judi di kota bandung

20
Latar Belakang iantara persoalan masyarakat yang selalu menjadi bahan perbincangan para agamawan, politisi maupun para pemimpin masyarakat lainnya adalah perjudian. Persoalan judi bila dilihat dari sudut pandang agama, hukum maupun sosial bisa menimbulkan perdebatan mulai dari pengertiannya, jenis-jenisnya, dasar hukum yang digunakan untuk melarangnya, pandangan masyarakat terhadapnya serta cara memperlakukan atau menanganinya. Itulah sebabnya upaya-upaya yang dilakukan untuk menangani masalah judi sering menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. D Pada pertengahan April tahun lalu (2002) lokalisasi judi menjadi isu di media masa karena dipicu oleh gagasan Gubernur DKI Sutiyoso yang mau melokalisasi judi di Kepulauan Seribu. Mereka yang pro pada umumnya mengajukan alasan-alasan sebagai berikut. Lokalisasi diperlukan agar judi tidak dilakukan secara terselubung. Dengan adanya lokalisasi pemerintah akan lebih mudah menarik pajak sehingga bisa menambah pemasukan pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan infrastruktur. 1 Selain itu, judi untuk masyarakat atau 1 Pemasukkan yang bisa diperoleh pemerintah DKI dari pusat perjudian diperkiraan bisa mencapai satu triliyun tiap tahunnya . Satu sumbangan dinilai cukup berarti untuk membiayai budget DKI yang totalnya mencapai 9,3 triliyun, Baca: The Jakarta Post, July 22, 2002 1

Upload: abdulholik

Post on 06-Jun-2015

1.356 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Judi di Kota Bandung

Latar Belakang

iantara persoalan masyarakat yang selalu menjadi bahan perbincangan para

agamawan, politisi maupun para pemimpin masyarakat lainnya adalah

perjudian. Persoalan judi bila dilihat dari sudut pandang agama, hukum maupun

sosial bisa menimbulkan perdebatan mulai dari pengertiannya, jenis-jenisnya,

dasar hukum yang digunakan untuk melarangnya, pandangan masyarakat

terhadapnya serta cara memperlakukan atau menanganinya. Itulah sebabnya

upaya-upaya yang dilakukan untuk menangani masalah judi sering menimbulkan

pro dan kontra di masyarakat.

D

Pada pertengahan April tahun lalu (2002) lokalisasi judi menjadi isu di

media masa karena dipicu oleh gagasan Gubernur DKI Sutiyoso yang mau

melokalisasi judi di Kepulauan Seribu. Mereka yang pro pada umumnya

mengajukan alasan-alasan sebagai berikut. Lokalisasi diperlukan agar judi tidak

dilakukan secara terselubung. Dengan adanya lokalisasi pemerintah akan lebih

mudah menarik pajak sehingga bisa menambah pemasukan pemerintah daerah

untuk membiayai pembangunan infrastruktur.1 Selain itu, judi untuk masyarakat

atau etnis tertentu merupakan budaya atau tradisi sehingga menjadi hak asasi

mereka untuk melakukannya. Dengan adanya lokalisasi pemerintah akan lebih

mudah menindak judi-judi yang dilakukan secara liar. Judi masuk katagori

wilayah moral, prinsipnya orang boleh melakukannya asal tidak mengganggu

yang lain. Merokok misalnya menurut sebagian ulama hukumnya haram, toh tetap

dibiarkan oleh pemerintah selama tidak mengganggu kepentingan orang lain.

Malaysia negara yang menjadikan Islam sebagai dasarnya mengadakan lokalisasi

judi.

Mereka yang kontra antara lain mengajukan argumentasi sebagai

berikut.. Judi adalah perbuatan dosa (maksiat) yang sudah jelas dilarang oleh

agama khususnya agama Islam sehingga judi apapun bentuknya dan dimanapun

lokasinya harus dibasmi dengan menggunakan prinsip amar ma’ruf nahi munkar.

