tentang penulisebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. ·...

254

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena
Page 2: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

TENTANG PENULIS

Silvia Sukirman, lahir di Payakumbuh, pada tanggal 18 Februari

1949. Pendidikan sampai dengan SMP diselesaikannya di

tempat kelahirannya, SMA di Padang, lalu melanjutkan studi di

Bandung. Program Sarjana Teknik Sipil diperolehnya melalui

pendidikan di Universitas Katolik Parahyangan, dan pada tahun 1977 lulus

program Pasca Sarjana Jalan Raya PUTL-ITB.

Pengalaman kerja di bidang profesional dimulai sejak tahun 1974

dengan bekerja pada PT Sangkuriang, Bandung. Sejak 1975 sampai

dengan 1991 bekerja pada Indec & Ass Ltd, di Bandung, yang bergerak

di bidang jasa konstruksi terutama pekerjaan jalan dan jembatan.

Pengalaman kerja di bidang pendidikan dimulai sejak tahun 1973

dengan menjadi asisten dosen di Universitas Katolik Parahyangan, sejak

tahun 1979 menjadi dosen tidak tetap di Universitas Kristen Maranatha

dan sejak tahun 1984 sampai saat ini menjadi dosen di Institut Teknologi

Nasional, Bandung.

Di samping bekerja sesuai bidang ilmunya, bidang manajemen

pendidikan diperolehnya di Institut Teknologi Nasional, Bandung, dengan

pernah menduduki jabatan sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Sipil, Pem-

bantu Dekan Bidang Akademik dan Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan, Pembantu Rektor Bidang Akademik, dan terakhir sebagai

Kepala Unit Pelaksana Teknis P3AI.

Selain itu, ia juga aktif di Himpunan Pengembang Jalan Indonesia

dan dipercaya sebagai anggota tim ahli Badan Sertifikasi Asosiasi Daerah

DPD HPJI Jawa Barat periode 2003 - 2006.

Page 3: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Buku Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur ini meru-

pakan edisi revisi dari Buku Perkerasan Lentur Jalan Raya yang

diterbitkan pertama kali pada Tahun 1991 dan telah mengalami cetak

ulang sebanyak tujuh kali. Buku ini membahas secara menyeluruh

tentang perencanaan tebal perkerasan lentur, oleh karena itu Bab yang

membahas tentang material perkerasan jalan pada buku terdahulu,

dalam buku ini ditiadakan.

Buku ini bertujuan membantu Anda untuk memahami prinsip-

prinsip tentang perencanaan tebal perkerasan lentur dan metode peren-

canaan berbasiskan pengamatan langsung dilapangan (metode empiris).

Tema pokok bahasan antara lain:

- bagaimana menentukan beban lalulintas untuk perencanaan

tebal perkerasan jalan

- bagaimana menentukan daya dukung tanah dasar

- uraian tentang jalan percobaan AASHTO

- metode perencanaan tebal perkerasan AASHTO 1972, dan 1993

- metode perencanaan tebal perkerasan Sesuai SNI 1732-1989-F,

dan Pt T-01-2002-B

- metode perencanaan tebal lapis tambah menggunakan metode

analisis komponen dan lendutan balik.

Penerbit Nova

Page 4: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

iv

Sukirman, Silvia Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur x +244 hlm. 16 x 23 cm. ISBN: 978-602-96141-0-7 Cetakan pertama, Februari 2010 Copyright © 2010 Silvia Sukirman Hak Cipta dilindungi Undang-undang Desain Cover: Sofyan Triana

Penerbit NOVA Kotak Pos 469, Bandung Email: [email protected]

Page 5: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

v

KATA PENGANTAR

Perencanaan tebal struktur perkerasan jalan merupakan salah satu bagian dari rekayasa jalan yang bertujuan memberikan pelayanan terhadap arus lalulintas sehingga memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan.

Kesesuaian dan ketepatan dalam menentukan parameter pendu-kung dan metode perencanaan tebal perkerasan yang digunakan, sangat mempengaruhi efektifitas dan efisiensi penggunaan biaya konstruksi dan pemeliharaan jalan. Buku ini memberikan pengetahuan dasar bagi para mahasiswa dan praktisi pemula untuk memahami konsep dasar perencanaan tebal perkerasan lentur. Metode perencanaan yang diuraikan secara rinci hanyalah metode AASHTO dan Bina Marga. Pemahaman kedua metode ini diharapkan dapat menjadi dasar pengetahuan untuk mempelajari metode lainnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Deny Zuzan, Rina Rosdiana ST., dan Sofyan Triana ST., MT., yang telah banyak membantu dalam proses penulisan dan penyelesaian buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan tentang perencanaan tebal struktur perkerasan jalan dan masukan serta saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan. Bandung, Februari 2010 Penulis

Page 6: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

vi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 7: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

vii

Daftar Isi halaman

Kata Pengantar .......................................................................... v

Daftar Isi .................................................................................. vii

1. Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan 1

1.1 Sejarah Perkerasan Jalan ................................................. 1

1.1.1 Telford dan Macadam ............................................ 2

1.1.2 Permulaan Perkerasan Kedap Air ........................... 4

1.1.3 Sejarah Jalan di Indonesia ..................................... 5

1.2 Kinerja Struktur Perkerasan Jalan .................................... 6

2. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Jalan 9

2.1 Lapis Permukaan (Surface Course) ................................... 14

2.2 Lapis Pondasi (Base Course) ............................................ 22

2.3 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) ............................ 26

2.4 Lapis Tanah Dasar (Subgrade/Roadbed) ........................... 27

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan

Tebal Perkerasan 31

3.1. Beban Lalulintas .............................................................. 31

3.1.1 Konfigurasi Sumbu Dan Roda Kendaraan ................ 32

3.1.2 Beban Roda Kendaraan ......................................... 37

3.1.3 Beban sumbu ....................................................... 37

3.1.4 Volume Lalulintas ................................................. 46

3.1.5 Repetisi Beban Lalulintas ....................................... 47

3.1.6 Beban Lalulintas Pada Lajur Rencana .................... 53

Page 8: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

viii

3.2 Daya Dukung Tanah Dasar ............................................ 55

3.2.1 Pengujian California Bearing Ratio (CBR) ................ 56

3.2.2 Nilai CBR Dari Satu Titik Pengamatan .................. 61

3.2.3 CBR Segmen Jalan ............................................... 62

3.2.4 Penetrometer Konus Dinamis (Dynamic Cone

Penetrometer (DCP) .......................................... 69

3.2.5 Modulus resilient (MR) ........................................... 74

3.2.6 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Penetapan

Daya Dukung Tanah Dasar .................................... 78

3.3 Fungsi Jalan ................................................................... 80

3.3.1 Sistem Jaringan Jalan Umum ................................. 80

3.3.2 Fungsi Jalan Umum .............................................. 81

3.3.3 Status Jalan Umum ............................................... 84

3.4 Kondisi Lingkungan ........................................................ 86

3.5 Mutu Struktur Perkerasan Jalan ...................................... 89

3.5.1 Kekasaran Muka Jalan (Roughness) ....................... 89

3.5.2 Indeks Permukaan (Serviceability Index) ................ 92

3.5.3 Tahanan Gelincir (Skid Resistance) ........................ 95

4. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO 97

4.1 Jalan Percobaan AASHTO ................................................ 98

4.1.1 Struktur Jalan Percobaan ....................................... 98

4.1.2 Penelitian di Jalan Percobaan ................................ 102

4.1.3 Perkembangan Metode AASHTO ............................ 103

4.2 Metode AASHTO 1972 ..................................................... 105

4.3 Metode AASHTO 1993 .................................................... 109

4.3.1 Beban Lalu Lintas Sesuai AASHTO 1993 ................. 109

4.3.2 Reliabilitas .......................................................... 125

Page 9: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

ix

4.3.3 Drainase ............................................................... 130

4.3.4 Rumus Dasar Metode AASHTO 1993 ..................... 132

4.3.5 Tebal Minimum Setiap Lapisan ............................... 138

5. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode

Analisis Komponen SNI 1732-1989-F 141

5.1 Beban Lalu lintas Berdasarkan SNI 1732-1989-F ................ 141

5.2 Daya Dukung Tanah Dasar Berdasarkan SNI 1732-1989-F . 146

5.3 Parameter Penunjuk Kondisi Lingkungan

Sesuai SNI 1732-1989-F ................................................... 148

5.4 Indeks Permukaan Sesuai SNI 1732-1989-F ...................... 148

5.5 Rumus Dasar Metode SNI 1732-1989-F.............................. 151

5.6 Tebal Minimum Lapis Perkerasan....................................... 162

5.7 Konstruksi Bertahap ......................................................... 162

5.8 Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan

Metode SNI 1732-1989-F ................................................. 168

6. Perencanaan Tebal Perkerasan Metode Pt T-01-2002-B 171

6.1 Langkah-langkah Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan

Metode Pt T-01-2002-B .................................................... 171

6.2 Konstruksi Bertahap Sesuai Metode Pt T-01-2002-B ............ 176

6.3 Tinjauan Metode Pt T-01-2002-B Terhadap Metode

AASHTO 1993 ................................................................ 177

7. Perencanaan Tebal Lapis Tambah 179

7.1 Survei Kondisi Perkerasan Jalan ....................................... 181

7.1.1 Kerusakan Jalan .................................................... 182

7.1.2 Kondisi Struktur Perkerasan Jalan Lama ................. 188

7.2 Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan

Alat Benkelman Beam ..................................................... 190

Page 10: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

x

7.2.1 Lendutan Balik .. .................................................. 193

7.2.2 Lendutan Balik Segmen ......................................... 198

7.3 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode SNI 1732-1989-F .................................................... 200

7.4 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode Pt T-01-2002-B ................................................... 201

7.5 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode No.01/MN/B/1983 .................................................. 206

7.6 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode Road Design System (RDS) ..................................... 209

7.7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode Pd T-05-2005-B ...................................................... 212

Daftar Pustaka .......................................................................... 217

Lampiran 1 Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93 ......... 221

Lampiran 2 Tabel Angka ekivalen Berdasarkan SNI 1732-

1989-F Dan Pd.T-05-2005-B .................................... 209

Lampiran 3 Daftar Rumus ......................................................... 212

Lampiran 4 Daftar Tabel ........................................................... 241

Page 11: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan

1

BAB 1 Sejarah dan Kinerja

Perkerasan Jalan

1.1 Sejarah Perkerasan Jalan

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat

manusia itu sendiri dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup dan

berkomunikasi dengan sesama. Perkembangan sistem struktur perkeras-

an jalan saling terkait dengan peningkatan mutu kehidupan dan teknologi

yang ditemukan umat manusia. Pada awalnya jalan hanyalah berupa

jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup, termasuk sumber air.

Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-jejak itu berubah

menjadi jalan setapak. Dengan digunakannya hewan sebagai alat trans-

portasi, permukaan jalan dibuat rata dan diperkeras dengan batu.

Teknologi perkerasan jalan berkembang pesat sejak ditemukannya roda

sekitar 3500 tahun sebelum Masehi di Mesopotamia dan pada zaman

keemasan Romawi. Pada saat itu jalan dibangun dalam beberapa lapisan

perkerasan terutama dari pasangan batu, yang secara keseluruhan lebih

tebal dari struktur perkerasan jalan saat ini, walaupun belum mengguna-

kan aspal ataupun semen sebagai bahan pengikat.

Page 12: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

2

1.1.1 Telford dan Macadam

Beberapa orang yang namanya diabadikan sebagai bapak perkerasan

jalan antara lain Thomas Telford dan John Lauden Macadam. Jalan-jalan

di Indonesia peninggalan tempo dulu banyak menggunakan perkerasan

Telford atau Makadam ini.

Thomas Telford (1757 – 1834) dari Skotlandia, seorang ahli tentang batu,

membangun jalan di atas lapisan tanah dasar dengan kemiringan tidak

lebih dari 1:30. Struktur perkerasan di atas tanah dasar terdiri dari 3 lapis

dengan tebal total antara 35 – 45 cm. Ciri khas Telford adalah lapisan

batu dibangun di atas tanah dasar dimana lapis pertama terdiri dari batu

besar dengan lebar 10 cm dan tinggi 7,5 -18 cm, lapis kedua dan ketiga

terdiri dari batu dengan ukuran maksimum 6,5 cm (tinggi lapis kedua dan

ketiga sekitar 15- 25 cm), dan paling atas diberi lapisan aus dari kerikil

dengan ukuran 4 cm. Lapisan perkerasan ini diperkirakan mampu

memikul beban 88 N/mm lebar[WSDOT].

Sumber:WSDOT

Gambar 1.1 Struktur perkerasan Telford

Batu berukuran lebar 10 cm, dan tinggi antara 7,5 – 18 cm

Kerikil 4 cm

Batu pecah dan kerikil 4 cm

2 lapis dengan ukuran maksimum 6,5 cm

Lapisan tanah dasar

tebal total

Page 13: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan

3

John L. Macadam (1756 – 1836) orang Skotlandia, mengamati bahwa

pada saat itu kebanyakan perkerasan jalan dibangun dengan menggu-

nakan batu bulat [WSDOT]. Oleh karena itu dia memperkenalkan stuktur

perkerasan yang dibangun dari batu pecah. Di samping itu, Macadam

memperhatikan juga kebutuhan drainase dengan membuat struktur

perkerasan di atas lapisan tanah dasar yang memiliki kemiringan (lapisan

Telford dibangun di atas lapisan tanah dasar yang hampir rata). Keisti-

mewaan lain dari perkerasan Macadam adalah memperkenalkan peng-

gunaan batu pecah ukuran kecil (maksimum 2,5 cm) untuk membuat

permukaan perkerasan rata.

Batu pecah dengan ukuran maksimum 7,5 cm diletakkan di atas lapisan

tanah dasar dalam dua lapis. Tebal total kedua lapis adalah 20 cm.

Lapisan aus dibangun dengan ketebalan sekitar 5 cm terdiri dari agregat

berukuran maksimum 2,5 cm. Jadi tebal total struktur perkerasan

Macadam adalah 25 cm, lebih tipis dari perkerasan Telford. Lapisan

perkerasan Macadam diperkirakan mampu memikul beban 158 N/mm

lebar[WSDOT].

Sumber:WSDOT

Gambar 1.2 Struktur perkerasan Macadam

25 cm

Lapisan tanah dasar berlandai

2 lapis (masing-masing tebal 10 cm)

5 cm dan agregat berukuran maksimum 2,5 cm

Page 14: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

4

Struktur perkerasan Macadam yang dikenal sebagai lapisan Macadam,

digunakan di sebagian besar dunia termasuk Indonesia. Lapisan Maca-

dam di Indonesia telah mengalami beberapa kali modifikasi antara lain

jenis lapisan Macadam basah (waterbound Macadam) dan penetrasi

Macadam. Macadam basah menggunakan tanah berbutir halus sebagai

lapisan penutup pori lapisan paling atas, sedangkan lapisan penetrasi

Macadam menggunakan aspal yang dilabur sebagai bahan pengikat

lapisan paling atas dan diberi pasir kasar sebagai batu penutup. Gambar

1.3 menggambarkan lapisan penetrasi Macadam yang sampai saat ini

masih banyak digunakan di Indonesia.

Gambar 1.3 Lapisan penetrasi Macadam

1.1.2 Permulaan Perkerasan Kedap Air

Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan

air. Oleh karena itu ahli teknik jalan raya berusaha untuk menghasilkan

perkerasan yang kedap air agar tahan dalam menghadapi perubahan

cuaca dan hujan. Saat ini aspal dan semen banyak digunakan sebagai

bahan pembuat perkerasan kedap air.

Pasir kasar

Aspal

Batu pecah ≤ 2,5 cm

Batu pecah ≤ 7,5 cm

Pasir urug 10- 20 cm

Lapis aus

Batu pinggir batu pecah

Page 15: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan

5

Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat

tercatat ditemukan pertama kali di Babylon pada 625 tahun sebelum

Masehi, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemu-

kannya kendaraan bermotor bensin oleh Godlieb Daimler dan Karl Benz

pada tahun 1880. Di Amerika Serikat, Warren melalui berbagai hak

patennya, mulai mengembangkan beton aspal pada awal 1900.

Sejak Portland Bill menemukan semen artifisial yang dikenal sebagai

semen portland, penggunaan semen sebagai bahan pembentuk lapisan

perkerasan jalan berkembang dengan pesat.

Perkerasan beton semen telah ditemukan pada tahun 1828 di London.

Penggunaan semen sebelum abad 20 umumnya digunakan hanya sebagai

pembentuk lapisan pondasi, dan sejak awal abad 20 semen mulai

digunakan sebagai material pengikat lapisan aus perkerasan jalan.

1.1.3 Sejarah Jalan di Indonesia

Catatan tentang sejarah jalan di Indonesia tak banyak ditemukan.

Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia adalah

pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Pos Weg) yang dilakukan melalui

kerja paksa, pada pemerintahan HW Daendels. Jalan Raya Pos tersebut

dibangun mulai Mei 1808 sampai dengan Juni 1809, terbentang dari

Anyer di ujung Barat sampai dengan Panarukan di ujung Timur Pulau

Jawa, sepanjang lebih kurang 1000 km. Tujuan pembangunan jalan saat

itu diutamakan untuk kepentingan strategi pertahanan daripada transpor-

tasi masyarakat. Jalan-jalan cabang dari jalan pos dibangun di zaman

tanaman paksa sebagai prasarana mengangkut hasil tanaman.

Page 16: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

6

Di luar pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali di

sekitar daerah tanaman paksa di Sumatera Tengah dan Utara pada saat

itu.

Jalan tol Jagorawi sepanjang 53 km menghubungkan Jakarta – Bogor –

Ciawi yang diresmikan pada tanggal 9 Maret 1978, merupakan awal

dimulainya era baru peningkatan pembangunan konstruksi jalan di

Indonesia. Peningkatan mutu konstruksi perkerasan jalan menggunakan

beton aspal dan beton semen meningkat pesat sejak saat itu.

Perkembangan teknologi konstruksi perkerasan jalan di dunia dan dam-

pak dari dibangunnya jalan di suatu daerah telah mengubah paradigma

dari jalan hanya sebagai prasarana transportasi menjadi jalan sebagai

prasarana transportasi dan juga struktur bangunan sipil yang membawa

dampak lingkungan dan perlu mendapat perhatian yang serius.

1.2 Kinerja Struktur Perkerasan Jalan

Struktur perkerasan jalan sebagai komponen dari prasarana transportasi

berfungsi sebagai:

1. penerima beban lalulintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

Oleh karena itu struktur perkerasan perlu memiliki stabilitas yang

tinggi, kokoh selama masa pelayanan jalan dan tahan terhadap

pengaruh lingkungan dan atau cuaca. Kelelahan (fatigue resistance),

kerusakan perkerasan akibat berkurangnya kekokohan jalan seperti

retak (craking), lendutan sepanjang lintasan kendaraan (rutting),

bergelombang, dan atau berlubang, tidak dikehendaki terjadi pada

perkerasan jalan.

2. pemberi rasa nyaman dan aman kepada pengguna jalan. Oleh karena

itu permukaan perkerasan perlu kesat sehingga mampu memberikan

Page 17: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan

7

gesekan yang baik antara muka jalan dan ban kendaraan, tidak

mudah selip ketika permukaan basah akibat hujan atau menikung

pada kecepatan tinggi. Di samping itu permukaan perkerasan harus

tidak mengkilap, sehingga pengemudi tidak merasa silau jika

permukaan jalan kena sinar matahari.

Agar struktur perkerasan jalan kokoh selama masa pelayanan, aman dan

nyaman bagi pengguna jalan, maka:

1. Pemilihan jenis perkerasan dan perencanaan tebal lapisan perke-

rasan perlu memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu-

lintas, keadaan lingkungan, masa pelayanan atau umur rencana,

ketersediaan dan karakteristik material pembentuk perkerasan jalan

di sekitar lokasi.

2. Analisis dan rancangan campuran dari bahan yang tersedia perlu

memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat sehingga sesuai

dengan spesifikasi pekerjaan dari jenis lapisan perkerasan yang

dipilih.

3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur pengawasan

yang ada, dengan memperhatikan sistem penjaminan mutu pelaksa-

naan jalan sesuai spesifikasi pekerjaan. Pemilihan jenis lapisan

perkerasan dan perencanaan tebal perkerasan, analisis campuran

yang baik, belum menjamin dihasilkannya perkerasan yang meme-

nuhi apa yang diinginkan, jika pelaksanaan dan pengawasan tidak

dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur dan spesifikasi pekerjaan.

4. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara

periodik sehingga umur rencana dapat tercapai. Pemeliharaan meli-

puti tidak saja struktur perkerasan jalan, tetapi juga sistem drainase

di sekitar lokasi jalan tersebut.

Page 18: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

8

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

9

BAB 2 Jenis dan Fungsi

Lapisan Perkerasan Jalan Air yang menggenangi atau masuk ke dalam pori perkerasan jalan

merupakan salah satu faktor penyebab rusaknya jalan. Oleh karena itu

bagian atas jalan diusahakan memiliki sifat kedap air di samping adanya

sistem drainase jalan yang memadai. Sifat kedap air diperoleh dengan

menggunakan bahan pengikat dan pengisi pori antar agregat seperti

aspal atau semen portland. Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan

untuk membentuk lapisan atas, perkerasan jalan dibedakan menjadi

perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggu-

nakan aspal sebagai bahan pengikat, perkerasan kaku (rigid pavement)

yaitu perkerasan yang menggunakan semen portland, dan perkerasan

komposit (composite pavement) yaitu perkerasan kaku yang dikombi-

nasikan dengan perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur di atas perke-

rasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur. Di samping

pengelompokkan di atas, saat ini ada pula yang mengelompokkan

menjadi perkerasan lentur (flexible pavement), perkerasan kaku (rigid

pavement), dan perkerasan semi kaku (semi -rigid pavement).

Beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui kontak

roda kendaraan dengan muka jalan terdiri atas berat kendaraan sebagai

Page 20: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

10

gaya vertikal, gaya rem kendaraan sebagai gaya horizontal, dan gerakan

roda kendaraan sebagai getaran. Beban tersebut dilimpahkan melalui

bidang kontak antara roda dan permukaan jalan lalu didistribusikan ke

lapisan di bawahnya. Model pendistribusian beban dipengaruhi oleh sifat

kekakuan lapisan penerima beban. Pelat beton dengan nilai kekakuan

tinggi, mendistribusikan beban kendaraan pada bidang seluas pelat

beton, sehingga beban persatuan luas yang dilimpahkan ke lapisan di

bawah pelat beton menjadi kecil. Perkerasan lentur memiliki kekakuan

yang lebih rendah sehingga beban yang dilimpahkan ke lapisan dibawah-

nya didistribusikan pada luas yang lebih sempit. Gambar 2.1 mengilus-

trasikan perbedaan pendistribusian beban kendaraan pada perkerasan

kaku dan perkerasan lentur.

Gambar 2.1 Distribusi beban pada perkerasan kaku dan perkerasan lentur

Pada Gambar 2.1a beban kendaraan didistribusikan oleh pelat beton pada

bidang yang luas sehingga beban merata yang dilimpahkan ke lapisan

dibawahnya, P0, menjadi kecil, sedangkan pada Gambar 2.1b beban

Beban roda

Distribusi beban

(a) Perkerasan kaku (b) Perkerasan lentur

P0

P1

P2

Page 21: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

11

kendaraan didistribusikan pada luas yang lebih sempit daripada

perkerasan kaku, sehingga P1 lebih besar dari Po. P1 selanjutnya

didistribusikan ke lapisan dibawahnya lagi, demikian seterusnya. Karena

P2<P1, maka lapisan perkerasan lentur dibuat berlapis-lapis, dengan

lapisan paling atas memiliki sifat yang lebih baik dari lapisan di

bawahnya. Akibat tidak samanya kekakuan setiap lapis perkerasan, maka

distribusi beban lalulintas ke lapis dibawahnya seperti garis pada

Gambar 2.2, bukan seperti garis .

Gambar 2.2 Distribusi beban roda pada lapisan perkerasan lentur

Perkerasan lentur

Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang mela-

yani beban lalulintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkota-

an, jalan dengan sistem utilitas terletak di bawah perkerasan jalan,

perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.

Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah:

1. dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differen-

tial settlement) terbatas;

Beban roda

Page 22: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

12

2. mudah diperbaiki;

3. tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja;

4. memiliki tahanan geser yang baik;

5. warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan;

6. dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pemba-

ngunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah:

1. tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku;

2. kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan;

3. frekwensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perke-

rasan kaku;

4. tidak baik digunakan jika sering digenangi air;

5. membutuhkan agregat lebih banyak.

Struktur perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis yang makin ke

bawah memiliki daya dukung yang semakin jelek. Gambar 2.3 menun-

jukkan jenis lapis perkerasan dan letaknya, yaitu:

1. lapis permukaan (surface course);

2. lapis pondasi (base course);

3. lapis pondasi bawah (subbase course);

4. lapis tanah dasar (subgrade).

Perkerasan kaku

Perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas

tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat, di sekitar pintu tol, jalan

yang melayani kendaraan berat yang melintas dengan kecepatan rendah,

Page 23: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

13

atau di daerah jalan keluar atau jalan masuk ke jalan berkecepatan tinggi

yang didominasi oleh kendaraan berat.

Gambar 2.3 Struktur perkerasan lentur

Keuntungan menggunakan perkerasan kaku adalah:

1. umur pelayanan panjang dengan pemeliharaan yang sederhana;

2. durabilitas baik;

3. mampu bertahan pada banjir yang berulang, atau genangan air tanpa

terjadinya kerusakan yang berarti.

Kerugian menggunakan perkerasan kaku adalah:

1. kekesatan jalan kurang baik dan sifat kekasaran permukaan dipenga-

ruhi oleh proses pelaksanaan;

2. memberikan kesan silau bagi pemakai jalan;

3. membutuhkan lapisan tanah dasar yang memiliki penurunan (settle-

ment) yang homogen agar pelat beton tidak retak. Untuk mengatasi

hal ini seringkali di atas permukaan tanah dasar diberi lapis pondasi

bawah sebagai pembentuk lapisan homogen.

Lapis permukaan Lapis pondasi

Lapis pondasi bawah (optional)Subgrade

(Tanah dasar)

Page 24: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

14

Struktur perkerasan kaku terdiri dari pelat beton sebagai lapis

permukaan, lapis pondasi bawah sebagai lapis bantalan yang homogen,

dan lapis tanah dasar tempat struktur perkerasan diletakkan. Pelat beton

memiliki sambungan memanjang dan sambungan melintang seperti pada

Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur perkerasan kaku Struktur perkerasan lentur atau kaku, keduanya memiliki keuntungan dan

kerugian. Oleh karena itu desainer perlu mempertimbangkan berbagai

faktor dalam pemilihan struktur perkerasan yang sesuai untuk satu

proyek jalan. Uraian selanjutnya dalam buku ini hanya membahas ten-

tang perencanaan tebal perkerasan lentur saja.

2.1 Lapis Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari struktur perkerasan

jalan, yang fungsi utamanya sebagai:

Lapis pondasi Lapis pondasi bawah

(optional)

Subgrade (Tanah Dasar)

Pelat beton

sambunganmelintang

sambunganmemanjang

Page 25: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

15

1. lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisan

harus memiliki stabilitas tinggi selama masa pelayanan;

2. lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran

roda dari kendaraan yang mengerem;

3. lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atas lapis permukaan

tidak meresap ke lapis di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur

perkerasan jalan;

4. lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi.

Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal,

sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan

memiliki daya tahan selama masa pelayanan. Namun demikian, akibat

kontak langsung dengan roda kendaraan, hujan, dingin, dan panas, lapis

paling atas cepat menjadi aus dan rusak, sehingga disebut lapis aus.

Lapisan di bawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan

pengikat, disebut lapis permukaan antara (binder course), berfungsi

memikul beban lalulintas dan mendistribusikannya ke lapis pondasi.

Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi:

1. lapis aus (wearing course), merupakan lapis permukaan yang kontak

dengan roda kendaraan dan perubahan cuaca.

2. lapis permukaan antara (binder course), merupakan lapis permukaan

yang terletak di bawah lapis aus dan di atas lapis pondasi.

Berbagai jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia

adalah:

1. Laburan aspal, merupakan lapis penutup yang tidak memiliki nilai

struktural, terdiri dari:

a. Laburan Aspal Satu Lapis (burtu = surface dressing), terdiri dari la-

pis aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi sera-

Page 26: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

16

gam dengan ukuran nominal maksimum 13 mm. Burtu memiliki

ketebalan maksimum 2 cm.

b. Laburan Aspal Dua Lapis (burda = surface dressing), terdiri dari

lapis aspal ditaburi agregat, dikerjakan dua kali secara berurutan,

dengan tebal padat maksimum 3,5 cm. Lapis pertama burda adalah

lapis burtu dan lapis keduanya menggunakan agregat penutup

dengan ukuran maksimum 9,5 mm (3/8 inci).

2. Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir = Sand Sheet = SS), merupakan lapis

penutup permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau pasir

atau campuran keduanya, dicampur dengan aspal, dihampar dan

dipadatkan pada suhu tertentu. Ada dua jenis latasir yaitu latasir kelas

A dan latasir kelas B. Latasir kelas A dengan tebal nominal minimum

15 mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum No.4,

sedangkan latasir kelas B dengan tebal nominal minimum 20 mm,

menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 9,5 mm (3/8 inci).

Latasir digunakan untuk lalulintas ringan yaitu kurang dari 0,5 juta

lintas sumbu standar (lss). Ketentuan sifat campuran latasir seperti

pada Tabel 2.1.

3. Lapis Tipis Beton Aspal (Lataston = Hot Rolled Sheet = HRS),

merupakan lapis permukaan yang menggunakan agregat bergradasi

senjang dengan ukuran agregat maksimum 19 mm (3/4 inci).

Ada dua jenis lataston yang digunakan yaitu:

a. Lataston Lapis Aus, atau Hot Rolled Sheet Wearing Course =

HRS-WC, tebal nominal minimum 30 mm dengan tebal toleransi ±

4 mm.

Page 27: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

17

b. Lataston Lapis Permukaan Antara, atau Hot Rolled Sheet Base

Course = HRS-BC, tebal nominal minimum 35 mm dengan tebal

toleransi ± 4 mm.

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Campuran Latasir

Latasir Indikator Sifat Campuran Kelas A & B

Jumlah tumbukan per bidang 50

Min 3,0 Rongga dalam campuran (VIM) (%)

Mak 6,0

Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 20

Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 75

Stabilitas Marshall (kg) Min 200

Min 2 Kelelehan (mm)

Mak 3

Marshall Quotient (kg/mm) Min 80

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C pada VIM ±7%

Min 80

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

HRS-WC memiliki agregat halus dan bahan pengisi (filler) lebih banyak

dari HRS-BC.

Lataston sebaiknya digunakan untuk lalulintas kurang dari 1 juta lss

selama umur rencana. Ketentuan sifat campuran lataston seperti pada

Tabel 2.2.

Page 28: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

18

4. Lapis Beton Aspal (Laston = Asphalt Concrete = AC), merupakan lapis

permukaan yang menggunakan agregat bergradasi baik. Laston sesuai

digunakan untuk lalulintas berat.

Tabel 2.2 Ketentuan Sifat Campuran Lataston

Lataston Sifat-sifat Campuran

WC BC

Jumlah tumbukan per bidang 75

Min 3,0 Rongga dalam campuran (VIM) (%)

Mak 6,0

Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 18 17

Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 68

Stabilitas Marshall (kg) Min 800

Kelelehan (mm) Min 3

Marshall Quotient (kg/mm) Min 250

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C pada VIM ±7%

Min 80

Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Ada dua jenis Laston yang digunakan sebagai lapis permukaan, yaitu:

a. Laston Lapis Aus, atau Asphalt Concrete Wearing Course = AC-WC,

menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 19 mm (3/4 inci).

Lapis AC-WC bertebal nominal minimum 40 mm dengan tebal tole-

ransi ± 3 mm.

Page 29: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

19

b. Laston Lapis Permukaan Antara, atau Asphalt Concrete Binder

Course = AC-BC, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum

25 mm (1 inci). Lapis AC-BC bertebal nominal minimum 50 mm de-

ngan tebal toleransi ± 4 mm.

Jika aspal yang digunakan untuk membuat AC menggunakan bahan aspal

polimer, aspal dimodifikasi dengan asbuton, aspal multigrade atau aspal

padat Pen 60 atau Pen 40 yang dicampur dengan asbuton butir maka

lapis tersebut dinamakan Laston Modifikasi.

Ketentuan sifat campuran laston seperti pada Tabel 2.3 dan untuk

campuran laston modifikasi seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Ketentuan Sifat Campuran Laston

Laston Sifat-sifat Campuran WC BC Base

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Min 3,5 Rongga dalam campuran (VIM) (%)

Mak 5,5

Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 65 63 60

Min 800 1500 Stabilitas Marshall (kg)

Mak - -

Kelelehan (mm) Min 3 5

Marshall Quotient (kg/mm) Min 250 300

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C pada VIM 7%

Min 80

Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2,5

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Page 30: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

20

Tabel 2.4 Ketentuan Sifat Campuran Laston Modifikasi

Laston

Sifat-sifat Campuran WC Mod

BC Mod

Base Mod

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Min 3,5 Rongga dalam campuran (VIM) (%)

Mak 5,5

Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 65 63 60

Min 1000 1800 Stabilitas Marshall (kg)

Mak - -

Min 3 5 Kelelehan (mm)

Mak - -

Marshall Quotient (kg/mm) Min 300 350

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C pada VIM ±7%

Min 80

Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2,5

Stabilitas Dinamis, lintasan / mm Min 2500 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

5. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) adalah lapis perkerasan yang terdiri

dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi seragam.

Setelah agregat pengunci dipadatkan disemprotkan aspal kemudian

diberi agregat penutup dan dipadatkan. Lapen sesuai digunakan

untuk lalulintas ringan sampai dengan sedang.

Page 31: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

21

Ukuran maksimum agregat pokok membedakan ketebalan yang dapat

dipilih, yaitu:

a. tebal 7 – 10 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran

maksimum 75 mm (3 inci).

b. tebal 5 – 8 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran

maksimum 62,5 mm (2,5 inci).

c. tebal 4 – 5 cm, jika digunakan agregat pokok dengan ukuran

maksimum 50 mm (2 inci).

6. Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag) adalah campuran antara agregat

asbuton dan peremaja yang dicampur, dihampar dan dipadatkan

secara dingin. Lapis Lasbutag bertebal nominal minimum 40 mm

dengan ukuran agregat maksimum adalah 19 mm (3/4 inci). Keten-

tuan sifat campuran lasbutag seperti pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Ketentuan Sifat Campuran Lasbutag

Sifat Campuran Persyaratan

Derajat penguapan fraksi ringan: - Campuran untuk pemeliharaan, % - Campuran untuk pelapis, %

25 50

Jumlah tumbukan 2 x 75

Rongga dalam campuran (VIM), % 3,0 - 6,0

Rongga antara agregat (VMA), % Min. 16

Stabilitas pada temperatur ruang 25 oC, kg Min. 500

Kelelehan, mm 2- 4

Stabilitas sisa, setelah 4 hari direndam dalam air 25 oC, %

Min. 75

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Page 32: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

22

Ketika menentukan tebal setiap lapisan, perencana perlu memper-

hatikan tebal nominal minimum dari jenis lapis permukaan yang dipilih.

Tabel 2.6 menunjukkan tebal nominal minimum dari berbagai jenis

lapis permukaan.

Tabel 2.6 Tebal Nominal Minimum Lapis Permukaan

Jenis Campuran Simbol Tebal Nominal

Minimum (mm)

Toleransi

Tebal (mm)

Latasir Kelas A SS-A 15

Latasir Kelas B SS-B 20 -

Lapis Aus HRS-WC 30

Lataston Lapis Permukaan Antara

HRS-BC 35 ± 4

Lapis Aus AC-WC 40 ± 3

Lapis Permukaan Antara

AC-BC 50 ± 4 Laston

Lapis Pondasi AC-Base 60 ± 5 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

2.2 Lapis Pondasi (Base Course)

Lapis perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis

permukaan dinamakan lapis pondasi (base course). Jika tidak digunakan

lapis pondasi bawah, maka lapis pondasi diletakkan langsung di atas

permukaan tanah dasar.

Page 33: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

23

Lapis pondasi berfungsi sebagai:

1. bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban

kendaraan dan disebarkan ke lapis dibawahnya;

2. lapis peresap untuk lapis pondasi bawah;

3. bantalan atau perletakkan lapis permukaan.

Material yang digunakan untuk lapis pondasi adalah material yang cukup

kuat dan awet sesuai syarat teknik dalam spesifikasi pekerjaan. Lapis

pondasi dapat dipilih lapis berbutir tanpa pengikat atau lapis dengan

aspal sebagai pengikat.

Berbagai jenis lapis pondasi yang umum digunakan di Indonesia adalah:

1. Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete Base = AC-Base), adalah

laston yang digunakan untuk lapis pondasi, tebal nominal minimum

60 mm dengan tebal toleransi ± 5 mm. Agregat yang digunakan

berukuran maksimum 37,5 mm (1,5 inci). Ketentuan sifat campuran

AC-Base seperti pada Tabel 2.3 dan untuk AC-Base modifikasi seperti

pada Tabel 2.4.

2. Lasbutag Lapis Pondasi adalah campuran antara agregat asbuton dan

peremaja yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.

Lapis Lasbutag Lapis Pondasi bertebal nominal minimum 50 mm

dengan ukuran agregat maksimum adalah 25 mm (1 inci). Ketentuan

sifat campuran Lasbutag seperti pada Tabel 2.5.

3. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) seperti yang diuraikan pada Bab 2.1

dapat pula digunakan sebagai lapis pondasi, hanya saja tidak menggu-

nakan agregat penutup.

4. Lapis Pondasi Agregat adalah Lapis pondasi dari butir agregat. Berda-

sarkan gradasinya lapis pondasi agregat dibedakan atas agregat Kelas

A dan agregat Kelas B. Tebal minimum setiap lapis minimal 2 kali

Page 34: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

24

ukuran agregat maksimum. Gradasi yang digunakan untuk lapis

pondasi Kelas A dan B dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan ketentuan sifat

lapis pondasi agregat dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.7 Gradasi Lapis Pondasi Agregat

Ukuran saringan Persen berat yang lolos, % lolos

ASTM (mm) Kelas A Kelas B

3” 75

2” 50 100

1½” 37,5 100 88 –100

1“ 25,0 77 –100 70 – 85

3/8” 9,50 44 – 60 40 – 65

No.4 4,75 27 – 44 25 – 52

No.10 2,0 17 – 30 15 – 40

No.40 0,425 7 – 17 8 – 20

No.200 0,075 2 – 8 2 – 8

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

5. Lapis Pondasi Tanah Semen adalah lapisan yang dibuat dengan

menggunakan tanah pilihan yang diperoleh dari daerah setempat,

yaitu tanah lempung dan tanah berbutir seperti pasir dan kerikil

kepasiran dengan plastisitas rendah. Bahan dicampur dengan perban-

dingan semen dan air tertentu di lokasi atau terpusat hingga merata

dan memiliki daya dukung yang cukup sebagai lapis pondasi.

