julita arnis 101000208.pdf
TRANSCRIPT
-
1
PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS KIA
PUSKESMAS DI KECAMATAN SIANTAR
KABUPATEN SIMALUNGUN
TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH
JULITA ARNIS
101000208
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
-
2
PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS KIA
PUSKESMAS DI KECAMATAN SIANTAR
KABUPATEN SIMALUNGUN
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat
OLEH
JULITA ARNIS
101000208
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
-
i
-
ii
ABSTRAK
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Salah satu program pokok dalam puskesmas adalah Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), dimana program KIA memiliki beberapa kegiatan pokok yang terdapat di
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), yang terdiri
dari pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan,
keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita.
Penelitian ini merupakan penelitan Explanatory research yang menjelaskan
hubungan beban kerja dengan kinerja petugas KIA di Puskemas Kecamatan Siantar
Kabupaten Simalungun. Sampel dari penelitian ini sebanyak 38 bidan yang memiliki
praktek pribadi. Pengumpulan data meliputi wawancara yang berpedoman pada
kuesioner, lembaran check list pada kuesioner yang diisi berdasarkan jawaban
responden dan observasi langsung terhadap kinerja petugas KIA. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 55,3% responden beban kerja
pada kategori kurang dan sebesar 68,4% responden dengan kinerja kurang. Hasil uji
variat menunjukkan bahwa variabel beban kerja ( p = 0,044 ) berpengaruh terhadap
kinerja petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun hendaknya
menempatkan petugas KIA sesuai dengan kebutuhan secara proporsional dan
memberikan kelengkapan alat dan bahan di setiap puskesmas. Meningkatkan
kemampuan petugas KIA dengan memberikan pelatihan dan pendidikan yang lebih
tinggi.
Kata Kunci : Beban Kerja, Petugas KIA, Kinerja
-
iii
ABSTRACT
Community health centers is a technical unit health districts/cities which are
responsible for organizing the construction of health in one working area. One of the
main programs in the community health center is maternal and child health.
Maternal and child health program has several main activities contained in the local
region monitoring maternal and child health, which consists of antenatal care,
maternity, new mothers, women with obstetric complications, family planning,
newborn, newborns with complications, babies and toddlers.
This research was explanatory research that explained the workload
relationship with the performance of maternal and child health officer in siantar
community health center, Simalungun regency. The samples from this study were 38
midwives who have a private practice. The data collection included interviews based
on the questionnaire, check list sheet on questionnaires completed by respondents
and direct observation of the performance of maternal and child health officers. Data
analysis was done using the chi-square test.
The result showed that 55,3% of respondentd with low workload category and
by 68,4% of respondents with low performance. Bivariate test result indicated that
the variable of workload (p=0,044) had relationship on the performance of officer in
health centers in the Siantar district Simalungun regency.
In the recommended to health office simalungun regency to put
proportionately the officers in accordance with the needs and provide complete
eqiupment and materials in each health center, enchance the ability of maternal and
child health officers by providing training and higher education.
Keywords : Work Load, Maternal and Child Health Officers, Performance
-
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Julita Arnis
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/22 Juli 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak Ke : 1 Dari 4 Bersaudara
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Huta I Bandar Malela Kabupaten Simalungun
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1998-2004 : SD Negeri 1 Marga Baru Lubuk Linggau
2. Tahun 2004-2007 : SMP Muhammadiyah 19 Pematang Siantar
3. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 4 Pematang Siantar
4. Tahun 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh
Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar
Kabupaten Simalungun Tahun 2014 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya
Departemen Administrasi dan Kebijkana Kesehatan.
Selama menyelesaikan skripsi ini, begitu banyak tantangan yang penulis
hadapi, namun banyak pula dukungan dari berbagai pihat baik secara moril maupun
material. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M,Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama,M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Heldy BZ, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan
dengan baik.
-
vi
5. dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.
6. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
7. Para dosen dan staf di Fakultas Kesehatan masyatakat universitas sumatera utara
khususnya departemen adinistrasi dan kebijakan kesehatan.
8. Dr. Ernawati Tarigan selaku kepala Puskesmas Kecamatan Siantar.
9. Terkhusus kepada orang tua tercinta dan tersayang, Mawardi dan Suryani yang
selalu memberikan dukungan dan mendoakan tiada henti hingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
10. Terkhusus buat nenek dan kakek tercinta dan tersayang, Nasib Wibowo dan
Marsini yang selalu memberikan senyum semangat kepada penulis.
11. Terkhusus adik-adik tercinta Febby Dwi Putri, Vika Aini dan Windy Chairunisa
yang selalu memberikan senyuman dan motivasi.
12. Terkhusus sahabat tercinta Aulia Rahman yang selalu setia memberikan
dorongan dan motivasi.
13. Terkhusus sahabat tersayang Desi Purnama Sari yang selalu setia memberikan
dorongan dan motivasi.
14. Buat teman-teman seperjuangan Fifit, Ade, Shella, Reni, Riri, Ashell, Anggi,
Ayu, Hanif, Martines, Nancy dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan
dukungan kepada penulis.
-
vii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam skripsi ini.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memanfaatkannya.
