jawab kerusakan lingkungan asa kepung rumpin · media indonesia me-wawancarai wa-kil bupati bogor...

1
JUMAT, 27 MEI 2011 25 MEGAPOLITAN MI/DEDE SUSIANTI Pengantar: PERTAMBANGAN pasir dan batu Rumpin sudah menjadi gedung tinggi, hotel mewah, kantor pencakar langit, dan rumah-rumah mirip istana di Jakarta dan sekitarnya. Tinggal- lah Rumpin merana. Selain hasil perut bumi dikikis, infrastruktur dan ling- kungan rusak habis. Dede Susianti dari Media Indonesia me- wawancarai Wa- kil Bupati Bogor Karyawan Faturach- man untuk mencari solu- sinya. Berikut petikannya. Apa sebenarnya peruntukan Rumpin? Kami membagi wilayah men- jadi enam daerah spesik. Dae- rah timur buat tanaman pa- ngan, timur tengah kawasan industri, selatan wisata, barat satu serta barat dua perke- bunan dan pertambangan. Ba- rat satu Ciampea, Tenjolaya, Pamijahan, Cibunbulang, ba- gus untuk tanaman umbi-um- bian dan sayuran. Kawasan barat dua yang menjadi pertambangan mana saja? Jasinga, Tenjo, Leuwiliang, serta Leuwisadeng. Utara juga pertambangan, di antaranya Cigudeg, Rumpin, dan Parung Panjang. Di sana tidak ada daerah ketinggian, daya serap tanah terhadap air rendah. Tanah gersang dan tandus karena memang lebih banyak gunung batu, tanah berbatu, pasir, dan cadas. Batu- nya bukan bergelimpangan atau satuan, tapi hamparan batu. Kalau ditanami hanya untuk tanaman keras, seperti jati dan karet. Tanaman pangan sangat sulit dan tidak ideal untuk padi atau pertanian. Ada lahan basah, tapi lapisan tanah hanya 1-2 meter saja, di bawah- nya batu dan pasir. Apakah galian C itu legal? Legal. Itu perusahaan besar. Yang ilegal sekarang melaku- kan perlawanan. Ketika peru- sahaan legal diminta pertang- gungjawaban atas kerusakan infrastruktur, mereka kebe- ratan. Alasannya, bukan me- reka saja yang menambang, tapi mengapa hanya mereka bertanggung jawab. Apakah Anda memantau permasalahan sebenarnya di Rumpin? Sebenarnya secara teknis per- tambangan di sana memung- kinkan. Karena gunung yang hijau isinya bukan tanah tapi batu. Jadi ada usaha meratakan gunung batu dan menggali pasir. Masalahnya ketika po- tensi alam yang melimpah ruah itu ditambang dengan manaje- men yang tidak memadai, akhirnya menjadi seperti saat ini. SDM warga setempat tidak memadai sehingga tidak ter- pikir menjadi pengusaha, me- lainkan kuli. Pengusaha datang dari mana-mana, membeli alat berat dan sebagainya. Apa solusi untuk memper- baiki kerusakan yang sudah sedemikian parah? Perbaikan ruas jalan membu- tuhkan bantuan pemerintah provinsi sebab memerlukan dana ratusan miliar rupiah. Contoh, kami juga pernah minta bantuan provinsi untuk pembangunan setengah ruas Jalan Bunar-Lebak Wangi di Cigudeg sebesar Rp45 miliar. Pemortalan jalan ditolak bahkan dirusak. Apakah tetap dilanjutkan? Ini tantangan, tetapi kami akan terus menggencarkan so- sialisasi. Kami bukan meng- hambat mereka mencari makan. Kami mengatur. Akan ada tin- dakan hukum. Kami punya perda. Kedaulatan pemerintah harus ditegakkan. Kalau aset kami dirusak, itu perlawanan hukum dan harus diproses se- cara hukum. Kebijakan pemortalan tetap kami lanjutkan. Dari sana akan timbul solusi kompromistis. Pengusaha akan bertanya ba- gaimana caranya, dan kami menjawab bahwa jalan harus bagus. Akademisi menganjurkan Pemkab Bogor berkoordinasi Pemprov DKI. Apakah akan dilakukan? Bekerja sama dengan DKI? Enggak ada jalur. Dari sisi mana? DKI sebagai pengguna, bukan pemerintahan tapi orang per orang, pembeli. Mereka bisa beli dari mana saja. Ini hukum pasar. Yang bisa diajak bekerja sama adalah pengu- saha. Kita