journal reading filariasis - sp carvas
DESCRIPTION
Journal Reading FILARIASIS - SP CarVasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filariasis atau juga dikenal dengan elephantiasis yaitu penyakit menular
dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk.
Data WHO menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk
yang berada di lebih dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60%
negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta
orang diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan
gejala klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan atau
anggota tubuh lainnya..
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
serius di Indonesia. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko tertular
filariasis lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis
filariasis dengan 11.914 kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan
prevalensi microfilaria 19%, kurang lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta
penduduk. Vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ
kelamin.
Banyak faktor risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian filariasis.
Beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan
salah satu yang mempengaruhi kepadatan vektor filariasis. Lingkungan ideal bagi
nyamuk dapat dijadikan tempat potensial untuk perkembangbiakan dan tempat
istirahat nyamuk sehingga kepadatan nyamuk akan meningkat
FILARIASIS|1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Limfatik
Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening membawa
cairan dan protein yang hilang kembali ke darah .Cairan memasuki sistem ini
dengan cara berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin di antara kapiler-
kapiler sistem kardiovaskuler. Apabila suda berada dalam sistem limfatik, cairan
itu disebut limfa (lymph) atau getah bening, komposisinya kira-kira sama dengan
komposisi cairan interstisial. Sistem limfatik mengalirkan isinya ke dalam sistem
sirkulasi di dekat persambungan vena cava dengan atrium kanan.
Cairan limfe adalah cairan mirip plasma dengan kadar protein lebih
rendah. Kelenjar limfe menambahkan limfosit, sehingga dalam saluran limfe
jumlah selnya besar. Faktor pendorong gerak cairan limfe:
Pembuluh limfe mirip vena, mempunyai katup yang bergantung pada
pergerakan otot rangka untuk memecah cairan ke arah jantung.
Perlawanan pertama yang dilakukan tubuh adalah dengan respon immun
non spesifik : sel makrofag dan cairan limfa. Sehingga cairan limfatik
FILARIASIS|2
mengalir melalui sistem limfatik yang berfungsi juga dalam sirkulasi
sistem imun seluler.
Karena fungsi dari sistem saluran limfe juga untuk mengembalikan cairan
dan protein dari jaringan kembali ke darah melalui sistem limfatik, maka
faktor pendorong gerak cairan limfe juga dikarenakan adanya cairan yang
keluar dari kapiler darah.
Sistem limfe terdiri dari pembuluh limfe dan nodus limfatik,
a. Nodus limfatikus
Nodus limfatikus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa benda
oval atau bulat yang kecil. Fungsi utama nodus limfaticus untuk menyaring
antigen dari limfe dan menginisiasi respon imun. Di dalam nodus limfa terdapat
jaringan ikat yang berbentuk seperti sarang lebah dengan ruang-ruang yang penuh
dengan sel darah putih. Sel-sel darah putih tersebut berfungsi untuk menyerang
virus dan bakteri. Ditemukan berkelompok yang menerima limfe dari bagian
tubuh. Kelompok-kelompok limfonodus utama terdapat di dalam leher, axila,
thorax, abdomen, dan lipatan paha.
Kelenjar limfe secara periodik diselingi di seluruh perjalanan saluran limfe
pengumpul. Masing-masing kelenjar limfe bisa mempunyai beberapa saluran
limfe eferen yang masuk melalui kapsul. Kemudian limfe memasuki sinus,
membasahi daerah korteks dan medula, dan keluar melalui saluran eferen tunggal.
Daerah korteks terutama mengandung limfosit, yang tersusun dalam folikel yang
dipisahkan oleh perluasan trabekular kapsula ini. Di dalam folikel terdapat
FILARIASIS|3
sentrum germinativum diskrit. Medula bisa mengandung makrofag dan sel plasma
maupun limfosit, dan sel-sel ini dianggap dalam keseimbangan dinamik di dalam
kelenjar limfe. Tiap kelenjar limfe juga mempunyai suplai saraf dan vaskular yang
terpisah,
b. Pembuluh limfe
Kapiler limfatik (Plexus lymphaticus) merupakan tempat absorpsi limfe
seluruh tubuh. Kapiler-kapiler ini bermuara kedalam pembuluh pengumpul yang
melewati ekstremitas dan rongga tubuh, yang kemudian bermuara kedalam sistem
vena melalui duktus toraksikus. Pembuluh pengumpul secara periodik diselingi
oleh kelenjar limfe, yang menyaring limfe dan terutama melakukan fungsi
imunologi.
