jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.docx

53
JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING Ini membahas jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling. Layanan orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konseling perorangan, bimbingan dan konseling kelompok, serta kegiatan penunjang, dibicarakan secara khusus. Pembahasan dan jenis-jenis layanan dan kegiatan itu baru menyangkut pokok-pokok saja, mengingat, pertama bahwa uraian dalam buku ini pada umumnya dimaksudkan untuk memberikan wawasan yang mendasari pemahaman awal tentang masing-masing jenis layanan dan kegiatan yang dimaksudkan. Kedua, pembahasan yang lebih rinci sampai dengan pengembangan keterampilan dalam masing-masing layanan dan kegiatan terdapat dalam buku yang khusus ditulis untuk masing-masing layanan dan kegiatan terdapat dalam buku yang khusus ditulis untuk masing- masing layanan dan kegiatan itu. Dalam pendidikan konselor, materi masing- masing layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling itu bahkan diajarkan dalam mata kuliah tersendiri, di luar mata kuliah “Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling”. Tujuan Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat memahami dan memiliki wawasan tentang : 1. Pengertian, tujuan, pokok-pokok dan kemungkinan pelaksanaan layanan orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konseling perorangan, serta bimbingan dan konseling kelompok. 2. Pengertian, tujuan, pokok-pokok dan kemungkinan pelaksanaan kegiatan penunjang bimbingan dan konseling, yaitu pemakaian instrumen, penyelenggaraan himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan. Konsep-konsep Pokok Konsep-konsep pokok yang perlu dipahami dan didalami lebih lanjut yang terdapat pada bab ini adalah : · Layanan orientasi

Upload: haidarrochma

Post on 05-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING

 Ini membahas jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling. Layanan

orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konseling

perorangan, bimbingan dan konseling kelompok, serta kegiatan penunjang, dibicarakan

secara khusus. Pembahasan dan jenis-jenis layanan dan kegiatan itu baru menyangkut

pokok-pokok saja, mengingat, pertama bahwa uraian dalam buku ini pada umumnya

dimaksudkan untuk memberikan wawasan yang mendasari pemahaman awal tentang

masing-masing jenis layanan dan kegiatan yang dimaksudkan. Kedua, pembahasan yang

lebih rinci sampai dengan pengembangan keterampilan dalam masing-masing layanan

dan kegiatan terdapat dalam buku yang khusus ditulis untuk masing-masing layanan dan

kegiatan terdapat dalam buku yang khusus ditulis untuk masing-masing layanan dan

kegiatan itu. Dalam pendidikan konselor, materi masing-masing layanan dan kegiatan

bimbingan dan konseling itu bahkan diajarkan dalam mata kuliah tersendiri, di luar mata

kuliah “Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling”.

Tujuan

Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat memahami dan memiliki wawasan

tentang :

1.      Pengertian, tujuan, pokok-pokok dan kemungkinan pelaksanaan layanan orientasi

dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konseling perorangan,

serta bimbingan dan konseling kelompok.

2.      Pengertian, tujuan, pokok-pokok dan kemungkinan pelaksanaan kegiatan

penunjang bimbingan dan konseling, yaitu pemakaian instrumen, penyelenggaraan

himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan.

Konsep-konsep Pokok

Konsep-konsep pokok yang perlu dipahami dan didalami lebih lanjut yang terdapat pada

bab ini adalah :

·         Layanan orientasi

·         Layanan informasi :

-          Informasi pendidikan

-          Informasi jabatan/pekerjaan

-          Informasi sosial-budaya

·         Layanan penempatan dan penyaluran

-          Penempatan dalam kelas

-          Penempatan dalam kelompok belajar

-          Penempatan dalam jurusan/program studi

-          Penempatan dan penyaluran lulusan.

·         Layanan bimbingan belajar

-          Keterlambatan akademik

-          Ketercepatan belajar

-          Sangat lambat belajar kurang motivasi belajar

-          Sikap dan kebiasaan belajar

-          Tes hasil belajar

-          Tes kemampuan dasar

-          Tes diagnostik

-          Analisis hasil belajar

-          Pengajaran perbaikan

-          Kegiatan pengayaan

·         Layanan konseling perorangan :

-          Konseling sebagai “jantung hati”

-          Bimbingan

-          Konseling sebagai layanan ”resmi”

-          Keefektifan konseling

-          Konseling direktif

-          Konseling non-direktif

-          Konseling elektik

·         Layanan bimbingan kelompok

·         Layanan konseling kelompok

·         Instrumentasi bimbingan dan konseling

-          Teknis tes

-          Teknik non-tes

·         Himpunan data

-          Data pribadi

-          Data umum

-          Data kelompok

·         Konferensi kasus

·         Kunjungan rumah

·         Alih tangan

A.    Layanan Orientasi

Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan

siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Pemberian

layanan ini bertolak dari anggapan bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang

selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang. Ibarat

seseorang yang baru pertama kali datang ke sebuah kota besar, maka ia berada dalam

keadaan serba “buta”, buta tentang arah yang hendak dituju, buta tentang jalan-jalan

dan buta tentang itu dan ini. Akibat dari kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat

dab tidak mencapai apa yang hendak ditujunya. Demikian juga bagi siswa baru di

sekolah dan atau bagi orang-orang yang baru memasuki suatu dunia kerja, mereka

belum banyak mengenal tentang lingkungan yang baru dimasukinya.

1.      Layanan Orientasi di Sekolah

Allan & McKean (1984) menegaskan bahwa tanpa program-program orientasi, periode

penyesuaian untuk sebagian besar siswa berlangsung kira-kira tiga atau empat bulan.

Dalam kaitan itu, penelitian Allan & McKean menunjukkan beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian, yaitu :

a.       Program orientasi yang efektif mempercepat proses adaptasi; dan memberikan

kemudahan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

b.      Murid-murid yang mengalami masalah penyesuaian ternyata kurang berhasil di

sekolah.

c.       Anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang rendah memerlukan waktu yang lebih

lama untuk menyesuaikan diri daripada anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang lebih

tinggi.

Untuk lingkungan sekolah misalnya, materi orientasi yang mendapat penekanan adalah :

a.       Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umumnya;

b.      Kurikulum yang ada;

c.       Penyelenggaraan pengajaran;

d.      Kegiatan belajar siswa yang diharapkan;

e.       Sistem penilaian, ujian dan kenaikan kelas;

f.       Fasilitas dan sumber belajar yang ada (seperti ruang kelas, laboratorium,

perpustakaan, ruang praktek);

g.      Fasilitas penunjang (sarana olahraga dan rekreasi, pelayanan kesehatan,

pelayanan bimbingan dan konseling, kafetaria, dan tata usaha);

h.      Staf pengajar dan tata usaha;

i.        Hak dan kewajiban siswa

j.        Organisasi siswa;

k.      Organisasi orang tua siswa;

l.        Organisasi sekolah secara menyeluruh.

2.      Metode Layanan Orientasi Sekolah

Keluasan dan kedalaman masing-masing pokok materi di atas yang disampaikan kepada

siswa disesuaikan dengan jenjang sekolah dan tingkat perkembangan anak. Untuk anak-

anak yang baru memasuki kelas satu SD, tentulah materi-materi tersebut tidak perlu

(dan tidak dapat) disampaikan kepada anak-anak yang masih sangat muda itu. Pokok-

pokok materi itu sebaiknya disampaikan kepada orang tua murid. Pemahaman orang tua

terhadap berbagai materi itu akan membantu mereka memberikan kemudahan dan

pelayanan kepada anak-anak mereka untuk dapat mengikuti pendidikan di SD dengan

sebaik-baiknya.

a.       Kunjungan ke SD pemasok

Petugas dari SLTP (misalnya konselor sekolah bersama guru-guru lain yang ditugaskan)

mengunjungi SD-SD yang para lulusannya akan memasuki SLTP tersebut. Di sana, para

petugas itu menjelaskan berbagai hal-ihwal SLTP itu kepada murid-murid SD kelas tinggi

yang diharapkan akan memasuki SLTP yang dimaksudkan. Alangkah baiknya kalau

penjelasan itu dilengkapi dengan penyajian gambar, film, poster, dan lain-lain

sebagainya. Tanya jawab dengan murid-murid SD itu juga dibuka seluas-luasnya. 

b.      Kunjungan ke SLTP pemesan

Murid-murid SD kelas tinggi mengunjungi SLTP yang akan mereka masuki. Di sana

mereka melihat lingkungan dan kelengkapan sekolah, menerima penjelasan lengkap

dengan gambar, film, poster dan tanya jawab.

c.       “Malam” pertemuan dengan orang tua

Orang tua murid baru diundang menghadiri suatu pertemuan (boleh siang atau malam)

untuk beramah-tamah dengan staf sekolah dan menerima penjelasan tentang hal-ikhwal

sekolah tempat anak-anak mereka belajar.

d.      Staf konselor bertemu dengan guru membicarakan siswa-siswa baru

Dengan guru-guru (dan kepala sekolah) konselor membicarakan materi orientasi dan

cara-cara penyampaiannya kepada siswa. Guru-guru (dengan dikoordinasikan oleh

konselor sekolah) melaksanakan kegiatan orientasi itu.

e.       Mengunjungi kelas

Konselor berkeliling mengunjungi kelas-kelas murid baru. Konselor menjelaskan dengan

berbagai alat bantu dan prosedur tanya jawab tentang berbagai materi tersebut di atas.

f.       Memanfaatkan siswa-senior

Tabel

Waktu yang Diperlukan untuk Menyesuaikan Diri bagi Mahasiswa Baru

Waktu Frekuensi %

3-4 hari

1 minggu

2 minggu

3 minggu

Lebih satu bulan

45

50

26

15

27

28

31

16

9

16Jumlah 163 100

3.      Layanan Orientasi di Luar Sekolah

Demikian juga individu-individu yang memasuki lingkungan baru di luar (seperti pegawai

baru, anggota baru suatu organisasi, bekas narapidana yang kembali ke masyarakat

setelah sekian lama menjalani masa hukumannya, dan tidak terkecuali pengantin baru)

memerlukan orientasi tentang lingkungan barunya itu. Dengan orientasi itu proses

penyesuaian diri atau penyesuaian diri kembali akan memperoleh sokongan yang amat

berarti.

B.     Layanan Informasi

Secara umum, bersama dengan layanan orientasi bermaksud memberikan pemahaman

kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan

untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan atau untuk menentukan arah suatu tujuan

atau rencana yang dikehendaki. Dengan demikian, layanan orientasi dan informasi itu

pertama-tama merupakan perwujudan dari fungsi pemahaman pelayanan bimbingan dan

konseling. Lebih jauh, layanan orientasi dan informasi akan dapat menunjang

pelaksanaan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-

bahan orientasi dan informasi itu dengan permasalahan individu.

Ada tiga alasan utama mengapa pemberian informasi perlu diselenggarakan. Pertama,

membekali individu dengan berbagai pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan

untuk memecahkan masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar,

pendidikan, jabatan, maupun sosial-budaya. Dalam masyarakat yang serba majemuk dan

semakin kompleks, pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan

sebagian besar terletak di tangan individu itu sendiri. Dalam hal ini, layanan informasi

berusaha merangsang individu untuk dapat secara kritis mempelajari berbagai informasi

berkaitan dengan hajat hidup dan perkembangannya. Kedua, memungkinkan individu

dapat menentukan arah hidupnya “ke mana dia ingin pergi”. Syarat dasar untuk dapat

menentukan arah hidup adalah apabila ia mengetahui apa (informasi) yang harus

dilakukan serta bagaimana bertindak secara kreatif dan dinamis berdasarkan atas

informasi-informasi yang ada itu. dengan kata lain, berdasarkan atas informasi yang

diberikan itu individu diharapkan dapat membuat rencana-rencana dan keputusan

tentang masa depannya serta bertanggung jawab atas rencana dan keputusan yang

dibuatnya itu. Dan ketiga setiap individu adalah unik. Keunikan itu akan membawakan

pola-pola pengambilan keputusan dan bertindak yang berbeda-beda.

Dengan ketiga alasan itu, layanan informasi merupakan kebutuhan yang amat tinggi

tingkatannya. Lebih-lebih apabila diingat bahwa “masa depan adalah abad informasi”,

maka barang siapa tidak memperoleh informasi, maka ia akan tertinggal dan akan

tertinggal dan akan kehilangan masa depan.

1.      Jenis-Jenis Informasi

a.       Informasi Pendidikan

Dalam bidang pendidikan banyak individu yang berstatus siswa atau calon siswa yang

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya masalah atau kesulitan. Di antara masalah

atau kesulitan tersebut berhubungan dengan (a) pemilihan program studi, (b) pemilihan

sekolah, fakultas dan jurusannya, (c) penyesuaian diri dengan program studi, (d)

penyesuaian diri terhadap suasana belajar, dan (e) putus sekolah. Mereka membutuhkan

adanya keterangan atau informasi untuk dapat membuat pilihan dan keputusan secara

bijaksana.

Jenis-jenis informasi pada setiap tingkat itu adalah sebagai berikut :

Pertama kali masuk sekolah :

1)      Jam-jam belajar

2)      Disiplin dan peraturan sekolah lainnya

3)      Kegiatan belajar dan kegiatan anak lainnya di sekolah

4)      Buku-buku/alat pelajaran

5)      Fasilitas, makanan, kesehatan, tempat bermain

6)      Fasilitas transportasi (khususnya bagi mereka yang rumahnya jauh dari sekolah).

7)      Peraturan tentang kunjungan orang tua ke sekolah.

Memasuki SLTP :

1)      Jadwal kegiatan sekolah

2)      Mata pelajaran yang ada (berikut nama-nama gurunya)

3)      Kegiatan ko-kurikuler

4)      Fasilitas sumber belajar (seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja).

5)      Sarana penunjang (seperti pelayanan kesehatan, bimbingan dan konseling).

6)      Peraturan sekolah, serta hak dan kewajiban siswa dan orang tua

7)      Keadaan fisik sekolah (gedung-gedung, pekarangan sekolah, alamat)

8)      Prosedur penerimaan.

Memasuki SLTA :

1)      Mata pelajaran dan pembidangannya, seperti mata pelajaran umum, persiapan ke

perguruan tinggi, keterampilan.

2)      Jurusan atau program-program yang disediakan.

3)      Hubungan antara satu jurusan atau program dengan pekerjaan atau kegiatan di

masyarakat yang lebih luas.