Ketentuan sifat campuran setelah perawatan 7 hari di laboratorium

seperti pada Tabel 2.9.

Page 35: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

25

Tabel 2.8 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat

Sifat Kelas A Kelas B

Abrasi dari agregat kasar (SNI 03-2417-1990)

mak. 40% mak. 40%

Indek plastis (SNI-03-1966-1990 dan SNI-03-1967-1990)

mak. 6 mak. 6

Hasil kali indek plastisitas dengan % lolos saringan No.200

mak. 25 --

Batas cair (SNI 03-1967-1990)

mak. 25 mak. 25

Gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat (SNI- 03-4141-1996)

0% mak. 1%

CBR (SNI 03-1744-1989)

min. 90% min. 65%

Perbandingan persen lolos # 200 dan #40 mak. 2/3 mak. 2/3 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Tabel 2.9 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Tanah Semen

Pengujian

Batas-batas sifat

(setelah perawatan 7

hari)

Metode pengujian

Kuat tekan bebas (UCS), kg/cm2

min. 20 SNI 03-6887-2002

CBR Laboratorium, % min. 180 SNI 03-1744-1989

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

6. Lapis Pondasi Agregat Semen (LFAS) adalah agregat kelas A,

agregat kelas B, atau agregat kelas C yang diberi campuran semen

dan berfungsi sebagai lapis pondasi. Lapis ini harus diletakkan di atas

Page 36: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

26

lapis pondasi bawah agregat Kelas C. Ketentuan sifat campuran

setelah perawatan 7 hari di laboratorium seperti pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Semen

Kuat Tekan Bebas Umur 7 Hari (kg/cm2) Lapis Pondasi

Agregat Semen

Silinder (diameter 70 mm x tinggi

140 mm)

Silinder (diameter 150 mm x tinggi

300 mm)

Kelas A 45 75

Kelas B 35 55

Kelas C 30 35 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

2.3 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi dan tanah dasar

dinamakan lapis pondasi bawah (subbase).

Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai :

1. bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan

beban kendaraan ke lapis tanah dasar. Lapis ini harus cukup stabil

dan mempunyai CBR sama atau lebih besar dari 20%, serta Indeks

Plastis (IP) sama atau lebih kecil dari 10%;

2. effisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapis dia-

tasnya dapat dikurangi tebalnya;

3. lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi;

4. lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar,

sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera

Page 37: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

27

menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya

dukung tanah dasar menahan roda alat berat;

5. lapis filter untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar

naik ke lapis pondasi. Untuk itu lapis pondasi bawah haruslah

memenuhi syarat:

5tanahdasarD

pondasiD

15

15 ≥ ............................................................... (2.1)

5dasartanah D

pondasiD

85

15 < ............................................................... (2.2)

dengan:

D15 = diameter butir pada persen lolos = 15%.

D85 = diameter butir pada persen lolos = 85%.

Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah

lapis pondasi agregat Kelas C dengan gradasi seperti pada Tabel 2.11,

dan ketentuan sifat campuran seperti pada Tabel 2.12. Lapis pondasi

agregat kelas C ini dapat pula digunakan sebagai lapis pondasi tanpa

penutup aspal.

2.4 Lapis Tanah Dasar (Subgrade/Roadbed)

Lapis tanah setebal 50 – 100 cm di atas mana diletakkan lapis pondasi

bawah dan atau lapis pondasi dinamakan lapis tanah dasar atau

subgrade. Mutu persiapan lapis tanah dasar sebagai perletakan struktur

perkerasan jalan sangat menentukan ketahanan struktur dalam meneri-

ma beban lalulintas selama masa pelayanan.

Page 38: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

28

Tabel 2.11 Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas C

Ukuran saringan Persen berat yang lolos, % lolos

ASTM (mm) Kelas C

3” 75 100

2” 50 75 – 100

1½” 37,5 60 – 90

1“ 25,0 45 – 78

3/8” 9,50 25 – 55

No.4 4,75 13 - 45

No.10 2,0 8 - 36

No.40 0,425 7 - 23

No.200 0,075 5 - 15 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Tabel 2.12 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Kelas C

Sifat Kelas C

Abrasi dari agregat kasar (SNI 03-2417-1990) mak. 40%

Indek Plastis (SNI-03-1966-1990 dan SNI-03-1967-1990).

4 – 9

Batas Cair (SNI 03-1967-1990) mak. 35

Gumpalan lempung dan butir - butir mudah pecah dalam agregat (SNI- 03-4141-1996) mak. 1%

CBR (SNI 03-1744-1989) min. 35%

Perbandingan persen lolos #200 dan #40 Mak. 2/3

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Page 39: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

29

Berdasarkan elevasi muka tanah dimana struktur perkerasan jalan dile-

takkan, lapis tanah dasar dibedakan seperti pada Gambar 2.5, yaitu:

1. Lapis tanah dasar tanah asli adalah tanah dasar yang merupakan

muka tanah asli di lokasi jalan tersebut. Pada umumnya lapis tanah

dasar ini disiapkan hanya dengan membersihkan, dan memadatkan

lapis atas setebal 30 – 50 cm dari muka tanah dimana struktur

perkerasan direncanakan akan diletakkan. Benda uji untuk menentu-

kan daya dukung tanah dasar diambil dari lokasi tersebut, setelah

akar tanaman atau kotoran lain disingkirkan.

2. Lapis tanah dasar tanah urug atau tanah timbunan adalah lapis

tanah dasar yang lokasinya terletak di atas muka tanah asli. Pada

pelaksana-an membuat lapis tanah dasar tanah urug perlu

diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapkan. Benda uji untuk

menentukan daya du-kung tanah dasar diambil dari lokasi tanah

untuk urugan.

Gambar 2.5 Jenis lapis tanah dasar dilihat dari elevasi muka tanah asli

3. Lapis tanah dasar tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya

terletak di bawah muka tanah asli. Dalam kelompok ini termasuk pula

penggantian tanah asli setebal 50 – 100 cm akibat daya dukung tanah

asli yang kurang baik. Pada pelaksanaan membuat lapis tanah dasar

tanah galian perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapkan.

Tanah Dasar Tanah Galian

Tanah Dasar Tanah

Urug/Timbunan

Tanah Dasar Tanah Asli

Page 40: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

30

Benda uji untuk menentukan daya dukung tanah dasar diambil dari

elevasi lapis tanah dasar.

Daya dukung dan ketahanan struktur perkerasan jalan sangat ditentukan

oleh daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui

terkait dengan lapis tanah dasar adalah:

1. perubahan bentuk tetap dan rusaknya struktur perkerasan jalan

secara menyeluruh;

2. sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki

sifat plastisitas tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat

berakibat terjadinya retak dan atau perubahan bentuk. Faktor

drainase dan kadar air pada proses pemadatan tanah dasar sangat

menentukan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi.

3. perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah.

Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar di sepan-

jang jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak meratanya daya

dukung tanah dasar.

4. perbedaan penurunan (diffrential settlement) akibat terdapatnya

lapis tanah lunak di bawah lapisan tanah dasar. Penyelidikan jenis

dan karakteristik lapisan tanah yang terletak di bawah lapisan tanah

dasar sangat membantu mengatasi masalah ini.

5. kondisi geologi yang dapat berakibat terjadinya patahan, geseran

dari lempeng bumi perlu diteliti dengan seksama terutama pada

tahap penentuan trase jalan.

6. kondisi geologi di sekitar trase pada lapisan tanah dasar di atas

tanah galian perlu diteliti dengan seksama, termasuk kestabilan

lereng dan rembesan air yang mungkin terjadi akibat dilakukannya

galian.

Page 41: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

31

BAB 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Perencanaan Tebal Perkerasan

Dalam proses perencanaan tebal perkerasan lentur terdapat beberapa

faktor yang perlu diperhatikan dan ikut mempengaruhi hasil perencanaan,

yaitu:

1. Beban lalulintas

2. Sifat tanah dasar

3. Fungsi Jalan

4. Kondisi lingkungan

5. Kinerja struktur perkerasan (pavement performance)

6. Umur rencana atau masa pelayanan

7. Sifat dan jumlah bahan baku yang tersedia

8. Bentuk geometrik jalan

9. Kondisi perkerasan saat ini (khusus untuk peningkatan jalan lama)

3.1 Beban Lalulintas

Beban lalulintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan

jalan melalui kontak antara ban dan muka jalan. Beban lalulintas

merupakan beban dinamis yang terjadi secara berulang selama masa

pelayanan jalan. Besarnya beban lalulintas dipengaruhi oleh berbagai

faktor kendaraan seperti:

Page 42: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

32

1. konfigurasi sumbu dan roda kendaraan

2. beban sumbu dan roda kendaraan

3. tekanan ban

4. volume lalulintas

5. repetisi sumbu

6. distribusi arus lalulintas pada perkerasan jalan

7. kecepatan kendaraan

Pemahaman komprehensif tentang beban kendaraan yang merupakan

beban dinamis pada perkerasan jalan, sangat mempengaruhi hasil

perencanaan tebal perkerasan jalan dan kekokohan struktur perkerasan

jalan selama masa pelayanan.

3.1.1 Konfigurasi Sumbu Dan Roda Kendaraan

Setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu, yaitu sumbu depan

disebut juga sumbu kendali, dan sumbu belakang atau sumbu penahan

beban. Masing-masing ujung sumbu dilengkapi dengan satu atau dua

roda.

Saat ini terdapat berbagai jenis kendaraan berat yang memiliki jumlah

sumbu lebih dari dua. Berdasarkan konfigurasi sumbu dan jumlah roda

yang dimiliki di ujung-ujung sumbu, maka sumbu kendaraan dibedakan

atas:

1. sumbu tunggal roda tunggal

2. sumbu tunggal roda ganda

3. sumbu ganda atau sumbu tandem roda tunggal

4. sumbu ganda atau sumbu tandem roda ganda

5. sumbu tripel roda ganda

Page 43: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

33

Gambar 3.1 menggambarkan kendaraan dengan konfigurasi sumbu

tunggal, sumbu tandem, dan sumbu tripel. Sebagai usaha memper-

mudah membedakan berbagai jenis kendaraan maka dalam proses

perencanaan digunakan kode angka dan simbol.

Gambar 3.1 Berbagai konfigurasi sumbu kendaraan

Kode angka dengan pengertian sebagai berikut:

1 : menunjukkan sumbu tunggal dengan roda tunggal

2 : menunjukkan sumbu tunggal dengan roda ganda

11 : menunjukkan sumbu ganda atau tandem dengan roda tunggal

111 : menunjukkan sumbu tripel dengan roda tunggal

22 : menunjukkan sumbu ganda atau tandem dengan roda ganda

222 : menunjukkan sumbu tripel dengan roda ganda

Kode simbol dengan pengertian sebagai berikut:

• : menunjukkan pemisahan antara sumbu depan dan sumbu

belakang kendaraan

- : menunjukkan kendaraan dirangkai dengan sistem hidraulik

+ : menunjukkan kendaraan digandeng dengan kereta tambahan

Sumbu tunggal

Sumbu tandem

Sumbu tripel

Page 44: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

34

Berbagai jenis kendaraan memiliki konfigurasi sumbu dan roda kendaraan

yang berbeda-beda, sehingga mengakibatkan terdapat berbagai kode

angka kendaraan, sebagai contoh:

Kendaraan memiliki sistem hidraulik (-) bersumbu tandem roda ganda (22), dan digandeng (+) dengan kereta tambahan bersumbu depan dan belakang sumbu tunggal roda ganda (2.2).

Berbagai kode kendaraan sesuai dengan konfigurasi sumbu dan rodanya

dapat dilihat pada Gambar 3.2, sedangkan Gambar 3.3 menunjukkan

berbagai jenis kendaraan berdasarkan jumlah sumbu.

Kode konfigurasi sumbu 1.1, yaitu kendaraan dengan sumbu depan dan sumbu belakang berupa sumbu tunggal roda tunggal (1).

Kode konfigurasi sumbu 1.22, yaitu kendaraan dengan sumbu depan sumbu tunggal roda tunggal (1) dan sumbu belakang berupa sum-bu tandem roda ganda (22).

Kode konfigurasi sumbu 1.22-22, yaitu kendaraan dengan konfigurasi sumbu terdiri dari sumbu depan sumbu tunggal roda tunggal (1) dan sumbu belakang berupa sumbu tandem roda ganda (22), memiliki sistem hidraulik (-) tambahan bersumbu tan-dem roda ganda (22).

Kode konfigurasi sumbu 1.22-22+2.2, yaitu kendaraan dengan konfigurasi sumbu terdiri dari sumbu depan sumbu tunggal roda tunggal (1) dan sumbu be-lakang berupa sumbu tandem roda roda ganda (22).

Page 45: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

35

Kendaraan komersial bersumbu kaku

Kendaraan komersial gandengan/trailer

1.1

1.1-1

1.2

1.1-11

1.11

1.1-22

1.22

1.2-1

11.11

1.2-11

11.2

1.2-2

11.22

1.2-22

+1.1

1.22-2

+1.2

1.22-22

+2.2

1.22-111

Sumber: Croney,D. & Croney,P.

Gambar 3.2 Berbagai konfigurasi sumbu dan kodenya.

Page 46: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

36

Gambar 3.3 Klasifikasi jenis kendaraan berdasarkan jumlah sumbu

MotorcyclesPassenger Cars

Two Axle, 4 Tire Single UnitsBuses

Two Axle, 6 Tire Single UnitsThree Axle Single Units

Four or More Axle Single UnitsFour or Less Axle Single Trailers

Five Axle Single TrailersSix or More Axle Single Trailers

Five or Less Axle Multi-Trailers

Six Axle Multi-Trailers

Seven or More Axle Multi-Trailers

12

34

56

78

910

11

1213

Sumber: AASHTO, 2004

Page 47: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

37

3.1.2 Beban Roda Kendaraan

Beban kendaraan dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak

antara ban dan muka jalan. Untuk keperluan perencanaan tebal

perkerasan jalan, bidang kontak antara roda kendaraan dan perkerasan

jalan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan radius sama dengan lebar

ban. Radius bidang kontak ditentukan oleh ukuran dan tekanan ban.

P = π pa2 atau

pπPa = .............................................. (3.1)

dengan:

a = radius bidang kontak

P = beban roda

p = tekanan ban

Dari Rumus 3.1 dapat dilihat bahwa ukuran ban dan tekanan ban

mempengaruhi besarnya beban roda yang akan dilimpahkan keperke-

rasan jalan.

3.1.3 Beban Sumbu

Beban kendaraan dilimpahkan melalui roda kendaraan yang terjadi

berulang kali selama masa pelayanan jalan akibat repetisi kendaraan

yang melintasi jalan tersebut. Titik A pada Gambar 3.4 menerima beban

kendaraan melalui bidang kontaknya sebanyak 2 kali, yaitu akibat

lintasan roda depan dan roda belakang. Titik A terletak pada lajur

lintasan kendaraan bersamaan dengan titik A’. Pada saat yang bersamaan

titik A dan A’ akan menerima beban yang sama. Beban tersebut berupa

Page 48: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

38

beban roda yang besarnya setengah dari beban sumbu kendaraan.

Perkerasan jalan pada penampang I-I menerima beban berulang

sebanyak lintasan sumbu kendaraan. Jika kendaraan memiliki dua sumbu

maka repetisi beban pada penampang I-I adalah dua kali, dan jika

memiliki 3 sumbu maka repetisi beban adalah 3 kali. Dengan kata lain,

repetisi beban yang diakibatkan oleh satu kendaraan sama dengan

jumlah sumbunya. Oleh karena itu repetisi beban pada perencanaan tebal

perkerasan dinyatakan dengan repetisi lintasan sumbu, bukan lintasan

roda ataupun lintasan kendaraan.

Gambar 3.4 Pelimpahan beban kendaraan ke perkerasan jalan

Setiap kendaraan memiliki letak titik berat sesuai dengan desain

kendaraannya. Besarnya beban kendaraan yang didistribusikan ke

sumbu-sumbunya dipengaruhi oleh letak titik berat kendaraan tersebut.

Dengan demikian setiap jenis kendaraan mempunyai distribusi beban

Lajur lalulintas

I

I

A AA’

A

A’

Page 49: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

39

yang berbeda-beda. Berat total kendaraan G pada Gambar 3.5 didistri-

busikan ke sumbu depan seberat F1 dan sumbu belakang seberat F2.

Gambar 3.5 Distribusi beban kendaraan ke setiap sumbu

F1 = G l2/l ...................................................................... (3.2)

F2 = G l1/l ...................................................................... (3.3)

dengan:

G = berat kendaraan

F1 = beban sumbu depan

F2 = beban sumbu belakang

l = jarak antara kedua sumbu

l1 = jarak antara titik berat kendaraan dan sumbu depan

l2 = jarak antara titik berat kendaraan dan sumbu belakang

Jika l2/l = A% dan l1/l = B%, berarti berat kendaraan terdistribusi A% ke

sumbu depan dan B% ke sumbu belakang, maka:

F1 = 0,0A G dan F2 = 0,0B G ............................................(3.4)

dengan:

A = persen distribusi berat kendaraan ke sumbu depan

B = persen distribusi berat kendaraan ke sumbu belakang

Page 50: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

40

Tabel 3.1 menunjukkan distribusi beban sumbu dari berbagai jenis

kendaraan sebagaimana yang diberikan oleh Bina Marga pada Buku

Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No.

01/MN/BM/83.

Tabel 3.1 Distribusi Beban Sumbu Untuk Berbagai Jenis Kendaraan

Konf

igur

asi

Sum

bu &

Tip

e

Bera

t Ko

song

(t

on)

Beba

n M

uata

n M

aksi

mum

(to

n)

Bera

t To

tal

Mak

sim

um (

ton)

1.1

Mobil Penumpang

1,5 0,5 2,0

1.2 Bus 3 6 9

1.2L Truk 2,3 6 8,3

1.2H Truk 4,2 14 18,2

1.22 Truk 5 20 25

1.2 + 2.2 Trailer 6,4 25 31,4

1.2+ 2 Trailer 6,2 20 26,2

1.2+ 22 Trailer 10 32 42

Sumber : Bina Marga, No. 01/MN/BM/83

S D

34% 66%

S D

18% 28%

D

54%

D

27% 27%

S D

18% 41%

D

41%

S D

18% 28%

D

27%

D

27%

S D

25% 75%

D

37,5%37,5%

S D

34% 66%

S D

34% 66%

50% 50%

S

D

Roda Tunggal Pada Ujung Sumbu Roda Ganda Pada Ujung Sumbu

L = truk ringan H = truk berat

Page 51: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

41

Perkembangan pesat jenis kendaraan, konfigurasi sumbu, dan muatan

yang dapat diangkut kendaraan sejak 1983 sampai saat ini, mengakibat-

kan banyak jenis kendaraan yang tidak terdapat pada Tabel 3.1.

Distribusi beban sumbu untuk jenis kendaraan yang belum ada dalam

Tabel 3.1 dapat diperoleh melalui survei timbang, atau mempelajari

brosur dari jenis kendaraan tersebut.

Setiap jenis kendaraan yang sama dapat saja mempunyai beban sumbu

yang berbeda, karena kendaraan selalu mengangkut muatan dengan

berat yang tidak selalu sama. Sebagai contoh, truk ringan dengan berat

kosong 2,5 ton dapat dimuati sampai mencapai berat maksimum yang

diizinkan sebesar 8,0 ton. Setiap kali truk tersebut melintasi suatu ruas

jalan, berat truk dapat bervariasi dari 2,5 ton sampai dengan 8,0 ton,

yang tentu saja menghasilkan beban sumbu yang berbeda-beda.

Untuk perencanaan tebal perkerasan jalan sepantasnyalah beban yang

diperhitungkan adalah beban yang mungkin terjadi selama umur rencana

atau masa pelayanan jalan. Beban lalulintas rencana tidak selalu sama

dengan beban maksimum. Perencanaan berdasarkan beban maksimum

akan menghasilkan tebal perkerasan yang tidak ekonomis, tetapi peren-

canaan berdasarkan beban yang lebih kecil dari beban rata-rata yang

digunakan akan menyebabkan struktur perkerasan mengalami kerusakan

sebelum masa pelayanan habis. Pertimbangan yang bijaksana berdasar-

kan data beban kendaraan di lokasi atau sekitar lokasi, dan pertimbangan

faktor pertumbuhan beban dan volume lalulintas yang mungkin terjadi,

sangat tepat untuk dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka perencanaan

tebal perkerasan perlu dilakukan survei beban kendaraan, kajian lalu-

lintas, serta analisis dan prediksi pertumbuhan sosio ekonomi.

Page 52: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

42

Survei beban kendaraan

Survei beban kendaraan adalah survei yang diperlukan sehubungan

dengan kebutuhan data tentang berat kendaraan dan distribusi beban

kesumbunya.

Hasil survei beban kendaraan berguna untuk mendapatkan data tentang:

1. berat setiap jenis kendaraan;

2. fluktuasi beban sumbu setiap jenis kendaraan;

3. distribusi beban sumbu setiap jenis kendaraan;

4. mengawasi beban sumbu maksimum.

Alat timbang yang digunakan pada survei beban kendaraan biasanya tipe

portable yang dapat dipindah-pindah sesuai lokasi yang diinginkan. Jenis

alat timbang ada dua, yaitu:

1. Static Weighing, penimbangan dilakukan dengan kendaraan berhenti

di atas alat timbang;

2. Weight-in-Motion (WIM), penimbangan dilakukan dengan kendaraan

melintasi alat timbang dengan kecepatan tertentu.

Sumber:Traffic Monitoring Guide

Gambar 3.6 Contoh alat timbang statis

Page 53: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

43

Keuntungan alat statis yaitu penimbangan akurat, tetapi memiliki kerugi-

an karena perlu lokasi yang aman dan membutuhkan waktu serta sejum-

lah petugas yang bekerja intensif dalam waktu yang pendek.

Keuntungan WIM yaitu alat bekerja menggunakan sensor, sehingga lebih

banyak kendaraan yang dapat ditimbang dalam waktu survei yang sama

sehingga hasil pengujian tidak bias. Kerugian penggunaan WIM adalah

biaya instalasi mahal, dan biaya pemeliharaan alat lebih mahal daripada

alat statis.

Lokasi tempat penimbangan jika digunakan alat timbang statis ditentukan

berdasarkan volume kendaraan berat yang melewati jalan tersebut.

Gambar 3.7 sampai dengan Gambar 3.10 menunjukkan berbagai tipe

lokasi survei timbang. Berdasarkan volume kendaraan berat, ditentukan

tipe lokasi pos timbang dan jumlah sampel yang dibutuhkan seperti pada

Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Jenis Lokasi Pos Timbang Dan Jumlah Sampel

Volume maksimum kendaraan berat/jam Tipe lokasi pos timbang

Jumlah sampel kendaraan berat yang ditimbang

0 – 30 Pos timbang C atau D Semua

31 – 60 Pos timbang A atau B Semua

61 – 120 Pos timbang A atau B Alternatif

121 – 180 Pos timbang A atau B 1 dari 3

180 - 240 Pos timbang A atau B 1 dari 4

Sumber: TRRL Penimbangan dilakukan sebaiknya 7 X 24 jam sehingga diperoleh fluktu-

asi rata-rata dari beban sumbu kendaraan yang melintasi jalan tersebut.

Page 54: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

44

Jika keadaan lokasi tak memungkinkan, survei dapat dikurangi berdasar-

kan pertimbangan setempat, tetapi sebaiknya tidak kurang dari 3 X 16

jam.

Sumber: TRRL Gambar 3.7 Denah lokasi Pos Timbang A

Sumber: TRRL

Gambar 3.8 Denah lokasi Pos Timbang B

Jalur Utama

Kendaraan ringan

Kendaraan ringan

Kendaraan berat

Kendaraan berat Bahu jalan

Pos Timbang

Pos Timbang

Pengawas Lalulintas

Pengawas Lalulintas

Pos Timbang

Jalur Utama Pengawas Lalulintas

Pos Timbang

Kendaraan ringan Pengawas Lalulintas

Kendaraan ringan

Page 55: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

45

Sumber: TRRL Gambar 3.9 Denah lokasi Pos Timbang C

Sumber: TRRL

Gambar 3.10 Denah lokasi Pos Timbang D

Hasil yang diperoleh dari survei beban kendaraan adalah berat roda pada

ujung sumbu yang ditimbang (Gambar 3.6). Dari berat roda diperoleh

beban sumbu. Jika nilai A dan B dari Rumus 3.4 diketahui untuk setiap

jenis kendaraan, maka penimbangan cukup dilakukan untuk satu beban

roda atau satu kelompok roda di ujung sumbu saja (½ F1 atau ½ F2).

Dari hasil penimbangan diperoleh beban atau berat dari setiap jenis

kendaraan (G). Jika tidak tersedia data dan ingin diperoleh nilai G, A, dan

Pos Timbang

Jalur Utama

Pengawas Lalulintas

Kendaraan ringan Pengawas Lalulintas

Kendaraan ringan

Jalur Utama

Kendaraan ringan

Kendaraan ringan

Kendaraan berat

Kendaraan berat

Bahu jalan

Pos Timbang

Pengawas Lalulintas

Pengawas Lalulintas

Page 56: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

46

B, maka penimbangan dilakukan untuk roda depan dan belakang kenda-

raan (½ F1 dan ½ F2).

Sebagai contoh:

Dari hasil survei beban kendaraan diperoleh beban roda belakang dari

sebuah kendaraan truk seberat 2100 kg. Truk tersebut merupakan truk 2

as dengan jenis sumbu tunggal (kode angka 1.1). Distribusi beban sumbu

depan dan belakang adalah 34% dan 66%.

Jadi:

Beban sumbu belakang = 2 x 2100 kg = 4200 kg.

Beban sumbu depan = 34/66 x 4200 kg = 2200 kg

Berat total truk adalah 6400 kg.

3.1.4 Volume Lalulintas

Volume lalulintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati

satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam, atau menit).

Lalulintas harian rata-rata adalah volume lalulintas rata-rata dalam satu

hari. Dari lama waktu pengamatan untuk mendapatkan nilai lalulintas

harian rata-rata, dikenal 2 jenis lalulintas harian rata-rata yaitu:

1. Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT), yaitu volume lalulintas

harian yang diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama

satu tahun penuh.

LHRT = 365

1tahun dalam kendaraan Jumlah ................ (3.5)

LHRT dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 arah

tanpa median atau kendaraan/hari/arah untuk jalan 2 jalur dengan

median.

Page 57: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

47

2. Lalulintas Harian Rata-Rata (LHR), yaitu volume lalulintas harian yang

diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama beberapa hari

pengamatan.

LHR = pengamatan harijumlah

pengamatan selamakendaraan Jumlah ...... (3.6)

LHR dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 arah

tanpa median atau kendaraan/hari/arah untuk jalan 2 jalur dengan

median.

Data LHR cukup akurat jika:

a. pengamatan dilakukan pada interval waktu yang dapat menggam-

barkan fluktuasi arus lalulintas selama 1 tahun;

b. hasil LHR yang dipergunakan dalam perencanaan adalah harga

rata-rata dari beberapa kali pengamatan atau telah melalui kajian

lalulintas.

3.1.5 Repetisi Beban Lalulintas

Beban lalulintas berupa berat kendaraan yang dilimpahkan melalui kontak

antara roda dan perkerasan jalan, merupakan beban berulang (repetisi

beban) yang terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan.

Konfigurasi dan beban sumbu kendaraan bermacam-macam, sedangkan

repetisi beban dinyatakan dalam lintasan sumbu kendaraan, oleh karena

itu perlu ditentukan cara untuk menyatakan repetisi beban sehingga data

yang diberikan tidak memberi peluang untuk salah menafsirkan besarnya

beban lalulintas.

Saat ini terdapat 2 cara penentuan besarnya beban lalulintas untuk

perencanaan, yaitu dinyatakan dalam:

Page 58: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

48

1. repetisi lintasan sumbu standar;

2. spektra beban dimana beban lalulintas dinyatakan dalam repetisi

beban sumbu sesuai beban dan konfigurasi kelompok sumbunya.

Repetisi Lintasan Sumbu Standar

Kendaraan yang memiliki berbagai konfigurasi sumbu, roda, dan bervari-

asi dalam total beban yang diangkutnya, diseragamkan dengan meng-

gunakan satuan lintasan sumbu standar (lss), dikenal juga dengan

Equivalent Single Axle load (ESA). Sumbu standar adalah sumbu tunggal

beroda ganda dengan kriteria sebagai berikut:

- beban sumbu 18.000 pon (80 kN);

- lebar bidang kontak ban 4,51 inci (11 cm);

- Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda 13,57 inci (33 cm);

- Tekanan pada bidang kontak = 70 pon/inci2.

Sumbu tunggal 18.000 pon yang digunakan sebagai sumbu standar

digambarkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Sumbu standar 18.000 pon

13,57 inci

4,51 inci

18.000 pon

Tekanan angin = 70 pon/inci2

Page 59: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

49

Luas bidang kontak antara ban dan muka jalan sebenarnya berbentuk

elips, tetapi sebagai pendekatan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan

radius = 4,51 inci. Luas bidang kontak keempat roda dari sumbu tunggal

= 4 x π x 4,512 = 255,601 inci2.

Jadi beban satu sumbu standar = 255,601 x 70 = 17.892 pon,

dibulatkan menjadi 18.000 pon.

Bina Marga menggunakan satuan metrik sehingga kriteria beban sumbu

standar adalah sebagai berikut:

- beban sumbu 8160 kg;

- tekanan roda 1 ban ± 5,5 kg/cm2 (0,55 Mpa);

- lebar bidang kontak 11cm;

- Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm.

Sumbu tunggal 8160 kg yang digunakan sebagai sumbu standar di Indo-

nesia seperti digambarkan pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Sumbu standar 8160 kg

33 cm

11 cm8.160 kg

Tekanan angin = 5,5 kg/cm2

Page 60: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

50

Beban lalulintas berasal dari berbagai jenis kendaraan dengan beragam

konfigurasi sumbu dan berat kendaraan. Oleh karena itu dibutuhkan

angka ekivalen (E) yang berguna untuk mengekivalenkan berbagai

lintasan sumbu terhadap sumbu standar. Karena tujuan penyeragaman

satuan ini adalah untuk menyatakan akibat beban terhadap struktur

perkerasan jalan, maka angka ekivalen (E) adalah angka yang menun-

jukkan jumlah lintasan sumbu standar yang menyebabkan kerusakan

yang sama untuk satu lintasan sumbu atau kendaraan yang dimaksud.

Sebagai contoh:

- E sumbu tunggal roda tunggal seberat 2,2 ton = 0,005; ini berarti 1

kali lintasan sumbu tunggal roda tunggal dengan berat 2,2 ton

ekivalen dengan 0,005 kali lintasan sumbu standar, akan menye-

babkan kerusakan yang sama pada struktur perkerasan jalan.

- E truk berat 18 ton = 2,5; ini berarti 1 kali lintasan truk dengan berat

18 ton ekivalen dengan 2,5 kali lintasan sumbu standar, akan menye-

babkan kerusakan yang sama pada struktur perkerasan jalan.

Satu kendaraan terdiri dari minimal 2 lintasan sumbu, berarti angka

ekivalen (E) untuk setiap jenis kendaraan merupakan jumlah dari angka

ekivalen untuk lintasan semua sumbu yang dimiliki oleh kendaraan

tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya angka ekivalen adalah:

1. Kecepatan kendaraan

Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi menyebabkan kontak

antara ban dengan muka jalan lebih singkat dibandingkan dengan

yang berkecepatan lebih rendah. Dengan demikian E sumbu kendara-

Page 61: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

51

an dengan kecepatan tinggi lebih kecil dari pada E sumbu kendaraan

pada kecepatan rendah.

2. Perbedaan mutu struktur perkerasan jalan menyebabkan kemampuan

perkerasan menerima beban tanpa terjadi kerusakan akan berbeda.

Perkerasan dengan mutu lebih baik memiliki kemampuan perkerasan

menerima beban tanpa terjadi kerusakan lebih besar dibandingkan

dengan perkerasan bermutu yang lebih buruk. Dengan demikian E

sumbu kendaraan lebih kecil jika mutu perkerasan semakin baik.

3. Luas bidang kontak antara ban dan muka jalan.

Hal ini dipengaruhi oleh konfigurasi sumbu, jumlah roda, jenis dan

tekanan ban. Sumbu tandem dan atau roda ganda mempunyai jumlah

luas bidang kontak yang lebih luas dari sumbu tunggal dan atau roda

tunggal. Berarti E lintasan sumbu kendaraan untuk sumbu tandem

dan atau roda ganda lebih kecil dari E lintasan sumbu kendaraan

untuk sumbu tunggal dan atau roda tunggal.

4. Kelandaian jalan.

Pada jalan menanjak kendaraan bergerak dengan kecepatan lebih

rendah daripada di jalan datar, sehingga kontak antara ban dan muka

jalan menjadi lebih lama. Dengan demikian E lintasan sumbu kenda-

raan pada daerah tanjakan lebih besar dari E lintasan sumbu

kendaraan pada daerah datar.

5. Beban sumbu kendaraan

Beban kendaraan didistribusikan ke sumbu-sumbunya sesuai dengan

berat total kendaraan. Beban sumbu menjadi lebih besar jika berat

total kendaraan lebih berat, walaupun dengan konfigurasi sumbu

yang sama. Dengan demikian E sumbu kendaraan yang lebih berat

Page 62: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

52

akan lebih besar dari pada E sumbu kendaraan dengan beban lebih

ringan.

6. Fungsi jalan.

Kendaraan yang melintasi jalan penghubung 2 kota umumnya berke-

cepatan tinggi dan dengan jenis kendaraan pengangkut beban yang

lebih berat. Kecepatan kendaraan di dalam kota relatif lebih rendah

akibat banyaknya persimpangan. Dengan demikian E lintasan sumbu

kendaraan secara tak langsung dipengaruhi juga oleh fungsi jalan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa 4 faktor utama yang

mempengaruhi nilai angka ekivalen, yaitu konfigurasi sumbu kendaraan,

beban sumbu, mutu struktur perkerasan, dan kecepatan kendaraan.

Setiap kondisi yang dapat mempengaruhi keempat faktor tersebut, akan

mempengaruhi pula nilai angka ekivalen E. Penentuan besarnya nilai E

ditentukan berdasarkan metode yang digunakan (Baca juga Bab 4, Bab 5,

Bab 6 dan Bab 7).

Spektra Beban Sumbu

Beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui kontak

antara roda dan muka jalan bervariasi sesuai konfigurasi sumbu dan

jumlah roda di ujung masing-masing sumbu. Berbagai metode dilakukan

untuk menggambarkan variasi beban sumbu ini, antara lain dengan

mengekivalenkan ke dalam lintasan sumbu standar 18.000 pon seperti

diuraikan sebelum ini. Di samping metode mengekivalenkan ke sumbu

standar, variasi beban sumbu dapat digambarkan dalam bentuk spektra

beban. Beban lalulintas yang dinyatakan dengan spektra beban sumbu

digunakan pada perencanaan tebal perkerasan kaku dan mulai digunakan

untuk perencanaan tebal perkerasan lentur yang menggunakan metode

Page 63: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

53

mekanistik-empirik. Beban sumbu pada metode spektra beban dikelom-

pokkan berdasarkan konfigurasi dan rentang beban sumbu.

Contoh spektra beban sumbu kendaraan seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Contoh Spektra Beban Sumbu Kendaraan Jumlah lintasan sumbu kendaraan/hari/2 arah Beban sumbu

(ton) Tunggal Ganda Tripel

< 5 5000 400 100

5-10 3000 2000 500

10-15 200 5000 800

15-20 6 1500 900 3.1.6 Beban Lalulintas Pada Lajur Rencana

Data volume lalulintas dalam satuan kendaraan/hari tidak mencerminkan

repetisi beban lalulintas yang diterima oleh struktur perkerasan jalan.

Sebagai contoh, struktur perkerasan jalan dengan volume 5000 kenda-

raan/hari/2 arah pada jalan 2 lajur 2 arah (Gambar 3.13a) menerima

repetisi beban yang lebih berat dibandingkan dengan volume yang sama

tetapi melintasi jalan 4 lajur 2 arah (Gambar 3.13b). Dengan demikian

data volume lalulintas dengan satuan kendaraan/hari/2 arah atau

kendaraan/hari/arah tidak akurat untuk menyatakan repetisi beban

lalulintas pada perencanaan tebal perkerasan jalan.

Salah satu lajur pada jalan 2 lajur 2 arah, atau lajur paling kiri dari salah

satu arah lalulintas pada jalan 4 lajur 2 arah menerima repetisi beban

yang lebih berat dibandingkan dengan lajur yang lain. Lajur tersebut

disebut sebagai lajur rencana. Lajur rencana adalah lajur lalulintas yang

Page 64: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

54

menerima beban berulang (repetisi beban) lebih sering dan dengan

komposisi beban kendaraan yang lebih berat.

a. Jalan 2 lajur 2 arah b. jalan 4 lajur 2 arah

Gambar 3.13 Berbagai tipe jalan

Repetisi beban lalulintas pada lajur rencana ditentukan dengan

memperhatikan volume dan distribusi berbagai jenis kendaraan ke setiap

lajur. Rumus untuk menentukan repetisi beban ke lajur rencana dari

berbagai jenis kendaraan dan konfigurasi sumbu adalah sebagai berikut:

Q = ∑ LHRi x DA x DL ....................................................... (3.7)

atau

Q = ∑ LHRTi x DA x DL ..................................................... (3.8)

atau

Q = ∑ LHRTi x Ci ............................................................. (3.9)

atau

Q = ∑ LHRi x Ci ........................................................... (3.10)

dengan:

Q = repetisi beban lalulintas ke lajur rencana,

kendaraan/hari/lajur

Page 65: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

55

DA = koefisien distribusi arah untuk jenis kendaraan i

DL = koefisien distribusi ke lajur rencana dari 1 arah

lalulintas untuk jenis kendaraan i

Ci = koefisien distribusi arus lalulintas 2 arah ke lajur

rencana untuk jenis kendaraan i

= DA x DL

LHRTi = Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan untuk jenis

kendaraan i, kendaraan/hari/2 arah

LHRi = Lalulintas Harian Rata-Rata untuk jenis kendaraan i,

kendaraan/hari/2 arah

3.2 Daya Dukung Tanah Dasar

Tanah dasar dapat terdiri dari tanah dasar tanah asli, tanah dasar tanah

galian, atau tanah dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipa-

datkan. Di atas lapisan tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan

lainnya, oleh karena itu mutu daya dukung tanah dasar ikut mempe-

ngaruhi mutu jalan secara keseluruhan.