1 Pemasukkan yang bisa diperoleh pemerintah DKI dari pusat perjudian diperkiraan bisa mencapai satu triliyun tiap tahunnya . Satu sumbangan dinilai cukup berarti untuk membiayai budget DKI yang totalnya mencapai 9,3 triliyun, Baca: The Jakarta Post, July 22, 2002

1

Page 2: Judi di Kota Bandung

Lokalisasi judi akan memicu merebaknya judi-judi liar di luar yang telah

dilokalisir. Lokalisasi judi sama artinya dengan legalisasi judi. Kalaupun ada

manfaatnya , seperti pajak dan lain sebagainya madlaratnya pasti lebih besar dari

manfaatnya. Lokalisasi judi akan ditolak oleh masyarakat Indonesia, yang dikenal

sebagai masyarakat religious. Hukum Pidana Indonesia telah menyatakan bahwa

judi adalah perbuatan kriminal. Kita tidak bisa meniru Malaysia sebab Malaysia

dinilai lebih baik ketimbang Indonesia dalam Law enforcement-nya.2

Secara kultural sebagaimana ajaran yang diwariskan dari nenek moyang,

masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa dan juga masyarakat Sunda

menerima dan memperlakukan judi sebagai perbuatan keji dan tercela. Ia

termasuk lima M yang mesti dijauhi yakni main (berjudi), minum (minum

minuman keras), madon(berzina), madat (mengkonsumsi hal-hal yang merusak

badan seperti narkotika dan obat-obatan terlarang dan maling ( mencuri). Akan

tetapi kenyataan sosial memperlihatkan bahwa judi selalu menjadi bagian dari

masyarakat, termasuk masyarkat Jawa Barat yang dikenal sebagai masyarakat

religious.

Para ulama atau agamawan pada umumnya sepakat bahwa judi itu haram.

Akan tetapi pada saat mereka mendefinisikan apa itu judi bisa timbul perbedaan

pandangan di antara mereka. Terhadap undian berhadiah, sumbangan dana sosial

berhadiah (SDSB) atau sejenisnya , sebagain ulama memasukkannya kedalam

katagori judi sementara ulama yang lain tidak memasukkannya. Dari aspek

hukum positip yang berlaku di Indonesia, hukum pidana kita tidak terlalu tegas

melarangnya. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, judi termasuk

perbuatan illegal kecuali yang jelas-jelas mendapat izin dari penguasa. Adanya

‘celah’ dari KUHP inilah yang kemudian digunakan oleh Ali Sadikin, Gubernur

DKI pada tahun tujuh puluhan untuk melokalisir judi dan sekaligus

‘memanfaatkannya’ sebagai sumber income bagi pemerintah DKI.

Bila dirunut kebelakang pada masa penjajahan Belanda, judi dibolehkan

berdasarkan peraturan pemerintah atau Staatsblad 1912 No.250 dan Staatsblad

1935 No.526. Belakangan Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang

Darurat No.11 tahun 1957 tentang Pajak Regional yang menyatakan bahwa

2 Nurrohman, Judi dan Penanganannya, Makalah disampaikan dalam meeting antara DISPENDA Kota Bandung dengan Pakar Fiqih tgl.4-7-2002 di Hotel Horison Bandung

2

Page 3: Judi di Kota Bandung

pemerintah propinsi memiliki kewenangan untuk mengatur bisnis di daerah

masing-masing. Sungguhpun demikian tak seorangpun Gubernur DKI yang

berani menghadapi kuatnya oposisi dari pemimpin agama dan pemimpin partai

yang berorientasi agama. Walikota Jakarta Pusat, Sudiro, yang menjabat dari

tahun 1953 sampai 1960 pernah mempublikasikan rencananya untuk melegalisir

kasino di pulau Edam di wilayah Jakarta tapi gagal. Kegagalan serupa juga

dialami oleh Sumarno Sosroatmodjo yang menjabat Gubernur DKI dari tahun

1960 sampai tahun 1965. Terlepas ada atau tidaknya izin dari pemerintah, judi

illegal tetap terus beroperasi dimana-mana. Judi punya pasar tersendiri dan

konsumen akan terus mencari dimanapun ia dibuka, meskipun di kolong

jembatan, kata Usman salah seorang penduduk Jakarta. Itulah sebabnya Gubernur

Ali Sadikin pada akhirnya melegalisir perjudian dan menyediakan beberapa

tempat sebagai pusat judi setelah melihat maraknya judi illegal yang pada

umumnya di back up oleh oknum pejabat. “Saya sengaja menangani judi sejak

tahun 1967. Dalam rangka mengatur usahanya, pemerintahan Kota menetapkan

fee sehingga usaha itu bisa menjadi sumber pendapatan bagi pemerintahan kota”

kata Ali Sadikin dalam wawancaranya dengan Ramadhan KH dalam buku yang

berjudul Bang Ali ,Demi Jakarta 1966-1977, Sinar Harapan (1992.)

