junifer siregar, s.pd., m

76
i

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Junifer Siregar, S.Pd., M

i

Page 2: Junifer Siregar, S.Pd., M
Page 3: Junifer Siregar, S.Pd., M

i

Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd

METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING DAN

PENGUASAAN KOSAKATA

Editor :

Drs. Ronald Hasibuan, M.Pd

PENERBIT Yayasan Salman Pekanbaru

2020

Page 4: Junifer Siregar, S.Pd., M

ii

METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING DAN

PENGUASAAN KOSAKATA

Penulis :

Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd

Editor:

Drs. Ronald Hasibuan, M.Pd

ISBN : 978-623-7867-51-7

Design Cover & Layout:

Sulaiman Sahabuddin

Cetakan pertama : 2020

15 X 23 cm

Diterbitkan pertama kali oleh:

Yayasan Salman Pekanbaru

Divisi Publikasi dan Penelitian

Jl. Kesatuan 3 No. 9 Kelurahan Maccini Parang

Kecamatan Makassar Kota Makassar

HP. 0853-4039-1342

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

apapun tanpa ijin

penerbit.

Page 5: Junifer Siregar, S.Pd., M

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan buku yang berjudul

“METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING DAN

PENGUASAAN KOSAKATA” ini dapat diselesaikan dengan

baik.

Buku ini memberikan gambaran tentang metode

pembelajaran brainstorming dan penguasaan kosakata. Tak lupa

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan buku ini.

Penyusun juga berharap agar buku ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya. Namun

demikian, penyusun menyadari bahwa buku ini belumlah

sempurna. Dengan lapang dada dan kerendahan hati penyusun

bersedia untuk diberi saran dan kritik yang bersifat membangun dan

dapat memperbaiki buku ini.

21 Oktober 2020

Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd

Page 6: Junifer Siregar, S.Pd., M

iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar_iii

Daftar Isi_iv

BAB I

PENDAHULUAN_1

BAB II

HAKIKAT KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN

NARASI EKSPOSITORIS_9

BAB III

METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING

MELALUI MEDIA GAMBAR_21

BAB IV

HAKIKAT PENGUASAAN KOSAKATA_39

BAB V

NARASI EKSPOSITORIS SISWA YANG DIAJAR

DENGAN METODE BRAINSTORMING_49

BAB VI

PENUTUP_59

DAFTAR PUSTAKA_61

Page 7: Junifer Siregar, S.Pd., M

1

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai

dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menurut Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA)

khususnya pada aspek menulis adalah siswa harus mampu

mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk karangan

(naratif, deskriptif, ekspositif) (Depdiknas, 2007: 9).

Berdasarkan standar kompetensi tersebut, kompetensi

menulis dijabarkan menjadi beberapa Kompetensi Dasar

(KD), yaitu (1) menulis gagasan dengan menggunakan pola

urutan waktu dan tempat dalam bentuk karangan naratif; (2)

menulis hasil observasi dalam bentuk karangan deskriptif; (3)

menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk

ragam paragraf ekspositif (Depdiknas, 2007: 5-9).

Menulis merupakan salah satu dari pokok bahasan

Bahasa Indonesia, yang bertujuan memberikan bekal

keterampilan dan kemampuan kepada siswa untuk

mengomunikasikan ide atau pesan. Selanjutnya, menulis

Page 8: Junifer Siregar, S.Pd., M

2

adalah suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi)

dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya

(Suparno, 2008:13). Hal itu berarti menulis adalah alat

komunikasi untuk menyampaikan gagasan, ide, dan informasi

dalam bentuk bahasa tulis.

Kegiatan menulis tersebut memiliki tujuan untuk

menyampaikan informasi dan pesan secara lisan maupun

tulisan) dan berpikir, serta menyalurkan kreativitas dalam

mengungkapkan ide, gagasan serta pesan dalam bentuk

bahasa tulis. Selanjutnya menurut Supriyadi dkk (2002:225),

“menulis itu memiliki tujuan artistik (nilai keindahan), tujuan

informatif, yaitu memberi informasi kepada pembaca, dan

tujuan persuasif, yakni mendorong atau menarik perhatian

pembaca agar mau menerima informasi yang disampaikan

oleh penulis.”

Salah satu tujuan menulis adalah memberikan

informasi yang sebenarnya berdasarkan urutan waktu tertentu.

Berdasarkan tujuan menulis tersebut, maka salah satu

karangan yang menginformasikan pesan sesuai kejadian yang

sebenarnya dengan kronologi waktudisebut dengan narasi.

Narasi adalah karangan atau tulisan yang secara khusus

menyampaikan informasi tertentu berupa perbuatan atau

Page 9: Junifer Siregar, S.Pd., M

3

tindakan yang terjadidalam suatu rangkaian waktu. Sementara

menurut Semi (2007:103), “narasi adalah ragam wacana yang

menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.” Sasarannya

adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada

pembaca mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian

terjadinya suatu hal.

Menurut Wibowo (2001:59) narasi adalah bentuk

tulisan yang menggarisbawahi aspek penceritaan atas suatu

rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan kurun waktu

tertentu, baik secara objektif maupun imajinatif. Menulis

narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, narasi

ekspositoris dan narasi sugestif. “Narasi ekspositoris adalah

narasi yang menyampaikan informasi mengenai

berlangsungnya suatu peristiwa.” (Keraf, 2010:136). Artinya,

bahwa narasi ekspositoris merupakan suatu narasi yang hanya

Untuk dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa

dalam pembelajaran bahasa maka peneliti mencoba mencari

beberapa solusinya yakni dengan mengubah metode

pembelajaran dan memberikan latihan menulis secara

maksimal agar kosakata siswa dapat meningkat. Dalam hal ini

peneliti mencoba menerapkan metode pembelajaran

brainstorming dengan memanfaatkan media gambar.

Page 10: Junifer Siregar, S.Pd., M

4

Sejalan dengan penelitian Dedi Kurniawan (2012)

dengan judul “Penerapan Metode Brainstorming Melalui

Pengajaran Remedial Untuk Meningkatkan Keaktifan

danHasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Di Kelas IV

SD Negeri 35 KotaBengkulu”. Penelitian ini menunjukkan

bahwa dengan menerapkan metodebrainstorming hasil belajar

siswa meningkat. Hal ini dibuktikan dengan data yang

menunjukkan nilai rata-ratasiswa sebelum penelitian yaitu

5,7. Setelah menerapkan metode brainstormingnilai rata-rata

siswa menjadi 5,86 pada siklus I dan meningkat menjadi 7,01

padasiklus II.

Brainstorming adalah metode pembelajaran dengan

bentuk diskusi dalam rangkamenghimpun gagasan, pendapat,

informasi, pengetahuan, pengalaman dari semuapeserta.

Berbeda dengan diskusi, yang mana gagasan dari seseorang

ditanggapi(didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak

disepakati) oleh pesera lain, padapenggunaan metode curah

pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.

Metode pembelajaran brainstorming merupakan suatu

cara mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas,

yaitu dengan melontarkan suatu masalah atau topik di kelas

oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan

Page 11: Junifer Siregar, S.Pd., M

5

pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut

berkembang menjadi masalah baru, atau dapat diartikan pula

sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak ide dari

sekelompok manusia dalam waktu yang singkat (Roestiyah

2001: 73).

Pada hakikatnya, kegiatan pembelajaran adalah suatu

proses komunikasi. Melalui proses komunikasi, pesan atau

informasi dapat diserap dan dihayati orang lain. Agar tidak

terjadi kesalahan dalam proses komunikasi perlu digunakan

sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut

media, khususnya media gambar. Menurut Gerlach & Ely

dalam Azhar (2013: 3) ”Media adalah manusia, materi, atau

kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa

mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.”

Media gambar merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kemampuan menulis, siswa dituntut untuk

mengembangkan penalarannya mengenai gambar tersebut.

Peranan media sangatlah penting, yaitu sebagai alat

bantu atau sarana yang dapat digunakan guru dalam

menyampaikan materi pembelajaran. Memanfaatkan media

gambar membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman

yang berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak yaitu

Page 12: Junifer Siregar, S.Pd., M

6

dengan menyajikan warna-warna yang sesuai dengan

kesenangan dan perkembangan mereka sehingga memicu

berpikir secara konkret, yaitu anak yang berusia 7-12 tahun.

Dimana anak usia SD berada pada tahapan operasional

konkret (konkreto prerasional), dengan karakteristik yang

pertama adalah senang bermain, karakteristik yang kedua

adalah senang bergerak, karakteristik yang ketiga adalah anak

senang bekerja dalam kelompok, dan karakteristik yang

keempat adalah senang merasakan/memperagakan sesuatu

secara langsung (Sumantri, 2006: 63-64).

Sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa kemampuan menulis meningkatdilakukan oleh Joko

Purnomo (2009) dengan judul penelitian “Penerapan Metode

Inkuiri Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis

Siswa DenganMenggunakan Media Gambar Pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IV Sekolah Dasar Negeri

17 Kota Bengkulu”. Penelitian menunjukkan bahwa

denganmenggunakan media gambar dapat meningkatkan

kemampuan menulis siswa. Halini menunjukkan nilai rata-

rata siswa sebelum penelitian yaitu 5,8. Setelahmenggunakan

media gambar nilai rata-rata siswa menjadi 6,6 pada siklus I

danmeningkat menjadi 8,3 pada siklus II.