Berbagai parameter digunakan sebagai penunjuk mutu daya dukung

tanah dasar seperti California Bearing Ratio (CBR), modulus resilient

(MR); penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer), atau

modulus reaksi tanah dasar (k). Pemilihan parameter mana yang akan

digunakan, ditentukan oleh kondisi tanah dasar yang direncanakan dan

metode perencanaan tebal perkerasan yang akan dipilih.

Page 66: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

56

3.2.1 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

CBR yang dinyatakan dalam persen, adalah perbandingan antara beban

yang dibutuhkan untuk penetrasi sedalam 0,1 inci atau 0,2 inci antara

contoh tanah dengan batu pecah standar. Nilai CBR adalah nilai empiris

dari mutu tanah dasar dibandingkan dengan mutu batu pecah standar

yang memiliki nilai CBR 100%. Pengujian CBR di laboratorium mengikuti

SNI 03-1744 atau AASHTO T193. Alat pengujian terdiri dari piston

dengan luas 3 inci2 yang digerakkan dengan kecepatan 0,05 inci/menit,

vertikal ke bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang

dibutuhkan pada penetrasi tertentu, sedangkan arloji pengukur untuk

mengukur dalamnya penetrasi. Alat uji CBR di laboratorium seperti pada

Gambar 3.14. Beban yang digunakan untuk melakukan penetrasi batu

pecah standar seperti pada Tabel 3.4.

Gambar 3.14 Alat pengujian CBR di laboratorium

Proving ring

Rangka alat

Page 67: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

57

Tabel 3.4 Beban Untuk Melakukan Penetrasi Batu Pecah Standar

Penetrasi, inci Beban Standar, pon Beban standar, pon/inci2

0,1 3000 1000

0,2 4500 1500

0,3 5700 1900

0,4 6900 2300

0,5 7800 6000 Sumber: AASHTO T 193

Jenis CBR

Berdasarkan kondisi benda uji, CBR dibedakan atas:

1. CBR rencana;

2. CBR lapangan;

3. CBR lapangan rendaman.

CBR rencana, disebut juga CBR laboratorium atau design CBR, adalah

pengujian CBR dimana benda uji disiapkan dan diuji mengikuti SNI 03-

1744 atau AASHTO T 193 di laboratorium.

CBR rencana digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar,

dimana pada saat perencanaan lokasi tanah dasar belum disiapkan

sebagai lapis tanah dasar struktur perkerasan. Perencanaan tebal

perkerasan jalan baru pada umumnya menggunakan jenis CBR ini

sebagai penunjuk daya dukung tanah dasar. Jenis CBR ini digunakan

untuk menentukan daya dukung tanah dasar pada kondisi tanah dasar

akan dipadatkan lagi sebelum struktur perkerasan dilaksanakan.

Page 68: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

58

Sebagai contoh digambarkan kondisi sebagai berikut:

Lapis tanah dasar dari struktur perkerasan jalan baru direncanakan

merupakan tanah dasar tanah asli. Lokasi tanah dasar pada tahap

perencanaan merupakan tanah sawah. Ini berarti tahap pelaksanaan

konstruksi akan dimulai dengan pekerjaan tanah mempersiapkan lapis

tanah dasar yang diakhiri dengan pemadatan tanah. Oleh karena itu jenis

CBR yang sesuai untuk menyatakan daya dukung tanah dasar sebagai

parameter perencanaan tebal perkerasan adalah CBR rencana atau CBR

laboratorium.

CBR lapangan, dikenal juga dengan nama CBRinplace atau field CBR,

adalah pengujian CBR yang dilaksanakan langsung dilapangan, di lokasi

tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03-1738 atau

ASTM D 4429.

CBR lapangan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar

dimana tanah dasar direncanakan tidak lagi mengalami proses pemadat-

an atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar

dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata

lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya

dukung tanah dasar pada saat pengujian CBR lapangan itu.

Pengujian dilakukan dengan meletakkan piston pada elevasi dimana nilai

CBR hendak diukur, lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang

dilimpahkan melalui gandar truk ataupun alat lainnya dengan kecepatan

0,05 inci/menit. CBR ditentukan sebagai hasil perbandingan antara beban

yang dibutuhkan untuk penetrasi 0,1 atau 0,2 inci benda uji dengan

beban standar. Gambar 3.15 dan Gambar 3.16 menggambarkan alat dan

pengujian CBR lapangan.

Page 69: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

59

cincin penguji

torak penetrasi

sweavel head

Dongkrak Mekanis

engkol

Sumber: SNI 03-1738-1989

Gambar 3.15 Alat CBR Lapangan

Gambar 3.16 UJi CBR Lapangan

Page 70: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

60

CBR lapangan rendaman disebut juga undisturbed soaked CBR, adalah

pengujian CBR di laboratorium tetapi benda uji diambil dalam keadaan

”undisturbed” dari lokasi tanah dasar dilapangan. CBR lapangan ren-

daman diperlukan jika dibutuhkan nilai CBR pada kondisi kepadatan

dilapangan, tetapi dalam keadaan jenuh air, dan tanah mengalami

pengembangan (swell) yang maksimum, sedangkan pengujian dilakukan

pada saat kondisi tidak jenuh air, seperti pada musim kemarau.

Pengujian dilakukan dengan mengambil benda uji menggunakan mold

yang dilengkapi kaki pemotong. Untuk mendapatkan benda uji ”undis-

turbed” mold ditekan masuk kedalam tanah mencapai elevasi tanah dasar

rencana. Mold berisi benda uji dikeluarkan dari dalam tanah, dibawa ke

laboratorium untuk direndam dalam air selama lebih kurang 4 hari, sam-

bil diukur pengembangannya (swell). Pengujian dengan menggunakan

alat CBR dilaksanakan setelah pengembangan tak lagi terjadi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan asal tanah

untuk membuat benda uji dan jenis pengujian CBR

Benda uji yang disiapkan untuk pengujian CBR adalah benda uji yang

memodelkan kondisi lapisan tanah dasar dari struktur perkerasan jalan.

Oleh karena itu dalam mempersiapkan benda uji perlu diperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

1. jenis lapisan tanah dasar, apakah tanah berbutir halus dengan

plastisitas rendah, tanah berplastisitas tinggi, atau tanah berbutir

kasar. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan tanah dalam

menahan air dan effeknya terhadap pengembangan.

Page 71: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

61

2. elevasi rencana dari lapis tanah dasar, apakah merupakan elevasi

tanah galian, tanah urug, atau sesuai dengan muka tanah asli. Benda

uji harus disiapkan dari tanah yang direncanakan sebagai lapis tanah

dasar (subgrade). Oleh karena itu contoh tanah harus berasal dari:

a. permukaan tanah jika elevasi lapis tanah dasar sama dengan

elevasi muka tanah.

b. material yang nantinya akan digunakan sebagai tanah urug, jika

elevasi lapisan tanah dasar rencana terletak di atas tanah urugan.

c. berasal dari lubang bor atau sumur uji (test pit) pada elevasi yang

direncanakan sebagai lapis tanah dasar. Hal ini ditemui jika elevasi

lapis tanah dasar direncanakan terletak pada tanah galian. Contoh

tanah diambil dari lubang bor jika elevasi lapis tanah dasar rencana

terletak jauh dari muka tanah saat ini, sedangkan sumur uji

digunakan jika elevasi lapis tanah dasar rencana tidak terlalu dalam

dan memungkinkan untuk membuat sumur uji. Penentuan nilai CBR

rencana untuk contoh tanah yang berasal dari lubang bor hanya

mungkin dilakukan dengan menggunakan korelasi dengan klasifi-

kasi tanah, sedangkan untuk contoh tanah dari sumur uji dilakukan

pengujian mengikuti SNI 03-1744 atau AASHTO T 193.

3.2.2 Nilai CBR Dari Satu Titik Pengamatan

Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR yang

menunjukkan daya dukung tanah sedalam 100 cm. Kadangkala lapis

tanah dasar sedalam 100 cm itu memiliki nilai CBR yang berbeda-beda

seperti pada Gambar 3.17. Untuk itu perlu ditentukan nilai CBR yang

mewakili satu titik pengamatan dengan menggunakan Rumus 3.11[Japan

Road Ass].

Page 72: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

62

Lapis pertama h1, CBR1

Lapis kedua h2, CBR2

Lapis ke n hn, CBRn

Gambar 3.17 Lapisan tanah di bawah satu titik pengamatan

CBRttk pengamatan = 33

nn3

11 )h

CBR.........hCBRh(

+ ....................... ( 3.11)

dengan:

h1 + h2 +...........+ hn = h cm

hn = tebal tiap lapisan tanah ke n

CBRn = nilai CBR pada lapisan ke n

3.2.3 CBR Segmen Jalan

Jalan dalam arah memanjang dapat melintasi berbagai jenis tanah dan

kondisi medan yang berbeda. Mutu daya dukung lapisan tanah dasar

dapat bervariasi dari jelek sampai dengan baik atau sebaliknya. Dengan

demikian tidak ekonomis jika perencanaan tebal lapisan perkerasan jalan

berdasarkan nilai yang terjelek dan tidak pula memenuhi syarat jika

berdasarkan hanya nilai terbesar saja. Oleh karena itu sebaiknya panjang

jalan dibagi atas beberapa segmen jalan. Setiap segmen jalan memiliki

mutu daya dukung tanah dasar yang hampir sama. Jadi, segmen jalan

100 cm

Page 73: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

63

adalah bagian dari ruas jalan yang memiliki mutu daya dukung, sifat

tanah, dan keadaan lingkungan yang relatif sama.

Pengujian CBR sebaiknya dilakukan setiap jarak 250 meter dan ditambah

ketika ditemuinya perubahan jenis tanah atau kondisi lingkungan.

Gambar 3.18 menunjukkan ilustrasi banyaknya titik pengamatan CBR

pada satu ruas jalan. Untuk alasan efisiensi interval pengujian CBR dapat

diperbesar, tetapi perlu pengendalian mutu pada pelaksanaan. Jika dite-

mui kondisi berbeda dengan yang diasumsikan pada desain, maka re-

desain wajib dilaksanakan.

segmen jalan x x x x x x x x x 250m 250m

x = titik pengamatan, daya dukung diwakili oleh CBRtitik pengamatan

segmen = bagian dari ruas jalan dengan CBRtitik pengamatan yang relatif sama,

daya dukung diwakili oleh CBRsegmen

ruas = bagian jalan antara 2 simpang

Gambar 3.18 Ilustrasi tentang titik pengamatan CBR , segmen, dan ruas jalan

Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili mutu daya

dukung tanah dasar untuk digunakan pada perencanaan tebal lapisan

perkerasan segmen jalan tersebut.

ruas jalan

Page 74: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

64

Nilai CBRsegmen ditentukan dengan mempergunakan metode analitis

ataupun dengan metode grafis.

Metode analitis

Beberapa metode analitis dapat digunakan untuk menentukan CBRsegmen,

antara lain:

1. Berdasarkan nilai simpangan baku dan nilai rata-rata dari CBR yang

ada dalam satu segmen.

CBRsegmen = CBRrata-rata – K.S ............................................ (3.12)

dengan:

CBRsegmen = CBR yang mewakili nilai CBR satu segmen

CBRrata-rata = CBR rata-rata dalam satu segmen

S = nilai simpangan baku dari seluruh data yang ada

dalam satu segmen

K = konstanta yang ditentukan berdasarkan

tingkat kepercayaan yang digunakan, yaitu:

K = 2,50; jika tingkat kepercayaan = 98%

K = 1,96; jika tingkat kepercayaan = 95%

K = 1,64; jika tingkat kepercayaan = 90%

K = 1,00; jika tingkat kepercayaan = 68%

2. Metode Japan Road Ass[Japan Road Ass]:

CBRsegmen = CBRrata-rata - (CBRmaks - CBRmin)/R ...................... (3.13)

dengan:

CBRsegmen = CBR yang mewakili nilai CBR satu segmen

CBRrata-rata = CBR rata-rata dalam satu segmen

CBRmaks = CBR maksimum dalam satu segmen

CBRmin = CBR minimum dalam satu segmen

Page 75: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

65

R = konstanta seperti pada Tabel 3.5, berdasarkan jumlah

data CBR titik pengamatan dalam satu segmen.

Nilai CBRsegmen menggunakan Rumus 3.12 hampir sama dengan nilai yang

diperoleh dengan Rumus 3.13, untuk nilai K = 1.

Tabel 3.5 Nilai R Untuk Menghitung CBRsegmen

Jumlah titik pengamatan Nilai R

2 1,41

3 1,91

4 2,24

5 2,48

6 2,67

7 2,83

8 2,96

9 3,08

10 3,18

Sumber:Japan Road Ass

Metode grafis

Nilai CBRsegmen dengan menggunakan metode grafis merupakan nilai

persentil ke 90 dari data CBR yang ada dalam satu segmen.

CBRsegmen adalah nilai CBR dimana 90% dari data yang ada dalam segmen

memiliki nilai CBR lebih besar dari nilai CBRsegmen.

Langkah – langkah menentukan CBRsegmen menggunakan metode grafis

adalah sebagai berikut :

Page 76: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

66

1. Tentukan nilai CBR terkecil.

2. Susunlah nilai CBR dari yang terkecil ke yang terbesar, dan tentukan

jumlah data dengan nilai CBR yang sama atau lebih besar dari setiap

nilai CBR. Pekerjaan ini disusun secara tabelaris.

3. Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan

persentase dari 100%.

4. Gambarkan hubungan antara nilai CBR dan persentase dari Butir 3

5. Nilai CBRsegmen adalah nilai pada angka 90% sama atau lebih besar dari

nilai CBR yang tertera.

Contoh perhitungan:

Dari hasil pengujian CBR di sepanjang ruas jalan antara Sta 0+000

sampai dengan STA 4+250 diperoleh nilai CBR titik pengamatan sebagai

berikut:

STA CBR titik

pengamatan (%)

STA CBR titik

pengamatan (%)

0+000 6 2+250 10

0+250 7 2+500 11

0+500 6 2+750 14

0+750 6 3+000 12

1+000 8 3+250 15

1+250 7 3+500 13

1+500 8 3+750 16

1+750 9 4+000 16

2+000 8 4+250 14

Page 77: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

67

Berdasarkan data CBR tersebut, maka ruas jalan dibagi menjadi 2

segmen yaitu:

- segmen pertama antara STA 0+000 sampai dengan STA 2+000

- segmen kedua antara STA 2+250 sampai dengan 4+250

Contoh perhitungan hanya untuk segmen pertama saja.

1. Dengan menggunakan metode analitis:

a. Berdasarkan nilai simpangan baku dan nilai rata-rata dari CBR yang

ada dalam satu segmen.

CBR rata-rata segmen pertama = 7,22%

Simpangan baku data = 1,09

Tingkat kepercayaan 68%, jadi K = 1

Dengan menggunakan Rumus 3.12 diperoleh:

CBRsegmen untuk segmen pertama = 7,22 – (1) (1,09) = 6,13%,

dibulatkan menjadi 6%.

b. Metode Japan Road Ass:

CBR maksimum = 9%

CBR minimum = 6%

CBR rata-rata = 7,22%

Jumlah data ada 9, dari Tabel 3.5 diperoleh R = 3,08

Dengan menggunakan Rumus 3.13 diperoleh:

CBRsegmen untuk segmen pertama = 7,22 - (9 - 6)/3,08 = 6,25 %,

dibulatkan menjadi 6%.

2. Metode grafis

Untuk metode grafis, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. nilai CBR terendah = 6%;

b. buat tabel seperti Tabel 3.6 yang menunjukkan jumlah data dengan

nilai yang sama atau lebih besar dari nilai CBR yang diamati;

Page 78: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

68

c. gambarkan hubungan nilai CBR dengan persentase jumlah data

dengan nilai sama atau lebih besar dari CBR yang diamati (Gambar

3.19);

d. Nilai CBR dengan 90% data yang ada lebih besar atau sama adalah =

6,3%. Jadi, CBRsegmen untuk segmen pertama jika dibulatkan = 6%.

Dari contoh perhitungan diperoleh bahwa dengan menggunakan ketiga

metode diperoleh nilai CBR segmen yang sama yaitu 6%.

Tabel 3.6 Contoh Menentukan CBRsegmen Dengan Metode Grafis

CBR, % Jumlah data dengan nilai CBR yang sama

atau lebih besar

Persen data yang sama atau lebih besar

6 9 100 %

7 6 6/9 x 100 % = 66,7 %

8 4 4/9 x 100 % = 44,4 %

9 1 1/9 x 100 % = 11,1 %

Gambar 3.19 Contoh menentukan CBRsegmen dengan metode grafis

0

25

50

75

100 90 CBRsegmen

CBR

= 6,3 % ≈ 6 %

6 7 8 9 10

% y

ang

sam

a at

au le

bih

Page 79: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

69

3.2.4 Penetrometer Konus Dinamis/Dynamic Cone Penetrometer

Daya dukung lapisan tanah dasar yang telah dipadatkan dapat diukur

langsung dilapangan dengan melakukan pengujian CBR lapangan atau

korelasi dari nilai empiris hasil pengujian penetrometer konus dinamis

(Dynamic Cone Penetrometer), dikenal dengan DCP. Alat ini banyak

digunakan di Indonesia sejak tahun 1980.

Alat DCP digunakan untuk mendapatkan data daya dukung tanah dasar

sampai kedalaman 90 cm di bawah permukaan tanah dasar. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada Gambar 3.20.

Pemberat atau penumbuk seberat 9,07 kg (20 pon) dijatuhkan dari

ketinggian 50,8 cm (20 inci) melalui sebuah batang atau stang baja

berdiameter 16 mm (5/8 inci). Ujung batang atau stang berbentuk konus

dengan luas 1,61 cm2 (½ inci2) bersudut 30o atau 60o.

Analisis data lapangan dilakukan dengan menggunakan nilai kumulatif

tumbukan untuk mencapai kedalaman penetrasi tertentu seperti pada

Rumus 3.14.

DN = ND

............................................................. (3.14)

dengan:

D = kedalaman penetrasi, mm

N = jumlah pukulan untuk mencapai kedalaman D mm

Tabel 3.7 adalah contoh hasil uji alat DCP, sedangkan Gambar 3.21

menunjukkan korelasi antara jumlah tumbukan dan dalamnya penetrasi

yang dapat dicapai.

Page 80: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

70

Gambar 3.20 Penetrometer Konus Dinamis (DCP)

Penumbuk Jatuh bebas

D1

meteran

D

(a) (b) (c)

Page 81: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

71

Tabel 3.7 Contoh Hasil Pengujian Dengan Alat DCP

Banyak tumbukan

Kumulatif tumbukan

Kumulatif penetrasi

(mm)

DN (mm/tumbu

kan) CBR (%)

0 0

5 5 65

5 10 80

5 15 130

5 20 200

5 25 210

8,4

41

5 30 270

5 35 330

5 40 380

5 45 475

5 50 575

5 55 585

5 60 610

12,1

22

5 65 670

5 70 700

5 75 720

5 80 890

5 85 810

5 90 840

7,3

58

Dari Gambar 3.21 diperoleh bahwa ada 3 lapis di bawah titik pengamatan

dengan kecepatan penetrasi yang sama yaitu:

Page 82: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

72

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Kumulatif Jumlah TumbukanK

um

ula

tif

Pen

etra

si (

mm

)

Gambar 3.21 Hubungan antara jumlah pukulan dan kedalaman penetrasi

a. kedalaman 0 sampai dengan kedalaman 210 mm,

dengan DN1 = )025()0210(

−−

= 8,4 mm/tumbukan;

b. kedalaman 210 mm sampai dengan kedalaman 610 mm,

dengan DN2 = )2558(

)210610(−−

= 12,1 mm/tumbukan;

c. kedalaman 610 mm sampai dengan kedalaman 900 mm,

dengan DN3 = )5898(

)610900(−− = 7,3 mm/tumbukan.

Page 83: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

73

Korelasi nilai DCP dengan CBR

Daya dukung tanah berbanding terbalik dengan kecepatan penetrasi yang

ditunjukkan dengan nilai mm/tumbukan.

Rumus 3.15 dan Rumus 3.16 digunakan untuk korelasi antara nilai CBR

dengan DN hasil uji dengan alat DCP.

DCP kerucut 600:

Log10 (CBR) = 2,8135 – 1,313 Log10 DN .................................... (3.15)

DN dalam mm/tumbukan

DCP kerucut 300:

Log10 (CBR) = 1,352 – 1,125 Log10 DN ...................................... (3.16)

DN dalam cm/tumbukan

Dengan menggunakan contoh pada Tabel 3.7, maka hasil uji dengan alat

DCP dari satu titik pengamatan diperoleh sebagai berikut:

1. Jika yang digunakan adalah alat DCP dengan konus 60o, maka

dengan menggunakan Rumus 3.15 diperoleh:

a. lapis ketebalan 0 – 210 mm, CBR = 39,8%

b. lapis ketebalan 210 – 610 mm, CBR = 24,7%

c. lapis ketebalan 610 – 900 mm, CBR = 47,9%

CBRtitik pengamatan = 3333

)90

9,47297,24408,3921( ++

CBRtitik pengamatan = 34,7%

2. Jika yang digunakan adalah alat DCP dengan konus 30o, maka

dengan menggunakan Rumus 3.16 diperoleh:

a. lapis ketebalan 0 – 210 mm, CBR = 27,4%

b. lapis ketebalan 210 – 610 mm, CBR = 18,2%

c. lapis ketebalan 610 – 900 mm, CBR = 32,1%

Page 84: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

74

CBRtitik pengamatan = 3333

)90

1,32292,18404,2721( ++

CBRtitik pengamatan = 24,2%

CBR yang diperoleh dengan menggunakan alat DCP ini adalah CBR

lapangan, sehingga penggunaannya disesuaikan dengan yang telah

diuraikan pada Bab 3.2.1.

3.2.5 Modulus resilient (MR)

AASHTO sejak 1986 menggunakan modulus resilient sebagai parameter

penunjuk daya dukung lapis tanah dasar atau subgrade, menggantikan

CBR yang selama ini digunakannya. Cara uji MR di laboratorium dilakukan

dengan memodelkan beban kendaraan yang diperkirakan akan meng-

gunakan perkerasan selama umur rencana. Kerugian menggunakan cara

uji ini adalah lebih kompleks, membutuhkan biaya yang lebih tinggi, dan

waktu yang lebih lama.

Modulus resilient adalah perbandingan antara nilai deviator stress, yang

menggambarkan repetisi beban roda dan recoverable strain. Perbedaan

pengertian antara modulus elastisitas (E) dan modulus resilient (MR)

ditunjukkan seperti pada Gambar 3.22.

Modulus elastisitas menunjukkan perbandingan antara σd dan deformasi

tetap (permanent deformation), sedangkan modulus resilient adalah

perbandingan antara σd dan deformasi yang dapat kembali lagi (recover-

able deformation).

Page 85: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

75

Sumber:Tutumluer

Gambar 3.22 Perbedaan antara modulus elastisitas (E) dan modulus resilient (MR)

Dari Gambar 3.22 diperoleh:

MR = r

d

εσ ..................................................... (3.17)

dengan:

MR = modulus resilient

σd = σ1 - σ3

εr = recoverable strain/ recoverable deformation

Gambar 3.23 menunjukkan pemahaman tentang recoverable deformation

dan permanent deformation akibat repetisi beban lalulintas dan waktu.

C L

σ3 σ3

σ3

σd

σd

Deviator Stress σd = σ1-σ3

E MR MR = σd / εr

0Axial

Strain ε1 εpermanent εrecoverable

Page 86: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

76

Sumber:Tutumluer

Gambar 3.23 Recoverable deformation dan permanent deformation

Nilai MR dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kadar air, derajat

kejenuhan, kepadatan, temperatur, jumlah butir halus, dan gradasi.

Pengujian di laboratorium dapat menggunakan alat triaxial dengan beban

berulang (cyclic triaxial test), Universal Material Testing Apparatus

(UMATTA), atau analisis hasil pengujian non-destructive test dengan

menggunakan alat falling weight deflectometer (FWD).

MR untuk tanah dasar dapat pula diperoleh melalui korelasi dengan nilai

CBR seperti pada Rumus 3.18[Heukelom & Klomp seperti AASHTO 1993] dan Rumus

3.19[Olidis]. Rumus 3.18 yang diadopsi oleh AASHTO’93, dan Bina Marga,

berlaku untuk tanah berbutir halus, nonexpansive, dengan nilai CBR

rendaman kurang atau sama dengan 10. Rumus 3.19 menghasilkan nilai

MR yang lebih rendah.

Permanent Deformation

Deformation

Recoverable Deformation

Waktu

CL

σ3 σ3

σ3

σd

Page 87: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

77

MR = 1500 (CBR), MR dalam psi ...................................... (3.18)

MR = 2555 (CBR)0,64, MR dalam psi .................................. (3.19)

Nilai MR untuk tanah dasar tanah galian diperoleh berdasarkan korelasi

dengan hasil klasifikasi tanah. Benda uji untuk menentukan klasifikasi

tanah diperoleh melalui lubang bor pada elevasi tanah dasar rencana.

Tabel 3.8 dan Tabel 3.9. menunjukkan nilai korelasi MR dengan klasifikasi

AASHTO dan USCS.

Tabel 3.8 Korelasi Nilai MR dengan klasifikasi AASHTO dan CBR

Klasifikasi Rentang CBR

(%) Rentang MR (ksi)

MR rencana (ksi)

A-7-6 1 - 5 2,5 – 7 4

A-7-5 2 - 8 4 - 9,5 6

A-6 5 - 15 7 – 14 9

A-5 8 - 16 9 – 15 11

A-4 10 - 20 12 – 18 14

A-3 15 - 35 14 – 25 18

A-2-7 10 - 20 12 – 17 14

A-2-6 10 - 25 12 – 20 15

A-2-5 15 - 30 14 - 22 17

A-2-4 20 - 40 17 - 28 21

A-1-b 35 - 60 25 - 35 29

A-1-a 60 - 80 30 - 42 38

Sumber: Witczak, 2001

Page 88: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

78

Tabel 3.9 Korelasi Nilai MR dengan klasifikasi USCS dan CBR

Klasifikasi Rentang CBR (%) Rentang MR (ksi) MR rencana

(ksi) CH 1 – 5 2,5 – 7 4

MH 2 – 8 4 – 9,5 6

CL 5 – 15 7 – 14 9

ML 8 – 16 9 – 15 11

SW 20 – 40 12 – 28 21

SP 15 – 30 14 – 22 17

SW – SC 10 – 25 12 – 20 15

SW – SM 15 – 30 14 – 22 17

SP – SC 10 – 25 12 – 20 15

SP – SM 15 – 30 14 – 22 17

SC 10 – 20 12 – 17 14

SM 20 – 40 17 – 28 21

GW 60 – 80 35 – 42 38

GP 35 – 60 25 – 35 29

GW - GC 20 – 60 17 – 35 24

GW - GM 35 – 70 25 – 38 30

GP - GC 20 – 50 17 – 32 23

GP - GM 25 – 60 20 – 35 26

GC 15 – 40 14 – 28 20

GM 30 – 80 22 – 42 30 Sumber: Witczak, 2001 3.2.6 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Penetapan Daya

Dukung Tanah Dasar

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penetapan daya dukung

tanah dasar adalah:

1. Nilai CBR rencana atau MR rencana untuk tanah dasar tanah galian

jalan baru, diperoleh berdasarkan klasifikasi dari contoh tanah yang

Page 89: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

79

diambil dengan menggunakan alat bor. Jika terjadi perbedaan yang

cukup berarti antara CBR pada saat pelaksanaan dengan CBR rencana,

maka perlu dilakukan redesain tebal perkerasan jalan.

2. Nilai CBR rencana atau MR rencana untuk tanah dasar tanah urug,

diperoleh berdasarkan benda uji dari calon tanah urug (borrow

material). Jika terjadi perbedaan yang cukup berarti antara CBR pada

saat pelaksanaan dengan dengan nilai CBR rencana, maka perlu

dilakukan redesain tebal perkerasan jalan.

3. Pada lokasi rencana jalan yang mempunyai intensitas hujan yang

tinggi, perhatian terhadap drainase harus ditingkatkan sehingga mutu

daya dukung tanah dasar dapat maksimal.

4. Keakuratan dan ketelitian data daya dukung tanah dasar mem-

pengaruhi hasil perencanaan tebal perkerasan. Hasil perencanaan

dapat kurang tebal dibandingkan dengan yang dibutuhkan sehingga

umur rencana tidak tercapai, dan berdampak biaya rehabilitasi dan

pemeliharaan meningkat. Sebaliknya, jika tebal perkerasan terlalu

tebal berakibat biaya pertama (initial cost) tidak efisien.

5. Pada segmen dimana terdapat daerah dengan daya dukung buruk

yaitu nilai CBR lebih kecil dari nilai CBR segmen, sebaiknya terlebih

dahulu dievaluasi penyebab kondisi tersebut. Dari hasil analisis

ditentukan apakah perlu perbaikan tanah atau perlu sistem drainase di

lokasi tersebut.

6. Tanah dasar yang direncanakan sebagai hasil stabilisasi dari tanah asli,

seperti stabilisasi dengan semen, kapur, atau penguatan tanah meng-

gunakan geotextile, tensar, atau sejenisnya, maka nilai CBR atau MR

rencana yang dipergunakan untuk desain adalah nilai CBR atau MR

rencana setelah tanah dasar di stabilisasi atau diperkuat. Perlu

Page 90: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

80

pertimbangan yang seksama dalam memodelkan keadaan ini di

laboratorium.

3.3. Fungsi Jalan

Fungsi jalan dapat menggambarkan jenis kendaraan pengguna jalan dan

beban lalu lintas yang akan dipikul oleh struktur perkerasan jalan.

Sebagai contoh, lalu lintas angkutan barang yang menggunakan truk

berat, trailer tunggal, atau trailer ganda pada umumnya melintasi jalan-

jalan arteri suatu wilayah.

Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan membedakan jalan

berdasarkan peruntukkannya menjadi jalan umum dan jalan khusus.

Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum,

sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, atau

badan usaha, dan bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam

rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.

3.3.1 Sistem Jaringan Jalan Umum

Sistem jaringan jalan umum yang dikenal dengan sistem jaringan jalan,

adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan

mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam

pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

Sistem jaringan jalan dibedakan atas:

1. sistem jaringan jalan primer;

2. sistem jaringan jalan sekunder.

Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua

wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa

Page 91: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

81

distribusi yang berwujud pusat kegiatan berupa kawasan perkotaan, yang

mempunyai jangkauan pelayanan nasional, wilayah dan lokal. Sistem

jaringan jalan primer bersifat menerus yang memberikan pelayanan lalu

lintas tidak terputus walaupun masuk dalam kawasan perkotaan.

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.

Sistem jaringan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan

perkotaan.

Jalan tol merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dimana

penggunanya diwajibkan membayar tol, yaitu sejumlah uang tertentu

dalam rangka pengembalian investasi, pemeliharaan, dan pengembangan

jalan tol.

3.3.2 Fungsi Jalan Umum

Berdasarkan fungsinya, jalan umum dapat dikelompokkan ke dalam:

1. jalan arteri,

2. jalan kolektor,

3. jalan lokal,

4. jalan lingkungan.

Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama

dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah

jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

Page 92: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

82

Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan

rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkut-an

setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,

dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata

rendah.

Gambar 3.24 menunjukan skema fungsi jalan, Tabel 3.10 menunjukkan

fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan, dan Gambar 3.25 menunjukkan

skema sistem jaringan jalan dan fungsi jalan.

Gambar 3.24 Skema fungsi jalan

A

B

C

C

B

A : Jalan Arteri B : Jalan Kolektor C : Jalan Lokal

Page 93: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

83

Tabel 3.10 Berbagai Fungsi Jalan Jaringan Jalan Primer Jaringan Jalan Sekunder

1. jalan arteri primer 1. jalan arteri sekunder

2. jalan kolektor primer 2. jalan kolektor sekunder

3. jalan lokal primer 3. jalan lokal sekunder

I. = Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

II. = Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

III. = Pusal Kegiatan Lokal (PKL)

A. Sistem Jaringan Jalan Primer B. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

PA = arteri primer SA = arteri sekunder

PC = kolektor primer SC = kolektor sekunder

PL = lokal primer SL = lokal sekunder

Sumber: Purnomo

Gambar 3.25 Skema sistem jaringan jalan

Page 94: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

84

3.3.3 Status Jalan Umum

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam:

1. jalan nasional;

2. jalan kabupaten;

3. jalan kota;

4. jalan desa.

Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem

jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu-kota propinsi, jalan

strategis nasional, serta jalan tol. Jalan strategis nasional adalah jalan

yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu

mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan nasional,

melayani daerah-daerah rawan, bagian dari jalan lintas regional atau

lintas internasional, melayani kepentingan perbatasan antarnegara, serta

dalam rangka pertahanan dan keamanan.

Jalan propinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi dengan ibukota

kabupaten atau kota, atau antar ibukota kabupaten atau kota, dan jalan

strategis propinsi. Jalan strategis propinsi adalah jalan yang diprioritaskan

untuk melayani kepentingan propinsi berdasarkan pertimbangan untuk

membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan keamanan

propinsi.

Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan

primer yang tidak termasuk jalan nasional maupun jalan propinsi,

menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, atau

antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan

lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan

jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

Page 95: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

85

Jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani

kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk membangkit-

kan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.

Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang

menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan

pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta

menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota. Jalan

kota berada di dalam daerah kota yang bersifat otonom sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang pemerintah daerah.

Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan antar kawasan dan

atau pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Berdasarkan Pasal 19 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas

dan Angkutan Jalan, jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas jalan

berdasarkan:

1. fungsi dan intensitas lalulintas guna kepentingan pengaturan peng-

gunaan jalan dan kelancaran lalulintas dan angkutan jalan.

2. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi

kendaraan bermotor.

Pengelompokan jalan menurut kelas jalan adalah sebagai berikut:

1. Jalan kelas 1, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui

kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,50 m,

ukuran panjang tidak melebihi 18,00 m, ukuran paling tinggi 4,2 m,

dan muatan sumbu terberat 10 ton.

2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang

dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi

2,50 m, ukuran panjang tidak melebihi 12,00 m, ukuran paling tinggi

4,2 m, dan muatan sumbu terberat 8 ton.

Page 96: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

86

3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang

dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi

2,10 m, ukuran panjang tidak melebihi 9,00 m, ukuran paling tinggi

3,5 m, dan muatan sumbu terberat 8 ton.

4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan

bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2,50 m, ukuran panjang mele-

bihi 18,00 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat

lebih dari 10 ton.

Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan

menggunakan jalan. Jalan arteri, atau jalan nasional, atau jalan kelas 1

secara nyata menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu

menerima beban lalu lintas yang lebih berat dibandingkan dengan fungsi

jalan lainnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi tebal perkerasan jalan

tersebut.

Di samping fungsi jalan seperti yang diuraikan terdahulu, jalan yang

dibangun sekitar pintu tol menggambarkan kondisi lalu lintas dengan

perilaku yang berbeda dengan kondisi lalu lintas di antara pintu tol.

Kecepatan yang relatif rendah, dan sifat gerakan kendaraan selama antri

mengakibatkan beban lalu lintas yang dipikul oleh perkerasan di sekitar

pintu tol lebih berat, sehingga tebal lapisan perkerasan di pintu tol lebih

tebal atau dengan jenis perkerasan yang berbeda.

3.4 Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan dan mutu pelayan-

an struktur perkerasan jalan yang terletak di lokasi tersebut. Pelapukan

material tidak hanya disebabkan oleh repetisi beban lalulintas, tetapi juga

oleh cuaca dan air yang ada di dalam dan sekitar struktur perkerasan

Page 97: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

87

jalan. Perubahan temperatur yang terjadi selama siang dan malam hari,

menyebabkan mutu struktur perkerasan jalan berkurang, menjadi aus

dan rusak. Di Indonesia perubahan temperatur dapat terjadi karena

perubahan musim dari musim penghujan ke musim kemarau atau karena

pergantian siang dan malam.

Air masuk ke struktur perkerasan jalan melalui berbagai cara seperti

infiltrasi melalui retak pada permukaan jalan, sambungan perkerasan,

muka air tanah dan fluktuasinya, sifat kapilaritas air tanah, rembesan

(seepage) dari tempat yang lebih tinggi di sekitar struktur perkerasan,

atau dari bahu jalan, dan mata air di lokasi. Gambar 3.26 menggambar-

kan aliran air yang mungkin terjadi di sekitar struktur perkerasan jalan.

Gambar 3.26 Aliran air di sekitar struktur perkerasan jalan

Fluktuasi air tanah Muka air

Tanah

Infiltrasi Ke bahu jalan

Infiltrasi Ke lapisan perkerasan

Evaporasi

Rembesan (Seepage) Dari

muka air tanah

Pemindahan dari bahu jalan

Dari lapisantanah di bawahnya kapilaritas

air

Page 98: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

88

Besarnya intensitas aliran air ditentukan oleh:

1. presipitasi dan intensitas hujan sehubungan dengan iklim setempat.

Air hujan jatuh ke badan jalan dan masuk ke tanah dasar melalui bahu

jalan atau bagian yang berlubang pada lapis permukaan jalan. Aliran

air secara horizontal masuk ke lapis perkerasan terjadi jika kadar air

tinggi di bahu jalan dan rendah di bawah lapis perkerasan jalan. Hal ini

dapat diatasi dengan membuat bahu dari tanah berbutir kasar yang

memenuhi syarat sebagai material filter.

2. sifat kapilaritas tanah dasar.

Pada tanah dasar dengan kadar air rendah yang di bawahnya terda-

pat lapisan air tanah, maka air dapat merembes ke atas akibat adanya

gaya kapiler. Besarnya kemampuan ini ditentukan oleh jenis tanah

dasar itu sendiri.

3. sistem dan kondisi drainase di sekitar badan jalan.

Adanya air yang terperangkap dalam struktur perkerasan jalan mengaki-

batkan:

1. ikatan antara agregat dengan aspal pada lapisan perkerasan beraspal

berkurang bahkan lepas, sehingga berakibat timbulnya lubang-lubang.

