jawaban autis.doc

11
Patofisiologi a. Teori Anatomi Otak Penelitian post mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah- daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang bebeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas, biasanya di lobus frontalis ( yang bertanggung jawab untuk pengaturan dan kontrol), atau di system limbic ( bertanggung jawab untuk regulasi dan emosional), atau di batang otak dan ventrikel ke-IV (bertanggung jawab untuk koordinasi gerak). Pada penelitian ini tidak dijumpai abnormalitas tunggal, serta masih belum dapat dipastikan abnormalitas mana yang khusus untuk autisme. Gangguan pada srebelum atau otak kecil dapat menyebabkan reaksi atensi yang lebih lambat, kesulitan dalam pemrosesan persepsi atau membedakan target, overselektivitas dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Derajat orientasi yang lambat terhadap stimulus visual berhubungan dengan kelainan serebelum, bukan dengan kelainan frontal. Kerusakan pada jaras serebelum-talamus-frontal menyebabkan kesulitan dalam hal belajar suatu prosedur. Pada anak normal, serebelum atau otak kecil mengalami aktivasi selama anak melakukan eksekusi motorik, belajar sensori-motor, atensi, working memmory, dan bahasa. Gangguan berat pada serebelum akan menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi tersebut. b. Teori Ketidak seimbangan Neurotransmiter Bahan-bahan kimiawi monoamine, 5HT (5 hdroxytryptamine/serotonine) dan cathecolamine (adrenalin atau epinephrine, dopamine, dan noradrenaline) telah banyak diteliti secara luas pada autisme karena keterlibatannya dalam menimbulkan gangguan tingkah laku dan efek dari dari antagonis dopamine yang mengurangi gejala-gejala atau tingkah laku pada autisme. Norephineprine (NE) dan Epinephrine terlibat dalam mengatur perhatian dan stimulasi, gangguan pada transpor neurotransmiter ini juga dikaitkan dengan autisme. Bahan- bahan ini berfungsi untuk system sensoris, belajar, ingatan, nafsu makan, tidur dan fungsi motorik. Sehingga adanya ketidak seimbangan neurotansmiter tersebut dapat mengakibatkan gangguan-gangguan fungsinya.

Upload: hasanlala

Post on 03-Oct-2015

244 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Patofisiologi

a. Teori Anatomi Otak

Penelitian post mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang bebeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas, biasanya di lobus frontalis ( yang bertanggung jawab untuk pengaturan dan kontrol), atau di system limbic ( bertanggung jawab untuk regulasi dan emosional), atau di batang otak dan ventrikel ke-IV (bertanggung jawab untuk koordinasi gerak). Pada penelitian ini tidak dijumpai abnormalitas tunggal, serta masih belum dapat dipastikan abnormalitas mana yang khusus untuk autisme.

Gangguan pada srebelum atau otak kecil dapat menyebabkan reaksi atensi yang lebih lambat, kesulitan dalam pemrosesan persepsi atau membedakan target, overselektivitas dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Derajat orientasi yang lambat terhadap stimulus visual berhubungan dengan kelainan serebelum, bukan dengan kelainan frontal. Kerusakan pada jaras serebelum-talamus-frontal menyebabkan kesulitan dalam hal belajar suatu prosedur.

Pada anak normal, serebelum atau otak kecil mengalami aktivasi selama anak melakukan eksekusi motorik, belajar sensori-motor, atensi, working memmory, dan bahasa. Gangguan berat pada serebelum akan menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi tersebut.

b. Teori Ketidak seimbangan Neurotransmiter

Bahan-bahan kimiawi monoamine, 5HT (5 hdroxytryptamine/serotonine) dan cathecolamine (adrenalin atau epinephrine, dopamine, dan noradrenaline) telah banyak diteliti secara luas pada autisme karena keterlibatannya dalam menimbulkan gangguan tingkah laku dan efek dari dari antagonis dopamine yang mengurangi gejala-gejala atau tingkah laku pada autisme. Norephineprine (NE) dan Epinephrine terlibat dalam mengatur perhatian dan stimulasi, gangguan pada transpor neurotransmiter ini juga dikaitkan dengan autisme. Bahan-bahan ini berfungsi untuk system sensoris, belajar, ingatan, nafsu makan, tidur dan fungsi motorik. Sehingga adanya ketidak seimbangan neurotansmiter tersebut dapat mengakibatkan gangguan-gangguan fungsinya.

c. Teori gangguan pencernaan dan vaksinasi sesuai penelitian terbaru tidak ada hubungannya dengan autism spectrum dissorder.

