jurnai ilmu so.sial dan ilmu politik · kata-kata kunci: institusionalisasi demokrasi dan demokrasi...

33
JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli, dan November. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, kajian analitis kritis, dan tinjauan buku dalam bidang sosial dan politik. ISSN 1,410-4946 Pelindung: Dekan FISIPOL UGM Ketua Penyunting: I Gusti Ngurah Putra Penyunting Pelaksana: Arie Ruhyanto Bahrudin Erwin Endaryanta Nanang Indra Kurniawan Nyarwi Nurul Aini Penyunting Ahli: Abdul Munir Mulkhan (IAIN Sunan Kalijaga, yogyakarta) Abubakar Ebihara (Universitas Jember, |ember) Ana Nadhya Abrar (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta) Andre Hardjana (Universitas Atma Jaya, Jakarta) Ashadi Siregar (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) Cornelis Lay (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) Heru Nugroho (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) Hotman Siahaan (Universitas Airlangga, Surabaya) Muhajir Darwin (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta) Mohtar Mas'oed (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta) Rizal Malarangeng (CSIS, Jakarta) Pratikno (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) Purwo Santoso (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) Sunyoto Usman (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta) Susetiawan (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) Pelaksana Tata Usaha: Yogi S. Permana, Damar Alamat Penvunting dan Tata Usaha: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, il. Sosio-Justisia, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281. Telp.i Fax: 0274 56Z962, e-mail: [email protected] atau. [email protected] Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan di media lain. Naskah diketik di aias kertas HVS kuarto sekitar 3000-5000 kata dengan format seperti tercantum pada halaman kulit belakang (Pers1,21n12n naskah untuk JSP). Naskah akan di'review'oleh penyunting ahli dengan sistem blind peer revier.tr Hasil review bisa diketahui dalam jangka waktu 60 hari setelah naskah diterima.

Upload: duongthuy

Post on 08-Mar-2019

259 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

JurnaIIlmu So.sial dan Ilmu Politik

Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli, dan November. Berisi tulisan yang diangkat darihasil penelitian, kajian analitis kritis, dan tinjauan buku dalam bidang sosial dan politik. ISSN1,410-4946

Pelindung:Dekan FISIPOL UGM

Ketua Penyunting:I Gusti Ngurah Putra

Penyunting Pelaksana:

Arie RuhyantoBahrudin

Erwin EndaryantaNanang Indra Kurniawan

NyarwiNurul Aini

Penyunting Ahli:Abdul Munir Mulkhan (IAIN Sunan Kalijaga, yogyakarta)

Abubakar Ebihara (Universitas Jember, |ember)Ana Nadhya Abrar (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta)

Andre Hardjana (Universitas Atma Jaya, Jakarta)Ashadi Siregar (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)Cornelis Lay (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

Heru Nugroho (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)Hotman Siahaan (Universitas Airlangga, Surabaya)

Muhajir Darwin (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta)Mohtar Mas'oed (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta)

Rizal Malarangeng (CSIS, Jakarta)Pratikno (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

Purwo Santoso (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)Sunyoto Usman (Universitas Gadjah Mada, yogyakarta)

Susetiawan (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

Pelaksana Tata Usaha:

Yogi S. Permana, Damar

Alamat Penvunting dan Tata Usaha: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas GadjahMada, il. Sosio-Justisia, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281. Telp.i Fax: 0274 56Z962, e-mail:[email protected] atau. [email protected]

Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan di media lain. Naskah diketik di aiaskertas HVS kuarto sekitar 3000-5000 kata dengan format seperti tercantum pada halaman kulitbelakang (Pers1,21n12n naskah untuk JSP). Naskah akan di'review'oleh penyunting ahli dengansistem blind peer revier.tr Hasil review bisa diketahui dalam jangka waktu 60 hari setelah naskahditerima.

Page 2: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu politik ISSN 14104946

Volume 1L, Nomor 7,Juli200T (1-152)

DAFTAR ISI

Institusionalisasi Demokrasi Deliberatifdi Indonesia: Sebuah Pencarian TeoretikMuhammadFaishal 1-30

Islam, Demokrasi, dan HAMSebuah Benturan Filosofis dan Teologis

37-62Najid lauhar

Pilkada Langsung danPendalaman DemokrasiCornelisLay $_92

Dilema Para Politisi di Tingkat Lokal:Antara Mimpi Inovasi dan DemokrasiAmalinda Saairani 93 - 11g

Antagonisme Sosial, Diskonsensus, danRantai Ekuivalensi: Menegaskan KembaliUrgensi Model Demokrasi AgonistikHasrul Hanif

1 19 _ 736

Explaining the Emergence and the Durabilifyof the Right Wing parties:The Case of the Italian Second RepublicKuskridlto Ambardi B7 _ 752

Page 3: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 141,0-4946

Volume L1, Nomor 1, luli2007 (1-30)

Institusionalisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia:S ebuah Pencarian Teoretikl

Muhammad Fqishal2

Abstract

This paper aim to understanding a tranformation of deliberatiaedemocracy installation in lndonesia. The measure of succestf"Uydemocratic society based on two tradition, Jirst from liberal societyand second, from communitarian society. This paper claim thatdeliberatioe categorized are sufficiently in lndonesian politics andhaae a good modality, This paper explored a locsl modality calledpermusyawaratan ( delib er ated) andperwakilan (repr es ent ation)and comparison that with uniaersal terms which came from westerntradition. The main focus is political system which deliberatitsedemocracy making a good home ground. Especially in structuralcontext in lndonesian state body.

Kata-kata Kunci:Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif

PendahuluanDemokrasi tidak lebih dari sekadar bagaimana membuat aturan

main dan terlibat untuk saling mengambil keuntungan di dalamnya.

Terimakasih pada Irsyad Zarnjani atas diskusinya yang berharga tentang keberadaancioil society dalam demokrasi guna mempertajam penuliian ini. -

Mahasiswg 52Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.

Page 4: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu politik, Vol.7'1, No.1., luli2007

Setiap kosakata di dalam peraturan selalu berbunyi kalimat perintahsehingga tertutup bagi masyarakat untuk terlibat dalam pemenuhan tafsiratas segala macam bentuk landasan konstifusional dalam sebuah negara.Hampir seluruh hasil tafsir dan ekspansinya berada dalam otoritas ,1u[r.u.Seperti di Indonesi4 dasar negara Pancisila dan konstitusi atau di sinidisebut sebagai Undang-Undang Dasar 1945, tidak luput dari persoalanmengenai manifestasi demokrasi. Di dalam Pancasili yar,g teidiri darilima sila (fiae princ-iples), pokok besar demokrasi berada paaJsla keempatyang berbunyi " kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat iebijaksanaan daiamp ermusy aw ar atanl p erw akilan" . Siapapun boleh meragukan kalau kalimatitu bernada ajakan untuk membuit sebuah sistem- perwakilan sepertipemilu karena pemilu baru diadakan untuk pertama kali sekitar 10 tihunberselang setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Dalam implementasinya, cara berdemokrasi di Indonesia sejakproklamasi selalu mengalami revisi demi revisi namun selalu saja tidaksubstansial. Kerakyatan dicitrakan sebagai obyek yang akan diperintahberdasarkan kebijaksanaan penguasa. Makn a permusy awar atan direduksi9{ry lingkaran_ konspirasi dan terma perwakilan dijelaskan sebagaikebebasan berpolitik untuk pemilu secara terbatas. Model demokr-asipertama menjadi momentum atas penolakan terhadap makna demokrasibarat meskipun dalam tataran poliiik kenegaraan, pernah mengecap labeldemokrasi liberal. Lalu dianggap tidak sezuai dengan nilai ke-Indonesia-an dan semangat reVolusi, diubahlah menjadi temokrasi terpimpinQuided democracy). Model ini dipersoalkan lagi karena rezim rutu.,1.rt.,y,

legitu alergi dengan demokrasi yang berbau kiri, komunis atau sovietis,dicanangkanlah demokrasi Pancasili. Dari perjalanan demokrasi sejakkemerdekaannya

, _rezimdemi rezim belum peinah melakukan pembibiiande-mokrasi yang berpijak pada nilai lokil atau nasional karena yangdilakukan adalah Pencangkokan dari induk demokrasi yang berkem6an[dalam tradisi barat tetapi tidak bisa berkembang riuh setetln ditanam d-itanah sendiri.

Bahasa d1n gerak tubuh kekuasaan dalam negara telah sekianlama menantang banyak orang unfuk meneorisasikan ilodel demokrasiyang lebih tepat dan kontekstual. Demokrasi seperti disyaratkan oleh

Page 5: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhanrmad Faishal, Institusionalisasi Demokrasi Deliberatif dllndonesia: Sebuah pencarian Teoretik

Schumpeter3 dengan demokrasi proseduralnya atau Dahla cenderungberisi semacam hasil yang sudah matang dan lekas untuk dikerjakan.Keduanya sama-sama menginginkan negara yang terbuka, terkontroldan pasif. Meskipun demikiary negara dalam pola hubungannyadengan masyarakat dalam pengertian luas masih menjadi tujuan yangmenggiurkan untuk diperebutkan. Perbedaan pemahaman untuk melihatnegara sebagai institusi politik dan institusi publik di dalam demokrasibarat yang liberal dengan demokrasi di timur yang illiberal telah membuatdemokrasi, yang sedianya harus dijabarkan dalam sistematika yangrumit, ketika Proses transformasi telah menemukan sumbunya masing-masing, akan terasa sebagai sebuah ajakan yang sederhana. Bagaimanatitik temu antara negara yang bergerak dengan logika "pengatu ran"dengan afirmasi instihrsi publik yang cenderung,bermain dalam logika"ikut mengatur"?.

Demokrasi barat yang dikatakan agung dan sempurna ternyatatidak mampu menjawab tuntas alasan-alasan mengapa mayoritasmendapatkan perlakuan berbeda dengan minoritas. Bagaimana denganinstitusionalisasi demokrasi setelah fenomena gelomb*g demokratisasiketiga?s APu saja yang menyebabkannya tidak begitu berhasil dalampengertian yang lebih mendasar? Maksudnya kualitas demokrasi selama

Dia mendefinisikan demokrasi sebagai sistem di mana rakyat mempunyai peluanguntuk menerima dan menolak pemimpin mereka dengan proses pemilu jrar,g tompetitiflJoseph Schumpeter $9 \ Capitalian, Socialism and Democracy,New York: Harper andBrothers.

Robert Dahl membe-rikan tujuh macam kriteria demokrasi yaitu adanya fungsilegislatif, pemilu berkala yang j.rj"l dan- tanpa paksaan, hak memilih, h;k dipiilh,kebebasan-warganegara menyampaikan pendapat, hak untuk mendapatkan inforrnasialternatif dan mendapatkanperlindungan hukum, hak untuk berseriliat dalam rangkaP:artisipasi politik. Robert A Dahl, Dilemmas of Pluralist Democracy: Autonomy as Conlrol,Yale University Press,1982. hlm 10-11. D-alam bukunya yang laiin, proses plngambilank"pYgtll yang memuaskan yang.dlsebut demokraii harul bertumpu fadal effectioepnrticipation, equali-ty in aoting, gaining'enlightened understanding, exeriisiig fhml'iontroloaer the agenda, inclusion of adults (Dahl, 1998: 38).