2. daya dukung tanah dasar dan lapis pondasi berkurang.

3. terjadinya efek pumping apabila terdapat kendaraan berat yang

bergerak di tempat dimana ada air terjebak dalam lapisan perkerasan

jalan. Hal ini akan mempercepat rusaknya perkerasan jalan.

Perencanaan tebal perkerasan perlu memperhatikan faktor kondisi

lingkungan terutama kemungkinan masuknya air ke struktur perkerasan

jalan dan cepat atau lambatnya air meninggalkan perkerasan jalan ketika

turun hujan.

Page 99: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

89

3.5 Mutu Struktur Perkerasan Jalan

Mutu struktur perkerasan jalan menentukan kinerja struktur perkerasan

jalan dalam memberikan pelayanan sehingga mampu memberikan rasa

aman dan nyaman kepada pengguna jalan. Berbagai faktor mempe-

ngaruhi kinerja struktur perkerasan jalan seperti:

1. mutu setiap lapis perkerasan jalan menentukan mutu stabilitas struk-

tur perkerasan jalan menerima beban lalulintas selama masa pelayan-

an jalan. Jalan yang menurun stabilitasnya dapat mengakibatkan

terjadinya alur (rutting) yaitu deformasi pada lintasan roda kendaraan,

gelombang dalam arah melintang jalan yang disebut keriting (corru-

gation), deformasi setempat (shoving), atau amblas.

2. bentuk fisik muka jalan dapat merupakan dampak dari mutu stabilitas

jalan dalam menerima beban lalulintas atau akibat ausnya lapis

permukaan sehingga jalan kehilangan tahanan geser dan kendaraan

mudah mengalami selip. Lubang akibat hilangnya sebagian material

pembentuk perkerasan jalan atau retak pada muka jalan merupakan

bentuk fisik yang mempengaruhi kinerja struktur perkerasan jalan.

3.5.1 Kekasaran muka jalan (Roughness)

Kekasaran (roughness) muka jalan didefinisikan sebagai iregularitas

permukaan perkerasan yang berbanding terbalik dengan kenyamanan

mengemudi. Iregularitas permukaan perkerasan dapat ditemui dalam

arah memanjang (longitudinal distortion) dan arah melintang (transverse

distortion). Gambar 3.27 menunjukkan berbagai bentuk ketidak nyaman-

an pengemudi kendaraan akibat kekasaran muka jalan yang dibedakan

atas gangguan dalam arah memanjang dan melintang jalan.

Page 100: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

90

Gambar 3.27a menggambarkan ketidak rataan muka jalan dilihat dari

arah memanjang jalan. Gelombang jalan yang memberikan rasa tidak

nyaman kepada pengguna jalan dibedakan atas:

1. gelombang dengan amplitudo rendah tetapi frekwensi tinggi (A)

2. gelombang dengan amplitudo tinggi tetapi frekwensi rendah (B)

3. gelombang yang terjadi bersamaan antara kondisi A dan B

Gambar 3.27b menggambarkan ketidak rataan muka jalan dalam arah

melintang. Alur atau rutting yang terjadi pada lintasan roda kendaraan

sering terjadi di akhir umur pelayanan jalan atau disebabkan kurangnya

stabilitas perkerasan jalan dalam memikul beban kendaraan.

Kekasaran muka jalan diukur dengan menggunakan alat seperti rougho-

meter atau profilometer.

Gambar 3.27 Bentuk ketidaknyamanan mengemudi

a. Bentuk ketidaknyamanan dilihat dari arah memanjang jalan

b. Bentuk ketidaknyamanan dilihat dari arah melintang jalan

B Amplitudo tinggi

A Gelombang dengan frekuensi tinggi, amplitudo rendah

Tekstur kasar menyebabkan “bising”

Page 101: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

91

International Roughness Index (IRI)

IRI adalah parameter penunjuk kekasaran (roughness) jalan untuk arah

profil memanjang atau longitudinal jalan. Satuan IRI adalah m/km atau

mm/m. Di samping IRI dikenal pula average rectified slope (ARS) yaitu

perbandingan antara nilai kumulatip gerakan vertikal dari sumbu bela-

kang roda tunggal kendaraan dengan jarak yang dinyatakan dalam

mm/km. IRI adalah ARS dikalikan 1000.

Alat yang digunakan untuk mengukur IRI dipasang pada sumbu belakang

mobil standar yang bergerak dengan kecepatan tertentu sesuai dengan

metode yang digunakan. Gerakan vertikal sumbu belakang kendaraan

pengamat di sepanjang jalan yang diamati, dicatat oleh komputer.

Salah satu alat pengukur kekasaran muka jalan digambarkan seperti pada

Gambar 3.28.

Sumber: Perera

Gambar 3.28 Mobil pengukur kekasaran muka jalan

Measured Profile

Body Mass

Susp Spring and Damper Axle Mass

Tire Spring

IRI

Page 102: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

92

Pengukuran kekasaran muka jalan di Indonesia menggunakan alat

roughometer NAASRA yang dipasang pada kendaraan standar DATSUN

1500 Station Wagon, dengan kecepatan ± 32 km/jam[DPU,1987].

Jenis lapis permukaan yang dipilih menentukan tingkat kenyamanan

pengguna jalan. Di awal masa pelayanan jalan dengan lapis permukaan

beton aspal memiliki nilai IRI yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis

lapis permukaan lainnya.

3.5.2 Indeks Permukaan (Serviceability Index)

Kinerja struktur perkerasan jalan untuk menerima beban dan melayani

arus lalulintas secara empiris dinyatakan dengan Indeks Permukaan (IP).

IP diadopsi dari AASHTO yaitu Serviceability Index, merupakan skala

penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara

angka 1 sampai dengan 5 seperti pada Gambar 3.29.

5 sangat baik

4 baik

3 cukup

2 buruk

1 sangat buruk

Gambar 3.29 Skala nilai IP sesuai AASHTO

Indeks Permukaan

(IP) Fungsi Pelayanan

Page 103: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

93

Angka 5 menunjukkan fungsi pelayanan yang sangat baik, dan angka 1

menunjukkan fungsi pelayanan sangat buruk.

Dari hasil penelitian AASHTO diperoleh persentase responden yang dapat

menerima kinerja struktur perkerasan jalan untuk setiap nilai IP seperti

pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11 Nilai IP & Persentase Responden Yang Menerima

IP Persentase rensponden

yang menerima Persentase responden yang tidak menerima

4,5 100 % 0%

4,0 100% 0%

3,5 95% 0%

3,0 55% 10%

2,5 17% 50%

2,0 3% 84%

1,5 0% 100% Sumber: WSDOT

Sekitar 50% menerima IP = 3,0 dan menolak atau tidak menerima IP =

2,5. Nilai inilah yang diambil menjadi nilai IP diakhir umur rencana

(terminal serviceability index) dan nilai IP > 4,0 diambil menjadi nilai di

awal umur rencana (initial serviceability index) untuk perencanaan tebal

perkerasan jalan.

Sayers et al [WSDOT] mencatat bahwa batasan IRI (diukur dengan kece-

patan 80 km/jam) yang diterima dan ditolak seperti pada Tabel 3.12.

IRI = 4 m/km setara dengan IP = 2,4. Mobil penumpang lebih mampu

beradaptasi dengan kekasaran atau gelombang jalan daripada truk. IRI

yang dapat diterima pada jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan truk

Page 104: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

94

adalah antara 3,0 – 4,0 setara dengan IP 2,4 – 2,9. IRI pada awal masa

pelayanan yang dapat diterima kurang dari 2 m/km

Tabel 3.12 Nilai IRI dan Responden Yang Menerimanya

IRI m/km Responden

1,3 – 1,8 menerima

4,0 – 5,3 Tidak menerima Sumber: WSDOT

Korelasi antara IP dan IRI

Korelasi antara IP dan IRI terdapat dalam berbagai variasi. Pater-

son[WSDOT], 1987, memberikan korelasi seperti pada Rumus 3.20 berda-

sarkan data dari Texas, Pennsylvania, Afrika Selatan, dan Brasilia. Al-

Omari and Darter[WSDOT], 1992, memberikan korelasi seperti pada Rumus

3.21berdasarkan data dari Indiana, Lousiana, Michigan, Mexico, dan

Ohio. Janisch[Janisch], 1997, memberikan korelasi seperti pada Rumus 3.22.

a. Paterson: IP = (5) e(-0,18) (IRI)) ............................. (3.20)

b. Al-Omari dan Darter: IP = (5) e(-0,26) (IRI)) ............................. (3.21)

c. Janisch: IP = 5,697 – (2,104)√IRI ................... (3.22)

dengan:

IP = Indeks Permukaan atau Serviceability Index

IRI = International Rougness Index (mm/m; m/km)

Perlu penelitian tentang korelasi antara IRI dan IP di Indonesia yang

disesuaikan dengan alat pengukur IRI yang digunakan.

Page 105: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

95

3.5.3 Tahanan Gelincir (Skid Resistance)

Tahanan gelincir adalah gaya yang dihasilkan antara muka jalan dan ban

untuk mengimbangi majunya gerak kendaraan jika dilakukan pengerem-

an. Berbagai cara digunakan untuk menyatakan besarnya tahanan gelin-

cir seperti koefisien gesek, dan angka gelincir (skid number=SN).

Koefisien gesek adalah perbandingan antara tahanan gesek yang timbul

antara ban dan muka jalan dengan gaya atau beban tegak lurus

permukaan seperti dinyatakan dengan Rumus 3.23.

f = F/L .................................................... (3.23)

dengan:

f = koefisien gesek

F = tahanan gesek antara ban dan muka jalan

L = gaya atau beban tegak lurus muka jalan

Angka gelincir (SN) atau disebut juga angka gesek (friction number =FN)

adalah koefisen gesek dikalikan 100.

Jadi: SN atau FN = 100 (F/L) ....................................... (3.24)

Gesekan terjadi antara roda kendaraan dan muka jalan, oleh karena itu

besarnya tahanan gesek dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu roda

kendaraan dan muka jalan. Gesekan dari roda kendaraan dipengaruhi

oleh adhesi antara ban dan muka jalan. Besarnya gesekan ditentukan

oleh kondisi ban (ukuran, tekanan dan bunga), kecepatan kendaraan,

tekstur permukaan jalan, dan adanya lapisan air di antara ban dan muka

jalan. Gambar 3.30 menggambarkan bentuk tekstur mikro dan makro dari

muka jalan.

Page 106: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

96

Gambar 3.30 Tekstur permukaan jalan

Tahanan gelincir diukur dengan menggunakan alat seperti Mu-meter atau

British portable tester.

Pemilihan jenis lapis permukaan perlu disesuaikan dengan kondisi cuaca

dan bentuk geometrik jalan sehingga jalan memiliki tahanan gelincir yang

baik dan kendaraan tidak mudah selip. Di samping itu sistem drainase

jalan yang baik mengurangi dampak adanya lapisan air antara muka jalan

dan roda kendaraan sehingga tahanan gelincir atau gesekan antara muka

jalan dan roda kendaraan meningkat.

Permukaan jalan Tekstur makro

kasar (rough)

kasar (rough)

rata (smooth)

rata (smooth)

Tekstur mikro

kasar (harsh)

licin (polished)

kasar (harsh)

licin (polished)

Page 107: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

97

BAB 4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Metode AASHTO

Metode perencanaan tebal perkerasan lentur dibedakan atas:

1. metode pendekatan empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan

pengujian dan pengukuran dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk

penelitian.

2. metode pendekatan mekanistik – empirik (mechanistic – empirical

design), metode ini dikembangkan berdasarkan sifat tegangan dan

regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu-

lintas.

Metode yang umum digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah

metode yang merujuk kepada metode pendekatan empirik yang dikem-

bangkan pertama kali oleh American Association of State Highway

Officials (AASHO). AASHO berdiri November 1914 dan karena perkem-

bangan yang terjadi dalam dunia transportasi, maka pada tahun 1973

AASHO berubah menjadi American Association of State Highway and

Transportation Officials (AASHTO). Dalam buku ini selanjutnya AASHO

ataupun AASHTO disebut dengan AASHTO.

Page 108: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

98

Sumber:WSDOT

4.1. Jalan Percobaan AASHTO

Indonesia menggunakan metode AASHTO sebagai acuan dalam menyu-

sun standar perencanaan tebal perkerasan lentur. Untuk memahami

standar perencanaan itu dengan baik perlu dipahami tentang metode

AASHTO dan penelitian yang dilakukan pada jalan percobaannya. Hasil

penelitian pada jalan percobaan yang dilaksanakan pada tahun 1958 –

1960 di Ottawa, Illinois, merupakan cikal bakal metode AASHTO yang

berkembang sampai dengan saat ini.

Jalan percobaan terletak di daerah dengan temperatur rata - rata 76oF

(25oC) di bulan Juli, dan 27oF (-3oC) di bulan Januari, terdiri dari 6 loop.

Masing-masing loop berbentuk seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Bentuk loop jalan percobaan AASHTO

4.1.1 Struktur Jalan Percobaan

Struktur perkerasan dari masing-masing loop memiliki variasi tebal

lapisan dimana lapis permukaan adalah beton aspal, lapis pondasi dan

pondasi bawah dibuat dari batu pecah.

Prestressed Concrete

Loop 5

Steel I- Beam

Test Tangent

Test Tangent

Flexible

Rigid

Page 109: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

99

Lapis permukaan

Lapis permukaan terdiri dari lapis beton aspal yang tebalnya bervariasi

antara 2,5 cm sampai dengan 10 cm. Beton aspal dibuat dari agregat

kasar yang berasal dari batu kapur, pasir kasar dari siliceous, bahan

pengisi dari abu batu kapur, dan aspal berpenetrasi 85-100[WSDOT].

Gradasi yang digunakan seperti Tabel 4.1 dan karakteristik benda uji

seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Gradasi Agregat Lapis Beton Aspal

Saringan No. Spesifikasi untuk Lapis Permukaan (surface

course)

Spesifikasi untuk Lapis Pengikat (binder

course) 1 inci 100 ¾ inci 100 88 - 100 ½ inci 86 - 100 55 - 86 3/8 inci 70 - 90 45 - 72 No.4 45 - 70 31 - 50 No.10 30 - 52 19 - 35 No.20 22 - 40 12 - 26 No.40 16 - 30 7 - 20 No.80 9 - 19 4 - 12

Sumber:WSDOT Tabel 4.2 Karakteristik Benda Uji Beton Aspal

Keterangan

Spesifikasi untuk Lapis Permukaan (surface course)

Spesifikasi untuk Lapis Pengikat (binder course)

Jumlah pukulan benda uji 50 50 Kadar aspal 5,4% 4,4% VIM 7,7% 7,7%

Sumber:WSDOT

Page 110: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

100

Lapis pondasi (base course)

Lapisan pondasi jalan percobaan dibuat dari dolomitic limestone dengan

gradasi seperti pada Tabel 4.3. Nilai CBR rata-rata lapis pondasi

berdasarkan pengujian laboratorium adalah 107,7%. Nilai CBR minimum

spesifikasi adalah 75%[WSDOT].

Lapis pondasi bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah jalan percobaan dibuat dari dolomitic limestone

dengan gradasi seperti pada Tabel 4.4. CBR tidak diperkenankan lebih

dari 60%. Lapis pondasi bawah jalan percobaan memiliki CBR antara 28

– 51%, dengan berat volume kering lapangan antara 139 – 141 lb/ft3,

dan kadar air antara 6,1 – 6,8%[WSDOT].

Tabel 4.3 Gradasi Agregat Lapis Pondasi

Saringan No. Spesifikasi untuk Lapisan Pondasi (base course)

Rata-rata persen lolos pada setiap

loop 1½ inci 100 100

1 inci 80 – 100 90

¾ inci 70 – 90 81

½ inci 60 – 80 68

No.4 40 – 80 48

No.10 28 – 46 35

No.40 16 – 33 20

No.100 7 – 20 13,5

No.200 3 – 12 10

Sumber:WSDOT

Page 111: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

101

Tabel 4.4 Gradasi Agregat Lapis Pondasi Bawah

Saringan No. Spesifikasi untuk Lapisan

Pondasi Bawah (subbase course)

Rata-rata persen lolos pada setiap loop

1½ inci 100 100

1 inci 95 - 100 100

¾ inci 90 - 100 96

½ inci 80 - 100 90

No.4 55 - 100 71

No.10 40 - 80 52

No.40 10 - 30 25

No.200 5 - 9 6,5

Sumber:WSDOT

Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Lapis tanah dasar dibangun dari tanah jenis A-6 setebal 1 meter.

Karakteristik tanah dasar (subgrade) adalah[WSDOT]:

- Batas cair = 31%

- Indeks plastis = 16%

- Persen lolos no 200 = 82%

- Berat volume kering = 119 lb/ft3

- Kadar air optimum rata-rata = 13% + 0,8%.

- Nilai CBR rata-rata = 2,9%

- Nilai CBR terletak antara rentang 1,9 – 3,5%

- rata-rata persen kompaksi = 98,5% (AASHO T99)

Setiap loop dari jalan percobaan dibangun dengan 3 variasi tebal perke-

rasan seperti pada Tabel 4.5.

Page 112: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

102

Tabel 4.5 Tebal Perkerasan Untuk Setiap Loop Nomor Loop

Lapis Permukaan

(inci)

Lapis Pondasi (inci) Lapis Pondasi Bawah (inci)

1 1 3 5

0 6

0 8 16

2 1 2 3

0 3 6

0 4

3 2 3 4

0 3 6

0 4 8

4 3 4 5

0 3 6

4 8 12

5 3 4 5

3 6 9

4 8 12

6 4 5 6

3 6 9

8 12 16

Sumber:WSDOT 4.1.2 Penelitian di Jalan Percobaan

Keenam loop digunakan untuk meneliti berbagai hal yang berbeda, yaitu

Loop 1, tidak dilalui oleh kendaraan tetapi hanya digunakan untuk

meneliti efek dari kondisi lingkungan dan iklim. Loop 2 sampai dengan

loop 6 digunakan untuk meneliti kinerja struktur perkerasan akibat beban

lalulintas berbagai jenis kendaraan. Setiap loop, kecuali loop 1 digunakan

untuk satu kelompok jenis kendaraan sesuai dengan konfigurasi dan

beban sumbunya seperti pada Tabel 4.6.

Page 113: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

103

Tabel 4.6 Beban Sumbu &Jenis Kendaraan Pada Jalan Percobaan Berat dalam Kips Loop lajur Sumbu

depan Sumbu

belakang Total Total ton

2 2

2 6

4 8

1,8

3,6

4 6

12

24

28

54

12,7

24

6 9

18

32

42

73

19,1

33

6 9

22,4

40

50,8

89

23

41

9

12

30

48

69

108

32

49

Sumber:WSDOT

Page 114: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

104

Loop 4 digunakan untuk penelitian kinerja perkerasan akibat beban

sumbu standar 18.000 lbs dan loop 6 untuk penelitian akibat beban

kendaraan terberat.

Penelitian dilakukan antara November 1958 sampai dengan Juni 1960

pada 332 seksi jalan percobaan. Kinerja struktur perkerasan diamati

akibat beban sumbu dan tebal perkerasan yang berbeda. Pada penelitian

dihitung pula jumlah beban yang melewati seksi percobaan sampai

kinerja struktur perkerasan mencapai IP = 1,5[WSDOT].

Dari hasil penelitian penurunan kinerja perkerasan akibat beban lalulintas,

perbedaan tebal perkerasan, jenis kendaraan dan iklim, diperoleh rumus

empiris yang diharapkan dapat dikembangkan untuk keadaan yang

berbeda dengan jalan percobaan seperti:

1. perbedaan daya dukung tanah dasar

2. lalulintas campuran dari berbagai jenis kendaraan dan beban sumbu

3. perbedaan iklim dan kondisi lingkungan

4. perbedaan jenis dan tebal perkerasan jalan

5. modifikasi dari 2 tahun pengamatan menjadi umur rencana 20 tahun.

4.1.3 Perkembangan Metode AASHTO

Metode empiris yang dikembangkan AASHTO telah mengalami

perkembangan sebanyak 5 versi yaitu:

1. 1959 – Guidelines

2. 1962 – Interim Guide

3. 1972 – Revision of Guide (Blue Manual) and NCHRP Report 128

4. 1986 – New Guide

5. 1993 – New Part III, Chapter 5 (overlay design) and other minor

revisions

Page 115: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

105

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengujian maka

AASHTO mulai mengembangkan metode berbasis mekanistik – empirik.

4.2 Metode AASHTO 1972 Rumus empiris yang dikembangkan sampai dengan 1972 meng-

gambarkan bahwa tebal perkerasan jalan dipengaruhi oleh beban

lalulintas, daya dukung tanah dasar, indeks permukaan yang direnca-

nakan pada akhir umur rencana, dan faktor lingkungan atau kondisi

regional. Indeks permukaan pada awal umur rencana bernilai konstan

sebesar 4,2.

Jadi : SN = f(Wt, pt , S,R)

dengan :

SN = Structural Number, adalah angka yang menunjukkan

nilai struktur perkerasan jalan

Wt = repetisi beban sumbu standar 18.000 pon selama umur

rencana (ESAL = Equivalent Single Axle Load selama

umur rencana)

S = daya dukung tanah dasar, korelasi dari nilai CBR

R = faktor lingkungan, sesuai kondisi iklim

pt = terminal serviceability index, yaitu nilai serviceablity

index yang direncanakan di akhir umur rencana. Dua

nilai yang disediakan dalam Metode AASHTO 1972,

yaitu 2 dan 2,5.

Page 116: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

106

Rumus Dasar AASHTO 1972

Dari pengukuran dan analisis data yang dilaksanakan pada jalan

percobaan di Ottawa, Illionois diperoleh rumus dasar yang menggambar-

kan hubungan antara repetisi beban, daya dukung tanah dasar, kondisi

regional, serviceability index di awal dan akhir umur rencana seperti pada

Rumus 4.1 sampai dengan Rumus 4.3.

log W18 = 9,36 log (SN + 1) – 0,20 +

5,19

t

1) (SN1094 0,40

G

++

+

log R + 0,372 (S – 3,0) . .......................................... (4.1)

Gt = log 1,5)(4,2

)p(4,2 t

−−

..................................................... (4.2)

SN = a1D1 + a2D2 + a3D3 ............................................... (4.3)

dengan:

W18 = repetisi 18,000 ESAL selama umur rencana

SN = Structural Number

R = Regional Factor (faktor regional)

S = Soil Support Scale (daya dukung tanah dasar)

pt = terminal serviceability index (indeks permukaan) di akhir umur

rencana

D1,2,3 = tebal (inci) dari lapis permukaan, pondasi, dan pondasi bawah

a1,2,3 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan, pondasi, dan

pondasi bawah

Page 117: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

107

Metode AASHO 1972 menyediakan 2 nomogram yang bentuk tanpa

skalanya seperti pada Gambar 4.2.

Sumber:WSDOT

Gambar 4.2 Bentuk Nomogram AASHTO 1972

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

5

6

20.00010.000

1.000

10050

Total ESALs (x 103)Regional

Factor (R)

Soil Support Value

Structural Number (SN)

Weighted Structural

Number (SN)

6

5

4

3

2

1

0.51.02.05.0

Tanpa skala Catatan: Nomogram ada 2 buah, yaitu untuk pt= 2,0 dan 2,5

Page 118: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

108

Tebal minimal untuk setiap lapis perkerasan ditentukan dengan

menggunakan Gambar 4.3.

*

1D ≥ 1

1

aSN

*1SN = a1.

*1D ≥ SN1

*2D ≥

2

*12

aSNSN −

*2SN = a2.

*2D

*1SN + *

2SN ≥ SN2

*3D ≥

3

*2

*13

a)SN(SN SN+−

Catatan:

1. *1D , *

2D , *3D , tebal minimal lapis permukaan, pondasi, dan lapis

pondasi bawah.

2. tebal perkerasan yang digunakan harus sama atau lebih besar dari

minimum yang dibutuhkan.

Gambar 4.3 Konsep penentuan tebal minimum

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi

Lapis Pondasi Bawah

Tanah Dasar

SN1

SN2 SN3 D3

D2

D1

Page 119: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

109

dengan Metode AASHTO 1972

Prosedur perhitungan W18 sama dengan metode AASHTO 1993, oleh

karena itu pembahasan tentang hal tersebut akan diuraikan pada Bab

4.3. Metode AASHTO 1972 ini diadopsi oleh Indonesia yaitu untuk SNI

1732-1989-F, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode

Analisa Komponen.

4.3 Metode AASHTO 1993

Perubahan mendasar untuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan

terhadap metode AASHTO 1972 terjadi melalui metode AASHTO 1986.

Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru pada metode AASHTO

1993 sama dengan metode AASHTO 1986. Perbedaannya hanya ditam-

bahkan metode untuk perencanaan tebal perkerasan tambahan atau

overlay. Perubahan mendasar pada metode AASHTO 1993 terjadi untuk

perencanaan tebal perkerasan kaku.

Tabel 4.7 menunjukkan perbedaan utama antara metode AASHTO 1972

dengan metode AASHTO 1993 untuk perencanaan tebal perkerasan

lentur jalan baru.

4.3.1 Beban Lalulintas Sesuai AASHTO 1993

Beban lalulintas dilimpahkan pada perkerasan jalan melalui kontak antara

roda dan muka jalan. Oleh karena itu beban lalulintas bervariasi sesuai

dengan berat kendaraan, konfigurasi sumbu, distribusi ke masing-masing

sumbu kendaraan dan ukuran roda kendaraan. Kerusakan yang ditimbul-

kan oleh masing-masing beban lalulintas dipengaruhi oleh mutu struktur

perkerasan yang berkurang berkelanjutan selama masa pelayanan.

Page 120: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

110

Tabel 4.7 Perbedaan Antara Metode AASHTO 1972 dan AASHTO 1993

No AASHTO 1972 AASHTO 1993

1 Terminal serviceability index adalah 2,0 atau 2,5.

Terminal serviceability index adalah 2,0; 2,5; dan 3,0.

2

Parameter daya dukung tanah dasar dinyatakan dalam soil support scale, yang dikonversikan dari nilai CBR

Parameter daya dukung tanah dasar dinyatakan dalam modulus resilient (MR), melalui pengujian sesuai T274, atau dapat dikorelasikan dari nilai CBR

3

Faktor regional, adalah parameter yang dipergunakan untuk perbedaan kondisi masing-masing lokasi

Parameter ini tidak dipergunakan lagi, diganti dengan parameter lain

4

Parameter baru dalam metode ini adalah:

- reliabilitas

- simpangan baku

- koefisien drainase

- life cycle costs

5 SN = a1D1 + a2D2 + a3D3

SN = a1D1 + a2 m2D2 + a3m3D3

6

Konfigurasi sumbu yang dipertimbangkan hanya konfigurasi sumbu tunggal dan sumbu tandem

Konfigurasi sumbu yang dipertimbangkan adalah tunggal, tandem, dan tripel.

7 Tabel E disediakan untuk sumbu tunggal dan sumbu tandem dengan pt = 2,0 dan 2,5

Tabel E disediakan untuk sumbu tunggal, sumbu tandem, dan tripel dengan pt = 2,0, 2,0 dan 3,0.

8 Nomogram ada dua Perubahan rumus dasar dan hanya ada satu nomogram.

Page 121: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

111

Sebagai usaha menyeragamkan dampak beban lalulintas terhadap struk-

tur perkerasan jalan, maka AASHTO 1972 dan AASHTO 1993 mengekiva-

lenkan repetisi berbagai jenis dan beban sumbu lalulintas ke lintasan

sumbu standar 18.000 pon (baca juga Bab 3.1.5).

Angka ekivalen beban sumbu

Angka ekivalen (E) menunjukkan jumlah lintasan sumbu standar sumbu

tunggal roda ganda dengan beban 18.000 pon yang mengakibatkan

kerusakan yang sama pada struktur perkerasan jalan jika dilintasi oleh

jenis dan beban sumbu tertentu atau jenis dan beban kendaraan

tertentu.

Sebagai contoh:

E truk =1,2, ini berarti 1 kali lintasan truk sama dengan 1,2 kali lintasan

sumbu standar (lss) mengakibatkan kerusakan yang sama pada struktur

perkerasan jalan.

Angka ekivalen, E, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti:

1. Konfigurasi dan beban sumbu

2. Nilai struktural perkerasan jalan yang dinyatakan dengan Structural

Number (SN)

3. Terminal serviceability index (pt)

Rumus dasar AASHTO untuk menentukan angka ekivalen seperti pada

Rumus 4.4(WSDOT).

[ ]4,332xG/β

G/β4,79

2xx

2s18

18

x L1010

LLLL

WW

18

x

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

= ............................................(4.4)

Page 122: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

112

dengan:

Wx = sumbu dengan beban 1000x pon

W18 = sumbu standar dengan beban 18.000 pon

18

x

WW = bilangan terbalik dari angka ekivalen untuk beban dan

konfigurasi sumbu 1000 x pon

L18 = 18 ( beban sumbu standar dalam kilopon)

Lx = x ( beban sumbu dalam kilopon)

L2x = kode untuk konfigurasi sumbu yang ditinjau

= 1, untuk sumbu tunggal

= 2, untuk sumbu tandem

= 3, untuk sumbu tripel

L2s = kode untuk sumbu standar, selalu = 1 (sumbu tunggal)

G = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−

5,12,4p2,4log t

pt = terminal serviceability index

βx = 3,232x

5,19

3,232xx

L1)(SN)L0,081(L0,4

++

+ ............................................... (4.5)

SN = structural number

Angka ekivalen berdasarkan Rumus 4.4 ini bervariasi sesuai dengan

konfigurasi sumbu, beban sumbu, terminal serviceability index (pt), dan

structural number (SN). Tabel angka ekivalen untuk sumbu tunggal,

tandem, dan tripel untuk berbagai beban sumbu sesuai pt dan SN yang

dipilih, dapat dilihat pada Lampiran 1.

Page 123: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

113

Contoh perhitungan untuk menentukan angka ekivalen dari sumbu

tunggal, sumbu tandem, dan sumbu tridem adalah sebagai berikut:

1. Contoh perhitungan angka ekivalen untuk sumbu tunggal

Data: sumbu tunggal dengan beban 30.000 pon

- SN = 3

- pt = 2,5

Perhitungan:

[ ]4,332xG/β

G/β4,79

2xx

2s18

18

x L1010

LLLL

WW

18

x

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

=

dengan:

Wx = W30

W18 = W18

18

x

WW =

18

30

WW

L18 = 18 (beban sumbu standar dalam kilopon)

Lx = 30(beban sumbu dalam kilopon)

L2x = 1, untuk sumbu tunggal

L2s = 1 (sumbu tunggal roda ganda)

G = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−

5,12,45,22,4log = - 0,2009

β30 = 3,235,19

3,23

(1)1)(31)0,081(300,4

++

+ = 4,388

β18 = 3,235,19

3,23

(1)1)(31)0,081(180,4

++

+ = 1,2204

Page 124: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

114

G/β30 = -0,2009/4,388 = - 0,04578

G/β18 = -0,2009/1,2204 = -0,1646

[ ]4,330,1646-

-0,045784,79

18

30 11010

130118

WW

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

++

= = 0,1260

Angka ekivalen = 1/(W30/W18) = 1/0,1260 =7,9365 ≈ 7,9

Angka ekivalen = 7,9 (sama dengan Tabel AASHTO 1993 seperti pada

Lampiran 1).

2. Contoh perhitungan angka ekivalen untuk sumbu tandem

Data: sumbu tandem dengan beban 30.000 pon

- SN = 3

- pt = 2,5

Perhitungan:

[ ]4,332xG/β

G/β4,79

2xx

2s18

18

x L1010

LLLL

WW

18

x

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

=

dengan:

Wx = W30

W18 = W18

18

x

WW =

18

30

WW

L18 = 18 ( beban sumbu standar dalam kilopon)

Lx = 30 (beban sumbu dalam kilopon)

L2x = 2, untuk sumbu tandem

L2s = 1 (sumbu standar)

Page 125: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

115

G = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−

5,12,45,22,4log = - 0,2009

β30 = 3,235,19

3,23

(2)1)(32)0,081(300,4

++

+ = 0,8711

β18 = 3,235,19

3,23

(1)1)(31)0,081(180,4

++

+ = 1,2204

G/β30 = -0,2009/0,8711= - 0,2306

G/β18 = -0,2009/1,2204 = -0,1646

[ ]4,3320,1646-10

0,2306-104,79

230181

18W30W

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

++

= = 1,4224

Angka ekivalen = 1/(W30/W18) = 1/1,4224 =0,703037 ≈ 0,703

Angka ekivalen = 0,703 (sama dengan Tabel AASHTO 1993 seperti

pada Lampiran 1)

3. Contoh untuk sumbu tripel

Data: sumbu tripel dengan beban 40.000 pon

- SN = 3

- pt = 2,5

Perhitungan:

[ ]4,332xG/β

G/β4,79

2xx

2s18

18

x L1010

LLLL

WW

18

x

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

=

dengan:

Wx = W40

W18 = W18

Page 126: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

116

18

x

WW =

18

40

WW

L18 = 18 ( beban sumbu standar dalam kilopon)

Lx = 40 (beban sumbu tripel dalam kilopon)

L2x = 3, untuk sumbu tripel

L2s = 1 (sumbu tunggal roda ganda)

G = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−

5,12,45,22,4log = - 0,2009

β40 = 3,235,19

3,23

(3)1)(33)0,081(400,4

++

+ = 0.7302

β18 = 3,235,19

3,23

(1)1)(31)0,081(180,4

++

+ = 1,2204

G/β40 = -0,2009/0,7302 = - 0,2751

G/β18 = -0,2009/1,2204 = -0,1646

[ ]4,3330,1646-10

0,2751-104,79

304181

18W40W

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

++

= = 1,8045

Angka ekivalen = 1/(W40/W18) = 1/1,8045 = 0,554

Angka ekivalen = 0,554 (sama dengan Tabel AASHTO 1993 seperti

pada Lampiran 1)

Page 127: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

117

Angka ekivalen kendaraan dengan berat konstan

Kendaraan terdiri dari minimal 2 sumbu, oleh karena itu angka ekivalen

untuk 1 kendaraan adalah jumlah angka ekivalen dari masing-masing

sumbu.

Ekendaraan = Σ Esumbu.................................................................... (4.6)

Contoh perhitungan angka ekivalen untuk satu kendaraan adalah sebagai

berikut:

Truk (1.22) dengan:

- beban sumbu depan = 14.000 pon

- beban sumbu belakang = 34.000 pon

SN = 3, dan pt = 2,5

Dari tabel angka ekivalen (Lampiran 1) untuk SN = 3 dan pt = 2,5

diperoleh:

E untuk sumbu depan, sumbu tunggal 14.000 pon = 0,35

E untuk sumbu belakang, sumbu tandem 34.000 pon = 1,11

E truk = 0,35 + 1,11 = 1,46.

Angka Ekivalen untuk kendaraan dengan berat bervariasi

Satu kendaraan yang melintasi satu ruas jalan terjadi berulang kali

dengan berat yang tidak selalu sama. Berat kendaraan selalu bervariasi

dari beban kendaraan kosong sampai dengan beban maksimum. Oleh

karena itu angka ekivalen satu kendaraan kurang tepat jika ditentukan

hanya berdasarkan berat kendaraan maksimum ataupun beban rata-rata

kendaraan. Untuk perencanaan tebal perkerasan perlu dilakukan analisis

variasi berat kendaraan berdasarkan hasil survei timbang pada jalan yang

Page 128: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

118

direncanakan atau jalan sejenis. Angka ekivalen satu jenis kendaraan

ditentukan berdasarkan frekwensi rata-rata dari berbagai beban yang

dibawanya.

Langkah-langkah untuk menentukan angka ekivelen setiap kelompok

jenis kendaraan dengan beban berfluktuasi adalah sebagai berikut:

1. Lakukanlah survei timbang selama minimal 3 x 24 jam.

2. Kelompokkan data untuk setiap jenis kendaraan.

3. Data untuk setiap jenis kendaraan diolah sebagai berikut:

a. Tentukanlah beban sumbu dari setiap hasil penimbangan.

b. Kelompokkan beban sumbu berdasarkan jenis sumbu kemudi

(depan) dan sumbu-sumbu lainnya.

c. Kelompokkan beban sumbu untuk setiap jenis sumbu kendaraan.

d. Hitunglah frekwensi setiap kelompok beban dan jenis sumbu.

e. Hitunglah angka ekivalen dari setiap kelompok beban sumbu

berdasarkan nilai tengah beban.

f. Tentukan angka ekivalen masing-masing kelompok sumbu, dengan

menggunakan rumus:

E sumbu = ∑∑

i

ii

fEf

...................................................... (4.7)

g. E kendaraan = Σ Esumbu.

Contoh perhitungan angka ekivalen hasil dari survei timbang

Dari hasil olahan data hasil survei timbang diperoleh data beban sumbu

untuk truk tipe 1.22+22 seperti Tabel 4.8. Volume truk tersebut adalah

150 kendaraan/hari. Pt = 2,5 dan angka struktural (SN) = 5.

Page 129: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

119

Perhitungan angka ekivalen menggunakan tabel seperti pada Tabel 4.9.

Tabel 4.8 Contoh Data Frekwensi Beban Sumbu Untuk Truk 1.22+22

Beban sumbu, pon Frekwensi repetisi sumbu

Sumbu Tunggal (kode angka 1)

3.000 – 6.999 38

7.000 – 7.999 31

8.000 – 11.999 64

12.000 – 15.999 16

26.000 – 29.999 1

Jumlah frekwensi sumbu tunggal 150

Sumbu Tandem (kode angka 22)

6.000 – 11.999 66

12.000 – 17.999 51

18.000 – 23.999 115

24.000 – 29.999 32

30.000 – 31.999 34

32.000 – 33.999 2

Jumlah frekwensi sumbu tandem 300*

Catatan:

* sumbu belakang dan kereta gandeng truk dengan jenis sumbu yang sama

sehingga jumlah sumbu tandem adalah 2 x 150 = 300 jumlah sumbu.

Page 130: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

120

Tabel 4.9 Contoh Perhitungan E truk 1.22+22

Beban sumbu, pon Frekwensi repetisi E sumbu* repetisi lss

(1) (2) (3) (4) = (2)(3)

Sumbu Tunggal Roda Tunggal

3.000 – 6.999 38 0,005 0,190

7.000 – 7.999 31 0,029 0,899

8.000 – 11.999 64 0,090 5,760

12.000 – 15.999 16 0,360 5,760

26.000 – 29.999 1 5,390 5,390

Sumbu Tandem Roda Ganda

6.000 – 11.999 66 0,006 0,396

12.000 – 17.999 51 0,044 2,244

18.000 – 23.999 115 0,148 17,020

24.000 – 29.999 32 0,426 13,632

30.000 – 31.999 34 0,753 25,602

32.000 – 32.500 2 0,885 1,770

Total 450** 78,663 Catatan:

* diperoleh dari perhitungan seperti contoh 1 dan 2, atau Lampiran 1.