4)      Tersedianya latihan-latihan khusus, seperti mengetik, komputer, perbengkelan,

dan lain-lain.

5)      Jadwal kegiatan belajar dan latihan

6)      Kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang disediakan.

7)      Tuntutan pengembangan sikap dan kebiasaan belajar

8)      Peraturan sekolah, hak dan kewajiban siswa.

9)      Fasilitas sumber belajar (seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel, dan

sebagainya).

10)  Pelayanan bimbingan dan konseling

11)  Fasilitas penunjang (pelayanan kesehatan, makanan, bursa buku/alat-alat pelajaran,

transportasi, sarana).

12)  Kemungkinan bea siswa

13)  Kemungkinan melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi

14)  Keadaan fisik sekolah (gedung-gedung, pekarangan sekolah, alamat, lingkungan

sekolah).

15)  Prosedur penerimaan

Memasuki Perguruan Tinggi :

Secara garis besar informasi pendidikan yang diperlukan para (calon) lulusan SLTA

adalah :

1)      Lembaga pendidikan yang menyajikan program-program yang lebih spesifik

(dengan berbagai butir pokok informasi sebagaimana disebutkan terdahulu);

2)      Beasiswa dan berbagai kemungkinan tunjangan yang dapat diperoleh beserta

syarat-syarat dan cara-cara melamarnya (mengajukan permohonan);

3)      Program-program latihan khusus, misalnya di perusahaan-perusahaan industri;

4)      Kemungkinan lain yang dapat dimasuki oleh lulusan SLTA, seperti memasuki

jajaran ABRI, dan sebagainya.

b.      Informasi Jabatan

Informasi jabatan/pekerjaan yang baik sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai

berikut :

1)      Struktur dan kelompok-kelompok jabatan/pekerjaan utama

2)      Uraian tugas masing-masing jabatan/pekerjaan

3)      Kualifikasi tenaga yang diperlukan untuk masing-masing jabatan

4)      Cara-cara atau prosedur penerimaan

5)      Kondisi kerja

6)      Kesempatan-kesempatan untuk pengembangan karier

7)      Fasilitas penunjang untuk kesejahteraan pekerjaan, seperti kesehatan, olahraga

dan rekreasi, kesempatan pendidikan bagi anak-anak, dan sebagainya.

Pemberian informasi kepada para siswa di sekolah sifatnya sangat strategis, baik

dipandang dari segi tahap-tahap perkembangan mereka maupun keadaan masyarakat

yang selalu berubah dan menuntut adanya tenaga kerja yang dapat mendukung

kesejahteraan warga masyarakat dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Di sinilah

letaknya “tugas rangkap” pendidikan yaitu memperkembangkan individu-individu secara

optimal dan menyiapkan mereka menjadi warga masyarakat yang bekerja dalam arti

seluas-luasnya.

Tingkat SD

Tingkat ini merupakan tingkatan yang paling awal dan mendasar. Informasi yang

diberikan pada tingkat ini bersifat umum dan tidak mengarah pada jenis-jenis

jabatan/pekerjaan tertentu. Pemberian untuk anak-anak SD pada umumnya

dimaksudkan untuk :

1.      Mengembangkan sikap terhadap segala jenis pekerjaan. Guru/konselor sekolah

benar-benar berhati-hati. Jangan sampai melalui kata atau tindakan, menunjukkan

prasangka ataupun kecenderungan positif/negatif terhadap jenis pekerjaan tertentu.

2.      Membawa anak-anak untuk menyadari betapa luasnya dunia kerja yang ada,

terentang dari pekerjaan yang dijabat orang tua anak-anak itu sampai ke segala macam

pekerjaan di masyarakat luas.

3.      Menjawab berbagai pertanyaan anak-anak tentang pekerjaan. Dorongan ingin tahu

anak-anak akan membawa mereka menanyakan segala sesuatu tentang pekerjaan.

Dalam hal ini jawaban atau informasi yang tepat dan benar (tidak dibuat-buat atau

disamarkan) harus segera diberikan kepada anak setiap waktu mereka bertanya.

4.      Menekankan jasa dari masing-masing jenis pekerjaan kepada kesejahteraan hidup

rumah tangga dan masyarakat (tidak hanya mengemukakan gaji atau penghasilan yang

diperoleh melalui pekerjaan itu). Perlunya bakat atau kemampuan atau keterampilan

khusus untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, terutama yang bermanfaat bagi pemberian

bantuan kepada sesama manusia, perlu disampaikan dan ditonjolkan kepada anak-anak.

5.      Pekerjaan ada dimana-mana, di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi,

negara dan bahkan dunia. Pada tingkat perkembangan itu, anak-anak mulai

membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang ada di desa dan di kota, di daerahnya sendiri

dan di daerah lain, bahkan di negaranya sendiri dan di negara lain. Anak dirangsang

untuk mulai menyadari bahwa ada seribu satu macam cara yang dilakukan oleh manusia

untuk mencari penghidupan dan memenuhi kebutuhan hidupnya melalui berbagai jenis

pekerjaan.

6.      Saling ketergantungan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Pada

anak-anak perlu dikembangkan bahwa untuk terlaksananya suatu pekerjaan yang baik,

para pekerja saling bekerja antara yang satu dengan yang lainnya; oleh karena itu

mereka harus saling membantu dan bekerjasama.

7.      Baik kemampuan khusus maupun ciri-ciri kepribadian tertentu, diperlukan untuk

keberhasilan (kesuksesan) bagi sebagian besar jenis pekerjaan.

8.      Untuk memilih suatu pekerjaan diperlukan informasi yang tepat (yaitu tentang

hakikat pekerjaan itu sendiri, latihan yang diperlukan, kondisi kerja, dan sebagainya).

9.      Ada berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh orang-orang yang

menginginkan pekerjaan tertentu (seperti peralatan yang diperlukan untuk pekerjaan itu

mahal, biaya untuk program pendidikan dan latihan mahal dan waktunya lama, kondisi

kerja dalam pekerjaan itu kurang menyenangkan, dan sebagainya).

10.  Untuk memilih pekerjaan atau karier di masa depan perlu kehati-hatian dan

pertimbangan yang matang.

Tingkat SLTP

Informasi jabatan/pekerjaan di SLTP menyajikan bahwa informasi dengan tujuan agar

para siswa mampu merencanakan secara umum masa depannya dan tidak

merencanakan pekerjaan tertentu secara khusus. Pada tingkat ini diharapkan para siswa

mulai :

1.      Mempelajari bidang pekerjaan secara lebih luas seperti bidang perdagangan,

permesinan, administrasi, perkantoran, dan lain-lain.

2.      Melihat hubungan antara bidang-bidang pekerjaan itu dengan mata-mata pelajaran

yang ada di sekolah. Pada kelas tertinggi SLTP siswa hendaknya telah mendekati pilihan

program pendidikan yang ingin diikutinya sesuai dengan arah pengembangan kariernya.

Di SLTA nantinya anak-anak akan segera memasuki jurusan-jurusan tertentu yang secara

lebih khusus mengarahkan mereka ke karier yang mereka pilih.

3.      Lebih mendalami informasi tentang pekerjaan tertentu. Pada tahap perkembangan

ini anak-anak sampai pada periode yang cukup menentukan, yaitu sebagian di antara

mereka melanjutkan pelajaran dan sebagian lagi terpaksa berhenti sekolah. Bahkan

diantara mereka mungkin ada yang terpaksa sekolah sambil bekerja, baik dengan alasan

ingin “mencoba” pekerjaan itu atau mencari penghasilan untuk biaya sekolah.

4.      Memahami cara-cara memperoleh informasi yang tepat dan mutakhir dengan

jumlah yang cukup tentang dunia kerja. Cara-cara itu meliputi studi kepustakaan,

mempelajari dokumentasi tentang pekerjaan dan mengikuti berbagai penyajian tentang

informasi pekerjaan melalui ceramah dan atau media cetak/elektronik. Mengamati

langsung beroperasinya pekerjaan yang dimaksud dan wawancara dengan para

pekerjanya oleh para siswa sendiri sangat dianjurkan.

5.      Memahami pentingnya dan ruang lingkup perencanaan pekerjaan/karier. Pada

tahap ini para siswa hendaknya menyadari bahwa memilih suatu pekerjaan pada

dasarnya adalah memilih cara hidup tertentu.

6.      Memahami bahwa dunia kerja itu tidak pernah dalam keadaan tetap (statis), tetapi

terus berubah dan berkembang. Para siswa hendaknya menyadari bahwa ketika mereka

menamatkan SLTA atau bahkan sesudah itu, pekerjaan yang diinginkan semula pada

waktu itu sudah tidak ada lagi atau sudah berubah (tidak lagi seperti dibayangkan,

diinformasikan dahulu), sementara itu jenis-jenis pekerjaan baru muncul dan

keterampilan-keterampilan baru dituntut dari para pekerja.

Tingkat SLTA

Lebih jauh, informasi pekerjaan SLTA hendaklah meliputi, cakupan yang memungkinkan

siswa :

1.      Mempergunakan berbagai cara untuk memperdalam dan memperluas pemahaman

tentang dunia kerja pada umumnya dan bidang pekerjaan tertentu pada khususnya.

2.      Mengembangkan rencana sementara pekerjaan yang akan menjadi pegangan

setamat SLTA.

3.      Memiliki pengetahuan tentang ataupun mempunyai hubungan dengan pekerjaan

tertentu apabila siswa memang menghendaki untuk memegang jabatan itu (baik

ataupun sementara) setamat dari SLTA. Informasi dan bantuan khusus untuk

“mendekati” pekerjaan itu perlu diberikan kepada siswa yang menghendakinya.

Pasca SLTA

Selepas SLTA para remaja/pemuda pada umumnya memasuki dunia kerja atau

melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi. Karena dunia kerja itu selalu berubah,

mereka memerlukan informasi tentang pekerjaan-pekerjaan baru dengan berbagai

kondisi dan syarat-syaratnya. Informasi baru tersebut berguna bagi penyesuaian pilihan

pekerjaan dan sekaligus pilihan program-program pendidikan dan latihan yang relevan.

c.       Informasi Sosial-Budaya

Masyarakat Indonesia dikatakan juga masyarakat yang majemuk, karena berasal dari

berbagai suku bangsa, agama dan adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang

berbeda. Perbedaan-perbedaan ini sering pula membawa perbedaan dalam pola dan

sikap hidup sehari-hari. Namun demikian, perbedaan-perbedaan itu tetap dalam

kesatuan sebagaimana tertera dalam Lambang Negara Indonesia “Bhinneka Tunggal

Ika”. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki itu hendaknya tidak mengakibatkan

masyarakatnya bercerai-berai, tetapi justru menjadi sumber inspirasi dalam hidup

bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, yang dapat hidup berdampingan antara yang

satu dengan yang lain.

Untuk memungkinkan sikap warga negara Indonesia dapat hidup seperti yang dimaksud

di atas, sejak dini mereka perlu dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman isi

informasi tentang keadaan sosial-budaya berbagai daerah. Hal ini dapat dilakukan

melalui penyajian informasi sosial-budaya yang meliputi :

1)      Macam-macam suku bangsa

2)      Adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan

3)      Agama dan kepercayaan-kepercayaan

4)      Bahasa, terutama istilah-istilah yang dapat menimbulkan kesalah-pahaman suku

bangsa lainnya.

5)      Potensi-potensi daerah

6)      Kekhususan masyarakat atau daerah tertentu

Informasi itu perlu diperluas sampai menjangkau informasi tentang bangsa-bangsa lain,

khususnya untuk melihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa

lain itu. Dengan informasi seperti itu, diharapkan masyarakat kita, terutama generasi

mudanya, terangsang untuk maju lebih cepat lagi mengejar budaya yang telah lebih

maju itu, terutama dalam bidang ilmu dan teknologinya.

2.      Metode Layanan Informasi di Sekolah

Pemberian informasi kepada siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti

metode ceramah, diskusi panel, wawancara, karyawisata, alat-alat peraga dan alat-alat

bantu lainnya, buku panduan, kegiatan sanggar karier, sosiodrama.

a.       Ceramah

Ceramah merupakan metode pemberian informasi yang paling sederhana, mudah dan

murah, dalam arti bahwa metode ini dapat dilakukan hampir oleh setiap petugas

bimbingan di sekolah. Di samping itu, teknik ini juga tidak memerlukan prosedur dan

biaya yang banyak. Penyajian informasi dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah, konselor,

guru-guru dan staf sekolah lainnya. Atau dapat juga dengan mendatangkan narasumber,

misalnya dari lembaga-lembaga pendidikan, Departemen Tenaga Kerja, badan-badan

usaha, dan lain-lain.

b.      Diskusi panel

Penyampaian informasi kepada siswa dapat dilakukan melalui diskusi. Diskusi semacam

ini dapat diorganisasikan baik oleh siswa sendiri maupun oleh konselor, atau guru.

Apabila diskusi penyelenggaraannya dilakukan disajikannya itu, dan dengan yang lebih

mengetahuinya. Konselor, guru bertindak sebagai pengamat dan sedapat-dapatnya

memberikan pengarahan ataupun melengkapi informasi-informasi yang dibahas di dalam

diskusi tersebut. Selanjutnya, untuk menarik perhatian para peserta dapat ditampilkan

berbagai contoh dan peragaan lainnya.

c.       Karyawisata

Karyawisata merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar mengajar yang telah dikenal

secara meluas, baik oleh masyarakat sekolah maupun masyarakat umum. Dalam bidang

bimbingan dan konseling, karyawisata mempunyai dua sumbangan pokok. Pertama,

membantu siswa belajar dengan menggunakan berbagai sumber yang ada dalam

masyarakat yang dapat menunjang perkembangan mereka. Kedua, memungkinkan

diperolehnya informasi yang dapat membantu pengembangan sikap-sikap terhadap

pendidikan, pekerjaan, dan berbagai masalah dalam masyarakat.

Penggunaan karyawisata untuk maksud membantu siswa mengumpulkan informasi dan

mengembangkan sikap-sikap yang positif, menghendaki siswa berpartisipasi secara

penuh baik dalam persiapan maupun pelaksanaan berbagai kegiatan terhadap objek

yang dikunjungi. Kegiatan karyawisata dapat dilakukan di berbagai lapangan lapangan.