9111 T"*injam pendapat Samuel Huntington yang menyebut masa tahun 1974-1990 sebagai masa gelombang demokratisasi ketiga. Selebilinya, saya tertarik untukmenggarisbawahi tigai persoalan utama yaitu legilimasi pada pemerintahan otoriteryang semakin menuyn, hylungan antara pertumbuhan ekonomi dan meningktanyatingkat dan biaya hidup, efek penyebaran alau peniruan usaha demokratisasi. SamuelP Huntington "Democracy's Third Wave" dalam lournal of Democracy, Spring:tgg1,.

Page 6: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. L'1, No. 1, luti 2007

ini hanya dinilai dari kualitas pemilu dan pemerintahan yang tidak lagiotoriter meskipun despotik dan oligarkis. Memang tradisitemokraiibarat bisa menjalankan prosesi demokrasinya dengin lebih mapan dansudah selayaknya mereka bisa bersikap d"*uru. Persoalan b"ru..,yumuncul ketika demokrasi mereka tidak transferable d.an masuk dalamkondisi di mana instalasinya tidak tersediu .r.,t,rk menangkap pesan daritradisi demokrasi barat dalam rangka perbaikan kuaftur- d.u*okrasi.Akibatnya, di negara yang baru lahir pisca PD II memerlukan waktuyang tidak diketahui berapa lama yang dibutuhkan untuk merubahrakyat (people) sebagai citizen (warga negara) yang mengetahui denganbaik apa kewajiban dan haknya.

Tulisan ini akan memaknai demokrasi deliberatif yang datangdari teoretisi barat dengan dua pilihan. Pertama, yang Ueia"[tat dar]tradisi liberal di mana demokrasi mendapatkan *oil"ntumiya darihak individual, dan kedua, beranjak dari tradisi komunitarian yangmemPercayai adanya hak kolektif. Pretensi lain setelah menarikdasar argumentasi kedua tradisi tersebut, perlu dikemukakan modelinstitusionalisasi yang cocok dengan konteks sistem politik Indonesiayang dijelaskan dalam aktualisasi modalitas lokal. Tlrlisan ini akanmengekplorasi lebih dalam persoalan-persoalan institusionalisasidemokrasi sehingga diharapkan memberikin sumbangan teoretik padakonsepsi institusionalisasi demokrasi di luar tradisi barat.

T"ruan utama dari institusionalisasi adalah untuk menghindarifenomena Penumpukan kekuasaan dalam satu institusi JuninggumenemPatkan dirinya dalam personifikasi yang kompleks, terangGidalam iaringan berbasis kapital dan cenderung f,eg"*onik atau da'iamkesempatan lain bisa sangat koersif. Di IndonJsia, *"rnurrg terlalu diniuntuk menyebut telah terjadi pembajakan makna dari logika sila keempatPancasila. Tetapi yang penting saat ini adalah mencobi meresolusikant]** tafsir peng.rutiin mer€gantikan dengan logika tafsir publik yangdeliberatif. Tulisan ini hendak mengajukan pencarian teoretik *"1[u1ulinstitusionalisasi demokrasi deliberatif yangberguna untuk membaigundemokrasi di Indonesia.

Page 7: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, htstitusionalisasi Danokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

Demokrasi Deliberatif: Dua TradisiMengaPa demokrasi deliberatif? Apakah definisinya sudah jelas

sehingga yang diperlukan saat ini hanyalah mempersiapkan instalasinyakemudian mengadopsinya saja? Pertanyaan di atas kadangkalamembutuhkan jawaban yang sama kompleksnya dengan benirkahkualitas demokrasi di Indonesia yang tidak kunjung memudahkanaktualisasi warga negara (citizen) pada pembuatan kebijakan sehingganegara bisa dengan mudah dikendalikan oleh publik, membuktikankesalahan dalam memilih model demokrasi? Perlu dikemukakan di awalbahwa alasan utama untuk membawa demokrasi deliberatif adalah faktasosial politik Indonesia membutuhkan gagasan untuk mengembalikan,menyadarkan dan menyatakan akselerasi warga negaranya. Alasanlainnya, demokrasi deliberatif masih menjadi tema beiar, teori agungyang begitu abstrak yang bisa dikontekstualisasikan pada masing-misingnegara. Institusionalisasinya merupakan tantangan yang bisa dijawabpadl masing-masing masyarakat yang sudah barang tentu mempunyaimodalitas dalam sistem pembuatan kebijakan.

Belum ada yang baku dari model demokrasi deliberatif.Kemungkinan besar disebabkan oleh ruang yang sengaja diberikan untukpenafsiran yang kontekstual. Deliberatif sebenarnya hanyalah upayauntuk memPosisikan tatanan sosial politik agar rurrrui dengan kebutuhinpublik dalam menyentuh efek kebijakan yang dikeluarkan oleh negara dankarenanya baru bisa dinilai ketika sudah bersentuhan dengun konteks.Ketika dia berbicara di dalam realitas dan berbaur dalam interaksi yangterjadi di ranah non-teoretik. Semuanya menyepakati beberapu, .rp"kuntuk menunjuk pada demokrasi deliberatif yaitu: adanya partisipasi(participation), kebebasan dan kesetaraan(liber$ and equatity),ketertarikanpada kebaikan bersama (appeals to the ,o**o, good), ke"inginan untukmelakukan votin g (need for aoting).6,

Beberapa teoris berangkat dari pengalaman dan pembuktiantentang demokrasi dari tradisi yang berbeda. Sebagaimana dit r.,lrkku.,]ohn Rawls yang berpijak pada posisi sebagai oporun dalam kategorisasi

6 David Emannuel Gluy, Social Choice in Deliberatiae Democracyt Tesis pada CarnegieMellon University, Departement of Philosophy, January 2004, revised' August ZOES.Hlm.46.

Page 8: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lumal llmu Sosial dan llmu Politik, Vo\.1.1, No. 1, luli 2007

demokrasi agregasional dari model liberalis sehingga membutuhkanapa yang disebutnya public reason.T Ji.irgen Habermas memberikanlandasan yang lebih normatif dengan memasukkan sifat komunikatifdan emansipatoris dalam demokratisasi.s Kata kunci deliberatif masihterlalu bias untuk mempertemukan pendapat Rawls atau Habermassehingga perdebatan panjang tentang diskursus deliberatif masing-masing tetap membawa pemaknaan yang tidak semua sarjanapendukungnya sepakat dalam satu istilah. Irish Marion Young lebihsuka menyebutnya communicatiae democracye dan Iohn S Dryzek lebihmantap dengan discursizte democracylo Penyokong teori Habermas sepertiBenhabib memberikan titik terang dengan menyatakan bahwa modeldeliberatif dapat mentransendenkan dikotomi antara penekanan liberal

7 Gagasannya tentang public reason melibatkan komunitas politik yang demokratisberlandasakan pengakuan akan saling berbagi prinsip politik tidak hanya pada satudasar konstitusional. Baginya public reasofl merupakan jalan untuk mengerti nilaisaling berbagi pemahaman tentang politik diantara warga negara yang bebas dansejajar dimana tidak ada yang mernaksakan konsepsinya tentang hidup yang baik.jika demikian halnya mereka semua mampu menunjukkan kesantunan demokrasi.Konsepsi Rawls tergantung pada keinginan epistemologis yang menarik deskripsitentang realitas kedalam orientasi yang lain yang bersifat normatif. Di sini Rawlsmelihat ruang publik berbeda dari pengertian deliberatif sesungguhnya. Bagi sebagianorang lainnya konsepsi ruang publik warga negara dari Rawls terbuka bagi ideniitasmereka dan kepentingannya. (Rawls, L996).

8 Habermas sendiri menggarisbawahi bahwa sangat mungkin deliberasi politik dantransformasinya ke dalam struktur akan membentuk masyarakat yang total danmemintanya sebagai pengganti bagi persinggungan antara tujuan deliberasi padasebuah keputusan di manh memperlukan tempat yang disebut justifikasi kontekstualyang diatur oleh prosedur demokrasi yang inkonvensional dan tidak'terarah. Di sinipembentukan opini publik berada dalam pencarian kontekstual (context of discoaery)(Haberma s, 1996: 307).

e Iris Marion Young menolak bahwa norma deliberasi tidaktah netral, cenderungassertkse dan konfrontasional dalam wacana. Norma tersebut dilihat Young lebih darisekadar eksplorasi temptatif atau tempat bertemunya beberapa kepentingan. Dalampandangan yang lebih antagonistik mengenai keberadaan ruang publik, dia sampaipada kesimpulan bahwa deliberasi adalah kompetisi (Young, 1996:123). Posisinya yangterbaru dapat dilihat dalam Iris Marion Young, From lnclusion and Democracy, OxfordUniversity Press, 2001.

r0 Discursiae Dentocracy mempunyai karakteristik: pluralistic yang menolak upayapenyeragamari den$an menghapus perbedaan, reflcxiae yang mempertahankantradisi, transnational, kapasitas untuk memperluas keluar batas-batas negara, ecological,membuka diri untuk berkomunikasi dengan wilayah non-manusia, dynanic, terbukapada perubahan (Dry2ek,2000: 3).

Page 9: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lumal llmu Sosial dan llmu Politik, Vo\.1.1, No. 1, luli 2007

demokrasi agregasional dari model liberalis sehingga membutuhkanapa yang disebutnya public reason.T Jiirgen Habermas memberikanlandasan yang lebih normatif dengan memasukkan sifat komunikatifdan emansipatoris dalam demokratisasi.s Kata kunci deliberatif masihterlalu bias untuk mempertemukan pendapat Rawls atau Habermassehingga perdebatan panjang tentang diskursus deliberatif masing-masing tetap membawa pemaknaan yang tidak semua sarjanapendukungnya sepakat dalam satu istilah. Irish Marion Young lebihsuka menyebutnya communicatiae democracye dan Iohn S Dryzek lebihmantap dengan discursiae democracylo Penyokong teori Habermas sepertiBenhabib memberikan titik terang dengan menyatakan bahwa modeldeliberatif dapat mentransendenkan dikotomi antara penekanan liberal

7 Gagasannya tentang public reason melibatkan komunitas politik yang demokratisberlandasakan pengakuan akan saling berbagi prinsip politik tidak hanya pada satudasar konstitusional. Baginya public reason merupakan jalan untuk mengerti nilaisaling berbagi pemahaman tentang politik diantara warga negara yang bebas dansejajar dimana tidak ada yang memaksakan konsepsinya tentang hidup yang baik.Jika demikian halnya mereka semua mampu menunjukkan kesantunan demokrasi.Konsepsi Rawls tergantung pada keinginan epistemologis yang menarik deskripsitentang realitas kedalam orientasi yang lain yang bersifat normatif. Di sini Rawlsmelihat ruang publik berbeda dari pengertian deliberatif sesungguhnya. Bagi sebagianorang lainnya konsepsi ruang publik warga negara dari Rawls terbuka bafi iden[itasmereka dan kepentingannya, (Rawls, L995).