Page 13: Junifer Siregar, S.Pd., M

7

Penggunaan media gambar merupakan salah satu

alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa

dalam bentuk tulisan. Serta didukung juga dengan metode

pembelajaran brainstorming yang membantu siswa untuk

dapat menuangkan gagasan serta ide secara langsung tanpa

adanya tanggapan.

Penggunaan metode pembelajaran dan pemanfaatan

media bukanlah masalah tunggal dalam meningkatkan

kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris siswa.

Penguasaan kosakata sebagai salah satu unsur bahasa yang

memegang peranan penting dalam kegiatan menulis.

Penguasaan kosakata adalah kemampuan atau

kemahiran memahami perbendaharaan kata-kata yang

dimiliki seseorang dalam penggunaannya terhadap bahasa.

Melalui kata-kata, kita dapat mengekspresikan pikiran,

gagasan, sertaperasaan terhadap orang lain. Hal ini diperkuat

dengan pendapat Tarigan (1985:2) mengatakan bahwa

kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelas bergantung

kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya.

Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki, siswa

akan dengan mudah untuk menulis. Siswa yang mempunyai

kosakata yang banyak akan lebih mudah menuangkan idenya

Page 14: Junifer Siregar, S.Pd., M

8

dalam bentuk tulisan dibandingkan dengan siswa yang

kosakatanya sedikit.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Yayan E.

(http://www.pikiranrakyat. com/cetak/

2006/1205/23/1104.htm, diakses 23 Juni) yang menyatakan

bahwa saat ini keterampilan berbahasa siswa khususnya

keterampilan menulis masih memprihatinkan. Hal ini

dibuktikan dengan masihbanyaknya hasil karya tulis siswa

dengan penggunaan kosakata yang kurang tepat, kurang

kreatif, dan sulit dipahami.

Hal senada juga tampak pada penelitian Darminto

(2010:1) yang menyatakan bahwa kemampuan menulis

karangan narasi siswa masih rendah karena kurang menguasai

kosakata dan kalimat efektif. Hasil tes yang diadakan untuk

menulis karangan narasi diperoleh data ketuntasan yakni kelas

VA=56%, kelas VB=72%. Data ini membuktikan bahwa

ketuntasan belajar secara klasikal untuk KKM 75 dan

persentasi 85% belum tercapai.

Page 15: Junifer Siregar, S.Pd., M

9

BAB II

HAKIKAT KEMAMPUAN

MENULIS KARANGAN NARASI

EKSPOSITORIS

Tarigan (2008: 22) menyatakan bahwa menulis adalah

menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang

sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik

tersebut. Sementara Suparno (2008:13) menulis merupakan

salah satu dari pokok bahasan bahasa Indonesia, yang

bertujuan memberikan bekal keterampilan dan kemampuan

kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide atau pesan.

Selanjutnya menulis dapat didefinisikan sebagai suatu

kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan

menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.

Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan

seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan (Badriyah, dkk

2007:614). Selanjutnya Dalman (2012:5) menyatakan bahwa

menulis adalah sebuah proses mengaitkan antara kata,

Page 16: Junifer Siregar, S.Pd., M

10

kalimat, paragraf, maupun antara bab secara logis agar dapat

dipahami.

Di sisi lain, Lado dalam Tarigan (2008:22)

mengatakan bahwa menulis adalah kegiatan mengungkapkan

pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi

kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat

membaca simbol-simbol bahasa tersebut. Berbeda dengan

pendapat DePorter dan Hernacki (2003:179) menjelaskan

bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang

menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan

otak kiri (logika).

Dari pengertian menulis di atas dapat disimpulkan

bahwa menulis adalah kegiatan menuangkan ide, gagasan,

informasi dan pesan ke dalam bahasa tulis secara jelas dengan

urutan yang sistematis dan logis serta memiliki ide pokok

sehingga pembaca dapat memahami pesan yang disampaikan.

Dengan kata lain, menulis adalah suatu rangkaian proses

kegiatan yang mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam

bentuk tulisan secara jelas dan logis.

Page 17: Junifer Siregar, S.Pd., M

11

A. Tujuan Menulis

Kegiatan dalam aspek menulis meliputi menulis

permulaan, menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf,

karangan, menulis pengumuman, menulis surat, menulis puisi,

dan menulis pantun. Kegiatan menulis dilakukan dengan

berbagai tujuan seperti yang dijelaskan Suparno (2008:13-14)

tujuan menulis sebagai berikut: (1) Melalui tulisan seseorang

dapat memberitahukan atau mengajar, (2) Untuk meyakinkan

atau mendesak, (3) Tulisan bertujuan untuk menghibur atau

menyenangkan, (4) Untuk mengekspresikan perasaan dan

emosi yang kuat dan berapi-api. Berdasarkan uraian diatas

maka tujuan menulis yaitu penyampaian pesan kepada

pembaca, agar pesan itu dapat diterima dengan baik oleh

orang lain harus menggunakan bahasa yang komunikatif dan

sesuai dengan tujuan menulis.

B. Manfaat Menulis

Seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk

apa harus menulis, hal itu tak lepas dari pengaruh lingkungan

keluarga dan masyarakat serta kurangnya motivasi untuk

menulis. Menurut Suparno (2008:14) menyatakan tentang

manfaat menulis, yaitu manfaat menulis sangat penting

Page 18: Junifer Siregar, S.Pd., M

12

khususnya bagi siswa yaitu dalam hal: ”(1) Peningkatan

kecerdasan. (2) Pengembangan daya inisiatif dan kreativitas.

(3) Penumbuhan keberanian dan (4) Pendorong kemauan dan

kemampuan mengumpulkan informasi.”

C. Karangan Narasi Ekspositoris

Salah satu bentuk tulisan adalah karangan. Kosasih

(2003:9) mengemukakan, “Karangan adalah bentuk tulisan

yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam

satu kesatuan tema yang utuh. Ditambahkan pula,bahwa

karangan diartikan dengan rangkaian hasil pemikiran atau

ungkapan perasaaan kedalam bentuk tulisan yang teratur.”

Finoza (2009:234) Karangan adalah penjabaran suatu

gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau

pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya

merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.

Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pemikiran

atau ungkapan perasaan ke dalam bentuk tulisan yang teratur.

Lebih lanjut Poerwadarminta (1984:445)

mengungkapkan bahwa,“Karangan merupakan uraian tentang

sesuatu hasil, dengan demikian pengertian karangan atau

tulisan dapat kita batasi sebagai rangkaian kalimat yang logis,

Page 19: Junifer Siregar, S.Pd., M

13

padu, sistematis, yang berisi pengalaman, pikiran atau

pelukisan tentang objek suatu peristiwa atau masalah.”

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka disimpulkan

bahwa karangan adalah salah satu bentuk tulisan tentang

suatu topik tertentu yang memiliki kesatuan ide dalam bentuk

yang teratur serta kalimat yang logis.

Salah satu jenis karangan berdasarkan cara

penyajiannya adalah narasi. Istilah narasi atau sering juga

disebut naratif berasal dari kata bahasa Inggris narration yang

artinya cerita dan narrative yang berarti menceritakan

(Suparno, 2008:431). Sedangkan menurut Keraf (2010:136),

narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha

menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca

suatu peristiwa yang telah terjadi.

Disisi lain, Suparno (2008:431), “karangan narasi

adalah serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya

(kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah

atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik

hikmah dari cerita itu.” Sebagai bagian dari karangan, “narasi

merupakan jenis tulisan yang bertujuan untuk menceritakan

suatu pokok persoalan.” (Pamungkas, 2012:58).

Page 20: Junifer Siregar, S.Pd., M

14

Sedangkan Widyamartaya (1993:10) menyatakan

bahwa, “Karangan narasi merupakan karangan yang bertujuan

untuk menyampaikan gagasan ke dalam urutan waktu atau

dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan

pembaca serentetan peristiwa yang memuncak pada suatu

kejadian utama.”

Lebih lanjut Marahimin (1994:93) dalam bukunya yang

berjudul Menulis secara populer mendefinisikan narasi sebagai

berikut: “Narasi adalah cerita.” Cerita ini berdasarkan pada

urut-urutan suatu (atau rangkaian) kejadian atau peristiwa. Di

dalam kejadian ini ada tokoh (beberapa tokoh) dan tokoh ini

mengalami dengan menghadapi suatu (serangkaian) konflik

dengan tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan

alur. Dengan demikian, narasi adalah cerita berdasarkan alur.

Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa narasi

merupakan suatu bentuk karangan yang berusaha

mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak

seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri

peristiwa itu. Selain itu, narasi adalah suatu bentuk wacana

yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya

kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.

Page 21: Junifer Siregar, S.Pd., M

15

Finoza (2009:234) jenis-jenis karangan narasi adalah

sebagai berikut: a) Narasi ekspositoris. Narasi ini bertujuan

untuk menggugah pikiran pembaca untuk mengetahui apa

yang dikisahkan. Kisah yang disampaikan adalah mengenai

berlangsungnya suatu peristiwa. Peristiwa ini disampaikan

kepada pembaca melalui rangkaian kejadian atau perbuatan

sehingga dapat memperluas pengetahuan pembaca. Narasi

ekspositoris bersifat nonfiktif yang disajikan dengan bahasa

denotatif dan tujuan utama bukan menimbulkan daya

imajinasi, melainkan menambah pengetahuan pembaca

dengan pemaparan yang rasional.

