juknis-1-usulan revisi pengembangan sdm

109
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kekebalan atau resistensi mikrooragnisme terhadap obat berarti bahwa mikroorganisme yang bersangkutan tidak dapt lagi dibunuh oleh obat tersebut. Dalam hal ini Mycobacterium tuberculosis (M.TB) dikatakan resisten terhadap OAT bilamana M.TB tidak dapat lagi dibunuh oleh OAT yang dipakai saat ini Kekebalan kuman TB terhadap obat anti TB (OAT) mulai menjadi masalah seiring dengan digunakannya Rifampisin secara luas semenjak tahun 1970-an. Kekebalan ini dimulai dari yang sederhana yaitu mono resisten sampai dengan Multi Drug Resisten (MDR) dan eXtensive Drug Resisten (XDR). Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah manusia, yaitu penatalaksanaan pasien TB tidak adekuat . WHO Stop TB Department tahun 2008 memperkirakan 490.000 kasus TB MDR muncul setiap tahun dengan angka kematian lebih dari 110.000 di dunia. Prevalensi di dunia diperkirakan 2-3 kali lipat lebih tinggi dari insidens. Laporan global ke-3 tentang surveilen resistensi OAT menunjukkan beberapa daerah di dunia menghadapi endemi dan epidemi TB-MDR, dan di beberapa wilayah terdapat angka resistensi yang sangat tinggi. Laporan global survei TB MDR ke-4 tahun 2008 pada 93 wilayah yang berasal dari 83 negara didapatkan situasi resistensi sebagai berikut : Pada pasien TB yang belum pernah mendapatkan pengobatan: Resisten semua (any resistance) 0 % - 56.3 % Resisten INH semua 0 % - 40.8 % TB MDR 0 % - 22.3 % Pada pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan OAT: Resisten semua (any resistance) 0 % - 85.9 % 1

Upload: sagir-alva

Post on 12-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MIVCT-7

TRANSCRIPT

Page 1: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kekebalan atau resistensi mikrooragnisme terhadap obat berarti bahwa mikroorganisme yang bersangkutan tidak dapt lagi dibunuh oleh obat tersebut. Dalam hal ini Mycobacterium tuberculosis (M.TB) dikatakan resisten terhadap OAT bilamana M.TB tidak dapat lagi dibunuh oleh OAT yang dipakai saat ini

Kekebalan kuman TB terhadap obat anti TB (OAT) mulai menjadi masalah seiring dengan digunakannya Rifampisin secara luas semenjak tahun 1970-an. Kekebalan ini dimulai dari yang sederhana yaitu mono resisten sampai dengan Multi Drug Resisten (MDR) dan eXtensive Drug Resisten (XDR).

Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah manusia, yaitu penatalaksanaan pasien TB tidak adekuat .

WHO Stop TB Department tahun 2008 memperkirakan 490.000 kasus TB MDR muncul setiap tahun dengan angka kematian lebih dari 110.000 di dunia. Prevalensi di dunia diperkirakan 2-3 kali lipat lebih tinggi dari insidens. Laporan global ke-3 tentang surveilen resistensi OAT menunjukkan beberapa daerah di dunia menghadapi endemi dan epidemi TB-MDR, dan di beberapa wilayah terdapat angka resistensi yang sangat tinggi.

Laporan global survei TB MDR ke-4 tahun 2008 pada 93 wilayah yang berasal dari 83 negara didapatkan situasi resistensi sebagai berikut :

Pada pasien TB yang belum pernah mendapatkan pengobatan: Resisten semua (any resistance) 0 % - 56.3 % Resisten INH semua 0 % - 40.8 % TB MDR 0 % - 22.3 %

Pada pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan OAT: Resisten semua (any resistance) 0 % - 85.9 % Resisten INH semua 0 % - 81.2 % TB MDR 52.1 % - 62.5 %.

Resistensi obat berhubungan dengan riwayat pengobatan sebelumnya. Kemungkinan terjadi resistensi pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah sebesar 4 kali lipat, sedangkan untuk terjadinya TB-MDR sebesar 10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan pasien yang belum pernah diobati. Pasien TB-MDR sering tidak bergejala sebelumnya sehingga tanpa diketahui dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain, bahkan sebelum ia menjadi sakit. Oleh karena itu prevalensi TB-MDR diperkirakan 3 kali lebih besar dari insidensi sebenarnya, yaitu sekitar 1 juta.

1

Page 2: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Saat ini menurut WHO Indonesia menduduki peringkat ke delapan dari 27 negara dengan jumlah kasus MDR tertinggi. Saat ini data dasar resistensi OAT termasuk TB MDR di Indonesia belum ada. Survey resistensi OAT yang pertama di provinsi Jawa Tengah sedang diproses hasilnya, baru akan resmi dilaporkan pada pertengahan 2009. Meskipun demikian hasil sementara yang didapat tidak jauh berbeda dengan perkiraan, yaitu angka TB MDR pada pasien yang berlum pernah mendapat pengobatan OAT sebelumnya sekitar 2 % dan sekitar 16 % bagi yang pernah mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya.

Pada 2007 Pemantapan Mutu External (PME) untuk biakan dan tes kepekaan yang dilakukan pada 60 isolat dari 2 laboratorium rujukan TB: 24 isolat menunjukkan TB MDR. Enam (6) dari 24 isolat menunjukkan TB MDR dan resisten terhadap ofloxacine; sedang satu (1) dari 24 isolat menunjukkan XDR TB (TB MDR + resisten terhadap ofloxacine dan amikacin).

Pengobatan TB MDR di Indonesia saat ini telah dilaksanakan terutama pada RS rujukan, meskipun belum mengikuti tata laksana baku, termasuk pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan, sebagai dasar penetapan diagnosis. Sehingga diperlukan upaya peningkatan dan perbaikan penanganan pasien TB MDR untuk mencegah penularan dan timbulnya TB-XDR. Upaya tersebut meliputi standarisasi pelayanan pasien TB MDR, termasuk tata laksana diagnosis.

B. JENIS – JENIS RESISTENSI TERHADAP OAT

Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap obat TB: Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain isoniazid

dan rifampisin Multidrug-resistance (MDR): kekebalan terhadap sekurang-kurangnya

isoniazid dan rifampicin secara bersamaan. Kedua obat tersebut merupakan bakterisid yang paling kuat dan paling sensitif untuk membunuh kuman TB.

Extensive drug-resistance (XDR): kekebalan terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin), selain TB-MDR

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA RESISTENSI TERHADAP OAT

Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik. Penanganan pasien TB dapat ditinjau dari sisi : Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :

o Diagnosis tidak tepat,

2

Page 3: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

o Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat,o Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat,o Penyuluhan kepada pasien yang tidak adequat

Pasien, yaitu karena :o Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatano Tidak teratur menelan paduan OAT,o Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.o Gangguan penyerapan obat

Program Penanggulangan TB , yaitu karena :o Persediaan OAT yang kurango Kualitas OAT yang disediakan rendah

Penanganan TB MDR dengan tatalaksana yang tepat sangat penting untuk meningkatkan kesempatan kesembuhan, mencegah penyebaran resistensi TB dan menghindari peningkatan kuman – kuman resisten.

Mekanisme terjadinya resistensi:Seorang pasien TB paru dengan kavitas yang berukuran sedang (diameter: 2,5 cm) biasanya mengandung kuman TB >108, yang diantaranya sudah terdapat: 1 kuman yang resisten terhadap rifampisin (R). 100 kuman yang resisten terhadap INH (H). 100 kuman yang resisten terhadap streptomisin (S). 100 kuman yang resisten terhadap etambutol (E). 0 kuman yang resisten terhadap H dan R. 0 kuman yang resisten terhadap H dan R dan E. Dengan demikian, sebelum mendapatkan/dimulainya pengobatan, populasi kuman dalam tubuh pasien sudah mengandung kuman yang resisten.

Bila pasien yang bersangkutan diobati hanya dengan INH saja, maka dalam beberapa bulan kuman TB yang peka terhadap INH mati. Sedangkan kuman yang resisten terus berkembang sehingga terbentuk populasi baru dengan komposisi seperti dibawah ini: 108 kuman resisten terhadap INH. 1 kuman resisten terhadap rifampisin (R). 100 kuman resisten terhadap streptomisin (S). 100 kuman resisten terhadap etambutol (E).

Bila selanjutnya pasien tersebut diobati dengan INH dan rifampisin saja, maka dalam beberapa bulan akan terjadi: semua basil TB yang peka terhadap INH dan Rifampisin akan mati, sedangkan kuman TB yang resisten akan terus berkembang. Hasil pemeriksaan mikroskopis dahak akan tetap BTA positif dan menjadi pasien TB MDR.Keadaan seperti ini biasa disebut sebagai fenomena “fall and rise”, yang artinya pada beberapa minggu setelah pengobatan, hasil pemeriksaan mikroskopis dahak telah berupa menjadi negatif, karena banyak kuman TB yang masih peka terhadap OAT telah mati. Namun beberapa saat kemudian hasil pemeriksaan mikroskopis dahak akan

3

Page 4: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

menjadi positif kembali karena kuman yang resiten berkemnbang terus dan jumlahnya bertambah banyak.

Gambar-1: The Fall And Rise Phenomenon.

D. PENULARAN TB RESISTEN

Penularan TB resisten dapat terjadi dari pasien TB resisten kepada orang lain. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya pencegahan dan pengendalian infeksi di unit pelayanan kesehatan yang kurang baik, ketidaktahuan pasien dan masyarakat tentang penularan TB.

E. KEBIJAKAN PENANGANAN PASIEN TB MDR

Kebijakan penanganan pasien TB MDR mengacu kepada Kerangka kerja strategis 2006-2010 yang menyebutkan penanganan terhadap pasien TB MDR sebagai kelanjutan kebijakan pelaksanaan strategi DOTS yang berkualitas. Kerangka kerja strategis 2006-2010 mulai difokuskan pada perluasan jangkauan pelayanan dan kualitas DOTS. Untuk itu diperlukan suatu strategi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, yang dituangkan pada tujuh strategi utama pengendalian TB, yang meliputi:

4

Page 5: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Ekspansi “Quality DOTS”1. Perluasan dan Peningkatan pelayanan DOTS berkualitas2. Menghadapi tantangan baru, TB-HIV, TB MDR, TB XDR dll3. Melibatkan Seluruh Penyedia Pelayanan (provider)4. Melibatkan Pasien dan Masyarakat

Didukung dengan Penguatan Sistem Kesehatan1. Penguatan kebijakan dan kepemilikan Daerah2. Kontribusi terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan3. Penelitian Operasional

Kebijakan yang berkaitan dengan kasus TB MDR terdiri atas: a. Surveilans kasus TB MDR: b. Dilakukan secara rutin dengan pengembangan wilayah dilakukan secara

bertahap di Indonesia. Tujuan surveilans tersebut adalah untuk mengetahui pola TB MDR di Indonesia.

c. Penerapan Strategi DOTS Plus.Penanganan pasien TB MDR berdasar strategi DOTS yang disebut strategi DOTS Plus.

Suatu wilayah dapat melaksanakan strategi DOTS Plus, bila telah memenuhi persyaratan tertentu.

Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :1. Penerapan strategi DOTS telah berjalan dengan baik di wilayah tersebut 2. Tersedia laboratorium yang telah disertifikasi untuk melaksanakan biakan dan uji

kepekaan terhadap OAT (Drugs Susceptibility Test/ DST); 3. Tersedia rumah sakit yang dapat ditunjuk sebagai pusat rujukan pengobatan TB

MDR. a. Tersedia spesialis paru/ penyakit dalam.b. Tersedianya perawat terlatih.c. Tersedia ruangan rawat jalan dan rawat inap dengan mengingat

pengendalian infeksi (infection control).d. Tersedia sarana dan prasarana untuk penanganan efek samping.e. Tersedia laboratorium untuk pemeriksaan kimia klinik.f. PKMRS yang telah berjalan dengan baik.

4. Telah terbentuk jejaring DOTS antara rumah sakit dan Puskesmas5. Adanya komitmen pemerintah daerah, khususnya pengalokasian dana secara

bertahap untuk kelancaran dan pengembangan kegiatan selanjutnya.

F. UJI COBA PENANGANAN PASIEN TB MDR

Penanganan kasus TB MDR (DOTS Plus) akan didahului dengan suatu uji coba di dua wilayah yaitu :

5

Page 6: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

1. Suku Dinas Jakarta Timur provinci DKI Jakarta, dengan RS. Persahabatan sebagai rumah sakit rujukan TB MDR, serta melibatkan UPK satelit 2 TB MDR di 3 Puskesmas kecamatan dengan 21 Kelurahan Wilayah Jakarta Timur - DKI Jakarta.

2. Dinas Kesehatan Kota Surabaya provinsi Jawa Timur dengan RSU Dr. Soetomo sebagai rumah sakit rujukan TB MDR, serta melibatkan 53 Puskesmas, satu BP4 dan 3 rumah sakit. 10 diantaranya akan menjadi UPK satelit 2 TB MDR.

Tujuan uji coba ini adalah untuk mendapatkan pengalaman dalam pelaksanaan DOTS Plus, sehingga pada saat diberlakukan secara nasional sudah dapat mempersiapkan kemungkinan hal-hal yang akan terjadi.

G. PENGGUNAAN BUKU PETUNJUK TEKNIS PENANGGULANGAN TB MDR

Buku petunjuk teknis ini adalah panduan bagi petugas pengelola program TB yang akan melakukan kegiatan DOTS Plus. Pada awalnya diutamakan untuk 2 wilayah uji coba, Jakarta Timur dan Kota Surabaya. Buku ini merupakan pendukung Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB dalam hal penanganan TB MDR dari sisi manajerial.

6

Page 7: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB IIDOTS PLUS SEBAGAI STRATEGI PENANGGULANGAN TB MDR

A. VISI DAN MISI

VisiTB MDR tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat

Misi1. Melakukan upaya untuk mencegah terjadinya TB MDR2. Melakukan upaya deteksi dini pasien TB MDR3. Menjamin bahwa setiap pasien TB MDR mempunyai akses terhadap pelayanan

yang bermutu.4. Menurunkan risiko penularan TB MDR5. Mencegah terjadinya dampak sosial dan ekonomi akibat TB MDR

B. TUJUAN

Tujuan Mencegah TB MDR agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya extensively drugs resistant (XDR).

C. KEBIJAKAN 1. Penanggulangan TB MDR di Indonesia dilaksanakan sesuai tatalaksana

penanggulangan TB yang berlaku saat ini dengan mengutamakan tata hubungan sarana kesehatan rujukan dan sarana kesehatan dasar (Hospital DOTS Linkage/ HDL). Titik berat manajemen program meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)

2. Penanggulangan TB MDR dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan TB MDR dan disebut sebagai strategi DOTS Plus.

3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen para pelaksana terhadap program penanggulangan TB MDR

4. Penguatan strategi DOTS Plus dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya XDR-TB.

5. Tatalaksana penanggulangan TB MDR pada tahap uji coba ini dilaksanakan di 2 wilayah uji coba yang telah ditentukan, selanjutnya secara bertahap akan dilakukan seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK).

6. Titik berat penanggulangan pasien TB MDR adalah pada UPK rujukan/spesialistik.

7

Page 8: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

7. Laboratorium TB merupakan unit yang terdepan dalam diagnosis dan evaluasi penanganan pasien TB MDR sehingga kemampuan dan mutu laboratorium harus sesuai standar internasional dan selalu dipertahankan kualitasnya untuk biakan dan uji kepekaan M. Tuberculosis.

8. Pemerintah mengupayakan ketersediaan paduan OAT TB MDR yang berkualitas untuk pasien TB MDR.

9. Ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

10.Pasien TB MDR tidak dikucilkan dari keluarga dan masyarakat.11.Memperhatikan komitmen global

D. STRATEGI

Penerapan strategi DOTS Plus menggunakan kerangka kerja yang sama dengan strategi DOTS, dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan TB MDR.

Strategi DOTS plus terdiri dari 5 komponen kunci: 1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR/XDR2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu

menggunakan pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua, dengan pengawasan yang ketat (Directly Observed Treatment/ DOT).

4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu.5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku

Setiap komponen dalam penanganan TB MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak daripada penanganan pasien TB non MDR. Dengan menangani TB MDR akan memperkuat Program Penanggulangan TB Nasional.

1. Komitmen Politik yang berkesinambunganKomitmen politis yang berkesinambungan sangat penting untuk menerapkan dan mempertahankan 4 komponen DOTS lainnya. Dibutuhkan investasi dan komitmen secara terus menerus untuk menjamin lingkungan yang mendukung terintegrasinya manajemen kasus TB MDR ke dalam program TB nasional. Lingkungan yang mendukung termasuk pengembangan infrastruktur, pengembangan sumberdaya manusia, kerjasama lintas program dan lintas sektor, dukungan dari kebijakan – kebijakan pengendalian TB untuk pelaksanaan program secara rasional dan tersedianya OAT lini kedua yang terjamin kualitasnya. Selain itu, program pengendalian TB nasional harus diperkuat untuk mencegah meluasnya kejadian TB MDR dan timbulnya TB XDR

8

Page 9: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2. Strategi penemuan pasien TB MDR yang rasional melalui pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Diagnosis yang akurat dan tepat waktu adalah tulang punggung dari program TB yang baik. Kejadian resistensi OAT harus didiagnosis secara tepat sebelum dapat diobati secara efektif.

Penemuan kasus TB MDR dilakukan dengan cara pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan terhadap suspek yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Kasus kronik Yaitu pasien TB dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang, dibuktikan dengan rekam medis sebelumnya atau wawancara riwayat penyakit dahulu

2. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah pemberian OAT (kategori 2) dibuktikan dengan informasi dari register TB atau rekam medik

3. Pasien TB yang pernah diobati, termasuk pemakaian OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin (pengobatan Non DOTS)

4. Pasien TB gagal pengobatan dengan kategori 1 5. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah pemberian

OAT sisipan pengobatan dengan OAT kategori 16. Pasien TB kambuh7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default (setelah pengobatan kategori 1

dan atau kategori 2)8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR, termasuk petugas

kesehatan yang merawat pasien TB-MDR

Dengan adanya kasus XDR, perlu dipersiapkan kapasitas laboratorium untuk uji kepekaan OAT lini kedua. termasuk diagnosis yang akurat, tepat waktu dan melalui pemantapan mutu. Laboratorium sudah harus disertifikasi untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan baku oleh laboratorium supra nasional.

Hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan yang bermutu sangat penting karena biakan yang tidak tumbuh, terkontaminasi, dan hasil pemeriksaan uji kepekaan yang tidak dapat diandalkan memiliki konsekwensi besar untuk terjadinya kesalahan diagnosis, monitoring pasien TB MDR dan juga untuk keberhasilan program pengendalian TB secara keseluruhan. Untuk itu biakan dan uji kepekaan yang tersertifikasi dan lulus pematantapan mutu atau quaity assurance (QA) adalah suatu keharusan. External QyualityAssessment (EQA) atau Pemantapan Mutu External pemeriksaan laboratorium di Indonesia dilakukan oleh laboratorium IMVS Adelaide – Australia, sebagai laboratorium supra nasional Indoensia. Tiga laboratorium telah tersertifikasi untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan, yaitu Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya (BBLK Surabaya), , Mikrobiologi FK UI, Mikrobiologi FK UNHAS – NEHCRI.

9

Page 10: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

3. Pengelolaan pasien TB MDR yang baik menggunakan strategi pengobatan yang tepat dengan OAT lini kedua

Untuk mengobati pasien TB MDR, diperlukan OAT lini kedua yang berkualitas dan juga strategi pengobatan yang tepat. Selain harga yang jauh lebih mahal, potensi yang lebih rendah dari OAT lini pertama, OAT lini kedua merupakan obat yang memiliki efek samping lebih banyak dan lebih berat daripada OAT lini pertama. Strategi pengobatan yang tepat adalah secara rasional menetapkan paduan OAT, pengobatan didampingi pengawas menelan obat, pelayanan TB MDR berdasar kebutuhan pasien, adanya prosedur tetap untuk mengawasi dan menangani kejadian efek samping.

Secara lengkap informasi di atas dapat dilihat pada “Buku Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Pasien TB MDR”

4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua berkualitas yang tidak terputus Pengelolaan OAT lini kedua lebih kompleks daripada OAT lini pertama. Hal ini

disebabkan oleh singkatnya masa hidup OAT lini kedua, cara penghitungan kebutuhan pemakaian berdasar kebutuhan masing-masing pasien serta jangka waktu pemberian yang berbeda, cara penyimpanan, sehingga tidak dimungkinkan diatur dalam satu paket satu pasien untuk satu periode pengobatan. Perlu upaya ekstra petugas farmasi/ petugas kesehatan yang terlibat dalam pengelolaan OAT lini kedua di setiap jenjang, dimulai dari perhitungan kebutuhan, penyimpanan, persiapan pemberian OAT kepada pasien.

Untuk menjamin tidak terputusnya pemberian OAT, maka pemesanan OAT lini kedua harus dipersiapkan minimal 6 bulan sebelum OAT diharapkan tiba. OAT lini kedua yang digunakan untuk program DOTS Plus harus lah yang berkualitas dan sesuai standar WHO.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku Pemeriksaan penegakan diagnosis dengan pemeriksaan apusan dahak secara

mikroskopis, biakan dan uji kepekaan yang lama, masa pengobatan yang panjang, banyak nya jumlah OAT yang ditelan, efek samping yang mungkin ditimbulkan, menyebabkan adanya beberapa hal yang membedakan pencatatan pelaporan program DOTS Plus ini dari DOTS yang selama ini sudah berjalan. Diantaranya adalah adanya hasil pemeriksaan biakan dan DST, pengawasan pemberian pengobatan dan respon selama 24 bulan. Untuk keperluan analisis kohort juga diperlukan indikator antara dan laporan hasil pengobatan setelah 2 tahun atau lebih.

Pembahasan mengenai pencatatan dan pelaporan dapat dilihat pada bab V buku ini.

E. PELAKSANAAN DOTS PLUS

Pelaksanaan program DOTS Plus mengacu kepada strategi DOTS sebagaimana tersebut di atas.

10

Page 11: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

F. PERSYARATAN WILAYAH PELAKSANA DOTS PLUS

Suatu wilayah dapat mengajukan usulan untuk melaksanakan kegiatan DOTS Plus bila telah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Penerapan strategi DOTS telah berjalan dengan baik di wilayah tersebut 2. Tersedia laboratorium yang telah disertifikasi untuk melaksanakan biakan dan

uji kepekaan terhadap OAT (Drugs Susceptibility Test/ DST); 3. Tersedia rumah sakit yang dapat ditunjuk sebagai pusat rujukan pengobatan

TB MDR. a. Tersedia spesialis paru/ penyakit dalam.b. Tersedianya perawat terlatih.c. Menjalankan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).d. Tersedia sarana dan prasaran untuk penanganan efek samping.e. Tersedia laboratorium untuk pemeriksaan kimia klinik.f. PKMRS yang telah berjalan dengan baik.

4. Memiliki jejaring DOTS antara rumah sakit dan Puskesmas yang berjalan dengan baik.

5. Adanya komitmen dari pemerintah daerah.

11

Page 12: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB-III

PENGORGANISASIAN DAN JEJARING

A. ORGANISASI PELAKSANA1. Tingkat Pusat

Upaya penanggulangan TB MDR adalah bagian dari upaya penanggulangan TB yang dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Gerdunas TB); yang merupakan forum lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan RI sebagai penanggung jawab teknis upaya penanggulangan TB.Dalam pelaksanaan program TB MDR secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung, cq.Sub Direktorat Tuberkulosis.

2. Tingkat ProvinsiDitingkat provinsi dibentuk Gerdunas-TB Provinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah.Pelaksanaan program TB MDR merupakan bagian dari pelaksanaan program TB ditingkat provinsi, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

3. Tingkat Kabupaten/KotaDitingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas TB kabupaten/kota yang terdiri dari tim pengarah dan tim teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota.Pelaksanaan program TB MDR merupakan bagian dari pelaksanaan program TB ditingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.

4. Unit Pelayanan KesehatanDilaksanakan oleh RS Rujukan TB MDR dan UPK Satelit TB MDR.

a. UPK Satelit 1 TB MDRUPK yang melaksanakan program TB MDR, meliputi penjaringan suspek dan pencatatannya.

b. UPK Satelit 2 TB MDRUPK yang melaksanakan program TB MDR, meliputi penjaringan suspek dan melakukan pengobatan lanjutan serta pencatatan dan manajemen logistik dan pencatatannya.

c. RS Rujukan TB MDRUPK yang melaksanakan program TB MDR mulai dari penjaringan suspek, penegakan diagnosis, pengobatan baik rawat inap maupun rawat jalan, penanganan efek samping, evaluasi keberhasilan pengobatan, manajemen logistik dan pencatatannya.

12

Page 13: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI (TUPOKSI) DARI TIAP TINGKATAN1. INSTITUSI

a. DEPARTEMEN KESEHATANTupoksi:

1) Membuat kebijakan penerapan strategi DOTS Plus.2) Membuat perencanaan dalam penerapan strategi DOTS Plus.3) Membuat petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap

penerapan strategi DOTS Plus.4) Melakukan koordinasi dan advokasi unsur terkait dalam penerapan

strategi DOTS Plus.5) Melakukan surveilans penerapan strategi DOTS Plus.6) Melakukan analisa dan memberikan umpan balik hasil penerapan

strategi DOTS Plus.7) Menyusun modul dan melakukan pelatihan penerapan strategi DOTS

Plus.8) Melakukan supervisi penerapan strategi DOTS Plus.9) Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan strategi DOTS Plus.10)Mengkaji hasil penerapan strategi DOTS Plus.11)Memfasilitasi ketersediaan logistik OAT dan non OAT.

b. DINAS KESEHATAN PROVINSITupoksi:

1) Mengkoordinasikan dan advokasi penerapan strategi DOTS Plus kepada semua pihak yang terkait di tingkat provinsi.

2) Memfasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan penerapan strategi DOTS Plus.

3) Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR. 4) Melakukan surveilans penerapan strategi DOTS Plus pada tingkat

provinsi.5) Melakukan supervisi penerapan strategi DOTS Plus.6) Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan strategi DOTS Plus.7) Memberikan umpan balik informasi terkait penerapan strategi DOTS

Plus kepada kabupaten/kota.8) Melakukan pelatihan penatalaksanaan pasien TB MDR bagi petugas

UPK.

c. DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTATupoksi:

1) Mengkoordinasikan pelaksanaan penerapan strategi DOTS Plus kepada semua pihak yang terkait di tingkat kabupaten/kota, termasuk advokasi program.

2) Memfasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.3) Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR.4) Melakukan surveilans penerapan strategi DOTS Plus ditingkat

kabupaten/kota dan melaporkannya ke tingkat provinsi.

13

Page 14: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

5) Melakukan supervisi penerapan strategi DOTS Plus ke tingkat UPK.6) Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan strategi DOTS Plus.7) Memberikan umpan balik informasi terkait penerapan strategi DOTS

Plus kepada UPK.

d. UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) UPK Satelit 1 adalah UPK yang hanya mendeteksi tersangka TB MDR.

Tupoksi:1) Menjalankan tugas dan fungsi penemuan suspek TB MDR.2) Menjalankan tugas dan fungsi rujukan ke RS Rujukan TB MDR.3) Menjalankan tugas dan fungsi pelacakan kontak erat pasien TB MDR.4) Menjalankan tugas dan fungsi pelacakan kasus mangkir pengobatan

pasien TB MDR.5) Menjalankan tugas dan fungsi pencegahan dan pengendalian infeksi.6) Menjalankan tugas dan fungsi KIE (komunikasi, informasi dan

edukasi).

UPK Satelit 2 adalah UPK yang memiliki 2 tugas dan fungsi, yaitu sebagai UPK dalam penemuan suspek dan mampu melaksanakan kelanjutan pengobatan pasien TB MDR.

Tupoksi:1) Menjalankan tugas dan fungsi penemuan suspek TB MDR.2) Menjalankan tugas dan fungsi rujukan ke RS Rujukan TB MDR.3) Menjalankan tugas dan fungsi pelacakan kontak erat pasien TB MDR.4) Menjalankan tugas dan fungsi pelacakan kasus mangkir pengobatan

pasien TB MDR.5) Menjalankan tugas dan fungsi kelanjutan pengobatan pasien TB MDR. 6) Menjalankan tugas dan fungsi penatalaksanaan efek samping sesuai

kemampuan.7) Menjalankan tugas dan fungsi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi).8) Menjalankan tugas dan fungsi pencegahan dan pengendalian infeksi.

RS Rujukan TB MDR adalah RS rujukan dan pelaksana strategi DOTS PLUS mulai dari penemuan suspek, penegakan diagnosis, pengobatan baik rawat jalan maupun rawat inap, penatalaksanaan efek samping, evaluasi keberhasilan pengobatan, manajemen logistik OAT dan non-OAT serta pencatatan.

Tupoksi :1) Menjalankan tugas dan fungsi penemuan suspek dan penegakan

diagnosis TB MDR.2) Menjalankan tugas dan fungsi pengobatan dengan persetujuan dari tim

ahli klinis.3) Menjalankan tugas dan fungsi pemberian infomasi pelacakan kontak

erat pasien TB MDR.

14

Page 15: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

4) Menjalankan tugas dan fungsi pemberian infomasi pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDR.

5) Menjalankan tugas dan fungsi penatalaksanaan efek samping.6) Menjalankan tugas dan fungsi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi).7) Menjalankan tugas dan fungsi pencegahan dan pengendalian infeksi.8) Menjalankan tugas dan fungsi pencatatan pasien TB MDR.9) Menjalankan tugas dan fungsi pengelolaan logistik OAT dan non OAT.10)Menjalankan tugas dan fungsi dukungan psikososial terhadap pasien

TB MDR.

e. LABORATORIUM RUJUKAN TB MDRLaboratorium rujukan biakan dan uji kepekaan untuk M. tuberculosis adalah laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan untuk M. tuberculosis secara standar dan telah disertifikasi kualitasnya oleh laboratorium rujukan supra nasional.Tupoksi :

1) Melakukan pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis.2) Melakukan pemeriksaan biakan serta uji kepekaan OAT lini pertama.3) Menyerahkan umpan balik hasil pemeriksaan apusan dahak secara

mikroskopis, biakan dan uji kepekaan kepada RS Rujukan TB MDR.4) Mengikuti pemantapan mutu eksternal(PME) atau External Quality

Assessment (EQA)..5) Melaksanakan kegiatan Pemantapan Mutu Internal (PMI) yang

dilakukan secara rutin.6) Melakukan pencatatan dan pelaporan.7) Melakukan koordinasi aktif dengan Tim Ahli Klinis.

f. LABORATORIUM PEMERIKSAAN PENUNJANG.Laboratorium penunjang untuk pasien TB MDR adalah laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam pengobatan pasien TB MDR, antara lain laboratorium patologi klinik, laboratorium radiologi.Tupoksi :1) Melakukan pemeriksaan awal untuk menilai kesesuaian kondisi pasien

untuk memulai pengobatan TB MDR.2) Melakukan pemeriksaan lain yang terkait dengan tatalaksana TB MDR.3) Melakukan koordinasi aktif dengan Tim Ahli Klinis.

2. PETUGASa. PENGELOLA PROGRAM TB.

Rincian Tugas;1) Membuat petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap

penerapan strategi DOTS Plus. 2) Melakukan koordinasi dan advokasi unsur terkait dalam penerapan

strategi DOTS Plus.

15

Page 16: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

3) Menyusun modul dan melakukan pelatihan penerapan strategi DOTS Plus.

4) Melakukan supervisi penerapan strategi DOTS Plus.5) Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan strategi DOTS Plus.6) Melakukan analisa dan memberikan umpan balik hasil penerapan strategi

DOTS Plus.7) Mengkaji hasil penerapan strategi DOTS Plus.8) Memfasilitasi ketersediaan logistik OAT dan non OAT

b. WASOR PROVINSIRincian Tugas :1) Menyelenggarakan pertemuan koordinasi penerapan strategi DOTS Plus

setiap triwulan.2) Membuat rekapitulasi perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana

untuk penerapan strategi DOTS Plus.3) Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR lintas

kabupaten/kota/provinsi.4) Mengumpulkan, mencatat, menganalisis dan menyajikan informasi yang

berkaitan dengan pelaksanaan penerapan strategi DOTS Plus.5) Melakukan pembinaan dan asistensi teknis penerapan strategi DOTS Plus

di tingkat kabupaten/kota minimal 3 (tiga) bulan sekali.6) Menyelenggarakan pertemuan monitoring dan evaluasi setiap triwulan.7) Mengirim hasil analisis informasi yang terkait penerapan strategi DOTS

Plus ke tingkat kabupaten/kota.8) Mengorganisasi kegiatan pelatihan penerapan strategi DOTS Plus bagi

petugas UPK.

C. WASOR KABUPATEN/KOTARincian Tugas :1) Menyelenggarakan pertemuan koordinasi penerapan strategi DOTS Plus

setiap triwulan untuk UPK di wilayah Kabupaten/Kota.2) Membuat perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana untuk penerapan

strategi DOTS Plus dan mengirimkannya ke tingkat Provinsi.3) Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR dalam wilayah

Kabupaten/Kota.4) Mengumpulkan, mencatat, menganalisis dan menyajikan informasi yang

berkaitan dengan pelaksanaan penerapan strategi DOTS Plus di wilayah Kabupaten/Kota.

5) Melakukan pembinaan dan asistensi teknis penerapan strategi DOTS Plus di tingkat UPK minimal 3 (tiga) bulan sekali.

6) Menyelenggarakan pertemuan monitoring dan evaluasi setiap triwulan.7) Mengirim hasil analisis informasi yang terkait penerapan strategi DOTS

Plus ke tingkat UPK.8) Memantau upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di UPK. 9) Memfasilitasi pasien TB MDR mendapatkan dukungan psikososial.

16

Page 17: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

D. UPKUPK Satelit 1 TB MDR1) Petugas TB

Rincian Tugas :a) Menemukan suspek TB MDR yang datang ke UPK dan

menginformasikan kepada dokter.b) Melakukan pelacakan kontak erat pasien TB MDR di wilayah kerjanya.c) Melakukan pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDR.d) Melakukan pencatatan pasien tersangka TB MDR.e) Melaksanalan pencegahan dan pengendalian infeksi

2) DokterRincian Tugas :a) Memastikan kebenaran pasien suspek TB MDR yang datang ke UPK.b) Memastikan pengendalian infeksi telah dilaksanakan dengan benar

bersama petugas TB.

UPK Satelit 2 TB MDR1) Petugas TB

Rincian Tugas :a) Menemukan suspek TB MDR yang datang ke UPK dan

menginformasikan kepada dokter.b) Melakukan pelacakan kontak erat pasien TB MDR di wilayah kerjanya.c) Melakukan pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDR.d) Melakukan pencatatan pasien tersangka TB MDR.e) Memberikan OAT kepada pasien setiap hari (5 hari dalam 1 minggu)

dan memantau pada hari libur PMO tetap memberikan OAT pada pasien.

f) Melakukan monitoring dan melaporkan setiap efek samping yang terjadi kepada dokter di UPK Satelit TB MDR. Melakukan pencatatan efek samping yang ditemukan pada kartu pengobatan pasien TB MDR (TB 01 TB MDR) dan lembar pemantauan kemajuan pengobatan.

g) Memfasilitasi terlaksananya pemeriksaan laboratorium follow up setiap bulan pada tahap awal dan tahap lanjutan.

h) Mengambil persediaan OAT pasien ke bagian Farmasi RS rujukan TB MDR untuk kebutuhan tahap awal (setiap 1 bulan) dan tahap lanjutan (setiap 2 bulan).

i) Menentukan PMO bagi setiap pasien.j) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga dan PMO

secara berkesinambungan.k) Melaksanalan pencegahan dan pengendalian infeksi

17

Page 18: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2) DokterRincian Tugas :a) Memastikan kebenaran pasien suspek TB MDR yang datang ke UPK.b) Memastikan pengendalian infeksi telah dilaksanakan dengan benar

bersama petugas TB. c) Melakukan koordinasi dengan dokter RS Rujukan TB MDR setiap ada

pasien yang akan melanjutkan pengobatan di UPK Satelit 2 TB MDR.d) Melakukan pengobatan lanjutan pasien TB MDR yang di

desentralisasi dari RS Rujukan TB MDR.e) Melakukan penatalaksanaan efek samping dan merujuk pasien

dengan efek samping berat atau yang tidak berhasil ditangani, ke RS Rujukan TB MDR.