Izin perjudian diberikan melalui tender. Bisnis ini diawasi secara ketat

oleh Tim dari pemerintah DKI dan oleh polisi agar terus bisa memberikan

kontribusi bagi negara dan untuk mencegah dampak negatif dari bisnis ini

terhadap penduduk lokal. Sesuai dengan Keputusan Gubernur

No.805/A/K/BKD/1967 tertanggal 21 September 1967, pemerintah DKI diizinkan

untuk mengoperasikan kasino di Petak Sembilan yang oleh para penjudi dikenal

dengan sebutan “PIX”, di Jakarta Teatre, di Copacabana (di Kota) yang berlokasi

di Jakarta Pusat. Keputusan itu juga membolehkan dibukanya stand mainan di

Jakarta Fair, Projek Senin, Lotto Fair dan Krekot. Pacuan kuda di Pulo Mas

Jakarta Timur, Hai Lai Toto di Ancol Jakarta Utara dan greyhound racing di

Senayan, Jakarta Pusat.

Ali mengklain bahwa fee yang dikumpulkan dari bisnis ini bisa digunakan

untuk membiayai program rehabilitasi termasuk kontruksi, perawatan, perluasan

jalan, pasar tradisional, pusat kesehatan masyarakat dan subsidi keuangan untuk

3

Page 4: Judi di Kota Bandung

beberapa rumah sakit di Jakarta. Semua ini bisa dilakukan karena adanya lonjakan

pemasukan ke pemerintah DKI. Pada tahun 1979 (1969), kasino di P IX dan Hai

Lai saja telah memberikan kontribusi sebesar 10 Milyar3 ke pemerintah DKI atau

sekitar 10 % dari pemasukan domestik terlepas dari adanya Instruksi Menteri

tahun 1973 untuk menstop praktek perjudian. Pada waktu itu budget DKI Rp 132

Milyar.

Akan tetapi mengingat meningkatnya kritik dari para ulama dan para

pemimpin agama, praktek perjudian pada akhirnya dilarang. Melalui instruksi

Menteri No.7 tahun 1973, semua praktek perjudian seperti mesin slot, roulette,

lotto , hwa hwe dll dilarang. Hukum yang lebih keras kemudian dikeluarkan untuk

mencegah perjudian melalui Undang-Undang No.7 tahun 1974. Menurut undang-

undang ini , semua jenis perjudian merupakan tindakan kriminal. Dan barang

siapa melanggar ketentuan hukum ini akan dipenjara maksimun 10 tahun atau

denda Rp.10 juta. Bagaimanapun praktek judi masih terus menyebar dimana-mana

sampai pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1981 yang

menjadi kata akhir bagi bisnis perjudian. Sejak tahun 1981 sampai sekarang judi

dianggap perbuatan illegal tapi perjudian terus berjalan secara diam-diam. 4

Adanya perjudian illegal yang terus merebak secara diam-diam inilah yang ikut

melatarbelakangi munculnya gagasan Wali Kota Bandung, Aa Tarmana, untuk

mengadakan rembug dengan sejumlah ulama atau pakar hukum Islam tentang

cara-cara menangani perjudian. Dari rangkuman pokok-pokok pikiran para pakar

yang hadir pada pertemuan yang diadakan di Hotel Horison Bandung itu terdapat

kalimat sebagai berikut.

Sebagai suatu kebatilan, judi dipastikan tidak mungkin hilang dari muka

bumi. Sebab pertarungan antara yang hak dan batil merupakan sunnatullah yang

dengan itu manusia menjadi dinamis, maju dan semakin berkualitas. Sehingga bila

dilarang di suatu tempat pasti ia mencari tempat yang lain. Di basmi di suatu

negara pasti ia pindah ke negara lainnya. Sepanjang masih ada orang kafir dan

pelaku maksiat di muka bumi, perjudian dipastikan akan selalu ada. Oleh karena

itu masyarakat perlu terus menerus ditingkatkan kualitas iman dan takwanya.