Kapiler limfe serupa dengan kapiler darah yakni terdiri dari selapis endotel,
kecuali bahwa membrana basalis sangat tipis bahkan tidak ada. Telah diketahui
adanya celah besar antara sel endotel pembuluh limfe yang berdekatan, sehingga
partikel sebesar eritrosit dan limfosit bisa berjalan melaluinya.
Pada pembuluh limfe yang lebih besar mempunyai katup seperti vena, yang
mencegah aliran balik cairan menuju kapiler. Kontraksi ritmik (berirama) dinding
pembuluh tersebut membantu mengalirkan cairan ke dalam kapiler limfatik.
Seperti vena, pembuluh limfa juga sangat bergantung pada pergerakan otot rangka
untuk memeras cairan ke arah jantung.
FILARIASIS|4
Pembuluh limfe mempunyai struktur yang serupa dengan pembuluh darah
(vena kecil) dengan tunika intima yang terdiri dari sel endotel dan lapisan jaringan
ikat tipis. Tunika media yang terdiri dari serat otot polos sirkuler dan tunika
adventisia yang terdiri dari jaringan fibrosa sedikit serat otot polos. Pembuluh ini
juga memiliki lebih banyak katub yang berasal dari pelipatan endotel. Umumnya
mudah kolaps sehingga sukar dilihat. Pembuluh ini juga dipersarafi dan telah
diamati adanya spasme maupun kontraksi alamiah berirama.
Jaringan tertentu tampaknya tidak mempunyai pembuluh limfe.
Keseluruhan epidermis, sistem saraf pusat, selubung mata dan otot, kartilago dan
tendon tidak mempunyai pembuluh limfe. Dermis kaya akan pembuluh limfe
yang mudah dikenal dengan penyuntikan intradermis zat warna tertentu.
Pembuluh tanpa katup ini berhubungan dengan pembuluh pengumpul pada
sambungan dermis-subkutis.
Pembuluh limfe superfisialis ekstremitas terdiri dari beberapa saluran
berkatup yang terutama melewati sisi medial ekstremitas ke arah lipat paha atau
aksila, dimana saluran ini berakhir dalam satu kelenjar limfe atau lebih. Sistem
pembuluh limfe profundus yang terpisah juga terdapat pada ekstremitas. Jalinan
ini mengikuti dengan dengan rapat jalur vaskular utama profunda terhadap fasia
otot. Pada individu normal, ada sedikit hubungan antara dua sistem.
Saluran limfe ekstremitas bawah dan visera bersatu untuk membentuk
sisterna chyli dekat aorta di dalam abdomen atas. Struktur terakhir ini berjalan
melalui diafragma untuk menjadi duktus toraksikus. Di dalam dada, duktus ini
menerima pembuluh limfe visera totem vena melalui persatuan dengan vena
subclavia sisnistra. Selain itu duktus ini juga merupakan kumpulan dari pembuluh
limfe yang berasal dari regio kepala leher sebelah kiri dan dada sebelah kiri.
Trunkus bronkomediastinal dextra menampung limfe dan struktur
mediastinal dan paru-paru, kemudian menyatu dengan duktus limfatikus dextra.