E. Rumah Sakit Rujukan TB MDR1) Tim ahli klinis (CET = Clinical Expert Team)

Kelompok inti, terdiri dari :o Dokter Spesialis paru / Spesialis penyakit dalam, o Dokter Spesialis radiologio Psikolog Kliniso Dokter unit DOTS Plus

Tim therapeutik adalah Tim ad hoc yang terdiri daru para ahli yang dibutuhkan keahliannya sesuai dengan kebutuhan pasien TB MDR. Misalnya : Dokter Spesialis Patologi Klinik, Psikiater, ahli farmakologi, ahli kulit dll.

Rincian Tugas :Tugas dan fungsi Tim Ahli Klinis:1. Menetapkan diagnosis2. Menetapkan pasien masuk ke dalam pengobatan uji coba TB MDR

(DOTS plus) atau tidak3. Menetapkan paduan OAT lini kedua dan dosis4. Menetapkan pasien siap untuk rawat jalan 5. Menetapkan pasien dapat masuk ke tahap lanjutan6. Bekerjasama dengan tim therapeutik untuk menangani efek samping

berat, serta masalah yang memerlukan masukan.7. Menetapkan hasil akhir pengobatan8. Memastikan pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan

dengan baik dan benar.

18

Page 19: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2) Dokter di Unit DOTS Plus (Rawat Jalan)Rincian Tugas :a) Memastikan kebenaran pasien suspek TB MDR yang datang ke Unit

DOTS Plus dan UPK satelit 1 & 2 TB MDR.b) Mengirim suspek TB MDR ke Laboratorium rujukan TB MDRc) Mengajukan kasus pasien TB MDR ke Tim Ahli Klinis, baik untuk

diagnosis, pengobatan, rujukan kelanjutan pengobatan, efek samping, dan hasil akhir pengobatan

d) Melakukan pengobatan pasien TB MDR e) Melakukan koordinasi dengan dokter UPK Satelit 2 TB MDR untuk

pengobatan lanjutan pasien TB MDR. f) Melakukan penatalaksanaan efek samping sesuai prosedur tetap atau

rekomendasi Tim Ahli Klinikg) Melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi bersama

perawat unit DOTs Plus dengan baik dan benar.

3) Perawat di Unit DOTS PlusRincian Tugas :a) Menemukan suspek TB MDR yang datang ke RS dan

menginformasikan kepada dokter.b) Memberikan informasi kepada Puskesmas satelit TB MDR sesuai

wilayah tempat tinggal pasien, untuk melakukan pelacakan kontak erat pasien TB MDR dan pelacakan pasien TB MDR bila yang bersangkutan mangkir berobat.

c) Melakukan pencatatan pasien tersangka TB MDR (TB.06 MDR).d) Mengisi formulir permintaan pemeriksaan dahak untuk pemeriksaaan

apusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan (TB.05 TB MDR).

e) Memasukkan hasil pemeriksaan laboratorium kedalam register pasien tersangka TB MDR (TB.06 TB MDR).

f) Mengisi kartu pengobatan TB MDR ( TB.01 TB MDR). g) Memberikan OAT kepada pasien setiap hari (5 hari dalam 1 minggu)

dan memantau PMO tetap memberikan OAT pada pasien pada hari libur.

h) Melakukan monitoring dan melaporkan setiap efek samping yang terjadi kepada dokter di RS. Melakukan pencatatan efek samping yang ditemukan pada kartu pengobatan pasien TB MDR (TB 01 TB MDR) dan lembar pemantauan kemajuan pengobatan.

h) Memfasilitasi terlaksananya pemeriksaan laboratorium follow up setiap bulan pada tahap awal dan tahap lanjutan.

i) Membantu dokter menyiapkan kasus pasien TB MDR untuk diajukan ke Tim Ahli Klinis, baik untuk diagnosis, pengobatan, rujukan kelanjutan pengobatan, efek samping, dan hasil akhir pengobatan.

19

Page 20: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

i) Mengambil persediaan OAT pasien ke bagian Farmasi RS untuk kebutuhan tahap awal (setiap 1 bulan) dan tahap lanjutan (setiap 2 bulan).

j) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga dan PMO secara berkesinambungan.

k) Melaksanakan pencegahan dan pengandalian infeksi.

4) Dokter di Unit Rawat InapRincian Tugas :a) Memberikan paduan OAT TB MDR standar atau paduan lain sesuai

dengan keputusan Tim Ahli Klinis. b) Mendiagnosis penyakit lain pada pasien TB MDR yang mengharuskan

adanya penanganan khusus.c) Mendeteksi dini efek samping dan melakukan tatalaksana sesuai

protap atau berdasarkan keputusan Tim Ahli Klinis.d) Melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi bersama

perawat unit rawat inap dengan benar.e) Bilamana Unit Rawat Inap menerima pasien suspek TB MDR dari

Instalasi Gawat Darurat (IGD), ybs diberlakukan sama seperti pada Unit DOTS Plus.

5) Perawat di Unit Rawat Inap Rincian Tugas :a) Mengisi kartu pengobatan TB MDR ( TB-01 MDR). b) Memberikan pengobatan selama pasien rawat inap, sesuai petunjuk

dokter.c) Memastikan pasien menelan dan mendapatkan suntikan paduan OAT

TB MDR sesuai jadwal.d) Bila diperlukan, melakukan pengumpulan spesimen untuk

pemeriksaan laboratorium.e) Memberikan penyuluhan kepada pasien, keluarganya dan PMO

termasuk pengendalian infeksi.f) Mendeteksi dini adanya efek samping dan melaporkan kepada dokter

penanggung jawab.g) Menangani efek samping sesuai instruksi dokter.h) Mencacat semua pengobatan dan tindakan untuk pasien TB MDR

didalam kartu pengobatan rawat inap.i) Melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan baik dan

benar.

6) Petugas Farmasi Rumah Sakit

Rincian Tugas :a) Merencanakan kebutuhan OAT sesuai kebutuhan pasien TB MDR.b) Mencatat dan melaporkan penggunaan OAT.

20

Page 21: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

c) Melakukan pengelolaan OAT dirumah sakit.d) Menyediakan OAT untuk setiap pasien sesuai dengan permintaan

dokter.

F. LSM (LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT)Rincian Peran :1) Melakukan penyebarluasan informasi mengenai TB MDR.2) Membantu pelacakan kontak erat pasien TB MDR.3) Membantu pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDR.4) Membantu memberikan dukungan psikososial kepada pasien TB MDR dan

keluarganya.5) Melakukan koordinasi kegiatan diatas dengan lembaga yang terkait

penerapan strategi DOTS Plus.

G. PASIEN, PMO DAN KELUARGA1) Pasien

Kewajiban :a. Menandatangani kesepakatan untuk mengikuti seluruh prosedur

penatalaksanaan TB MDR sampai selesai.b. Menandatangani surat persetujuan (informed consent).c. Bersedia didampingi oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).d. Mematuhi tatalaksana pengobatan TB MDR.e. Mengikuti kaidah pengendalian infeksi perorangan.f. Segera melaporkan bila terjadi efek samping kepada petugas UPK TB

MDR.

2) PMOPeran dan kewajiban:1) Mengawasi pasien TB MDR agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan. 2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.4) Mengingatkan pasien untuk kontrol ke UPK Pusat Rujukan TB MDR

sesuai dengan jadwal yang ditentukan.5) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB MDR yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

6) Mendeteksi dini efek samping dan mendampingi pasien ke UPK untuk mendapatkan penatalaksanaannya.

3) KeluargaPeran dan kewajiban :1) Menandatangani kesepakatan dan surat persetujuan (informed consent)

sebagai saksi.

21

Page 22: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2) Memberikan dukungan selama pengobatan berlangsung, untuk mencegah pasien TB MDR mangkir dari pengobatan; serta tidak mengucilkannya.

3) Mengingatkan pasien TB MDR mengikuti kaidah pengendalian infeksi perorangan dan lingkungan.

4) Mendeteksi dini timbulnya efek samping dan melaporkan kepada PMO/dokter UPK Satelit/RS Rujukan TB MDR.

C. JEJARING PENATALAKSANAAN PASIEN TB MDR

Secara umum, UPK rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan pasien TB MDR (case finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan Puskesmas. Untuk itu perlu dikembangkan jejaring baik internal maupun eksternal.

1. Jejaring InternalJejaring internal adalah jejaring antar semua unit terkait di dalam rumah sakit yang menangani kasus tuberkulosis, termasuk TB MDR.Untuk keberhasilan jejaring internal, perlu didukung dengan tim DOTS rumah sakit.Tim DOTS rumah sakit mengkoordinasikan seluruh kegiatan penanganan semua pasien tuberkulosis termasuk pasien TB MDR.CET (clinical expert team)/Tim Ahli Klinis merupakan bagian tim DOTS rumah sakit yang khusus menangani pasien TB MDR.

Gambar 2 Alur Jejaring Internal stratregi DOTS di Rumah Sakit

2. Jejaring EksternalJejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara rumah sakit dengan semua UPK dan institusi lain yang terkait dalam penanggulangan tuberkulosis, termasuk penanganan pasien TB MDR dan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan setempat,

22

Page 23: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Tujuan jejaring eksternal :a. Semua pasien TB MDR mendapatkan akses pelayanan DOTS PLUS yang

bermutu, mulai dari diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan.b. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga

mengurangi jumlah pasien yang putus berobat.

3. Pengorganisasian Tim Ahli Klinis di Rumah SakitTim ahli klinis merupakan bagian dari struktur tim DOTS rumah sakit yang khusus melaksanakan penanganan kasus TB MDR di rumah sakit.

Gambar 3 Pengorganisasian Tim Ahli Klinis di Rumah Sakit

23

Unit PelayananDOTS Plus

Tim Ahli Klinis

TIM DOTS RS

RUMAH SAKITRUJUKAN TB MDR

Tim therapeutik

Page 24: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Gambar-4: Jejaring Penemuan Pasien TB MDR dan Pelacakan Kontak

a. Suspek dapat berasal dari UPK Satelit 1 atau 2 TB MDR, atau mereka datang langsung ke RS Rujukan TB MDR. Suspek yang datang dari UPK Satelit 1 dan 2 TB MDR akan dirujuk oleh dokter UPK tersebut ke RS Rujukan TB MDR.

b. Di unit DOTS Plus RS Rujukan TB MDR, suspek akan diperiksa dan dilakukan pengisian data dasar suspek TB MDR.

c. Dokter pada Unit DOTS Plus RS Rujukan TB MDR akan merujuk suspek ke Laboratorium Rujukan TB MDR untuk dilakukan pemeriksaan sediaan apusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan.

d. Dokter pada Unit DOTS Plus RS Rujukan TB MDR akan memberikan informasi tentang rencana tindak lanjut suspek yang dikirim oleh UPK Satelit 1 atau 2 TB MDR.

e. Hasil pemeriksaan Laboratorium Rujukan TB MDR akan diumpan balikkan kepada RS Rujukan TB MDR.

f. Setelah hasil pemeriksaan laboratorium diterima oleh RS Rujukan TB MDR, apapun hasilonya akan diumpan balikkan kepada UPK pengifrim.

g. Tim Ahli Klinis RS Rujukan TB MDR akan menetapkan diagnosis berdasar hasil pemeriksaan laboratorium.

h. Jika suspek terbukti menderita TB MDR, petugas RS Rujukan TB MDR akan menghubungi Puskesmas diwilayah tempat tinggal pasien sehingga dapat dilakukan kunjungan rumah dengan tujuan untuk pelacakan kontak erat, KIE dan survei sosial.

i. Hasil kunjungan rumah diumpan balik kepada petugas RS Rujukan TB MDR.

24

Tim Therapeutik

Unit DOTS PLUS

Tim Ahli Klinis

RS RujukanTB MDR

LABORATORIUM RUJUKAN TB MDR

LSM

PUSKESMAS DOMISILIPASIEN

LSM

Suspek Pasien dari UPK Satelit 1 & 2

Page 25: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

j. LSM dapat membantu sesuai dengan perannya, seperti yang tercantum dalam rincian peran LSM.

Gambar-5: Jejaring Pengobatan dan Pelacakan Kasus Mangkir

pengobatan

a. Bilamana kriteria inklusi dipenuhi dan pasien setuju untuk mengikuti pengobatan TB MDR, pengobatan dapat segera dimulai.

b. Tim Ahli Klinis menetapkan paduan dan dosis OAT lini-2 yang akan diberikan kepada pasien.

c. Pasien TB MDR akan memulai pengobatan yang direncanakan selama 18 – 24 bulan dalam 2 tahap: awal dan lanjutan.

d. Pengobatan tahap awal dimulai dengan rawat inap sekitar 2-4 minggu, di ruang rawat inap RS Rujukan TB MDR.

e. Tim Ahli Klinis akan menetapkan kapan pasien bisa melanjutkan pengobatan secara rawat jalan.

f. Rawat jalan dapat dilaksanakan di rumah sakit rujukan TB MDR atau di UPK satelit-2 TB MDR sesuai kesepakatan antara pasien, rumah sakit dan UPK satelit-2.

25

RAWAT INAP RS

TIM AHLI KLINIS

UNIT DOTS PLUS RS Dinas Kesehatan Kab/Kota

Puskesmas Domisili Pasien

LABORATORIUM RUJUKAN MDR

RADIOLOGI

PATOLOGI KLINIK

LSM

UPK Satelit 2

Page 26: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

g. Bila pasien akan melanjutkan pengobatan di UPK satelit-2, maka perlu dilakukan koordinasi dengan wasor kab/kota dan UPK Satelit 2 TB MDR.

h. Meski pasien melanjutkan pengobatan di UPK satelit-2, rumah sakit rujukan TB MDR tetap mempunyai kewajiban untuk memantau dan mengevaluasi pengobatan yang dilakukan oleh UPK satelit-2.

i. Pemantauan dilaksanakan baik dari sisi pasien maupun dari sisi manajemen kasus. Pematauan dari sisi pasien dilaksanakan pada saat pasien datang untuk kontrol berkala ke rumah sakit. Pemantauan manajemen kasus dilakukan dengan kunjungan berkala ke UPK satelit 2.

j. Kemajuan pengobatan pasien TB MDR dipantau dengan pemeriksaan apusan dahak dan biakan yang dilakukan oleh laboratorium rujukan. Selama tahap awal dilaksanakan sekali dalam sebulan.

k. Tim Ahli Klinis akan menetapkan kapan pasien dapat memulai pengobatan tahap lanjutan berdasar hasil pemeriksaan apusan dahak dan biakan.

l. Bila dalam masa pengobatan pasien mengalami efek samping yang berat, Tim Ahli Klinis yang berwewenang untuk menetapka apakaha pengobatan dihentikan, diubah dosisnya atau diubah paduan OAT. Demikian pula bila pasien mengalami keadaan khusus saat pengobatan, misalnya hamil, diabetes mellitus, gagal ginjal.

m. Pada dasarnya setiap pasien mangkir akan dilacak oleh Puskesmas di wilayah dimana pasien bertempat tinggal. Pasien mangkir yang berobat di rumah sakit rujukan TB MDR, petugas Unit DOTS Plus akan menghubungi wasor untuk melaporkan kasus mangkir ini, kemudian wasor akan berkoordinasi dengan petugas Puskesmas diwilayah tempat tinggal pasien untuk memulai proses pelacakan kasus mangkir.

n. LSM dapat membantu sesuai dengan perannya, seperti yang tercantum dalam rincian peran LSM.

4. Melanjutkan Pengobatan Pasien TB MDR

Seluruh pasien TB MDR akan memulai pengobatan tahap awal secara rawat inap di RS Rujukan TB MDR, yang telah memiliki pelayanan lebih komprehensif. Setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal secara rawat inap di RS Rujukan TB MDR, pasien dapat memilih untuk tetap melanjutkan pengobatan di RS Rujukan TB MDR atau jika tempat tinggal pasien jauh dari RS Rujukan TB MDR maka pasien dapat memilih untuk melanjutkan pengobatan di UPK Satelit 2 TB MDR, dimana fasilitas kesehatan tersebut dekat dengan tempat tinggal pasien.

Petugas dari RS Rujukan TB MDR akan mengidentifikasi pasien TB MDR yang memenuhi syarat untuk dirujuk berdasarkan kriteria berikut :

Pasien telah menyelesaikan tahap awal secara rawat inap selama 2-4 minggu. Pasien tidak mengalami efek samping yang berat atau yang belum terkontrol. Kondisi pasien memungkinkan untuk dilakukan rujukan ke UPK Satelit 2 TB

MDR. Misalnya pasien memiliki penyakit penyerta seperti diabetes yang telah terkontrol.

26

Page 27: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Lokasi tempat tinggal pasien jauh dari RS Rujukan TB MDR, dan terdapat UPK Satelit 2 TB MDR yang lebih dekat dengan tempat tinggal pasien, atau yang lebih mudah dijangkau oleh pasien.

Telah mendapatkan persetujuan dari Tim Ahli Klinis.

Dalam proses rujukan dari RS Rujukan TB MDR ke UPK Satelit 2 TB MDR, petugas RS Rujukan TB MDR harus berkoordinasi dengan wasor TB kabupaten/kota untuk menetapkan UPK Satelit 2 TB MDR yang sesuai dengan alamat pasien TB MDR, untuk memastikan bahwa fasilitas ini dekat dengan tempat tinggal pasien dan dapat menerima pasien TB MDR. UPK Satelit 2 TB MDR dan petugasnya, yang terdiri dari dokter, perawat, petugas perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) harus sudah mendapatkan pelatihan untuk manajemen pasien TB MDR.

.

27

Page 28: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB IV

PENGELOLAAN LOGISTIK

Pengelolaan logistik memegang peranan yang sangat penting dalam proses tatalaksana TB MDR. Pengelolaan logistik meliputi kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Pada dasaranya pengelolaan logogistik pada Penanggulangan TB MDR adalah sama dengan pengelolaan Penanggulanagn TB, hanya diperlukan penyesuaian yang berkaitan dengan sifat logistik yang digunakan untuk pelayanan pasien TB MDR.

A. JENIS LOGISTIK PROGRAM PENANGGULANGAN TB MDR

Logistik yang dibutuhkan untuk tatalaksana kasus TB MDR pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu obat dan non obat.

1. Obat • Obat TB Lini Kedua : Kanamycin, Capreomycine, Lefofloxacin,

Ethionamide, Cycloserine, PAS,dll.• Obat Ancilary drugs/ Obat Penjunjang : Ranitidin,Haloperidol,.Vitamin B6,dll

2. Non Obat :• Alat Laboratorium terdiri dari : Mikroskop, Biosafety cabinet, Inkubator,

otoklaf, dll• Bahan diagnostik habis pakai : kaca sediaan, pot dahak, ose, kertas

pembersih lensa, reagen ZN, eter alkohol, minyak emersi, lysol,media biakan, dll

• Pengendalian infeksi : masker bedah, respirator N95, disinfektan • Bahan cetakan : Buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan, bahan

KIE, dll.