3 Pada waktu itu anggaran (budget) Pemda DKI sekitar 132 Milyar rupiah.4 Lihat, The Jakarta Post, 15 April 2002.

4

Page 5: Judi di Kota Bandung

Sebab selagi moral dan akhlak masyarakat masih belum baik, maka kesadaran

mereka terhadap bahaya perjudian akan rendah pula. 5

Itulah sebabnya penanganan judi memerlukan pemahaman yang

komprehensif. Ia tidak bisa dipandang semata-mata dari sudut agama, tapi juga

dari sudut pandang hukum positip dan juga dari sudut pandang masyarakat atau

sosiologis. Agama menuntut kesadaran moral pemeluknya sementara hukum

positip akan bisa efektif bila rumusannya sejalan dengan kesadaran masyarakat.

Hukum yang tidak didukung oleh kesadaran masyarakat hanya akan menjadi

rumusan diatas kertas saja dan hanya akan melahirkan sikap atau prilaku yang

hipokrit. Atas dasar inilah maka judi perlu diteliti bukan hanya dari sudut

pandang agama tapi juga dari sudut pandang hukum serta masyarakat termasuk

masyarakat penjudi sendiri.

Rumusan Masalah

5 Dikutip dari Rangkuman Pokok-pokok Pikiran dari Pertemuan Para pakar Fikih (Hukum Islam) tentang Penanganan Judi di Kota Bandung yang diadakan oleh IRHAS pada tanggal 4 July 2002 di Hotel Horison Bandung.

5

Page 6: Judi di Kota Bandung

Mengingat banyak dan luasnya masalah yang ada hubungannya

dengan judi, maka penelitian akan difokuskan pada judi yang ada di Kota

Bandung. Untuk mempertajam kajian, masalah akan dibatasi pada rumusan

pertanyaan yang akan diajukan berikut ini:

1. Apa saja dan bagaimana peredaran perjudian di Kota Bandung?

2. Bagaimana judi di Kota Bandung menurut pandangan para

agamawan ?

3. Bagaimana posisi judi di Kota Bandung menurut peraturan

perundangan yang berlaku?

4. Bagaimana masyarakat Kota Bandung memandang persoalan judi ?

6

Page 7: Judi di Kota Bandung

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

erdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana disebutkan di

atas maka tujuan penelitian adalah untuk :B1. Mengetahui dan mengkaji jenis-jenis judi yang ada di Kota Bandung serta

peredarannya.

2. Mengetahui dan mengkaji pandangan para agamawan tentang perjudian di

Kota Bandung.

3. Mengetahui dan mengkaji dasar hukum dan peraturan perundang-

undangan yang mengatur perjudian.

4. Mengetahui dan mengkaji pandangan masyarakat di Kota Bandung

tentang judi.

Penelitian ini diharapkan akan memiliki kegunaan baik secara teoretis

maupun secara praktis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan akan bisa

menambah bahan bacaan tentang Hukum Islam dan Pranata Sosial atau Sosiologi

Hukum. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan

masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung khususnya dan kota-kota besar

pada umumnya dalam menangani perjudian.

7

Page 8: Judi di Kota Bandung

Kerangka Konseptual

Judi bisa dipersoalkan melalui berbagai dimensi. Ia bisa menjadi

persoalan agama, persoalan hukum maupun persoalan masyarakat. Oleh karena itu

kajian tentang judi secara konseptual bisa dilakukan melalui pendekatan agama,

pendekatan hukum atau pendekatan sosial budaya. Dilihat dari pendekatan agama,

khususnya agama Islam, sebagaimana yang telah disinggung pada pembahasan di

atas, judi memang merupakan perbuatan yang diharamkan. Oleh karena itu secara

moral, orang yang mengaku beragama Islam dituntut untuk menjauhinya. Akan

tetapi pada saat judi itu didefinisikan secara akademis dengan menitikberatkan

pada unsur sepekulasinya, maka hal itu bisa menimbulkan sejumlah pertanyaan

lanjutan.