Duktus limfatikus dekstra yang terpisah, memberikan drainase untuk ekstremitas
kanan atas, dada sebelah kanan, kepala dan leher sebelah kanan serta memasuki
vena subclavia ekstra
FILARIASIS|5
2.2 Filariasis
Filariasis adalah infeksi parasit cacing yang disebabkan oleh, Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori yang mempengaruhi sekitar 120 juta
orang di Afrika, Asia, Pasifik, dan cacing filaria Amerika. Filarial dewasa hidup
di sistem limfatik, menyebabkan limfedem di anggota badan, kaki gajah, dan
hidrokel. Cacing filarial betina yang subur mengeluarkan mikrofilaria, yang
akhirnya memasuki aliran darah, di mana mereka tertelan oleh nyamuk
antropofilik. Mikrofilaria berkembang melalui beberapa tahap dalam vektor
nyamuk sampai mereka menjadi larva infektif (L3), yang terus bertransmisi
dengan menginfeksi pada manusia melalui gigitan selama menghisap darah.
Dosis tunggal yang aman, dan rejimen obat yang murah telah dikembangkan
secara signifikan untuk mengurangi jumlah mikrofilaria dalam darah pada
manusia selama lebih dari satu tahun. Untuk alasan ini, filariasis limfatik telah
ditargetkan untuk eliminasi global pada tahun 2020 atas dasar administrasi massal
tahunan albendazole dosis tunggal dikombinasikan dengan ivermectin atau
diethylcarbamazine selama 5 tahun atau lebih, taksiran masa reproduksi cacing
dewasa, yang diantisipasi untuk mematahkan transmisi filariasis limfatik dari
manusia ke nyamuk
2.3 Jenis Cacing dan Epidemiologi
Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan tiga spesies cacing filaria yang
menginfeksi manusia, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori.
Dari ketiga spesies cacing filaria tersebut Brugia malai mempunyai daerah
penyebaran paling luas di Indonesia dan biasanya merupakan daerah kantong-
kantong terutama diluar pulau Jawa (Sumatra, Kalimantan, Sulawesi) dengan
tingkat endemisitas bervariasi. Wuchereria bancrofti terdapat endemik di
kepulauan Irian Jaya dan pulau-pulau didekatnya yang juga merupakan daerah-
daerah kantong terisolasi di kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan, Sumatra dan Jawa. Untuk Brugia timori hanya ditemukan di
beberapa pulau yaitu Flores, Alor, Roti, Timor-Timur dan Sumba.
FILARIASIS|6
a) Brugia Malayi
Brugia malai merupakan endemik di Sumatra, Kalimantan, Sulaewesi, dan
pulau-pulau sekitarnya, namun penyebarannya terbatas di sepanjang garis Weber,
yang memisahkan Irian dari pulau Seram, Ambon. Pada manusia biasanya
berhubungan dengan elephantiasis pada tungkai bawah, limpadenitis dan
timpanitis berulang. Parasit dalam manusia diklasifikasikan ke dalam dua bentuk
fisiologis, bentuk periodik dan bentuk subperiodik. Kedua bentuk ini ada di
Indonesia. Bentuk lain telah diidentifikasi oleh Sudjadi, di Kalimantan, terdapat
bentuk nonperiodik. Sekarang ini terdapat tiga bentuk dari B.malayi di Indonesia,
bentuk sub-periodik, bentuk periodik, dan non-periodik, seluruhnya aktif di
malam hari.
Nyamuk pembawa Brugia malai :
Di Sumatra, penyebaran B.malayi bentuk periodik melibatkan Mansonia
spp, nyamuk An.peditaeniatus dan An.nigerrimus. Nyamuk pembawa B.malayi
bentuk sup-periodik juga berasal dari Mansonia spp, yaitu Ma.uniformis,
Ma.indiana, Ma.bonneae/dives yang membiakkan diri di rawa hingga perbatasan
hutan. Anopheles nigerimus yang berkembang di sawah, merupakan aktor
pembawa yang potensial.
