jalan dan air
TRANSCRIPT
JALAN DAN AIR
TUGAS PAPERMATA KULIAH TEKNIK JALAN RAYA
BIANCA NATASYA0706266121
DEPARTEMEN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA2010
PENGARUH AIR TERHADAP PERKERASAN JALAN
Keberadaan air memiliki pengaruh yang sangat tinggi terhadap perkerasan jalan lentur
(flexible pavement). Dalam proses desain sistem jalan dengan perkerasan jalan lentur, maka
jumlah air yang memiliki kemungkinan melewati jalan harus diperhitungkan dengan baik.
Apabila hal ini tidak diperhitungkan, maka air dapat membawa kerugian, bahkan bukan tidak
mungkin dapat mengancam keselamatan pengendara yang lewat di jalan. Hal ini disebabkan
jika pengaliran air tidak diperhitungkan, maka air tersebut dapat menggenang atau tinggal
terlalu lama di atas badan jalan sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Secara lambat laun,
kerusakan jalan pun akhirnya dapat menyebabkan lumpuhnya perekonomian, meningkatnya
biaya transportasi karena waktu perjalanan lebih lama, kerusakan kendaraan akibat
guncangan pada jalan berlubang, dan meningkatnya jumlah kecelakaan lalulintas khususnya
kendaraan roda dua karena terjebak oleh kondisi jalan rusak dan berlubang.1
Adapun jenis kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan yang disebabkan oleh air
biasanya berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, dan naiknya air dengan
sifat kapilaritas. Sistem drainase jalan yang tidak baik mengakibatkan air lama menggenang
di atas permukaan jalan, sedangkan naiknya air dengan sifat kapilaritas biasanya terkait
dengan masalah daya dukung tanah pada lapisan jalan. Daya dukung tanah pada badan jalan
sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang ada dalam tanah tersebut. Jika kandungan air
optimum sudah terlewati maka daya dukung tanah akan menurun,apalagi jika sampai muka
jalan tergenang maka kondisi saturated akan terjadi.
Pada kondisi saturated, daya lekat antar butiran tanah menjadi sangat kecil bahkan
bisa tidak ada sama sekali, gesekan antar partikal sangat menurun dan saling mengunci antar
butiran sudah tidak bekerja. Kemampuan tanah untuk mendukung beban pun dapat dikatakan
sangat kecil, sedangkan kendaraan tetap akan lewat. Akibat beban kendaraan yang menekan
muka jalan, maka terjadilah pelepasan ikatan antar butiran pada tanah, dan akan
mengakibatkan permukaan jalan menjadi pecah dan amblas. Umumnya, seperti inilah proses
awal kerusakan jalan. Terdapat beberapa jenis kerusakan jalan yang terkait dengan air, yaitu:
1. Retak (cracking)
Jenis kerusakan retak biasanya akan semakin memperparah kondisi permukaan jalan
karena jenis kerusakan ini akan semakin memberikan tempat bagi air untuk masuk ke
dalam lapisan permukaan jalan sehingga akan membuat ikatan struktur lapisan jalan
1 Heddy R. Agah, “Kerusakan Jalan: Akibat, Kesengajaan atau Dampak?”
rusak. Terdapat beberapa jenis retak pada lapisan permukaan jalan, yaitu retak halus,
retak kulit buaya, retak pinggir, retak sambungan bahu dan perkerasan, retak sambungan
pelebaran jalan, retak refleksi, retak susut, dan retak selip.
Retak Halus Retak Kulit Buaya Retak Pinggir
Retak Sambungan Pelebaran Jalan Retak Refleksi Retak Susut
Retak Selip
2. Distorsi (distortion)
Kerusakan distorsi yang berjenis amblas biasanya jenis kerusakan yang paling terkait
dengan air. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang
direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan karena
tanah dasar mengalami settlement. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang
tergenang. Air yang tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang
akhirnya menimbulkan lubang.