** jumlah kendaraan x 3, karena 1 kendaraan memiliki 3 kelompok sumbu

Dengan menggunakan Tabel 4.9 dan Rumus 4.7 diperoleh angka ekivalen

untuk truk 1.22+22 = 78,663/450 = 0,1748.

Repetisi beban selama umur rencana (W18)

Beban lalu lintas sesuai AASHTO 1993 dinyatakan dalam repetisi lintasan

sumbu standar selama umur rencana (W18). Rumus 4.8 atau Rumus 4.9

Page 131: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

121

digunakan untuk menghitung besarnya repetisi beban lalu lintas selama

umur rencana.

W18 = ∑ LHRi x Ei x DA x DL x 365 x N .................................. (4.8)

W18 = ∑ LHRTi x Ei x DA x DL x 365 x N ................................. (4.9)

dengan:

W18 = repetisi beban lalu lintas selama umur rencana,

lss/lajur/umur rencana

LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata, kendaraan/hari/2 arah

LHRT = Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan,

kendaraan/hari/2 arah

Ei = angka ekivalen jenis kendaraan i

DA = faktor distribusi arah, digunakan untuk menunjukkan distribusi

kendaraan ke masing-masing arah. Jika data lalu lintas yang

digunakan adalah data untuk satu arah, maka DA = 1

DL = faktor distribusi lajur, digunakan untuk menunjukkan distribusi

kendaraan ke lajur rencana.

365 = jumlah hari dalam satu tahun

N = faktor umur rencana

Faktor Umur Rencana (N)

Faktor umur rencana adalah angka yang dipergunakan untuk menghitung

repetisi lalu lintas selama umur rencana dari awal umur rencana. Jika

tidak ada pertumbuhan lalu lintas maka N sama dengan umur rencana.

Dengan demikian repetisi beban lalu lintas sama dengan repetisi per

tahun dikalikan dengan lamanya umur rencana. Namun demikian, hampir

tidak pernah lalu lintas tidak mengalami peningkatan ataupun penurun-

Page 132: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

122

an. Oleh karena itu N dihitung melalui pendekatan dengan menggunakan

Rumus 4.10.

N = i

1]i)[(1 UR −+ .......................... (4.10)

dengan:

UR = umur rencana, tahun

i = pertumbuhan lalu lintas pertahun (%/tahun)

Nilai N untuk berbagai nilai faktor pertumbuhan lalu lintas dan umur

rencana seperti pada Tabel 4.10.

Contoh perhitungan W18 dengan faktor pertumbuhan lalu lintas

konstan dan sama untuk semua jenis kendaraan selama umur

rencana.

Data:

Jenis kendaraan LHR

(kendaraan/hari/2 arah) Ekendaraan

Mobil penumpang (1.1) 5925 0,0003

Truk (1.22) 372 1,456

Truk (1.22+22) 30 1,657

Bus (1.22) 35 0,458

Faktor distribusi arah (DA) = 0,5

Faktor distribusi lajur (DL) = 0,9

Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) = 4%

Umur rencana (UR) = 15 tahun

Page 133: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

123

Tabel 4.10 Faktor Umur Rencana (N)

Faktor pertumbuhan lalu lintas, persen (i) Umur Rencana tahun 0 2 4 5 6 7 8 10

1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

2 2,00 2,02 2,04 2,05 2,06 2,07 2,08 2,10

3 3,00 3,06 3,12 3,15 3,18 3,21 3,25 3,31

4 4,00 4,12 4,25 4,31 4,37 4,44 4,51 4,64

5 5,00 5,20 5,42 5,53 5,64 5,75 5,87 6,11

6 6,00 6,31 6,63 6,80 6,98 7,15 7,34 7,72

7 7,00 7,43 7,90 8,14 8,39 8,65 8,92 9,49

8 8,00 8,58 9,21 9,55 9,90 10,26 10,64 11,44

9 9,00 9,75 10,58 11,03 11,49 11,98 12,49 13,58

10 10,00 10,95 12,01 12,58 13,18 13,82 14,49 15,94

11 11,00 12,17 13,49 14,21 14,97 15,78 16,65 18,53

12 12,00 13,41 15,03 15,92 16,87 17,89 18,98 21,38

13 13,00 14,68 16,63 17,71 18,88 20,14 21,50 24,52

14 14,00 15,97 18,29 19,60 21,02 22,55 24,21 27,97

15 15,00 17,29 20,02 21,58 23,28 25,13 27,15 31,77

16 16,00 18,64 21,82 23,66 25,67 27,89 30,32 35,95

17 17,00 20,01 23,70 25,84 28,21 30,84 33,75 40,54

18 18,00 21,41 25,65 28,13 30,91 34,00 37,45 45,60

19 19,00 22,84 27,67 30,54 33,76 37,38 41,45 51,16

20 20,00 24,30 29,78 33,07 36,79 41,00 45,76 57,27

Sumber: AASHTO’93 Pehitungan:

Dari Tabel 4.10 untuk UR = 15 tahun dan i = 4% diperoleh N = 20,02.

Page 134: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

124

LHR dalam kendaraan/hari/2 arah diubah menjadi LHR dalam lss/hari/2

arah.

a. Mobil penumpang (1.1) = 5925 x 0,0003 = 1,77 lss/hari/2arah

b. Truk (1.22) = 372 x 1,456 = 541,63 lss/hari/2 arah

c. Truk (1.22+22) = 30 x 1,657 = 49,71 lss/hari/2 arah

d. Bus (1.22) = 35 x 0,458 = 16,03 lss/hari/2 arah

LHRtotal = 609,15 lss/hari/2 arah

Dengan menggunakan Rumus 4.8 diperoleh:

W18 = 609,15 x 0,5 x 0,9 x 365 x 20,02

= 2.003.416 lss/umur rencana/lajur rencana.

Contoh perhitungan ESAL dengan faktor pertumbuhan lalu lintas

yang konstan untuk setiap jenis kendaraan selama umur

rencana.

Data:

Jenis kendaraan LHR

(kendaraan/ hari/2 arah)

Ekendaraan Faktor

pertumbuhan lalu lintas (%)

Mobil penump.(1.1) 5925 0,0003 6

Truk (1.22) 372 1,456 5

Truk (1.22+22) 30 1,657 3

Bus (1.22) 35 0,458 4

Faktor distribusi arah (DA) = 0,5

Faktor distribusi lajur (DL) = 0,9

Umur rencana (UR) = 15 tahun

Page 135: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

125

Pehitungan:

N perlu dihitung untuk setiap jenis kendaraan karena pertumbuhan lalu

lintas tidak sama untuk setiap jenis kendaraannya. Secara ringkas

perhitungan dilakukan seperti pada Tabel di bawah ini.

LHR W18 Jenis

kendaraan

Ekendaraan (kend/hari

/2 arah) lss/hari/ 2 arah

i

(%)

N lss/ur/lajur

rencana

Mobil penumpang (1.1)

0,0003 5925 1,7775 6 23,28 6.796,70

Truk (1.22) 1,456 372 541,632 5 21,58 1.919.822,75

Truk (1.22+22) 1,657 30 49,71 3 18,60 151.866,54

Bus (1.22) 0,458 35 16,03 4 20,02 52.711,21

W18 = 2.131.197,19

Untuk mobil penumpang:

W18 = 0,0003 x 5925 x 23,28 x 365 x 0,5 x 0,9 = 6796,70

W18 selama umur rencana 2.131.197,19 lss/lajur rencana.

4.3.2 Reliabilitas

Kinerja struktur perkerasan jalan sangat ditentukan oleh 4 faktor utama

yaitu:

1. struktur perkerasan seperti tebal dan mutu setiap lapis perkerasan;

2. kondisi lingkungan seperti temperatur, curah hujan, kondisi tanah

dasar;

3. perkiraan repetisi beban lalu lintas dan proyeksi selama umur rencana;

4. perkiraan daya dukung tanah dasar.

Page 136: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

126

Pada metode AASHTO 1993 diperkenalkan parameter baru yaitu

reliabilitas. Reliabilitas (R) adalah tingkat kepastian atau probabilitas

bahwa struktur perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur

rencana sesuai dengan proses penurunan kinerja struktur perkerasan

yang dinyatakan dengan serviceability yang direncanakan.

Gambar 4.4 memberikan ilustrasi bagaimana sejumlah struktur perkeras-

an yang memiliki tebal dan jenis lapis perkerasan yang sama mengalami

penurunan kinerja akibat repetisi beban lalu lintas yang dinyatakan dalam

log repetisi beban selama umur masa pelayanan. Terminal serviceability

index (pt) dicapai akibat repetisi beban lalu lintas yang bervariasi.

Lengkung distribusi normal menggambarkan hubungan antara frekwensi

dicapainya pt pada repetisi beban lalu lintas tertentu. Gambar 4.5

menggambarkan deviasi standar keseluruhan (So), ZR, dan faktor relia-

bilitas (FR).

Sumber:WSDOT

Gambar 4.4 Variasi Penurunan kinerja perkerasan selama masa pelayanan

Normal distribution

Varian kinerja struktur perkerasan

log ESALs

frekw

ensi

P

rese

nt s

ervi

ceab

ility

Ind

ex

P0

P1

Page 137: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

127

Gambar 4.5 Deviasi standar keseluruhan (So), ZR, faktor reliabilitas (FR)

Reliabilitas digunakan pada metode AASHTO 1993 untuk mengalikan repetisi

beban lalu lintas yang diperkirakan selama umur rencana dengan faktor

reliabilitas (FR) ≥ 1.

Jadi, Wt = (wt)(FR) ................................................... (4.11)

dengan:

Wt = ESAL perkiraan berdasarkan kinerja struktur perke-

rasan mencapai nilai pt yang digunakan untuk

menentukan tebal lapis perkerasan.

wt = ESAL perkiraan selama umur rencana

FR = faktor reliabilitas

Log ESAL

Z

lengkung normal

S0

Log FR

ZR

Page 138: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

128

Efek adanya faktor reliabilitas dalam perencanaan adalah meningkatkan

ESAL yang digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan.

FR ditentukan sebagai berikut:

FR = )( 010 SZ R− ............................................................... (4.12)

dengan:

FR = faktor reliabilitas

ZR = Z-statistik (sehubungan dengan lengkung normal)

S0 = deviasi standar keseluruhan dari distribusi normal sehu-

bungan dengan kesalahan yang terjadi pada perkiraan lalu

lintas dan kinerja perkerasan.

Tabel 4.11 menunjukkan nilai ZR, dan FR untuk S0 antara 0,4 - 0,5.

Reliabilitas 50% menunjukkan kondisi dimana ZR=0 dan faktor reliabilitas

desain (FR) = 1. Ini berarti ESAL yang digunakan untuk menghitung SN

sama dengan ESAL perkiraan selama umur rencana.

Jika reliabilitas yang digunakan = 90%, maka FR = 3,77 pada S0 = 0,45.

Ini berarti ESAL yang dipergunakan untuk menghitung SN adalah 3,77

kali ESAL perkiraan selama umur rencana. Gambar 4.6 mengilustrasikan

perbedaan hasil perencanaan antara reliabilitas 50% dengan 90%. Oleh

karena itu perencana perlu mempertimbangkan berbagai faktor resiko

kesalahan ketika memilih R dalam proses perencanaan tebal perkerasan

jalan. AASHTO 1993 menyarankan nilai reliabilitas (R) sesuai fungsi jalan

seperti pada Tabel 4.12.

Page 139: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

129

Tabel 4.11 Nilai Reliabilitas, ZR Dan FR

Reliabilitas, R, %

Standard Normal

Deviate (ZR)

FR untuk S0 = 0,4

FR untuk S0 = 0,45

FR untuk S0 = 0,5

50 0,000 1.00 1.00 1.00

60 -0,253 1.26 1.30 1.34

70 -0,524 1.62 1.72 1.83

75 -0,674 1.86 2.01 2.17

80 -0,841 2.17 2.39 2.63

85 -1,037 2.60 2.93 3.30

90 -1,282 3.26 3.77 4.38

91 -1,340 3.44 4.01 4.68

92 -1,405 3.65 4.29 5.04

93 -1,476 3.89 4.62 5.47

94 -1,555 4.19 5.01 5.99

95 -1,645 4.55 5.50 6.65

96 -1,751 5.02 6.14 7.51

97 -1,881 5.65 7.02 8.72

98 -2,054 6.63 8.40 10.64

99 -2,327 8.53 11.15 14.57

99,9 -3,090 17.22 24.58 35.08

99,99 -3,750 31.62 48.70 74.99

Sumber:WSDOT

Page 140: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

130

Sumber:WSDOT

Gambar 4.6 Contoh reliabilitas 50% dan 90%

Tabel 4.12 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan

Rekomendasi tingkat reliabilitas Fungsi Jalan

Urban Rural

Bebas hambatan 85 – 99,9 80 – 99,9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 - 80 50 - 80 Sumber: AASHTO’93

4.3.3 Drainase

Kemampuan struktur perkerasan jalan mengalirkan air merupakan hal

penting dalam perencanaan tebal perkerasan jalan. Air masuk ke struktur

perkerasan jalan melalui banyak cara antara lain retak pada muka jalan,

Design Period Traffic

50%

90%po

pt

Pav

emen

t Ser

vice

abili

ty In

dex

R = 50%

R = 90%

ACBase

SubaseSubgrade

ACBase

SubaseSubgrade

Page 141: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

131

sambungan, infiltrasi perkerasan, akibat kapilaritas, atau mata air setem-

pat. Air yang terperangkap dalam struktur perkerasan jalan dapat menja-

di penyebab:

1. berkurangnya daya dukung lapisan dengan material tanpa pengikat

2. berkurangnya daya dukung tanah dasar

3. naiknya butiran halus sebagai dampak dari efek pompa ke dalam

struktur perkerasan jalan.

4. lepasnya ikatan aspal dari agregat sebagai awal terjadinya lubang

Untuk perencanaan tebal perkerasan jalan kualitas drainase ditentukan

berdasarkan kemampuan menghilangkan air dari struktur perkerasan.

Tabel 4.13 menunjukkan kelompok kualitas drainase berdasarkan

AASHTO 1993.

Tabel 4.13 Kelompok Kualitas Drainase

Kualitas drainase Air hilang dalam

Baik sekali 2 jam

Baik 1 hari

Sedang 1 minggu

Jelek 1 bulan

Jelek sekali air tidak mengalir

Sumber: AASHTO’93

Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan

perkerasan dinyatakan dengan menggunakan koefisien drainase (m)

seperti pada Tabel 4.14.

Page 142: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

132

Tabel 4.14 Koefisien Drainase (m) Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh Kualitas

drainase < 1% 1-5% 5 – 25% > 25%

Baik sekali 1,40 – 1,35 1,35 – 1,30 1,30 – 1,20 1,20

Baik 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1,00

Sedang 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,80

Jelek 1,15 – 1,05 1,05 – 0,80 0,80 – 0,60 0,60

Jelek sekali 1,05 – 0,95 0,95 – 0,75 0,75 – 0,40 0,40

Sumber: AASHTO’93

4.3.4 Rumus Dasar Metode AASHTO 1993

Rumus dasar AASHTO 1993 mengalami perubahan sesuai hasil penelitian

sejak 1972. Rumus dasar metode AASHTO 1993 sama dengan rumus

pada AASHTO 1986 yaitu seperti pada Rumus 4.13.

log (W18) = ZR x S0 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 +

19,5)1SN(109440,0

]5.12.4

PSIlog[

++

−Δ

+ 2,32 x log (MR) – 8,07 .... ......... (4.13)

dengan:

W18 = ESAL yang diperkirakan

ZR = simpangan baku normal, sesuai Tabel 4.12

S0 = deviasi standar keseluruhan, bernilai antara 0,4 -0,5

SN = Structural Number, angka struktural relatif perkerasan, inci

∆PSI = Perbedaan serviceability index di awal dan akhir umur rencana

MR = modulus resilient tanah dasar (psi)

Page 143: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

133

SN yang diperoleh dengan menggunakan Rumus 4.13 harus sama

dengan asumsi yang diambil ketika menentukan angka ekivalen (E). Jika

SN yang diperoleh tidak sama, maka penentuan angka ekivalen harus

diulang kembali dengan menggunakan nilai SN yang baru. Selain

menggunakan Rumus 4.13, SN dapat diperoleh dengan menggunakan

nomogram seperti pada Gambar 4.7.

SN adalah angka yang menunjukkan jumlah tebal lapis perkerasan yang

telah disetarakan kemampuannya sebagai bagian pewujud kinerja perke-

rasan jalan. Koefisien kekuatan relatif (a) adalah angka penyetaraan ber-

bagai jenis lapis perkerasan yang dipengaruhi oleh mutu dari jenis lapisan

yang dipilih.

SN = a1D1 + a2 m2D2 + a3 m3D3 ........................... (4.14)

dengan:

SN = angka struktural (structural number), inci

a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan

a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi

a3 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah

D1 = tebal lapis permukaan, inci

D2 = tebal lapis pondasi, inci

D3 = tebal lapis pondasi bawah, inci

m2,3 = koefisien drainase untuk lapis pondasi dan pondasi bawah

Page 144: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

134

Bagan alir dari prosedur perencanaan tebal perkerasan jalan baru sesuai metode

AASHTO 1993 seperti pada Gambar 4.7

Tebal setiap lapis dari struktur perkerasan jalan ditentukan dengan menggunakan

Rumus 4.13

SN = a1D1 + a2 m2D2 + a3 m3D3 ................................ (4.13)

Dengan:

SN = structural number, angka struktur relatif dari perkerasan jalan

yang diperoleh melalui Rumus 4.12

D1,2,3 = tebal (inci) dari lapis permukaan, pondasi, dan ponda

Sumber: AASH

TO’93

Gam

bar 4.7 Nom

ogram penentuan nilai SN

dengan Metode AASH

TO 1993

Page 145: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

135

Koefisien kekuatan relatif lapis permukaan ditentukan dengan

menggunakan Gambar 4.8 yang berdasarkan nilai modulus elastisitas, EAC

(psi) beton aspal.

Sumber: AASHTO’93

Gambar 4.8 Koefisien kekuatan relatif a1 untuk beton aspal

Koefisien kekuatan relatif (a2) untuk lapis pondasi ditentukan dengan

menggunakan Rumus 4.15 atau Gambar 4.9.

a2 = 0,249 (log EBS) – 0,977 ................................................ (4.15)

dengan:

a2 = koefisien relatif lapis pondasi berbutir

EBS = modulus elastisitas lapis pondasi, psi.

Modulus Elastisitas, EAC (psi), Dari Beton Aspal ( 20°C)

0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

Koef

isie

n re

latif

, a1,

U

ntuk

Lap

isan

Bet

on A

spal

Page 146: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

136

Sumber: AASHTO’93

Gambar 4.9 Koefisien kekuatan relatif, a2

Koefisien kekuatan relatif (a3) untuk lapis pondasi bawah ditentukan

dengan menggunakan Rumus 4.16 atau Gambar 4.10.

a3 = 0,227 (log ESB) – 0,839 ........................................... (4.16)

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

0.12

0.14

0.16

0.18

0.20

20

30

405060

80

60

70

3.5

2.5

4.0

15

20

25

Mod

ulus

– 1

000

psi

(4) 100 85 2.0 30

Stru

ctur

al C

oeffi

cien

t - a

2

CBR

(1)

R-v

alue

(2)

Texa

s Tr

iaxi

al

(3)

50

(1) Scale devired by averaging correlations obtained from Illionis. (2) Scale devired by averaging correlations obtained from California, New Mexico

and Wyoming. (3) Scale devired by averaging correlations obtained from Texas. (4) Scale devired on NCHRP project (3).

Page 147: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

137

0

0.06

0.08

0.10

0.12

0.14

0.20

Stru

ctur

al C

oeffi

cien

t – a

3

4

3

5

2

Texa

s Tr

iaxi

al

(3)

(5) Scale devired by averaging correlations obtained from Illionis. (6) Scale devired by averaging correlations obtained from California, New Mexico and

Wyoming. (7) Scale devired by averaging correlations obtained from Texas. (8) Scale devired on NCHRP project (3).

5

30

405070

100

CBR

(1)

10

20

80

60

70

90

R-v

alue

(2)

50

25

40

30

1415

Mod

ulus

– 1

000

psi

(4) 20

13121110

dengan:

a3 = koefisien relatif lapis pondasi bawah berbutir

ESB = modulus elastisitas lapis pondasi bawah, psi.

Sumber:AASHTO’93

Gambar 4.10 Koefisien relatif, a3

Page 148: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

138

Tebal minimal lapis permukaan, pondasi, dan pondasi atas ditentukan

berdasarkan SN yang diperoleh untuk masing-masing lapisan seperti

diilustrasikan pada Gambar 4.11.

4.3.5 Tebal Minimum Setiap Lapisan

Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu

daya dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.11.

Rumus 4.16 sampai dengan Rumus 4.21 digunakan untuk menentukan

tebal minimal masing-masing lapisan perkerasan.

Gambar 4.11 Ilustrasi penentuan tebal minimum setiap lapis perkerasan

*1D ≥

1

1

aSN ...................................................................... (4.17)

*1SN = a1. *

1D ≥ SN1 ........................................................ (4.18)

*2D ≥

22

*12

.aSNSN

m− .. ............................................................ (4.19)

*2SN = a2. m2

*2D . ............................................................ (4.20)

*1SN + *

2SN ≥ SN2 ............................................................ (4.21)

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi

Lapis Pondasi Bawah

Tanah Dasar

SN1

SN2

SN3 D3

D2

D1

Page 149: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

139

*3D ≥

33

*2

*13

a)SN(SN

mSN+−

................................................(4.22)

* menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan ( *1D ),

lapis pondasi ( *2D ), lapis pondasi bawah ( *

3D ).

Di samping berdasarkan Rumus 4.17 sampai dengan Rumus 4.22, tebal

minimum lapis permukaan dari beton aspal dan lapis pondasi batu pecah

ditentukan juga berdasarkan Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Tebal Minimum Lapis Permukaan Dan Lapis Pondasi

Tebal minimum lapisan (inci) ESAL

Beton aspal Pondasi batu pecah

< 50.000 1,0 4,0

50.001 – 150.000 2,0 4,0

150.001 – 500.000 2,5 4,0

500.001 – 2.000.000 3,0 6,0

2.000.001 – 7.000.000 3,5 6,0

> 7.000.000 4,0 6,0

Sumber: WSDOT Metode AASHTO 1993 diadopsi oleh Indonesia menjadi metode Pt T-01-

2002-B. Bagan alir prosedur perencanaan tebal perkerasan metode Pt T-

01-2002-B pada Bab 6 dapat digunakan sebagai bagan alir untuk metode

AASHTO 1993.

Page 150: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan lentur

140

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 151: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

141

BAB 5 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Metode SNI 1732-1989-F Pada saat ini telah ada metode Pt T-01-2002-B yang mengacu kepada

AASHTO 1993, walaupun demikian Metode SNI 1732-1989-F dapat tetap

digunakan terutama untuk lalulintas rendah atau jika data perencanaan

yang tersedia kurang lengkap. Oleh karena itu dalam Bab 5 ini diuraikan

langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan

Metode SNI 1732-1989-F.

Metode SNI 1732-1989-F yang dikenal dengan nama metode analisis

komponen, mengacu kepada metode AASHTO 1972 seperti telah diurai-

kan pada Bab 4.2 dan dimodifikasi sesuai kondisi jalan di Indonesia.

Perbedaan utama antara Metode AASHTO 1972 dengan Metode SNI

1732-1989-F. seperti pada Tabel 5.1.

5.1 Beban Lalu lintas Berdasarkan SNI 1732-1989-F

Beban lalu lintas berdasarkan SNI 1732-1989-F dinyatakan dalam Lintas

Ekivalen Rencana (LER) yang langkah-langkah perhitungannya adalah

sebagai berikut:

1. Angka ekivalen dihitung untuk setiap jenis kendaraan dengan terlebih

dahulu dihitung angka ekivalen masing-masing sumbu. Rumus untuk

Page 152: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

142

menghitung angka ekivalen sumbu tunggal dan sumbu ganda seperti

pada Rumus 5.1 dan Rumus 5.2.

Esumbu tunggal = (8.160

kggal,sumbu tungbeban )4 ............................. (5.1)

Esumbu ganda = 0,086 (8.160

kgganda,sumbu beban )4 ..................... (5.2)

Tabel 5.1 Perbedaan Antara Metode AASHTO 1972 Dan SNI 1732-1989-F

No AASHTO 1972 SNI 1732-1989-F

1 Terminal serviceability index

adalah 2,0 atau 2,5.

Indeks Permukaan Akhir terdiri dari

1; 1,5; 2,0; dan 2,5.

2

Initial serviceability index adalah

4,2; karena lapis permukaan

dibuat dari beton aspal.

Indeks Permukaan awal terdiri dari ≤

2,4; 2,5- 2,9; 3,0 – 3,4; 3,5 – 3,9;

dan ≥ 4,0; akibat berbagai jenis lapis

permukaan yang dapat dipilih.

3

Angka ekivalen ditentukan

merupakan variabel dalam

beban sumbu, konfigurasi

sumbu, SN, pt. Angka ekivalen

AASHTO 1972 = AASHTO 1993

Angka ekivalen ditentukan

berdasarkan variabel dalam beban

dan konfigurasi sumbu.

4 SN dinyatakan dalam inci ITP dinyatakan dalam cm

5

Nomogram ada dua dan

disiapkan untuk umur rencana

20 tahun

Nomogram ada sembilan dan

disiapkan untuk umur rencana 10

tahun, walaupun disediakan Faktor

Penyesuaian (FP).

Page 153: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

143

Metode SNI 1732-1989-F tidak membedakan angka ekivalen sumbu

tunggal roda tunggal dengan sumbu tunggal roda ganda. Di samping

itu pada Metode SNI 1732-1989-F tidak terdapat rumus untuk

menentukan angka ekivalen sumbu tripel. Penentuan angka ekivalen

untuk sumbu tunggal roda tunggal dan sumbu tripel dapat digunakan

rumus yang ada pada Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Perkerasan Lentur No. Pd.T-05-2005-B seperti pada Bab 7.

E setiap jenis kendaraan merupakan jumlah dari nilai E untuk setiap

sumbu yang dimilikinya. E kendaraan dihitung dengan memperhatikan

fluktuasi beban kendaraan. Perhitungan seperti contoh pada Tabel 4.9.

2. LHR dihitung di awal umur rencana dengan menggunakan Rumus 5.3

untuk masing-masing kelompok jenis kendaraan

LHR awal umur rencana = (1+a)n. LHRs ............................... (5.3)

dengan:

LHRs = LHR hasil pengumpulan data

a = faktor pertumbuhan lalu lintas dari saat pengumpulan data

sampai awal umur rencana, persen/tahun

n = lama waktu dari saat pengumpulan data sampai awal umur

rencana, tahun.

3. Faktor distribusi kendaraan pada lajur rencana ditentukan berda-

sarkan jumlah lajur perkerasan jalan. Jika ruas jalan tidak memiliki

batas lajur, atau hanya diketahui lebar jalur saja, maka Tabel 5.2

dapat dipergunakan sebagai acuan.

Page 154: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

144

Tabel 5.2 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Jalur

Lebar jalur (L) ,m Jumlah lajur

L < 5,5 m 1 lajur

5,5m < L < 8,25 m 2 lajur

8,25m < L < 11,25 m 3 lajur

11,25m < L < 15,00 m 4 lajur

15,00m < L < 18,75 m 5 lajur

18,75m < L < 22,00 m 6 lajur

Sumber: SNI-1732-1989 Faktor distribusi kendaraan ke lajur rencana dapat ditentukan melalui

analisis hasil pengumpulan data volume lalulintas. Jika tak dimiliki

data tentang distribusi kendaraan ke lajur rencana dari hasil

pengumpulan data, maka koefisien distribusi kendaraan (C) pada

Tabel 5.3 dapat digunakan sebagai acuan. Namun demikian, Tabel

5.3 tidak sesuai jika dipergunakan untuk jalan tol. Distribusi

kendaraan pada jalan tol antar kota berbeda dengan jalan tol dalam

kota, karena kendaraan di jalan tol antar kota pada umumnya

menggunakan lajur kiri, kecuali untuk posisi menyalip kendaraan lain.

Oleh karena itu khusus untuk jalan tol sebaiknya menggunakan data

yang diperoleh dari survei di jalan tol sejenis.

4. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) sebagai lintas ekivalen di awal umur

rencana dihitung dengan menggunakan Rumus 5.4.

Page 155: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

145

Tabel 5.3 Koefisien Distribusi ke Lajur Rencana

Kendaraan ringan* Kendaraan berat** Jumlah lajur

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00

2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50

3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475

4 lajur 0,30 0,45

5 lajur 0,25 0,425

6 lajur 0,20 0,40

* berat total < 5 ton, misalnya sedan, pick up ** berat total > 5 ton, misalnya bus, truk, traktor, trailer, dan lain-

lain

Sumber: SNI-1732-1989

LEP = ∑=

=

ni

1iiLHR x Ei x Ci ......................................................... (5.4)

atau

LEP = ∑=

=

ni

1iiLHRT x Ei x Ci ......................................................... (5.5)

dengan :

LEP = Lintas ekivalen di awal umur rencana, lss/hari/lajur

rencana

LHRi = LHR jenis kendaraan i di awal umur rencana,

ditentukan dengan menggunakan Rumus 5.3.

LHRTi = LHRT jenis kendaraan i di awal umur rencana

Ei = angka ekivalen untuk jenis kendaraan i

Ci = koefisien distribusi jenis kendaraan i

Page 156: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

146

5. Hitunglah Lintas Ekivalen Akhir (LEA) sebagai lintas ekivalen di akhir

umur rencana dengan menggunakan Rumus 5.6.

LEA = LEP (1+i)UR .......................................................................... (5.6)

dengan:

LEA = Lintas ekivalen di akhir umur rencana,

lss/hari/lajur rencana

LEP = Lintas Ekivalen di awal umur rencana

i = faktor pertumbuhan lalu lintas, %/tahun

UR = umur rencana, tahun

6. Hitunglah Lintas Ekivalen Rencana (LER) sebagai lintas ekivalen

rencana dengan menggunakan Rumus 5.7.

LER = )2

LEALEP( +x FP ...................................... (5.7)

dengan:

LER = Lintas Ekivalen Rencana

FP = Faktor Penyesuaian Untuk Umur Rencana

= UR/10

UR = Umur Rencana, tahun

5.2 Daya Dukung Tanah Dasar Berdasarkan SNI 1732-1989-F

Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan parameter Daya Dukung

Tanah Dasar (DDT) yang merupakan korelasi dari nilai CBR. Nilai CBR

yang dipergunakan untuk menentukan DDT adalah CBR yang merupakan

nilai wakil untuk satu segmen jalan. Uraian tentang hal ini dapat dibaca

dalam Bab 3.2.3. DDT dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar

5.1, Rumus 5.8 atau Tabel 5.4.

Page 157: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

147

Rumus korelasi antara nilai CBR dengan DDT adalah:

DDT = 4,3 log CBR + 1,7 .................................... (5.8)

dengan:

DDT = Daya Dukung Tanah Dasar

CBR = CBR segmen, baca juga Bab 3.2.3

Skala DDT pada Gambar 5.1 adalah skala linier, sedangkan skala CBR

menggunakan skala logaritma.

Tabel 5.4. Korelasi antara CBR dan DDT

CBR DDT

3 3,75

4 4,29

5 4,71

6 5,05

7 5,33

8 5,58

9 5,80

10 6,00

20 7,29

30 8,05

40 8,59

50 9,01

60 9,35

70 9,63

80 9,88

90 10,10

100 10,30

0 0

1

2

3 4 5 10

20

30 40 50 100

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

DDT CBR

Gambar 5.1 Penentuan nilai DDT

Page 158: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

148

5.3 Parameter Penunjuk Kondisi Lingkungan Sesuai SNI 1732-1989-F

Kondisi lingkungan di lokasi ruas jalan mempengaruhi kinerja struktur

perkerasan selama masa pelayanan jalan. Parameter penunjuk kondisi

lingkungan sesuai metode SNI 1732-1989-F adalah Faktor Regional (FR).

Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kinerja perkerasan jalan seperti

curah hujan dan iklim tropis, elevasi muka air tanah, kelandaian muka

jalan, fasilitas dan kondisi drainase, dan banyaknya kendaraan berat.

Nilai FR memiliki rentang antara 0,5 dan 4 seperti pada Tabel 5.5.

Berdasarkan pertimbangan teknis perencana dapat menambah nilai FR,

sesuai catatan kaki pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Faktor Regional

Kelandaian I (<6%)

Kelandaian II (6-10%)

Kelandaian III (>10%)

kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat Curah hujan

≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%

Iklim I < 900 mm/thn

0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5

Iklim II ≥ 900 mm/thn

1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Catatan: pada bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m),

FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa, FR ditambah dengan 1,0

Sumber: SNI 1732-1989-F

5.4 Indeks Permukaan Sesuai SNI 1732-1989-F

Tebal perkerasan yang dibutuhkan dipengaruhi oleh nilai kinerja struktur

perkerasan yang diharapkan pada saat jalan dibuka untuk melayani arus

Page 159: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

149

lalu lintas selama umur rencana, dan kondisi kinerja perkerasan diakhir

umur rencana. Kinerja struktur perkerasan dinyatakan dengan Indeks

Permukaan (IP) yang memiliki pengertian sama dengan serviceability

index (baca juga Bab 3.5 dan Bab 4.3).

IP di awal umur rencana atau awal masa pelayanan jalan (IP0) ditentukan

dari jenis perkerasan yang dipergunakan untuk lapis permukaan seperti

pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0) Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness* (mm/km)

Laston ≥ 4 ≤ 1000

3,9 – 3,5 > 1000

Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

Burda 3,9 – 3,5 < 2000

Burtu 3,4 – 3,0 < 2000

Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3000

2,9 – 2,5 > 3000

Latasbum 2,9 – 2,5

Buras 2,9 – 2,5

Latasir 2,9 – 2,5

Jalan tanah ≤ 2,4

Jalan kerikil ≤ 2,4

* Alat roughometer yang digunakan adalah roughometer NAASRA, yang dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 Station Wagen, dengan kecepatan kendaraan ± 32 km/jam

Sumber: SNI 1732-1989-F

Page 160: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

150

IP di akhir umur rencana yang diharapkan (IPt) ditentukan berdasarkan

fungsi jalan dan LER seperti pada Tabel 5.7.

Kinerja perkerasan jalan diakhir umur rencana seperti pada Tabel 5.7

digambarkan sebagai kondisi seperti pada Tabel 5.8

Tabel 5.7 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Fungsi Jalan LER lss/hari/lajur

rencana Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Sumber: SNI-1732-1989

Tabel 5.8 Kinerja struktur Perkerasan Jalan Di Akhir Umur Rencana

IPt Kinerja struktur perkerasan

1,0 Permukaan jalan dalam keadaan rusak berat, sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

1,5 Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak putus)

2,0 Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap

2,5 Permukaan jalan masih cukup stabil dan baik

> 2,5 Permukaan jalan masih stabil dan baik

Sumber: CER:04

Page 161: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

151

5.5 Rumus Dasar Metode SNI 1732-1989-F

Rumus dasar Metode SNI 1732-1989-F mengacu kepada rumus

AASHTO’72 seperti Rumus 4.1 pada Bab 4, namun dimodifikasi untuk

Indonesia. Dengan demikian bentuk Rumus 4.1 diubah untuk Metode SNI

1732-1989-F menjadi seperti pada Rumus 5.9.

log (LERx 3650) = 9,36 log (2,54ITP

+ 1) – 0,20 +

5,19

t

1) 2,54ITP(

1094 0,40

G

++

+

log(FR1

)+ 0,372 (DDT – 3,0) ............................. (5.9)

dengan:

LER = Lintas Ekivalen Rencana,

dinyatakan dalam lss/hari/lajur rencana

3650 = jumlah hari dalam 10 tahun (karena nomogram

disediakan untuk umur rencana 10 tahun)

ITP = Indeks Tebal Perkerasan untuk keadaan lingkungan dan

daya dukung sesuai lokasi jalan dan Indeks Permukaan di

akhir umur rencana (nama ITP berasal dari thickness

index versi AASHTO pra ’72)

DDT = Daya Dukung Tanah Dasar

FR = Faktor Regional

Gt = log 1,5)(4,2

)IP(IP to

−−

Page 162: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

152

Secara grafis Rumus 5.9 digambarkan dalam bentuk nomogram.

Indonesia memiliki berbagai nilai IP0 dan IPt, maka nomogram yang

dihasilkan dari Rumus 5.9 ada 9 buah, berdasarkan nilai IP0 dan IPt

seperti pada Gambar 5.2 sampai dengan Gambar 5.11. Dengan

menggunakan nomogram tersebut, diperoleh Indeks Tebal Perkerasan

( ITP ) Jalan.

Indeks Tebal Perkerasan ( ITP )

ITP adalah angka yang menunjukkan nilai struktural perkerasan jalan

yang terdiri dari beberapa lapisan dengan mutu yang berbeda. Oleh

karena itu untuk menentukan ITP diperlukan koefisien relatif sehingga

tebal perkerasan setiap lapisan setelah dikalikan dengan koefisien relatif

dapat dijumlahkan. Jadi ITP dihitung seperti pada Rumus 5.10.

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 ................................ .............. (5.10)

dengan:

ITP = Indeks Tebal Perkerasan

a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan

a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi

a3 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah

D1 = tebal lapis permukaan

D2 = tebal lapis pondasi

D3 = tebal lapis pondasi bawah

Page 163: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

153

Gam

bar

5.2

Nom

ogra

m u

ntuk

IP t

= 2

,5 d

an I

P o =

≥ 4

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1DD

T

1 2

3

10.0

005.

000

1.00

050

0

100 50 1

0.5

LE

R

15ITP

14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3

FR

5.0

2.0

1.0

0.5

3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15 IT

P

Nom

o gra

m 1

10 5

Page 164: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

154

Gam

bar 5.3 Nom

ogram untuk IP

t = 2,5 dan IP

o = 3,9 – 3,5

10987654321 DD

T 1

23

10.0005.000

1.000500

1005010510.5

LE

R

15 ITP

14131211109876543

FR

5.0

2.01.00.5

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ITP

Nom

ogram 2

Page 165: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

155

Gam

bar

5.4

Nom

ogra

m u

ntuk

IP t

= 2

,0 d

an I

P o =

≥ 4

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 DD

T

1 2

3

10.0

005.