8 Habermas sendiri menggarisbawahi bahwa sangat mungkin deliberasi politik dantransformasinya ke dalam struktur akan membentuk masyarakat yang total danmemintanya sebagai pengganti bagi persinggungan antara tujuan deliberasi padasebuah keputusan di mana memperlukan tempat yang disebut justifikasi kontekstualyang diatur oleh prosedur demokrasi yang inkonvensional dan tidak'terarah. Di sinipembentukan opini publik berada dalam pencarian kontekstual (context of discoaery)(Habermas,1996:307).

e Iris Marion Young menolak bahwa norma deliberasi tidakiah netral, cenderungassertiae dan konfrontasional dalam wacana. Norma tersebut dilihat Young lebih darisekadar eksplorasi temptatif atau tempat bertemunya beberapa kepentingan. Dalampandangan yang lebih antagonistik mengenai keberadaan ruang publik, dia sampaipada kesimpulan bahwa deliberasi adalah kompetisi (Young, 1996:123). Posisinya yangterbaru dapat dilihat dalam Iris Marion Young, Froru lnclusion and Democracy, OxfordUniversity Press, 2001.

to Discursiae Dentocracy mempunyai karakteristik: pluralistic yang menolak upayapenyeragamari dengan menghapus perbedaan, refltxiae yang mempertahankantradisi, transnational, kapasitas untuk memperluas keluar batas-batas negara, ecological,membuka diri untuk berkomunikasi dengan wilayah non-manusia, dynantic, terbukapada perubahan (Dryzek, 2000: 3).

Page 10: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, hrstitusionalisasi Demokrasi Deliberatif di lndonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

pada hak individual dan kebebasan sedangkan demokrasi menekankanpada formasi kolektif dan keinginan baru untuk membentuk formasitersebut.ll

Tidak bermaksud untuk menyudahi perdebatan terminologideliberatif dan hubungannya dengan demokrasi apalagimengintegrasikannya. Secara umum, demokrasi deliberatif mempunyaipengertian utama sebagai proses pembebasan, saling berbagi makna,pluralisme dan adanya pengakuan terhadap semua varian demokrasi. Jikamenyangkut definisi, umumnya disebut sebagai asosiasi hubungan yangdiperintah oleh deliberasi publik di mana para anggotanya saling berbagikomitmen unfuk meresolusi masalah secara kolektif melalui rasionalisasipenilaian publik. Dalam menjalankan fungsinya, terdapat penghargaankepada institusi dasar (asli) sebagai legitimasi sejauh institusi tersebutdidirikan dalam framework untuk deliberasi publik (Cohen, 1989:17,21).

Demokrasi deliberatif menjustifikasi dan menolak asumsi dasarbahwa demokrasi tidak lebih dari sekadar proses dalam pemilihanumum karena dalam pembuatan kebijakan publik setelah pemilu, harusmelalui serangkaian komunikasi yang berorientasi pada kesetaraandialog daripada selesai setelah perhitungan suara. Posisi tawar publiklebih besar daripada suara mereka dalam pemilu meskipun tidak begitusaja mengesampingkan hasil perolehan yang sah dalam pemilu. Usahaini bertujuan unfuk membatasi munculnya kepentingan mayoritasyang mendominasi kebijakan yang menguntungkannya. Cenderungmanipulatif guna merealisasikan agenda dari para pemenang dalamProses pemilu. Hal ini mirip sebagai kritik terhadap sebab munculnyakekuasaan oligarki atau nepotisme dan kolusi dalam pelaksanaankekuasaan. Pendeknya, talk-centric adalah acuan penting sebagai instalasidemokratisasi dari sekadar aoting-centric dan mengedepankan alasan(r easonable) daripada angka-angka (numer able) .

Banyak .persoalan dan dilema yang muncul dari pengakuanatas sistem pemilu sebagai sarana demokrasi satu-satunya yang akanmenempatkan pemenang untuk membuat afuran yang mengikat,sehingga pemilu dianggap sebagai alat untuk melahirkan otoritasbaru yang koersif. Ada penentu kebijakan tunggal atau jaringan yang

" lgrru Benhabib, (1,996) "Toward a Deliberative Model of Democratic Legitimacy". Hlm,77.

Page 11: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurual llmu Sosial dan llmu Politik, VoL 11, No. 1, luli 2007

terbungkus dalam pola patronase yang berperan aktif sebagai pihak yangmempermainkan aturan main. Demokrasi deliberatif tidak mengakuiadanya otoritas yang menjadi penentu kebijakan tunggal yang tercermindalam kekuasaan. Peran negara harus dibatasi dan dengan begitu, publikmempunyai kekuasaan untuk menolak perilaku negara yang bertujuanmempromosikan konsepsinya tentang tuntunan hidup yang baik. Akibatperan negara dalam penentuan kebijakan terbatas maka diperlukanklausul yang sifatnya tidak mengikat di antara partisipan. Kebijakanpublik harus didasarkan pada kepentingan partisipan yang terdiri dariberbagai macam subyek seperti individu, institusi, kelompok sosial-politik, budaya, agama dan sebagainy4 yang bertugas untuk menciptakandiskursivitas dalam pengambilan kebijakan publik.

Proses deliberasi melibatkan partisipan yang bisa ditafsirkansebagai pelibatan diri, subyek yang turut serta atau individu dan kelompokyang menjadi bagian dari proses itu sendiri. Preferensi partisipan tidakpaten atau gioen karena ketika terlibat dalam proses politik, maka hasilsementara dari proses politik tersebut dimaknai sebagai hasil adaptasidalam rangka perluasan pengaruh dari masyarakat kepada bentukotoritas yang mengikatnya (Sunstein, 1991). Beredarnya berbagaimacam kepentingan dalam proses politik mengakibatkan wacana daripartisipan akan bertransformasi secara resiprokal. Preferensi masing-masing partisipan banyak dipengaruhi oleh harapan untuk mewujudkankebaikan yang bisa dinikmati bersama. Adapun jenis kepentin Bdrt, tujuan,dan bentuk dari kompromi yang ideal untuk kebaikan bersama sangatditentukan oleh meluasnya dan diterimanya gagasan deliberasi sebagaiacuan bersama untuk direfleksikan dalam ruang publik' Deliberasimerupakan legitimasi dari proses politik.

Deliberasi sebagai agenda menuntut berlakunya kesetaraan dalamruang publik. Kesetaraan tidaklah diartikan sama seperti halnya hak untukmemberikan suaranya dalam pemilu dengan perdefinisinya seperti latarbelakang pemilih, mekanisme pemilu, atau sebagai warga negara. Dalammodel demokrasi prosedural, perlakuan yang sama di muka hukum danpolitik misalnya, masih menyisakan persoalan yang kronis karena aktoryang memiliki sumber daya melimpah bisa mempunyai akses yang lebihmaksimal untbk mendapatkan keuntungan pribadi. Tidak mudah untukmerealisasikan tuntutan kesetaraan dalam interaksi sosial sehinggaperlu diperjelas kesetaraan dalam pengertian penyampaian hak yang

8

Page 12: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, htstitttsionalisasi Demokrasi Deliberatif di lndonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

argumentatif di wilayah publik. Lynn Sanders (1997:350) menyatakanbahwa dalam deliberasi dibutuhkan tidak hanya kesetaraan dalamdistribusi sumber daya dan jaminan adanya kesempatan yang samauntuk mengartikulasikan argumentasi, tetapi irga kesetaraan dari apayang disebut 'epistemological authority' dalam kapasitas untuk membuatargumentasi. Beberapa sarana yang diperlukan adalah pendidikan,sistem institusi yang bisa menjamin terselenggaranya komunikasi, danakses informasi tak terbatas. Ketiga sarana tersebut berpengaruh besarpada tuntutan kesetaraan dari bahasanya Sanders yang kurang lebihbisa diartikan sebagai otoritas penopang kognisi sehingga distingsiantara kualitas argumentasi dan pengetahuan dapat diminimalisir danmenghasilkan pandangan intersubyektif yang kompetitif dan logis.

Deliberasi dalam bidang politik menawarkan notasi partisipatifyang ideal di mana kemamprur, iktor politik bisa diselaraskan dengantuntutan partisipan untuk menghasilkan konsensus-konsensus politikdalam rangka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bersama lewat kebif akanpublik. Dengan demikian, demokrasi tidak bisa lagi dimaknai sebagaikendaraan untuk mewakili agregasi kepentingan individual melainkansebagai jalan untuk menciptakan arena publik yang mampu meredamkonflik melalui dialog daripada penyelesaian yang dilakukan oleh tubuhkekuasaan (Giddens, 7994: 16; Coheru 2001: 231). Ruang publik yangterbuka, pengakuan pada argumentasi dan keterlibatan partisipan dalamProses politik menjadi representasi baru dari optimalisasi peran individu,institusi dan konsitusi dalam kehidupan politik. Proses ini mempunyaifungsi sebagai pengendali titik kompromi dengan otentitas dalam kontroldemokrasi yang substansial bukan sekadar simbolisasi saja (Dryzek,2000a: 1).

Sungguhpun demokrasi deliberatif tidak bisa dipisahkansebagaimana pengaruhnya dari demokrasi liberal, deliberasi politikmeletakkan tempat pertemuan tradisi liberal yang individual dan tradisikomunitarian yang kolektif. Pertentangan yang sama jrg, bisa diberikanpada dua tradisi di atas. Rawls lebih rnewakili semangat yang diletakkanoleh lohn Locke tentang demokrasi sebagai "kebebasan untuk modern" dirnana hak milik pribadi dan tegaknya aturan hukum menjadi sandarannya.Sementara J. J. Rosseau yang menegaskan "kebebasan untuk masa laiu"lebih sosiologis dengan memberikan jaminan kebebasan politik yangsetara dan memegang nilai-nilai kehidupan publik (Mouf{e,2000: 3-4).

