luka, kemampuan penyedia layanan kesehatan
dan kondisi keseluruhan pasien.
- Pembersihan luka
Pembersihkan luka dari awal dan pada setiap penggantian balutan luka menggunakan
larutan netral, tidak iritasi dan tidak beracun. pembersihan luka rutin harus dicapai
dengan minimal bahan kimia dan / atau trauma mekanik. Saline steril atau air
biasanya dianjurkan. Air keran hanya boleh digunakan jika sumber air bersih.
- Pembedahan
Skin grafting tanpa memperhatikan penyakit vena yang mendasari bukanlah solusi
jangka panjang dan rentan terhadap ulserasi berulang dengan 10g (5,07) Semmes-
Weinstein monofilamen.
4. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka :
4
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)
Proses Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka terdiri dari :
1. Fase koagulasi dan inflamasi (0-3 hari)
Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka terjadi dan melibatkan
platelet. Pengeluaran platelet menyebabkan vasokontriksi. Proses ini bertujuan untuk
hemostasis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.Fase inflamasi selanjutnya terjadi
beberapa menit setelah luka terjadi berlanjut sekitar 3 hari.
2. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya Neutrifil). Neotrofil
selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan
pembentukkan jaringan baru .
3. Fase proliferasi / rekonstruksi (2-24hari)
Apabila tidak ada infeksi / kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses penyembuhan
selanjutnya memasuki tahapan proliferasi / rekonstruksi.
Tujuan utama fase ini adalah : Proses granulasi (untuk mengisi ruang yang kosong pada luka)
dan Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru)
4. Fase Remodilling atau maturasi (24 hari – 3 tahun)
5
Fase ini merupakan fase terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Aktifitas
sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-serabut kolagen
meningkat secara berthap dan bertambah tebal kemudian disokong oehproteinase untuk
perbaikan sepanjang garis luka.kolagen menjadi unsure yang utama pada matriks. Serabut
kolagen menyebardengan saling terikat dan menyatu serta berangsur=angsur menyokong
pemulihan jaringan. Akhir dari penyembuhan didengankan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80% disbanding kulit normal.
Tipe-tipe Penyembuhan Luka
1. Penyembuhan Primer
o Penyembuhan luka tanpa terdengannya proses infeksi & biasanya terjadi pada luka
superfisial.
o Biasanya tepi luka ditauntukan dengan jahitan
o Penyembuhan primer ini ditandai tidak tampak tanda inflamasi, sesudah 48 jam luka
menutup & tidak terdengan tepi luka pada hari ke 7 & ke 9.
2. Penyembuhan sekunder
o Terjadi pada luka yang luas, tepi luka berjauhan shg terbentuk rongga yang diisi oleh
bekuan darah & jar.nekrotik
o Ditandai dengan terdengannya :
Jar.granulasi Pucat atau tidak ada kemajuan penyembuhan luka terlalu basah
atau terlalu kering
Ukuran luka ; tidak berubah atau meluas sesudah pus dikeluarkan
eksudat, menebal atau dengan tanpa bau
Jar. Epitel : Tidak terdengan atau terdengan disekitar luka
3. Penyembuhan Tertier
Luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridemen, setelah
diyakini bersih tepi luka dipertauntukan
B. Luka bakar
Pengertian
Luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air
panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.
Penyebab6
1. Kobaran api di tubuh (flame)2. Jilatan api ke tubuh (flash)3. Terkena air panas (scald)4. Tersentuh benda panas (kontak panas)5. Akibat sengatan listrik6. Akibat bahan kimia7. Sengatan matahari (sun burn)
Derajat Luka Bakar
Klasifikasi
baru
klasifikasi
tradisionalkedalaman luka bakar bentuk klinis
Superficial
thicknessDerajat 1 Lapisan Epidermis
Erythema( kemerahan ), Rasa
sakit seperti tersengat,
blisters( Gelembung cairan )
Partial
thickness —
superficial
Derajat 2Epidermis Superficial (Lapisan
papillary) dermis
Blisters ( Gelembung cairan ),
Cairan bening ketika
gelembung dipecah, dan rasa
sakit nyeri
Partial
thickness —
deep
Deep
(reticular)
dermis
Sampai pada lapisan berwarna
putih, Tidak terlalu sakit seperti
superficial derajat 2. sulit
dibedakan dari full thickness
Full thicknessDerajat 3 atau
4
Dermis dan struktuir tubuh
dibawah dermis Fascia, Tulang, or
Otot
Berat, adanya eschar seperti
kulit yang meleleh, cairan
berwarna , tidak didapatkan
sensasi rasa sakit
Derajat 1
7
Derajat 2 Derajat 3
Penghitungan derajat luka bakar
“Role of Nine” digunakan untuk menilai prosentase luka bakar dan digunakan untuk
membantu keputusan tindakan selanjutnya. Tenaga kesehatan dapat memperkirakan luas
permukaan tubuh pada orang dewasa yang mengalami luka bakar dengan menggunakan kelipatan 9.