Patofisiologi manifestasi klinis pada autism, sebagai berikut;

Menolak kontak mata (inatensi visual)

a. Adanya gangguan pada "processing system" dari gambaran visual di otak. Gangguan ini berupa defisit miror neuron pada area gyrus angularis sebagai area asosiasi visual. area ini terdapat pada lobus parietal posterior yang paling inferior yang berfungsi dalam menginterpretasi informasi visual dan selanjutnya akan dibawa ke area wernicke untuk proses pemahaman. sehingga, pada autisme seorang anak akan cenderung menolak kontak mata dengan orang lain karena mereka tidak mengerti tindakan dan emosi orang lain.

b. The saliance landscape theory

Pada anak normal : informasi dimasukkan ke amygdala (Pusat emosi limbic sistem) dan menimbulkan respon emosional

Pada anak autis : hantaran dari korteks visual dan amigdala menimbulkan respon yang buruk atau berlebihan di amygdala merangsang sistem saraf autonom meningkatkan heart rate anak menghindari tatap muka untuk menurunkan stress

Pada saliance landscpae theory ada hubungannya dengan epilepsi lobus temporal yang tidak terdeteksi, dimana kejadian ini lebih tinggi dibandingkan yang terdeteksi. Epilepsi dapat menyebabkan hantaran impuls acak yang berulang pada sistem limbic sehingga dapat mengganggu koneksi visuacl cortex dan amygdalaTidak bisa bermain dengan teman sebaya

a. Faktor neurokimiawi

adanya peningkatan opioid endogen (enchepalin dan endhorpine) yang mengakibatkan anak anak tersebut merasa nyaman dengan dirinya sendiri.

b. Teori Gangguan Pencernaan ( Inflamantory Bowel Disease) dan Imunisasi

Telah diketahui bahwa penyandang Autistik mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik, peptide ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gliadorphin, yang mempunyai efek merusak selsel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku. sehingga pada anak auis akan merasa nyaman pada dirinya sendiri.

c. Abnormalis lobus temporalis

pada area ini terdapat area wernik yang merupakan daerah interpretasi umum. di area ini akan berkumpul asosiasi dari somatik, visual dan auditori sehingga gangguan pada area ini akan menyebabkan kesulitan bergaul dan bersosialisasi anak dengan orang lain. juga pada lobus ini terdapat area asosiasi limbik yang merupakan area tingkah laku, emosi dan motivasi.

d. Teori Emphatizing Systemizing

teori ini menyimpulkan bahwa pada anak autistic tedapat gangguan pada otak yang membuat kecenderungan otak untuk membentuk sistem sendiri untuk anak tersebut (Systemizing) sehingga sistem ini menutupi kemampuan anak untuk berempati pada lingkungan sekitarnya (Emphatizing). Akibatnya anak tersebut merasa lebih asik bermain sendiri daripada bergaul dengan orang lain.

Tidak menoleh saat dipanggil

Gangguan integrasi sensoris. Gangguan bahasa pada kasus ini disebabkan karena processing system pada otak yang menyebabkan pemasukan tidak diproses dengan sempurna, sehingga anak autis tidak memahami masukan kata tersebut.Gangguan sistem prosesing ini disebabkan oleh berbagai gangguan fungsi otak.Juga terdapat gangguan pada mirror neuron system, yaitu sistem yang diperlukan untuk mengcopy dan mengerti tindakan dan emosi dari orang lain.