Untuk itu, perlu dibuat variasi objek-objek yang akan dikunjungi dari waktu ke waktu. Hal

ini dimaksudkan untuk memungkinkan siswa-siswa mempunyai kesempatan mengenal

banyak objek yang berbeda. Kunjungan yang bervariasi itu merupakan salah satu cara

untuk memperluas minat dan mengembangkan sikap-sikap yang konstruktif.

d.      Buku panduan

Buku-buku panduan (seperti buku panduan sekolah atau perguruan tinggi, buku panduan

kerja bagi para karyawan) dapat membantu siswa dalam mendapatkan banyak informasi

yang berguna. Selain itu siswa juga dapat diajak membuat “buku karier” yang

merupakan kumpulan berbagai artikel dan keterangan tentang pekerjaan/pendidikan

dari koran-koran dan media cetak lainnya. Pembuatan “buku-buku di bawah bimbingan

langsung konselor. Versi lain dari “buku karier” itu menempelkan potongan atau

guntingan rubric yang mengandung nilai informasi pendidikan jabatan dari

koran/majalah pada “papan bimbingan”.

e.       Konferensi karier

Konferensi karier dilakukan dengan mengikuti salah satu pola di bawah ini :

Pola pertama, menyisihkan waktu selama satu jam atau lebih di luar hari-hari sekolah

setiap semester. Selama waktu ini siswa dibagi atas beberapa kelompok, dan masing-

masing kelompok mengadakan diskusi dengan narasumber yang ditentukan

sebelumnya.

Pola kedua, menyediakan waktu sehari penuh atau lebih setiap semester untuk

mengadakan konferensi. Pelaksanaan konferensi diawali dengan pertemuan umum,

kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kelompok. Dalam kesempatan ini siswa diberi

kesempatan untuk mengikuti sejumlah pertemuan yang berbeda.

Pola ketiga, menyediakan jadwal konferensi dengan mengadakan pertemuan sekali

setiap minggu. Siswa dapat mengikuti diskusi sesuai dengan bidang-bidang yang

diminatinya. Pola seperti ini tidak saja menguntungkan bagi siswa untuk berperan serta

dalam berbagai kelompok diskusi yang diminatinya, tetapi juga prosedur administrasinya

tidak terlalu merepotkan.

Pola keempat, mengadakan pekan bimbingan karier selama satu minggu terus menerus.

3.      Layanan Informasi di Luar Sekolah

Sebagaimana layanan orientasi, layanan informasi juga banyak diperlukan oleh warga

masyarakat di luar sekolah. Jenis-jenis informasi yang diperlukan itu pada dasarnya

sejalan dengan informasi yang telah diuraikan di atas, yaitu informasi berkenaan dengan

penghidupan yang lebih luas, yaitu perikehidupan beragama, berkeluarga, bekerja,

bermasyarakat, dan bernegara dapat merupakan kebutuhan banyak warga masyarakat.

Rincian berbagai informasi itu agaknya tidak terbatas, selalu dapat berubah sesuai

dengan perubahan dan perkembangan masyarakat.

C.    Layanan Penempatan dan Penyaluran

Individu sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit

individu yang bakat, kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik.

Individu seperti itu tidak mencapai perkembangan secara optimal. Mereka memerlukan

bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa, terutama konselor, dalam

menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.

1.      Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah

Penempatan dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa (a) penempatan siswa di

dalam kelas, (b) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, (c)

ke dalam kegiatan ko/ekstra kurikuler, dan (d) ke dalam jurusan/program studi yang

sesuai.

a.       Layanan Penempatan di dalam Kelas

Layanan penempatan di dalam kelas itu merupakan jenis layanan yang paling sederhana

dan mudah dibandingkan dengan layanan penempatan penyaluran lainnya. Namun

demikian, penyelenggaraannya tidak boleh diabaikan. Penempatan masing-masing anak

secara tepat akan membawa keuntungan :

1)      Bagi siswa yang bersangkutan, yaitu memberikan penyesuaian dan pemeliharaan

terhadap kondisi individu siswa (kondisi fisik, mental, sosial).

2)      Bagi guru, khususnya dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas, dengan

penempatan yang tepat menjadi lebih mudah menggerakkan dan mengembangkan

semangat belajar siswa.

Kedua keuntungan di atas pada akhirnya bermuara pada pemberian kemudahan bagi

pengembangan anak secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan masing-

masing.

b.      Penempatan dan Penyaluran ke Dalam Kelompok Belajar

Pembentukan kelompok belajar mempunyai dua tujuan pokok. Pertama, untuk

memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-

masing. Tujuan ini biasanya diterapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang

menggunakan sistem maju berkelanjutan. Dalam sistem ini setiap siswa mempunyai

kesempatan untuk maju sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa harus

menunggu atau didesak oleh siswa lain. Pada dasarnya dalam sistem ini masing-masing

siswa dapat maju setiap ada kesempatan, ibarat pengikut perlombaan balap sepeda,

balap mobil, dan sebagainya.

Kedua, untuk wadah belajar bersama. Berbeda dengan cara pengelompokan pertama,

dalam pengelompokan ini dilakukan tidak menurut kemampuan siswa, melainkan

dilakukan sedemikian rupa sehingga di dalam suatu kelompok belajar akan terdapat

siswa-siswa yang kemampuannya pandai, sedang and kurang. Atau dapat juga dilakukan

berdasarkan atas pilihan siswa. Dalam hal ini, para siswa bebas memilih teman-teman

sekelas yang paling disukainya untuk dijadikan teman belajar. Pembentukan kelompok

seperti ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa siswa dapat belajar bersama, saling

memberi dan menerima, saling tukar pengetahuan dan keterampilan. Karena dalam

kelompok itu ada siswa yang pandai, dan ada siswa yang kurang pandai, maka siswa

yang pandai dapat menularkan apa yang ia miliki kepada siswa lain yang kurang pandai.

Sedangkan siswa yang pandai itu sendiri dapat semakin memantapkan pengetahuan dan

keterampilannya.

c.       Penempatan dan Penyaluran ke Dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kurikuler

Kegiatan ko/ekstrakurikuler merupakan bagian dari kurikulum. Sebagaimana dengan

kegiatan-kegiatan lain, kegiatan ko/ekstrakurikuler pun dapat menjadi wadah belajar

bagi siswa. Ia menempati tingkat kepentingan yang setara dengan kegiatan-kegiatan

akademik lainnya walaupun sifatnya berlainan. Tetapi sangat disayangkan, kegiatan-

kegiatan ini masih dipandang sebagai “hiasan” tambahan, sebagai kegiatan yang tidak

begitu menentukan perkembangan siswa.

Salah satu ciri yang menonjol dari kegiatan ko/ekstrakurikuler adalah

keanekaragamannya, mulai dari memasak sampai musik, dari pengumpulan perangko

sampai dengan permainan hoki. Hampir semua minat remaja dapat digunakan sebagai

bagian dari kegiatan ko/ekstrakurikuler. Banyak kebutuhan siswa yang dapat dilayani

melalui kegiatan ko/ekstrakurikuler. Misalnya, dalam menyesuaikan diri dengan teman-

teman di lingkungannya yang baru atau dalam usaha mendapatkan teman-teman baru.

d.      Penempatan dan Penyaluran ke Jurusan/Program Studi

Setiap awal tahun ajaran, banyak siswa SMA yang menghadapi masalah

“jurusan/program apa yang sebaiknya saya ikuti?” Sebagian siswa dapat merencanakan

atau menentukan sendiri jurusan/program studi apa yang akan diambilnya. Mereka

menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya, namun disamping itu, banyak juga siswa yang

tidak dapat membuat rencananya secara realistis. Mereka membuat rencana hanya

berdasarkan atas kemauan dan keinginan, tidak menyesuaikannya dengan bakat dan

kemampuan yang dimilikinya, atau bahkan ada siswa-siswa yang tidak mampu membuat

rencana sama sekali. Terhadap siswa-siswa yang seperti ini perlu diberikan bantuan agar

mereka dapat membuat rencana-rencana dan mengambil keputusan secara bijaksana.

2.      Penempatan dan Penyaluran Lulusan

Pada setiap akhir tahun ajaran ratusan ribu atau bahkan jutaan anak muda menamatkan

studi dari jenjang pendidikan tertentu. Pada umumnya mereka mendambakan untuk

dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Atau bagi yang memang

tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan, mereka mendambakan untuk dapat

diterima pada lapangan kerja yang sesuai.

Saat seperti itu merupakan saat yang kritis bagi kebanyakan para lulusan, baik tamatan

pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Mereka berada

dalam masa transisi dari satu tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan lainnya atau dari

dunia pendidikan ke dunia kerja. Dalam suasana ini, mereka dihinggapi oleh berbagai

perasaan, seperti cemas, binging, tidak menentu, dan sebagainya. Perasaan-perasaan

seperti ini terutama sekali dialami oleh lulusan yang sebelumnya kurang mempersiapkan

dirinya dengan baik.

a.       Penempatan dan Penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan

Penempatan dan penyaluran siswa pada pendidikan lanjutan tidak dapat dilakukan

secara acak, tetapi memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari

bangku sekolah yang sedang didudukinya. Karena hal ini, baik langsung maupun tidak

langsung, juga akan menyangkut citra sekolah secara keseluruhan, maka sekolah

mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyelenggarakan pelayanan

penempatan dan penyaluran para siswanya setelah mereka tamat nantinya. Masalah-

masalah sebagaimana dikemukakan di atas tidak perlu terjadi atau setidak-tidaknya

dapat dikurangi bilamana sekolah memberikan bantuan dalam pengembangan dan

penyusunan rencana pendidikan lanjutan bagi para siswanya. Rencana yang baik ialah

rencana yang disusun berdasarkan atas pertimbangan tentang kekuatan dan kelemahan

siswa dari segi-segi yang amat menentukan keberhasilan studi pada program pendidikan

lanjutan itu, terutama segi kemampuan dasar, bakat dan minat, serta kemampuan

keuangan. Oleh sebab itu sangat penting diungkapkan bakat, minat, kemampuan dan

ciri-ciri kepribadian lainnya yang dimiliki siswa, serta keadaan sosial ekonomi orang

tua/wali siswa.

b.      Penempatan dan Penyaluran ke Dalam Jabatan/Pekerjaan

Di samping penempatan dalam pendidikan, sekolah juga membantu para siswanya yang

akan memasuki dunia kerja. Walaupun di sekeliling siswa tersedia berbagai lapangan

kerja, tetapi tidak semua lapangan kerja itu dapat dengan mudah atau cocok untuk

dimasuki. Sebagaimana halnya dengan dunia pendidikan, maka masing-masing bidang

pekerjaan itu memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri. Kondisi, sifat dan ciri pekerjaan

tercantum pada informasi pekerjaan sebagaimana telah diutarakan. Selanjutnya, untuk

keperluan praktis informasi tersebut dituangkan ke dalam kriteria penerimaan tenaga

kerja. Kriteria ini pada umumnya tidak dimiliki oleh setiap orang, karena individu itu

berbeda antara yang satu dengan yang lain, baik bakat, minat, kemampuan, dan sifat-

sifat kepribadian lainnya. Prinsip lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa bagi setiap

lapangan kerja penambahan tenaga kerja berarti peningkatan produktivitas pada

lapangan kerja yang dimaksud. Penambahan jumlah tenaga kerja tanpa diikuti dengan

peningkatan produktivitas sama dengan pemborosan. Sedangkan peningkatan

produktivitas hanya mungkin dicapai apabila tenaga kerja yang bersangkutan

mempunyai motivasi yang tinggi untuk berprestasi, mempunyai kemauan untuk bekerja

keras, mencintai dan menyenangi pekerjaannya, di samping memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya itu.

Peranan orang tua atau wali siswa juga cukup penting, terutama dalam memberikan data

pendukung tentang siswa, menjalankan keputusan tentang penempatan dan penyaluran

yang dilakukan oleh sekolah dengan layanan serta perlakuan orang tua terhadap anak,

dan dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi kegiatan belajar siswa (seperti

keizinan bagi anak untuk melakukan kegiatan--khususnya kegiatan di luar jam pelajaran;

penyediaan buku-buku dan alat-alat keperluan pembelajaran, serta biaya). Apabila trio

“guru—konselor—orang tua” kelompok dan matang dalam menangani layanan

penempatan dan penyaluran demi kebahagiaan anak, sangat dapat diharapkan

perkembangan anak berada pada jalur yang tepat.

D.    Layanan Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting

diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan

yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau

rendahnya inteligensi. Sering kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat

layanan bimbingan yang memadai.

Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahap-tahap : (a) pengenalan siswa

yang mengalami masalah belajar, (b) pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah

belajar, dan (c) pemberian bantuan pengentasan masalah belajar.

    Pengenalan Siswa yang Mengalami Masalah Belajar

Di sekolah, di samping banyaknya siswa yang berhasil secara gemilang dalam belajar,

sering pula dijumpai adanya siswa yang gagal, seperti angka-angka rapor rendah, tidak

naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan sebagainya. Secara umum, siswa-siswa yang

seperti itu dapat dipandang sebagai siswa-siswa yang mengalami masalah belajar.

Secara lebih luas, masalah belajar tidak hanya terbatas pada contoh-contoh yang

disebutkan itu. Masalah belajar memiliki bentuk yang banyak ragamnya, yang pada

umumnya dapat digolongkan atas :

a.       Keterlambatan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki

inteligensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.

b.      Ketercepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat, akademik

yang cukup tinggi atau memiliki IQ 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan tugas-tugas

khusus untuk menentukan kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi itu.

c.       Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik

yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapat pendidikan atau

pengajaran khusus.

d.      Kurang motivasi dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat

dalam belajar; mereka seolah-olah tampak jera dan malas.

e.       Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatan

atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan yang seharusnya, seperti

suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya

untuk hal-hal yang tidak diketahuinya, dan sebagainya.

Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana

siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya. Siswa-

siswa dikatakan telah mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian

besar materi yang berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

Ketentuan ini merupakan penerapan dari konsep belajar tuntas (mastery learning) yang

didasarkan pada asumsi bahwa setiap siswa dapat mencapai hasil belajar sebagai yang

diharapkan jika dia diberi waktu yang cukup dan bimbingan yang memadai untuk

mempelajari bahan yang disajikan. Ketuntasan penguasaan bahan ditentukan dengan

menetapkan patokan, yaitu persentase minimal yang harus dicapai oleh siswa. Siswa

yang belum menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan,

dikatakan belum menguasai tujuan-tujuan pengajaran. Siswa yang seperti ini

digolongkan sebagai siswa yang mengalami masalah dalam belajar dan memerlukan

bantuan khusus. Sedangkan siswa yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan

yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai

siswa yang sangat cepat dalam belajar. Mereka ini patut mendapat tugas-tugas

tambahan sebagai pengayaan.