Setelah membaca narasi ekspositoris pembaca

mendapatkan pengetahuan atau informasi suatu peristiwa.

Sejarah, biografi,dan autobiografi adalah bentuk narasi yang

menjelaskan peristiwa-peristiwayang menyangkut riwayat

hidup atau pengalaman perorangan ataukelompok dengan

penyajian yang berusaha menarik manfaat dari

pengalamantersebut.Contoh: Einstein dilahirkan di Ulm di

Württemberg, Jerman; sekitar 100 km sebelah timur Stuttgart.

Bapaknya bernama Hermann Einstein, seorang penjual

ranjang bulu yang kemudian menjalani pekerjaan

elektrokimia, dan ibunya bernama Pauline. Mereka menikah

Page 22: Junifer Siregar, S.Pd., M

16

di Stuttgart-Bad Cannstatt. Keluarga mereka keturunan

Yahudi; Albert disekolahkan di sekolah Katholik dan atas

keinginan ibunya dia diberi pelajaran biola.

b) Narasi sugestif.Dalam narasi ini seluruh kejadian yang

disajikan menyiapkan perasaan pembacanya pada suatu

perasaan tertentu untuk menyikapi peristiwa yang ada

dihadapan matanya. Narasi sugestif menuntut kematangan

mental yang akan melibatkan perasaan pembacanya sehingga

akan menunjukkan rasa simpati dan empati mereka terhadap

peristiwa tersebut.Tiga hari lamanya aku mengalami koma

tanpa pernah bangun. Dan ketika aku terbangun dari

mimpiku, perlahankubukakan mataku, seluruh keluargaku ada

disampingku. Ayah, ibu, kedua kakakku, paman dan bibi serta

teman-temanmu telah ada disampingku. Suara ayat-ayat Al-

Quran terdengar dan aku senang mereka tidak marah padaku

karena aku pergi tanpa pamitan. Ayah menyadari aku

terbangun dengan cepat memanggilku...

Keraf (2007:136)memberikan perbedaan karangan

narasi ekspositoris dengan karangan narasi sugestif seperti

terlihat pada tabel berikut ini:

Page 23: Junifer Siregar, S.Pd., M

17

Tabel 1

Perbedaan Karangan Narasi Ekspositoris dengan Narasi

Sugestif

No Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif

1. Memperluas

Pengetahuan

Menyampaikan suatu makna

atau suatu amanat yang

tersirat

2. Menyampaikan

informasi suatu

kejadian

Menimbulkan daya khayal

3. Didasarkan pada

penalaran untuk

mencapai kesepakatan

rasional

Penalaran hanya berfungsi

sebagai alat untuk

menyampaikan makna

sehingga jika perlu penalaran

dilanggar

4. Bahasanya lebih

condong ke bahasa

informatif dengan titik

berat pada penggunaan

kata-kata denotattif

Bahasanya lebih condong ke

bahasa figuratif dan

menitikberatkan penggunaan

kata-kata konotatif

“Karangan narasi ekspositoris adalah rangkaian-

rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar

Page 24: Junifer Siregar, S.Pd., M

18

dengan mempersoalkan tahap-tahap kejadian yang disajikan

untuk menyampaikan informasi untuk memperluas

pengetahuan atau pengertian pembaca, tidak peduli apakah

disampaikan secara tertulis atau secara lisan” (Keraf,

2010:137). Sehubungan dengan itu, Suparno (2008:432),

“narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk

memberikan informasi atau wawasan dan memperluas

pengetahuan pembaca.”

Sedangkan menurut Dalman (2012:111), “narasi

ekspositoris adalah narasi yang memiliki sasaran

penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa

dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah

seseorang.”Dalam narasi ekspositoris, penulis menceritakan

suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya dengan

menggunakan bahasa yang logis berdasarkan fakta yang ada,

tidak memasukkan unsur sugestif atau bersifat objektif. Narasi

ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para

pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan.Narasi

ekspositorismemiliki sasaran yang akan dicapai ialah

ketepatan informasi mengenai suatu peristiwa yang

dideskripsikan. Oleh karena itu, narasi ekspositoris

menambah dan memperluas pengetahuan.

Page 25: Junifer Siregar, S.Pd., M

19

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

karangan narasi ekspositoris adalah karangan karangan yang

berisi rangkaian peristiwa, kegiatan yang disampaikan dengan

informasi yang jelas dengan tujuan memperluas pengetahuan

pembaca.

Keraf (1982:138-139) menyatakan ciri-ciri karangan

narasi ekspositoris, yakni (1) memperluas pengetahuan,(2)

menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian, (3)

didasarkan padapenalaran untuk mencapai kesepakatan

rasional, dan (4) bahasanya lebih condong ke bahasa

informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata

denotatif.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Keraf

(2007:145-148), narasi merupakan cerita yang memiliki unsur

alur atau plot. Narasi dapat berisi fakta atau rekaan. Jadi, baik

karangan narasi yang berupa fakta atau fiksi yang harus

mengandung alur atau pun jalan cerita. Sementara itu, sebuah

alur mengandung rangkaian peristiwa yang dapat membentuk

suatu konflik dan klimaks yang dialami oleh para tokohnya

pada suatu tempat dan waktu tertentu yang kadang dalam

penyelesaiannya memicu berkembangnya masalah baru.

Untuk itu, perlu pembatasan rangkaian tindakan yang lebih

Page 26: Junifer Siregar, S.Pd., M

20

jelas, yaitu rangkaian tindakan yang terdiri atas tahap-tahap

yang penting dalam sebuah struktur yang diikat oleh waktu.

Sehingga rangkaian peristiwa itu dapat memberikan makna

bagi rangkaian peristiwa itu.

Page 27: Junifer Siregar, S.Pd., M

21

BAB III

METODE PEMBELAJARAN

BRAINSTORMING MELALUI

MEDIA GAMBAR

A. Metode Brainstorming dan Media Gambar

Metode brainstorming adalah teknik penyelesaian

masalah yang dapat digunakan baik secara individual maupun

kelompok. Hal ini mencakup pencatatan gagasan-gagasan

yang terjadi spontan dengan cara tidak menghakimi. Dalam

curah gagasan (brainstorming), DePorter (2011:310-313)

menyatakan bahwa “terimalah semua gagasan sebagai

gagasan yang baik, terlepas dari betapa asing gagasan tersebut

tampaknya”.

Sedangkan menurut Michalko (dalam Dananjaya 2011:

79) curah gagasan atau brainstorming adalah suatu proses

diskusi yang diibaratkan sebagai berikut

“Sekelompok orang mengadakan

pertemuan untuk membuat patung. Tiap-

tiap siswa membawa sebongkah tanah liat

dan menempatkannya di meja. Tanah liat

Page 28: Junifer Siregar, S.Pd., M

22

itu kemudian digabungkan menjadi sebuah

bentuk. Lalu patung itu diubah, dibentuk,

ditambah dan diubah sampai seluruh

kelompok setuju dengan bentuk akhirnya”.

Jadi curah gagasan atau Brainstorming

dirancang untuk mendorong

kelompok untuk mengekspresikan berbagai

macam ide dan menunda penilaian

penilaian kritis. Setiap orang menawarkan

ide yang dicatat, kemudian dikombinasikan

dengan berbagai macam ide yang lain. Pada

akhirnya kelompok tersebut setuju dengan

hasil akhirnya”.

Selanjutnya, menurut Sudjana (2010:74), curah

pendapat (brainstorming) adalah “teknik pembelajaran yang

dilakukan dalam kelompok yang peserta didiknya memiliki

latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-

beda”. Kegiatan ini dilakukan untuk menghimpun gagasan

dan pendapat dalam rangka menemukan, memilih, dan

menentukan berbagai pernyataan sebagai jawaban terhadap

pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan belajar, sumber-

sumber, hambatan, dan lain sebagainya.

Page 29: Junifer Siregar, S.Pd., M

23

Senada dengan itu, menurut Roestiyah (2008:73)

menjelaskan bahwa :

“Metode brainstorming adalah suatu teknik atau

mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas

yaitu dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh

guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan

pendapat, atau komentar sehingga mungkin

masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru,

atau dapat diartikan pula sebagai satu cara untuk

mendapatkan banyak ide dari sekelompok sekelompok

manusia dalam waktu yang singkat.”

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa metode brainstorming adalah

suatu teknik mengajar yang melibatkan siswa dengan cara

melontarkan masalah kepada siswa dan mengajak siswa

kemasalah tersebut sehingga si anak terlibat daya pikir, ide,

gagasanbahkan tanggapan yang terjadi secara spontan dan

akan memunculkan permasalahan baru lainnya, dan seluruh

masukan siswa tidak boleh dibantah sekalipun ide tersebut

tidak berkenaan dengan masalah yang dibahas. Siswa yang

kurang aktif dapat terlibat dengan adanya siswa lain yang

berani berkomentar, bertanya, menyampaikan ide, atau

Page 30: Junifer Siregar, S.Pd., M

24

membuat masalah baru yang menjadikan pembelajaran

menjadi efektif dan bermakna.