Gerak kesana kemari tanpa tujuan (hiperaktif) dan gerak mengepakan tangan - hand flapping (stereotypic)

Merupakan salah satu manifestasi dari gangguan pada anak autistic, dimana ditemukan hiperkinesis.Penyebabnya diduga berhubungan dengan:

a. Peningkatan fungsi monoamin (5HT/serotonin) dan katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam otak. neurotransmiter ini berperan dalam fungsi motorik.

b. Gangguan pada lobus frontalis dan ganglia basalis yang berprean dalam representasi dalam Action plans, motoric plans, dan working memory, sehingga terjadi gangguan pengaturan motorik.

Timbul Bahasa Planet/bahasa baru (neologisme)

Hambatan Pematangan mielin (mielinisasi) dan Perkembangan sinaps yang tidak sempurna di daerah frontalis dan temporalis

Sedangkan fungsi dari lobus frontalis dan temporalis adalah untuk proses berbahasa dan kognitif, seperti area Broca dan area Wernicke. Pada otak bagian lobus temporalis. Di bagian posterior dari girus temporalis di lobus temporalis terdapat area yang disebut area Wernicke dimana sebagai area utama untuk pemahaman bahasa, yaitu berfungsi membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan serta mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Jika area ini terganggu maka penderita tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk dikomunikasikan.

Tidak suka dipeluk

Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu individu menyadari akan adanya input. Proses selanjutnya adalah orientation, yaitu tahap dimana individu memperhatikan input yang masuk. Tahap berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut (interpretation). Selanjutnya adalah tahap organization, yaitu tahap dimana otak memutuskan untuk memperhatikan atau mengabaikan input ini. Tahap terakhir adalah execution, yaitu tindakan nyata yang dilakukan terhadap input sensorik tadi

Secara normal proses tersebut:

Input sensorik ke reseptor (taktil) ke spinal radiks dorsal spinotalamikus anterior gyrus postsentralis akan dibawa ke area asosiasi umum di wernicke selanjutnya di bawa ke korteks limbic sebagai area asosiasi serebral untuk mengatur perilaku diteruskan ke amygdale untuk respon terhadap input sensorik tersebut.

Pada anak autism terjadi sensoryintegration disorder (SID). Pada gangguan pada input taktil anak mengalami gangguan modulasi input sehingga anak merasa dibanjiri oleh berbagai input dan mengalami oversimulated sehingga diinterpretasikan berlebihan dan muncul respon menghindar.

Tidak melihat benda yang ditunjuk dan melihat tangan pemeriksa

a. sama halnya dengan gangguan inatensi visual yang sudah dijelaskan diatas

b. karena adanya gangguan pematangan dan pembentukan sel purkinje di serebelum sehingga jumlah sel purkinje sebagai unit fungsional menjadi lebih sedikit. hal ini berdampak pada gangguan atensi pada anak. serebelum punya fungsi atensi setelah dilihat dari MRI.

Tidak pernah menunjuk sesuatu

karena gangguan pada serebelum yang berfungsi dalam merencanakan gerakan motorik dan mengkoordinasikan gerakan motorik tersebut sehingga hal ini membuat anak tersebut tidak pernah melakukan gerakan untuk menunjuk sesuatu.

Tidak bisa bermain pura-pura (seperti membuat secangkir teh)

