jogja kembali
TRANSCRIPT
KARYA TULIS
KE MONJALI YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
1. MALIK KHOERUL ANAM /19 (2E) (3F)
2. NURUL FAOZI / 27 (2E) (3C)
3. SITI MAHMUDAH / 33 (2E) (3F)
4. TEGUH SAPUTRA / 37 (2E) (3B)
5. VICTOR ARIYANTO / 39 (2E) (3B)
6. YANU AMIROTUN / 41 (2E) (3A)
MTs N MODEL KEBUMEN I
Jalan Tentara Pelajar No. 29 Telp. (0287) 381229
KEBUMEN
PENGESAHAN
Karya tulis ini disetujui dan disahkan oleh guru pembimbing Madrasah
Tsanawiyah (MTs) N Model Kebumen 1 pada :
Hari :
Tanggal :
Wali Kelas 2E
Bapak Ja’far Mudzakir
NIP. hvcdsafhhd
Pembimbing
Dra. Sri Suhartiningsih
NIP. 150303033
Mengetahui
Kepala Mts Model Kebumen 1
Drs. Moh. Dawamudin, M.Ag
NIP. 150232557
MOTTO
1. Capailah cita-citamu setinggi langit.
2. Kita hidup harus sadar, bahwa di atas langit masih ada langit.
3. Ilmu tidak bisa dicari dengan kekayaan, tapi kekayaan bisa dicari dengan ilmu.
4. Tingginya gunung dapat didaki, tepinya ilmu tidak dapat ditandingi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Karya
tulis kami susun berdasarkan data-data dan informasi yang kami peroleh selama
Study Tour di Yogyakarta.
Study Tour merupakan salah satu program sekolah yang tertuang dalam
kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Dan diakhiri dengan
penyusunan karya tulis yang merupakan salah satu syarat agar bisa mengikuti
EBTA/EBTANAS tahun ajaran 2004/2005.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Moh. Dawamudin, M.Ag, selaku kepala sekolah MTs N Model
Kebumen 1 yang telah memberikan izin, sehingga kami dapat melaksanakan
Study Tour ke Yogyakarta.
2. Bapak dan Ibu guru serta pembimbing yang telah berkenan memberikan
bimbingan dan motivasi selama melaksanakan Study Tour.
3. Dan semua pihak yang telah membantu demi kelancaran karya tulis ini.
Dan mudah-mudahan amal baiknya diterima oleh Allah SWT Amin.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sehingga karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar dapat membangun
kesempurnaan dalam menyusun karya tulis ini dan yang lainnya. Atas saran dan
kritiknya kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
Kelompok VII
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………………………………..
Halaman Pengesahan ……………………………………………………….………...
Halaman Motto ……………………………………………………………….………
Kata Pengantar ………………………………………………………………………..
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...
I. Pendahuluan ………………………………………………………………..
II. Taman dan Sekitarnya ……………………………………………………..
III. Koleksi Hall Lantai I (Satu) ………………………………………………..
IV. Koleksi Museum ……………………………………………………………
A. Ruang Museum I (Satu) ………………………………………………..
B. Ruang Museum II (Dua) …………………………………………….….
C. Ruang Museum III (Tiga) ………………………………………………
D. Ruang Museum IV (Empat) …………………………………………….
V. Koleksi Relief dan Diorama ………………………………….…………….
VI. Garbha Graha ……………………………………………………………….
VII. Foto-Foto ……………………………………………………………………
i
ii
iii
iv
v
1
3
4
5
5
10
16
21
26
36
37
BAB I
PENDAHULUAN
Monumen ini dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan Upacara Tradisional
Penanaman Kepala Kerbau dan Peletakan Batu Pertama oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Semula gagasan untuk mendirikan Monumen yang berskala Nasional ini dilontarkan
oleh Bapak Kolonel Soegiarto selaku Wali Kotamadya Yogyakarta, dalam peringatan
Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada
tanggal 29 Juni 1983. Atas saran/usulan Bapak DR. Ruslan Abdulgani dan Bapak Marsudi.
Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan pengertian yang luas, berfungsinya
pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tetenger peristiwa sejarah ditarik mundurnya
tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya
presiden Soekarno , wakil presiden, pimpinan negara yang lain pada 6 Juli 1949 di
Yogyakarta. Hal ini dapat dipandang sebagai titik awal Bangsa Indonesia secara nyata
bebas dari cengkeraman penjajah khususnya Belanda dan merupakan tonggak sejarah yang
menentukan bagi kelangsungan hidup negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Dilihat dari bentuknya monumen ini berbentuk kerucut / gunungan dengan ketinggian
31,80 meter adalah sebuah gambaran “Gunung Kecil” ditempatkan disebuah lereng
Gunung Merapi. Gunung ini sangat berarti bagi Yogyakarta baik secara faktual maupun
simbolik. Muntahan lava Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi cakrawala
Yogyakarta dimanapun seseorang berada, dari Gunung Merapi pula sungai Winongo dan
Code yang mengalir melalui kota Yogyakarta.
Secara simbolik bersama laut selatan (Istana Ratu Kidul) yang berfungsi sebagai
“Yoni” dan Gunung Merapi sebagai “Lingga” merupakan suatu kepercayaan yang sangat
tua dan berlaku sepanjang masa. Bahkan sementara orang menyebut monumen ini sebagai
tumpeng raksasa bertutup warna putih mengkilat dalam tradisi Jawa tumpeng seolah-olah
sebagai bentuk gunung yang dapat dihubungkan dengan kakayun atau gunungan dalam
wayang kulit, yang melambangkan kebahagiaan/kekayaan kesucian, dan sebagai penutup
setiap episode.
Monumen ini terletak di Jalan Lingkar Utara, Dusun Jongkang, Desa Sariharja
Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Didirikan di atas lahan seluas 49-
920m2. Lokasi ini ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan alternatif
diantaranya terletak di garis poros antara Gunung Merapi – Monjali – Tugu Pal Putih –
Kraton – Panggung Krapak – Laut Selatan merupakan “Sumbu Imajiner” yang pada
kenyataannya sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat Yogyakarta, dan menurut
kepercayaan bersatunya Lingga dan Yoni akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini
sebagai batas akhir ditariknya mundur tentara Belanda ke arah utara; usaha kesinambungan
tata kota kegiatan dan keserasian Daerah Yogyakarta.
Monumen ini diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 06 Juli
1989 dengan penandatanganan prasasti. Adapun tujuan pembangunan monumen ini adalah
sebagai berikut :
a. Mengabadikan peristiwa kembalinya Ibukota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia.
Perjuangan tersebut tidak melalui jalan yang mudah, tetapi dengan berbagai cara baik
bersenjata, diplomasi maupun perang urat saraf dan sebagainya.
b. Memperingati kembalinya Ibukota RI Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia sekaligus
berakhirnya kolonialis Belanda di Indonesia.
c. Merupakan ungkapan penghargaan dan rasa terima kasih kepada para pahlawan yang
telah mengorbankan jiwanya dalam merebut kembali Yogyakarta sebagai Ibukota RI.
d. Mewariskan dan melestarikan jiwa, semangat nilai-nilai luhur perjuangan bangsa
Indonesia kepada generasi penerus, sebagai wahana pendidikan, mempertebal identitas
dan watak bangsa Indonesia yang patriotik, luhur, harga diri, ulet dan tahan menderita
dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.
Sebagai bangunan monumental diharapkan Monjali dapat digunakan sebagai sarana
rekreasi, sarana pendidikan dan penelitian akan kronik sejarah perjuangan. Secara nyata
bisa dilihat, dirasakan dan diresapi oleh generasi penerus dengan demikian kecintaan akan
tanah air dan sejarah perjuangan bangsanya tidak akan larut oleh situasi, kondisi, arus
informasi, dan globalisasi serta meningkatkan ketahanan nasional. Keberadaan Monjali di
tengah-tengah khasanah museum perjuangan yang lainnya di seluruh Nusantara dapat kita
simak dan kita pahami penyajian koleksi berikut ini.
BAB II
TAMAN DAN SEKITARNYA
Bila pengunjung masuk Monjali melalui pintu timur dapat diamati koleksi antara lain:
1. Replika Pesawat Cureng terletak di taman bermain sebelah utara portir timur.
2. Meriam PSU-S60 kaliber 57 mm dan meriam PSU Bofors L-60 kaliber 40 mm, di sudut
Plaza Timur.
3. Bila pengunjung masuk melalui pintu Portir Barat dapat diamati koleksi antara lain :
Replika Pesawat Guntai yang terletak di taman sebelah area parkir.
4. Meriam PSU-S60 Kal 57 mm dan PSU Bofors L-60 kal. 40 mm.
5. Logo/lambang
Di tengah plaza berdiri tiang bendera merah-putih sebagai tanda bahwa plaza ini
berfungsi sebagai tempat upacara. Juga berfungsi untuk menikmati pemandangan
Monjali dengan latar belakang Gunung Merapi. Di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
dimanfaatkan pula oleh masyarakat sekitar untuk melaksanakan ibadah sholat Ied.
Sebagai pembatas plaza dan halaman dalam dibangun dinding rana yang
memanjang dari timur ke barat, tinggi 3 m dan panjang 60 m di tengah-tengah dinding
rana bagian luar dipasang logo. Lambang Monjali yang berbentuk lingkaran dengan
garis silang yang membelah dan dihiasi dengan ornamen gapuro berjumlah empat.
Yang dibaca “Gapuro Papat Ambuka Jagad” yang ditulis dengan huruf Jawa, hal ini
Surya Sengkala yang dapat diartikan sebagai angka tahun terjadinya peristiwa Yogya
Kembali. Gapuro = 9, Papat = 4, Ambuka = 9, Jagad = 1, bacanya dibalik menjadi
tahun Masehi 1949.
6. Daftar Nama-Nama Pahlawan
Nama pahlawan yang gugur di Daerah Wehrkreis III pada tanggal 19 Desember 1948 –
tanggal 28 Juni 1949, sejumlah 422 antara lain : 168 orang AD, 30 orang AL, 42 orang
AU, 32 orang Polisi Negara, 8 orang Cadet Militer Akademi, 37 orang TNI Brigade
XVII/TP, 10 orang PNS dan Gerilyawan/Rakyat pejuang 122 Orang, sedangkan untuk
pahlawan yang tidak dikenal disediakan satu bidang khusus di tengah-tengah rana
dengan dituliskan kalimat “Pahlawan Tidak Dikenal” dan di bawahnya dikutip syair
Chairil Anwar berjudul “Kerawang – Bekasi”
“ …………………………………………………………
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau kau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
Kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
……………………………………………………………”
BAB III
KOLEKSI HALL LANTAI SATU
Dari halaman dalam ini kita amati bangunan induk MONJALI yang berdiri kokoh,
dan terlihat pintu masuk lantai II menghadap ke selatan. Bangunan induk ini dikelilingi
dengan kolam yang berfungsi sebagai pengaman dan dalam tradisi Jawa dapat diartikan
sebagai penolak balak. Namun sebelum ke lantai II, pengunjung terlebih dahulu menuju
lantai I dengan mengelilingi kolam sebelah barat, pintu masuk lantai I berada di sebelah
barat.
Lantai pertama terdiri dari :
- Ruang Pengelaola atau ruang bagian umum yang berfungsi sebagai ruang kerja, yang
dilengkapi dengan ruang informasi.
- Ruang perpustakaan berada di sebelah kiri pintu keluar lantai satu, perpustakaan
MONJALI merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi
sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.
- Ruang serbaguna terletak di tengah-tengah bangunan lantai I yang dilengkapi dengan
panggung terbuka.
- Ruang bagian operasional.
- Ruang souvenir terletak di samping kanan pintu keluar lantai I (pintu sebelah timur).
Hall Lantai I dipamerkan koleksi diantaranya :
1. Patung Dada Panglima Besar Jendral Soedirman dan Letnan Jendral Oerip Soemoharjo.
2. Panil foto pelaksanaan Pembangnan MONJALI berada disamping kanan patung dada
Pangsar Jendral Soedirman.
3. Patung foto Imam Bonjol (1722 – 1864)
4. Meriam Jugo M-48
5. Dokar Tentara Pelajar
6. Patung Nyi Ageng Serang
7. Meriam PSU Akan Bofors
8. Patung Tengku Umar (1854 – 1899)
9. Patung Tjut Nyak Dien (1850 – 1908)
10. Meriam PSU Ourlikon Kal – 20 mm
11. Meriam Jugo M-48 Kal. –76 mm
12. Panil dinding foto kegiatan Tentara Pelajar
13. Dinding Ruang Serbagunan
BAB IV
KOLEKSI MUSEUM
Museum MONJALI merupakan museum khusus dalam kategori museum sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, kurun waktu perang kemerdekaan tahun 1945 –1949.
Museum ini berada di lantai pertama dan menggunakan empat ruang masing-masing
berukuran 146 m2.
