iv. hasil dan pembahasan 4.1. penyebaran populasi macan ... · 1 satuan areal terkecil yang dapat...

83
69 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan Tutul Jawa 4.1.1. Penyebaran Menurut Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Dari 20 KPH yang diteliti terdapat 15 KPH yang wilayahnya masih menjadi daerah sebaran macan tutul jawa. Dari 15 KPH tersebut terdapat 48 titik indikasi keberadaan macan tutul jawa. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut wilayah pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah disajikan pada Tabel 4.1. Sebaran populasi macan tutul jawa berdasarkan lokasi ditemukannya pada unit area pengelolaan hutan terkecil (Resort Pemangkuan Hutan/RPH), satuan ekosistem dan kisaran ketinggian wilayahnya disajikan pada Tabel 4.2. Beberapa titik mungkin overlap atau sebenarnya merupakan satu populasi, misalnya jika dalam satu hamparan hutan yang kompak ditemukan beberapa titik indikasi keberadaan macan tutul seperti di KPH Pekalongan Timur, Pekalongan Barat dan Pemalang. Beberapa titik lainnya tampak secara jelas merupakan satu populasi tersendiri. Populasi ini bisa menjadi bagian dari metapopulasi di suatu wilayah (region) atau populasi yang terisolasi yang tidak memiliki peluang berinteraksi dengan populasi lainnya karena adanya penghalang (barrier) yang tidak dapat dilewati. Contoh populasi yang terisolasi antara lain populasi macan tutul jawa di Pulau Nusakambangan yang tidak terhubung dengan populasi macan tutul jawa di daratan Pulau Jawa seperti populasi macan tutul jawa di Majenang, Pesahangan, Cimanggu dan Mandirancan-Kebasen. Populasi-populasi di puncak-puncak gunung yang di sekililingnya telah berubah menjadi lahan pertanian dan pemukiman juga menjadi populasi yang terisolasi. Dari Tabel 4.2. tampak bahwa ada sembilan lokasi indikasi macan tutul jawa yang memiliki ketinggian 1.000 m atau lebih dari permukaan laut. Lokasi-lokasi tersebut umumnya merupakan gunung-gunung yang hutannya telah ditetapkan sebagai hutan lindung yaitu : Gunung Slamet, G. Prahu, G. Sindoro, G. Sumbing, G. Merapi, G. Merbabu, G. Lawu, G. Ungaran dan.G. Muria. Sementara itu, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu telah ditetapkan sebagai taman nasional sejak tahun 2004 (Departemen Kehutanan, 2007b).

Upload: phungkhuong

Post on 21-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

69

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyebaran Populasi Macan Tutul Jawa

4.1.1. Penyebaran Menurut Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)

Dari 20 KPH yang diteliti terdapat 15 KPH yang wilayahnya masih menjadi

daerah sebaran macan tutul jawa. Dari 15 KPH tersebut terdapat 48 titik indikasi

keberadaan macan tutul jawa. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut wilayah

pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah disajikan pada Tabel 4.1.

Sebaran populasi macan tutul jawa berdasarkan lokasi ditemukannya pada unit area

pengelolaan hutan terkecil (Resort Pemangkuan Hutan/RPH), satuan ekosistem dan

kisaran ketinggian wilayahnya disajikan pada Tabel 4.2.

Beberapa titik mungkin overlap atau sebenarnya merupakan satu populasi,

misalnya jika dalam satu hamparan hutan yang kompak ditemukan beberapa titik

indikasi keberadaan macan tutul seperti di KPH Pekalongan Timur, Pekalongan Barat

dan Pemalang. Beberapa titik lainnya tampak secara jelas merupakan satu populasi

tersendiri. Populasi ini bisa menjadi bagian dari metapopulasi di suatu wilayah (region)

atau populasi yang terisolasi yang tidak memiliki peluang berinteraksi dengan populasi

lainnya karena adanya penghalang (barrier) yang tidak dapat dilewati.

Contoh populasi yang terisolasi antara lain populasi macan tutul jawa di Pulau

Nusakambangan yang tidak terhubung dengan populasi macan tutul jawa di daratan

Pulau Jawa seperti populasi macan tutul jawa di Majenang, Pesahangan, Cimanggu dan

Mandirancan-Kebasen. Populasi-populasi di puncak-puncak gunung yang di

sekililingnya telah berubah menjadi lahan pertanian dan pemukiman juga menjadi

populasi yang terisolasi.

Dari Tabel 4.2. tampak bahwa ada sembilan lokasi indikasi macan tutul jawa

yang memiliki ketinggian 1.000 m atau lebih dari permukaan laut. Lokasi-lokasi

tersebut umumnya merupakan gunung-gunung yang hutannya telah ditetapkan sebagai

hutan lindung yaitu : Gunung Slamet, G. Prahu, G. Sindoro, G. Sumbing, G. Merapi, G.

Merbabu, G. Lawu, G. Ungaran dan.G. Muria. Sementara itu, Gunung Merapi dan

Gunung Merbabu telah ditetapkan sebagai taman nasional sejak tahun 2004

(Departemen Kehutanan, 2007b).

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

70

Tabel 4.1. Keberadaan macan tutul jawa menurut wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

No. Kesatuan

Pemangkuan Hutan Luas (Ha)

Tanaman Utama (Kelas Perushaan)

Vegetasi Habitat Macan Tutul

Jumlah Lokasi Temuan Macan

Tutul Jawa

1 Banyumas Barat 39.466,30 Pinus1,5

Campuran; Pinus; Hutan alam dataran rendah 4

2 Banyumas Timur 12.776,00 Pinus Pinus; Hutan alam pegunungan

2 2.947,90 Damar2

3

Kedu Selatan

29.792,00 Pinus Campuran; Hutan alam dataran rendah; Jati 2

10.665,80 Damar

4.263,90 Jati3

4

Kedu Utara

25.079,00 Pinus Hutan alam pegunungan 6 11.274,39 Mahoni4

5

Surakarta

10.799,90 Jati Hutan alam pegunungan 1 22.350,10 Pinus

6 Semarang 29.119,40 Jati Jati 0

7 Telawah 18.272,70 Jati Jati 1

8 Gundih 30.049,50 Jati Jati 0

9 Purwodadi 19.636,50 Jati Jati 1

10 Blora 15.105,00 Jati Jati 0

11 Randublatung 32.464,10 Jati Jati 1

12 Cepu 33.047,30 Jati Jati 1

13 Kebunharjo 17.801,36 Jati Jati 1

14 Mantingan 16.746,13 Jati Jati 0

15 Pati 38.544,20 Jati Hutan alam dataran rendah 1

16 Kendal 20.389,70 Jati Jati; Campuran; Hutan alam dataran rendah 3

17 Pekalongan Timur 52.791,40 Pinus Pinus 6

18 Pekalongan Barat 40.797,76 Pinus5 Pinus 12

19 Pemalang 24.423,40 Jati Jati 6

20 Balapulang 29.790,13 Jati Jati 0

Jumlah 588.393,87 Jumlah 48

Keterangan : 1 Pinus merkusii 2 Agathis alba 3 Tectona grandis 4 Swietenia macrophylla 5 Pinus oocarpa

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

71

Tabel 4.2. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut unit areal pengelolaan hutan terkecil, satuan ekosistem, ketinggian tempat, kelas lereng dan tipe curah hujan di Provinsi Jawa Tengah.

Wilayah KPH Unit areal manajemen hutan terkecil 1

Satuan Ekosistem Kompak 2

Ketinggian dpl (m)5

Kelas Lereng

(%)3

Tipe Curah Hujan4

Banyumas Timur 1. RPH Mandirancan – RPH Kebasen*

RPH Mandirancan –RPH Kebasen (kecil terisolasi)

200-350 25-40% A

2. RPH Tunjungmuli * Gunung Slamet 750-1.000 25-40% A

Banyumas Barat 3. RPH Pesahangan* RPH Majenang-RPH Pesahangan-RPH Dayeuhluhur

350-500 0-8% B

4. RPH Mejenang* 500 – 1.000

0-8% B

5. RPH Cimanggu* RPH Cimanggu (kecil terisolasi)

200-400 0-8% B

6. Cagar Alam Nusakambangan*

Pulau Nusakambangan (kecil terisolasi)

0-200 0-8% B

Kedu Selatan 7. RPH Pringombo* BKPH Banjarnegara 530-930 25-40% B

8. RPH Karangsambung BKPH Kebumen 300-500 25-40% B

Kedu Utara 9. RPH Kwadungan Gunung Sindoro 2.000-3.300 > 40% C

10. RPH Kemloko - RPH Kecepit

Gunung Sumbing 2.000-3.000 25-40% C

11. RPH Gempol Gununug Ungaran 1.000 – 2.050 25-40% C

12. Taman Nasional Merapi

Gunung Merapi 1.000-2.900 25-40% C

13. Taman Nasional Merbabu*

Gunung Merbabu 1.200-3.142 25-40% C

14. RPH Kenjuran Gunung Prahu 2.000-2.500 > 40% C

Surakarta 15. BKPH Lawu Utara - BKPH Lawu Selatan

Gunung Lawu 1.000-3.265 15-25% D

Telawa 16. RPH Karangwinong* BH Karangsono 100-300 0-8% C & D

Purwodadi 17. BKPH Sambirejo* BKPH Sambirejo 60-560 0-8% C

Randublatung 18. RPH Soko* BH Ngliron 100-300 0-8% C & D

Cepu 19. RPH Cabak BKPH Cabak 100-300 0-8% C & D

Kebonharjo 20. BKPH Ngandang-BKPH Sale*

BKPH Ngandang- Sale 100-300 0-8% C

Pati 21. Bagian Hutan Muria Gunung Muria 800 – 1.000 25-40% A, C, D & E

Kendal 22. RPH Darupono* BKPH Boja- Mangkang- Kalibodri

100-200 0-8% C & D

23. RPH Besokor* RPH Besokor (kecil terisolasi)

200-300 8-15% C & D

24. RPH Jatisari Utara* BKPH Subah- Plelen (terfragmentasi jalan provinsi)

50-200

0-8% C & D

Pekalongan Timur 25. RPH Brondong* Bagian Hutan Paninggaran – Bagian Hutan Bandar

300-500 0-8% D

26. RPH Pedagung* 300-500 0-8% D

27. RPH Paninggaran* 300-500 8-15% A & B

28. RPHWinduaji* 300-500 0-8% A & B

29. RPH Jolotigo* 300-500 0-8% D

30. RPH Lemah Abang 300-500 0-8% D

Pekalongan Barat 31. RPH Winduasri* Bagian Hutan Bantarkawung

500 – 1.000 > 40% D

32. RPH Indrajaya 200 -500 0-8% B

33. RPH Cikuning* 200 -500 25-40% D

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

72

Wilayah KPH Unit areal manajemen hutan terkecil 1

Satuan Ekosistem Kompak 2

Ketinggian dpl (m)5

Kelas Lereng

(%)3

Tipe Curah Hujan4

34. RPH Kretek* Hutan tanaman BH Bumijawa dan hutan alam Gunung Slamet

400-500 25-40% B

35. RPH Sirampok* 1.000 – 1.300 15-25% B

36. RPH Kalikidang* Hutan tanaman BH Bumijawa dan hutan alam Gunung Slamet

900-1.000 25-40% B

37. RPH Igiriklanceng* 1.000 – 1.300 15-25% B

38. RPH Dukuh Tengah* Hutan tanaman BH Bumijawa dan hutan alam Gunung Slamet

1.100 – 1400

25-40% B

39. RPH Guci * Hutan tanaman BH Bumijawa dan hutan alam Gunung Slamet

1.000 - 1.250 8-15% B

40. RPH Karangsari* 1.000-1.300 0-8% B

41. RPH Kalibakung* RPH Kalibakung (kecil terisolasi)

400-500 8-15% B

42. RPH Moga* RPH Moga (kecil terisolasi)

500-900 > 40% B

Pemalang 43. RPH Cipero – RPH Dukuhrandu*

Bagian Hutan Bantarbolang-Jatinegara-Comal

50-250 0-8% A & B

44. RPH Mangunsari* 500-1000 25-40% A & B

45. RPH Kenyere* 500 -1000 25-40% A & B

46. RPH Lobongkok 200-500 0-8% A & B

47. RPH Kejene* 1.000-1.200 0-8% A & B

48. RPH Karangasem* 1.000-1.200 > 40% A & B

Keterangan: 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa (Smallest unit area that can be identified as

habitat of Javan leopard) 2 Unit area hutan yang masih menyambung atau kompak menjadi kesatuan ekosistem integral (Unit of forested area that have

continuity or compactness so can be defined as unity of an integrated ecosystem).

3 Kelas lereng di lokasi indikasi keberadaan macan tutul berdasarkan overlay antara peta sebaran indikasi macan tutul dengan peta topografi yang telah diklasifikasi. Klasifikasi lereng berdasarkan: KepMentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung Sangat Curam (40 % atau lebih); Curam (25 – 40 %); Agak Curam (15 – 25 %); Landai (8 – 15 %); Datar (0 – 8 % )

4 Tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson.

5. Hasil pengukuran menggu nakan altimeter pada saat survei lapangan untuk lokasi yang disurvei; berdasarkan peta topografi masng-masing KPH untuk titik indikasi macan tutul yang tidak disurvei.

* Berdasrkan survei lapangan. (36 lokasi)

Peta indikasi sebaran macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah yang diplotkan

pada peta kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah disajikan pada Gambar 4.1. Label

nomor titik-titik sebaran macan tutul jawa mengacu pada Tabel 4.2 dan titik-titik

sebaran macan tutul jawa yang punah mengacu pada Tabel 4.7.

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

73

Gambar 4.1. Peta indikasi sebaran macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

Label nomor titik indikasi sebaran mengacu pada Tabel 4.2 dan indikasi punah lokal Tabel 4.7.

Data indikasi tahun 2009 diplotkan ke peta tutupan lahan tahun 2006 pada kawasan hutan

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

74

4.1.2. Penyebaran Menurut Tipe Hutan

Di Provinsi Jawa Tengah, hutan tanaman jati memiliki proporsi luas paling besar

yaitu mencakup 55,3% dari total kawasan hutan, diikuti hutan tanaman pinus 36,3%,

Hutan alam pegunungan 6,1%, hutan tanaman campuran 1,5% dan hutan alam dataran

rendah 0,7% (Perum Perhutani, 2006). Meskipun demikian, dari 48 titik lokasi indikasi

sebaran macan tutul jawa, frekuensi terbanyak ditemukan di hutan pinus (43,8%) diikuti

hutan jati (27,1%), hutan alam pegunungan (14,5%), hutan tanaman campuran (8,3%)

dan hutan alam dataran rendah (6,3%) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan

Gambar 4.2.

Table 4.3. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut tipe hutan di Provinsi Jawa Tengah.

No. Tipe Hutan

Luas (Ha)

Persentase

Jumlah Lokasi Macan tutul

Persentase

1 Tanaman Campuran1 9.633,1 1,57 4 8,33 2 Tanaman Jati 340.453,2 55,34 13 27,08 3 Tanaman Pinus 223.052,6 36,25 21 43,75 4 Hutan Alam Dataran Rendah 4.379,1 0,71 3 6,25 5 Hutan Alam Pegunungan 37.725,6 6,13 7 14,58 Jumlah 615.243,6 100,00 48 100,00

Keterangan: Campuran dari dua atau lebih jenis-jenis : Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Puspa (Schima noronhoe), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis alba), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan lain-lain.

Gambar 4.2. Lokasi sebaran populasi macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di

lima tipe hutan di Provinsi Jawa Tengah.

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

75

Hutan produksi tanaman pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vries dan Pinus

oocarpa Schiede ex Schltdl.) tersebar di tujuh wilayah KPH Perum Perhutani Unit I

Jawa Tengah seperti dapat dilihat pada Tabel 4.4. Luas keseluruhan hutan pinus di

Provinsi Jawa Tengah adalah 244.121,41 Ha, namun yang masih dikelola oleh Perum

Perhutani 238.946.26 Ha, sedangkan selebihnya telah diserahkan menjadi Taman

Nasional Gunung Merbabu dan Taman Nasional Gunung Merapi. Dari seluruh hutan

pinus yang ada di Provinsi Jawa Tengah, sebagian besar merupakan hutan produksi

(74,58%) dan 20,81% merupakan hutan lindung, sementara sisanya merupakan bagian

dari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam (4,62%) (Perum Perhutani,

2006) .

Tabel 4.4. Luas, sebaran dan fungsi kawasan hutan tanaman pinus (Pinus spp.) di Provinsi Jawa Tengah.

KPH

Luas Hutan Ha

Hutan Pinus Fungsi

Produksi 1 Lindung 2 Konservasi 3

Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

Surakarta 33.150,00 22.350,10 6.937,10 31,04 15.413,00 68,96 0,00 0,00

Pekalongan Timur

52.791,40 52.791,40 47.990,50 90,91 4.790,80 9,07 10,10 0,02

Pekalongan Barat

40.591,36 40.591,36 29.801,55 73,42 10.734,11 26,44 55,70 0,14

Banyumas Barat

55.546,20 39.466,30 39.387,00 99,80 79,30 0,20 0,00 0,00

Banyumas Timur

46.624,20 28.876,10 18.531,20 64,17 10.344,90 35,83 0,00 0,00

Kedu Selatan 44.721,70 29.792,00 25.578,80 85,86 4.213,20 14,14 0,00 0,00

Kedu Utara 36.353,39 25.079,00 13.867,80 55,30 11.211,20 44,70 0,00 0,00

Jumlah 309.778,25 238.946,26 182.093,95 76,21 56.786,51 23,77 65,80 0,03

Sumber : Perum Perhutani. (2006). Keterangan : 1) Termasuk tanaman yang tidak produktif tetapi peruntukannya produksi . 2) Termasuk alur, tetapi tidak termasuk hutan lindung terbatas. 3) Yang sudah menjadi bagian TN. Gunung Merapi dan TN. Gunung Merbabu, dikeluarkan dari wilayah kerja Perum Perhutani.

Sebagian besar hutan pinus tersebar di daerah yang memiliki ketinggian di atas

500 m dpl dengan iklim yang relatif basah yaitu berdasarkan tipe curah hujan Schmidt

dan Ferguson termasuk tipe A atau B. Ada sebagian kecil hutan pinus terletak di

ketinggian kurang dari 500 m dpl yaitu di RPH Mandirancan-RPH Kebasen (KPH

Banyumas Timur) dan RPH Cimanggu (KPH Banyumas Barat). Sebagian besar (lebih

dari 50%) kawasan hutan pinus memiliki topografi bergelombang (15-25%) sampai

curam (> 40%) (Tabel 4.5).

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

76

Tabel 4.5. Ketinggian, iklim dan topografi habitat macan tutul jawa di lansekap hutan pinus.

KPH Lokasi Macan Tutul Ketinggian m dpl

Tipe Curah Hujan Dominan

Dominasi topografi wilayah *

1. Banyumas Timur RPH Mandirancan – RPH Kebasen

200-350 A

79,65 % agak curam sampai sangat curam

RPH Tunjungmuli 750-1.000

2. Banyumas Barat RPH Pesahangan 350-500 B

48,62 % agak curam sampai sangat curam RPH Mejenang 500 - 1000

RPH Cimanggu 200-400

3. Kedu Selatan RPH Pringombo 530-930 B 83,6% agak curam sampai sangat curam RPH Karangsambung 300-500

4. Kedu Utara RPH Kwadungan 2.000-3.300 A dan B 93,84% agak curam sampai sangat curam RPH Kemloko - RPH

Kecepit 2.000-3.000

RPH Gempol 1.000 – 2.050

Taman Nasional Merapi

1.000-2.900

Taman Nasional Merbabu

1.200-3.142

RPH Kenjuran 2.000-2.500

5. Surakarta BKPH Lawu Utara - BKPH Lawu Selatan

1.000-3.265 A 68,36 % agak curam sampai sangat curam

6. Pekalongan Timur RPH Brondong 300-500 A dan B 68 % agak curam sampai sangat curam RPH Pedagung 300-500

RPH Paninggaran 300-500

RPHWinduaji 300-500

RPH Jolotigo 300-500

RPH Lemah Abang 300-500

7. Pekalongan Barat RPH Winduasri 500 – 1.000 B 85,2 % agak curam sampai sangat curam RPH Indrajaya 200 -500

RPH Cikuning 200 -500

RPH Kretek 400-500

RPH Sirampok 1.000 – 1.300

RPH Kalikidang 900-1.000

RPH Igiriklanceng 1.000 – 1.300

RPH Dukuh Tengah 1.100 – 1400

RPH Guci 1.000 - 1.250

RPH Karangsari 1.000-1.300

RPH Kalibakung 400-500

RPH Moga 500-900

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

77

Menurut Chundawat (1990), salah satu karakteristik habitat yang disukai macan

tutul adalah topografi yang curam dengan lereng-lereng yang lebih dari 40% dan

patahan tebing. Sementara dataran yang dihuni macan tutul umumnya merupakan

dataran di puncak atau punggung bukit yang dekat dengan patahan tebing. Chundawat

(1990) mendapati dari 52 lokasi macan tutul salju (Panthera uncia) di Hemis National

Park, India, 40% berlereng curam, bahkan dari 52 lokasi tersebut, 57% berada patahan

tebing dan 32% berada di dekat patahan tebing.

