jurnal 123 pupuk

Upload: bobby-fitryanto

Post on 10-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pupuk organik

TRANSCRIPT

  • Respon Bibit Karet terhadap Kinetin

    ISSN 1979-0228 25

    RESPON BIBIT STUM MATA TIDUR TANAMAN KARET (Hevea brasilliensis Mull Arg) TERHADAP PEMBERIAN KINETIN

    (Response of Dormant Entres of Rubber Plants (Hevea brasilliensis Mull Arg) to Kinetin)

    Elisarnis1), Irfan Suliansyah2), Nasrez Akhir2)

    1) Balai Diklat Agribisnis Perkebunan dan Teknologi Lahan Rawa 2) Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang

    ABSTRACT

    A two-way factorial experiment to determine the best interaction between kinetin and entres in promoting the growth of dormant entres has been conducted at Mayang Mangurai Sub-district Kota Baru, the Province of Jambi from April to June 2007. Treatments were 0, 5, 10, 15 and 20 ppm and two types of entres which are green entres and brown entres. Results indicate that 10 ppm of kinetin shorten the time before sprouting of the buds as well as promote the growth of green entres. Brown entres responded differently to 10 ppm of kinetin. Kinetin at 10 ppm only stimulated the sprouting of the buds but did not affect the growth of the entres. Key words : Hevea brasilliensis Mull Arg, entres, kinetin

    PENDAHULUAN

    anaman karet (Hevea brasilliensis Mull Arg) adalah komoditas perkebunan yang penting peranannya di Indonesia.

    Selain sebagai sumber devisa kedua dari perke-bunan setelah sawit, karet juga mampu men-dorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangannya (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2003).

    Menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, (2003) produktivitas perkebunan besar Negara 1.136 kg/ha dan perkebunan besar swasta sebesar 1.143 kg/ ha. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh usia tanaman telah lebih dari 20 tahun, pemelihara-an yang tidak intensif dan sebagian basar tanaman berasal dari benih sapuan, bukan dari klon unggul.

    Untuk meningkatkan produktivitas per-kebunan karet rakyat pemerintah telah me-nempuh berbagai upaya antara lain perluasan tanaman, penyuluhan, intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan serta penyebaran klon-klon unggul bibit karet. Dalam menunjang keberha-silan peningkatan produktivitas perkebunan karet, khususnya untuk peremajaan dan per-luasan tanaman karet rakyat perlu diupayakan pengadaan klon unggul bibit karet (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2003).

    Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbanyak bibit tanaman karet dari klon-klon unggul adalah dengan menggunakan

    teknik okulasi (Setiawan dan Andoko, 2005). Menurut Setyamidjaja (1993), salah satu hasil okulasi tanaman karet adalah stum mata tidur.

    Kuswanhadi (1991) menyatakan seringkali mata okulasi stum mata tidur mengalami dor-mansi sehingga tidak jarang batang bawah mati sebelum tunas berkembang, dalam keadaan normal tunas akan berkembang setelah 21 hari. Selanjutnya Soemomarto dan Pudji Hardjo (1982) menyatakan bahwa mata okulasi tanam-an karet memerlukan waktu 23 hari untuk mekar setelah pemotongan batang bawah.

    Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah lamnaya masa dormansi adalah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (Kusumo, 1994). Selanjutnya Sutarmi (1974), menyatakan kinetin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat menumbuhkan mata atau tunas tidur tanaman.

    Kinetin tidak terdapat secara alami di da-lam tanaman. Zat ini dibuat dari pemecahan deoxyribonucleic acid adalah 6-(fulfurylamino) purine. Zat yang secara alami mempunyai pengaruh morfologi dan fisiologi yang sama dengan kinetin dan terdapat di dalam tanaman adalah sitokinin (Kusumo, 1984).