hal ini dikarenakan anak autisme memiliki gangguan pada hipokampus dan amygdala yang berperan dalam pembelajaran anak (seperti membuat secangkir teh juga pembelajaran dalam menirukan gerakan orang lain). sistem limbik juga sebagai pusat emosi berperan dalam ekspresi wajah. jika bagian ini terganggu anak akan sulit mengungkapkan ekspresi bahkan salah dalam berekspresi sehingga anak ini tidak bisa bermain pura-pura.Gangguan Struktur dan Fungsi Otak Penderita Autisme 1. Volume Otak Lebih Berat dan berlebihan Para ilmuwan dalam riset terbaru menemukan, anak-anak autis pada umumnya memiliki otak yang lebih berat dan sel-sel otak yang berlebihan. Penelitian dilakukan pada otak 13 anak laki-laki usia 2-16 tahun. Otak mereka didonasikan untuk penelitian setelah anak-anak itu meninggal. Menggunakan teknik mikroskopik para peneliti menghitung jumlah sel otak atau neuron di otak anak-anak itu. Sebanyak 7 anak menderita autisme dan 6 anak tidak. Para ilmuwan menemukan bahwa otak anak autis memiliki neuron di area cortex prefrontal 67 persen lebih banyak. Area itu berkaitan dengan fungsi sosial, emosional dan proses komunikasi, fungsi yang terganggu pada anak autis. Otak anak autis juga memiliki berat 17,5 persen lebih berat dibanding anak tanpa gangguan ini. Di otak bagian dorsolateral korteks prefrontal, anak-anak autis memiliki sel saraf 79% lebih banyak. Di otak bagian mesial korteks prefrontal, anak-anak autis memiliki sel saraf 29% lebih banyak. Di otak bagian dorsolateral korteks prefrontal, rata-rata terdapat 1,57 miliar sel saraf pada anak autis, dibandingkan dengan 0.88 miliar pada anak lain. Di otak bagian mesial korteks prefrontal, rata-rata terdapat 0.36 miliar sel saraf pada anak autis, dibandingkan dengan 0,28 miliar pada anak lain. Perbedaan berat otak sebesar 17,6% bdi antara anak-anak dengan autisme, dibandingkan dengan 0,2% di antara mereka tanpa autisme. Bersama-sama, 2 sub bagian otak memberikan jumlah gabungan sel saraf prafrontal 67 persen lebih besar pada anak-anak autis dibandingkan dengan kelompok kontrol. Bertambahnya berat dan jumlah sel saraf otak pada kelompok autis tidak signifikan berkorelasi. Alasannya adalah hal yang sama juga bisa dijumpai pada anak yang mengalami megalencephaly atau pembesaran otak yang tidak normal. Perkembangan neuron di area prefrontal cortex terjadi saat kehamilan. Saat janin berkembang di kandungan terjadi pertumbuhan berlebihan sel otak, terutama di usia 10-20 minggu kehamilan. Pertumbuhan itu diikuti oleh ledakan dan separuh sel-sel otak mati sehingga saat lahir bayi memiliki ukuran otak yang normal. Para ilmuwan mengatakan siklus tersebut membuat otak mengatur dirinya dan sel-sel otak saling tersambung satu sama lain. Namun jika terjadi pertumbuhan berlebihan, koneksi antar sel otak ini akan terganggu.Ukuran kepala dan otak lebih besar Studi sebelumnya menunjukkan, anak autis memiliki ukuran kepala lebih besar dan otak. Selain itu bagian otak yang penting untuk memroses emosi, komunikasi dan sosial berkembang berlebihan. Pada 2005, para ahli meneliti sekelompok anak berusia 2 tahun , dan menemukan bahwa seorang anak pengidap autisme memiliki otak dengan ukuran 5% hingga 10% lebih besar dibandingkan anak yang tidak mengalami gangguan tersebut. Para ahli belum lama ini melakukan pemeriksaan terhadap kelompok anak yang sama setelah mereka menginjak usia 5 tahun. Para psikiatri melakukan scan otak ulang pada 38 anak pengidap autisme dan 21 anak non autisme. Hasilnya menunjukkan bahwa anak autistik masih memiliki ukuran otak yang sedikit lebih besar, tetapi tetapi ukuran pertumbuhannya sama dengan kelompok anak yang tidak mengidap autisme.

2. Volume hipokampus dan sistem limbik tidak normal Kuantitatif Magnetic Resonance Imaging (MRI) studi tentang mikro dan macrostructure pada anak-anak dengan autisme menunjukkan heterogenitas populasi autistik dari faktor-faktor seperti variasi kecerdasan dan tidak cukup akuntansi untuk yang berkaitan dengan usia perubahan dalam perkembangan otak. Penelitian telah dilakukan terhadap volumetri global dan regional, relaxometry, anisotropi, dan diffusometry bagian Greymatter (otak abu-abu) dan putih pada 10 anak autisme berfungsi sebagai kontrol kecerdasan nonverbal. Ternyata hasilnya menunjukkan volume hipokampus normalisasi meningkat dengan usia pada individu autisme dengan struktur limbik yang lebih besar pada. Demikian pula volume Hippocampus lebih besar pada anak-anak autisme. Volume Hippocampus berkorelasi terbalik dengan kecerdasan nonverbal seluruh individu kontrol. Pola kelainan hippocampal menunjukkan adanya gangguan pada perkembangan otak pada anak-anak autisme intelek independen.

