judul pelatihan penyusunan proposal penelitian tindakan kelas...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DANA DIPA
JUDUL
PELATIHAN PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN
TINDAKAN KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 BAGI
GURU-GURU SD DI KABUPATEN BULELENG
OLEH: I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
Drs. I Made Suarjana, M.Pd.
Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd.
Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd.
Dra. Nyoman Kusmariyatni, M.Pd.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
1. Judul Porposal :
Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Berorientasi Kurikulum
2013 Bagi Guru-guru SD di Kabupaten Buleleng
2. Ketua Tim Pengusul
a. Nama : I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
b. NIP/NIDN : 0020088401
c. Bidang Keahlian : Pendidikan Dasar (IPA)
d. Jabatan/Pangkat/Golongan : Asisten Ahli/Penata Muda TK.I/IIIb
e. Jurusan/Fakultas : PGSD/Ilmu Pendidikan
f. Alamat Rumah/Telp : Perum. Banyuning Lestari Blok I-1 No. 8
Singaraja/087861279605
3. Jumlah Anggota Tim : 4 Orang
a. Identitas Anggota 1
- Nama Lengkap : Drs. I Made Suarjana, M.Pd
- NIP : 196012311986031022
- Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IVb
b. Identitas Anggota 2
- Nama Lengkap : Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd.
- NIP : 195512311980031039
- Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IVb
c. Identitas Anggota 2
- Nama Lengkap : Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd.
- NIP : 19551003 197903 2 001
- Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IVb
c. Identitas Anggota 3
- Nama Lengkap : Dra. Nyoman Kusmariyatni, M.Pd.
- NIP : 195903111986022001
- Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor/IIIc
d. Mahasiswa yang terlibat : 4 orang
4. Lokasi Kegiatan :
5. Jumlah Biaya yang Diusulkan : Rp. 10.500.000,- (Sepuluh juta lima ratus
ribu rupiah)
Singaraja, 7 Oktober 2015
Ketua Pelaksana,
I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
NIP 198408202012121004
iii
PELATIHAN PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN
KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU-GURU SD DI
KECAMATAN BULELENG, KABUPATEN BULELENG
Abstrak
Tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah (1) memberikan
pengetahuan dan wawasan secara teoretik kepada guru-guru SD di Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi
kurikulum 2013, dan (2) memberikan pengalaman melalui praktik langsung kepada
guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun
proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Khalayak sasaran utama dalam
kegiatan ini adalah guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.
Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah
menggunakan metode seminar dan workshop (pelatihan). Indikator keberhasilan
telah ditetapkan, yaitu 1) meningkatnya wawasan guru tentang PTK dan kurikulum
2013, dan (2) berhasilnya guru-guru menyusun draf proposal PTK. Tercapai
tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini akan diketahui melalui
evaluasi. Rancangan evaluasi yang disusun terdiri dari: jenis data yang diperoleh
dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan, dapat disimpulkan bahwa (1) melalui pelatihan penyusunan
proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-guru sekolah dasar di
Kabupaten Buleleng dapat meningkatkan wawasan guru dan (2) pelatihan
penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-guru sekolah
dasar di Kabupaten Buleleng dapat memfasilitasi guru-guru dalam menyusun
proposal PTK. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan guru-guru SD di kabupaten
Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 mengalami
peningkatan. Guru-guru telah mampu menghasilkan draf proposal PTK beserta
instrumen penilaiannya dengan baik. Dampak dan manfaat dari kegiatan ini adalah
guru-guru mampu menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013.
Kata-kata kunci: Pelatihan, PTK, kurikulum 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmatNyalah laporan pengabdian kepada masyarakat ini dapat
terselesaikan sesuai dengan rencana.
Dalam proses penelitian ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd., selaku rektor yang telah memberikan kesempatan
kepada tim pelaksana untuk melaksanakan kegiatan.
2. Prof. Dr. Ketut Suma, M.S., selaku ketua LPM yang telah memberikan ijin dan
bimbingan dalam penyusunan laporan ini.
3. Drs. Ketut Pudjawan M.Pd., selaku Dekan FIP Undiksha yang telah membantu
kelancaran tim dalam melakukan kegiatan.
4. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi
kemajuan pendidikan.
Singaraja, Oktober 2015
Tim Pelaksana
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan ……………………………………………………….. ii
Abstrak……………………………………………………………………… iii
Kata Pengantar………………………………………………………………. iv
Daftar Isi ……………………………………………………………………. v
Daftar Lampiran…………………………………………………………….. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi……………………………………………………… 1
1.2 Permasalahan ………………………………………………………. 6
1.3 Tujuan Kegiatan……………………………………………………… 6
1.4 Manfaat Kegiatan…………………………………………………… 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas………………………………... 8
2.2 Prosedur PTK………………………………………………………… 9
2.3 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam PTK……………… 10
2.4 Metode Analisis Data dalam PTK……………………………………. 11
2.5 Kurikulum 2013……….……………..………………………………. 12
BAB III AKTIVITAS P2M
3.1 Gambaran Lokasi Kegiatan…………………………………………. 16
3.2 Tim Pelaksana Peran Masing-masing Anggota…………………….. 16
3.3 Masyarakat/Kelompok Sasaran…………………………………….. 17
3.4 Metode Pelaksanaan Kegiatan……………………………………… 17
3.5 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan .................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran dan Hasil Pelaksanaan Kegiatan ……………………….. 21
4.2 Indikator Keberhasilan……………………………………………… 21
4.3 Gambaran Keberlanjutan Khalayak Sasaran ………………………. 22
vi
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................ 23
5.2 Saran ................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 25
Lampiran ……………………………………………………………………… 26
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto-foto Kegiatan Lampiran 1
2. Makalah Lampiran 2
3. Surat-surat Lampiran 3
4. Daftar hadir peserta Lampiran 4
5. Contoh Produk kegiatan Lampiran 5
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Masalah pendidikan menjadi perhatian serisus bagi setiap negara di dunia.
Kualitas pendidikan suatu bangsa sejalan dengan kemajuan suatu bangsa dan
negara. Indonesia, sampai saat ini masih ketinggalan mutu pendidikannya
dibandingkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Nilan (2009)
mengungkapkan bahwa mutu pendidikan Indonesia lebih rendah dari negara
tetangganya di Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Thailand. Rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia berimplikasi pada rendahnya pula sumber daya manusia
(SDM) yang dimiliki.
Pemerintah sesungguhnya menyadari bahwa pendidikan memegang
peranan penting dalam pembentukan manusia yang berkualitas. Manusia
berkualitas dibutuhkan bagi kemajuan pembangunan. Sebagai bukti komitmen
pemerintah tersebut telah direalisasikan melalui pembenahan pada segenap
komponen pendidikan, mulai dari peningkatan anggaran pendidikan sampai pada
sarana dan prasarana pendidikan. Peningkatan anggaran pendidikan
diimplementasikan dalam program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran (Kemendiknas, 2010).
Pemerintah juga telah berupaya mengadakan penyempurnaan dalam bidang
kurikulum, yaitu dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum
tahun 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kini, pada tahun 2014 telah diberlakukan kurikulum 2013 sebagai pengganti
kurikulum 2006. Dengan upaya-upaya dan komitmen yang dilakukan oleh
pemerintah tersebut seyogyanya tujuan pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia dapat tercapai secara optimal.
Namun, hasil-hasil studi menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia
masih sangat rendah. Pada tahun 2005, terungkap bahwa mutu pendidikan di
Indonesia berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di kawasan Asia-
Pasifik. Peringkat ini dilansir dari laporan monitoring global yang dikeluarkan
lembaga PBB, UNESCO (Muhliz, 2009). Penelitian terhadap kualitas pendidikan
2
dasar ini dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education
(ASPBAE) dan Global Campaign for Education. Studi dilakukan di 14 negara
pada bulan Maret-Juni 2005. Konsorsium Internasional (2010), melaporkan
bahwa dalam bidang IPA, Indonesia masuk peringkat 32 dari 36 negara. Indeks
pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) menurut UNESCO
dalam EFA Global Monitoring Refort 2011, melaporkan bahwa Indonesia
menepati 67 dari 127 negara (Kompas, 2011). Hal serupa juga dilaporkan oleh
United Nations Development Programme (UNDP), yaitu Human Development
Index (HDI) Indonesia berada diperingkat 109 dari 179 negara (UNDP, 2009).
Fakta-fakta tersebut memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan Indonesia
perlu ditingkatkan.
Bercermin dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, tentu ada
permasalahan yang mesti dibenahi. Salah satunya adalah persoalan mutu tenaga
pendidik (guru). Guru merupakan ujung tombak di dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Kurikulum yang bagus, sarana dan prasarana yang memadai belum
menjadi jaminan dapat meningkatkan kualitas pendidikan tanpa didukung oleh
guru yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru merupakan
suatu keharusan. Sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas guru adalah
melalui kegiatan pengembangan profesi. Pengembangan profesi guru merupakan
kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan keterampilan untuk meningkatkan mutu, baik dalam proses
pembelajaran, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia
pendidikan/masyarakat, maupun peningkatan profesionalisme guru. Oleh karena
itu, peningkatan profesi guru harus bertumpu pada paradigma pengembangan dan
peningkatan kualitas guru.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, sebagai konsekuensi logis bagi para guru dan dosen untuk memenuhi
beberapa hal yang diundangkan tersebut. Pada Undang-undang No. 14 tahun 2005
tersebut dijelaskan bahwa guru/dosen harus meningkatkan dan mengembangkan
profesi sebagai pendidik. Peningkatan profesionalisme guru sebagai pendidik
dapat ditempuh dengan cara mengikuti jenjang pendidikan lebih tinggi, sertifikasi
guru, dan kenaikan pangkat ke golongan yang lebih tinggi. Fakta menunjukkan
3
bahwa hanya sebagian kecil guru yang mampu menduduki golongan IVb di Bali
(Diknas Propinsi Bali). Dengan kata lain, guru-guru hanya mampu menduduki
golongan IVa. Hal ini dapat dicapai karena kenaikan golongan sampai IVa hanya
diperoleh melalui angka kredit yang belum mensyaratkan karya tulis ilmiah (KTI).
Ini membuktikan bahwa ketidaksiapan para guru menyongsong perubahan
paradigma tuntutan peningkatan profesionalisme guru.
Sejak tahun 2004, diterapkan kebijakan bahwa peningkatan
profesionalisme guru melalui kenaikan pangkat ke golongan IVb dengan
mempersyaratkan agar guru memiliki KTI dengan nilai Cum 12 poin. Persyaratan
adanya KTI ini menjadi kendala bagi guru untuk naik pangkat ke golongan IVb.
Terlebih lagi, kini dengan adanya peraturan baru yang dikeluarkan oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam bentuk
PermenPANRB No. 16 tahun 2009 tentang kenaikan pangkat guru (termasuk
kepala sekolah), yang telah diberlakukan sejak tahun 2011, menjadi tantangan
tersendiri bagi guru-guru dan kepala sekolah. Adapun aturan baru tentang
kenaikan pangkat bagi guru yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sulipan,
2010).
1) Kenaikan pangkat dari IIIa ke IIIb wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit.
2) Kenaikan pangkat dari IIIb ke IIIc wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 4 angka kredit.
3) Kenaikan pangkat dari IIIc ke IIId wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 6 angka kredit.
4) Kenaikan pangkat dari IIId ke IVa wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 8 angka kredit.
4
5) Kenaikan pangkat dari IVa ke IVb wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit.
6) Kenaikan pangkat dari IVb ke IVc wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit (dan harus presentasi
di depan tim penilai).
7) Kenaikan pangkat dari IVc ke IVd wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 5 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 14 angka kredit.
8) Kenaikan pangkat dari IVc ke IVd wajib melaksanakan pengembangan diri
(pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 5 angka kredit dan
publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat
pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 20 angka kredit.
Berdasarkan PermenPANRB No. 16 tahun 2009 di atas, tampak bahwa
kenaikan pangkat mulai dari IIIb ke IIIc dan seterusnya, semua mensyaratkan
pengembangan diri dan publikasi ilmiah/karya inovatif yang berupa karya tulis
ilmiah (KTI). KTI untuk guru SD dapat berupa penelitian tindakan kelas (PTK).
Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, jika seorang guru ingin naik
pangkat, maka harus mampu menghasilkan karya ilmiah berupa PTK.
Berkaitan dengan aturan kenaikan pangkat tersebut, apabila hal ini tidak
diantisipasi, dikawatirkan ke depannya guru-guru hanya mampu menduduki
golongan IIIb. Sebagai contoh, para guru SD-SMP-SMA/SMK di Provinsi Bali,
pada umumnya banyak mengalami kegagalan saat menempuh uji sertifikasi dan
juga sangat sedikit yang bisa naik pangkat dari golongan IVa ke golongan IVb.
Jika dipersentasekan hanya mencapai 7% yang mampu mencapai golongan IVb
(Disdikpora Provinsi Bali). Untuk itu, penting dilakukan langkah antisipatif
berupa kegiatan seminar dan workshop penulisan KTI/KIP bagi guru-guru.
Melalui kegiatan seminar dan workshop penysusunan proposal PTK diharapkan
5
nantinya dapat menyiapkan guru-guru dalam memenuhi aturan kenaikan pangkat
sesuai dengan PermenPANRB No. 16 tahun 2009 tentang kenaikan pangkat guru.
Sosialisai penulisan KTI, sudah sering dilakukan dalam berbagai
kesempatan baik melalui seminar maupun workshop di kalangan guru-guru.
