iv hasil dan pembahasan 4.1 kondisi umum skdg piala...
TRANSCRIPT
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum SKDG Piala Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran 2017
Seni Ketangkasan Domba Garut Piala Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran 2017 (SKDG Unpad) dilaksanakan pada Sabtu dan
Minggu, 28-29 Oktober 2017 yang bertempat di Pamidangan Kiara Payung,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. SKDG Unpad merupakan acara tahunan bagi
Universitas Padjadjaran yang bekerjasama dengan HPDKI dan menjadi wadah bagi
Peternak Jawa Barat untuk menampilkan Domba Garut jantan tipe tangkas yang
dimilikinya.
Domba yang menjadi peserta SKDG Unpad adalah Domba Garut dengan
ciri khas kombinasi daun telinga rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor
ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit. Hal ini sesuai dengan Heriyadi (2011) dan
SK Kementan (2011) bahwa Domba Garut adalah domba asli dari Jawa Barat yang
memiliki ciri khas kombinasi daun telinga rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor
ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit. Domba Garut yang menjadi peserta juga
merupakan Domba Garut tipe tangkas, menurut Heriyadi (2011), Domba Garut
terbagi dalam dua tipe yaitu Domba Garut tipe pedaging dan Domba Garut sebagai
ternak kesenangan atau hobi (dikenal dengan Domba Garut Tipe Tangkas atau
Domba Aben).
Tujuan dilaksanakannya SKDG Unpad adalah untuk melestarikan budaya
Jawa Barat dan memperkenalkan seluruh tata cara penyelanggaraan SKDG dengan
benar. Hal ini diperkuat oleh Nurmeidiansyah, dkk (2012) yang menyatakan bahwa
tujuan kegiatan SKDG adalah untuk sosialisasi agar masyarakat luas mengetahui
19
tentang peraturan dan tata cara penyelenggaraan SKDG yang benar, sehingga
penilaian negatif tentang SKDG sedikit demi sedikit dihilangkan. Tujuan lainnya
adalah sebagai ajang silaturahmi antar peternak Domba Garut dan pelestari budaya
Jawa Barat.
Persiapan kegiatan SKDG Unpad di pamidangan dimulai sejak empat hari
sebelum pelaksanaannya. Hal yang dipersiapkan di antaranya adalah pemasangan
tenda untuk domba peserta SKDG, pemasangan tenda untuk perangkat
pertandingan, pemasangan kayu untuk menambatkan domba, instalasi air dan
listrik, serta instalasi alat musik nayaga.
Acara SKDG hari pertama dimulai Pukul 03.00 WIB ketika peserta SKDG
Unpad mulai berdatangan membawa dombanya masing-masing yang dibawa
dengan menggunakan mobil terbuka dan didampingi oleh pemilik, bobotoh, dan
pendukungnya. Satu persatu domba diturunkan dari mobil lalu dilakukan
penimbangan domba. Domba dibawa oleh pemiliknya setelah melakukan
penimbangan, kemudian ditambatkan di tempat yang telah disediakan oleh panitia.
Penimbangan ini dilakukan mulai Pukul 03.00 WIB sampai dengan Pukul 08.00
WIB, karena acara SKDG akan dimulai pada Pukul 08.15 WIB.
Pertandingan SKDG yang dilaksanakan pada hari pertama
mempertandingkan domba Kelas B dan C. Pendaftaran pertandingan dimulai Pukul
05.30 WIB, setelah peserta menemukan lawan tanding yang sepadan dengan domba
yang dimilikinya sesuai dengan bobot badan. Biaya pendaftaran untuk satu
pertandingan adalah sebesar Rp. 400.000,00 yang biayanya ditanggung oleh
pemilik dua ekor domba (sepasang domba) yang akan ditandingkan, atau dengan
kata lain bahwa biaya pendaftaran untuk satu ekor domba adalah Rp. 200.000,00.
Proses pendaftaran ini bersamaan dengan proses perekapan data peserta SKDG
20
Unpad terkait dengan pembuatan daftar pertandingan sesuai nomor tanding serta
pembuatan form penilaian juri.