000

1.00

050

0

100 50 10 5 1

0.5L

ER

15ITP

14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3

FR

5.0

2.0

1.0

0.5

3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15 IT

P

Nom

ogra

m 3

Page 166: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

156

Gam

bar 5.5 Nom

ogram untuk IP

t = 2,0 dan IP

o = 3,9 – 3,5

10987654321 DD

T 1

23

10.0005.000

1.000500

1005010510.5 L

ER

15 ITP

14131211109876543

FR

5.0

2.01.00.5

3456789101112131415 ITP

Nom

ogram 4

Page 167: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

157

Gam

bar

5.6

Nom

ogra

m u

ntuk

IP t

= 1

,5 d

an I

P o =

3,9

– 3

,5

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 DD

T

1 2

3

10.0

005.

000

1.00

050

0

100 50 10 5 1

0.5L

ER

15ITP

14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3

FR

5.0

2.0

1.0

0.5

3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15 IT

P

Nom

ogra

m 5

Page 168: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

158

Gam

bar 5.7 Nom

ogram untuk IP

t = 1,5 dan IP

o = 3,4 – 3,0

10987654321 DD

T 1

23

10.0005.000

1.000500

1005010510.5 L

ER

15 ITP

14131211109876543

FR

5.0

2.01.00.5

3456789101112131415 ITP

Nom

ogram 6

Page 169: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

159

Gam

bar

5.8

Nom

ogra

m u

ntuk

IP t

= 1

,5 d

an I

P o =

2,9

– 2

,5

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 DD

T

1 2

3

10.0

005.

000

1.00

050

0

100 50 10 5 1

0.5L

ER

15ITP

14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3

FR

5.0

2.0

1.0

0.5

3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15 IT

P

Nom

ogra

m 7

Page 170: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

160

Gam

bar 5.9 Nom

ogram untuk IP

t = 1,0 dan IP

o = 2,9 – 2,5

10987654321 DD

T 1

23

10.0005.000

1.000500

1005010510.5 L

ER

15 ITP

14131211109876543

FR

5.0

2.01.00.5

3456789101112131415 ITP

Nom

ogram 8

Page 171: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

161

Gam

bar

5.10

Nom

ogra

m u

ntuk

IP t

= 1

,0 d

an I

P o =

≥ 2

,4

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 DD

T

1 2

3

10.0

005.

000

1.00

050

0

100 50 10 5 1

0.5L

ER

15ITP

14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3

FR

5.0

2.0

1.0

0.5

3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15 IT

P

Nom

ogra

m 9

Page 172: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

162

Koefisien kekuatan relatif ditentukan dari fungsi dan mutu perkerasan

yang ditentukan melalui nilai stabilitas Marshall (MS), kuat tekan (Kt),

atau CBR. Tabel 5.9 menunjukkan nilai koefisien relatif untuk berbagai

jenis perkerasan yang digunakan sesuai dengan SNI 1732-1989-F.

Cement Treated Base (CTB) sering juga digunakan sebagai lapis pondasi

walaupun tidak terdapat pada Tabel yang diberikan pada SNI 1732-

1989-F.

Koefisien relatif untuk CTB sesuai dengan kuat tekannya adalah sebagai

berikut[CER:04]:

a. CTB dengan kuat tekan > 45 kg/cm2, a2 = 0,23

b. CTB dengan kuat tekan 28 - 45 kg/cm2, a2 = 0,20

c. CTB dengan kuat tekan < 28 kg/cm2, a2 = 0,15

5.6 Tebal Minimum Lapis Perkerasan

AASHO 1972 membatasi tebal minimal setiap lapisan berdasarkan mutu

perkerasan setiap lapis dan beban lalu lintas seperti Gambar 4.3,

sedangkan SNI 1732-1989-F menentukan tebal minimal berdasarkan ITP

dan jenis perkerasan setiap lapisan seperti pada Tabel 5.10.

5.7 Konstruksi Bertahap

Konstruksi bertahap adalah pelaksanaan struktur perkerasan dimana lapis

permukaan tidak dilaksanakan sekaligus setebal yang dibutuhkan untuk

melayani lalulintas selama umur rencana, tetapi melalui 2 tahap.

Pelaksanaan lapis tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis pondasi

dilakukan sekaligus setebal yang dibutuhkan selama umur rencana.

Page 173: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

163

Tabel 5.9 Koefisien Kekuatan Relatif

Kekuatan bahan Koefisien Kekuatan Relatif

a1 a2 a3 MS (kg)

Kt (kg/cm3

)

CBR (%)

Jenis perkerasan

0,40 744 0,35 590 0,32 454 0,30 340

Laston

0,35 744 0,31 590 0,28 454 0,26 340

Lasbutag

0,30 340 HRA 0,26 340 Penetrasi makadam 0,25 Lapen (mekanis) 0,20 Lapen (manual)

0,28 590 0,26 454 0,24 340

Laston atas

0,23 Lapen (mekanis) 0,19 Lapen (manual) 0,15 22 0,13 18

Stabilisasi dengan semen

0,15 22 0,13 18

Stabilisasi dengan kapur

0,14 100 Batu pecah (kelas A) 0,13 80 Batu pecah (kelas B) 0,12 60 Batu pecah (kelas C) 0,13 70 Sirtu/pitrun (kelas A) 0,12 50 Sirtu/pitrun (kelas B) 0,11 30 Sirtu/pitrun (kelas C) 0,10 20 Tanah/lempung

kepasiran Catatan: Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7.

Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.

Sumber: SNI-1732-1989

Page 174: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

164

Tabel 5.10 Tebal Minimum Lapis Perkerasan

ITP Tebal

minimum (cm)

Jenis perkerasan

Lapis Permukaan

< 3,00 Lapis pelindung: Buras, Burtu/Burda

3,00 – 6,70 5 Lapen/penetrasi makadam, HRA, lasbutag, laston

6,71 – 7,49 7,5 Lapen/penetrasi makadam, HRA, lasbutag, laston

7,50 – 9,99 7,5 lasbutag, laston

>> 10,00 10 Laston

Lapis Pondasi

< 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen. Stabilitas tanah dengan kapur

3,00 – 7,49 20

10

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen. Stabilitas tanah dengan kapur. Laston atas

7,50 – 9,99 20*

15

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen. Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam. Laston atas

10,00 – 12,24 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen. Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam, lapen, laston atas.

>> 12,25 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen. Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam, lapen, laston atas.

Lapis Pondasi Bawah Tebal minimal adalah 10 cm * batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm, jika untuk pondasi bawah

digunakan material berbutir kasar.

Sumber: SNI-1732-1989

Page 175: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

165

Gambar 5.11 mengilustrasikan perbedaan antara konstruksi tidak

bertahap dengan bertahap, yang perbedaannya ada pada waktu pelaksa-

naan untuk lapis permukaan. Pada konstruksi tidak bertahap D1 dilaksa-

nakan sekaligus untuk kebutuhan selama umur rencana seperti yang

diperoleh dengan menggunakan Rumus 5.10. Lapis permukaan pada

konstruksi bertahap dilaksanakan secara bertahap yaitu pertama kali

dilaksanakan dulu setebal Da yang digunakan selama n1 tahun dan

setelah itu dilaksanakan tahap kedua setebal Db untuk digunakan selama

n2 tahun.

Dengan demikian:

1. n1 + n2 = UR

2. Da + Db tidak sama dengan D1

3. Da + Db lebih tebal dari D1

4. Pada akhir n1 kinerja struktur perkerasan belum mencapai nilai IPt

sesuai n1, namun masih memiliki nilai pelayanan sisa.

Db D1 Lapis permukaan Da D2 Lapis pondasi D2

D3 Lapis pondasi bawah D3

Lapis tanah dasar a. konstruksi tidak bertahap b. Konstruksi bertahap

Gambar 5.11 Perbedaan konstruksi tidak bertahap dengan bertahap

Page 176: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

166

Keuntungan melaksanakan konstruksi perkerasan jalan secara bertahap

adalah:

1. Biaya pelaksanaan dapat disediakan bertahap.

2. Penyesuaian desain akibat terjadinya beban lalu lintas yang berbeda

dengan perkiraan pada tahap desain dapat dilakukan pada tahap

kedua.

3. Perbaikan akibat adanya kelemahan setempat pada pelaksanaan

dapat diperbaiki terlebih dahulu sebelum tahap kedua dilaksanakan.

Kerugian melaksanakan konstruksi perkerasan jalan secara bertahap

adalah:

1. Biaya pelaksanaan secara keseluruhan menjadi lebih mahal karena

total tebal perkerasan bertambah.

2. Selama masa pelaksanaan tahap kedua akan mengganggu arus lalu

lintas.

3. Beberapa utilitas jalan terganggu dan menambah biaya pelaksanaan.

Masa pelayanan n1 umumnya dipilih antara 25 – 50% masa pelayanan

total, dengan demikian penentuan besarnya 1ITP didasarkan pada LER1

untuk masa pelayanan tahap pertama. Nomogram yang digunakan sama

dengan nomogram pada konstruksi tidak bertahap tetapi LER yang

digunakan dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi nilai LER dilakukan

berdasarkan asumsi bahwa lapis permukaan tahap kedua dilaksanakan

jika umur sisa dari lapis perkerasan tahap pertama mencapai nilai 40%.

Tahap pertama:

a. Jika umur sisa perkerasan diakhir tahap pertama adalah 0%, maka

1ITP dihitung berdasarkan nilai LER1. 1ITP adalah ITP tahap

Page 177: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

167

pertama, sedangkan LER1 adalah LER selama umur rencana tahap

pertama.

b. Jika umur sisa perkerasan diakhir tahap pertama adalah 40%, maka

1ITP harus lebih besar dari nilai 1ITP untuk sisa umur rencana 0%.

Ini berarti untuk memikul beban yang sama yaitu LER1 tebal

perkerasan harus dibuat lebih tebal agar umur sisa perkerasan masih

40%. Untuk mendapatkan nilai 1ITP dari nomogram atau rumus

yang sama, maka LER1 harus dimodifikasi.

LER1 + (0,40x) LER1 = x LER1, sehingga diperoleh x =1,67.

Jadi, 1ITP pada konstruksi bertahap dimana diharapkan pada akhir

tahap 1 masih tersisa umur rencana 40%, diperoleh dengan meng-

gunakan nomogram yang tersedia, tetapi LER yang digunakan harus

dikalikan dengan 1,67 menjadi 1,67 LER1.

Tahap kedua:

a. 21ITP + adalah ITP selama umur rencana yaitu jumlah tahun tahap

pertama dan kedua. Jika perencanaan dilakukan sekaligus selama

umur rencana, maka 21ITP + ditentukan berdasarkan LER.

Karena pelaksanaan dilakukan bertahap maka LER1 adalah LER

selama umur rencana tahap pertama dan LER2 adalah LER selama

umur rencana tahap kedua.

Tahap pertama, LER1, n1 tahun Tahap kedua, LER2, n2 tahun n1 + n2 = umur rencana

Page 178: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

168

b. Jika umur 21ITP + ditentukan berdasarkan nilai LER2, maka LER2 harus

dimodifikasi agar mencakup penggunaan selama tahap kedua dan

tahap pertama yang memiliki sisa umur rencana sebanyak 40%.

(0,60 y) LER2 + LER2 = y LER2 , sehingga diperoleh y = 2,50.

Ini berarti 21ITP + yaitu ITP pada tahap pertama dan kedua, pada

konstruksi bertahap dimana diharapkan pada akhir tahap 1 masih

tersisa umur rencana 40%, diperoleh dengan menggunakan

nomogram yang tersedia, tetapi LER yang digunakan harus dikalikan

dengan 2,5 menjadi 2,5 LER2.

5.8 Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan Metode SNI 1732-1989-F

Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan sesuai Metode SNI 1732-

1989-F seperti pada Gambar 5.12 adalah sebagai berikut:

1. Tentukan apakah konstruksi perkerasan akan dilaksanakan bertahap

atau tidak bertahap. Jika dilaksanakan bertahap tentukan masa

pelayanan tahap pertama dan kedua.

2. Tentukan beban lalu lintas pada lajur rencana (LER) seperti dije-

laskan pada Bab 5.1. Jika konstruksi perkerasan dilaksanakan secara

bertahap, maka beban lalu lintas dihitung sebagai LER1 dan LER2

seperti yang diuraikan pada Bab 5.7.

3. Tentukan daya dukung tanah dasar (DDT) seperti diuraikan pada Bab

5.2.

4. Tentukan FR seperti diuraikan pada Bab 5.3.

5. Tentukan Indeks Permukaan awal dan akhir umur rencana seperti

diuraikan pada Bab 5.4.

Page 179: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

169

Gambar 5.12 Bagan alir perencanaan tebal perkerasan SNI 1732-1989-F

Mulai

Input parameterperencanaan

Kekuatan tanah dasar Daya Dukung Tanah Dasar

(DDT)

Faktor Regional (FR) Intensitas curah hujan Kelandaian jalan % kendaraan berat Pertimbangan Teknis

Beban lalu lintas LER pada lajur rencana

Konstruksi bertahap atau tidak dan pentahapannya

Indeks Permukaan awal IPo akhir IPt

Jenis lapisan perkerasan

Koefisien kekuatan relatif

Tentukan tebal lapis perkerasan

Tentukan ITP1 tahap 1

Tentukan ITP selama UR

Tentukan ITP1+2 untuk tahap 1 dan tahap 2

Konstruksi bertahap

Ya

selesai

Page 180: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

170

6. Tentukan ITP untuk konstruksi tidak bertahap atau 1ITP dan

21ITP + untuk konstruksi bertahap.

7. Tentukan tebal lapis permukaan (D1) atau Da dan Db untuk konstruksi

bertahap, lapis pondasi (D2), lapis pondasi bawah (D3) seperti

diuraikan pada Bab 5.6 sampai dengan Bab 5.8.

Sebaiknya tebal perkerasan direncanakan untuk beberapa variasi jenis

dan tebal lapis perkerasan, lalu dianalisis tentang biaya konstruksi,

kesukaran dalam pelaksanaan dan pemeliharaan, untuk akhirnya di-

putuskan hasil perencanaan yang optimal.

Page 181: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B

171

BAB 6 Perencanaan Tebal Perkerasan

Metode Pt T-01-2002-B

Metode Pt T-01-2002-B mengacu kepada metode AASHO 1993 seperti

yang telah diuraikan pada Bab 4.3. Bagan alir perencanaan tebal

perkerasan seperti pada Gambar 6.1 sama dengan bagan alir untuk

perencanaan tebal perkerasan mengikuti metode AASHTO 1993.

Hampir keseluruhan tabel yang digunakan pada Metode Pt T-01-2002-B

merupakan adopsi identik dengan metode AASHTO 1993. Pada Bab 6 ini

penggunaan tabel pada Metode Pt T-01-2002-B yang sesuai dengan

tabel pada Metode AASHTO 1993, akan dirujuk langsung kepada Tabel

pada Bab 4. Di samping hal tersebut ada pula tabel yang digunakan pada

Metode SNI 1732-1989-F, digunakan juga pada Metode Pt T-01-2002-B.

Guna pemahaman yang komprehensif tentang metode ini sebaiknya

dibaca juga Bab 4.3.

6.1 Langkah-langkah Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan

Metode Pt T-01-2002-B

Beban lalulintas berdasarkan Metode Pt T-01-2002-B dinyatakan dalam

kumulatif lintas sumbu standar selama umur rencana (W18 pada Bab 4.3).

Page 182: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

172

Asumsi Structural

Number (SN)

Angka Ekivalen (E)

ESAL

Perhitungan Nilai SN

D1 , D

2 , D3

Tebal perkerasan minimum

Dmin

SN hasil hitung = SN asumsi

- Standar Normal Deviate (ZR )

- Standar Deviation (S0 )

Modulus Resilient (MR )

- Indeks Permukaan Akhir IP0

- Indeks Permukaan Akhir IPt

Reliabilitas (R)

Indeks permukaan (IP)

CBR

Repetisi beban lalu lintas

Koefisien drainase (m)

Koefisien kekuatan relatif lapisan (a)

- Umur rencana - Faktor distribusi arah (D

A ) - Faktor distribusi Lajur (D

L ) - Pertumbuhan Lalu lintas (i) - LHR pada tahun dibuka - Beban & Konfigurasi Sumbu

Tidak

Ya

Gam

bar 6.1 Bagan Alir Metode Pt T-01-2002-B

Page 183: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B

173

Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan berdasarkan Metode

Pt T-01-2002-B adalah sebagai berikut:

1. Tentukan Indeks Permukaan awal (IPo) dengan menggunakan Tabel

6.1 khusus untuk lapis permukaan laston, lasbutag, dan lapen. Tabel

ini sama dengan Tabel 5.6 untuk jenis lapis permukaan yang terbatas.

Tabel 6.1 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0) Jenis Lapis

Permukaan IP0 Roughness* (IRI,

m/km) Laston ≥ 4 ≤ 1,0

3,9 – 3,5 > 1,0

Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2,0

3,4 – 3,0 > 2,0

Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3,0

2,9 – 2,5 > 3,0 *) Alat Pengukur ketidakrataan yang dipergunakan dapat berupa

roughometer NAASRA, Bump Integrator, dll. Sumber: Pt T-01-2002-B

2. Tentukan Indeks Permukaan akhir (IPt) dengan menggunakan Tabel

6.2 ini sama dengan Tabel 5.7, tetapi tidak mencantumkan LER.

Tabel 6.2 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Fungsi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

- 2,0 – 2,5 2,5 2,5 Sumber: Pt T-01-2002-B

Page 184: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

174

Untuk pererencanaan tebal lapis perkerasan jalan tol sebaiknya

menggunakan IPt = 3. IPt yang disediakan oleh metode ini berbeda

dengan yang disediakan oleh Metode AASHTO 1993, karena IPt pada

Metode AASHTO 1993 hanya memiliki 3 nilai yaitu 2, 2,5 dan 3.

3. Asumsikan nilai SN untuk digunakan menentukan angka ekivalen.

4. Tentukan angka ekivalen setiap jenis kendaraan dengan terlebih

dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu. Rumus

untuk menghitung angka ekivalen sumbu tunggal roda tunggal seperti

pada Rumus 6.1.

Esumbu tunggal roda tunggal = (kN53

kNgal,sumbu tungbeban )4 ................. (6.1)

Angka ekivalen untuk konfigurasi sumbu lainnya ditentukan dengan

mempergunakan tabel seperti pada Tabel di Lampiran 1. Tabel ini

sama dengan tabel yang diberikan oleh AASHTO 1993, sehingga tabel

yang tersedia hanya untuk IPt 2; 2,5 atau 3. Tidak ada tabel yang

tersedia untuk IPt = 1,5 dan 1. Rumus 4.4 dan Rumus 4.5 tak

dianjurkan untuk digunakan karena rumus ini berasal dari rumus

empiris yang berlaku pada kondisi IPo = 4,2 dan IPt = 3, 2,5; atau 2.

Oleh karena itu metode ini disarankan hanya digunakan sesuai

batasan yang diberikan oleh AASHTO 1993 saja.

5. Tentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang

tersedia dalam 2 arah. DA berkisar antara 0,3 – 0,7. Untuk perenca-

naan umumnya DA diambil sama dengan 0,5 kecuali pada kasus

khusus dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu

atau pada kasus dimana diperoleh data volume lalulintas untuk

masing-masing arah.

Page 185: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B

175

6. Tentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi ke lajur

rencana.

Tabel 6.3 menunjukkan faktor distribusi lajur (DL) yang diberikan

oleh Pt T-01-2002-B. Tabel ini sama dengan Tabel yang diberikan

oleh AASHTO 1993.

Tabel 6.3 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur per arah Persen sumbu standar dalam lajur rencana

1 100

2 80 100

3 60 – 80

4 50 - 75 Sumber: Pt T-01-2002-B dan AASHTO 1993

7. Hitunglah Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (W18) seperti pada

Rumus 4.8 atau 4.9. Nilai N dapat dilihat pada Tabel 4.10.

8. Reliabilitas seperti telah dijelaskan pada Bab 4.3.2, besarnya

ditentukan berdasarkan Tabel 4.12. So dan ZR ditentukan dengan

menggunakan Tabel 4.11 sesuai reliabilitas yang dipilih.

9. Tentukan MR tanah dasar dengan menggunakan Rumus 3.18,

CBRsegmen ditentukan seperti diuraikan pada Bab 3.2.3.

10. Tentukan nilai SN dalam inci dengan menggunakan nomogram pada

Gambar 4.7 atau Rumus 4.13.

11. SN yang diperoleh pada Butir 10 harus sama dengan yang di-

asumsikan pada Butir 3. Jika SN yang diperoleh tidak sama dengan

SN yang diasumsikan, maka langkah diulang kembali mulai dari Butir

3 sampai ditemukan SN hasil hitungan = SN asumsi.

Page 186: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

176

12. Tentukan koefisien drainase lapis pondasi dan lapis pondasi bawah

dengan menggunakan Tabel 4.13. dan Tabel 4.14.

13. Tentukan tebal minimum masing-masing lapisan perkerasan dengan

menggunakan Rumus 4.17 sampai dengan Rumus 4.22 dan Tabel

4.15.

14. Tentukan tebal setiap lapis dengan menggunakan Rumus 4.14.

Koefisien kekuatan relatif menggunakan Gambar 4.8 sampai dengan

Gambar 4.10 atau Rumus 4.15 dan Rumus 4.16. Tebal yang

diperoleh memiliki satuan inci, sehingga perlu diubah kesatuan cm

dan memperhatikan tebal minimum yang mungkin dapat

dilaksanakan untuk setiap jenis lapis perkerasan yang dipilih.

15. Analisis biaya yang dibutuhkan untuk konstruksi struktur perkerasan

dengan membandingkan berbagai kombinasi lapis perkerasan yang

dipilih sehingga akhirnya diperoleh desain akhir.

6.2 Konstruksi Bertahap Sesuai Metode Pt T-01-2002-B

Konstruksi bertahap sesuai metode Pt T-01-2002-B dilakukan dengan

alasan yang sama dengan yang dikemukakan pada Bab 5.7. Tahap

pertama diambil lebih pendek dari tahap kedua yaitu 25% - 50% dari

umur rencana total. Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan

bertahap sama dengan tanpa bertahap, hanya saja reliabilitas yang

digunakan untuk konstruksi bertahap dihitung dengan Rumus 6.2

Rbertahap = (Rseluruh)1/n ...................................... (6.2)

dengan:

Rbertahap = reliabilitas masing-masing tahapan

Rseluruh = reliabilitas keseluruhan tahapan

n = jumlah tahapan selama umur rencana

Page 187: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B

177

6.3 Tinjauan Metode Pt T-01-2002-B Terhadap

Metode AASHTO 1993

Metode Pt T-01-2002-B merupakan metode yang identik dengan metode

AASHTO 1993, walaupun terdapat beberapa hal yang kurang sesuai

untuk digunakan di Indonesia. Tabel 6.4 menunjukkan perbedaan utama

antara Metode Pt T-01-2002-B dan AASHTO 1993.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada Metode Pt T-01-2002-B

adalah:

1. Penggunaan satuan yang tak lazim digunakan di Indonesia yaitu

satuan imperial. Tebal lapis perkerasan dinyatakan dalam satuan inci.

2. Jenis lapis permukaan yang dipilih dapat bukan beton aspal,

sehingga IP0 memiliki variasi nilai. Rumus empiris yang dihasilkan

oleh AASHTO 1993 hanya untuk lapis beton aspal.

3. Kinerja perkerasan jalan di akhir umur rencana (IPt) sesuai AASHTO

1993 hanya terdiri dari 3 nilai yaitu 2; 2,5; dan 3; sedangkan IPt pada

Metode Pt T-01-2002-B ada yang kurang dari 2. Tabel angka ekivalen

yang disediakan tidak ada untuk nilai IPt kurang dari 2. Rumus 4.4

dan 4.5 yang dipergunakan untuk menghitung angka ekivalen seperti

pada tabel Lampiran 1 tidak dapat digunakan untuk menghitung

angka ekivalen dengan IPt kurang dari 2.

4. Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan MR sebagai hasil dari

pengujian sesuai AASHTO T274. Nilai MR diperoleh dengan memper-

hatikan kondisi muka air tanah dan untuk perencanaan digunakan MR

efektif.

5. Untuk nilai CBR kurang dari 10%, kedua metode memberikan

korelasi MR dengan nilai CBR.

Page 188: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

178

6. Koefisien kekuatan relatif ditentukan berdasarkan nilai modulus dari

setiap jenis lapis perkerasan. Untuk menyesuaikan dengan jenis lapis

perkerasan yang biasa di Indonesia disarankan untuk menggunakan

Tabel 5.9.

Tabel 6.4 Perbedaan Metode AASHTO1993 dengan PtT-01-2002-B

Keterangan AASHTO 1993 Pt T-01-2002-B

Indeks

Permukaan

Awal

po = 4,2

IPo bervariasi antara ≤ 2,4

sampai ≥ 4, sesuai dengan

jenis lapis permukaan yang

dipilih (Tabel 6.1)

Indeks

Permukaan

Akhir

pt = 2, 2,5; atau 3,0

IPt bervariasi antara 1,0; 1,5;

2,0; atau 2,5, berdasarkan

fungsi jalan (Tabel 6.2)

Disediakan dalam

bentuk tabel

Disediakan dalam bentuk

tabel, tetapi tidak ada

untuk IPt =1,5 dan 1,0.

Angka Ekivalen E sumbu tunggal tidak

dibedakan antara

sumbu tunggal roda

tunggal dengan

sumbu tunggal roda

ganda

E sumbu tunggal roda

tunggal dihitung dengan

rumus khusus.

Angka Struktural SN dalam inci SN dalam inci

Page 189: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

179

BAB 7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Struktur perkerasan jalan mengalami penurunan kinerja akibat berbagai

sebab antara lain repetisi beban lalulintas, air yang dapat berasal dari air

hujan, sistem drainase yang kurang baik, perubahan temperatur dan

intensitas curah hujan, kondisi geologi lingkungan, kondisi tanah dasar

yang kurang stabil, dan proses pelaksanaan yang kurang baik. Penurunan

kinerja struktur perkerasan tidak disebabkan hanya oleh satu faktor saja,

pada umumnya saling berkaitan yang dapat saja dimulai dari satu

penyebab.

Selama masa pelayanan struktur perkerasan mengalami penurunan

kinerja dari kinerja awal yang diharapkan yaitu sama dengan IPo, sampai

dengan kinerja akhir yaitu sama dengan IPt. Gambar 7.1 menggambarkan

penurunan kinerja tanpa adanya pemeliharaan.

Waktu penurunan kinerja dari IPo sampai dengan IPt diharapkan sama

dengan umur rencana. Namun, mutu struktur perkerasan, repetisi dan

beban lalulintas yang terjadi, kondisi lapis permukaan, dan drainase jalan

dapat mempercepat terjadinya penurunan kinerja. Jika dilakukan pemeli-

haraan secara periodik penurunan dari IPo sampai mencapai IPt terjadi

pada waktu yang lebih panjang. Gambar 7.2 menggambarkan penurunan

kinerja dengan adanya pemeliharaan.

Page 190: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

180

Gambar 7.1 Penurunan kinerja perkerasan dari IPo ke IPt

tanpa pemeliharaan

Gambar 7.2 Penurunan kinerja perkerasan dari IPo ke IPt

dengan pemeliharaan

Struktur perkerasan jalan yang telah mencapai indeks permukaan sama

dengan IPt disebut sebagai perkerasan yang telah habis masa pela-

yanannya. Peningkatan kinerja struktur perkerasan agar mampu melayani

repetisi lalulintas selama umur rencana atau masa layanan berikutnya,

Page 191: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

181

dilakukan dengan memberikan lapis tambah (overlay) tanpa atau dengan

pelebaran jalan. Kebutuhan akan pelebaran jalan ditentukan dari kemam-

puan ruang jalan melayani arus lalulintas, sedangkan pemberian lapis

tambah ditentukan dari kemampuan jalan menerima beban lalulintas.

Sebelum perencanaan tebal lapis tambah perlu dilakukan terlebih dahulu

pengumpulan data tentang kondisi struktur perkerasan jalan yang akan

diberi lapis tambah.

7.1 Survei Kondisi Perkerasan Jalan

Survei kondisi struktur perkerasan jalan terdiri dari:

1. survei kondisi permukaan jalan

2. survei kondisi struktur perkerasan jalan.

Survei kondisi permukaan jalan bertujuan untuk mengetahui tingkat

kenyamanan (rideability) permukaan jalan. Survei dibedakan atas survei

kenyamanan berkendaraan dan survei kerusakan permukaan jalan.

Survei kenyamanan berkendaraan dapat dilakukan dengan menggunakan

alat roughometer atau melakukan survei perjalanan dengan mengendarai

mobil berkecepatan tetap. Kenyamanan dikelompokkan menjadi nyaman,

kurang nyaman, dan tidak nyaman.

Survei kerusakan meliputi penilaian terhadap jenis, kualitas, dan kuantitas

kerusakan yang terjadi pada muka jalan. Kerusakan yang mungkin terjadi

antara lain retak (cracking), distorsi, cacat permukaan, pengausan, kege-

mukan (bleeding), dan atau penurunan pada bekas penanaman utilitas.

Survei kondisi struktur perkerasan jalan bertujuan untuk mengetahui

kondisi struktur perkerasan secara menyeluruh untuk memikul beban.

Page 192: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

182

Survei dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara destruktif atau

secara non destruktif.

7.1.1 Kerusakan Jalan

Sesuai Manual Pemeliharaan Jalan No: 03/MN/B/1983 kerusakan dikelom-

pokkan menjadi:

1. retak (cracking)

2. distorsi

3. cacat permukaan

4. pengausan

5. kegemukan (bleeding)

6. penurunan pada bekas penanaman utilitas.

Pada umumnya kerusakan yang terjadi merupakan gabungan dari ber-

bagai jenis kerusakan sebagai akibat dari berbagai faktor yang saling

terkait.

Retak

Retak yang terjadi pada permukaan jalan dibedakan atas:

1. retak halus (hair cracks), yaitu retak dengan lebar celah lebih kecil

atau sama dengan 3 mm. Retak rambut berkembang menjadi retak

kulit buaya.

2. retak kulit buaya (aligator cracks), yaitu retak dengan lebar celah lebih

besar dari 3 mm yang saling berangkai membentuk serangkaian kotak-

kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.

3. retak pinggir (edge cracks), yaitu retak memanjang jalan, dengan atau

tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu.

Page 193: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

183

4. retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint cracks), yaitu retak

memanjang yang terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan

jalan.

5. retak sambungan jalan (lane joint cracks), yaitu retak memanjang

yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas.

6. retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), yaitu retak me-

manjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama

dengan perkerasan pelebaran.

7. retak refleksi (reflection cracks), yaitu retak memanjang, melintang,

diagonal, atau membentuk kotak sebagai gambaran pola retakan di-

bawahnya.

8. retak susut (shrinkage cracks), yaitu retak yang saling bersambungan

membentuk kotak-kotak besar dengan sudut yang tajam, akibat per-

ubahan volume pada lapis permukaan.

9. retak slip (slippage cracks), yaitu retak yang bentuknya melengkung

seperti sabit, akibat kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dan

lapis dibawahnya.

Semua retak harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis

tambah.

Distorsi

Distorsi atau perubahan bentuk disebabkan oleh lemahnya tanah dasar

atau pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tam-

bahan pemadatan akibat beban lalulintas.

Berbagai jenis distorsi adalah:

1. alur (rutting), terjadi pada lintasan roda kendaraan yang sejajar

dengan sumbu jalan, akibat terjadinya tambahan pemadatan akibat

Page 194: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

184

beban lalulintas. Alur dapat menjadi tempat genangan air yang meng-

akibatkan timbulnya kerusakan yang lain.

2. keriting (corrugation), alur yang terjadi dalam arah melintang jalan,

akibat rendahnya stabilitas struktur perkerasan jalan.

3. sungkur (solving), deformasi plastis yang terjadi setempat, biasanya di

tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, atau tikungan

tajam.

4. amblas (grade depressions), terjadi setempat pada ruas jalan. Amblas

dapat dideteksi dengan adanya genangan air setempat. Adanya

amblas mempercepat terjadinya lubang pada perkerasan jalan.

5. jembul (upheaval), terjadi setempat pada ruas jalan, yang disebabkan

adanya pengembangan tanah dasar akibat adanya tanah ekspansif.

Semua distorsi harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis

tambah.

Cacat Permukaan

Cacat permukaan biasanya merupakan kerusakan muka jalan akibat

kimiawi dan mekanis material lapis permukaan.

Berbagai jenis cacat permukaan adalah:

1. lubang (potholes), berupa mangkuk, berukuran bervariasi dari kecil

sampai dengan besar. Lubang menjadi tempat berkumpulnya air yang

dapat meresap kelapisan dibawahnya yang menyebabkan kerusakan

semakin parah.

2. pelepasan butir (raveling) lapis permukaan, akibat buruknya material

yang digunakan, adanya air yang terjebak, atau kurang baiknya

pelaksanaan konstruksi.

Page 195: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

185

3. pengelupasan lapis permukaan (stripping), akibat kurang baiknya

ikatan antara aspal dengan agregat atau terlalu tipisnya lapis

permukaan.

Semua cacat permukaan harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi

lapis tambah.

Pengausan

Pengausan (polished aggregate) yaitu permukaan jalan licin sehingga

mudah terjadi slip yang membahayakan lalulintas. Pengausan terjadi

akibat ukuran, bentuk, dan jenis agregat yang digunakan untuk lapis aus

tidak memenuhi mutu yang disyaratkan.

Kegemukan

Kegemukan (bleeding) yaitu naik dan melelehnya aspal pada temperatur

tinggi. Kegemukan yang mengakibatkan jejak roda kendaraan pada

permukaan jalan dan licin disebabkan oleh penggunaan aspal yang terlalu

banyak.

Gambar 7.3 sampai dengan Gambar 7.9 memperlihatkan berbagai jenis

kerusakan struktur perkerasan.

Gambar 7.3 Retak kulit buaya (aligator cracks)

Page 196: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

186

Gambar 7.4 Retak sambungan jalan

Gambar 7.5 Retak melintang jalan

Gambar 7.6 Alur (rutting)

Page 197: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

187

Gambar 7.7 Lubang (potholes)

Gambar 7.8 Pelepasan butir

Gambar 7.9 Amblas (grade depressions)

Page 198: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

188

Penurunan pada bekas penanaman utilitas

Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depressions) yaitu

kerusakan yang terjadi akibat ditanamnya utilitas pada bagian perkerasan

jalan dan tidak dipadatkan kembali dengan baik. Hal ini dapat meng-

akibatkan distorsi pada permukaan dan berlanjut dengan kerusakan

lainnya.

Sebelum diberi lapis tambah, semua penurunan akibat penanaman utilitas

ini harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis tambah.

7.1.2 Kondisi Struktur Perkerasan Jalan Lama

Survei kondisi struktur perkerasan jalan dibedakan melalui pemeriksaan

destruktif dan pemeriksaan nondestruktif. Pemeriksaan destruktif dilaku-

kan dengan mengambil benda uji atau pengamatan visual pada tes pit

atau sumur uji yang dibuat pada perkerasan jalan lama. Pemeriksaan

destruktif kurang disukai karena mengakibatkan kerusakan pada perke-

rasan jalan lama. Namun demikian perencanaan tebal lapis tambah

berdasarkan analisis komponen membutuhkan data kondisi perkerasan

jalan yang diperoleh melalui pemeriksaan destruktif.

Pemeriksaan nondestruktif dilakukan melalui pengujian lendutan di atas

perkerasan jalan lama tanpa merusak struktur perkerasan jalan. Oleh

karena itu banyak digunakan untuk pengumpulan data guna perencanaan

tebal lapis tambah.

Alat yang digunakan antara lain:

1. Benkelman beam, alat ini sangat umum digunakan di Indonesia

sejak 1980 an.

2. Falling Weight Deflectometer (FWD).

Page 199: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

189

Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) terdiri dari rangkaian alat yang

ditarik oleh kendaraan penarik seperti pada Gambar 7.10.

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Gambar 7.10 Falling Weight Deflectometer Prinsip kerja alat Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah memberikan

beban impuls kepada perkerasan jalan melalui pelat beban berbentuk

lingkaran yang efeknya merupakan simulasi dari beban sumbu standar

yang bergerak. Beban impuls berupa beban yang dijatuhkan dari

ketinggian tertentu, menimbulkan lendutan yang efeknya ditangkap oleh

7 buah deflektor atau geophone yang diletakkan pada jarak–jarak

tertentu yaitu 0, 30, 40, 60, 90, 120, dan 150 cm dari pusat beban.

Pengukuran temperatur perkerasan, tempertur udara, dan kondisi

drainase dilakukan bersamaan dengan pengukuran lendutan akibat beban

Trailer FWD

Processor Komputer

Kendaraan Penarik

Unit Hidrolik

Kotak penghubung Rem tangan

Roda Depan / Penahan Batang pengukur

Deflektor Beban pelat

Page 200: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

190

impuls. Hasil pengukuran FWD berupa berupa cekung lendutan seperti

pada Gambar 7.11.

Dari hasil pengukuran dan dengan menggunakan perhitungan balik (back

calculations) dapat hitung modulus resilent tanah dasar dan lapis

perkerasan.

Sumber: Branley D

Gambar 7.11 Diagram cekung lendutan

7.2 Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Dengan Alat

Benkelman Beam

Batang Benkelman untuk mengukur lendutan perkerasan jalan pertama

kali diperkenalkan oleh A.C.Benkelman pada awal 1950. Batang Benkel-

man yang digunakan di Indonesia terbagi menjadi dua bagian dengan

perbandingan 1:2 oleh sumbu O, seperti pada Gambar 7.12, dengan

panjang total batang adalah (366 ± 0,16) cm.

Page 201: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

191

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Gambar 7.12 Alat Benkelman Beam

Untuk mengukur lendutan perkerasan jalan batang Benkelman diletakkan

di antara roda belakang truk yang memiliki sumbu belakang sama dengan

jenis dan beban sumbu standar. Posisi ujung batang Benkelman seperti

pada Gambar 7.13.