    Kinetin sebagai zat pengatur tumbuh dapat digunakan untuk memacu pemecahan dormansi yang terjadi pada mata tunas okulasi stum mata tidur tanaman karet dan me-ningkatkan pertumbuhan tunas selanjutnya, yang pada akhirnya dapat memperpendek masa siap tanam bibit karet asal stum mata

    T

  • Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

    26 ISSN 1979-0228

    tidur. Penelitian ini bertujuan untuk menda-patkan interaksi konsentrasi kinetin dan asal stum okulasi yang tepat, mendapatkan kon-sentrasi kinetin yang tepat, dan mendapatkan stum mata tidur yang baik terhadap pe-mecahan mata tunas dan pertumbuhan bibit tanaman karet.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2007 di Kelurahan Mayang Mengurai Kecamatan Kota Baru Kota Jambi dengan ketinggian tempat 35 M dari permu-kaan laut. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit karet asal okulasi stum mata tidur yang belum tumbuh hasil pertautan antara klon PB 260 sebagai batang atas dan klon GT 1 yang berumur 12 bulan dengan diameter 2 cm sebagai batang bawah. Bibit dibongkar dari kebun pembibitan 1 hari sebelum penanaman di polybag.

    Penelitian ini berbentuk percobaan faktorial 5 x 2 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL)

    dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi Kinetin (K) yaitu 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 pmm dan 20 ppm sedangkan faktor kedua adalah asal Entres (E) yaitu entres hijau dan entres coklat. Dengan demikian terdapat 30 satuan percobaan, masing-masing satuan percobaan ada 4 tanaman. Secara keseluruhan terdapat 120 buah tanaman atau polybag. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam (uji F) untuk RAL pada taraf nyata 5% dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT taraf 5%.

    HASIL DAN PEMBAHASAN Kecepatan Pemecahan Mata Tunas

    Pengaruh interaksi antara perlakuan kon-sentrasi kinetin dan asal entres berbeda nyata terhadap kecepatan pemecahan mata tunas. Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi kinetin dengan asal entres terhadap rata-rata waktu kecepatan pemecahan mata tunas dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Pengaruh konsentrasi kinetin dan asal entres terhadap kecepatan pemecahan mata tunas

    Konsentrasi Kinetin (ppm) Asal Entres

    Hijau (HST) Coklat (HST)

    0 27,83 A b 30,50 A a

    5 19,17 C b 22,17 D a

    10 16,33 D b 21,67 D a

    15 20,17 C b 23,50 C a

    20 26,50 B b 24,67 B a Angka-angka pada baris yang sama diikiuti huruf kecil yang sama dan angka-angka pada kolom yang sama diikiuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %

    Dari Tabel 1 terlihat bahwa pemberian ki-netin dengan konsentrasi 5 ppm 20 ppm pada entres hijau dan coklat mampu mempercepat pemecahan mata tunas dibandingkan perla-kuan tanpa pemberian kinetin, perlakuan pem-berian kinetin dengan konsentrasi 10 ppm adalah konsentrasi yang tepat untuk percepatan pemecahan mata tunas baik pada entres hijau maupun entres coklat. Hal ini diduga karena kinetin dikenali dan diikat erat oleh kelompok sel membran plasma dan dapat mengaktifkan enzim fosfilase C (PLC) yang berdekatan dengan membran sel. Selanjutnya mengendali-kan proses kimia dalam sel, akhirnya berpengaruh pada kecepatan pemecahan mata tunas. Wilkins (1989), menyatakan bahwa kinetin berperan selama antar fase mitosis

    dalam sel-sel akar bawang (Allium cepa) untuk memacu profase.

    Kecepatan pemecahan mata tunas entres hijau baik pada perlakuan tanpa pemberian kinetin maupun perlakuan pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm lebih cepat dibandingkan dengan entres coklat, tetapi pada pelakuan pemberian kinetin dengan konsentrasi 20 ppm kecepatan pemecahan mata tunas entres coklat lebih cepat dari entres hijau. Pemberian kinetin dapat mempercepat proses pembelahan sel dan selanjutnya mempercepat kecepatan pemecahan mata tunas, sedangkan pada entres coklat sel-sel tanaman relatif sudah tua, kinetin yang diberikan memerlukan waktu yang lama untuk menembus jaringan sel tanaman, sehingga pengaktifan hormon yang ada pada tanaman juga lambat.

  • Respon Bibit Karet terhadap Kinetin

    ISSN 1979-0228 27

    Perlakuan pemberian konsentrasi kinetin 20 ppm pada entres hijau justru memperlambat laju kecepatan pemecahan mata tunas. Hal ini diduga proses metabolisme sel terhambat kare-na konsentrasi kinetin yang tinggi, sedangkan pada entres coklat pemberian konsentrasi kine-tin 20 ppm adalah konsentrasi yang memper-lihatkan kecepatan pemecahan mata tunas yang terbaik, karena mampu mengaktifkan sel-sel yang berpengaruh pada proses metabolisme yang selanjutnya berpengaruh kepada laju kecepatan pemecahan mata tunas.