Hasil rekap data dari pendaftaran menunjukkan bahwa peserta SKDG pada
hari pertama, yaitu sebanyak 314 ekor atau 157 pasang domba. Pertandingan SKDG
Unpad dimulai Pukul 08.05 WIB yang dipimpin oleh seorang wasit dan tiga orang
juri yang bertugas di dalam pekalangan. Pertandingan berlangsung seru karena
antusiasnya para pendukung yang turut meramaikan jalannya pertandingan SKDG
Unpad. Hal yang sangat disayangkan adalah terkadang pendukung kurang tertib
dalam meramaikan pertandingan SKDG sehingga dapat menghambat jalannya
pertandingan.
Cuaca ketika berlangsungnya SKDG cukup berawan dan tidak tampak
cahaya matahari yang menyinari pamidangan. Pukul 11.00 WIB hingga pukul
11.45 WIB terjadi hujan ringan, namun tidak mengganggu jalannya pertandingan
SKDG. Hujan yang cukup lebat terjadi pada sore hari sekitar Pukul 16.00 WIB,
sehingga mengganggu jalannya pertandingan SKDG. Peternak lebih berhati-hati
karena arena pekalangan yang basah dan licin dapat menyebabkan domba cedera.
Banyak peternak memilih menandingkan domba miliknya hanya dalam beberapa
tumbukan saja, walaupun kondisi domba masih mampu melanjutkan pertandingan
SKDG, karena peternak khawatir dengan kondisi lapangan yang bila dombanya
dipaksakan dapat membuat dombanya cedera.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nurmeidiansyah, dkk (2012) bahwa hal
yang harus dimiliki oleh peternak domba tangkas adalah nilai jiwa seni dan
hubungan emosional dengan domba tangkas yang dimilikinya. Peternak selalu
memperlakukan domba tangkas yang dimilikinya dengan istimewa agar dapat
21
tampil sesuai dengan yang diinginkan, sehingga peternak tidak mau domba
miliknya mengalami cedera.
Hal yang menjadi catatan khusus pada hari pertama penyelenggaraan acara
SKDG adalah adanya peserta yang tidak dapat menangkaskan dombanya sebanyak
36 ekor atau 18 pasang domba terkait dengan keterbatasan waktu yang sudah
menjelang malam hari sehingga kondisi lapangan sudah mulai gelap. Acara pada
hari pertama selesai pada Pukul 17.00 WIB, yang ditutup dengan agenda
pengembalian biaya pendaftaran kepada peternak yang tidak dapat menangkaskan
dombanya.
Kelas yang dipertandingkan pada hari kedua yaitu Kelas A dan B. Cuaca
pada hari kedua lebih cerah dibandingkan hari pertama dan tidak turun hujan,
sehingga pertandingan SKDG berjalan lancar tanpa hambatan cuaca. Kegiatan yang
dilakukan pada SKDG Unpad hari kedua serupa dengan hari pertama, namun
peserta yang sangat banyak membuat panitia melakukan antisipasi agar kejadian di
hari pertama tidak terjadi lagi, dengan membatasi jumlah peserta sebanyak 300 ekor
atau 150 pasang domba.
Kondisi yang sama terjadi pada hari kedua, meskipun telah dilakukan
pembatasan peserta, beberapa peserta tetap tidak dapat menangkaskan dombanya
terkait dengan waktu yang sudah lewat dari batas waktu yang ditentukan. Jumlah
domba yang tidak tertandingkan pada hari kedua justru semakin banyak yaitu
sejumlah 52 ekor atau 26 pasang domba karena waktu penyelenggaraan
pertandingan SKDG lebih singkat yaitu selesai Pukul 16.00 WIB yang dilanjutkan
dengan pembagian hadiah kepada para pemenang dengan tujuan seluruh rangkaian
kegiatan dapat selesai sebelum hari mulai gelap.