Medan, Mei 2014
Penulis
Julita Arnis
NIM : 101000208
-
viii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan .......................................................................................... i
Abstrak ................................................................................................................. ii
Abstract ................................................................................................................ iii
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ iv
Kata Pengantar.................................................................................................... v
Daftar Isi .............................................................................................................. viii
Daftar Tabel ......................................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 7 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8 2.1 Puskesmas ............................................................................................... 8
2.1.1 Definisi Puskesmas ..................................................................... 8 2.1.2 Fungsi Puskesmas ....................................................................... 9 2.1.3 Kedudukan Puskesmas ................................................................ 11 2.1.4 Struktur Organisasi Puskesmas ................................................... 12 2.1.5 Upaya Kesehatan ......................................................................... 13
2.2 Program KIA ........................................................................................... 14 2.2.1 Petugas KIA ................................................................................ 14 2.2.2 Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak .......... 15 2.2.3 Pengelolaan PWSKIA ................................................................. 16
2.3 Kinerja..................................................................................................... 27 2.3.1 Definisi Kinerja ........................................................................... 27 2.3.2 Penilaian Kinerja ......................................................................... 27 2.3.3 Pengukuran Kinerja .................................................................... 28
2.4 Beban Kerja ............................................................................................ 29 2.4.1 Pengukuran Beban Kerja............................................................. 30
2.5 Kerangka Konsep .................................................................................... 32
2.6 Hipotesa Penelitian ................................................................................. 33
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 34
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 34 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 34
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................................... 34 3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 34
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 34
-
ix
3.3.1 Populasi ....................................................................................... 34 3.3.2 Sampel......................................................................................... 34
3.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 35 3.4.1 Data Primer ................................................................................. 35 3.4.2 Data Sekunder ............................................................................. 36
3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 36 3.5.1 Variabel Independen ................................................................... 36 3.5.2 Variabel Dependen...................................................................... 36
3.6 Aspek Pengukuran .................................................................................. 38 3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ............................................. 38 3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ........................................... 39
3.7 Metode Analisis Data .............................................................................. 42
BAB IV. HASIL PENELITIAN ......................................................................... 43
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 43
4.1.1 Jumlah Penduduk ......................................................................... 43
4.1.2 Sarana Kesehatan ......................................................................... 44 4.1.3 Tenaga Kesehatan ........................................................................ 45
4.2 Analisis Univariat ................................................................................... 45
4.2.1 Beban Kerja ................................................................................ 45
4.2.2 Kinerja ......................................................................................... 47
4.3 Analisis Bivariat ..................................................................................... 50
4.3.1 Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Petugas KIA ................ 51
4.3.2 Pengaruh Beban Kerja dengan Kinerja Petugas KIA .................. 51
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 53
5.1 Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA dalam
Melaksanakan Kegiatan Pokok KIA di Kecamatan Siantar ................... 53
5.1.1 Beban Kerja ................................................................................... 53
5.1.2 Kinerja............................................................................................ 54
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 66
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 66
6.2 Saran ......................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen Beban Kerja Petugas KIA ............... 38
Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen Kinerja Petugas KIA .......................... 39
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Nagori (Desa) /Kelurahan Di Kecamatan
Siantar Tahun 2012 ............................................................................................... 44
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan Di
Kecamatan Siantar Tahun 2012 ............................................................................ 44
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan Di
Kecamatan Siantar Tahun 2012 ............................................................................ 45
Tabel 4.4 Distribusi Beban Kerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan Siantar ........... 45
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Petugas KIA
Puskesmas Kecamatan Siantar .............................................................................. 46
Tabel 4.6 Distribusi Kinerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan Siantar ................... 47
Tabel 4.7 Distribusi Kinerja Responden KIA Berdasarkan Kategori Kinerja
Puskesmas Kecamatan Siantar ................................................................................ 50
Tabel 4.8 Hubungan Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA Dalam
Melaksanakan Tugas-Tugas Pokok KIA Di Puskesmas Kecamatan Siantar .......... 51
Tabel 4.9 Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA Dalam
Melaksanakan Tugas-Tugas Pokok KIA Di Puskesmas Kecamatan Siantar .......... 52
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kesehatan merupakan aset yang paling berharga yang harus dimiliki
oleh setiap orang untuk menjalankan segala aktivitas dalam kehidupan. Mendapatkan
pelayanan kesehatan yang terbaik merupakan hak setiap masyarakat Indonesia.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk
mencapai kemampuan hidup sehat bagi seluruh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan disuatu negara dapat dinilai
dengan beberapa indikator. Indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam
kondisi morbiditas, mortalitas, dan status gizi. Indikator mortalitas digambarkan dari
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka
Kematian Ibu (AKI). Bila AKI, AKABA dan AKB disuatu negara rendah maka
pelayanan kesehatan sudah baik di negara tersebut dan sebaliknya bila AKI, AKABA
dan AKB tinggi maka pelayanan kesehatan belum baik (Depkes RI, 2007).
Kondisi mortalitas di Indonesia masih tinggi dimana menurut Data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 214 per 1000
kelahiran hidup, AKB sebesar 31 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian
neonatal (AKN) sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2007). Berdasarkan
Susenas 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara
-
2
AKB pada tahun 2007 sebesar 26,9 per 100.000 kelahiran hidup, AKABA 67 per
1000 kelahiran hidup, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Dinkes Sumut
2012).
Untuk menunjang keberhasilan upaya-upaya kesehatan di setiap daerah maka
pemerintah menetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dimana
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan wewenang pada
daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan secara otonom. Otonomi daerah
dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional, serta penimbangan keuangan pusat dan daerah ,
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan derajat
kesehatan adalah didirikan puskesmas di setiap kecamatan. Berdasarkan Kepmenkes
RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat, puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembanguanan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Tujuan pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
-
3
Puskesmas memiliki upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, upaya kesehatan
wajib terdiri dari Upaya Promosi Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya
Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi, Upaya
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Upaya Pengobatan. Upaya
kesehatan pengembangan ditetapkan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan di
masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan puskesmas (Depkes RI, 2004).
Program KIA merupakan salah satu program wajib yang terdapat di
puskesmas. Perhatian khusus harus diberikan terhadap kesehatan ibu, bayi baru lahir,
bayi dan balita. Hal ini karena ibu, bayi dan balita termasuk dalam penduduk yang
rentan terhadap penyakit. Selain itu, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian
Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan salah satu indikator
derajat kesehatan suatu negara.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010) tentang Pedoman
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, kegiatan pokok program
KIA adalah Pelayanan Antenatal, Pertolongan Persalinan, Pelayanan Kesehatan Ibu
Nifas, Pelayanan Kesehatan Neonatus, Deteksi Dini dan Penganganan Komplikasi
Kebidanan dan Neonatus oleh Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat, Penanganan
Komplikasi Kebidanan, Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi, Pelayanan
Kesehatan Bayi, Pelayanan Kesehatan Anak Balita dan Pelayanan KB Berkualitas.
Peran puskesmas sangat tergantung kepada sumber daya manusia yang ada,
kualitas pelayanan yang dilaksanakan di puskesmas sangat dipengaruhi oleh kinerja
sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Kinerja sumber daya manusia yang ada
-
4
di puskesmas dapat dilihat dari beban kerja yang dimiliki oleh setiap tenaga
kesehatan.
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud
dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Beban kerja adalah tanggungjawab kewajiban yang harus dilaksanakan karena
pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab (Simamora, 2001). Semakin
banyak tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang semakin berat beban kerja yang
disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang didapatkannya (Gibson dkk,
1995).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, beban kerja puskesmas sebagai unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota terlalu berat. Pertama disebabkan
oleh rujukan kesehatan ke dan dari dinas kesehatan kabupaten/kota kurang berjalan.