Namun, sebagian besar guru menyatakan bahwa menulis merupakan pekerjaan
yang sulit. Sebagai contoh, guru-guru yang SD yang ada di Kecamatan Buleleng
yang memiliki golongan IVa sebanyak 413 orang dan belum ada yang memiliki
pangkat golongan IVB (Disdikpora Kabupaten Buleleng). Kendalanya karena
mereka tidak mampu membuat KTI. Menurut kepala UPP Kecamatan Buleleng
yang akan menjadi mitra dalam kegaiatan ini menyatakan ada beberapa alasan
mereka mengalami kesulitan dalam menulis, di antaranya sebagai berikut.
1) Kesulitan mencari ide. Guru-guru menyatakan sulit menemukan idea apa yang
akan ditulis.
2) Kesulitan dalam mengembangkan ide. Setelah memiliki ide, ternyata guru-guru
juga kesulitan mengembangkan idenya.
3) Kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik dan benar. Selain kesulitan
mencari dan mengembangkan ide, guru-guru SD juga menyatakan kesulitan
dalam menyusun kalimat yang efektif.
4) Kesulitan menentukan bahasa baku yang harus digunakan dalam karya ilmiah.
5) Kesulitan dalam menyusun kalimat yang sistematis. Hal ini terjadi karena
guru-guru SD belum mampu menghubungkan antara kalimat yang satu dengan
kalimat lain sebagai pendukungnya.
6) Kesulitan dalam mengkaitkan antara paragraf yang satu dengan paragraf
lainnya.
Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kemampuan guru-guru SD dalam
menulis KTI sangat rendah. Oleh karena itu, dipandang perlu mencarikan solusi
yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi mitra di atas. Solusi yang
ditawarkan yaitu seminar dan workshop.
Berdasarkan paparan di atas, kegiatan pengabdian pada masyarakat
melalui program perapan IPTEKS ini dipandang sangat urgen dilakukan untuk
membantu masalah yang dihadapi oleh mitra dalam usaha meningkatkan
6
kemampuan menulis. Dengan meningkatnya kemampuan menulis, diharapkan
berdampak pada pengembangan profesionalisme guru.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan analisis situasi di atas, dapat diidentifkasi permasalahan yang
dihadapi guru-guru SD Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng adalah sebagai
berikut.
1) Kurangnya wawasan guru-guru tentang penelitian tindakan kelas dan
kurikulum 2013.
2) Belum memiliki pengalaman menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum
2013.
3) Kurangnya wawasan guru tentang masalah-masalah yang layak diangkat
menjadi PTK.
4) Minimnya pengetahuan guru tentang pendekatan dan model-model
pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan dalam PTK.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, dengan mempertimbangkan
keterbatasan waktu dan dana yang tersedia, masalah yang ingin diatasi melalui
kegiatan ini adalah berkaitan dengan rendahnya kemampuan guru-guru SD dalam
penyusunan proposal PTK.
Dengan demikian, perumusan masalah dalam program pengabdian kepada
masyarakat ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana cara memberikan pengetahuan dan wawasan secara teoretik kepada
guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun
proposal PTK berorientasi kurikulum 2013?
2) Bagaimana cara meningkatkan kemampuan guru-guru SD di Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi
kurikulum 2013?
1.3 Tujuan Kegiatan
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah di atas, tujuan
pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut.
7
3) Memberikan pengetahuan dan wawasan secara teoretik kepada guru-guru SD
di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK
berorientasi kurikulum 2013.
4) Memberikan pengalaman melalui praktik langsung kepada guru-guru SD di
Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK
berorientasi kurikulum 2013.
1.4 Manfaat Kegiatan
Adapun manfaat kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai
berikut.
1) Bagi Guru
Melalui program pengabdian pada masyarakat ini diharapkan guru-guru SD di
Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dapat menyusun proposal PTK.
Kemampuan menyusun PTK berdampak pada pengembangan profesionalisme
guru.
2) Bagi Sekolah, Siswa, dan Orang Tua
Guru yang sudah dapat meningkatkan profesionalismenya akan dapat
memberikan pelayanan maksimal kepada siswa, karena dengan melakukan
PTK diharapkan guru dapat mencobakan beberapa inovasi pembelajaran yang
lebih bermakna kepada para siswanya. Dampak langsung akan dirasakan oleh
anak melalui pelayanan pembelajaran yang diperoleh dari gurunya. Sedangkan
dampak tidak langsung akan dirasakan oleh orang tua siswa yang dipercayakan
mengenyam pendidikan di sekolah tempat menimba ilmu.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Suyanto, dkk. (1997) mendefinisikan penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas secara lebih professional. Sanford (dalam Tantra,
2006), menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan siklutis
yang bersifat menyeluruh, yang terdiri atas analisis, penemuan fakta,
konseptualisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan penemuan fakta tambahan, dan
evaluasi. Definisi PTK lebih lengkap yang menggambarkan sifat atau karakteristik
dikemukan oleh Kemmis sebagai berikut. Penelitian tindakan merupakan sebuah
inkuiri yang bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi
sosial termasuk kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari (a) praktek-praktek sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman
terhadap praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi pelaksanaan praktek-praktek
pembelajaran (Kemmis, 1982). McNiff (1992) lebih berani lagi mendefinisikan
bahwa PTK merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru
sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan
kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita artikan PTK adalah penelitian yang
bersifat aplikatif (terapan), segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan
menyempurnakan proses atau program (program) pembelajaran yang sedang
berjalan. Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran
yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi rendahnya minat
siswa belajar IPA, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan
kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat siswa
belajar IPA dapat ditingkatkan. Dengan PTK, guru dapat mencoba berbagai
tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu, misalnya mencoba
mengajak siswa langsung ke alam, menyiapkan alat-alat peraga yang dibuat dari
9
lingkungan sekitar, menampilkan tayangan-tayangan (media) audio-visual, dan
lain sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang, akhirnya guru dapat
memperbaiki persoalan rendahnya minat siswa belajar IPA.
2.2 Prosedur PTK
Prosedur PTK yang sering digunakan adalah menggunakan model Stephen
Kemmis dan Robin McTaggart, terdiri dari 4 tahapan yaitu: (1) Rencana, (2)
Tindakan, (3) Observasi/Evaluasi, dan (4) Refleksi. Adapun rancangan PTK
seperti tersebut, ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
(Kemmis & McTaggart, 1988)
Keterangan:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Observasi/evaluasi
4. Refleksi
1) Rencana
Tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau
perubahan perilaku atau sikap sebagai solusi. Jadi, di sini ada rencana tindakan
yang akan dilakukan untuk memperbaiki proses pelaksanaan program
pembelajaran yang sedang berjalan.
2) Tindakan
Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan,
peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
Siklus I
Siklus II
Refleksi Awal
1
2
3
4
1
2 3
4 siklus ke-n
10
3) Observasi/Evaluasi
Mengamati proses dan mengevaluasi hasil atau dampak dari tindakan yang
dilaksanakan atau dikenakan kepada siswa. Peneliti mengamati dan
mengevaluasi proses dan hasil tindakan dalam proses pembelajaran.
4) Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari
tindakan dari pelbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama
guru dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal. Jadi, di sini peneliti
mengkaji dan mempertimbangkan hasil observasi dan evaluasi serta mencari
alternatif pemecahan terbaik untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
2.3 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam PTK
Berdasarkan pengalaman di lapangan, metode pengumpulan data yang
sering digunakan dalam PTK adalah (1) tes, (2) observasi, (3) angket/kuesioner,
dan wawancara.
1) Metode Tes
Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang
harus dikerjakan oleh seorang atau kelompok orang yang dites (testee), dan
dari tes dapat menghasilkan suatu skor. Metode tes digunakan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan ranah kognitif hasil belajar sesuai
bidang studi.
2) Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan cara
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang sesuatu
objek tertentu. Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data
tentang perubahan ranah psikomotorik seperti: keaktifan belajar, kegairahan,
kedisiplinan, kerjasama, prakarsa, dan sebagainya.
3) Metode Angket/Kuesioner
Metode angket/kuesioner adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan
data dengan mengirimkan suatu pernyataan/pertanyaan kepada
responden/subjek penelitian. Metode angket/kuesioner ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa
11
senang, tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan
tindakan tersebut.
4) Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan
tanya jawab yang sistematis kepada responden/orang, dan hasil Tanya jawab
ini dicatat/direkam secara cermat. Metode wawancara ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa
senang, tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan
tindakan tersebut.
2.4 Metode Analisis Data dalam PTK
Metode analisis data yang sering digunakan dalam PTK adalah metode
analisis statistik deskriptif. Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara
mengelolaan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik
deskriptif seperti rata-rata/Mean (M), Median (Md), Modus (Mo), dan standar
deviasi. Analisis deskriftif tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu
objek/variabel tertentu sehingga diperoleh simpulan umum. Di antara statistik
dskriptif tersebut yang paling sering dan cukup sederhana digunakan adalah Mean
(rata-rata). Cara menghitung Mean (M) adalah sebagai berikut.
NM
X (Agung, 2005:9)
Keterangan:
M = Mean (rata-rata)
X = Jumlah skor klasikal
N = Jumlah individu
Untuk memudahkan penentuan kriteria keberhasilan PTK, analisis data
juga dilengkapi dengan mencari persentase rata-rata (M%).
%100SMI
M%M
(Agung, 2005:96)
Keterangan:
M% = Rata-rata persentase
M = Rata-rata skor
SMI = Skor maksimal ideal
12
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke
dalam PAP skala lima.
Tabel 1. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima
Persentase rata-
rata (M%) Kategori Keterangan
85 – 100 Sangat baik Tuntas
70 – 84 Baik Tuntas
55 – 69 Cukup Tidak tuntas
40 – 54 Kurang Tidak tuntas
0 – 39 Sangat kurang Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013)
Analisis PTK juga bisa dilihat dari ketuntasan belajar siswa dengan rumus
sebagai berikut.
KB = %100xtesikutyangsiswaBanyak
tuntasyangsiswaBanyak
Keterangan:
KB = Ketuntasan belajar
2.5 Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum
berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum. Hal ini berarti bahwa
pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari standar kompetensi lulusan (SKL). Demikian pula penilaian hasil
belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan
kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam
dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik (Kemdikbud, 2013a).
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun
2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah,
lulusan SD/MI/SDLB/Paket A memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sebagai berikut.
Tabel 3.2 Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A
Dimensi Kualifikasi Kemampuan
Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak
mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di
lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
13
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan
tempat bermain.
Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif
dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan
kepadanya.
Dari SKL di atas, dijabarkan lebih lanjut menjadi kompetensi. Kompetensi
untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut (Kemdikbud, 2013a).
1) Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk
Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar
(KD) mata pelajaran.
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,
kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki
seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang
diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif.
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik
untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu
untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
4) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah
diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah
pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements)
Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
7) Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI)
atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK).
14
Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas
tersebut.
8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk
mata pelajaran dan kelas tersebut.
Untuk kurikulum SD/MI organisasi Kompetensi Dasar kurikulum
dilakukan melalui pendekatan terintegrasi (integrated curriculum). Berdasarkan
pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang
mengintegrasikan konten mata pelajaran IPA dan IPS di kelas I, II, dan III ke
dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa
Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Dengan pendekatan ini maka struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana
karena jumlah mata pelajaran berkurang (Kemdikbud, 2013b).
Prinsip pengintegrasian IPA dan IPS di kelas I, II, dan III di atas dapat
diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi Dasar muatan lokal
yang berkenaan dengan seni, budaya dan keterampilan, serta bahasa daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi
Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan.
Selain melalui penyederhanaan jumlah mata pelajaran, penyederhanaan
dilakukan juga terhadap Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran. Penyederhanaan
dilakukan dengan menghilangkan Kompetensi Dasar yang tumpang tindih dalam
satu mata pelajaran dan antarmata pelajaran, serta Kompetensi Dasar yang
dianggap tidak sesuai dengan usia perkembangan psikologis peserta didik.
Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran IPA dan IPS tercantum dan
memiliki Kompetensi Dasar masing-masing. Untuk proses pembelajaran
Kompetensi Dasar IPA dan IPS, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran
lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran
semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran terintegrasi dalam berbagai
tema. Dengan demikian, pembelajaran di SD menggunakan pendekatan tematik.
Selain menggunakan pendekatan tematik, pembelajaran menurut kurikulum 2013
juga menggunakan pendekatan scientific. Pendekatan scientific menggunakan
15
langkah-langkah, yaitu Observing (mengamati), Questioning (menanya),
Associating (menalar), Experimenting (mencoba), dan Networking (membentuk
Jejaring) (Kemdikbud, 2013c).
Di dalam kurikulum 2013 diatur kompetensi inti setiap jenjang
pendidikan. Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL
dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,
gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising
element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti
merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal
Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan
antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke
kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa.
Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu
mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang
berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi
proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait
yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial
(kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan
(kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan
harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif.
Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan
secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar
tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan
(kompetensi Inti kelompok 4).
16
BAB III
AKTIVITAS P2M
3.1 Gambaran Lokasi Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan di kabupaten Buleleng. Kapupaten Buleleng
merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Bali. Dipilihnya lokasi
kabupaten Buleleng karena kampus Universitas Pendidikan Ganesha terletak di
kabupaten Buleleng. Dengan demikian, lebih mudah melakukan koordinasi dan
pelaksanaan kegiatan. Sekolah-sekolah yang terlibat terletak di sekitar kampus di
Kabupaten Buleleng.