22
Kekecewaan terlihat jelas ketika ada seorang peternak yang terlihat cukup
emosi karena kecewa tidak dapat menangkaskan dombanya di pekalangan. Bentuk
tanggung jawab panitia akan hal ini adalah dengan melakukan pengembalian uang
pendaftaran peserta yang tidak dapat menangkaskan dombanya, namun
kekecewaan peternak tetap terlihat. Tidak adanya standar waktu yang dibutuhkan
dalam satu pertandingan SKDG mengakibatkan prediksi waktu total yang
dibutuhkan tidak dapat dihitung dengan baik sehingga pihak panitia tidak dapat
mengantisipasi hal ini yang membuat peternak kecewa.
Pertandingan SKDG selesai Pukul 16.00 WIB, kemudian dilanjut dengan
pembagian hadiah bagi para pemenang juara 1 sampai 6 tiap kelas, dan favorit
tempur 1 sampai 3 pada tiap kelas, serta the best tiap kelas dan the best favorit
tempur. Acara pada hari kedua selesai pada Pukul 17.15 WIB.
4.2 Waktu Tanding SKDG Piala Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran 2017
4.2.1 Waktu Persiapan Tanding
Waktu persiapan tanding adalah bagian awal dari waktu tanding yang
dimulai ketika domba masuk ke pekalangan sampai wasit meniupkan peluit tanda
dimulainya pertandingan. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan persiapan tanding
di antaranya adalah membuka aksesoris yang terpasang (gongseng) pada tubuh
domba yang akan ditangkaskan, dan memposisikan domba agar saling berhadapan
dan siap untuk ditangkaskan.
Faktor yang dapat mempengaruhi waktu persiapan tanding pada SKDG di
antaranya adalah kecekatan bobotoh dalam melepaskan aksesoris domba dan
mengatur domba untuk berada pada posisi siap untuk ditangkaskan, kondisi tenang
atau tidak tenangnya domba, serta jarak tempat menambatkan domba sebelum
23
pemanggilan untuk bertanding. Hasil perhitungan waktu persiapan tanding dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Waktu Persiapan Tanding pada SKDG
Nilai Kelas
A B C
..........................................detik...........................................
Rata-Rata 36,65ns 36,49ns 35,19 ns
Standar Deviasi 9,45 10,17 8,48
KV (%) 25,79 27,86 24,10
Maximum 64 75 70
Minimum 22 22 19
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata ; *) = berbeda nyata
Semakin cepat bobotoh melepaskan aksesoris domba yang terpasang, maka
domba akan semakin cepat untuk disiapkan untuk bertanding. Bobotoh harus
mempunyai keterampilan dalam melepas aksesoris domba dan memposisikan
domba agar saling berhadapan dengan lawannya sehingga siap untuk ditandingkan.
Keterampilan bobotoh dalam mendukung suatu pertandingan sangat penting,
karena apabila domba tidak tertangani dengan baik oleh bobotoh, maka persiapan
tanding pun akan semakin lama.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah posisi domba ketika dipanggil untuk
bertanding. Domba harus dibawa menuju depan pintu pekalangan jika sudah ada
pemanggilan dari pihak panitia, sehingga ketika pertandingan sebelumnya selesai,
domba dapat langsung memasuki arena pekalangan. Koefisien variasi menjadi
tinggi, karena kecekatan bobotoh serta jarak penambatan domba sangat beragam
sehingga perlu diadakan himbauan sebelum rangkaian acara SKDG dimulai agar
peternak menyiapkan dombanya di depan pintu masuk pekalangan satu nomor
sebelum giliran bertanding. Apabila hal yang telah diuraikan tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik oleh bobotoh, maka waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan persiapan tanding menjadi efektif dan efisien.
24
Gambar 1. Pembukaan Aksesoris Domba (Sumber : Liputan6.com)
Cuaca hujan dapat mempengaruhi perjalanan domba dari tempat domba
menunggu pemanggilan sampai di depan pekalangan. Peternak akan lebih berhati-
hati membawa dombanya karena licin, sehingga resiko cedera domba pun akan
lebih tinggi karena jalur yang licin dapat menyebabkan domba terjatuh atau
mengalami cedera lainnya. Waktu persiapan tanding pun akan semakin lama jika
domba terpeleset atau mengalami cedera.