Adapun koleksi museum ini adalah benda-benda visual, audiovisual, korporil, replika
dan bagan-bagan struktur organisasi yang tata pamerannya disusun kronologis tematis,
kronologis tipelogis sesuai alur sejarah perjuangan bangsa Indonesia selama perang
kemerdekaan dengan maksud untuk memudahkan memahami perjalanan sejarah dimasa
revolusi phisik. Dalam penyajiannya dilengkapi dengan sarana tata pameran berupa panil di
dinding, schutsel, boxsistim dan vitrin (tengah, sudut dan dinding) yang dijabarkan berikut
ini :
A. RUANG MUSEUM
Merupakan ruang pamer tetap dengan Thema “SEKITAR PROKLAMASI
KEMERDEKAAN” di ruang museum I disajikan benda-benda koleksi yang
mendukung perjuangan bangsa Indonesia dari peristiwa sekitar Proklamasi
Kemerdekaan hingga penumpasan PKI di Madiun tahun 1948, sebagaimana penyajian
di bawah ini :
1. Panil Tegak I
Pada panil ini disajikan dokumen foto-foto peristiwa sekitar proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta terdiri dari :
a. Ibu Fatmawati ketika menjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan saat
Proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta jam 10.00.
c. Upacara pengibaran Bendera Merah Putih oleh Latief Hindraningrat dan Suhud
Martakusuma.
d. Sebagian dari anggota Kabinet Indonesia Pertama setelah pelantikan tanggal 14
Nopember 1945 (3 bulan).
2. Panil Dinding I
Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa sewaktu rakyat Jakarta dalam
menyambut Gema Proklamasi di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945
terdiri dari :
a. Rakyat Jakarta berbondong-bondong menuju lapangan Ikada untuk menyambut
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
b. Presiden Soekarno ketika menyampaikan pesan singkat, beliau tidak jadi
berpidato hanya menyampaikan pesan kepada rakyat Indonesia agar tetap
percaya kepada para pemimpinnya.
c. Suasana rapat umum di lapangan Ikada yang dijaga oleh bala Tentara Jepang.
Sebagaian rakyat yang hadir di lapangan Ikada, nampak spanduk yang mereka bawa
antara lain berbunyi “SATU TANAH AIR SATU BANGSA DAN SATU TEKAD
TETAP MERDEKA”
3. Vitrin Sudut I
Dalam Vitrin ini dilestarikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan
phisik bersenjata rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang
berupa :
a. Mikrophone, dilengkapi dengan ilustrasi masyarakat Yogyakarta dalam
menyambut Gema Proklamasi.
b. Sabil Morsose 2 buah milik Prajurit Indonesia yang telah mengikuti pendidikan
militer Jepang.
c. Bambu runcing, dilengkapi dengan potret diri Kyai Haji Subchi.
4. Panil Dinding 2
Disajikan 4 bingkai dokumen foto situasi rakyat Yogyakarta sewaktu menyambut
Gema Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, terdiri dari :
a. Sri Sultan Hamengku Buwana IX, usai menyatakan bahwa Negeri
Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan merupakan bagian dari
Daerah Istimewa dalam Negara Indonesia, 5 September 1945.
b. Sebagian jenazah korban dari pertempuran Kotabaru, Yogyakarta pada tanggal 7
Oktober 1945.
c. Suasana Konggres Pemuda yang pertama yang bertempat di Gedung Senisono
Yogyakarta pada tanggal 10 November 1945.
d. AURI dengan pesawat Cureng yang baru saja berhasil diperbaiki,
berdemonstrasi di atas kota Yogyakarta untuk memeriahkan jalannya Konggres
Pemuda yang pertama.
5. Panil Dinding 3
Disajikan sebuah bagan susunan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta setelah
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dilengkapi peta timbul Wilayah DIY.
6. Panil Dinding 4
Disajikan 6 bingkai foto perjuangan bangsa Indonesia dalam bidang politik
diplomasi, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya setelah Ibukota RI berkedudukan
di kota Yogyakarta antara lain :
a. Berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada di Pagelaran Kraton
Yogyakarta.
b. Kegiatan APWI
c. PERESMIAN DAN PEMBUKAAN Bank Negara Indonesia di bekas Gedung
Javasche Bank Yogyakarta.
d. Contoh uang ORI, sebagai pengganti mata uang NICA.
e. Barisan bambu runcing.
f. Gerakan pemberantasan buta huruf di Yogyakarta.
7. Panil Dinding 5
Disajikan 6 bingkai foto sebagai kelanjutan dari penyajian Panil Dinding 5 terdiri
dari :
a. Pelantikan BPKNIP, di Gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta.
b. Suasana pelantikan laskar-laskar perjuangan rakyat dalam memperkokoh TRI di
Yogyakarta.
c. Kegiatan para seniman patung Yogyakarta.
d. Penurunan bantuan obat-obatan dari India.
e. Suasana demonstrasi rakyat Pasundan di Yogyakarta.
f. Presiden Soekarno membuka pemberantasan buta huruf di alun-alun utara
Keraton Yogyakarta.
8. Teras Sudut Ruang Museum
Dalam teras sudut ruang museum ini dilestarikan senjata-senjata revolusi phisik
hasil rampasan Jepang dan Sekutu selanjutnya digunakan sebagai modal dasar
rakyat Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan
antara lain : Senapan Brouwning, Senapan Mesin Ringan MKI, Mortir 80, Senapan
masin Berat HBEL, Water Matel, dan Replika Kekikanyu serta Leuwis. Disamping
itu juga dilestarikan unsur-unsur pendukung kekuatan bersenjata yang berupa
replika pakaian seragam antara lain :
a. HEIHO
b. PETA
c. LASWI
d. POLISI ISTIMEWA
e. GERILYA
f. T.P.
g. CADET VAANDRIGT
9. Vitrin Dinding I
Didalam vitrin dilestarikan berbagai jenis senjata tajam milik pejuang yang
digunakan selama perang kemerdekaan berupa : 3 buah keris, 2 buah samurai, 2
buah tombak, kudi dan golok serta replika perlengkapan prajurit PETA : Hango dan
Syuitho.
10. Vitrin Dinding 2
Dilestarikan beberapa pucuk senjata api hasil rampasan dari Jepang, Sekutu dan
Belanda yang selanjutnya digunakan untuk perang kemerdekaan. Terdiri dari :
sepucuk senapan mesin ringan MKI dan mortir 50 serta 2 buah peluru mortir.
11. Vitrin Tengah I
Disajikan 2 buah miniatur perahu, perahu Jungkung dan perahu Mayang sebagai
visualisasi peranan M/TKR AL RI dalam Operasi Lintas Laut Jawa Bali selama
perang kemerdekaan. Kedua perahu ini sumbangan dari Bp Laksamana Pertama
Haji Abdul Majid tanggal 13 September 1995.
12. Vitrin Tengah 2
Disajikan 2 buah miniatur kapal, kapal Pinisi sebagai visualisasi peranan ALRI
dalam mendukung sejarah kebaharian khususnya di Pangkalan Teluk Palembang.
Kapal Gajahmada I yang digunakan ALRI dalam pertempuran melawan kapal
Perang Belanda di teluk Cirebon yang menyebabkan gugurnya Kapten Laut
Samadikun beserta anak buahnya tanggal 5 Januari 1947. Miniatur kapal ini
sumbangan dari Sub Dinas Sejarah dan Tradisi ABRI. Dinas Penerangan AL,
Jakarta 16 Februari 1996.
13. Panil Tegak 2
Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa pertempuran rakyat Indonesia melawan
Sekutu di Surabaya terdiri dari :
a. Suasana pertempuran Surabaya oleh Bung Tomo 10 November 1945.
b. Suasana pejuang arek-arek Surabaya waktu menghadapi Tentara Sekutu/NICA.
c. Panglima Divisi Mayor Jendral Sungkono saat melapor kepada Panglima
Jendral Soedirman tentang peristiwa gencatan senjata di Surabaya.
d. Upacara Pemberian Ijasah lulusan Militer Akademi Yogyakarta oleh Presiden
Soekarno di Istana Kepresidenan Yogyakarta.
14. Panil Dinding 6
Disajikan sebuah bagan Struktur Organisasi PETA wilayah Jawa Tengah.
15. Panil Dinding 7
Disajikan sebuah bagan Struktur Organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR)
16. Panil Dinding 8
Disajikan sebuah Bagan Struktur Organisasi Tentara Kemanan Rakyat (TKR)
17. Vitrin tengah 3
Dalam vitrin ini dilestarikan duplikat Panji-Panji Divisi Angkatan Perang RI yang
diserahkan oleh Soekarno kepada para Panglima Divisi tanggal 5 Oktober 1946,
bertepatan dengan HUT APRI yang pertama di alun-alun Yogyakarta sebagai
berikut :
1) Panji Divisi Siliwangi, kepada Jendral Mayor A.H. Nasution
2) Panji Divisi Sunan Gunung Jati, kepada Jenderal Mayor Abdul Kadir
3) Panji Divisi Diponegoro kepada Jenderal Mayor R. Susalit
4) Panji Divisi Panembahan Senopati Kepada Jenderal Mayor Soetarto
5) Panji Divisi Ronggolawe, kepada Jenderal Mayor Djati Kusuma
6) Panji Divisi Noratama, kepada Jenderal Mayor Yono Sewoyo
7) Panji Divisi Untung Suropati, kepada Jenderal Mayor Imam Suja’i
8) Panji Divisi Sapu Jagad, kepada Jenderal Mayor Santoso
9) Panji Brigade XVII/Tentara Pelajar
10) Panji kelaskaran Kalimantan
18. Vitrin Tengah 4
Dalam vitrin ini dilestarikan Duplikat Panji-panji Resimen Angkatan Perang RI
khususunya Divisi Diponegoro antara lain :
a. Panji Resimen 17/DDN di Pekalongan
b. Panji Resimen 18/DDN di Wonosobo
c. Panji Resimen 19/DDN di Magelang
d. Panji Resimen 20/DDN di Purworejo
e. Panji Resimen 21 DDN di Yogyakarta
f. Panji Resimen 22/DDN di Yogyakarta
g. Panji PETA
h. Panji Hisbullah
i. Panji Kelaskaran KRIS
j. Panji Kelaskaran TRM
19. Panil Dinding 9
Disajikan sebuah Struktur Organisasi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Wilayah
Jawa dan Sumatera
20. Vitrin Dinding 3
Dalam vitrin ini dilestarikan visualsisasi kesatuan BKR yang terdiri dari 3 Matra
Seragam APRI
a. BKR – Darat
b. BKR – Laut
c. BKR – Udara
21. Vitrin Dinding 4
Disajikan koleksi Visualisasi peranan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia
(BPRI) Mataram selama Perang Kemerdekaan oleh Bp. H. Turmudzi. Antara lain
benda-benda sejarah :
a. Bendera Merah Putih yang selalu dikibarkan di Markas BPRI Jl. Gondomanan
13, Yogyakarta
b. Duplikat Panji BPRI Mataram
c. Mesin tulis merk Remington milik kompi I BPRI Mataram.
d. Guci keramik, tempat air minum di markas BPRI Mataram Cabang Bantul.
22. Vitrin Sudut 2
Dilestarikan koleksi visualisasi peranan AURI dalam mempertahankan, membela
dan menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia, antara lain :
a. Miniatur replika Pesawat Cureng.
b. Sebuah dokumen foto para penerbang
23. Panil Dinding 10
Disajikan 4 bingkai dokumen foto perjuangan politik diplomasi antara lain :
a. Suasana Perundingan Indonesia Belanda di Jakarta.
b. Penandatanganan Perjanjian Renville.
c. Suasana hijrah TNI dari divisi Siliwangi di stasiun kereta api Gombong
d. Divisi Siliwangi melanjutkan perjalanan menuju Ibukota Yogyakarta dari
S KAG.
24. Vitrin Dinding 5
Dilestarikan berbagai jenis senjata api ringan yang dipakai saat perang kemerdekaan
antara lain :
a. 3 buah granat nanas dan sebuah granat gombyok.
b. Sebuah granat pelontar 31
c. Sebuah granat asap
d. Replika bom molotov
e. Replika ranjau karet
f. Sepucuk pistol revolver 45
g. 3 pucuk pistol kecepek
h. Ilustrasi perangkap rumah tawon
25. Panil Dinding 11
Disajikan 4 bingkai dokumen foto pemberontakan PKI di Madiun antara lain :
a. Para korban keganasan PKI di Madiun
b. Salah satu kondisi korban kebiadaban PKI di Madiun
c. Gerakan pembersihan TNI di Gunung Lawu
d. TNI telah berhasil mengambil situasi ketentraman di Kota Madiun.
26. Peta Timbul Wilayah RI Setelah Perjanjian Renville
Akibat perjanjian ini wilayah RI menjadi semakin sempit yang terdiri dari sebagian
wilayah di Pulau Sumatera dan sebagian wilayah berada di Jawa Tengah.
27. Vitrin Sudut 3
Dilestarikan sarana sistim komunikasi Merpati Pos selama Perang Kemerdekaan
terdiri dari :
a. 3 lembar panil segitiga, dan 4 lembar panel persegi
b. Replika burung Merpati Pos
c. Ilustrasi sistim pengiriman antar Pos Komando dengan kelebihan burung
merpati pos
28. Panil Dinding 12
Disajikan sebuah bagan sejarah pertumbuhan dan perkembangan ABRI dari
Proklamasi kemerdekaan.