4. Pertumbuhan yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area otak lainnya. Korteks prefrontal merupakan bagian lapisan terluar kortikal otak, yang terdiri dari satu-sepertiga dari semua materi abu-abu kortikal. Lapisan ini merupakan bagian otak yang terlibat dalam sosial, bahasa, komunikasi, fungsi afektif dan kognitif, merupakan fungsi yang paling mendapat gangguan pada autisme. Penelitian pencitraan otak pada anak-anak penderita autisme telah menunjukkan pertumbuhan yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area otak lainnya. Sebuah studi dari para peneliti di University of California, Autism Center of Excellence San Diego, menunjukkan bahwa pertumbuhan otak pada anak penderita autis melibatkan jumlah neuron yang berlebihan di area otak yang berhubungan dengan sosial, komunikasi dan perkembangan kognitif. studi ini menemukan bahwa anak-anak penderita autisme memiliki kelebihan neuron hingga 67 persen pada korteks prefrontalnya. Otak anak-anak autis juga lebih berat dibandingkan anak-anak yang bertumbuh secara normal pada usia yang sama. Karena neuron kortikal baru tidak dihasilkan setelah kelahiran, maka peningkatan jumlah neuron pada anak autisme telah terjadi pada proses kehamilan. Proliferasi (perkembangan) neuron tersebut bersifat eksponensial antara kehamilan 10 minggu dan 20 minggu, dan biasanya menghasilkan peluapan neuron pada poin dalam perkembangan janin ini. Namun, selama trimester ketiga kehamilan dan kehidupan awal bayi, sekitar setengah dari neuron biasanya dikeluarkan dalam proses yang disebut apoptosis (kematian sel). Kegagalan dari proses perkembangan awal yang penting ini akan menciptakan kelebihan patologis neuron kortikal yang besar.

Neuron pada prefrontal cortex lebih banyak. Temuan studi ini didasarkan pada analisis post-mortem dari tujuh anak laki-laki autis yang berusia antara 2-16 tahun yang semuanya menderita kematian karena kecelakaan. Sebagian besar kematian itu diakibatkan karena tenggelam, satu orang kehilangan nyawa karena kanker otot pada usia 8 tahun, dan penyebab kematian dari seorang yang autis pada usia 16 tahun belum ditemukan. Para peneliti memeriksa otak dari para anak laki-laki pengidap autis tersebut dan membandingkannya dengan kelompok kontrol setengah lusin anak-anak yang meninggal karena kecelakaan. Hasil temuan mereka mengungkap bahwa otak dari anak laki-laki yang kena autis lebih berat 18 persen, berisi 67 persen neuron pada prefrontal cortex dibanding otak normal berdasarkan umur. Prefrontal cortex merupakan area di otak yang bertanggung jawab terhadap perilaku tertentu, termasuk kemampuan sosial, perhatian, suasana hati. Banyaknya sel-sel otak di bagian yang bertanggung jawab untuk komunikasi dan perkembangan emosi diduga menjadi penyebab autisme. Karena cortical neurons tidak dihasilkan pada kehidupan setelah melahirkan, peningkatan patologis pada jumlah neuron dalam anak-anak autis mengindikasikan penyebab dalam masa prenatal.

Mutasi genetik memotong komunikasi antar sel otak. Peneliti menyatakan bahwa mereka telah menemukan mutasi genetik pada orang yang menderita autisme. Mutasi ini memotong komunikasi antar sel otak hingga sepersepuluh tingkat normal. Dalam penelitian tersebut ditemukan sebuah protein yang bermutasi pada penderita autisme. Protein ini mampu membantu transfer data antar sel otak melalui jalur saraf yang disebut synapses. Ini menyebabkan penderita autisme mengalami masalah perilaku dam kemampuan kognitif. Mutasi protein yang disebut Shank3 ini menawarkan banyak kemungkinan untuk merawat autisme. Perkembangan perawatannya mungkin baru ada beberapa tahun lagi. Namun kami mengetahui kinerjanya, kami mengetahui bagian yang bermasalah.