Tabel 3. Uji Duncan Waktu Persiapan Tanding pada SKDG
Kelas Rataan Signifikansi
.........detik........
A 36,65 a
B 36,49 a
C 35,19 a
Berdasarkan hasil analisis Duncan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu persiapan tanding pada
25
tiap kelasnya. Waktu persiapan tanding SKDG pada Piala Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran 2017 memiliki rata-rata sebagai berikut: Kelas
C 35,19 detik, kemudian Kelas B 36,49 detik, dan Kelas A 36,65 detik. Adanya
perbedaan waktu ini dikarenakan faktor yang dapat mempengaruhi waktu persiapan
tanding pada tiap kelas yang telah diuraikan sebelumnya, tidak dapat ditentukan
secara pasti, karena bergantung atas kondisi serta teknis pelaksanaan persiapan
pertandingan di setiap pamidangan.
4.2.2 Waktu Pelaksanaan Tanding
Waktu pelaksanaan tanding adalah bagian inti dari waktu tanding, yang
dimulai ketika wasit meniupkan peluit tanda dimulainya pertandingan sampai wasit
meniupkan peluit tanda berakhirnya pertandingan. Kegiatan yang dilakukan dalam
tahapan ini adalah pertandingan SKDG. Hasil perhitungan waktu pelaksanaan
tanding dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Waktu Pelaksanaan Tanding pada SKDG
Nilai Kelas
A B C
..........................................detik...........................................
Rata-Rata 145,08ns 156,98 ns 154,25 ns
Standar Deviasi 74,12 59,87 62,72
KV (%) 51,09 38,74 40,49
Maximum 309 306 375
Minimum 25 36 27
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata ; *) = berbeda nyata
Faktor yang dapat mempengaruhi waktu pelaksanaan tanding di antaranya
adalah jarak pengambilan ancang-ancang Domba Garut ketika ditangkaskan,
jumlah tumbukan (pukulan), dan jumlah pemeliharaan (pemijatan) dalam suatu
pertandingan. Pengambilan ancang-ancang yang dilakukan oleh domba
26
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu pertandingan.
Semakin jauh jarak pengambilan ancang-ancang domba semakin lama pula waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu pertandingan. Ancang-ancang domba
juga dapat mempengaruhi kualitas tumbukan (pukulan) yang terjadi dalam suatu
pertandingan SKDG. Informasi mengenai banyaknya tumbukan SKDG tiap kelas
disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Jumlah Tumbukan pada SKDG Tiap Kelas
Nilai Kelas
A B C
Rata-Rata 14,46 16,32 16,61
Standar Deviasi 6,24 5,25 5,41
KV (%) 43,13 32,20 32,57
Maximum 20 20 20
Minimum 2 0 0
Tumbukan terjadi setelah domba berlari dari ancang-ancang yang
dilakukannya. Jumlah tumbukan maksimal adalah 20 tumbukan, namun tidak
sedikit pemilik yang menangkaskan dombanya kurang dari 20 tumbukan dengan
pertimbangan wasit sesuai dengan kondisi domba saat ditangkaskan. Informasi
yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tumbukan dari
yang terbanyak sampai yang paling sedikit berturut-turut adalah Kelas C 16,61
tumbukan, Kelas B 16,32 tumbukan, dan Kelas C 14,46 tumbukan.
Keras atau tidaknya tumbukan dipengaruhi oleh ancang-ancang domba
ketika ditangkaskan. Semakin jauh ancang-ancang domba, maka semakin besar
kemungkinan domba menghasilkan tumbukan yang keras, sehingga dapat
meningkatkan resiko cedera domba akibat tumbukan yang keras. Hal ini akan
meningkatkan kemungkinan untuk melakukan pemijatan lebih dari satu kali
pemijatan.