3.2 Tim Pelaksana Peran Masing-masing Anggota
Organisasi tim pelaksana program pengabdian pada masyarakat ini
disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Organisasi dan Pengalaman Tim Pelaksana
Nama/Status Keahlian/Pengalaman Dukungan
I Gede Astawan, S.Pd.,
M.Pd./Ketua
Bidang keahlian pendidikan
fisika, dengan pengalaman
memeroleh berbagai peng-
hargaan dalam karya tulis
Buku-buku sebagai refe-
rensi, laptop, media gam-
bar, dan Software Mind
Mapping
Drs. I Made Suarjana,
M.Pd./Anggota I
Bidang Pendidikan Mate-
matika, dengan pengalaman
sebagai sekretaris jurusan
dan menyelenggarakan ber-
bagai kegiatan seminar dan
workshop
Auditorium, aula, sarana
dan prasarana lainnya, se-
perti LCD, laptop, dan
lain-lain
Drs. Dewa Nyoman
Sudana, M.Pd./Anggota II
Bidang penelitian dan
evaluasi pendidikan, dengan
pengalaman sebagai
mengasuh mata kuliah
evaluasi pendidikan
Melakukan evaluasi
melalui instrumen
Dra. Ni Wayan Arini,
M.Pd./Anggota III
Bidang Pendidikan Bahasa
Indonesia, dengan penga-
laman memegang mata
kuliah penulisan karya ilmiah
selama 5 tahun
Buku-buku terkait dengan
penulisan karya tulis il-
miah, artikel, dan esai
Dra. Ni Nyoman
Kusmaryatni,
M.Pd./Anggota IV
Bidang keahlian IPA SD,
dengan pengalaman
mengasuh mata kuliah IPA
Buku-buku referensi,
contoh-contoh karya
ilmiah
17
3.3 Masyarakat/Kelompok Sasaran
Khalayak sasaran utama dalam kegiatan ini adalah guru-guru SD di
Kabupaten Buleleng. Guru-guru yang dilibatkan adalah mereka yang akan
mengusulkan kenaikan pangkat/golongan, yaitu sebanyak 20 Orang. Dipilihnya
guru-guru SD sebagai mitra dalam melakukan program pengabdian pada
masyarakat ini karena guru-guru SD mengalami kesulitan untuk menyusun
proposal penelitian tindakan kelas. Pihak-pihak yang terkait dan terlibat dalam
kegiatan ini adalah pihak lembaga pengabdian pada masyarakat Undiksha, Ka.
UPP Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, pengawas TK/SD Kecamatan
Buleleng, para guru SD yang akan mengusulkan kenaikkan pangkat.
3.4 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Kerangka pemecahan masalah yang diterapkan dalam kegiatan pengabdian
pada masyarakat ini disajikan pada Gambar 3.1. Kegiatan pertama dimulai dengan
melakukan identifikasi masalah. Setelah masalah teridentifikasi, selanjutnya
dirumuskan solusi pemecahannya. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini
solusinya melalui seminar dan workshop. Materi yang dikaji dalam seminar
adalah berkaitan dengan kurikulum 2013 dan penyusunan proposal PTK. Kegiatan
dirancang dalam waktu 3 (tiga hari). Melalui seminar, guru-guru diberikan
wawasan secara teoretis berkaitan dengan kurikulum 2013 dan teknik menyusun
proposal PTK selama 1 hari. Setelah melakukan seminar, kegiatan selanjutnya
akan diselenggarakan workshop (pelatihan) selama 2 hari untuk menyusun
proposal PTK. Setelah melakukan rangkaian kegiatan seminar dan workshop,
apabila dipandang perlu, tim akan menyediakan proses pendampingan.
Pendampingan dilaksanakan melalui bimbingan face to face secara berkelanjutan
sampai dihasilkan produk berupa proposal PTK. Secara ringkas, kerangka
pemecahan masalah disajikan pada Gambar 3.1
18
Berdasarkan kerangka pemecahan masalah di atas, adapun metode
pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah menggunakan
metode seminar dan workshop (pelatihan). Seminar berkaitan dengan pengkajian
penelitian tindakan kelas dan kurikulum 2013. Workshop berkaitan dengan
penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Adapun secara lebih rinci
kegiatannya adalah sebagi berikut.
Hari/tanggal : Selasa, 16 Juni 2015
No Waktu (Wita) Acara
1 08.00-08.30 Registrasi
2 08.30-09.00 Pembukaan
- Doa
- Laporan Ketua Pelaksana
- Sambutan Ketua LPM Undiksha sekaligus
membuka acara secara resmi
3 09.00-09.30 Istirahat (Snack)
4 09.30-11.15 Penyajian Materi I
Penyajian Materi II
5 11.15-12.15 Tanya Jawab
6 12.15-13.00 Istirahat (Makan siang)
7 13.00-15.00 Latihan penyusunan draft proposal
Guru-guru SD di Kec.
Buleleng
Seminar Mengkaji Teori
PTK dan kurikulum 2013
Workshop Penyusunan Proposal
PTK berorientasi kurikulum 2013
Proposal PTK
Meningkatnya Kompetensi
Guru Menyusun Proposal
PTK
Output
Dampak
Gambar 3.1
Skema Pemecahan Masalah
Identifikasi Masalah
Merumuskan Solusi
19
Hari/tanggal : Rabu, 17 Juni 2015
No Waktu (Wita) Acara
1 08.00-09.00 Registrasi + Snack
2 09.00-11.00 Lanjutan penyusunan draft proposal
3 11.00-12.30 Latihan penyusunan instrumen
4 12.30-13.00 Istirahat (Makan)
5 13.00-13.30 Lanjutan penyusunan instrumen
6 13.30-14.00 Penutupan
Hari/tanggal : Kamis, 18 Juni 2015
No Waktu (Wita) Acara
1 08.00-09.00 Registrasi + Snack
2 09.00-11.00 Presentasi draft proposal
3 11.00-12.00 Presentasi draf instrumen
4 12.00-12.30 Istirahat (Makan)
5 12.30-13.30 Penyempurnaan draf proposal dan instrumen
6 13.30-14.00 Penutupan
Mengacu pada tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini, ada beberapa indikator
keberhasilan telah ditetapkan, yaitu 1) meningkatnya wawasan guru tentang PTK
dan kurikulum 2013, dan (2) berhasilnya guru-guru menyusun draf proposal PTK.
Tercapai tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini akan diketahui
melalui evaluasi. Rancangan evaluasi yang disusun terdiri dari: jenis data yang
diperoleh dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kiranya dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelatihan penyusunan proposal
PTK ini. Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan evaluasi, perlu dibuatkan
matrik indikator kegiatan seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Rancangan Evaluasi Pemantauan Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah
No. Aspek yang
dinilai
Sumber
Data
Indikator
Keberhasilan
Kriteria
Keberhasilan
Instrumen
1 Pengetahuan
tentang PTK dan
kurikulum 2013
Guru-guru
SD yang
mengikuti
program
SKGJ,
Kabupaten
Buleleng
Penguasaan
pengtahuan
Memiliki
pemahaman
tentang PTK
dan kurikulum
2013
Butir-butir
pertanyaan
tentang PTK
dan
kurikulum
2013
2 Kemampuan
guru-guru dalam
menyusun draf
Guru-guru
SD yang
mengikuti
Guru-guru
dapat
menghasilkan
Contoh produk
yang
dihasilkan guru
Butir-butir
pedoman
penilaian
20
proposal PTK, program
SKGJ,
Kabupaten
Buleleng
produk yang
diminta dalam
pelatihan
berupa draf
proposal PTK
proposal
3.5 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Rencana dan jadwal kerja program pengabdian pada masyarakat ini
disusun seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 13.3
Rencana dan Jadwal Kegiatan
Kegiatan
Bulan ke-
I II III IV
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perbaikan proposal dan pengumpulan
kembali ke LPM Undiksha
Tahap persiapan
1 Mengkoordinasikan kegiatan
3 Pembuatan jadwal kegiatan
4 Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan
5 Melakukan koordinasi dengan berbagai
pihak yang terkait
Tahap pelaksanaan
1 Pelaksanaan workshop penyusunan
proposal PTK dan penulisan artikel ilmiah
2 Pelaksanakan pendampingan
3 Pelaksanaan evaluasi
Tahap pelaporan
1 Penyusunan laporan akhir dan artikel
ilmiah
2 Penggandaan laporan akhir
3 Penjilidan dan pengiriman laporan
4 Publikai ilmiah x
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran dan Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Sejalan dengan tujuan kegiatan ini, yaitu melatih guru-guru SD di
Kabupaten Buleleng untuk mampu menyusun proposal penelitian tindakan kelas
berorientasi kurikulum 2013, maka gambaran dan hasil pelaksanaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini dapat dipaparkan sebagai berikut. Kegiatan
dilaksanakan pada tanggal 16-18 Juni 2015 mengambil tempat di Aula PGSD FIP
Undiksha. Dipilihnya tempat tersebut,
Kegiatan diikuti oleh 20 guru yang berasal dari sekolah-sekolah di
kabupaten Buleleng. Sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu dilakukan
registrasi dan pembagian snack. Kegiatan dimulai dengan upacara pembukaan.
Pertama, laporan ketua panitia yang pada intinya megucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak atas kerjasamanya sehingga pengabdian ini dapat
dilaksanakan. Kedua, sambutan dari ketua LPM yang diwakili oleh stafnya yang
sekaligus membuka acara. Dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi dan
mendukung kegiatan ini karena sangat bermanfaat bagi kemajuan profesionalisme
guru. Ketiga, penyampaian materi oleh narasumber. Setelah penyajian materi,
dilanjutkan dengan tanya jawab. Setelah selesai tanya jawab, peserta dipersilakan
istirahat menikmati kudapan (makan siang), sebelum dilanjutkan ke acara
berikutnya.
4.2 Indikator Keberhasilan
Mengacu pada tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini, ada beberapa
indikator keberhasilan telah ditetapkan, yaitu 1) meningkatnya wawasan guru
tentang kurikulum 2013 dan (2) berhasilnya guru-guru menyusun proposal PTK
berorientasi kurikulum 2013. Tercapai tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam
kegiatan ini akan diketahui melalui evaluasi. Rancangan evaluasi yang disusun
terdiri dari: jenis data yang diperoleh dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kiranya dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelatihan ini. Untuk
22
memudahkan pelaksanaan kegiatan evaluasi, perlu dibuatkan matrik indikator
kegiatan seperti pada Tabel 10.1.
Tabel 10.1 Rancangan Evaluasi Pemantauan Kegiatan Pelatihan
No Aspek yang
dinilai
Sumber
Data
Indikator
Keberhasilan
Kriteria
Keberhasilan
Instrumen
1 Pengetahuan
tentang
kurikulum
2013
Guru-guru Penguasaan
pengetahuan
Memiliki
pemahaman
tentang
kurikulum 2013
Butir-butir
pertanyaan
tentang
kurikulum
2013
2 Kecakapan dan
keterampilan
guru-guru
dalam
menyusun
proposal PTK
berorientasi
kurikulum
2013
Guru-guru Kecakapan dan
keterampilan
guru-guru dalam
menghasilkan
produk yang
diminta dalam
pelatihan
Contoh produk
yang dihasilkan
guru berupa
proposal dan
instrument
penilaian
Butir-butir
pedoman
penilaian
proposal ptk
4.3 Gambaran Keberlanjutan Khalayak Sasaran
Menyimak antusiasme peserta pelatihan, tampaknya keberlajutan kegiatan
ini optimis dapat dilaksanakan. Sebagai tindak lanjut kegiatan ini adalah guru-
guru yang telah berhasil menyusun proposal dapat mengimplementasikan
langsung di lapangan. Pengimplementasian proposal tersebut dapat membantu
guru-guru meningkatkan kualitas pembelajaran. Peningkatan kualitas
pembelajaran berdampak baik pada hasil belajar siswa.
23
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Cara meningkatkan wawasan guru melalui pelatihan penyusunan proposal PTK
berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-guru sekolah dasar di Kabupaten
Buleleng adalah dengan melakukan pelatihan/ workshop.
2) Pelatihan penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-
guru sekolah dasar di Kabupaten Buleleng dapat memfasilitasi guru-guru
dalam menyusun proposal PTK. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan guru-
guru SD di kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi
kurikulum 2013 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari produk yang
dihasilkan, di mana guru-guru telah mampu menghasilkan draf proposal PTK
beserta instrumen penilaiannya dengan baik.
5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan simpulan di atas, dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut.
1) Kepada Guru
Guru-guru peserta pelatihan diharapkan menindaklanjuti secara mandiri
roposal yang dibuat. Proposal tersebut diharapkan diimplementasikan dalam
pembelajaran di sekolahnya masing-masing.
2) Kepada Sekolah
Pihak sekolah diharapkan terus menyebarluaskan kepada guru-guru lainnya
yang tidak berkesempatan mengikuti kegiatan pelatihan, agar termotivasi
menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Di samping itu,
memberikan kesempatan lebih banyak lagi kepada guru-guru untuk mengikuti
kegiatan pelatihan yang sejenis dalam rangka meningkatkan profesionalisme
guru.
24
3) Kepada Pengambil Kebijakan
Kepada pengambil kebijakan/pemerintah, diharapkan lebih melakukan
pemerataan kegiatan yang sejenis, yaitu melaksanakan pelatihan penyususnan
proposal PTK bagi guru-guru SD sampai di pelosok desa-desa. Dengan demikian,
guru-guru yang belum dapat kesempatan dalam pelatihan ini, bisa mengikuti
pelatihan dikesempatan lain.