Seorang dewasa yang mengalami luka bakar, prosentase dari tubuh yang mengalami luka dapat
dihitung sebagai berikut:
8
Kepala = 9%
Dada (depan) = 9%
Perut (depan) = 9%
Atas / pertengahan kembali / rendah dan bokong = 18%
Setiap lengan = 9% (depan = 4,5%, kembali = 4,5%)
Selangkangan = 1%
Setiap kaki = 18% total (depan = 9%, kembali = 9%)
Sebagai contoh, jika kedua kaki (18% x 2 = 36%), selangkangan (1%) dan dada depan dan perut
mengalami luka bakar, ini meliputi 55% dari permukaan tubuh.
Penatalaksanaan
Pre Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal ini akan
sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah
hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila
memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya.
Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan
bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar
dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka
bakar dalam keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose
udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan
penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai penggunaan morfin
oleh tenaga medis
Hospital
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek Airway,
breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: riwayat
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang
hitam.
9
2. Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas,
segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae
3. Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema.
pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang
luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
1. Total cairan = 4cc x berat badan x luas luka bakar
2. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, dan sisanya dalam 16 jam berikutnya
Perawatan Luka
RSUP PERAWATAN LUKA BAKARNo. Dokumentasi No. Revisi
00Halaman
1/2SPO PELAYANAN KEPERAWATAN
Tanggal Berlaku Ditetapkan di : DenpasarDirektur Utama
Pengertian Mengganti balutan luka dan mengobati luka dengan obat desinfektan.Tujuan 1. Melindungi luka dari trauma mekanik
2. Mengobati drainase3. Mencegah kontaminasi dari kotoran tubuh4. Membantu hemostasis5. Mengimobilisasi luka6. Menghambat/membunuh mikro organisme7. Memberikan rasa aman bagi mental dan fisik pasien8. Memberikan lingkungan psikologis yang sesuai untuk penyembuhan luka9. Mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan
Kebijakan Dilakukan pada pasien yang luka dan ada order dari dokter yang merawatPersiapan Satu set perawatan luka/packing set (pinset anatomi, pinset chirugis, gunting
hecting, kom kecil 2 buah, bengkok 2 buah, gaas steril)Pengalas Obat-obatan yang diperlukan :Ø SukralfatØ Tulle yang mengandung chlorhexidine 0,05%Sepasang sarung tanganPlester dan guntingPerban gulungNaCl 0,9%Spuite 3cc 1 buahLaruran desinfektan dalam tempatnyaKantong sampah medis
Prosedur kerja 1. Tahap pra interaksia. Baca catatan keperawatan untuk rencana perawatan lukab. Cuci tanganc. Siapkan alat-alat
2. Tahap orientasi10
a. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.b. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan klien dan keluarga.
3. Tahap kerjaØ Berikan kesempatan pasien bertanyaØ Pertahankan privasi pasien selama tindakanØ Atur posisi, beri pengalasØ Cuci tanganØ Buka alat-alat steril dan pertahankan agar tidak terkontaminasiØ Gunakan sarung tanganØ Lepaskan balutan menggunakan sarung tangan/pinset Ø Kaji kondisi luka pasien
C. Hidogen peroksida
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah cairan bening , agak lebih kental daripada air, yang
merupakan oksidator kuat. Senyawa ini ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun 1818.