27
Gambar 2. Pengambilan Ancang-ancang Domba Ketika Ditangkaskan
(Sumber : Liputan6.com)
Aturan pertandingan SKDG nomor delapan yang dibakukan oleh HPDKI
menjelaskan bahwa pemeliharaan (pemijatan) domba ketika ditangkaskan
dilakukan satu kali pada tumbukan ke 15, kecuali jika wasit menentukan dapat
dilakukan sebelum atau sesudah tumbukan ke 15. Pengamatan di lapangan sesuai
dengan aturan tersebut. Kelas B dari total 90 pasang (90 pertandingan), 73
pertandingan dilakukan satu kali pemijatan, sedangkan 17 pertandingan dilakukan
lebih dari satu kali pemijatan. Kelas C dari total 134 pasang (134 pertandingan),
120 pertandingan dilakukan satu kali pemijatan, sedangkan 14 pertandingan
dilakukan lebih dari satu kali pemijatan. Hal yang sangat jauh berbeda terjadi pada
Kelas A yang hanya memiliki empat pertandingan dengan pemijatan lebih dari satu
kali dari total 37 pertandingan. Pemijatan ini membutuhkan waktu yang cukup
lama, sehingga dapat menambah waktu yang dibutuhkan untuk satu pertandingan
28
SKDG. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa semakin banyak tumbukan maka
semakin banyak pula waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu
pelaksanaan tanding SKDG, karena pada Kelas B jumlah pertandingan dengan
pemijatan lebih dari satu kali lebih banyak dibandingkan Kelas C dan A.
Gambar 3. Tumbukan Saat Pelaksanaan Tanding (Sumber : Dokumentasi
Pribadi)
Pertandingan Kelas A memiliki waktu pelaksanaan tanding yang lebih
cepat, karena jumlah tumbukan yang terjadi lebih sedikit dan lebih pelan. Hal ini
dikarenakan jarak ancang-ancang domba Kelas A lebih pendek jika dibandingkan
Kelas B dan C, sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan yang keras akan
semakin kecil, bahkan cenderung akan menghasilkan tumbukan yang tidak keras.
Tumbukan yang tidak keras dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pemijatan
domba lebih dari satu kali, karena resiko cedera pada domba akan semakin kecil
29
pula. Tumbukan keras pada kelas B dan C menyebabkan resiko cedera pada domba
menjadi lebih tinggi, sehingga kemungkinan terjadinya pemijatan lebih dari satu
kali pun lebih tinggi pula. Hal tersebut dapat menyebabkan waktu pelaksanaan
tanding SKDG menjadi semakin lama, sehingga waktu tanding SKDG pada Piala
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2017 pada Kelas B dan C lebih
lama dibandingkan Kelas A.
Gambar 4. Pemijatan Domba (Sumber : Liputan6.com)
Waktu pelaksanaan tanding yang lebih lama pada Kelas B dan C
menandakan bahwa jual beli serangan lebih banyak terjadi pada kedua kelas
tersebut, sehingga kualitas pertandingannya lebih baik dibandingkan Kelas A. Jual
beli serangan adalah kondisi ketika domba memiliki kekuatan sepadan antara
domba yang satu dengan yang lain, baik saat melancarkan serangan (menumbuk)
maupun saat bertahan (ditumbuk), sehingga pertandingan menarik dan berkualitas.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, semakin baik kualitas pertandingan maka
30
semakin banyak jumlah tumbukan dan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu pertandingan SKDG.
Faktor yang telah diuraikan tersebut merupakan faktor utama yang
mempengaruhi waktu pelaksanaan tanding SKDG. Ketiga faktor tersebut memiliki
keterkaitan yang erat, sehingga faktor yang mempengaruhi lamanya pelaksanaan
tanding tidak dapat dilihat dari salah satu faktor saja, melainkan harus dilihat secara
keseluruhan sesuai dengan keterkaitannya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
adanya beberapa faktor pendukung lainnya yang dapat mempengaruhi waktu
pelaksanaan tanding tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan selain faktor-faktor tersebut adalah kondisi
lingkungan ketika domba ditangkaskan. Cuaca hujan dapat mempengaruhi terhadap
waktu pelaksanaan tanding SKDG. Apabila cuaca hujan, pekalangan menjadi basah
dan licin, sehingga pergerakan domba pun tidak akan sebaik dengan kondisi
pekalangan yang kering, sehingga waktu pun akan cenderung lebih lama karena
resiko domba terpeleset lebih besar dan domba akan mengulang kembali ancang-
ancangnya jika terpeleset.