Page 13: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol. LL, No. 1, luli 2007

Fungsi deliberasi sebagai proses pengalihan kapasitas individualmenjadi warga negara mempunyai persamaan dengan bagaimanamemposisikan kedudukan ciailiare (orang di luar struktur negara) untukbergerak dalam legitimasi ruang yang disebut ciail society. Keduanyamembutuhkan prasyarat untuk bisa dioperasionalisasikan. Perihal yangutama adalah menentukan legitimasi prosedural yang harus disediakandengan pembuatan keputusan secara kolektif. ArtinyA dibutuhkanketerlibatan setiap orang atau perwakilan yang mewadahi kepentingankonstituen yang bersandar pada perhitungan rasional dan telah berprosesdalam debat imparsial. Dialog yang dimaksudkan adalah dialog yangmampu mewadahi intersubyektivitas di antara warga n egara, dalam ruangpolitik yang terbuka dan memasukkan tingkat partisipasi semaksimalmungkin. Kesetaraan politik dan hukum jrgu membuat harus dituntunoleh kompetensi moral. Masuknya moralitas sebagai salah satu preferensilebih tepat diasumsikan untuk menghindari mekanisme yang tumpangtindih antara orientasi pragmatis dari partisipan-mayoritas dengan suarap artisip an-minoritas.

Sebagai sebuah proset deliberasi membutuhkan tempat berteduhsehingga diperlukan iklim yang membuah:rya bisa berjalan dengan baik.Deliberasi politik bisa memanfaatkan lokalitas sebagai ruang untukmembangun proses dan segenap pemenuhannya dengan relatif lebihintensif sedangkan di luar lokalitas hanya ranah simbolik sebagai efeksamping dari keadaan lokal. Klaim utama ketika berbicara tentangprosedur deliberasi adalah landasan rasionalitas. Pemenuhan hakindividu, pengakuan identitas kelompok, dan legitimasi demokrasi yangdiwakili oleh kedaulatan warga negara. Bagaimana mungkin, lokalitasyang mempunyai pbmbatasan terhadap hak individual bisa terlibatdalam deliberasi?

Demokrasi deliberatif mempercayai intersubyektivitas yang bisadidefinisikan sebagai kekuatan pembangkit komunikasi. Akar deliberasimenurut Rawls dan Habermas mempunyai ikatan kuat dari hubunganantara demokrasi dan liberalisme yangbekerja dalam masyarakat modern.Universalitas demokrasi terletak pada pencapaian nilai-nilai sehinggapemberdayaan dimensi lokalitas sangat penting. Deliberasi kemudianditempatkan sebagai proses yang bergelut dalam ruang yang lebih kecilsembari membawa tema-tema besar demokrasi. Penerus teoritisi deliberatifseperti Cohen dan Benhabib irgu menekankan pentingnya rekonsiliasi

10

Page 14: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, Institttsionalisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah pencarian Tboretik

yang dalam tulisan ini dimaknai sebagai bertemunya kesepakatan antaranilai demokrasi yang dibentuk dan dijalankan dari lingkup yang palingmikro.

Model InstitusionalisasiSaya menawarkan model institusionalisasi dalam kerangka pikir

pertama, demokrasi merupakan sistem kolektivitas. Tentu peitanyaanpenting yang terlebih dulu harus diperjelas adalah bagaimana hubunganyang ideal antara negara political society, dan cioil society?. Secara tefas,hubungan ideal dari ketiganya masih membutuhkan stimulato. y*gberupa institusi. Karena pada gilirannya, institusi menjadi penjiminterselenggaranya mekanisme demokrasi. Dalam sebuah kondisi di manakolektivitas berfungsi sebagai penyangga moralitas dalam artian yangpaling realistis, bukan mengurusi persoalan privasi individu tetapi publik,integrasi antara kolektivitas sebagai manifestasi nilai-nilai dengin hakinvidual sebagai pernyataan sifat partisipasi akan menghasilkan atributbaru berupa tekanan yang lebih besar pada posisi tawar ciail society.

Kedua, negara bukanlah entitas monolitik yang menjadi ruangperebutan antara ciail society denganpolitical society .Negara menggerakkanadministrasi, pemerintahan, dan birokrasi, serta mempunyai-kekuatanhirarki yang begitu penting untuk men;'alankan teUilakan. Negaratidak berproses dalam ruang lingkup kecil di mana produksi kebijakanmenjadi satu-satunya legitimasi untuk mengatur publik dan warganegara, melainkan menjaga akselerasi dari interaksi dan pergulatindalam Perumusan kebijakan di arena ciail sociefy dengan beberapa catatanpenting, di antaranya keseimbangan, kemandirian, dan kebebasan yangharus meniadi landasan bagi segenap argumentasi yang dipertentangtandi ranah publik.

Diri dua kerangka pikir di atas, maka model institusionalisasi bisadilakukan pada lima wilayah yaitu: pertama, sistem pemerintahan dalampengertian eksekutif yang mempunyai aparat sebagai kepanjangan tangandalam mengelola administrasi kenegaraan. Sifat yang haruJ diberikanpada pemerintah adalah pengambil kebijakan yang mempunyai statusresmi (fficial), Tingkat kewenangannya disusun berdasarkan fungsiyang melekat pada masing-masing instansi pendukungnya baik pudu

17

Page 15: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vo\.1.1, No.'1, luli 2007

pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Pembenahan yang utamadalam metode perwakilan tidak dapat menafikkan keberadaan danrelevansi pemilu.

Kedua, sistem perwakilan dan partisipasi dihadapkan padakenyataan bahwa selepas pemilu partisipasi warga negara disalurkanmelalui media massa atau saluran politik lewat parpol dan organisasinon-pemerintah. Di sini, sistem perwakilan dan partisipasi hendakmenjawab kebuntuan fungsi parpol dan pengaktifan fungsi parlemendan memperkuat posisi tawar institusi publik lainnya dalam rangkapartisipasi.

Ketiga, sistem peradilan dan regulasi di mana yang berperandalam mengatur mekanisme keadilan, memutuskan afuran main, danmenegakkannya berada pada perangkat tidak saja lembaga peradilan,melainkan meluas pada interkoneksitas dari lembaga sejenis lainnyamelampaui kewenangan dalam bidang hukum saja sejauh menyangkutregulasi yang mempunyai daya ikat. Termasuk konstitusi, undang-undang dan peraturan-peraturan.

Keempat, sistem interaksi publik yang digerakkan oleh variabelyang kompleks seperti kompetisi, konflik, kompromi, rekonsiliasi dankerjasama. Ruang publik direvitalisasi sehingga lebih berperan besardalam mengakomodasi setiap latarbelakang sosial, ekonomi dan budayapada masing-masing individual dan kelompok baik yang beraktualisasimelalui institusi yang eksklusif atau kolektif dan inklusif.

Kelima, sistem evaluasi dan monitoring menjadi perihal yang utamakarena menyangkut keberlangsungen, perbaikan dan pelaksanaan semuaaktor yang terlibat di dalam sistem-sistem di atas yang terbungkus dalamsistem pengambilan keputusan. Evaluasi menjadi fungsi yang melekatpada masing-masing aktor dan monitoring diartikan lebih dari sekadarkewenangan yang tidak tertulis untuk memberikan opsi tandingan dalamrangka mengontrol aturan main yang ada.

Kelima ranah institusionalisasi sistemik di atas dapat dibagi dalam3 model dasar institusionalisasi demokrasi deliberatif yaitu networkingcapacity untuk arena sistem perwakilan-partisipasi dan interaksi publik.Official decission bagi arena pemerintahan dan peradilan-regulasi. Lalucontrol mechanism .yarrg dilakukan dalam arena evaluasi-monitoring.Bagaimana operasionalisasi dan instalasinya di Indonesia? Apa saja faktorpenghambat dan pendorongnya?

t2

Page 16: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhantmad Faishal, Institusionnlisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah pencaian Teoretik

Pemerintah, Goaernance, dan NegaraPerlu didudukkan pengertian pemerintah sebagai administrator

negara dengan Soaernance yang lebih tepat disebut sebJgai seni, tatacaraatau penadbiran kekuasaan. Negara menjadi ru-u.i* bentuk ataubungkus besar dari pemerintah dan goaernance.Pemilihan ketiganya perluuntuk membuktikan bahwa kekuasaan negar a (state)bukanlal terbentukdari rangkaian panjang penguasaan oleh satu kelompok tertentu, kelas,ataupun aparafusnya sendiri. Negara dengan demikian menawarkandirinya sebagai bagian dari kemenyeluruhan proses di mana kekuasaanmenjadi titik awal untuk dibagi.

gambil keputusan resmi (pemerintah) hanyabisa menempatkandiri sebagai fasilitator dengan mengambil langkah yangber sifateticiiuntukmenilai anggota sebuah kelompok dan catatin *iru Llrnyu. Di sampingitu juga mengambil peran yang bersifat facititate guna mengklari*asIanggota dan kelompok yang menjadi partisipa. dungun tujuan untukmengurutkan penilaian-penilaian yang mereki kemukikan. Selanjutnyamengadakan comparatiaely assess untuk mencari instifusi dalam UerUagaik9l9mpok yang ada dan menjelaskan apa yang menjadi tujuan *"."fu.Akhirnya membuat reporf untuk membentuk kerangka penilaian danancangan keputusan lalu mengembalikannya pada pr.iiripur, untukdikoreksi. Itu semua merup4kan petunjuk daii bekerlanya pemerintah.

Kaitan antara ketiga oknum pemerintah, 'goirrronrr,

dannegara bertujuan-untuk mengantarkan deliberasi pa,Ca-sisi yang palingmenguntungkan bagi pemberdayaan warga .regu.i. Konsep teJaUataiq:..1" dls-inggu^ng di sini karena negara *u*p.r.ryai kapasitas untukdiidentifikasi. simbol-simbol dan arena dari perge.akur, r.,ugrra dalamruang internalnya diperjelas oleh Crockerl2 bisa dilakukan lari empatlevel: Pertama, level grassroots (akar rumput) atau kelompok yu"g

12 David A. Crocker, "Deliberative ?articipation: The Capabiiities Approach andDeliberative Democracy",Institute for Phiiosophy & Public policy School of publicAffairs, Universify. of Maryland,2004. Partisipaii membutunkun t"juu.r, pror"r, agen,dampak, dan nilai. Konsepsinya mengenai partisipasi aeuuerltii'lubih'b..sifat ?tikdengan mengandalkan input warganag-era di mana input ini dimengerti sebagai acualy^19. didapatkan dari contingery!-aaluitiort, focus g-r.orps, atau castiig of banois suUujuiopini yang didapatkan dari hiafing publik uiuu poitir,g.

13

Page 17: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Polrtik, VoL 1"1, No. 1., luli 2007

langsung saling berhadapan dalam keseharian. Pada tingkat ini, lokalitasmenempati posisi sangat penting untuk memunculkan diskusi publik,deliberasi politik keseharian dan pembuatan keputusan. Dalam kelompokini terdapat state aparatus lokal (pemerintah) dan ciail society. Ruangnyabisa komunitas perkotaan atau penduduk pedesaan termasuk sekolahdan institusi lain yang berada dalam wilayahnya.

Level kedua adalah institusi pertengahan (middle institution) yangberfungsi untuk mengkoordinasikan dan membangun kapasitas anggotadari kelompok akar rumput. Bentuknya yang paling nyata adalah intervensipemerintahan melalui keputusan politik atau jaringan birokrasinya.Stratifikasi kewenangan pemerintah yang membuat kantong-kantongperwakilan tingkat kecamatan, kabupatery provinsi sampai pemerintahpusat bergerak untuk melakukan aktifitas administratif yang bergerakbersama agen-agennya dalam sisi korporasi kapital dan kekuatanpolitik penopangnya. Dalam level ketiga, tingkat nasional, pemerintahannasional, peraturan pemerintah yang meliputi kaki-tangan lembaganegara eksekutif, iegislatit judisial, lembaga administrasi, dan korporasidalam skala nasional. Dan level keempat, pada tingkat Global melaluiorganisasi G fo G, PBB, WTO dan organisasi internasional lainnya.

Dalam konteks pemerintah, seperti yang sudah dibahas diawal, lokalitas merupakan ranah penting dalam optimalisasi deliberasi.Lokalitas yang dimaksud di sini adalah ruang yang sistemik danmempunyai keunikan, kekhasan, dan kemandirian yang relatif bertahandengan model dan perjuangannya sendiri. Lokalitas tidak cair meskipunada potensi bahwa kekuatan lokalitas bisa dimanipulasi sedemikianrupa sehingga muncul aksentuasi primordialisme sebagai stigma yangmembuat setiap aktor lokal bisa saling bertikai. ]ika dulu penyebabutamanya adalah kekuasaan politik yang sentralistik yang didukung olehpiranti yang berdaya koersif dan hegempnik tinggi. Akibatnya saluranpolitik, sosial dan budaya menjadi tersumbat dan mengalir dalamskaia kecil melalui serangkaian perlawanan sporadis dalam berbagaibentuknya. Belakangan ini muncul usaha dari elit lokal untuk menguasaiberbagai sumber daya dengan memanfaatkan sentimen kekerabatan,primordialisme, dan oligarkisme. Nyaris tidak pernah terdengar usahauntuk mendefinisikan ekosistem politik lokal yang bisa dibayangkansebagai wilayah di mana polarisasi kekuasaan terjalin bukan dalam

t4

Page 18: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, Institusionalisasi Demokrasi Deliberatif d.i lnd.onesia: Sebuah Pencarian Teoretik

sentralistik atau bipolar melainkan terajut dari partisipasi aktif dari aktoryang mendiami wilayah tersebut.

Ekosistem politik lokal bisa ditumbuhkan dengan berbagaimacam cara yang semuanya sangat tergantung pada kontinuitas lemb aga-lembaga sipil dan keterlibatan partisipan dalam setiap produk regulisidan menuntut keberpihakan pada kebutuhan publik dalam skala yangluas. Partisipasi publik bisa dilakukan dalam tindakan monitoring danevaluasi dalam tiga tahap. Pertama, dalam diri individu harus dibangunkesadaran akan hak sosial-politik. Pengetahuan tentang hak bukanhanya diperoleh dari interaksi dalam sebuah kelompok yang kecil ataudengan melibatkan diri dalam berbagai aktifitas berbasis komunitas.Memanfaatkan media yang ada secara optimal sebagai referensi unfukmenata orientasi pada penyampaian keluhan dari skala mikro sekaliguskritik atas implementasi sebuah kebijakan.

Kedua, dibentuknya perwakilan yang independen dan aspiratifyang bisa berwujud dalam organisasi kemasyarakatan. Fungsinya sebagaipenghubung antara kepentingan komunitas-komunitas dengan advokasikebijakan di tingkat legislatif. Organisasi ini harus didukung dengankemampuan profesional di berbagai bidang terkait sehingga mampumemberikan kontribusi yang bersifat solutif. Ketiga, mengembangkansistem politik yang terbuka untuk mendialogkan berbagai kepentinganyang dibawa oleh semua pihak. Dalam ranah masyarakat sipil, perluditingkatkan kapasitas untuk mengontrol dan mengendalikan perilakuindividu dan kelornpok. Sedangkan di wilayah eksekutif-legislatif,mereka perlu mengasah kemampuan untuk menangkap tekanan dan

Deliberasi potitik sangat penting dalam membangun ekosistempolitik lokal di samping upaya untuk meletakkan porsi yang sama padadeliberasi sosial. Deliberasi politik di ranah lokal masih menyisakanpersoalan pada,sektor polity. Politisi cenderung berjalan di atas logikanyasendiri dan kemungkinan akan merespon jika gejolak sudah meledak. Inipula yang menyebabkan pemerintah lokal tidak mendapatkan kesulitanketika merangkul lebih banyak tokoh informal masyarakat sebagaiujtlng tombak peredaman konflik yang signifikan. Seringkali persoalanlemahnya partisipasi sipil membuat elit lokal memanfaatkan jaringanuntuk memPertahankan hegemoni atau kekuasaannya dengan bantuandari level yang berbeda.

15

Page 19: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol. 1L, No. L, luli 2007

Dalam ranah politik lokal, apa yang sudah dikerjakan melaluipemekaran atau otonomi daerah di Indonesia masih menyisakan persoalanpada keberadaan elitl3 yang masih mendominasi. Tidak sepenuhnya ha1

tersebut buruk karena bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan instrumenpemerintahan seperti yang dilakukan oleh rezim Orde Baru di manakelompok teknokratla menemukan relevansinya. Pemekaran banyakdiusahakan oleh kepentingan elite lokal yang tidak lagi mendapatkantempat penting di pemerintahan pusat. Para elite ini mempunyai jaringanyang baik untuk memobilisir kekuatan yang digunakan untuk menekanpemerintah pusat. Deliberasi politik bisa dilakukan dari membangunekosistem politik lokal karena lokalitas masih menawarkan pluralitasdiskursus yang bisa berdampak langsung pada aktualisasi lembaga-lembaga publik untuk berbagi pemaknaan dalam pembuatan kebijakanpublik dengan pemerintah daerah. Dalam politik lokal, potensi untukmengadakan dialog yang intensif membuka kemungkinan politik bisadimengerti sebagai proses untuk mempertemukan perbedaan sekaligustetap mempertahankan kolektivitas sebagai perkembangan dari kesadaranhak individual.

Ruang Warga dan PublikDalam sebuah kesempatan ketika saya menanyakan perihal ruang

publik di salah satu kabupaten di ]awa Timur, birokrat di sana denganantusias menyatakan bahwa daerahnya sudah membuat Perda tentangruang publik yang nantinya membuka ruang seluas-luasnya taman kota

13 Elit politik mempunyai karakter seperti kartel yang sudah dikondisikan sejak masapemerintahan Soeharto dan mempengaruhi parpol dan parlemen. Elit politik kartelmemberikan perlindungan bagi anggotanya ketika terjadi kompetisi. Pemimpinpolitik atau pemerintahan kemudian hanya sedikit mempunyai wewenang untukmemerintah. Slater menyatakan bahwa pemerintahan gagal untuk mengentaskan diridari krisis sosial ekonomi karena elit politiknya tidak mampu bergerak bersama tetapisesuai perintah dari patron dan jaringannya. Dan Slater, "The Ironies of Stability inIndonesia", Social Analysis, Volume 50, issue 1, Spring 2006, hlm 208-2L3, BerghahnJournals.

ta Takashi Shiraishi, "Technocracy in Indonesia: A Prelirninary Analysis" RIETIDiscussion Pap'er Series 05-E-008;National Graduate Institute for Policy Studies, Maret2006. Teknokrasi pada masa Orde Baru mengawinkan latar belakang akademik dankeahlian teknis dengan tiga prinsip utama yaitu keseimbangan budget, modal terbuka,sistem tukar yang selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.

T6

Page 20: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, htstitttsionalisasi Dentokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

dan tempat-tempat seperti ruang birokrasi untuk diakses sepenuhnyamenjadi milik publik. Apu hubungan antara warga dengan publik? Sangatmungkin keduanya berangkat dari landasary lebih tepatnya tradisi daripembuatan sistem perfukaran informasi, pembicaraan sehari-hari ataumemanfaatkan media perkumpulan sebagai ruang untuk menyampaikanbeberapa hal.

Konsep kewargaan dan kepublikan hampir senyata denganrespon kolektivitas terhadap kebijakan. Apapun yang dilakukan olehnegara, kewargaan dengan jelas mendefinisikan dirinya sebagai bagiandari kelompok masyarakat yang tahu bagaimana harus mempersiapkandiri menghadapi segenap kemungkinan dari pihak-pihak luar yangingin mengaturnya. Kewargaan seperti halnya kepublikan bertemudi persimpangan jalan menuju partisipasi politik. Masyarakat wargaidentik dengan organisasi masyaraka! keagamaan atau lembaga adatdan itu berbeda dengan model publik di mana tarikan, ikatan, ataukecenderungan emosionalnya tidak begitu terlihat.

Demokrasi deliberatif jrgu membicarakan soal moral, akantetapi saya perlu menyelesaikan perdebatan di atas bahwa kewargaanmenyumbang makna bagi institusionalisasi deliberasi sementarakepublikan, meski harus dipertimbangkan ulang hanya diberikan ruangaktualisasi dalam persoalan yang bersentuhan dengan negara saja.Kompetensi moral bisa diproduksi oleh nilai dan norma partisipan.Terkait iklim yang akan menumbuhkannya adalah fakta bahwa dalamlingkungan sosial partisipan terdapat nilai-nilai pluralisme. Etikahomogenitas pada akhirnya menjadi tujuan penting dari pluralismenilai. Sekiranya penjelasan utama dari bangunan legitimasi yangdidasarkan pada pluralisme nilai menjawab tuntutan bahwa setiaporang mempunyai kesetaraan (Gutmann and Thomps on, -1.996;

Cohen,1,996 102). Hubungan kausalitas antara etika dengan kompetensi moralmembutuhkan. justifikasi sehingga implementasinya di dalam interaksimasyarakat bisa berjalan dinamis dan tetap mengacu pada aturan mainyang ada. Tidak menjadi persoalan jika yang mendominasi itu satu ataudalam lingkup minoritas yang memegang kendaii dari nilai-nilai yangdianggap lebih tinggi. Misalnya di kelompok Islam sendiri, NU danMuhammadiyah baru bisa bertemu ketika ada gelombang masuknyawahabisme. Meskipun dalam sejarahnya, pertemuan tersebut tidakmeromantisir dan menjadikan NU dan Muhammadiyah bersatu dalam

77

Page 21: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal Ilmu Sosial dan llmu Politik, Vol. 1L, No. 1", luli 2007

gerakan sosial keagamaan. Dinamisasi pluralisme yang dijabarkan dalamkesetaraan mempunyai perbedaan dengan analogi kepentingan individusama dengan orientasi partisipan dan secara umum akan menggambarkankolektivitas. Justifikasi bagi demokrasi deliberatif bukan terletak padamodel prosedural yang exclusionaryly tetapi mengacu pada relasi dialogisdengan tujuan mendeliberasi nilai instrinsik yang didasari rasionalitas(Bohmann,2000: 251).

Kompromi, rekonsiliasi, atau sekadar romantisasi membufuhkanlegitimasi prosedural yang dapat berlaku lebih substantisial jika dalamoperasionalisasi disertai pemenuhan janji atau jaminan yang spesifiktentang perilaku politik warga. ]enis argumentasi yang dijadikanprasyarat dari klaim individu yang rasional harus terdaftar sebagaibahan pengujian publik. Atau paling tidak mampu menunjukkanpada publik akan validitas intersubyektif dalam skala mininal. Darisini, kewargaan lebih menekankan pada dimensi lain dari kolektivitasindividu yang menyalurkan pendapatnya melalui media-media kultural,keagamaan atau ekonomi sehingga bangunan argumentasi mereka lebihcenderung dipercayakan pada pemimpinnya tetapi tidak lantas hal inibisa membuktikan bahwa argumentasi elit mereka adalah hasil darikemandirian berpikir dan menyatakan maksud sebagai pribadi.

Baik ruang kewargaan atau kepublikary keduanya masuk dalamwilayah cioil society yang mengakui adanya ruang privasi, political,asosiasi warga serta jaringan di antara mereka. Di dalamnya terdapatpemenuhan kapasitas tentang bagaimana cara mengorganisir diriuntuk membangun komunikasi yang akan mendorong individu untukmembentuk, menegaskan dan menyosialisasikan identitasnya. Dalamtaraf tertentu, sangat mungkin partisipasi mereka akan memantapkanjejaring solidaritas untuk berelasi dengan kekuatan lainnya dalampembuatan kebijakan. Pemikir yang berbasis komunitarianisme semisalEmitai Etzioni masih mempercayai bahwa ciail society bisa menjadiharapan bagi demokrasi karena dia membuat tempat di mana komunitasafiliatif relatif lebih netral dari tarikan kepentingan individu atau negarayang determinan dengan tujuannya.

Demokrasi deliberatif mempersembahkan gambaran perludiklarifikasi karena memuat inkonsiitensi ketika menyinggung posisicirsil society sehingga untuk membidik sasaran sebe.ri*ya, perludikemukakan maksud dari proses deliberasinya. Skalanya bisa dipilah

l8

Page 22: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, Institusionalisasi Dennkrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

dalam dua kategorisasi yakni dari skala mikro yang berkonsentrasi padapendefinisian dan pendiskusian forum deliberatif dan kondisi idealnyasementara dari skala makro (diskursif) lebih terkonsentrasi pada bentukyang tidak teratur dari deliberasi yang terdapat pada ruang publik. Dalamskala terakhir, ]iirgen Habermas dan ]ohn Dryzek menekankan padaadanya bentuk tidak berstruktur dari deliberasi di mana wacana sangatbebas berkeliaran namun bisa mengikat antara satu dengan lainnya.lsBagaimanapury wilayah cioil sociefy perlu dipilah sebagaimana dilakukanoleh Jan Kubicki6 sehingga keberad aan ciail society dalam demokrasideliberatiflT lebih dekat dengan sasaran pada masing-masing tradisi yangsudah terinstalasi dengan baik pada tiap-tiap negara atau kebudayaan.

Pembicaraan akan dilanjutkan untuk menjawab bagaimanapartisipasi bekerja dalam konteks deliberasi? Partisipasi bekerja untukmerumuskan fujuan, proses, agensi, akibat, dan pencapaian nilai. Kaliini saya lebih tertarik untuk memasukkan warga (ciaic) daripada publikdengan pertimbangan utama, warga merupakan partisipan yang egaliter,

ls Colin Farrelly, An lntroduction to Conteruporary Political Tfu0ry, Sage Publications,2004,Bab 7 Deliberative Democracy. Dia menyebut legitimasi hukum bagi semua warganegara. ]iirgen Habermas misalnya, tetap memelihara konsep tersebut karena hanyaperaturan yang menjadi klaim legitimasi dan bisa bertemu dengan kesepakatan warganegara dalam proses diskursif legislasi untuk membuat peraturan menjadi legal.Sementara bagi ]oshua Cohen, gagasan mendasar legitimasi demokratis aclalah otoritasuntuk memunculkan negara dari keputusan kolektif dari seluruh anggota masyarakatyang akan memerintah dengan kekuasaan yang diberikannya (Cohen, 1996:95).

r5 Mereka mempercayai tiga tipikal dasar definisi d,ari cioil society yaitu sebagai gagasannormatif is frequently used in discussions on a historically evolved and/or normatively(un)desired arrangement of social relationships in a modem Western societ,v. Sebagairuang publik yang institutionally protected from the state's arbitrary encroachment.within which individualscan freely form their associations. Sebagai organisasikelompokatau asosiasi yang mempunyai karakteristik sekunder, bukan primer seperti keluargatetapi lebih luas yaitu keluarga besar (batih). Juga terbuka dan inklusif pada aktivitasyang dilakukan secara transparan . Grzegorz Ekiert and Jan Kubik, "Civil Society FromAbroad: the Role of Foreign Assistance in the Democratization of Poland". Paper no 00-01, Februari 2000, Weatherhead Center for International Affairs, Harvard University

17 Carolyn Hendriks, "The Ambiguous Role of Civil Society in Deliberative Democracy",paper presented to the ]ubilee conference of the Auslralasian Political StudiesAssociation, Australian National University, Canberra, October 2002. Konsep cluilsociety bisa ditelusuri dari kajian tentang komunitarianisme, gerakan sosial baru, modalsosial, demokrasi asosiatif, dan demokrasi deliberatif. Ambiguitas maknanya terlihatseperti dalam pembedaan antara ruang publik dengan komunitas.

79

Page 23: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol. 1'L, No. 1., luli 2007

lebih heterogen dalam pemikiran dan pendapat sementara merekajrga mempunyai kapasitas untuk memilih institusinya. Dalam prosespengambilan kebijakan, pendapat dari warga akan digunakan sebagaipreferensi langsung dalam bentuk kontingensi politik yang berlakuumum dan mereka cenderung mampu untuk melakukan klasifikasiberdasarkan afiliasi kelompok dan terfokus pada upaya perluasan opinike wilayah publik. Sebelumnya perlu dibahas mengenai posisi individusebagai warga, pemilitr, dan partisipan. Deliberasi warga dalam skalalokal lebih menjanjikan meskipun kadang tampak despotik dan terlaluhirarkis karena didominai oleh elit lokal dalam struktur masyarakat yangpaternalistik. Tetapi yang menarik adalah bagaimana menjadikan potensitersebut mampu berfungsi dengan baik.

Fenomena yang kadangkala muncul dalam demokratisasiprosedural sekalipun adalah penolakan dari elit terhadap tuntutandemokratisasi yang didasari oleh ketakutan akan hilangnyalegitimasi mereka sehingga terjadi perlindungan yang ekstrem untukmempertahankan polarisasi dalam lokalitas menjadi hubungan elit-massa,asli-pendatang, dan patron-klien. |ika mendasarkan model kesadaran hakalaliberalis, tampak ada usaha anti-demokrasi dari aktor lokal. Penetrasidari luar ke dalam wilayah atau lingkungan sosial-politiknya berafeksipada proses horisontal yang merupakan kombinasi kekuatan antarakelompok dalam kaitan dan wilayah yang sama dengan vertikal melaluikelompok di tingkat yang lebih tinggi.

Ketakutan elit mesti dimaklumi tetapi bagaimana merubah sifatdasar penguasaan mereka atas argumentasi warga menjadi fasilitatorperbedaan yang baik? Individu yang telah melalui proses deliberasi bisamembagi peran yang berbeda berdasarkan kepentingannya. Richardson(2002) menyatakan bahwa setiap individu harus menikmati kebebasanberbicara, berserikat, dan berpartisipasi dalam politik. Adanya hak dankewajiban yang sama antara berbagai level ini memungkinkan terjadinyaperlindungan hukum. Kebebasan politik berarti mengizinkan individuuntuk berdiskusi dan berdebat untuk menentukan prioritas atas pilihan-pilihannya. Rasionalisasi atas pilihan mengacu pada preferensi individusebagai aktor dan partisipan dalam pengambilan keputusan.

Dalam model yang dibuat oleh Richardson, afiliasi dalam kelompokmerupakan hasil deliberasi politik dari individu yang irasional denganberbagai distingsi pandangannya. Timbulnya greget institusionalisasi

20

Page 24: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhamnud Faishal, Institusionalisasi Demokrasi Deliberatif di lndonesia: Sebuah pencarian Teoretik

dari kelompok kemudian melahirkan rancangan kerja. Mereka i,rg,akan mendiskusikan tujuan yang akan dicapii dan dryelaskan aufrmkesepakatan informal. Sebelum menyampaikan hasil kesepakatan kepadaPengambil keputusan terlebih dulu melalui proses pencapaian komiimendari warga sebagai syarat untuk menilai dan menegasksan kepentinganpartisipan. Bohman (1996) menawarkan jawaban dari p".roulur.,sebagaimana Penting posisi deliberator dan apa fungsinyaZ OetitreratormemPunyai kemamPuan untuk mengadaptasikan individualisme dalammengartikulasikan kesetaraan politik dari nilai, norma, dan orientasiyang dibayangkan ideal. Deliberator bertindak selaku inisiator untukmenSSelar dialog publik dalam isu dan tema-tema yang bisa menarikbanyak kepentingan di ranah publik. Bohman kemudiir, .i".y"but perandeliberator sebagai "the back-and-forth exchange of reasons,; sementaraRichardson agak berbeda dengan terma "sift[iigl ,irto6 and arguments,,.Keduanya sama-sama mempunyai akar yang-kuat dalam misyarakattradisional atau kelompok yang komunitaris.

Kendala yang sering ditemui adalah sifat dari mayoritas yangbiasanya tidak membutuhkan atau kurang memiliki kepenfingan untufmelakukan deliberasi pada kelompoknya. Semuanya serba tergantungdari isu dan kepentingan yang dibawa ke ruang publik. Miyoritairelatif tidak mempunyai tendensi untuk banyak L"ibi.u.u dan tidakingin diatur, berbelit-belit, dan kurang praktis dengan dialog. Isu yangdibawa dan akan diperdebatkan di ruang publik terlebih dulu aiUuatmenarik dan mampu mengangkat permasalahan yang mempunyai garispersinggungan langsung dengan publik. Partisipan berpotensi untukmenerapkan perilaku strategis dengan maksud untuk *"nge.,ali berbagaimotif politik yang tampak ketika berlangsung dalam perdebatan pubilk.Menurut Habermas, perilaku strategis termasuk bagiin dari rasionalitasinstrumental yang bersifat inferior. Baginya, untuk mengkomunikasikanrasionalitas semestinya setiap gagasan dari partisipan hirus dihadapkankembali situasi real sehingga perilaku straiegis bisa terbentuk dengansemestinya. Ketika gagasan partisipan sudah muncul dalam bentut<konvensi sosial, argumentasi yang rasional akan menuntut hasil akhirberupa komitme. yi.,g jrgu rasional

Sosialisasi dari .komitmen tetap bermuara pada kemampuan.individu untuk mengadakan sensor-diri sebagaimana mereka jrgubutuh publisitas atau ruang gerak dalam privatisaii nilai yang *er-,disJ.i

21

Page 25: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, VoL 71, No. L, luli 2007

argumentasi yang rasional tersebut. Sedangkan perilaku strategis lebihberkonotasi pada komitmen yang didominasi oleh partisipan yangmenghasilkan argumentasi yang rasional bukan dalam pengertiankuantitas. Apabila semua partisipan berperilaku strategis, maka prosesdeliberasi bisa menghasilkan kerja-kerja yang efektif dengan tujuanmendapatkan pengakuan publik sekaligus dukungan dalam penyampaianhasil konvensi, konsensus, atau komitmen.

Konstitusi, Institusi dan Fungsi DeliberatorDeliberasi politik akan berlaku optimal dengan redesain konsep

permusyawaratan melalui institusi politik dan publik. Bagaimana upayatersebut bisa optimal? Apu jug, yang dimaksud dengan perwakilan?Dan apakah yang bisa disediakan oleh konstitusi? Dalam pandanganNino dalam bukunya The Constitution of Deliberatioe Democracy (7996),demokrasi merupakan konsepsi normatif yang berakhir dalam dirinyasendiri sehingga demokrasi bisa menjadi kendaraan untuk menciptakanmasyarakat.ls Berangkat dari pengertian ini, pembuatan keputusan olehmayoritas harus melalui proses deliberasi sesuai dengan kepentinganmoral daripada sekadar refleksi individual. Thtanan konstitusionalharus sejalan dengan proses pendirian tatanan yang bertugas untukmencukupi kebutuhan publik sehingga hak individu atau kelompok tidakdiperkeruh dalam lingkungan yang anarki. Di saat yang sama tatanankonstitusional lrrgu terlibat untuk membatasi kekuasaan pemerintah gunamenghindari tirani penguasa. Dari perspektif lainnla, Dworkin (7999)lebih berkonsentrasi pada konstitusionalisme sebagai pengendali tiranidari mayoritas dalam negara. Pengakuan atas otonomi individual dankonsitusi harus melindungi hak-hak individu menimbulkan paradoksikaldengan munculnya istilah "kesulitan mayoritas". Keberadaan mayoritasdalam demokrasi memang tidak begitu saja diartikan mencerminkanadanya interpretasi konstitusional yang diadopsi dari moral mereka. Hak

18 Carlos Nino menegaskan bahwa komitmen pada hak azasi manusia dibutuhkandalam demokrasi atau constitutionalism. Secara-khusus, dia membagi nilai demokrasidalam instrumental atau instrinsik dan prosedurai atau substantif. Dalarn DeliberatiaeDemocracy and Human Rights, Harold Hangju Koh dan Ronald C Slye. Yale Univ Press,

. New Haven and London,1999.

22

Page 26: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, htstitttsionalisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

untuk memberikan interpretasi konstitusional tetap ada dalam wilayahpublik yang harus memenuhi sifat-sifat dialogis.

Demokrasi konstitusional menurut Dworkin menolak premismayoritas sebagai pihak yang mengingkari tujuan demokrasi dengankeputusan kolektif sebagai rujukannya. Pluralitas warga negara harusmenjadi bahan dasar pembuatan informasi dan rasionaliasi dari setiapkeputusan. Demokrasi sebagai keputusan kolektif dibuat agar dijalankanoleh institusi politik di mana struktur, komposisi, dan prakteknya harusmelingkupi semua anggota komunitas sebagaimana dilakukan atasindividu dengan kesetaraan perhatian dan respeknya. Holmes (7999)menawarkan kontekstualisasi, sejaratr, dan tesis fungsionalis bahwalegitimasi konstitusional berangkat dari pengalaman hidup real. DiamemPercayai pencarian filosofis dan legitimasi moral harus menjadipengendali atas apa yang terjadi di wilayah real. Konstitusi dilihatsebagai satu-satunya bagian bangunan negara yang mempunyai hakuntuk menghakimi dan mengatur tatanan masyarakat. Konstitusi tidakbisa dibiarkan lahir sebagai sebuah prosedur alamiah melainkan darikonstruksi obyektif atas kealamiahan itu sendiri.

Deliberasi jika dilakukan menurut konstitusi bisa saja berlangsungdengan catatan harus terdapat institusi yang membuka usaha deliberasisehingga dapat mempengaruhi partisipan untuk menentukanpreferensinya masing-masing. Keberadaan aturan sendiri adalah untukmembatasi partisipan dalam berkeputusan agar tidak semata hanyadidasarkan pada kepentingan pribadinya (Elster, 2001: I37-7ZS). Dalamskala yang lebih luas, masyarakat politik (polity) selaku partisipan jugamendapatkan perlakuan yang sama. Kedekat an polity dengan prosesPengambilan kebijakan kadangkala mempunyai tendensi tertentusehingga kekhawatiran aktor politik akan mengambil keuntungan pribadibisa diminimalisir. Mereka harus diikat bersama-sama subyek partisipanlainnya dan metumuskan bagaimana membuat keseimbangandi bawahsuasana inklusif dan sejajar (Young, 2001:26). Usaha deliberasi dalamranah publik menjadi tanggungjawab partisipan dan menempatkan aktoryang memPunyai preferensi mandiri setidaknya mampu membuat setiapkesulitan dalam proses dialogis mampu terjembatani dengan baik.' Konstitusi dalarn proses pembentukan dan implementasinyawajib mengakomodasikan partisipasi. Adanya partisipasi akanmentransformasikan individu untuk menjadi warga negara yang

23

Page 27: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol. 11, No. L, luli 2007

demokratis. Menurut Habermas (1996) warga negara tidak memulaibentuk gagasan politik dengan bersih dan konsisten tetapi deliberasimemberikan fasilitas untuk membangun gagasan baru yang lebih baik danmengutarakannya dengan harapan dapat diterima oleh publik. Dengan ituwarga negara dapat mengklarifikasi kepentingan dan kebutuhan dirinya.Partisipasi dalam skala yang intensif dan menggairahkan tergantungpada suasana di dalam ruang publik di mana kontribusi terbesar dalamrelasi partisipan-pengambil kebijakan mempunyai tekanan yang lebihbesar pada ciail society.Ranah ini berbeda dengan institusi negara partaipolitik, parlemen, dan birokrasi dan selebihnya organisasi yang terpusatpada pasar dan produksi ekonomi meskipun garis demarkasi di antararuang pembeda mereka masih dalam perdebatan.

Modalitas lokal yang dominan sebagai salah satu bagian deliberasipolitik adalah musyawarah. Secara sederhana, permusyawaratanmerupakan afirmasi penegasan otoritas individu untuk berbagipemaknaan dengan memanfaatkan kolektivitas sebagai ruang yangdinamis. Aspek yang penting dari prosesi musyawarah adalah sistemyang sudah terbentuk dan menyejarah dan sudah dimiliki oleh masing-masing kelompok. Meskipun tidak bisa dipungkiri masih ada yangperlu diselesaikan yang erat kaitannya dengan social dilemma di manaterdapat dua persolan yang paradoks yaitu proses pencarian yangdilakukan seringkali rasional bagi seseorang tetapi tidak bagi lainnya.Pencarian seseorang juga harmful bagi kepentingan kelompok. Persoalantersebut lebih banyak disebabkan oleh, pertama, anggota (partisipan)menggunakan tradisi lisan untuk mengetahui komitmen asli dalamkerjasama dan tanggungjawab yang bertujuan untuk melindungi yanglainnya. Kedua, tradisi lisan mampu menciptakan norma berdasarkankepentingan kelompok di mana seseorang dapat melihat kepentinganpribadinya dalam atau sebagai kepentingan setiap anggota kelompoklainnya. Deliberasi pada keduanya bisa berguna untuk menghasilkanempati (Mendelberg: 2001 ).

Dalam pembakuan istilah rekonsiliasi antara nilai universaldemokrasi dan modalitas lokal, tidak bisa serta-merta dihubungkanpada sintesis antara lokalitas dengan modernisasi yang mesti diukurdalam norma yang universal. Sebaliknya rekonsiliasi adalah usaha untukmempertemukan antagonisme nilai demokrasi yang ada dal am masyarakattertentu. Rekonsiliasi dibutuhkan dalam kerangka pencapaian titik

24

Page 28: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, Instittrsionalisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

kompromi dari lalu-lintas wacana yang berkembang. Jika dalam lokalitasterdapat nilai-nilai yang bertentangan dengan liberalisme, maka tidakperlu dilakukan konversi untuk mengubahnya menjadi modern sehingganilai demokrasi yang disyaratkan bisa berjalan baik. Meskipun demikian,Benhabib sepertinya mencatut adanya dikotomi antara penekanan liberalpada hak individual dan penekanan demokrasi dalam formasi kolektifatau keinginan untuk berkelompok.

Perwakilan dalam pemahaman yang paling sederhana adalahha9il penunjukan dari beberapa kelompok untuk bertemu dengankelompok lainnya guna menyuarakan kepentin gdrt, menegosiasikandan mengawal hasil keputusan yang dibuat bersama-sama. Perludirumuskan kembali dari sisi teknis bagaimana perwakilan bisa menjadimanifestasi kepentingan publik? Dryzek mendeskripsikan lebih terangbahwa pilihan publik bertujuan untuk menghitung biaya aktivitaipolitik sehingga menguntungkan individu dan kelo*pot daiam aktifitaspolitik. Dalam aktivitas politik yang menjadi modaliias penting adalahketerlibatan usaha secara berkelompok daripada peranan individu dalamkuantitas partisipasi. ]ika ada sedikit kelompok yang terlibat, maka harusdiusahakan bagaimana membuat sosialisasi dari argumentasi yang telahdibangun oleh partisipan kepada publik.

Perwakilan tidak lagi bisa diharapkan bisa menampung usulanminoritas atau mengesahkan pengakuan terhadap pluralitas dan hak-haklokal apabila ditetapkan sebagai mekanisme yane dicukupkan denganmenggelar pemilu. Perwakilan adalah media publik untuk *unegaskunpartisipasi dan konstitusi bisa memainkan peran penting sebagai

Pelyangga legalitasnya. Deliberasi politik bisa menjadi pangkal yangbaik. Sekalipun demikian harus diperhatikan kritik dari Chantat Vtouffe(2000) yang menyebut deliberatif sebagai agonistic pluralism. Mouffemelihat dari asumsi bahwa "political" memtnjuk pada dimensi antagonisdalam hubungan antar manusia berdasarkan hubungan sosialnya.Sementara "politics" mengindikasikan praktik, wacana, dan institusi yangberkepentingan untuk membangun tatanan dan mengorganisir manusiidalam kondisi yang sangat konfliktual. oleh karena "politics" sangatterpengaruh oleh "political", deliberasi politik sendiri seharusnya bekerjadalam level-level yang berbeda. Realitas politik membutuhkan legitimasidan akan memproduksi perilaku aktor untuk mendinamisir igregasikepentingan. Aktualitas "politics" dalam bingkai geografis, demogrifir,

Page 29: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol. 77, No. 1, luli 2007

dan sejarah menempati porsi tersendiri untuk diberikan apresiasi. ]ikaaktualitas "politics" ini diabaikan, bisa dicurigai justru keterlibatan"politics" hanya unfuk mengendalikan "political" dan membawa upayadeliberasi politik ke arah yang menyimpang.

Dari skema perputaran kepentingan sebagai politisi dan legislatoryang menyatu pada individu memungkinkan relasi antara konstituendengan orientasi politik terjembatani dalam dialog yang memperlukanruang publik dan harus berada di wilayah ciail society. Proses yang tengahberjalan sampai saat ini menempatkan fungsi legislator dan politisiberada dalam satu ruang privat bernama DPR dan agenda pluralisme,perwakilan, distribusi, dan konstifusional dicukupkan dalam satu ruangbemama negara, parpol, dan korporasi ekonomi. Deliberasi politikmelalui institusi menghasilkan refleksi dan desain ulang atas maknapermusyawaratan. Kapasitas institusional menyumbang peran yangsignifikan karena demokrasi deliberatif masih mempercayai institusidan konstitusi sebagai bagian demokrasi sebagaimana pemilu yangmenempatkan individu untuk menggerakkan institusi. Dengan demikianupaya untuk menghindari kesalahan dan melakukan refleksi kritis atasfungsi MPR diharapkan mampu mengembalikan permusyawaratansebagai titik pertemuan segala kepentingan bangsa tanpa disparitaskarena semua mendapatkan akses yang sama untuk memanfaatkannyasebagai ruang perdebatary sosialisasi, dan menghasilkan konsensus.

Di manakah letak deliberator? Perlu dipahami kalau demokrasideliberatif hampir semuanya bertendensi untuk mengajukan mediamassa sebagai ruang yang lebih efektif. Setidaknya jangkauan dan dayadoktrinasinya lebih mengena dalam mengubah pandangan dan opinipartisipan. Media massa yang partisan tentu begitu jauh dari kewajibantersebut karena cara dan mekanisme kerjanya dibungkus oleh tendensiunfuk membuka perdebatan searah. Meskipun demikian, media massasepartisan apapun sepanjang tidak dimiliki oleh organisasi atau institusipolitik apapun seperti pemerintah dan parpol hampir pasti memilihpragmatisme pasar sebagai ideologinya. Hal ini bisa menguntungkandeliberasi karena fungsi deliberator tidak terpaku pada subyek yangmenempati berbagai wilayah dan tingkatary melainkan berada di ruang-ruang di mana subyek berada dan berkepentingan untuk berinteraksi didalamnya.

26

Page 30: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishnl, Institusionalisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia: Sebuah Pencarian Teoretik

KesimpulanDeliberasi politik tidak menutup diri dengan segala atribut

demokrasi yang sudah dibangun. Dia menerima pemiluz p€r&rr partai,aktualisasi ormas sampai suara individual dengan memberi catatar, ya.rgfundamental. Dalam keluarga demokrasi deliberatif, peranan deliberasipolitik menawarkan pendekatan yang lebih humanistik, egaliteq,dan akomodatif. Penekanan yang dipegang dengan konsisten adalahperluasan ruang publik dengan memperkaya aktualitas preferensi yangbisa dimanfaatkan oleh individu dalam posisinya sebagai warga negara,partisipan, atau aktor.

Penyelenggaraan model demokrasi yang dijalankan di Indonesiabertumpu pada sila keempat yang mempunyai banyak persoalanpenafsiran. Ketepatan penafsiran atas pranata demokrasi apa yu.g bisabersinggungan dengan realitas politik yang plural. Di tengih hegemonioligarkis dan ketergantungan pada modal serta penguasaanaset pioduksioleh oligarkisme. Memaknai model demokrasi deliberatif menarik danmemberikan ruang apresiasi bagi kontekstualisasi kehidupan demokrasiyang serba mengalami pembaruan demi pembaruan.

Deliberasi politik atas terma permusyawaratan membawakansebuah tawaran untuk melakukan deliberasi politik pada institusiperwakilan tertinggi, MPR dengan harapan bisa memfungsikannyasebagai ruang bertemunya banyak kepentingan yang setara, tanpaadanya diskriminasi dan melegalkan asas keterwakilan pada UPndari keanggotaan legislatif atau perwakilan dari daerah. Timbulnyabanyak persoalan seputar integrasi kekuatan politik prosedural di MPRdan lembaga-lembaga negara lainnya terbukti tidak lagi memberikankontribusi nyata bagi tercdpainya distribusi sumber daya kepada seluruhPenyangga demokrasi di Indonesia. Makna permusyawaratan direduksidalam semangat yang dekaden dan menetapkan interpretasi literal yangsarat dengan kamuflase dan pencapaian-pencapaian politik yang semu.

Aspek lainnya yang perlu ditafsir ulang adalah perwakilanyang tidak memuat logika partisipasi dalam pemberian hak dankewajiban secara mendasar. Model perwakilan dijadikan pemberat bagimasuknya kepentingan individu untuk menguasai sumber daya publikdemi keuntungan pribadi dan kelompoknya. penguasa ini merasamemPunyai hak karena konstitusi juga melegalisasi proses perwakilandalam pengertian pengiriman delegasi, bukan partisipasi dilam artian

Page 31: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol. L1, No. 7, luli 2007

sesungguhnya di mana rakyat terlibat dalam peran dan posisinya untukberadu kepentingan dalam situasi dan kondisi yang setara.

Pembentukan ekosistem lokal pada akhirnya mendesak untuksegera direalisasikan meskipun tidak ada definisi yang deskriptif tentangbagaimana lokalitas mampu memfasilitasi warga dalam skala mikrodengan segenap relasinya dengan berbagai macam kekuatan politik.Paling tidak, apa yang dibayangkan sebagai proses dari deliberasimemungkinkan dimulai dari tahap yang paling awal, mempunyaikedekatan yang intensif dan ruang publik di mana antar aktor, partisiparydan warga negara menemukan ranah yang memungkinkan merekabisa berbagi pemaknaan dengan lebih cepat dan responsif. Ekosistemlokal menjadi tumpuan jika ingin melakukan deliberasi politik yangmempunyai prospek keberlangsungar; kebertahanary dan kemajuandemokratisasi di Indonesia. Sebuah model demokrasi yang berpegangteguh pada penilaian akan potensi masyarakat sekaligus berkaca daripengalaman sejarah yang inspiratif. *****

Daftar Pustaka

Benhabib, Seyla (7996), "Toward a Deliberative Model of DemocraticLegitima cy" , in Democracy and Dffirence: Contesting Boundaries ofthe Political. Prrncetory NJ:Princeton University Press, 67-94.

Bohman, James (1996), Public Deliberation: Plurqlism, Complexity, andDemouacy. Cambridge, Mass.: MIT.

Crocker, David (2004), Participatory Deaelopment: the Capabilities Approachand Deliberatirse Democracy, School of Public Affairs, Universi$ ofMaryland.

Dryzek, John S. (1990 ), Discursiae Democracy: Politics, Policy, and PoliticalScience Cambridge, UK: Cambridge University Press.

28

Page 32: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

Muhammad Faishal, Institusionalisasi Demokrasi Deliberatif di Indonesia: sebuah pe,carian Teoretik

Dryzek, John S. (2000) , Deliberatiae Democracy and Beyond: Liberals, Critics,Contestations. oxford: oxford univeriity preJs.

Dworkiry Roland, "The Moral Reading and The Majoritarian premise,, inKotu Harord longju dan srye, Ronard c ledy Gggg). New Haven& Londory yale University press-

Ekiert, Grzegorz and Kubik, Jan, "Cioil society From Abroad: the Rore ofForeign Assistance in the Democratizatioi of poland,,. paper no 00'-01, Februari 2000, Weatherhead Center for International Affairs,Harvard University.

Etzionf Amitai (1995), The Spirit of Community : Rights, Responsibilities, andthe Communitarian Agendai., [New ed]ed. London: Fontana press.

Giddens, Anthony (7994)!Beyond tyft ya right: the future of radical politics,Stanford: Stanford University press]

cutman, A*y,.1 d Thompson, Dennis (1996), Democracy and Disagreement,Cambridge: Harvard University press.

Habermas, Iiirge n (!l!o), B,etznee:n Fatcts and Norms, trans. wlriam Rehg,Cambridge, UK: polity press.

Hendriks, Carolyn "The Ambiguous Role of Cioit Society in DeliberatiaeDemocracy", paper presented to the Jubilee .o".rf".".r." of theAustralasian Political Studies Association, Australian NationalUniversity, Canberra, October Z0OZ.

Holmes, stephen (1999), "Constitutionarism, lgmocracy and state Decay,,

in Koh, uary]$ Hongju dan srye, Ronald C (ed) oggg).New Haven& Londory yale University press. /

Koh, Harold Hllqy ,:.d, sy:, Ronald c (Lggg), Deriberatiae dernocracy andH,man Rights, yare univ press, New Haven and London.

29

Page 33: JurnaI Ilmu So.sial dan Ilmu Politik · Kata-kata Kunci: Institusionalisasi demokrasi dan demokrasi deliberatif Pendahuluan ... titik temu antara negara yang bergerak dengan logika

lurnal llmu Sosial dan llmu Politik, Vol.'1L, No. 1., luli 2007

Mendelberg, Tali (2001),'The Deliberative Citizen: Theory and Evidence.'InPolitical Decision Making, Deliberation and Participation. Edited byMichael Delli Carpini.

Mouffe, Chantal (2000), Deliberatiae Democracy or Agonistic Pluralism,Institute for Advance Studies, Vienna, 2000.

Rawls, ]ohn (1996), Political Liberalism, New York: Columbia UniversityPress.

Richardson, Henry S. (2002), Democratic Autonomy: Public Reasoning about

the Ends of Policy. Oxford: Oxford University Press.

Sanders, Ly* M. (1997)"Against Deliberation", Political Theory 25, no.3:347-76.

Young, Iris Marion (7997), "Difference as a Resouce for DemocraticCommunication" , in Deliberatiae Demouacy, ed. |ames F. Bohmanand William Rehg. Cambridge MA: MIT Press, 383-406.

Young, Iris Marion (2000), Inclusion and Democracy. Oxford: OxfordUniversity Press.

30