B. JENIS – JENIS OAT LINI KEDUA DAN SIFATNYA

WHO membagi atau mengelompokan obat tersebut menjadi beberapa jenis yaitu obat lini pertama oral, obat suntik/ injeksi, floroquinolone dan obat bakteriostatik.

Tabel 1. Jenis OAT untuk pasien TB MDR

JENIS OBATObat Lini Pertama oral Isoniazid (H)

Ethambutol (E)Pyrazinamide(Z)Rifampicin (R)

Obat suntik/ Injeksi Streptomycin (S)Kanamycin (Km)

28

Page 29: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Amikacin (Am)Capreomycin (Cm)

Golongan Floroquinolone Ofloxacin (Ofx)Levofloxacin (Lfx)Moxifloxacin (Mfx)

Obat bakteriostatik Ethionamide(Eto)Prothionamide(Pto)Cycloserine (Cs)Para amino salisilat (PAS)Terizidone (Trd)

Obat lainnya yang digunakan namun belum terbukti efikasisnya dan tidak direkomendasikan oleh WHO adalah : Clofazimine (Cfz), Linezolid(Lzd), Amoxilin-Clavulanate (Amx-Clv), thioacetazone(Thz), Clarithromycin(Clr), Imipenem(Ipm). Obat yang digunakan dalam strategi penanggulangan pasien TB MDR di Indonesia adalah Kanamycin, Capreomycine, Lefofloxacin, Ethionamide, Cycloserine dan PAS, serta OAT lini-1: pirazinamide and ethambutol.

C.PENGELOLAAN OAT LINI KEDUA

Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk melakukan perencanaan obat adalah waktu tunggu (Lead Time), buffer stok, tanggal kadaluarsa obat, stok yang tersedia serta ruang (gudang) penyimpanan.

1. Perencanaan OAT Lini Kedua

Pada dasarnya perencanaan OAT lini-2 mengacu kepada perencanaan OAT pada strategi DOTS.Perencanaan kebutuhan OAT menggunakan pendekatan bottom up planning. Perencanaan obat dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan metode konsumsi dan target penemuan kasus tahun selanjutnya. Perencanaan OAT dilakukan setiap satu tahun sekali dengan buffer stok selama 3 bulan (25%). Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mendapatkan data mengenai jumlah pasien yang diobati dari RS Rujukan TB MDR. Setelah menghitung jumlah kebutuhan OAT, Dinkes Kab/Kota mengirimkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk dianalisis dan direkapitulasi. Dinas Kesehatan Propinsi merekap jumlah kebutuhan OAT Kab/Kota (jumlah kebutuhan + 25% buffer stok) dari seluruh Kab/Kota. Kemudian ditambahkan dengan 25% dari keseluruhan kebutuhan OAT Kab/Kota (kebutuhan sebelum ditambah buffer stock Kab/Kota) untuk bufer stok Provinsi.

Dinas Kesehatan Provinsi kemudian mengirimkannya kepada Departemen Kesehatan cq Subdit TB.

29

Page 30: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Departemen Kesehatan cq Subdit TB akan melakukan analisis ulang kebutuhan obat lini kedua kemudian membandingkan dengan target kasus TB MDR yang harus ditemukan dan ketersediaan anggaran. Hasil analisis akan diinformasikan kepada Dinkes Propinsi dan Dinkes Kabupaten

Perencanaan Kebutuhan OAT untuk pilot project dilakukan oleh Departemen Kesehatan cq Subdit TB.

Gambar 6. Siklus Perencanaan dan Pengadaan Obat Lini Kedua

Per

enc

ana

an O

bat

tahu

n N

+1

dar

i Ka

b

Ana

lisis

da

n re

kapi

tula

si o

leh

Din

kes

Pro

pin

si

Ana

lisis

da

n re

kapi

tula

si o

leh

Pu

sat

Pro

ses

pem

esa

nan

dan

pem

baya

ran

Ked

ata

ngan

oba

t ya

ng d

iper

san

tahu

n ke

N

Jan

Feb

Mar Apr Mei

Jun

Jul Agust

Sep

Okt

Nop

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Tahun ke N Tahun N + 1

2. Pengadaan OAT Lini Kedua

Sampai saat ini obat – obatan anti TB lini kedua belum diproduksi di dalam negeri. Oleh karena itu pengadaan untuk kebutuhan OAT lini kedua disuplai dari berbagai negara melalui International Dispensary Association (IDA) menggunakan mekanisme green light committe (GLC). Pengadaan OAT lini kedua diadakan oleh pemerintah. Pengadaan obat dilaksanakan setiap tahun sekali dengan distribusi 2 kali setahun.

30

Page 31: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

3. Penyimpanan dan Pendistribusian OAT Lini Kedua

Penyimpananan obat merupakan salah satu elemen pendukung dalam proses manajemen obat. Mengingat pengobatan TB MDR membutuhkan waktu yang lama dan harga OAT lini kedua lebih mahal dibandingkan dengan harga OAT lini pertama, maka penyimpanan OAT lini kedua harus ditempatkan di Instalasi Farmasi dan dikelola oleh orang yang kompeten dibidangnya. Tata cara penyimpanan OAT harus disesuaikan kriteria obat.

a. Penyimpanan OAT Lini Kedua

OAT lini kedua akan disimpan dibeberapa jenjang administrasi, tingkat pertama Pusat , tingkat kedua di Dinkes Propinsi, tingkat ketiga Dinkes Kabupaten/Kota/ RS Rujukan TB MDR dan tingkat ke empat di UPK Satelit 2 TB MDR. Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota akan memfasilitasi RS Rujukan TB MDR dan UPK Satelit 2 TB MDR untuk segala urusan pengelolaan obat dan bahan penunjang lainnya. Penunjukkan instalasi farmasi sebagai pengelola OAT lini kedua dan sebagai tempat penyimpanannya harus mempertimbangkan infrastruktur dan SDM yang tersedia.

Tabel 2. Jenjang Tempat Penyimpanan dan Ketersediaan OAT

Jenjang Tempat Penyimpanan Ketersediaan OATPusat 6 bulanPropinsi – Instalasi Farmasi Propinsi 3 bulanKabupaten/kota / RS Rujukan TB MDR (RS) 3 bulanUPK Satelit 2 TB MDR (Puskesmas) 3 bulan

b. Distribusi OAT Lini Kedua

Pendistribusian OAT harus mengacu kepada tatacara distribusi OAT yang baik. Pada saat pendistribusian pastikan OAT tersebut dikirim dengan kemasan yang baik serta pada suhu yang sesuai dengan kriteria masing – masing OAT. Obat akan didistribusikan dari Pusat setiap 6 bulan sekali ke Instalasi Farmasi Propinsi. Kemudian Instalasi Farmasi Propinsi mengirimkan ke Instalasi Kabupaten/Kota/RS Rujukan TB MDR setiap 3 bulan sekali. Instalasi Kabupaten/Kota/RS Rujukan TB MDR ke UPK Satelit 2 TB MDR setiap 3 bulan sekali. Dinkes Kabupaten/Kota akan memfasilitasi pendistribusian OAT dari RS Rujukan TB MDR ke UPK Satelit 2 TB MDR dengan membuat kebijakan yang saling menguntungkan sesuai dengan kondisi di setiap daerah masing - masing.

Pada masa uji coba ini, distribusi OAT lini kedua dilakukan oleh Departemen Kesehatan langsung ke RS rujukan TB MDR untuk kebutuhan pasien yang telah ditentukan. Setelah masa rawat inap RS rujukan TB MDR membekali UPK satelit 2 TB MDR dengan kebutuhan OAT minimal selama 2 bulan, tergantung dari waktu perujukan pasien. Distribusi selanjutnya adalah setiap setiap 3 bulan berdasarkan permintaan UPK satelit 2 TB MDR.

31

Page 32: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Tabel 3. Distribusi dan Penanggung Jawab

Tempat Penyimpanan

Pelaksana/Penanggung Jawab

Tempat Tujuan

Waktu Distribusi

Departemen Kesehatan

Tim Logistik Departemen Kesehatan ke IFP

Setiap 6 bulan

Propinsi / IFP Wasor TB/Staf IFP IFP ke IFK/RS Rujukan TB MDR

Setiap 3 bulan

Kabupaten/kota / RS Rujukan TB MDR

WasorTB/Staf IFK RS Rujukan TB MDR ke UPK Satelit 2 TB MDR

Setiap 3 bulan

UPK Satelit 2 TB MDR

Pengelola Program/Staff Farmasi

UPK Satelit 2 TB MDR ke Pasien

Setiap hari

Realokasi obat dari satu daerah ke daerah lainnya diperbolehkan selama ada alasan yang kuat dan proses administrasi realokasi obat telah dilaksanakan. Proses realokasi akan difasilitasi oleh jenjang pemerintahan di atasnya, apabila realokasi dilaksanakan antar Kabupaten maka akan difasilitasi oleh Dinkes Propinsi. Realokasi antar provinsi akan difasilitasi oleh Departemen Kesehatan .

4. Permintaan dan Pelaporan OAT Lini Kedua

Permintaan OAT kepada jenjang diatasnya dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Jadwal permintaan OAT untuk seluruh tingkatan dilaksanakan pada minggu kedua pada akhir bulan setiap triwulan. Jadwal setiap triwulan dimulai pada awal tahun yaitu Jan-Mar, April-Mei, Jun-Jul dan Agt-Des. Begitu pula untuk UPK satelit 2 TB MDR, untuk tahap jadwal permintaan OAT bukan pada saat pasien datang melakukan perawatan melainkan tetap sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Tabel 4. Jadwal Permintaan dan Pelaporan OAT lini kedua

Quarter Bulan Jadwal Permintaan Perkiraan OAT dikirim1 Jan -

MaretMinggu kedua Desember Minggu terakhir bulan

Desember2 April -

JuniMinggu kedua bulan Maret Minggu terakhir bulan Maret

3 Jul - Sept Minggu kedua bulan Juni Minggu terakhir bulan Juni4 Okt - Des Minggu kedua bulan Sept Minggu terkahir bulan Sept

32

Page 33: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

UPK Satelit 2 TB MDR meminta kepada RS Rujukan TB MDR menggunakan Formulir TB 13.A.MDR ‘Permintaan OAT Lini Kedua ke RS Rujukan TB MDR’. RS Rujukan TB MDR kemudian merekap kebutuhan dari seluruh UPK Satelit 2 + kebutuhan RS Rujukan dan mengirimkannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan Formulir TB 13.B ‘Pelaporan dan Permintaan OAT lini kedua dari RS Rujukan TB MDR ke Dinkes Kab/Kota’. Dinas Kesehatan merekap semua kebutuhan dari RS Rujukan TB MDR dan meneruskannya ke Dinas Kesehatan Propinsi untuk ditindalkanjuti ke Departemen Kesehatan .

33

Page 34: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Gambar 7: Alur Permintaan, Pelaporan dan Distribusi Obat

Keterangan: Alur Permintaan,Pelaporan Alur Distribusi

34

UPK Satelit 2 TB MDR

UPK Satelit 2 TB MDR

UPK Satelit 2 TB MDR

RS RUJUKAN TB MDR

DINKES KAB /KOTA

DINKES PROPINSI

DEPARTEMEN KESEHATAN

Page 35: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

5. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring OAT dilakukan dengan menggunakan formulir pelaporan dan permintaan obat yang dilaksanakan oleh setiap jenjang. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang dari jenjang yang paling atas ke jenjang dibawahnya. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan bersama sama antara staf program TB dan staf program farmasi.

6. Pengawasan Mutu Pengawasan dan pengujian mutu OAT dilaksanakan pada saat pengadaan OAT. Produsen OAT harus melampirkan sertifikat analisis dari obat yang diproduksinya. Setelah obat didistribusikan ke jenjang Propinsi, Kabupaten dan unit pelayanan maka pengawasan dan pengujian mutu dilakukan secara rutin oleh Badan/Balai POM dan Ditjen Binfar.

D. PENGELOLAAN LOGISTIK NON OBAT

Pada dasarnya pengelolaan barang non obat mempunyai siklus yang sama dengan pengelolaan obat dan mengacu kepada kebijakan pengelolaan logistik P2TB.

1.Perencanaan Logistik Non ObatPerencanaan non obat seperti, alat labolatorium, bahan labolatorium habis pakai, bahan cetakan menggunakan pendekatan dari bawah. Perencanaan dilaksanakan oleh Dinkes Kabupaten dengan memperhitungkan stok yang tersedia, buffer stok, lead time dan target penemuan kasus tahun selanjutnya serta jenis barang yang akan disediakan.

2. Pengadaan Logistik Non Obat.Pengadaan non obat dapat dilaksanakan oleh Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Propinsi dan Pusat. Sumber dana yang digunakan dapat menggunakan dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan bantuan luar negeri. Pengadaan setiap jenis barang non obat harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh program TB Nasional.

3. Penyimpanan dan Pendistribusian Logistik Non ObatPenyimpanan logistik non obat dapat disimpan di gudang umum/gudang farmasi disetiap tingkatan.Pendistribusian logistik non obat dilaksanakan sesuai dengan permintaan dari unit pelayanan kesehatan. Re-alokasi logistik non obat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan sumber dana yang digunakan untuk mengadakan logistik tersebut.

4. Permintaan dan Pelaporan Logistik Non ObatPermintaan logistik non obat dari unit pelayanan kesehatan (UPK) disesuaikan dengan kebutuhan dan penggunaan logistik yang diminta. Pencatatan dan pelaporan logistik non obat dilaksanakan sesuai dengan asal sumber dana pengadaan barang tersebut dan mengikuti peraturan yang berlaku.

35

Page 36: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB VIPENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

Tujuan PPI adalah untuk mengurangi penularan TB MDR dan melindungi petugas kesehatan, pengunjung dan pasien dari penularan TB MDR. PPI dilaksanakan di Puskesmas dan rumah sakit rujukan TB MDR. Tidak boleh dilu[akan adalah PPI dilingkungan pasien TB MDR, misalnya lingkungan kontak erat pasien di rumah, tempat kerja dll.

Dalam pelaksanaannya PPI meliputi beberapa komponen yaitu :1. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

a. Terdiri dari: Ketua Anggota(dokter wakil tiap SMF, dokter ahli, epidemiologi, dokter

mikrobiologi/Patologi Klinik, Laboratorium, Farmasi, Perawat)b. Tugas : bertanggungjawab untuk menerapkan pencegahan dan Pengendalian

Infeksi yang meliputi perencanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta monitoring evaluasi

2. Tindakan PPI yang meliputi :a. Kewaspadaan standar

Hand hygiene (kebersihan pribadi, termasuk kebersiahan tangan), Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), Etiket batuk dan Higiene respirasi, pencegahan tusukan jarum atau benda tajam, cleaning dan disinfeksi alat, penanganan limbah, penanganan linen, misalnya sarung bantal, seprei, jas praktek dll,

b. Kewaspadaan berdasarkan penularan lewat udara atau transmisi airborne

Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan PPI adalah :a. Pengendalian administratif/manajerial.b. Pengendalian Lingkungan.c. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

a. Pengendalian Administratif

Tujuan pengendalian administratif adalah untuk melindungi petugas kesehatan, pengunjung dan pasien dari penularan TB-MDR dan untuk menjamin sumberdaya yang diperlukan untuk pelaksanaan PPI.

Tugas dalam pengendalian administratif adalah membuat kebijakan PPI yaitu ketersediaan sarana dan prasarana, Prosedur Tetap (protap), Pendidikan dan Pelatihan petugas, Penyuluhan pada petugas kesehatan & Pasien, Monitoring dan evaluasi.

Prosedur pengendalian administratif dibedakan sesuai dengan jenis unit pelayanan kesehatan yaitu :

1. Prosedur Rumah sakit :a. Rawat Jalan

36

Page 37: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

- Identifikasi cepat pasien TB dan suspek TB-MDR- Penyuluhan pasien mengenai etika batuk/Higiene respirasi (menutup

tangan ketika batuk atau bersin, memakai masker dan mencuci tangan setelah batuk atau bersin)

- Pemisahan pasien TB dan suspek TB-MDR dengan pasien lain di tempat yang berventilasi baik

- Memberikan prioritas pelayanan kepada pasien TB dan Suspek TB-MDRb. Rawat Inap

- Tempatkan pasien di kamar kewaspadaan berdasar transmisi airborne yang berventilasi baik (12ACH) dan terpisah dari pasien lain.

- 1 kamar untuk 1 pasien, jika tidak memungkinkan, lakukan kohorting- Petugas kesehatan memakai masker respirator partikulat bila memberikan

pelayanan medis kepada pasien dan pastikan sealchecked/fit tested- Batasi aktivitas pasien, penuluhani cough etiquete/Higiene Respirasi dan

pakai masker jika keluar ruangan- Cuci tangan sebelum dan setelah memberikan pelayanan- Pengaturan anggota keluarga yang merawat pasien dan pengunjung

2. Prosedur Puskesmas Pada dasaranya PPI Puskesmas sama dengan rumah sakit, hanya menyesuaikan dengan situasi Puskesamas yang pada dasarnya keadaan Puskesmas lebih sederhana dari rumah sakit.

3. Prosedur Laboratorium Prosedur laboratorium mengutamakan keselamatan kerja melalui

Pengaturan Biosafety Pengaturan cara menginduksi pengeluaran dahak, penanganan bahan

infeksius, pembuangan dan penanganan limbah infeksius dan non infeksius.

Menerapkan Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berdasar transmisi airborne.

Kesemuanya tertulis dalam prosedur tetap yang harus dipatuhi dan diilaksanakan oleh setiap petugas laboratorium tanpa mengurangi mutu pemeriksaan,

b. Pengendalian LingkunganTujuan dari pengendalian lingkungan adalah untuk mengurangii konsentrasi droplet

nuclei di udara dan mengurangi keberadaan benda-benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologii infeksi.

Lokasi di poli rawat jalan, kamar pasien TB MDR dan laboratorium. Langkah dari pengendalian lingkungan adalah :

Ruangan untuk kewaspadaan berdasarkan transmisi airborne : Ruangan dengan ventilasi alami atau mekanis dengan pergantian udara (12 ACH) dengan sistem pembuangan udara keluar atau penggunaan penyaring udara (Hepa Filter) sebelum masuk ke sirkulasi udara area lain di RS.