Kedua, karena dinas kesehatan yang sebenarrnya bertanggungjawab terhadap
keberhasilan pembangunan kesehatan secara menyeluruh di wilayah kabupaten/kota
lebih banyak melaksanakan tugas-tugas administratif.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang
memengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Domen (2013) mengenai pengaruh
-
5
karakteristik individu dan beban kerja terhadap kinerja petugas KIA dalam
melaksanakan program di puskesmas se Kota Pematangsiantar adalah terdapat
hubungan antara karakteristik individu, psikologi dan beban kerja terhadap kinerja
petugas KIA dalam melaksanakan tugas di puskesmas se Kota Pematangsiantar.
Keberhasilan pelayanan kesehatan ibu dan anak selain angka mortalitas dapat
juga dilihat dari hasil cakupan seperti : cakupan pelayanan ibu hamil kunjungan ke 1
(K1), kunjungan ke 4 (K4) dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 di Indonesia
menjelaskan bahwa cakupan K1 sebesar 72,3%, K4 sebesar 61,4% dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 82,2%. Pada tahun 2011 di
Indonesia cakupan K1 sebesar 95,71%, K4 sebesar 88,27% dan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 86,38% (Depkes RI, 2012).
Sumatera Utara cakupan K4 tahun 2012 sebesar 85,92% dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 88,78% . Di Kabupaten Simalungun
pada tahun 2012 cakupan kunjungan K4 sebesar 16,41% dan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 16,48% (Profil Dinkes Sumut, 2013).
Angka tersebut masih belum memenuhi target Millennium Development Goals
(MDGs) tahun 2015 yang mana cakupan K4 95% dan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan 90% (Depkes RI, 2008).
Target MDGs tahun 2015 terhadap AKI di Indonesia 102 per 100.00
kelahiran hidup (Depkes RI, 2012), bila dibandingkan dengan jumlah AKI yang
terdapat di Kabupaten Simalungun, maka jumlah tersebut masih jauh dari target yang
telah ditetapkan pada MDGs. Melihat bahwa Kabupaten Simalungun memiliki
-
6
jumlah penduduk 830.986 jiwa, jumlah puskesmas 34 dan jumlah bidan yang bekerja
di puskesmas 538 orang. Salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten
Simalungun yaitu Kecamatan Siantar. Kecamatan Siantar memiliki 2 unit puskesmas
induk, 5 unit puskesmas pembantu dan 2 unit poskesdes, jumlah tenaga kesehatan
untuk Puskesmas Kecamatan Siantar terdiri dari 10 dokter umum, 2 dokter gigi, 50
bidan PNS (Pegawai Negeri Sipil), 31 bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap), 29 perawat
dan 2 perawat gigi. Dengan sumber daya yang dimiliki, maka diupayakan dapat
mengurangi AKI dengan meningkatkan kinerja petugas, oleh karena itu perlu dilihat
kinerja petugas KIA yang terdapat di puskesmas.
Dari hasil survei awal yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap petugas KIA
bahwa pelayanan antenatal belum dilaksanakan sesuai dengan standar seperti
pengisian buku KIA dengan lengkap, ukur lingkar lengan atas dan ukur tinggi fundus
uteri, dimana hal tersebut digunakan untuk pendeteksian secara dini penyakit yang
mungkin terjadi. Pemilihan Kecamatan Siantar sebagai tempat penelitian karena
Kecamatan Siantar memiliki jumlah bidan yang terbanyak di wilayah Kabupaten
Simalungun, walaupun jumlah bidan terbanyak ada di Kecamatan Siantar, tetapi
bidan yang bertugas di program KIA masih banyak yang tidak melakukan pelayanan
sesuai standar.
Pembagian beban kerja yang kurang merata kepada setiap tenaga kesehatan di
puskesmas menjadi penyebab kurangnya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan
pada masyarakat, pegawai yang tidak mendapatkan tugas yang tidak merata maka
beban kerja yang diterimanya tidak merata. Demikian juga dengan permasalahan
-
7
yang terjadi di Koordinator KIA yang merupakan program yang berfokus pada
kesehatan ibu, bayi dan balita, yang merupakan salah satu penentu derajat kesehatan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dan survei awal yang dilakukan pada
Puskesmas Kecamatan Siantar, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas KIA Puskesmas di Kecamatan
Siantar Kabupaten Simalungun.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh beban kerja terhadap kinerja petugas KIA
Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh beban
kerja terhadap kinerja petugas KIA Puskesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan dan puskesmas lainnya dalam menyusun
perencanaan sumber daya manusia khususnya petugas KIA.
2. Bagi petugas KIA sebagai bahan informasi dan pemahaman tentang beban kerja
dalam upaya peningkatan kinerja.
3. Bagi peneliti sendiri, pelaksanaan penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman secara langsung dalam penerapan disiplin ilmu yang diperoleh.
-
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan kabupaten/kota,
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat
pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota,
sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan
-
9
kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai
dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing
puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes, 2004).
2.1.2 Fungsi Puskesmas
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan
dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan
melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan,
upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
-
10
kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan
dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya
masyarakat setempat.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas
meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat
pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah
rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat
publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
-
11
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya (Depkes, 2004).
2.1.3 Kedudukan Puskesmas
Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem
Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah
Daerah:
1. Sistem Kesehatan Nasional
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai
sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat
di wilayah kerjanya.
2. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Kedudukan puskesmas dalam sistem kesehatan kabupaten/kota adalah
sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan
kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
3. Sistem Pemerintah Daerah
Kedudukan puskesmas dalam sistem pemerintah daerah adalah sebagai unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang merupakan unit struktural
pemerintah daerah kabupaten/kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.
-
12
4. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Di wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan
kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta
seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai
kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan
kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja puskesmas
terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumberdaya
masyarakat seperti posyandu, polindes, pos obat desa dan pos UKK. Kedudukan
puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan
bersumberdaya masyarakat adalah sebagai pembina ( Depkes, 2004).