Dalam pelaksanaan metode pembelajaran

brainstrorming memiliki keunggulan dan kelemahan yang

harus diketahui oleh guru. Menurut Roestiyah (2008: 74-75),

keunggulan metodebrainstorming sebagai berikut:

“(1) Anak-anak berfikir untuk

menyatakan pendapat; (2) melatih siswa

berpikir dengan cepat dan tersusun logis;

(3) merangsang siswa untuk selalu siap

berpendapat yang berhubungan dengan

masalah yang diberikan oleh guru; (4)

meningkatkan partisipasi siswa dalam

menerima pelajaran; (5) siswa yang

kurang aktif mendapat bantuan dari

temannya yang sudah pandai atau dari

guru; (6) terjadi persaingan yang sehat;

(7) anak merasa bebas dan gembira; (8)

suasana demokratis dan disiplin dapat

ditumbuhkan.”

Sedangkan kelemahan metode brainstorming sebagai

berikut:

Page 31: Junifer Siregar, S.Pd., M

25

“(1) Guru kurang memberi waktu yang

cukup kepada siswa untuk berpikir

dengan baik; (2) anak yang kurang

pandai selalu ketinggalan; (3) guru hanya

menampung pendapat tidak pernah

merumuskan kesimpulan; (4) siswa tidak

segera tahu apakah pendapatnya itu betul

atau salah; (5) tidak menjamin hasil

pemecahan masalah; (6) masalah bisa

berkembang ke arah yang tidak

diharapkan.”

Dalam metode ini guru bertugas memberikan masalah

atau topik dikelas yang mampu merangsang siswa untuk

menyampaikan gagasan, ide, serta tanggapan. Guru tidak

boleh menanggapi, atau menyalahkan apa yang disampaikan

oleh siswa.

Roestiyah (2008: 74-75) langkah-langkah

pembelajaran yang menggunakan metode brainstormingyaitu

a) Pemberian informasi dan motivasi. Guru menjelaskan

masalah atau topik yang dihadapi beserta latar belakangnya

dan mengajak peserta didik aktif untuk menyumbangkan

pemikirannya. b) Identifikasi. Pada tahap ini peserta didik

Page 32: Junifer Siregar, S.Pd., M

26

diundang untuk memberikan sumbang saran pemikiran

sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk ditampung,

ditulis dan tidak dikritik. Pimpinan kelompok dan peserta

hanya boleh bertanya untuk meminta penjelasan. Hal ini agar

kreativitas peserta didik tidak terhambat. c) Klasifikasi.Semua

saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya

mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan

disepakati oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan

struktur atau faktor-faktor lain: (a) Verifikasi. Kelompok

secara bersama melihat kembali sumbang saran yang telah

diklasifikasikan.Setiap sumbang saran diuji relevansinya

dengan permasalahannya. Apabila terdapat sumbang saran

yang sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang

tidak relevan bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran

bisa diminta argumentasinnya. (b) Konklusi (Penyepakatan).

Guru/pimpinan kelompok beserta peserta lain mencoba

menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang

disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan

terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang

secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar

(Azhar, 2013:3). Sehubungan dengan itu, Gerlach & Ely

Page 33: Junifer Siregar, S.Pd., M

27

dalam Azhar (2013:3) menyatakan bahwa media apabila

dipahami secara garis besar adalah “manusia, materi, atau

kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa

mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.”

Di sisi lain, menurut Trianton (2013:1), “Media adalah

alat atau sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio,

televisi, film, poster, dan spanduk.” Senada dengan itu,

menurut Sanjaya (2006:163) “Media adalah seluruh alat dan

bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan

seperti radio, televisi, buku, koran,majalah dan sebagainya.”

Menurut Sudjana (2010:132) ada beberapa jenis media

pendidikan yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran

sebagai berikut:

“(1) Media grafis seperti gambar, foto,

grafik, bagan atau diagram, poster kartun,

komik, dan lain-lain. Media grafis sering

juga disebut media dua dimensi, yakni

media yang mempunyai ukuran panjang

dan lebar. (2)Media tiga dimensi yaitu

dalam bentuk model seperti model padat

(solid model), model penampang, model

susun, model kerja, mock up, drama dan

Page 34: Junifer Siregar, S.Pd., M

28

lain-lain. (3) Media proyeksi seperti slide,

filmstrip, film, penggunaan OHP dan lain-

lain. (4) Penggunaan lingkungan sebagai

media pendidikan.

Pengunaan media di atas dilihat dan dinilai dari segi

kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah

fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses

pembelajaran. Berdasarkan jenis media yang dikemukakan di

atas, maka media yang dipilih adalah media gambar.

“Media merupakan alat untuk

mempermudah komunikasi agar pesan

yang ingin disampaikan dapat dimengerti

oleh orang lain. Sedangkan gambar

merupakan hasil lukisan yang

menggambarkan orang, tempat dan benda

dalam berbagai variasi.Walaupun hanya

menekankan kekuatan indra penglihatan,

kekuatan gambar terletak pada kenyataan

bahwa sebagian besar orang pada

dasarnya pemikiran visual oleh kata-kata.

(Asyhar,2011: 57).

Page 35: Junifer Siregar, S.Pd., M

29

Sedangkan menurut Munadi (2010:88), “gambar

adalah media visual yang penting dan mudah didapat”.

Selanjutnya menurut Asyhar (2011:57), “gambar adalah hasil

lukisan yang menggambarkan orang, tempat, dan benda

dalam berbagai variasi.“ Gambar membuat orang dapat

menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya

dengan jelas, lebih jelas dari pada yang di ungkapkan.

“Tujuan media gambar menurut Arsyad (2013:113)

adalah memvisualisasikan konsep yang ingin disampaikan

kepada peerta didik.” Media dapat membantu guru ketika

menemui kesulitan dalam menjelaskan sesuatu dengan kata-

kata atau kalimat tertentu. Penggunaan media gambar dapat

membantu siswa untuk memusatkan perhatian terhadap materi

yang disampaikan.

Salah satu jenis media yang termasuk ke dalam media

gambar adalah media berseri. Menurut Daryanto (2010:41),

“media gambar adalah suatu kesatuan informasi yang

dituangkan ke dalam beberapa tahapan atau dibuat berseri

dalam satu lembar sehingga dalam satu kesatuan informasi

memerlukan beberapa gambar”. Media gambar berseri adalah

media pembelajaran yang digunakan oleh guru yang berupa

gambar yang mengandung cerita, dengan urutan tertentu

Page 36: Junifer Siregar, S.Pd., M

30

sehingga antara satu gambar dengan gambar yang lain

memiliki hubungan cerita dan membentuk satu kesatuan.

Beberapa kelebihan dari media gambar menurut

Sadiman ( 2010:29-31) sebagai berikut:

“(1) Sifatnya konkret; gambar lebih realistis

menunjukan pokok masalahdibandingkan

dengan media verbal semata.(2) Gambar

dapat mengatasibatasan ruang dan waktu.

Tidak semua benda, objek atau peristiwa

dapatdibawa ke kelas dan tidak selalu bisa

anak di bawa ke objek atauperistiwa

tersebut. Gambar dapat mengatasi hal

tersebut.(3)Mediagambar dapat mengatasi

keterbatasan pengamatan.(4)Foto

dapatmemperjelas suatu masalah, dalam

bidang apa saja dan untuk tingkat

usiaberapa saja,sehingga dapat

mencegah atau membetulkan

kesalahpahaman. (5) Gambar harganya

murah dan gampang didapat

sertadigunakan tanpa memerlukan

peralatan khusus.”

Page 37: Junifer Siregar, S.Pd., M

31

Adapun kelemahan dari media gambar yaitu: “(1)

Gambar hanya menekankan persepsi indera mata. (2)

Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk

kegiatan pembelajaran. (3) Ukurannya sangat terbatas untuk

kelompok besar” (Sadiman, 2010:29-31).

Langkah Penggunaan media gambar dalam

pembelajaran menulis menurut Sadiman (2010:198-199), ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan media

dapat dipersiapkan dengan baik sebagai berikut. a) Persiapan.

Guru menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk

menggunakan media gambar. Kemudian apabila

menggunakan media gambar tersebut semua siswa sudah

mengerti tujuan yang hendak dicapai. b) Pelaksanaan

(penyajian). Guru harus memperhatikan selama penggunaan

media gambar yaitu hindari kejadian-kejadian yang dapat

mengganggu ketenangan dan konsentrasi siswa. c) Tindak

lanjut. Kegiatan ini bertujuan untuk menetapkan pemahaman

siswa terhadap pokok-pokok materi atau pesan pembelajaran

yang hendak disampaikan melalui media gambar tersebut.

Dari pernyataan di atas tampak jelas bahwa media

gambar mempunyai kebaikan untuk digunakan dalam proses

peningkatan kemampuan menulis karangan, karena siswa

Page 38: Junifer Siregar, S.Pd., M

32

dapat menafsirkan sendiri apa saja yang terungkap dalam

gambar tersebut. Dengan pembelajaran menulis karangan

yang menggunakan media gambar memungkinkan siswa

belajar efektif di kelas.

Penggunaan metode branstorming melalui media

gambar dalam pembelajaran menulis karangan narasi

ekspositoris agar terjadi proses pembelajaran yang

komunikatif antara guru dan siswa, maka diperlukan variasi

teknik, metode dan media yang tepat dalam proses

pembelajaran. Media merupakan alat peraga, ada juga yang

mengatakan media merupakan saluran untuk menyampaikan

informasi. Pembelajaran yang efektif berarti menciptakan

interaksi yang baik antara guru dan siswa, antara siswa dan

siswa, dan antara siswa dengan materi pembelajaran.