3. Cacat permukaan (disintegration)
Cacat permukaan yang paling mudah terlihat adalah lubang. Lubang dapat terjadi akibat
campuran material lapis permukaan yang berkualitas rendah, lapis permukaan tipis
sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas karena pengaruh cuaca, sistem drainase
jelek sehingga banyak air yang meresap dan mengumpul dalam lapisan perkerasan, dan
retak-retak yang tidak segera ditangani sehingga air meresap dan mengakibatkan
terjadinya lubang-lubang kecil.
Melihat berbagai kondisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fokus utama
penyebab kerusakan pada perkerasan jalan adalah tidak adanya sebuah sistem memadai yang
dapat mengalirkan air dari atas permukaan jalan secepatnya. Hal ini tentu saja terkait dengan
sistem drainase jalan. Secara umum, sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke
badan air (sungai dan danau) atau tempat peresapan buatan. Dalam proses perencanaan sistem
drainase jalan, harus dipertimbangkan keberadaaan air permukaan dan bawah permukaan,
sehingga perencanaan drainase jalan pun dibagi menjadi drainase permukaan (surface
drainage) dan drainase bawah permukaan (sub-surface drainage).
Secara prinsip, harus ditetapkan bahwa sistem drainase permukaan jalan harus dapat
berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan juga dari daerah
sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan akibat air banjir yang melimpas di atas
perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan. Sementara itu, sistem drainase bawah
permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan mencegah serta membuang air
infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.
Pada dasarnya, dalam merencanakan sistem drainase permukaan, harus dilakukan
beberapa proses, yaitu:
1. Plot rute jalan pada peta topografi
Plot rute ini untuk mengetahui gambaran/kondisi topografi sepanjang trase jalan yang
akan direncakanan sehingga dapat membantu dalam menentukan bentuk dan kemiringan
yang akan mempengaruhi pola aliran.
2. Inventarisasi data bangunan drainase.
Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak menggangu sistem
drainase yang sudah ada.
3. Panjang segmen saluran
Dalam menentukan panjang segmen saluran, harus didasarkan pada kemiringan rute jalan
dan ada tidaknya tempat buangan air seperti sungai, waduk dan lain-lain.
4. Luas daerah layanan
Data ini digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah hujan atau untuk
memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran. Luasan ini
meliputi luas setengah badan jalan, luas bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk
daerah perkotaan kurang lebih 10 m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah
tersebut.
5. Koefisien pengaliran
Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah layanan. Koefisien
pengaliran akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga dapat diperkirakan daya
tampung saluran. Oleh karena itu diperlukan peta topografi dan survey lapangan.
6. Faktor limpasan
Merupakan faktor/angka yang dikalikan dengan koefisien limpasan, biasanya dengan
tujuan supaya kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah pengaliran yang
terlalu luas.
7. Waktu konsentrasi
Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah layanan dalam
menyalurkan aliran air secara simultan (runoff) setelah melewati titik-titik tertentu.
8. Analisis hidrologi dan debit aliran air
Analisis data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun (diperoleh dari BMG)
dengan periode ulang sesuai dengan peruntukannya (saluran drainase diambil 5 tahun)
untuk mengetahui intensitas curah hujan supaya dapat menghitung debit aliran air.
Pada dasarnya, sistem drainase permukaan terdiri dari kemiringan melintang
perkerasan jalan dan bahu jalan, selokan samping, gorong-gorong, saluran penangkap.
1. Kemiringan Melintang Perkerasan dan Bahu Jalan
Pada daerah jalan yang datar dan lurus pengendalian air biasanya dengan membuat
kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari as jalan menurun/melandai ke arah
selokan samping, sedangkan untuk bahu jalan biasanya diambil 2% lebih besar
daripada kemiringan permukaan jalan.
Pada daerah jalan yang lurus pada tanjakan/penurunan pengendalian air perlu
mempertimbangkan besarnya kemiringan alinyemen vertikal yang berupa tanjakan
dan turunan. Hal ini supaya aliran air secepatnya mengalir ke selokan samping.