2.1.4 Struktur Organisasi Puskesmas
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas
masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu
kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan
penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan
pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
2. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu kepala puskesmas dalam
pengelolaan:
a. Data dan informasi
b. Perencanaan dan penilaian
c. Keuangan
d. Umum dan pengawasan
-
13
3. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas
a. Upaya kesehatn masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM
b. Upaya kesehatan perorangan
4. Jaringan pelayanan puskesmas
a. Unit puskesmas pembantu
b. Unit puskesmas keliling
c. Unit bidan di desa/komunitas
Puskesmas Pembantu (Pustu) adalah unit pelayanan kesehatan yang berfungsi
menunjang serta membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Polindes adalah unit
pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan alat transportasi dan sejumlah
tenaga kesehatan dari puskesmas (Depkes, 2004).
2.1.5 Upaya Kesehatan
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan
nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut
dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya
ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan
wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah
Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
-
14
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan
dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes, 2004).
2.2 Program KIA
2.2.1 Petugas KIA
-
15
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud
dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
tenaga KIA merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam
bidang KIA seperti bidan desa.
2.2.2 Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
PWS KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA
di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru
lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri
dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut
(Kemenkes, 2010).
Menurut WHO, surveilens adalah suatu kegiatan sistematis
berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial
dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak
adalah dengan melaksanakan PWS KIA (Kemenkes, 2010).
Tujuan PWS KIA adalah :
-
16
1. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani
secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.
2.2.3 Pengelolaan PWS KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan
jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan
pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut
(Kemenkes, 2010):
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di
semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
-
17
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
Beberapa program KIA menurut Kemenkes 2010 adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan
khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan
dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
-
18
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan dengan alat timbangan dan
mikrotois.
b. Ukur tekanan darah dengan alat tensimeter.
c. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas) dengan meteran.
d. Ukur tinggi fundus uteri.
e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin dengan alat stetostop.
f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan dengan alat form skrining.
g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
h. Test laboratorium (rutin dan khusus).
i. Tatalaksana kasus.
j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan
darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus
dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berisiko,
pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria,
tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara
operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh
tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai
berikut :
-
19
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk
menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten
memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah : dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
2. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pencegahan infeksi.
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini.
e. Memberikan Injeksi Vit K1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
-
20
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
3. Pelayanan Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga
kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan
pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB
pasca. Pelayanan yang diberikan adalah :
a. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu dengan alat
tensimeter, jam dan termometer.
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama
segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian
kapsul Vitamin A pertama.
f. Pelayanan KB pasca salin adalah pelayanan yang diberikan kepada Ibu
yang mulai menggunakan alat kontrasepsi langsung sesudah melahirkan
(sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan).
4. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik
-
21
di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan
pelayanan kesehatan neonatus :
a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 Jam
setelah lahir.
b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3
sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8
sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
melakukan pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dan pemeriksaan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk
memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :
a. Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir
1) Perawatan Tali pusat
2) Melaksanakan ASI Eksklusif
3) Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1
4) Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik
-
22
5) Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0
b. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
1) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
2) Pemberian imunisasi hepatitis B-0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.
3) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.
4) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
5. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan
komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal
, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya
deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor
risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,
merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi
yang dilahirkannya.
6. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu
dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai
-
23
standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi
kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat
diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh
tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan
ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi
kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang
mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah
sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas
mampu PONED meliputi :
a. Pelayanan obstetri :
1) Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
2) Pencegahan dan penanganan hipertensi dalam kehamilan (pre-
eklampsi dan eklampsi)
3) Pencegahan dan penanganan infeksi.
4) Penanganan partus lama/macet.
5) Penanganan abortus.
6) Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
b. Pelayanan neonatus :
1) Pencegahan dan penanganan asfiksia.
2) Pencegahan dan penanganan hipotermia.
-
24
3) Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
4) Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus,
ikterus ringan sedang.
5) Pencegahan dan penanganan gangguan minum
6) Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
7. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama
periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari sampai 2 bulan.
b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 sampai 5 bulan.
c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 sampai 8 bulan.
d. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 sampai 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan
pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan
kesehatan tersebut meliputi :
-
25
a. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB1,2,3,
Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
b. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi.
c. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan).
d. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda
tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku
KIA.
e. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
8. Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period
dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke
arah yang lebih berat. Kematian bayi dan balita merupakan salah satu
parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab
kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat
pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di tingkat pelayanan kesehatan
dasar.
-
26
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita
sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai
standar yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku
KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau
berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan
SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan)
maupun di luar gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.
9. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga
diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan
-
27
menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup
memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak. Pelayanan KB bertujuan untuk menunda
(merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin
menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode
kontrasepsi yang meliputi :
a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
2.3 Kinerja
2.3.1 Defenisi Kinerja
Kinerja menurut beberapa penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia
diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Domen (2013) menyatakan bahwa kinerja
adalah penampilan hasil kerja personal baik dalam kualitas ataupun kuantitas dalam
suatu organisasi. Sedangkan menurut Rivai (2005) kinerja adalah prestasi yang
dicapai yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya
sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
2.3.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen atau
penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan
kinerja atas kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode
tertentu biasanya setiap akhir tahun. Kegiatan ini dimaksud untuk mengukur kinerja
-
28
masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas kerja, pembinaan
selanjutnya, tindakan perbaikan atas pekerjaan yang kurang sesuai dengan deskripsi
pekerjaan, serta untuk keperluan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan
lainnya (Sastrohadiwiryo, 2002).
Pada prinsipnya penilaian kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-
kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai
penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi
individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang
menjadi tanggungjawabnya (Rosidah, 2009).
Menurut Sastrohadiwiryo (2002) tujuan penilaian kinerja adalah sebagai
berikut :
1. Sumber data untuk merencanakan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan
jaka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.
2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan.
3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong kearah
kemajuan dan kemungkinan memperbaiki atau meningkatkan kualitas kerja bagi
para tenaga kerja.
4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang
pemegang tugas dan pekerjaan.
5. Landasan atau bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang
ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan
lainnya.
-
29
2.3.3 Pengukuran Kinerja
Menurut Rosidah (2009), fokus dalam pengukuran kinerja adalah penilaian
berdasarkan hasil (result-based performance), penilaian berdasarkan perilaku
(behavior based performance appraisal) dan penilaian dengan berdasarkan judgment
based performance appraisal.