Menerapkan metode brainstorming dalam

pembelajaran merupakanupaya yang baik untuk menuangkan

ide, gagasan, serta pengetahuan siswa tanpa adanya tanggapan

dari siswa lain. Sejalan dengan itu penggunaan media gambar

yang maksimal akan dapat meningkatkan kemampuan

menulis karangan narasi ekspositoris berdasarkan kelebihan

dari penggunaan media gambar itu sendiri.

Page 39: Junifer Siregar, S.Pd., M

33

Dalam pembelajaran menulis peneliti akan

menerapkan metode brainstorming melalui media gambar.

Adapun pelaksanaannya yaitu 1) pemberian informasi dan

motivasi, guru memberikan contoh mengenai topik yang akan

dibahas melalui gambar berseri, 2) identifikas, guru mengajak

siswa untuk menyumbangkan pendapat, gagasan serta idenya

melalui gambar, 3) klarifikasi semua gagasan serta pendapat

yang disampaikan oleh siswa ditulis di papan tulis. Guru dan

siswa bersama-sama melakukan klarifikasi atas semua

pendapat yang ditulis di papan tulis sesuai gambar, 4)

verifikasi, siswa dan guru bersama- sama melihat kembali

gagasan serta pendapat yang telah di klarifikasi, 5) tahap

konklusi, guru beserta siswa mencoba menyimpulkan butir-

butir pokok untuk menentukan tema atau judul. Selanjutnya

guru menyuruh siswa untuk membuat karangan narasi

ekspositoris sesuai gambar.

Dari uraian tersebut adapun penggabungan metode

brainstorming melalui media gambar dituangkan pada bagan

berikut.

Page 40: Junifer Siregar, S.Pd., M

34

Gambar 1 Penggabungan Metode Brainstormingdengan

Media Gambar

Page 41: Junifer Siregar, S.Pd., M

35

1. Metode Konvensional

Majid (2009:138) mendeskripsikan bahwa metode

konvensional ditandai dengan guru satu-satunya sumber

belajar. Dalam arti guru menyajikan garis-garis besar isi

pelajaran dan permasalahan yang terdapat dalam isi pelajaran,

merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan

menumbuhkan rasa ingin tahu. Metode konvensional

mendeskripsikan bahwa proses pembellajaran yang lebih

banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu,

sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Djamarah (dalam Mardliyah, dkk. 2014:147)

mendefinisikan bahwa metode pembelajaran konvensional

adalah “metode pembelajaran tradisional atau disebut juga

metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru

dengan dengan anak didik dalam proses belajar dan

pembelajaran.” Sehingga kadang kala metode konvensional

menimbulkan kejenuhan dalam proses pembelajaran yang

berakibat penurunan hasil belajar siswa.

Hal yang sama dijelaskan oleh Ruseffendi (dalam

Hambali, 2014:49) bahwa metode konvensional (tradisional)

pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih

Page 42: Junifer Siregar, S.Pd., M

36

mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan

kepada keterampilan, mengutamakan hasil daripada proses,

dan pengajaran yang berpusat pada guru.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa metode konvensional adalah salah satu metode

mengajar yang menitik beratkan pada guru. Artinya, guru

mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru

mendominasi di dalam kelas, siswa hanya menerima saja apa

yang disampaikan oleh guru yang menyebabkan siswa

menjadi pasif.

Langkah-langkah pelaksanan metode konvensional

yakni, (1) Tahap persiapan. Pada tahap ini, siswa

mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran dengan tujuan

agar siswa termotivasi terhadap materi menulis karangan

narasi ekspositoris. (2) Tahap penyajian. Pada tahap ini guru

menjelaskan materi menulis karangan narasi ekspositoris.

Dalam hal ini guru hanya memaparkan teori-teori meulis

tanpa memberikan contoh dan memberikan latihan menulis.

(3) Tahap menghubungkan. Pada tahap ini guru

menghubungkan materi menulis dengan pengalaman siswa

tentang kejadian, peristiwa ataupun rangakaian kegiatan

setiap harinya. (4) Tahap menyimpulkan. Pada tahap ini guru

Page 43: Junifer Siregar, S.Pd., M

37

menyimpulkan materi menulis yang telah dijelaskan. (5)

Tahap penerapan. Tahap terakhir ini, guru menugaskan siswa

menulis karangan narasi tanpa menentukan topik terlebih

dahulu. Berdasarkan langkah ini guru akan mengetahui

tingkat pemahaman siswa tentang karangan narasi ekspositori.

Menurut Sumiati dan Asra (2007:92-93) metode

konvensional memiliki keunggulan dan kelemahan sama

seperti metode pembelajaran lainnya. Keunggulan metode

konvensional adalah: a) guru dapat mengontrol urutan dan

keluasan materi pembelajaran, b)siswa dapat mendengar

melalui tuturan dan dapat melihat langsung,c) dapat

diterapkan dalam jumlah siswa yang banyak, d) dianggap

efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa

sangat banyak sementara waktu yang disediakan cukup

terbatas.

Adapun kelemahan dari metode konvensional adalah: a)

hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang

memiliki kemampuan mendengar dan menyimak yang baik,

b) tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu

baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat

serta perbedaan gaya belajar, c) sulit mengembangkan

Page 44: Junifer Siregar, S.Pd., M

38

kemampuan siswa, d) guru tidak dapat mengontrol

pemahaman siswa.

Page 45: Junifer Siregar, S.Pd., M

39

BAB IV

HAKIKAT PENGUASAAN

KOSAKATA

Bustani dan Suyata (2014:31) meyebutkan bahwa

kosakata adalah komponen kecakapan berbahasa dan

merupakan dasar bagaimana seseorang dapat menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis dengan baik. Kridaklaksana

(dalam Tarigan, 1994:446) yang menyatakan

bahwa,“Kosakata adalah (1) komponen bahasa yang memuat

secara informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam

bahasa ; (2) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara,

penulis atau suatu bahasa ; (3) daftar kata yang disusun seperti

kamus, tetapi dengan penjelasan yang singkat dan praktis.”

Keraf (1985:80) menyatakan bahwa kosakata adalah

keseluruhan kata yang berada dalam ingatan seseorang, yang

akan segeramenimbulkan reaksi bila didengar atau dibaca.

Richards dan Renada (2002:255-256) mendefinisikan

kosakata sebagai berikut:

Page 46: Junifer Siregar, S.Pd., M

40

Vocabulary is a core component of

language proficiency and provides

much of of the basic for how well

learners speak, listen, read, and write.

Whithout an extensive vocabulary and

strategies for acquiring new

vocabulary, learners often achieve less

than their potentialand may be

discouranged from making use of

language learning oppotunities around

them such as listening to the radio,

listening to native speakers, using the

language in different context, reading,

or watching television, using and

remembering words.” Kosakata adalah

komponen inti dari kemampuan bahasa

dan memberikan dasar seberapa

banyak peserta didik untuk berbicara,

mendengarkan, membaca, dan menulis.

Tanpa kosakata yang luas dan strategi

peserta didik untuk memperoleh

kosakata baru, sering kurang mencapai

Page 47: Junifer Siregar, S.Pd., M

41

memanfaatkan kesempatan belajar

bahasa di sekitar mereka seperti

mendengarkan radio, mendengarkan

penutur asli menggunakan bahasa yang

berbeda konteks, membaca atau

menonton televisi.

Mukarto (2005:233) mengatakan bahwa “vocabulary

is an indispensable element of language that language

learners need acquire. In the learning or acquistion process,

learners vocabulary items and build a network of lexical

association, wich makes up a lexical system.” Kosakata

merupakan elemen yang terpisahkan dari pembelajar bahasa

dalam pemerolehan bahasa. Dalam proses pembelajaran atau

pemerolehan kosakata peserta didik turut serta membangun

jaringan hubungan leksikal, dan bagaimana membuat sebuah

sistem leksikal.”

Wu (2009:128) “vocabulary is the tool of thought,

self-expression and communication. In any language teching,

vocabulary plays a tremendously importent role.”Kosakata

adalah alat pikiran, ekspresi diri dan penerjemahan

komunikasi. Dalam setiap pengajaran bahasa kosakata

Page 48: Junifer Siregar, S.Pd., M

42

memainkan peran yang sangat penting. Selanjutnya Larson,

et. all (2013:17) mengatakan bahwa “vocabulary is word

knowledge that makes it possible for students to produce and

talk about texts that are valued in school.”Kosakata adalah

pengetahuan tentang kata yang membuat siswa terlibat dalam

menghasilkan, dan berbicara tentang teks yang ada di

sekolah.”