B. RUANG MUSEUM II
Merupakan ruang pamer tetap dengan thema “PERANG GERILYA DENGAN SISTIM
PERTAHANAN RAKYAT SEMESTA”. Disini disajikan benda-benda koleksi yang
mendukung visualisasi Perjuangan Bangsa Indonesia dalam membela, menegakkan dan
mempertahankan kemerdekaan pada waktu Agresi Militer Belanda II, sebagaimana
dijelaskan dibawah ini :
1. Panil Tegak 1
Disajikan 2 bingkai dokumen foto suasana perundingan antara Komisi Tiga Negara
dengan Indonesia di Kaliurang.
2. Panil Dinding 1
Disajikan 4 bingkai dokumen foto suasana kota Yogyakarta setelah Agresi Militer
Belanda. Antara lain :
a. Kesibukan Pasukan Belanda di sekitar Tugu Pal Putih Yogyakarta.
b. Para pemuda Tionghoa dengan senjata bambu runcing.
c. Penghancuran jembatan kali Pentung, Gunung Kidul
d. Presiden, Wapres dan beberapa pejabat lainnya di tawan Belanda.
3. Vitrin Sudut 1
Dalam vitrin ini dilestarikan beberapa peralatan Komunikasi yang diperoleh secara
tidak langsung dari Singapura, selanjutnya selama perang kemerdekaan digunakan
oleh TNI bidang Perhubungan Angkatan Darat yang ditempatkan di pemancar
darurat di Desa Balong, Jenawi, Karanganyar untuk memperlancar komunikasi
antara Pemerintah Militer/Markas Besar Komando Jawa dengan Pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Sumatera. Peralatan tersebut merupakan sumbangan dari
Dinas PHB Kodam IV Diponegoro pada tanggal 29 Juni 1989, antara lain : Unit
Pesawat SCR 284 A buatan USA tahun 1944, Pesawat UNA; Unit Penguat WB BD
5001 dan 2 (dua) Unit Telepone Lapangan DPA 1001.
4. Panil Dinding 2
Disajikan 4 (empat) bingkai dokumen foto peranan Pelajar Pejuang selama Agresi
Militer kedua di Yogyakarta, terdiri dari :
a. Markas TGP bidang kesehatan pimpinan dr. Mustopo di Cangkringan, Yogya
Utara Kabupaten Sleman, masa Agresi Militer Belanda kedua.
b. Pandu dengan peralatan klethek mengangkut korban Agresi Militer Belanda
kedua melintas Malioboro.
c. PMI yang bermarkas di rumah penduduk membantu pelayanan kesehatan di
Segoroyoso, Kabupaten Bantul selama berlangsungnya Agresi Militer Belanda
keuda.
d. Seorang Petugas PMI merawat korban perang Agresi Militer Belanda kedua.
5. Vitrin Dinding 1
Dilestarikan juga beberapa peralatan Perhubungan Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat yang digunakan selama perang gerilya. Peralatan ini sumbangan
dari PHB 4102 Yogyakarta pada tanggal 29 Desember 1989. Terdiri dari 2 buah
Walky Talky buatan USA tahun 1942; Pesawat BC 375, Hand Crank sebagai
sumber tenaga DC buatan USA tahun 1943 dan Tilpun Lapangan EE 8 serta tilpun
Jet MK 3.
6. Panil Dinding 3
a. Pertemuan Pelajar Pejuang di rumah makan “Prasodjo” tahun 1948.
b. Suasana pasar darurat di Yogyakarta pada masa Agresi Militer Belanda Kedua.
c. Pelaksanaan perang Gerilya Tentara Pelajar di Godean menghadapi Agresi
Militer Belanda kedua.
d. Suasana Perang Gerilya.
7. Panil Dinding 4
Disajikan enam bingkai dokumen foto peranan media massa maupun Laskar Wanita
Yogyakarta dalam mendukung Perjuangan Bangsa Indonesia untuk merebut, dan
mempertahankan Kedaulatan Republik Indonesia yang terdiri dari :
a. Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat sebagai salah satu media Pers di
Yogyakarta yang diterbitkan sejak tanggal 27 September 1945 selalu menjadi
tumpukan masyarakat.
b. Latihan Laskar Wanita di Borobudur dalam menghadapi perang Gerilya.
c. Barisan Laskar Wanita Yogyakarta, terkenal dengan nama Wanita Pembantu
Perjuangan (WAPP).
d. Suasana perundingan Roem Roijen Statement di Hotel Des Indes, Jakarta pada
tanggal 14 April 1949.
e. Yulius Tahiya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Moh. Roem membahas
pelaksanaan pengembalian Kota Yogyakarta.
f. Laskar Rakyat/Pejuang masuk kota Yogyarta pada tanggal 29 Juni 1949.
8. Vitrin Dinding 2
Dilestarikan peralatan milik Laskar Wanita Yogyakarta yang digunakan selama
Perang Kemerdekaan, terdiri dari :
a. Seperangkat Mesin Jahit Merk Singer milik Laskar/Pejuang-pejuang Wanita
dalam benteng Keraton yang digunakan untuk membuat Badge dan Pakaian
Seragam TNI menjelang masuk Ibukota Yogyakarta, dilengkapi dengan sebuah
lukisan suasana pembuatan pakaian seragam TNI oleh Laskar Wanita.
b. Sebuah Mesin Ketik dan Lampu Petromak milik Wanita Pembantu Perjuangan
(WAPP) Yogyakarta yang digunakan selama perang kemerdekaan khususnya
bidang administrasi organisasi. Peralatan ini merupakan sumbangan dari Ibu
Hajah Kamsirah (Pengurus WAPP Yogyakarta) pada tanggal 29 Juni 1996.
9. Panil Dinding 5
Disajikan sebuah bagan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 hingga Perjuangan Pengembalian
Kedaulatan Negara Republik Indonesia Tahun 1949.
10. Vitrin Dinding 3
Dilestarikan dokumen benda Sejarah milik Almarhum Kanjeng Raden Tumenggung
Honggowongso, beliau adalah Bupati Paniradyopati Jawatan Praja Daerah Istimewa
Yogakarta merangkap sekretaris pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Koleksi
ini merupakan sumbangan dari Ibu Raden Ayu Honggowongso pada tanggal 30 Mei
1993 yang terdiri dari : Potret diri KRT. Honggowongso, Tanda Jasa Pahlawan
Gelar Kehormatan Bintang Gerilya, Tongkat, Songkok Langenastran, Badge Ha-Ba
dan sebuah kaca mata baca.
11. Vitrin Tengah 1
Disajikan 4 pucuk senjata api jenis senjata pinggang lintas datar yang digunakan
semasa Perang Gerilya. Senjata ini penyerahan dari Kodam IV Diponegoro pada
tanggal 29 Juni 1989, terdiri dari : Sepucuk Pistol Mitraliur Madsen P 56 buatan
Denmark; Senapan Jungle buatan USA tahun 1945, Senapan Karaben Mouser
buatan Jerman tahun 1942 dan Pistol Mitraliur Carl Gustaf buatan Swedia tahun
1945.
12. Peta Timbul Route Gerilya
Di dalam ruang ini disajikan pula peta timbul route Gerilya Panglima Besar Jendral
Soedirman dari tanggal 19 Desember 1948 hingga 10 Juli 1949.
13. Panil Dinding 6
Di Panil ini disajikan sebuah ilustrasi dan 2 bingkai kata Amanat dari
Panglima Besar Jenderal Soedirman terdiri dari :
a. Ilustrasi sistim komunikasi Pemancar Radio PC 2 Banaran, Gunung Kidul
dalam memancarkan berita keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang
secara berantai dapat diterima Pemerintah Darurat Republik Indonesia di
Sumatera dan diteruskan hinga dapat diterima oleh Pemancar Radio Rangoon,
Birma diteruskan ke New Delhi, India dan dipancarkan ke seluruh dunia.
b. Amanat Panglima Besar Jendral Soedirman “Jangan bimbang menghadapi
bermacam-macam penderitaan, karena makin dekat cita-cita kita capai makin
berat penderitaan yang harus kita alami”
c. Amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman “Percayalah dan yakinlah bahwa
Kemerdekaan sesuatu negara yang didirikan diatas timbunan, runtuhan ribuan
korban jiwa, harta benda dari rakyat dan bangsanya tidak akan dapat
dilenyapkan oleh manusia apapun juga”.
14. Teras Sudut Ruangan Museum II
Dalam teras sudut Museum II ini dilestarikan pula perlengkapan dan peralatan
yang digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam memimpin Gerilya
(Wiralelana) antara lain berupa :
a. Tandu yang digunakan Panglima Besar Jenderal Soedirman di Desa Sidorejo,
Ponjong, Gunung Kidul.
b. Sepasang Selop, sumbangan Ibu Soedirman.
c. Dokar, digunakan Panglima Besar Jenderal Soedirman dari Semanu menuju
Wonosari, persiapan masuk kota.
d. Amben, Meja, Kursi dan seperangkat peralatan untuk menjamu Panglima Besar
Jenderal Soedirman, Gunung Kidul peralatan ini sumbangan Ibu Mangun
Hardjo pada tanggal 29 Juni1 989.
15. Vitrin Tengah 2
Dilestarikan 4 pucuk senjata api, jenis senjata pinggang yang digunakan selama
Perang Kemerdekaan terutama dalam perang gerilya. Senjata ini sumbangan dari
Kodam IV Diponegoro pada tanggal 29 Juni 1989, terdiri dari : Sepucuk Pistol
Mitraliur Sten RI, buatan Pabrik Senjata Demak Ijo Yogyakarta tahun 1945,
sepucuk Pistol Mitraulir Thomson buatan Swedia tahun 1945 dan sepucuk Pistol
Mitraulir Sten MK II, buatan Inggris tahun 1945.
16. Panil Dinding 7
Disajikan sebuah lukisan potret diri Panglima Besar Jenderal Soedirman sewaktu
wiralelana dan satu bingkai dokumen foto Panglima Besar Jenderal Soedirman
ditandu sewaktu memimpin Perang Gerilya.
17. Vitrin Sudut 2
Dilestarikan benda koleksi yang dipakai selama Perang Kemerdekaan oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII serta dua bingkai
dokumen foto, terdiri dari :
a. Kursi makan yang dipakai Sri Sultan Hamengku Buwono IX sewaktu meninjau
markas gerilyawan di warung makan “PUAS”.
b. Baju kerja milik Sri Paduka Paku Alam VIII yang dipakai dalam pengawasan
penarikan mundur Tentara Belanda dari Kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni
1949.
c. Dua bingkai foto Sri Sultan Hamengku Buwono IX sewaktu meninjau markas
gerilyawan di warung “PUAS” dan pertemuan antara Sri Paduka Paku Alam
VIII dengan Kolonel Djatikusumo serta Letnan Kolonel Soeharto setelah Yogya
Kembali.
18. Panil Dinding 8
Disajikan 6 bingkai dokumen foto peristiwa sekitar penarikan mundur Tentara
belanda dari Ibukota Yogyakarta yang terdiri dari :
a. Letnan Kolonel Soeharto dan Letnan Wiyogo Atmodarminto lapor kepada Sri
Paduka Paku Alam VIII, bahwa penarikan mundur pasukan Belanda di Yogya
Utara telah selesai dilaksanakan.
b. Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjemput SWK 102 dibawah pimpinan
Mayor Sardjono untuk masuk kota Yogyakarta, 29 Juni 1949.
c. Sri Paduka Paku Alam VIII, Kolonel Djatikusumo dan Letnan Kolonel Soeharto
bersama pasukan TNI setelah masuk kota tanggal 29 Juni 1949 melaksanakan
Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih di halaman RS. Bethesda.
d. Presiden, Wakil Presiden dan beberapa menteri kembali ke Ibukota Yogyakarta,
tanggal 6 Juli 1949 nampak Presiden Soekarno setibanya di Lapangan Terbang
Adisucipto segera menyerahkan Bendera Merah Putih yang selalu dibawa dalam
pengasingannya.
e. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Menteri Koordinator Keamanan
berkenan menjemput Presiden Soekarno beserta rombongan di lapangan terbang
Adisucipto.
f. Sri Sultan Hamengku Buwono IX beserta Arnold C Brahman, wartawan United
Press berada di garis demakrasi Prambanan.
19. Panil Dinding 9
Disajikan 6 (enam) bingkai dokumen foto peristiwa kembalinya para pemimpin
Republik Indonesia terdiri dari :
a. Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan Mobil
terbuka dari Lapangan terbang Adisucipto menuju Istana Kepresidenan
Yogyakarta, 6 Juli 1949.
b. Rakyat sepanjang jalan menyambut kembalinya Presiden Soekarno.
c. Perjalanan Panglima Besar Jenderal Soedirman dari medan gerilya.
d. Parade Militer TNI di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta pada tangal 10 Juli
1949 menyambut kedatangan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
e. Panglima Besar Jenderal Soedirman berkenan memeriksa Pasukan TNI.
f. Panglima Besar Jenderal Soedirman didampingi Letnan Kolonel Soeharto dan
Kapten Supardjo Rustam menghadap Presiden dan Wakil Presiden di Istana
Kepresidenan, tanggal 10 Juli 1949.