Hukum pidana positip Indonesia mengklasifikasikan judi ini sebagai suatu

kejahatan yang masuk dalam kelompok kejahatan terhadap kesopanan. Sebelum

dihapuskan oleh UU No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, judi ini

diatur dalam dua pasal yakni pasal 303 dan 542 KUHP. Setelah UU No.7/1974

lahir, pasal 542 KUHP dihapuskan dan diganti dengan pasal 303 bis KUHP.

Berdaarkan ketentuan pasal 303 dan 303 bis KUHP, mereka yang dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana adalah. Pertama, mereka yang mengadakan

atau memberi kesempatan main judi sebagai mata pencaharian, yakni mereka

yang bertindak sebagai bandar atau mereka yang membuka perusahaan khusus

untuk main judi. Terlepas apakah ini dilakukan di tempat tertutup atau terbuka,

pelakunya dapat dipidana hanya jika tidak dilengkapi izin dari pemerintah.

Kedua, mereka yang mengadakan atau memberi kesempatan main judi kepada

khalayak tidak sebagai pencaharian. Bagi kelompok ini, syarat dapat dipidananya

pelaku adalah jika kegiatan mereka mengadakan atau memberi kesempatan main

judi tersebut dilakukan di tempat terbuka yang dapat dikunjungi khalayak.

Sehingga secara a contrario, apabila main judi itu dilakukan di tempat tertutup

yang sangat kecil kemungkinannya didatangi setiap orang, kegiatan perjudian ini

diperkenankan. Demikian halnya jika telah ada izin dari pemerintah, kegiatan ini

8

Page 9: Judi di Kota Bandung

menjadi legal dan pelaku berubah statusnya menjadi pengusaha perjudian.

Ketiga, mereka yang turut berjudi dan terbukti menjadikan judi sebagai mata

pencahariannya.

Secara sosial budaya bisa dijumpai perbuatan-perbuatan yang sudah

menjadi bagian dari tradisi masyarakat tapi sering dinilai sebagai judi dalam

pandangan para ulama atau agamawan. Oleh karena itu penelitian untuk

mengetahui judi dalam perspektif ulama atau agamawan, hukum pidana positif

dan dari perspektif masyarakat itu sendiri menjadi penting.

9

Page 10: Judi di Kota Bandung

Metode Penelitian

enelitian ini akan menggunakan pendekatan teologis, yuridis dan sosiologis.

Pendekatan teologis digunakan untuk mengungkap dan mengkaji pandangan

para tokoh agama di Bandung seputar persoalan judi. Pendekatan yuridis dalam

penelitian ini digunakan untuk mengkaji kaidah-kaidah hukum positif yang

mendasari dan atau terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan

persoalan judi. Sementara pendekatan sosiologis digunakan untuk mengkaji

pandangan-pandangan masyarakat seputar persoalan judi.

P

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka penelitian ini akan

didesain melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Tahap pertama, sesuai dengan

dengan rumusan masalah akan diteliti jenis-jenis judi yang ada di Kota Bandung

penyebaran, serta para pelakunya.

Tahap kedua, akan diteliti pandangan para pemuka agama yang ada di

Kota Bandung, baik mereka yang berasal dari agama Islam maupun di luar Islam

terhadap perjudian. Target yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

jawaban atas pertanyaan apakah yang dimaksud dengan judi. Ada berapa jenis-

jenis judi, bagaimana cara memperlakukan atau menangani perjudian, serta

bagaimana pandangan mereka tentang kemungkinan dilokalisirnya perjudian.

Tahap ketiga, akan diteliti peraturan perundang-undangan yang mengatur

perjudian di Indonesia serta penafsiran-penafsiran dari pakar hukum terhadapnya.

Pada tahap ini target yang ingin dicapai adalah jawaban atas pertanyaan apakah

yang dimaksud dengan judi, apakah yang dimaksud dengan judi menurut hukum

positif, jenis-jenisnya, cara memperlakukan atau menanganinya, serta

kemungkinan dilokalisirnya perjudian. Untuk melengkapi kajian yuridis akan

dilakukan wawancara terhadap pakar hukum maupun praktisi hukum yang ada di

Kota Bandung.

