jumat, 29 oktober 2010 | media indonesia fokus … · “setiap hari atau day to day ... kekhususan...

1
A MBLESNYA se- bagian ruas Jalan RE Martadinata di Jakarta Utara (Ja- kut) sepanjang 107 meter pada pertengahan September lalu ternyata menjadi titik awal bergulirnya cerita buruk me- ngenai penanganan in- frastruktur jalan di wilayah megapolitan. Belum habis cerita tentang amblesnya Jalan RE Martadi- nata, warga Tangerang dikaget- kan dengan kenyataan bahwa jembatan layang (flyover) Cibo- das telah miring. Terjadi pergeseran sekitar 5 sentimeter (cm) di bibir jembatan. Bebera- pa tiang fondasinya juga terli- hat berlubang. Akibatnya, warga khawatir jembatan yang berada di Jalan Gatot Subroto dan merupakan akses utama Jakarta-Tangerang-Merak bisa bernasib sama dengan Jalan RE Martadinata. “Kejadian di RE Martadi- nata bisa terulang di Tangerang nih,” kata Rohmat, 35, warga Karawaci, Tangerang Kekhawatiran yang sama juga dialami Sigit, warga Sun- ter yang sering melintasi jem- batan layang HBR Moetik di kawasan Kemayoran. Pada ruas jembatan yang sudah berusia sekitar 20 tahun itu terdapat regangan sekitar 10 cm hingga 15 cm. Warga yang melintas juga khawatir bahwa jembatan itu bisa rubuh sewak- tu-waktu. “Saya sudah enggak berani lagi lewat sana, sudah satu minggu ini,” tutur Sigit, 34, saat menceritakan kondisi jalan itu beberapa waktu lalu. Teror dari infrastruktur jalan ternyata belum berhenti. Dalam minggu ini, publik juga dikejut- kan adanya retakan jalan yang cukup panjang di Jalan Raya Bogor. Kekhawatiran Sigit, Rohmat serta ratusan ribu bahkan jutaan pengendara kendaraan bermo- tor di kawasan megapolitan memang segera direspons pihak-pihak terkait. Jalan dan jembatan yang rusak segera diperbaiki. Regangan yang ada di jembatan layang HBR Moetik segera ditutup dalam tempo kurang lebih satu minggu. Fly- over Cibodas juga telah men- jalani perbaikan, meski belum selesai. Demikian juga dengan Jalan RE Martadinata yang pertama kali ambles. Semua segera diperbaiki pemerintah. Sudah diawasi Namun, yang menjadi perha- tian masyarakat saat ini bukan- lah pada seberapa cepat peme- rintah mengadakan perbaikan pada infrastruktur jalan atau jembatan yang rusak. Yang menjadi perhatian adalah me- ngapa jalan atau jembatan itu sedemikian cepat rusak. Kuat dugaan bahwa ada semacam kongkalikong antara kontraktor dan pihak-pihak terkait sehingga mutu jalan diturunkan. Namun, hal itu seakan-akan dianggap tidak ada oleh pemerintah. Wakil Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengata- kan bahwa ada Inspektorat Pengawasan di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang mengawasi pembangunan jalan. Bila praktik itu terjadi, seharusnya pihak inspektorat bisa menemukan saat melaku- kan pengawasan. “Pokoknya kita serahkan kepada Kementerian PU,” ujar Arief, kemarin. Namun yang pasti, pihak Kementerian PU melalui Dinas PU yang ada di tiap-tiap provinsi telah mengalokasikan dana pengawasan yang cukup dalam setiap pengerjaan proyek jalan. Menurut Kepala Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Djoko Muryanto, pihaknya mengalokasikan 60% lebih dari anggaran yang di- terimanya untuk pemeliharaan infrastruktur jalan. Dalam pos pemeliharaan infrastruktur itu terdapat alokasi untuk penga- wasan. “Setiap hari atau day to day ada petugas kita yang menga- wasi jalan, namanya penilik jalan. Dia melaporkan setiap hari tentang kondisi jalan,” terangnya. Namun, ternyata penga- wasan yang telah demikian ketat itu juga tidak bisa melu- putkan terjadinya amblesnya jalan atau meregangnya jem- batan yang ada seperti yang ada di RE Martadinata dan HBR Moetik. Mengenai hal itu, Djoko hanya bisa berkilah bahwa kedua area itu memiliki kekhususan tersendiri. HBR Moetik adalah tang- gung jawab pengelola kawasan Kemayoran. Sementara itu, RE Martadinata merupakan ke- wenangan PU pusat. “Jangan dianggap semua jalan kondisinya sama seperti dua kejadian tersebut,” bela- nya. Perlu tim independen Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi menuding ketidakterbukaan terhadap hasil audit penggu- naan anggaran pembangunan jalan menjadi biang keladi ren- dahnya kualitas infrastruktur jalan yang ada saat ini. Menurut Ucok, Pemprov DKI Jakarta, Dinas Pekerjaan Umum, dan instansi terkait selalu menutupi dan menolak untuk memberi keterangan ketika dimintai hasil audit dari anggaran yang telah dikeluarkan untuk pemba- ngunan dan perbaikan in- frastruktur. “Anggaran untuk perbaikan itu selalu ada dalam APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah), tapi realisasi- nya tidak jelas,” ujar Ucok ke- pada Media Indonesia. Ia menerangkan bahwa dari yang sudah-sudah, pemba- ngunan infrastruktur memang sarat dengan penyelewengan dana. “Kita lihat saja, jalan raya dibangun dengan spesifikasi yang dikurangi. Pengurangan ketebalan dan kualitas aspal yang tidak bagus menyebabkan jalan mudah rusak. Ketika pe- merintah ditanya, pasti alasan- nya cuaca, padahal jelas-jelas permasalahan ada pada kuali- tas bahan,” terang Ucok. Ucok menegaskan perlunya audit untuk melihat realisasi anggaran dana pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Namun demikian, ia menya- rankan agar auditor bukan be- rasal dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Peme- riksa Keuangan(BPK). “Supaya data yang dihasil- kan bersifat objektif,” pungkas- nya. (*/SM/*/J-2) [email protected] PEMBANGUNAN JALAN AMBLES: Pekerja tengah menggempur beton di proye ambles di Jakarta Utara, Jumat (15/10). 22 | JUMAT, 29 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus Ucok Sky Khadafi Koordinator Fitra Anggaran untuk perbaikan itu selalu ada dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah, tapi realisasinya tidak jelas.” KARUT-MARUT KARUT-MARUT INFRASTRUKTUR INFRASTRUKTUR JAKARTA JAKARTA Dana pengawasan jalan ada. Namun, hal itu tidak bisa menjamin kualitas infrastruktur jalan yang dibangun pemerintah. Fidel Ali Permana