20. Vitrin Sudut 3
Dalam vitrin ini dilestarikan benda koleksi dan dokumen arsip Sri Sultan Hamengku
Buwono IX yang terdiri dari :
a. Sebuah kursi kerja ukir di Kepatihan, Yogyakarta yang semasa Perang
Kemerdekaan dipakai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
b. Potret diri Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
c. Dokumen arsip dari Presiden Soekarno untuk Menteri Negara Koordinator
Keamanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diberi kekuasaan untuk mengatur
pengembalian kekuasaan atas Daerah Istimewa Yogyakarta dari tangan Belanda,
yang dikeluarkan di Manumbing pada tanggal 1 Mei 1949.
d. Arsip penetapan Presiden Nomer : 3 tahun 1949 yang dikeluarkan di
Manumbing pada tanggal 30 Juni 1949 tentang pencabutan kembali kekuasaan
penuh yang diserahkan kepada Menteri Negara Koordinator Keamanan Sri
Sultan Hamengku Buwono IX.
21. Panjil Dinding 10
Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa setelah kembalinya kekuasaan penuh
atas Ibukota Yogyakarta dari pendudukan Tentara Belanda, terdiri dari :
a. Suasana pembukaan Konfrensi Meja Bundar di Rider Zaal, Den Haag pada
tanggl 23 Agustus 1949.
b. Sidang Dewan Pemilihan Presiden Nasional yang dipimpin oleh Mr. Moch.
Roem pada tanggal 16 Desember 1949.
c. Suasana Pelantikan Presiden RIS, tanggal 17 Desember 1949.
d. Penandatanganan Naskah Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 1949.
22. Peta Timbul Wilayah Republik Indonesia Serikat
Sebagai Visualisasi Wilayah Republik Indonesia Serikat setelah Pengakuan
Kedaulatan Republik Indonesia dari Belanda.
23. Panil Dinding 11
Disajikan lima buah bingkai dokumen foto pelantikan Presiden Republik Indonesia
Serikat bertempat di Sitihinggil, Keraton Yogyakarta pada tanggal 17 Desember
1949 terdiri dari :
a. Suasana Pelantikan Presiden RIS.
b. Upacara Pelantikan Presiden RIS.
c. Presiden Soekarno, selaku Presiden RIS beserta tamu undangan meninggalkan
bangsal Sitihinggil.
d. Presiden Soekarno menuju mimbar kehormatan.
e. Defille Angkatan Perang Republik Indonesia menyambut pelantikan Presiden
RIS.
24. Panil Dinding 12
Disajikan sebuah potret diri Presiden Soekarno sewaktu dilantik sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat.
25. Panil Tegak 2
Disajikan sebuah foto dokumen sewaktu Presiden Soekarno ziarah di Taman
Makam Pahlawan Kusuma Negara pada tanggal 28 Desember 1949 (setelah
Pelantikan Presiden Republik Indonesia Serikat).
26. Panil Tegak 3
Disajikan dua bingkai dokumen foto yang terdiri dari :
a. Presiden Soekarno dengan Pesawat Garuda Indonesia Airways siap
meninggalkan Yogyakarta untuk segera kembali ke Jakarta memangku jabatan
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat pada tanggal 28 Desember 1949.
b. Kesan dan Pesan Presiden Soekarno terhadap Yogyakarta sebelum kembali ke
Jakarta “Djokjakarta menjadi termasyur oleh karena djiwa kemerdekaannya,
hiduplah terus jiwa Kemerdekaan itu”.
27. Panil Dinding 13
Disajikan lima bingkai dokumen foto wafatnya Panglima Besar Jenderal Soedirman
di Badakan, Magelang pada tanggal 29 Januari 1959 terdiri dari :
a. Letnan Kolonel A. Yani memberikan penghormatan terakhir kepada Almarhum
Panglima Besar Jenderal Soedirman di rumah duka.
b. Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberikan
penghormatan terakhir kepada Almarhum Panglima Besar Jenderal Soedriman.
c. Jenasah Almarhum Panglima Besar Jenderal Soedirman di Sholatkan di Masjid
Agung Keraton, Yogyakarta.
d. Upacara pemberangkatan Jenasah Almarhum Panglima Besar Jenderal
Soedirman dengan Inspektur Upacara Mayor Jenderal Suhardjo.
e. Ibu Alfiah Soedirman bersama pada takziah.
28. Panil Tegak 4
Disajikan sebuah bingkai para takziah dalam upacara pemakamam Almarhum
Panglima Besar Jenderal Soedriman, nampak Perdana Menteri A. Halim, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Jenderal Mayor Molinger dari Pemerintahan Belanda.
C. RUANG MUSEUM III (TIGA)
Merupakan ruang pamer tetap Thema “Seputar Pelaksanaan Serangan Umum 1
Maret 1949” hal ini merupakan puncak dari perang gerilya rakyat semesta dalam
menghadapi Agresi Militer Belanda.
Adapun wujud dari materi pameran yang disajikan adalah berupa foto-foto para
tokoh pelaku Serangan Umum 1 Maret 1949, benda-benda bersejarah, replika-replika,
maupun evokatif yang merupakan bukti sejarah perjuangan masyarakat Yogyakarta
khususnya dan bangsa Indonesia umumnya semasa Revolusi Phisik yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Evokatif Dapur Umum
Agresi Militer Belanda Kedua pada tanggal 19 Desember 1948, Lapangan
terbang Maguwo dan Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta diduduki, bahkan
para pemimpin negara berhasil diasingkan. Sementara nampak Republik nampak
tak berdaya, tetapi dengan Perintah kilat Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk
menghadapi Belanda dilaksanakan “Perang Rakyat Semesta” sehingga TNI, para
gerilyawan, Para pejuang, dalam mempertahankan Kemerdekaan menyatu dengan
seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dalam arti rakyat ikut bertanggung jawab
juga. Keperluan akomodasi, tempat, bahan makanan, bahkan tugas penghubung
(Caraka) tidak jarang rkyat berperan serta. Untuk keperluan konsumsi didirikan
“Dapur Umum” di Daerah Gerilya. Evokatif ini memberikan gambaran suasana
kegiatan “Dapur Umum” di Daerah gerilya Kecamatan Karangmojo, Kabupaten
Gunung Kidul semasa Agresi Militer Belanda Kedua. Dimana perlengkapannya
dilestarikan dalam Evokatif Dapur Umum ini.
2. Evokatif Palang Merang Indonesia
Dalam usaha mempertahankan Kemerdekaan Indonesia banyak terjadi
pertempuran-pertempuran yang menelan korban jiwa. Melihat koraban pertempuran
yang semakin besar, maka di Daerah Sub Wehrkreis 103 A. Selman Barat tepatnya
di rumah Bapak Sastro Admojo, Dusun Plembon, Desa Sendangsari, Kecamatan
Minggir, Kabupaten Selman selama Clash kedua didirikan Pos Palang Merah
Indonesia. Dibawah pimpinan dr. Amino yang dibantu dengan beberapa tenaga
medis lainnya membuka pelayanan kesehatan masyarakat khususnya bagi
gerilyawan dan prajurit TNI korban perang yang memerlukan perawatan untuk
dievakuasikan ke MBKD Pos X-2 Desa Boro, Kulon Progo.
Dalam Evokatif ini dilestarikan seperangkat alat kesehatan milik kesatuan
Wehrkreis III yang diserahkan oleh Kapten Sugiyo pada tanggal 23 Oktober 1993;
kursi evakuasi milik Bapak Sastro Admojo; serta beberapa peralatan rumah tangga
lainnya disumbangkan pada tanggal 12 Nopember 1994.
3. Peta Timbul Route Konsolidasi Komandan WK III
Sore hari tanggal 19 Desember 1948 Komandan Brigade X Letnan Kolonel
Soeharto beserta beberapa perwira stafnya memindahkan markas Komando ke
Ngotho, Bantul. Dari tempat ini Letnan Kolonel Soeharto dengan beberapa stafnya
melakukan perjalanan untuk mengkonsolidasikan pasukan dan membentuk sektor-
sektor pertahanan di sekitar Yogyakarta, perjalanan dimulai pada tanggal 20
Desember 1948 ke arah barat dengan rute Godean-Cebongan-Rejodani-
Cangkringan-Manisrenggo-Prambanan-Pereng-Piyungan-kembali ke Ngotho.
Setelah memakan waktu lima hari, tangal 26 Desember 1948 Letnan Kolonel
Soeharto di Markas pertahanan Ngotho memberikan breifing kepada para perwira
stafnya Mayor Rekosiswo, Letnan Sudibyo dan Letnan Soegiyono. Dalam
pertempuran ini disusun rencana untuk menyerang kedudukan Belanda dalam Kota
Yogyakarta, Serangan Pertama dilancarkan pada tanggal 29 Desember 1948.
Dilengkapi dengan sebuah lukisan situasi “Serangan Umum 1 Maret 1949” dengan
lokasi sekitar Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. Lukisan ini merupakan
sumbangan Dewan Harian Nasional Angkatan ’45 Jakarta pada tanggal 12 April
1992.
4. Peta Timbul Pembagian Wilayah Wehrkreis III
Komandan Wehrkreis III Letnan Kolonel Soeharto dengan tujuan lebih
meningkatkan komunikasi dengan pasukannya maka pada tanggal 6 Januari 1949 di
markas Komando Desa Segoroyoso mengadakan perubahan Wilayah Wehrkreis III
yang semula 6 Sub Wehrkreis menjadi 7 Sub Wehrkreis dengan rincian sebagai
berikut :
a. SWK 101, Kota Yogyakarta dengan Komandan Letnan Marsoedi
b. SWK 102, Bantul dengan Komandan Mayor Sardjono
c. SWK 103, Gamping dengan Komandan Letnan Kolonel Suhud
d. SWK 103 A, Godean dengan Komandan Mayor HN Ventje Sumual
e. SWK 104, Sleman dengan Komandan Mayor Sukasno
f. SWK 105, Yogya Timur termasuk Gunung Kidul dengan Komandan Mayor J.
Soedjono
g. SWK 106, Kulon Progo dengan Komandan Letnan Kolonel Sudarto
5. Alat Cetak Proef
Milik percetakan Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, sewaktu Agresi Militer
Belanda II tanggal 19 Desember berhasil diungsikan ke luar kota oleh Drono
Hardjosuwongso, selanjutnya dipakai oleh organisai Pemuda yang dipimpin oleh
Komanda Kie Widodo dan Sub Wehrkreis 101 dibantu saudara Drono
Hardjosuwongso, untuk mencetak pamflet-pamflet yang mendukung perjuangan
dan disebarkan keluar kota Yogyakarta.
6. Unit Caraka
Unit Caraka terdiri dari Replika Caraka, tas kebo dan sepeda merk simplex
milik Ibu Roeswo tokoh dapur umum di Yogyakarta, yang selanjutnya digunakan
oleh Komandan SWK 101 Letnan Marsudi dalam penyamaran tugas untuk
melancarkan hubungan antar sektor dalam kota dari Sri Sultan Hamengku Buwono
IX kepada Panglima Besar Jenderal Soedirman maupun Komandan WK III Letkol
Soeharto. Surat penting tersebut biasanya diselipkan di bawah sadel, didalam setang
atau diantara tas kebo yang dijahit lagi.
7. Seperangkat Meja Kursi Tamu
Seperangkat Meja kursi Tamu milik Bapak Djojo Pawiro, mantan bekel
Sendangsari yang digunakan Komandan SWK 103 A Mayor Ventje Sumual selama
Clash kedua di Markas gerilya Desa Sendangsari, Minggir Sleman, koleksi tersebut
disumbangkan pada tanggal 17 Agustus 1994.
8. Peta Timbul Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret dilancarkan pada waktu siang hari mulai jam 06.00
s.d jam 12.00. berdasarkan saran/usulan Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku
Menteri Koordinator Keamanan yang mendapat persetujuan Panglima Besar
Jenderal Soedirman, pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada Letnan
Kolonel Soeharto, selaku penanggung jawab keamanan daerah Wehrkreis III
dengan sasaran lokasi konsentrasi musuh, antara lain : Benteng Vredeburg; Kantor
Pos; Istana Kepresidenan; Hotel Garuda; Stasiun Kereta Api; Bekas Markas Besar
Tentara; Komplek Kotabaru dan lain-lainnya. Dalam pelaksanaan Serangan Umum
1 Maret 1949 Komandon Wehrkreis II dibantu Komandan Sub Wehrkreis 101,
Letnan Marsudi, untuk menyusupkan pasukan masuk kota. Untuk lebih
memudahkan gerak pasukan dalam kota yang dikoordinasikan dengan seluruh
pasukan gerilya SWK 102 sampai dengan SWK 106, maka Komandan SWK 101
Letnan Marsudi membagi pertahanan kota Yogyakarta menjadi 6 sektor pertahanan,
sebagai berikut :
a. Sektor I meliputi daerah Keraton sebelah barat hingga jalan Ngabean dengan
Komandan Letnan Wuston.
b. Sektor II meliputi daerah Keraton sebelah Timur hingga jalan Secodiningratan
dengan Komandan Sudomo.
c. Sektor III meliputi dari Jalan Ngabean ke Utara, jalan Malioboro ke Barat dan
rel Kereta Api ke Selatan dengan Komandan Mokhtar.
d. Sektor IV meliputi dari jalan Secodiningratan, Pakualaman ke Utara, Jalan
Malioboro ke Timur dan Rel Kereta Api ke Selatan dengan Komandan Rakido.
e. Sektor V meliputi daerah rel kereta api ke Utara dan Tugu ke Timur dengan
Komandan Supriyo.
f. Sektor VI meliputi daerah rel Kereta Api ke Utara dan Jalan Tugu ke Barat
dengan Komandan Sudarno.