Cara lain untuk melihat derajat keberhasilan siswa belajar ialah dengan memperhatikan

kurva yang dibentuk oleh nilai-nilai hasil belajar yang dicapai oleh kelompok siswa

(misalnya siswa dalam satu kelas, atau dalam satu tingkatan kelas). Anggota kelompok

itu menyebar pada keseluruhan kurva seperti tampak pada Gambar 9.

 Lambat sekali              Lambat    Sedang           Pandai              Pandai sekali

 

Lambat sekali              Lambat    Sedang           Pandai              Pandai sekali

Gambar 9Kurva Hasil Belajar

Tingkat keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan dengan melihat kedudukan nilai

siswa yang bersangkutan pada kurva. Nilai yang terletak di tengah kurva menandakan

bahwa siswa yang mencapai nilai itu tergolong sedang, yang di sebelah kanan kurva

tergolong pandai, dan yang berada di ujung kurva sebelah kanan tergolong amat pandai.

Sebaliknya yang berada di sebelah kiri tergolong lambat, dan yang di ujung kiri termasuk

lambat sekali. Dengan penggolongan itu dapatlah diketahui siapa-siapa yang

memerlukan bantuan khusus, dan siapa-siapa yang memerlukan materi pengayaan.

Tes Kemampuan Dasar

Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau intelegensi tertentu. Tingkat kemampuan

dasar ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan mengadministrasikan tes intelegensi

yang sudah baku. Beberapa tes yang terkenal dalam bidang ini antara lain adalah

Progressive Matrices (PM), Wechles Intelligence Scale (WAIS dan WISC), Stanford Binet

Intelligence Scale (SBIS). Dalam banyak skala inteligensi, kemampuan dasar manusia

diklasifikasikan sebagai berikut :

I.Q.

140 ke atas

120 – 139

110 – 129

90 – 109

80 – 89

70 – 79

Di bawah 70

        Sangat cerdas

        Cerdas

        Di atas rata-rata

        Normal atau rata-rata

        Di bawah rata-rata

        Bodoh

        Sangat bodoh

Hasil belajar yang dicapai siswa seyogyanya dapat mencerminkan tingkat kemampuan

dasar yang dimilikinya. Siswa yang kemampuan dasarnya tinggi akan mencapai hasil

belajar tinggi pula. Bilamana seorang siswa mencapai hasil belajar lebih rendah dari

teraan inteligensi yang dimilikinya, maka siswa yang bersangkutan digolongkan sebagai

siswa yang mengalami masalah dalam belajar.

Skala Sikap dan Kebiasaan Belajar

Sikap dan kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar.

Sebagian dari hari belajar ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang dilakukan siswa

dalam belajar. Dari berbagai penelitian yang pernah diadakan di tanah air terdapat

hubungan yang berarti antara sikap dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar.

Sebagian dari sikap dan kebiasaan siswa belajar itu dapat diketahui dengan mengadakan

pengamatan dalam kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan tugas-tugas, membaca

buku, membuat catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan belajar

siswa. Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada sikap dan kebiasaan yang dapat

diterima oleh alat indra.

Tes Diagnostik

Tes diagnostik merupakan instrumen untuk mengungkapkan adanya kesalahan-

kesalahan yang dialami oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu. Misalnya untuk mata

pelajaran berhitung/matematika apakah dijumpai kesalahan-kesalahan dalam operasi

berhitung, atau pemakaian rumus-rumus; untuk pelajaran bahasa dijumpai kesalahan-

kesalahan dalam penerapan tata bahasa dan pemakaian ejaan. Untuk semua mata

pelajaran diharapkan dapat disusun dan dibuatkan tes diagnostiknya masing-masing.

Dengan tes diagnostik sebenarnya sekaligus dapat diketahui kekuatan dan kelemahan

siswa. Makin sedikit siswa membuat kesalahan pada tes diagnostik, makin kuatlah siswa

pada materi pelajaran yang bersangkutan; dan sebaliknya. Siswa-siswa yang ternyata

sudah cukup kuat dalam mata pelajaran yang dimaksud dianjurkan untuk terus

memupuk kekuatan mereka itu, sedangkan siswa yang masih mengalami banyak

kesalahan berarti memerlukan bantuan khusus.

Analisis Hasil Belajar atau Karya

Analisis hasil belajar atau karya merupakan bentuk lain dari tes diagnostik. Tujuannya

sama, yaitu mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa dalam mata

pelajaran tertentu. Apabila tes diagnostik disusun, dibakukan, dsn diselenggarakan

dalam bentuk tes (sebagian besar tertulis), analisis hasil belajar merupakan prosedur

yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan memeriksa secara langsung materi hasil

belajar yang ditampilkan siswa, baik melalui tulisan, bentuk grafik atau gambar, bentuk

tiga dimensi yang berupa model, maket dan bentuk-bentuk tiga dimensi hasil kerajinan

dan keterampilan tangan lainnya, serta gerak dan suara. Bentuk hasil belajar yang lain

dapat berupa foto, film, ataupun rekaman video.

    Upaya Membantu Siswa yang Mengalami Masalah Belajar

Siswa yang mengalami masalah belajar seperti diutarakan di depan perlu mendapat

bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut yang nantinya dapat mempengaruhi

proses perkembangan siswa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah dengan (a)

pengajaran perbaikan, (b) kegiatan pengayaan, (c) peningkatan motivasi belajar, dan (c)

pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.

a.       Pengajaran Perbaikan

Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada seorang

atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk

memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Dalam hal ini

bentuk kesalahan yang paling pokok berupa kesalahpengertian, dan tidak menguasai

konsep-konsep dasar. Apabila kesalahan-kesalahan itu diperbaiki, maka siswa

mempunyai kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

b.      Kegiatan Pengayaan

Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang

atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar. Mereka memerlukan tugas-

tugas tambahan yang terencana untuk menambah memperluas pengetahuan dan

keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan belajar sebelumnya. Siswa-siswa

seperti ini sering muncul dalam kegiatan pelajaran dengan menggunakan sistem

pengajaran yang terencana secara baik. Misalnya, sistem pengajaran dengan modul,

paket belajar, dan pengajaran yang berprogram lainnya. Siswa yang amat cepat belajar

hampir selalu dapat mengerjakan tugas-tugas lebih cepat dari rekan-rekan mereka

dalam waktu yang ditetapkan.

c.       Peningkatan Motivasi Belajar

Apabila kepada siswa ditanyakan mengapa mereka belajar, maka akan diperoleh

berbagai jawaban. Si Ani mungkin mengatakan ia belajar karena ingin pandai. Si Badrun

mungkin mengatakan ia belajar karena ingin lulus dalam ujian.

Guru konselor dan staf sekolah lainnya berkewajiban membantu siswa meningkatkan

motivasinya dalam belajar. Prosedur-prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan :

1)      Memperjelas tujuan-tujuan belajar. Siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar

apabila ia mengetahui tujuan-tujuan atau sasaran yang hendak dicapai.

2)      Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa

3)      Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan

menyenangkan.

4)      Memberikan hadiah (penguatan) dan hukuman bilamana perlu*)

5)      Menciptakan suasana hubungan yang hangat dan dinamis antara guru dan murid,

serta antara murid dan murid.

6)      Menghindari tekanan-tekanan dan suasana yang tidak menentu (seperti suasana

yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan, menjengkelkan).

d.      Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Efektif

Setiap siswa diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif. Tetapi

tidak tertutup kemungkinan ada siswa yang mengamalkan sikap dan kebiasaan yang

tidak diharapkan dan tidak efektif. Apabila siswa memiliki sikap dan kebiasaan seperti

itu, maka dikhawatirkan siswa yang bersangkutan tidak akan mencapai hasil belajar

yang baik, karena hasil belajar yang baik itu diperoleh melalui usaha atau bahkan

perjuangan yang keras.

Prinsip-prinsip belajar, antara lain :

1)      Belajar berarti melibatkan diri secara penuh, lebih dari sekedar membaca bahan-

bahan yang tercetak dalam buku-buku teks.

2)      Efisiensi belajar akan meningkat apabila perbuatan belajar itu didasarkan atas

rencana atau tujuan yang nyata dan hasil dapat diukur.

3)      Kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan kalimat-kalimat yang ada dalam bahan yang

dipelajari baru dibaca dengan penuh pengertian.

4)      Sebagian bahan belajar hanya dapat dipelajari dengan baik kalau menggunakan

seluruh metode belajar.

5)      Belajar dalam suasana terpaksa tidak memberikan harapan besar untuk berhasil

dengan baik.

6)      Untuk dapat melaksanakan kegiatan dan mencapai hasil belajar yang baik

diperlukan adanya suasana hati yang aman, kesehatan yang baik, tidur teratur, dan

rekreasi yang memadai.

Lebih jauh, sikap dan kebiasaan belajar yang baik tidak tumbuh secara kebetulan,

melainkan sering kali perlu ditumbuhkan melalui bantuan yang terencana, terutama oleh

guru-guru konselor, dan orang tua siswa. Untuk itu siswa hendaklah dibantu dalam hal :

1)      Menemukan motif-motif yang tepat dalam belajar

2)      Memelihara kondisi kesehatan yang baik

3)      Mengatur waktu belajar, baik di sekolah maupun di rumah

4)      Memilih tempat belajar yang baik

5)      Belajar dengan menggunakan sumber belajar yang kaya, seperti buku-buku teks

dan referensi lainnya.

6)      Membaca secara baik dan sesuai dengan kebutuhan, misalnya kapan membaca

secara garis besar, kapan secara terinci, dan sebagainya.

7)      Tidak segan-segan bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui kepada guru,

teman atau siapapun juga.

Berdasarkan hasil-hasil pengungkapan kelemahan dan kekuatan siswa dengan

mempergunakan instrumen/prosedur di atas, konselor dan guru merancang layanan

bimbingan belajar bagi siswa yang memerlukannya, baik layanan individual maupun

kelompok, baik dalam bentuk penyajian klasikal, kegiatan kelompok belajar,

bimbingan/konseling kelompok atau individual, ataupun kegiatan lainnya. Dalam

pelaksanaannya peranan konselor dan guru masing-masing atau bersama-sama

tergantung pada materi layanan. Layanan yang materinya lebih banyak menyangkut

penguasaan bahan pelajaran (seperti pengajaran perbaikan dana kegiatan pengayaan)

menutut peranan guru lebih besar, sedangkan pelayanan yang menuntut pengembangan

motivasi, minat, sikap dan kebiasaan belajar menuntut lebih banyak peranan konselor.

Keadaan yang lebih dikehendaki ialah apabila kedua pihak selalu bahu-membahu

meningkatkan kemampuan siswa belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

E.     Layanan Konseling Perorangan

Pada bagian-bagian terdahulu konseling telah banyak disebut. Pada bagian ini konseling

dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara

konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan

pengentasannya, sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan itu,

konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi

pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan “jantung

hatinya” pelayanan bimbingan secara menyeluruh.

Implikasi lain pengertian “jantung hati” itu ialah, apabila seorang konselor telah

menguasai dengan sebaik-baiknya apa, mengapa dan bagaimana pelayanan konseling

itu (dalam arti memahami, menghayati, dan menerapkan wawasan, pengetahuan dan

keterampilan dengan berbagai teknik dan teknologinya), maka dapat diharapkan ia akan

dapat menyelenggarakan layanan-layanan bimbingan lainnya dengan tidak mengalami

banyak kesulitan. Hal itu dapat dimengerti karena, layanan konseling yang tuntas telah

mencakup sebagian fungsi-fungsi pemahaman. Di samping itu, perlu dipahami pula

bahwa “konseling multidimensional”, sebagaimana telah disebut terdahulu, menjangkau

aspek-aspek yang lebih luas dari pada apa yang muncul pada saat wawancara konseling.

Isi konseling menyangkut berbagai segi kehidupan dan perkembangan klien yang

mungkin perlu dikaitkan pada layanan-layanan orientasi dan informasi, penempatan dan

penyaluran, serta bimbingan belajar.

1.      Layanan Konseling Diselenggarakan Secara “Resmi”

Konseling merupakan layanan yang teratur, terarah, dan terkontrol, serta tidak

diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sasaran (subjek penerima layanan),

tujuan, kondisi dan metodologi penyelenggaraan layanan telah digariskan dengan jelas.

Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling, Munro dkk. (1979)

mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu (a) kerahasiaan, (b) keterbukaan, dan

(c) tanggung jawab pribadi klien.

Di atas landasan sebagaimana telah diutarakan itu, sifat “resmi” layanan konseling

ditandai dengan adanya ciri-ciri yang melekat pada pelaksanaan layanan itu, yaitu

bahwa :

a.       Layanan itu merupakan usaha yang disengaja

b.      Tujuan layanan tidak boleh lain dari pada untuk kepentingan dan kebahagiaan

klien.

c.       Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yang telah ditetapkan

d.      Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yang telah teruji.

e.       Hasil layanan dinilai dan diberi tindak lanjut.

Sebagaimana telah dikemukakan di depan, tujuan konseling umum bimbingan dan

konseling adalah pemeliharaan dan pengembangan diri klien seutuhnya. Kepentingan

dan kebahagiaan klien yang menjadi arah layanan konseling secara langsung mengacu

kepada pemeliharaan dan pengembangan klien itu. Apa pun yang muncul dalam layanan

bimbingan dan konseling harus diarahkan pada tujuan tersebut; dan apa pun yang

menjadi persepsi, sikap dan tindakan konselor harus berorientasi pada tujuan positif bagi

klien itu. Lebih jauh, sebuah kondisi yang terbangun selama hubungan konseling

berlangsung dan berbagai kemungkinan implikasinya, baik ditinjau dari sisi klien,

konselor, maupun kondisi hubungan itu sendiri, tidak lain adalah untuk kepentingan dan

kebahagiaan klien.