Tahap keempat, akan diteliti pandangan-pandangan masyarakat Kota

Bandung tentang perjudian. Target yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

jawaban dari masyarakat atas pertanyaan apakah yang dimaksud dengan judi, ada

10

Page 11: Judi di Kota Bandung

berapa jenis-jenis judi, bagaimana cara memperlakukan atau menangani

perjudian, lalu tentang kemungkinan dilokalisirnya perjudian. Di sini masyarakat

Bandung yang akan dijadikan responden adalah mereka yang terlibat atau yang

menjalani praktek-praktek perjudian, serta masyarakat yang tidak menjalani

praktek-praktek perjudian. Masyarakat yang akan dijadikan sample adalah

masyarakat yang tinggal dan menyaksikan praktek-praktek perjudian yang ada di

Kota Bandung, yang jumlahnya akan ditentukan kemudian secara purposif.

Kendatipun desain penelitian ini disusun secara bertahap, namun dalam

pelaksanaannya keempat tahapan tersebut dapat ditempuh secara bersama-sama.

Untuk tahap pertama, teknik pengumpulkan data dilakukan dengan cara observasi

dan wawancara mendalam melalui instrumen pedoman wawancara. Untuk tahap

kedua, pengumpulan data akan dilakukan dengan wawancara mendalam.

Sedangkan tahap ketiga, pengumpulkan data digunakan dengan metode analisa

isi, yakni mengkaji dan mengkritisi peraturan yang mengatur perjudian. Untuk

tahap keempat, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan

wawancara, dan bila perlu digunakan juga teknik pengumpulan data melalui

angket.

11

Page 12: Judi di Kota Bandung

Anggaran Penelitian

No. Jenis Pengeluaran Rincian (Rp)

1 Gaji dan upah pelaksana 22.500.000

2 Bahan pustaka penelitian 4.500.000

3 Bahan habis pakai 3.500.000

4 Akomodasi dan Tranportasi selama riset 8.000.000

5 Seminar untuk cross-chek/penajaman data 8.000.000

6 Editing dan Laporan 3.000.000

7 Lain-lain (tak terduga) 500.000

Total Anggaran 50.000.000

12

Page 13: Judi di Kota Bandung

Daftar Pustaka

Afif Muhammad, Pokok Pikiran Tentang Penanganan Judi di Kota Bandung,

Makalah disampaikan dalammeeting antara Dispenda Kota Bandung dengan

Pakar Fiqh, tanggal 11-7-2002, di Hotel Horison Bandung.

Anton Athoillah, Penanganan Judi di Kota Bandung, Makalah disampaikan

dalam meeting antara Dispenda dengan Pakar Fiqh, tanggal 11-7-2002, di

Hotel Horison Bandung.

Anonimous, Laporan Hasil Meeting Para Pakar Fiqh dengan Dispenda Kota

Bandung tentang Penanganan Judi di Kota Bandung, IRHAS, Bandung,

2002.

Ayat Dimyati, Lokalisasi Kemaksiatan, Makalah disampaikan dalam meeting

antara Dispenda Kota Bandung dengan Pakar Fiqh, tanggal 11-7-2002, di

Hotel Horison Bandung.

Hendra Ahkdiat, Judi Sebagai Tindak Pidana, Makalah disampaikan dalam

meeting antara Dispenda Kota Bandung dengan Pakar Fiqh, tanggal

11-7-2002, di Hotel Horison Bandung.

Nurrohman, Judi dan Penanganannya, Makalah disampaikan dalam meeting

antara Dispenda Kota Bandung dengan Pakar Fiqh, tanggal 11-7-2002, di

Hotel Horison Bandung.

Rachmat Syafe’i, Penanganan Judi di Kota Bandung Ditinjau dari Aspek

al-Siyasah al-Syar’iyah, Makalah disampaikan dalam meeting antara

Dispenda Kota Bandung dengan Pakar Fiqh, tanggal 11-7-2002, di Hotel

Horison, Bandung.

Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepastian Hukum, Rajawali Pers,

Jakarta,1982.

_______, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta,1992.

________, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Alumni, Bandung,1980.

The Jakarta Post 15 April 2002

The Jakarta Post 22 Juli 2002

13