9. Potret Diri Para Komandan Wehrkreis III
Pada dinding Museum atau tepatnya di atas Peta Timbul Serangan Umum 1
Maret 1949 diabadikan Potret Diri Komandan Wehrkreis dan Para Komandan Sub
Wehrkreis diantaranya :
a. Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Wehrkreis III
b. Letnan Marsudi, Komandan Sub Wehrkreis 101
c. Mayor Sardjono Komandan Sub Wehrkreis 102
d. Letnan Kolonel Suhud, Komandan Sub Wehrkreis 103
e. Mayor HN Ventje Sumual Komandan Sub Wehrkreis 103 A
f. Mayor Sukasno, Komandan Sub Wehrkreis 104
g. Mayor Sudjono, Komandan sub Wehrkreis 105
h. Letnan Kolonel Sudarto, Komandan Sub Wehrkreis 108
10. Seperangkat Meja Kursi
Seperangkat meja kursi, dilengkapi dengan sentir (lampu penerangan) milik
Bapak R. Sukapsir yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar para siswa
Kepolisian Negara Republik Indonesia selama Clash Kedua tanggal 28 April s/d
Juni 1949. Asrama Siswa Kepolisian di rumah Bapak R. Sukapsir di Dusun
Nanggulan, Desa Sendang Agung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman.
11. Vitirin Sudut
Dalam vitrin sudut ini dilestarikan koleksi yang mendukung perjuangan
bangsa Indonesia khsusnya dalam melaksanakan Serangan Umum 1 Maret 1949 di
Yogyakarta antara lain :
a. Sepucuk senjata Owen Gun semacam yang dipergunakan oleh Komandan WK
III Letnan Kolonel Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di
Yogyakarta.
b. Baret milik Komandan SWK 101. Letnan Marsudi yang dipakai sewaktu
melaksanakan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
c. Sebilah Samurai dan Danso milik Soepanoto anggota Brigade XVII Tentara
Pelajar yang digunakan selama Perang Kemerdekaan di Yogyakarta.
d. Topi Baja tembus Peluru yang dipakai Soepanoto dalam pertempuran di
Rejodani tanggal 29 Mei 1949 yang menyebabkan gugurnya pejuang Soepanoto.
e. Potret diri pejuang Soepanoto anggota Brigade XVII/Tentara Pelajar yang gugur
melawan tentara Belanda pada tanggal 29 Mei 1949 di Palagan Rejodani untuk
mengenang jasanya namanya dipahatkan dalam koleksi Daftar Nama Pahlawan
Nomer 416.
f. Potret diri Pejuang Harsono anggota Brigade XVII/Tentara Pelajar yang gugur
melawan Belanda pada tanggal 29 Mei 1949 di Palagan Rejodani untuk
mengenang jasanya namanya dipahatkan dalam koleksi Daftar Nama Pahlawan
Nomer 418.
12. Dinding Ruang Museum Sebelah Utara
Dilestarikan beberapa lembar dokumen arsip Surat Perintah Harian
Komandan Wehrkreis III, antara lain Surat Perintah kepada Kepala Persenjataan
WK III/Brigade 10/III untuk dipersiapkan dan penempatan bahan peledak yang
dikeluarkan pada tanggal 26 Juli 1949.
Di dinding dilestarikan 5 buah pamflet perjuangan yang dikeluarkan oleh
jawatan Penerangan Kabupaten Kulon Progo dan Kapanewon Galur, Kulon Progo
pada tahun 1946 – 1948 dalam mendukung semangat perjuangan rakyat selama
perang kemerdekaan di Yogyakarta.
Dilestarikan notes Kisah Perjuangan anggota Brigade XVII/Tentara Pelajar
selama Perang Kemerdekaan di Daerah Sleman, sebagai hasil karya dari Saudara
Daenuri Nur Hamzah (Staf Pengajar IKIP Negeri Yogyakarta) sewaktu bergerilya.
Notes ini diserahkan sebagai koleksi Museum Monumen Yogya Kembali pada
tanggal 30 Mei 1993.
13. Meja Kerja Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Meja kursi ini diapakai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam
menyelesaikan tugas-tugas kenegaraan antara lain sebagai Menteri Negara
Koordinator Keamanan Dalam Negeri dalam rangka membela, menegakkan dan
mempertahankan Kemerdekaan dari tahun 1945 – 1949 di Gedung Wilis Kepatihan
Yogyakarta.
14. Meja Kerja Sri Paduka Paku Alam VIII
Meja Kerja ini dipakai Sri Paduka Paku Alam VIII dalam menyelesaikan
tugas-tugas kenegaraan dalam rangka membela, menegakkan dan mempertahankan
Kemerdekaan dari tahun 1945 – 1949 di Gedung Wilis Kepatihan Yogyakarta.
Dilengkapi pula dengan penyajian sebuah bagan Susunan Pemerintahan
Kasultanan dan Pakualaman pada masa Pendudukan Belanda, Jepang dan
Kemerdekaan.
15. Bagan Susunan Pemerintahan
Diatas koleksi meja kursi Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka
Paku Alam VIII dilestarikan satu bagan Susunan Pemerintahan Kasultanan dan
Pakualaman di Jaman Belanda, Jepang dan Kemerdekaan sebagai berikut
Pemerintah Kasultanan
SP Kanjeng Sultan
Pemerintah Kadipaten Pakualam
SP Kanjeng Gusti Paku Alam
Pepatih Dalem
(Ryksbestuurder)
Buparti Patih Kepatihan
(Sekretaris I)
Bupati Prentah
(Sekretaris II)
Kabupaten-Kabupaten
Kepanewon-Kepanewon
Kalurahan-Kalurahan
Bupati Patih
Asisten Wedono Merangkap Sekt
Kabupaten (Adikarta)
Kapanewon-Kapanewon
Kalurahan-Kalurahan
D. RUANG MUSEUM IV
Merupakan ruang pamer tetap dengan thema “YOGYA SEBAGAI IBU KOTA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA”. Peristiwa besar yang terjadi pada masa revolusi
berupa perpindahan ibukota dari Jakarta Ke Yogyakarta, memiliki sebab dan akibat
yang sangat penting bagi kelangsungan pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia otomatis memainkan peran
sentral sekaligus sebagai pengendali roda revolusi sehingga kelangsungan Negara
Republik Indonesia dapat dipertahankan. Banyak peristiwa besar terjadi di
Yogayakarta, bagaimana situasi dan kondisi Yogayakarta pada masa itu diuangkapkan
dalam penyajian di Ruang Museum IV ini berupa.
1. Patung Dada Ir. Soekarno
Ir Soekarno dikenal sebagai Proklamator dan Presiden Republik Indonesia
Pertama sejak 18 Agustus 1945 s/d 20 Februari 1967. Beliau dilahirkan pada
tanggal 06 Juni 1901 di Surabaya dan wafat di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970
dimakamkan di Blitar. Semasa perjuangan sempat beberapa kali ditangkap Belanda,
antara lain pada tahun 1930 dipenjarakan di Penjara Sukamiskin dan pembelaannya
yang terkenal dengan judul “ INDONESIA MENGGUGAT”. Di Jaman Jepang
beliau mendirikan Organisasi PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) bersama Ki Hajar
Dewantara, Kyai Haji Mas Mansyur dan Drs. Moh. Hatta, hingga dikenal dengan
sebutan 4 serangkai.
Tanggal 17 Agustus 1945 atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan
Kemerdekaan Indonesia, tepat pada pukul 10.00 di Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta.
2. Patung Dada Drs. Moh. Hatta
Drs. Mohammad Hatta dikenal sebagai Proklamator dan Wakil Presiden
pertama sejak 18 Agustus 1945 s/d tahun 1956 beliau dilahirkan di Batuampar, 12
Agustus 1902 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980. Pada tahun
1927 – 1928 oleh karena perjuangannya beliau ditangkap dan dijatuhi hukuman
penjara oleh pemerintah Belanda di Penjara di Den Haag bersama Nasir Pamuncak,
Abdul Majid dan Ali Sastroamidjoyo, di Jaman Jepang bersama Ir. Soekarno, Ki
Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mas Mansyur mendirikan Organisasi PUTERA,
hingga dikenal dengan sebutan 4 serangkai. Tanggal 17 Agustus 1945 mendampingi
Ir. Soekarno memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia bertempat di Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta.
3. Teks Proklamasi
Teks Proklamasi Bangsa Indonesia yang otentik setelah selesai dikonsep oleh
Ir. Soekarno dan diadakan beberapa kata perubahan, selanjutnya diketik oleh Sayuti
dan ditandatangani oleh Soekarno – Hatta atas nama Bangsa Indonesia.
4. Foto Dokumen kegiatan Presiden dan Wakil Presiden di Yogyakarta pada
dinding Ruang Museum IV bagian Timur ini disajikan 6 foto dokumen terdiri
dari :
a. Ir. Soekarno, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII
dalam pembukaan konggres Pemuda I di Balai Mataram Yogyakarta pada
tanggal 10 Nopember 1945.
b. Istana Kepresidenan Yogyakarta, gedung ini dijadikan tempat tinggal resmi
Presiden Soekarno sekaligus kantor untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan
sewaktu Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta tahun 1946 – 1949.
c. Ibu Fatmawati memberikan sambutan dalam Konfrensi Wanita pada bulan
Agustus 1946, di Istana Kepresidenan Yogyakarta.
d. Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati, Wakil Presiden Moh. Hatta beserta Ibu
Rahmi, sewaktu menghadiri Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 40
tanggal 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan Yogyakarta.
e. Wakikl Presiden Moh. Hatta menerima Tamu Delegasi Belanda yang dipimpin
Mr. Can Royen pada bulan Juli 1949 di rumah dinas Jalan Reksobayan.
f. Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati, Wakil Presiden Moh. Hatta dan Ibu Rahmi
dalam pembukaan Konfrensi Ekonomi di Istana Kepresidenan Yogyakarta
tanggal 2 Desember 1949.
5. Tempat tidur Presiden Soekarno
Seperangkat tempat tidur yang dipakai Presiden Soekarno, berisitirahat
beberapa hari waktu beliau baru saja di Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946.
Dan Gedung Agung baru dipersiapkan sebagai Istana Negara sekaligus tempat
kediaman Presiden dan Pusat Pemerintahan Republik Indonesia.
6. Foto Dokumen kegiatan Presiden bersama keluarga dan Wakil Presiden di
Ibukota Yogyakarta, pada dinding Ruang Museum IV bagian Utara ini
disajikan 6 bingkai foto dokumen terdiri dari :
a. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta tiba di Stasiun Tugu
Yogyakarta, pada 4 Januari 1946.
b. Rumah Dinas Jalan Reksobayan adalah tempat tinggal resmi Wakil Presiden
Moh. Hatta sekaligus kantor beliau dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraan
sewaktu ibukota Negara Republik Indonesia di Yogyakarta.
c. Potret diri Presiden Soekarno
d. Potret diri Wakil Presiden Moh. Hatta
e. Agresi Militer Belanda Kedua telah berakhir, Presiden Soekarno kembali
berkumpul bersama Ibu Fatmawati, Guntur dan Megawati, 6 Juli 1949.
f. Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta bersama Ibu Rahmi pada tanggal 06 Juni 1949
di Istana Kepresidenan Yogyakarta.
7. Patung Dada Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara tokoh Pergerakan Nasional yang lahir tanggal 2 Mei 1889
di Yogyakarta dengan nama RM. Soewardi Suryaningrat. Perjuangannya dimulai
sejak tahun 1912 dengan mendirikan Partai Politik “INDISCHE PARTY” bersama
dengan Douwes Deker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo, terkenal dengan 3 serangkai.
Pada tanggal 3 Juli 1922 mendirikan Perguruan Tamansiswa, diJaman Jepang pada
tanggal 8 Maret 1943 bersama Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Kyai Haji Mas
Mansyur mendirikan Organisasi PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), terkenal dengan
sebutan 4 serangkai. Pada tangal 17 Agustus 1945 Ki Hadjar Dewantara memimpin
pawai sepeda murid-murid Tamansiswa keliling kota Yogyakarta untuk
menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan. Beliau wafat pada tanggal 26 April
1959.
8. Patung Dada Kyai Haji Mas Mansyur
Patung dada Kyai Mas Mansyur, tokoh Pergerakan Nasional yang lahir pada
tanggal 25 Juni 1986 di Surabaya, beliau ahli dalam ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid dan
Falsafah, perjuangannya dimulai pada tahun 1937 sebagai ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah di Jawa Timur. Di Jaman Jepang pada tanggal 8 Maret 1943
mendirikan Organisai Politik PUTERA bersama Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
Ki Hajar Dewantara. Beliau wafat pada tahun 1946 dan mendapat gelar Pahlawan
Kemerdekaan Nasional.