1. Penilaian Berdasarkan Hasil (result-based performance)
Tipe penilaian ini dimulai dengan merumuskan kinerja pegawai dengan
didasarkan pada pencapaian tujuan organisasi, atau dapat dikatakan dengn
menukur hasil-hasil akhir (end result)
2. Penilaian Berdasarkan Perilaku (behavior based performance appraisal)
Dalam model penilaian ini kinerja akan difokuskan pada sarana (means) dan
sasaran (goals) dan bukan hasil akhir. Dengan demikian perilaku pegawai yang
sesuai dengan sarana yang tersedia dan sasaran yang ingin dicapai.
3. Penilaian Dengan Berdasarkan Judgment Based Performance Appraisal
Kualitas pekerjaan merupakan bagian substansi yang tidak dapat diabaikan.
Konsentrasi dari penilaian yang dilakukan tentunya akan menidentifikasikan
bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan.
2.4 Beban Kerja
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 81/Menkes/SK/I/2004
tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di
tingkat Provinsi, Kabupaten, Kota serta Rumah Sakit yang salah satunya prosedur
penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan metode beban kerja.
-
30
Beban kerja meliputi tanggungan kerja yang meliputi fisik maupun mental.
Akibat beban kerja yang berlebihan maka dapat mengakibatkan seorang tenaga
kesehatan mengalami gangguan kesehatan dan menghambat pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh
tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan
kesehatan. Analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan
kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan
kapasitas kerja perorangan per satuan waktu. (Depkes, 2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain :
a. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh tenaga kerja, yaitu :
1. Tugas-tugas yag bersifat fisik, seperti tata ruang,alat kerta, tempat kerja,
sikap kerja, kondisi kerja dan tingkat kesulitan.
2. Organisasi kerja, seperti waktu istirahat, waktu kerja, sistem upah, struktur
organisasi dan pelimpahan wewenang.
3. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, kimia, biologis dan
psikologis.
b. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh pekerja sendiri
yang timbul akibat dari faktor eksternal. Faktor internal meliputi somatis
(jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan dan status gizi) dan
faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).
-
31
2.4.1 Pengukuran Beban Kerja
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 81/Menkes/SK/I/2004
tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di
tingkat Provinsi, Kabupaten, Kota serta Rumah Sakit yang salah satunya prosedur
penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan metode beban kerja.
Beban kerja meliputi tanggungan kerja yang meliputi fisik maupun mental.
Akibat beban kerja yang berlebihan maka dapat mengakibatkan seorang tenaga
kesehatan mengalami gangguan kesehatan dan menghambat pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
Beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh
tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan
kesehatan. Analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan
kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan
kapasitas kerja perorangan per satuan waktu. (Depkes, 2004)
Menurut Munandar (2001), beban kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
a. Beban Berlebih Kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan
kegiatan marupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan untuk yang
menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam
menyelesaikan tuntutan pekerjaan, yaitu setiap tugas diharapkan dapat
diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat.
b. Beban Terlalu Sedikit Kuantitatif
-
32
Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yang dapat memengaruhi kesejahteraan
psikologis seseorang pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi
pengulangan gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton.
c. Beban Berlebih Kualitatif
Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini
dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-
mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada
pekerjaan otak.
d. Beban Terlalu Sedikit Kualitatif
Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak
diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau
untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh.
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Beban kerja
1. Pelayanan
Antenatal
2. Pelayanan Ibu
Nifas
3. Deteksi Dini
Faktor Risiko dan
Komplikasi
4. Pelayanan
Kesehatan Bayi
dan Balita
5. Pelayanan KB
Kinerja Petugas KIA
-
33
Dari 9 kegiatan yang terdapat dalam Pengolahan Wilayah Setempat Kesehatan
Ibu dan Anak, peneliti hanya mengambil 5 kegiatan pokok, hal ini dikarenakan tidak
ditemukan semua kasus yang ada dalam kegiatan pokok KIA. Selama melakukan
penelitian, peneliti hanya menemukan kasus pelayanan antenatal, pelayanan ibu
nifas, deteksi dini faktor resiko dan komplikasi, pelayanan kesehatan bayi dan balita
dan pelayanan KB.
2.6 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut, terdapat pengaruh antara beban kerja terhadap kinerja
petugas KIA di Puskesmas Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
-
34
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah explanatory research yang menjelaskan hubungan
beban kerja dengan kinerja petugas KIA di Puskemas Kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Siantar.
Pemilihan lokasi pada penelitian ini karena Kecamatan Siantar memiliki jumlah
tenaga kesehatan terbanyak di Kabupaten Simalungun.
3.2.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 Mei 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah bidan PNS (pegawai negeri sipil) dan bidan
PTT (pegawai tidak tetap) yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Siantar yang berjumlah 60 orang ( bidan PNS dan bidan PTT).
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah 38 orang bidan (bidan yang melaksanakan
program KIA di puskesmas dan bidan yang tidak melaksanakan program KIA di
puskesmas tetapi mempunyai izin praktek di rumah sebagai praktek pribadi). Cara
pengambilan sampel adalah dengan metode proportionate stratified random sampling
-
35
yaitu pengambilan sampel secara acak dan proposional dari setiap puskesmas. Sampel
yang dipilih terdiri dari bidan yang melaksanakan program KIA di puskesmas dan
bidan yang tidak melaksanakan program KIA di puskesmas, tetapi membuka praktek
di rumah. Pembagian pengambilan sampel secara proporsional di setiap puskesmas
agar mewakili keseluruhan populasi. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
n =
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi yang ditetapkan (0,1)
n =
n = 38
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data diperoleh langsung dari responden saat melakukan penelitian dengan cara
wawancara yang berpedoman pada kuesioner, lembaran check list pada kuesioner
yang diisi berdasarkan jawaban responden dan observasi langsung terhadap kinerja
petugas KIA.
-
36
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian-penelitian mengenai
kinerja yang telah dilakukan oleh orang lain, laporan bulanan KIA, laporan tahunan
KIA dan data kesehatan yang terdapat di Badan Pusat Statistik.
3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Variabel Independen
Beban kerja adalah seluruh pekerjaan berdasarkan pedoman KIA yang harus
dikerjakan oleh petugas KIA baik secara kualitas dan kuantitas. Beban kerja dihitung
dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan beban kerja kuantitatif dan
kualitatif.
1. Beban kerja kuantitas adalah segala beban kerja yang dilakukan oleh bidan
diukur berdasarkan banyaknya atau jumlahnya.