Di Pulau Jawa, di Jawa Barat pembawa B.malayi subperiodik adalah
Ma.indiana. Di Kalimantan, pembawa B.malayi subperiodik adalah Mansonia
spp. Ma.uniformis membiakkan diri di rawa hingga perbatasan hutan dan di
perkebunan karet. Di Sulawesi, pembawa B.malayi periodik adalah Anopheles
spp. dan tiga spesies Mansonia lain. pembawa primernya adalah An.barbirostris
FILARIASIS|7
dan klan mansonoid, Ma.uniformis, Ma.indiana, Ma.bonneae/dives merupaka
pembawa sekunder. Mansonia spp. berkembang di ekologi yang sama dengan
An.barbirostris, namun dapat juga ditemukan di area rawa. Di Maluku, pembawa
B.malayi periodik adalah Ma.uniformis dan Ma.bancrofti.
b) Brugia TimoriMikrofilaria dari B.timori pertama kali diuraikan dari darah manusia di
Portuguese Timor. Di Indonesia, gambaran pertama dari mikrifilaria
dipresentasikan oleh Oemijati dan Lim pada tahun 1966. Sejauh ini, parasit ini
telah ditemukan sebagai endemik di Indonesia bagian tenggara, di NTT, dan
Maluku. Penelitian atas Mf carriers menunjukkan periode nokturnal. Sejauh ini
parasit ini hanya ditemukan dalam manusia. Parasit ini menyebabkan
elephantiasis tungkai bawah dibawah lutut, limpadenitis, dan linpangitis.
Belakangan ini B.timori telah menyebar ke area lain seperti Irian Jaya dan
Kalimantan Tengah. Parasit ini terbawea oleh imigran dari Timor Barat ke daerah
lain. ada kemungkinan penyakit ini menjadi endemik di area baru apabila terdapat
pembawa yang potensial di daerah tersebut.
Nyamuk pembawa Brugia timori :
Pembawa B.timori merupakan tiga spesies dari Anopheles spp.
An.barbirostris dipastikan merupakan pembawa yang berkembang di sawah, rawa
terbuka, kolam yang tidak terpakai, dan parit. Anopheles Agus dan An.subpictus
juga terlibat, namun belum dipastikan
c) Wucheria Bancrofti
FILARIASIS|8
Di Indonesia, Wuchereria bancrofti terdiri dari dua tipe, tipe perkotaan dan
tipe pedesaan. Tipe perkotaan ditemukan di kota-kota seperti Jakarta, Bekasi,
Tangerang, Semarang, dan Pekalongan. Sementara itu, tipe pedesaan ditemukan di
area pedesaan di luar pulau Jawa, seperti Jambi dan Irian Jaya.
Nyamuk pembawa W.bancrofti :
Pada area perkotaan, pembawa W.bancrofti adalah Culex quinquefasciatus
yang berkembang di air yang tercemar. Nyamuk pembawa W.bancrofti tipe
perkotaan yaitu beberapa spesies Anopheles, Culex, dan Aedes.
2.4 Siklus Hidup Filariasis
a) Wucheria bancrofti
FILARIASIS|9
Penularan penyakit ini melalui vektor nyamuk yang sesuai. Cacing
bentuk dewasa tinggal di pembuluh limfe dan mikrofilaria terdapat di
pembuluh darah dan limfe.
Pada manusia W. bancrofti dapat hidup selama kira-kira 5 tahun.
Sesudah menembus kulit melalui gigitan nyamuk, larva meneruskan
perjalanannya ke pembuluh dam kelenjar limfe tempat meraka tumbuh
sampai dewasa dalam waktu satu tahun. Cacing dewasa ini sering
menimbulkan varises saluran limfe anggota kaki bagian bawah, kelenjar
ari-aridan epididimis pada laki-laki serta kelenjar labium pada wanita.
Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding
pembuluh limfe menuju ke omebuluih darah yang berdekatan atau terbawa
oleh saluran Life ke aliran darah.
b). Brugia Malayi
FILARIASIS|10
Manusia merupakan hospes definitif, priodisitas mikrofilaria B.malayi
adalah periodik nokturna, subperodik nokturna, atau non periodik. Periodisitas
mikrofilaria yang bersarung dan berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W.
Bancrofti. Sebagai hospes perantara adalah Mansonia, Anopheles barbirostris,
dan Amigeres. Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva infeksitif
dalam waktu 6-12 hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa
pertumbuhannya didalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang
lebih 3 bulan.