25
DARTAR PUSTAKA
Arini, N. W., Japa, IGN., Arcana, N, dan Astawan, I G. 2012. IbM Kelompok
Kerja Guru (KKG) Kecamatan Buleleng. Laporan (tidak diterbitkan).
Universitas Pendidikan Ganesha
Hobri. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru dan Praktisi. Jember: UPTD
Balai Pengembangan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember.
Kemdikbud, 2013a. Materi Pelatihan Guru di SD. Modul Pelatihan Implementasi
Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemdikbud, 2013b. Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah
(MI). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemmis, S. 1982. Action research in retrospect and prospect. In C. Henry, C.
Cook, Kemmis, R. Mc Taggart (eds)., The Action Research Reader Action
Research and Critical Analysis of Pedahogy. Geelong: Deakin University,
Vic., hal. 11-29.
Kemmis, S. & Mc Targat, R. 1988. The Action Research Planer. 3rd
Victoria:
Deaken University.
Mc Niff, J. 1992. Action Research: Prinsiples and Praktice. London: Routledge.
Suyanto, Soedarsono, FX., Sumarno, dan Muhadjir, N. 1997. Pedoman
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Pengenalan Penelitian
Tindakan Kelas. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Tantra, D. K. 2006. Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di
Sekolah. Makalah disampaikan dalam pelatihan penulisan karya ilmiah
bagi guru-guru SLTA sekota Denpasar pada tanggal 13 Desember 2006 di
Aula Balai Bahasa Denpasar.
FOTO-FOTO KEGIATAN
Gambar 1. MC Membuka Kegiatan
Gambar 2. Perwakilan dari LPM, Ketua Panitia, dan Penyaji
sedang Mengikuti Acara Pembukaan
Gambar 4. Peserta Menyimak Materi yang disajikan
Gambar 3. Penyaji Menyampaikan Materi didampingi oleh
Moderator
Gambar 5. Peserta Melakukan Diskusi Menyusun Proposal
Gambar 6. Peserta Mempresentasikan Hasil Karya yang Dibuat
KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET TEKNOLOGI
DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Alamat: Jln. Udayana No. 12 Singaraja-Bali Telp. (0362) 26327, Fax. (0362) 25735 Kode Pos. 81116
Singaraja, 12 Juni 2015
Nomor : -
Lampiran : 1 (satu gabung)
Hal : Permohonan Membuka Acara
Kepada Yth. Ketua LPM Undiksha
di Singaraja
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pengabdian pada masyarakat “Pelatihan
Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Berorientasi Kurikulum 2013 bagi
Guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng”, kami mohon kepada
Bapak untuk memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan tersebut secara resmi
pada:
Hari/Tanggal : Selasa, 16 Juni 2015
Pukul : 08.30 Wita-selesai
Tempat : Aula Gedung Kuliah PGSD
Demikian permohonan ini, atas perhatian dan kerjasamanya, disampaikan terima kasih.
Ketua Pelaksana,
I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
NIP 198408202012121004
KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET TEKNOLOGI
DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Alamat: Jln. Udayana No. 12 Singaraja-Bali Telp. (0362) 26327, Fax. (0362) 25735 Kode Pos. 81116
Singaraja, 12 Juni 2015
Nomor : -
Lampiran : -
Hal : Permohonan sebagai Peserta
Kepada Yth. Korti SKGJ Input SMA dan Input D2 Kelas Buleleng
di Singaraja
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pengabdian pada masyarakat “Pelatihan
Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Berorientasi Kurikulum 2013 bagi
Guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng”, kami panitia mohon
kepada Bapak/Ibu untuk hadir mengikuti kegiatan tersebut pada:
Tanggal : 16-18 Juni 2015
Pukul : 08.00 Wita-selesai
Tempat : Aula Gedung Kuliah PGSD
Bersamaan ini juga kami sampaikan agar Bapak/Ibu Korti mengkoordinasikan kepada
seluruh teman lainnya untuk wajib mengikuti kegiatan tersebut. Contact person: I Gede
Astawan (087861279605) dan I Made Suarjana (081338469735).
Demikian permohonan ini, atas perhatian dan kerjasamanya, disampaikan terima kasih.
Ketua Pelaksana,
I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
NIP 198408202012121004
KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET TEKNOLOGI
DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Alamat: Jln. Udayana No. 12 Singaraja-Bali Telp. (0362) 26327, Fax. (0362) 25735 Kode Pos. 81116
SUSUNAN ACARA
Hari/tanggal : Selasa, 16 Juni 2015
No Waktu (Wita) Acara
1 08.00-08.30 Registrasi
2 08.30-09.00 Pembukaan
- Doa
- Laporan Ketua Pelaksana
- Sambutan Ketua LPM Undiksha sekaligus
membuka acara secara resmi
3 09.00-09.30 Istirahat (Snack)
4 09.30-11.15 Penyajian Materi I
Penyajian Materi II
5 11.15-12.15 Tanya Jawab
6 12.15-13.00 Istirahat (Makan siang)
7 13.00-15.00 Latihan penyusunan draft proposal
Hari/tanggal : Rabu, 17 Juni 2015
No Waktu (Wita) Acara
1 08.00-09.00 Registrasi + Snack
2 09.00-11.00 Lanjutan penyusunan draft proposal
3 11.00-12.30 Latihan penyusunan instrumen
4 12.30-13.00 Istirahat (Makan)
5 13.00-13.30 Lanjutan penyusunan instrumen
6 13.30-14.00 Penutupan
Hari/tanggal : Kamis, 18 Juni 2015
No Waktu (Wita) Acara
1 08.00-09.00 Registrasi + Snack
2 09.00-11.00 Presentasi draft proposal
3 11.00-12.00 Presentasi draf instrumen
4 12.00-12.30 Istirahat (Makan)
5 12.30-13.30 Penyempurnaan draf proposal dan instrumen
6 13.30-14.00 Penutupan
1
TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
BERORIENTASI KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR
Oleh
I Gede Astawan, dkk.
1. Pendahuluan
Masalah pendidikan menjadi perhatian serisus bagi setiap negara di dunia.
Kualitas pendidikan suatu bangsa sejalan dengan kemajuan suatu bangsa dan
negara. Indonesia, sampai saat ini masih ketinggalan mutu pendidikannya
dibandingkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Nilan (2009)
mengungkapkan bahwa mutu pendidikan Indonesia lebih rendah dari negara
tetangganya di Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Thailand. Rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia berimplikasi pada rendahnya pula sumber daya manusia
(SDM) yang dimiliki.
Pemerintah sesungguhnya menyadari bahwa pendidikan memegang peranan
penting dalam pembentukan manusia yang berkualitas. Manusia berkualitas
dibutuhkan bagi kemajuan pembangunan. Sebagai bukti komitmen pemerintah
tersebut telah direalisasikan melalui pembenahan pada segenap komponen
pendidikan, mulai dari peningkatan anggaran pendidikan sampai pada sarana dan
prasarana pendidikan. Peningkatan anggaran pendidikan diimplementasikan dalam
program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran (Kemendiknas, 2010). Pemerintah juga telah
berupaya mengadakan penyempurnaan dalam bidang kurikulum, yaitu dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum tahun 2006 yang
dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sejak tahun 2014
telah diberlakukan kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum 2006. Walapun
pemberlakuan kurikulum 2013 ditunda pelaksanaannya dan tetap diberlakukan di
sekolah-sekolah tertentu. Dengan upaya-upaya dan komitmen yang dilakukan oleh
pemerintah tersebut seyogyanya tujuan pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia dapat tercapai secara optimal.
Namun, hasil-hasil studi menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia
masih sangat rendah. Pada tahun 2005, terungkap bahwa mutu pendidikan di
2
Indonesia berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di kawasan Asia-
Pasifik. Peringkat ini dilansir dari laporan monitoring global yang dikeluarkan
lembaga PBB, UNESCO (Muhliz, 2009). Penelitian terhadap kualitas pendidikan
dasar ini dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education (ASPBAE)
dan Global Campaign for Education. Studi dilakukan di 14 negara pada bulan
Maret-Juni 2005. Konsorsium Internasional (2010), melaporkan bahwa dalam
bidang IPA, Indonesia masuk peringkat 32 dari 36 negara. Indeks pembangunan
pendidikan untuk semua (education for all) menurut UNESCO dalam EFA Global
Monitoring Refort 2011, melaporkan bahwa Indonesia menepati 67 dari 127 negara
(Kompas, 2011). Hal serupa juga dilaporkan oleh United Nations Development
Programme (UNDP), yaitu Human Development Index (HDI) Indonesia berada
diperingkat 109 dari 179 negara (UNDP, 2009). Fakta-fakta tersebut memberikan
gambaran bahwa kualitas pendidikan Indonesia perlu ditingkatkan.
Bercermin dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, tentu ada
permasalahan yang mesti dibenahi. Salah satunya adalah persoalan mutu tenaga
pendidik (guru). Guru merupakan ujung tombak di dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Kurikulum yang bagus, sarana dan prasarana yang memadai belum
menjadi jaminan dapat meningkatkan kualitas pendidikan tanpa didukung oleh
guru yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru merupakan suatu
keharusan. Sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas guru adalah melalui
kegiatan pengembangan profesi. Pengembangan profesi guru merupakan kegiatan
yang dilakukan guru dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
keterampilan untuk meningkatkan mutu, baik dalam proses pembelajaran,
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia pendidikan/masyarakat, maupun
peningkatan profesionalisme guru. Oleh karena itu, peningkatan profesi guru harus
bertumpu pada paradigma pengembangan dan peningkatan kualitas guru.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, sebagai konsekuensi logis bagi para guru dan dosen untuk memenuhi
beberapa hal yang diundangkan tersebut. Pada Undang-undang No. 14 tahun 2005
tersebut dijelaskan bahwa guru/dosen harus meningkatkan dan mengembangkan
profesi sebagai pendidik. Peningkatan profesionalisme guru sebagai pendidik dapat
ditempuh dengan cara mengikuti jenjang pendidikan lebih tinggi, sertifikasi guru,
dan kenaikan pangkat ke golongan yang lebih tinggi. Fakta menunjukkan bahwa
3
hanya sebagian kecil guru yang mampu menduduki golongan IVb di Bali (Diknas
Propinsi Bali). Dengan kata lain, guru-guru hanya mampu menduduki golongan
IVa. Hal ini dapat dicapai karena kenaikan golongan sampai IVa hanya diperoleh
melalui angka kredit yang belum mensyaratkan karya tulis ilmiah (KTI). Ini
membuktikan bahwa ketidaksiapan para guru menyongsong perubahan paradigma
tuntutan peningkatan profesionalisme guru. Bedasarkan paparan tersebut,
peningkatan kemampuan melaksanakan penelitian tindakan kelas seiring dengan
kurikulum 2013 merupakan suatu keniscayaan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan/pembelajaran.
2. Sekilah tentang Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum
berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum. Hal ini berarti bahwa
pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari standar kompetensi lulusan (SKL). Demikian pula penilaian hasil
belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan
kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam
dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik (Kemdikbud, 2013a).
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun
2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah,
lulusan SD/MI/SDLB/Paket A memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sebagai berikut.
Tabel 3.2 Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A
Dimensi Kualifikasi Kemampuan
Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak
mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di
lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan
tempat bermain.
Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif
dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan
kepadanya.
4
Dari SKL di atas, dijabarkan lebih lanjut menjadi kompetensi. Kompetensi
untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut (Kemdikbud, 2013a).
1) Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk
Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar
(KD) mata pelajaran.
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,
kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki
seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang
diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif.
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik
untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu
untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
4) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah
diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah
pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements)
Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
7) Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI)
atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK).
Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas
tersebut.
8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk
mata pelajaran dan kelas tersebut.
Untuk kurikulum SD/MI organisasi Kompetensi Dasar kurikulum dilakukan
melalui pendekatan terintegrasi (integrated curriculum). Berdasarkan pendekatan
ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang
mengintegrasikan konten mata pelajaran IPA dan IPS di kelas I, II, dan III ke
5
dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa
Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Dengan pendekatan ini maka struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana
karena jumlah mata pelajaran berkurang (Kemdikbud, 2013b).
Prinsip pengintegrasian IPA dan IPS di kelas I, II, dan III di atas dapat
diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi Dasar muatan lokal
yang berkenaan dengan seni, budaya dan keterampilan, serta bahasa daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi
Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan.
Selain melalui penyederhanaan jumlah mata pelajaran, penyederhanaan
dilakukan juga terhadap Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran. Penyederhanaan
dilakukan dengan menghilangkan Kompetensi Dasar yang tumpang tindih dalam
satu mata pelajaran dan antarmata pelajaran, serta Kompetensi Dasar yang
dianggap tidak sesuai dengan usia perkembangan psikologis peserta didik.
Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran IPA dan IPS tercantum dan
memiliki Kompetensi Dasar masing-masing. Untuk proses pembelajaran
Kompetensi Dasar IPA dan IPS, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran
lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran
semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran terintegrasi dalam berbagai
tema. Dengan demikian, pembelajaran di SD menggunakan pendekatan tematik.
Selain menggunakan pendekatan tematik, pembelajaran menurut kurikulum 2013
juga menggunakan pendekatan scientific. Pendekatan scientific menggunakan
langkah-langkah, yaitu Observing (mengamati), Questioning (menanya),
Associating (menalar), Experimenting (mencoba), dan Networking (membentuk
Jejaring) (Kemdikbud, 2013c).
Di dalam kurikulum 2013 diatur kompetensi inti setiap jenjang pendidikan.
Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk
kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada
satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai
kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik
6
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus
menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft
skills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising
element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti
merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal
Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan
antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke
kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi
horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran
dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu
pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling
memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi
2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi
yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi
Inti kelompok 4).
3. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Suyanto, dkk. (1997) mendefinisikan penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas secara lebih professional. Sanford (dalam Tantra, 2006),
menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan siklutis yang
bersifat menyeluruh, yang terdiri atas analisis, penemuan fakta, konseptualisasi,
perencanaan, pelaksanaan, dan penemuan fakta tambahan, dan evaluasi. Definisi
PTK lebih lengkap yang menggambarkan sifat atau karakteristik dikemukan oleh
7
Kemmis sebagai berikut. Penelitian tindakan merupakan sebuah inkuiri yang
bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi sosial
termasuk kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasional
dari (a) praktek-praktek sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman terhadap
praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi pelaksanaan praktek-praktek pembelajaran
(Kemmis, 1982). McNiff (1992) lebih berani lagi mendefinisikan bahwa PTK
merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang
hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum,
pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita artikan PTK adalah penelitian yang
bersifat aplikatif (terapan), segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan
menyempurnakan proses atau program (program) pembelajaran yang sedang
berjalan. Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran
yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi rendahnya minat
siswa belajar IPA, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan
kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat siswa
belajar IPA dapat ditingkatkan. Dengan PTK, guru dapat mencoba berbagai
tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu, misalnya mencoba mengajak
siswa langsung ke alam, menyiapkan alat-alat peraga yang dibuat dari lingkungan
sekitar, menampilkan tayangan-tayangan (media) audio-visual, dan lain
sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang, akhirnya guru dapat
memperbaiki persoalan rendahnya minat siswa belajar IPA.
4. Prosedur PTK
Prosedur PTK yang sering digunakan adalah menggunakan model Stephen
Kemmis dan Robin McTaggart, terdiri dari 4 tahapan yaitu: (1) Rencana, (2)
Tindakan, (3) Observasi/Evaluasi, dan (4) Refleksi. Adapun rancangan PTK seperti
tersebut, ditunjukkan pada Gambar 1.
1) Rencana
Tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau
perubahan perilaku atau sikap sebagai solusi. Jadi, di sini ada rencana tindakan
yang akan dilakukan untuk memperbaiki proses pelaksanaan program
pembelajaran yang sedang berjalan.
8
2) Tindakan
Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan,
peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
3) Observasi/Evaluasi
Mengamati proses dan mengevaluasi hasil atau dampak dari tindakan yang
dilaksanakan atau dikenakan kepada siswa. Peneliti mengamati dan
mengevaluasi proses dan hasil tindakan dalam proses pembelajaran.
4) Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari
tindakan dari pelbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama
guru dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal. Jadi, di sini peneliti
mengkaji dan mempertimbangkan hasil observasi dan evaluasi serta mencari
alternatif pemecahan terbaik untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
(Kemmis & McTaggart, 1988)
Keterangan:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Observasi/evaluasi
4. Refleksi
5. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam PTK
Berdasarkan pengalaman di lapangan, metode pengumpulan data yang
sering digunakan dalam PTK adalah (1) tes, (2) observasi, (3) angket/kuesioner,
dan wawancara.
Siklus I
Siklus II
Refleksi Awal
1
2
3
4
1
2 3
4 siklus ke-n
9
1) Metode Tes
Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang
harus dikerjakan oleh seorang atau kelompok orang yang dites (testee), dan dari
tes dapat menghasilkan suatu skor. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan
data tentang perubahan ranah kognitif hasil belajar sesuai bidang studi.
2) Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan cara
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang sesuatu objek
tertentu. Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang
perubahan ranah psikomotorik seperti: keaktifan belajar, kegairahan,
kedisiplinan, kerjasama, prakarsa, dan sebagainya.
3) Metode Angket/Kuesioner
Metode angket/kuesioner adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan
data dengan mengirimkan suatu pernyataan/pertanyaan kepada
responden/subjek penelitian. Metode angket/kuesioner ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa senang,
tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan tindakan
tersebut.
4) Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan
tanya jawab yang sistematis kepada responden/orang, dan hasil Tanya jawab ini
dicatat/direkam secara cermat. Metode wawancara ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa senang,
tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan tindakan
tersebut.
6. Metode Analisis Data dalam PTK
Metode analisis data yang sering digunakan dalam PTK adalah metode
analisis statistik deskriptif. Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara
mengelolaan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik
deskriptif seperti rata-rata/Mean (M), Median (Md), Modus (Mo), dan standar
deviasi. Analisis deskriftif tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu
objek/variabel tertentu sehingga diperoleh simpulan umum. Di antara statistik
10
dskriptif tersebut yang paling sering dan cukup sederhana digunakan adalah Mean
(rata-rata). Cara menghitung Mean (M) adalah sebagai berikut.
NM
X (Agung, 2005:9)
Keterangan:
M = Mean (rata-rata)
X = Jumlah skor klasikal
N = Jumlah individu
Untuk memudahkan penentuan kriteria keberhasilan PTK, analisis data juga
dilengkapi dengan mencari persentase rata-rata (M%).
%100SMI
M%M
(Agung, 2005:96)
Keterangan:
M% = Rata-rata persentase
M = Rata-rata skor
SMI = Skor maksimal ideal
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke dalam
PAP skala lima.
Tabel 1. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima
Persentase rata-
rata (M%) Kategori Keterangan
85 – 100 Sangat baik Tuntas
70 – 84 Baik Tuntas
55 – 69 Cukup Tidak tuntas
40 – 54 Kurang Tidak tuntas
0 – 39 Sangat kurang Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013)
Analisis PTK juga bisa dilihat dari ketuntasan belajar siswa dengan rumus
sebagai berikut.
KB = %100xtesikutyangsiswaBanyak
tuntasyangsiswaBanyak
Keterangan:
KB = Ketuntasan belajar
11
7. Penutup
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui
peningkatan kualitas pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat
dilakukan lewat penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan pemerintah, yaitu sejalan dengan penerapan
kurikulum 2013. Penerapan kurikulum 2013 menuntut guru dalam pembelajaran
lebih kreatif dan inovatif menerapkan berbagai metode pembelajaran yang
dipadukan dengan pendekatan saintifik dan tematik.
Pendekatan saintifik memiliki langkah-langkah sistematis yang meliputi
aspek mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen/mencoba,
mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar, dan mengkomunikasikan/memben-
tuk jejaring.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A. A. G. 2010. Penelitian Tindakan Kelas: Teori dan Analisis Data daalam
PTK. Makalah disajikan pada Workshop Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar FIP Undiksha pada tanggal 27 September 2010 di Kampus PGSD FIP
Undiksha.
Arikuto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina
Aksara.
BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2007 ten tang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: BSNP.
Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Reasearch. Buckingham:
Open University Press.
Kemmis, S. 1982. Action research in retrospect and prospect. In C. Henry, C.
Cook, Kemmis, R. Mc Taggart (eds)., The Action Research Reader Action
Research and Critical Analysis of Pedahogy. Geelong: Deakin University,
Vic., hal. 11-29.
Kemmis, S. & Mc Targat, R. 1988. The Action Research Planer. 3rd
Victoria:
Deaken University.
Mc Niff, J. 1992. Action Research: Prinsiples and Praktice. London: Routledge.
Suyanto, Soedarsono, FX., Sumarno, dan Muhadjir, N. 1997. Pedoman
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Pengenalan Penelitian
Tindakan Kelas. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
12
Sudjana. 1980. Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.
Tantra, D. K. 2006. Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajarandi
Sekolah. Makalah disampaikan dalam pelatihan penulisan karya ilmiah bagi
guru-guru SLTA sekota Denpasar pada tanggal 13 Desember 2006 di Aula
Balai Bahasa Denpasar.
Undiksha. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja:
Undiksha. Undiksha. 2013. Pedoman Studi Undiksha. Singaraja: Undiksha.
Wardani, I.G.A.K. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka.
13
LAMPIRAN:
Contoh Judul-Judul Proposal PTK Berorientasi Kurikulum 2013
1. Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Asesmen Portofolio pada Tema
Selalu Berhemat Energi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV
SD……..
2. Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Asesmen Produk pada Tema
Peduli Terhadap Makhluk Hidup Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Kelas IV SD……..
3. Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Peta Pikiran Untuk Meningkatkan
Kreativitas dan Prestasi Belajar pada Tema Berbagi Pekerjaan Siswa Kelas IV
SD………………………
4. Penerapan Pendekatan Saintifik Berseting Kooperatif STAD Untuk
Meningkatkan Sikap Sosial dan Prestasi Belajar Pada Tema Indahnya
Kebersamaan Siswa Kelas IV SD………………………
5. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Peristiwa Alam
Melalui Pendekatan Saintifik dengan Media Audiovisual pada Siswa Kelas I
SD………………………………..
6. Peningkatan Sikap Sosial dan Hasil Belajar pada Pembelajaran Tematik
Terpadu Tema Makananku Sehat dan Bergizi Melalui Model Project Based
Learning Kelas IV SD………………………………..
7. Peningkatan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar pada Pembelajaran Tematik
Terpadu Tema Peristiwa Alam Melalui Model Inquiry Learning Kelas V
SD………………………………..
8. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Keluargaku
Melalui Pendekatan Saintifik dengan Media Konkrit pada Siswa Kelas I
SD………………………………..
9. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Kegemaranku
Melalui Pendekatan Saintifik dengan Media Lingkungan Sekitar pada Siswa
Kelas I SD………………………………..
10. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Kegiatanku
Melalui Pendekatan Saintifik dengan strategi TANDUR pada Siswa Kelas I
SD………………………………..
14
Sistematika Proposal PTK
A. Judul Penelitian
B. Latar Belakang Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
b. Bagi Guru
c. Bagi Peneliti Lain
F. Kajian Pustaka
1…………………………………………
2…………………………………………
3. dan seteruasnya…………………….
4. Penelitian yang Relevan
5. Kerangka Berpikir
6. Hipotesis Tindakan
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Subjek dan Objek Penelitian
3. Prosedur Penelitian
4. Teknik Pengumpulan Data
5. Teknik Analisis Data
H. Jadwal Penelitian
Daftar Pustaka
15
TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN
TINDAKAN KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 DI
SEKOLAH DASAR
JUDUL
Oleh: I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
Drs. I Made Suarjana, M.Pd.
Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd.
Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd.
Dra. Nyoman Kusmariyatni, M.Pd.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
A. Judul Penelitian
Penerapan pendekatan saintifik dengan bantuan media konkrit untuk
meningkatkan hasil belajar Calistung di kelas I SD
B. Latar Belakang Masalah
1. Kesulitan menerapkan pemblajaran calistung di kelas 1 SD karena banyak
faktor yang mempengaruhi,seperti alat peraga dan kondisi lingkungan
keluarga.
2. Minat belajar siswa sangat rendah
3. Karena kekurangan guru
C. Rumusan Masalah
Apakah dengan penerapan pendekatan saintifik dengan bantuan media
konkret dapat meningkatkan hasil belajar calistung pada siswa kelas I SD?
D. Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan hasil belajar calistung pada siswa kelas I SD dalam
pembelajaran calistung.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini memberikan penjelasan lebih mendalam tentang pendekatan
sinstifik berbantuan media konkret.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dengan bantuan media konkret siswa lebih mudah memahami materi
calistung yang disampaikan oleh guru
b. Bagi Guru
Guru dapat menerapkan pembelajaran calistung dengan baik
c. Bagi Peneliti Lain
Penelitian dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan
saintifik dengan bantuan media konkret
F. Landasan Teori
1. Pendekatan saintifik
2. Media konkret
3. Pendekatan saintifik berbantuan media konkret
4. Hasil Belajar
5. Penelitian yang Relevan
- Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan pendekatan saintifik
- Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan media atau media konkret
6. Kerangka Berpikir
-
7. Hipotesis Tindakan
Jika penerapan pendekatan saintifik dengan bantuan media konkrit
dilaksanakan dengan baik, maka dapat meningkatkan hasil belajar
Calistung di kelas I SD
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian tindakan kelas (PTK)
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I SD Negeri 4 Selat yang
berjumlah 25 orang. Objek penelitian meliputi pendekatan saintifik dengan
bantuan media konkret dan hasil belajar calistung.