9. Peta Timbul Wilayah RIS
Setelah Konfrensi Meja Bundar (KMB) berlangsung pada tanggal 29 Oktober
1949 dilakukan penandatanganan persrtujuan konstitusi RIS di Kota Scheveningen,
Nederland, selanjutnya pada tanggal 2 Nopember 1949 dilangsungkan upacara
penutupan KMB di Den Haag, maka Wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS)
divisualisasikan sebagaimana terdapat dalam peta timbul ini.
10. Meja dan Kursi Tamu Wakil Presiden Moh. Hatta
Seperangkat Meja dan Kursi Tamu ini dipakai oleh Wakil Presiden Moh.
Hatta selaku Wakil Presiden untuk meenemui tamu-tamu beliau dan tamu
kenegaraaan di rumah dinas, jalan Reksobayan, Yogyakarta selama Ibukota
Republik Indonesia berkedudukan di Yogyakarta tahun 1946 – 1949.
11. Potret diri tokoh pimpinan Republik Indonesia sebagai latar belakang
penyajian Meja, Kursi tamu Wakil Presiden disajikan potret diri para tokoh
pemimpin Republik Indonesia, antara lain :
a. Panglima Besar Jenderal Soedirman, perintis dan pendiri TNI serta pemimpin
perang gerilya.
b. Letnan Jenderal Oerip Soemahardjo, Perintis dan pendiri TNI serta tokoh
pendiri Sekolah Militer Akademi Yogyakarta yang sekarang menjadi Akademi
Militer di Magelang.
c. Mayor Jenderal Gatot Subroto, Panglima Divisi II Sunan Gunung Jati,
merangkap Gubernur Militer Daerah Militer Isitimewa II pada tahun 1947 –
1949, dan tahun 1949 menjadi Panglima Divisi III Diponegoro.
d. Komisaris Besar Polisi R. Soekanto, Kepala Kepolisian Republik Indonesia
tahun 1945 – 1949 dan sebagai perintis Sekolah Tinggi Kepolisian Mertoyudan,
Magelang
e. Komodor Udara S. Suryadarma Kepala Staf Angkatan Udara Republik
Indonesia yang pertama tahun 1946 – 1948 dan perintis penerbangan dan
navigasi Republik Indonesia, juga sebagai salah satu delegasi Republik
Indonesia dalam Konfrensi Meja Bundar di Den Haag. Beliau dilahirkan di
Banyuwangi 6 Desember 1912 dan wafat di Jakarta pada tanggal 16 Agustus
1975.
f. Laksamana Muda M. Nazir, perintis Angkatan Laut Republik Indonesia dan
Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia Pertama tahun 1946 – 1949
beliau dilahirkan di Maninjau Sumatera Barat pada tanggal 10 Juli 1910 dan
wafat di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1982.
g. Mr. Mohammad Roem, Politikus dan Perintis Kemerdekaan serta Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia tahun 1947 – 1949 , lahir di Bukit Tinggi 8 Oktober
1884 dan Wafat di Jakarta pada tanggal 4 Nopember 1954.
h. Haji Agus Salim, Politikus dan Pejuang Kemerdekaan Perdana Menteri
Republik Indonesia tahun 1945 – 1947 juga sebagai Delegasi Republik
Indonesua Dalam Sidang Dewan Keamanan PBB. Beliau lahir di Bukit Tinggi
pada tanggal 5 Maret 1909 dan wafat di Swiss pada tanggal 9 April 1966.
12. Kursi Kerja Komite Nasional Indonesia Daerah
Disajikan dua buah kursi kerja yang pernah dipakai untuk rapat atau sidang
KNID. Semula KNID berkantor di jalan K.H.A Dahlan menempati bekas kantor
Hokokai, setelah Gedung Cokan kantai (Gedung Agung) berhasil direbut dari
tangan Jepang tanggal 21 September 1945, maka KNID berkantor disini. Namun
sehubungan Kota Yogyakarta sejak tanggal 4 Januari 1946 sebagai Ibukota dan
Gedung Agung menjadi pusat pemerintahan, maka KNID pindah ke jalan
Malioboro menempati gedung DPRD sekarang ini.
13. Foto Dokumen kegiatan KNID dan KNIP di bagian dinding selatan Museum
ini disajikan beberapa dokumen foto kegiatan Komite Nasional Indonesia
Pusat dalam mendukung mempertahankan, membela dan menagakkan
kemerdekaan antara lain sebagai berikut :
a. Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat, Mr Assat.
b. Ketu Komite Nasional Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Mohammad
Saleh Werdisastro.
c. Suasana sidang KNIP pertama di Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta pada
tangal 24 Agustus 1945.
d. Mr. Asaat sewaktu memimpin sidang KNIP ketiga di Surakarta pada tanggal 28
Pebruari 1946.
e. Suasana sidang KNIP di Surakarta
f. Presiden Soekarno membuka sidang KNIP di Keraton Yogyakarta pada tanggal
7 Desember 1949.
g. Suasana sidang KNIP di keraton Yogyakarta.
BAB V
KOLEKSI RELIEF DAN DIORAMA
Koleksi Monumen Yogya Kembali pada lantai II diwujudkan dalam bentuk relief dan
diorama, untuk mengenang sejarah pada masa 1945- 1949. Episode ini mengambarkan
perjuangan melalui Meja Perundingan dan Thematis Phisik.
A. Koleksi Relief
Relief Monumen Yogya Kembali menggunakan cor berwarna batu alam (Andesit)
dengan teknik pahatan candi “Bas Relief”, di dinding lapik pagar langkan lantai II
empat sisi yang melingkari tubuh monumen berukuran 1,6 x 4 x 80 m dengan adegan
sebanyak 40 episode dan masing-masing tinggi 30 Cm. Dengan bingkai 20 Cm sebelah
kanan bawah dan 10 Cm sebelah kanan atas.
Episode perjuangan phisik dan diplomasi dimulai sejak tanggal 17 Agustus 1945
hingga 28 Desember 1949 dimana Presiden Soekarno berangkat ke Jakarta
meninggalkan kota Yogyakarta Ibukota Revolusi. Relief yang berjumlah 40 buah dapat
diamati secara paradaksina (Arah jarum jam) yang diuraikan sebagai berikut :
1. Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Tahun 1942 RI dikuasai Jepang, setelah Hirosima dan Nagasaki di bom
sekutu Jepang Menyerah tanggal 14 Agustus 1945, sehingga di Indonesia facum
kekuasaan, keadaan ini dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh Nasional untuk
memproklamirkan kemerdekaan yang dikumandangkan pukul 10.00 tanggal 17.00
Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
2. Gema Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta 05 September 1945
Proklamasi Kemerdekaan disambut positif oleh seluruh Pelosok tanah ari,
begitu pula Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII, pada tanggal
5 September 1945 menyatakan kerajaannya termasuk wilayah Republik Indonesia.
3. Pertempuran Kota Baru, 07 Oktober 1945 di Butai Kotabaru, Yogyakarta
Seperti di tempat lain, di Yogyakartapun pemuda berusaha merebut senjata
dari pihak Jepang. Setelah pada tanggal 07 Oktober 1945, Satuan BKR, Polisi
Istimewa dan massa pemuda bekas PETA, bekas KNIL, bekas HEIHO,
Pelajar/Mahasiswa menyerang Markas Jepang (Butai) di Kotabaru.
Kesatuan BKR dipimpin oleh Suharto, Bardosono, Oemar Slamet, Soenjoyo,
Polisi Istimewa dipimpin oleh Inspektur Polisi Oni Sastroatmojo, Pasukan Jepang
dan senjata-senjata yang ada di markas dikuasai oleh pihak Indonesia pada jam
10.00 dan telah dirampas kurang lebih senjata yang dimiliki oleh 4 Batalyon, gugur
21 Pahlawan, luka luka 22 pejuang, Jepang meninggal 27 orang.
4. Konggres Pemuda di Balai Mataram Yogyakarta, 10 November 1945.
Tanggal 10 November 1945 di Balai Mataram Senisono berlangsung
Konggres Pemuda yang dihadiri wakil organisai perjuangan. Konggres ini juga
dihadiri oleh pejabat pemerintahan : Ir. Soekarno, Sri Sultan Hamengku Buwono
IX, Paduka Paku Alam VIII. Sewaktu konggres ini berlangsung di Surabaya terjadi
pertempuran melawan sekutu, sehingga wakil-wakil Surabaya terpaksa
meninggalkan konggres.
5. Pemilihan Panglima Besar TKR di Yogyakarta, 12 November 1945.
Pada tanggal 5 Oktober 1945, membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Akan tetapi segala sesuatunya masih jauh dari sempurna, Supriyadi yang diangkat
sebagai pimpinan TKR tidak pernah muncul. Untuk mengadakan konsolidasi
tanggal 12 November 1945 bertempat di Markas Besar Tentara Jalan
Gondokusuman (sekarang Jalan Jenderal Soedirman 47), dilangsungkan Konfrensi
TKR yang dihadiri oleh utusan-utusan dari berbagai daerah. Dalam konferensi ini
Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V, terpilih sebagai Panglima Besar Tentara
Keamanan Rakyat dan Bapak Oerip Soemohardjo sebagai kepala Staf.
6. Serangan Udara Sekutu, 27 November 1945
Dalam masa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan, Radio Republik
Indonesia memegang peranan penting. RRI Yogyakarta berulang kali menyiarkan
berita kecurangan sekutu, antara lain mengikutsertakan Belanda dan
mempersenjatai orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari tahanan. Karena
siaran itu dianggap merugikan, tanggal 25 dan 27 November 1945 pesawat sekutu
(Royal Air Force) mengebom gedung RRI Yogyakarta (Gedung Nillmij; (sekarang
gedung BNI 46) tetapi Sonobudoyo, gedung sositeit ikut jadi sasaran.
7. Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia, 4 Januari 1946.
Kedatangan Pasukan Belanda yang membonceng Pasukan Sekutu membuat
keamanan Jakarta menjadi terganggu, terbukti dengan gagalnya penembakan
Perdana Menteri Syahrir. Berdasarkan pertimbangan Presiden dan Wakil Presiden
dipindahkan ke Yogyakarta, tanggal 4 Januari 1946. di Yogyakarta diterima oleh Sri
Sutan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII serta tokoh-tokoh masyarakat
di Gedung Agung. Dan selanjutnya Yogyakarta dijadikan Ibukota RI.
8. Berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada di Yogyakarta, 3 Maret
1946.
Sekalipun masih menghadapi ancaman bersenjata dari pihak asing maupun
dalam negeri, Pemerintah tetap berusaha meningkatkan kecerdasan bangsa. Dengan
mengikutsertakan cendekiawan, tanggal 3 Maret 1946 didirikan Perguruan Tinggi
Kebangsaan Gadjah Mada. Dengan fasilitas yang terbatas dan bertempat di
Pagelaran Keraton Yogyakarta. Dan Perguruan ini sekarang menjadi Universitas
Gadjah Mada.
9. Pengawalan, Pengangkutan tawanan Jepang di Yogya, 28 April 1946
Republik Indonesia walaupun masih muda dipercaya melaksanakan tugas
internasional mengangkut tawanan Jepang dari Yogyakarta ke Jakarta dan
kemudian di pulangkan ke negara masing-masing. Pengangkutan ini dilaksanakan
oleh TRI oleh Kompi Widodo.
10. Peringtatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama di Yogyakarta,
17 Agustus 1946.
Peringatan ulang tahun RI ke 1 dilaksanakan di halaman Gedung Agung.
Dengan acara pengibaran bendera pusaka merah putih. Upacara ini diikuti APRI,
Polisi, Laskar-laskar dan massa rakyat.
11. HUT Pertama Angkatan Perang RI, 5 Oktober 1956.
HUT Angkatan Perang pertama RI dilaksanakan tanggal 5 Oktober 1946.
dalam kesempatan ini Presiden Soekarno menyerahkan panji-panji kepada para
Panglima Divisi TRI sebanyak 7 untuk Jawa dan 1 untuk Polisi Tentara.
12. Peringatan 6 bulan berdirinya Militer Akademi, 6 Oktober 1946.
Angkatan Perang RI anggotanya terdiri dari para laskar-laskar, banyak yang
sudah mendapat pendidikan militer pada Jaman Jepang maupun Hindia Belanda,
tapi ada pula yang belum pernah mengenyam pendidikan militer. Atas prakarsa
Kepala Staf TKR Letjend Oerip Soemohardjo pada bulan April 1946 didirikan
Akademi Militer yang terkenal dengan MA. Tanggal 6 Oktober 1946 di Gedung
Chritelijke Mulo, Kota Baru diadakan peringatan 6 bulan berdirinya Militer
Akademi.
13. Perjanjian Linggarjati, 15 November 1947.
Untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda, dengan jasa para
diplomat Inggris di Linggarjati, daerah Cirebon tanggal 10 November diadakan
perundingan. Yang hasilnya ditandatangani tanggal 15 November 1946 tapi
ratifikasinya baru dilaksanakan tanggal 25 Maret 1947.
14. Pelantikan Pucuk Pimpinan TNI, 28 Juni 1947
Sambil bertempur Angkatan Perang Indonesia berusha menyempurnakan
organisasinya, dengan menggabungkan laskar-laskar yang dimulai tahun 1946. akan
tetapi baru berhasil dengan terbentuknya TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang
merupakan gabungan TRI dan Laskar-laskar pada tanggal 3 Juni 1947. sesudah
pembentukan, pemerintah mengangkat pucuk pimpinan di Gedung Kepresidenan
Yogyakarta, 28 Juni 1947.