2. Beban kerja kualitas adalah segala beban kerja yang dilakukan bidan dinilai
berdasarkan baik atau buruk mutunya.
3.5.2 Variabel Dependen
Kinerja dalah seluruh hasil kerja yang dilakukan oleh petugas KIA meliputi
seluruh aspek dalam kegiatan program KIA. Kinerja dihitung berdasarkan output
yang dihasilkan oleh program KIA. Output adalah seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh petugas KIA. Untuk mendapatkan output program KIA, penulis menggunakan
kuisioner yang disusun berdasarkan 9 kegiatan pokok puskesmas, yaitu :
1. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan
kepada ibu hamil selama masa kehamilannya.
-
37
2. Pertolongan persalinan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan
oleh bidan yang kompeten.
3. Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada
ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin.
4. Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan
kepada neonatus sedikitnya 3 kali selama periode 0 sampai dengan 28 hari
setelah lahir.
5. Deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus adalah
kegiatan deteksi dini yang dilakukan oleh bidan untuk menemukan ibu hamil
yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi kebidanan pada kehamilannya.
6. Penanganan kompikasi kebidanan adalah pelayanan yang diberikan bidan kepada
ibu dengan komplikasi kehamilan untuk mendapat penanganan sesuai standar di
tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
7. Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan kepada
bayi selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
8. Pelayanan kesehatan anak dan balita pelayanan yang diberikan oleh bidan kepada
anak selama periode 1 sampai dengan 5 tahun.
9. Pelayanan KB adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan dalam merencanakan
kehamilan kepada PUS (Pasangan Usia Subur) yaitu berupa konseling atau
penyuluhan.
-
38
3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)
Aspek pengukuran variabel bebas pada penelitian ini adalah beban kerja.
Pengukuran beban kerja responden terhadap pekerjaan program KIA dengan dimensi
beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif yaitu mengajukan 6 bulir pertanyaan
menggunakan skala Guttman, pilihan jawaban : tidak diberi skor 1, ya diberi skor 2.
Nilai tertinggi yang dapat diperoleh responden adalah (6 x 2 = 12) dan nilai terendah
adalah (6 x 1 = 6). Jawaban responden diukur dengan skala ordinal yang
dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1. Sesuai jika skor yang diperoleh responden 10-12
2. Tidak sesuai jika skor yang diperoleh responden 6-9
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen Beban Kerja Petugas KIA
Variab
el
Jumlah
pertanyaan
Dimensi Indikator Pilihan
jawaban
skor Kategori
variabel
Beban
kerja
6 Kuantitatif
- Kesesuaian petugas dengan
kunjungan
pasien
Tidak 1 1. Baik (10-12)
- Kesesuaian
petugas dengan
tugas luar gedung
Ya 2 2. Kurang (6-9)
- Kesesuaian
petugas dengan
tugas pokok
Kualitatif - Kesesuaian
dengan kesulitan
pekerjaan
- Kejenuhan dalam melakukan
pekerjaan
-
39
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat (dependen)
Aspek pengukuran variabel terikat (dependen) adalah kinerja petugas KIA
dalam pelaksanaan tugas sebagai proses kerja responden secara kualitas yang dapat
dilihat berdasarkan tugas-tugas pokok sebagai petugas KIA. Dimensi kinerja petugas
KIA meliputi : (1). Pelayanan antenatal, (2). Pelayanan ibu nifas, (3). Deteksi dini
faktor resiko dan komplikasi, (4). Pelayanan kesehatan bayi dan balita dan (5).
Pelayanan KB. Dengan mengajukan pertanyaan 28 butir menggunakan skala likert
dengan pilihan jawaban : tidak skor 0, kadang-kadang skor 1 dan tetap skor 2. Nilai
tertinggi yang dapat diperoleh oleh responden adalah (28 x 2 = 56) dan nilai terendah
yang dimiliki responden adalah (28 x 1 = 28). Jawaban responden yang diukur
dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi 2, yaitu :
1. Baik nila skor yang diperoleh responden 29-56
2. Kurang jika skor yang diperoleh responden 0-28
Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen Kinerja Petugas KIA
variabel Jumlah
pertanyaan Dimensi Indikator
Pilihan
jawaba
n
Sk
or
Kategori
variabel
Kinerja 50 1. Pelayanan antenatal
1. Timbang BB dan ukur TB
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Presentase denyut
jantung janin
6. Skrining status
imunisasi TT
Sering/s
elalu
Kadang-
kadang
Tidak
2
1
0
Baik (51-
100)
Kurang
(0-50)
-
40
7. Pemberian tablet zat besi
8. Tes labolatorium
9. Tatalaksana kasus
10. Konseling
2. Pelayanan nifas
1. Pemeriksaan tekanan
darah
2. Pemeriksaan tinggi fundus
uteri
3. Pemeriksaan lokhia
4. Pemeriksaan payudara
5. Pemberian kapsul
Vitamin A
200.000 IU
6. Pelayanan KB pasca
salin
3. Deteksi dini faktor
resiko dan
komplikasi
1. Deteksi dini faktor resiko
dan
komplikasi
4. Pelayanan kesehatan
bayi
1. Pemberian imunisasi
dasar
lengkap
(BCG, Polio
1,2,3,4,
DPT/HB1,2,
3, Campak)
sebelum bayi
berusia 1
tahun
2. Stimulasi deteksi
intervensi
dini tumbuh
kembang
bayi
3. Pemberian
-
41
vitamin A
100.000 IU
(6 - 11
bulan)
4. Konseling ASI
eksklusif
5. Penanganan dan rujukan
kasus bila
diperlukan
5. Pelayanan kesehatan
anak balita
1. Pelayanan pemantauan
pertumbuhan
minimal 8
kali setahun
yang tercatat
dalam Buku
KIA/KMS
2. Stimulasi Deteksi dan
Intervensi
Dini Tumbuh
Kembang
(SDIDTK)
minimal 2
kali dalam
setahun
3. Pemberian Vitamin A
dosis tinggi
(200.000
IU), 2 kali
dalam
setahun
4. Kepemilikan dan
pemanfaatan
buku KIA
oleh setiap
anak balita
5. Pelayanan anak balita
sakit sesuai
standar
dengan
menggunaka
n pendekatan
MTBS
-
42
6. Pelayanan KB
1. Konseling pada ibu
hamil untuk
melakukan
KB pasca
salin
3.7 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan analisis
bivariat digunakan untuk menguji hubungan beban kerja terhadap kinerja petugas
KIA di Puskesmas Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun dengan menggunakan
uji chi-square. Kemudian dilanjutkan menggunakan uji regresi untuk menguji
pengaruh beban kerja terhadap kinerja petugas KIA di Puskesmas Kecamatan Siantar
Kabupaten Simalungun.