Di dalam tubuh nyamuk parasit ini juga mengalami dua kali pergantian
kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III,
menyerupai perkembangan parasit W.bancrofti. Di dalam tubuh manusia dan
nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W.bancrofti.
2.5 Patologi Filariasis
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah
bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa. Cacing dewasa
hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding
FILARIASIS|11
pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag didalam dan sekitar
pembulih getah bening ynag mengalami inflamasi bersama dengan poliferasi sel
endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya system limfatik
dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras
terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat
filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respon imun
penjamu terhadap parasite. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses
granulomatosa dan poliferasi yang menyababkan obstruksi total pembulih getah
bening. Diduga bahwa pembuluh-pembuluh tersebut tetap paten selama cacing
tetap hidup dan bahwa kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi
granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian terjadilah obstruksi limfatik dan
penurunan fungsi limfatik.
2.6 Gambaran Klinis
Infeksi dari spesies filarial bermanifestasi setelah periode inkubasi dari 3,5
bulan sampai 12 bulan. Filariasis limfatik ditandai dengan serangan akut dari
nyeri lokal, mati rasa, bengkak, dan eritema. Serangan ini akan bervariasi dari
hanya beberapa kali selama hidup hingga lebih dari sekali serangan dalam sebulan
dan paling sering diderita oleh dewasa dan dewasa muda. Filarial
adenolimpangitis paling banyak disebabkan oleh cacing dewasa. Mikrofilaria
hidup tidak menimbulkan lesi. Pada filaria brancrofti, serangan demam berulang
dengan limpadenitis lebih jarang terjadi daripada filariasis brugia malayi. Pada
filariasis brugia, kelenjar limpe yang sering terserang yaitu di regio inguinal dan
aksilaris.
Manifestasi dini adalah peradangan, sedangkan bila sudah lanjut akan
menimbulkan gejala obstruktif. Mikrofilaria yang tampak dalam darah pada
stadium akut akan menimbulkan peradangan yang nyata, seperti limfangitis,
limfadenitis, funikulitis, epididymitis dan orkitis. Gejala peradangan tersebut
sering timbul setelah bekerja berat dan dapat berlangusng Antara beberapa hari
minggu (2-3 minggu). Gejala dari limfadenitis adalah nyeri lokal, keras didaerah
kelenjar limfe yang terkena dan biasanya disertai demam, sakit kepala dan badan,
FILARIASIS|12
muntah-muntah, lesu, dan tidak nafsu makan, stadium akut ini lambat laun akan
beralih ke stadium manahun dengan gejala-gejala hidrokel, kiluria, limfedema dan
elephantiasis.
Dalam stadium yang manahun terjadi jaringan granulasi yang poliferatif
serta terbentuk varises saluran limfe yang luas. Kadar protein yang tinggi dalam
saluran limfe merangsang pembentukan jaringan ikat dan kolagen. Sedikit demi
sedikit setelah bertahun-tahun bagian yang membesar manjadi luas dan timbul
elephantiasis menahun.
Penyumbatan duktus torasikus atau saluran limfe perut bagian tengah turut
mempengaruhi skrotum dan penis pada laki-laki dan bagian luar alat kelamin pada
wanita. Infeksi kelenjar inguinal dapat mempengaruhi tungkai bagian luar alat
kelamin. Elephantiasis pada umumnya mengenai tungkai serta alat kemalin dan
menyebabkan perubahan bentuk yang luas.
2.7 Diagnosis Filariasis
Teknik diagnosa saat ini lebih baik dan tidak hanya terbatas di penelitian
parasit di dalam darah atau hitung darah kuantitatif untuk hasil yang lebih cepat.
Dalam beberapa kasus, tes provokatif diethylcarbamazine (DEC) dari 50-100g
DEC dapat menyingkirkan mikrofilaria dalam darah perifer 15 sampai 90 menit
ke depan. Filaria dewasa dapat didiagnosis dengan bedah dan pemeriksaan
Ultrasonografi Dopler dimana perkembangbiakan mikrofilia dewasa dengan
FILARIASIS|13
dilatasi limpatik yang menunjukkan pergerakan yang digambarkan dengan,
“Filaria Dance Sign”.