Prefernsi terhadap tempat berlereng curam tampaknya juga dimiliki oleh macan

tutul jawa. Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat bahwa dari tujuh KPH kelas perusahaan

pinus yang menjadi sebaran macan tutul jawa (Banyumas Timur, Banyumas Barat,

Kedu Selatan, Kedu Utara, Surakarta, Pekalongan Timur, Pekalongan Barat), enam di

antaranya memiliki wilayah dominan (>65%) dengan topografi bergelombang sampai

curam. Sementara hanya satu KPH (Banyumas Barat) 48,62 % wilayahnya memiliki

topografi bergelombang sampai curam.

4.1.3. Perkiraan Populasi Macan Tutul Jawa

Dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan populasi melalui sensus,

tetapi pendugaan populasi dilakukan berdasarkan pendekatan-pendekatan yang

ditujukan hanya untuk memberi gambaran umum kelimpahan dan sebaran relatif

populasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah. Pendugaan jumlah individu pada

setiap populasi dilakukan berdasarkan metode sebagaimana diuraikan pada sub bab

3.5.1.

Berdasarkan metode tersebut diperoleh perkiraan populasi macan tutul jawa di

Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah total terendah 234 ekor dan tertinggi 383 ekor

(Lampiran 2). Populasi tertinggi terdapat di KPH Pekalongan Barat, diikuti Pekalongan

Timur dan Kedu Utara (Gambar 4.3). KPH Pekalongan Barat dan KPH Pekalongan

Tmur merupakan kelas perusahaan pinus, sedangkan KPH Kedu Utara merupakan kelas

perusahaan pinus dan kayu rimba (mahoni, damar dan puspa).

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

78

Gambar 4.3. Perkiraan populasi macan tutul jawa di 15 KPH Perum Perhutani Unit I

Jawa Tengah.

Berdasarkan tutupan vegertasi hutan yang dominan, 77,8% populasi macan tutul

jawa tersebar di kelas perusahaan pinus dan sisanya 22,2% tersebar di kelas perusahaan

jati (Gambar 4.4). Hal ini dapat menjadi indikasi awal bahwa lansekap hutan pinus

memiliki kesesuaian habitat lebih tinggi bagi macan tutul jawa dibandingkan lansekap

hutan jati. Dengan perkataan lain hutan tanaman pinus memiliki peranan penting bagi

kelestarian macan tutul jawa.

Dengan menggunakan formula 3.1a dan formula 3.1b dapat dihitung perkiraan

jumlah individu macan tutul jawa pada setiap patch habitat macan tutul jawa

berdasarkan model pemanfaatan habitat (Lampiran 2). Dari perhitungan tersebut

diperoleh jumlah minimal macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah adalah 240 ekor

dan maksimal 400 ekor. Perkiraan jumlah minimal hasil inventarisasi dan hasil

perhitungan berdasarkan model pemanfaatan tidak berbeda secara signifikan (thitung = -

2,1149 < t(0,05;76). Perkiraan jumlah maksimal hasil inventarisasi dan hasil perhitungan

berdasarkan model pemanfaatan juga tidak berbeda secara signifikan (thitung = -2.1857 <

t(0,05;76).

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

Gam

has

Dar

ham

mem

dpl

yan

Tab

1.

2.

mbar 4.4. mb

Perkiraa

sil inventaris

ri Tabel 4.6

mpir dua kal

mperkuat bu

l. Preferens

ng lebih baik

bel 4.6. Kepteng

Metode PeInventarisasi• Minimu• Maksim

Model Keses• Minimu• Maksim

Taksiran mimenurut kelberdasarkan

an kepadata

sasi dan pen

tampak bahw

li dari kepad

ukti bahwa m

si ini diduga

k daripada di

padatan popugah.

enghitungan i um mum suaian Habitaum mum

inimum danlas perusaha

n hasil invent

an populasi

ndekatan mo

wa kepadata

datan di daer

macan tutul

a karena fak

i daerah deng

ulasi macan

Ket

at

n maksimumaan KPH Petarisasi.

macan tutu

odel kesesua

an populasi m

rah dengan k

lebih menyu

ktor keaman

gan ketinggi

tutul jawa

Kepadatantinggian 0-50

m sebaran poerum Perhut

ul jawa di J

aian habitat

macan tutul

ketinggian 0

ukai daerah

nan habitat

ian 0-500 m

menurut ket

n Populasi (In00 m dpl

0.07470.1228

0.10020.1535

opulasi mactani Unit I

awa Tengah

disajikan p

di ketinggian

0-500 m dpl.

dengan keti

dan ketersed

dpl.

tinggian di P

ndividu per KKetinggian

can tutul jawJawa Tenga

h berdasarka

ada tabel 4.

n > 500 m d

. Hal ini jug

inggian > 50

diaan mang

Provinsi Jaw

Km2) >500 m dpl

0.15530.2529

0.10060.1997

wa ah

an

.6.

dpl

ga

00

sa

wa

39

67

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

80

4.1.4. Populasi yang Mengalami Kepunahan Lokal

Jika dibandingkan dengan sebaran populasi macan tutul jawa pada 10-20 tahun

sebelumnya yang diperoleh dari berbagai sumber literatur, maka ada beberapa lokasi

yang sekarang tidak lagi menjadi sebarannya. Ada 15 lokasi macan tutul jawa di Jawa

Tengah dan dua lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diperkirakan telah

kehilangan populasinya. Jumlah tersebut cukup signifikan jika dibandingkan dengan

lokasi macan tutul jawa yang masih ada saat ini (48 lokasi). Hal ini berarti populasi

macan tutul jawa yang diduga telah mengalami kepunahan lokal sekitar 26% dalam

kurun waktu sekitar 20 tahun. Lokasi-lokasi sebaran populasi macan tutul jawa yang

telah punah secara lokal disajikan pada Tabel 4.7.

Kepunahan lokal macan tutul jawa di sebagian besar lokasi terjadi setelah tahun

2000. Hal ini diduga ada kaitannya dengan degradasi hutan di Jawa yang terjadi setelah

gerakan reformasi tahun 1998-1999 yang menghasilkan euforia berlebihan dalam

bentuk penebangan liar dan perambahan hutan untuk bercocok tanam secara besar-

besaran.

Dari 17 lokasi populasi macan tutul jawa yang punah lokal, 16 diantaranya

(94%) merupakan kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi, hanya satu lokasi

merupakan kawasan hutan cagar alam, yaitu Cagar Alam Gunung Clering (1.328,4 ha).

Empat belas lokasi (82%) merupakan hutan tanaman jati, dua lokasi (12%) hutan

tanaman pinus dan satu lokasi (6%) merupakan hutan alam dataran rendah.

Kawasan hutan produksi dengan tanaman jati tampaknya lebih rentan terhadap

perambahan yang mengancam keberadaan macan tutul jawa. Hal ini diduga karena:

1. Hutan jati umumnya ada di daerah dataran rendah dengan topografi relatif datar

dan landai sehingga menarik untuk bercocok tanam apalagi lokasinya yang dekat

dengan pemukiman dan akses jalannya mudah.

2. Kayu jati bernilai ekonomis tinggi dengan akses jalan sampai ke pasar yang sangat

mudah (jaringan jalan perhutani terhubung dengan jalan umum).

3. Kegiatan tumpangsari atau PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat) secara

ekstensif sebagai respon atas krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan

berkurangnya ruang habitat satwa mangsa dan meningkatnya intensitas aktivitas

manusia yang mengganggu satwaliar, khususnya macan tutul jawa.

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

81

Tabel 4.7. Lokasi yang pernah dilaporkan ada populasi macan tutul jawa tetapi sekarang telah mengalami kepunahan lokal.

Lokasi/Wilayah

Tipe Hutan

Fungsi Kawasan

Kelas Ketinggian (m dpl)

Kelas Lereng (%)

Perkiraan punah

Sumber Informasi

1. KPH Blora RPH Krocok, BKPH Ngapus,

KPH Blora

Jati HP 0-500 0-8% 2002* Wakil KKPH/KSKPH Blora (Pers. Comm., 2009) Gunawan (1988)

2. RPH Segorogunung, BKPH Segorogunung, KPH Gundih

BKPH Monggot dan BKPH Panunggalan, KPH Gundih

Jati HP 0-500 0-8% 2006* KSS Perencanaan KPH Gundih (Pers. Comm., 2009) Gunawan (1988)

3. Gunung Lasem, KPH Mantingan

Jati HP 500-1.000 0-8% 2003* Wakil KKPH Mantingan (Pers. Comm., 2009)

4. BKPH Barisan, KPH Pati Jati HP 0-500 0-8% Akhir 1990an

Gunawan (1988)

5. RPH Pasedan, BKPH Medang, RPH Mantingan

Jati HP 0-500 25-40% 2002 Wakil KKPH Mantingan (Pers. Comm., 2009)

6. Gunung Surojoyo, RPH Ngiri, KPH Mantingan

Jati HP 0-500 0-8% 2002 Wakil KKPH Mantingan (Pers. Comm., 2009)

7. KPH Semarang Resort KSDA Manggal;

Gunung Pati; Ngalian (Tugu)

Jati HP 0-500 8-15% Akhir 1990-an

Hoogerwerf (1970) Gunawan (1988)

8. Resort KSDA Gunung Clering, Pati Barat

Alam Cagar Alam 0-500 > 40% 2000 an Gunawan (1988)

9. BH Sragen, KPH Telawa Jati HP 0-500 0-8% 2000-2005 Direktorat Jenderal PHPA (1987)

10. RPH Pagersari, BKPH Baturetno (Kab. Wonogiri), KPH Surakarta

Jati HP 0-500 15-25% 2002-2003 BKSDA (pers comm 2008)

11. Notog (RPH Sidamulih), BKPH Kebasen, KPH Banyumas Timur

Jati HP 0-500 15-25% 2000 Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

12. BKPH Jatilawang, KPH Banyumas Timur

Pinus HP 0-500 0-8% 2000 Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

13. Karangkobar, KPH Banyumas Timur

Pinus HP 500-1.000 15-25% 1990-1995 2001*

KBKPH Banjarnegara (Pers. Comm, 2009)

14. Kulonprogo, KPH Kedu Selatan

Kokap, Kuonprogo, Dishut DIY**

Jati Jati

HP 500-1.000 8-15% Akhir 1990an

Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

15. RPH Bruno, BKPH Purwareja, KPH Kedu Selatan

Jati HP 0-500 25-40% 1995-2000 KSS Perencanaan KPH Kedu Selatan (Pers. Comm, 2009)

16. KPH Balapulang Jati HP 0-500 8-15% 2000 Kasi PSDAH KPH Balapulang (Pers. Comm., 2009); Gunawan (1988)

17. RPH Gubug rubuh, RPH Giring (BDH Playen); RPH Candi (BDH Karangmojo); RPH Kedungmangu (BDH Paliyan) Gunung Kidul, Dinas Kehutanan DIY**

Campuran HP 0-500 0-8% 2000* Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

Keterangan : *) Temuan terakhir berdasarkan informasi Didik Raharyono, Ketua LSM Peduli Karnivora Jawa **) No. 14 dan 17 masuk wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

82

Sementara itu, hutan pinus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan hutan jati

dalam hal keamanan dari gangguan aktivitas manusia, yaitu antara lain:

1. Umumnya hutan pinus ada di daerah dataran tinggi atau mendekati pegunungan

dengan topografi relatif lebih berat, jauh dari pemukiman dan akses jalan lebih

rendah sehingga kurang menarik untuk lahan pertanian.

2. Sifat alelopati tegakan pinus dan sifat asam tanahnya membuat kurang disenangi

untuk kegiatan tumpangsari.

3. Getahnya disadap setiap hari oleh masyarakat sehingga ketergantungan

masyarakat pada keutuhan hutan sangat tinggi dan masyarakat merasa perlu ikut

menjaga.

4. Kayu pinus bernilai ekonomis rendah dan akses jalan sampai ke pasar lebih sulit

(umumnya jalan setapak untuk patroli dan jauh dari jalan umum).

Dari 15 populasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah, 86,67% berada di

daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl dan 46,67% memiliki topografi datar (Gambar

4.5 A dan B). Hal ini sejalan dengan dugaan bahwa kepunahan macan tutul jawa di

suatu lokasi berkaitan erat dengan faktor keamanan (tekanan dari penduduk) di sekitar

hutan.

Gambar 4.5. Proporsi sebaran macan tutul jawa yang punah lokal menurut ketinggian

tempat (A) dan kelas lereng (B).

Secara statistik hubungan kondisi topografi terhadap kepunahan lokal macan

tutul jawa tidak signifikan. Dari Tabel 4.8. diperoleh nilai χ2hitung = 5,1368 lebih rendah

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

83

daripada χ2(0,05;4), sehingga keputusannya menerima Ho dengan kesimpulan tidak ada

hubungan antara kondisi topografi dengan kepunahan lokal macan tutul jawa.

Hubungan faktor ketinggian tempat dengan kepunahan lokal macan tutul jawa

adalah signifikan karena χ2hitung (= 7,2367) lebih besar daripada χ2

(0,05;2). Perhitungan

selengkapnya disajikan pada Tabel 4.8. Hubungan ketinggian dengan kepunahan lokal

diduga tidak terkait dengan kesesuaian ekologis tetapi berhubungan dengan faktor

keamanan. Ada kecenderungan bahwa di satu sisi semakin tinggi tempat, pemukiman

semakin jarang di sisi lainnya semakin tinggi tempat kawasan hutan semakin terlindungi

karena banyak yang ditetapkan sebagai hutan lindung.

Tabel 4.8. Tabel kontingensi uji kebebasan faktor topografi dengan kepunahan lokal populasi macan tutul jawa.

Kelas Lereng

Populasi Bertahan Populasi Punah Lokal Jumlah Observasi Observasi Harapan1 Observasi Harapan1

Sangat curam > 40% 5 4,4308 1 1,5692 6 Curam 25-40% 15 12,5538 2 4,4462 17 Agak curam 15-25% 4 5,1692 3 1,8308 7 Landai 8-15% 3 4,4308 3 1,5692 6 Datar 0-8% 21 21,4154 8 7,5846 29

Jumlah Observasi 48 17 65 Keterangan: 1 Dihitung menggunakan Formula 3.13 Dengan menggunakan Formula 3.14 diperoleh nilai χ2

hitung = 5,1368 < χ2(0,05;4)

Tabel 4.9. Tabel kontingensi uji kebebasan faktor ketinggian tempat dengan kepunahan lokal populasi macan tutul jawa.

Ketinggian Tempat Populasi Bertahan Populasi Punah Lokal Jumlah Observasi Observasi Harapan1 Observasi Harapan1

< 500 dpl 25 28,8000 14 10,2000 39 500-1000 m dpl 8 8,1231 3 2,8769 11 > 1000 m dpl 15 11,0769 0 3,9231 15

Jumlah Observasi 48 17 65 Keterangan: 1 Dihitung menggunakan Formula 3.13 Dengan menggunakan Formula 3.14 diperoleh nilai χ2

hitung = 7,2367 > χ2(0,05;2)

Sementara faktor tipe hutan (vegetasi) juga berhubungan signifikan dengan

kepunahan lokal macan tutul jawa (χ2hitung = 13,8646 lebih besar daripada χ2

(0,05;4).

Sebagian besar (76,47%) lokasi kepunahan lokal macan tutul jawa merupakan hutan

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

84

tanaman jati. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10. Secara ekologis

macan tutul dapat hidup di berbagai tipe vegetasi hutan. Hubungan tipe vegetasi hutan

dengan kepunahan lokal macan tutul jawa diduga bekerja pada mekanisme

pengelolaannya. Sebagai contoh, hutan jati sebagai tipe vegetasi hutan yan paling

banyak kehilangan populasi macan tutul jawa dikelola dengan sistem tebang habis dan

dalam pemeliharaannya ada kegiatan penjarangan serta tumpangsari. Sistem silvikultur

tersebut sangat mempengaruhi keamanan habitat macan tutul jawa, karena dapat

berdampak pada pengurangan atau penghilangan habitat, fragmentasi habitat dan

penurunan kualitas habitat (seperti menurunnya jumlah mangsa dan kualitas pelindung).

Tabel 4.10. Tabel kontingensi uji kebebasan faktor tipe hutan (vegetasi) dengan kepunahan lokal populasi macan tutul jawa.

Tipe Hutan Populasi Bertahan Populasi Punah Lokal Jumlah Observasi Observasi Harapan1 Observasi Harapan1

Tanaman Jati 13 19,2000 13 6,8000 26 Tanaman Pinus 21 16,9846 2 6,0154 23 Tanaman Campuran 4 3,6923 1 1,3077 5 Hutan Dataran rendah 3 2,9538 1 1,0462 4 Hutan Pegunungan 7 5,1692 0 1,8308 7

Jumlah Observasi 48 17 65 Keterangan: 1 Dihitung menggunakan Formula 3.13 Dengan menggunakan Formula 3.14 diperoleh nilai χ2

hitung = 13,8646 > χ2(0,05;4)

Kepunahan lokal macan tutul jawa di beberapa lokasi diduga kuat banyak

dipengaruhi oleh faktor keamanan habitat dan isolasi habitat. Dari Gambar 4.1. tampak

bahwa dari 17 lokasi macan tutul jawa yang punah, tujuh (41,28%) diantaranya

merupakan populasi yang terisolasi yaitu populasi-populasi di Gunung Clering, Gunung

Lasem, Pasedan, Notog, Jatilawang, Gunung Kidul dan Kulonprogo. Sementara 10

lokasi (28,82%) diduga disebabkan oleh faktor keamanan habitat. Perambahan yang

ekstensif sejak tahun 2000 diduga menyebabkan hilangnya vegetasi hutan yang penting

sebagai tempat berlindung yang aman bagi macan tutul jawa.

4.2. Seleksi Habitat

Terkait dengan proporsi sebaran macan tutul jawa di berbagai tipe hutan, diduga

macan tutul melakukan seleksi dalam menempati habitatnya. Untuk itu perlu dilakukan

uji Chi Square (χ2) dengan hipotesis null (Ho): macan tutul jawa tidak melakukan

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

85

seleksi terhadap habitat yang ditempatinya. Kaidah keputusannya menolak Ho apabila

nilai χ2hitung lebih besar dari χ2

tabel yang berarti macan tutul menyeleksi tipe hutan

tertentu sebagai habitatnya. Untuk itu, dari Tabel 4.3 diturunkan perhitungan

sebagaimana Tabel 4.11.

Berdasarakan perhitungan pada Tabel 4.11 diperoleh nilai χ2hitung = 47,98.

Karena nilai χ2hitung lebih besar dari χ2

(0,05; 4) maka Ho ditolak dan kesimpulannya macan

tutul jawa menyeleksi habitatnya. Dengan perkataan lain, tipe hutan merupakan faktor

yang berpengaruh bagi macan tutul jawa, oleh karena itu dalam pembuatan model

kesesuaian habitat, tipe hutan termasuk sebagai faktor penyusun model.

Untuk mengetahui tipe hutan yang paling disukai oleh macan tutul jawa maka

dilakukan penghitungan indeks seleksi Neu sebagaimana disajikan pada Tabel 4.12.

Dari Tabel 4.12 tampak bahwa hutan alam dataran rendah memiliki nilai indeks seleksi

tertinggi (w = 8,5560) diikuti oleh hutan tanaman campuran (w = 5,8911), hutan alam

pegunungan (w = 2,9795) dan hutan tanaman pinus (w = 1,1758). Hutan jati walaupun

memiliki proporsi luas paling besar tetapi tidak disukai oleh macan tutul jawa karena

nilai indeks seleksinya kurang dari satu (w = 0,4769).

Tabel 4.11. Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk uji signifikansi seleksi tipe hutan oleh macan tutul jawa.

Tipe Hutan

Luas (Ha)

%

Frekuensi Observasi

(Oi)

Frekuensi Harapan

(Ei)

(Oi-Ei)2/Ei

1 2 3 4 5 6 Tanaman Campuran1 9.633,1 1,57 4 0,75 14,04 Tanaman Jati 340.453,2 55,34 13 26,56 6,92 Tanaman Pinus 223.052,6 36,25 21 17,40 0,74 Hutan Alam Dataran Rendah 4.379,1 0,71 3 0,75 20,68 Hutan Alam Pegunungan 37.725,6 6,13 7 2,94 5,59

Jumlah 615.243,6 100,00 48 48,00 47,98

Keterangan: 1Campuran dari dua atau lebih jenis seperti Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Puspa (Schima noronhoe), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis alba), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan lain-lain. Frekuensi Harapan macan tutul (kolom 6) = kolom 3 x jumlah kolom 4 (Gaspersz, 1994). Menggunakan Formula 3.10 diperoleh χ2

hitung = 47,98 > χ2(0.05;4)

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

86

Tabel 4.12. Indeks seleksi Neu untuk habitat macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah.

