junk food
DESCRIPTION
junk food untuk ilmu giziTRANSCRIPT
Bahaya pada Kemasan Makanan dan Wadah
Makanan Junk food
Pola hidup yang kurang sehat, termasuk pola
makan yang serba instan (fast food atau junk food)
terkadang dapat menimbulkan efek kesehatan bagi tubuh
yang kurang baik. Hal tersebut bisa disebabkan kemasan
atau wadah makanan yang dipakai untuk mengemas fast
food atau junkfood yang kita beli. Bisa saja makanan kita
terkontaminasi bahan kimia yang terkandung dalam
wadah atau kemasan tersebut, yang nantinya akan
membahayakan kesehatan kita. Berikut akan dibahas
mengenai beberapa jenis kemasan yang sering kita
jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari.
Plastik
Plastik merupakan bahan yang paling sering
digunakan untuk menyimpan, atau mengemas makanan.
Dibandingkan dengan kemasan tradisional seperti
dedaunan, plastik memang lebih praktis dan tahan lama.
Namun demikian, plastik memiliki banyak kelemahan,
diantaranya plastik tidak tahan panas dan apabila
penggunaannya salah maka dapat mencemari produk
makanan. Pencemaran ini dapat terjadi akibat migrasi
komponen monomer yang akan berakibat buruk terhadap
kesehatan konsumen. Selain itu plastik juga dapat
menimbulkan masalah bagi lingkungan karena
merupakan bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan
cepat dan alami (nonbiodegradable).1
Sebagian kemasan plastik berasal dari material
polyetilen, polypropilen, polyvinylchloride (PVC) yang
jika dibakar atau dipanaskan akan menimbulkan dioksin,
yaitu suatu zat yang sangat beracun dan merupakan
penyebab kanker disamping dapat mengurangi sistem
kekebalan tubuh seseorang.
Cara agar plastik tetap aman digunakan sebagai
pembungkus makanan adalah dengan mengusahakan
agar plastik tidak berubah selama digunakan sebagai
pengemas makanan sehingga komponen di dalamnya
tidak larut dan mencemari makanan yang dibungkus
dengan bahan tersebut.
Kaleng
Biasanya produk makanan dan minuman junk food
yang dikemas dalam kaleng akan kehilangan cita rasa
segarnya dan mengalami penurunan nilai gizi akibat
1 Nurheti Yuliani. 2007. “Awas! Bahaya dibalik Lezatnya Makanan “ hal. 165
pengolahan dengan suhu tinggi. Satu hal lagi yang juga
cukup mengganggu adalah timbulnya rasa taint kaleng
atau rasa seperti besi yang timbul akibat coating kaleng
tidak sempurna. Namun, yang harus kita perhatikan
adalah bahaya utama pada makanan/minuman kaleng,
yakni tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum, yang
dapat menyebabkan keracunan botulinin bagi
pengonsumsi makanan kaleng tersebut. Tanda-tanda
keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi
kaku, mata berkunang-kunang, dan kejag-kejang yang
menyebabkan kematian karena sukar bernapas.2
Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng
yang tidak sempurna pengolahannya atau pada kaleng
yang bocor sehingga makanan di dalamnya
terkontaminasi udara dari luar. Untungnya, racun
botulinin ini peka terhadap pemanasan. Artinya, toksin
ini akan mati karena proses pemanasan.
Berikut tips agar tetap aman mengkonsumsi
makanan dalam kaleng, diantaranya:
Pilih makanan/minuman kaleng yang kalengnya
masih bagus (tidak penyok).
2 Nurheti Yuliani. 2007. “Awas! Bahaya dibalik Lezatnya Makanan “ hal. 168
Pilih makanan/minuman kaleng yang segelnya
(seal) masih bagus (tertutup rapat).
Usahakan tidak membeli makanan/minuman
kaleng yang berjarak 3 bulan sebelum tanggal
kadaluarsa. Bila sudah terlanjur membeli, anda
masih bisa mengkonsumsinya sebab batas
waktu konsumsi makanan kaleng umumnya 3
bulan sesudah tanggal kadaluarsa.
Sebelum membeli makanan/minuman kaleng,
perhatikan bagian atas/tutup makanan/minuman
kaleng. Bagian atas/tutup tidak boleh
menggembung. Penggembungan ini terjadi
akibat adanya produksi gas oleh
mikroorganisme, yang berarti terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di dalamnya.
Segera pindahkan makanan/minuman kaleng
dari tempatnya begitu dibuka untuk
menghindari pengaruh negatif kaleng.
Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah
menjadi salah satu pilihan yang paling popular dalam
bisnis makanan, termasuk Junkfood. Styrofoam yang
dibuat dari kopolimer styrene ini menjadi pilihan
makanan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap
mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu,
bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan
dingin, tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan
kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya
murah, lebih aman, serta ringan. Bahan ini sering dipakai
sebagai kotak pembungkus untuk makanan catering, mie
instan maupun makanan siap saji lainnya. Namun
demikian, mulai sekarang hendaknya kita berhati-hati
menggunakan bahan ini karena penelitian terakhir
membuktikan styrofoam sangat diragukan keamanannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-
an, diketahui bahwa stiren, bahan dasar dari styrofoam,
juga butadien sebagai bahan penguat, maupun DOP atau
BHT sebagai plasticiser-nya bersifat mutagenik (mampu
mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang
pembentukan sel kanker).
Bahan-bahan tersebut, khususnya stiren, larut dalam air,
lemak, alkohol maupun asam. Semakin lama waktu
kontak dengan bahan ini dan semakin tinggi suhu
makanan di dalamnya, semakin besar pula migrasi atau
perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut
ke makanan atau minuman, apalagi bila makanan
tersebut banyak mengandung minyak dan air. Sifatnya
akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul
akibatnya. Sama halnya dengan plastik, sebaiknya
kurangilah menggunakan styrofoam sebagai
pembungkus makanan terutama untuk makanan panas.
Divisi Keamanan Pangan Jepang, Juli 2001,
mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam
makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat
menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu
penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada
sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat
bahan kimia karsinogen dalam makanan.3 Sementara itu,
CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam,
meskipun bukan gas yang beracun, namun memiliki sifat
mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas
ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini
melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer.
Saat itulah terjadi reaksi yang mampu menjebol lapisan
pelindung bumi atau ozon. Jebolnya lapisan ozon
3 Nurheti Yuliani. 2007. “Awas! Bahaya dibalik Lezatnya Makanan “ hal. 171
tersebut akan menimbulkan efek gas rumah kaca.
Akibatnya suhu bumi meningkat dan sinar ultraviolet
matahari akan terus menembus bumi sehingga
menimbulkan kanker kulit.