Sebagai bahan kimia anorganik dalam bidang industri, teknologi yang digunakan untuk
Hidrogen Peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone. Dengan ciri khasnya yang berbau
khas keasaman dan mudah larut dalam air, dalam kondisi normal (ambient) kondisinya sangat
stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun. Salah satu keunggulan
Hidrogen Peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah
lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Karena Hidrogen Peroksida adalah oksidator yang kuat, bahan ini dimanfaatkan manusia
sebagai bahan pemutih (bleach), disinfektan, oksidator, dan sebagai bahan bakar roket.
Kebutuhan industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun. Sampai saat
ini Indonesia masih melakukan impor untuk menutupi kebutuhan di dalam negeri
Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah
sifatnya yang ramah lingkungan. Ia tidak meninggalkan residu, hanya air dan oksigen.
Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam
industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya di kombinasikan dengan
NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin
tinggi
11
BAB III
ANALISA JURNAL
A. Resume Jurnal
Latar belakang
Dewasa ini standar perawatan untuk luka bakar deep partial thickness dan full thickness adalah
dengan eksisi awal dan grafting. Namun, adanya kendala kondisi umum pasien , keterbatasan lokasi
donor graft pada pasien dengan luka yang luas, keterbatasan peralatan di pusaat perawatan, teknik
ini tidak selalu mungkin untuk diaplikasikan dan keadaan ini meningkatkan insiden untuk
timbulnya luka bakar menjadi kronik terutama pada negara berkembang. Problem signifikan ketika
grafting terlambat dilakukan diantaranya, adanya kolonisasi mikroba pada luka, peningkatan
komplikasi, mortalitas, dan lama hospitalisasi, serta alkan meningkatkan biaya perawatan. Dan yang
sekarang menjadi pembahasan adalah bagaimana penerapkan skin graft pada jaringan kronik, yang
mana hal tersebut masih kontroversial.
Pembersihan luka dengan mengunakan cairan antiseptik yang tepat adalah bagian penting dalan
managemen trauma akut . meskipun demikian, penggunaan antiseptik sebagai agen profilaksis anti
infeksi untuk luka terbuka seperti luka bakar, menjadi kontroversi sampai saat ini.
Meskipun hidrogen peroksida pada konsentrasi tertentu bersifat sitotoksik, namun terdapat
karakteristik yang menarik diantaranya sebagai antiseptik berspektrum luas, angiogenesis, dan
memiliki efek akselerasi penyembuhan luka. Dari hal tersebut, kami mencoba mengevaluasi efek
debridement dan pembersih luka bakar terinfeks dengan hidrogen peroksida 2% (pada kasa yang
telah direndam dengan larutan tersebut) pada grafting luka bakar kronik dengan metode RCT.
Material dan metode
Dari bulan Januari 2009 sampai September 2011, penelitian dilakukanpada 49 responden (98
ekstremitas = lengan /tungkai ) yang memiliki luka bakar kronik (luka > 2 minggu setelah fase
granulasi jaringan, yang tidak begitu melekat pada bantalan luka dan dapat dengan mudah dibedah
menggunakan digita mnimal oleh ahli bedah luka bakar ) dan memiliki kolonisasi mikroba yang
tinggi (dengan jumlah koloni ≥105 unit koloni/ gram )pada kedua lengan. Semua responden dalam
penelitian menjalani split thickness skin graft. Kriteria ekslusi penelitian ini diantaranya > 60 dan
<16 tahun, nilai albumin < 2,5, riwayat penyakit kardiovasular, gagal ginjal, DM. Peneliti
memperoleh izin dari komite etik lokal (Shiraz University of Medical Science, Iran) dan inform
12
consent untuk pasien. Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang memiliki luka bakar
simetris pada 2 ekstremitas (atas atau bawah). Luas luka diukur dengan rumus rule of nine.
Sebelum intervensi dimulai, peneliti memilah untuk ektremitas kanan sebagai kelompok
intervensi dan ekstremitas kiri sebagai kelompok kontrol. Peneliti mengingatkan kepada responden
untuk secara kontinyu membandingkan antara ekstremitas kana dan kiri untuk mengontrol adanya
perbedaan potensial yang bisa ditemukan. Sejak peneliti menentukan area intervensi dan kontrol,
dokter bendah tidak diizikan untuk memilih area intervensi sesuai keinginan mereka (berdasar luas
dan penampang luka ) . Prosedur pertama, kultur jaringan (1cmx1cmx1cm) diambil dari semua luka
oleh dokter bedah yang sama(antar dokter saling menyamakan persepsi) untuk menemukan jenis
patogen dan terapi antibiotik yang sesuai. Setelah eksisi dan debridement pada granulasi jaringan,
luka bakar pada ekstremitas kanan dibersihkan menggunakan kasa yang telah direndam hidrogen
peroksida 2% selama 5 menit, kemudian dicuci dengan normal salin, dan dilakukan skin graf.