Upload: doanminh

Post on 05-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

AMBLESNYA se-bagian ruas Jalan RE Martadinata di Jakarta Utara (Ja-

kut) sepanjang 107 meter pada pertengahan September lalu ternyata menjadi titik awal bergulirnya cerita buruk me-n g e n a i p e n a n g a n a n i n -frastruktur jalan di wilayah megapolitan.

Belum habis cerita tentang amblesnya Jalan RE Martadi-nata, warga Tangerang dikaget-kan dengan kenyataan bahwa jembatan layang (flyover) Cibo-das telah miring. Terjadi pergeseran sekitar 5 sentimeter (cm) di bibir jembatan. Bebera-pa tiang fondasinya juga terli-hat berlubang. Akibatnya, warga khawatir jembatan yang berada di Jalan Gatot Subroto dan merupakan akses utama Jakarta-Tangerang-Merak bisa bernasib sama dengan Jalan RE Martadinata.

“Kejadian di RE Martadi-nata bisa terulang di Tangerang nih,” kata Rohmat, 35, warga Karawaci, Tangerang

Kekhawatiran yang sama juga dialami Sigit, warga Sun-ter yang sering melintasi jem-batan layang HBR Moetik di kawasan Kemayoran. Pada ruas jembatan yang sudah berusia sekitar 20 tahun itu terdapat regangan sekitar 10 cm hingga 15 cm. Warga yang melintas juga khawatir bahwa jembatan itu bisa rubuh sewak-tu-waktu.

“Saya sudah enggak berani lagi lewat sana, sudah satu minggu ini,” tutur Sigit, 34, saat menceritakan kondisi jalan itu beberapa waktu lalu.

Teror dari infrastruktur jalan ternyata belum berhenti. Dalam minggu ini, publik juga dikejut-kan adanya retakan jalan yang cukup panjang di Jalan Raya Bogor.

Kekhawatiran Sigit, Rohmat serta ratusan ribu bahkan jutaan pengendara kendaraan bermo-

tor di kawasan megapolitan memang segera direspons pihak-pihak terkait. Jalan dan jembatan yang rusak segera diperbaiki. Regangan yang ada di jembatan layang HBR Moetik segera ditutup dalam tempo kurang lebih satu minggu. Fly-over Cibodas juga telah men-jalani perbaikan, meski belum selesai. Demikian juga dengan Jalan RE Martadinata yang pertama kali ambles. Semua segera diperbaiki pemerintah.