bisa bilang, silakan me- nambang asalkan jaga ling- kungan. Jangan mengambil aset besar-besaran, tetapi masyarakat yang menanggung beban. (J-1) a saat ini sangat memprihatinkan. Selain polusi udara, kondisi jalan pun PERMASALAHAN di kawasan Rumpin, Kabupaten Bogor, masih bisa diatasi. Khususnya menyangkut kasus pertam- bangan galian C yang dampak buruknya menjadi beban masyarakat. Secara teknik bisa dibuatkan pengaturan jadwal keluar masuk kendaraan, bahkan pembatasan truk dengan tonase tinggi. Tapi, yang paling men- dasar ialah struktur ulang pengaturan kelembagaan. Pe- ngelola wilayah, pejabat peme- rintah, pengusaha, dan masyarakat setempat harus duduk bersama. Sebab, fakta di lapangan, solusi dengan cara pemortalan untuk membatasi keluar masuk truk tidak berha- sil. Masalah semakin tidak ter- kendali karena tonase kenda- raan melebihi kapasitas jalan, bahkan mencapai 40 ton lebih. Selain itu, jumlah truk yang keluar masuk sangat banyak. Jalan hancur, terjadi pence- maran udara, dan lingkungan rusak. Secara lingkungan, harus dilihat dulu berapa banyak lagi cadangan di sana dan bagaima- na cara pengelolaannya. Penu- tupan galian C tidak bisa di- lakukan begitu saja karena pe- rusahaan telah mempunyai izin. Namun, struktur ulang peng- aturan bisa ditinjau ulang. Be- gitu juga dengan tata ruangnya. Pasti ada klausulnya. Tidak mungkin mutlak sebab harus pula melihat perkembangan dan dampaknya. Tapi, intinya, kembali pada komitmen peme- rintah. Pemerintah memang tidak punya kewibawaan mengelola lingkungan. Ini artinya komit- men pemerintah sangat penting sebab pengusaha hanya me- mikirkan untung. Berkoordinasi dengan pihak lain dalam hal ini pemerintah pusat atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa saja dijajaki. Konsumen memang banyak dari Ibu Kota, tapi akan sulit sekali terealisasi karena kon- sumen tidak bisa atau tidak mau tahu soal dampak galian pasir itu. (DD/J-1) DOK PRIBADI Kukuh Murtilaksono Ahli tanah dan lingkungan IPB Atur Ulang Perizinan SAYA meneliti pertambangan di Kecamatan Rumpin pada 1997. Saat itu produksi tam- bang hanya sekitar 7 ton. Se- mua perusahaan penambang melanggar aturan. Jalan-jalan rusak karena beban kendaraan melebihi tonase. Kebijakan yang akan diambil Pemerintah Kabupaten Bogor dengan memortal jalan menuju pertambangan tidak akan me- nyelesaikan masalah. Itu hanya teoretis. Kita sudah tahu ba- gaimana penegakan hukum di negara berkembang. Tidak ada cara lain. Kalau memang ingin menolong ka- wasan itu, harus ada subsidi silang dari pengguna pertam- bangan pasir, yaitu DKI Ja- karta. Keberadaan pertambangan dengan segala dampak dan permasalahannya di Keca- matan Rumpin sudah sangat mendesak untuk dirunding- kan. Jakarta jangan hanya mene- rima enaknya saja. Batu kerikil, pasir, dan hasil bumi dari Rumpin menjadi gedung ber- tingkat di Ibu Kota dan seki- tarnya. Jakarta mendapatkan keuntungan besar. Berunding- lah dengan Jakarta, bagaimana proses dan pengaturannya, terserah pihak yang berun- ding. Tidak fair bila tanggung jawab kerusakan lingkungan Rumpin hanya dibebankan kepada Pemkab Bogor. Perusa- haan pertambangan juga tidak bisa dibebankan karena sudah membayar pajak dan commu- nity development. Membuat jalan khusus ke pertambangan tidak akan me- nyelesaikan masalah. Kalau bangun jalan, tetap saja di jalur yang lama atau di sisi jalan tersebut. Membuatkan tata ruang baru juga akan memakan biaya yang sangat besar. Tidak sebanding dengan perolehan pendapatan dari pertambangan pasir. Ba- rangkali Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah punya cara un- tuk mengatasi kawasan yang rusak akibat pertambangan. Jakarta dan Bogor bisa membi- carakannya dengan Menteri ESDM. (DD/J-1) (24/5) pagi. Ke-15 perusahaan yang masih aktif mengantongi izin dua hingga puluhan tahun ke depan. Lahan yang dikuasai antara 20 hingga 40 hektare. ”Sekitar 70% dari luas areal itu untuk pertambangan. Sisanya, pertanian dan peternakan,” imbuhnya. Asnan mengakui usaha per- tambangan di kawasan itu bu- merang bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Peneri- maan retribusi dengan dampak tak seimbang. Penerimaan per tahun hanya sekitar Rp8 miliar. Pendapatan asli daerah (PAD) itu tidak cukup buat mem- bangun infrastruktur yang ru- sak. Apalagi jika dibandingkan dengan keresahan ratusan ribu warga, terutama yang tinggal di Desa Rumpin, Desa Cipi- nang, Desa Sukasari, Desa Ta- man Sari, Desa Sukamulya, Desa Kertajaya, serta Desa Me- karsari. ”Waktu kami banyak ter- buang untuk melewati jalan rusak. Kami harus menghirup debu sepanjang hari, setiap hari berisik, rumah kotor, dan baju yang baru dicuci sudah kotor lagi,” keluh Sulaeman, warga Leuwiranji. Ketika hujan, warga harus berjuang melewati jalan berlum- pur yang penuh truk besar. Tatkala kemarau seperti seka- rang ini, pengendara harus berjibaku dengan debu dan su- litnya mendapatkan air bersih. Sudah tak terhitung aksi demo yang digelar warga. Na- mun apa daya, mereka hanya rakyat kecil. Suara warga le- nyap ditelan deru truk-truk besar. Bangun portal ”Kami harus bagaimana lagi? Mau tidak mau kami harus melalui semua ini. Kami stres melihat banyak truk yang kotor kayak pakai bedak berkilo-ki- lo,” cetus Naira, pelajar SMP, dengan nada kesal. Bagaimana tidak kesal, Naira sering terlambat sebab jarak rumah ke sekolahnya cukup jauh, sedangkan di tengah jalan selalu terhambat truk. Ada pembicaraan di tingkat warga jika pemerintah daerah tidak mencarikan solusi dalam wak- tu dekat, mereka akan mem- bangun portal. Kapolres Bogor AKBP Hery Santoso mengaku sudah men- dengar rencana pemortalan. “Saya sudah cek ke lapangan bahkan menunggu sampai pagi, ternyata tidak ada pemor- talan,” cetusnya. Dia mengakui kondisi Rumpin memang sudah sangat mempri- hatinkan. ”Kendaraan pengang- kut pasir yang melintasi jalur itu besar-besar dan melebihi tonase. Jalan yang sudah dibeton pun hancur. Sekitar 90% jalan rusak parah,” paparnya. Jalan dimaksud antara lain Janala-Tegal Lega, Janala-Ci- cangkal, Cicangkal–Cikoleang, Cicangkal-Gunung Sindur, Ci- cangkal–Legok, Cicangkal- Maloko, dan Warung Jata Pari- gi-Parung Panjang. Berdasarkan pemantauan Media Indonesia, awal masuk ke daerah Rumpin dari Ciseeng hingga keluar Gunung Sindur dan Cisauk, jalan benar-benar rusak parah. Tidak sejengkal pun jalan rata. Lubang-lubang besar, dalam, berbatu dan ber- lumpur, menganga. Padahal, menurut pihak kecamatan, jalan tersebut sudah dibeton beberapa waktu lalu. Dengan melihat fakta di la- pangan sudah demikian hancur, Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor Joko Pitoyo berpendapat kon- disi Rumpin memungkinkan untuk mengubah tata ruang. Terlebih kalau pemekaran Kabupaten Bogor Barat benar- benar terealisasi dan Rumpin akan menjadi etalase. Cara mengatasinya tak lain adalah mengurangi kegiatan pertam- bangan dan menggantikan de- ngan perdagangan jasa. (J-1) [email protected] asa Kepung Rumpin Kepung Rumpin MI/DEDE SUSIANTI Portal akan Membawa Solusi DOK PRIBADI Akhmad Syafuan Noesir Dosen Universitas Pakuan Bogor/ Peneliti kawasan Rumpin Karyawan Faturachman Wakil Bupati Bogor