Kemudian untuk kelompok kontrol, luka di lakukan debrdement dan skin graft dengan metode
konvensional (debridement dilakukan pada jaringan nekrosis kemudian dikombinasikan dengan
normal salin dan diikuti dengan pelekatan skin graft). Area graft didressing dan dilakukan
pembalutan untuk imobilisasi. Dressing pertama post grafting dilakukan setelah 5 hari yang diikuti
dressing berikutnya setiap 2 hari. Untuk menilai keberhasilan grafting, kedua kelompok
dibandingkan setelah 21 hari dengan dokter bedah yang sama menggunakan formula :
Analisa statistik
Data yang telah terkumpul kemudian ditampilkan dalam tabel yang berisi mean dan standar
deviasi. Perbandingan dianalisis dengan SPSS 19 yang menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test.
Hasil dikatakan berbeda signifikan jika p< 0,05
Hasil
Penelitian ini terdiri dari 98 lengan dari 49 pasien. Rata- rata usia pasien adalah 26.44 ± 5.66
dan luka bakar dengan TBSA (Total body surface area) 28.3 ± 7.23%. lengan pasien dibagi
menjadi 2 grup, grup intervensi yaitu dengan pemberian Hidrogen Peroksida dan grup kedua
sebagai kontrol. Penyebab dari kekronisan luka bakar pasien pada penelitian dapat dilihat pada
tabel.
13
Tabel 1. Penyebab kekronisan luka bakar pada penelitian (N = 49)
Penyebab kekronisan luka bakar F (%)Keterlambatan admisi 22 44 ,8Infeksi 16 32,7Resiko general anestesi (pasien usia tua,anak-anak,pasien dengan penyakit penyerta)
9 18,4
Kekurangan donor untuk skin graft 2 4,1
Tabel 2. Hasil kultur dari luka bakar dapat dilihat pada tabel.
Kultur luka F %Staphylococcus 29 59Pseudomonas 11 22,4Two colonies (Pseudomonas and Staphylococcus) 4 8,2Enterobacter 4 8,2Klebsiella 2 4,1E. coli 1 2
Dari hasil penelitian, tidak ditemukan kejadian buruk pada pasien dengan pemakaian Hidrogen
Peroksida serta tidak menyebabkan iritasi kulit pada pasien luka bakar.
Diskusi
Luka bakar merupakan injuri terberat di dunia yang membutuhkan sumber medis besar karena
hospitalisasi yang lama, rehabilitasi serta terapi luka bakar di rumah sakit. Saat ini eksisi dan
grafting (E & G) merupakan pengobatan standar untuk deep partial thickness dan full-thickness
tetapi tidak fisibel dalam beberapa kasus terutama pada Negara berkembang yang mengarah pada
timbulnya kolonisasi bakteri pada luka bakar.
Kolonisasi bakteri pada luka bakar terbanyak disebabkan oleh terlambatnya admisi pada pasien,
selain itu dapat juga karena alat operasi yang kurang, sistem perioperative care yang tidak adekuat,
serta kurangnya donor skin graft. Kolonisasi bakteri ini dapat meningkatkan komplikasi, mortalitas,
lama dan cost hospitalisasi, Pada penelitian ini kolonisasi bankteri yang paling banyak terdapat
pada luka bakar adalah Staphylococcus dan Pseudomonas.
Antiseptic adalah agen yang dapat merusak atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan dengan berbagai multiple target dan aktivitas
spektrum luas dari pada antibiotic (seperti bakteri, jamur, virus, protozoa). Beberapa kategori
antiseptic tersebut antara lain alkhohol (ethanol), anilides (triclocarban), biguanides (chlorhexidine),
bisphenols (triclosan), chlorine compounds, iodine compounds, silver compounds, peroxygens, and
quaternary ammonium compounds .