Cahyono (2008:1) menyatakan bahwa “vocabulary

teaching aims at enabling learners to understand the concepts

of unfamiliar words, gain a greater number of words, and use

words succesfully for communicative purposes. This, good

vocabulary mastery of each of the language skills, both

receptive (listening and reading) and productive (speaking

and writing).” Pengajaran kosakata bertujuan memungkinkan

peserta didik untuk memahami konsep-konsep dari kata-kata

asing, mendapatkan lebih besarjumlah kata, dan penggunaan

kata-kata berhasil untuk tujuan komunikatif. Penguasaan

kosakata yang baik mendukung penguasaan setiap

keterampilan bahasa, baik reseptif (mendengarkan dan

membaca) dan produktif (berbicara dan menulis)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa pengertian kosakata cukup luas tidak

Page 49: Junifer Siregar, S.Pd., M

43

terbatas pada perbendaharaan kata. Pengertian kosakatayaitu

kata-kata yang dikuasai oleh seseorang, kata-kata yang

terdapat dalam satubahasa, kata yang dipakai dalam satu

bidang ilmu pengetahuan, kata-kata yangdisusun dalam

kamus secara alpabetis disertai penjelasan secara singkat dan

praktis dan kosakata merupakan komponen inti dari

keterampilan berbahasa serta memberikan parameter seberapa

terampil peserta didik dalam menyimak, berbicara, membaca,

dan menulis. Tanpa penguasaan kosakata yang maksimal dan

tanpa metode pembelajaran kosakata maka keterampilan

berbahasa tidak akan dapat dicapai oleh peserta didik.

Penguasaan kosakata merupakan faktor yang sangat

penting untuk menentukan kemampuan menulis. Semakin

banyak perbendaharaan kata yang dimiliki, siswa akan mudah

menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Siswa yang

memiliki kosakata yang banyak akan lebih cakap dalam

berbahasa daripada siswa yang kosakatanya lebih sedikit.

Page 50: Junifer Siregar, S.Pd., M

44

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Brown.

Et. all, (1996) yang menyatakan bahwa

Learners with big vocabularies are more

proficient in a wide range of language skills

than learners with smaller vocabularies and

there is some evidence to support the view

that vocabulary to almost all aspects of L2

profiency. Siswa yang mempunyai jumlah

kosakata yang banyak akan lebih pandai

dalam berbahasa daripada siswa yang

memiliki jumlah kosakata yang lebih kecil

dan sejumlah fakta yang mendukung

pandangan bahwa kosakata memiliki

kontribusi yang signifikan pada hampir

semua aspek kemahiran berbahasa (bahasa

kedua).

Tarigan, (1993:14) penguasaan kosakata dapat

memengaruhi keterampilan berbahasa seseorang. Begitu juga

dengan kemampuan seseorang menggunakan dan

mempelajari bahasa banyak dipengaruhi oleh kosakata yang

dimilikinya. Bahasa dapat berfungsi kepada seseorang apabila

keterampilan berbahasa seseorang meningkat. Keterampilan

Page 51: Junifer Siregar, S.Pd., M

45

berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas dan kualitas

kosakatanya meningkat.

Nation (2002:11-12) mengidentifikasi sepuluh teknik

untuk menguasai kosakata, yaitu: a) memperoleh penjelasan

tentang makna kata dan penggunaan kata tersebut, b)

mempelajari kata melalui kartu kata, c) menyimak terjemahan

kata, d) menebak makna kata berdasarkan konteks, e)

melakukan kolokasi menjodohkan, f) mencari makna kata

dalam kamus, g) mencari kata sejenis, h) menenyakan tentang

makna kata yang sulit, i) mengungkapkan kata-kata yang

telah diketahui, j) menulis kata-kata sulit. Nation (2006:61-

62) berpendapat bahwa “kosakata diukur berdasarkan tingkat

cakupan 90% dari teks tertulis dan 10% dari teks lisan. Jika

tidak mencapai tingkat tersebut maka dikatakan bahwa

seseorang tersebut mempunyai penguasaan kosakata rendah.”

Untuk mendalami suatu bahasa hal utama yang

dilakukan adalah mempelajarikosakata dari bahasa tersebut

sebelum beranjak pada pemahaman unsur-unsur yang

lebihspesifik. Salah satu unsur bahasa yang paling penting

adalah kata. Kata atau perbendaharaankata dapat mendorong

seseorang dalan berbahasa untuk dapat berkomunikasi dengan

baikterhadap orang lain baik secara lisan maupun

Page 52: Junifer Siregar, S.Pd., M

46

tulisan.Dalam komunikasi lisan dan tulisan kata merupakan

unsur mutlak yang harusdigunakan. Kata yang diperlukan

untuk menyusun sebuah kalimat untuk menyampaikansebuah

ide kepada orang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan

bahwa penguasaan kosakata adalah kemampuan ataupun

kemahiran seseorang dalam memahami perbendaharaan

kosakatasuatu bahasa. Penguasaan kosakata adalah faktor

utama untuk berkomunikasi. Semakin banyak kosakata

seorang pengguna bahasa akan semakin lancar dalam

berkomunikasi.

Banyak ahli mengelompokkan jenis-jenis kosakata

berdasarkan sudut pandang masing-masing. Nurgiantoro

(2013:341) menyatakan bahwa kosakata berdasarkan

pemakaiannya terdiri atas 1) kosakata umum, 2) kosakata

khusus,3) kosakata aktif, dan 4) kosakata pasif. Kosakata

umum dimaksudkan kosakata yang ada dalam suatu bahasa

dan sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang bukan

merupakan istilah-istilah teknis atau kosakata khusus yang

dijumpai dalam berbagai bidang keilmuan. Ruang lingkup

kosakata umum maknanya mencakup hal-hal umum dan

menyangkut aspek-aspek yang lebih luas. Contoh, kata

Page 53: Junifer Siregar, S.Pd., M

47

bacaan. Tercakup dalam makna bacaan adalah buku, majalah,

koran. Dengan demikian kata bacaan merupakan kata umum

karena maknanya lebih luas daripada kata-kata lainnya.

Kosakata khusus adalah kata-kata yang dipakai dalam suatu

bidang ilmu tertentu karena ruang lingkup maknanya

mencakup hal-hal yang sempit. Kosakata aktif adalah kata-

kata yang digunakan untuk menghasilkan bahasa dalam

kegiatan berkomunikasi. Kosakata pasif adalah kata-kata yang

digunakan untuk keterampilan reseptif atau kemampuan

pemahaman.

Menurut Nurgiantoro (2013:341) tes penguasaan

kosakata peserta didik untuk tingkat sekolah menengah atas

lebih ditekankan pada makna konotatif, denotatif, ungkapan,

sinonim, dan antonim.Kosakata ungkapan mencakup denotatif

dan konotatif. Makna denotasi disebut juga makna lugas,

yaitu kata yang tidak mengalami perubahan makna pada kata

tersebut.

Contoh:

Ibu guru : perempuan yang pekerjaannya mengajar

Ibunya Amir : perempuan yang melahirkan Amir

Makna konotasi adalah makna yang berdasarkan

perasaan atau pikiran seseorang. Makna konotasi sebenarnya

merupakan makna denotasi yang telah mengalami perubahan.

Page 54: Junifer Siregar, S.Pd., M

48

Berdasarkan pikiran atau perasaannya, seseorang melakukan

penambahan-penambahan makna, baik itu yang berupa

pengiasan ataupun perbandingan dengan benda atau hal

lainnya. Ada tidaknya penambahan makna pada suatu kata,

diketahui dari konteksnya digunakan dalam kalimat.

Berdasarkan hal tersebut, makna konotasi sering pula

disebut makna kias ataumakna kontekstual.

Contoh:

Buah tangan : oleh-oleh

Buah hati : anak

Tarigan, (1985:17-36) menyatakan bahwa sinonim

adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama

tetapi berbeda dalam nilai rasa, sedangkan antonim adalah

kata-kata yang mengandung makna yang berlawanan dengan

kata yang lain.

Contoh sinonim :

Pintar = Pandai

Gagah = Kuat

Contoh antonim :

Kuat >< Lemah

Jauh >< Dekat

Page 55: Junifer Siregar, S.Pd., M

49

BAB V

NARASI EKSPOSITORIS

SISWA YANG DIAJAR

DENGAN METODE

BRAINSTORMING

Data yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata

membuktikan bahwa metode pembelajaran yang digunakan

cukup signifikan untuk membedakan hasil menulis karangan

narasi ekspositoris siswa. Dari hasil analisis data diperoleh

bahwa secara rata-rata hasil menulis karangan narasi

ekspositoris siswa dengan menggunakan metode

brainstormingmelalui media gambar lebih tinggi (lebih baik)

daripada menggunakan metode konvensional. Hal ini

berindikasi bahwa metode brainstorming melalui media

gambar lebih baik dalam meningkatkan pemahaman siswa

terhadap kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris

siswa. Dari hasil ini menunjukkan bahwa untuk mengajarkan

materi kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris lebih

baik menggunakan metode brainstorming melalui media

gambar dibandingkan metode konvensional. Metode

Page 56: Junifer Siregar, S.Pd., M

50

brainstorming melalui media gambar merupakan metode

pembelajaran yang melaksanakan serangkaian kegiatan

pembelajaran yang dilakukan siswa tanpa meninggalkan rasa

bosan dan beban sehingga pendidikan kemampuan menulis

karangan narasi ekspositoris bukan membosankan dan

menakutkan karena brainstorming melalui media gambar

menekankan tiga hal yaitu “(1) Anak-anak berfikir untuk

menyatakan pendapat; (2) melatih siswa berpikir dengan

cepat dan tersusun logis; (3) merangsang siswa untuk selalu

siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah yang

diberikan oleh guru; (4) meningkatkan partisipasi siswa dalam

menerima pelajaran; (5) siswa yang kurang aktif mendapat

bantuan dari temannya yang sudah pandai atau dari guru; (6)

terjadi persaingan yang sehat; (7) anak merasa bebas dan

gembira; (8) suasana demokratis dan disiplin dapat

ditumbuhkan.” Siswa tidak lagi takut mengajukan pertanyaan

ataupun memberi pendapat karena musik sangat berperan

untuk menghilangkan kesunyian dan rasa jenuh dalam belajar.