Tipe Hutan

Ketersediaan Hutan Lokasi Macan Tutul Indeks Luas (Ha)

Proporsi (a)

Tercatat Proporsi (r)

Seleksi (w)

Terstandar

Hutan Alam Dataran Rendah 4.379,1 0,71 3 6,25 8,7810 0,4831Hutan Tanaman Campuran1) 9.633,1 1,57 4 8,33 5,3223 0,2928Hutan Alam Pegunungan 37.725,6 6,13 7 14,58 2,3783 0,1308Tanaman Pinus 223.052,6 36,25 21 43,75 1,2068 0,0664Tanaman Jati 340.453,2 55,34 13 27,08 0,4894 0,0269

Jumlah 615.243,6 100,00 48 100,00 18,1778 1,0000Keterangan : 1Campuran dari dua atau lebih jenis seperti Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Puspa (Schima noronhoe), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis alba), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan lain-lain.

4.3. Karaketristik Habitat

4.3.1. Luas Ruang (Space) Habitat

Empat puluh delapan titik indikasi macan tutul jawa tersebar di 30 patches

habitat dengan luasan terkecil 619,90 ha yaitu patch hutan Kalibakung, KPH

Pekalongan Barat dan terbesar 41.090,30 ha yang merupakan lansekap hutan Brondong-

Pedagung-Paninggaran di KPH Pekalongan Timur. Rata-rata luas patches yang dihuni

macan tutul jawa adalah 8.008,96 ha. Luas total patches hutan di Provinsi Jawa tengah

yang menjadi habitat macan tutul jawa adalah 240.268,86 ha atau hanya 39,05% dari

total luas hutan yang ada. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu luas patch

minimal yang dianggap mampu mendukung kehidupan macan tutul adalah 600 ha

tampaknya benar. Hal ini terbukti dari patch hutan yang ditemukan menjadi habitat

macan tutul luasnya lebih dari 600 ha.

4.3.2. Vegetasi

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2. macan tutul jawa tersebar di

berbagai tipe vegetasi hutan di Jawa Tengah, yaitu di hutan pinus (43,8%), hutan jati

(27,1%), hutan alam pegunungan (14,5%), hutan tanaman campuran (8,3%) dan hutan

alam dataran rendah (6,3%).

Vegetasi sebagai cover seringkali lebih penting strukturnya daripada jenisnya.

Cover biasanya digunakan oleh predator untuk mengintai mangsa, perlindungan

terhadap iklim yang ekstrim, mendukung perkembangbiakan, penjelajahan, melarikan

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

87

diri, bersarang dan beristirahat (Bailey, 1984; Shaw, 1985). Struktur vegetasi yang

direspon oleh satwa antara lain bentuk vegetasi, kerapatan (Bailey, 1984) dan persentasi

penutupan pohon (Palomares, 2001).

Macan tutul jawa adalah satwa arboreal, yang berarti mereka banyak melakukan

aktivitas di atas pohon seperti makan, tidur dan memburu mangsanya dari atas pohon

(Alderton, 1998). Dengan demikian struktur vegetasi pohon vertikal (strata) dan

horisontal (kerapatan) menjadi penting . Untuk mengetahui struktur vertikal dan

horisontal vegetasi habitat macan tutul jawa maka dibuat bisect dari suatu jalur contoh

(Soerianegara dan Indrawan, 1980), sepanjang 50-100 m di setiap tipe habitat macan

tutul. Diagram profil vegetasi habitat macan tutul jawa disajikan pada Gambar 4.6

sampai 4.13.

Gambar 4.6. Diagram profil hutan tanaman jati (Tectona grandis) umur 40 tahun habitat macan tutul jawa di RPH Daruponon, KPH Kendal.

Gambar 4.6 menggambarkan profil vegetasi hutan tanaman jati umur 40 tahun di

RPH Darupono (KPH Kendal) di sekitar Cagar Alam Pagerwunung Darupono yang

merupakan habitat tempat berlindung dan beristirahat macan tutul jawa. Tampak pada

diagram profil tersebut banyak terdapat anakan jati yang tumbuh secara alami berasal

dari biji-biji jati yang jatuh dan tumbuh dengan sendirinya tanpa dipelihara. Tegakan

ini telah dijarangi sebanyak sembilan kali sehingga jarak antar pohon berkisar antara 5 –

10 m dengan kerapatan berkisar antara 331 – 430 pohon per hektar. Tumbuhan bawah

0m

10m

20m

50m

30m

Tinggi (m) 1 1 1 1 1 1 1

1a 1a1a

1a1a 1a 1a 1a

1a 1a 1a

Keterangan: 1. Tectona grandis 1a. Anakan alami Tectona grandis

Tanaman Tectona grandis umur 40 tahun Di RPH Darupono

Page 20: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

88

yang dominan antara lain Eupathorium sp., Oplismenus burmanni, Lantana camara

Panicum uncinatum dan Carallia lucida dengan tinggi rata-rata kurang dari satu meter.

Gambar 4.7. menggambarkan profil vegetasi hutan tanaman jati umur 30 tahun

di RPH Jatisari Utara (KPH Kendal) sekitar Cagar Alam Ulolanang. Tegakan hutan jati

ini telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat sehinga relatif tidak ada

kegiatan pemeliharaan atau penggarapan tumpangsari. Di tegakan ini juga terdapat

banyak anakan jati yang tumbuh secara alami dari biji-biji yang jatuh. Tegakan ini telah

mengalami penjarangan tujuh kali sehingga jarak antar pohon berkisar 4-5 m dan

memiliki kerapatan sekitar 783 pohon per hektar. Tumbuhan bawah yang dominan

antara lain Eupathorium sp., Ischaemum tomorense, Polytrias praemorsa, Oplismenus

burmanni, Lantana camara, Panicum uncinatum dan Carallia lucida dengan tinggi rata-

rata kurang dari 1,5 meter. Disamping itu juga terdapat rotan (Calamus sp.) dan pandan

(Pandanus sp.).

Gambar 4.7. Diagram profil hutan tanaman jati (Tectona grandis) umur 30 tahun

habitat macan tutul jawa di RPH Jatisari Utara, KPH Kendal.

Gambar 4.8 menggambarkan profil vegetasi hutan tanaman campuran di RPH

Besokor, KPH Kendal. Petak hutan ini ditetapkan sebagai hutan lindung karena

lerengnya yang terjal dengan tebing-tebing tegak dan berlubang yang diduga sebagai

persembunyian macan tutul jawa. Hutan tanaman campuran ini sudah menyerupai

hutan alam dengan strata yang beragam dan pohon-pohonnya sudah beregenerasi secara

0m

20m

10m

30m

50m

Tinggi (m)

1a 1a

1a 1a

1a

1a1a1a 1a 1a

1a1a

1 1 1 1 1 1

2

3

Keterangan : 1. Tectona grandis 1a. Anakan alami Tectona grandis 2. Calamus sp. 3. Pandanus sp.

Tanaman Tectona grandis umur 30 tahun Di RPH Jatisari Utara

Page 21: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

89

alami. Beberapa jenis pohon yang ditanam pada petak hutan ini adalah: Swietenia

macrophylla, Lagerstroemia speciosa, Cassia siamea, Dracontomelon dao,

Pithecelobium jiringa, Pterospermum javanicum dan Spondias pinnata. Beberapa jenis

pohon yang tumbuh secara alami antara lain: Garcinia dulcis, Macaranga tanaria,

Gluta renghas, Artocarpus elasticus, Ficus altiissima dan Ficus variegata. Tumbuhan

bawah pada petak ini sangat rapat dan tingginya mencapai 2 meter atau lebih sehingga

sangat cocok menjadi tempat perlindungan dan persembunyian macan tutul jawa.

Gambar 4.8. Diagram profil hutan tanaman campuran habitat macan tutul di RPH Besokor, KPH Kendal.

Gambar 4.9 menggambarkan profil vegetasi hutan alam Cagar Alam

Pagerwunung di RPH Darupono, KPH Kendal. Vegetasi ini merupakan vegetasi alami

dengan jenis-jenis pohon hutan alam dataran rendah. Cagar Alam Pagerwunung

diperuntukan bagi konservasi pohon jati alam, namun vegetasi di dalamnya lebih

banyak didominasi oleh jenis-jenis selain jati. Vegetasi di cagar alam ini memiliki

strata tajuk yang lengkap seperti halnya hutan tropis dataran rendah (5 strata). Beberapa

jenis pohon raksasa di hutan ini antara lain: Lithocarpus elegans, Tectona grandis,

Artocarpus elastica, Pterospermum javanicum, Toona sureni, Tetrameles nudiflora dan

Ficus benjamina. Pada strata di bawahnya antara lain Baccaurea rcemosa,

Pithecelobium jiringa, Vitex pubescens, Azedarachta indica dan Cinnamomum sintoc.

0m

20m

10m

30m

100m

Tinggi (m)

Keterangan: 1. Spondias pinnata 7. Pithecelobium jiringa 13. Swietenia macrophylla 2. Ficus variegata 8. Garcinia dulcis 14. Lagerstroemia speciosa 3. Pterocymbium javanicum 9. Butea monosperma 15. Cassia siamea 4. Ficus altiissima 10. Macaranga tanaria 16. Sterculia longifolia 5. Neonauclea obtusa 11. Pterospermum javanicum 17. Dracontomelon dao 6. Artocarpus elasticus 12. Gluta renhas .

Page 22: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

90

Jenis-jenis pohon kecil (tingkat pancang) antara lain: Eugenia densiflora, Streblus

asper, Protium javanicum, Leea indica, Phyllanthus emblica dan Eriglossum

rubiginosum. Tumbuhan bawah di cagar alam ini cukup rapat sehingga cocok sebagai

tempat bersembunyi atau berlindung macan tutul jawa..

Gambar 4.9. Diagram profil hutan alam dataran rendah sekunder habitat macan tutul jawa di Cagar Alam Pagerwunung, RPH Darupono, KPH Kendal.

Gambar 4.10 menggambarkan profil vegetasi hutan tanaman pinus (Pinus

merkusii) berumur 33 tahun yang ditetapkan sebagai hutan lindung di RPH

Mandirancan, KPH Banyumas Timur. Hutan lindung ini merupakan habitat macan tutul

jawa yang tersisa di fragment hutan yang terisolasi. Pada tegakan pinus ini juga

terdapat beberapa pohon jati tanaman. Tumbuhan bawah tegakan pinus di RPH

Mandicarancan ini relatif jarang, namun banyak dijumpai perdu jenis Ficus spp dan

rotan (Calamus sp.).

Gambar 4.11 menggambarkan diagram profil vegetasi hutan tanaman Pinus

oocarpa umur 30 tahun di RPH Dukuh Tengah, KPH Pekalonga Barat. Pohon-pohon

pinus tersebut memiliki jarak antar pohon sekitar 4-5 m dan masih disadap getahnya.

Hutan tanaman pinus ini terletak pada ketinggian 1.000 sampai 1.200 m dpl dan

berbatasan langsung dengan hutan alam pegunungan Gunung Slamet yang merupkan

Keterangan: 1. Eugenia densiflora 8. Streblus asper 15. Tetrameles nudiflora 22. Azedarachta indica 2. Dracontomelon dao 9. Eriglossum rubiginosim 16. Toona sureni 23. Pterospermum javanicum 3. Garcinia dulcis 10. Leea indica 17. Tectona grandis 24. Cinnamomum iners 6. Protium javanicum 11. Schleichera oleosa 18. Vitex pubescens 25. Actinophora buurmani 4. Lithocarpus elegans 12. Lagerstremia speciosa 19. Artocarpus elastica 26. Calamus sp 5. Ficus benjamina 13. Arenga pinnata 20. Phyllanthus emblica 7. Baccaurea rcemosa 14. Pithecelobium jiringa 21. Cinnamomum sintoc .

0m 100m

10m

20m

30m

Tinggi (m)

12

1

2

3

4

1

5

6

7

8 9

8 11 1

3 13

14

15 164

17

19

1020

21

8 1

22

23

24

25

26

14

18

Page 23: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

91

hutan lindung.. Hutan pinus di RPH Dukuh Tengah memiliki tumbuhan bawah yang

relatif rapat dengan tinggi sampai 1,5 meter. Berbeda dengan Pinus merkusii, Pinus

oocarpa relatif lebih tinggi.

Gambar 4.10. Diagram profil vegetasi hutan tanaman Pinus merkusii umur 33 tahun habitat macan tutul jawa di RPH Mandirancan, KPH Banyumas Timur.

Gambar 4.11. Diagram profil vegetasi hutan tanaman Pinus oocarpa umur 30 tahun habitat macan tutul jawa di RPH Dukuh Tengah, KPH Pekalongan Barat.

Gambar 4.12 menggambarkan diagram profil vegetasi hutan tanaman Pinus

oocarpa umur 20 tahun di RPH Pesahangan, KPH Banyumas Barat. Tegakan pinus ini

Tinggi (m)

0m

10m

20m

30m

50mKeterangan: 1. Pinus merkusii 2. Ficus spp. 3. Calamus sp. 4. Tectona grandis

1 1 1 1 1 1 1 1 4 4

2 2 2 2 3 2

Pinus merkusii umur 33 tahun

Pinus oocarpa umur 30 tahun 30m

10m

20m

0m 50m

Tinggi (m)

Page 24: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

92

disadap getahnya sehingga terpelihara dengan baik. Tanaman pinus di daerah ini

berbatasan langsung dengan hutan lindung yang bervegetasi hutan alam. Vegetasi alami

juga terdapat di sepanjang kiri dan kanan sungai. Vegetasi alami tersebut diduga

merupakan tempat berlindung dan bersembunyi macan tutul jawa. Tumbuhan bawah di

tegakan Pinus oocarpa relatif jarang dengan tinggi sekitar satu meter. Hutan di wilayah

RPH Pesahangan berbatasa langsung dengan hutan di wilayah Salem, KPH Pekalongan

Barat sehingga merupakan satu bentang lansekap yang tak terpisahkan.

Gambar 4.12. Diagram profil vegetasi hutan tanaman Pinus oocarpa umur 20 tahun habitat macan tutul jawa di RPH Pesahangan, KPH Banyumas Barat.

Gambar 4.13. menggambarkan diagram profil vegetasi hutan alam pegunungan

di Gunung Slamet, di RPH Dukuh Tengah, KPH Pekalongan Barat. Vegetasi ini

memiliki strata tajuk yang lengkap dan relatif rapat. Tumbuhan bawahnya sangat rapat

dengan tinggi mencapai dua meter sehingga sangat cocok sebagai tempat bersembunyi

atau berlindung macan tutul jawa. Pohon-pohon raksasa di hutan ini antara lain

Podocarpus imbricata, Castanopsis argentea, Glochidion zeylanicum, Quercus

blumeana, Sterculia javanica dan Gluta renghas. Tumbuhan bawah yang banyak

ditemui adalah pisang hutan (Musa sp.), Pakis tiang (Alsophila glauca) dan rotan

(Calamus sp.). Hutan alam Gunung Slamet bersama-sama dengan hutan tanaman Pinus

oocarpa di sekitarnya merupakan habitat macan tutul jawa di wilayah RPH Dukuh

Tengah.

Pinus oocarpa umur 20 tahun 30m

10m

20m

0m 50m

Tinggi (m)

Page 25: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

93

Gambar 4.13. Diagram profil vegetasi hutan alam pegunungan habitat macan tutul jawa

di Gunung Slamet, RPH Dukuh Tengah, KPH Pekalongan Barat.

Perbandingan antara kerapatan tumbuhan bawah di habitat tempat berlindung

dan bukan tempat berlindung macan tutul jawa dapat dilihat pada Gambar 4.14. Dari

Gambar 4.14 tampak bahwa tempat berlindung macan tutul jawa umumnya memiliki

kerapatan tumbuhan bawah yang tinggi yaitu lebih dari 300.000 individu per hektar.

Sementara yang bukan tempat berlindung memiliki kerapatan tumbuhan bawah yang

relatif lebih rendah yaitu kurang dari 13.000 individu per hektar. Tampaknya kerapatan

pohon dan tumbuhan bawah menjadi faktor penting bagi macan tutul jawa dalam

pemilihan tempat bersembunyi atau berlindung. Tempat yang memiliki pohon dan

tumbuhan bawah dengan kerapatan tinggi umumnya adalah hutan lindung, baik berupa

hutan alam maupun hutan tanaman. Hutan tanaman sejenis maupun campuran yang

memiliki tumbuhan bawah dengan kerapatan tinggi, sama-sama digunakan sebagai

habitat tempat berlindung atau bersembunyi.

30m

20m

10m

Tinggi (m)

70m0m

Keterangan: 1. Alsophila glauca 7. Castanopsis argentea 13. Sterculia javanica 2. Musa sp. 8. Cinnamomum parthenoxylon 14. Schefflera aromatica 3. Ficus fistulosa 9. Glochidion zeylanicum 15. Garcinia dulcis 4. Podocarpus imbricata 10. Mallotus sp. 16. Calamus sp. 5. Laportea ardens 11. Quercus blumeana 17. Gluta renghas 6. Litsea javanica 12. Turpinia sphaerocarpa

1

16 1

2 2

2

2

3

4

5

6

7 9

8 10

11

12

13

14

17

15

16

16

Page 26: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

94

Gambar 4.14. Kerapatan tumbuhan bawah di berbagai tipe hutan habitat macan tutul jawa.

4.3.3. Mangsa

a. Keanekaragaman Jenis Mangsa

Berdasarkan hasil inventarisasi satwa di enam lokasi contoh ditemukan 21 jenis

satwa yang potensial menjadi mangsa macan tutul jawa (Tabel 4.13). Sebagaimana

disebutkan dalam berbagai literatur, mangsa utama macan tutul adalah primata dan

ungulata maka dari Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa mangsa utama macan tutul jawa

yang potensial di Jawa Tengah adalah : monyet, lutung, owa jawa, surili, rekrekan,

kukang jawa, babi hutan, kijang, rusa, dan kancil.

Dengan menggunakan Formula 3.3, Formula 3.5 dan Formula 3.6 maka

diperoleh nilai indeks Shannon untuk keanekaragaman jenis (H’) dan keseragaman atau

evenness (E) serta variance H’ untuk tiga lokasi contoh di KPH kelas perusahaan jati

(Tabel 4.14). Untuk mengetahui perbedaan nilai H’ di antara ketiga lokasi maka

dilakukan uji t. Hipotesis (Ho) yang akan diuji adalah tidak ada perbedaan indeks

keanekaragaman jenis (H’) antar lokasi dengan kaidah menerima Ho apabila nilai thitung

kurang dari ttabel pada taraf α = 5%.

Bukan tempat berlindung macan tutul jawa

Tempat berlindung macan tutul jawa

Keterangan

Page 27: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

95

Tabel 4.13. Hasil inventarisasi satwa yang potensial menjadi mangsa macan tutul di enam lokasi contoh.

No.

Jenis Satwa

Jumlah individu dijumpai saat inventarisasi (ni)

di Lokasi Contoh* A B C D E F

1 Monyet (Macaca fascicularis Raffles, 1821) 24 28 0 24 32 26 2 Lutung (Trachypithecus auratus E. Geoffroy, 1812) 20 10 0 15 10 12 3 Owa jawa (Hylobates molloch Audebert , 1798) 0 0 0 4 0 5 4 Surili (Presbytis comata Desmarest, 1822) 0 0 0 5 0 0 5 Rek-rekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) 0 0 0 2 0 4 6 Kukang Jawa (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) 0 0 0 1 3 0 7 Babi hutan (Sus scrofa Linnaeus, 1758) 4 8 10 12 20 20 8 Kijang (Muntiacus muntjak Rafinesque, 1815) 2 2 1 3 4 4 9 Rusa (Rusa timorensis, Blainville, 1822) 1 1 0 0 0 0

10 Kancil (Tragulus javanicus Osbeck ,1765) 2 1 1 1 0 0 11 Lingsang (Prionodon linsang Hardwicke, 1821) 2 1 0 4 8 4 12 Garangan (Herpestes javanicus E. Geoffroy-Hilaire, 1818) 4 1 2 0 0 0 13 Landak (Hystrix javanica F. Cuvier, 1823) 2 1 1 2 1 3 14 Luwak (Paradoxurus hermaphroditus Pallas, 1777) 1 2 3 6 3 2 15 Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) 1 1 1 0 0 0 16 Kucing hutan (Prionailurus bengalensis Kerr, 1792) 1 1 1 0 0 0 17 Kelelawar (Pteropus sp.) 1 1 3 0 0 0 18 Cukbo (Iomys horsfieldii, Waterhuse, 1838) 3 2 1 0 0 0 19 Bajing (Callosciurus sp.) 3 2 2 0 0 0 20 Tikus (Rattus rattus Linnaeus, 1758) 6 1 5 0 0 0 21 Tupai (Tupaia sp.) 8 4 13 0 0 0

Jumlah total individu (N) 85 67 44 79 81 80 Jumlah total jenis (S) 17 17 13 12 8 9

*Keterangan: A : Cagar Alam Pagerwunung, Darupono dengan vegetasi hutan dataran rendah sekunder dan jati alam (±50 m

dpl), KPH Kendal B : Hutan Lindung Besokor dengan vegetasi tanaman rimba campuran (100-200 m dpl), KPH Kendal C : Hutan Produksi dengan tanaman jati, Jatisari Utara (50-100 m dpl), KPH Kendal D : Hutan Lindung Dukuh Tengah dengan vegetasi hutan hujan pegunungan Gunung Slamet (1.000 – 1.200 m

dpl) KPH Pekalongan Barat E : Hutan Produksi dengan tanaman Pinus oocarpa (500-700 m dpl), RPH Pesahangan, KPH Banyumas Barat F : Hutan Produksi dengan tanaman Pinus merkusii (300-400 m dpl), RPH Mandirancan, KPH Banyumas Timur

Page 28: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

96

Tabel 4.14. Rekapitulasi Indeks keanekaragaman jenis (H’) dan indeks keseragaman (E) komunitas mangsa macan tutul di tiga tipe habitat di hutan produksi kelas perusahaan Jati*.