3. Prosedur Penelitian
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
Siklus I
Siklus II
Refleksi Awal
1
2
3
4
1
2 3
4 siklus ke-n
(Kemmis & McTaggart, 1988)
Keterangan:
1) Perencanaan
2) Pelaksanaan
3) Observasi/evaluasi
4) Refkelsi
4. Refleksi
4. Teknik Pengumpulan Data
- Data yang dikumpulkan hasil belajar calistung
- Pengumpulan data dengan metode tes
- Instrumennya tes
5. Teknik Analisis Data
- Deskriptif
H. Jadwal Penelitian
Daftar Pustaka
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI BERMUATAN
PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA
KELAS V SD
Oleh
Kelompok I
‘
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2015
ii
DAFTAR ISI
Halaham Judul ............................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................ ii
A. Judul Penelitian ......................................................................................... 1
B. Latar Belakang Masalah …………………………………………........… 1
C. Rumusan Masalah ………………………………………..……………… 4
D. Tujuan Penelitian …………………………….………………………… 4
E. Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 4
F. KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………. 5
1. Pembelajaran SAVI ……..…………………………………………… 6
2. Peta Pikiran............................................................................................ 8
3. Pembelajaran SAVI Berbantuan Peta Pikiran...................................... . 10
4. Motivasi Belajar......................……………………………………….. 11
6. Hasil Belajar IPA.................................................................................. 13
7. Hasil Penelitian yang Relevan………………………………………… 13
8. Kerangka Berpikir …………………………………………………… 14
9. Hipotesis Tindakan …………………………………………………... 15
G. METODE PENELITIAN .......................................................................... 16
1. Jenis Penelitian ………………………………………………………. 16
2. Subjek dan Objek Penelitian ………………………………………… 16
3. Prosedur Penelitian …………………………………………………… 16
4. Teknik Pengumpulan Data .........................................……………….. 19
5. Teknik Analisis Data ………………………………………………… 20
H. JADWAL KEGIATAN…………………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21
1
A. Judul Penelitian
Penerapan Model Pembelajaran SAVI Bermuatan Peta Pikiran Untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD
B. Latar Belakang Masalah
Masalah yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia sampai saat ini
berkaitan dengan dunia pendidikan adalah persoalan mutu pendidikan (Sutikno,
2006). Indonesia, dilihat dari mutu pendidikannya masih jauh ketinggalan
dibandingkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Programme for
International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009 menempatkan
Indonesia di peringkat 10 besar, paling buncit dari 65 negara peserta PISA.
Kriteria penilaian yang digunakan mencakup: kemampuan kognitif dan keahlian
siswa membaca, matematika, dan sains. Hampir semua siswa Indonesia ternyata
hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara, banyak siswa negara
maju dan berkembang lainnya menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6
(Majelis, 2013). Rendahnya mutu pendidikan tersebut, berimplikasi pada
rendahnya sumber daya manusia (SDM). Rendahnya SDM menjadi penyebab
tidak mampunya bangsa Indonesia berkompetisi menghadapi era globalisasi
(Degeng, 2001).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia. Program-program yang telah dilakukan sebagai
upaya ke arah perbaikan pembelajaran telah banyak dilakukan, seperti: penataran
guru-guru, penyediaan sarana dan prasarana, sampai pada penyediaan buku paket.
Pemerintah juga telah menyediakan peluang kepada siswa untuk mencapai
pemahaman yang lebih baik, melalui perubahan-perubahan kurikulum ke arah
yang lebih baik, sesuai dengan tuntutan masyarakat seperti diimplementasikan
Kurikulum Berbasis Kompotensi yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan pada 2013 ini telah dicanangkan kurikulum 2013.
Namun, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei
dunia tentang kualitas SDM Indonesia. Khomson (2008), menyatakan HDI
Indonesia pernah berada diperingkat ke-96 pada tahun 1998 dari 175 negara.
2
Tetapi, kini posisi HDI Indonesia berada pada peringkat ke-111. Hal ini sejalan
dengan laporan United Nations Development Programme (UNDP) 2007/2008,
mengungkapkan bahwa pada tahun 2005, HDI Indonesia berada di peringkat 109
dari 179 negara (UNDP, 2009).
Secara khusus, kualitas pendidikan sains juga masih rendah. Hal ini
ditunjukkan dari hasil Studi PISA tahun 2003, melaporkan bahwa Indonesia
menduduki peringkat 38 dari 41 negara peserta pada bidang literasi sains.
Rendahnya mutu pendidikan sains juga terjadi di sekolah sebagai ujung
tombak penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya kondisi di atas juga tercermin
dari kualitas pendidikan di SD. Berdasarkan hasil observasi terungkap hasil
belajar IPA siswa kelas V SD, seperti Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas V SD
Ulangan Ke- NilaiMaksimum Nilai
Minimum
Rata-Rata KK
I 80 40 65 60%
II 79 45 66 65%
(Dokumentasi guru kelas V SD)
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, tampak bahwa hasil belajar IPA siswa kelas
V SD sangat rendah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada kepala
sekolah dan guru pengasuh dapat diidentifikasi berbagai faktor penyebab
rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V SD, di antaranya adalah metode
pembelajaran yang diterapkan cenderung mentoleransi unitary ways of knowing.
Artinya, metode yang diterapkan masih memandang siswa memiliki pengetahuan
yang sama. Substansi kurikulum cenderung dekontekstual. Artinya, kurikulum
kurang link and match antara isi dengan kehidupan sehari-hari. Perumusan tujuan
jarang diorientasikan pada pemahaman mendalam. Pembelajaran yang diberikan
masih bersifat konvensional. Artinya, pembelajaran menggunakan model
ekspositori di mana guru sebagai pusat informasi dan memegang otoritas penuh
atas pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran sains, guru kurang
memperhatikan gaya belajar yang dimiliki siswa. Dalam pembelajaran guru
cenderung menganggap peserta didik memiliki gaya belajar yang sama dan
memberikan perlakuan yang sama dalam pemberian pembelajaran satu sama lain
3
baik dalam minat, bakat, kemampuan, kesenangan atau kegemaran dan gaya
belajarnya. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi
pembelajaran dan alat belajar, perlu beragam yang disesuaikan dengan
karakteristik siswa, seperti gaya belajar mereka.
Dalam mengemas pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar, akan
dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa, sehingga diperlukan
suatu pendekatan yang menekankan pada pengoptimalisasian potensi dan sarana
belajar yang ada pada siswa. Untuk itu, penulis mencoba memberikan solusi
untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui model pembelajaran SAVI
bermuatan peta pikiran. Menurut Meier (2000), menyatakan bahwa pembelajaran
SAVI mengandung prinsip belajar berdasarkan aktivitas. Artinya, siswa belajar
bergerak aktif secara fisik saat belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak
mungkin dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar.
Model pembelajaran SAVI berpijak pada dasar pemikiran bahwa setiap orang
memiliki gaya belajar tertentu. DePorter dan Hernacki (2005), mengungkapkan
bahwa gaya belajar yang sering dikenal dengan modalitas adalah kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi
antarpribadi. Gaya belajar akan dapat memberi kemudahan kepada seseorang
untuk menyerap dan mengelola informasi. Seseorang akan lebih mudah belajar
dan berkomunikasi dengan gayanya sendiri. Meier (2000) mengelompokkan gaya
belajar siswa mejadi tiga jenis, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan
gaya belajar kinestetik. Menurut Putranti (2008), modalitas belajar dapat
menentukan hasil belajar seorang pebelajar. Apabila seorang pebelajar diberikan
strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajarnya, maka pebelajar dapat
berkembang dengan lebih baik.
Untuk lebih mengoptimalkan gaya belajar siswa tersebut, penting
menggunakan bantuan peta pikiran. Peta Pikiran adalah metode mencatat kreatif
yang memudahkan seseorang mengingat banyak informasi (Buzan, 1993). Arini
(2011), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa implementasi metode peta
pikiran berbantuan objek langsung dapat meningkatkan hasil belajar bahasa
Indonesia pada aspek menulis deskripsi.
4
Berdasarkan kajian teoretik dan buktik empirik di atas, dengan
mensinergiskan model pembelajaran SAVI dan metode peta pikiran, dapat
diyakini bahwa dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar IPA siswa.
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “penerapan
model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran untuk meningkatkan motivasi
belajar dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD.”
C. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah implementasi model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas V SD?
2. Apakah implementasi model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas V SD melalui
model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas V SD melalui
model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoretis
Bagi pengembang teori pembelajaran, hasil penelitian ini dafat dijadikan
referensi/rujukan dalam mengemas pembelajaran inovatif. Selain itu, hasil
penelitian ini memberikan eksplanasi yang rinci tentang model pembelajaran
SAVI bermuatan peta pikiran pada pembelajaran IPA di SD.
2. Manfaat Praktis
5
1) Bagi Siswa
Melalui implementasi pendekatan SAVI berbantuan peta pikiran diharapkan
motivasi belajar dan hasil belajar IPA siswa meningkat.
2) Bagi Guru
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya inovatif dalam
upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa.
3) Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu rujukan bagi peneliti lain
apabila hendak melakukan penelitian yang sejenis.
F. KAJIAN PUSTAKA
1. Pembelajaran SAVI
Pembelajaran SAVI mengandung prinsip belajar berdasarkan aktivitas yang
berarti bergerak aktif secara fisik saat belajar, dengan memanfaatkan indera
sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses
belajar. Belajar berdasarkan aktivitas secara umum lebih efektif dari pola yang
didasarkan atas presentasi materi. Alasannya sederhana, yaitu cara belajar tersebut
mengajak orang terlibat sepenuhnya. Telah terbukti bahwa orang belajar lebih
banyak dari berbagai aktivitas dan pengalaman dari pada jika mereka belajar
dengan duduk di depan penceramah dan buku panduan (Meier, 2000). Pendekatan
ini sangat sesuai dengan salah satu asas konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu
asas auto-activitiet yang mengamanatkan perlunya keaktifan belajar baik mental
maupun fisik dalam pembelajaran.
Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan
berlari-lari kesana-kemari, akan tetapi menggabungkan gerakan fisik dengan
aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera dalam belajar yaitu “Somatis“
berarti belajar dengan bergerak dan berbuat, “Auditori” yaitu belajar dengan
berbicara dan mendengar. “Visual” yaitu belajar dengan mengamati dan meng-
gambarkan dan “Intelektual” yaitu belajar dengan menelaah masalah dan
merenung.
1) Belajar Somatis
6
Somatis berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh, jadi belajar somatis
berarti belajar dengan menggunakan indera peraba dan kinestika Praktis
melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar.
Untuk dapat membangun hubungan pikiran dan tubuh ciptakanlah suasana
belajar yang dapat membuat bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif
secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktivitas
fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar. Seorang guru
akan membantu pembelajaran setiap siswa dalam menyimpan dan memahami
informasi (pengetahuan baru) lebih lama.
2) Belajar Auditori
Belajar auditori berarti belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran
auditori sebenarnya sangat kuat, telinga manusia terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari dan ketika membuat suara
sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak menjadi aktif.
Banyak orang (terutama yang memiliki kecerdasan auditori yang kuat)
belajar dari suara, dari dialog, dari membaca keras, dari bercerita kepada orang
lain apa yang baru saja mereka alami, mengingat bunyi irama, dan mengulang
suara dalam hati (Salahudin dalam Putrayasa, 2006:26).
3) Belajar Visual
Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih mudah memahami suatu
informasi itu dengan membaca (melihat). Indera visual lebih mendominasi dalam
memproses. Dengan kata lain, otak akan lebih cepat menangkap dan memproses
informasi-informasi yang bersifat visual daripada informasi lainnya.
Pebelajar visual atau setiap orang, belajar paling baik jika mereka dapat
melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar dari dari
segala macam hal ketika mereka sedang belajar.
4) Belajar Intelektual
Belajar intelektual yaitu belajar menciptakan makna dalam pikiran, sarana
yang digunakan manusia untuk “berpikir” menyatukan pengalaman, menciptakan
jaringan saraf belajar dengan merenung dan memecahkan masalah. Intelektual
sendiri adalah bagian dari merenung, menciptakan, memecahkan masalah dan
membangun makna.
7
Pembelajaran SAVI dapat dimplemenatsikan dalam pembelajaran sains
sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah formal. Pengimplementasian
pembelajaran SAVI tersebut dapat menggunakan empat strategi pembelajaran
yang merupakan tahapan yang umum dalam pembelajaran formal di sekolah.
Empat strategi ini disebut dengan strategi 4P yakni: Preparation (persiapan),
Presentation (penyampaian), Practise (pelatihan), dan Performance (penampilan
hasil). Jika keempat tahap itu semuanya ada dalam suatu proses pembelajaran,
maka belajar yang sebenarnya akan berlangsung (Meier, 2000:103).
1) Tahap Persiapan (Preparation)
Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pebelajar, memberi
mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang,
menempatkan mereka dalam suasana optimal untuk belajar.
2) Tahap Penyampaian (Presentation)
Tahap ini dapat dikatakan tahapan yang bertujuan untuk menemukan
pebelajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar menarik dan
menyenangkan (Meier, 2000).
Dalam pembelajaran sains, tahap ini dapat dilaksanakan dengan pengamatan
terhadap fenomena interaktif, pemampangan media yang menarik dan
representatif, serta berlatih menemukan dalam kelompok maupun indvidual
melalui kegiatan demonstrasi (Putrayasa, 2006).
3) Tahap Pelatihan (Practise)
Tahap ini merupakan tahapan di mana siswa mengintegrasikan, menyerap
pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai pengalaman belajar secara
keseluruhan. Pada tahapan ini berlangsungnya pembelajaran yang sebenarnya dan
merupakan inti dari pembelajaran.
4) Tahap Penampilan Hasil (perfomance)
Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menerapkan dan
mengembangkan pengetahuan serta keterampilan baru mereka pada dunia nyata
sehingga pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat. Pembelajaran
akan terganggu jika siswa tidak punya kesempatan untuk menerapkan apa yang
mereka pelajari. Jika tidak segera menerapkan pengetahuan dan keterampilan
8
yang baru mereka pelajari ke dunia nyata, sebagian besar akan menguap dan
hilang (Putrayasa, 2006).
2. Peta Pikiran
Peta Pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan seseorang
mengingat banyak informasi (Buzan, 1993). Setelah selesai, catatan yang dibuat
membentuk sebuah pola gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama di
tengah dan subtopik dan perincian menjadi cabang-cabangnya. Peta pikiran
terbaik adalah peta pikiran yang warna-warni dan menggunakan banyak gambar
dan simbol, biasanya tampak seperti karya seni.