Tabel 6. Uji Duncan Waktu Pelaksanaan Tanding pada SKDG
Kelas Rataan Signifikansi
.........detik........
A 145,08 a
B 156,98 a
C 154,25 a
Berdasarkan hasil analisis Duncan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu pelaksanaan tanding pada
tiap kelasnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya di antaranya jumlah tumbukan, ancang-ancang domba, dan
pemijatan. Jika dilihat dari rata-ratanya, dapat diurutkan dari yang tercepat bahwa
31
waktu pelaksanaan tanding SKDG pada Piala Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran adalah Kelas A 145,08 detik, Kelas C 154,25 detik, dan
Kelas B 156,98 detik.
4.2.3 Waktu Pascatanding
Waktu pascatanding adalah bagian akhir atau penutup dari waktu
pertandingan, yang dimulai ketika wasit meniupkan peluit tanda berakhirnya
pertandingan sampai domba keluar dari pekalangan. Kegiatan yang dilakukan pada
pascatanding di antaranya adalah memasang aksesoris domba setelah selesai
ditangkaskan, dan melakukan pemijatan atau pengurutan pada domba yang
mengalami cedera berat sehingga memaksa wasit untuk menghentikan jalannya
pertandingan. Hasil perhitungan waktu pascatanding pada SKDG dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Waktu Pascatanding pada SKDG
Nilai Kelas
A B C
..........................................detik...........................................
Rata-Rata 37,03 ns 37,58 ns 37,22 ns
Standar Deviasi 7,03 6,46 7,66
KV (%) 18,98 17,20 20,65
Maximum 53 54 60
Minimum 24 23 15
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata ; *) = berbeda nyata
Informasi yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan waktu
pascatanding dari yang tercepat sampai yang terlama adalah sebagai berikut: Kelas
A 37,03 detik, C 37,20 detik, dan B 37,50 detik. Standar deviasi dan koefisien
variasinya pun dapat dikatakan seragam, karena pada dasarnya kegiatan yang
dilakukan pada pascatanding tiap sama saja. Faktor-faktor yang dapat
32
mempengaruhi pascatanding di antaranya adalah kondisi domba setelah
ditangkaskan, kecekatan bobotoh dalam memasang aksesoris domba, silaturahmi
peternak, dan apresiasi dari penonton.
Kondisi domba setelah ditangkaskan tidak akan selalu sama, domba yang
telah selesai ditangkaskan bisa saja mengalami cedera yang berat, sehingga
peternak atau bobotoh akan membutuhkan waktu lebih untuk memberikan
pertolongan pertama pada domba yang dimilikinya dengan cara melakukan
pemijatan atau pengurutan. Kondisi tanpa cedera akan lebih memangkas waktu
pascatanding karena hal yang peternak atau bobotoh lakukan ketika pascatanding
adalah memasangkan aksesoris domba dan membawa domba keluar pekalangan.
Gambar 5. Domba Keluar Arena Pekalangan Setelah Pemasangan
Aksesoris (Sumber : Liputan6.com)
Kecekatan bobotoh atau peternak juga mempengaruhi waktu pascatanding,
karena mereka dituntut mampu menangani domba dan memasang aksesoris domba
33
dengan waktu yang cepat. Pertandingan selanjutnya akan terhambat apabila proses
penanganan dan pemasangan aksesoris domba dilakukan dengan lamban, karena
hal ini membutuhkan waktu yang efektif dan efisien.
Faktor lain yang mempengaruhi waktu pascatanding adalah silaturahmi
peternak setelah pelaksanaan tanding selesai. Silaturahmi ini merupakan salah satu
tujuan dilaksanakannya SKDG, sehingga peternak sangat antusias dengan hal ini.
Proses silaturahmi ini dilakukan dengan cara bersalaman satu sama lain sebagai
simbol bahwa hubungan antar peternak berjalan dengan baik dan harmonis.