No.

Lokasi Habitat*

Indeks Shannon Variance H’ Keanekaragaman jenis (H’) Keseragaman (E)

1. Cagar Alam Pagerwunung 2,245 0,792 0,08356

2. Hutan Lindung Besokor 2,055 0,725 0,02057

3. Hutan Produksi tanaman jati Jatisari Utara

2,107 0,821 0,01598

*Keterangan: Cagar Alam Pagerwunung : Vegetasi hutan dataran rendah sekunder dan jati alam (±50 m dpl), KPH

Kendal Hutan Lindung Besokor : Vegetasi tanaman rimba campuran (100-200 m dpl), KPH Kendal Hutan Produksi Jatisari Utara : Vegetasi tanaman jati (50-100 m dpl), KPH Kendal

Dengan menggunakan Formula 3.7 dan Formula 3.8 diperoleh nilai thitung dari

pasangan lokasi yang diuji sebagaimana disajikan pada Tabel 4.16. Berdasarkan uji t

antar masing-masing lokasi dapat disimpulkan tidak ada perbedaan indeks

keanekaragaman jenis satwa mangsa yang signifikan antar pasangan lokasi di KPH

kelas perusahaan jati yang diperbandingkan.

Indeks Shannon untuk keanekaragaman jenis (H’) dan keseragaman (E) serta

variance H’ untuk tiga lokasi contoh di KPH kelas perusahaan pinus disajikan pada

Tabel 4.15. Berdasarkan uji t antar masing-masing lokasi dapat disimpulkan tidak ada

perbedaan yang signifikan indeks keanekaragaman jenis satwa mangsa antar pasangan

lokasi yang diperbandingkan di KPH kelas perusahaan pinus (Tabel 4.16)

Tabel 4.15. Rekapitulasi indeks keanekaragaman jenis (H’) dan indeks keseragaman (E) mangsa macan tutul di tiga lokasi hutan produksi kelas perusahaan pinus.

No.

Lokasi Habitat*

Indeks Variance H’ Keanekaragaman jenis (H’) Keseragaman (E)

1. Pekalongan Barat 2,057 0,828 0,00829 2. Banyumas Barat 1,646 0,792 0,07320 3. Banyumas Timur 1,834 0,835 0,00734

*Keterangan: KPH Pekalongan Barat : Hutan Lindung Dukuh Tengah dengan vegetasi hutan hujan pegunungan

Gunung Slamet (1.000 – 1.200 m dpl) KPH Banyumas Barat : Hutan Produksi dengan tanaman pinus (500-700 m dpl) KPH Banyumas Timur : Hutan Produksi dengan tanaman pinus (300-400 m dpl)

Page 29: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

97

Berdasarkan pembandingan sembilan kombinasi pasangan lokasi contoh (kelas

perusahaan jati dan kelas perusahaan pinus) juga diperoleh kesimpulan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara semua pasangan indeks keanekaragaman jenis satwa

mangsa yang diperbandingkan (Tabel 4.16).

Tabel 4.16. Rekapitulasi uji t pembandingan indeks keanekaragaman jenis satwa mangsa macan tutul jawa antar sembilan kombinasi pasangan lokasi.

Tipe Habitat

Hutan alam dataran rendah1

Hutan alam pegunungan2

Hutan Pinus oocarpa3

Hutan Pinus merkusii4

Hutan tanaman campuran5

Hutan tanaman jati6

Hutan alam dataran rendah1

0,62030 ns 1,51287 ns 1,36320 ns 0,58880 ns 0,43739 ns

Hutan alam pegunungan2

1,43974 ns 1,78384 ns 0,29433 ns 0,32093 ns

Hutan Pinus oocarpa3

-0,66246 ns 1,33567 ns 1,54370 ns

Hutan Pinus merkusii4

1,32305 ns 1,78783 ns

Hutan tanaman campuran5

-0,27201 ns

Hutan tanaman jati6

Keterangan: ns = tidak nyata (not significant) 1 Cagar Alam Pagerwunung, RPH Darupono, KPH Kendal 2 Hutan Lindung RPH Dukuh Tengah, KPH Pekalongan Barat 3 RPH Pesahangan, KPH Banyumas Barat 4 RPH Mandirancan, KPH Banyumas Timur 5 Hutan Lindung RPH Besokor, KPH Kendal 6 RPH Jatisari Utara, KPH Kendal

Jika masing-masing komunitas satwa mangsa dibandingkan kemiripannya

menggunakan indeks kemiripan Sorensen (Similarity index) seperti pada Formula 3.9,

maka diperoleh nilai-nilai indeks kemiripan komunitas sebagaimana disajikan pada

Tabel 4.17. Dalam Tabel 4.17 tersebut tampak bahwa komunitas satwa mangsa di tiga

lokasi di dalam kelas perusahaan jati KPH Kendal memiliki indeks kemiripan yang

tinggi (0,867 – 1,000). Demikian juga komunitas satwa mangsa di tiga lokasi dalam

kelas perusahaan pinus memiliki indeks kemiripan yang tinggi (0,762 – 0,824).

Perbandingan antar komunitas dari kelas perusahaan yang berbeda menghasilkan nilai

indeks kemiripan yang lebih rendah (0,364 - 0,560).

Page 30: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

98

Tabel 4.17. Rekapitulasi indeks kemiripan komunitas satwa mangsa di enam lokasi contoh habitat macan tutul jawa.

Lokasi* Lokasi*

A B C D E F A 1,000 0,867 0,552 0,560 0,538B 0,867 0,552 0,560 0,538C 0,400 0,381 0,364D 0,800 0,762E 0,824F

*Keterangan: A : Cagar Alam Darupono dengan vegetasi hutan dataran rendah sekunder dan jati alam (±50 m dpl),

KPH Kendal B : Hutan Lindung Besokor dengan vegetasi tanaman rimba campuran (100-200 m dpl), KPH Kendal C : Hutan Produksi dengan tanaman jati, Jatisari Utara (50-100 m dpl), KPH Kendal D : Hutan Lindung Dukuh Tengah dengan vegetasi hutan hujan pegunungan Gunung Slamet (1.000 –

1.200 m dpl) KPH Pekalongan Barat E : Hutan Produksi dengan tanaman Pinus oocarpa (500-700 m dpl), RPH Pesahangan, KPH Banyumas Barat F : Hutan Produksi dengan tanaman Pinus merkusii (300-400 m dpl), RPH Mandirancan, KPH Banyumas Timur

Nilai indeks kemiripan komunitas yang semakin rendah menunjukan adanya

perbedaan yang semakin tinggi dalam struktur jenis-jenis penyusun komunitas tersebut.

Meskipun demikian, secara umum semua tipe habitat macan tutul jawa yang diteliti

masih memiliki jenis-jenis satwa mangsa utama macan tutul jawa, yaitu primata dan

ungulata.

b. Klasifikasi Kekayaan Jenis Mangsa di 20 KPH Perum Perhutani Unit I

Mengingat bahwa dari segi struktur dan keanekaragaman jenis satwa mangsa di

KPH kelas perusahaan jati dan pinus relatif seragam, maka dalam pembuatan

pemodelan kesesuaian habitat, faktor satwa mangsa yang dipertimbangkan hanya

kekayaan jenis satwa mangsa utama, yaitu primata dan ungulata. Dari data margasatwa

Perum Perhutani dan BKSDA Jawa Tengah dibuat rekapitulasi dan klasifikasi kekayaan

jenis satwa mangsa menurut wilayah KPH

Kekayaan jenis satwa mangsa dikelompokkan menjadi tiga kelas dengan kriteria

sebagaimana diuraikan pada Tabel 4.18. Berdasarkan kriteria pada Tabel 4.18.

diperoleh rekapitulasi kelas kekayaan jenis mangsa macan tutul jawa yang disajikan

pada (Tabel 4.19). Terdapat empat KPH yang memiliki kelas kekayaan jenis mangsa

tinggi, lima KPH memiliki kekayaan jenis mangsa sedang dan 11 KPH memiliki

Page 31: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

99

kekayaan jenis satwa mangsa rendah. Kelas keakayaan jenis mangsa di 20 KPH Perum

Perhutani Unit I Jawa Tengah dan beberapa faktor lainnya selanjutnya akan digunakan

dalam membuat pemodelan spasial kesesuaian habitat macan tutul jawa.

Tabel 4.18. Kriteria kelas kekayaan jenis mangsa macan tutul jawa di wiilayah kerja Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

Kelas kekayaan jenis mangsa Kriteria 1. Kekayaan Tinggi 6 jenis atau lebih 2. Kekayaan Sedang 4-5 jenis 3. Kekayaan Rendah 3 jenis atau kurang

Tabel 4.19. Rekapitulasi kelas kekayaan jenis mangsa di 20 KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

No. KPH

Jumlah jenis mangsa utama*

Jumlah Jenis

Kategori Kelas Kekayaan

Ungulata Primata 1. Banyumas Barat 3 3 6 Tinggi2. Banyumas Timur 3 3 6 Tinggi 3. Pekalongan Timur 3 3 6 Tinggi 4. Pekalongan Barat 3 3 6 Tinggi 5. Kedu Utara 3 2 5 Sedang 6. Kedu Selatan 2 2 4 Sedang 7. Semarang 2 1 3 Rendah 8. Pemalang 2 1 3 Rendah 9. Kendal 2 2 4 Sedang 10. Mantingan 2 1 3 Rendah 11. Telawa 2 1 3 Rendah 12. Surakarta 2 2 4 Sedang13. Gundih 2 1 3 Rendah14. Purwodadi 2 1 3 Rendah15. Pati 2 1 3 Rendah16. Balapulang 2 1 3 Rendah17. Randublatung 2 1 3 Rendah18. Cepu 2 2 4 Sedang19. Blora 2 1 3 Rendah 20. Kebonharjo 2 2 4 Sedang

Keterangan: *) Berdasarkan laporan bulanan margasatwa Perum Perhutani Unit I dan BKSDA Jawa Tengah

Page 32: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

100

4.3.4. Sumber Air

Hasil evaluasi peta kerja 20 KPH Perum Perhutani dan tutupan lahan hasil

interpretasi citra, di 48 titik lokasi indikasi macan tutul jawa memiliki sumber air berupa

sungai dan anak sungai yang selalu berair sepanjang tahun. Secara umum ketersediaan

air tidak menjadi masalah di habitat macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah. Secara

visual dalam observasi lapangan, tampak bahwa ketersediaan air cenderung lebih

melimpah di kawasan hutan kelas perusahaan pinus dibandingkan kelas perusahaan jati.

Hal ini disebabkan oleh kondisi iklim dominan di kelas perusahaan pinus adalah iklim

basah, menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe curah hujan A dan B.

Sementara di kelas perusahaan jati umumnya memiliki ikilim lebih kering yaitu tipe

curah hujan C, D dan E.

Sumber air lebih penting bagi satwa mangsa macan tutul jawa seperti babi hutan,

kijang, kancil, monyet dan lingsang. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tanda-tanda jejak

dan feces satwa-satwa tersebut di sekitar sumber air. Karena merupakan tempat

berkumpul satwa, maka sumber air juga menjadi tempat mencari mangsa yang mudah

bagi macan tutul jawa.

4.3.5. Iklim

Daerah sebaran macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah terdiri dari berbagai

kondisi iklim. Berdasarkan klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson meliputi tipe

A, B, C, D dan E. Untuk keperluan pemodelan spasial kesesuaian habitat macan tutul

jawa, wilayah 20 KPH Perum Perhutani unit I Jawa tengah dapat diklasifikasikan

berdesarkan tipe curah hujan dominannya sebagaimana disajikan pada Tabel 4.20.

Dari Tabel 4.20 tampak bahwa ada tujuh KPH yang memiliki tipe curah hujan

dominan A dan B. Ketujuh KPH tersebut merupakan kelas perusahaan pinus, dimana

tanaman pinus (Pinus merkusii dan P. oocarpa) menjadi tanaman utama disamping

tenaman jenis lain seperti mahoni (Swietenia macrophylla) dan damar (Agathis alba).

Sepuluh KPH memiliki tipe curah hujan dominan C dan D, sedangkan tiga KPH

memiliki tipe curah hujan D atau E.

Iklim tidak berpengaruh langsung pada keberadaan macan tutul jawa, tetapi

iklim berpengaruh pada kondisi tumbuhan bawah. Selanjutnya tumbuhan bawah akan

mempengaruhi kelimpahan satwa herbivora (Marker and Dickman, 2005) seperti rusa,

Page 33: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

101

kijang, kancil, babi hutan dan monyet. Satwa herbivora merupakan mangsa macan tutul

jawa.

Tabel 4.20. Kelas tipe curah hujan untuk kesesuaian habitat macan tutul Jawa di 20 KPH Perum Perhutani Uni1 I Jawa Tengah.

No.

KPH

Tipe Curah Hujan Dominan

Kategori*

Skor

1. Banyumas Barat B Tinggi 10 2. Banyumas Timur A Tinggi 10 3. Pekalongan Timur A, B Tinggi 10 4. Pekalongan Barat B Tinggi 10 5. Kedu Utara A, B Tinggi 10 6. Kedu Selatan B Tinggi 10 7. Semarang C dan D Sedang 5 8. Pemalang D Rendah 1 9. Kendal C dan D Sedang 5 10. Mantingan C dan D Sedang 5 11. Telawa C dan D Sedang 5 12. Surakarta A Tinggi 10 13. Gundih D Rendah 1 14. Purwodadi C Sedang 5 15. Pati A, C, D, E Sedang 5 16. Balapulang D Rendah 1 17. Randublatung C dan D Sedang 5 18. Cepu C dan D Sedang 5 19. Blora C Sedang 5 20. Kebonharjo C Sedang 5

*) Keterangan : A dan/atau B Kesesuaian Tinggi C dan D Kesesuaian Sedang D dan/atau E Kesesuaian Rendah

Diduga ada hubungan antara frekuensi keberadaan macan tutul jawa di suatu

wilayah dengan kondisi ikim (tipe curah hujan). Untuk itu perlu dilakkan uji χ2.

Hipotesis null (Ho) yang diuji adalah: tidak ada hubungan antara kehadiran macan tutul

jawa di suatu wilayah dengan kondisi iklim. Kaidah keputusannya menolak Ho jika

nilai χ2hitung lebih besar dari χ2

tabel pada taraf α 5%. Hasil perhitungan uji χ2 disajikan

pada Tabel 4.21.

Page 34: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

102

Tabel 4.21. Hasil perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kondisi iklim dengan wilayah sebaran macan tutul jawa.

Tipe Curah Hujan

Dominan

Jumlah KPH

Prakiraan Luas (Ha)

Proporsi Frekuensi Observasi

macan tutul jawa (Oi)

Frekuensi Harapan

macan tutul jawa (Ei)

(Oi-Ei)2/Ei

1 2 3 4 5 6 7

AB 7 263.004,45 0,45 33 21 6,212

CD 10 271.175,89 0,46 9 22 7,784

D/E 3 54.213,53 0,09 6 4 0,563

Jumlah 20 588.393,87 1,00 48 48 14,558 Keterangan: Frekuensi Harapan macan tutul (kolom 6) = kolom 4 x kolom jumlah kolom 5 (Gaspersz, 1994). Menggunakan Formula 3.10 diperoleh χ2

hitung = 14,558 > χ2(0.05;2).

Berdasarkan Tabel 4.21 diperoleh nilai χ2

hitung lebih besar daripada χ2tabel

sehingga keputusannya menolak Ho dan kesimpulannya ada hubungan antara

keberadaan macan tutul jawa dengan kondisi iklim (tipe curah hujan) di suatu wilayah.

Dalam hal ini tampak bahwa macan tutul jawa lebih banyak dijumpai daerah beriklim

basah (A dan B) (68,75%) daripada di daerah beriklim kering (C, D, E) (31,25%).

Dengan demikian, curah hujan merupakan faktor lingkungan yang perlu

dipertimbangkan dalam pembuatan model kesesuaian habitat macan tutul jawa.

Iklim (curah hujan) diduga berpengaruh terhadap keberadaan satwa mangsa

macan tutul yang merupakan herbivora. Satwa herbivora tergantung pada ketersediaan

hijauan pakan yang umumnya merupakan tumbuhan bawah. Kelimpahan tumbuhan

bawah dipengaruhi oleh kondisi curah hujan setempat.

4.3.6. Status Fungsi Kawasan

Status fungsi kawasan berpengaruh pada intensitas gangguan manusia terhadap

kawasan. Kawasan yang berfungsi Hutan Konservasi (HK) seperti taman nasional,

cagar alam dan suaka margasatwa relatif lebih aman bagi satwaliar dibandingkan Hutan

Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi (HP). Hal ini

karena dalam pengelolaan hutan konservasi, misalnya taman nasional, tidak

diperbolehkan adanya kegiatan yang bersifat eksploitatif, bahkan di zona inti sama

sekali tidak boleh ada kegiatan kecuali penelitian (UU No. 5/1990; PP 68/1998).

Page 35: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

103

Di hutan lindung relatif lebih aman daripada hutan produksi karena di hutan

lindung juga ada pembatasan kegiatan pemanfaatan, yaitu hanya diperbolehkan kegiatan

yang tidak menebang pohon (PP34/2002). Sementara hutan produksi paling rentan

terhadap gangguan manusia, karena ada aktifitas penanaman, pemeliharaan dan

penebangan pohon. Di samping itu, sistem pengelolaa hutan produksi dengan program

tumpang sari atau PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) membolehkan

adanya kegiatan budidaya pertanian di antara tegakan hutan.

Pentingnya status fungsi kawasan hutan bagi kesesuaian habitat macan tutul

jawa juga ditunjukkan oleh fakta bahwa dari 17 lokasi sebaran macan tutul yang

mengalami kepunahan lokal, 94% (16) di antaranya berada di hutan produksi dan hanya

satu yang berada di hutan konservasi (hutan alam). Dari 16 lokasi sebaran macan tutul

jawa yang telah mengalami kepunahan lokal, 87,5% (14) diantaranya merupakan hutan

tanaman jati dan hanya dua lokasi yang merupakan hutan tanaman pinus (Tabel 4.8).

Dari 48 titik lokasi indikasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah, 14,58%

tersebar di kawasan hutan lindung, 6,25% di hutan konservasi dan 79,17% di hutan

produksi (Gambar 4.15). Pada penelitian ini tidak ditemukan macan tutul di hutan

rakyat. Demikian juga berdasarkan laporan dari Perhutani Unit I dan BKSDA Jawa

Tengah tidak ada macan tutul menggunakan habitat hutan rakyat.

Hutan Konservasi yang masih memiliki macan tutul jawa di Jawa Tengah adalah

Taman Nasional Gunung Merapi, Taman Nasional Gunung Merbabu dan Cagar Alam

Nusa Kambangan (Barat dan Timur). Hutan konservasi yang tersebar secara mosaik di

dalam lansekap hutan produksi, merupakan tempat berlindung dan berkembangbiak

yang aman bagi macan tutul jawa. Hal ini seperti yang terjadi di CA Ulolanang dan

CA Pagerwunung di KPH Kendal, CA Pringombo di KPH Kedu Selatan, CA Cabak di

KPH Cepu dan CA Gunung Butak di KPH Kebonharjo.