15. Persiapan Serangan balas Angkatan Udara, 29 Juli 1947
Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan Agresi Militer I. Beberapa kota
berhasil mereka rebut. Angakatan Perang berusaha mengadakan serangan balik,
terhadap kedudukan Belanda di kota Semarang, Ambarawa, dan Salatiga. Persiapan
yang dilakukan oleh AURI di Lapangan Terbang Adisucipto, mereka yang berperan
ialah Soetardjo, Kaput, Abdurrachman sebagai Gunner, Moeljono, Soetardjo Sigit
dan Soeharnoko Harbani sebagai Pilot.
16. Kapal selam pertama RI, Juli 1947.
Salah satu Kesulitan Angkatan Perang adalah kekurangan senjata. Usaha
membuat senjata sendiri dilakukan di berbagai tempat, Demak Ijo, Medari, Gedong
Kuning oleh berbagai kesatuan. Salah satunya usaha membuat kapal selam mini
oleh anggota ALRI dipimpin oleh D.Ginagan di Purosani. Kapal selam ini panjang
7 meter, lebar 1 meter dan berat 5 ton diucicoba di Kalibayem, Yogyakarta.
17. Notulen Kaliurang, 13 Januari 1948
21 Juli Belanda melancarkan Agresi Militer, dan mendapat kecaman dunia
internasional. Dewan Keamanan PBB membentuk KTN guna mereda peperangan.
Karena rumitnya masalah yang dihadapi KTN mengadakan perundingan dengan RI
di Kaliruang tanggal 13 Januari 1948. dalam perundingan ini Frank Graham wakil
dari Amerika Serikat dalam KTN mengucapkan “You are what you are, from the
bullets to the ballot”. Hasil perundingan ini dikenal dengan “Notulen Kaliurang”
18. Penandatangan Perjanjian Renville, 17 Januari 1948.
Perundingan Indonesia-Belanda dengan perantara KTN dimulai tanggal 8
Agustus 1947 di atas kapal perang Amerika “Renville” yang berlabuh di Teluk
Jakarta. Banyak tuntutan Belanda yang tidak dapat dipenuhi Indonesia. Setelah
Notulen Kaliurang, Indonesia banyak mengalah sehingga tanggal 17 Januari
Perjanjian Renville dapat ditandatangani. Perjanjian Renville banyak merugikan
pihak Indonesia. Nampak Perdana Menteri Amir Syarifudin menandatangani
Perjanjian Renville yang disaksikan oleh Haji Agus Salim, Dr. J. Letimena, Mr. Ali
Sastroamijoyo dan anggota delegasi lainnya.
19. Suasana Hijrah tiba di Yogyakarta, Februari 1948.
Salah satu keputusan Perjanjian Renville adalah menarik pasukan dari
kantong-kantong kekuasaan Belanda. Walaupun terjadi protes dari angkatan perang
yaitu pengunduran diri Letjend Oerip Soemahardjo, namun pemerintah tetap
melaksanakan keputusan itu. Pasukan yang paling banyak meninggalkan
wilayahnya adalah Divisi Siliwangi. Mereka diharuskan mengosongkan Jawa Barat.
Ditaksir berjumlah 35.000 orang, Panglima Besar Jenderal Soedirman menyebut
mereka sebagai pasukan hijrah, Rombongan pertama masuk di Stasiun Tugu pada
bulan Februari 1948.
20. Bantuan obat-obatan dari Mesir, 5 Maret 1948
Perjuangan Indonesia mendapat simpati dari dunia internasional terutama
negara timur tengah yang dipelopori Nehru. India pun mengirim obat-obatan untuk
Palang Merah Indonesia, begitu pula Mesir mengirimkan Bantuan obat-obatan yang
dibongkar dari pesawat Dakota di Lapangan Terbang Maguwo.
21. Pemberantasan buta huruf di Yogyakarta, April 1948
Salah satu pesan UUD 1945 adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Sekalipun masih perang, presiden Soekarno tetap bertekad melaksanakan pesan
tersebut. Bulan April 1948 di Alun-laun Utara Yogyakarta Presiden Soekarno
membuka Uapacara Pembukaan Pemberantasan buta huruf.
22. Penumpasan Pemberontakan PKI Madiun, 18-30 September 1948
Sewaktu masih menghadapi kemungkinan Agresi Militer Belanda tanggal 18
September 1948 PKI Madiun mengadakan pemberontakan dengan mendirikan
Republik Sovyet Indonesia. Rakyat disuruh memilih Soekarno-Hatta atau Muso-
Amir Syarifuddin dengan PKInya. Angkatan Perang segera menumpas
pemberontakan tersebut. Dalam penumpasan itu Muso terbunuh dan Amir
Syarifuddin tertangkap di Desa Klamu, Purwodadi dan selanjutnya di bawa ke
Yogyakarta.
23. Panglima Besar Jenderal Soedirman menyusun surat perintah kilat, 19
Desember 1948.
Tanggal 19 Desember Belanda memulai Agresi Militer Kedua. Pagi itu
Pasukan Para Belanda Korp. Spesial Troepen (KST) diterjunkan di Maguwo.
Setelah mendapat laporan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang dalam keadaan
sakit membuat surat perintah kilat yang isinya memerintahkan Angkatan Perang
agar melaksanakan rencana yang sudah di tetapkan. Surat ini disampaikan ke RRI
melalui telepon oleh seseorang staf Panglima Besar dan kemudian dipancar luaskan
ke seluruh pelosok tanah air.
24. Perlawanan TNI dan Polisi di Desa Jati, 19 Desember 1948
Sewaktu Agresi Militer Belanda Kedua, pasukan di Yogyakarta jumlahnya
sedikit, karena diperkirakan Belanda melancarkan serangan melalui poros
Gombong, Purworejo. Kekuatan yang sedikit ini dimanfaatkan Brigade 10 untuk
melakukan penghadangan. Salah satu usahanya adalah di Desa Jati, Yogyakarta
dengan harapan rencana pengungsian dan pembumihangusan dapat dilaksanakan.
25. Serangan Balas Terhadap Kedudukan Tentara Belanda di Kota Yogyakarta,
29 Desember 1948
Sekalipun Belanda berhasil menduduki Kota Yogyakarta, tetapi gagal
menghanucrkan TNI. Sesuai perintah siasat kesatuan TNI bergerak ke luar kota.
Dari luar kota melakukan serangan ke dalam kota. Serangan pertama tanggal 29
Desember 1948 sasarannya adalah Gedung MBT, Hotel Tugu, Benteng Vredeburg,
Gedung Agung, Kantor Post dll. Serangan serupa dilancarkan 4 kali 29/30
Desember 1948, 9 Januari 1949, 16 Januari 1949, dan 4 Februari 1949 adalah
serangan yang dilakukan pada malam hari dan mencapai puncaknya dalam serangan
siang hari pada tanggal 1 Maret 1949 yang dikenal serangan 6 jam di Yogya.
26. Markas Besar Komando Jawa di Desa Boro, Kabupaten Kulon Progo, Januari
1949
Tanggal 19 Desember 1948 Panglima Tentara da Teritorium Jawa (PTTD)
dan beberapa anggota inti staf melakukan perjalan ke Jawa Timur. Setelah
mendengar serangan Belanda mereka segera kembali, karena Yogya dikuasai
Belanda PTTD dan rombongan menuju Desa Kepurun yang dijadikan markas
sementara. Di Desa inilah instruksi kerja pemerintah militer seluruh Jawa yang
merupakan pegangan bagi pelaksanaan keamanan MBKD. Pada bulan Januari 1949
karena alasan Pertahanan kemanan MBKD pindah ke Desa Boro.
27. Pengahncuran Jembatan Kalipentung, Februari 1949
Untuk menghadapi Agresi Militer Belanda, TNI melancarkan gerilya bersama
rakyat. Taktik gerilya termasuk usaha membumihanguskan obyek vital agar tidak
dapat dimanfaatkan oleh Belanda, salah satunya adalah penghancuran Jembatan
Kalipentung Patuk Gunung Kidul yang dilakukan TNI bersama rakyat pada bulan
Februari 1949.
28. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Kota Baru
Serangan balas TNI malam hari kurang berhasil. Atas perintah Sri Sultan
Hamengku Buwono selaku Menteri Koordinator Keamanan dan mendapat
persetujuan Panglima Besar Jenderal Soedirman, serangan besar-besaran dilakukan
pada siang hari guna mendukung diplomat Bapak Palar di PBB yang membicarakan
masalah Indonesia, bahwa TNI masih mempunyai kekuatan. Tepat pukul 06.00
Komandan WK III mengadakan serangan ke dalam Kota Yogya. Sampai tengah
hari kota Yogyakarta berhasil dikuasai. Sesuai dengan perintah pasukan kembali ke
basis masing-masing.
29. Serangan Umum 1 Maret 1949 di depan Hotel Merdeka (sekarang Hotel
Garuda)
Malam hari satuan dari SWK 103 dan 103 A sudah berada di daerah tugu dan
hotel merdeka. Sasaran utama ialah memperlihatkan kepada anggota UNCI (United
Nations Commissions for Indonesia) yang sedang menginap di Hotel Merdeka,
bahwa TNI masih sanggup melaksanakan serangan besar-besaran. Tepat pukul
06.00 TNI melakukan serangan dan siang hari mereka kembali ke pos masing-
masing.
30. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Sekitar Instalasi Listrik dan Jembatan
Wirobrajan Yogyakarta.
Untuk mengimbangi dan mendukung serangan sektor lain SWK 103 di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Soehoed bersama pasukan sektor III dan sektor IV SWK
101 menyerang dan menduduki pos penjagaan di Jembatan Wirobrajan dan pasukan
Belanda mundur ke Benteng Vredeburg.
31. Peranan rakyat dalam perang gerilya, 1 Maret 1949
Selama perang kemerdekaan TNI dan rakyat telah menjalin hubungan yang
sangat erat. Banyak bantaun yang telah diberikan, peranan rakyat antara lain
Segoroyoso, Mboro, Kulon Progo, Rejodani Sleman, Nglanggran Gunung Kidul,
Jeron Beteng, Kodya Yogya dalam membantu gerilyawan. Mereka rela memberikan
makanan dan bertindak sebagai kurir atau penyampai informasi dan tidak
ketinggalan remaja putri pun ikut dalam Palang Merah Indonesia.
32. Jenderal Mayor Meiyer Mengancam Sri Sultan Hamengku Buwono IX, 3
Maret 1949
Peranan Sri Sultan Hamengku Buwono IX cukup besar dalam membantu
perjuangan. Pihak Belanda selalu membujuk agar dapat bekerja sama. Tetapi Sultan
selalu menolak. 3 Maret 1949 Jenderal Meiyer beserta rombongannya datang ke
Keraton Yogyakarta, Meiyer mengancam Sultan agar menghentikan bantuannya
terhadap TNI/Gerilyawan, Sultan menerima Meiyer dengan sikap dingin dan
menolak semua tuduhan.
33. Penghadangan Konvoi Tentara Belanda di Desa Serut, Prambanan, 15 Maret
1949
Belanda berhasil menduduki Kota Yogyakarta akan tetapi mereka sering
mengalami serangan TNI/Gerilyawan sewaktu mengadakan konvoi di jalan raya.
Salah satunya adalah tanggal 15 Maret 1949 konvoi Belanda yang lewat di Desa
Serut Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan Prambanan dihadang oleh satuan Tentara
Pelajar, Batalyon 151, Peleton Zahid Husein dan Rakyat. Akibat serangan ini
sebuah Bren carier Belanda meledak terlempar 7 m dan menggilas trek bom.
34. Penarikan mundur Tentara Belanda dari Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949
Serangan Umum 1 Maret membuka perundingan yang disebut Roem Roijen
Statement. Salah satu isinya adalah Yogyakarta dikembalikan ke RI dan pasukan
Belanda di tarik mundur dari Yogyakarta. Penarikan pertama 24 Juni 1949 di
Wonosari. Penarikan ini disaksikan oleh wakil-wakil UNCI. Nampak situasi
penarikan pasukan Belanda di sekitar Tugu Pal Putih tanggal 29 Juni 1949.
35. TNI dan Gerilyawan Masuk Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949
Pagi hari tanggal 29 Juni 1949 kesatuan TNI/Gerilyawan sudah dipersiapkan
memasuki Kota Yogyakarta. Pasukan Mayor Sarjono masuk dari Selatan, SWK 104
dari Utara menuju tempat yang sudah ditentukan, nampak pasukan TNI/Gerilyawan
masuk di kampung Pengok, Gondokusuman, Yogyakarta di jemput Sri Sultan Paku
Alam VIII, tampak Bapak Djatikusuma, Bapak Soesilo Soedarman, Bapak Wiyogo
dl.
36. Polisi dan Polisi Tentara Masuk Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949
Kesatuan Polisi dan Polisi Tentara masuk kota dari daerah Godean langsung
menempati asrama Pathuk. Pimpinan Kesatuan Polisi antara lain Djen. Mohammad,
Suryopranoto, Subagyo dan Subroto. Sedangkan Polisi Tentara dipimpin oleh
Norman Sasono dan Mus Subagyo.