-
43
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis wilayah Kecamatan Siantar berada antara 205222
205956 LU dan 990118 990019 BT dengan luas wilayah 76,35 km2 atau sekitar
1,69 % dari luas wilayah Kabupaten Simalungun.
Kecamatan Siantar terletak di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera
Utara yang berada di tengah-tengan Kabupaten Simalungun dengan jarak ke ibu kota
provinsi 128 km. Terletak pada ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut
dimana 75 % lahannya berada pada kemiringan 0-15% . Suhu udara rata-rata adalah
25.20C. dengan suhu terendah 21,8
0C dan sushu tertinggi 31,4
0C. Penyinaran
matahari rata-rata 5,0 jam per hari dengan rata-rata kecepatan angin 0,25 m per detik
dengan penguapan 3.01 milimeter per hari serta kelembaban udara 84%. Kecamatan
Siantar terbagi dalam 17 nagori (BPS Simalungun).
4.1.1 Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 dalam
Kecamatan Siantar dalam Angka tahun 2013 jumlah penduduk Kecamatan Siantar
sebanyak 64.153 jiwa terdiri dari 31.886 laki-laki dan 32.267 perempuan, secara rinci
per kecamatan seperti tabel dibawah ini :
-
44
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan di Kecamatan
Siantar Tahun 2012
No Kecamatan Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Silampuyang 1.952 1.921 3.873
2 Silau Manik 1.176 1.181 2.357
3 Silau Malaha 1.459 1.416 2.875
4 Marihat Baris 1.915 1.758 3.673
5 Siantar Estate 1.929 1.992 3.921
6 Rambung Merah 2.706 2.696 5.402
7 Karang Bangun 2.496 2.508 5.004
8 Pem. Simalungun 4.926 4.991 9.917
9 Dolok Marlawan 1.514 1.581 3.095
10 Pantoan Maju 1.014 1.044 2.058
11 Sejahtera 1.007 1.107 2.114
12 Sitalasari 2.001 2.122 4.123
13 Laras Dua 1.302 1.353 2.655
14 Nusa Harapan 1.591 1.777 3.368
15 Lestari Indah 2.083 1.771 3.864
16 Dolok Hataran 1.880 2.127 4.007
17 Pem. Silampuyang 935 922 1.857
Jumlah 31.886 32.267 64.153
Sumber : BPS Simalungun
4.1.2 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Siantar terdiri dari : Puskesmas
2 buah, Puskesmas Pembantu 5 buah, Poskesdes 1 buah, Polindes 2 buah, Klinik 6
buah, Prakter Dokter 7 buah, Praktek Bidan 55 buah, Apotek 7 buah dan Toko Obat 6
buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Nagori(Desa)/
Kelurahan di Kecamatan Siantar Tahun 2012
No Jenis Sarana Jumlah
1 Puskesmas 2 buah
2 Puskesmas Pembantu 5 buah
3 Poskesdes 1 buah
4 Polindes 2 buah 5 Klinik 6 buah
-
45
6 Praktek Dokter 7 buah
7 Praktek Bidan 55 buah
8 Apotek 7 buah
9 Toko Obat 6 buah
Sumber : BPS Simalungun
4.1.3 Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Siantar adalah
sebagai berikut : Dokter 25 orang, Bidan 78 orang, Perawat/Mantri 87 orang dan
Dukun Bayi 13 orang.
Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Nagori/Kelurahan di Kecamatan
Siantar Tahun 2012
No Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter 25 Orang
2 Bidan 78 Orang
3 Perawat/Mantri 87 Orang
4 Dukun Bayi 13 Orang
Sumber : BPS Simalungun
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Beban Kerja
Distribusi beban kerja pada responden dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah
ini.
Tabel 4.4 Distribusi Beban Kerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan
Siantar
No Pernyataan Ya Tidak Jumlah
n % n % n %
A. Beban Kerja Kuantitatif 1 Perbandingan jumlah petugas dengan jumlah
kunjungan pasien masih sesuai
30 78,9 8 21,1 38 100
2 Pekerjaan puskesmas diluar tugas pokok
masih sesuai
12 31,6 26 68,4 38 100
3 Perbandingan jumlah petugas dengan tugas-tugas di luar gedung puskesmas masih sesuai
23 60,5 15 39,5 38 100
-
46
4 Tugas pokok Bidan di puskesmas tidak ada
hubungannya dengan KIA
30 78,9 8 21,1 38 100
B. Beban Kerja Kualitatif 1 Bidan jenuh menunggu proses persalinan
karena menyita waktu yang lama
32 84,2 6 15,8 38 100
2 Bidan tidak berani menolong persalinan
dengan letak bokong
18 47,4 20 52,6 38 100
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa beban kerja petugas KIA dalam melakukan
program-program yang terdapat di puskesmas adalah 8 (21,1%) menjawab tidak
sesuai perbandingan jumlah petugas dengan jumlah kunjungan pasien, 26 (68,4%)
menjawab tidak sesuai pekerjaan puskesmas di luar tugas pokok, 15 (39,5%)
menjawab tidak sesuai perbandingan jumlah petugas dengan tugas-tugas di luar
gedung puskesmas, 8 (21,1%) menjawab tugas pokok di puskesmas tidak ada
hubungannya dengan KIA, 6 (15,8%) menjawab jenuh menunggu proses persalinan
karena menyita waktu yang lama dan 20 (52,6%) menjawab berani menolong
persalinan dengan letak bokong.
Beban kerja petugas KIA dalam melaksanakan program di puskesmas
dikategorikan berdasarkan beban kerja baik dan beban kerja kurang baik., untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Petugas
KIA Puskesmas Kecamatan Siantar
Beban Kerja Jumlah Persentase
Sesuai 17 44,7
Tidak Sesuai 21 55,3
Jumlah 38 100
-
47
Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa beban kerja petugas KIA Puskesmas
Kecamatan Siantar beban kerja baik sebesar 17 (44,7%) dan beban kerja kurang baik
sebesar 21 (55,3%).