    Persentase Tunas yang Tumbuh

    Berdasarkan hasil sidik ragam pengaruh interaksi antara perlakuan konsentrasi kinetin dan asal entres tidak berbeda nyata terhadap persentase tunas yang tumbuh. Pengaruh konsentrasi kinetin dan asal entres terhadap persentase tunas yang tumbuh dapat dilihat pada Tabel 2.

    Dari Tabel 2 terlihat bahwa terjadinya per-bedaan yang tidak nyata terhadap persentase tunas tumbuh akibat dari berbagai perlakuan konsentrasi kinetin dan asal entres diduga ka-rena karbohidrat dan protein yang ada pada batang bawah bibit tanaman karet sudah mam-pu mensuplai nutrisi yang dibutuhkan tunas untuk tumbuh, sehingga perlakuan pemberian berbagai konsentrasi kinetin dan asal entres tidak mempengaruhi persentase tunas yang tumbuh baik pada entres hijau maupun entres coklat bibit tanaman karet di polybag.

    Cadangan karbohidrat yang cukup dan lingkungan yang sangat mendukung meru-pakan faktor penyebab tingginya angka persentase tunas yang tumbuh. Apalagi sito-kinin endogen yang terdapat pada bibit ta-naman karet tersebut dapat meningkatkan sintesa protein sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Karyadi, et al. (1986), menyatakan cadangan karbohidrat yang terdapat pada batang bawah sangat diperlukan untuk pertumbuhan awal tanaman.

    Tabel 2. Pengaruh konsentrasi kinetin dan asal entres terhadap persentase tunas yang tumbuh

    Konsentrasi Kinetin (ppm)

    Asal Entres Rerata Pengaruh Konsentrasi Kinetin (%) Hijau (%) Coklat (%)

    0 75,00 75,00 75,00

    5 91,67 91,67 91,67

    10 100,00 91,67 95,84

    15 91,67 91,67 91,67

    20 83,33 83,33 83,33

    Rerata Asal Entres 88,33 86,67

    Panjang Tunas Hasil Okulasi

    Pengaruh interaksi antara perlakuan kon-sentrasi kinetin dengan asal entres berbeda nyata terhadap panjang tunas hasil okulasi. Panjang tunas hasil okulasi hanya dipengaruhi

    oleh perlakuan konsentrasi kinetin. Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi kinetin dengan asal entres terhadap rata-rata panjang tunas hasil okulasi dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Pengaruh konsentrasi kinetin dan asal entres terhadap panjang tunas hasil okulasi

    Konsentrasi Kinetin (ppm)

    Asal Entres

    Hijau (cm) Coklat (cm)

    0 15,70 A a 18,33 A a

    5 22,40 AB a 19,67 A a

    10 28,75 B b 20,20 AB a

    15 22,30 AB a 24,88 AB a

    20 16,97 A b 25,59 B a Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf kecil yang sama dan angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %.

    Dari Tabel 3 diketahui bahwa pemberian kinetin mempercepat metabolisme dalam tu-buh tanaman yaitu dengan menginduksi

    pembelahan sel dan selanjutnya mensti- mulasi pertumbuhan dan perkembangan tunas.

  • Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

    28 ISSN 1979-0228

    Sitokinin eksogen menyebabkan per-tumbuhan dengan cara mendorong peman-jangan sel. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wright (1966) cit Salisbury dan Ross (1955), yang menunjukkan bahwa pemberian sitokinin benar-benar memacu pemanjangan potongan koleoptil muda tanaman gandum. Selanjutnya dari hasil penelitian Loy (1980), menunjukkan bahwa pemberian sitokinin memacu pemanjangan hipokotil utuh tanaman semangka terutama dari kultivar katai atau kerdil.

    Hormon pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Respon pada organ tanaman tidak hanya memacu tetapi juga menghambat pertumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995).

    Pemberian kinetin dengan konsentrasi 20 ppm pada entres coklat menghasilkan rata-rata panjang tunas terpanjang yaitu 25,59 berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemberian kine-tin (kontrol) dan pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian kinetin 10 ppm dan 15 ppm, sedangkan panjang tunas terpen-dek terjadi pada perlakuan tanpa pemberian kinetin (kontrol) yaitu rata-rata 18,33 cm. Ke-nyataan ini menunjukkan bahwa setiap pe-nambahan konsentrasi kinetin akan menambah panjang tunas hasil okulasi.