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Gambar 7.13 Posisi Benkelman Beam

Tumit batang (beam toe)

titik kontak tumit batang dengan permukaan jalan

batang pengukur

sumbu O

pendatar penggetar

arloji pengukur

kaki depan

pengunci kerangka kaki belakang

baterai

Beban

Berat kosong 5 Ton

4,08 Ton

Page 202: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

192

Karakteristik truk yang digunakan sebagai penyebab beban pada titik

yang hendak diukur lendutannya adalah sebagai berikut:

1. Berat kosong truk (5 ± 0,1) ton

2. Sumbu belakang truk adalah sumbu tunggal roda ganda

3. Beban masing-masing roda belakang ban ganda = (4,08 ± 0,045

ton) atau (9000 ± 100) pon. Beban sumbu belakang truk sama

dengan sumbu standar 18.000 pon.

Temperatur udara dan temperatur permukaan jalan diukur bersamaan

dengan pengukuran lendutan dengan menggunakan alat seperti pada

Gambar 7.14.

Gambar 7.14 Alat pengukur

temperatur permukaan Alat benkelman beam digunakan untuk mengukur lendutan balik,

lendutan balik titik belok, lendutan maksimum, dan cekung lendutan.

Namun, hanya lendutan balik yang umum digunakan untuk merenca-

nakan tebal lapis tambah.

Lendutan balik (rebound deflection) adalah besarnya lendutan balik

vertikal akibat beban pada titik pengamatan dihilangkan. Pengukuran

Page 203: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

193

dilakukan setelah truk bergerak maju ke depan sejarak 6 m dari titik

pengamatan dengan kecepatan 5 km/jam. Gambar 7.15 menunjukkan

posisi beban pada saat pengukuran lendutan balik.

Besarnya lendutan balik dipengaruhi oleh temperatur, beban dan muka

air tanah pada saat pengukuran. Prosedur pengukuran mengikuti SNI M-

01-1990-F yaitu Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan

alat Benkelman Beam.

Sumber: No.01/MN/B/1983.

Gambar 7.15 Hubungan lendutan dengan pembacaan dial alat benkelman beam

7.2.1 Lendutan Balik

Berdasarkan Pedoman Pd.T-05-2005-B, besarnya lendutan balik

ditentukan dengan menggunakan Rumus 7.1.

d = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB ...........................(7.1)

d 1 2 3

1 2

½ d

d

1 2 3

6 m

Page 204: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

194

dengan:

d = lendutan balik (mm)

d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran

d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik

pengukuran

Ft = faktor penyesuaian lendutan balik terhadap temperatur standar

35oC, sesuai Rumus 7.2. untuk tebal lapis beraspal (HL) < 10

cm dan Rumus 7.3 untuk tebal lapis beraspal ≥ dengan 10 cm.

Tabel 7.1 dan Gambar 7.16 menunjukkan nilai Ft untuk

berbagai nilai TL.

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Gambar 7.16 Faktor koreksi lendutan balik terhadap temperatur standar

0,400,500,600,700,800,901,001,101,201,301,401,501,601,701,80

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Temperatur Perkerasan, TL (oC)

Fakt

or K

orek

si L

endu

tan

(Ft)

Kurva B (HL < 10 cm)

Kurva B (HL ≥ 10 cm)

Temperatur Perkerasan, TL (oC)

Fakt

or K

orek

si L

endu

tan

(Ft)

Page 205: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

195

Tabel 7.1 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur Standar (Ft) Faktor Koreksi (Ft)

TL

(oC) Kurva A (HL ≤ 10 cm)

Kurva B (HL ≥ 10 cm)

20 1,25 1,53 22 1,21 1,42 24 1,16 1,33 26 1,13 1,25 28 1,09 1,19 30 1,06 1,13 32 1,04 1,07 34 1,01 1,02 36 0,99 0,98 38 0,97 0,94 40 0,95 0,90 42 0,93 0,87 44 0,91 0,84 46 0,90 0,81 48 0,88 0,79 50 0,87 0,76 52 0,85 0,74 54 0,84 0,72 56 0,83 0,70 58 0,82 0,68 60 0,81 0,67 62 0,79 0,65 64 0,78 0,63 66 0,77 0,62 68 0,77 0,61 70 0,76 0,59

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Page 206: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

196

Ft = 4,184 x TL-0,4025, untuk HL < 10 cm ......................... (7.2)

Ft = 14,785 x TL-0,7573, untuk HL ≥ 10 cm ........ ............... (7.3)

TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari pengukuran

langsung di lapangan atau dapat diprediksi dari tempearatur

udara, yaitu:

TL = 1/3 (Tp +Tt + Tb) .................................................. (7.4)

Tp = temperatur permukaan beraspal

Tt = temperatur tengah beraspal, dari Tabel 7.2.

Tb = temperatur bawah beraspal, atau dari Tabel 7.2.

Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)

= 1,2; jika pengujian dilakukan pada musim kemarau atau

muka air tanah rendah

= 0,9; jika pengujian dilakukan pada musim hujan atau muka

air tanah tinggi

FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman beam

FKB-BB = 77,343 x (beban uji dalam ton)(-2,0715) .................... (7.5)

Lendutan balik yang telah dikoreksi akibat temperatur, muka air tanah,

dan beban uji digambarkan seperti contoh pada Gambar 7.17. Gambar ini

mempermudah melihat secara visual tingkat keseragaman lendutan untuk

penentuan batas segmen pada tahap perencanaan tebal lapis tambah.

Page 207: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

197

Tabel 7.2 Temperatur Tengah (Tt) dan Bawah (Tb) Lapis Beraspal

Temperatur lapis beraspal (oC) pada kedalaman Tu + Tp

(oC) 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm

45 26,8 25,6 22,8 21,9 20,8 20,1 46 27,4 26,2 23,3 22,4 21,3 20,6 47 28,0 26,7 23,8 22,9 21,7 21,0 48 28,6 27,3 24,3 23,4 22,2 21,5 49 29,2 27,8 24,7 23,8 22,7 21,9 50 29,8 28,4 25,2 24,3 23,1 22,4 51 30,4 28,9 25,7 24,8 23,6 22,8 52 30,9 29,5 26,2 25,3 24,0 23,3 53 31,5 30 26,7 25,7 24,5 23,7 54 32,1 30,6 27,1 26,2 25,0 24,2 55 32,7 31,2 27,6 26,7 25,4 24,6 56 33,3 31,7 28,1 27,2 25,9 25,1 57 33,9 32,3 28,6 27,6 26,3 25,5 58 34,5 32,8 29,1 28,1 26,8 26,0 59 35,1 33,4 29,6 28,6 27,2 26,4 60 35,7 33,9 30,0 29,1 27,7 26,9 61 36,3 34,5 30,5 29,5 28,2 27,3 62 36,9 35,1 31,0 30,0 28,6 27,8 63 37,5 35,6 31,5 30,5 29,1 28,2 64 38,1 36,2 32,0 31,0 29,5 28,7 65 38,7 36,7 32,5 31,4 30,0 29,1 66 39,3 37,3 32,9 31,9 30,5 29,6 67 39,9 37,8 33,4 32,4 30,9 30,0 68 40,5 38,4 33,9 32,9 31,4 30,5 69 41,1 39,0 34,4 33,3 31,8 30,9 70 41,7 39,5 34,9 33,8 32,3 31,4 71 42,2 40,1 35,4 34,3 32,8 31,8 72 42,8 40,6 35,8 34,8 33,2 32,3 73 43,4 41,2 36,3 35,2 33,7 32,8 74 44,0 41,7 36,8 35,7 34,1 33,2 75 44,6 42,3 37,3 36,2 34,6 33,7 76 45,2 42,9 37,8 36,7 35,0 34,1 77 45,8 43,4 38,3 37,1 35,5 34,6 78 46,4 44,0 38,7 37,6 36,0 35,0 79 47,0 44,5 39,2 38,1 36,4 35,5 80 47,6 45,1 39,7 38,6 36,9 35,9 81 48,2 45,6 40,2 39,0 37,3 36,4 82 48,8 46,2 40,7 39,5 37,8 36,8 83 49,4 46,8 41,2 40,0 38,3 37,3 84 50,0 47,3 41,6 40,5 38,7 37,7 85 50,6 47,9 42,1 40,9 39,2 38,2

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Page 208: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

198

Sumber: Pd.T-05-2005-B

Gambar 7.17 Contoh hasil pengukuran lendutan balik

7.2.2 Lendutan Balik Segmen

Segmen adalah bagian dari ruas jalan yang memiliki tingkat keseragaman

nilai lendutan balik. Tingkat keseragaman dikategorikan atas sangat baik,

baik, dan cukup baik yang ditentukan dengan menggunakan Faktor

Keseragaman (FK) seperti pada Rumus 7.6.

FK = Rds x 100% ............................................... (7.6)

dengan:

FK = faktor keseragaman

dR = lendutan balik rata-rata pada satu segmen jalan

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000

82,0

00

82,1

00

82,2

00

82,3

00

82,4

00

82,5

00

82,6

00

82,7

00

82,8

00

82,9

00

83,0

00

83,1

00

83,2

00

83,3

00

83,4

00

83,5

00

83,6

00

83,7

00

83,8

00

83,9

00

84,0

00

Km

Lend

utan

FW

D (m

m)

Lendutan Rata-rata

Km

Lend

utan

FW

D (m

m)

Page 209: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

199

dR = s

n

1

n

ds

∑ ........................................................ (7.7)

S = deviasi standar atau simpangan baku

S = 1)(nn

d)()d(n

ss

n

1

2n

1

2s

ss

− ∑∑.......................................(7.8)

d = lendutan balik

ns = jumlah data lendutan balik dalam satu segmen.

FK ijin adalah FK yang diijinkan untuk satu segmen jalan, atau nilai FK

yang dapat diterima untuk menunjukkan keseragaman satu segmen

jalan.

Ada 3 kategori tingkat keseragaman yaitu:

1. 0 – 10%, keseragaman sangat baik

2. 11 – 20%, keseragaman baik

3. 21 – 30%, keseragaman cukup baik.

Dwakil adalah nilai lendutan balik yang digunakan untuk menunjukkan

lendutan balik satu segmen jalan dan digunakan untuk perencanaan tebal

lapis tambah. Penentuan Dwakil dipengaruhi oleh fungsi jalan dan tingkat

kepercayaan yang digunakan. Rumus dasar adalah:

Dwakil = dR + K.s ........................................................(7.9)

dengan:

Dwakil = lendutan balik untuk mewakili satu segmen jalan

Page 210: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

200

dR = lendutan balik rata-rata dari satu segmen jalan

K = konstanta terkait dengan tingkat kepercayaan yang dipilih

sesuai fungsi jalan

K = 2, tingkat kepercayaan 98%, digunakan untuk jalan arteri atau

tol

K = 1,64, tingkat kepercayaan 95%, digunakan untuk jalan kolektor

K = 1,28, tingkat kepercayaan 90%, digunakan untuk jalan lokal.

7.3 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode SNI 1732-1989-F

Perencanaan tebal lapis tambah menggunakan metode SNI 1732-1989-F

hakikatnya sama dengan perencanaan tebal lapis perkerasan jalan baru

yang telah diuraikan pada Bab 5. Tebal lapis tambah diperoleh berdasar-

kan kinerja sisa dari lapis perkerasan jalan lama yang diperoleh sebagai

hasil pemeriksaan visual.

Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah menggunakan Metode

SNI 1732-1989-B adalah sebagai berikut:

1. Tentukan ITP dengan mengikuti prosedur seperti pada Bab 5.8 sesuai

umur rencana. ITP ini adalah ITP yang dibutuhkan sesuai kondisi

daya dukung tanah dasar.

2. Tentukan sisaITP dari perkerasan jalan yang akan diberi lapis tambah

dengan menggunakan Rumus 7.10.

sisaITP = K1.a1D1 + K2.a2D2 + K3.a3D3 ........................... (7.10)

Page 211: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

201

dengan:

K1 = kondisi lapis permukaan berdasarkan nilai pada Tabel 7.3.

K2 = kondisi lapis pondasi berdasarkan nilai pada Tabel 7.3.

K3 = kondisi lapis pondasi bawah berdasarkan nilai pada

Tabel 7.3.

a1,a2,a3 = koefisien relatif untuk lapis permukaan, pondasi, dan

pondasi bawah (baca juga Bab 5.5)

D1,D2,D3 = tebal lapis permukaan, pondasi, dan pondasi bawah

(baca juga Bab 5.5)

3. Tentukan ∆ ITP dengan menggunakan Rumus 7.11.

∆ ITP = ITP - sisaITP ................................................(7.11)

4. Tentukan tebal lapis tambah dengan menggunakan Rumus 7.12.

D tambah = 1a

ITPΔ ................................................(7.12)

7.4 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode Pt T-01-2002-B

Perencanaan tebal lapis tambah menggunakan Metode Pt T-01-2002-B

yang sesuai dengan AASHTO 1993 dapat dilakukan melalui perhitungan

balik (backcalculation) dari nilai lendutan hasil pengukuran dengan FWD

atau menggunakan analisis komponen dari perkerasan jalan lama. Pada

buku ini hanya diuraikan perencanaan tebal lapis tambah menggunakan

analisis komponen.

Page 212: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

202

Tabel 7.3 Nilai Kondisi Perkerasan Jalan

Keterangan Nilai Kondisi

Perkerasan (%)

1. Lapis Permukaan:

a. Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada lajur roda

b. Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada lajur roda, namun masih tetap stabil

c. Retak sedang, beberapa deformasi pada lajur roda, pada dasarnya masih menunjukkan ke-stabilan

d. Retak banyak, demikian juga deformasi pada lajur roda, menunjukkan gejala ketidak stabil-an

90 – 100

70 – 90

50 – 70

30 - 50

2. Lapis Pondasi:

a. Pondasi beton aspal atau penetrasi makadam - umumnya tidak retak - terlihat retak halus, namun masih tetap stabil - retak sedang, pada dasarnya masih menun-

jukkan kestabilan - retak banyak, menunjukkan gejala ketidak

stabilan b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur: Indeks Plastisitas ≤ 10% c. Pondasi Macadam atau batu pecah Indeks Plastisitas ≤ 6%

90 – 100

70 - 90

50 – 70

30 – 50

70 – 100

80 - 100

3. Lapis pondasi bawah:

Indeks Plastisitas ≤ 6% Indeks Plastisitas > 6%

90 – 100 70 – 90

Sumber: SNI 1732-1989-B

Page 213: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

203

Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah berdasarkan analisis

komponen yang menggunakan Metode Pt T-01-2002-B adalah sebagai

berikut:

1. Tentukan SN dengan mengikuti prosedur seperti pada Bab 6.1 sesuai

umur rencana. SN ini adalah SN yang dibutuhkan sesuai kondisi daya

dukung tanah dasar.

2. Tentukan SN efektif dari perkerasan jalan yang akan diberi lapis

tambah dengan menggunakan Rumus 7.13.

SNeff = a1’D1’ + a2’ m2D2’ + a3’ m3D3’ ........................(7.13)

dengan:

SN = angka struktural efektif dari perkerasan jalan lama, inci

a1’ = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan sesuai kondisi

jalan lama yang diperoleh dari Tabel 7.4

a2’ = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi sesuai kondisi

jalan lama yang diperoleh dari Tabel 7.4

a3’ = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah sesuai

kondisi jalan lama yang diperoleh dari Tabel 7.4

D1’ = tebal lapis permukaan jalan lama, inci

D2’ = tebal lapis pondasi jalan lama, inci

D3’ = tebal lapis pondasi bawah jalan lama, inci

Page 214: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

204

Tabel 7.4 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Jalan Lama *)

Bahan Kondisi Permukaan Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Lapis permukaan beton aspal

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah.

< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau < 5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau < 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau < 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau > 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau > 10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0,35 – 0,40

0,25 – 0,35

0,20 – 0,30

0,14 – 0,20

0,08 – 0,15

Lapis pondasi yang distabilisasi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah.

0,20 – 0,35

Page 215: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

205

Bahan Kondisi Permukaan Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Lapis pondasi yang distabilisasi

< 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau < 5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi.

> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau < 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi.

> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau < 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau > 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi.

> 10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau > 10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi.

0,15 – 0,25

0,15 – 0,20

0,10 – 0,20

0,08 – 0,15

Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular

Tidak ditemukan adanya pumping, de-gradasi, atau kontaminasi oleh butir halus.

Terdapat pumping, degradasi, atau kontaminasi oleh butir halus.

0,10 – 0,14

0,00 – 0,10

Keterangan: *) Penilaian dilakukan untuk tiap segmen jalan 100m. Kerusakan yang

terjadi diperbaiki atau dikoreksi, maka nilai kondisi perkerasan jalan harus disesuaikan. Nilai ini dipergunakan untuk mengkoreksi koefisien kekuatan relatif perkerasan jalan lama

Sumber: Pt T-01-2002-B

Page 216: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

206

3. Tentukan SNol yaitu SN yang dibutuhkan untuk tebal lapis tambah

dengan menggunakan Rumus 7.14.

SNol = SN - SNeff ...................................................... (7.14)

4. Tentukan tebal lapis tambah dengan menggunakan Rumus 7.15

Dol = ol

eff

ol

ol

aSNSN

aSN −

= ............................................ (7.15)

dengan:

Dol = tebal lapis tambah dalam inci

aol = koefisien relatif lapis tambah

SNol = SN tebal lapis tambah dalam inci

7.5 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode No.01/MN/B/1983

Perencanaan tebal lapis tambah Metode No.01/MN/B/1983 mengikuti

metode yang dikembangkan oleh Asphalt Institute. Tebal lapis tambah

ditentukan berdasarkan data lendutan balik yang diperoleh dari hasil

pengukuran dengan menggunakan alat benkelman beam (baca juga Bab

7.2).

Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah menggunakan data

lendutan balik sesuai Metode No.01/MN/B/1983 adalah sebagai berikut:

1. Tentukan AE18ksal dengan menggunakan Rumus 7.16.

AE18KSAL= ∑ LHRi x Ei x DA x DL x 365 x N .......................... (7.16)

Rumus 7.16 ini sama dengan Rumus 4.8, yaitu menghitung repetisi

beban sumbu standar pada lajur rencana selama umur rencana.

Page 217: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

207

2. Tentukan Dwakil dari segmen sesuai Rumus 7.9.

3. Tentukan lendutan balik yang diizinkan berdasarkan AE18KSAL dengan

menggunakan Gambar 7.18 atau Gambar 7.19. Gambar 7.18

digunakan untuk kondisi kritis, yaitu jika lapis permukaan bukan dibuat

dari beton aspal, sedangkan Gambar 7.19 digunakan untuk kondisi

failure, yaitu jika lapis permukaan dibuat dari beton aspal.

Gambar 7.18 Lendutan balik yang diizinkan berdasarkan kondisi kritis Rumus 7.17 dapat digunakan untuk menentukan lendutan balik yang diijinkan (Dizin) untuk kondisi kritis, yaitu jika digunakan lapis permukaan bukan lapis beton aspal. Dizin = 5,5942. e-0,2769 log AE18KSAL ................................................ (7.17)

Diz

in

Page 218: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

208

Rumus 7.18 dapat digunakan untuk menentukan lendutan balik yang diijinkan (Dizin) untuk kondisi failure, yaitu jika digunakan beton aspal sebagai lapis permukaan.

Dizin = 8,6685. e-0,2769 log AE18KSAL . ................................................ (7.18)

Gambar 7.19 Lendutan balik yang diizinkan berdasarkan kondisi failure

4. Tentukan tebal lapis tambah berdasarkan lendutan balik yang diizinkan

dan Dwakil dari kondisi jalan lama dengan menggunakan Gambar 7.20.

Dwakil menunjukkan lendutan balik sebelum diberi lapis tambah, dan

Dizin menunjukkan lendutan balik setelah diberi lapis tambah. Jenis

lapis tambah yang diperoleh adalah jenis beton aspal. Jika hendak

digunakan jenis perkerasan lainnya tebal lapis tambah yang diperoleh

dari Gambar 7.20 dikonversikan dengan menggunakan koefisien relatif

(baca juga Bab 5.5.)

Diz

in

Page 219: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

209

Sumber: No.01/MN/B/1983

Gambar 7.20 Hubungan lendutan balik sebelum dan estela diberi lapis tambah 7.6 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode Road Design System (RDS)

Metode RDS ini dikembangkan sejak tahun 1980an dan sebelumnya

dikenal sebagai Hot Rolled Overlay Design (HRODI). Tebal lapis tambah

terdiri dari tebal yang dibutuhkan untuk membentuk bentuk permukaan

kembali dan tebal untuk meningkatkan kinerja struktur perkerasan.

Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah menggunakan Metode

RDS adalah sebagai berikut:

1. Tentukan RCI dari jalan lama dengan menggunakan alat roughometer

atau secara visual dengan menggunakan Tabel 7.5.

2. Tentukan ESA dengan menggunakan Rumus 7.19

ESA= ∑ LHRi x Ei x DA x DL x 365 x N ........................(7.19)

0,5

1,0

1,5

2,0

1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

Lend

utan

set

elah

lapi

s ta

mba

h, m

m)

Lendutan sebelum Lapis Tambah (mm)

Page 220: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

210

Rumus 7.19 ini sama dengan Rumus 4.8, yaitu menghitung repetisi

beban sumbu standar pada lajur rencana selama umur rencana.

Tabel 7.5 Nilai RCI secara visual

RCI Kondisi permukaan

jalan beraspal ditinjau secara visual

Tipe permukaan yang khas

8 -10 Sangat rata dan teratur Beton aspal yang baru setelah peningkatan dengan menggunakan beberapa lapis

7 - 8 Sangat baik, umumnya rata

Beton aspal setelah pemakaian beberapa tahun atau beton aspal yang baru diletakkan sebagai lapisan tipis di atas penetrasi macadam

6 - 7 Baik Lapisan tipis lama dari beton aspal, lasbutag baru.

5 - 6

Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang-lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata

Penetrasi macadam baru, latasbum baru, lasbutag setelah pemakaian beberapa lama

4 – 5 Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan tidak rata

Penetrasi macadam setelah pemakaian 2 atau 3 tahun, latasbum baru, pemeliharaan jelek, berkerikil.

3 – 4 rusak, bergelombang, banyak lubang

Penetrasi macadam lama, latasbum lama, pemeliharaan jelek, berkerikil

2 – 3

rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur

Semua tipe perkerasan yang tidak dipelihara sejak lama

1 tidak dapat dilewati kecuali oleh jeep sumbu ganda

Jalan tanah dengan drainase jelek, tipe perkerasan yang tidak dipelihara sama sekali.

Sumber: CER:04

3. Tentukan Dwakil dari segmen sesuai Rumus 7.9.

Page 221: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

211

4. Tentukan tebal lapis tambah untuk membentuk kembali bentuk

permukaan yang telah rusak dengan menggunakan Rumus 7.20.

T = 0,001 (9 – RCI)4,5 + Pd. Cam/4 + Tmin ................... (7.20)

dengan:

T = tebal lapis tambah untuk membentuk kembali permukaan

yang telah rusak, cm

Pd = lebar perkerasan dalam meter

RCI = Road Condition Index seperti pada Tabel 7.5 atau hasil

pengukuran dengan alat roughometer

Cam = perubahan kemiringan melintang yang dibutuhkan untuk

menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan

Tmin = tebal minimum lapisan penutup minimal 2 cm, tetapi jika RCI

≥ 5, maka Tmin = 0

5. Tentukan tebal lapis tambah untuk meningkatkan kinerja struktur

perkerasan jalan dengan menggunakan Rumus 7.21.

t = ESA

ESADwakil

log013,008,0)log1(048,0log303,2

−−− ........................... (7.21)

dengan:

t = tebal lapis tambah untuk meningkatkan struktur perkerasan

jalan

Dwakil = lendutan balik yang mewakili lendutan balik

sepanjang satu segmen

ESA = repetisi beban lalulintas selama umur rencana

6. Tebal lapis tambah yang dibutuhkan adalah HRS setebal t + T cm.

Page 222: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

212

7.7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan

Metode Pd T-05-2005-B

Perencanaan tebal lapis tambah Metode Pd T-05-2005-B ditentukan

berdasarkan data lendutan balik yang diperoleh dari hasil pengukuran

dengan menggunakan alat benkelman beam (baca juga Bab 7.2).

Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah menggunakan data

lendutan balik sesuai Metode Pd T-05-2005-B adalah sebagai berikut:

1. Angka ekivalen dihitung untuk setiap jenis kendaraan dengan terlebih

dahulu dihitung angka ekivalen masing-masing sumbu. Rumus untuk

menghitung angka ekivalen sesuai jenis sumbu seperti pada Rumus

7.22 sampai dengan Rumus 7.25.

Esumbu tunggal roda tunggal = (5.400

kggal,sumbu tungbeban )4 ................ (7.22)

Esumbu tunggal roda ganda = (8.160

kgganda,sumbu beban )4 .................. (7.23)

Esumbu tandem roda ganda = (13.760

kggal,sumbu tungbeban )4 ................ (7.24)

Esumbu tripel roda ganda = (18.450

kgganda,sumbu beban )4 .................. (7.25)

Angka ekivalen untuk berbagai jenis dan beban sumbu dapat dilihat

pada Lampiran 2.

2. Tentukan akumulasi ekivalen beban sumbu standar (Cummulative

Equivalent Single Axleload) dengan menggunakan Rumus 7.26.

CESA = ∑=

=

ni

1iiLHR x 365 x Ei x Ci x N ............................... (7.26)

Page 223: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

213

dengan:

CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur

rencana, lss/ur/lajur

LHRi = LHR jenis kendaraan i di awal umur rencana,

ditentukan dengan menggunakan Rumus 5.3.

Ei = angka ekivalen untuk jenis kendaraan i

Ci = koefisien distribusi jenis kendaraan i

365 = lama hari dalam satu tahun

N = faktor umur rencana, seperti pada Tabel 4.10 atau

menggunakan Rumus 4.10.

Rumus 7.24 ini memiliki pengertian yang sama dengan Rumus 4.8;

Rumus 4.9; dan Rumus 7.16, hanya saja beberapa parameter meng-

gunakan simbul yang berbeda.

3. Hitunglah lendutan balik rencana atau lendutan balik izin dengan

menggunakan Rumus 7.27 atau Gambar 7.21.

Drencana = 22,208 x CESA(-0,2307) ........................................... (7.27)

dengan:

Drencana = lendutan balik rencana dimana lendutan diukur dengan

menggunakan alat benkelman beam.

4. Hitung tebal lapis tambah (H0) dengan menggunakan Rumus 7.28 atau

Gambar 7.22.

H0 = 0,0597

)]Ln(D)Ln(D)[Ln(1,0364 stlovsblov −+ .............................. (7.28)

Page 224: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

214

dengan:

Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi dengan temperatur

rata-rata tahunan di lokasi jalan, dalam satuan cm.

Dsblov = lendutan balik sebelum lapis tambah, = Dwakil pada Bab 7.2,

dalam satuan mm..

Dstlov = lendutan balik setelah lapis tambah, = lendutan balik

rencana = lendutan balik izin, dalam satuan mm.

Sumber: Pd T-05-2005-B

Gambar 7.21 Hubungan antara lendutan balik rencana dan CESA

5. Hitung faktor koreksi lapis tambah akibat perbedaan teperatur lokasi

jalan dengan temperatur standar dengan menggunakan Rumus 7.29

atau Gambar 7.23.

Fo = 0,5032 x Exp(0,0194 x TPRT) ............................ (7.29)

dengan:

Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah

TPRT = Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan untuk

daerah atau kota tertentu

Page 225: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Lapis Tambah

215

Sumber: Pd T-05-2005-B

Gambar 7.22 Hubungan antara lendutan balik sebelum dan setelah lapis tambah

Sumber: Pd T-05-2005-B

Gambar 7.23 Faktor koreksi tebal lapis tambah (Fo)

Page 226: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

216

6. Hitung tebal lapis tambah terkoreksi (Ht) dengan mengalikan Ho

dengan faktor koreksi lapis tambah Fo seperti Rumus 7.30.

Ht = Ho x Fo ........................................................... (7.30)

7. Koreksi tebal lapis tambah jika jenis lapis tambah yang digunakan

tidak lapis beton aspal dengan modulus resilient (MR) = 2000 Mpa dan

stabilitas Marshall minimum 800 kg dengan menggunakan Rumus

7.31, Tabel 7.6, atau Gambar 7.24.

FKTBL = 12,51 x MR-0,333 .......................................... (7.31)

Sumber: Pd T-05-2005-B

Gambar 7.24 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian jenis lapisan

Tabel 7.6 Faktor Koreksi Penyesuaian Jenis Lapis Tambah (FKTBL)

Jenis Lapisan Modulus Resilient, MPa

Stabilitas Marshall, kg FKTBL

Laston Modifikasi 3000 min 1000 0,85 Laston 2000 min 800 1,00 Lataston 1000 min 800 1,23

Sumber: Pd T-05-2005-B

Page 227: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Daftar Pustaka

217

DAFTAR PUSTAKA

1. AASHTO, 1972, AASHTO Interim Guide for Design of Pavement

Structures.

2. AASHTO, 1993, AASHTO Guide for Design of Pavement Structures.

3. AASHTO, 1990, Standard Spesifications for Transportation Materials

and Methods of Sampling and Testing.

4. AASHTO Subcommittee on Highway Transport, 2004, Engineering

Issues Related to Trucking – Pavements.

5. ……., Traffic Monitoring Guide.

6. Bian, Yi, Subgrade under the Pavement, Term Project for ECI281A.

7. Branley D, 2002, Falling Weight Deflectometers, University of Illinois

at Urbana.

8. California Department of Transportation, 2001, Flexible Pavement

Rehabilitation Manual.

9. Croney, D & Croney P., 1991, The Design And Performance Of Road

Pavements, Second Edition, McGraw-Hill International Edition.

10. Departemen Pekerjaan Umum, Cara Uji CBR Dengan Dynamic Cone

Penetrometer (DCP).

11. Departemen Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi dan

Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan pelatihan

Konstruksi, CER:04, Standar Desain Jalan.

12. Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengem-

bangan, Pusat Litbang Jalan Dan Jembatan, 2007, Spesifikasi Umum

Bidang Jalan Dan Jembatan.

Page 228: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perkerasan Lentur Jalan Raya

218

13. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga,

Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam

No. 01/MN/BM/83.

14. Departemen Pekerjaan Umum, Petunjuk Perencanaan Tebal Perke-

rasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, SKBI

2.3.26.1987, UDC:625.73(02).

15. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Peren-

canaan Tebal Perkerasan Lentur, Pt T-01-2002-B.

16. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Peren-

canaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dengan Metode

Lendutan, Pd T-05-2005-B.

17. Harman Thomas, 2001, 2002 Pavement Design, US Department of

Transportation, Federal Highway Administration.

18. Janisch,David, 2003, An Overview of Mn/DOT’s Pavement Condition

Rating Procedures and Indices.

19. Japan Road Association, 1980, “Manual for Design and Construction

of Asphalt Pavement”.

20. Krebs, R and Walker R, 1971, Highway Materials, McGraw-Hill Book

Company, New York.

21. LTRC, Research Project 03-3P, 2003, Comparative Evaluation of

Subgrade Resilient Modulus from Non-destructive, In-situ, and

Laboratory Methods.

22. Monsere Chris, Portland State University, CE 454 Urban Trans-

portation System, Introduction to Pavement Design.

23. Olidis, C & Hein, D, Guide for the Mechanistic-Empirical Design of

New and Rehabilitated Pavement Structures, Material Charac-

Page 229: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Daftar Pustaka

219

terization, 2004 Annual Conference of the Transportation Asso-ciation

of Canada, Quebec.

24. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu

lintas Jalan.

25. Purnomo, 2005, Manajemen Pembangunan Jalan.

26. Rao S, Weigh-In Motion (WIM) Detectors, 2002.

27. Rohan Perera, Effect of variation of simulation speed of quarter car

ini the IRI algorithm, Pymouth, Michigan.

28. Seeds,SB, 1999, Flexible Pavement Design, Summary of the State of

the Art.

29. SNI 03-1738-1989, Metode Pengujian CBR Lapangan.

30. SNI 03-2416-1991, Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur

Dengan Alat Benkelman Beam.

31. Suaryana N. & Anggodo Y, Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis

Tambah Perkerasan Lentur, Puslitbang Jalan Dan jembatan,

Bandung.

32. Sukirman S., 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.

33. Sukirman S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta.

34. Sukirman S., 2006, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, Institut

Teknologi Nasional,Bandung.

35. TRRL, Road Note No.40, A Guide to The Measurement Of Axle Loads

In Developing Countries Using A Portable Weighbridge.

36. Tutumluer, R. & Dawson, A., 2004, Resilient Characterization of

Compacted Aggregate

37. Undang-Undang Republik Indonesia No.38 Tahun 2004 tentang Jalan

Page 230: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perkerasan Lentur Jalan Raya

220

38. Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009 tentang

Lalulintas Dan Angkutan Jalan

39. Washington State Department of Transportation, 1995, WSDOT

Pavement Guide, Volume 2, Pavement Notes, For Design, Evaluation

and Rehabilitation.

40. Wright, PH and Dixon K, 2004, Highway Engineering, John Wiley &

Sons Pte,Ltd, Singapore

41. Witczak, M.W., 2001, Design of New and Rehabilitated AC Pavement

Design Structures, Scandinavian Seminar Series.

42. Wu, Z, 2007, Structural Overlay Design Using NDT Methods,

Louisiana Transportation Research Center.

43. http://www.pages.drexel.edu/hsuanyg/classnote%.