37

Page 38: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Sinar Ultra Violet (UV) Kebersihan and desinfektasi (Cleaning and disinfection)

c. Alat Pelindung Diri (APD)

APD bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan, pengunjung dan pasien dari penularan TB MDR dengan pemakaian APD yang tepat.

Sasaran APD adalah petugas kesehatan, pasien dan pengunjung. Jenis-jenis APD yang sering dipakai: Gaun/ jas pelindung Apron Sarung tangan and sepatu khusus. Maker respirator partikulat Pelindung mata/wajah

Prosedur pemakaian APD :1. Memakai APD

Persiapkan semua APD yang diperlukan Kenakan gaun pelindung Pasang respirator partikulat atau masker bedah; lakukan pemeriksaan kerapatan

respirator bila menggunakan respirator Pasang peralatan pelindung mata/wajah Pakai sarung tangan

2. Pelepasan APD Hindari kontaminasi terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan Lepaskan alat yang terkontaminasi terlebih dahulu Melepaskan sarung tangan dan gaun pelindung

- Lepaskan gaun pelindung dan sarung tangan dan gulung terbalik(sisi dalam menghadap ke luar)

- Lepaskan sarung tangan dan gaun pelindung secara aman di tempat pembuangan

Cuci tangan Lepaskan tutup kepala(bila digunakan) Lepaskan peralatan pelindung mata dari belakang Simpan peralatan pelindung mata ke tempat yang terpisah untuk pengolahan

kembali Lepaskan respirator dari belakang

3. Cuci tangan4. APD harus dipakai and dilepas ditempat yang telah ditetapkan. Tidak boleh

memakai APD disembarang tempat.

38

Page 39: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB VMONITORING & EVALUASI

Monitoring dan Evaluasi (Monev) mempunyai peranan penting dalam setiap manajemen program untuk memastikan bahwa sumber daya yang dialokasikan digunakan dengan sebaik-baiknya; serta kegiatan dilaksanakan seperti yang direncanakan, sehingga tujuan program dapat tercapai.

Dengan demikian monev bertujuan membantu memantau dan mengevaluasi penggunaan sumber daya, berupai sumber daya manusia dan dana, secara efektif dan efisien demi pencapaian tujuan program..

Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap layanan dan kinerja program dengan cara menganalisis informasi, berupa masukan (input), proses (process) dan luaran (output), yang dikumpulkan secara berkala dan terus menerus.

Monitoring bertujuan untuk mendeteksi secara dini masalah yang mungkin ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan segera (immediate corrective-action).

Monitoring dapat dilakukan dengan cara:

o Menelaah data pencatatan pelaporan dan sistem surveilans,o Pengamatan langsung (misalnya observasi pada waktu kunjungan lapangan atau

supervisi), serta o Wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran. Hasil monitoring ini berguna untuk bahan evaluasi.

Evaluasi adalah penilaian secara berkala kegiatan program dengan menggunakan informasi data rutin, hasil monitoring dan indikator lainnya yang tidak atau belum tercakup pada sistem informasi rutin.

Evaluasi dilakukan secara berkala dalam kurun waktu tertentu, misalnya setiap 3, 6 atau 12 bulan sekali atau pada akhir periode kegiatan. Evaluasi program DOTS plusi sesuai dengan Program DOTS, dilakukan sesuai dengan jenjang unit yang bersangkutan. Evaluasi jenjang UPK, minimal dilakukan sekali setiap tiga bulan. Dinas kesehatan kabupaten/kota dan propinsi melakukan evaluasi pelaksanaan program minimal sekali setiap 6 bulan.Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat berhasil dicapai. Biiilamana belum berhasil dicapai, apa penyebabnya.

Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perbaikan kinerja program serta perencanaan ke depan.

39

Page 40: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Salah satu komponen penting monev adalah pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini bertujuan mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan, untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus sahih atau valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan pengolahan dan analisis.

Pencatatn dan pelaporan kegiatan Penanggulangan Pasien TB MDR mengacu pada kebijakan program P2TB. Data Program Nasional Penanggulangan TB, khususnya untuk TB MDR dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan pelaksana Penanggulangan Pasien TB MDR, yang dilaksanakan dengan satu sistem baku. Semua petugas di setiap jenjang pelaksana, khususnya di tingkat Kabupaten/ Kota, sangat berperan dalam pencatatan data akurat dan lengkap.

1. Formulir-formulir pencatatan dan pelaporan Program TB.Pemantauan dan evaluasi kegiatan, memerlukan pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Kegiatan ini diperlukan dalam pelaksanaan surveilans pasien TB MDR. Pencatatan yang baik dan benar merupakan sumber data penting untuk dipantau, dievaluasi, dianalisis dan dilaporkan. Dengan demikian surveilans pasien TB MDR dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.

Sistem pencatatan dan pelaporan DOTS Plus mengacu kepada sistem yang sudah ada sesuai dengan pencatatan dan pelaporan strategi DOTS.

a. Pencatatan di UPK Satelit TB MDR 1Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) satelit TB MDR 1 menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

1. Buku rujukan suspek2. Formulir rujukan suspek

b. Pencatatan di UPK Satelit TB MDR 2Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) satelit TB MDR 2 menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

1. Buku rujukan suspekFormulir rujukan suspek

2. TB 01 MDR : Kartu pengobatan pasien TB MDR3. TB 02 MDR : Kartu identitas pasien TB MDR

40

Page 41: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

c. Pencatatan di RS Rujukan TB MDRUnit Pelayanan Kesehatan (UPK) Rujaukan TB MDR menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

1. TB 06 MDR : Register suspek TB MDR yang diperiksa dahaknya

2. TB 05 MDR : Formulir permintaan pemeriksaan BTA, biakan dan DST pasien TB MDR

3. TB 04 MDR : Register pemeriksaan apusan dahak secara Mikroskpopis, biakan dan tes kepekaan Bila pemeriksaan biakan dan uji kepekaan ada di Laboratorium di luar UPK Rujukan TB MDR maka TB 04 MDR ada di laboratorium rujukan TB MDR

4. TB 01 MDR : Kartu pengobatan pasien TB MDR5. TB 02 MDR : Kartu identitas pasien TB MDR6. TB 03 MDR UPK : Register pasien TB MDR di UPK7. TB 03 MDR Kab/ Kota: Register pasien TB MDR di Kab/ Kota.8. TB 09 MDR : Formulir rujukan/pindah pasien TB MDR9. TB 10 MDR : Formulir hasil akhir pengobatan pasien TB MDR

pindahan/rujukan10.TB 13 MDR UPK : Lembar Permintaan dan Pemakaian OAT

Lini 2

d. Pencatatan dan Pelaporan di Dinas Kesehatan Kabupaten/kota Dinas kesehatan kabupaten/kota menggunakan pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

1. TB 03 MDR : Register pasien TB MDR 2. TB 07 MDR : Laporan penemuan pasien TB MDR3. TB 08 MDR : Laporan hasil akhir pengobatan4. TB 11 MDR : Laporan hasil konversi5. TB 12 MDR : Formulir pemantapan mutu eksternal

untuk BTA, biakan dan uji kepekaan6. TB 13 MDR : Laporan OAT lini 2

e. Pencatatan dan Pelaporan di Dinas Kesehatan PropinsiDinas kesehatan propinsi menggunakan pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

1. TB 07 MDR : Laporan Rekapitulasi penemuan pasien TB MDR

41

Page 42: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2. TB 08 MDR : Laporan Rekapitulasi hasil akhir pengobatan

3. TB 11 MDR : Laporan Rekapitulasi hasil konversi4. TB 12 MDR : Laporan Rekapitulasi pemantapan mutu

eksternal untuk BTA, biakan dan uji kepekaan

4. TB 13 MDR : Laporan Rekapitulasi penggunaan OAT lini 2

B. INDIKATOR PROGRAM TB

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator seperti tertulis di tabel-5 dibawah ini:

Tabel-5: Indikator kegiatan penanggulangan TB MDR yang digunakan

No INDIKATOR SUMBER DATA WAKTU

1 Proporsi suspek TB MDR yang diperiksa biakan

Atau Sputum Collection

Daftar suspek (TB 06 MDR) Triwulan

2 Proporsi suspek TB MDR dengan kultur positif

Daftar suspek (TB 06 MDR) Triwulan

3 Proporsi suspek TB MDR dengan uji kepekaan positif MDR diantara pasien dengan hasil biakan positif

atau DST

Register TB Kab/Kota (TB.06 MDR)

Triwulan

4 Jumlah pasien TB MDR

atau Enrollment rate

Register TB Kab/Kota (TB.03 MDR)

Laporan Penemuan (TB.07 MDR)

Triwulan

Tahunan

5 Angka konversi TB MDRatau6th months Interim results

Register TB Kab/Kota (TB.03 MDR)

Laporan hasil konversi (TB 11 MDR)

Triwulan

42

Page 43: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

6 Angka kesembuhan TB MDR

atau Cure rate

Register TB Kab/Kota (TB.03 MDR)

Laporan hasil akhir pengobatan

Tahunan

C. ANALISIS DATA

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan (marker of progress).

Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:

1. Sahih (valid).2. Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific)3. Dapat dipercaya (realiable)4. Dapat diukur (measureable)5. Dapat dicapai (achievable)

Analisis dapat dilakukan dengan :

1. Membandingkan antara data satu dengan yang lain untuk melihat kesamaan maupun perbedaan serta seberapa besar bedanya..

2. Melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.

Data-data yang telah dikumpulkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Proporsi suspek TB MDR yang diperiksa biakan (Sputum collection)

Adalah prosentase suspek TB MDR yang diperiksa minimal 2 spesimen dahak untuk dilakukan pemeriksaan biakan diantara suspek yang ditemukan dalam 1 triwulan

Numerator Jumlah suspek TB MDR yang diperiksa minimal 2 spesimen dahak untuk biakan

Sumber Data :

Register Suspek TB MDR (TB 06 MDR)Contoh :

Jumlah suspek TB MDR yang diperiksa minimal 2 spesimen dahak untuk diperiksa biakan (terdaftar pada April s/d Juni 2008) adalah 18 suspek

43

Page 44: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Denominator Jumlah seluruh suspek TB MDR yang ditemukan pada kurun waktu yang sama.

Sumber data :

Daftar suspek (TB 06 MDR)Contoh:

Jumlah seluruh suspek TB MDR yang terdaftar pada April s/d Juni 2008) 20 suspek

Rumus perhitungan indikator

Jumlah suspek TB MDR yang diperiksa minimal 2 spesimen dahak untuk biakan

x 100%Jumlah suspek yang ditemukan

Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 18/20 x 100% = 90%

Frekuensi perhitungan Setiap triwulan

Penanggungjawab Petugas RS Rujukan TB MDR, Wasor Kabupaten/ Kota

Kegunaan dan penilaian

Angka ini menggambarkan seberapa besar proses penemuan suspek dilakukan dengan benar dan bisa digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien TB MDR dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).

Angka indikator ini diharapkan mencapai 100%.

Bila angka tersebut kurang dari 100%, maka perlu dicari penyebabnya. Faktor penyebab diantaranya adalah pasien yang tidak bisa mengeluarkan dahak, laboratorium tidak memberikan hasil tes atau petugas yang tidak mengisi register suspek dengan lengkap.

44

Page 45: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2. Proporsi suspek TB MDR dengan kultur positif (Culture positivity)

Adalah prosentase suspek TB MDR yang minimal salah satu hasil biakannya positif diantara suspek TB MDR yang dilakukan biakan paling sedikit satu kali, dihitung dalam periode 1 triwulan

Numerator Jumlah suspek TB MDR yang diperiksa biakan dengan hasil positif

Sumber Data :

Register Suspek TB MDR (TB 06 MDR)Contoh :

Jumlah suspek TB MDR yang diperiksa biakan dengan hasil positif (terdaftar pada April s/d Juni 2008) adalah 15

Denominator Jumlah suspek TB MDR yang lakukan biakan minimal 1 kali

Sumber data :

Daftar suspek (TB 06 MDR)Contoh:

Jumlah suspek TB MDR yang lakukan biakan minimal 1 kali pada April s/d Juni 2008 ada sebanyak 18

Rumus perhitungan indikator

Jumlah suspek TB MDR yang diperiksa biakan dengan hasil positif

x 100%Jumlah suspek TB MDR yang lakukan

biakan minimal 1 kali

Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 15/18 x 100% = 83%

Frekuensi perhitungan Setiap triwulan

Penanggungjawab Petugas RS Rujukan TB MDR, Wasor Kabupaten/ Kota

Kegunaan dan penilaian

Angka ini menggambarkan ketepatan penjaringan suspek TB MDR yang terbukti benar-benar disebabkan

45

Page 46: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

oleh MTB, angka ini juga dapat digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan)

Angka indikator ini diharapkan sebesar 70%.

Bila kurang dari angka yang diharapkan perlu dicek prosedur di laboratorium. Hasil yang rendah disebabkan juga suspek yang diperiksa banyak hasil biakan yang negatif (bukan TB atau kriteria yang kurang pas)

3. Proporsi suspek TB MDR dengan uji kepekaan positif MDR diantara pasien dengan hasil biakan positif (DST Confirmation)

Adalah prosentase suspek TB MDR yang terbukti positif MDR diantara seluruh suspek dengan hasil pemeriksaan biakan positif dalam 1 triwulan

Numerator Jumlah pasien TB MDR yang ditemukan dalam 1 triwulan

Sumber Data :

Register Suspek TB MDR (TB 06 MDR)Contoh :

Jumlah pasien TB MDR yang ditemukan (terdaftar pada April s/d Juni 2008) adalah 8

Denominator Jumlah seluruh suspek dengan hasil pemeriksaan kultur positif pada kurun waktu yang sama

Sumber Data :

Register Suspek TB MDR (TB 06 MDR)Contoh:

Jumlah seluruh suspek dengan hasil pemeriksaan kultur positif yang terdaftar dalam April s/d Juni 2008 ada sebanyak 15

46

Page 47: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Rumus perhitungan indikator

Jumlah pasien TB MDR yang ditemukan

x 100%Jumlah suspek TB MDR dengan hasil

kultur positif

Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 8/15 x 100% = 53%

Frekuensi perhitungan Setiap triwulan

Penanggungjawab Petugas RS Rujukan TB MDR, Wasor Kabupaten/ Kota

Kegunaan dan penilaian

Angka ini menggambarkan ketepatan penjaringan suspek TB MDR yang terbukti benar-benar disebabkan oleh MTB yang sudah kebal terhadap INH dan Rifampisin.

Angka ini juga menggambarkan perubahan baik peningkatan maupun penurunan kasus TB MDR di masyarakat.

Angka ini diharapkan sekitar 50%.

Tindak Lanjut Pelaporan

Wasor Kabupaten membuat rekap TB 06 MDR.

Wasor Kabupaten melaporkan rekap TB 06 MDR untuk periode 3 Triwulan sebelumnya.

Waktu pelaporan (Timeline) penemuan kasus TB MDR berdasar sistem kohort

47

Page 48: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2009Triwulan 1

Jan-Mar

Triwulan 2

Apr-Jun

Triwulan 3

Jul-Sept

Triwulan 4

Okt-Des

Keterangan :

Misalnya saat ini kita berada pada awal triwulan 4 (Oktober sd Desember) tahun 2009, maka saat ini data indikator yang harus kita hitung adalah :

Proporsi suspek TB MDR yang diperiksa biakan untuk Triwulan 3 (Juli sd September) tahun 2008

Proporsi suspek TB MDR dengan biakan positif untuk Triwulan 2 (April sd Juni) tahun 2009

Proporsi suspek TB MDR dengan hasil uji kepekaan positif MDR diantara pasien dengan kultur positif untuk Triwulan 1 (Januari sd Maret) tahun 2009.

4. Jumlah Pasien TB MDR (Enrollment rate)

Adalah jumlah pasien TB MDR yang ditemukan dan diobati dengan OAT Lini kedua dalam 1 triwulan.

Sumber Data :

Register Suspek TB MDR (TB.06 MDR) Register TB MDR (TB.03 MDR UPK)

Frekuensi perhitungan Setiap triwulan dan tahunan

Penanggungjawab Petugas RS Rujukan TB MDR, Wasor Kabupaten/ Kota

Kegunaan dan penilaian Indikator ini menggambarkan beban pasien TB MDR di wilayah tertentu pada periode tertentu (triwulan atau tahunan).

Jumlah pasien TB MDR dapat digunakan untuk perencanaan kebutuhan logistik dan pendanaan tahun-tahun berikutnya.

48

Indikator 1

Sputum CollectionWaktu pengumpulan

data dan analisis

Indikator 3

DST Confirmation

Indikator 2

Culture Positivity

Page 49: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Pelaporan Wasor Kabupaten membuat Laporan TB. 07 MDR dan melaporkan data kohort TB 07 MDR 3 Triwulan sebelumnya

5. Hasil pengobatan bulan ke enam TB MDR

Angka konversi TB MDR adalah prosentase pasien TB MDR yang mengalami perubahan menjadi negatif (BTA mikroskopis dan kultur) pada akhir bulan ke enam.

Numerator Jumlah pasien TB MDR yang mengalami perubahan menjadi negatif (BTA mikroskopis dan kultur) pada akhir bulan ke enam

Sumber Data :

Kartu pengobatan TB MDR (TB 01 MDR) Register TB MDR (TB.03 MDR UPK) Laporan hasil konversi (TB-11 MDR)

Contoh :

Jumlah pasien TB MDR yang konversi (terdaftar pada April s/d Juni 2008) adalah 8 pasien

Denominator Jumlah pasien TB MDR yang diobati pada kurun waktu yang sama

Sumber data :

Kartu pengobatan TB MDR (TB 01 MDR) Register TB Kabupaten/ Kota (TB.03 MDR) Laporan hasil konversi (TB-11 MDR)

Contoh:

Jumlah seluruh pasien TB MDR yang diobati yang terdaftar dalam April s/d Juni 2008 sebanyak 10 pasien

Rumus perhitungan indikator

Jumlah pasien MDR yg konversi maksimal bulan keenam

x 100%Jumlah pasien TB MDR yg diobati

49

Page 50: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 8/10 x 100% = 80%

Frekuensi perhitungan Setiap triwulan

Penanggungjawab Petugas RS Rujukan TB MDR, Wasor Kabupaten/ Kota

Kegunaan dan penilaian Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB 01 TB MDR, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 6-9 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak dan biakan negatif, setelah pengobatan 6 bulan.

Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.