    Panjang tunas hasil okulasi pada perlakuan tanpa pemberian kinetin dan perlakuan pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm dan 15 ppm antara entres hijau dengan coklat walau secara visual memperlihatkan perbedaan namun setelah diuji dengan sidik ragam memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini diduga karena tanpa pemberian kinetin, pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm dan 15 ppm antara entres hijau dan coklat tidak

    berpengaruh terhadap panjang tunas yang dihasilkan, karena entres hijau dan entres coklat memberikan respon yang sama terhadap perlakuan yang diberikan.

    Perlakuan pemberian konsentrasi kinetin 10 ppm antara entres hijau dengan entres coklat berbeda nyata. Pada perlakuan pemberian ki-netin dengan konsentrasi 10 ppm panjang tunas hasil okulasi entres hijau lebih panjang rata-rata 8,55 cm dari entres coklat.

    Pada perlakuan pemberian kinetin 20 ppm, panjang tunas hasil okulasi entres coklat lebih panjang rata-rata 8,62 cm berbeda nyata dengan panjang tunas entres hijau. Hal ini diduga karena pada entres coklat, kinetin yang diberikan masih direspon dengan baik sehingga metabolisme sel tetap terus berlangsung dan meningkatkan laju pertambahan panjang tunas, sedangkan pada entres hijau metabolisme sel terganggu karena konsentrasi kinetin yang tinggi sehingga laju pertumbuhan tunas menjadi terhambat. Wareing dan Phillip (1981), menyatakan bahwa Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang secara umum mampu merangsang pembelahan sel, menghambat pembelahan akar, merangsang pertumbuhan dan pembentukan tunas aksilar dengan jalan menurunkan dominasi apikal.

    Diameter Batang Hasil Okulasi

    Pengaruh interaksi antara perlakuan konsentrasi kinetin dengan asal entres tidak berbeda nyata terhadap diameter batang hasil okulasi. Diameter batang hasil okulasi hanya dipengaruhi oleh perlakuan konsentrasi kinetin. Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi kinetin dengan asal entres terhadap rata-rata diameter batang hasil okulasi dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Pengaruh konsentrasi kinetin dan asal entres terhadpa diameter batang hasil okulasi

    Konsentrasi Kinetin (ppm)

    Asal Entres Rerata Pengaruh Kinetin (cm) Hijau (cm) Coklat (cm)

    0 0,38 0,40 0,39 A

    5 0,47 0,42 0,45 AB

    10 0,56 0,44 0,50 B

    15 0,43 0,46 0,45 AB

    20 0,41 0,50 0,46 AB

    Rerata Pengaruh Entres 0,45 0,44 Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %

    Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pada pemberian konsentrasi kinetin 10 ppm mem-berikan rata-rata diameter batang hasil okulasi

    tertinggi yaitu 0,50 cm, berbeda nyata dengan tanpa pemberian kinetin tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian konsentrasi kinetin 5

  • Respon Bibit Karet terhadap Kinetin

    ISSN 1979-0228 29

    ppm, 15 ppm, dan 20 ppm, sedangkan rata-rata diameter batang hasil okulasi terendah pada tanpa pemberian kinetin yaitu 0,39 cm. Hal ini diduga pada pemberian konsentrasi kinetin 10 ppm dapat memacu aktivitas meristem yang secara aktif terlibat dalam pembelahan dan pertumbuhan sel, selanjutnya akan mendorong pertumbuhan dan menentukan arah perkembangan batang. Bila fotosintat tersedia dalam jumlah yang cukup, maka aktivitas jaringan meristem untuk membelah dan memperbesar sel akan semakin cepat sehingga pertumbuhan diameter batang akan semakin besar. Selain itu adanya pengaruh terhadap peningkatan diameter batang hasil okulasi dikarenakan terjadinya proses metabolisme yang merubah zat makanan menjadi karbohidrat dan protein. Menurut Lakitan (1995), sebagian dari karbohidrat dan protein tersebut ditranslokasikan ke daerah titik tumbuh dan batang selanjutnya akan digunakan dalam proses pembelahan, perpanjangan dan penebalan sel yang pada akhirnya terlihat dengan bertambahnya diameter batang.

    Pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm, 15 ppm dan 20 ppm terjadi penurunan diameter batang hasil okulasi namun ber-dasarkan hasil sidik ragam tidak berbeda nyata dengan pemberian konsentrasi kinetin 10 ppm. Hal ini diduga karena pada konsentrasi tersebut masih dalam batas kecukupan jumlah yang dibutuhkan untuk mengaktifkan jaringan meristem pada pembelahan dan pembesaran sel. Gardner, et al, (1991), menyatakan bahwa kinetin mempengaruhi pertumbuhan lebih kepada pembelahan sel. Bobot Kering Akar

    Berdasarkan hasil sidik ragam pengaruh interaksi antara perlakuan konsentrasi kinetin dengan asal entres berbeda nyata terhadap bobot kering akar. Bobot kering akar hanya dipengaruhi oleh perlakuan konsentrasi kinetin. Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi kinetin dengan asal entres terhadap rata-rata bobot kering akar dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Pengaruh konsentrasi kinetin dan asal entres terhadap bobot kering akar

    Konsentrasi Kinetin (ppm)

    Asal Entres

    Hijau (g) Coklat (g)

    0 0,79 A a 1,13 A a

    5 1,74 BC a 1,41 AB a

    10 2,19 C b 1,65 AB a

    15 1,70 BC a 1,88 B a

    20 1,42 B b 1,97 B a Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf kecil yang sama dan angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5 %.

    Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pada pemberian kinetin dengan konsentrasi 10 ppm menghasilkan rata-rata bobot kering akar terberat pada entres hijau yaitu 2,19 g , berbeda nyata dengan tanpa pemberian kinetin dan pada pemberian konsentrasi kinetin 20 ppm, sedangkan terendah pada perlakuan tanpa pemberian kinetin yaitu 0,79 g. Hal ini diduga karena fotosintat yang berasal dari daun tunas hasil okulasi ditranslokasikan dengan sempurna melalui batang ke bagian tanaman yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan akar.

    Kuswanhadi dan Boerhendi (1994) menyatakan bahwa akar pada stum mata tidur diperkirakan sangat terbatas menyerap hara dari tanah. Suplai hara lewat daun diduga sa-ngat berguna untuk pertumbuhan akar tanam-

    an. Gardner, et al, (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor di atas tanah mempengaruhi per-tumbuhan pucuk, terutama transfer karbo-hidrat ke akar dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan akar.

    Menurunnya bobot kering akar pada pemberian kinetin konsentrasi 15 ppm dan 20 ppm diduga disebabkan oleh terciptanya keti-dakstabilan nisbah kinetin dan auksin yang tinggi, sehingga menghambat aktivitas auksin pada pembentukan akar. Bhaskaran dan Smith (1990), menyatakan bahwa diferensiasi organ diatur oleh kerja saling pengaruh mempengaruhi antara auksin dan sitokinin. Jika sitokinin relatif lebih tinggi dari auksin pada konsentrasi yang sudah efektif akan mendorong pembentukan tunas sebaliknya bila

  • Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

    30 ISSN 1979-0228

    auksin relatif lebih tinggi dari sitokinin akan mengarah pada pembentukan akar.

    Pada perlakuan pemberian konsentrasi kinetin 20 ppm bobot kering akar entres coklat terberat yaitu rata-rata 1,97 g, berbeda nyata dengan tanpa pemberian kinetin, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Perlakuan tanpa pemberian kinetin bobot kering akar terendah yaitu rata-rata 1,13 g, se-makin tingginya pemberian konsentrasi kinetin bobot kering akar semakin berat. Hal ini diduga adanya korelasi antara panjang tunas dengan bobot kering akar dimana tunas yang terbentuk mampu menyuplai fotosintat yang berasal dari daun yang berguna bagi pertumbuhan akar.

    Bobot kering akar pada perlakuan tanpa pemberian kinetin dan perlakuan pemberian kinetin dengan konsentrasi 5 ppm dan 15 ppm antara entres hijau dengan entres coklat tidak berbeda nyata, sedangkan pada perlakkuan pemberian kinetin dengan konsentrasi 10 ppm dan 20 ppm antara entres coklat dan entres hi-jau berbeda nyata. Pada perlakuan pemberian kinetin dengan konsentrasi 10 ppm bobot ke-ring akar entres hijau lebih berat dari entres coklat yaitu rata-rata 0,54 g, sedangkan pada perlakuan pemberian kinetin dengan konsen-trasi 20 ppm bobot kering akar entres coklat le-bih berat rata-rata 0,55 g dari entres hijau.