Metode mencatat yang baik dapat membantu siswa mengingat perkataan
dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu
mengorganisasi materi, dan memberikan wawasan baru (Sistiani, 2010). Peta
pikiran (Mind Mapping) memungkinkan terjadinya semua hal itu (De Porter, et
al., 2001). Peta pikiran ini dikembangkan oleh Tony Buzan, Kepala Brain
Foundation. Metode mencatat ini, didasarkan pada penelitian tentang cara otak
memproses informasi, bekerja bersama otak, dan bukan menentangnya (Buzan,
1993). Sebagian para ahli pernah beranggapan bahwa otak memproses dan
menyimpan informasi secara linear, seperti metode mencatat tradisional. Namun,
penelitian menunjukkan bahwa otak mengambil informasi campuran gambar,
bunyi, aroma, pikiran, dan perasaan dan memisah-misahkannya ke dalam bentuk
linear, misalnya pidato atau karya tulis (De Porter, et al., 2001). Saat otak
mengingat informasi, biasanya dilakukannya dalam bentuk gambar warna-warni,
simbol, bunyi dan perasaan (Alamsyah, 2009).
Peta pikiran menirukan proses berpikir, yakni memungkinkan berpindah-
pindah topik, merekam informasi melalui simbol, gambar, arti emosional, dan
dengan warna, persis seperti cara otak memprosesnya. Peta pikiran melibatkan
kedua belah otak, sehingga informasi yang didapat lebih mudah untuk diingat.
Menurut Buzan (1993), untuk membuat peta pikiran (Mind Map)
diperlukan tujuh langkah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Mulai dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan
mendatar. Dengan memulai dari tengah akan memberi kebebasan kepada otak
9
untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan
lebih bebas dan alami.
2) Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral. Karena sebuah gambar akan
bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi. Sebuah
gambar sentral akan lebih menarik, membuat kita tetap fokus, membantu kita
berkonsentrasi dan mengaktifkan otak kita.
3) Gunakanlah warna, karena bagi otak, warna sama menariknya dengan
gambar. Warna membuat Mind Map atau peta pikiran kita lebih hidup,
menambah energi kepada pemikiran kreatif, dan menyenangkan.
4) Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-
cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Karena
otak bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga, atau
empat) hal sekaligus. Bila kita menghubungkan cabang-cabang, kita akan
lebih mudah mengerti dan mengingat. Penghubungan cabang-cabang utama
akan menciptakan dan menetapkan struktur dasar atau arsitektur pikiran kita.
Ini serupa dengan cara pohon mengaitkan cabang-cabangnya yang menyebar
dari batang utama. Jika ada celah-celah kecil di antara batang sentral dengan
cabang-cabang utamanya atau di antara cabang-cabang utama dengan cabang
dan ranting yangg lebih kecil, alam tidak akan bekerja dengan baik. Tanpa
hubungan dengan mind map anda, segala sesuatu (terutama ingatan dan
pembelajaran) akan berantakan.
5) Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus, karena garis lurus
akan membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan organis,
seperti cabang-cabang pohon, jauh lebih menarik bagi mata.
6) Gunakanlah satu kata kunci untuk setiap garis, karena kata kunci tunggal
memberi lebih banyak daya dan fleksibelitas kepada Peta Pikiran. Setiap kata
tunggal atau gambar adalah seperti pengganda, menghasilkan sederet asosiasi
dan hubungannya sendiri. Bila kita menggunakan kata tunggal, setiap kata ini
akan lebih bebas dan karenanya lebih bisa memicu ide dan pikiran baru.
Kalimat atau ungkapan cenderung menghambat efek pemicu ini. Mind map
yang memiliki lebih banyak kata kunci seperti tangan yang semua sendi
jarinya bekerja. Mind map yang memiliki kalimat atau ungkapan adalah
10
seperti tangan yang semua jarinya diikat oleh belat kaku.
7) Gunakanlah gambar, karena seperti gambar sentral, setiap gambar bermakna
seribu kata. Jadi, bila kita hanya mempunyai 10 gambar di dalam mind map,
mind map kita sudah setara dengan 10.000 kata catatan.
Penggunaan peta pikiran dapat diterapkan di berbagai bidang, termasuk
dalam pembelajaran IPA. Salah contoh peta pikiran materi hukum archimedes
pada mata pelajaran IPA ditunjukkan pada Gambar 2.1.
3. Pembelajaran SAVI Berbantuan Peta Pikiran
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pembelajaran SAVI diterapkan
dengan menggunakan empat strategi pembelajaran, yaitu preparation (persiapan),
presentation (penyampaian), practise (pelatihan), dan performance (penampilan)
(Meier, 2000). Peta pikiran merupakan teknik mencatat kreatif yang didasarkan
atas pola kerja otak yang berpikir menyebar, bukan linear (Buzan, 1993).
Berdasarkan pengertian tersebut, pembelajaran ini dirancang dengan memadukan
kedua konsep tersebut sehingga terbentuk pola pembelajaran yang kreatif dan
inovatif sebagai upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa.
Secara lebih operasional, langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran SAVI berbantuan peta pikiran disajikan pada Tabel
2.1.
Gambar 2.1
Contoh Peta Pikiran pada Materi IPA pokok Bahasan Hukum Archimedes
11
Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran SAVI
berbantuan peta pikiran
Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa preparation
(persiapan) Guru memberikan pertanyaan
berdasarkan topik pelajaran dan
mengaitkan pertanyaan tersebut
dengan kehidupan sehari-hari siswa
Siswa menyimak dan
menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru
presentation
(penyampaian) Guru memberikan target yang harus
dikuasai siswa dalam pembelajaran
dengan menyampaikan standar
kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator yang harus dicapai siswa
Siswa menyimak dengan
saksama target yang harus
dicapai dalam mempelajari
mata pelajaran IPA
practise
(pelatihan) - Guru menyampaikan bentuk evaluasi - Tahapan-tahapan dalam
pembelajaran sebagai tuntutan yang
mesti dipenuhi oleh siswa dengan
menggunakan metode peta pikiran
- Siswa menyimak bentuk
evaluasi - Siswa mulai belajar
dengan membuat peta
pikiran performance
(penampilan) - Guru menjadi fasilitator dan
mediator ketika siswa berdikusi - Guru mendampingi siswa dalam
memecahkan masalah
- Siswa memecahkan
permasalahan yang telah
diberikan pada fase
pertama - Siswa mendiskusikannya
4. Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau
berbuat. Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi
kehidupannya.
Motivasi belajar dibedakan menjadi dua, yaitu yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik, motivasi interinsik ditandai dengan dorongan yang berasal dari dalam
diri siswa untuk berprilaku tertentu sebagai contoh siswa senang belajar sains
karena ia senang terutama dalam melakukan eksperimen tanpa harus dipaksa
belajar oleh orang tua atau guru dia akan berusaha belajar dan menyelesaikan
tugas yang diberikan sebaliknya motivasi belajar sains agar diakui hebat atau
dianggap cerdas, ini dapat digolongkan motivasi ekstrinsik yaitu dipengaruhi oleh
faktor luar dirinya (lingkungan).
Guru perlu mengetahui dengan lebih jelas interaksi antara tingkat motivasi
siswa dengan pembelajaran supaya dapat melakukan intervensi pengajaran yang
tepat dalam proses pembelajaran hal ini dapat dilakukan berdasarkan beberapa
12
temuan mengenai hubungan antara motivasi dengan hasil belajar. Berbagai faktor
yang mempengaruhi motivasi dapat dijelaskan dengan menggunakan berbagai
teori diantaranya:
1. Teori kebutuhan Maslow (dalam Uno, 2006)
Salah satu teori motivasi manusia yang cukup komprehensif dikemukakan
oleh Maslow. Maslow (dalam Uno, 2006) menyatakan bahwa kebutuhan manusia
tersusun secara hierarkis dalam diri manusia yang terdiri dari lima tingkat
kebutuhan, adapun tingkatan dari teori Moslow dapat dilihat seperti pada Gambar
2.2.
Gambar 2.2.
Hirarki Kebutuhan Maslow
2. Kebutuhan untuk berprestasi
Menurut MC Clelland (dalam Suwatra, 2007) faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar siswa adalah kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement)
keinginan untuk berprestasi sebagai motif untuk mencapai suatu standar kualitas.
Seseorarng yang digerakkan oleh motif ini akan berusaha melakukan usahanya
sebaik mungkin, tanpa memikirkan apakah hasilnya akan menguntungkan atau
tidak.
3. Teori Atribusi
Teori atribusi menjelaskan bahwa faktor kognisi mempengaruhi motivasi
dan pola prilaku seseorang. Menurut Weiner (dalam Suwatra, 2007) seseorang
akan melakukan suatu prestasi bukan saja dipengaruhi oleh pemahamannya
tentang kualitas tujuan yang akan dicapai, tetapi juga oleh bagaimana individu
tersebut memandang penyebab keberhasilan. Apabila seseorang menganggap
Aktualisasi diri
Pengahargaan / Penghormatan
penghormatan Rasa memiliki dan rasa cinta/sayang
Perasaan nyaman dan tentram
Kebutuhan Fisiologis
13
kemammpuan pribadi dan usaha sebagai penyebab keberhasilan, mereka
cenderung mencoba melakukan kegiatan untuk berprestasi.
5. Hasil Belajar IPA
Secara umum prestasi dapat diartikan hasil yang telah dicapai oleh
seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan/aktivitas tertentu. Sedangkan belajar
merupakan aktivitas atau usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri
individu. Untuk mencapai prestasi setiap individu harus belajar sebaik-baiknya.
Dari dua pengertian kata prestasi dan belajar tersebut maka prestasi belajar dapat
diartikan sebagai hasil belajar, secara lebih khusus setelah siswa mengikuti
pelajaran dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar adalah suatu tingkat
pencapaian kecakapan dalam kegiatan akademik yang biasanya dinilai oleh guru
dengan tes yang telah dibakukan atau tes yang dibuat oleh guru sendiri atau
dengan kedua alat tersebut Answar (Suarni, 1997). Suryabrata (Suarni, 1998)
memberi batasan, prestasi belajar itu menunjuk sampai sejauh mana seorang
individu dapat menguasai bahan pelajaran di sekolah. Bagi kebanyakan orang
prestasi belajar diartikan sebagai hasil ulangan yang dimaksudkan untuk
memperoleh suatu nilai hasil belajar dalam menentukan berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar.
Prestasi belajar di sekolah dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk angka
(kuantitatif) dan pernyataan verbal (kualitatif) yang didasarkan pada penilaian
yang dilakukan oleh guru. Prestasi belajar yang dituangkan dalam angka
misalnya: 100,90,80 dan seterusnya. Sedangkan prestasi belajar yang dituangkan
dalam bentuk pernyataan verbal misalnya, baik sekali, baik, sedang, kurang dan
sebagainya.
6. Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meier (2000),
mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan SAVI dalam pembelajaran dapat
meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Hal ini juga bermuara pada
perolehan hasil belajar yang lebih baik. Putrayasa (2006), menyatakan melalui
implementasi pendekatan SAVI dengan Srategi 4P dapat meningkatkan
14
kompetensi dasar baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor siswa kelas
X1 SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Astawan (2010), dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa perbedaan gaya belajar siswa tidak
mempengaruhi pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa
SD Gugus V Singaraja. Artinya, setiap gaya belajar adalah baik, apabila
difasilitasi dengan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan gaya belajar
anak. Arini (2011) dalam penelitiannya berjudul “Implementasi Metode Peta
Pikiran Berbantuan Objek Langsung Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis
Deskripsi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Nomor 4 Kampung Baru”
menyimpulkan bahwa metode peta pikiran berbantuan objek langsung efektif
meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa. Arini dan Yani (2012) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa kreativitas dan keterampilan menulis narasi
dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode peta pikiran berbasis
pengalaman pribadi siswa kelas IV SD No. 4 Gitgit, Sukasada, Buleleng tahun
pelajaran 2011/2012.
7. Kerangka Berpikir
Belajar dalam konsep sekarang ini tidak sekedar mengingat saja, namun
lebih dari itu yaitu siswa benar-benar mengerti dan menerapkan ilmu
pengetahuan. Mereka juga harus dapat mengidentifikasi masalah, menemukan
sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergelut dengan ide-ide. Tugas pendidik
tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi
mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna ter-
tanam dengan kuat dalam benak siswa.
Namun kenyataan banyak siswa yang kurang berhasil dalam mengikuti
pembelajaran khususnya dalam pembelajaran sains. Hal tersebut dikarenakan
oleh beberapa faktor, diantaranya metode atau pendekatan pembelajaran yang
diterapkan belum dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
substansi kurikulum yang cenderung dekontekstual, perumusan tujuan jarang
diorientasikan pada pemahaman yang mendalam, pembelajaran yang diberikan
masih bersifat konvensional artinya pengajaran yang menggunakan model
ekspositori, dalam pembelajaran khususnya pembelajaran sains kurang
memperhatikan gaya belajar yang dimiliki siswa. Oleh karena itu gurulah yang
15
berperan penting untuk meminimalisir faktor penyebab dari kurang berhasilnya
siswa mengikuti pembelajaran khususnya pembelajaran sains, dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengop-
timalisasian potensi dan sarana belajar yang ada pada siswa, yaitu salah satunya
dengan pendekatan SAVI. Pendekatan SAVI menekankan pada pengoptimalan
seluruh indra dan pikiran siswa dalam proses belajar. Pendekatan SAVI
merupakan penggunaan cara-cara belajar yang dapat mengoptimalkan fungsi kerja
otak dalam memperoleh dan mengkonstruksi pengalaman menjadi suatu
pengetahuan dan keterampilan serta sikap-sikap yang diperlukan dalam
mengkonstruksi pengetahuan tersebut.