14
Terdapat kontroversial terhadap penggunaan antiseptic sebagai agen anti infeksi profilaksis
untuk luka terbuka seperti laserasi, luka bakar, abrasi, ulserasi kronik . Penelitian telah
menunjukkan hasil yang bertentangan dari sifat bakterisida, sitotoksisitas dan penekanan luka
penyembuhan dengan menggunakan antiseptik.
Pathogen mikroba menghambat proses penyembuhan luka melalui beberapa mekanisme antara
lain sebagai mediator inflamasi, sampah metabolic, dan toksik serta mempertahankan aktivitas
neutrophil yang memproduksi enzim cytolitic dan radikal bebas. Proses inflamasi yang
berkepanjangan berakibat pada penundaan proses penyembuhan luka. Selain itu, bakteri bersaing
dengan sel inang (host) untuk mendapatkan nutrisi dan oksigen yang penting dalam proses
penyembuhan luka dan membuat perdarahan pada jaringan granulasi serta menghambat produksi
dari kolagen dan fibroblast serta mengakibatkan kerusakan reephitalisasi. Alasan utama untuk
menggunakan antiseptik pada luka terbuka adalah pencegahan dan pengobatan infeksi yang dapat
menyebabkan peningkatan laju proses penyembuhan.
Beberapa pendapat lain tentang penggunaan antiseptic adalah untuk mencegah infeksi pada
luka, berbeda dengan antibiotic yang bekerja mematikan bakteri sehingga jika dpakai terus menerus
dapat terjadi resistensi terhadap antibiotic. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antiseptic dapat
meminimalisir terhadap penggunaan dari antibiotic yang dapat diaplikasikan dalam klinik
keperawatan.
Pendapat lain terhadap penggunaan antispetik dalam luka yaitu sebagai cytotoxicity yang
penting dalam proses penyembuhan luka, hal ini dapat mematikan fibroblast, keratinosit, dan
leukosit. Namun, sitotoksisitas ini tampaknya tergantung pada konsentrasinya, karena beberapa
antiseptic memiliki konsentrasi yang rendah dan tidak sitotoksik. Perlu kontak yang lama dengan
kulit terhadap penggunaan antiseptic untuk dapat mengurangi jumlah bakteri, karena bakteri ini
aktif melalui cairan tubuh, darah, dan protein.
Hidrogen Peroksida efektif untuk agen antimikroba yang mempunyai tingkat konsentrasi
tinggi. Menurut hasil penelitian lain, hydrogen peroksida dengan pengenceran 3% dapat
memberikan efikasi untuk mikroba dengan spectrum luas. Aktivitas terbesar adalah bakteri gram
positif , adanya katalase pada bakteri ini membuat pengenceran di bawah tiga persen kurang
efektif . Katalase dalam jaringan dapat membuat kehilangan atau kekurangan bakterisida in vivo.
Pada penelitian, hydrogen peroksida yang digunakan pada hewan dan manusia menunjukkan
tidak adanya efek negattif dalam proses penyembuhan luka. Lineaweaver, et al tidak menemukan
kelambatan reephitalisasi dalam model tikus setelah dilakukan irigasi luka dengan 3% hydrogen
peroksida. Namun pada komponen vitro dari studi yang sama, ia menemukan efek bakterisida
15
minimal pada hidrogen peroksida. Gruber, et al. dalam penelitiannya menemukan adanya
percepatan erephitalisasi dalam model tikus, dan penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dalam
jurnal ini.
Sebagian besar evidence based menunjukkan bahwa hydrogen peroksida dapat digunakan
sebagai stimulus untuk multiplikasi dari sel, sama halnya dengan mekanisme kerja hydrogen
peroksida terhadap respon inflamasi yang normal pada suatu cedera atau infeksi, yang menstimulasi
pertumbuhan dari fibroblast, dan sel epitel yang dapat memperbaiki kerusakan. Hidrogen peroksida
juga merangsang pengembangan kapiler baru pada jaringan luka dan meningkatkan aliran darah
bahkan dilokasi yang lebih jauh dari lokasi yang diberi hydrogen peroksida, hal ini merupakan
salah satu karakteristik yang menarik dari hydrogen peroksida. Pada uji klinis, pengurangan
penggunaan konsentrasi dari hydrogen peroksida menjadi 2 % yang direndam dengan
menggunakan kasa. Namun, telah disebutkan bahwa konsentrasi hidrogen peroksida dapat hati-hati
dikendalikan untuk menghindari kerusakan jaringan, karena lebih tinggi konsentrasi hidrogen
peroksida menyebabkan kerusakan seluler dan protein dalam jaringan oleh meningkatnya radikal
oksigen.