Sudah diawasiNamun, yang menjadi perha-

tian masyarakat saat ini bukan-

lah pada seberapa cepat peme-rintah mengadakan perbaikan pada infrastruktur jalan atau jembatan yang rusak. Yang menjadi perhatian adalah me-ngapa jalan atau jembatan itu sedemikian cepat rusak.

Kuat dugaan bahwa ada semacam kongkalikong antara kontraktor dan pihak-pihak terkait sehingga mutu jalan diturunkan. Namun, hal itu seakan-akan dianggap tidak ada oleh pemerintah.

Wakil Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengata-kan bahwa ada Inspektorat Pengawasan di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang mengawasi pembangunan jalan. Bila praktik itu terjadi, seharusnya pihak inspektorat bisa menemukan saat melaku-kan pengawasan.

“Pokoknya kita serahkan kepada Kementerian PU,” ujar

Arief, kemarin.Namun yang pasti, pihak

Kementerian PU melalui Dinas PU yang ada di tiap-tiap provinsi telah mengalokasikan dana pengawasan yang cukup dalam setiap pengerjaan proyek jalan.

Menurut Kepala Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Djoko Muryanto, pihaknya mengalokasikan 60% lebih dari anggaran yang di-terimanya untuk pemeliharaan infrastruktur jalan. Dalam pos pemeliharaan infrastruktur itu terdapat alokasi untuk penga-wasan.

“Setiap hari atau day to day ada petugas kita yang menga-wasi jalan, namanya penilik jalan. Dia melaporkan setiap hari tentang kondisi jalan,” terangnya.

Namun, ternyata penga-wasan yang telah demikian ketat itu juga tidak bisa melu-putkan terjadinya amblesnya jalan atau meregangnya jem-batan yang ada seperti yang ada di RE Martadinata dan HBR Moetik. Mengenai hal itu, Djoko hanya bisa berkilah bahwa kedua area itu memiliki kekhususan tersendiri.

HBR Moetik adalah tang-gung jawab pengelola kawasan Kemayoran. Sementara itu, RE Martadinata merupakan ke-wenangan PU pusat.

“Jangan dianggap semua jalan kondisinya sama seperti dua kejadian tersebut,” bela-nya.

Perlu tim independenKoordinator Advokasi dan

Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi menuding ketidakterbukaan terhadap hasil audit penggu-naan anggaran pembangunan jalan menjadi biang keladi ren-dahnya kualitas infrastruktur jalan yang ada saat ini.

Menurut Ucok, Pemprov DKI Jakarta, Dinas Pekerjaan Umum, dan instansi terkait selalu menutupi dan menolak untuk memberi keterangan ketika dimintai hasil audit dari anggaran yang telah dikeluarkan untuk pemba-ngunan dan perbaikan in-frastruktur.

“Anggaran untuk perbaikan itu selalu ada dalam APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah), tapi realisasi-nya tidak jelas,” ujar Ucok ke-pada Media Indonesia.

Ia menerangkan bahwa dari yang sudah-sudah, pemba-ngunan infrastruktur memang sarat dengan penyelewengan dana.

“Kita lihat saja, jalan raya dibangun dengan spesifikasi yang dikurangi. Pengurangan ketebalan dan kualitas aspal yang tidak bagus menyebabkan jalan mudah rusak. Ketika pe-merintah ditanya, pasti alasan-nya cuaca, padahal jelas-jelas permasalahan ada pada kuali-tas bahan,” terang Ucok.

Ucok menegaskan perlunya audit untuk melihat realisasi anggaran dana pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Namun demikian, ia menya-rankan agar auditor bukan be-rasal dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Peme-riksa Keuangan(BPK).

“Supaya data yang dihasil-kan bersifat objektif,” pungkas-nya. (*/SM/*/J-2)

[email protected] PEMBANGUNAN JALAN AMBLES: Pekerja tengah menggempur beton di proyeambles di Jakarta Utara, Jumat (15/10).

22 | JUMAT, 29 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus

Ucok Sky KhadafiKoordinator Fitra

Anggaran untuk perbaikan itu selalu ada dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah, tapi realisasinya tidak jelas.”

KARUT-MARUT KARUT-MARUTINFRASTRUKTURINFRASTRUKTUR

JAKARTAJAKARTADana

pengawasan jalan ada. Namun, hal

itu tidak bisa menjamin kualitas infrastruktur jalan

yang dibangun pemerintah.

Fidel Ali Permana