jurnal abses otak

3

Click here to load reader

Upload: khamila-tusy

Post on 14-Aug-2015

300 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL ABSES OTAK

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN

267CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011 268 CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011

PENDAHULUANAbses otak adalah proses supurasi fokal pa- renkim otak, di serebrum maupun serebelum1. Abses otak biasanya terjadi akibat infeksi fokal di bagian tubuh lain1,2. Abses otak oto- genik merupakan salah satu komplikasi intra- kranial yang sering pada otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe bahaya (tipe maligna), me- merlukan diagnosis sedini mungkin, penata- laksanaan yang cepat serta tepat untuk meng- hindari kematian. Diagnosis sering terlambat karena pada stadium dini gejalanya tidak khas mirip dengan gejala infeksi umumnya, gejala neurologis sering tidak tampak3,4. Pada stadium laten penderita tampak tenang, keluhan nyeri kepala berkurang, tampak lemah dan sedikit sensitif sehingga sering diduga sebagai mas- toiditis kronis tanpa komplikasi

Sekitar 20% fokus infeksi abses otak berasal dari infeksi telinga tengah, merupakan suatu komplikasi serius. Stuart (dikutip Fernandes) melaporkan bahwa 0,5% penderita dengan otitis media akut dan 3% penderita dengan otitis media kronik berpeluang komplikasi abses otak.

Otitis media supuratif adalah penyakit yang ber- potensi serius, terutama tipe maligna karena dapat menimbulkan komplikasi yang dapat me- ngancam jiwa. Menurut lokasinya komplikasi

OMSK terdiri dari : 1) Komplikasi intrakranial : jaringan granulasi ekstradural dengan atau tanpa abses ekstradural, tromboflebitis sinus sigmoid, abses otak, otitis hidrosefalus, meningitis, abses subdural. 2) Komplikasi ekstrakranial: mastoiditis, petrositis, labirintitis, paralisis nervus fasialis.1,2

Abses otak otogenik hampir selalu terjadi di lobus temporalis atau serebelum sisi yang sama dengan telinga yang terinfeksi. Angka kejadian meningitis akibat komplikasi intrakranial adalah 34%, abses otak menempati urutan kedua - 25% (15% di lobus temporal dan 10% di serebelum).2

Pemakaian antibiotika telah dapat menurun- kan insidensi kesakitan secara dramatis, tetapi pada beberapa kasus mengubah gambaran klinis, sehingga diagnosis lebih sulit.

Kematian abses otak pada masa praantibiotika sangat tinggi, di Indonesia pernah dilaporkan 5 dari 6 penderita abses otak meninggal5. Kemudian antara 1950-1960 dari 35 penderita abses otak otogenik angka kematian 6% ; pada tahun 1961-1971 dari 18 kasus abses otak otogenik angka kematian dapat ditekan men- jadi 0%. Keberhasilan pengobatan ini antara lain disebabkan oleh diagnosis dini, pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat.

Dari 40 pasien OMSK dengan tanda kompli- kasi intrakranial di RSUPN-CM 1980-1986, didapatkan 13 kasus abses otak dengan kematian 70%6. Di bagian THT RSUPN-CM April 1986-Agustus 1987 ditemukan 11 kasus abses otak otogenik - 6 pria dan 5 wanita, 9 kasus di sereberum dan 2 kasus di serebellum; 50% pada usia dekade ke-2, dan angka kematian 45%7. Di RSUP Dr. Sardjito 1986- 1988 ditemukan 19 kasus terdiri dari 11 kasus meningits, 5 kasus abses otak, 3 kasus ense- falitis; 7 kasus meninggal. Dalam kurun waktu lima tahun (1988-1992) terdapat 13 penderita otitis media kronik dengan komplikasi abses otak, 3 meninggal dunia (23,1 %) - 2 kasus abses serebri, 1 orang abses serebelum.9

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi intrakranial OMSK adalah virulensi kuman, terapi tidak adekuat, daya tahan tubuh, pneumatisasi yang kurang sempurna, dan otitis media yang sering residif. 4 Abses otak otogenik memerlukan penegakan diagnosis dini, penatalaksanaan cepat serta tepat karena angka kematiannya tinggi. Meskipun telah banyak kemajuan diagnostik khususnya CT Scan dan MRI, abses otak otogenik sering terlambat diketahui.

Diperlukan pengetahuan karakteristik abses otak otogenik, agar para klinisi dapat mende-

teksi kemungkinan abses otak otogenik sedini mungkin, sehingga dapat melakukan penata-laksanaan yang cepat serta tepat untuk meng- hindari kematian. Pada penelitian ini dilakukan deskripsi karakteristik abses otogenik seder- hana, peneliti tidak menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena dan karakteristik ter- sebut dapat terjadi.

METODOLOGI PENELITIANA. Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian observa-sional cross sectional

B. Populasi PenelitianPopulasi penelitian adalah semua pasien rawat inap di RS Dr. Sardjito yang datang selama jangka waktu penelitian yang di diagnosis abses otak otogenik. Kriteria Inklusi: penderita terdiagnosis dengan diagnosis abses otak otogenik dan me- miliki Head CT scan. Kriteria eksklusi: memiliki catatan medis tidak lengkap.

C. SampelSemua pasien rawat inap di RS Dr. Sardjito yang datang selama jangka waktu penelitian, yang didiagnosis abses otak otogenik dan me- menuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

D. Tempat dan Waktu PenelitianRS Dr. Sardjito dari bulan Januari 2000 s/d. Desember 2005.

E. Cara PenelitianPasien terdiagnosis abses otak otogenik dan menjalani rawat inap di RS Dr Sardjito dalam kurun waktu penelitian dicatat no MR, kemu-dian ditelusuri dan dicari statusnya di ruang MR. Catatan medis yang tidak lengkap dieks- klusi. Variabel yang dinilai adalah: jenis kelamin, usia, keluhan utama, status telinga, lokasi abses, hasil kultur, terapi dan hasil terapi.

HASIL DAN PEMBAHASANTerdapat perbedaan distribusi jenis kelamin dalam penelitian ini ( laki-laki 71,4 % dan wanita 28,6 % ), dan paling sering pada usia 20-29 tahun 42,8 %, (laki-laki dan wanita 3:1 (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin penderita abses otak otogenik

Keluhan utama terbanyak adalah nyeri kepala dan vomitus-pireksia (100%), kemudian gang- guan keseimbangan (vertigo) 71,4% ( Tabel 2 ). Hal ini sesuai dengan penemuan Bradley et al, bahwa gejala-gejala yang menonjol pada abses otak otogenik adalah nyeri kepala, vomitus- pireksia, papiledema, kaku kuduk, hemiparesis, disfagia, nistagmus, gangguan keseimbangan. Pada penelitian ini gangguan neurologis be- rupa kelumpuhan saraf kranialis, afasia, disfagia, paresis/hemiparesis rata-rata 14,3%, menanda- kan bahwa kelainan neurologis tidak bisa di- jadikan dasar kecurigaan adanya abses otogenik (Bradley et al 11 , Shambugh dan Glasscock1 ).

Tabel 2. Distribusi keluhan/pada penderita abses otak otogenik

Karakteristik Abses Otak Otogenik(Tinjauan 14 kasus)

Slamet Widodo, Edhie Samodra, Anton Christanto, Puspa Zulaika, Vimala AcalaSMF Telinga Hidung dan Tenggorok – KL,