Kesimpulan
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Hidrohen Peroksida aman untuk
digunakan dan signifikan dalam meningkatkan proses penyembuhan luka kronis. Hidrogen
peroksida direkomendasikan dakam management luka bakar. Selain menarik antimokroba,
angiogenesis dan efek peningkatan penyembuhan dapat meminimalisir penggunaan antibiotic.
B. Pembahasan Jurnal
Metode pengambilan data
Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu metode penelitian
yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang kemudian dibagi atas dua grup yaitu grup
control dan grup yang diberi perlakuan .Group control dan yang diberi perlakuan sifatnya harus
sama. Penggolongan pasien masuk ke group kontrol atau perlakuan dilakukan secara acak (random)
dan biasanya juga dengan cara blinding untuk mengurangi kemungkinan subjectivity.Biasa
digunakan untuk jurnal-jurnal jenis terapi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian RCT yang menggunakan jumlah
total responden 49 responden (98 ekstremitas), yang mana pada kelompok perlakukan diberikan
intervensi dengan hidrogen peroksida 2% sedangkan pada kelompok kontrol diberikan intervensi
16
konvensional. Penggolongan responden ke dalam ke dua group dipilih secara acak dan saat
pelaksanaan grafting, dokter bedah luka bakar juga tidak dibolehkan memilih kelompok intervensi
(pemberian intervensi dengan larutan hidrogen peroksida 2%) sesuai dengan keinginan dan dasar
mereka sendiri. Pemilihan kelompok sudah dilakukan secara acak sebelumnya, dan harus ditaati
oleh semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Jurnal ini berupa jurnal terapi yang dilakukan
pada awal intervensi, dan difollow up pada periode yang kontinyu sehingga data yang diperoleh
adalah data yang valid dan bisa dilihat perkembangannya dari waktu ke waktu.
Sepanjang penelitian ini dilaksanakan, tidak terdapat satu pun responden yang droup out
ataupun lepas dari pengawasan sehingga dapat mengurangi bias jumlah pada kedua kelompok yang
dapat mempengaruhi hasil penelitian..
Perbandingan dengan penelitian sejenis
Penelitian mengenai Hidrogen Peroksida sebagai cairan desinfeksi untuk perawatan luka
Hydrogen Peroxide Versus Povidone Iodine as Intra-Operative Scolicidal Agents to Attack
Hydatid Cysts. Studi ini meneliti tentang cairan yang digunakan pada operasi kista Hidatid
(cacing pita) dengan menggunakan povidon iodin dibandingkan dengan hydrogen peroksida.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa hydrogen peroksida lebih efektif dan aman
digunakan sebagai larutan scolicidal intra operative kista hidatid dibandingkan povidon
iodine dibuktikan dengan rata-rata lama hari rawat pasien dan kekambuhan penyakit
postoperative (p = 0,028).
The Effects of Hydrogen Peroxide Solution and Tetracycline Ointment in Healing of
Traumatic Facial Wounds: A Comparative Study. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efek dari penggunaan hydrogen peroksida dibandingkan dengan salep tetracycline untuk
manajemen trauma wajah. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan
dari penggunaan hydrogen peroksida maupun salep tetrasiklin dalam penyembuhan luka
trauma wajah dilihat dari adanya dehisensi dan eritema.
Penerapan di Indonesia
Intervensi pada jurnal ini dapat diterapkan di Indonesia karena hidrogen peroksida memang
sudah digunakan untuk antiseptik luka- luka kotor. Namun untuk mendapatkan konsentrasi larutan
hirogen peroksida 2%, diperlukan proses pengenceran.