Format apa pun yang terbentuk, standar atau hasil modifikasi efek yang diharapkan dari

terbentuknya format itu adalah :

a.       Konselor sepenuhnya menghadapi (dan mencurahkan perhatian kepada) klien; dan

sebaliknya klien dapat sepenuhnya memperhatikan konselor dalam hal ini baik klien

maupun konselor menyediakan diri dalam kondisi transparan (tidak ada yang ditutup-

tutupi).

b.      Klien benar-benar melihat dan merasakan bahwa konselor dalam “sikap sempurna”

selalu memperhatikan (dalam arti positif) diri klien dan permasalahannya.

c.       Suara, mimik dan gerak-gerik klien dan konselor jelas ditangkap oleh pihak

lainnya.

d.      Klien dan konselor mudah bergerak

e.       Klien dan konselor merasa dekat satu sama lain, sambil tetap menjaga jarak.

Format hubungan konseling yang diterapkan oleh seorang konselor boleh jadi tidak sama

untuk semua kliennya. Format standar dan berbagai modifikasinya dipakai secara

bervariasi sesuai dengan kondisi klien, kondisi sosial budaya, kondisi ruang dan

peralatan yang ada, dan kondisi konselor sendiri.

2.      Pengentasan Masalah Melalui Konseling

Melalui konseling klien mengharapkan agar masalah yang dideritanya dapat dientaskan.

Langkah-langkah umum upaya pengentasan masalah melalui konseling pada dasarnya

adalah :

a.       Pemahaman masalah;

b.      Analisis sebab-sebab timbulnya masalah;

c.       Aplikasi metode khusus;

d.      Evaluasi;

e.       Tindak lanjut.

Kegiatan pengenalan dan pemahaman masalah secara umum telah dibahas pada bagian

terdahulu. Dalam konseling klien dan konselor harus benar-benar memahami masalah

yang dihadapi klien, sedapat-dapatnya secara lengkap dan rinci. Pemahaman masalah

oleh klien harus benar-benar persis sama dengan pemahaman konselornya dan objektif

sebagaimana adanya masalah itu. Hal itu perlu justru untuk menjamin ketetapan,

efektivitas, dan efisiensi proses konseling. Upaya pemahaman masalah itu biasanya

dilakukan pada awal proses konselor di luar proses konseling (misalnya melalui laporan

pihak ketiga, dan dalam cumulative record, keterangan dari klien sendiri dalam proses

konseling. Konselor tidak seyogyanya meyakini kebenaran suatu pendapat konselor

sendiri, apalagi pendapat atau keterangan dari pihak ketiga, tentang klien dan

permasalahannya, sebelum dicetak terlebih dahulu kepada klien yang bersangkutan.

Hubungan konseling adalah hubungan pribadi yang terbuka dan dinamis antara klien dan

konselor. Hubungan ini ditandai oleh adanya kehangatan, kebebasan dan suasana yang

memperkenalkan klien menampilkan diri sebagaimana adanya. Dalam proses konseling

tidak ada kata-kata seperti “Anda salah”, “harus begini atau begitu”, “tidak boleh begini

atau begitu”, “kok sampai begitu”, atau kata-kata yang mencemooh, merendahkan atau

menyesalkan, menilai negatif atau menyalahkan, atau kata-kata yang mencela dan

bermakna negatif lainnya. Sebaliknya, juga tidak ada kata-kata seperti “semua terserah

Anda”, yang akan menanggung risiko kan Anda sendiri”, “saya tidak mau mencampuri

urusan Anda” atau kata-kata yang sebenarnya palsu, seperti “Anda sebenarnya memang

hebat”, “Anda dapat menyelesaikan semua urusan sendiri”, “anda sebenarnya tidak

memerlukan bantuan”, “Anda tidak berdosa”, “Anda tidak perlu menyesali diri sendiri”

dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut sengaja dikemukakan untuk menekankan

betapa pentingnya isi dan suasana wawancara konseling itu. Setiap kata yang

dilancarkan dan diluncurkan oleh konselor hendaknya benar-benar tepat dan benar-

benar mengenai permasalahannya, dapat menggugah hati serta pikiran klien, tanpa

menimbulkan reaksi-reaksi negatif pada diri klien (seperti ragu-ragu, cemas, perasaan

tersinggung, bangga yang berlebihan atau sombong, sikap mempertahankan diri, masa

bodoh, dan lain sebagainya). Wawancara konseling bukanlah pembicaraan biasa,

melainkan dialog teraputik untuk membantu klien.

Terpahaminya masalah klien dengan baik serta tergugahnya hati dan pikiran klien belum

tentu serta merta membuahkan hasil terpecahkannya masalah. Dalam hal ini proses

konseling masih perlu dilanjutkan dengan penerapan metode khusus sesuai dengan

rincian masalah dan sumber-sumber penyebabnya. Metode-metode khusus bervariasi

dari pengembangan penalaran dan kata hati, peneguhan hasrat untuk mencapai tujuan

tertentu (dalam rangka pemecahan masalah), latihan merencana suatu kegiatan,

pemberian contoh, latihan bersikap dan bertindak, desensitisasi, sampai dengan

penerapan program-program komputer dalam konseling (Brammer & Shostrom, 1982).

Penerapan metode khusus ini menjadikan proses konseling tidak semata-mata

berdimensi verbal melainkan berkembang menjadi proses multi-dimensional

sebagaimana pernah disinggung pada bab terdahulu.

Upaya evaluasi dalam proses diakhiri dengan “evaluasi akhir proses” Konselor dapat

meminta klien menyampaikan kesan-kesan dan perasaannya terhadap proses konseling

yang baru saja dijalaninya, hal-hal apa yang sudah dan belum ia peroleh, dan harapan-

harapannya, khususnya dengan masalah yang dihadapinya. Hasil evaluasi akhir ini dapat

pula dikaitkan dengan rencana lebih lanjut klien, termasuk di dalamnya kemungkinan

penerapan hasil-hasil konseling (seperti beberapa alternatif tindakan untuk mencapai

tujuan, latihan-latihan bertingkah laku) dalam kehidupan* sehari-hari, dan konseling

lebih lanjut.

Evaluasi pasca proses konseling biasanya lebih sukar dilakukan, lebih-lebih dengan klien-

klien yang berada di luar lembaga tempat konselor bekerja. Konselor sukar menjangkau

mereka sehingga evaluasi sistematik sukar dilakukan. Evaluasi insidentil dapat

berlangsung apabila konselor bertemu mereka dan menanyakan dampak konseling yang

pernah terlaksana, atau melalui pihak ketiga yang mengenal klien. Evaluasi seperti ini

derajat kesahihan dan keterandalannya tidak cukup tinggi atau bahkan diragukan. Untuk

klien-klien yang berada dalam lembaga tempat konselor bekerja evaluasi pasca proses

lebih mungkin dilaksanakan; apalagi kalau untuk mereka disediakan program pelayanan

yang terjadwal sehingga antara klien dan konselor dapat diatur pertemuan berkala.

Evaluasi melalui instrumen tertulis (misalnya angket) juga dapat dilakukan. Hasil

evaluasi itu dipakai sebagai masukan dan bahan pertimbangan baik bagi rencana tindak

lanjut yang akan dilaksanakan dalam pertemuan terjadwal dengan masing-masing klien,

maupun bagi penyusutan program-program pelayanan periode-periode berikutnya.

3.      Tahap-tahap Keefektifan Pengentasan Masalah Melalui Konseling

Sangat diinginkan oleh semua pihak bahwa proses tahap konseling dapat memberikan

hasil yang sebesar-besarnya untuk menunjang perkembangan dan kehidupan klien pada

umumnya, dan khususnya untuk mengentaskan masalah klien. Keefektifan pengentasan

masalah melalui konseling sebenarnya dapat dideteksi sejak awal klien mengalami

masalah. Dari keadaan yang paling awal itu sampai konseling yang paling efektif akhir

nantinya pada waktu masalah klien terentaskan, dapat diidentifikasi lima tahap. Dengan

memperhatikan tahap-tahap tersebut akan terlihat apakah klien sejak awalnya sampai

dengan akhirnya memang menjalani tahap-tahap yang mengarahkan dirinya untuk

mencapai keadaan terentaskan masalahnya. Atau sebaliknya, ia berhenti pada suatu

tahap dan tidak melanjutkannya ke tahap berikutnya, sehingga keefektifan pengentasan

masalah tidak meningkatkan kepada taraf keefektifan yang lebih tinggi.

Namun keefektifan konseling tidak dapat begitu saja. Klien dituntut untuk aktif dalam

proses konseling. Keaktifan klien inilah yang justru menentukan tahap keempat

keefektifan konseling, dan partisipasi aktif klien  itulah yang merupakan keefektifan

konseling. Partisipasi aktif klien itu diharapkan dapat terselenggara dari awal proses

konseling sampai konseling itu dinyatakan berakhir. Setelah berakhirnya proses

konseling, pertanyaan yang masih tersisa ialah, apakah konseling itu telah memberikan

hasil yang benar-benar efektif? Pertanyaan itu mengacu pada tahap keefektifan

konseling yang kelima. Konseling yang telah terselenggara itu benar-benar efektif

apabila klien benar-benar menjalankan (menerapkan) hasil-hasil yang telah dicapai

melalui konseling dalam kehidupan sehari-hari klien. Dengan kata lain, hasil konseling itu

benar-benar mengubah tingkah laku klien, dan dengan demikian masalah klien secara

berangsur-angsur teratasi.

Kelima tahap keefektifan konseling itu dapat digambarkan melalui diagram sebagai

berikut (Diagram 1).

                                                                                                5

                                                                            4

                                                      3

                        2

      1

Diagram 2

Lima Tahap Keefektifan Konseling

Catatan    :   Sering kali individu datang kepada konselor tanpa memahami masalah yang

sebenarnya ada pada dirinya. Pemahaman masalah baru terjadi dalam proses konseling.

4.      Pendekatan dan Teori Konseling

Pada Bab V telah disinggung sedikit tentang adanya sejumlah teori konseling. Apabila

dititik lebih lanjut teori-teori tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga

pendekatan, yaitu pendekatan konseling direktif, konseling non-direktif dan konseling

elektrik. Pendekatan-pendekatan itu terutama pendekatan direktif dan non-direktif,

masing-masing  memiliki pandangan yang berbeda, bahkan di sana-sini bertolak

belakang, terutama tentang hakikat tingkah laku individu dan timbulnya masalah.

Perbedaan-perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam

teknik-teknik konseling yang secara langsung diterapkan terhadap klien.

a.       Konseling Direktif

Konseling direktif berlangsung menurut langkah-langkah umum sebagai berikut :

1)      Analisis data tentang klien

2)      Pensintesisan data untuk mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan-

kelemahan klien.

3)      Diagnosis masalah

4)      Prognosis atau prediksi tentang perkembangan masalah selanjutnya

5)      Pemecahan masalah

6)      Tindak lanjut dan peninjauan hasil-hasil konseling

Upaya pemecahan masalah didasarkan pada hasil diagnosis yang pada umumnya

berbentuk kegiatan yang langsung ditujukan pada pengubahan tingkah laku klien.

b.      Konseling Non-Direktif

Konseling non-direktif sering juga disebut “Client Centered Therapy”. Pendekatan ini

diperoleh oleh Carl Rogers dari Universitas Wisconsin di Amerika Serikat. Konseling non-

direktif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien.

Melalui pendekatan ini, klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan

dan pikiran-pikirannya secara bebas. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa seseorang

yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi

masalahnya sendiri. Tetapi oleh karena sesuatu hambatan, potensi dan kemampuannya

itu tidak dapat berkembang atau berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk

mengembangkan dan memfungsikan kembali kemampuannya itu klien memerlukan

bantuan. Bertitik tolak dari anggapan dan pandangan tersebut, maka dalam konseling,

inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah diletakkan di pundak klien sendiri.

Sedangkan kewajiban dan peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar

potensi dan kemampuan yang ada pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang

secara optimal, dengan jalan menciptakan hubungan konseling yang hangat dan

permisif. Suasana seperti itu akan memungkinkan klien mampu memecahkan sendiri

masalahnya. Dalam suasana seperti itu konselor merupakan “agen pembangun” yang

mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk

dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut. Menurut Rogers, adalah menjadi

tanggung jawab klien untuk membantu dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang penting

dalam konseling non-direktif adalah mengupayakan agar klien mencapai

kematangannya, produktif, merdeka dan dapat menyesuaikan diri dengan baik.

c.       Konseling Elektrik

Pendekatan dan teori-teori konseling itu telah ditempa dan dikembangkan oleh pencetus

dan ahlinya, dan telah dipelajari oleh berbagai kalangan dalam bidang bimbingan dan

konseling. Disadari bahwa setiap pendekatan atau teori itu mengandung kekuatan dan

kelemahan, namum semuanya telah menyumbang secara positif pada dunia bimbingan

dan konseling, baik secara teoritis maupun secara praktis. Disadari pula bahwa dalam

kenyataan praktek konseling menunjukkan bahwa tidak semua masalah dapat

dientaskan secara baik hanya dengan satu pendekatan atau teori saja. Ada masalah

yang lebih cocok diatasi dengan pendekatan direktif, dan ada pula yang lebih cocok

dengan pendekatan non-direktif atau dengan teori khusus tertentu. Dengan pendekatan

lain, tidaklah dapat ditetapkan bahwa setiap masalah harus diatasi dengan salah satu

pendekatan atau teori saja. Pendekatan atau teori mana yang cocok digunakan sangat

ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :

1)      Sifat masalah yang dihadapi (misalnya tingkat kesulitan dan kekompleksannya).

2)      Kemampuan klien dalam memainkan peranan dalam proses konseling.

3)      Kemampuan konselor sendiri, baik pengetahuan maupun keterampilan dalam

menggunakan masing-masing pendekatan atau teori konseling. Mereka yang

mempelajari pendekatan dan teori-teori itu mungkin ada yang tertarik dan merasa

dirinya lebih cocok untuk mendalami dan mempraktekkan satu pendekatan atau teori

konseling tertentu saja, dan mungkin ada pula yang berusaha “menggabungkan” dan-

tiga teori yang berdekatan dalam wilayah garis kontinum yang dimaksudkan di atas.