Pelaporan Wasor Kabupaten membuat Laporan TB. 11 MDR dan melaporkan data kohort 4 Triwulan sebelumnya.

Di tingkat propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung secara kohort dari laporan TB.11 TB MDR.

6. Angka kesembuhan TB MDR

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien TB MDR yang sembuh setelah selesai masa pengobatan maksimal 24 bulan, diantara pasien TB MDR yang diobati dengan kategori IV.

Numerator Jumlah pasien TB MDR yang sembuh setelah mendapatkan pengobatan maksimal 24 bulan

Sumber Data :

Kartu pengobatan TB MDR (TB 01 MDR) Register TB Kabupaten/ Kota (TB.03 MDR) Laporan hasil akhir pengobatan (TB-08 MDR)

Contoh :

50

Page 51: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Jumlah pasien TB MDR yang sembuh (terdaftar pada April s/d Juni 2008) adalah 10 pasien

Denominator Jumlah pasien TB MDR yang diobati pada kurun waktu yang sama

Sumber data :

Kartu pengobatan TB MDR (TB 01 MDR) Register TB Kabupaten/ Kota (TB.03 MDR) Laporan hasil akhir pengobatan (TB-08 MDR)

Contoh:

Jumlah seluruh pasien TB MDR yang diobati yang terdaftar dalam April s/d Juni 2008 ada sebanyak 12 pasien

Rumus perhitungan indikator

Jumlah pasien TB MDR yg sembuh setelah mendapatkan pengobatan

maksimal 24 bulan x 100%

Jumlah pasien TB MDR yg diobati

Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 10/12 x 100% =

Frekuensi perhitungan Setiap triwulan

Penanggungjawab Petugas RS Rujukan TB MDR, Wasor Kabupaten/ Kota

Kegunaan dan penilaian Indikator ini berguna untuk mengetahui secara tepat kualitas hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01 TB MDR, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu pasien TB MDR yang mulai berobat dalam 24-27 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai pengobatan 24 bulan.

51

Page 52: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Indikator 5:

Six-month interim outcome

Dilihat dari TB 03 MDR 4 triwulan sebelumnya

Indikator 6:

Treatment outcome (24-bulan)

Indikator 4:

Enrollment rate

Dilihat dari TB 03 MDR 3 triwulan sebelumnya

Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.

Pelaporan Wasor Kabupaten membuat Laporan TB. 08 MDR dan melaporkan data kohort 8 Triwulan sebelumnya.

Di tingkat propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan TB 08 TB MDR.

Hasil pengobatan dari pasien TB MDR yang dapat di toleransi adalah sebagai berikut:

Angka pengobatan lengkap 3-5%

Angka pengobatan gagal < 5%

Angka default < 5%

Angka kematian < 5%

Angka perpanjangan pengobatan < 5%

Waktu pelaporan (Timeline) penemuan kasus TB MDR berdasar sistem kohort

2008 2009 2010

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Keterangan :

Misalnya saat ini kita berada pada awal triwulan 4 (Oktober sd Desember) tahun 2010, maka saat ini data indikator pengobatan yang harus kita hitung adalah :

Jumlah Pasien TB MDR (Enrollment Rate) untuk Triwulan 1 (Januari sd Maret) tahun 2010.

52

Page 53: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Angka Konversi TB MDR (6th Months Intermediate result) untuk Triwulan 4 (Oktober sd Desember) tahun 2009.

Angka kesembuhan TB MDR (Cure Rate) untuk Triwulan 4 (Oktober sd Desember) tahun 2008.

D. KOORDINASIKoordinasi adalah upaya untuk menyelaraskan kegiatan dari berbagai unit dan tingkatan manajemen program. Koordinasi yang baik akan berdampak pada kelancaran pelaksanaan program. Koordinasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang terlembaga dalam melakukan koordinasi adalah dengan melakukan pertemuan yang teratur. Di dalam pertemuan tersebut dapat disampaikan umpan balik masing-masing tingkatan manajemen program. Pertemuan koordinasi minimal dilakukan setiap 1 bulan sekali untuk tingkat UPK. Untuk tingkat kabupaten/kota pertemuan koordinasi dilakukan paling sedikit 3 bulan sekali.

E. CARA PENGISIAN FORMULIR

Formulir – formulir dan cara pengisiannya terlampir pada bagian akhir buku ini.

53

Page 54: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB VIPENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Secara tehnis penyajian usul untuk membenahani tata ketik, spasi ketikan, alinea dan bulleting yang diseragamkan

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on the job training), dan kesinambungan (sustainability).

Tujuan Pengembangan SDM dalam program DOTS Plus adalah tersedianya tenaga pelaksana yang kompeten, yaitu memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan program DOTS Plus. Pengembangan SDM merujuk kepada pengertian yang lebih luas, tidak hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi juga keseluruhan aspek manajemen terkait kegiatan pelatihan dan kegiatan lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten dan profesional dalam penanggulangan TB MDR dan penerapan strategi DOTS PLUS.

A. STANDAR KETENAGAANDitinjau dari sisi jumlah kebutuhan tenaga pelaksana, di setiap jenjang unit pelaksana, sebaiknya tersedia setidak-tidaknya:

Usul :

Standar ketenagaan disusun dalam bentuk table :

Tingkat Kualifikasi Jumlah

Pusat 1. Koordinator kegiatan penerapan strategi DOTS Plus2. Pengelola logistik OAT dan non OAT

11

Provinsi 1. Koordinator kegiatan penerapan strategi DOTS Plus ( tugas ini melekat pada tugas wasor provinsi )

2. Pengelola logistik OAT dan non OAT

11

1. Tingkat Pusata. Satu orang koordinator kegiatan penerapan strategi DOTS Plus b. satu orang pengelola logistik OAT dan non OAT

2. Tingkat Provinsi

54

Page 55: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

a. Satu orang koordinator kegiatan penerapan strategi DOTS Plus. Tugas ini melekat pada tugas wasor provinsi.

b. satu orang pengelola pencatatan dan pelaporan.

3. Tingkat Kabupaten/KotaPenerapan strategi DOTS Plus melekat pada tugas-tugas wasor TB

4. UPK Satelit 1Pada UPK ini harus ada tenaga :a. Satu orang tenaga dokter terlatih dalam penatalaksanaan TB MDRb. Satu orang tenaga perawat/petugas TB yang terlatih TB MDR.

5. UPK Satelit 2Pada UPK ini harus ada tenaga :a. Satu orang tenaga dokter terlatih dalam penatalaksanaan TB MDRb. Satu orang tenaga perawat/petugas TB yang terlatih TB MDR.

6. RS Rujukan TB MDRa. Satu orang tenaga dokter terlatih dalam penatalaksanaan TB MDR (rawat

jalan & rawat inap)b. Satu orang tenaga perawat ruang rawat inap yang terlatih TB MDR, c. Satu orang tenaga perawat/petugas TB yang terlatih TB MDRd. Satu orang tenaga farmasie. Tim Ahli Klinis (CET = Clinical Expert Team) yang terdiri dari :

Kelompok inti, terdiri dari :o Dokter Spesialis paru / Spesialis penyakit dalam, o Dokter Spesialis radiologio Psikolog Kliniso Dokter unit DOTS Plus

Tim therapeutik adalah Tim ad hoc yang terdiri darI para ahli yang dibutuhkan keahliannya sesuai dengan kebutuhan pasien TB MDR. Misalnya : Dokter Spesialis Patologi Klinik, Psikiater, ahli farmakologi, ahli kulit dll.

7. Laboratorium Rujukan TB MDRLaboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan adalah laboratorium yang telah tersertifikasi oleh lab rujukan supra nasional. Adapun persyaratan ketenagaan sesuai dengan persyaratan laboratorium rujukan tingkat propinsi, diantaranya :a. Satu orang Ahli Mikrobiologi Klinis atau Ahli Patologi Klinisb. Tiga orang analis mikroc. Satu orang analis mediad. Satu orang tenaga teknisi alat laboratoriume. Satu orang tenaga administrasi

55

Page 56: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

8. Laboratorium pemeriksa lainnya

laboratorium ini adalah laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan lain dengan tujuan untuk mendapatkan data dasar keadaan organ pasien sebelum memulai pengobatan, memantau keadaan pasien selama masa pengobatan terutama bila terjadi efek samping TB MDR. Laboratorium ini termasuk laboratorium radiologi.

Tenaga yang harus tersedia : a. Satu orang tenaga Ahli Patologi Klinisb. Dua orang tenaga analis kimia klinikc. Satu orang tenaga administrasid. Satu orang ahli radiologi

Untuk rincian tugas pelaksana ( hal : 56 sd 61 ), isinya sama persisdengan hal 16-22, usul untuk dihilangkan, sehingga konten standar jumlah ketenagaan bersambung dengan standar kompetensi yang dibutuhkan ( di halaman : 62 )

B. Rincian Tugas pelaksana --- > isinya sama dengan halaman : 16

1. WASOR PROVINSI1) Menyelenggarakan pertemuan koordinasi penerapan strategi DOTS PLUS

setiap triwulan2) Membuat rekapitulasi perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana

untuk penerapan strategi DOTS Plus3) Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR lintas

kabupaten/kota/provinsi4) Mengumpulkan, mencatat, menganalisis dan menyajikan informasi yang

berkaitan dengan pelaksanaan penerapan strategi DOTS Plus 5) Melakukan pembinaan dan asistensi teknis penerapan strategi DOTS Plus

di tingkat kabupaten/kota minimal 3 (tiga) bulan sekali6) Menyelenggarakan pertemuan monitoring dan evaluasi setiap triwulan7) Mengirim hasil analisis informasi yang terkait penerapan strategi DOTS

Plus ke tingkat kabupaten/kota8) Mengorganisasi kegiatan pelatihan penerapan strategi DOTS Plus bagi

petugas UPK

3. WASOR KABUPATEN/KOTAa. Menyelenggarakan pertemuan koordinasi penerapan strategi DOTS PLUS

setiap triwulan untuk UPK di wilayah Kabupaten/Kota.

56

Page 57: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

b. Membuat perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana untuk penerapan strategi DOTS Plus dan mengirimkannya ke tingkat Provinsi.

c. Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR dalam wilayah Kabupaten/ Kota.

d. Mengumpulkan, mencatat, menganalisis dan menyajikan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan strategi DOTS Plus di wilayah Kabupaten/ Kota.

e. Melakukan pembinaan dan asistensi teknis penerapan strategi DOTS Plus di tingkat UPK minimal 3 (tiga) bulan sekali.

f. Menyelenggarakan pertemuan monitoring dan evaluasi setiap triwulan.g. Mengirim hasil analisis informasi yang terkait penerapan strategi DOTS Plus

ke tingkat UPK.h. Memantau upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di UPK. i. Memfasilitasi pasien TB MDR mendapatkan dukungan psikososial.

B. UPK -- > sama dengan halaman 17UPK Satelit 1 TB MDRa. Petugas TB.

a) Menemukan suspek TB MDR yang datang ke UPK dan menginformasikan kepada dokter.

b) Melakukan pelacakan kontak erat pasien TB MDR di wilayah kerjanya.c) Melakukan pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDRd) Melakukan pencatatan pasien tersangka TB MDR e) Melaksanalan pencegahan dan pengendalian infeksi

b. Doktera) Memastikan kebenaran pasien suspek TB MDR yang datang ke UPKb) Memastikan pencegahan dan pengendalian infeksi telah

dilaksanakan dengan benar bersama petugas TB.

UPK Satelit 2 TB MDR1) Petugas TB

a) Menemukan suspek TB MDR yang datang ke UPK dan menginformasikan kepada dokter

b) Melakukan pelacakan kontak erat pasien TB MDR di wilayah kerjanya.c) Melakukan pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDRd) Melakukan pencatatan pasien tersangka TB MDRe) Memberikan OAT kepada pasien setiap hari (5 hari dalam 1 minggu)

dan memantau pada hari libur PMO tetap memberikan OAT pada pasien

f) Melakukan monitoring dan melaporkan setiap efek samping yang terjadi kepada dokter di UPK Satelit. Melakukan pencatatan efek

57

Page 58: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

samping yang ditemukan pada kartu pengobatan pasien TB MDR (TB 01 TB MDR) dan lembar pemantauan kemajuan pengobatan.

g) Memfasilitasi terlaksananya pemeriksaan laboratorium follow up setiap bulan pada tahap awal dan tahap lanjutan

h) Mengambil persediaan OAT pasien ke bagian Farmasi RS rujukan TB MDR untuk kebutuhan tahap awal (setiap 1 bulan) dan tahap lanjutan (setiap 2 bulan)

i) Menentukan PMO bagi setiap pasienj) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga dan PMO

secara berkesinambungan.k) Melaksanalan pencegahan dan pengendalian infeksi

2) Dokter -- > sama dengan halaman 18

f) Memastikan kebenaran pasien suspek TB MDR yang datang ke UPKg) Memastikan pencegahan dan pengendalian infeksi telah dilaksanakan

dengan benar bersama petugas TB. h) Melakukan koordinasi dengan dokter RS Rujukan TB MDR setiap ada

pasien yang akan melanjutkan pengobatan di UPK Satelit 2 MDRi) Melakukan pengobatan lanjutan pasien TB MDR yang di desentralisasi

dari RS Rujukan TB MDRj) Melakukan penatalaksanaan efek samping dan merujuk pasien dengan

efek samping berat atau yang tidak berhasil ditangani, ke RS Rujukan TB MDR

Rumah Sakit Rujukan TB MDR7) Tim ahli klinis (CET = Clinical Expert Team)

Kelompok inti, terdiri dari :

o Dokter Spesialis paru / Spesialis penyakit dalam, o Dokter Spesialis radiologio Psikolog Kliniso Dokter unit DOTS Plus

Tim therapeutik adalah Tim ad hoc yang terdiri daru para ahli yang dibutuhkan keahliannya sesuai dengan kebutuhan pasien TB MDR. Misalnya : Dokter Spesialis Patologi Klinik, Psikiater, ahli farmakologi, ahli kulit dll..

Tugas dan fungsi Tim Ahli Klinis: a. Menetapkan diagnosis

58

Page 59: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

b. Menetapkan pasien masuk ke dalam pengobatan uji coba TB MDR (DOgTS plus) atau tidak

c. Menetapkan paduan OAT lini kedua dan dosisd. Menetapkan pasien siap untuk rawat jalan e. Menetapkan pasien dapat masuk ke tahap lanjutanf. Bekerjasama dengan tim therapeutik untuk menangani efek samping berat,

serta masalah yang memerlukan masukan.g. Menetapkan hasil akhir pengobatan

8) Dokter di Unit DOTS Plus (Rawat Jalan) --- > isi sama dengan halaman 19

a) Memastikan kebenaran pasien suspek TB MDR yang datang ke UPKb) Mengirim suspek TB MDR ke Laboratorium rujukan TB MDRc) Mengajukan kasus pasien TB MDR ke Tim Ahli Klinis, baik untuk

diagnosis, pengobatan, rujukan kelanjutan pengobatan, efek samping, dan hasil akhir pengobatan

d) Melakukan pengobatan pasien TB MDR e) Melakukan koordinasi dengan dokter UPK Satelit 2 MDR setiap ada

pasien yang akan melanjutkan pengobatan di UPK Satelit tersebutf) Melakukan penatalaksanaan efek samping g) Memastikan pencegahan dan pengendalian infeksi telah dilaksanakan

dengan benar bersama petugas TB

9) Perawat di Unit DOTS Plus

a) Menemukan suspek TB MDR yang datang ke RS dan menginformasikan kepada dokter.

b) Memberikan informasi kepada UPK sesuai wilayah tempat tinggal pasien, untuk melakukan pelacakan kontak erat pasien TB MDR.

c) Memberikan informasi kepada UPK sesuai wilayah tempat tinggal pasien, untuk melakukan pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDR.

d) Melakukan pencatatan pasien tersangka TB MDR (TB.06 MDR)e) Mengisi formulir permintaan pemeriksaan dahak untuk pemeriksaaan

DSSM, biakan dan uji kepekaan (TB.05 MDR)f) Memasukkan hasil pemeriksaan laboratorium kedalam register pasien

tersangka TB MDR (TB.06 MDR) g) Mengisi kartu pengobatan TB MDR ( TB.01 MDR) h) Memberikan OAT kepada pasien setiap hari (5 hari dalam 1 minggu) dan

memantau pada hari libur PMO tetap memberikan OAT pada pasieni) Melakukan monitoring dan melaporkan setiap efek samping yang terjadi

kepada dokter di RS. Melakukan pencatatan efek samping yang ditemukan pada kartu pengobatan pasien TB MDR (TB 01 MDR) dan lembar pemantauan kemajuan pengobatan.

59

Page 60: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

j) Memfasilitasi terlaksananya pemeriksaan laboratorium follow up setiap bulan pada tahap awal dan tahap lanjutan

k) Membantu dokter menyiapkan kasus pasien TB MDR untuk diajukan ke Tim Ahli Klinis, baik untuk diagnosis, pengobatan, rujukan kelanjutan pengobatan, efek samping, dan hasil akhir pengobatan.

l) Mengambil persediaan OAT pasien ke bagian Farmasi RS untuk kebutuhan tahap awal (setiap 1 bulan) dan tahap lanjutan (setiap 2 bulan).

m) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga dan PMO secara berkesinambungan.

n) Melaksanakan penegahan dan pengendalian infeksi.

10)Dokter di Unit Rawat Inap --- > isi sama dengan halaman 20

a) Memberikan paduan OAT TB MDR standar atau paduan lain sesuai dengan keputusan Tim Ahli Klinis.

b) Mendiagnosis penyakit lain pada pasien TB MDR yang mengharuskan adanya penanganan khusus.

c) Mendeteksi dini efek samping dan melakukan tatalaksana sesuai protap atau berdasarkan keputusan Tim Ahli Klinis.

d) Memastikan pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan dengan baik dan benar.

