jawaban uas intelegensi dan lingkungan pendidika1 bu qq
TRANSCRIPT
Jawaban UAS Intelegensi dan Lingkungan Pendidikan
Pokok-Pokok Bahasan:
1. Teori Behaviorisme
Beberapa generasi yang lalu, kebanyakan ahli psikologi percaya bahwa
hal-hal seperti pembelajaran, persepsi, memori, dan perhatian dapat
disamaratakan proporsionalnya dalam semua bidang kajian. Mereka
beranggapan bahwa pikiran manusia dapat beradapatasi sama baiknya dalam
semua jenis keadaan, konteks, dan mampu mencerna segala macam informasi
yang diberikan.Namun, fakta-fakta dan temuan-temuan baru menunjukkan
bahwa kemampuan pikiran manusia dapat bervariasi; beberapa susunan
informasi mungkin saja dapat diterima dengan baik sedangkan sisanya terlalu
sulit untuk diproses; proses kognitif dasar dalam area terentu, misalnya kajian
bahasa, akan berbeda dengan proses pembelajaran di area lain, seperti misalnya
dalam memahami ilmu sosial.
2. Perlunya pendidikan berbasis individu
Keyakinan saya mengenai penting dan perlunya keberadaan pendidikan
berbasis individu (individual-centered education) didasarkan pada dua
pertimbangan yang sangat berkaitan satu sama lain. Pertama adalah teori yang
tengah hangat dibicarakan dan juga cukup meyakinkan mengenai perbedaan
yang dimilki masing-masing individu dalam berpikir. Pendidikan haruslah
sangat mempertimbangkan perbedaan ini. Jadi, daripada mengacuhkan
keberagaman ini dan terus menerus beranggapan bahwa setiap orang memilki,
1
atau harusnya memiliki, kemampuan yang sama, lebih baik jika kita benar-benar
memastikan bahwa pendidikan dapat memaksimalkan potensi kecerdasan setiap
orang.Pertimbangan kedua pun tidak kalah pentingnya. Benar kiranya jika
seseorang yang berdedikasi tinggi dapat menguasai seluruh ilmu pengetahuan
yang ada di dunia ini, setidaknya memahami bagian-bagian penting mengenai
ilmu- ilmu tersebut. Namun, perlu digaris bahwahi bahwa mereka hanya mampu
menguasai hal-hal pentingnya saja. Sehingga pendekatan pendidikan, yang
beranggapan bahwa setiap orang adalah sama pekerja keras dan gigihnya seperti
orang-orang yang hidup di jaman pertengahan, haruslah diubah. Sekolah yang
berbasis individu haruslah memiliki seperangkat peraturan yang dapat
diaplikasikan ke dalam ataupun ke luar struktural sekolah.
3. Komponen sekolah berbasis individu
Hal pertama yang harus ada dalam sekolah berbasis individual adalah
adanya seorang (atau beberapa orang) ahli evaluasi. Ahli evaluasi inilah yang
bertugas untuk, secara berkelanjutan dan serius, mengawasi atau
mempertimbangkan kekuatan, minat, kecenderungan, dan kelemahan dari
kecerdasan tertentu yang dimilki siswa. Penilaian semacam ini tidak mampu
hanya didapatkan melalui pelaksanakan tes standar biasa.
4. Tiga kriteria penilaian
Bentuk dari segala macam penilaian atau evaluasi baru haruslah
memenuhi tiga kriteria. Pertama, penilaian tersebut haruslah dirancang
sedemikian rupa sehingga mampu menilai potensi kecerdasan secara semestinya
2
sehingga kecerdasan yang sedang dinilai tidak semata dinilai melalui ‘lensa’
matematis ataupun ‘lensa’ logika namun melalui pengamatan langsung yang
cerdas, adil, dan objektif. Kedua, penilaian tersebut haruslah menggunakan
teknik pendekatan yang pas dengan tingkat perkembangan anak yang sedang
diuji. Ketiga, hasil dari evaluasi atau penilaian tersebut haruslah diikuti oleh
serangkaian rekomendasi aktifitas yang cocok untuk jenis kecerdasan yang
dimiliki siswa yang bersangkutan.