Dalam pelaksanaannya di kelas, implementasi pendekatan SAVI dalam
penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan pembelajaran yang sederhana
dan umum yang disebut tahapan pembelajaran 4P. Dalam setiap tahapan 4P,
pendekatan SAVI diimplementasikan dengan cara mengoptimalkan fisik/indera
serta pikiran dan mental siswa dalam belajar melalui tahapan-tahapan yang
terstruktur. Dengan kegiatan pembelajaran yang menciptakan suasana yang
kondusif bagi siswa, baik fisik maupun psikologis akan menjadikan pengalaman
belajar yang didapatkan oleh pebelajar menjadi maksimal serta pemahaman siswa
terhadap materi yang dipelajari menjadi lebih optimal.hal tersebut merupakan
kunci dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa serta bermuara pada
peningkatan prestasi belajar siswa.
8. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka serta kerangka berpikir yang telah diuraikan,
maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut.
a) Pengoptimalisasian pendekatan SAVI berbantuan peta pikiran dalam
pembelajaran IPA dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
b) Implementasi pendekatan SAVI berbantuan peta pikiran dapat meningkatkkan
hasil belajar IPA.
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
16
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (action research),
karena penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang ingin dapat
dicapai.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD yang berjumlah 22
orang. Kelas V hanya terdiri dari 1 kelas. Objek penelitian tindakan kelas ini,
yaitu model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran, motivasi belajar dan
hasil belajar siswa.
3. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mengikuti pola Kemmis dan
Taggart (1988), yaitu berbentuk spiral dan siklus yang satu ke siklus berikutnya.
Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3)
observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Adapun desainnya tersaji seperti Gambar 1.
Gambar 1. Skema Desain Penelitian Tindakan Kelas
(Diadaptasi dari Kemmis dan Taggart, 1988)
Adapun penjelasan lebih lanjut rencana tindakan adalah sebagai berikut.
1) Siklus I
Laporan
Perencanaan
Tindakan I
Observasi/Evaluasi I
Refleksi I
Pelaksanaan
Tindakan I
Perencanaan
Tindakan II
Observasi/Evaluasi II
Refleksi II
Pelaksanaan
Tindakan II
17
Sesuai dengan siklus yang telah ditetapkan seperti pada skema yang
digambarkan di atas, maka tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian tindakan ini
adalah seperti berikut ini.
a) Tahap perencanaan
Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
i) Menyiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan LKS.
ii) Menyiapkan instrumen, yaitu tes hasil belajar, angket motivasi belajar, dan
pedoman wawancara.
b) Tahap pelaksanaan tindakan
Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
i) Memberikan angket motivasi sebelum melaksanakan pembelajaran.
ii) Menyampaikan kepada siswa tentang pola pembelajaran yang akan
dilaksanakan, menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran, dan
menekankan manfaat yang diperoleh.
iii) Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 anggota.
iv) Membagikan lembar kerja siswa (LKS).
v) Melaksanakan proses model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran
c) Tahap observasi/evaluasi
Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
i. Melaksanakan evaluasi sesuai dengan pedoman evaluasi pada saat proses
pembelajaran berlangsung
ii. Membagikan instrumen berupa tes prestasi belajar pada akhir
pembelajaran.
iii. Mengevaluasi kendala-kendala dan kesulitan yang ditemukan selama
pelaksanaan tindakan.
d) Tahap refleksi
Refleksi terhadap hasil siklus I dilakukan pada akhir siklus I. Sebagai dasar
refleksi adalah hasil tes prestasi belajar siswa, observasi motivasi belajar siswa,
dan hasil wawancara dengan siswa terhadap kendala-kendala yang dialami siswa
serta fenomena yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung.
2) Siklus II
18
Pada prinsipnya pada siklus II dilaksanakan serupa dengan siklus I. Persiapan
dan pelaksanaan yang dilakukan disesuaikan berdasarkan perbaikan dari hasil
refleksi siklus I. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan tindakan adalah sebagai
berikut.
a) Tahap perencanaan
Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah menyiapkan instrumen,
yaitu tes hasil belajar, angket motivasi belajar, dan pedoman wawancara.
b) Tahap pelaksanaan tindakan
Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
i) Memberikan angket motivasi belajar sebelum melaksanakan pembelajaran.
ii) Menyampaikan kepada siswa tentang pola pembelajaran yang akan dilak-
sanakan, menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran, dan menekankan
manfaat yang diperoleh.
iii) Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 anggota.
iv) Membagikan lembar kerja siswa (LKS).
v) Melaksanakan proses model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran
c) Tahap observasi/evaluasi
Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
i) Melaksanakan evaluasi sesuai dengan pedoman evaluasi pada saat proses
pembelajaran berlangsung
ii) Membagikan instrumen berupa tes prestasi belajar pada akhir pembelajaran,
di akhir siklus.
i) Membagiakn instrumen berupa angket motivasi belajar siswa pada akhir
pembelajaran, di akhir siklus.
ii) Membagikan instrument berupa angket motivasi belajar.
iii) Mengevaluasi kendala-kendala dan kesulitan yang ditemukan selama
pelaksanaan tindakan.
d) Tahap refleksi
Refleksi terhadap hasil siklus I dilakukan pada akhir siklus I. Sebagai dasar
refleksi adalah hasil tes hasil belajar siswa, motivasi belajar siswa, dan hasil
wawancara dengan siswa terhadap kendala-kendala yang dialami siswa serta
fenomena yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung.
19
4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: 1) motivasi belajar
siswa, 2) hasil belajar, dan 3) tanggapan siswa terhadap implementasi
pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran. Jenis instrumen dan teknik
pengumpulan data terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data
Teknik
pengumpulan
data
Instruemen
Penelitian Waktu
1 Motivasi
belajar Angket
Angket motivasi
belajar Di awal dan akhir
siklus
2
Hasil Belajar
IPA Tes Tes hasil belajar Di setiap akhir siklus
Data motivasi belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan angket
motivasi belajar. Dalam angket tersebut terdapat pernyataan dengan masing-
masing 5 pilihan yaitu selalu (SL), Sering (SR), kadang-kadang (KK), jarang (JR),
tidak pernah (TP). Pemberian skor pada setiap item SL=5, SR=4, KK=3, JR=2,
TP=1 untuk pernyaataan positif. Untuk pernyataan negatif diberi skor SL=1,
SR=2, KK=3, JR=4, TP=5. Skor motivasi belajar siswa diperoleh dengan
menjumlahkan skor yang diperoleh siswa untuk setiap item
Data prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil
belajar. Tes hasil belajar berupa pilihan ganda diperluas dengan memberikan
alasan setiap itemnya. Pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar seperti
rubrik penilaian pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Format Penilaian Tipe Pilihan Ganda
Skor Kriteria
0 Tidak menjawab atau jawaban salah
1 Menjawab benar, tetapi tidak menunjukkan alasan, atau
menunjukkan alasan yang salah.
2 Menjawab benar dan menunjukkan alasan yang benar.
5. Teknik Analisis Data
1) Motivasi Belajar
20
Data motivasi belajar siswa dianalisis secara deskritif berdasarkan skor
rata-rata (M) dan rata-rata persentase (M%) sebagai berikut.
N
XM
Keterangan:
M = skor rata-rata
X = jumlah skor
N = banyaknya siswa
M% = %010XmaksimumskortotalJumlah
siswadicapaiyangskortotalJumlah
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke
dalam PAP skala lima.
Tabel 1. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima
Persentase rata-
rata (M%) Kategori Keterangan
85 – 100 Sangat Tinggi Tuntas
70 – 84 Tinggi Tuntas
55 – 69 Cukup Tidak tuntas
40 – 54 Kurang Tidak tuntas
0 – 39 Sangat kurang Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013)
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila motivasi belajar siswa berada ada
kategori minimal tinggi.
2) Hasil Belajar IPA
Data prestasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan
menentukan nilai hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes. Setelah diperoleh
skor prestasi belajar siswa, selanjutnya dicari skor rata-rata (M) dan rata-rata
persentase (M%) sebagai berikut.
N
XM
Keterangan:
M = skor rata-rata
X = jumlah skor
21
N = banyaknya siswa
Ketuntasan hasil belajar siswa dalam penelitian ini dinyatakan dengan tingkat
penguasaan siswa dengan rumus sebagai berikut.
M% = %010XmaksimumskortotalJumlah
siswadicapaiyangskortotalJumlah
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke
dalam PAP skala lima.
Tabel 2. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima
Persentase rata-
rata (M%) Kategori Keterangan
85 – 100 Sangat baik Tuntas
70 – 84 Baik Tuntas
55 – 69 Cukup Tidak tuntas
40 – 54 Kurang Tidak tuntas
0 – 39 Sangat kurang Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013)
Ketuntasan kelas dinyatakan dengan ketuntasan belajar siswa dengan rumus
sebagai berikut.
KB = 100%XtesikutyangsiswaBanyak
tuntasyangsiswaBanyak
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasil belajar IPA siswa berada pada
kategori minimal baik (M% 70%) dan KB 85%.
H. JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama delapan (8) bulan, mulai bulan April
sampai bulan Nopember 2013. Jadwal penelitian selama 8 bulan disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Jadwal Penelitian Selama 8 bulan
No Kegiatan Bulan
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop
1 Perbaikan proposal yang telah
22
disejutui 2 Bersama tim melakukan
review dan penghalusan kajian
pustaka
3 Tim melakukan penghalusan
instrumen penelitian
4 Tim melakukan konsultasi
instrumen kepada pembimbing
5 Tim menyamakan persepsi
dalam pengumpulan data
6 Tim melakukan tabulasi data 7 Tim melakukan analisis data 8 Penyususnan draf laporan 9 Seminar draf laporan
10 Revisi laporan yang telah
diseminarkan
11 Penyusunan artikel ilmiah
nasional
12 Penggandaan dan pengiriman
laporan
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, M. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind Mapping.
Jogjakarta: Mitra Pelajar.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
IV. Jakarta: Rineka Cipta.
Arini, N.W. 2011. Implementasi Metode Peta Pikiran Berbantuan Objek
Langsung Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskripsi Siswa
Kelas IV Sekolah Dasar Nomor 4 Kampung Baru. Laporan Penelitian
(Tidak dipublikasikan). Jurusan PGSD FIP UNDIKSHA.
Arini, N.W. & Yani, N.P.D. 2012. Meningkatkan Kreativitas dan Keterampilan
Menulis Narasi dengan Menggunakan Metode Peta Pikiran Berbasis
Pengalaman Pribadi Siswa Kelas IV SD No. 4 Gitgit, Sukasada, Buleleng
Tahun Pelajaran 2011/2012. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan).
Jurusan PGSD FIP UNDIKSHA.
Buzan, T. 1993. The Mind Map Book. New York: Dutton.
Degeng, I N. S. 2001. Landasan Dan Wawasan Kependidikan. Malang: Lembaga
Pengembangan dan Pendidikan (LP3) Universitas Negeri Malang.
DePorter, B., Reardon, M., & Nourie, S.S. 2001. Quantum Teaching: Memprak-
tekkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
DePorter, B & Hernacki, M. 2003. Quantum Learning, Membiasakan Belajar
Nyaman Dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Dimyati & Mudjiono. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
23
Kemis, W.C. & Taggart, R. M. 1988. The Action Research Planner. Geelong
Victoria: Deakin University.
Khomson, A. 2008. Bercermin BHMN, Menolak BHP. Kompas, edisi Sabtu, 27
desember 2008.
Koyan, I W. 2007. Statistik Terapan: Teknik Analisis Data Kuantitatif. Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Majelis. 2013. Perubahan Kurikulum Pendidikan. Majelis, Media Informasi dan
Komunikasi Konstitusi. Edisi No. 01/TH.VII/Januari 2013.
Meier, D. 2000. The Acceelerated Learning HandBook. Bandung: Kafia.
Putrayasa, I K. 2006. Implementasi pemdekatan SAVI dengan Srategi 4P Dalam
Pembelajaran Fisika sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kompetensi
Dasar Siswa Kelas X1 SMA Laboratorium IKIP Negerri Singaraja Tahun
Ajaran 2005/2006.
Rose, C & Nicholl, M.J. 1997. Accelerated Learning for the 21st Century.
Bandung: Nuansa.
Santyasa, I W. 2004. Pendidikan, Pembelajaran, dan Penilaian Berbasis
Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam seminar akademik Himpunan
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja tanggal 27
Februari 2003 di Singaraja.
Suarni, Ni Kt. 2004. Kontribusi Gaya Belajar Transformasional Guru Terhadap
Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar Siswa SMAN Dalam
Menunjang Implementasi KBK Pada Sekolah Pelaksana KBK Di Propinsi
Bali. IKIP Negeri Singaraja.
Suastra, I W. 2004. Belajar dan Pembelajaran sains. Buku ajar. IKIP Negeri
Singaraja.
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam pembelajaran. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutikno, S. M. 2006. Pendidikan Sekarang dan Masa Depan. Mataram: NTP
Press.
Suwatra, Ign. W. dkk. 2007. Modul Belajar dan Pembelajaran. Undiksha
Singaraja.
UNDP. 2009. Statistics Of The Human Development Report. http://hdr.undp-
org/en/statistics/, Diakses Jumat, 23 Januari 2009.
Uno, Hamzah B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Gorontalo: Bumi
Aksara.