11)Perawat di Unit Rawat Inap a) Mengisi kartu pengobatan TB MDR ( TB-01 MDR). b) Memberikan pengobatan selama pasien rawat inap, sesuai petunjuk

dokter.c) Memastikan pasien menelan dan mendapatkan suntikan paduan OAT TB

MDR sesuai jadwal.d) Bila diperlukan, melakukan pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan

laboratorium.e) Mentaati tata laksana pengendalian infeksi.f) Memberikan penyuluhan kepada pasien, keluarganya dan PMO termasuk

pengendalian infeksi.g) Mendeteksi dini adanya efek samping dan melaporkan kepada dokter

penanggung jawab.h) Menangani efek samping sesuai instruksi dokter.i) Mencacat semua pengobatan dan tindakan untuk pasien TB MDR

didalam kartu pengobatan rawat inap.j) Melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi

12)Farmasi Rumah Sakite) Merencanakan kebutuhan OAT sesuai kebutuhan rumah sakitf) Mencatat dan melaporkan penggunaan OATg) Melakukan pengelolaan OAT dirumah sakit

60

Page 61: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

h) Menyediakan OAT untuk setiap pasien sesuai dengan permintaan dokter

C. LSM (LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT) ---Rincian Peran :

a. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai TB MDR.b. Membantu pelacakan kontak erat pasien TB MDR.c. Membantu pelacakan kasus mangkir pengobatan pasien TB MDR.d. Membantu memberikan dukungan psikososial kepada pasien TB MDR dan

keluarganya.e. Melakukan koordinasi kegiatan diatas dengan lembaga yang terkait

penerapan strategi DOTS Plus.

D. PASIEN, PMO DAN KELUARGAi. Pasien

a. Menandatangani kesepakatan untuk mengikuti seluruh prosedur penatalaksanaan TB MDR sampai selesai

b. Menandatangani surat persetujuan (informed consent)c. Bersedia didampingi oleh PMO (Pengawas Menelan Obat)d. Mematuhi tatalaksana pengobatan TB MDRe. Mengikuti kaidah pengendalian infeksi peroranganf. Segera melaporkan bila terjadi efek samping kepada petugas UPK TB MDR

ii. PMO7) Mengawasi pasien TB MDR agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan. 8) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.9) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.10) Mengingatkan pasien untuk kontrol ke UPK Pusat Rujukan TB MDR sesuai

dengan jadwal yang ditentukan.11) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB MDR yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

12) Mengetahui secara dini timbulnya efek samping dan mendampingi pasien ke UPK untuk mendapatkan penatalaksanaannya.

iii. Keluarga5) Menandatangani kesepakatan dan surat persetujuan (informed consent)

sebagai saksi.6) Memberikan dukungan selama pengobatan berlangsung, untuk mencegah

pasien TB MDR mangkir dari pengobatan, serta tidak mengucilkan pasien.7) Mengingatkan pasien TB MDR mengikuti kaidah pengendalian infeksi

perorangan dan lingkungan.

61

Page 62: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

8) Mendeteksi dini timbulnya efek samping dan melaporkan kepada PMO/dokter UPK Satelit/RS Rujukan TB MDR.

C. PELATIHANPelatihan dilakukan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam penatalaksanaan pasien TB MDR. Kompetensi yang diberikan meliputi:

NO

UNIT KOMPETENSI

1 UPK Satelit 1 MDR

Mampu:1. Menjelaskan program nasional penerapan strategi DOTS

dan DOTS Plus2. Melakukan kegiatan menemukan suspek TB MDR3. Melakukan kegiatan merujuk suspek TB MDR ke RS

rujukan TB MDR (form rujukan suspek TB MDR)4. Melakukan kegiatan melacak kontak erat pasien TB MDR5. Melakukan kegiatan melacak kasus mangkir pengobatan

pasien TB MDR6. Melakukan kegiatan mencatat suspek TB MDR (Buku bantu

rujukan suspek TB MDR)2 UPK Satelit

2 MDRMampu:1. Menjelaskan program nasional penerapan strategi DOTS

dan DOTS Plus2. Melakukan kegiatan menemukan suspek TB MDR3. Melakukan kegiatan merujuk suspek TB MDR ke RS

rujukan TB MDR (form rujukan suspek TB MDR)4. Melakukan kegiatan mengobati pasien TB MDR5. Melakukan kegiatan penatalaksanaan efek samping pasien

TB MDR sesuai kemampuan UPK6. Melakukan kegiatan melacak kontak erat pasien TB MDR7. Melakukan kegiatan melacak kasus mangkir pengobatan

pasien TB MDR8. Melakukan kegiatan mencatat suspek TB MDR (Buku bantu

rujukan suspek TB MDR)9. Melakukan kegiatan mencatat pengobatan pasien TB MDR

(TB.01 TB MDR)10.Melakukan kegiatan upaya pencegahan dan pengendalian

infeksi3 RS Rujukan

MDRMampu:1. Menjelaskan program nasional penerapan strategi DOTS

dan DOTS Plus2. Melakukan kegiatan menemukan suspek TB MDR3. Melakukan kegiatan merujuk suspek TB MDR ke

62

Page 63: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Laboratorium rujukan TB MDR (TB.05 MDR)4. Melakukan kegiatan merujuk pasien TB MDR ke Tim Ahli

Klinis Rumah Sakit (Clinical Expert Team = CET)5. Melakukan kegiatan mengobati pasien TB MDR sesuai

protap (SOP). (TB.01 MDR)6. Melakukan kegiatan penatalaksanaan efek samping pasien

TB MDR7. Memberikan informasi kepada UPK Satelit dan Wasor

untuk melakukan kegiatan melacak kontak erat dan melacak kasus mangkir.

8. Melakukan kegiatan mencatat penatalaksanaan TB MDR (TB.01, 05, 06 dan 09 MDR)

9. Melakukan kegiatan mengelola logistik OAT dan non OAT (TB 13.B MDR)

10.Melakukan kegiatan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

4 Dinkes Kab/Kota

Mampu:1. Menjelaskan program nasional penerapan strategi DOTS

dan DOTS Plus2. Melakukan kegiatan mencatat pasien TB MDR yang diobati

dalam register kabupaten/ kota untuk pasien TB MDR. (TB.03 TB MDR)

3. Melaporkan pasien TB MDR yang ditemukan, hasil pengobatan dan logistik ke tingkat provinsi. (TB.07, 08, 11 dan TB 13 C MDR)

4. Melakukan kegiatan fasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

5. Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR6. Melakukan surveilans TB MDR7. Melakukan supervisi8. Melakukan monitoring dan evaluasi9. Memberikan umpan balik

5 Dinkes Provinsi

1. Menjelaskan program nasional penerapan strategi DOTS dan DOTS Plus

2. Merekap register kabupaten/ kota untuk pasien TB MDR. (TB.07 MDR)

3. Melaporkan pasien TB MDR yang ditemukan, hasil pengobatan dan logistik ke tingkat pusat. (TB.07, 08 dan LPPO TB MDR)

4. Memastikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan tersedia cukup.

5. Memfasilitasi rujukan dan pelacakan pasien TB MDR6. Melakukan surveilans TB MDR7. Melakukan supervisi8. Melakukan monitoring dan evaluasi

63

Page 64: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

9. Memberikan umpan balik10.Melakukan pelatihan TB MDR bagi petugas UPK11.Melakukan koordinasi unsur terkait dalam pelaksanaan TB

MDR6 Departemen

Kesehatan1. Membuat kebijakan pelaksanaan TB MDR2. Menjelaskan program nasional penerapan strategi DOTS

dan DOTS Plus3. Membuat perencanaan disemua aspek dalam pelaksanaan

TB MDR4. Membuat petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan

standarisasi TB MDR5. Melakukan koordinasi unsur terkait dalam pelaksanaan TB

MDR6. Melakukan surveilans TB MDR7. Melakukan analisa dan memberikan umpan balik hasil

pelaksanaan TB MDR8. Menyusun modul dan melakukan pelatihan TB MDR9. Melakukan supervisi10.Melakukan monitoring dan evaluasi11.Mengkaji outcome pelaksanaan TB MDR12.Memfasilitasi ketersediaan logistik OAT dan non OAT

7 LSM / MITRA

Mampu:1. Membantu penyebarluasan informasi tentang TB MDR

kepada masyarakat2. Membantu pemantauan pengobatan pasien TB MDR

8 PMO Mampu:1. Membantu pemantauan pengobatan pasien TB MDR2. Mengawasi pasien TB MDR agar menelan obat secara

teratur sampai selesai pengobatan.3. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat

teratur.4. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada

waktu yang telah ditentukan.5. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB

MDR yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB MDR untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

6. Mengetahui dan mendampingi pasien ke UPK untuk mendapatkan penatalaksanaan apabila terjadi efek samping TB MDR.

( materi di bawah ini usul untuk di pindah ke bab. monitoring dan evaluasi )

D. SUPERVISI DAN EVALUASI PASKA PELATIHAN

64

Page 65: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

1. SupervisiSupervisi selain sebagai upaya pembinaan teknis, juga merupakan suatu pelatihan kalakarya (On The Job Training). Oleh karena itu, seorang supervisor haruslah dapat memberikan bantuan-teknis dan bimbingan kepada petugas yang dikunjungi sehingga mereka dapat melaksanakan tugas mereka secara tepat. Supervisor harus dapat mengenal sedini mungkin kinerja petugas yang kurang baik untuk segera memabantu mperbaikinya sebelum hal tersebut menjadi masalah besar. Dengan demikian, melalui supervisi diharapkan kinerja petugas dapat terjaga dan terjadi perbaikan secara terus-menerus.

2. Evaluasi Paska Pelatihan (EPP)EPP perlu dilakukan untuk mengetahui: a. Apakah petugas yang dilatih melaksanakan tugas and fungsi sesuai dengan

tujuan pelatihanb. Pelatihan yang dilakukan sudah benar-benar dapat memenuhi kebutuhan

pengetahuan, keterampilan serta sikap yang diperlukan untuk melaksanakan tugas masing-masing.

c. Apakah petugas melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh selama pelatihan.

EPP sebaiknya dilakukan 3 bulan setelah petugas mendapatkan pelatihan, atau sesuai kebutuhan.

( usul : sebagaimana supervisi, maka evaluasi paska pelatihan juga di susun daftar tilik ( check list )

E. DAFTAR TILIK (CHECK LIST) SUPERVISI

Daftar tilik supervisi merupakan alat bantu dalam melaksanakan kunjungan lapangan. Tujuan pembuatan alat bantu adalah memastikan bahwa pada saat kunjungan lapangan tidak ada hal-hal yang terlewatkan.Pada akhir kunjungan, daftar tilik dibicarakan bersama dengan petugas setempat yang dikunjungi, bersama dengan atasan langsung yang bersangkutan. Tujuannya agar semua fihak dapat mengetahui kelebihan and kekurangan unit yang dikunjungi.MAsalah yang ditemnui saat kunjungan diupayakan agar bisa diselesaikan saat itu juga. Masalah yang berkaitan dengan kebijakan, dapat dibicarakan dengan atasan langsung petugas supervisi.Setiap selesai kunjungan lapanagan petugas supervisi harus memberikan umpan balik .Daftar tilik untuk kunjungan ke laboratorium rujuakan biakan dan tes kepekaan disesuiakan kebutuhan.

Contoh daftar tilik dapat dilihat dibawah ini:

65

Page 66: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

DAFTAR TILIK SUPERVISI

KE UPK LAYANAN TB MDR

Nama UPK / Satus : ……………………………….. Kabupaten / Kota : …………………………….Tanggal supervisi : ……………………………Nama Petugas yang disupervisi : 1. 2. 3.

Penemuan pasienValidasi laporan penemuan pasien(yg ada)

Kelompk TB-MDR

Suspek TB-MDR

Jlh dan %

dirujuk utk

C/DST

Jlh dan % dipastikan TB-MDR

Kasus kronikPasien gagal pengobatan ulang (kat 2)Pasien yg pernah diobati sebelumnya, termasuk dengan OAT lini kedua seperti kuinolone dan Kanamycin (di RS, pihak swasta)Pasien gagal pengobatan OAT lini pertama(kat 1)Pasien yg sediaan dahak masih positif pada 3 bulan pengoabatan OAT lini pertama(kat 1)Kasus kambuhPasien yg kembali setelah lalai/default (setelah pengobatan kat 1 dan/atau kat 2 )Suspek TB simtomatik yg merupakan kontak erat pasien TB-MDR pasti, termasuk petugas kesehatan di bangsal MDR

LaboratoriumAnjuran utama pada kunjungan pembinaan teknis terakhir

Tindak lanjut yg telah dilakukan

Pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis:

Pemeriksaan Biakan dan identifikasi M.tuberculosis.

66

Page 67: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis

Kemanan kerja laboratorium/ pencegahan dan pengendalian infeksi

Pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan dan sarana bantu.

Beban kerja Jumlah

Jumlah suspek BTA pos yg diperiksa biakan

Jumlah specimen BTA pos yg diperiksa biakan

Jumlah & proporsi (%) biakan pos dari specimen BTA pos

Jumlah biakan negatif yg didapatkan dari specimen BTA pos

Hasil kerja Jumlah

Jumlah suspek yg di uji kepekaan(DST)

Jumlah kasus TB-MDR yg dijumpai

% ase kekebalan terhadap H dan R %

% ase kekebalan terhadap H dan R %

Hasil uji kepekaan yg inkonsisten (mis. kebal menjadi peka) Ya/tidak

Alat yg diperlukan untuk biakan dan uji kepekaan yg ada? %

Adanya terputusnya pelayanan karena kehabisan bahan? Ya/tidak

Apakah register lab sesuai dengan standar nasional? Ya/tidak

Apakah semua data yg relevan dg TB-MDR mudah tersedia?

Secara benar terkait dg pasien

Hasil uji kepekaan(DST)

Hasil tes HAIN

Ya/tidak

Ya/tidak

Ya/tidak

Ya/tidak

PengobatanApakah Tim Ahli Klinis(CET) telah terbentuk Ya/tidak

67

Page 68: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Komposisi Tim Ahli klinis TB-MDR dan frekuensi pertemuan?

Ya/tidak

Tersedianya notulen yg merekam keputusan (dg alasan)? Ya/tidak

Tersedianya file untuk setiap pasien yg terdaftar yg mencatat rejimen pengobatan, tanggal penghentian suntikan, hasil uji kepekaan OAT lini kedua, efek samping serius yg memerlukan rujukan/ perubahan rejimen dan hasil akhir ?

Ya/tidak

Kepatuhan dengan pedoman pengobatan nasional? Ya/tidak

Seluruh jumlah penderta terdaftar

Jumlah dan % pasien TB-MDR dg perubahan rejimen pengobatan standar sebagai akibat uji kepekaan OAT lini kedua yg menunjukan kekebalan terhadap Kanamycin dan/atau Quinolone

Jumlah dan % pasien TB-MDR dlm pengobatan dg perubahan rejimen pengobatan sebagai akibat efek samping

Rejimenalternative 1:Rejimen alternative 2:

Tahap rawat inap di RS

Kesesuaian anatar rejimen tim ahli (obat dan dosis) dan rejimen sesungguhnya pada pasien rawat inap. Jika tidak sesuai catat alasan yg diberikan ahli paru yg merawat

Ya/tidak

Alasan ………………………….

……………………………………….

Lama rawat inap (rata2 & range)

Mutu pendidikan kesehatan: pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatannya cukup

Ya/tidak

Apakah diagnose dan pengobatan gratis? Ada biaya tambahan’?

Ya/tidak

Apakah petugas Puskesmas telah diundang untuk menemui pasien di RS; apakah mereka diberi petunjuk yg benar selama kunjungan baik secara lisan maupun tertulis?

Ya/tidak

68

Page 69: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Adakah pasien meninggalkan RS tidak sesuai nasehat medik? (jika ya, catat riwayat dari pasien ,alasan default, tindak lanjut thd pasien)

Ya/tidak

alasan ………………………….

……………………………………….

Apakah pasien dipantau sesuai protokol(kimia darah dan sedian dahak dan biakan)

Ya/tidak

Apakah tindakan yg sesuai dilakukan atas dasar hasil pemantauan (teliti adanya penundaan potensial)?

Ya/tidak

Sistem pencatatan dan pelaporan tersedia dan digunakan dengan benar?

Ya/tidak

Periode rata-rata sebelum konversi

Proporsi defaulter selama tahap rawat inap di RS dan status sediaan dahak/biakan pada saat default

%…………………………………….

Tahap rawat jalan

Penyebaran pasien TB-MDR antar Puskesmas(menilai kebutuhan latihan,beban kerja per fasilitas, kemungkinan membangun dan mempertahankan keahlian)

……………………………………….

Kepatuhan dengan rejimen pengobatan yg ditetapkan Komite ahli TB-MDRFrekuensi efek samping yg mengakibatkan terputusnya pengobatanFrekuensi efek samping yg berakhir dengan rujukan ke RSApa ada insentif? Jika ya: uraikan jenis dari insentif Ya/tidak

……………………….Apakah pasien mendapat pelayanan ditingkat dibawah puskesmas setelah tahap intensive (suntikan) dengan seorang PMO

Ya/tidak

Pengelolaan obat (terputusnya pasokan – tanggal daluwarsa)Apaka pasien dipantau sesuai protokol(kimia darah, pemeriksaan dahak dan biakan)

Ya/tidak

Apak tindakan yg sepadan dilakukan atas dasar hasil pemeriksaan pemantauan (teliti penundaan potensial)

Ya/tidak

Sistem pencatan dan pelaporan tersedia dan digunakan dg baik?

Ya/tidak

Proporsi defaulter selama tahap rawat jalan dan status pemeriksaan dahak /biakan pada saat default

%……………………………

Pemantauan pengobatan TB-MDR

69

Page 70: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Apakah pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan secara rutin sesuai kebijakan program P2 TB? (register lab & kartu pengobatan)

Ya/tidak

Kepatuhan dg pemeriksaan lainnya (kimia, mata, telinga) termasuk selang waktu diulang dan respons

Ya/tidak

PMO Ya/tidakAngka konversi biakan dan sediaan dahak pada 6 bulan Ya/tidakApakah sediaan dahak dan biakan dilakukan secara rutin sebagai bagian dari kebijakan P2 TB? (Lihat register laboratorium dan kartu pengobatan)

Ya/tidak

Ya/tidak

Validasi laporan luaran sementara

70

Page 71: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Penatalaksanaan efek samping obatEfek samping Jumlah

seluruh pasien yg dinilai

Jumlah (%) dengan efek samping

Obat yg diduga/ dipastikan penyebab efek samping

Jumlah (%) dengan efek samping berat

Jumlah pasien TB-MDR dg penghentian obat oleh petugas karena efek samping beratPetugas RS

Petugas Puskesmas

Mual/muntahDiareNyeri sendiBising/ vertigoGangguan pendengaranSakit kepalaGangguan tidurGangguan elektrolitNyeri perutTidak nafsu makanRadang lambungNeuropati periferDepresiPsykhosisMata kuningLain:Lain:Lain:Jumlah keseluruhan pasien dengan paling kurang satu efek samping

71

Page 72: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Penyakit penyertaBerapa banyak pasien mempunyai penyakit penyerta pada triwulan terakhir:

Penyakit penyerta Jumlah %DiabetesKetergantungan alkoholGagal ginjalInfeksi HIV

Penanganan masalah sosio-ekonomi:Berapa banyak pasien TB-MDR (dan prosentase) yg diobati untuk TB-MDR dalam kohor pengobatan mendapat:

Intervensi sosio-ekonomis

Jumlah seluruh pasien dalam kohor

Jumlah (%) memenuhi syarat / eligible

Jumlah (%) yg mendapat

Biaya transportInsentif makananInsentif PMO

Pengelolaan ObatApakah ada OAT lini kedua yg habis sejak obat GDF diterima? Jika ya, sebutkan:

Ya/tidak

……………………….Apakah ada OAT lini kedua dari GDF yg daluwarsa pada saat kunjungan anda? Jika ya, uraikan:

Ya/tidak

……………………….Sebutkan stok OAT lini kedua secara rinci dari GDF pada fasilitas ini

Km

Lfx

Eto

Cs

PAS

Apakah obat yg ada dalam stok dipusat dan fasilitas ini disimpan sesuai anjuran produsen dan GDF?