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAKPendahuluan: Abses otak otogenik memerlukan penegakan diagnosis dini, penatalaksanaan cepat serta tepat dan mempunyai angka kematian tinggi.Tujuan: Menentukan karekteristik abses otak otogenikMetodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif terhadap 14 kasus penderita terdiagnosis abses otak otogenik dan memiliki Head CT scan.Hasil: Pasien laki-laki 71,4%, 42,8% berusia 20-29 tahun. Keluhan utama: nyeri kepala dan vomitus-pireksia 100%, vertigo 71,4 %. Penyakit primer OMC maligna cholesteatoma 85,6% dan kuman penyebab Ps. aeruginosa 71,4% ; 51,7% abses terletak di lobus parietalis dan 86,5% abses tunggal. Pada semua pasien didapatkan AL dan LED meningkat, dan membaik setelah operasi dan terapi antibiotik.Simpulan: Abses otak otogenik paling banyak pada laki-laki, usia dekade kedua, dengan primer OMC maligna yang ditandai nyeri kepala, vomitus-pireksia, vertigo, AL dan LED meningkat. Cholesteatom dan pseudomonas aerugenosa merupakan peyebab terbanyak. Semua pasien membaik dengan kraniotomi dan mastoidektomi radikal disertai antibiotik ( ceftriaxon dan metronidazol )

Kata kunci: abses otak, OMC maligna, karakteristik Gambar 1. Cara Penelitian

No

1 10 - 19 2 14,3 2 14,3 4 28,6

2

3

4

5

20 - 29

30 - 39

40 - 59

> 59

6

0

2

0

10

42,8

0

14,3

0

71,4

0

0

2

0

4

0

0

14,3

0

28,6

6

0

4

0

0

42,8

0

28,6

0

100

KelompokUmur (thn)

Jenis KelaminJumlah %

Pria Wanita% %

Jumlah

Keluhan Jumlah %

Nyeri kepala

Vomitus-pireksia

Mengantuk/stupor/apatis

Tanda meningitis /kaku kuduk

Kejang

Penurunan berat badan

Papiledema

Brakikardi

Kelumpuhan saraf kranialis

Disfagia

Gangguan lapangan pandang

Aphasia

Paresis/hemiparesis

Nistagmus

Gangguan keseimbangan

Ataksia

14

14

6

0

2

2

4

4

2

2

0

2

2

2

10

2

100

100

42,8

0

14,3

14,3

28,6

28,6

14,3

14,3

0

14,3

14,3

14,3

71,4

14,3

Abses otak otogenik

1. Jenis kelamin2. Usia3. Keluhan utama4. Status Telinga5. Lokasi abses otak6. Hasil kultur7. Terapi dan Hasil terapi

Kriteria inklusidan eksklusi

Sampel Penelitian

Head CT Scan

Penderita abses otak otogenik

Page 2: JURNAL ABSES OTAK

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN

267CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011 268 CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011

PENDAHULUANAbses otak adalah proses supurasi fokal pa- renkim otak, di serebrum maupun serebelum1. Abses otak biasanya terjadi akibat infeksi fokal di bagian tubuh lain1,2. Abses otak oto- genik merupakan salah satu komplikasi intra- kranial yang sering pada otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe bahaya (tipe maligna), me- merlukan diagnosis sedini mungkin, penata- laksanaan yang cepat serta tepat untuk meng- hindari kematian. Diagnosis sering terlambat karena pada stadium dini gejalanya tidak khas mirip dengan gejala infeksi umumnya, gejala neurologis sering tidak tampak3,4. Pada stadium laten penderita tampak tenang, keluhan nyeri kepala berkurang, tampak lemah dan sedikit sensitif sehingga sering diduga sebagai mas- toiditis kronis tanpa komplikasi

Sekitar 20% fokus infeksi abses otak berasal dari infeksi telinga tengah, merupakan suatu komplikasi serius. Stuart (dikutip Fernandes) melaporkan bahwa 0,5% penderita dengan otitis media akut dan 3% penderita dengan otitis media kronik berpeluang komplikasi abses otak.

Otitis media supuratif adalah penyakit yang ber- potensi serius, terutama tipe maligna karena dapat menimbulkan komplikasi yang dapat me- ngancam jiwa. Menurut lokasinya komplikasi

OMSK terdiri dari : 1) Komplikasi intrakranial : jaringan granulasi ekstradural dengan atau tanpa abses ekstradural, tromboflebitis sinus sigmoid, abses otak, otitis hidrosefalus, meningitis, abses subdural. 2) Komplikasi ekstrakranial: mastoiditis, petrositis, labirintitis, paralisis nervus fasialis.1,2

Abses otak otogenik hampir selalu terjadi di lobus temporalis atau serebelum sisi yang sama dengan telinga yang terinfeksi. Angka kejadian meningitis akibat komplikasi intrakranial adalah 34%, abses otak menempati urutan kedua - 25% (15% di lobus temporal dan 10% di serebelum).2

Pemakaian antibiotika telah dapat menurun- kan insidensi kesakitan secara dramatis, tetapi pada beberapa kasus mengubah gambaran klinis, sehingga diagnosis lebih sulit.

Kematian abses otak pada masa praantibiotika sangat tinggi, di Indonesia pernah dilaporkan 5 dari 6 penderita abses otak meninggal5. Kemudian antara 1950-1960 dari 35 penderita abses otak otogenik angka kematian 6% ; pada tahun 1961-1971 dari 18 kasus abses otak otogenik angka kematian dapat ditekan men- jadi 0%. Keberhasilan pengobatan ini antara lain disebabkan oleh diagnosis dini, pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat.

Dari 40 pasien OMSK dengan tanda kompli- kasi intrakranial di RSUPN-CM 1980-1986, didapatkan 13 kasus abses otak dengan kematian 70%6. Di bagian THT RSUPN-CM April 1986-Agustus 1987 ditemukan 11 kasus abses otak otogenik - 6 pria dan 5 wanita, 9 kasus di sereberum dan 2 kasus di serebellum; 50% pada usia dekade ke-2, dan angka kematian 45%7. Di RSUP Dr. Sardjito 1986- 1988 ditemukan 19 kasus terdiri dari 11 kasus meningits, 5 kasus abses otak, 3 kasus ense- falitis; 7 kasus meninggal. Dalam kurun waktu lima tahun (1988-1992) terdapat 13 penderita otitis media kronik dengan komplikasi abses otak, 3 meninggal dunia (23,1 %) - 2 kasus abses serebri, 1 orang abses serebelum.9

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi intrakranial OMSK adalah virulensi kuman, terapi tidak adekuat, daya tahan tubuh, pneumatisasi yang kurang sempurna, dan otitis media yang sering residif. 4 Abses otak otogenik memerlukan penegakan diagnosis dini, penatalaksanaan cepat serta tepat karena angka kematiannya tinggi. Meskipun telah banyak kemajuan diagnostik khususnya CT Scan dan MRI, abses otak otogenik sering terlambat diketahui.

Diperlukan pengetahuan karakteristik abses otak otogenik, agar para klinisi dapat mende-

teksi kemungkinan abses otak otogenik sedini mungkin, sehingga dapat melakukan penata-laksanaan yang cepat serta tepat untuk meng- hindari kematian. Pada penelitian ini dilakukan deskripsi karakteristik abses otogenik seder- hana, peneliti tidak menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena dan karakteristik ter- sebut dapat terjadi.

METODOLOGI PENELITIANA. Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian observa-sional cross sectional

B. Populasi PenelitianPopulasi penelitian adalah semua pasien rawat inap di RS Dr. Sardjito yang datang selama jangka waktu penelitian yang di diagnosis abses otak otogenik. Kriteria Inklusi: penderita terdiagnosis dengan diagnosis abses otak otogenik dan me- miliki Head CT scan. Kriteria eksklusi: memiliki catatan medis tidak lengkap.