Kebanyakan diantara mereka bersikap elektrik yang mengambil berbagai kebaikan dari

kedua pendekatan ataupun dari berbagai teori konseling yang ada itu, mengembangkan

dan menerapkannya dalam praktek sesuai dengan permasalahan klien. Sikap elektrik ini

telah ada sejak lama dan bahkan dianggap lebih tepat dan sesuai dengan filsafat atau

tujuan bimbingan dan konseling daripada sikap yang hanya mengandalkan satu

pendekatan atau satu-dua teori tertentu saja (Tolbert, 1959; Hansen, dkk., 1977; dan

Brammer & Shostrom, 1982).

5.      Konseling di Lingkungan Kerja yang Berbeda

a.       Konseling di Sekolah Dasar

Sasaran layanan konseling di SD adalah anak-anak yang masih sangat muda. Barangkali

masih ada yang beranggapan bahwa anak0anak yang masih sangat muda jarang yang

mengalami masalah sehingga layanan konseling sebenarnya tidak diperlukan di SD.

Untuk mereka yang berpendapat seperti itu perlu diingatkan bahwa perkembangan dan

kehidupan itu penuh dengan tantangan; tidak peduli tua ataupun muda, setiap individu

yang berkembang dan hidup pasti selalu menghadapi tantangan. Di samping itu perlu

digarisbawahi pula bahwa masalah-masalah yang ternyata sudah muncul perlu

dientaskan seawal, sesegera, secepat, dan setepat mungkin. Oleh karena itu, pelayanan

bimbingan dan konseling pada umumnya, dan layanan konseling khususnya tetap sangat

diperlukan bagi mereka yang masih sangat muda sekalipun.

Aspek-aspek lain juga muncul dalam layanan konseling di SD. Karena anak-anak SD

menurut kenyataannya masih amat tergantung pada orang tua dan guru, maka

peningkatan keterampilan berkomunikasi, sikap dan perilaku orang tua dan guru

terhadap anak-anak merupakan layanan pokok yang justru lebih mendasar dari pada

layanan konseling dalam arti konsultasi dalam bentuk hubungan tatap muka antara

konselor dan klien (Dinkmeyer, Frust, Linduquist dan Chamley dalam Nugent, 1981).

Dibanding dengan layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok agaknya

lebih mungkin dilaksanakan dengan anak-anak SD.

Hal lain lagi yang perlu mendapat perhatian konselor ialah bagaimana mendorong anak-

anak untuk datang kepada konselor untuk memperoleh layanan bimbingan. Nogent

(1981) melihat empat sumber yang memungkinkan alih tangan anak-anak kepada

konselor, yaitu guru, kepala sekolah, anak-anak itu sendiri, dan konselor sendiri. Guru-

guru adalah orang-orang yang paling banyak bergaul dan memperhatikan segenap

tingkah laku anak-anak sehari-hari di sekolah. Sikap dan kebiasaan masing-masing anak

belajar, hubungan sosial mereka satu sama lain, sampai dengan tingkah laku yang

menyimpang, seperti nakal, mencuri dan sebagainya teramati oleh guru. Kekuatan dan

kelemahan anak-anak dapat diketahui secara langsung oleh guru. Anak-anak yang

memerlukan bantuan konselor, oleh guru dapat secara langsung diahlihtangankan

kepada konselor.

Konselor sendiri juga merupakan figur yang penting sebagai sumber alih tangan.

Konselor yang aktif, yang menunjukkan banyak perhatian dan sering berhubungan

dengan anak, yang sering menampilkan diri di hadapan anak-anak dan sering

menciptakan suasana dan melakukan kegiatan yang menyenangkan dan

menguntungkan bagi anak-anak, akan dirasakan dekat oleh anak-anak dan besar

kemungkinan akan banyak dikunjungi oleh anak-anak itu. Hubungan baik antara konselor

dengan murid, ditambah dengan pemahaman yang cukup baik dari anak-anak tentang

fungsi dan peranan konselor yang dapat diberikan kepada mereka, akan banyak

menentukan frekuensi dan intensitas pemanfaatan jasa konseling oleh anak-anak di SD.

b.      Konseling di Sekolah Menengah

Siswa sekolah menengah berbeda dari murid SD. Mereka berada pada tahap

perkembangan remaja yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke dewasa. Banyak

gejolak menandai masa perkembangan remaja itu. Konselor di sekolah menengah

dituntut untuk memahami berbagai gejolak yang secara potensial sering muncul itu dan

cara-cara penanganannya. Bentuk-bentuk permasalahan khusus seperti masalah

hubungan muda-mudi, masalah perkembangan seksual, masalah sosial dan ekonomi,

masalah masa depan banyak muncul di antara para remaja itu.

Pendekatan dan teknik-teknik konseling dalam berbagai bentuknya dapat dipakai

terhadap para pemuda yang sudah lebih berkembang dari pada anak-anak SD itu.

Aplikasi pendekatan dan teknik konseling serta penyesuaiannya banyak tergantung pada

keunikan klien dan masalahnya, serta spesialisasi keahlian konselor sendiri. Tentang

sumber alih tangan klien, sama dengan yang telah diuraikan terdahulu, yaitu sangat

mengandalkan pada peranan guru, kepala sekolah, siswa dan konselor sendiri, serta

orang tua. Kehadiran konselor langsung dihadapan para siswa (di muka kelas dan pada

kesempatan-kesempatan lain), disertai dengan informasi yang tepat dan mantap tentang

fungsi konselor dan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, akan sangat

membantu peningkatan pemanfaatan layanan konseling oleh para siswa.

c.       Konseling di Perguruan Tinggi

Perbedaan antara konseling di sekolah menengah dan di perguruan tinggi diwarnai oleh

arah perkembangan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai serta kekompleksan

program pendidikan dan latihan di kedua jenjang pendidikan itu. Apabila di sekolah

menengah para siswa belum akan segera dituntut untuk bekerja atau terjun di

masyarakat, maka para mahasiswa sudah berada pada batas antara “hidup tergantung

pada orang tua” dan “hidup bebas dan mandiri”. Disamping itu, para siswa di sekolah

menengah mengalami proses pembelajaran yang secara relatif lebih terbimbing dari

pada para mahasiswa di perguruan tinggi; proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih

bervariasi dan menuntut kemandirian mahasiswa.

Praktek pelaksanaan konseling di perguruan tinggi tidak banyak berada dari pada

pelaksanaannya di sekolah menengah. Penekanan pada kondisi akademik dan

kemandirian mewarnai pelaksanaan konseling. Sumber alih tangan klien lebih banyak

ditekankan pada keadaan mahasiswa sendiri. Oleh karena itu permasyarakatan

pelayanan bimbingan dan konseling dan peranan konselor lebih perlu diperluas melalui

berbagai media yang ada di kampus. Unit pelayanan bimbingan dan konseling yang ada

perlu bekerja sama dengan unit-unit yang langsung berhubungan dengan mahasiswa;

pertama, untuk ikut serta memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling, dan

kedua, untuk menjadi “agen alih tangan”.

d.      Konseling di Masyarakat

Dipandang dari segi masalah klien serta pendekatan dan teknik konseling, layanan

konseling di masyarakat (di luar satuan pendidikan formal) tidak berbeda dari layanan di

satuan pendidikan. Jika terdapat perbedaan, maka hal itu terletak pada kondisi lembaga

tempat konselor bekerja. Layanan konseling dapat diselenggarakan di lembaga tertentu,

seperti lembaga kerja (perusahaan, kantor, pabrik), lembaga kemasyarakatan, Lembaga

Bantuan Hukum, Puskesmas, “Badan Penasihat Perkawinan”, “Lembaga Kesehatan

Masyarakat”, “Biro Konsultasi” dan berbagai lembaga swadaya masyarakat lainnya.

Tidak dilupakan, konselor yang membuka “praktek pribadi”. Semua “lembaga” tempat

konselor berpraktek layanan konseling menerapkan nilai-nilai sendiri yang harus diikuti

oleh konselor.

F.     Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok

Apabila konseling perorangan menunjukkan layanan kepada individu atau klien orang-

perorangan, maka bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada

sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan

manfaat atau jasa kepada sejumlah orang. Kemanfaatan yang lebih meluas inilah yang

paling menjadi perhatian semua pihak berkenaan dengan layanan kelompok itu. Apalagi

pada zaman perlunya efisiensi, perlunya perluasan pelayanan jasa yang mampu

menjangkau lebih banyak konsumen secara tepat dan cepat, layanan kelompok semakin

menarik. Bahkan Larrabee & Terres (1984) meramalkan bahwa pada tahun 2004 layanan

konseling kelompok mendominasi segenap upaya pelayanan bimbingan dan konseling.

Pada waktu itu dunia dan masyarakat sudah sangat terbuka, lembaga-lembaga

kemasyarakatan, sekolah dan keluarga juga sangat terbuka; arus informasi dan mobilitas

penduduk semakin deras; segala macam kebutuhan semakin meningkat baik jenis

maupun intensitasnya—hal itu semua mengakibatkan semakin banyak orang

memerlukan bimbingan dan konseling yang tepat dalam waktu yang relatif cepat.

Jawaban terhadap tantangan itu ialah konseling kelompok.

1.      Ciri-ciri Kelompok

Meskipun suatu kelompok terdiri dari sejumlah orang, tetapi kelompok bukan sekedar

kumpulan sejumlah orang. Sejumlah orang yang berkumpul itu baru merupakan “lahan”

bagi terbentuknya kelompok. Beberapa unsur perlu ditambahkan apabila kumpulan

sejumlah orang itu hendak menjadi sebuah kelompok. Unsur-unsur tersebut yang paling

pokok menyangkut tujuan, keanggotaan dan kepemimpinan, serta aturan yang diikuti.

Selanjutnya, kelompok yang sudah memiliki tujuan, anggota dan pemimpin itu tidaklah

lengkap apabila belum memiliki aturan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.

Tanpa aturan itu pemimpin kelompok tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik,

kegiatan anggota tidak terarah, atau akan terjadi kesimpangsiuran, atau bahkan

benturan dan kekacauan, yang semuanya akan mengakibatkan tujuan bersama tidak

tercapai. Dengan demikian, jelaslah bahwa suatu kelompok membutuhkan aturan, nilai-

nilai atau pedoman yang memungkinkan seluruh anggota bertindak dan mengarahkan

diri bagi pencapaian tujuan-tujuan yang mereka kehendaki.

Keempat unsur terbentuknya kelompok tersebut berlaku untuk semua jenis kelompok,

baik ditinjau dari sejumlah anggota maupun sifat dan tujuan terbentuknya kelompok.

Menurut jumlah anggotanya dikenal adanya kelompok dua (yang terdiri dari dua orang),

kelompok tiga dan seterusnya; kelompok kecil (beranggotakan 2-5 orang), kelompok

sedang (6-15 orang), dan seterusnya sampai dengan kelompok “raksasa” yang jumlah

anggotanya ratusan ribu orang. Menurut sifat pembentukannya dikenal adanya

kelompok primer (misalnya satuan keluarga) dan kelompok sekunder, yaitu kelompok

yang dibentuk secara sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu (misalnya kelompok belajar,

kelompok murid dalam satu kelas), kelompok organisasi pemuda, dan lain-lain.).

kombinasi karakteristik kelompok itu (jumlah, sifat, dan tujuan pembentukannya) dapat

terpadu dalam satu kelompok. Kelompok apapun yang terbentuk menurut adanya unsur-

unsur tujuan bersama, keanggotaan dan kepemimpinan, serta aturan.

2.      Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana

kelompok. Gazda (1978) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah

merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka

menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Gazda juga menyebutkan bahwa

bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat

personal, vokasional dan sosial. Telah lama dikenal bahwa berbagai informasi berkenaan

dengan orientasi siswa baru, pindah program dan peta sosiometri siswa serta bagaimana

mengembangkan hubungan antar siswa dapat disampaikan dan dibahas dalam

bimbingan kelompok (McDaniel, 1956). Dengan demikian jelas bahwa kegiatan dalam

bimbingan kelompok ialah pemberian informasi untuk keperluan tertentu bagi para

anggota kelompok.

Dari gambaran di atas tampak adanya beberapa hal yang menunjukkan homogenitas

dalam kelompok. Pertama, bimbingan kelompok para anggota kelompok homogen (yaitu

siswa-siswa satu kelas atau satu tingkat kelas yang sama). Kedua, “masalah” yang

dialami oleh semua anggota kelompok adalah sama, yaitu memerlukan informasi yang

akan disajikan itu. Ketiga, Tindak lanjut dari diterimanya informasi itu juga sama, yaitu

untuk menyusun rencana dan membuat keputusan. Dan keempat, reaksi atau kegiatan

yang dilakukan oleh para anggota dalam proses pemberian informasi (dan tindak

lanjutnya) secara relatif sama (seperti mendengarkan, mencatat, bertanya). Ciri

homogenitas inilah yang ikut menandai layanan bimbingan kelompok dan

membedakannya dari konseling kelompok.

3.      Konseling Kelompok

Unsur-unsur konseling perorangan tampil secara nyata dalam konseling kelompok. Kalau

demikian adanya, apa yang membedakan konseling kelompok dari konseling

perorangan? Satu hal yang paling pokok ialah dinamika interaksi sosial yang dapat

berkembang dengan intensif dalam suasana kelompok, yang justru tidak dapat dijumpai

dalam konseling perorangan. Disitulah keunggulan konseling kelompok. Melalui dinamika

interaksi sosial yang terjadi diantara anggota kelompok, masalah yang dialami oleh

masing-masing individu anggota kelompok dicoba untuk dientaskan. Peranan konselor

sebagai “agen pembangunan” dalam konseling perorangan diperkuat oleh peranan

dinamika interaksi sosial dalam suasana kelompok. Dengan demikian, proses

pengentasan masalah individu dalam konseling kelompok mendapatkan dimensi yang

lebih luas. Kalau dalam konseling perorangan klien hanya memetik manfaat dari

hubungannya dengan konselor saja, dalam konseling kelompok klien memperoleh

bahan-bahan bagi pengembangan diri dan pengentasan masalahnya biak dari konselor

maupun rekan-rekan anggota kelompok. Lebih dari itu lagi, dinamika interaksi sosial

yang secara intensif terjadi dalam suasana kelompok akan meningkatkan kemampuan

berkomunikasi dan keterampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan

pengendalian diri, tenggang rasa atau teposaliro. Dalam kaitan itu suasana kelompok

menjadi tempat penempaan sikap, keterampilan dan keberanian sosial yang

bertenggang rasa (Prayitno, 1985).