Dalam model ini siswa baik secara individu maupun

kelompok, diharapkan dapat menemukan konsep-konsep

pembelajaran melalui beberapa alat peraga, poster, gambar

Page 57: Junifer Siregar, S.Pd., M

51

dan pada akhirnya siswa dapat mencari solusi dari suatu

permasalahan.

Metode brainstorming melalui media gambar dapat

mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan penuh

semangat, serta siswa lebih mudah dan cepat menguasai

pokok bahasan sesuai materi yang diajarkan. Selain itu

dengan menggunakan metode brainstorming melalui media

gambar, siswa dapat mengeluarkan ide-ide yang dipahami

untuk dituangkan dalam bentuk karangan. Guru hanya

memandu siswa agar tulisan tersebut menjadi sebuah

karangan yang baik. Dengan demikian hasil menulis karangan

siswa akan semakin tinggi.

Kemampuan menulis adalah potensi siswa dalam

kegiatan menuangkan ide, gagasan, informasi dan pesan ke

dalam bahasa tulis secara jelas dengan urutan yang sistematis

dan logis sehingga pembaca dapat memahami pesan yang

disampaikan dalam tulisan tersebut. Dengan kata lain,

menulis adalah suatu rangkaian proses kegiatan yang

mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan

secara jelas dan logis..

Berdasarkan penelitian ini metode brainstorming melalui

media gambar mampu membangkitkan interaksi belajar

Page 58: Junifer Siregar, S.Pd., M

52

siswa. Pengunaan media dalam hal ini dilihat atau dinilai dari

segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah

fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses

pembelajaran. Metode pembelajaran brainstorming

berdasarkan media gambar bertujuan menumbuhkan

partisipasi siswa dalam melontarkan gagasan atau

pendapatnya terhadap gambar yang ditunjukkan yang

selanjutnya akan dikembangkan menjadi sebuah karangan,

sehingg menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap gambar

tersebut. Kemudian metode brainstorming berdasarkan media

gambar adalah suatu cara pengajran dimana guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk aktif mengajukan

pendapatnya tentang pokok bahasan yang dipelajari. Dengan

timbulnya permasalahan-permasalahan guru akan berperan

untuk menjelaskan permasalahan dan mengembangkannya

sehingga dapat membangkitkan gairah berpikir siswa.

Berbeda halnya dengan metode konvensional yang belum

memaksimalkan potensi siswa. Dimana siswa hanya berperan

sebagai penerima informasi. Aktivitas kelas yang dilakukan

dengan tidak terlalu bervariasi cenderung membosankan.

Siswa mendengar materi yang disampaikan guru melalui

ceramah, kemudian siswa mengerjakan tugas yang diberikan

Page 59: Junifer Siregar, S.Pd., M

53

guru. Metode seperti ini hanya menuntut kemampuan guru

yang cakap dan terampil dalam berkomunikasi dan

berceramah, namun siswa hanya sebagai pendengar tanpa

meminta saran atau pertanyaan dari siswa tentang materi

tersebut. Guru harus mampu membuat setiap siswa terfokus

perhatiannya terhadap materi yang disampaikannya. Guru

yang tidak cakap berceramah akan membuat penyampaian

materi seperti ini terasa sangat membosankan.

Pelajaran menulis tidak hanya berhubungan dengan teori

tetapi lebih mementingkan kemampuan dalam mencurahkan

gagasan, ide dalam bentuk tulisan, serta menyusun kalimat-

kalimat tersebut menjadi paragraf atau tulisan yang baik.

Belajar menulis sangat membutuhkan keterlibatan langsung

siswa dalam memahami topik yang akan dikembangkan.

Sehingga dengan menggunakan media gambar, siswa akan

dipicu untuk mengeluarkan gagasannya untuk memahami

gambar tersebut. Dengan sendirinya topik dan judul karangan

akan muncul dari gagsan siswa sendiri.

Page 60: Junifer Siregar, S.Pd., M

54

A. Terdapat Perbedaan Hasil Kemampuan Menulis

Karangan Narasi Ekspositoris Siswa yang

Memiliki Kosakata Tinggi Dengan Kosakata

Rendah

Hasil penelitian membuktikan bahwa penguasaan

kosakata siswa cukup signifikan untuk membedakan hasil

kemampuan menulis. Penguasaan kosakata siswa dalam

penelitian ini dikategorikan atas dua yaitu penguasaan

kosakata tinggi dan penguasaan kosakata rendah. Dari hasil

analisis data diperoleh bahwa secara rata-rata hasil belajar

kemampuan menulis siswa yang memiliki penguasaan

kosakata tinggi lebih baik daripada siswa yang penguasaan

kosakata rendah. Hal ini berindikasi bahwa siswa yang

mempunyai penguasaan kosakata tinggi secara rata-rata

mempunyai hasil kemampuan menulis yang lebih baik

dibandingkan siswa yang memiliki penguasaan kosakata

rendah. Dengan demikian siswa yang mempunyai penguasaan

kosakata tinggi akan lebih baik dalam menulis dibandingkan

siswa yang mempunyai penguasaan kosakata rendah.

Kosakata yang tinggi akan membantu siswa dalam

mengembangkan tulisannya. Semakin banyak kosakata yang

dimiliki siswa maka akan semakin mudah untuk siswa

Page 61: Junifer Siregar, S.Pd., M

55

tersebut dalam menulis. Penguasaan kosakata dapat

memengaruhi kemampuan berbahasa seseorang. Begitu juga

dengan kemampuan seseorang menggunakan dan

mempelajari bahasa banyak dipengaruhi oleh kosakata yang

dimilikinya. Kemampuan berbahasa seseorang meningkat

apabila kuantitas dan kualitas kosakatanya meningkat.

Dengan demikian penguasaan kosakata adalah salah satu

faktor penting dalam menentukan kemampuan berbahasa

dalam hal ini kemampuan menulis.

B. Terdapat Interaksi Antara Pengaruh Metode

Pembelajaran Dengan Penguasaan Kosakata

Terhadap Hasil Kemampuan Menulis Karangan

Narasi Ekspositoris Siswa

Hasil analisis diperoleh, terdapat perbedaan interaksi

antara metode pembelajaraan dan penguasaan kosakata siswa

dalam mempengaruhi hasil kemampuan menulis siswa.

Secara rata-rata kelompok siswa yang memiliki penguasaan

kosakata tinggi dan diajar dengan menggunakan metode

brainstorming berdasarkan media gambar mempunyai hasil

kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris siswa yang

lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode

Page 62: Junifer Siregar, S.Pd., M

56

konvensional. Kemudian secara rata-rata hasil kemampuan

menulis karangan narasi ekspositoris kelompok siswa yang

memiliki penguasaan kosakata rendah dan diajar dengan

metode brainstorming berdasarkan media gambar tidak lebih

baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang memiliki

penguasaan kosakata rendah tetapi diajar dengan menggunaka

pembelajaran konvensional. Dengan kata lain bagi kelompok

siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah lebih baik

menggunakan pembelajaran konvensional dibandingkan

dengan menggunakan metode brainstorming berdasarkan

media gambar, walaupun perbedaan hasil kemampuan

menulis karangan ekspositoris siswa tersebut tidak signifikan.

Jadi dalam hal ini metode pembelajaran dan penguasaan

kosakata siswa cukup signifikan untuk mempengaruhi hasil

kemampuan menulis karangan ekspositoris siswa.

Berdasarkan hasil penelitian kemampuan menulis

karangan narasi ekspositoris siswa secara keseluruhan, terjadi

peningkatan hasil kemampuan menulis karangan narasi

ekspositoris siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan,

khususnya pada perlakuan metode brainstorming berdasarkan

media gambar. Sedangkan pada kelas metode pembelajaran

konvensional meskipun terjadi peningkatan hasil belajar,

Page 63: Junifer Siregar, S.Pd., M

57

namun peningkatan rata-rata hasil belajar ini lebih baik

dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil belajar yang selama

ini dilaksanakan di lokasi penelitian.

C. Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian telah dilakukan sebaik mungkin,

ini dilakukan agar dapat diperoleh kesimpulan yang benar-

benar merupakan efek perlakuan yang diberikan. Namun

demikian pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari

kekurangan dan kelemahan karena hal-hal yang tidak dapat

dikontrol dan dihindari yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian. Berbagai kelemahan yang dirasakan selama

melakukan penelitian antara lain :

1. Kemungkinan jawaban yang diberikan siswa untuk tes

hasil kemampuan menulis dan penguasaan kosakata yang

mungkin kurang menggambarkan kondisi yang

sesungguhnya. Hal ini terjadi karena kondisi siswa dan

pemahaman siswa terhadap butir tes kurang dan pada

saat pelaksanaan tes waktunya kurang tepat dan

pengambilan data yang kurang optimal.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada perlakuan metode

brainstorming berdasarkan media gambar dan metode

Page 64: Junifer Siregar, S.Pd., M

58

konvensional serta penguasaan kosakata saja. Namun

selain itu masih banyak faktor lain yang bisa

mempengaruhi hasil kemampuan menulis karangan

narasi ekspositoris siswa, misalnya kalimat efektif, dan

lain sebagainya.