37. Pimpinan Negara Kembali Ke Ibukota Yogyakarta, 6 Juli 1949
Salah satu isi Roem Roijen Statement adalah dikembalikannya pimpinan
Pemerintah RI ke Yogyakarta. Semingu setelah penarikan Pasukan Belanda, 6 Juli
1949 Presiden Soekarno, Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi lainnya tiba
di Yogyakarta. Setelah itu tiba Pimpinan Pemerintah Darurat RI Syafruddin
Prawiranegara dan Panglima Tentara Teritorium Sumatera Kolonel Hidayat pada
tanggal 10 Juli 1949.
38. Panglima Besar Jenderal Soedirman tiba di Yogyakarta, 10 Juli 1949
Sekalipun pimpinan pemerintah sudah kembali ke Yogyakarta, Panglima
Besar Jenderal Soedirman menolak masuk ke kota Yogyakarta dengan alasan
angkatan perang sedang terlibat pertempuran melawan Belanda. Sikap Panglima
Besar Jenderal Soedirman melunak setelah surat dari Kolonel Gatot Soebroto dan
pendekatan-pendekatan Letnan Kolonel Soeharto, akhirnya 10 Juli 1949 Panglima
Besar Bersedia meninggalkan daerah gerilya dan menuju Yogyakarta. Suasana haru
pertemuan antara Panglima Besar Jenderal Soedirman dengan Presiden Soekarno di
Gedung Agung.
39. Konfrensi Inter Indonesia di Yogyakarta, 19 Juli 1949
Sebelum Konfrensi Meja Bundar diadakan di Den Haag Belanda, Pemerintah
RI dan BFO terlebih dahulu mengadakan konfrensi inter Indonesia dengan tujuan
menyatukan pendapat dalam menghadapi Belanda. Konfrensi ini diadakan dua kali
pertama di Yogyakarta dan kedua di Jakarta. Dalam konfrensi ini disepakati antara
lain pembentukan Angkatan Perang RI Serikat dengan Tentara Nasional Indonesia
sebagai intinya.
40. Presiden Soekarno Kembali ke Jakarta, 28 Desember 1949
Kota Yogyakarta menjadi Ibukota Perjuangan sejak 4 Januari 1946, dengan
terbentuknya Republik Indonesia Serikat pada bulan Desember 1949 dan
ditetapkannya Jakarta sebagai Ibukota, maka tangal 28 Desember 1949 Presiden
Soekarno meninggalkan kota Yogyakarta pindah ke Jakarta. Presiden Soekanro siap
meninggalkan lapangan terbang Maguwo berangkat ke Jakarta untuk memangku
jabatan Presiden RIS dengan meninggalkan kata-kata mutiara Yogyakarta menjadi
termasyur oleh karena djiwa kemerdekaannya, hiduplah terus jiwa Kemerdekaan
itu”. Dengan demikian berakhirlah peranan Yogyakarta sebagai Ibukota Republik
Indonesia.
B. Diorama
Diorama Monumen Yogyakarta Kembali dibuat di ruang lantai II dengan ukuran
besar (Life size) sebanyak 10 diorama. Episode perjuangan fisik dan diplomasi yang
digambarkan dalam diorama dipilih dari kurun waktu sejak 19 Desember 1948 oleh
karena jiwa Kemerdekaan itu sebagai (tonggak sejarah penyerbuan Tenatara Belanda ke
Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta), hingga 17 Agustus 1949 sebagai peringatan
hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke empat tahun 1949 yang sekaligus pesta
kemenangan Bangsa Indonesia dalam mengusir kolonialisme Belanda dari Bumi
Indonesia. Sesuai dengan jalannya arus pengunjung, diorama dapat dicermati dengan
menyebelah kanankan bangunan secara pradaksina.
1. Penyerbuan Tentara Belanda Terhadap Lapangan Terbang Maguwo, 19
Desember 1948
Perjanjian Renville ternyata gagal menyelesaikan sengketa Indonesia –
Belanda. 19 Desemper 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer Kedua dengan
menyerang Lapangan Udara Maguwo. Perlawanan yang dilakukan oleh Kadet
Udara Kasmiran, Sersan Mayor Tanumiharjo dan Kopral Tohir, yang bertugas piket
gagal dan mereka gugur sebagai pahlawan. Tepat pukul 10.00 Maguwo berhasil
dikuasai oleh Belanda.
2. Panglima Besar Jenderal Soedirman melapor kepada Presiden Soekarno
untuk memimpin perang gerilya, 19 Desember 1948
Hari Minggu pukul 09.00, 19 Desember 1948 walaupun masih dalam keadaan
sakit Panglima Besar Jenderal Soedirman melapor kepada Presiden Soekarno
bertekad untuk memimpin gerilya dari luar kota.
3. Presiden, Wakil Pressiden dan Para Pemimpin lainnya diasingkan ke
Sumatera, 22 Desember 1948
Dalam sidang darurat Kabinet RI, 19 Desember 1948 diputuskan bahwa
pimpinan Pemerintahan akan tetap tinggal di dalam kota. Pada hari itu juga mereka
ditawan oleh Belanda. 22 Desember 1948 mereka diasingkan ke Bangka.
diantaranya Bung Hatta, Suryadarma, H. Agus Salim dan tokoh-tokoh lainnya ke
Brastagi Sumatarea Uatara, Bung Karno dan Syahrir.
4. Perlawanan rakyat bersama TNI terhadap Belanda, 23 Desember 1948
Sesuai perintah siasat nomo 1 dalam menghadapi Agresi Militer Belanda
Kedua, TNI melakukan kerjasama dengan rakyat. Termasuk diantaranya
perlawanan rakyat semesta, sebelum bantul dikuasai Belanda, mereka sudah
menghacurkan Pabrik gula dan perumahan pegawai agar tidak dimanfaatkan oleh
pihak Belanda, tanggal 23 Desember 1948
5. Konsolidasi dan Pembentukan Sektor Pertahanan di Ngotho, 23 dan 26
Desember 1948
Sore ahri 19 Desember 1948 Komandan Brigade X Letnan Kolonel Soeharto
memindahkan markas ke Ngotho, dan berputar untuk mengadakan konsolidasi,
sekembalinya tanggal 26 Desember 1948 ia memberikan breifing di Ngotho kepada
Mayor Reksosiswo, Letnan Sudobyo dan Letnan Sugiyono. Dalam pertemuan ini
disusun rencana untuk menyerang balas. Serangan dilakukan tanggal 29 Desember
1948.
6. Serangan Umum 1 Maret 1949
Untuk memperkuat posisi kedudukan Indonesia dalam perdebatan di PBB,
sesuai perintah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan persetujuan Panglima Besar
Jenderal Soedirman diadakan serangan siang hari dan di serahkan sepenuhnya
kepada Letnan Kolonel Soeharto selaku komandan Wehrkreis III. Serangan ini
dilaksanakan tepat pukul 06.00 pada waktu sirine berakhirnya jam malam
dibunyikan diakhiri pukul 12.00. pertempuran terjadi di seluruh kota, dalam
pertempuran di Jalan Pangurakan (Jalan Trikora) dekan Alun-alun Utara, Pasukan
TNI dan Gerilyawan yang dipimpim oleh Mayor Sardjono berhasil membungkam
kedudukan Belanda di Vredeburg Kantor Pos dan Gedung Agung.
7. Penandatanganan Roem Roijen Statement, 29 Juni 1949
Serangan TNI yang meningkat dan puncaknya dalam Serangan Umum 1
Maret 1949, memaksa Belanda untuk membuka perundingan dengan Indonesia.
Perundingan diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta di bawah pengawasan UNCI.
Pada tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani perjanjian yang disebut Roem Roijen, yang
isinya Belanda akan mengembalikan pimpinan Pemerintah RI ke Yogyakarta dan
bersedia mengadakan Konfrensi Meja Bundar untuk mengakui Kedaulatan Republik
Indonesia.
8. Penarikan Tentara Belanda dari Yogyakarta, 29 Juni 1949
Dalam rangka mengembalikan Pemerintah Republik Indonesia ke
Yogyakarta, Pasukan Belanda di tarik mundur tanggal 24 Juni 1949 dari Wonosari,
Gunung Kidul. Penarikan dari Kota Yogyakarta berlangsung tanggal 29 Juni 1949
dibawah pengawasan UNCI, di depan hotel Merdeka, Jalan Malioboro Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Letnan Kolonel Soeharto beberapa kali membicarakan
dengan wakil-wakil UNCI untuk membahas masalah-masalah tehnis
pelaksanaannya.
9. Panglima Besar Jenderal Soedirman Tiba Kembali di Yogyakarta, 10 Juli 1949
Pada mulanya Panglima Besar Jenderal Soedirman tidak menyetujui
perjanjian Roem Roijen Statement sebab persetujuan itu diadakan pada saat TNI
sudah mampu untuk mengalahkan Belanda secara militer. Hal itulah yang
menyebabkan Panglima Besar Jenderal Soedirman menolak kembali ke Yogyakarta.
Oleh karenanya Kolonel Gatot Soebroto mengirim surat melalui Komandan
Wehrkreis III Letnan Kolonel Soeharto, sikap Panglima Besar Jenderal Soedirman
pun jadi lunak. 10 Juli 1949 beliau tiba di Yogyakarta dan diterima di ruang tamu
Kepresidenan oleh Soekarno, dan Bung Hatta
10. Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta, 17 Agustus
1949
Secara resmi permusuhan Republik Indonesia-Belanda telah berakhir, sejak
diumumkan penghentian tembak menembak, 15 Agustus 1945. Antara Pemerintah
RI dengan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) sudah dicoba kesepakatan
untuk menghadapi Belanda pada Konfrensi Meja Bundar. Dalam suasana ini
diperingati HUT RI ke empat yang dipusatkan di Halam Istana Kepresidenan
Gedung Agung, yang dihadiri, Presiden, para menteri dan tokoh perang antara lain,
Panglima Besar Jenderal Soedirman, Kolonel A.H. Nasution, Kolonel T.B
Simatupang dan Letnan Kolonel Soeharto dan Pimpinan Masyarakat, Organisasi
Partai Politik.
BAB VI
GARBHA GRAHA
Setelah mencermati lanti II, pengujung sampai di lantai III, puncak dari bangunan
induk yang disebut dengan Garbha Graha, atau Ruang Hening. Dengan luas 1.21 M2 bentuk
kerucut terpancung dengan dua lapik (kulit) dengan kemiringan 45 derajat. Garis tengah
ruangan 28.50 meter. Bagian puncak yang tingginya 14 meter dari lantai terdpat lubang
cahaya dengan garis tengah 1,40 m. sehingga membentuk mirip kerucut terpancung. Lampu
penerangan dari alam dan lampu listrik hanya berfungsi sebagai pencahayaan pendukung,
yang memberikan suasana hening atau syahdu. Disamping itu ruang Garbha Graha
dilengkapi denga sarana antara lain :
1. Unit Bendera Pusaka
Tepat ditengah ruangan dipasang Tiang Bendera dilapisi kayu cendana setinggi 5
meter. Tiang bendera berdiri di atas alas berupa lingkaran terbuat dari batu bintang,
sehingga memantulkan sinar alam dengan berbagai warna alam. Duplikat Bendera
Pusaka yang diserahkan oleh Bapak Presiden Soeharto kepada Ketua Panitia Bapak
Soegiarto, berkibar dengan megah di tiang bendera Ruang Garbha Graha. Secara
simbolik kita menghadap kepada genarasi penerus dalam mengisi Kemerdekaan hasil
perjuangan dari pendahulu kita dengan cucuran keringat, air mata, darah, bahkan
mempertaruhkan jiwa raga tulus ikhlas dipersembahkan demi Nusa, Bangsa dan
Republik Indonesia tercinta.
2. Unit Relief Simbolik
Pada dinding kulit kerucut terdapat relief memegang granggang yang
melambangkan perjuangan fisik (bersenjata) dari tangan memegang pulpen
melambangkan perjuangan diplomatik, lukisan perjuangan yang secara simbolik
mengandung arti bahwa keberhasilan untuk merebut dan mempertahankan
Kemerdekaan Republik Indonesia, melalui semangat persatuan dan kesatuan
perjuangan fisik yang didukung Perjuangan Diplomatik.
Diantara bagian dalam bas relief dinding ini diterangi lampu temaram sehingga
nampak lebih artistik dan enak dipandang.
3. Unit Kata Mutiara (Pesan Pelaku Pejuang)
Ruang Garbha Graha juga dilengkapi dengan pesan wakil para pelaku kepada
generasi penerus dalam mengukir Sejarah Perjuangan bangsa Indonesia dan mengisi
Kemerdekaan. Pesan pelaku ini diwakili oleh Bapak Jenderal Purnawirawan Soeharto.
Pesan tersebut dipahatkan pada rana bagian Garbha Graha yang dilengkapi dengan
marmer hitam, tinggi 2 meter dan panjang 8 meter. Ditulis sesuai tulisan tangan beliau
dengan tinta emas sebagi berikut :
Rakyat dan Abri selalu manunggal,
Perjuangan dan Cita-ciat pantang gagal,
Negara Pancasila tetap jaya dan kekal,
Berkat Ridho Tuhan Yang Maha Tunggal.