Perbedaan dalam mielinasi callosal Magnetization Transfer Ratio (MTR) dan Histogram puncak MTR tinggi dan lokasi secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak dengan autisme daripada biasanya mengembangkan anak, menunjukkan mielinasi yang abnormal dari corpus callosum dalam autismePerbedaan dalam mielinasi callosal mungkin mencerminkan perubahan dalam proses normal yang diatur dengan baik mielinasi otak, dengan implikasi yang luas untuk neuropatologi, diagnosis, dan pengobatan autisme.

Ketidak seimbangan metabolisme inter-regional dan inter-hemispheric brain metabolism Pada pemerikasaan Functional neuroimaging didapatkan ketidak seimbangan metabolisme inter-regional dan inter-hemispheric brain metabolism

Gangguan aliran darah pada otak bagian anterior cingulate gyrus. Dalam penilian lain menunjukkan pada penderita Autisme didapatkan gangguan aliran darah pada otak bagian anterior cingulate gyrus

Peran potensial antibodi plasma ibu terhadap manusia protein otak janin. Peran potensial autoantibodies ibu dalam penyebab beberapa kasus autisme telah diusulkan dalam studi sebelumnya. Penelitian terhadap peran antibodi plasma ibu terhadap manusia protein otak janin dan dewasa dianalisis dengan western blot pada 61 ibu dari anak-anak dengan gangguan autis dan 102 kontrol. Adanya antibodi dalam plasma beberapa ibu dari anak-anak dengan autisme, serta temuan diferensial antara ibu dari anak-anak dengan onset dini dan autisme regresif dapat menunjukkan hubungan antara transfer autoantibodi IgG pada neurodevelopment awal dan risiko berkembangnya autisme pada beberapa anak

Disfungsi sistem saraf dalam mediasi pengolahan objek dan kognisi sosial Penelitian terhadap gangguan spektrum autisme (ASD) mengungkapkan adanya disfungsi dalam sistem saraf mediasi pengolahan objek dan kognisi sosial. Respon kortikal dalam biasanya berkembang remaja dan orang-orang dengan ASD terhadap rangsangan dari domain konseptual yang berbeda yang dikenal untuk mendapatkan kategori yang berhubungan dengan aktivitas dalam sistem saraf yang terpisah. Didapatkan defisit selektif dalam rangsangan sosial yang dinamis (video dan titik-light display orang, bergerak bentuk geometris), tetapi tidak gambar statis, di wilayah lateral yang fungsional lokal dari gyrus fusiform kanan, termasuk daerah fusiform wajah. Sebaliknya, tidak ada perbedaan kelompok yang ditemukan dalam menanggapi baik gambar statis atau rangsangan dinamis di daerah otak lain yang terkait dengan wajah dan proses sosial (misalnya posterior sulkus temporal superior, amigdala), menunjukkan konektivitas teratur antara daerah dan gyrus fusiform di ASD. Kemungkinan ini diperkuat oleh analisis konektivitas fungsional.

Gangguan neurotransmiter otak Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis imunoneuropatobiologis menunjukkan bahwa Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan autisme dan gangguan perilaku lainnya. Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan perilaku tersebut adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal. GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan asgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.

Defisiensi atau kekurangan fungsional sinyal GABAergic. Neuropatologi autisme dan epilepsi memiliki histologi yang sama melibatkan proses neurogenesis, migrasi saraf, sel mati terprogram, dan perkembangan neurite. Kemajuan genetik telah mengidentifikasi beberapa molekul yang berpartisipasi dalam pembangunan saraf, konektivitas jaringan otak, dan fungsi sinaptik yang terlibat dalam patogenesis autisme dan epilepsi. Mutasi di GABA (A) subunit reseptor telah sering dikaitkan dengan epilepsi, autisme, dan gangguan neuropsikiatri lainnya. Defisiensi atau kekurangan fungsional sinyal GABAergic adalah mekanisme molekuler potensial umum mendasari co-morbiditas autisme dan epilepsi.