C. SampelSemua pasien rawat inap di RS Dr. Sardjito yang datang selama jangka waktu penelitian, yang didiagnosis abses otak otogenik dan me- menuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

D. Tempat dan Waktu PenelitianRS Dr. Sardjito dari bulan Januari 2000 s/d. Desember 2005.

E. Cara PenelitianPasien terdiagnosis abses otak otogenik dan menjalani rawat inap di RS Dr Sardjito dalam kurun waktu penelitian dicatat no MR, kemu-dian ditelusuri dan dicari statusnya di ruang MR. Catatan medis yang tidak lengkap dieks- klusi. Variabel yang dinilai adalah: jenis kelamin, usia, keluhan utama, status telinga, lokasi abses, hasil kultur, terapi dan hasil terapi.

HASIL DAN PEMBAHASANTerdapat perbedaan distribusi jenis kelamin dalam penelitian ini ( laki-laki 71,4 % dan wanita 28,6 % ), dan paling sering pada usia 20-29 tahun 42,8 %, (laki-laki dan wanita 3:1 (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin penderita abses otak otogenik

Keluhan utama terbanyak adalah nyeri kepala dan vomitus-pireksia (100%), kemudian gang- guan keseimbangan (vertigo) 71,4% ( Tabel 2 ). Hal ini sesuai dengan penemuan Bradley et al, bahwa gejala-gejala yang menonjol pada abses otak otogenik adalah nyeri kepala, vomitus- pireksia, papiledema, kaku kuduk, hemiparesis, disfagia, nistagmus, gangguan keseimbangan. Pada penelitian ini gangguan neurologis be- rupa kelumpuhan saraf kranialis, afasia, disfagia, paresis/hemiparesis rata-rata 14,3%, menanda- kan bahwa kelainan neurologis tidak bisa di- jadikan dasar kecurigaan adanya abses otogenik (Bradley et al 11 , Shambugh dan Glasscock1 ).

Tabel 2. Distribusi keluhan/pada penderita abses otak otogenik

Karakteristik Abses Otak Otogenik(Tinjauan 14 kasus)

Slamet Widodo, Edhie Samodra, Anton Christanto, Puspa Zulaika, Vimala AcalaSMF Telinga Hidung dan Tenggorok – KL,

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAKPendahuluan: Abses otak otogenik memerlukan penegakan diagnosis dini, penatalaksanaan cepat serta tepat dan mempunyai angka kematian tinggi.Tujuan: Menentukan karekteristik abses otak otogenikMetodologi: Penelitian ini bersifat deskriptif terhadap 14 kasus penderita terdiagnosis abses otak otogenik dan memiliki Head CT scan.Hasil: Pasien laki-laki 71,4%, 42,8% berusia 20-29 tahun. Keluhan utama: nyeri kepala dan vomitus-pireksia 100%, vertigo 71,4 %. Penyakit primer OMC maligna cholesteatoma 85,6% dan kuman penyebab Ps. aeruginosa 71,4% ; 51,7% abses terletak di lobus parietalis dan 86,5% abses tunggal. Pada semua pasien didapatkan AL dan LED meningkat, dan membaik setelah operasi dan terapi antibiotik.Simpulan: Abses otak otogenik paling banyak pada laki-laki, usia dekade kedua, dengan primer OMC maligna yang ditandai nyeri kepala, vomitus-pireksia, vertigo, AL dan LED meningkat. Cholesteatom dan pseudomonas aerugenosa merupakan peyebab terbanyak. Semua pasien membaik dengan kraniotomi dan mastoidektomi radikal disertai antibiotik ( ceftriaxon dan metronidazol )

Kata kunci: abses otak, OMC maligna, karakteristik Gambar 1. Cara Penelitian

No

1 10 - 19 2 14,3 2 14,3 4 28,6

2

3

4

5

20 - 29

30 - 39

40 - 59

> 59

6

0

2

0

10

42,8

0

14,3

0

71,4

0

0

2

0

4

0

0

14,3

0

28,6

6

0

4

0

0

42,8

0

28,6

0

100

KelompokUmur (thn)

Jenis KelaminJumlah %

Pria Wanita% %

Jumlah

Keluhan Jumlah %

Nyeri kepala

Vomitus-pireksia

Mengantuk/stupor/apatis

Tanda meningitis /kaku kuduk

Kejang

Penurunan berat badan

Papiledema

Brakikardi

Kelumpuhan saraf kranialis

Disfagia

Gangguan lapangan pandang

Aphasia

Paresis/hemiparesis

Nistagmus

Gangguan keseimbangan

Ataksia

14

14

6

0

2

2

4

4

2

2

0

2

2

2

10

2

100

100

42,8

0

14,3

14,3

28,6

28,6

14,3

14,3

0

14,3

14,3

14,3

71,4

14,3

Abses otak otogenik

1. Jenis kelamin2. Usia3. Keluhan utama4. Status Telinga5. Lokasi abses otak6. Hasil kultur7. Terapi dan Hasil terapi

Kriteria inklusidan eksklusi

Sampel Penelitian

Head CT Scan

Penderita abses otak otogenik

Page 3: JURNAL ABSES OTAK

TINJAUAN PUSTAKAHASIL PENELITIAN

269CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni2011 270 CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011

Semua penderita mengalami perforasi mem- bran tympani dan masih dijumpai discharge di liang telinga, rata-rata sudah berlangsung lebih dari 4 tahun; masing-masing 2 pasien (14,3%) dengan granuloma telinga tengah dan fistel retroaurikular. OMC maligna dapat menyebab- kan abses otak (Samuel et al). Pada penelitian ini komplikasi intrakranial/abses otak paling banyak oleh kolesteatoma, sedangkan pada penelitian Samuel et al paling sering karena granuloma.

Tabel 3. Distribusi status lokalis penderita

Kultur sekret telinga mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Pseudomonas aerugi-nosa (71,4%), Psedomonas sp., Streptococus epidermidis dan Streptococcus alfa haemoliti-cus masing masing 14,3%. Pada penelitian ini dijumpai lebih dari satu kuman aerob pada satu sediaan yaitu Streptococcus epidermidis dan Streptococcus alfa haemoliticus.(Tabel 4) Pada beberapa penelitian yang sering ditemu-kan adalah Staphylococcus aureus, Strepto-coccus pyogeneus dan Pneumococcus. Kuman Gram negatif yang ditemukan Pseudomonas sp, Proteus sp, E. coli.3,4,5,7

Tabel 4. Distribusi kuman aerob pada pemeriksaan kultur dari penderita abses otak otogenik.

Pada 85,7% (12 pasien) merupakan abses tunggal (hasil CT Scan) dan 57,1% (10 pasien) terletak di cerebrum (Tabel 5), hal ini sesuai dengan Helmi et al7 yang melaporkan 11 kasus abses otak otogenik: 9 kasus di serebrum dan 2 kasus di serebelum.

Tabel 5. Lokasi dan macam abses berdasarkan hasil CT Scan

Lama perawatan penderita di RS pasca operasi kebanyakan 10-20 hari (10 penderita - 71,4%). ( Tabel 6 ) Dua pasien dengan lama perawatan di RS lebih dari 30 hari karena pasca operasi memerlukan perawatan ICU.

Tabel 6. Lama perawatan pasca operasi

Semua pasien abses otak otogenik (100%) men- dapat terapi antibiotik seftriakson dan metro- nidazol, ada yang dikombinasi dengan kloram- fenikol atau ampisilin. (Tabel 7).

Tabel 7. Jenis antibiotik

Setelah operasi dan terapi medikamentosa semua pasien membaik (tabel 8).

Agar terapi abses otak otogenik dapat sedini mungkin, setiap kasus OMSK dengan nyeri kepala menetap atau hilang timbul, disertai demam dengan atau tanpa gejala lain seperti mual, muntah, kejang, hendaklah dirawat dan langsung diberi antibiotika dosis tinggi intra- vena, dikonsulkan ke bagian saraf, dan dilaku- kan pemeriksaan CT Scan otak. Untuk pasien tanpa CT Scan antibiotika diberikan 1-2 minggu dan bila keadaan umum membaik dilakukan operasi.