5. Gambaran sekolah berbasis individu
Setelah mengetahui ketiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam
membuat sebuah sekolah berbasis individual, Gardner dan Tina Blythe
mengemukakan bagaimana sebenarnya bentuk dari sekolah ini. Sekolah berbasis
individu haruslah benar-benar membantu para siswanya untuk paham betul
beberapa ilmu pengetahuan dasar. Sekolah juga harus mendorong siswa untuk
secara komprehensif mengaplikasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang mereka
dapatkan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi di masyarakat. Dan
dalam waktu yang bersamaan, sekolah juga harus tetap mencari dan
memperhatikan keragaman kecerdasan yang masing-masing siswa miliki. Untuk
mencapai tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi ini, sekolah dapat mendapatkan
inspirasi dari sekolah-sekolah lain yang ‘punya nama’ namun tidak menerapkan
pendekatan pendidikan berbasis individual. Seperti misalnya dengan
mengadakan kunjungan ke museum. Hal seperti ini memungkinkan siswa untuk
mendapatkan sebanyak mungkin informasi yang mereka inginkan dan sesuai
3
dengan minat mereka serta bagaiamana mereka menggunakan informasi tersebut
untuk menghadapi keadaan di sekelilingnya. Atau misalnya lagi melalui
pelaksanaan pemaganan tradisional di mana guru memberikan saran-saran
mengenai apa yang akan dan sedang dialami siswa. Melalui cara ini,baik guru
maupun siswa dapat melajar untuk saling berinteraksi dalam situasi yang netral
dan tidak terlalu ‘menegangkan’. Salah satu bentuk tugas multi-disiplin ilmu
semacam ini adalah Project Spectrum yang di dalamnya mencari hubungan
antara kurikulum PAUD dan fasilitas yang ditawarkan museum setempat
melalui penggunaan serangkaian set pelaksanaan. Project spectrum melibatkan
teknik yang sama dengan sekolah berbasis individual dalam mencari dan
mengumpulkan informasi mengenai minat intelektual siswa
6. Empat faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan pendidikan berbasis
individu.
Empat faktor yang memengaruhi keberhasilan pengimplementasian teori
ini ke dunia nyata.Pertama, yakni penilaian atau evaluasi. Jika penilaian untuk
mengetahui minat dan bakat siswa telah gagal sedari awal, maka tindakan
selanjutnya akan ditetapkan pun tidak akan benar-benar mengakomodasi ragam
kecerdasan yang dimilki siswa, sehingga konsep pendidikan yang menitik
beratkan pada keragaman keceredasan siswa pun tidak dapat terlaksana
sebagaimana mestinya. Kedua, yakni kurikulum yang diterapkan. Kurikulum
yang diterapkan tidaklah harus benar-benar terfokus terhadap apa-apa saja yang
pernah diajarkan sebelumnya; semacam tradisi pembelajaran, namun
4
menitikberatkan pada pengembangan kemapuan, pengetahuan, dan yang paling
penting adalah menanamkan bahwa segala minat yang masing-masing siswa
miliki bukanlah menjadi sebuah penghalang bagi mereka untuk menjadi bagian
dari masyarakat, karena mereka benar-benar berharga dan dibutuhkan; bukan
hanya mereka yang memilki jenis kecerdasan tertentu saja. Ketiga, yakni
pelatihan dan pendidikan para guru. Banyak institusi pendidikan pencetak guru
yang hanya memperhatikan pendidikan guru sebelum mereka lulus dan tidak
terlalu perduli dengan keahlian yang dimiliki para guru setelah mereka lulus dan
berkecimpung di sekolah. Sehingga ketika para guru tersebut menghadapi situasi
nyata yang acapkali tidak sesuai dengan situasi ideal yang mereka miliki ketika
di bangku kuliah, para guru tersebut todak dapat memfasilitasi para siswanya
dengan cara yang tepat. Pelatihan dan peningkatan mutu guru yang terus
menerus sangat diperlukan agar ketika para guru menghadapi ragam kecerdasan
siswa di lapangan, mereka siap untuk mengakomodir perbedaan tersebut dan
memberikan kesempatan serta ilmu sebanyak-banyaknya guna memaksimalkan
kecerdasan yang dimilki siswa sesuai minat dan bakat mereka .Keempat adalah
partisipasi masyarakat. Hal-hal ini dapat pula ditambahkan dengan upaya untuk
turut melibatkan pihak swasta, pencari kerja, maupun museum atau pihak lain
yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa mengenai hal-hal
yang mereka minati dari masyarakat secara langsung.
5
Pengayaan
A. Karakteristik Individu
Menurut Jerold E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (dalam
fadli:2009) beberapa karakteristik individu siswa yang perlu difahami antara
lain:
1. Age and maturity level atau usia dan kematangan
2. Motivation and attitude toward subject atau motivasi dan sikap terhadap
subjek
3. Expectation and vocational level atau harapan dan tingkat kejuruan
4. Special Talent atau bakat khusus
5. Mechanical Dexterity
6. Ability to work under various enviro condition atau kemampuan bekerja
pada berbagai kondisi.