Upload: lynhu

Post on 07-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: jawab kerusakan lingkungan asa Kepung Rumpin · Media Indonesia me-wawancarai Wa-kil Bupati Bogor Karyawan Faturach-man untuk mencari solu-sinya. Berikut petikannya. ... daerah ketinggian,

JUMAT, 27 MEI 2011 25MEGAPOLITAN

MI/DEDE SUSIANTI

Pengantar: PERTAMBANGAN pasir dan

batu Rumpin sudah menjadi gedung tinggi, hotel mewah, kantor pencakar langit, dan rumah-rumah mirip istana di Jakarta dan sekitarnya. Tinggal-

lah Rumpin merana. Selain hasil perut bumi dikikis,

infrastruktur dan ling-kungan rusak habis.

Dede Susianti dari Media Indonesia me-

wawancarai Wa-kil Bupati Bogor

K a r y a w a n F a t u r a c h -

man untuk mencari

solu-

sinya. Berikut petikannya.

Apa sebenarnya peruntukan Rumpin?

Kami membagi wilayah men-jadi enam daerah spesifi k. Dae-rah timur buat tanaman pa-ngan, timur tengah kawasan industri, selatan wisata, barat satu serta barat dua perke-bunan dan pertambangan. Ba-rat satu Ciampea, Tenjolaya, Pamijahan, Cibunbulang, ba-gus untuk tanaman umbi-um-bian dan sayuran.

Kawasan barat dua yang menjadi pertambangan mana saja?

Jasinga, Tenjo, Leuwiliang, serta Leuwisadeng. Utara juga pertambangan, di antaranya Cigudeg, Rumpin, dan Parung

Panjang. Di sana tidak ada daerah ketinggian, daya serap tanah terhadap air rendah. Tanah gersang dan

tandus karena memang lebih banyak gunung batu, tanah berbatu, pasir, dan cadas. Batu-nya bukan bergelimpangan atau satuan, tapi hamparan

batu. Kalau ditanami hanya untuk tanaman keras, seperti jati dan karet. Tanaman pangan sangat sulit dan tidak ideal untuk padi atau pertanian. Ada lahan basah, tapi lapisan tanah hanya 1-2 meter saja, di bawah-nya batu dan pasir.

Apakah galian C itu legal? Legal. Itu perusahaan besar.

Yang ilegal sekarang melaku-kan perlawanan. Ketika peru-sahaan legal diminta pertang-gungjawaban atas kerusakan infrastruktur, mereka kebe-ratan. Alasannya, bukan me-reka saja yang menambang, tapi mengapa hanya mereka bertanggung jawab.

Apakah Anda memantau permasalahan sebenarnya di Rumpin?

Sebenarnya secara teknis per-tambangan di sana memung-kinkan. Karena gunung yang hijau isinya bukan tanah tapi batu. Jadi ada usaha meratakan gunung batu dan menggali pasir. Masalahnya ketika po-tensi alam yang melimpah ruah

itu ditambang dengan manaje-men yang tidak memadai, akhirnya menjadi seperti saat ini. SDM warga setempat tidak memadai sehingga tidak ter-pikir menjadi pengusaha, me-lainkan kuli. Pengusaha datang dari mana-mana, membeli alat berat dan sebagainya.

Apa solusi untuk memper-baiki kerusakan yang sudah sedemikian parah?

Perbaikan ruas jalan membu-tuhkan bantuan pemerintah provinsi sebab memerlukan dana ratusan miliar rupiah. Contoh, kami juga pernah minta bantuan provinsi untuk pembangunan setengah ruas Jalan Bunar-Lebak Wangi di Cigudeg sebesar Rp45 miliar.

Pemortalan jalan ditolak bahkan dirusak. Apakah tetap dilanjutkan?

Ini tantangan, tetapi kami akan terus menggencarkan so-sialisasi. Kami bukan meng-hambat mereka mencari makan. Kami mengatur. Akan ada tin-dakan hukum. Kami punya

perda. Kedaulatan pemerintah harus ditegakkan. Kalau aset kami dirusak, itu perlawanan hukum dan harus diproses se-cara hukum.

Kebijakan pemortalan tetap kami lanjutkan. Dari sana akan timbul solusi kompromistis. Pengusaha akan bertanya ba-gaimana caranya, dan kami menjawab bahwa jalan harus bagus.

Akademisi menganjurkan Pemkab Bogor berkoordinasi Pemprov DKI. Apakah akan dilakukan?

Bekerja sama dengan DKI? Enggak ada jalur. Dari sisi mana? DKI sebagai pengguna, bukan pemerintahan tapi orang per orang, pembeli. Mereka bisa beli dari mana saja. Ini hukum pasar. Yang bisa diajak bekerja sama adalah pengu-saha.