Mengenai kondisi homogenitas heterogenitas yang terdapat di dalam konseling

kelompok dapat dilihat bahwa anggota kelompok sedapat-dapatnya homogen, dalam arti

semua anggota kelompok diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu dalam

pengembangan dinamik interaksi sosial yang terjadi di dalam kelompok. Untuk itu

dikehendaki kemampuan para anggota yang seimbang. Dalam keadaan tertentu,

konselor dapat menghadirkan seorang (atau lebih) klien tertentu ke dalam suasana

konseling kelompok. “Klien khusus” ini dihadirkan di sana dengan tujuan untuk

melibatkannya ke dalam interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok, dan dengan

keterlibatan yang intensif yang terjadi dalam kelompok, dan dengan keterlibatan yang

intensif itu ia (atau mereka) diharapkan dapat memetik berbagai hal berkenaan dengan

masalah-masalah yang ia atau mereka alami. “Tujuan khusus” untuk “klien khusus” itu

tidak perlu disampaikan kepada anggota kelompok lainnya. Hal ini dimaksudkan agar

dalam dinamika interaksi sosial “klien khusus” itu tidak diperlukan secara khusus.

Mereka justru diberi kesempatan untuk menjalani keterlibatan sosial dalam kenyataan

yang sebenarnya, tidak berpura-pura, dan tidak diatur secara tersendiri.

Untuk memasuki konseling kelompok para anggota atau klien pada awalnya tidak

memerlukan persiapan tertentu. Dengan demikian masalah yang akan mereka bawa

masing-masing ke dalam kelompok besar kemungkinan berbeda-beda; atau bahkan ada

diatara mereka yang menurut kategori Bordin “tidak bermasalah”. Masalah-masalah

yang dibawa oleh masing-masing anggota itu nantinya akan dikemukakan dalam

kegiatan kelompok. Oleh karena itu akan muncul sejumlah masalah yang berbeda-beda

yang akan dibicarakan melalui dinamika interaksi sosial dalam kelompok itu.

Satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus, ialah sifat isi pembicaraan dalam

konseling kelompok. Sebagaimana dalam konseling perorangan, konseling kelompok

menghendaki agar para klien (para peserta) dapat mengungkapkan dan mengemukakan

keadaan diri masing-masing sepenuh-penuhnya dan seterbuka mungkin. Dalam hal ini,

asas kerahasiaan menjadi menonjol. Masing-masing klien perlu mempercayai konselor

dan rekan-rekan mereka sesama anggota kelompok, bahwa kerahasiaan segenap apa

yang mereka kemukakan terjamin sepenuhnya. Meyer dan Smith pada tahun 1977

melalui penelitiannya membuktikan bahwa kurangnya kepercayaan para anggota

tentang terjaminnya kerahasiaan itu akan mengurangi sikap keterbukaan para anggota

(dalam Davis, 1980). Selanjutnya, Davis sendiri mengungkapkan, berdasarkan hasil

penelitiannya bahwa pernyataan konselor yang meyakinkan dihadapan segenap anggota

kelompok bahwa ia benar-benar akan menjaga kerahasiaan seluruh anggota kelompok

secara signifikan mempengaruhi kehendak dan sikap para anggota itu mengemukakan

apa yang ingin dikemukakan di dalam kelompok itu. Lebih jauh, konselor juga harus

membina semua anggota kelompok agar mereka menyadari pentingnya menjaga rahasia

itu, dan agar mereka saling menjaga rahasia temannya, sehingga dengan demikian

mereka saling mempercayai. Sikap konselor dan para anggota serta suasana yang

sepenuhnya sejalan dengan asas kerahasiaan itu merupakan salah satu aturan yang

khas harus diikuti oleh seluruh warga kelompok, dan hal itu merupakan ciri khusus pula

dari konseling kelompok.

Dari gambaran tersebut tampak dengan jelas perbedaan antara bimbingan kelompok

dan konseling kelompok, yaitu sebagai berikut :

Matrik 4

Perbandingan Antara Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok

Aspek

    

Bimbingan Kelompok

    

Konseling Kelompok

1.      Jumlah anggota

    

Tidak terlalu dibatasi; dapat sampai 60-80 orang.

    

Terbatas :

5-10 orang

2.      Kondisi dan karakteristik anggota

    

Relatif homogen

    

Hendaknya homogen; dapat pula heterogen terbatas.

Aspek

    

Bimbingan Kelompok

    

Konseling Kelompok

3.      Tujuan yang ingin dicapai

    

Penguasaan informasi untuk tujuan yang lebih luas.

    

a.       Pemecahan masalah

b.      Pengembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial.

4.      Pemimpin kelompok

    

Konselor dan narasumber

    

Konselor

5.      Peranan anggota

    

Menerima informasi untuk tujuan kegunaan tertentu.

    

a.       Berpartisipasi dalam dinamika interaksi sosial.

b.      Menyumbang pengentasan masalah.

c.       Menyerap bahan untuk pemecahan masalah.

6.      Suasana interaksi

    

a.       Menolong atau dialog terbatas.

b.      Dangkal

    

a.       Interaksi multiarah

b.      Mendalam dengan melibatkan aspek emosional.

7.      Sifat isi pembicaraan.

    

Tidak rahasia

    

Rahasia

8.      Frekuensi kegiatan

    

Kegiatan berakhir apabila informasi telah disampaikan.

    

Kegiatan berkembang sesuai dengan tingkat kemajuan pemecahan masalah Evaluasi

dilakukan sesuai dengan tingkat kemajuan pemecahan masalah.

G.    Kegiatan Penunjang

Pelaksanaan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling memerlukan sejumlah

kegiatan penunjang.

Agaknya memang benar apabila dikatakan bahwa alat dan kelengkapan yang paling

handal dimiliki oleh konselor untuk menjalankan tugas-tugas pelayanannya ialah mulut

dan berbagai keterampilan berkomunikasi, baik verbal maupun non-verbal. Namun,

mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau wawasan yang sedemikian

luas dan “multi-dimensional”, serta harus sesuai dengan data dan kenyataan yang

berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi

dengan berbagai data, keterangan dan informasi , terutama tentang klien dan

lingkungannya.

1.      Instrumen Bimbingan dan Konseling

Ada beberapa pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor dalam

penerapan instrumental bimbingan dan konseling. Antara lain adalah :

a.       Instrumen yang dipakai haruslah yang sahih dan terandalkan. Pemilihan instrumen

yang akan dipergunakan didasarkan atas ketepatan kegunaan dan tujuan yang hendak

dicapai. Dalam hal ini Anastasi (1992) mengingatkan bahwa keefektifan penggunaan

instrumen dalam konseling tergantung pada ketepatan pilihan instrumen yang akan

dipakai berkenaan dengan individu (yang akan mengikuti tes) dan permasalahan yang

sedang ditangani. Konselor dituntut memiliki wawasan yang memadai tentang kegunaan

berbagai instrumen dalam kaitannya dengan karakteristik individu dan berbagai

permasalahan.

b.      Pemakai instrumen (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas pemilihan

instrumen yang akan dipakai (misalnya tee), monitoring pengadministrasiannya dan

skoring, penginterpretasian skor dan penggunaannya sebagai sumber informasi bagi

pengambilan keputusan tertentu (Anastasi, 1992). Adakalanya pemakai instrumen tidak

mampu mengambil seluruh tanggung jawab tersebut; maka ia memerlukan penyelia

ataupun konsultan. Dalam hal ini diingatkan oleh Anastasia bahwa instrumen hanyalah

alat; baik-buruknya instrumen itu sebagai alat tergantung pada pemakaiannya.

c.       Pemakaian instrumen, misalnya, harus dipersiapkan secara matang, bukan hanya

persiapan instrumennya saja, tetapi persiapan klien yang akan mengambil tes itu. klien

hendaknya memahami tujuan dan kegunaan tes itu dan bagaimana kemungkinan

hasilnya. Bagi klien-klien yang secara khusus meminta tes, perlu diungkapkan mengapa

ia merasa perlu di tes. Lebih jauh, klien itu juga dipersiapkan untuk menerima hasil tes

sebagaimana adanya. Apabila hasil ternyata baik, bagaimana reaksi klien dan apa yang

akan dilakukannya? Sebaliknya, apabila hasilnya ternyata tidak sebaik yang diharapkan,

bagaimana pula reaksinya? Konselor perlu memperoleh kejelasan tentang alasan klien,

dan apakah alasan yang dikemukakan itu dapat diterima. Konselor juga perlu

membimbing klien agar nantinya dapat menerima hasil tes secara positif dan dinamis.

Kalau hasilnya baik klien tidak menjadi sombong atau besar kepala, dan apabila hasilnya

jelas tidak menjadi kecewa atau putus asa. Hasil apa pun yang dicapai hendaknya

diterima sebagaimana adanya, dan menjadi pendorong bagi klien untuk berbuat dan

berusaha lebih baik lagi untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

d.      Perlu diingat bahwa tes atau instrumen apa pun hanya merupakan salah satu

sumber dalam rangka memahami individu secara lebih luas dan dalam. Oleh karena itu

pemahaman terhadap klien hendaknya tidak hanya didasarkan atas data tunggal, yang

dihasilkan oleh tes semata-mata, melainkan harus dilengkapi dengan data lain dari

sumber-sumber yang relevan sehingga gambaran tentang klien lebih bersifat

komprehensif dan bermakna. Dalam kaitan ini, Mortensen & Schmuller (1976)

mengingatkan bahwa kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh para petugas

bimbingan dan konseling dimasa lampau adalah memaksakan pemahaman tingkah laku

individu hanya berdasarkan pada hasil tes tunggal semata-mata, tanpa memahami

secara menyeluruh keadaan individu itu dalam batas-batas perkembangan individualnya.

e.       Ada dan dipergunakannya berbagai instrumen lainnya bukanlah syarat mutlak

bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Tes dan berbagai instrumen itu

sekedar alat bantu. Seperti telah dikemukakan di atas pemahaman tentang klien dan

permasalahannya dapat dilaksanakan melalui wawancara dan dialog mendalam. Oleh

karena itu, kekurangan ataupun ketiadaan instrumen hendaknya tidak merupakan

penghambat bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling (lihat kembali “kesalahpahaman

tentang instrumentasi BK” pada Bab III).

1)      Instrumen Tes

Secara umum kegunaan berbagai tes itu ialah membantu konselor dalam :

a)      Memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada

individu yang di tes, seperti masalah penyesuaian dengan lingkungan, masalah prestasi

atau hasil belajar, masalah penempatan dan penyaluran;

b)      Memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu;

c)      Mengenali individu (misalnya siswa di sekolah) yang memiliki kemampuan yang

sangat tinggi dan sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus;

d)     Memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan

seseorang individu dalam bidang tertentu.

Berbagai hal yang diperoleh konselor dari hasil tes dipergunakan konselor untuk

menetapkan jenis layanan yang perlu diberikan kepada individu yang dimaksudkan.

2)      Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan

anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan. Agar diperoleh hasil yang

terandalkan, pengamatan dan wawancara dilakukan dengan mempergunakan pedoman

pengamatan atau pedoman wawancara. Catatan anekdot merupakan hasil pengamatan,

khususnya tentang tingkah laku yang tidak biasa atau khusus yang perlu mendapatkan

perhatian tersendiri. Angket dan daftar isian dipergunakan untuk mengungkapkan

berbagai hal, biasanya tentang diri individu, oleh individu sendiri. Sosiometri untuk

melihat dan memberikan gambaran tentang pola hubungan sosial di antara individu-

individu dalam kelompok. Dengan sosiometri akan dapat dilihat individu-individu yang

populer, yang membentuk klik atau kelompok-kelompok tertentu, dan mereka yang

terpencil (terisolasi). Sedangkan melalui inventori yang dibakukan akan dapat

diungkapkan berbagai hal yang biasanya merupakan pokok pembahasan dalam rangka

pelayanan bimbingan dan konseling secara lebih luas, seperti pengungkapan jenis-jenis

masalah yang dialami individu, sikap dan kebiasaan belajar siswa.

2.      Penyelenggaraan Himpunan Data

Data yang perlu dikumpulkan, disusun dan dipelihara meliputi data pribadi dan data

umum. Data pribadi siswa di sekolah, misalnya meliputi berbagai hal dalam pokok-pokok

berikut :

a.       Identitas pribadi

b.      Latar belakang rumah tangga dan keluarga

c.       Kemampuan mental, hasil belajar, nilai-nilai mata pelajaran 

d.      Hasil tes diagnostik

e.       Sejarah kesehatan

f.       Pengalaman ekstra kurikuler dan kegiatan di luar sekolah

g.      Minat dan cita-cita pendidikan dan pekerjaan/jabatan

h.      Prestasi khusus yang pernah diperoleh.

Beberapa hal perlu mendapatkan perhatian dalam rangka penyelenggaraan himpunan

data dan pemanfaatannya secara optimal.

a.       Materi himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk

memberikan gambaran yang tepat tentang individu. Gambaran ini dapat memberikan

proyeksi untuk masa depan tentang individu yang bersangkutan.

b.      Data tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh

karena itu data dalam kumpulan data harus selalu baru dengan menambahkan data baru

dan meninggalkan data lama yang sudah tidak relevan lagi. Data lama yang sudah tidak

ada sangkut-pautnya lagi dengan kepentingan perkembangan kehidupan individu tidak

perlu dipertahankan atau terus disimpan mengingat bahwa kumpulan data itu diadakan

untuk kepentingan individu yang bersangkutan, bukan untuk kepentingan orang lain.