Selain mendeteksi parasit itu sendiri, produk atau antigen dan mungkin
DNA dari parasit tersebut mungkin ditujukan untuk diagnosis. Sirkulasi antigen
filarial dapat terdeteksi dengan Elisa . Tes Elisa yang positif akan menunjukkan
infeksi yang sedang aktif.
Pada pemerikaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia
sampai 10-30%. Di sebagian besar belahan dunia. Mikrofilaria aktif pada malam
hari terutama dari jam 10 malam sampai 2 pagi. Spesimen darah yang diambil
lebih baik diambil dari darah kapiler dibanding dengan darah vena. Terdapat
beberapa bukti yang menyebutkan bahwa konsentrasi mikrofilaria di daerah
kapiler labih tinggi dibanding dengan daerah vena. Volume darah yang digunakan
untuk pulasan sekitar 50µl dan jumlah mikrofilaria yang terdapat sekitar 20 mf/ml
atau lebih merupakan petunjuk adanya mikrofilaria dalam darah.
2.8 Terapi Filariasis
Dietilcarbamazine (DEC) sebagai satu-satunya obat yang efektif, aman, dan
relative murah. Pengobatan dilakukan dengan pemberian DEC 6 mg/kgBB/hari
selama 12 hari. Pengobatan ini diulang 1 hingga 6 bulan kemudan bila perlu, atau
DEC selama 2 hari per bulan (6-8mg/kgBB/hari). Filariasis bancroftian diberikan
Dietilcarbamazine (DEC) total 72 mg/kgBB
Obat lain yang digunakan adalah Ivermektin. Meski Ivermektin sangat
efektif menurunkan kadar mikrofilaremia, tampaknya tidak membunuh cacing
dewasa (non-makrofilarisidal), sehinggaterapi tersebut tidak dapat diharapkan
menyembuhkan infeksi secara menyeluruh. Albendazol bersifat makrofilarisidal
untuk W. bancrofti dengan pemberian setiap hari selama 2-3 minggu.
Terapi bedah dipertimbangkan apabila non-bedah tidak memberikan hasil
yang memuaskan, beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain:
1) Limfangioplasti
2) Prosedur jembatan limfe
3) Transposisi flap omentum
4) Eksis radial dan graft kulit
FILARIASIS|14
5) Anastomosis pembuluh limfe tepi ke dalam
6) Bedah mikrolimfatik
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filariasis atau juga dikenal dengan elephantiasis yaitu penyakit menular dan
menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk. Vektor penular filariasis hingga saat ini telah
diketahui ada dari bebrapa spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex,
Mansonia, Aedes dan Armigeres Penyakit kaki gajah disebabkan oleh cacing dari
kelompok nematoda, yaitu Wucheraria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori.. Ketiga jenis cacing tersebut menyebabkan penyakit kaki gajah dengan
FILARIASIS|15
cara penularan dan gejala klinis yang sama, Dietilcarbamazine (DEC) merupakan
sebagai obat yang efektif,
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention Parasites - Lymphatic Filariasis 14
Juni 2013 http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/
David Molyneux* Lymphatic Filariasis (Elephantiasis) Elimination: A public
Health success and development opportunity. Lymphatic Filariasis Support
Centre, Liverpool School of Tropical Medicine, Pembroke Place, Liverpool,
Merseyside, L3 5QA, United Kingdom September 2003. 1-6
FILARIASIS|16
R.H.H. Nelwan, Filariasis in the new Millenium 3 Juli 2001, Division of Tropical and Infectious Diseases, Department of lntemal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta, Indonesia. 191-195
Sudomo M., Ali Azhar, Sri Oemijati Februari 2002 Lymphatic Filariasis In
Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol.1 No.1 37-43
FILARIASIS|17