Tabel 8. Hasil terapi

SIMPULAN Abses otak otogenik terjadi banyak pada laki- laki, usia dekade kedua, dengan primer OMC maligna yang ditandai nyeri kepala, vomitus- pireksia, vertigo, AL dan LED meningkat. Cholesteatom dan Ps.aeruginosa merupakan penyebab terbanyak Semua pasien membaik dengan kraniotomi dan mastoidektomi radikal disertai antibiotik (seftriakson dan metronidazol).

DAFTAR PUSTAKAShambough GE, Glasscock ME. Intracranial complication of otitis media. In : Shambough GE, Glasscock ME. Eds. Surgery of the Ear. 4th ed., Philadelphia : WB Saunders, 1980:249-75.Ludman H. Complication of supurative otitis media In : Kern AG, Groves J Eds. Scott - Browns Otolaryngology, 51h ed London: Butterworth and Co, 1997: 264-91.Jackler RK, Brockmann DE. Neurootology. St Louis, Missouri: Mosby Year Book Inc. 1994:911-2.Ettinger MG. Brain Abscess. In: Baker AB, Baker LH. Clinical Neurology, vol 2 Philadelphia: Harper & Row Publ. 1985 :1-25.Ballenger JJ. Complication of ear disease. In : Ballenger JJ 13th ed Philadelphia : Lea and Febiger ,1985 : 1170-76.Djaafar ZA, Sosialisman. Helmi.H Otitis media supuratif kronis dengan abses intrakranial. Diagnosis dan Penatalaksanaan. Kumpulan Naskah Konas Perhati VI1I Ujung Pandang 1986:413-25.Helmi, Djaafar ZA, Sosialisman. Otogenic Brain Abscess. ORL Indonesiana.1988;19:16-22.Wispelwey B.,Dacey RG.,Scheld WM. Brain Abscess. In:Scheld WM,Whi11ey RJ,Durack.DT eds. Infection of the central nervous system. Raven Press,New York 1991:457-86.Rosenblum ML,Hoff JT,Nourman D. Non Operative treatment of Brain Abscess in Selected High-risk Patients. J Neurosurgery 198o;S2:217-25.Mawson SR.Disease of the Ear.3"ed, London: Edward Arnold Ltd. 1974.358-399.Bradley PJ, Manning KP, Shaw MDM. Brain Abscess secon- dary to otitis media. J. Laryngol. Otol. 1984; 98:1185-91.Brand B, Caparosn RJ, Lubic LG. Otorhrnological Brain Abscess Therapy. Post and Present. Laryngoscope. 1984; 94: 483-87.Freeman J. Changing concepts in the management of otitic intracranial infection Use of Computerized axial tomography in early detection and monitoring of cerebritis. Laryngoscope. 1984;94:907-11.Djaafar ZA, Widodo D. Terapi Medikamentosa dan Terapi Bedah Pada Abses Otak Otogenik. Otorhinolaryngology Indonesiana.2001;31:5-10.Bluestone CD, Klein J. Intracranial suppurative complication of otitis media and mastoiditis. In Pediatric Otolaryngology. 3th ed. London.Philadelphia:WB Saunders Co., 1996.Djaafar ZA, Sona. Pengobatan konservatif abses otak otogenik. Kumpulan Naskah PIT PERHATI, Malang, 1998; 280-89.Djaafar ZA. Diagnosis dan penatalaksanaan abses otak otogenik. Kumpulan Naskah PIT PERHATI. Malang,1998; 4-14.Samuel J, Fernandez C, Steinberg JL. Intracranial Otogenic Complications: A Persisting Problem. Laryngoscope 1996; 96: 272 -78.Kangsaranak J, Navacharoem N, Fooanant S, Ruckphaopunt K. Intracranial Complications of Suppurative Otitis Media : 13 years experience. Am Otol 1995; 1995:16 : 104-9.Mathews TJ, Marcus. Otogenic intradural complications. J. Laryngol.Otol. .1988;102:121-24.Maurice-Williams,RS. Open evacuations of pus: a satis- factory surgical approach to the problem of brain abscess. J. Neurol. Neurosurg. Psychiatr. 46:697-703