3. Sarana dan fasilitas sekolah belum memadai, sehingga

penggunaan media dan sumber belajar yang dibutuhkan

dalam penerapan metode pembelajaran belum maksimal.

Perlu kreatifitas guru untuk mencari alternatif cara

sehingga tetap dapat mengakomodasikan setiap

pendekatan dalam metode pembelajaran yang dirancang

Page 65: Junifer Siregar, S.Pd., M

59

BAB VI

PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan dikemukakan simpulan

hasil pembahasan berhubungan dengan pembahasan lanjut.

Simpulan hasil pembahasan ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar kemampuan membaca siswa yang diajar

dengan metode brainstorming melalui media gambar

lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan

metode konvensional.

2. Hasil belajar kemampuan membaca siswa yang memiliki

penguasaan kosakata tinggi lebih tinggi dibandingkan

siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah.

3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan penguasaan

kosakata dalam mempengaruhi hasil belajar kemampuan

membaca siswa. Siswa dengan penguasaan kosakata

tinggi akan memperoleh hasil menulis yang lebih tinggi

jika diajar dengan metode brainstorming melalui media

gambar. Demikian pula dengan siswa yang memiliki

penguasaan kosakata rendah, akan memperoleh hasil

Page 66: Junifer Siregar, S.Pd., M

60

menulis yang lebih tinggi jika diajar dengan metode

brainstorming melalui media gambar

Berdasarkan pembahasan maka dikemukakan saran-

saran sebagai berikut :

1. Guru harus memperhatikan materi pelajaran dan

merancang metode pembelajaran yang akan diterapkan

di kelas.

2. Diadakannya pelatihan bagi guru dalam peningkatan

kemampuan dalam merancang dan menerapkan metode

pembelajaran di sekolah

3. Guru perlu memperhatikan dan mengetahui penguasaan

kosakata siswa sebelum memulai pelaksanaan kebiatan

pembelajaran di kelas.

4. Guru diharapkan mampu menggunakan media dan

sarana pembelajaran guna lebih meningkatkan hasil

belajar kemampuan menulis karangan narasi

ekspositoris siswa di sekolah.

Page 67: Junifer Siregar, S.Pd., M

61

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Ahmadi, Mukhsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa

Indonesia. Malang : Ya3.

Akhadiah, Sabarti. 2003. Pembinaan Kemampuan Menulis

Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Rineka

Cipta.

Ary, Donald. 1982. Metodologi Penelitian. Bandung : Pustaka

Abadi.

Asyhar. A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta : PT.

Rajakrafindo Persada.

Page 68: Junifer Siregar, S.Pd., M

62

Bustani, Suyata. P. 2014. Pengembangan Media

Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris Berbantuan

Komputer untuk Siswa SMP Kelas VII. Jurnal Ling

Tera. Vol.1. No.1.Hlm. 28-38

Cahyono, Bambang Yudi. 2008. The Teaching of EFL

Vocabulary in The Indonesian Context The State of

The Art. TEFLIN Journal. Vol. 19. No. 1. Hlm. 1-7

Damayanti, Fransisca Dita, dkk. Hubungan Penguasaan

Kosakata dengan Keterampilan Menulis Argumentasi

Siswa. Padang : UNP

Darminto, Riyo. 2010. Hubungan Antara Penguasaan Kosa

Kata dan Kalimat Efektif denganKemampuan Menulis

Karangan Narasi Siswa Kelas 5 SD Surabaya :E-

Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya volume 7.

Daryanto, Usman. 2010. Manfaat Media Gambar dalam

Pembelajaran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Page 69: Junifer Siregar, S.Pd., M

63

Djiawantoro. 1996. Penggunaan Kosakata. Jakarta :

Gramedia.

Hambali. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Konsep dan Komunikasi Matematis Sisw SMP Dengan

Pendekatan Kontekstual (CTL). Tesis. Tidak

diterbitkan. Universitas Negeri Medan.

Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta :

Gramedia.

Kurniawan. Dedi. 2012. Penerapan Metode Brainstorming

Melalui Pengajaran Remedial Untuk Meningkatkan

Keaktifan dan Hasil Belajar IPS di Kelas IV SD

Negeri 35 Kota Bengkulu. Semarang : Universitas

Negeri Semarang.

Kristina, dkk. 2013. Hubungan Penguasaan Kosakata dan

Kemampuan Menulis. Medan : Universitas Negeri

Medan.

Page 70: Junifer Siregar, S.Pd., M

64

Larson, Lisa.et.all. 2013. Haw Can Teacher Increase

Classroom Use of Academic Vocabulary. Voices

From The Middle. Vol. 20. No. 4. PP. 16-21

Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Marahimin. 1994. Menulis secara Populer. Jakarta : IKIP.

Mardliyah, Noor. Dkk. 2014. Perbedaan Pengaruh

Cooperative Learning Think Pair Share (THP) dan

Metode Konvensional Terhadap Prestasi Belajar

Mata Pelajaran Bahasa Inggris Ditinjau Dari

Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII Pada Mts Negeri di

Kabupaten Kudus. Jurnal Teknologi Pendidikan dan

Pembelajaran. ISSN : 2354-664. Vol.2.No.2. Hlm

145-146.

Mukarto, F.X. 2005. Assesing The Depth of Second Language

Vocabulary Knowledge. Singapore : Presented at The

38th RELC Internasional Seminar. SEAMEO

Regional Language Centre. Vol.8. No.3.pp. 152-169

Page 71: Junifer Siregar, S.Pd., M

65

Murthado. 2007. Menulis dalam Pembinaan Bahasa

Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nation, I.S.P. 2002. Bets Practice in Vocabulary Teaching

and Learning. Dalam J.C. Richards & W.A. Renada

(Eds) , Methodology in Language Teaching: an

Anthology of Current Practice. Cambridge :

Cambridge University Press.

Nation, I.S.P. 2006. How Large a Vocabulary is Needed for

Reading and Listening. The canadian Modern

Language Review/La Revew Canadienne des langues

vivantes. Vol .63. No. 1. Pp. 60-82

Nurgiantoro, Burhan. 2012. Penilaian dalam Pengajaran

Bahasa dan Sastra.Yogyakarta : BPFE

Reyna, Amanda. 2010. Hubungan Penguasaan Kosakata dan

Kalimat Efektif denganKemampuan Mengubah Teks

wawancara Menjadi Karangan Narasi. Medan :

Unimed.

Page 72: Junifer Siregar, S.Pd., M

66

Rianti, Maya dkk. 2011. Hubungan Penguasaan kosakata

dengan kemampuan Menulis KaranganArgumentasi

Siswa. Padang : UNP

Richards, Jack C. Dan Renandya, Willy A. 2002.

Methodology in Language Teaching: An Anthology of

Current Practice. New York: Cambridge University

Press

Rinawati. 2014. Hubungan Penguasaan kosakata dan

Kemampuan Mengarang Dongeng. Yogyakarta :

UNY

Rohmadi, dkk. 2015. Bahasa Indonesia. Surakarta : Pustaka

Brilliant.

Roestiyah. 2008. Metode Pembelajaran. Jakarta : Gramedia.

Sadiman. A.S 2010. Media Pendidikan Pengertian

Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta :

Debdikbud Pustekom. CV. Rajawali.

Page 73: Junifer Siregar, S.Pd., M

67

Samsiah, Siti. Dkk. 2013. Hubungan Antara Penguasaan

Kosakata dan Motivasi Belajar dengan Kemampuan

Membaca Cerita. Jurnal Pendidikan Bahasa dan

Sastra. ISSN: 1693-63X Vol. 1, No. 1, Hal. 27-36

Semi, M. 1990. Menulis Efektif. Padang : Angkasa Raya.

---------. 1993. Menulis Narasi. Padang : Angkasa Raya.

Septriyanti, Yesi. 2012. Hubungan Penguasaan Kosakata

dengan Keterampilan Menulis Argumentasi. Padang :

UNP.

Siburian,Tiur Asi, 2013. Evaluasi Belajar. Jakarta : Halaman

Moeka.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, dan (R&D). Bandung :

Alfabeta.

Page 74: Junifer Siregar, S.Pd., M

68

Sumiati, Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung :

Wacana Prima.

Sudjana.2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Suparno. 2008. Jenis-jenis Karangan. Jakarta : Gramedia

Suryabrata. 1993. Prosedur Penelitian Kuantitatif. Bandung :

CV. Wacana Prima.

Nurgiantoro, Burhan. 2012. Penilaian dalam Pengajaran

Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Menulis Sebagai Suatu

Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

---------. 1985. Pengajaran Kosakata. Bandung : Angkasa.

---------. 2008. Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Page 75: Junifer Siregar, S.Pd., M

69

Wu, Yiwei. 2009. The Application of CLT in College English

Vocabulary Teaching. Journal of Cambridge Studies,

Vol. 4. No. 3, Hal. 128-131

Yuni, Irma. 2010. Hubungan Penguasaan Kosakata dengan

Keterampilan Menulis Naskah Drama Siswa Kelas

XI SMA. Medan : Unimed

Page 76: Junifer Siregar, S.Pd., M

70