Disarankan kemiringan melintang jalan agar menggunakan nilai-nilai maksimal dari
besarnya kemiringan normal sesuai jenis lapisan permukaan jalan.
Pada daerah tikungan perlu mempertimbangkan kebutuhan kemiringan jalan menurut
persyaratan alinyemen horisontal jalan (Geometrik jalan) karena kemiringan
perkerasan jalan harus dimulai dari sisi luar tikungan menurun/melandai ke sisi dalam
tikungan. Besarnya kemiringan pada daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum dari
kebutuhan kemiringan alinyemen horizontal atau kebutuhan kemiringan menurut
keperluan drainase.
2. Selokan Samping
Selokan samping merupakan selokan yang dibuat disisi kanan dan kiri badan jalan
yang berfungsi untuk menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan,
daerah pengaliran sekitar jalan. Apabila daerah pengaliran airnya luas atau terdapat air
limbah, maka menggunakan sistem drainase terpisah (tersendiri).
Dalam merencanakan selokan samping meliputi tiga tahapan yaitu analisis
hidrologi, perhitungan hidrolika dan gambar rencana. Analisis hidrologi dilakukan
berdasarkan curah hujan, topografi daerah, karakteristik daerah pengaliran serta frekuensi
banjir rencana. Dari hasil analisis hidrologi diperoleh besarnya debit air yang harus
ditamping oleh selokan samping. Kemudian atas dasar debit yang diperoleh, dimensi
selokan samping dapat kita rencanakan berdasarkan perhitungan hidrolika.
3. Gorong-Gorong
Gorong-gorong berfungsi untuk mengalirkan air dari sisi jalan ke sisi jalan lainnya
(crossing). Oleh karena itu dalam mendesain perlu mempertimbangkan faktor hidrolis dan
struktur agar gorong-gorong dapat berfungsi mengalirkan air dan mempunyai daya
dukung terhadap beban lalu lintas dan timbunan tanah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menempatkan dan menentukan jumlah gorong-
gorong pada perencanaan jalan adalah:
lokasi jalan yang memotong aliran air,
daerah cekungan dimana air dapat menggenang,
tempat kemiringan jalan yang tajam, tempat air dapat merusak lereng dan badan jalan,
dan
kedalaman gorong-gorong yang aman terhadap permukaan jalan minimum 60 cm.
Apabila proses perencanaan sistem drainase jalan telah dilakukan sesuai standar yang
berlaku dan telah memperhitungkan jumlah air yang melewati badan jalan secara tepat, maka
langkah selanjutnya terkait dengan pemeliharaan sistem drainase tersebut. Banyak contoh
kasus yang terjadi di mana proses perencanaannya sudah baik, akan tetapi pada masa
penggunaannya terjadi banyak penyimpangan. Sebagai contoh, sistem saluran drainase
terbuka yang didesain kemudian seringkali dijadikan saluran tertutup demi pembuatan
bangunan-bangunan di pinggir jalan, seperti ruko, tempat berjualan, perkantoran, dan lain-
lain. Hal ini tentu saja menyalahi desain yang telah disesuaikan tujuannya. Apabila hal ini
terjadi, maka air pun tetap tidak dapat mengalir dan akan menggenangi permukaan jalan.
Oleh karena itu, diperlukan pengawasan khusus mengenai pemeliharaan sistem drainase jalan
yang telah dibuat.
REFERENSI
http://aryapersada.com/pedoman-peraturan-panduan/sistem-drainase-jalan
http://aryapersada.com/tata-cara/sekilas-tentang-drainase-permukaan-jalan
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/rekayasa_jalan_raya_2/bab8_kerusakan-
kerusakan_permukaan_jalan_dan_pemeliharaannya.pdf
http://www.hpji.or.id/majalah/mjt_0603.pdf
http://www.ziddu.com/download/5524309/Desain-Drainase-Permukaan-Jalan.pdf.html