44. http://www.pages.drexel.edu/hsuanyg/classnote2

45. http://www.mapc.org/transportation/Highway_Design_Guidelines

46. http://www.vhb.com/mhdGuide

47. http://cobweb.ecn.purdue.edu/~spave

48. http://pas.ce.wsu.edu/CE473

49. http://www.u.arizona.edu/~mhickman/CE363

50. http://www.cecs.pdx.edu

51. http://www.engr.psu.edu/ce/Academics

52. http://www2.et.byu.edu/~msaito/CE361MS

Page 231: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93

221

LAMPIRAN 1

Angka ekivalen Berdasarkan AASHTO’93

Dilengkapi dengan nilai angka ekivalen berdasarkan

SNI 1732-1989-F dan Pd.T-05-2005-B

Tabel L 1.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,0

Beban Sumbu Angka Struktural (SN)1) Pd.T-05-

2005-B3)

kips ton 1 2 3 4 5 6

SNI 1732-1989-

F2) Roda ganda

2 0,9 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001

4 1,8 0,002 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002

6 2,7 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

8 3,6 0,03 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04

10 4,5 0,08 0,08 0,09 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09

12 5,4 0,16 0,18 0,19 0,18 0,17 0,17 0,19 0,19

14 6,4 0,32 0,34 0,35 0,35 0,34 0,33 0,38 0,38

16 7,3 0,59 0,60 0,61 0,61 0,60 0,60 0,64 0,64

18 8,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

20 9,1 1,61 1,59 1,56 1,55 1,57 1,60 1,55 1,55

22 10,0 2,49 2,44 2,35 2,31 2,35 2,41 2,26 2,26

24 10,9 3,71 3,62 3,43 3,33 3,40 3,51 3,18 3,18

26 11,8 5,36 5,21 4,88 4,68 4,77 4,96 4,37 4,37

28 12,7 7,54 7,31 6,78 6,42 6,52 6,83 5,87 5,87

30 13,6 10,4 10,0 9,2 8,7 8,7 9,2 7,72 7,72

32 14,5 14,0 13,5 12,4 11,5 11,5 12,1 9,97 9,97

34 15,4 18,6 17,9 16,3 15,0 14,9 15,6 12,69 12,69

36 16,3 24,2 23,3 21,2 19,3 19,0 19,9 15,92 15,92

38 17,2 31,1 30,0 27,1 24,6 24,0 25,1 19,74 19,74

40 18,1 39,6 38,0 34,3 30,9 30,0 31,3 24,21 24,21

42 19,0 49,7 47,7 43,0 38,6 37,2 38,5 29,39 29,39

44 19,9 61,8 59,3 53,4 47,6 45,7 47,1 35,37 35,37

46 20,8 76,1 73,0 65,6 58,3 55,7 57,0 42,22 42,22

48 21,7 92,9 89,1 80,0 70,9 67,3 68,6 50,01 50,01

50 22,6 113,0 108,0 97,0 86,0 81,0 82,0 58,84 58,84 1) Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 5.1 3) menggunakan Rumus 7.23

Page 232: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

222

Tabel L 1.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,0

Beban sumbu Angka Struktural (SN)1)

kips ton 1 2 3 4 5 6

SNI 1732-1989-

F2)

Pd.T-05-2005-B3)

2 0,9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001 0,00002

4 1,8 0,0003 0,0003 0,0003 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0003

6 2,7 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001

8 3,6 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,002 0,003 0,005

10 4,5 0,007 0,008 0,008 0,007 0,006 0,006 0,008 0,011

12 5,4 0,013 0,016 0,016 0,014 0,013 0,012 0,016 0,024

14 6,4 0,024 0,029 0,029 0,026 0,024 0,023 0,033 0,047

16 7,3 0,041 0,048 0,050 0,046 0,042 0,040 0,055 0,079

18 8,2 0,066 0,077 0,081 0,075 0,069 0,066 0,088 0,126

20 9,1 0,103 0,117 0,124 0,117 0,109 0,105 0,133 0,191

22 10,0 0,156 0,171 0,183 0,174 0,164 0,158 0,194 0,279

24 10,9 0,227 0,244 0,260 0,252 0,239 0,231 0,274 0,394

26 11,8 0,322 0,340 0,360 0,353 0,338 0,329 0,376 0,541

28 12,7 0,447 0,465 0,487 0,481 0,466 0,455 0,505 0,726

30 13,6 0,607 0,623 0,646 0,643 0,627 0,617 0,664 0,954

32 14,5 0,810 0,823 0,843 0,842 0,829 0,819 0,857 1,233

34 15,4 1,06 1,07 1,08 1,08 1,08 1,07 1,09 1,57

36 16,3 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,37 1,97

38 17,2 1,76 1,75 1,73 1,72 1,73 1,74 1,70 2,44

40 18,1 2,22 2,19 2,15 2,13 2,16 2,18 2,08 2,99

42 19,1 2,77 2,73 2,64 2,62 2,66 2,70 2,53 3,64

44 20 3,42 3,36 3,23 3,18 3,24 3,31 3,04 4,37

46 21 4,20 4,11 3,92 3,83 3,91 4,02 3,63 5,22

48 22 5,10 4,98 4,72 4,58 4,68 4,83 4,30 6,19

50 23 6,15 5,99 5,64 5,44 5,56 5,77 5,06 7,28

52 24 7,37 7,16 6,71 6,43 6,56 6,83 6,44 9,25

54 24 8,77 8,51 7,93 7,55 7,69 8,03 6,44 9,25

56 25 10,4 10,1 9,3 8,8 9,0 9,4 7,58 10,90

58 26 12,2 11,8 10,9 10,3 10,4 10,9 8,86 12,75

60 27 14,3 13,8 12,7 11,9 12,0 12,6 10,31 14,82

62 28 16,6 16,0 14,7 13,7 13,8 14,5 11,92 17,15

64 29 19,3 18,6 17,0 15,8 15,8 16,6 13,72 19,73

66 30 22,2 21,4 19,6 18,0 18,0 18,9 15,71 22,59 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 5.2 3) menggunakan Rumus 7.24

Page 233: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93

223

Tabel L 1.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,0

Beban sumbu Angka Struktural (SN)1)

kips ton 1 2 3 4 5 6

Pd.T-05-2005-B2)

2 0,9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001

4 1,8 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,00009

6 2,7 0,0004 0,0004 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,00

8 3,6 0,0009 0,0010 0,0009 0,0008 0,0007 0,0007 0,00

10 4,5 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 0,00

12 5,4 0,004 0,004 0,004 0,003 0,003 0,003 0,01

14 6,4 0,006 0,007 0,007 0,006 0,006 0,005 0,01

16 7,3 0,010 0,012 0,012 0,010 0,009 0,009 0,02

18 8,2 0,016 0,019 0,019 0,017 0,015 0,015 0,04

20 9,1 0,024 0,029 0,029 0,026 0,024 0,023 0,06

22 10,0 0,034 0,042 0,042 0,038 0,035 0,034 0,09

24 10,9 0,049 0,058 0,060 0,055 0,051 0,048 0,12

26 11,8 0,068 0,080 0,083 0,077 0,071 0,068 0,17

28 12,7 0,093 0,107 0,113 0,105 0,098 0,094 0,22

30 13,6 0,125 0,140 0,149 0,140 0,131 0,126 0,30

32 14,5 0,164 0,182 0,194 0,184 0,173 0,167 0,38

34 15,4 0,213 0,233 0,248 0,238 0,225 0,217 0,49

36 16,3 0,273 0,294 0,313 0,303 0,288 0,279 0,61

38 17,2 0,346 0,368 0,390 0,381 0,364 0,353 0,76

40 18,1 0,434 0,456 0,481 0,473 0,454 0,443 0,93

42 19,1 0,538 0,560 0,587 0,580 0,561 0,548 1,12

44 20 0,662 0,682 0,710 0,705 0,686 0,673 1,35

46 21 0,807 0,825 0,852 0,849 0,831 0,818 1,62

48 22 0,976 0,992 1,015 1,014 0,999 0,987 1,91

50 23 1,17 1,18 1,20 1,20 1,19 1,18 2,25

52 24 1,40 1,40 1,42 1,42 1,41 1,40 2,86

54 24 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 2,86

56 25 1,95 1,95 1,93 1,93 1,94 1,94 3,37

58 26 2,29 2,27 2,24 2,23 2,25 2,27 3,94

60 27 2,67 2,64 2,59 2,57 2,60 2,63 4,59

62 28 3,10 3,06 2,98 2,95 2,99 3,04 5,30

64 29 3,59 3,53 3,41 3,37 3,42 3,49 6,10

66 30 4,13 4,05 3,89 3,83 3,90 3,99 6,99 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 7.25

Page 234: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

224

Tabel L 1.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,5

Beban sumbu Angka Struktural (SN)1) Pd.T-05-

2005-B3)

kips Ton 1 2 3 4 5 6

SNI 1732-1989-

F2) Roda ganda

2 0,9 0,0004 0,0004 0,0003 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001

4 1,8 0,003 0,004 0,004 0,003 0,003 0,002 0,002 0,002

6 2,7 0,01 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

8 3,6 0,03 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,04

10 4,5 0,08 0,10 0,1 0,10 0,09 0,08 0,09 0,09

12 5,4 0,17 0,20 0,18 0,21 0,19 0,18 0,19 0,19

14 6,4 0,33 0,36 0,35 0,39 0,36 0,34 0,38 0,38

16 7,3 0,59 0,61 0,61 0,65 0,62 0,61 0,64 0,64

18 8,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

20 9,1 1,61 1,57 1,55 1,47 1,51 1,55 1,55 1,55

22 10,0 2,48 2,38 2,28 2,09 2,18 2,30 2,26 2,26

24 10,9 3,69 3,49 3,23 2,89 3,03 3,27 3,18 3,18

26 11,8 5,33 4,99 4,42 3,91 4,09 4,48 4,37 4,37

28 12,7 7,49 6,98 5,92 5,21 5,39 5,98 5,87 5,87

30 13,6 10,3 9,5 7,9 6,8 6,97 7,8 7,72 7,72

32 14,5 13,9 12,8 10,5 8,8 8,9 10,0 9,97 9,97

34 15,4 18,4 16,9 13,7 11,3 11,2 12,5 12,69 12,69

36 16,3 24,0 22,0 17,7 14,4 13,9 15,5 15,92 15,92

38 17,2 30,9 28,3 22,6 18,1 17,2 19,0 19,74 19,74

40 18,1 39,3 35,9 28,5 22,5 21,1 23,0 24,21 24,21

42 19,0 49,3 45,0 35,6 27,8 25,6 27,7 29,39 29,39

44 19,9 61,3 55,9 44,0 34,0 31,0 33,1 35,37 35,37

46 20,8 75,5 68,8 54,0 41,4 37,2 39,3 42,22 42,22

48 21,7 92,2 83,9 65,7 50,1 44,5 46,5 50,01 50,01

50 22,6 112,0 102,0 79,0 60,0 53,0 55,0 58,84 58,84 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 5.1 3) menggunakan Rumus 7.23

Page 235: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93

225

Tabel L 1.5 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,5

Beban sumbu Angka Struktural (SN)1)

kips ton 1 2 3 4 5 6

SNI 1732-1989-

F2)

Pd.T-05-2005-B3)

2 0,9 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001 0,00002

4 1,8 0,0005 0,0005 0,0004 0,0003 0,0003 0,0002 0,0002 0,0003

6 2,7 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001

8 3,6 0,004 0,006 0,005 0,004 0,003 0,003 0,003 0,005

10 4,5 0,008 0,013 0,011 0,009 0,007 0,006 0,008 0,011

12 5,4 0,015 0,024 0,023 0,018 0,014 0,013 0,016 0,024

14 6,4 0,026 0,041 0,042 0,033 0,027 0,024 0,033 0,047

16 7,3 0,044 0,065 0,070 0,057 0,047 0,043 0,055 0,079

18 8,2 0,070 0,097 0,109 0,092 0,077 0,070 0,088 0,126

20 9,1 0,107 0,141 0,162 0,141 0,121 0,110 0,133 0,191

22 10,0 0,160 0,198 0,229 0,207 0,180 0,166 0,194 0,279

24 10,9 0,231 0,273 0,315 0,292 0,260 0,242 0,274 0,394

26 11,8 0,327 0,370 0,420 0,401 0,364 0,342 0,376 0,541

28 12,7 0,451 0,493 0,548 0,534 0,495 0,470 0,505 0,726

30 13,6 0,611 0,648 0,703 0,695 0,658 0,633 0,664 0,954

32 14,5 0,813 0,843 0,889 0,887 0,857 0,834 0,857 1,233

34 15,4 1,06 1,08 1,11 1,11 1,09 1,08 1,09 1,57

36 16,3 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,37 1,97

38 17,2 1,76 1,73 1,69 1,68 1,70 1,73 1,70 2,44

40 18,1 2,21 2,16 2,06 2,03 2,08 2,14 2,08 2,99

42 19,1 2,76 2,67 2,49 2,43 2,51 2,61 2,53 3,64

44 20 3,41 3,27 2,99 2,88 3,00 3,16 3,04 4,37

46 21 4,18 3,98 3,58 3,40 3,55 3,79 3,63 5,22

48 22 5,08 4,80 4,25 3,98 4,17 4,49 4,30 6,19

50 23 6,12 5,76 5,03 4,64 4,86 5,28 5,06 7,28

52 24 7,33 6,87 5,93 5,38 5,63 6,17 6,44 9,25

54 24 8,72 8,14 6,95 6,22 6,47 7,15 6,44 9,25

56 25 10,3 9,6 8,1 7,2 7,4 8,2 7,58 10,90

58 26 12,1 11,3 9,4 8,2 8,4 9,4 8,86 12,75

60 27 14,2 13,1 10,9 9,4 9,6 10,7 10,31 14,82

62 28 16,5 15,3 12,6 10,7 10,8 12,1 11,92 17,15

64 29 19,1 17,6 14,5 12,2 12,2 13,7 13,72 19,73

66 30 22,1 20,3 16,6 13,8 13,7 15,4 15,71 22,59 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 5.2 3) menggunakan Rumus 7.24

Page 236: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

226

Tabel L1.6 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,5

Beban sumbu Angka Struktural (SN)1)

kips ton 1 2 3 4 5 6

Pd.T-05-2005-B2)

2 0,9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001

4 1,8 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,00009

6 2,7 0,0006 0,0007 0,0005 0,0004 0,0003 0,0003 0,00

8 3,6 0,001 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001 0,00

10 4,5 0,003 0,004 0,003 0,002 0,002 0,002 0,00

12 5,4 0,005 0,007 0,006 0,004 0,003 0,003 0,01

14 6,4 0,008 0,012 0,010 0,008 0,006 0,006 0,01

16 7,3 0,012 0,019 0,018 0,013 0,011 0,010 0,02

18 8,2 0,018 0,029 0,028 0,021 0,017 0,016 0,04

20 9,1 0,027 0,042 0,042 0,032 0,027 0,024 0,06

22 10,0 0,038 0,058 0,060 0,048 0,040 0,036 0,09

24 10,9 0,053 0,078 0,084 0,068 0,057 0,051 0,12

26 11,8 0,072 0,103 0,114 0,095 0,080 0,072 0,17

28 12,7 0,098 0,133 0,151 0,128 0,109 0,099 0,22

30 13,6 0,129 0,169 0,195 0,170 0,145 0,133 0,30

32 14,5 0,169 0,213 0,247 0,220 0,191 0,175 0,38

34 15,4 0,219 0,266 0,308 0,281 0,246 0,228 0,49

36 16,3 0,279 0,329 0,379 0,352 0,313 0,292 0,61

38 17,2 0,352 0,403 0,461 0,436 0,393 0,368 0,76

40 18,1 0,439 0,491 0,554 0,533 0,487 0,459 0,93

42 19,1 0,543 0,594 0,661 0,644 0,597 0,567 1,12

44 20 0,666 0,714 0,781 0,769 0,723 0,692 1,35

46 21 0,811 0,854 0,918 0,911 0,868 0,838 1,62

48 22 0,979 1,015 1,072 1,069 1,033 1,005 1,91

50 23 1,17 1,20 1,24 1,25 1,22 1,20 2,25

52 24 1,40 1,41 1,44 1,44 1,43 1,41 2,86

54 24 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 2,86

56 25 1,95 1,93 1,90 1,90 1,91 1,93 3,37

58 26 2,29 2,25 2,17 2,16 2,20 2,24 3,94

60 27 2,67 2,60 2,48 2,44 2,51 2,58 4,59

62 28 3,09 3,00 2,82 2,76 2,85 2,95 5,30

64 29 3,57 3,44 3,19 3,10 3,22 3,36 6,10

66 30 4,11 3,94 3,61 3,47 3,62 3,81 6,99 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 7.25

Page 237: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93

227

Tabel L1.7 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 3,0

Beban sumbu Angka Struktural (SN)1) Pd.T-05-

2005-B3)

kips ton 1 2 3 4 5 6

SNI 1732-1989-

F2) Roda ganda

2 0,9 0,0008 0,0009 0,0006 0,0003 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001

4 1,8 0,004 0,008 0,006 0,004 0,002 0,002 0,002 0,002

6 2,7 0,014 0,030 0,028 0,018 0,012 0,010 0,01 0,01

8 3,6 0,035 0,070 0,080 0,055 0,040 0,034 0,04 0,04

10 4,5 0,082 0,132 0,168 0,132 0,101 0,086 0,09 0,09

12 5,4 0,173 0,231 0,296 0,260 0,212 0,187 0,19 0,19

14 6,4 0,332 0,388 0,468 0,447 0,391 0,358 0,38 0,38

16 7,3 0,594 0,633 0,695 0,693 0,651 0,622 0,64 0,64

18 8,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

20 9,1 1,60 1,53 1,41 1,38 1,44 1,51 1,55 1,55

22 10,0 2,47 2,29 1,96 1,83 1,97 2,16 2,26 2,26

24 10,9 3,67 3,33 2,69 2,39 2,60 2,96 3,18 3,18

26 11,8 5,29 4,72 3,65 3,08 3,33 3,91 4,37 4,37

28 12,7 7,43 6,56 4,88 3,93 4,17 5,00 5,87 5,87

30 13,6 10,2 8,9 6,5 5,0 5,1 6,3 7,72 7,72

32 14,5 13,8 12,0 8,4 6,2 6,3 7,7 9,97 9,97

34 15,4 18,2 15,7 10,9 7,8 7,6 9,3 12,69 12,69

36 16,3 23,8 20,4 14,0 9,7 9,1 11,0 15,92 15,92

38 17,2 30,6 26,2 17,7 11,9 11,0 13,0 19,74 19,74

40 18,1 38,8 33,2 22,2 14,6 13,1 15,3 24,21 24,21

42 19,0 48,8 41,6 27,6 17,8 15,5 17,8 29,39 29,39

44 19,9 60,6 51,6 34,0 21,6 18,4 20,6 35,37 35,37

46 20,8 74,7 63,4 41,5 26,1 21,6 23,8 42,22 42,22

48 21,7 91,2 77,3 50,3 31,3 25,4 27,4 50,01 50,01

50 22,6 110,0 94,0 61,0 37,0 30,0 32,0 58,84 58,84 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 5.1 3) menggunakan Rumus 7.23

Page 238: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

228

Tabel L1.8 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 3,0

Beban sumbu Angka Struktural (AS)1)

kips ton 1 2 3 4 5 6

SNI 1732-1989-

F2)

Pd.T-05-

2005-B3)

2 0,9 0,0002 0,00002 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,00001 0,00002

4 1,8 0,001 0,0003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,0002 0,0003

6 2,7 0,003 0,001 0,003 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001

8 3,6 0,006 0,005 0,009 0,005 0,003 0,003 0,003 0,005

10 4,5 0,011 0,011 0,020 0,012 0,008 0,007 0,008 0,011

12 5,4 0,019 0,024 0,039 0,024 0,017 0,014 0,016 0,024

14 6,4 0,031 0,047 0,068 0,045 0,032 0,026 0,033 0,047

16 7,3 0,049 0,079 0,109 0,076 0,055 0,046 0,055 0,079

18 8,2 0,075 0,126 0,164 0,121 0,090 0,076 0,088 0,126

20 9,1 0,113 0,191 0,232 0,182 0,139 0,119 0,133 0,191

22 10,0 0,166 0,279 0,313 0,260 0,205 0,178 0,194 0,279

24 10,9 0,238 0,394 0,407 0,368 0,292 0,257 0,274 0,394

26 11,8 0,333 0,541 0,517 0,476 0,402 0,360 0,376 0,541

28 12,7 0,457 0,726 0,643 0,614 0,538 0,492 0,505 0,726

30 13,6 0,616 0,954 0,788 0,773 0,702 0,656 0,664 0,954

32 14,5 0,817 1,233 0,956 0,953 0,896 0,855 0,857 1,233

34 15,4 1,07 1,57 1,15 1,15 1,12 1,09 1,09 1,57

36 16,3 1,38 1,97 1,38 1,38 1,38 1,38 1,37 1,97

38 17,2 1,75 2,44 1,64 1,62 1,66 1,70 1,70 2,44

40 18,1 2,21 2,99 1,94 1,89 1,98 2,08 2,08 2,99

42 19,1 2,75 3,64 2,29 2,19 2,33 2,50 2,53 3,64

44 20 3,39 4,37 2,70 2,52 2,71 2,97 3,04 4,37

46 21 4,15 5,22 3,16 2,89 3,13 3,50 3,63 5,22

48 22 5,04 6,19 3,70 3,29 3,57 4,07 4,30 6,19

50 23 6,08 7,28 4,31 3,74 4,05 4,70 5,06 7,28

52 24 7,27 9,25 5,01 4,24 4,57 5,37 6,44 9,25

54 24 8,65 9,25 5,81 4,79 5,13 6,10 6,44 9,25

56 25 10,2 10,90 6,7 5,4 5,7 6,9 7,58 10,90

58 26 12,0 12,75 7,7 6,1 6,4 7,7 8,86 12,75

60 27 14,1 14,82 8,9 6,8 7,1 8,6 10,31 14,82

62 28 16,3 17,15 10,2 7,7 7,8 9,5 11,92 17,15

64 29 18,9 19,73 11,6 8,6 8,6 10,5 13,72 19,73

66 30 21,8 22,59 13,2 9,6 9,5 11,6 15,71 22,59 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 5.2 3) menggunakan Rumus 7.24

Page 239: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93

229

Tabel L1.9 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 3,0

Beban sumbu Angka Struktural (AS)1)

kips ton 1 2 3 4 5 6

Pd.T-05-2005-B2)

2 0,9 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001

4 1,8 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0,0001 0,00009

6 2,7 0,001 0,001 0,001 0,001 0,000 0,000 0,00

8 3,6 0,003 0,004 0,002 0,001 0,001 0,001 0,00

10 4,5 0,005 0,008 0,005 0,003 0,002 0,002 0,00

12 5,4 0,007 0,014 0,010 0,006 0,004 0,003 0,01

14 6,4 0,011 0,023 0,018 0,011 0,007 0,006 0,01

16 7,3 0,016 0,035 0,030 0,018 0,013 0,010 0,02

18 8,2 0,022 0,050 0,047 0,029 0,020 0,017 0,04

20 9,1 0,031 0,069 0,069 0,044 0,031 0,026 0,06

22 10,0 0,043 0,090 0,097 0,065 0,046 0,039 0,09

24 10,9 0,059 0,116 0,132 0,092 0,066 0,056 0,12

26 11,8 0,079 0,145 0,174 0,126 0,092 0,078 0,17

28 12,7 0,104 0,179 0,223 0,168 0,126 0,107 0,22

30 13,6 0,136 0,218 0,279 0,219 0,167 0,143 0,30

32 14,5 0,176 0,265 0,342 0,279 0,218 0,188 0,38

34 15,4 0,226 0,319 0,413 0,350 0,279 0,243 0,49

36 16,3 0,286 0,382 0,491 0,432 0,352 0,310 0,61

38 17,2 0,359 0,456 0,577 0,524 0,437 0,389 0,76

40 18,1 0,447 0,543 0,671 0,626 0,536 0,483 0,93

42 19,1 0,550 0,643 0,775 0,740 0,649 0,593 1,12

44 20 0,673 0,760 0,889 0,865 0,777 0,720 1,35

46 21 0,817 0,894 1,014 1,001 0,920 0,865 1,62

48 22 0,984 1,048 1,152 1,148 1,080 1,030 1,91

50 23 1,18 1,23 1,30 1,31 1,26 1,22 2,25

52 24 1,40 1,43 1,47 1,48 1,45 1,43 2,86

54 24 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 2,86

56 25 1,95 1,92 1,86 1,85 1,88 1,91 3,37

58 26 2,28 2,21 2,09 2,06 2,13 2,20 3,94

60 27 2,66 2,54 2,34 2,28 2,39 2,50 4,59

62 28 3,08 2,92 2,61 2,52 2,66 2,84 5,30

64 29 3,56 3,33 2,92 2,77 2,96 3,19 6,10

66 30 4,09 3,79 3,25 3,04 3,27 3,58 6,99 1)Sumber: AASHTO’93 2) menggunakan Rumus 7.25

Page 240: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

230

LAMPIRAN 2

Angka ekivalen Berdasarkan SNI 1732-1989-F

DAN

Pd.T-05-2005-B

Page 241: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 2 Angka ekivalen Berdasarkan SNI 1732-1989-F Dan Pd.T-05-2005-B

231

LAMPIRAN 2

Angka ekivalen Berdasarkan SNI 1732-1989-F DAN Pd.T-05-2005-B

Tabel L 2.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Tunggal

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

1 0,0002 0,0012 9 1,48 7,72

2 0,0036 0,0188 10 2,26 11,76

3 0,02 0,10 11 3,30 17,22

4 0,06 0,30 12 4,68 24,39

5 0,14 0,74 13 6,44 33,59

6 0,29 1,52 14 8,66 45,18

7 0,54 2,82 15 11,42 59,54

8 0,92 4,82 16 14,78 77,07 1) menggunakan Rumus 5.1 2) menggunakan Rumus 7.22 Tabel L 2.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

1 0,0002 0,0002 16 14,78 14,78

2 0,0036 0,0036 17 18,84 18,84

3 0,02 0,02 18 23,68 23,68

4 0,06 0,06 19 29,39 29,39

5 0,14 0,14 20 36,09 36,09

6 0,29 0,29 21 43,86 43,86

7 0,54 0,54 22 52,84 52,84

8 0,92 0,92 23 63,12 63,12

9 1,48 1,48 24 74,83 74,83

10 2,26 2,26 25 88,10 88,10

11 3,30 3,30 26 103,07 103,07

12 4,68 4,68 27 119,87 119,87

13 6,44 6,44 28 138,63 138,63

14 8,66 8,66 29 159,53 159,53

15 11,42 11,42 30 182,69 182,69 1) menggunakan Rumus 5.1 2) menggunakan Rumus 7.23

Page 242: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

232

Tabel L 2.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Ganda Roda Ganda Beban

Sumbu, ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

1 0,00002 0,00003 16 1,27 1,83

2 0,00031 0,0004 17 1,62 2,33

3 0,00 0,00 18 2,04 2,93

4 0,00 0,01 19 2,53 3,64

5 0,01 0,02 20 3,10 4,46

6 0,03 0,04 21 3,77 5,43

7 0,05 0,07 22 4,54 6,53

8 0,08 0,11 23 5,43 7,81

9 0,13 0,18 24 6,44 9,25

10 0,19 0,28 25 7,58 10,90

11 0,28 0,41 26 8,86 12,75

12 0,40 0,58 27 10,31 14,82

13 0,55 0,80 28 11,92 17,15

14 0,75 1,07 29 13,72 19,73

15 0,98 1,41 30 15,71 22,59 1) menggunakan Rumus 5.2 2) menggunakan Rumus 7.24

Tabel L 2.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tripel Roda Ganda

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

Beban Sumbu,

ton

SNI 1732-1989-F1)

Pd.T-05-2005-B2)

1 0,00001 16 0,57 2 0,00014 17 0,72 3 0,00 18 0,91 4 0,00 19 1,12 5 0,01 20 1,38 6 0,01 21 1,68 7 0,02 22 2,02 8 0,04 23 2,42 9 0,06 24 2,86 10 0,09 25 3,37 11 0,13 26 3,94 12 0,18 27 4,59 13 0,25 28 5,30 14 0,33 29 6,10 15

tidak ada pedoman untuk itu

0,44 30

tidak ada pedoman untuk itu

6,99 1) tidak ada 2) menggunakan Rumus 7.25

Page 243: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 3 Daftar Rumus

233

LAMPIRAN 3

Daftar Rumus

halaman

Bab 2 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Jalan

Rumus 2.1 : 5tanahdasarD

pondasiD

15

15 ≥ ..................................................27

Rumus 2.2 : 5dasartanah D

pondasiD

85

15 < .................................................27

Bab 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

Rumus 3.1 : pπPa = ................................................................37

Rumus 3.2 : F1 = G l2/l ............................................................39

Rumus 3.3 : F2 = G l1/l .............................................................39

Rumus 3.4 : F1 = 0,0A G dan F2 = 0,0B G ..................................39

Rumus 3.5 : LHRT = 365

tahun1 dalam kendaraan Jumlah ........ ..........46

Rumus 3.6 : LHR = pengamatan harijumlah

pengamatan selama kendaraan Jumlah .............47

Rumus 3.7 : Q = ∑ LHRi x DA x DL .............................................54

Rumus 3.8 : Q = ∑ LHRTi x DA x DL ...........................................54

Rumus 3.9 : Q = ∑ LHRTi x Ci ..................................................54

Page 244: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

234

Rumus 3.10 : Q = ∑ LHRi x Ci ................................................ 54

Rumus 3.11 : CBRttk pengamatan = 33

nn3

11 )h

CBR.........hCBRh(

+ ..... 62

Rumus 3.12 : CBRsegmen = CBRrata-rata – K.S ................................. 64

Rumus 3.13 : CBRsegmen = CBRrata-rata -(CBRmaks-CBRmin)/R ............. 64

Rumus 3.14 : DN = ND

............................................................... 69

Rumus 3.15 : Log10 (CBR) = 2,8135 – 1,313 Log10 DN ................. 73

Rumus 3.16 : Log10 (CBR) = 1,352 – 1,125 Log10 DN .................... 73

Rumus 3.17 : MR = r

d

εσ .......................................................... 75

Rumus 3.18 : MR = 1500 (CBR), MR dalam psi ............................. 77

Rumus 3.19 : MR = 2555 (CBR)0,64, MR dalam psi .......................... 77

Rumus 3.20 : IP = (5) e(-0,18) (IRI)) .............................................................................

94

Rumus 3.21 : IP = (5) e(-0,26) (IRI)) .......................................................................

94

Rumus 3.22 : IP = 5,697 – (2,104)√IRI ...................................... 94

Rumus 3.23 : f = F/L ............................................................... 95

Rumus 3.24 : SN atau FN = 100 (F/L) ......................................... 95

Page 245: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 3 Daftar Rumus

235

BAB 4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

Rumus 4.1 : log W18 = 9,36 log (SN + 1) – 0,20 +

5,19

t

1) (SN1094 0,40

G

++

+ log R + 0,372 (S – 3,0) .........106

Rumus 4.2 : Gt = log 1,5)(4,2

)p(4,2 t

−−

.............................................106

Rumus 4.3 : SN = a1D1 + a2D2 + a3D3 ......................................106

Rumus 4.4 : [ ]4,332xG/β

G/β4,79

2xx

2s18

18

x L1010

LLLL

WW

18

x

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

= .......................111

Rumus 4.5 : βx = 3,232x

5,19

3,232xx

L1)(SN)L0,081(L0,4

++

+ ..................................112

Rumus 4.6 : Ekendaraan = Σ Esumbu ................................................117

Rumus 4.7 : E sumbu = ∑∑

i

ii

fEf

...............................................118

Rumus 4.8 : W18 = ∑ LHRi x Ei x DA x DL x 365 x N ....................121

Rumus 4.9 : W18 = ∑ LHRTi x Ei x DA x DL x 365 x N ..................121

Rumus 4.10 : N = r

1]r)[(1 n −+ ....................................................122

Rumus 4.11 : .........................................................................Wt

= (wt)(FR) 127

Rumus 4.12 : FR = )( 010 SZ R− .........................................................128

Page 246: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

236

Rumus 4.13 : log (W18) = ZR x S0 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 +

19,5)1SN(109440,0

]5.12.4

PSIlog[

++

−Δ

+ 2,32 x log (MR) – 8,07 .......... 132

Rumus 4.14 : SN = a1D1 + a2 m2D2 + a3 m3D3 ............................ 133

Rumus 4.15 : a2 = 0,249 (log EBS) – 0,977 .................................. 135

Rumus 4.16 : a3 = 0,227 (log ESB) – 0,839 .................................. 136

Rumus 4.17 : *1D ≥

1

1

aSN ........................................................... 138

Rumus 4.18 : *1SN = a1. *

1D ≥ SN1 ............................................ 138

Rumus 4.19 : *2D ≥

22

*12

.aSNSN

m− ................................................... 138

Rumus 4.20 : *2SN = a2. m2

*2D ................................................... 138

Rumus 4.21 : *1SN + *

2SN ≥ SN2 .................................................. 138

Rumus 4.22 : *3D ≥

33

*2

*13

a)SN(SN

mSN+−

.................................... 139

Bab 5 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

Rumus 5.1 : Esumbu tunggal = (8.160

kggal,sumbu tungbeban )4 ............... 142

Rumus 5.2 : Esumbu ganda = 0,086 (8.160

kgganda,sumbu beban )4 ........ 142

Rumus 5.3 : LHR awal umur rencana = (1+a) n. LHRs ............... 143

Page 247: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 3 Daftar Rumus

237

Rumus 5.4 : LEP = ∑=

=

ni

1iiLHR x Ei x Ci .........................................145

Rumus 5.5 : LEP = ∑=

=

ni

1iiLHRT x Ei x Ci .......................................145

Rumus 5.6 : LEA = LEP (1+i)UR ...............................................146

Rumus 5.7 : LER = )2

LEALEP( +x FP .......................................146

Rumus 5.8 : DDT = 4,3 log CBR + 1,7 ......................................147

Rumus 5.9 : log (LERx 3650) = 9,36 log (2,54ITP + 1) – 0,20 +

5,19

t

1) 2,54ITP(

1094 0,40

G

++

+ log(FR1 ) + 0,372 (DDT–3,0) .. .151

Rumus 5.10 : ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 .....................................152

Bab 6 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt T-01-2002-B

Rumus 6.1 : Esumbu tunggal roda tunggal = (kN53

kNgal,sumbu tungbeban )4 ....174

Rumus 6.2 : Rbertahap = (Rseluruh)1/n...............................................176

Bab 7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Rumus 7.1 : d = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB ...........................193

Rumus 7.2 : Ft = 4,184 x TL-0,4025, untuk HL < 10 cm ..................196

Page 248: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

238

Rumus 7.3 : Ft = 14,785 x TL-0,7573, untuk HL ≥ 10cm ................ 196

Rumus 7.4 : TL = 1/3 (Tp +Tt + Tb) ......................................... 196

Rumus 7.5 : FKB-BB = 77,343 x (beban uji dalam ton)(-2,0715) ...... 196

Rumus 7.6 : FK = Rds x 100% ................................................ 198

Rumus 7.7 : dR = s

n

1

n

ds

∑ ............................................................ 199

Rumus 7.8 : S = 1)(nn

d)()d(n

ss

n

1

2n

1

2s

ss

− ∑∑ ....................................... 199

Rumus 7.9 : Dwakil = dR + K.s ................................................... 199

Rumus 7.10 : sisaITP = K1.a1D1 + K2.a2D2 + K3.a3D3 ..................... 200

Rumus 7.11 : ∆ ITP = ITP - sisaITP ............................................ 201

Rumus 7.12 : D tambah = 1a

ITPΔ ............................................. 202

Rumus 7.13 : SNeff = a1’D1’ + a2’ m2D2’ + a3’ m3D3’ ................... 203

Rumus 7.14 : SNol = SN - SNeff ................................................. 206

Rumus 7.15 : Dol = ol

eff

ol

ol

aSNSN

aSN −

= ........................................ 206

Rumus 7.16 : AE18KSAL= ∑ LHRi x Ei x DA x DL x 365 x N ........... 206

Rumus 7.17 : Dizin = 5,5942. e-0,2769 log AE18KSAL .............................. 207

Page 249: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 3 Daftar Rumus

239

Rumus 7.18 : Dizin = 8,6685. e-0,2769 log AE18KSAL ...............................208

Rumus 7.19 : ESA= ∑ LHRi x Ei x DA x DL x 365 x N .....................209

Rumus 7.20 : T = 0,001 (9 – RCI)4,5 + Pd. Cam/4 + Tmin ..............211

Rumus 7.21 : t = ESA

ESADwakil

log013,008,0)log1(048,0log303,2

−−− ......................211

Rumus 7.22 : Esumbu tunggal roda tunggal = (5.400

kggal,sumbu tungbeban )4 .....212

Rumus 7.23 : Esumbu tunggal roda ganda = (8.160

kgganda,sumbu beban )4 ........212

Rumus 7.24 : Esumbu tandem roda ganda = (13.760

kggal,sumbu tungbeban )4 .....212

Rumus 7.25 : Esumbu tripel roda ganda = (18.450

kgganda,sumbu beban )4 ..........212

Rumus 7.26 : CESA=∑=

=

ni

1iiLHR x 365 x Ei x Ci x N .........................212

Rumus 7.27 : Drencana = 22,208 x CESA(-0,2307) ................................213

Rumus 7.28 : H0 = 0,0597

)]Ln(D)Ln(D)[Ln(1,0364 stlovsblov −+ ..................213

Rumus 7.29 : Fo = 0,5032 x Exp(0,0194 x TPRT) .................................214

Rumus 7.30 : Ht = Ho x Fo ..........................................................216

Rumus 7.31 : FKTBL = 12,51 x MR-0,333 ...........................................216

Page 250: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

240

LAMPIRAN 4

DAFTAR TABEL

Page 251: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 4 Daftar Tabel

241

LAMPIRAN 4

Daftar Tabel

halaman

Bab 2 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Jalan

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Campuran Latasir ................................ 17

Tabel 2.2 Ketentuan Sifat Campuran Lataston .............................. 18

Tabel 2.3 Ketentuan Sifat Campuran Laston ............................... 19

Tabel 2.4 Ketentuan Sifat Campuran Laston Modifikasi ................ 20

Tabel 2.5 Ketentuan Sifat Campuran Lasbutag ............................. 21

Tabel 2.6 Tebal Nominal Minimum Lapis Permukaan .................... 22

Tabel 2.7 Gradasi Lapis Pondasi Agregat ................................... .. 24

Tabel 2.8 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat ......................... 25

Tabel 2.9 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Tanah Semen .................. 25

Tabel 2.10 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Semen ............... 26

Tabel 2.11 Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas C.......... ............... 28

Tabel 2.12 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Kelas C ........ ...... 28

Bab 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

Tabel 3.1 Distribusi Beban Sumbu Untuk Berbagai Jenis Kendaraan 40

Tabel 3.2 Jenis Lokasi Pos Timbang Dan Jumlah Sampel .............. 43

Tabel 3.3 Contoh Spektra Beban Sumbu Kendaraan .................... 53

Tabel 3.4 Beban Untuk Melakukan Penetrasi Batu Pecah Standar . 57

Tabel 3.5 Nilai R Untuk Menghitung CBR Segmen ....................... 65

Tabel 3.6 Contoh Metode Grafis Untuk Menentukan CBRsegmen ...... 68

Tabel 3.7 Contoh Hasil Pengujian Dengan Alat DCP ..................... 71

Page 252: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

242

Tabel 3.8 Korelasi Nilai MR dengan klasifikasi AASHTO dan CBR .... 77

Tabel 3.9 Korelasi Nilai MR dengan klasifikasi USCS dan CBR ........ 78

Tabel 3.10 Berbagai Fungsi Jalan .................................................. 83

Tabel 3.11 Nilai IP dan Persentase Responden Yang Menerimanya .. 93

Tabel 3.12 Nilai IRI dan Persentase Responden Yang Menerimanya 94

Bab 4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO

Tabel 4.1 Gradasi Agregat Lapis Beton Aspal ................................ 99

Tabel 4.2 Karakteristik Benda Uji Beton Aspal............................... 99

Tabel 4.3 Gradasi Agregat Lapis Pondasi ..................................... 100

Tabel 4.4 Gradasi Agregat Lapis Pondasi Bawah ........................... 101

Tabel 4.5 Tebal Perkerasan Untuk Setiap Loop ............................ 102

Tabel 4.6 Beban Sumbu Dan Jenis Kendaraan Pada

Jalan Percobaan .......................................................... 103

Tabel 4.7 Perbedaan Antara Metode AASHO 1972 Dengan

Metode AASHTO 1993 ................................................. 110

Tabel 4.8 Contoh Data Frekwensi Beban Sumbu Untuk Truk

1.22+22...................................................................... 119

Tabel 4.9 Contoh Perhitungan E Truk 1.22+22 ............................ 120

Tabel 4.10 Faktor Umur Rencana ................................................. 123

Tabel 4.11 Nilai Reliabilitas, ZR Dan FR ........................................ 129

Tabel 4.12 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan ............................ 130

Tabel 4.13 Kelompok Kualitas Drainase ......................................... 131

Tabel 4.14 Koefisien Drainase (m) ................................................ 132

Tabel 4.15 Tebal Minimum Lapis Permukaan Dan Lapis Pondasi....... 139

Page 253: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Lampiran 4 Daftar Tabel

243

Bab 5 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F

Tabel 5.1 Perbedaan Antara Metode AASHTO 1972

& SNI 1732-1989-F .............................................. 142

Tabel 5.2 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Jalur .......................... 144

Tabel 5.3 Koefisien Distribusi ke Lajur Rencana ........................... 145

Tabel 5.4. Korelasi antara CBR dan DDT ....................................... 147

Tabel 5.5 Faktor Regional ........................................................... 139

Tabel 5.6 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0) ........ 148

Tabel 5.7 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt) ........ 149

Tabel 5.8 Kinerja Struktur Perkerasan Jalan Di Akhir Umur Rencana 150

Tabel 5.9 Koefisien Kekuatan Relatif ........................................... 163

Tabel 5.10 Tebal Minimum Lapis Perkerasan ................................. 164

Bab 6 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt T-01-2002-B

Tabel 6.1 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0) ........ 173

Tabel 6.2 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt) ........ 173

Tabel 6.4 Faktor Distribusi Lajur (DL) ........................................... 175

Tabel 6.4 Perbedaan metode AASHTO1993 dengan

Metode PtT-01-2002-B .............................................. 178

Bab 7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah

Tabel 7.1 Faktor Koreksi Lendutan Terhadap Temperatur

Standar (Ft) ................................................................ 195

Tabel 7.2 Temperatur Tengah (Tt) dan Bawah (Tb) Lapis Beraspal 197

Tabel 7.3 Nilai Kondisi Perkerasan Jalan ..................................... 202

Tabel 7.4 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Jalan Lama ...................... 204

Page 254: TENTANG PENULISebook.itenas.ac.id/repository/c19fa78bdf9dd2c2b2aa059e... · 2019. 7. 30. · Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan air. Oleh karena

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

244

Tabel 7.5 Nilai RCI secara visual ................................................... 210

Tabel 7.6 Faktor Koreksi Penyesuaian Jenis Lapis Tambah (FKTBL) ... 216

Lampiran

Tabel L1.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,0 .... 221

Tabel L1.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,0 .... 222

Tabel L1.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,0 ...... 223

Tabel L1.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,5..... 224

Tabel L1.5 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,5..... 225

Tabel L1.6 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,5 ...... 226

Tabel L1.7 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 3,0..... 227

Tabel L1.8 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 3,0..... 228

Tabel L1.9 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 3,0 ...... 229

Tabel L2.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Tunggal 231

Tabel L2.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda. 231

Tabel L2.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Ganda Roda Ganda ... 232

Tabel L2.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tripel Roda Ganda .... 232