Langkah pengenceran : Sediaan yang biasanya ada dipasaran adalah hidrogen peroksida 3% dan
5%. Sehingga untuk mendapatkan sediaan larutan ini dalam konsentrasi 2% yaitu dengan
17
mendilusikan 3% hidrogen peroksida menjadi 2% dengan menambahkan air suling (distilled
water), sehingga ketika digunakan untuk perawatan luka tidak begitu berdampak terhadap proses
korosi pada kulit.
Kelebihan dan kekurangan jurnal.
Kelebihan Penelitian menggunakan Hidrogen Peroksida dalam perawatan luka :
1. Efektif untuk mikroba dengan spectrum luas.
2. Mencegah infeksi dan meminimalisir penggunaan dari antibiotic,
3. Mempercepat reepithelisasi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.
4. Menstimulasi pertumbuhan dari fibroblast, dan sel epitel yang dapat memperbaiki
kerusakan.
5. Merangsang pengembangan kapiler baru pada jaringan luka dan meningkatkan aliran darah
bahkan dilokasi yang lebih jauh dari lokasi yang diberi hydrogen peroksida
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Hidrogen Peroksida
1. Hidrogen Peroksida dengan konsentrasi yang tinggi dapat bersifat sebagai cytotoksik yang
mematikan fibroblast, keratinosit, dan leukosit
2. Perlu kontak yang lama dengan kulit terhadap penggunaan antiseptic untuk dapat
mengurangi jumlah bakteri, karena bakteri ini aktif melalui cairan tubuh, darah, dan protein.
3. Hati-hati dalam menggunakan hydrogen peroksida, perhatikan tingkat konsentrasinya,
tingkat konsenrasi yang tinggi dapat merusak jaringan. Lebihnggi konsentrasi hidrogen
peroksida menyebabkan kerusakan seluler dan protein dalam jaringan oleh meningkatnya
radikal oksigen
Implikasi Keperawatan
Penggunaan hydrogen peroksida 2% terbukti aman digunakan sebagai pembersih luka untuk
luka bakar terutama luka bakar partial- deep thickness dan full-thickness sehingga metode ini dapat
diterapkan di bangsal untuk meminimalkan terjadinya kolonisasi bakteri akibat luka bakar.
Hydrogen peroksida 2% ini perlu diencerkan dengan air distilasi. Penggunaan untuk pembersihan
luka hanya menggunakan kassa yang dibasahi dengan hydrogen peroksida 2% lalu dibilas dengan
NaCl 0,9%. Pembilasan ini bertujuan untuk menghindari kerusakan jaringan.
18
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pemberian Hidrohen Peroksida aman untuk digunakan dan signifikan dalam
meningkatkan proses penyembuhan luka kronis. Hidrogen peroksida direkomendasikan
dalam management luka bakar. Selain menarik antimokroba, angiogenesis dan efek
peningkatan penyembuhan dapat meminimalisir penggunaan antibiotic.
Saran
1. Bagi Mahasiswa
Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kelebihan dan kelemahn dari hydrogen
peroksida yang dibandingkan dengan antiseptic jenis lain atau dengan treatment non
farmakologi.
2. Bagi Perawat
Mengaplikasikan penggunaan hydrogen peroksida dalam perawatan luka.
Dalam penggunaan hydrogen peroksida harus memperhatikan tingkat konsentrasi
dari hydrogen peroksida, jenis luka dan langkah pengunaan hydrogen peroksida.
Segera membilas luka dengan NaCl 0,9% setelah diberikan hydrogen peroksida
untuk mencegah kerusakan jaringan.
Memonitor efek samping yang kemungkinan muncul dari hydrogen peroksida.
19
Daftar pustaka
Mohammad, Ali , Jafari , Seyed. Iran. 2013. Efficacy Of Debridement And Wound Cleansing With
2% Hydrogen Peroxide On Graft Take In The Chronic-Colonized Burn Wounds; A
Randomized Controlled Clinical Trial. b u r n s 3 9 ( 2 0 1 3 ) 1 1 3 1 – 1 1 3 6
http://www.michaelandjudystouffer.com/judy/articles/toenailfungus.htm
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sterile_distilled_water_01.JPG
LAPORAN ANALISIS JURNAL
Efficacy Of Debridement And Wound Cleansing With 2% Hydrogen Peroxide On Graft Take
In The Chronic-Colonized Burn Wounds; A Randomized Controlled Clinical Trial
Disusun oleh :
Melina Defita Sari 12824
20