Ya/tidak

Apakah ada obat bukan OAT lini kedua yg ditemukan? Jika ya, catat apa obatnya:

Ya/tidak

……………………….Tuliskan jumlah OAT lini kedua yg belum dikirim oleh ekspedisi/perusahan OAT lini kedua

72

Page 73: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Sumber daya manusiaKhusus untuk pelayanan TB-MDR

Dilatih tahun lalu

Perubahan sejak tahun lalu

Jumlah dokterJumlah perawatJumlah staf lain

Pencegahan and Pengendalian Infeksi Apakah penilaian risiko fasilitas sudah dilakukan?

Jika tidak: rencanakan untuk pelaksanaan penilaian risiko Jika ya, kumpulkan informasi berikut:

Tanggal penilaian pengendalian penularan terakhir pada fasilitas ini: ……………..(bulan/tahun)

Anjuran administrative Tindak lanjut

Anjuran teknis/engineering Tindak lanjiut

Anjuran perlindungan perorangan: Tindak lanjut

UmumAdakah kebijakan nasional tertulis yg mengenai pengendalian penularan TB?

Ya/tidak

Sudahkah pelatihan tentang pengendalian penularan diberikan?

Ya/tidak

Apakah fasilitas ini telah menunjuk seorang pejabat pengendalian penularan?

Ya/tidak

Berapa banyak petugas bekerja pada klinik ini? (dokter, perawat, konselor, farmasi, pembersih dst)?

……………….

Sudahkah petugas dijaring untuk TB? Ya/tidakApakah ada petugas yg didiagnosa TB? Jika ya, berapa banyak?

Ya/tidak ……….

RSLaboratorium

73

Page 74: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Sistem pengumpulan spesimen untuk dahak dan biakan Ya/tidakRuang laboratorium tersedia? Ya/tidakUpaya biosafety ada? Ya/tidakPembuangan sisa yg baik Ya/tidakRuang laboratorium dg ventilasi Ya/tidakRuang laboratorium dg sinar UV Ya/tidakTeknisi laboratorium menggunakan masker N95 Ya/tidak

Bagian Rawat InapRuang Rawat Inapl tersendiri untuk pasien TB-MDR Ya/tidakPembersihan dan desinfeksi dilakukan setiap hari Ya/tidakPasien memakai masker bedah ketika kunjungan petugas Ya/tidakPasien memakai masker bedah di ruang rekreasi Ya/tidakPasien menggunakan pot dahak dengan tutup berulir Ya/tidakKain dan sprei/ sarung bantal dicuci setiap minggu Ya/tidakPetugas menggunakan masker respirator N95 Ya/tidakRuangan dengan ventilasi dan penerangan yg baik Ya/tidakRuanganl tidak penuh sesak Ya/tidakPembuangan limbah infeksius sesuia protap. Ya/tidak

Bagian rawat jalanPetugas memakai repirator N95 Ya/tidakVentilasi dan pencahayaan yg baik di bagian rawat jalan. Ya/tidakRuang tunggu tidak penuh/berdesak-desakan Ya/tidakPasien memakai masker bedah Ya/tidak

Ruang radiologiPetugas memakai respirator N95 Ya/tidakRuang radiologi mempunyai ventilasi baik Ya/tidakRuang tunggu tidak penuh/berdesak-desakan Ya/tidak

PuskesmasPetugas memakai respirator N95 jika pasien TB-MDR masih BTA positif

Ya/tidak

Ruang rawat jalan mempunyai ventilasi dan pencahayaan yg baik

Ya/tidak

Ruang tunggu tidak penuh/berdesak-desakan Ya/tidak

Pencatatan dan pelaporanTanggung jawab pencatatan dan pelaporan TB-MDR jelas ditugaskan kepada petugas tertentu (dalam uraian tugas)?

Ya/tidak

Adakah petugas yg ditunjuk bertanggung jawab untuk meninjau jumlah keseluruhan pasien sebelum mengirim laporan ke tingkat pusat

Ya/tidak

74

Page 75: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Sudahkah petugas terkait pada petugas pengobatan/laboratorium mendapat pelatihan tentang pengelolaan data dan cara-cara untuk TB-MDR.

Ya/tidak

Sudahkah batasan tentang klasifikasi TB-MDR sesuai batasan yg diberikan Program P2TB diikuti oleh petugas pengobatan /laboratorium

Ya/tidak

Sudahkah informasi dalam kartu pasien sesuai dengan informasi yg dimasukkan dalam register?

Ya/tidak

Adakah penundaan antara dimulainya pengobatan TB-MDR dan pengisian tanggal mulai pengobatan dalam register?

Ya/tidak

Komitmen dan kerjasama antar institusi Buat ringkasan berdasar pengamatan saat kunjungan:

Komitmen politis (keuangan dan SDM) pada RS rujukan yg ditunjuk Komitmen petugas P2TB (dengan perhatian pada Puskesmas yg melayani TB

serta petugas yg melakukan supervisi dan petugas HDL) Kerjasama antar program P2 TB dan RS serta laboratorium yg ditunjuk

Penyampaian informasi tentang maksud tujuan dan penyampaian hasil

Ringkasan temuan dari setiap komponen Hal-hal yg diutamakan untuk diperbaiki Anjuran-anjuran utama

…………….., ……………… Mengetahui Petugas Petugas yang disupervisi (yang melakukan supervisi)

(…………………………) (…………………………..)

75

Page 76: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

BAB VII

ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL (AKMS)

A. BATASAN DAN TUJUANAKMS TB MDR adalah suatu konsep sekaligus kerangka kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan memberdayakan masyarakat dalam penerapan strategi DOTS Plus. Sehubungan dengan itu AKMS merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang dirancang secara sistematis dan dinamis.

Tujuan AKMS dalam penerapan strategi DOTS Plus adalah untuk memberdayakan potensi masyarakat dan pemerintah sehingga mampu dan mandiri selama pengobatan TB MDR.

B. STRATEGI AKMSAda tiga strategi dalam AKMS dan sekaligus merupakan komponen yaitu Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial.

1. Advokasi Advokasi untuk TB MDR adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi pimpinan, pembuat/penentu kebijakan dan keputusan, dalam penerapan strategi DOTS plus. Pendekatan dapat dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (audiensi), konsultasi, memberikan laporan, pertemuan/rapat kerja, lokakarya dan sebagainya sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing unit.

Pesan advokasi: Data TB di daerah tersebut, kerugian ekonomi, kontribusi PEMDA yang diperlukan dalam penanggulangan TBOutput advokasi: Dukungan dana untuk pelaksanaan DOTS Plus di Kab/Kota

2. Komunikasi Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau gagasan (informasi) yang disampaikan secara lisan dan atau tertulis dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui media dengan harapan adanya pengaruh timbal balik.

Sumber pesan (pemberi pesan) dapat berasal dari individu, kelompok (petugas, masyarakat) maupun kelembagaan (petugas kesehatan baik, NGO ). Pesan-pesan dalam proses komunikasi disampaikan melalui bahasa yang sama dengan bahasa penerima pesan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima. Penerima pesan adalah dapat berupa individu, kelompok, kelembagaan maupun massa.

76

Page 77: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Materi pesan dikemas secara berbeda tergantung kelompok sasaran (Isi pesan lihat lampiran).

Output: Peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai TB MDR

3. Mobilisasi SosialAdalah kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat dengan keterpaduaan elemen pemerintah dan non pemerintah, sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan secara kolektif menggunakan sumber daya yang ada dan membangun solidaritas untuk mengatasi masalah.

Output: Partisipasi Masyarakat dalam penanggulangan TB

Dalam penerapan strategi DOTS Plus kegiatan tersebut dapat dilakukan antara lain melalui penyuluhan kelompok, diskusi kelompok, kunjungan rumah dan konseling.

C. KELOMPOK SASARAN AKMS1. Pengambil keputusan (Pimpinan wilayah, Bupati/Walikota, DPRD,

Bappeda/Bappeko, dll.)2. Kelompok yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan dan kelompok yang

dapat mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak TBMDR (penyedia layanan, lintas sektor, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, media massa)

3. Kelompok yang terkena dampak TB MDR.

D. KEGIATAN AKMS (Modul) : Kegiatan inti AKMS adalah:

1. Pengorganisasian Pelaksanaan AKMS TB MDR dilaksanakan melalui pola struktur organisasi yang sudah ada baik di tingkat kecamatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit , Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan provinsi dan Departemen Kesehatan.

Dalam pelaksanaan AKMS yang harus dilibatkan:a. Pengelola program di Dinkes kab/kota dan provinsib. Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi Lokalc. Mediad. Masyarakat, termasuk mereka yang terkena dampak TB MDRe. Pemegang Kebijakan Internal dan Lintas Sektoral

77

Page 78: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

2. Penggerakan PelaksanaanKeberhasilan AKMS sangat ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak melalui kerjasama lintas sektoral yang serasi, harmonis, efektif dan efisien.Pelaksanaannya dapat memanfaatkan potensi masyarakat yang ada.

Beberapa prinsip pemberdayaan masyarakata. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat

Potensi masyarakat yang dimaksud dapat berupa:1. Para pemimpin baik formal maupun informal.2. Organisasi/ lembaga kelompok3. Dana mandiri yang ada di masyarakat4. Sarana masyarakat5. Pengetahuan masyarakat6. Teknologi tepat guna termasuk cara berinteraksi masyarakat setempat

secara kultural.7. Pengambilan keputusan oleh masyarakat.

b. Kontribusi masyarakat dalam penerapan strategi DOTS PlusPemberdayaan masyarakat, berprinsip meningkatkan kontribusi masyarakat dalam kegiatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif berarti semakin banyak keluarga/masyarakat yang berkiprah dalam penerapan strategi DOTS Plus. Secara kualitatif berarti keluarga/ masyarakat bukan hanya memanfaatkan tetapi ikut berkiprah melakukan penyuluhan, menjadi PMO, Kader TB, pendidik sebaya, kelompok dukungan sebaya dan sebagainya.

c. Bekerja bersama masyarakatPrinsip lain yang harus dipegang teguh adalah “bekerja untuk dan bersama masyarakat”, karena dengan kebersamaan inilah terjadi proses fasilitasi, motivasi, alih pengetahuan dan keterampilan.

d. Kemitraan dapat berbasis individu, keluarga, masyarakat, dan ormas lainnyaKemitraan antara Pemerintah, LSM, Ormas, dan berbagai kelompok masyarakat lainnya akan memudahkan kerja sama , sehingga potensi dapat dimanfaatkan secara optimal.

3. Kerja sama Lintas Sektoral (Organisasi Profesi, Dunia Usaha, Akademisi, dsb)Penerapan strategi DOTS Plus jauh lebih rumit daripada penatalaksanaan kasus TB non MDR, sehingga tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan, tetapi membutuhkan kemitraan dan dukungan yang dilakukan oleh sektor lainnya. Untuk itu perlu diwujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi berbagai program dan kegiatan baik yang berada di dalam lingkup kesehatan maupun dengan sektor-sektor lainnya.

78

Page 79: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Untuk mewujudkan koordinasi yang baik perlu diselengarakan komunikasi antar unit dan antar sektor guna membahas perencanaan dan implementasi serta pembinaan dan pengawasan penerapan strategi DOTS Plus

Penerapan strategi DOTS Plus dapat diperkuat dengan:a. Komitmen politik di seluruh tingkatanb. Kegiatan advokasi dan komunikasi penerapan strategi DOTS Plus yang disusun

dengan baik, direncanakan bersama untuk memastikan sasaran dan isi pesan tepat

c. Pengembangan bersama strategi komunikasi dan mobilisasi sosial strategi DOTS Plus ditujukan pada kebutuhan individu dan pasien serta masyarakat yang terkena dampak TB MDR

E. KELUARAN AKMS TB MDR1. Adanya peningkatan dukungan kebijakan, pendanaan dan sumber daya lain oleh

berbagai pihak dalam kegiatan TB MDR2. Peningkatan opini publik yang mendukung kegiatan TB MDR3. Peningkatan nilai, praktek dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TB

MDR

Secara skematis luaran AKMS dapat digambarkan seperti di bawah ini: skema ini dinarasikan secara lebih rinci per kegiatan

79

Page 80: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

F. KIE Penerapan Strategi DOTS Plus

Adalah upaya untuk menyajikan bahan-bahan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai Strategi DOTS Plus yang terkini berupa leaflet, buklet, poster, lembar balik, lembar fakta yang mengetengahkan data-data dan informasi tentang TB MDR di wilayahnya.

Sebelum bahan-bahan KIE diproduksi perlu dipersiapkan materi yang ingin disampaikan, sesuai dengan tujuan dan sasaran. Mengembangkan pesan-pesan komunikasi harus selalu memperhatikan tujuan komunikasi yang telah dirumuskan sebelumnya. Apalagi bila tujuan komunikasi tersebut menyangkut perubahan perilaku masyarakat.

Beberapa tujuan kadang saling tumpang tindih, kadang berhasil secara bertahap. Oleh karena itu untuk keberhasilan penyampaian pesan, maka langkah pertama adalah masyarakat umum harus mendapatkan pesan/informasi, menaruh perhatian, mengerti, termotivasi, siap untuk mencoba perilaku baru, dan menerima perilaku baru atau menolaknya.

Dengan demikian perumusan pesan harus mengacu pada hasil (outcome) yang diinginkan.

Pesan yang perlu disampaikan:

Leaflet

1. Pasien- TB MDR terjadi karena pasien tidak teratur minum obat anti TB pada masa

pengobatan sebelumnya atau tertular pasine TB MDR.- Dapat menular kepada orang lain di sekitarnya- ODHA lebih mudah tertular - Masa pengobatan TB MDR 18-24 bulan dengan pengobatan suntikan paling

sedikit selama 6 bulan- Pelaksanaan pengobatannya lebih rumit dan harga obatnya sangat mahal- Bila gagal pengobatan TB MDR belum ada pengobatan lainnya yang terbukti

efektif.- Kemungkinan besar pengobatan TB MDR adalah satu-satunya cara untuk

mencegah kematian.- Selama hasil pemeriksaan masih positif, risiko penularan ke orang lain di

sekitarnya masih tinggi- Upaya pencegahan and pengendalian penularan penting dilakukan

2. PMO

80

Page 81: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

- Penjelasan tentang Peran PMO- Penjelasan tentang obat yang harus ditelan pasien and efek sampingnya.- Memastikan pasien menelan obat, jadwal perlu diperhatikan- Mendampingi pasien saat konsultasi selama pengobatan - Mencatat semua jenis obat yang telah ditelan setiap kali pasien menelan

obat pada kartu pengobatan- Tahap-tahap pengobatan dan waktu pemeriksaan dahak- Mewaspadai munculnya tanda-tanda awal efek samping obat dan

melaporkan kepada petugas serta mendampingi pasien mendapatkan penanganan bila diperlukan.

3. UmumPencegahan penularan TB MDR:- Penjelasan tentang TB MDR. - Perbedaan TB dengan TB MDR - Bagaimana TB MDR bisa terjadi:

a. Pasien TB yang tidak berobat dengan benar (kualitas, keteraturan minum obat)

b. Tertular pasien TB MDR.l- Mencegah penularan dengan diagnosa dini dan pengobatan yang sesuai

pada pasien TB- Pengobatan TB sesuai dengan petunjuk baku- Pencegahan dan pengendalian penularan

Lembar Balik

- Apa itu TB dan TB MDR- Terjadinya TB MDR karena :

- Pasien TB yang tidak berobat dengan benar (kualitas, keteraturan minum obat)

- Tertular pasien TB MDR.- Dapat ditularkan kepada orang lain di sekitarnya- ODHA lebih mudah tertular - Masa pengobatan TB MDR 18-24 bulan dengan pengobatan suntikan paling

sedikit selama 6 bulan- Pelaksanaan pengobatannya lebih rumit dan harga obatnya sangat mahal- Bila gagal pengobatan TB MDR belum ada pengobatan lainnya yang terbukti

efektif- Selama hasil pemeriksaan masih positif, risiko penularan ke orang lain di

sekitarnya masih tinggi- Upaya pencegahan and pengendalian penularan penting dilakukan

81

Page 82: Juknis-1-Usulan Revisi Pengembangan Sdm

Poster

1. Poster Pasien- TB MDR terjadi karena pasien tidak teratur minum obat TB pada masa

pengobatan sebelumnya atau tertular pasien TB MDR.- Dapat ,menular ke oranglain di sekitarnya dan ODHA lebih mudah tertular

dll

2. Poster Pengobatan- Pengobatan TB MDR selesai selama 18-24 bulan- Cara minum obat lebih rumit dan tidak ada pengobatan lainnya untuk TB

MDR,dll

3. Poster Laboratorium- Kapan harus dilakukan pemeriksaan dahak dan pentingnya pemeriksaan

dahak berkaitan dengan pengobatan pasien,dll

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun isi pesan:

Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh sasaran Isi pesan singkat dan jelas, agar tidak membingungkan tetapi menggugah

keingintahuan Usahakan mengemukakannya secara bertahap, dan berangsur-angsur dengan

urutan yang sistematis dan mudah diingat. Sesuaikan dengan pendidikan, tingkat sosial-ekonomi, agama, adat istiadat

sasaran. Ada kemungkinan bahwa sasaran memerlukan isi penyuluhan lebih dari satu

masalah kesehatan, oleh karena itu sebaiknya isi penyuluhan dipadukan.

82