Salah satu karakteristik penting dari individu yang perlu difahami oleh
guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak
memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi
proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi
terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu
siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan secara optimal poternsi
yang ada pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh
sistem persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang.
6
Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka
secara optimal.
B. Sekolah berbasis kecerdasan jamak
Menurut Halim (2009) dalam masthoni.wordpress.com pada hakikatnya,
kecerdasan menduduki tempat yang begitu penting dalam dunia pendidikan,
namun seringkali kecerdasan ini dipahami secara parsial oleh sebagian kaum
pendidik. Sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas dengan membawa potensi
dan keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi
cerdas.
Menurut Hudojo (dalam Halim:2009) memang tidak ada dua individu
yang persis sama, setiap individu adalah unik. Suharyanto (dalam Halim:2009)
menyatakan bahwa jika perbedaan individu kurang diperhatikan, maka banyak
siswa akan mengalami kesulitan belajar dan kegagalan belajar. Kenyataan ini
menuntut agar siswa dapat dilayani sesuai perkembangan individual masing-
masing. Konsekuensinya adalah pembelajaran perlu melayani siswa secara
individual untuk menghasilkan perkembangan yang sempurna pada setiap
siswa..
Namun, kebanyakan proses pembelajaran di kelas masih diselenggarakan
dengan menggunakan asumsi bahwa setiap pebelajar itu identik. Artinya, dalam
proses pembelajaran para pembelajar nyaris tidak mempedulikan keunikan gaya
belajar setiap pebelajar. Hal ini diperkuat lagi oleh kenyataan, bahwa dalam
pembelajarannya para pembelajar cenderung melaksanakan gaya pengajaran
7
tradisional yang behavioristis. Pembelajaran yang mengabaikan keunikan gaya
belajar pebelajar akan memberikan lingkungan yang tidak “sejahtera” bagi
sebagian besar pebelajar, bahkan tabrakan gaya kognitif tersebut sangat
potensial mengakibatkan pebelajar frustasi dalam belajar. Pebelajar yang
mengalami frustasi dalam belajar tidak akan mampu mencapai hasil belajar
secara maksimal.
Praksis dalam pendidikan
Karakteristik individu yang beragam menuntut diterapkannya sekolah
yang berbasis pada kecerdasan jamak. Selama ini dalam lingkungan pendidikan
yang ada kurang bisa mengatasi keberagaman karakter individu yang
memerlukan penanganan lebih lanjut. Dengan adanya sekolah berbasis
kecerdasan jamak ini diharapkan dapat memunculkan semua dimensi kecerdasan
uang telah dikemukakan oleh Gardner. Sekolah harus berani memasukkan
kurikulum yang memuat tentang kecerdasan jamak. Contoh sekolah yang dapat
mengeksplorasi kecerdasan jamak antara lain sekolah alam. Dalam sekolah alam
siswa bisa dilatih untuk mengembangkan semua potensi kecerdasan yang dia
miliki dengan cara memanfaatkan media yang disediakan oleh alam.
Komentar
Pendidikan berbasis kecerdasan jamak dapat dipakai untuk menjawab
tantangan dalam perubahan pendidikan. Selama ini siswa hanya dipersiapkan
8
untuk mengatasi masalah-masalah yang sifatnya kognitif sementara untuk bakat
atau kesiapan siswa dalam hidup di masyarakat masih dirasakan kurang. Sekolah
berbasis kecerdasan jamak dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk sekolah berbasis kecerdasan jamak
ini antara lain kurikulum, dan guru. Kurikulum dalam sekolah ini harus memuat
semua dimensi kecerdasan menurut Gardner. Sedangkan guru nya harus dilatih
untuk dapat mengeksplorasi kecedasan jamak. Guru harus bisa menjadi
fasilitator bagi siswa di sekolah berbasis kecerdasan jamak.
9
DAFTAR PUSTAKA
Fadli.(2010). Teori Kecerdasan Ganda dan Penerapannya dalam Kegiatan
Pembelajaran.http://fadlibae.wordpress.com. diakses 17 Desember 2010
Gardner,H.(1993). Multiple Intelligence: The Theory in Practice. New York: Basic
Book
Halim,F.Yahya.(2009). Sekolah Berbasis Multiple Intelligences.
http://masthoni.wordpress.com. diakses 17 Desember 2010
10