Kita bisa bilang, silakan me-nambang asalkan jaga ling-kungan. Jangan mengambil aset besar-besaran, tetapi masyarakat yang menanggung beban. (J-1)

a saat ini sangat memprihatinkan. Selain polusi udara, kondisi jalan pun

PERMASALAHAN di kawasan Rumpin, Kabupaten Bogor, masih bisa diatasi. Khususnya menyangkut kasus pertam-bangan galian C yang dampak buruknya menjadi beban masyarakat.

Secara teknik bisa dibuatkan pengaturan jadwal keluar masuk kendaraan, bahkan pembatasan truk dengan tonase tinggi. Tapi, yang paling men-dasar ialah struktur ulang pengaturan kelembagaan. Pe-ngelola wilayah, pejabat peme-r i n t a h , p e n g u s a h a , d a n masyarakat setempat harus duduk bersama. Sebab, fakta di lapangan, solusi dengan cara pemortalan untuk membatasi keluar masuk truk tidak berha-sil.

Masalah semakin tidak ter-kendali karena tonase kenda-raan melebihi kapasitas jalan, bahkan mencapai 40 ton lebih. Selain itu, jumlah truk yang keluar masuk sangat banyak. Jalan hancur, terjadi pence-maran udara, dan lingkungan rusak.

Secara lingkungan, harus dilihat dulu berapa banyak lagi cadangan di sana dan bagaima-na cara pengelolaannya. Penu-tupan galian C tidak bisa di-lakukan begitu saja karena pe-rusahaan telah mempunyai izin.

Namun, struktur ulang peng-aturan bisa ditinjau ulang. Be-gitu juga dengan tata ruangnya. Pasti ada klausulnya. Tidak mungkin mutlak sebab harus pula melihat perkembangan dan dampaknya. Tapi, intinya, kembali pada komitmen peme-rintah.

Pemerintah memang tidak punya kewibawaan mengelola lingkungan. Ini artinya komit-men pemerintah sangat penting sebab pengusaha hanya me-mikirkan untung.

Berkoordinasi dengan pihak lain dalam hal ini pemerintah pusat atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa saja dijajaki. Konsumen memang banyak dari Ibu Kota, tapi akan sulit sekali terealisasi karena kon-sumen tidak bisa atau tidak mau tahu soal dampak galian pasir itu. (DD/J-1)

DOK PRIBADI

Kukuh MurtilaksonoAhli tanah dan lingkungan IPB

Atur Ulang Perizinan

SAYA meneliti pertambangan di Kecamatan Rumpin pada 1997. Saat itu produksi tam-bang hanya sekitar 7 ton. Se-mua perusahaan penambang melanggar aturan. Jalan-jalan rusak karena beban kendaraan melebihi tonase.

Kebijakan yang akan diambil Pemerintah Kabupaten Bogor dengan memortal jalan menuju pertambangan tidak akan me-nyelesaikan masalah. Itu hanya teoretis. Kita sudah tahu ba-gaimana penegakan hukum di negara berkembang.

Tidak ada cara lain. Kalau memang ingin menolong ka-wasan itu, harus ada subsidi silang dari pengguna pertam-bangan pasir, yaitu DKI Ja-karta.

Keberadaan pertambangan dengan segala dampak dan permasalahannya di Keca-matan Rumpin sudah sangat mendesak untuk dirunding-kan.

Jakarta jangan hanya mene-rima enaknya saja. Batu kerikil, pasir, dan hasil bumi dari Rumpin menjadi gedung ber-tingkat di Ibu Kota dan seki-tarnya. Jakarta mendapatkan keuntungan besar. Berunding-lah dengan Jakarta, bagaimana proses dan pengaturannya, terserah pihak yang berun-ding.

Tidak fair bila tanggung

jawab kerusakan lingkungan Rumpin hanya dibebankan kepada Pemkab Bogor. Perusa-haan pertambangan juga tidak bisa dibebankan karena sudah membayar pajak dan commu-nity development.

Membuat jalan khusus ke pertambangan tidak akan me-nyelesaikan masalah. Kalau bangun jalan, tetap saja di jalur yang lama atau di sisi jalan tersebut.