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

PendahuluanDalam dunia modern saat ini, tuntutan peker-jaan dapat menimbulkan tekanan fisik dan psikis pada seseorang. Hal ini memperbesar risiko pekerjaan atau terkena penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan jabatannya. Untuk mendukung daya saing produksi, penggunaan alat-alat modern, bahan-bahan berbahaya, zat kimia beracun dalam proses produksi serta tuntutan pekerjaan yang tinggi sering tidak dapat dihindari.1

Prevalensi nyeri muskuloskeletal, termasuk back pain, telah dideskripsikan sebagai sebuah epi- demik. Keluhan nyeri biasanya self limiting, tetapi jika menjadi kronik, konsekuensinya serius. Hal ini akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas orang yang mengalami back pain.2

Banyak penyebab nyeri muskuloskeletal telah diidentifikasi. Faktor-faktor psikologis dan sosial berperan besar dalam eksaserbasi nyeri dengan mempengaruhi persepsi nyeri dan perkemba- ngan disabilitas kronik. Pemahaman baru ini telah membimbing kita ke arah model biopsi- kososial dari low back pain.2

Gambar 1. Model biopsikososial dari presentasi klinis dan diagnosis low back pain serta disabilitas.2

Penelitian juga telah menunjukkan bahwa ter- dapat banyak alasan yang membuat seorang pasien mengkonsultasikan rasa nyerinya, seperti: mencari penyembuhan, klarifikasi diagnostik, memastikan, legitimasi gejala, atau surat kete- rangan sakit. Dokter harus mengklarifikasi yang mana yang sesuai dengan masing-masing pasien dan meresponnya dengan tepat.2

DefinisiMenurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk dalam low back pain terdiri dari : 3,4,5

1. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang di- batasi: superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis.

2. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang di- batasi superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal pos- terior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka superior posterior dan inferior.

3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.

3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.

Selain itu, IASP juga membagi low back pain ke dalam : 3,4

1. Low Back Pain Akut, telah dirasakan kurang dari 3 bulan.2. Low Back Pain Kronik, telah dirasakan se- kurangnya 3 bulan.3. Low Back Pain Subakut, telah dirasakan minimal 5-7 minggu, tetapi tidak lebih dari 12 minggu.

National Muskuloskeletal Medicine Initiative telah mengembangkan sebuah daftar isian yang dapat digunakan sebagai metode inklusi pada pelayanan strata pertama.3

Penyebab Low Back PainBanyak hal yang dapat menyebabkan low back pain, baik secara posisi anatomis maupun karena proses patologisnya.3

Low Back PainYuliana

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Tabel 1. Daftar isian sebagai indikator klinis pada kasus-kasus red flags.3

Status lokalis Jumlah Persentase

Perforasi membran tympani

Discharge

Fistel Retroaurikuler

Granuloma

Cholesteatoma

14

14

2

2

12

100

100

14,3

14,3

85,7

No Jenis kuman Jumlah Persentase

1 Pseudomonas sp.

2 Pseudomonas aerognosa

3 Streptococcus epidermidis

4 Streptococcus alfa haemoliticus

2

10

2

2

14,3

71,4

14,3

14,3

Lokasi dan macam abses Jumlah Persentase

Cerebrum

Cerebellum

Tunggal

Multipel

10

4

12

2

73.4

28,6

85,7

14,7

Lama perawatandalam hari Jumlah Persentase

< 10

10 - 20

20 - 30

> 30

0

10

2

2

0

71,4

14,3

14,3

Antibiotik Jumlah Persentase

Seftriakson

Metronidazol

Kloramfenikol

Ampisilin

14

14

4

4

100

100

28,6

28,6

Hasil terapi Jumlah Persentase

Hidup

Meninggal

14

0

100

0