Dalam pemodelan spasial kesesuaian habitat macan tutul jawa, status fungsi

kawasan merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan karena berhubungan dengan

tingkat kerawanan (vulnerability) habitat terhadap gangguan. Hal ini berkaitan dengan

intensitas gangguan (disturbance) yang potensial dapat mempengaruhi kesesuaian

habitat secara umum (Marker and Dickman, 2005).

Page 36: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

104

Gambar 4.15. Komposisi sebaran macan tutul jawa menurut status fungsi kawasan

hutan di Provinsi Jawa Tengah.

4.3.7. Topografi

Macan tutul menyukai daerah berlereng curam dan di dekat patahan tebing atau

puncak punggung bukit yang dekat dengan tebing. Tempat ini dipilih sebagai tempat

berlindung karena umumnya sulit dijangkau manusia (Chundawat, 1990; Marker and

Dickman, 2005). Macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah tersebar di hutan-hutan

dengan kisaran topografi yang beragam, namun ada kecenderungan macan tutul jawa

banyak ditemukan di daerah dengan lereng yang curam sampai sangat curam.

Hasil intersect antara titik-titik lokasi indikasi macan tutul dengan peta topografi

yang diklasifikasikan menjadi lima kelas diperoleh sebaran macan tutul jawa menurut

kelas lereng sebagaimana disajikan pada Gambar 4.16. Dari 48 lokasi indikasi macan

tutul jawa, sebagian besar ditemukan pada kelas lereng datar (43,8%), curam (31,3%)

dan sisanya hampir merata tersebar di kelas lereng landai, agak curam dan sangat

curam. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kelas lereng dan keberadaan

macan tutul jawa maka dilakukan uji χ2 dengan hipotesis null (Ho) : tidak ada hubungan

antara keberadaan macan tutul jawa dengan kondisi topografi (lereng). Kaidah

keputusannya menolak Ho jika χ2hitung lebih besar dari χ2

tabel pada taraf α 5%. Hasil

perhitungan χ2 disajikan pada Tabel 4.22.

Page 37: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

105

Gambar 4.16. Sebaran indikasi macan tutul jawa menurut kelas lereng di Provinsi Jawa

Tengah.

Tabel 4.22. Hasil perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kondisi kelerengan dengan sebaran macan tutul jawa.

Kelas Lereng

Luas (Ha)

Proporsi

Frekuensi Observasi macan tutul jawa (O)

Frekuensi Harapan macan tutul jawa (E) (0-E)2/E

1 2 3 4 5 6 Sangat curam > 40% 27.015,21 0,06 5 2,88 1,56Curam 25-40% 68.966,61 0,15 15 7,36 7,95Agak curam 15-25% 44.955,80 0,10 4 4,79 0,13Landai 8-15% 27.826,58 0,06 3 2,97 0,00Datar 0-8% 281.319,11 0,63 21 30,00 2,70

Jumlah 450.083,31 1,00 48 48 12.34Keterangan: Frekuensi Harapan macan tutul (kolom 5) = kolom 3 x kolom jumlah kolom 4 (Gaspersz, 1994). Menggunakan Formula 3.10 diperoleh χ2

hitung = 12,34 > χ2(0.05;4).

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 4.22 diperoleh nilai χ2hitung yang lebih besar

dari χ2tabel pada taraf α = 5%, maka kesimpulannya menolak Ho atau berarti ada

hubungan antara keberadaan macan tutul jawa dengan kondisi kelerengan habitatnya.

Untuk mengetahui kondisi lereng yang paling banyak digunakan maka dilakukan uji

lanjutan dengan menghitung nilai indeks neu sebagaimana disajikan pada Tabel 4.23.

Keterangan : Datar = kelerengan 0 – 8% Curam = kelerengan 25 – 40% Landai = kelerengan 8-15% Sangat curam = kelerengan > 40% Agak curam = kelerengan 15-25%

Page 38: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

106

Tabel 4.23. Indeks Neu untuk preferensi macan tutul jawa terhadap kondisi kelerengan habitatnya.

Kelas Lereng

Availability

Proporsi (a)

Records

Proporsi (r)

Indeks Seleksi w Terstandar

Curam 25-40% 68.966,61 0,15 15 0,31 2,04 0,32Sangat curam > 40% 27.015,21 0,06 5 0,10 1,74 0,27 Landai 8-15% 27.826,58 0,06 3 0,06 1,01 0,16 Agak curam 15-25% 44.955,80 0,10 4 0,08 0,83 0,13 Datar 0-8% 281.319,11 0,63 21 0,44 0,70 0,11

Jumlah 450.083.31 1,00 48 1.00 6,32 1,00

Berdasarkan hasil perhitungan indeks seleksi (w) ternyata macan tutul jawa lebih

banyak menggunakan habitat dengan kondisi lereng curam (w = 2,04) dan sangat curam

(w = 1,74). Kondisi datar justru memiliki nilai indeks seleksi kurang dari satu (w =

0,70) yang berarti tidak banyak digunakan atau tidak disukai. Dengan demikian, benar

bahwa macan tutul lebih menyukai kondisi topografi yang berat. Hal ini diduga ada

kaitannya dengan faktor keamanan habitat, karena pada kondisi toporafi yang berat

umumnya tingkat kerawanan terhadap gangguan oleh manusianya rendah. Faktanya di

lapangan memang kawasan hutan bertoografi berat jarang dirambah manusia dan

umumnya juga merupakan hutan lindung yang terjaga dan tidak ada kegiatan

eksploitasi.

Pentingnya faktor topografi juga ditunjukkan pada sub bab 4.1.3 dan Gambar

4.16 dimana dari 15 populasi macan tutul jawa yang mengalami kepunahan lokal di

Provinsi Jawa Tengah, 46,67% memiliki topografi datar. Hal ini diduga ada kaitannya

dengan faktor kerawanan terhadap gangguan manusia di sekitar hutan (tekanan dari

penduduk).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa topogrofi kemirinagn lereng )

merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan model

kesesuaian habitat macan tutul jawa. Untuk keperluan pemodelan, kelerengan

dikelompokkan ke dalam tiga kelas sebagaimana Tabel 4.24.

Page 39: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

107

Tabel 4.24. Klasifikasi dan skoring kelas lereng untuk pemodelan kesesuaian habitat macan tutul jawa.

Kelas lereng Kategori Kesesuaian Skor

Datar – Landai 0-15% Rendah 1

Agak curam 15-25% Sedang 5

Curam – sangat curam >25% Tinggi 10

4.3.8. Ketinggian Tempat (Altitude)

Berdasarkan hasil intersect antara titik-titik lokasi indikasi keberadaan macan

tutul dengan peta ketinggian (altitude) di atas permukaan laut (dpl), dari 48 lokasi

indikasi macan tutul jawa, frekuensi terbanyak ada di ketinggian 0 – 500 m dpl (52,1%)

diikuti ketinggian lebih dari 1.000 m dpl (31,3%) dan ketinggian 500-1.000 m dpl

(16,7%) (Gambar 4.17)

Gambar 4.17. Sebaran indikasi macan tutul jawa menurut kelas ketinggian (altitude) di atas permukaan laut di Provinsi Jawa Tengah.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kondisi ketinggian tempat

dengan sebaran macan tutul jawa maka dilakukan uji χ2 dengan hipotesis null (Ho) :

tidak ada hubungan antara keberadaan macan tutul jawa dengan ketinggian tempat

(altitude). Kaidah keputusannya menolak Ho jika χ2hitung lebih besar dari χ2

tabel pada

taraf α 5%. Hasil perhitungan χ2 disajikan pada Tabel 4.25.

Page 40: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

108

Tabel 4.25. Hasil perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara ketinggian tempat dengan sebaran macan tutul jawa.

Kelas ketinggian

Availability

Proporsi (%)

Frekuensi observasi macan

tutul jawa (O)

Frekuensi harapan amcan tutul jawa

(E) (O-E)2/E

1 2 3 4 5 6 0-500 m dpl 30.3698,19 0,67 25 32,39 1,69

500-1000 m dpl 68.363,76 0,15 8 7,29 0,07

> 1000 m dpl 78.021,36 0,17 15 8,32 5,36

Jumlah 450.083,31 1,00 48 48 7,12 Keterangan: Frekuensi Harapan macan tutul (kolom 5) = kolom 3 x kolom jumlah kolom 4 (Gaspersz, 1994). Menggunakan Formula 3.10 diperoleh χ2

hitung = 7.12 > χ2(0.05;2).

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 4.25 diperoleh nilai χ2hitung yang lebih besar

dari χ2tabel pada taraf α = 5%, maka kesimpulannya menolak Ho atau berarti ada

hubungan antara keberadaan macan tutul jawa dengan ketinggian tempat. Untuk

mengetahui kondisi ketinggian tempat yang paling banyak digunakan (prefered) maka

dilakukan uji lanjutan dengan menghitung nilai indeks Neu sebagaimana disajikan pada

Tabel 4.26.

Tabel 4.26. Indeks neu untuk preferensi macan tutul jawa terhadap ketinggian tempat di atas permukaan laut.

Kelas ketinggian tempat Availability

Proporsi (a) Records

Proporsi (r)

Indeks Seleksi w Terstandar

> 1000 78.021,36 0,17 15 0,31 1,80 0,49 500-1000 68.363,76 0,15 8 0,17 1,10 0,30 0-500 303.698,19 0,67 25 0,52 0,77 0,21

Jumlah 450.083,31 1,00 48 1,00 3,67 1,00

Meskipun dalam berbagai literatur disebutkan bahwa sebaran macan tutul tidak

dibatasi oleh ketinggian tempat, namun macan tutul jawa ditemukan banyak

menggunakan daerah ketinggian. Dari Tabel 4.26 tampak bahwa lokasi dengan

ketinggian kurang dari 500 m dpl memiliki indeks seleksi kurang dari satu (w = 0,77),

artinya tidak banyak digunakan atau tidak disukai. Sementara indeks seleksi tertinggi

adalah pada ketinggian lebih dari 1.000 m dpl (w = 1,80) atau paling disukai.

Page 41: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

109

Hubungan ketinggian tempat dengan pemanfaatan habitat oleh macan tutul jawa

diduga berkaitan dengan faktor kerawanan terhadap gangguan. Dalam hal ini

kerawanan terhadap tekanan masyarakat pada hutan. Perkampungan dan pemukiman

padat umumnya berada di daerah dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 1.000 m

dpl, oleh karena itu hutan-hutan di dataran rendah banyak dikelilingi oleh pemukiman.

Disamping itu, kawasan hutan di daerah ketinggian lebih dari 1.000 m dpl banyak yang

merupakan kawasan hutan lindung, khususnya di gunung-gunung seperti Gunung

Slamet, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung Lawu dan

Gunung Muria serta merupakan taman nasional yaitu TN Gunung Merapi dan TN

Gunung Merbabu

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari enam provinsi di Indonesia

yang memiliki proporsi tertinggi rumah tangga rawan pangan yang berkisar antara 37,3

– 54,2% (Salem et al., 2005). Pada tahun 2008, dari 34.142.100 jiwa penduduk Jawa

tengah, 17,23% (5.883.310 jiwa) di antaranya merupakan penduduk miskin (Munhur,

2009). Oleh karena itu, Provinsi Jawa Tengah juga memiliki laju deforestasi yang

tinggi, yaitu antara tahun 2000-2005 rata-rata 142.560 ha per tahun. Dari segi luasan,

deforestasi di Jawa Tengah (2003-2006) 5.073,2 ha merupakan yang terbesar (80,6%)

dari total deforestasi di Pulau Jawa) (Departemen Kehutanan, 2007a).

Pentingnya faktor ketinggian tempat (altitude) juga diuraikan pada subab 4.1.3

dan Gambar 4.2. di mana dari 15 populasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah,

86,67% berada di daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl. Hal ini diduga berkaitan erat

dengan faktor kerawanan terhadap tekanan dari penduduk di sekitar hutan yang lebih

tinggi di daerah dataran rendah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketinggian tempat merupakan

faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun model kesesuaian habitat macan

tutul jawa. Walaupun berbagai literatur menyebutkan bahwa ketinggian tempat bukan

merupakan faktor pembatas, namun dalam penelitian ini terbukti macan tutul jawa lebih

banyak menggunakan habitat di tempat-tempat ketinggian. Untuk keperluan

penyusunan model kesesuaian habitat, ketinggian tempat diklasifikasikan menjadi tiga

kelas seperti disajikan pada Tabel 4.27.

Page 42: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

110

Tabel 4.27. Klasifikasi dan skoring ketingian tempat untuk penyusunan model kesesuaian habitat macan tutul jawa.

Kelas Ketinggian tempat Kategori Kesesuaian Skor

< 500 m dpl Rendah 1

500 – 1.000 m dpl Sedang 5

> 1.000 m dpl. Tinggi 10

4.4. Fragmentasi Hutan Alam

Kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah seluas 656.193,89 ha, sebagian besar

(83,84%) merupakan hutan tanaman, sementara sisanya (16,16%) merupakan hutan

alam (Perum Perhutani, 2006). Hutan alam di Jawa Tengah tersebar secara mosaik di

antara hutan tanaman dan berfungsi sebagai kantong-kantong habitat perlindungan

macan tutul jawa. Dari panelitian ini juga terbukti bahwa hutan alam merupakan tipe

tutupan lahan paling disukai oleh macan tutul jawa dengan nilai indeks seleksi Neu (w)

8,5560. Di sisi lain, dari tahun ke tahun hutan alam di Provinsi Jawa Tengah terus

mengalami deforestasi dan fragmentasi. Dalam kurun waktu 16 tahun (1990-2006)

provinsi ini telah kehilangan hutan alamnya seluas 446.561,09 Ha atau 88,0%. Puncak

laju deforestasi di Provinsi Jawa Tengah terjadi antara tahun 2000 – 2005 yaitu seluas

142.560 hektar per tahun (Departemen Kehutanan, 2007a).

Secara umum sisa-sisa hutan alam di Pulau Jawa ada di sekitar puncak-puncak

gunung yang pada umumnya jauh dari jangkauan manusia dan sulit diakses oleh

masyarakat untuk pertanian dan pemukiman. Meskipun demikian, seiring dengan

berjalannya waktu, sisa-sisa hutan alam di gunung-gunung di Jawa Tengah juga

mengalami fragmentasi sehingga terjadi kehilangan habitat (habitat loss) dan isolasi

habitat (isolation). Sebagai contoh, Gunung Muria telah kehilangan hutan alamnya

85,50%, kemudian disusul oleh Gunung Slamet (83,91%), Gunung Lawu (77,51%) dan

Gunung Ungaran (75,33%).

Page 43: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

111

Gambar 4.18. Perubahan tutupan hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah (A) tahun 1990; (B) tahun 2000; (C) tahun 2006.

2006

2000

1990

B

A

C

Page 44: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

112

Fragmentasi telah terjadi di semua hutan alam yang tersisa di gunung-gunung

lainnya seperti Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing,

Gunung Prahu dan Gunung Rogojembangan. Gunung-gunung tersebut merupakan

daerah sebaran macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah (Gunawan, 1988). Proses

fragmentasi membuat habitat menjadi tidak sesuai bagi satwaliar atau memiliki

kesesuaian rendah bersamaan dengan berkurangnya kualitas habitat (Hunter, 1997).

Dengan demikian, keberadaan macan tutul jawa menjadi semakin terancam

kelestariannya.

Dari Gambar 4.19 dan Gambar 4.20 tampak jelas perubahan jumlah fragment

(patches) hutan maupun luas hutan. Jumlah fragment dan luas yang menurun

menunjukkan telah terjadi fragmentasi habitat dan kehilangan habitat (habitat loss).

Pada tahun 1990, luas hutan alam lahan kering masih 507.407,51 Ha yang tersebar

dalam 108 fragment hutan. Tahun 2000 menurun drastis (77,5%) menjadi 114.044,23

Ha dalam 88 fragment hutan dan pada tahun 2006 hutan alam lahan kering yang tersisa

tinggal 60.846,42 Ha dalam 39 fragment hutan atau menurun 46,6% dari tahun 2000.

Secara total dari tahun 1990 sampai tahun 2006 Provinsi Jawa Tengah telah kehilangan

hutan alam lahan kering seluas 446.561,09 Ha (88,0%) atau rata-rata 27.910 hektar per

tahun.

Fragmentasi hutan alam lahan kering di Jawa Tengah juga dapat diihat dari

parameter Total Edge (TE). Total edge hutan alam lahan kering yang terus menurun

dari tahun 1990 sampai tahun 2006 menunjukkan bahwa fragmentasi disamping

memecah patches hutan juga diikuti oleh hilangnya patches hutan tersebut. TE tahun

1990 adalah 42,43 km menurun menjadi 15,08 km pada tahun 2000 dan pada tahun

2006 total edge hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah menjadi 8,75 km

(Gambar 4.21).

Edge Density (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah juga

menurun dari tahun 1990-2006 yang juga menunjukkan bahwa fragmentasi bukan saja

memecah patches tetapi juga disusul dengan hilangnya patches. ED pada tahun 1990

adalah 151.061,78 m2/ha kemudian menurun menjadi 53.342,70 m2/ha pada tahun 2000

dan menjadi 31.076,62 m2/ha pada tahun 2006 (Gambar 4.22).

Page 45: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

113

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

1990 2000 2006

Luas

(Ha)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

1990 2000 2006

Jum

lah

Patc

hes

Gambar 4.19. Perkembangan luas hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah

dari tahun 1990 – 2006.

Gambar 4.20. Perkembangan jumlah patches hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1990 – 2006.

Page 46: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

114

Gambar 4.21. Perkembangan Total Edge (TE) hutan alam lahan kering di Provinsi

Jawa Tengah.

Gambar 4.22. Perkembangan Edge Density hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah.

Pada skala fragment (patch) hutan individual, hilangnya vegetasi hutan dan

fragmentasi dapat memiliki pengaruh luas pada survival populasi, interaksi ekologi dan

keanekaragaman hayati (Fahrig & Grez, 1996). Seiring fragment hutan mengecil,

populasi cenderung lebih rentan untuk punah karena resiko-resiko demografik,

lingkungan atau genetik (Gilpin, 1987; Goodman, 1987). Ketika fragment-fragment

hutan menjadi terisolasi tanpa adanya ketersambungan di antara mereka, migrasi

organisme bisa terhalangi (Kareiva, 1987). Fragment hutan yang kecil juga memiliki

Page 47: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

115

ratio edge:interior yang lebih tinggi. Untuk spesies hutan interior (seperti macan tutul

jawa), hal ini juga berarti kehilangan habitat lebih luas daripada luas fragment

sebenarnya yang hilang (Wilcove et al., 1986; Williams-Linera, 1990). Besarnya

pengaruh tergantung pada pola kehilangan hutan pada skala lansekap yang akan

menentukan jumlah fragment yang tersisa, ukurannya, bentuknya, jarak antara fragment

dan kondisi matrix habitat di sekitarnya (Groom & Schumaker, 1993).

Menurut Wilcove (1987) dalam Morrison et al. (1992), ada empat cara

fragmentasi dapat menyebabkan kepunahan lokal : (1) spesies mulai keluar dari kantong

habitat yang terlindungi; (2) kantong habitat gagal menyediakan habitat karena

pengurangan luas atau hilangnya heterogenitas internal; (3) fragmentasi menciptakan

populasi yang lebih kecil dan terisolasi yang memiliki resiko lebih besar terhadap

bencana, variabilitas demografik, kemunduran genetik atau disfungsi sosial; (4)

fragmentasi dapat mengganggu hubungan ekologis yang penting sehingga dapat

menimbulkan sebab sekunder kepunahan dari hilangnya spesies kunci dan pengaruh

merugikan dari lingkungan luar dan efek tepi.

Fragmentasi habitat dapat dipandang dari segi positif dan negatif. Pengaruh

positifnya adalah meningkatkan keragaman habitat, menciptakan penjajaran habitat

yang bermanfaat, dan meningkatkan edge yang disukai spesies satwaliar generalis.

Fragmentasi memberikan pengaruh negatif ketika: (1) ada habitat yang hilang; (2)

terbentuk kantong habitat lebih kecil yang mendorong pada kepunahan lokal dan isolasi;

(3) habitat-habitat tidak lagi bersambungan, khususnya jika fragmentasi disebabkan oleh

aktifitas non kehutanan; dan (4) jumlah edge meningkat karena fragmentasi habitat

merugikan spesies interior (Barnes, 2000).

Untuk kasus di Provinsi Jawa Tengah tampaknya hilangnya habitat lebih

berperan bagi kepunahan macan tutul jawa secara lokal, karena hilangnya habitat tidak

saja menyebabkan penurunan total habitat tetapi juga menyebabkan terputusnya

penyebaran habitat yang tersisa. Terputusnya kesinambungan habitat tersebut antara

lain disebabkan oleh pembukaan hutan untuk pertanian, pemukiman, jalan raya, irigasi,

waduk dan jaringan listrik saluran udara tegangan esktra tinggi (SUTET).

Page 48: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

116

Gambar 4.23. Beberapa penyebab fragmentasi hutan di Provinsi Jawa Tengah: (a) sistem tebang habis; (b) perambahan hutan; (c) jaringan jalan raya; (d) jaringan listrik SUTET; (e) pertanian; (f) jaringan irigasi.

4.5. Metapopulasi

Fragmentasi hutan telah menyebabkan pemecahan suatu populasi macan tutul

jawa menjadi beberapa sub populasi di kantong-kantong habitat (patches) yang

terpisahkan satu sama lain. Populasi macan tutul jawa yang menyebar di Provinsi Jawa

Tengah dapat dipandang sebagai empat tipe metapopulasi seperti yang diklasifikasikan

oleh Harrison & Taylor (1997) yaitu: (1) classic metapopulation; (2) mainland-island

metapopulation; (3) non equilibrium metapopulation; dan (4) patchy population.

a b

c d

e f

KPH Kendal KPH Pemalang

Alas roban KPH Kendal KPH Kendal

Besokor, KPH Kendal KPH Pemalang

Page 49: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

117

1. Non equilibrium population

Contoh metapopulasi tipe non equilibrium di Provinsi Jawa Tengah adalah

populasi di Gunung Muria (KPH Pati), populasi di Mandirancan dan sekitarnya (di KPH

banyumas Timur dan Banyumas Barat), populasi di Gunung Merapi, Gunung Merbabu,

Gunung Ungaran dan Gunung Sindoro; serta populasi di Gunung Lawu, Gunungkidul

dan Kulonprogo.

Gambar 4.24. Tipe non equilibrium metapopulation macan tutul jawa di Gunung Muria dan sekitarnya (KPH Pati).

Di Gunung Muria dan sekitarnya (Gambar 4.24), fragmentasi menyebabkan

kantong-kantong habitat terpisah cukup jauh dan ada penghalang berupa pemukiman di

antara kantong habitat tersebut. Populasi di patch Gunung Muria (A) yang sebelumnya

mungkin merupakan sumber (mainland) bagi patches di sekitarnya (B, C, D, E, F) telah

terpisah jauh akibat fragmentasi oleh pemukiman. Akibatnya populasi Gunung Muria

tidak dapat melakukan kolonisasi terhadap patches tersebut. Populasi macan tutul di

kantong habitat C (Gunung Clering) mengalami kepunahan lokal pada tahun 2000an

akibat perambahan hutan dan tidak ada konektifitas untuk migrasi ke patches lain serta

tidak adanya rekolonisasi dari Gunung Muria karena tidak ada konektifitas.

Populasi macan tutul jawa di Mandirancan (C) dan sekitarnya (Gambar 4.25),

terfragmentasi dan terpisah jauh dengan populasi di Notog (D), Jatilawang (B), RPH

DE

F

B

C

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

A

Page 50: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

118

Kretek (E), Cimanggu (F) dan Nusakambangan (A). Populasi Mandirancan berdekatan

dengan populasi Notog namun terfragmentasi secara alami oleh Sungai Serayu dan jalan

raya Purwokerto-Cilacap. Sementara populasi Nusakambangan terfragmentasi secara

alami oleh Segara Anakan sehinga terpisahkan dari populasi macan tutul di daratan

Pulau Jawa. Populasi Cimanggu dan Kretek terpisahkan dari populasi lainnya oleh

jalan raya dan pemukiman yang berkembang di sekitar hutan. Dengan kondisi

demikian, populasi-populasi tersebut diperkirakan rentan terhadap kepunahan, bahkan

populasi Notog dan Jatilawang telah mengalami kepunahan lokal. Dalam metapopulasi

ini, populasi Mandirancan, Cimanggu dan Nusakambangan diperkirakan tidak akan

bertahan lama. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya konektifitas dengan populasi lain

dan luasan habitat yang kecil, yaitu Nusakambangan 952 ha, Mandirancan 1.228,4 ha

dan Cimanggu 1.750,8 ha. Sementara Populasi RPH Kretek diperkirakan dapat

bertahan karena memiliki habitat yang lebih luas dan adanya kemungkinan rekolonisasi

dari Gunung Slamet.

Gambar 4.25. Tipe non equilibrium metapopulation macan tutul jawa di RPH Mandirancan (KPH Banyumas Timur) dan sekitarnya.

Pada Gambar 4.26 tampak bahwa populasi macan tutul jawa di Gunung Sindoro

(D), Gunung Sumbing (C), Gunung Ungaran (F), Gunung Merapi (A) dan Gunung

Merbabu (B) dapat dianggap sebagai populasi tunggal yang terisolasi karena tidak ada

A

BC

D

EF

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

Page 51: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

119

konektifitas satu sama lain. Dalam beberapa tahun mendatang, meskipun terisolasi,

populasi ini diperkirakan masih dapat bertahan karena luasan habitatnya cukup luas

sekitar 5000 ha atau lebih dan jumlah individu dalam populasi tersebut diperkirakan

masih cukup banyak. Populasi macan tutul jawa di puncak-puncak gunung juga relatif

sedikit mendapat tekanan atau gangguan dari manusia.

Gambar 4.26. Tipe non equilibrium metapopulation macan tutul jawa di beberapa gunung di Jawa Tengah.

Populasi macan tutul jawa di Gunung Lawu (B), Gunungkidul (C), Kulonprogo

(D) dan Gunung Merapi (A) terpisah jauh, mungkin sejak lama (Gambar 4.27).

Populasi-populasi tersebut tidak memiliki konektifitas satu sama lain sehingga tidak ada

migrasi untuk kolonisasi atau rekolonisasi. Akibatnya populasi Gunungkidul dan

Kolonprogo telah mengalami kepunahan lokal dan tidak akan pernah mendapat

rekolonisasi dari populasi Gunung Merapi maupun Gunung Lawu. Populasi Gunung

Lawu dan Gunung Merapi menjadi populasi tunggal yang terisolasi. Meskipun

terisolasi, kedua populasi tersebut diperkirakan akan dapat bertahan dalam beberapa

dekade mendatang karena berada di kawasan hutan yang terlindungi (Taman Nasional

Gunung Merapi dan Hutan Lindung Gunung Lawu) yang memiliki luasan cukup besar

serta tekanan penduduk yang kecil karena berada di puncak-puncak gunung yang

bertopografi berat.

A

B

F

C

D

E

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

Page 52: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

120

Gambar 4.27. Tipe non equilibrium metapopulation macan tutul jawa di Gunung Lawu, Gunungkidul dan Kulonprogo.

Tipe non equilibrium metapopulation juga terjadi pada populsi di KPH Kendal

dan sekitarnya (Gambar 4.28). Populasi Subah (A), Besokor (B) dan Darupono (C)

terpisah cukup jauh dan tidak ada konektifitas satu sama lain sehingga tidak dapat saling

bertukar individu. Demikian juga dengan populasi di Gunung Prahu (F) dan Gunung

Ungaran (D) di KPH Kedu Utara. Kelima populasi tersebut tidak terhubungkan satu

sama lain sehingga dalam jangka panjang rentan terhadap kepunahan lokal. Populasi

yang diperkirakan dapat bertahan dalam jangka panjang adalah populasi Darupono,

Gunung Ungaran dan Gunung Prahu karena memiliki luasan habitat yang relatif besar

(Darupono 13.568,14 ha; Gunung Prahu 2.402.,32 ha; Gunung Ungaran 4.711,97 ha).

Disamping itu, kantong habitat di Gunung Ungaran dan Gunung Prahu merupakan

hutan lindung sehingga relatif lebih aman dibandingkan populasi di hutan produksi (A,

B, C).

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

AB

CD

Page 53: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

121

Gambar 4.28. Tipe non equilibrium metapopulation macan tutul jwa di KPH Kendal dan sekitarnya.

Populasi yang paling rawan menghadapi kepunahan lokal dalam waktu dekat

adalah populasi Besokor. Hal ini disebabkan oleh luasan habitat yang kecil (692,1 ha)

dan tidak memiliki konektifitas dengan populasi Subah karena fragmentasi oleh

pertanian dan jalan raya Semarang – Pekalongan serta terfragmentasi dengan populasi

Darupono oleh lahan pertanian dan jalan raya Weleri-Temanggung. Sementara populasi

Subah memiliki luasan yang lebih besar (2.422,77 ha).

Populasi non equilibrium lainnya yang ditemukan di Jawa Tengah adalah

kumpulan populasi di KPH Kedu Selatan (Gambar 4.29). Populasi Pringombo (B)

terpisah jauh dengan populasi Karangsembung (A) dan populasi Bruno (C). Populasi

Bruno telah mengalami kepunahan lokal dan tampaknya sulit mendapatkan kolonisasi

kembali dari populasi Pringombo maupun Karangsembung karena jaraknya jauh dan

adanya fragmentasi hutan. Populasi Pringombo dan Karangsembung tampakanya

memiliki resiko kepunahan lokal yang sama besar karena tekanan penduduk dan

kerusakan hutan akibat perambahan yang terjadi setelah gerakan reformasi tahun 1998.

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

A

B

C

DF

Page 54: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

122

Gambar 4.29. Tipe non equilibrium metapopulation macan tutul jawa di KPH Kedu Selatan.

2. Mainland-island metapopulation

Mainland-island metapopulation merupakan sistem dari habitat patches

(islands) berlokasi di dalam jarak sebaran dari suatu habitat yang sangat besar

(mainland) di mana populasi lokal tidak akan pernah punah (Harrison & Taylor 1997).

Tipe metapopulasi Mainland-island bisa digambarkan dengan populasi macan tutul

jawa di Gunung Slamet dan sekitarnya (Gambar 4.30). Populasi macan tutul jawa di

Gunung Slamet merupakan mainland population yang menjadi sumber kolonisasi bagi

patches hutan di sekitarnya seperti patch hutan RPH Kretek (B), Balapulang (C);

Kalibakung (D) Moga (E) dan Paninggaran (F).

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

A

B

C

Page 55: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

123

Gambar 4.30. Tipe mainland-islands metapopulation macan tutul jawa di Gunung Slamet dan sekitarnya.

Populasi Balapulang (C) telah mengalami kepunahan lokal akibat perambahan

hutan dan tidak ada rekolonisasi dari Gunung Slamet karena tidak ada konektifitas

akibat fragmentasi. Sementara populasi Moga (E) terisolasi dari mainland Gunung

Slamet (A) dan populasi Paninggaran (F). Beberapa tahun mendatang populasi yang

rentan mengalami kepunahan lokal adalah populasi Moga karena terisolasi dan

luasannya kecil (2.513,6 ha) dan populasi Kalibakung (D) yang luasnya hanya 619,9 ha.

Sementara patch hutan Balapulang (C) masih bisa diharapkan menerima migrasi dari

populasi Kalibakung (D) jika ada koridor untuk migrasi.

3. Classic (Levins) Metapopulation

Classic metapopulation merupakan suatu jaringan besar dari patches kecil yang

serupa, dengan dinamika lokal terjadi pada skala waktu yang jauh lebih cepat

dibandingkan dinamika metapopulasi, dalam arti luas digunakan untuk sistem di mana

semua populasi lokal, meski mungkin mereka berbeda dalam ukuran, tapi memiliki satu

resiko kepunahan yang signifikan (Harrison & Taylor 1997).

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

AB

C D

E F

Page 56: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

124

Populasi-populasi di Jawa Tengah bagian Timur (KPH Semarang, Telawa,

Gundih, Purwodadi, Blora, Randublatung, Cepu dan Kebonharjo) dapat

menggambarkan tipe Classic metapopulation (Gambar 4.31) memiliki resiko kepunahan

lokal yang sama signifikannya karena memiliki kondisi hutan yang sama dan tingkat

ancaman yang relatif sama. Beberapa populasi telah mengalami kepunahan lokal

namun masih ada harapan direkolonisasi oleh populasi yang masih ada di dekatnya.

Populasi Gunung Lasem (M) dan Pasedan (L) mungkin akan sulit untuk mendapatkan

rekolonisasi dari populasi Kebonharjo (G) karena tidak ada konektifitas. Sementara

populasi Kebonharjo (G) masih ada konektifitas dengan populasi Cepu (F) dan

Randublatung (E).

Gambar 4.31. Tipe classic metapopulation macan tutul jawa di Jawa Tengah bagian

timur.

Populasi Karangsono, Telawa (C) dapat menjadi sumber kolonisasi populasi

yang telah punah lokal di Gunung Pati, Semarang (A), Sragen, Telawa (B) dan

Segorogunung, Gundih (D). Populasi Cepu (F) juga memiliki konektifitas dengan

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

A

B

DE

F

G

H

JK

LM

C

I

Page 57: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

125

Populasi Segorounung (D) tetapi jaraknya cukup jauh. Populasi Barisan, Pati (J), Ngiri,

Mantingan (K) dan Krocok, Blora (H) hanya memiliki konektifitas dengan populasi

Sambirejo, Purwodadi (I). Sementara populasi Kebonharjo (G) tidak memiliki

konektifitas dengan ketiga populasi yang telah mengalami kepunahan lokal tersebut (J,

K, H) sehingga tidak bisa diharapkan mengkolonisasi ketiga patches hutan yang telah

kehilangan macan tutul jawa tersebut.

Dengan demikian populasi Karangsono, Telawa (C) dan populasi Sambirejo,

Purwodadi (I) memiliki peranan yang sangat penting untuk melakukan kolonisasi

kembali bekas-bekas kantong habitat macan tutul jawa yang telah kosong di sekitarnya.

opulasi Kebonharjo, Cepu dan Randublatung diperkirakan masih akan bertahan dalam

waktu yang lama ke depan karena ketiganya memiliki konektifitas sehinga dapat saling

bertukar individu.

4. Patchy population

Patchy population adalah suatu model metapopulasi di mana laju migrasi antar

sub populasi sangat tinggi sehingga dapat dapat dikatakan secara efektif merupakan satu

populasi. Dalam patchy population, suatu individu mungkin merupakan bagian dari

lebih satu sub populasi sepanjang hidupnya (Harrison & Taylor 1997).

Patchy population dapat digambarkan oleh metapoulasi di kelompok hutan

Salem (KPH Pekalongan Barat) yang menyambung dengan kelompok hutan Majenang

(KPH Banyumas Barat) (Gambar 4.32). Populasi macan tutul di Majenang (A) dan

Pesahangan (B) di KPH Banyumas Barat serta populasi di Indrajaya (C), Winduasri (E)

dan Cikuning (D) di KPH Pekalongan Barat saling terhubung sehingga memungkinkan

terjadinya pertukaran individu. Lansekap hutan masih tersambungkan meskipun ada

fragmentasi oleh pemukiman dan lahan pertanian. Metapopulasi ini diperkirakan akan

terus bertahan dalam beberapa dekade mendatang. Hal ini disebabkan hutannya

merupakan tanaman pinus yang disadap getahnya sehingga relatif tidak ada kegiatan

penebangan dan sebagian merupakan hutan lindung, seperti di Indrajaya (C) dan

Cikuning (D).

Page 58: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

126

Gambar 4.32. Tipe patchy population macan tutul jawa di kelompok hutan Salem, KPH Pekalongan Barat dan kelompok hutan Majenang, KPH Banyuas Barat.

Patchy population juga ada di KPH Pekalongan Timur dan sekitarnya (Gambar

4.33). Patchy population yang pertama adalah populasi macan tutul jawa di Brondong

(A), Lemahabang (B) dan Pedagung (C) di KPH Pekalongan Timur yang masih

terhubungkan satu sama lain. Patchy population kedua terdiri dari populasi macan tutul

jawa di Jolotigo, Pekalongan Timur (D), Cipero, Pemalang (G), Winduaji, Pekalongan

Timur (F) dan Paninggaran, Pekalongan Timur (E) yang masih saling terhubungkan

sehingga dapat saling migrasi. Sementara di sekitarnya ada populasi kecil, yaitu

Lobongkok, Pemalang (H) seluas 1.463,1 ha dan Moga, Pekalongan Barat (I) seluas

2.513,6 ha yang terisolasi dari kedua kelompok patchy population tersebut. Kedua

populasi kecil dan terisolasi tersebut diperkirakan akan mengalami kepunahan lokal

dalam beberapa tahun mendatang apabila tidak ada konektifitas ke populasi lain di

dekatnya.

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

A B

C

DE

Page 59: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

127

Gambar 4.33. Tipe patchy population macan tutul jawa di KPH Pekalongan Timur dan sekitarnya.

Tipe patchy population juga ada di KPH Pemalang dan sekitarnya (Gambar

4.34). Populasi macan tutul jawa di Mangunsari (A), Karangasem (D), Kenyere (C) dan

Kejene (E) di KPH Pemalang serta populasi di Gunung prahu (B) di KPH Kedu Utara

saling terhubungkan satu sama lain sehingga arus pertukaran individunya lancar.

Metapopulasi ini diperkirakan akan terus bertahan. Metapopulasi tersebut tidak

memiliki konektifitas ke populasi di Karangkobar (F) yang telah mengalami kepunahan

lokal beberapa tahun yang lalu. Populasi di Gunung Sindoro (G) juga terfragmentasi

dari patchy population tersebut.

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

A B D

E F

G

H

I

C

Page 60: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

128

Gambar 4.34. Tipe Patchy population macan tutul jawa di KPH Pemalang dan sekitarnya.

Dari analisis terhadap metapopulasi, populasi-populasi macan tutul jawa di

Provinsi Jawa Tengah tersebar dalam empat tipe metapopulasi. Terdapat enam

kelompok populasi yang membentuk non-equilibrium metapopulation yang melibatkan

15 populasi (lokasi indikasi macan tutul jawa) atau 31,25% dari seluruh populasi.

Terdapat satu satu metapopulasi tipe mainland-islands yaitu di Gunung Slamet dan

sekitarnya yang melibatkan 11 populasi atau 22,92% dari seluruh populasi. Hanya

terdapat satu classic metapopulation yang melibatkan lima populasi atau 10,42% dari

seluruh populasi dan tiga patchy population yang melibatkan 17 populasi atau 35,42%

dari seluruh populasi (Tabel 4.28).

Dari analisis terhadap metapopulasi macan tutul jawa tersebut tampak bahwa

non equilibrium metaoipulation cukup besar (31,25%). Hal ini tentu mengkhawatirkan

kelestarian macan tutul jawa di masa mendatang karena populasi-populasi tersebut

A

BC

E FG

Patch pernah dilaporkan dihuni

Patch tidak pernah dilaporkan dihuni Patch dihuni saat ini

Keterangan :

D

Page 61: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

129

rentan terhadap kepunahan lokal akibat tidak adanya konektifitas untuk migrasi antar

populasi

Tabel 4.28. Tipe metapopulasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah.

Tipe Metapopulasi Jumlah Kelompok

Jumlah populasi

Proporsi (%)

1. Non Equilibrium Metapopulation 6 15 31,252. Mainland-Islands Metapopulation 1 11 22,923. Classic Metapopulation 1 5 10,424. Patchy Population 4 17 35,42

Jumlah 12 48 100,00

Populasi yang diharapkan dapat bertahan dalam jangka panjang adalah yang

berada di Gunung Slamet dan sekitarnya yang membentuk metapopulasi mainland-

islands. Gunung Slamet menjadi patch sumber (source) kolonisasi (mainland) bagi

populasi-populasi di sekitarnya (islands) yang menjadi penerima (sink). Populasi yang

juga diperkirakan akan terus bertahan dalam jangka pajang ke depan adalah populasi-

populasi yang tersebar dalam pola patchy population seperti di KPH Pekalongan Barat-

KPH Banyumas Barat (Salem-Majenang), Pekalongan Timur (Brondong–Paninggaran

dan sekitarnya), dan KPH Pemalang dan sekitarnya.

Populasi-populasi macan tutul di hutan jati banyak yang tersebar dalam pola

Classic metapopulation antara lain mulai dari KPH Semarang, KPH Telawah, KPH

Gundih, KPH Purwodadi, KPH Randublatung, KPH Cepu, KPH Kebonharjo, KPH

Mantingan dan KPH Pati. Beberapa populasi pada tipe ini ini juga menghadapi

ancaman kepunahan lokal yang serius karena tidak adanya konektifitas, baik sementara

akibat penebangan hutan jati maupun permanen akibat konversi untuk pemukiman,

jalan dan lahan pertanian.

Berdasarkan analisis metapopulasi tersebut dapat dibuat peta resiko kepunahan

lokal macan tutul jawa sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.35. Dari Gambar 4.35

tampak ada delapan populasi (17%) yang memiliki resiko kepunahan lokal tinggi. Hal

ini disebabkan oleh luas habitatnya yang kecil dan terisolasi atau terdegradasi berat.

Sembilan belas populasi (39%) memiliki resiko kepunahan lokal sedang dan 21

populasi (44%) memiliki resiko kepunahan lokal rendah (Lampiran 3).

Page 62: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

130

Gambar 4.35. Peta analisis resiko kepunahan lokal macan tutul jawa berdasarkan tipe metapopulasinya

Page 63: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

131

4.6. Model Spasial Kesesuaian Habitat

Berdasarkan delapan komponen habitat macan tutul jawa yang telah dikaji dan

dievaluasi pada sub bab 4.3 (Karakteristik Habitat) dapat dibuat pemodelan spasial

kesesuaian habitat menggunakan program ArcView 3.2. Kesesuaian habitat dibangun

dari dua kelompok komponen habitat, yaitu komponen yang terkait dengan kebutuhan

hidup macan tutul (pemanfaatan habitat) dan komponen yang terkait dengan keamanan

dari gangguan (disturbance) (kerawanan habitat). Komponen yang yang terkait dengan

kebutuhan hidup macan tutul jawa adalah : (1) luas (ruang); (2) mangsa; (3) vegetasi

pelindung (cover); (4) air dan (5) iklim. Sementara komponen yang terkait dengan

kerawanan habitat terhadap gangguan didekati dengan: (1) status kawasan hutan; (2)

topografi dan (3) ketinggian dari permukaan laut (altitude).

4.6.1. Model Pemanfaatan Habitat Macan Tutul Jawa

Hasil overlay lima faktor pemanfaatan habitat (luasan, mangsa, tipe hutan, badan

air dan curah hujan) memberikan hasil seperti ditunjukan pada Gambar 4.36. Secara

kuantitatif jumlah dan luasan kantong habitat (habitat patches) menurut kelas

pemanfaatannya disajikan pada Tabel 4.29.

Tabel 4.29. Luas dan jumlah patches habitat menurut kelas pemanfaatannya berdasarkan peta interpretasi citra satelit tahun 2006.

Kelas Pemanfaatan Habitat

Kisaran Total Skor

Jumlah Patches

Proporsi (%)

Luas Total (Ha)

Proporsi (%)

Tinggi 5,83-8,50 177.097 64,00 294.253,63 42,96Sedang 3,17-5,83 78.624 28,41 342.240,66 49,97Rendah 0,5-3,17 20.988 7,58 48.417,25 7,07 Jumlah 276.709 100,00 684.911,54 100,00

Dalam Tabel 4.29. tampak bahwa sebagian besar (64,00%) kantong habitat

(habitat patches) hutan di Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat pemanfaatan yang

tinggi sebagai habitat macan tutul jawa. Hanya sebagian kecil patches hutan yang

memiliki kelas pemanfaatan rendah (7,58%) dan selebihnya (28,41%) memiliki kelas

pemanfaatan sedang. Menurut luasnya, habitat yang memiliki pemanfaatan tinggi

42,96%, sedang 49,97% dan rendah 7,07% Secara umum kawasan berhutan di Jawa

Tengah masih memiliki tingkat pemanfaatan yang tinggi dan sedang sebagai habitat

macan tutul jawa. Hal ini juga berarti masih memiliki kesesuaian yang tinggi bagi

Page 64: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

132

habitat macan tutul jawa. Kantong-kantong habitat yang memiliki pemanfaatan rendah,

terutama disebabkan oleh luasan yang kecil (<600 ha) dan ketiadaan satwa mangsa

utama.

Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas pemanfaatan habitat

disajikan pada Tabel 4.30. Dari Tabel 4.30 tampak bahwa distribusi lokasi indikasi

macan tutul jawa mengikuti pola distribusi kelas pemanfaatan habitat (Tabel 4.30), yaitu

macan tutul jawa terkonsentrasi di kantong-kantong habitat (patches) dengan kelas

pemanfaatan tinggi (68,75%), diikuti kelas pemanfaatan sedang (29,17%) dan hanya

2,08% berada di habitat dengan kelas pemanfaatan rendah.

Tabel 4.30. Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas pemanfaatan habitat.

Kelas Pemanfaatan Jumlah Lokasi Indikasi Proporsi (%) Rendah 1 2,08 Sedang 14 29,17 Tinggi 33 68,75

Jumlah 48 100,00

Untuk menguji hipotesis null (Ho): ditribusi proporsi lokasi indikasi macan tutul

mengikuti disribusi proporsi kelas pemanfaatan habitat maka dilakukan uji proporsi

(χ2). Kaidah keputusannya adalah menerima Ho jika χ2hitung kurang dari χ2

tabel pada

taraf α = 5%. Dengan menggunakan formula 3.20 diperoleh nilai χ2hitung = 5,86 lebih

kecil daripada χ2 (0,05;2), sehingga keputusannya menerima Ho yaitu distribusi proporsi

lokasi indikasi macan tutul mengikuti distribusi proporsi kelas pemanfaatan habitat.

Dengan demikian kesimpulannya adalah model pemanfaatan habitat sesuai dengan

kondisi sebaran populasi aktual di lapangan saat ini. Dengan menggunakan formula

3.19 diperoleh validitas model 97,92%. Hal ini juga menunjukkan bahwa model yang

dibuat dapat diandalkan untuk kondisi saat ini di Jawa Tengah.

Page 65: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

133

Gambar 4.36. Peta pemanfaatan habitat macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) di Provinsi Jawa Tengah.

Page 66: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

134

4.6.2. Model Kerawanan Habitat Macan Tutul Jawa

Berdasarkan tingkat kerawanan terhadap potensi gangguan aktifitas manusia,

patches hutan di Provinsi Jawa Tengah hanya sedikit yang memiliki kelas kerawanan

rendah (aman) untuk habitat macan tutul jawa yaitu 16,90%. Sementara selebihnya

memiliki kerawanan tinggi atau tidakn aman (40,74%) dan sedang (42,36%).

Berdasarkan luasnya, areal berhutan yang memiliki tingkat kerawanan rendah atau aman

untuk habitat macan tutul jawa hanya 11,07%, sedangkan sebagian besar lainnya

memiliki tingkat kerawanan tinggi atau tidak aman (69,19%) dan sedang (19,73%)

(Tabel 4.31). Peta kerawanan habitat macan tutul jawa di Jawa Tengah disajikan pada

Gambar 4.37.

Tabel 4.31. Jumlah dan luas patches habitat menurut kelas kerawanannya berdasarkan peta interpretasi citra satelit tahun 2006.

Kelas Kerawanan Habitat

Kisaran Total Skor

Jumlah Patches

Proporsi (%)

Luas Total (Ha)

Proporsi (%)

Rendah 1,07-1,50 46.751 16,90 75.837,10 11,07Sedang 0,63-1,07 117.221 42,36 135.153,23 19,73Tinggi 0,20-0,63 112.737 40,74 473.921,20 69,19 Jumlah 276.709 100,00 684.911,54 100,00

Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut tingkat kerawanan

habitatnya disajikan pada Tabel 4.32. Dari Tabel 4.32 tampak bahwa distribusi lokasi

indikasi macan tutul jawa 40,74% berada di kantong-kantong habitat (patches) dengan

tingkat kerawanan tinggi (tidak aman), 42,36% di habitat dengan tingkat kerawanan

sedang dan hanya 1,7% berada di habitat dengan kerawanan rendah (aman). Hal ini

menunjukan bahwa macan tutul jawa dalam kondisi terancam karena sebagian besar

habitatnya tidak aman.

Tabel 4.32. Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas kerawanan habitat.

Kelas Kerawanan Jumlah Lokasi Indikasi Proporsi (%) Tinggi 21 43,75 Sedang 17 35,42 Rendah 10 20,83

Jumlah 48 100,00

Page 67: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

135

Uji χ2 terhadap model dilakukan dengan hipotesis null (Ho) : distribusi lokasi

indikasi macan tutul jawa mengikuti distribusi proporsi kelas kerawanan habitat.

Dengan menggunakan formula 3.20. menghasilkan nilai χ2hitung =0,030 (kurang dari χ2

(0,05;2)) sehingga keputusannya menerima Ho dan dapat disimpulkan model keamanan

habitat tersebut sesuai dengan fakta di lapangan saat ini.

Faktor keamanan sangat penting dalam analisis kesesuaian habitat macan tutul

jawa karena dari hasil penelitian ini diperoleh fakta bahwa 66,67% populasi macan tutul

jawa yang mengalami kepunahan lokal berada di lokasi dengan kerawanan habitat

tinggi atau tingkat keamanannya rendah dan 33,33% berada di lokasi dengan tingkat

keamanan sedang (Tabel 4.33).

Tabel 4.33. Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa yang mengalami kepunahan lokal menurut kelas kerawanan habitatnya.

Kelas kerawanan Jumlah Lokasi Indikasi Proporsi (%) Tinggi 10 66,67 Sedang 5 33,33 Rendah 0 00,00

Jumlah 15* 100,00 *Hanya yang di Jawa Tengah (dua lokasi berada di Daerah Istimewa Yogyakarta)

Page 68: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

136

Gambar 4.37. Peta kerawnan habitat macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) di Provinsi Jawa Tengah.

Page 69: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

137

4.6.3. Model Kesesuaian Habitat (Habitat Suitability) Macan Tutul Jawa

Hasil overlay antara model pemanfaatan dan model kerawanan habitat

menghasilkan kesesuaian habitat yang disajikan pada Tabel 4.34. dan Gambar 4.38.

Pada Tabel 4.34. tampak bahwa 7,67% patches hutan kelas kesesuaian habitat rendah,

36,92% memiliki kelas kesesuaian sedang dan 55,41% memiliki kesesuaian tinggi.

Sementara dari segi luasan, areal berhutan yang memiliki kelas kesesuaian habitat tinggi

adalah 30,86%, kelas kesesuaian habitat sedang 61,24% dan kelas kesesuaian habitat

rendah 7,90%.

Tabel 4.34. Jumlah dan luas patches habitat menurut kesesuaian berdasarkan peta interpretasi citra satelit tahun 2006.

Kelas Kesesuaian Habitat

Kisaran Total Skor

Jumlah Patches

Proporsi (%) Luas (Ha)

Proporsi (%)

Tinggi 6,9-10 153.319 55,41 211.366,58 30,86Sedang 3,8-6,9 102.166 36,92 419.425,73 61,24Rendah 0,7-3,8 21.224 7,67 54.119,23 7,90 Jumlah 276.709 100,00 684.911,54 100,00

Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas kesesuaian habitatnya

disajikan pada Tabel 4.35. Dari Tabel 4.35 tampak bahwa lokasi indikasi macan tutul

terkonsentrasi di habitat-habitat dengan kelas kesesuaian tinggi (54,17%), diikuti

dengan kelas kesesuaian sedang (41,67%) dan kelas kesesuaian rendah (4,16%).

Tabel 4.35. Distribusi lokasi indikasi macan tutul jawa menurut kelas kesesuaian habitatnya.

Kelas Kesesuaian Lokasi Indikasi Proporsi (%) Rendah 2 4,16Sedang 20 41,67Tinggi 26 54,17

Jumlah 48 100,00

Page 70: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

138

Gambar 4.38. Peta kesesuaian habitat macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) di Provinsi Jawa Tengah.

Page 71: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

139

Untuk menguji apakah model kesesuaiandan habitat macan tutul sesuai dengan

kondisi aktual di lapangan saat ini, maka dilakukan uji χ2 dengan hipotesis null (Ho):

ditribusi proporsi lokasi indikasi macan tutul mengikuti disribusi proporsi kelas

kesesuaian habitat. Kaidah keputusannya adalah menerima Ho jika χ2hitung kurang dari

χ2tabel pada taraf α = 5%. Dengan menggunakan formula 3.20 diperoleh nilai χ2

hitung =

3,00 lebih kecil daripada χ2 (0,05;2), sehingga keputusannya menerima Ho yaitu distribusi

proporsi lokasi indikasi macan tutul mengikuti distribusi proporsi kelas kesesuaian

habitat. Dengan demikian kesimpulannya adalah model kesesuaian habitat tersebut

sesuai dengan kondisi lapangan saat ini. Uji valditas model diperoleh nilai 95,83%,

sehingga model ini dapat diandalkan (valid)

Apabila dilakukan analisis secara pivot antara kelas pemanfaatan dan kelas

kerawanan habitat maka diperoleh sembilan kelas kombinasi pemanfaatan dan

kerawanan habitat sebagaimana disajikan pada Tabel 4.36. Pada Tabel 4.36 tampak

bahwa patches hutan yang pemanfaatannya tinggi oleh macan tutul dan memiliki

kerawanan rendah (aman) hanya 8,70% sedangkan yang kerawanannya tinggi mencapai

20,83%. Dari luasannya, habitat yang pemanfaatannya tinggi dan kerawanannya

rendah (aman) hanya 12,45% sedangkan yang kerawanannya tinggi mencapai 22,05%.

Tabel 4.36. Jumlah dan luas kantong-kantong habitat menurut kelas pemanfaatan dan kerawanannya.

No. Pemanfaatan-Kerawanan Luas (Ha) Proporsi

(%) Jumlah Patches

Proporsi (%)

1 Rendah-Rendah 1,013.99 0.15 856 0.31

2 Rendah-Sedang 8,636.60 1.26 7,155 2.59

3 Rendah-Tinggi 38,766.67 5.66 12,977 4.69

4 Sedang-Rendah 15,236.78 2.22 11,454 4.14

5 Sedang-Sedang 34,539.02 5.04 28,421 10.27

6 Sedang-Tinggi 292,464.85 42.70 38,749 14.00

7 Tinggi-Rendah 59,586.34 8.70 34,441 12.45

8 Tinggi-Sedang 91,977.62 13.43 81,645 29.51

9 Tinggi-Tinggi 142,689.68 20.83 61,011 22.05

Jumlah 684,911.54 100.00 276,709 100.00

Page 72: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

140

4.7. Implikasi Pengelolaan

4.7.1. Pengelolaan Habitat

a. Pengelolaan Kerawanan Habitat

Dari penelitian ini diketahui bahwa 55,41% kantong-kantong (patches) hutan di

Provinsi Jawa Tengah memiliki kesesuaian habitat yang tinggi dan 36,92% memiliki

kelas kesesuaian sedang bagi macan tutul jawa. Menurut luasnya, areal berhutan yang

memiliki kesesuaian tinggi bagi habitat macan tutul jawa adalah 30.86% dan sedang

61,24%. Meskipun demikian, dari aspek keamanan habitat, hanya 16,90% dari patches

hutan yang memiliki tingkat kerawanan rendah (keamaan tinggi) bagi habitat macan

tutul jawa, bahkan berdasarkan luasannya hanya 11,07% areal berhutan yang memiliki

tingkat kerawanan rendah (keamanan tinggi).

Faktor keamanan habitat memegang peranan penting bagi kelestarian macan

tutul jawa. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa populasi macan tutul jawa yang

mengalami kepunahan lokal berada di lokasi dengan tingkat kerawanan tinggi (66,67%)

dan sedang (33,33%). Habitat macan tutul jawa yang memiliki tingkat keamanan

rendah, karena rawan terhadap gangguan dari aktifitas manusia seperti perambahan,

penebangan liar, penggarapan tumpang sari pada segala kelas umur tegakan dan

aktifitas lainnya di dalam hutan.

Dalam pengelolaan habitat dan populasi macan tutul jawa ke depan, aspek

keamanan harus menjadi fokus perhatian. Lokasi-lokasi yang memiliki tingkat

kerawanan tinggi (keamanan rendah) dapat diketahui dengan pendekatan topografi,

ketingian dan status kawasan. Daerah bertopografi datar di dataran rendah dengan

status kawasan hutan produksi merupakan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi

(keamanan rendah) karena rawan terhadap ancaman perambahan dan aktifitas lainnya di

dalam hutan seperti kegiatan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat),

penebangan, tumpangsari, pemanenan kayu bakar, perburuan dan lain-lain.

Di sisi lain, lahan pada ketinggian 0-500 m dpl umumnya sudah dikepung oleh

pemukiman padat sehingga rawan terhadap deforestasi akibat perambahan karena

tekanan ekonomi. Sejak gerakan reformasi tahun 1999, perambahan kawasan hutan

umum terjadi di KPH-KPH yang topografinya relatif datar dan dikelilingi pemukiman

padat. Puncak laju deforestasi di Provinsi Jawa Tengah terjadi antara tahun 2000 –

2005 yaitu seluas 142.560 hektar per tahun (Departemen Kehutanan, 2007a).

Page 73: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

141

Mengingat habitat macan tutul jawa telah dibuat peta kerawanannya, maka

untuk efektifitas pengelolaan habitat, perlu dilakukan tindakan pengelolaan sesuai

dengan masing-masing kelas kerawanannya sebagai berikut:

(1) Habitat dengan tingkat kerawanan rendah (keamanan tinggi)

Mempertahankan kondisi keamanan habitat melalui patroli rutin.

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kondisi habitat terutama untuk

areal-areal yang rawan gangguan.

Memberikan pnyuluhan dan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya

mempertahankan kelestarian hutan di daerahnya.

Menjaga hubungan antara petugas kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan

dan bekerjasama apabila terjadi permasalahan dengan macan tutul jawa (seperti

pemangsaan ternak atau masuk kampung)

(2) Habitat dengan tingkat kerawnan sedang

Mengurangi intensitas gangguan manusia dengan membatasi jenis dan lokasi

kegiatan yang diperbolehkan di dalam kawasan hutan.

Membuat buffer terhadap “core” habitat macan tutul jawa, misalnya dengan

tidak melakukan penebangan hutan produksi di sekitar area HCVF (High

Conservation Value Forest) atau hutan konservasi.yang menjadi habitat inti

macan tutul jawa..

Meningkatkan pengamanan melalui patroli rutin

Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian hutan yang

menjadi habitat macan tutul jawa.

(3) Habitat dengan tingkat kerawanan tinggi (keamanan rendah)

Bila masih terdapat macan tutul jawa maka perlu dilakukan upaya-upaya seperti

pada butir (2) di atas.

Bila sering terjadi gangguan macan tutul memangsa ternak atau masuk ke

kampung, maka masyarakat perlu disarankan untuk mengandangkan ternaknya.

Menghentikan semua kegiatan non kehutanan di kawasan hutan yang menjadi

habitat macan tutul jawa ini, seperti tumpangsari dan PHBM.

Page 74: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

142

Apabila upaya-upaya tersebut tidak memungkinkan dilaksanakan, maka perlu

dipertimbangkan untuk translokasi ke habitat baru yang lebih aman dengan

didahului penelitian secara menyeluruh.

b. Pengelolaan Habitat Berdasarkan Kesesuaiannya

Untuk efektifitas pengelolaan, maka habitat macan tutul jawa harus dikelola

berdasarkan kelas kesesuaiannya. Tindakan pengelolaan terhadap ketiga kelas

kesesuaian habitat yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

(1) Habitat dengan kesesuaian tinggi

Mempertahankan kekompakan habitat agar tidak terfragmentasi.

Pemeliharaan dengan tujuan mempertahankan kondisi habitat agar tidak terjadi

dergadasi, baik kualitas maupun kuantitasnya

Monitoring dan evaluasi komponen habitat secara berkala, khususnya populasi

satwa mangsa.

Menjaga agar tidak terjadi penurunan populasi satwa mangsa

Menjaga agar tidak terjadi gangguan manusia seperti perburuan, perambahan

atau penebangan liar.

(2) Habitat dengan kesesuaian sedang

Peningkatan ketersediaan populasi satwa herbivora yang menjadi mangsa macan

tutul jawa, misalnya melalui pengayaan habitat satwa mangsa.

Peningkatan ketersediaan tempat berlindung dan berkembang biak melalui

revegetasi kawasan hutan yang gundul.

Perluasan ruang habitat melalui rehabilitasi kawasan hutan yang rusak di sekitar

habitat macan tutul jawa.

Meningkatkan konektifitas dengan kantong-kantong habitat di sekitarnya

melalui pembuatan koridor antar kantong-kantong habitat.

(3) Habitat dengan kesesuaian rendah Jika masih terdapat macan tutul jawa maka perlu dilakukan pengayaan habitat

(habitat improvement) berupa peningkatan populasi satwa mangsa yang diawali

dengan program perbaikan atau pengayaan habitat satwa mangsa.

Page 75: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

143

Jika masih terdapat macan tutul maka harus dilakukan perluasan ruang habitat

melalui restorasi hutan yang rudak dan membuat konektivitas dengan fragment-

fragment hutan di sekitarnya.

Bila butir kesatu dan kedua tidak mungkin dilaksanakan, maka perlu

dipertimbangkan untuk translokasi yang didahului dengan penelitian yang

komprehensif terhadap calon lokasi habitat baru.

c. Penetapan dan Pengelolaan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Hutan alam merupakan tipe vegetasi paling disukai (prefered) oleh macan tutul

jawa sebagai habitatnya. Disamping karena keanekaragaman jenis satwa mangsanya

tinggi, juga karena strukturnya yang rapat dan statusnya yang umumnya berada di

kawasan konservasi atau hutan lindung sehingga relatif lebih aman dibandingkan hutan

tanaman. Di sisi lain, hutan alam terus mengalami deforestasi sehingga luasannya

semakin menurun dan terfragmentasi. Dalam kurun waktu 16 tahun (1990-2006)

Provinsi Jawa Tengah telah kehilangan hutan alamnya seluas 446.561,09 Ha atau

88,0%.

Hutan-hutan alam yang tersisa kini tersebar secara mosaik di dalam lansekap

hutan tanaman. Keberadaan mosaik hutan alam di hutan tanaman memiliki fungsi yang

penting sebagai tempat berlindung dan berkembang biak bagi macan tutul jawa atau

tempat pengungsian ketika hutan tanaman di sekitarnya ditebang. Hal ini karena hutan

alam umumnya berstatus sebagai hutan lindung atau kawasan lindung dan hutan

konservasi sehingga tidak ada kegiatan eksploitasi serta jarang ada aktifitas manusia.

Dalam rangka pengelolaan berkelanjutan dan sertifikasi hutan tanaman di Pulau

Jawa, maka keberadaan hutan alam secara`mosaik di lansekap hutan tanaman yang

homogen perlu dipertahankan dan dikuatkan statusnya menjadi kawasan hutan yang

bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest).

Dalam pengelolaan hutan tanaman ke depan, perlu dirancang untuk menciptakan

kantong-kantong hutan yang tidak dieksploitasi yang tersebar secara mosaik di dalam

lansekap hutan tanaman sebagai tempat perlindungan atau pengungsian macan tutul

jawa dan satwa mangsanya ketika hutan tanaman di sekitarnya dieksploitasi. Kantong-

lantong hutan seperti ini dapat berupa hutan lindung, kawasan lindung, hutan konservasi

atau hutan dengan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest). Kantong-

Page 76: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

144

kantong hutan tersebut harus dikelola dengan tujuan melestarikan keanekaragaman

hayati bernilai konservasi tinggi seperti macan tutul jawa.

Penetapan dan pengelolaan HCVF di lansekap hutan produksi sangat penting

untuk mendukung konservasi macan tutul yang tidak mungkin hanya ditopang oleh

hutan konservasi yang hanya 16.413 ha (2,54%) di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia (Konsorsium

Revisi HCV Tollkit Indonesia, 2008), habitat-habitat yang menjadi tempat perlindungan

macan tutul jawa termasuk kategori High Conservation Value (HCV) 1 yaitu area

dengan keanekaragaman hayati bernilai penting yang dapat teridiri dari :

Area yang memiliki atau mendukung fungsi perlindungan dan konservasi

keanekaragaman hayati.

Spesies yang kritis terancam punah (Critically Endangered)

Area yang memiliki habitat untuk kelangsungan populasi terancam punah, sebaran

terbatas atau spesies dilindungi

Area yang memiliki habitat yang digunakan sementara oleh spesies atau kelompok

spesies.

d. Zonasi Taman Nasional

Dalam zonasi taman nasional, habitat yang menjadi tempat berlindung atau

memelihara anak macan tutul sebaiknya ditetapkan sebagai zona inti, karena macan

tutul memerlukan tempat dengan tingkat keamanan yang tinggi dari gangguan aktivitas

manusia untuk berlindung dan memelihara anak. Daerah jelajah untuk aktivitas harian

seperti mencari makan dan mencari pasangan sebaiknya ditetapkan sebagai zona rimba.

Sedapat mungkin tidak membuat zona pemanfaatan di daerah jelajah macan tutul jawa

apalagi di teritori tempat berlindung dan memelihara anak Untuk itu, penetapan zonasi

di taman nasional yang memiliki macan tutul jawa, sebaiknya didahului dengan

penelitian tipe-tipe habitat dan sebaran macan tutul jawa tersebut.

e. Restorasi Habitat

Fakta menunjukkan bahwa habitat-habitat yang ditinggalkan oleh macan tutul

jawa merupakan hutan-hutan yang mengalami degradasi kualitas sebagai habitat macan

Page 77: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

145

tutul jawa. Degradasi kualitas habitat ini disebabkan oleh kerusakan atau kehilangan

vegetasi akibat perambahan dan penggarapan untuk budidaya pertanian.

Kawasan hutan yang mengalami degradasi tersebut, perlu dipulihkan melalui

kegiatan restorasi. Mengingat kompleksnya proses-proses dan fungsi ekosistem dan

luasnya jelajah macan tutul jawa maka untuk dapat memperoleh kembali fungsi-fungsi

ekosistem hutan sebagai habitat macan tutul jawa, restorasi harus dilakukan pada level

lansekap.

Dalam pendekatan restorasi ekosistem hutan, masyarakat disertakan untuk

mengidentifikasi dan menetapkan secara tepat praktek-praktek penggunaan lahan yang

akan membantu pemulihan fungsi hutan secara keseluruhan lansekap. Dalam hal ini

difokuskan pada pemulihan fungsi-fungsi hutan pada level lansekap untuk optimalisasi

fungsi ekologi hutan dan pemeliharaan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Tujuan

dari pendekatan ini adalah memperkuat hubungan antara pembangunan pedesaan,

kehutanan dan manajemen konservasi sumberdaya alam lainnya. Dengan perkataan lain

lebih mengutamakan pada optimalisasi penyediaan manfaat hutan dalam lansekap yang

lebih luas (IUCN, 2005).

4.7.2. Pengelolaan Metapopulasi

a. Pembuatan Koridor

Populasi-populasi macan tutul jawa yang berada dalam non equilibrium

metapopulation memiliki resiko kepunahan jangka pendek lebih tinggi dibandingkan

tipe metapopulasi lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya konektifitas antar populasi

sehingga setiap populasi memiliki resiko punah lokal karena erosi genetik akibat

inbreeding atau faktor demografik seperti tidak tersedianya jantan atau betina dalam

populasi tersebut. Jumlah populasi yang tersebar dalam non equilibriium population

cukup besar yaitu 31,25% dari seluruh populasi yang ada di Jawa Tengah. Oleh karena

itu, dalam pengelolaan di masa mendatang perlu mendapat perhatian.

Tindakan pengelolaan terhadap non equilibrium metapopulation yang perlu

segera dilakukan adalah menghubungkan populasi-populasi yang terisolasi dari populasi

terdekatnya. Dalam hal ini pembuatan koridor satwaliar dapat dipertimbangkan untuk

menghubungkan populasi-populasi tersebut. Dengan memberikan lintasan untuk

perpindahan antar populasi melalui koridor maka dapat meningkatkan peluangnya untuk

Page 78: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

146

survival (Meret, 2007). Manfaat atau keuntungan potensial dari koridor satwaliar

adalah (Meret, 2007):

(1) Meningkatkan laju imigrasi antara populasi sehingga dapat memelihara

keragaman, meningkatkan ukuran populasi, menurunkan kemungkinan

kepunahan dan menghindarkan inbreeding.

(2) Meningkatkan areal untuk mencari makan bagi spesies dengan jelajah yang luas.

(3) Memberikan tempat melarikan diri dan bersembunyi dari predator, kebakaran

dan gangguan lainnya.

Beberapa populasi macan tutul yang dalam jangka panjang perlu dihubungkan

dengan koridor antara lain :

(1) Populasi di Gunung Merapi dengan populasi di Gunung Merbabu

(2) Populasi di Gunung Sindoro dengan populasi di Gunung Sumbing

(3) Populasi di Gunung Sindoro dengan populasi di Pegunungan Dieng dan

kelompok hutan Petungkriono (KPH Pekalongan Timur)

(4) Populasi di Gunung Slamet dengan populasi di KPH Pemalang dan KPH

Banyumas Barat (Kebasen, Majenang)

(5) Populasi di KPH Banyumas Barat (Majenang) dengan populasi di KPH Ciamis

dan KPH Kuningan (Jawa Barat).

Berdasarkan analisis metapopulasi terdapat 21 populasi macan tutul yang perlu

mendapat prioritas pengelolaan karena memiliki resiko kepunahan lokal tinggi dan

sedang seperti disajikan pada Lampiran 4. Delapan populasi macan tutul jawa yang

memiliki resiko kepunahan tinggi dan perlu mendapat prioritas penyelamatannya

adalah: RPH Lobongkok, RPH Mandirancan – RPH Kebasen, RPH Cimanggu, RPH

Pringombo, RPH Karangsambung, RPH Karangwinong, RPH Besokor dan BKPH

Sambirejo. Upaya-upaya yang harus dilakukan pada setiap populasi yang terancam

punah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Translokasi atau Reintroduksi

Translokasi adalah pemindahan dan pelepasan satwa dari suatu lokasi ke lokasi

lainnya. Translokasi merupakan metode pengendalian populasi tetapi hanya cocok

Page 79: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

147

dilakukan pada situasi yang sangat spesifik dan terbatas (Michigan Department of

Natural Resources, 2000). Translokasi bertujuan membangun populasi yang viable di

lokasi baru dan menghindarkannya dari kepunahan lokal akibat perburuan, degradasi

habitat dan bencana seperti epidemi dan kebakaran di lokasi lama. Translokasi juga

bertujuan untuk meminimalkan konflik antara satwa dan masyarakat sekitarnya yang

dalam jangka panjang dapat mengancam kelestarian satwa tersebut (WWF, 2003.).

Reintroduksi (Re-introduction) merupakan usaha membangun kembali populasi

suatu spesies di suatu tempat yang secara historis pernah menjadi daerah sebarannya,

tetapi kini telah punah. Reontroduksi bertujuan meningkatkan daya hidup spesies dalam

jangka panjang; membangun kembali populasi spesies kunci (keystone species) dalam

suatu ekosstem; memelihara atau merestorasi keanekaragaman hayati alami;

memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal dan nasional; dan

mempromosikan kepedulian konservasi. Reintroduksi harus dilakukan di daerah yang

pernah menjadi sebaran alaminya dan harus dikelola dalam jangka panjang (IUCN/SSC

Re-introduction Specialist Group, 1998).

Translokasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena mengandung banyak

resiko, seperti resiko bagi satwa yang ditranslokasi dan satwa yang sudah ada di lokasi

baru, resiko keselamatan masyarakat dan resiko bagi kondisi ekosistem di lokasi baru

(Michigan Department of Natural Resources, 2000; Sainsbury, 2009). Oleh karena itu

perlu dilakukan dengan perencanaan yang matang sebelum dilaksanakan dan evaluasi

serta monitoring setelahnya (Sainsbury, 2009)

Suatu ketika mungkin tindakan translokasi perlu dilakukan terhadap macan tutul

jawa dengan tujuan untuk membangun populasi baru yang viable dan

menghindarkannya dari kepunahan di suatu lokasi yang sudah tidak sesuai (sutable) lagi

sebagai habitatnya. Oleh karena itu pemetaan kesesuaian habitat macan tutul jawa

menjadi sangat penting untuk pengelolaan populasi dan habitat macan tutul jawa,

khususnya berkaitan dengan rencana translokasi.

Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan dalam melakukan translokasi

macan tutul jawa antara lain:

Jika sering terjadi konflik antara masyarakat dengan macan tutul jawa, misalnya

sering terjadi pemangsaan ternak dan macan tutul jawa terancam karena

masyarakat memasang jerat atau perangkap. Dalam kasus ini, mungkin

Page 80: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

148

ketersediaan mangsa di habitatnya sudah sangat menurun, sehingga macan tutul

memperluas penjelajahannya mencari mangsa sampai ke kebun penduduk dan

perkampungan.

Jika habitatnya terisolasi dan tidak memungkinkan dibuat koridor ke hutan di

sekitarnya. Dalam kasus ini translokasi juga bertujuan menghindarkan inbreeding

dan untuk penyegaran genetik.

Jika terjadi penambahan populasi yang menyebabkan luas habitat yang ada tidak

mencukupi lagi untuk pembagian teritori individu jantan. Dalam kasus ini

kemungkinan makanan masih tersedia tetapi ruang terirori yang terbatas. Kasus

seperti ini diindikasikan dengan keluarnya macan tutul jawa jantan muda dari

habitatnya untuk mencari teritori baru karena tidak dapat bersaing dengan jantan

dewasa (induknya).

Jika habitatnya sudah tidak sesuai lagi, misalnya adanya perambahan atau

kegiatan manusia yang intensif, kebakaran hutan dan penyempitan kawasan

berhutan yang drastis. Keadaan seperti ini, jika tidak ditangani segera maka dalam

jangka panjang dapat mengancam kelestarian macan tutul jawa.

Perencanaan translokasi harus mencakup : tujuan program translokasi; jenis

satwa yang ditranslokasi; waktu translokasi; ekosistem sumber dan tujuan translokasi;

metode dan protokol veteriner yang digunakan; manfaat dan resiko; potensi resiko

kesehatan satwa serta resiko ekologi dan ekonomi (CCWHC-OIE, 2001). Metode-

metode dan prosedur yang perlu diperhatikan dalam translokasi antara lain :

penangkapan satwa, transportasi satwa, pengelolaan dalam kandang sebelum

dipindahkan, pakan, prosedur veteriner (kesehatan dan karantina) (CCWHC-OIE,

2001).

Bagi habitat tujuan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Memiliki luasan yang cukup untuk membangun satu populasi yang sehat (viable).

Memiliki ketersediaan satwa mangsa yang mampu mendukung kehidupan

populasi macan tutul secara terus menerus.

Ada jaminan bahwa tidak ada macan tutul jawa yang masih menghuni lokasi

tersebut, karena macan tutul jawa merupakan satwa teritorial, apabila di lokasi

Page 81: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

149

tujuan sudah ada macan tutul jawa bisa terjadi penolakan atau perebutan teritori

dan yang kalah akan keluar (bisa menggangu masyarakat sekitarnya).

Diutamakan yang memiliki konektivitas dengan populasi macan tutul jawa lain di

sekitarnya.

Diutamakan kawasan hutannya tidak berbatasan langsung dengan pemukiman

tetapi memiliki buffer berupa hutan negara

Belum pernah ada konflik antara masyarakat dengan satwaliar.

Calon lokasi tujuan translokasi harus diteliti secara ilmiah yang melibatkan

lembaga penelitian.

Sebelum dilakukan translokasi harus didahului dengan sosialisasi kepada

masyarakat di sekitar hutan yang menjadi tujuan translokasi.

Diperlukan paradigma holistik untuk reintroduksi yang memfokuskan pada

sumber dampak dan penerima dampak dari empat kelompok variabel: (1) pertimbangan

biologi (ekologi, genetik, teknik reintroduksi, dll.); (2) issue kekuatan kewenangan

(pengendalian sumberdaya, peraturan dan perundangan, hubungan antar aktor, dll.); (3)

aspek organisasi (struktur program, perilaku birokrasi, kultur organisasi, dll.); dan (4)

pertimbangan sosial ekonomi (nilai-nilai dalam masyarakat, sikap, persepsi, kondisi

perekonomian, dll.). Paradigma ini dapat membantu masyarakat untuk peduli dan

berpartisipasi sehingga reintroduksi dapat berhasil (Richard et al., 2002).

Reintroduksi memerlukan pendekatan multi-disiplin yang melibatkan tim dari

beragam latar belakang seperti dari lembaga-lembaga pemerintah (kehutanan dan

lingkungan hidup), LSM, lembaga donor, universitas, lembaga veteriner, kebun

binatang dan taman safari dengan keahlian yang relevan. Salah satu kunci sukses

reintroduksi adalah sosialisai atau penyuluhan masyarakat akan pentingnya

menyelamatkan spesies yang diintroduksi, karena banyak kematian dan kepunahan

spesies disebabkan oleh konflik dengan masyarakat.

4.7.3. Penetapan Mainland Population sebagai Kawasan Konservasi

Gunung Slemet sebagai “mainland” populasi macan tutul jawa yang menjadi

sumber rekolonisasi kantong-kantong habitat di sekitarnya sebaiknya diusulkan menjadi

kawasan konservasi, khususnya taman nasional agar dapat lebih menjamin kelestarian

macan tutul jawa khususnya dan keanekaragaman hayati di Provinsi Jawa Tengah pada

Page 82: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

150

umumnya. Hal ini karena disamping sebagai pusat populasi macan tutul jawa yang

relatif aman, Gunung Slamet juga merupakan pusat keanekaragaman hayati langka

lainnya di Jawa Tengah, seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi) (Raptor Indonesia,

2010); owa jawa (Hylobates moloch), rekrekan (Presbytis fredericae) dan lutung

(Presbytis comata) (Java Primate Center, 2010).

Gunung Slamet juga memiliki potensi dan peranan hidrologis yang penting bagi

delapan Kabupaten/Kota di sekitarnya (Tegal, Slawi, Brebes, Pemalang, Purbalingga,

Purwokerto, Banyumas dan Cilacap). Dari Gunung Slamet ini mengalir 11 sungai

penting yaitu sungai Banjaran, S. Logawa, S. Bojo, S. Penaki, S. Gronggongan, S.

Lembarang, S. Gung, S.Brengkah, S. Comal, S. Batur, S. Erang (Kompleet, 2001).

Selain potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, kawasan lansekap Gunung

Slamet dan sekitarnya juga memiliki potensi wisata alam yang menarik dan sudah

berkembang pesat. Kawasan ini juga menyambung dengan bentang alam dataran tinggi

Dieng yang memiliki kekayaan peninggalan budaya dan keindahan alam yang bernilai

tinggi. Penetapan kawasan Gunung Slamet sebagai kawasan konservasi akan

menambah kawasan konservasi daratan di Provinsi Jawa Tengah yang relatif masih

sedikit (2,54%).

4.7.4. Penataan Ruang Wilayah

Kepunahan dan keterancaman macan tutul jawa banyak disebabkan oleh

fragmentasi hutan yang mengakibatkan hilangnya habitat, degradasi habitat dan

pemecahan habitat. Fragmentasi merupakan konsekuensi yang tak dapat dihindari dari

pembangunan. Pembangunan itu sendiri diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan

manusia. Agar kegiatan pembangunan dapat harmoni dan sinergi dengan konservasi

keanekaragaman hayati umumnya dan macan tutul jawa khususnya maka kebijakan

penataan ruang merupakan awal kunci keberhasilannya.

Pada level regional (provinsi) maupun kabupaten, kebijakan yang dapat

berdampak pada kelestarian macan tutul jawa adalah kebijakan tata ruang wilayah yang

mencakup pola pemanfaatan ruang dan arahan pengelolaannya. Konservasi sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya masuk dalam pola pemanfaatan ruang Kawasan Lindung.

Arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya provinsi merupakan arahan

umum yang harus ditindak-lanjuti dengan kebijakan di tingkat Kabupaten/Kota. Di

Page 83: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyebaran Populasi Macan ... · 1 Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul Jawa ... Luas, sebaran dan fungsi kawasan

151

Provinsi Jawa Tengah, kawasan yang ditetapkan berfungsi lindung seluas 283.946

hektar, atau sekitar 8,7% dari luas wilayah provinsi. Di sini terlihat bahwa hutan

lindung merupakan sub kawasan lindung yang paling besar (4,23%). Sementara

Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya hanya 0,45%

(BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah, 2003). Dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa

Timur, Provinsi Jawa Tengah termasuk lebih sedikit memiliki kawasan hutan

konservasi daratan, sehingga kelestarian satwa langka lebih banyak bergantung pada

hutan produksi

Issue fragmentasi habitat masih kurang mendapat perhatian para pengambil

kebijakan tata ruang, karena kurangnya pemahaman. Para pembuat kebijakan tata ruang

di daerah umumnya masih berpegang pada komposisi luasan dengan standar luas hutan

minimal 30% dari luas wilayah. Dari penelitian ini ditemukan tingkat fragmentasi

hutan alam yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada level daerah, masih

terdapat dua kelemahan utama dalam kebijakan tata ruang wilayah. Pertama adalah

belum dipertimbangkannya konsep kekompakan lansekap hutan dan konektifitas antar

kelompok hutan. Kedua belum adanya keterpaduan antar sektor terkait dalam

implementasi kebijakan yang menyangkut pemanfaatan pola ruang, sehingga sering

terjadi konflik kepentingan ruang antar sektor.

4.7.5. Kebijakan Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa

Macan tutul jawa hanya terdapat di Pulau Jawa dan beberapa pulau kecil di

sekitarnya. Macan tutul jawa merupakan salah satu dari delapan sup spesies macan

tutul yang ada di dunia yang kondisinya palinig terancam (Critically Endangered).

Oleh karena itu, konservasi macan tutul jawa menjadi issue yang harus ditangani secara

nasional.

Dalam level nasional, Kementerian Kehutanan telah menetapkan macan tutul

jawa sebagai salah satu satwa langka yang menjadi prioritas untuk dibuat strategi dan

rencana aksi konservasinya. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat dan dapat menjadi

masukan yang penting bagi penyusunan strategi konservasi macan tutul jawa tersebut.

Untuk Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten dapat dilakukan penelitian yang

sama untuk mengetahui status habitat dan populasi macan tutul jawa di ketiga provinsi

tersebut guna melengkapi strategi konservasi macan tutul jawa yang sedang disusun.