4.2.2 Kinerja
Distribusi kinerja pada responden dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Distribusi Kinerja Responden KIA Puskesmas Kecamatan Siantar
No. Pernyataan Tidak Kadang-
kadang
Selalu Jumlah
A. Pelayanan antenatal
1 Bidan melakukan timbang berat badan dan ukur
tinggi badan
2 5,3 22 57,9 14 36,8 38 100
2 Bidan melakukan ukur tekanan darah 3 7,9 22 57,9 13 34,2 38 100
3 Bidan melakukan ukur lingkar lengan atas 7 18,4 21 55,3 10 26,3 38 100
4 Bidan melakukan ukur tinggi fundus uteri 6 15,8 16 42,1 16 42,1 38 100
5 Bidan melakukan presentasi janin dan denyut
jantung janin
5 13,2 16 42,1 17 44,7 38 100
6 Bidan melakukan imunisasi TT 4 10,5 21 55,3 13 34,2 38 100
7 Bidan melakukan pemberian tablet besi minimal
90 tablet selama kehamilan
6 15,8 20 52,6 12 31,6 38 100
8 Bidan melakukan tes laboratorium 13 34,2 22 57,9 3 7,9 38 100
9 Bidan melakukan tata laksana kasus 15 39,5 15 39,5 8 21,0 38 100
10 Bidan melakukan konseling 10 26,3 14 36,8 14 36,9 38 38 100
B. Pelayanan kesehatan ibu nifas
16 Bidan melakukan pemeriksaan tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu.
4 10,5 22 57,9 12 31,6 38 100
17 Bidan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri 8 21,0 21 55,3 9 23,7 38 100
18 Bidan melakukan pemeriksaan lokhia dan
pengeluaran per vaginam lainnya
6 15,8 22 57,9 10 26,3 38 100
19 Bidan melakukan pemeriksaan payudara dan
anjuran ASI eksklusif selama 6 bulan
6 15,8 23 60,5 9 23,7 38 100
20 Bidan memberikan kapsul Vitamin A 200.000 IU
sebanyak 2 kali
7 18,4 20 52,7 11 28,9 38 100
-
48
21 Bidan memberikan pelayanan KB pasca salin 9 23,7 21 55,3 8 21,0 38 100
C. Deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
27 Bidan melakukan pendeteksian dini terhadap
faktor resiko dan komplikasi yang akan dialami
oleh ibu hamil
7 18,4 19 50,0 12 31,6 38 100
D. Pelayanan kesehatan bayi
40 Bidan memberikan imunisasi dasar lengkap 8 21,0 19 50,1 11 28,9 38 100
41 Bidan melakukan stimulasi deteksi intervensi dini
tumbuh kembang bayi
6 15,8 21 55,3 11 28,9 38 100
42 Bidan memberikan vitamin A 100.000 IU (6-11
bulan)
14 36,8 18 47,4 6 15,8 38 100
43 Bidan melakukan konseling ASI eksklusif 7 18,4 21 55,3 10 26,3 38 100
44 Bidan melakukan penanganan dan rujukan kasus
bila diperluakan
8 21,0 18 47,5 12 31,5 38 100
E. Pelayanan kesehatan anak balita
45 Bidan melakukan pelayanan pemantauan
pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat
dalam nuku KIA/KMS
8 21,1 20 52,6 10 26,3 38 100
46 Bidan melakukan stimulasi deteksi dan intervensi
dini tumbuh kembang(SD/DTK) minimal 2 kali
dalam setahun
9 23,7 20 52,6 9 23,7 38 100
47 Bidan melakukan pemberian vitamn A dosis
tinggi (200.000 IU) 2 kali dalam setahun
13 34,2 17 44,7 8 21,1 38 100
48 Bidan memeriksa kepemilikan dan pemanfaatan
buku KIA oleh setiap anak balita
8 21,0 19 50,1 11 28,9 38 100
49 Bidan melakuakn pelayanan anak balita sakit
sesuai standar dengan mengunakan pendekatan
MTBS
7 18,4 15 39,5 16 42,1 38 100
F. Pelayanan KB berkualitas
50 Bidan melakukan konseling terhadap ibu hamil
mengenai KB pascapersalinan
10 26,3 16 42,1 12 31,6 38 100
Dari Tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa kinerja petugas KIA dalam
melaksanakan pelayanan antenatal adalah sebagai berikut tidak melakukan timbang
berat badan dan ukur tinggi badan pasien 2 (5,3%), tidak melakukan ukur tekanan
-
49
darah pasien 3 (7,9%), tidak melakukan ukur lingkar lengan atas pasien 7 (18,4%),
tidak melakukan ukur tinggi fundus uteri 6 (15,8%), tidak melakukan presentasi janin
dan denyut jantung janin 5 (13,2%), tidak melakukan imunisasi TT pada pasien 4
(10,5%), tidak melakukan pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan
pada pasien 6 (15,8%), tidak melakukan melakukan tes labolatorium pada pasien 13
(34,2%), tidak melakukan konseling kepada pasien 10 (26,3%).
Kinerja petugas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan ibu nifas adalah
sebagai berikut tidak melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
4 (10,5%), tidak melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri 8 (21,0%), tidak
melakukan pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam 6 (15,8%), tidak
melakukan pemeriksaan payudara dan anjuran ASI Eksklusif selama 6 bulan 6
(15,8%), tidak memberikan kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali 7 (18,4%)
dan tidak memberikan pelayanan KB pasca salin 9 (23,7%).
Kinerja petugas dalam deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan
dan neonatus adalah tidak melakukan pendeteksian dini terhadap faktor resiko dan
komplikasi yang akan dialami oleh ibu hamil 7 (18,4%).
Kinerja petugas dalam pelayanan kesehatan bayi adalah sebagai berikut tidak
memberikan imunisasi dasar lengkap 8 (21,0%), tidak melakukan stimulasi deteksi
intervensi dini tumbuh kembang bayi 6 (15,8%), tidak memberikan vitamin A
100.000 IU (16-11 bulan) 14 (36,8%), tidak melakukan konseling ASI Eksklusif 7
(18,4%) dan tidak melakukan penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan 8
(21,0%). Kinerja petugas dalam pelayanan kesehatan anak balita adalah sebagai
berikut tidak melakukan pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun