jurding dr kasno1

8
Obesitas sebagai Faktor Resiko Sindrom Syok Dengue pada Anak- anak Maria Mahdalena Tri Widiyati, Ida Safitri Laksanawati, Endy Paryanto Prawirohartono Diambil dari majalah: Paediatrica Indonesiana, Vol. 53, No. 4, Juli 2013 Abstrak Latar belakang. Demam Berdarah Denue (DBD) menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi apabila tidak diobati secara dengan segera dan tepat. Obesitas dapat berperan dalam progress DBD menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS) dan dapat menjadi faktor prognosis. Objektif. Untuk mengevaluasi anak-anak dengan obesitas sebagai faktor prognosis untuk DSS. Metode. Kami melihat kembali rekam medis pasien dengan DHF dan DSS yang terdaftar di Department of Child Health, Rumah Sakit Dr. Sardjito , Yogyakarta antara Juni 2008 dan Februari 2011. Subjek adalah pasien berusia kurang dari 18 tahun dan memenuhi kriteria DBD atau DSS menurut WHO (1997). Kriteria eksklusi adalah Demam Dengue, demam yang lebih ringan dari penyakit, atau infeksi virus lainnya. faktor resiko untuk DSS, dianalisa dengan Analisis Regresi Logistik Hasil. Dari 34 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 116 pasien DS (33,9%) sebagai kelompok kasus, dan 226 pasien DHF (66,1%) sebagi kelompok kontrol. Analisis Univariate mengungkapkan bahwa faktor resiko untuk DSS adalah obesitas (OR=1,88; 95% CI 1,01 – 3,51), tipe infeksi sekunder (OR=0,82; 95%CI 0,41 – 1,63), plasma leakage dengan peningkatan hematokrit

Upload: don-gibson

Post on 30-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jruding

TRANSCRIPT

Page 1: Jurding Dr Kasno1

Obesitas sebagai Faktor Resiko Sindrom Syok Dengue pada Anak-anak

Maria Mahdalena Tri Widiyati, Ida Safitri Laksanawati, Endy Paryanto Prawirohartono

Diambil dari majalah: Paediatrica Indonesiana, Vol. 53, No. 4, Juli 2013

Abstrak

Latar belakang. Demam Berdarah Denue (DBD) menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi apabila tidak diobati secara dengan segera dan tepat. Obesitas dapat berperan dalam progress DBD menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS) dan dapat menjadi faktor prognosis.

Objektif. Untuk mengevaluasi anak-anak dengan obesitas sebagai faktor prognosis untuk DSS.

Metode. Kami melihat kembali rekam medis pasien dengan DHF dan DSS yang terdaftar di Department of Child Health, Rumah Sakit Dr. Sardjito , Yogyakarta antara Juni 2008 dan Februari 2011. Subjek adalah pasien berusia kurang dari 18 tahun dan memenuhi kriteria DBD atau DSS menurut WHO (1997). Kriteria eksklusi adalah Demam Dengue, demam yang lebih ringan dari penyakit, atau infeksi virus lainnya. faktor resiko untuk DSS, dianalisa dengan Analisis Regresi Logistik

Hasil. Dari 34 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 116 pasien DS (33,9%) sebagai kelompok kasus, dan 226 pasien DHF (66,1%) sebagi kelompok kontrol. Analisis Univariate mengungkapkan bahwa faktor resiko untuk DSS adalah obesitas (OR=1,88; 95% CI 1,01 – 3,51), tipe infeksi sekunder (OR=0,82; 95%CI 0,41 – 1,63), plasma leakage dengan peningkatan hematokrit > 25% (OR = 3,42; 95%CI 2,06-5,65), jumlah trombosit < 20.000/μL (OR = 1,95; 95%CI 1,20 – 3,16), dan manajemen cairan yang tidak adekuat dari pelayanan kesehatan primer OR= 9,11; 95%CI 1,12 – 5,59). Dengan Analisa Multivariate, plasma leakage dengan peningkatan hematokrit > 25% telah dihubungkan dengan DSS (OR= 2,51; 95%CI 1,12 – 5,59), dimana obesitas tidak berhubungan dengan DASS (OR= 1,03; 95%CI 0,32-3,31).

Kesimpulan. Obesitas bukan merupakan faktor untuk DSS, ketika plasma leakage dengan peningkatan hematokrit > 25% berhubungan dengan DSS.

Page 2: Jurding Dr Kasno1

Obesitas sebagai Faktor Resiko Sindrom Syok Dengue pada Anak-anak

Maria Mahdalena Tri Widiyati, Ida Safitri Laksanawati, Endy Paryanto Prawirohartono

Diambil dari majalah: Paediatrica Indonesiana, Vol. 53, No. 4, Juli 2013

Latar Belakang

Infeksi dengue adalah penyakit virus dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

pada anak usia kurang dari 15 tahun (86-95%), terbanyak pada anak-anak usia 5-14 tahun.

Prevalensi morbiditas dan mortalitas dari DHF bervariasi pada tiap wilayah, perbedaan terutama

pada status usia pada populasi, densitas vektor, penyebaran virus Dengue rata-rata, prevalensi

serotipe virus Dengue, dan kondisi meteorologika. Faktor resiko yang diperkirakan erhubungan

dengan DSS antara lain kegemukan, trombosit < 20.000/μL, plasma leakage dengan peningkatan

hematorkit > 25%, infeksi sekunder, dan manajemen cairan yang tidak adekuat dari Pelayanan

Kesehatan Primer. Secara teori, peningkatan produksi dari interleukin (IL)-6, IL-8 dan tumor

necrosis factor-α (TNF- α) pada pasien obes mungkin memiliki kaitan dengan DSS, terkait

dengan kebocoran plasma yang progresif pada DHF.

Metode

Kami memperkirakan kemungkinan obesitas sebagai salah satu faktor resiko dari

beratnya penyakit pada pasien DSS dan non-DSS. Subjek berusia kurang dari 18 tahun,

memenuhi kriteria DHF atau DSS menurut WHO (1997) dan terdaftar di Department of Child

Health di Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta dari Juni 2008 hingga Februari 2011. Kami

menetapkan kriteria eksklusi pada pasien yang terdiagnosa Demam Dengue atau infeksi virus

lainnya.

Subjek terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok kontrol yang terdiri dari subjek dengan

HF grade I atau II, uji tourniket (+), 2-7 hari demam, jumlah trombosit < 100.000/mm3 , dan

memiliki tanda positif kebocoran plasma seperti peningkatan hematokrit, efusi pleura, atau

asites. Kelompok kasus termasuk pasien yang terdiagnosa DHF derajat III atau IV, yang

memiliki seluruh kriteria DHF derajat I atau II ditambah gejala syok, seperti denyut nadi lemah,

tekanan nadi menyempit, perfusi jaringan yang buruk, kulit yang lembab, dan penurunan jumlah

urin.

Page 3: Jurding Dr Kasno1

Ukuran sample telah dihitung berdasarkan formula untuk unpaired case control study,

dimana proporsi dari efek terhadap kontrol (P2) adalah 0,24; signifikan secara klinis dengan odds

ratio (OR) adalah 2; α adalah 0,05 (Zα = 1,96) dan β adalah 0,2 (Zβ = 0,842). Subjek minimum

memerlukan 342 anak-anak.

Data dikumpulkan dari rekam medis, laporan klinik berisi data pasien, orang tua, dan

riwayat penyakit. Status nutrisi ditaksir dari BMI (kg/m2) terhadap umur, menurut WHO Grow

Chart (2006).

Faktor determinan adalah obesitas, dimana outcome nya adalah beratnya dengue (DSS

atau DHF). Faktor confounding adalah tipe infeksi, jumlah trombosit, manajemen cairan selama

dirumah sakit primer, serta kebocoran plasma., anak-anak diklasifikasikan obes bila BMI

bterhadap umur > 2 SD, dan non-obese bila BMI terhadap umur adalah ≤ 2 SD. Tipe infeksi

diklasifikasikan baik infeksi primer maupun sekunder. Infeksi primer didefinisikan memiliki

IgM anti-dengue positif. Infeksi sekunder didefinisikan seemimiliki IgM dan IgG anti dengue,

atau hanya IgG anti dengue positif. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit ≥

20.000/μL. Trombositopenia berat didefinisikan sebagi jumlah trombosit < 20.000/μL.

Kebocoran plasma didefinisikan sebagai peningkatan permeabilitas vaskuler, ditandai dengan

asites, efusi pleura dan hematokrit yang meningkat. Kebocoran plasma ringan didefinisikan

sebagai peningkatan hematokrit ≤ 25%, dimana kebocoran plasma berat didefinisikan sebagai

peningkatan hematokrit > 25%. Manajemen cairan di klasifikasikan adekuat pada Peyanan

Kesehatan sebelumnya, jika pasien menerima cairan yang tepat syarat dan prtokolnya,, dimana

sebaliknya diklasifikasikan sebagai tidak tepat syarat dan prtokolnya.

Odds Ratios dengan 95% interval convidence dihitung untuk menaksir hsebuah kaitan

antara obesitas dan beratnya DHF. Studi ini telah diterima oleh Ethics Committee for Medical

Research and Health, Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Hasil

Faktor resiko yang signifikan untuk DSS adalah obesitas, tipe infeksi sekunder, jumlah

trombosit <20.000/μL, kebocoran plasma, kebocoran plasma dengan peningkatan hematokrit >

25% dan manajemen cairan yang tidak adekuat dari Pelayanan Kesehatan sebelumnya.

Page 4: Jurding Dr Kasno1

Diskusi

Secara teoritis, obesitas mungkin dapat meningkatkan beratnya infeksi dengue terkait

dengan peningkatan jaringan adiposa putih (White adipose tissue – WAT) yang mana

meningkatkan produksi mediator. Berikutnya, kebocoran plasma yang progresif menyebabkan

resiko yang lebih tinggi untuk DSS. Penggunaan tebal lipat lemak, secara teori merupakan

perhitungan yang lebih tepat mengukur obesitas. Studi ini tidak menggunakan lipat lemak

sebagai indicator. Mediator (IL-6, IL-8, dan TNF-α) juga telah dipikirkan dapat meningkatkan

permeabilitas kapiler dan mendasari proses progresifivitas dan beratnya kebocoran plasma.

Dengan demikian, studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mendefinisikan secara jelas hubungan

antara obesitas dan DSS.

Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan level hematokrit dan DSS, dimana dapat

disimpulkan bahwa level hematokrit > 46% berhubungan dengna syok pada DHF. Perubahan

nilai hematokrit adalah tanda dari kebocoran plasma dan proses perdarahan. Meskipun

demikian, level hematokrit tidak dapat digunakan sebagai indikator syok pada DHF, karena

hematokrit dipengaruhi oleh perdarahan dan penambahan cairan. Perdarahan dapat menyebabkan

penurunan hematokrit, dimana dehidrasi dan kebocoran plasma dapat menyebabkan peningkatan

hematokrit, gangguan perfusi jaringan, dan berikutnya, syok.

Manajemen cairan yang adekuat pada awal penyakit dapat menurunkan resiko kematian

pada pasien dengan DHF. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa manajemen cairan yang tidak

adekuat bukan merupakan faktor resiko beratnya DHF (OR= 8,10; 95% CI 0,98 – 66,70).

Rendahnya jumlah trombosit dapat menyebabkan perdarahan pada DHF, mempercepat

terjadinya syok. Tetapi pada penelitian ini ditemukan jumlah trombosit tidak berhubungan

dengan beratnya DHF (OR= 0,93; 95% CI 0,43 – 2,02). Berbeda dengan hal tersebut, Dewi et

al., menemukan bahwa pasien dengan DSS sering terdapat trombosit < 20.000/μL dibandingkan

dengan pasien non-DSS (OR = 4,4; 95% CI 1,9 – 9,8). Juga, Kan et al., melaporkan bahwa

jumlah trombosit < 50.000/μL berhubungan dengan timbulnya DSS. Sutrayo menemukan bahwa

terbanyak kasus-kasus syok memiliki jumlah trombosit < 100.000/μL. Hasil berbeda yang kami

dapatkan munngkin terkait dengan data perdarahan yang kurang cukup. Dari 342 subjek, hanya

Page 5: Jurding Dr Kasno1

satu yang tercatat memilvolume perdarahannya. Karena itu, analisa kami terhadap hubungan

antara beratnya perdarahan dengan beratnya DHF tidak valid.

Tipe infeksi bukan merupakan faktor resiko dari DSS dalam studi ini (OR=1,33; 95%CI

0,36 – 4,96). Meskipun demikian, kepercayaan bahwa produksi antibodi selama infeksi dengue

berisi IgG yang menghambat replikasi virus pada monosit, dinamkaan enhancing antbodies dan

neutralizing antibodies. Non-neutralizing antibodies diproduksi selama infeksi primer yang

dapat mengahilkan formasi dari kompleks imun pada infeksi sekunder, yang menstimulasi

replikasi virus. Olweh karena itu, infeksi sekunder dari serotipe yang berbeda dapat

menimbulkan manifestasi DHF yang lebih berat (DSS).

Keterbatasan studi ini adalah koleksi data yang tidak lengkap, sebagai konsekuensi studi

retrospektif menggunakan rekam medic. Kehilangan data termasuk proskekurangan

pempemeriprosedur pemeriksaan rutin, diagnose serologi dari infeksi dengue, dan tidak

lengkapna laporan mengenai manajemen cairan pada masuk rumah sakit yang terdahulu.

Maslaah-masalah ini menyebakan perubahan dan mempengaruhi hasil studi ini. Keterbatasan

lain ari studi kami adalah sedikitnya ukuran IL-6, IL-8, dan TNF-α, sebagai faktor resiko

beratnya DHF (DSS).

Sebagai kesimpulan, studi ini menyatakan baha obesitas bukan faktor resiko untuk DSS,

dimana kebocoran plasma dengan peningkatan hematokrit > 25% berhubungan dengan DSS.