Membuatkan tata ruang baru juga akan memakan biaya yang sangat besar. Tidak sebanding dengan perolehan pendapatan dari pertambangan pasir. Ba-rangkali Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah punya cara un-tuk mengatasi kawasan yang rusak akibat pertambangan. Jakarta dan Bogor bisa membi-carakannya dengan Menteri ESDM. (DD/J-1)

(24/5) pagi.Ke-15 perusahaan yang

masih aktif mengantongi izin dua hingga puluhan tahun ke depan. Lahan yang dikuasai antara 20 hingga 40 hektare. ”Sekitar 70% dari luas areal itu untuk pertambangan. Sisanya, pertanian dan peternakan,” imbuhnya.

Asnan mengakui usaha per-tambangan di kawasan itu bu-merang bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Peneri-maan retribusi dengan dampak tak seimbang. Penerimaan per tahun hanya sekitar Rp8 miliar. Pendapatan asli daerah (PAD) itu tidak cukup buat mem-bangun infrastruktur yang ru-sak.

Apalagi jika dibandingkan dengan keresahan ratusan ribu warga, terutama yang tinggal

di Desa Rumpin, Desa Cipi-nang, Desa Sukasari, Desa Ta-man Sari, Desa Sukamulya, Desa Kertajaya, serta Desa Me-karsari.

”Waktu kami banyak ter-buang untuk melewati jalan rusak. Kami harus menghirup debu sepanjang hari, setiap hari berisik, rumah kotor, dan baju yang baru dicuci sudah kotor lagi,” keluh Sulaeman, warga Leuwiranji.

Ketika hujan, warga harus berjuang melewati jalan berlum-pur yang penuh truk besar. Tatkala kemarau seperti seka-rang ini, pengendara harus berjibaku dengan debu dan su-litnya mendapatkan air bersih.

Sudah tak terhitung aksi demo yang digelar warga. Na-mun apa daya, mereka hanya rakyat kecil. Suara warga le-

nyap ditelan deru truk-truk besar.

Bangun portal ”Kami harus bagaimana lagi?

Mau tidak mau kami harus melalui semua ini. Kami stres melihat banyak truk yang kotor kayak pakai bedak berkilo-ki-lo,” cetus Naira, pelajar SMP, dengan nada kesal.

Bagaimana tidak kesal, Naira sering terlambat sebab jarak rumah ke sekolahnya cukup jauh, sedangkan di tengah jalan selalu terhambat truk. Ada pembicaraan di tingkat warga jika pemerintah daerah tidak mencarikan solusi dalam wak-tu dekat, mereka akan mem-bangun portal.

Kapolres Bogor AKBP Hery Santoso mengaku sudah men-dengar rencana pemortalan.

“Saya sudah cek ke lapangan bahkan menunggu sampai pagi, ternyata tidak ada pemor-talan,” cetusnya.

Dia mengakui kondisi Rumpin memang sudah sangat mempri-hatinkan. ”Kendaraan pengang-kut pasir yang melintasi jalur itu besar-besar dan melebihi tonase. Jalan yang sudah dibeton pun hancur. Sekitar 90% jalan rusak parah,” paparnya.

Jalan dimaksud antara lain Janala-Tegal Lega, Janala-Ci-cangkal, Cicangkal–Cikoleang, Cicangkal-Gunung Sindur, Ci-cangkal–Legok, Cicangkal-Maloko, dan Warung Jata Pari-gi-Parung Panjang.

Berdasarkan pemantauan Media Indonesia, awal masuk ke daerah Rumpin dari Ciseeng hingga keluar Gunung Sindur dan Cisauk, jalan benar-benar

rusak parah. Tidak sejengkal pun jalan rata. Lubang-lubang besar, dalam, berbatu dan ber-lumpur, menganga. Padahal, menurut pihak kecamatan, jalan tersebut sudah dibeton beberapa waktu lalu.

Dengan melihat fakta di la-pangan sudah demikian hancur, Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor Joko Pitoyo berpendapat kon-disi Rumpin memungkinkan untuk mengubah tata ruang.

Terlebih kalau pemekaran Kabupaten Bogor Barat benar-benar terealisasi dan Rumpin akan menjadi etalase. Cara mengatasinya tak lain adalah mengurangi kegiatan pertam-bangan dan menggantikan de-ngan perdagangan jasa. (J-1)

[email protected]

asa Kepung RumpinKepung RumpinMI/DEDE SUSIANTI

Portal akan Membawa Solusi

DOK PRIBADI

Akhmad Syafuan NoesirDosen Universitas Pakuan Bogor/ Peneliti kawasan Rumpin

Karyawan FaturachmanWakil Bupati Bogor