Kumpulan data untuk keperluan bimbingan dan konseling bukanlah arsip ataupun

dokumen yang sewaktu-waktu dapat dipakai untuk menjabat atau mengetahui

kekurangan-kekurangan yang bersangkutan, melainkan sebaliknya, data yang

dikumpulkan itu hendaknya mampu mendukung program-program pengembangan dan

pencapaian tujuan-tujuan individu yang bersangkutan. Dalam kaitan itu, data yang

bermakna ataupun berdampak negatif atau merugikan terhadap individu yang

bersangkutan hendaknya tidak dijumpai dalam kumpulan data.

c.       Data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut

sistem tertentu. Data untuk masing-masing individu dipisahkan sepenuhnya. Format dan

sistem yang dipakai itu hendaknya memudahkan pemasukan data baru dan penanggalan

data lama, serta memudahkan pengambilan data tertentu untuk dipergunakan dan

pengembaliannya. Pemanfaatan komputer akan sangat memudahkan penyelenggaraan

himpunan data seperti itu.

d.      Data dalam himpunan data itu pada dasarnya bersifat rahasia. Hanya orang-orang

tertentu saja yang dapat berhubungan dengan kumpulan data itu. Konselor wajib

menyimpan dana memelihara segenap data itu sehingga kerahasiaan yang ada di

dalamnya benar-benar terjamin. Orang-orang yang hendak berhubungan dengan

himpunan data itu (misalnya guru) harus melalui konselor dengan jaminan bahwa

kerahasiaan data itu tetap terjaga.

e.       Mengingat bahwa data yang dikumpulkan cukup banyak, harus pula ditambah dan

dikurangi sesuai dengan perkembangan, lagi pula pengeluaran data (untuk dipakai) dan

pemasukannya kembali memakan waktu yang cukup banyak, konselor sering terjebak

oleh pekerjaan rutin penyelenggaraan himpunan data itu. Bahkan mungkin masih ada

konselor sekolah yang menganggap bahwa penyelenggaraan himpunan data itu

merupakan tugas yang paling utama bagi konselor di sekolah. Pandangan seperti itu

merupakan kesalahan mendasar. Tugas utama konselor adalah membuerkan berbagai

layanan, yaitu layanan orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan

belajar, konselor perorangan, serta bimbingan dan konseling kelompok. Kegiatan yang

menyangkut himpunan data hanyalah sebagai penunjang belaka. Sangat diharapkan

agar kegiatan penunjang itu tidak mengalahkan penyelenggaraan tugas utama konselor

di sekolah.

Data tentang berbagai aspek perkembangan dan kehidupan sejumlah siswa atau individu

di luar sekolah dapat disebut data kelompok, misalnya gambaran umum tentang cita-cita

pendidikan dan jabatan, masalah-masalah yang dialami, penyebaran prestasi belajar,

sikap dan kebiasaan belajar, hubungan sosial antar anggota kelompok. Data ini bersifat

umum juga, dalam arti bahwa dapat diketahui oleh pihak-pihak lain, asalkan tidak

disebutkan nama atau identitas dari seseorang yang datanya ada di dalam kumpulan

data itu. data kelompok dapat dipergunakan untuk layanan tertentu, seperti layanan

bimbingan belajar, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dengan catatan,

kerahasiaan setiap pribadi yang ada dalam data kelompok itu tetap terjaga dengan

sebaik-baiknya.

3.      Kegiatan Khusus

Masih ada beberapa kegiatan khusus yang memerlukan perhatian konselor, khusus

konselor yang bekerja di sekolah, untuk dapat diselenggarakan dengan baik. Di sini

hanya akan disinggung tiga kegiatan, yaitu konperensi kasus; bimbingan ke rumah

siswa, dan alih tangan klien.

a.       Konferensi Kasus

Konferensi kasus diselenggarakan untuk membicarakan suatu kasus. Di sekolah,

konferensi kasus biasanya diselenggarakan untuk membantu permasalahan yang dialami

oleh seorang siswa. Tujuan konferensi kasus ialah untuk :

1)      Diperolehnya gambaran yang lebih jelas, mendalam dan menyeluruh tentang

permasalahan siswa. Gambaran yang diperoleh itu lengkap dengan saling sangkut paut

data atau keterangan yang satu dengan yang lain.

2)      Terkomunikasinya sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan yang bersangkutan, sehingga penanganan masalah itu menjadi

lebih mudah dan tuntas.

3)      Terkoordinasinya penanganan masalah yang dimaksud sehingga upaya

penanganan itu lebih efektif dan efisien.

Dalam penstrukturan itu konselor perlu membangun persepsi dan tujuan bersama

dengan pertemuan itu dengan arahan sebagai berikut :

1)      Tidak menekankan pada nama dan identitas siswa yang permasalahannya

dibicarakan.

2)      Tujuan pertemuan pada umumnya, dan semua pembicaraan pada khususnya ialah

semata-mata untuk kepentingan perkembangan dan kehidupan klien; semua isi

pembicaraan ialah untuk kebahagiaan klien.

3)      Semua pembicaraan dilakukan secara terbuka, tetapi tidak membicarakan hal-hal

yang negatif tentang diri siswa yang bersangkutan. Permasalahan siswa disoroti secara

objektif dan tidak ditafsirkan secara negatif atau mengarah kepada hal-hal yang

merugikan siswa.

4)      Penafsiran data dan rencana-rencana kegiatan dilakukan secara nasional,

sistematik, dan ilmiah.

5)      Semua pihak berpegang teguh pada asas kerahasiaan. Semua isi pembicaraan

terbatas hanya untuk keperluan pada saat pertemuan itu saja, dan tidak boleh dibawa

keluar.  

b.      Kunjungan Rumah

Kegiatan kunjungan rumah, dan juga pemanggilan orang tua ke sekolah, setidak-

tidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu :

1)      Memperoleh data tambahan tentang permasalahan siswa, khususnya yang

bersangkut paut dengan keadaan rumah/orang tua,

2)      Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya,

3)      Membangun komitmen orang tua terhadap penanganan masalah anaknya.

Ketiga tujuan itu sering kali tampil sekaligus pada waktu kunjungan rumah atau

pemanggilan orang tua ke sekolah; namun demikian, dapat pula terjadi ketiganya

direncanakan secara bertahap sesuai dengan tahap-tahap penanganan masalah. Untuk

menyampaikan tujuan yang mana pun, sebagian atau bertahap, dalam kunjungan rumah

konselor terlebih dahulu :

1)      Menyampaikan perlunya kunjungan rumah kepada siswa yang bersangkutan. Siswa

perlu memahami perlunya dan kegunaan kunjungan itu berkenaan dengan penanganan

masalahnya. Kunjungan rumah tidak dapat dilakukan sebelum siswa memahami

kegunaannya itu, dan mempersilahkannya.

2)      Menyusun rencana dan agenda yang konkrit dan menyampaikannya kepada orang

tua yang akan dikunjungi itu. Kunjungan rumah tidak dapat dilakukan sebelum orang tua

mengizinkannya.

c.       Alih Tangan

Kegiatan alih tangan meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor dan jalur dari

konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti konselor menerima “kiriman” klien dari pihak-

pihak lain, seperti orang tua, kepala sekolah, guru, pihak atau ahli lain (misalnya dokter,

psikiater, psikolog, kepala suatu kantor atau perusahaan). Sedangkan jalur dari konselor,

dalam arti konselor “mengirimkan” klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli

lain, seperti konselor yang lebih senior, konselor yang membidangi spesialisasi tertentu,

ahli-ahli lain (misalnya guru bidang studi, psikolog, psikiater, dokter). Konselor menerima

klien dari pihak lain dengan harapan klien itu dapat ditangani sesuai dengan

permasalahan klien yang belum atau tidak tuntas ditangani oleh pihak lain itu; atau

permasalahan klien itu tidak sesuai dengan bidang keahlian pihak yang mengirimkan

klien itu. Di sisi lain, konselor mengalihtangankan klien kepada pihak lain apabila

masalah yang dihadapi klien memang di luar kewenangan konselor untuk

menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenaga memberikan bantuan,

namun permasalahan klien belum berhasil ditangani secara tuntas.

Dalam kaitan itu, Cornier & Bernard (1982) mengemukakan beberapa praktek yang salah

yang hendaknya tidak dilakukan konselor dalam kegiatan alih tangan, yaitu :

1)      Klien tidak diberi alternatif pilihan kepada ahli mana ia akan dialih-tangankan.

2)      Konselor mengalihtangankan klien kepada pihak yang keahliannya diragukan, atau

kepada ahli yang reputasinya kurang dikenal.

3)      Konselor membicarakan permasalahan klien kepada calon ahli tempat alih tangan

tanpa persetujuan klien.

4)      Konselor menyebutkan nama klien kepada calon ahli tempat alih tangan.

Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi berbagai layanan dan kegiatan penunjang

yang semua itu hendaknya dilakukan konselor, khususnya konselor yang bekerja pada

lembaga tertentu (misalnya sekolah) dengan sejumlah warga lembaga yang menjadi

tanggung jawab penuh konselor sebagai sasaran layanan. Layanan orientasi mengacu

pada diperkenalkannya individu atau klien kepada lingkungan yang baru dimasukinya.

Dengan program orientasi itu proses penyesuaian diri individu kepada lingkungan

biasanya akan lebih cepat sehingga ia dapat menjalani perkembangan dan

kehidupannya di lingkungan yang baru itu secara optimal.

Layanan informasi amat dibutuhkan oleh individu-individu yang perlu

mempertimbangkan dan hendaknya mengambil keputusan tentang sesuatu (misalnya

pilihan sekolah lanjutan), tetapi belum memiliki pemahaman yang cukup tentang

berbagai hal berkenaan dengan apa yang hendak diputuskan itu. secara garis besar

diketahui adanya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi

sosial-budaya. Berbagai informasi itu diperlukan oleh individu-individu, baik di sekolah

maupun di luar sekolah. Metode layanan informasi yang lazim dipakai ialah ceramah,

diskusi, karyawisata, buku panduan, dan konferensi karier.

Pada siswa yang mengalami masalah belajar, seperti keterlambatan akademik,

ketercepatan belajar, sangat lambat belajar, kurang motivasi belajar, serta bersikap dan

berkebiasaan belajar buruk dalam belajar memerlukan bimbingan belajar. Masalah-

masalah belajar itu dapat diidentifikasi, melalui sejumlah cara, yaitu melalui

pengadministrasian tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, tes diagnostik, analisis hasil

belajar atau karya, dan pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar. Upaya penanganan

masalah belajar itu dilakukan melalui sejumlah layanan, antara lain pengajaran

perbaikan, kegiatan pengayaan, peningkatan motivasi, sikap dan kebiasaan belajar.

Semua layanan itu sangat memerlukan kerja sama antara konselor, guru dan personel

sekolah lainnya.

Konseling program merupakan layanan yang amat khas, yaitu komunikasi langsung

tatap muka antara klien dan konselor. Layanan khas ini sering dianggap sebagai

“jantung hatinya” pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Apabila

“jantung hati” itu telah dikuasai, maka layanan-layanan lainnya akan mengikut. Layanan

konseling perorangan juga diberi sifat “resmi” dalam arti bahwa layanan itu merupakan

usaha yang disengaja dengan niat yang mantap, memiliki tujuan yang tidak bisa lain

kecuali untuk kepentingan dan kebahagiaan klien, dilaksanakan dalam format tertentu,

dengan mempergunakan metode yang terukur dan teruji, serta hasilnya dievaluasi dan

ditindaklanjuti. Dalam sifatnya yang “resmi” itu layanan konseling berupa mengentaskan

masalah klien melalui sejumlah langkah umum, yaitu pengenalan/pemahaman masalah

klien, analisis sebab-sebab timbulnya masalah, aplikasi metode khusus pengentasan,

evaluasi dan tindak lanjut. Langkah-langkah umum tersebut diwarnai oleh lima tahap

keefektifan konseling. Para konselor yang menyelenggarakan layanan konseling

perorangan yang unik itu biasanya mendasarkan pelaksanaan layanan pada pendekatan

ataupun teori konseling tertentu. Secara garis besar pada umumnya dikenal tiga

pendekatan, yaitu pendekatan konseling direktif, non-direktif, dan elektrik. Konselor

dapat menganut salah satu pendekatan itu, namun agaknya pendekatan elektrik lebih

banyak pengaruhnya. Layanan konseling itu dapat diselenggarakan di segenap

lingkungan kerja yang berbeda, di sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi,

dan di masyarakat pada umumnya.

Layanan bimbingan dan konseling kelompok memberikan kekhususan tersendiri

terhadap pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Layanan kelompok itu

memiliki beberapa keunggulan, yang paling pokok ialah bahwa ia lebih efisien, lebih

ekonomis. Dinamika interaksi sosial yang terjadi di dalam kelompok memberikan warna

khas yang tidak dapat terjadi pada konseling perorangan misalnya, dan kekhasan ini

memberikan keunggulan yang lain. Interaksi sosial itu memungkinkan terjadinya suasana

bimbingan yang nyata (yang terjadi sehari-hari) di dalam kelompok. Kekhususan out pula

yang merupakan media tersedia bagi upaya pengentasan masalah klien melalui

konseling kelompok. Di samping itu, konseling kelompok di satu sisi dapat menjadi lahan

penjajagan bagi pelaksanaan konseling perorangan untuk klien tertentu, dan di sisi lain

menjadi lahan latihan pengembangan keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi

sosial bagi klien yang oleh konseling perorangan disarankan untuk melakukan latihan

yang dimaksudkan itu. Begitu menonjolkan keunggulan yang dapat ditampilkan oleh

layanan konseling kelompok, sampai-sampai diramalkan bahwa pada tahun 2000 nanti

seluruh pelayanan bimbingan dan konseling didominasi oleh layanan konseling

kelompok.

Pelaksanaan berbagai layanan tersebut perlu ditunjang oleh sejumlah kegiatan.

Instrumentasi bimbingan dan konseling dengan mempergunakan berbagai teknik tes dan

non-teknis perlu dikembangkan oleh konselor. Penggunaan setiap instrumen hendaknya

disertai pertimbangan yang matang, kemampuan dan ketepatan

pengadministrasian/pengolahan dan penafsiran, serta tanggung jawab yang tinggi.

Pemakaian berbagai instrumen itu, ditambah dengan penyelenggaraan sejumlah

prosedur lainnya (antara lain pengamatan, wawancara dan pengumpulan bahan akan

menghasilkan berbagai data, baik data pribadi, data umum, maupun data kelompok.

Data pribadi disimpan secara khusus dalam bentuk himpunan data. Sedangkan data

umum dan data kelompok dikumpulkan dalam kemasan tersendiri. Semua data itu,

sesuai dengan relevansinya masing-masing, dipergunakan untuk menunjang sikap jenis

layanan yang disebut di atas.

Kegiatan penunjang lain yang cukup penting adalah konferensi kasus, kunjungan ke

rumah, dan penyelenggaraan alih tangan. Masing-masing kegiatan tersebut memiliki

tujuan dan pola-pola pelaksanaannya sendiri yang kesemuanya tidak lain untuk

meningkatkan penyelenggaraan dan keberhasilan segenap fungsi pelayanan bimbingan

dan konseling.

Share this games