    Fenomena ini terjadi diduga sangat berkait-an dengan panjang tunas hasil okulasi. Pada panjang tunas hasil okulasi yang terpanjang terdapat daun dan diameter batang yang relatif lebih besar dari pada panjang tunas hasil okula-si yang lebih pendek. Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan ting-kat tinggi yang menghasilkan gula heksosa yang selanjutnya akan banyak perubahan yang terjadi karena ditranslokasikan ke sel-sel yang lain seperti ke tempat yang aktif tumbuh terma-suk ke akar. Guritno dan Sitompul (1995), menyatakan bahwa bahan kering adalah hasil dari penumpukan fotosintat pada sel dan jaringan tanaman, dimana produksi yang lebih besar akan menghasilkan pertumbuhan organ tanaman yang lebih besar seperti daun dan akar. Selanjutnya Wilkins (1989) menyatakan bahwa, berat kering akar akan bertambah apabila terjadi kelebihan dari hasil fotosintesis yang dilaksanakan oleh tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan akar sangat berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan tunas, karena fotosintat yang dihasilkan daun membantu proses pembentukan akar.

    KESIMPULAN Konsentrasi kinetin 10 ppm dapat me-

    rangsang kecepatan pemecahan mata tunas dan memberikan pertumbuhan yang terbaik pada stum mata tidur entres hijau tanaman karet, sedangkan pada entres coklat konsentrasi kinetin 10 ppm hanya dapat merangsang kecepatan pemecahan mata tunas tetapi untuk pertumbuhannya belum didapat konsentrasi yang tepat karena sampai dengan pemberian kinetin 20 ppm masih menunjukkan peningkatan laju pertumbuhan.

    Untuk mempercepat pemecahan mata tunas pada pembibitan tanaman karet stum mata tidur entres coklat dapat menggunakan kinetin dengan konsentrasi 10 ppm.

    DAFTAR PUSTAKA Bhaskaran,S and R.H. Smith, 1990. Cell Biology

    and Molekuler Genetik Regeneration in Cereal Tissue Culture. Jour. Crop. Science.

    Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2003. Statistik Perkebunan Indonesia Ta-hun 2001 2003. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perke-bunan. Jakarta.

    Gardner, P. F, Pearce, R. B dan Mitchell. 1991 Fisiologi Tanaman Budidaya. Penterjemah Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

    Guritno dan S.M. Sitompul. 1995. Analisis Per-tumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

    Karyadi, N.H.S dan Sunarwidi, 1986. Penggu-naan Stum Akar Tunggang Pendek Seba-gai Bahan Tanaman Karet I. Pengaruh Panjang Akar Tunggang dan Rootone F Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Balai Penelitian Perkebunan Sungai Putih. Su-matera Utara.

    Kusumo. 1984. Zat Pengatur Tumbuh. CV. Yasaguna. Jakarta.

    Kuswanhadi dan I. Boerhendy, 1994. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh dan Pupuk Daun Pada Tanaman Karet di Polybag. Pusat Penelitian Karet Sembawa. Sumatera Utara.

  • Respon Bibit Karet terhadap Kinetin

    ISSN 1979-0228 31

    Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tum-buhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

    Loy, J.B. 1980. Promotion of Hypocotyl Elonga-tion in Watermelon Seedlings by 6 Ben-zyladenine, journal of Experimental Botani.

    Salisbury, F. B dan C.W.Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Alih Bahasa Oleh Diah R Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung.

    Setiawan, D.H dan Andoko, A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

    Soemomarto dan Puji Hardjo. 1982. Pengaruh Berbagai Senyawa Kimia untuk Merang-sang Meleknya Mata Tidur Pada Okulasi Stum Pendek Karet. RC Getas. Salatiga.

    Sutarmi. 1974. Merawat Anggrek. Yayasan Kanisius. Jakarta.

    Wareing. P. F and I.D.J. Philips. 1991. Growth and Diferentation in Plant. Pergamon Press.

    Wilkins, M.B. 1989. Fisiolagi Tanaman. Alih Ba-hasa oleh Mulyadi Sutedjo dan A.G. Kar-tasapoetra. Bina Aksara. Jakarta.

    ------------------------------oo0oo------------------------------