Terkadang, peternak tidak hanya bersalaman saja, namun sekaligus melakukan
perbincangan kecil sehingga cukup memakan waktu pascatanding SKDG.
Gambar 6. Silaturahmi Peternak Pascatanding (Sumber : Dokumentasi
Pribadi)
Sejalan dengan hasil pengamatan parameter pelaksanaan tanding, urutan
waktu pascatanding dari yang tercepat sampai yang terlama adalah Kelas A, C, dan
B. Jual beli serangan yang lebih ketat terjadi pada Kelas B dan C, sehingga
34
pertandingan berjalan seru, dan ketika pelaksanaan tanding selesai akan ada
apresiasi dari penonton pada domba tersebut, karena menampilkan performa yang
baik. Pemilik domba pun saling menyalami lawannya sebagai pertanda saling
menghormati dan silaturahmi berjalan dengan baik, sejalan dengan pendapat
Nurmeidiansyah, dkk (2012) bahwa salah satu tujuan SKDG adalah sebagai ajang
silaturahmi peternak Domba Garut. Tahapan yang dilakukan setelah bersilaturahmi
adalah memasangkan aksesoris domba dan membawa domba keluar pekalangan.
Hal tersebut membuat waktu pascatanding pada Kelas B dan C lebih lama
dibandingkan Kelas A.
Tabel 8. Uji Duncan Waktu Pascatanding SKDG
Kelas Rataan Signifikansi
.........detik........
A 37,03 a
B 37,58 a
C 37,22 a
Berdasarkan hasil analisis Duncan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu pascatanding pada tiap
kelasnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi waktu pascatanding di antaranya
adalah kondisi domba setelah selesai ditangkaskan, kecekatan bobotoh dalam
memasang kembali aksesoris domba, dan apresiasi dari penonton apabila
pertandingan menyajikan jual beli serangan yang menarik, sehingga menghasilkan
pertandingan yang berkualitas dan menjadikan tontonan yang baik bagi para
penonton yang hadir pada acara SKDG tersebut. Jika dilihat dari rata-ratanya, dapat
diurutkan dari yang tercepat bahwa waktu pascatanding SKDG pada Piala Dekan
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran adalah sebagai berikut : Kelas A 37,03
detik, C 37,20 detik, dan B 37,50 detik.
35
4.3 Rataan Waktu Tanding SKDG Tiap Kelas
Waktu tanding SKDG merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu rangkaian pertandingan SKDG, yang terdiri atas waktu
persiapan tanding, waktu pelaksanaan tanding, dan waktu pascatanding. Informasi
mengenai waktu pertandingan SKDG di setiap kelas dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Waktu Tanding SKDG Tiap Kelas
Parameter Kelas
A B C
............................................detik...........................................
Persiapan 36,65ns 36,48 ns 35,19 ns
Pelaksanaan 145,08 ns 156,98 ns 154,25 ns
Pascatanding 37,03 ns 37,58 ns 37,22 ns
Total 218,75 231,04 226,66
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata ; *) = berbeda nyata
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa waktu persiapan tanding
tidak bergantung atas waktu pelaksanaan tanding dan waktu pascatanding. Hal ini
dikarenakan waktu persiapan tanding adalah fase awal dari rangkaian pertandingan
SKDG, sehingga hanya dipengaruhi oleh kegiatan yang dilakukan pada persiapan
tandingnya saja. Waktu persiapan tanding merupakan waktu yang paling cepat jika
dibandingkan dua parameter lainnya, yaitu waktu pelaksanaan tanding dan waktu
pascatanding.
Hal berbeda ditunjukkan oleh waktu pelaksanaan tanding, yang merupakan
waktu terlama dalam rangkaian pertandingan SKDG. Waktu pelaksanaan tanding
tidak dapat diprediksi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terjadi ketika
pertandingan SKDG tersebut berlangsung, seperti jumlah tumbukan, jarak ancang-
ancang, dan pemijatan. Faktor-faktor tersebut memiliki keterkaitan dengan waktu
pascatanding, karena kualitas pertandingan dan kondisi domba setelah bertanding
pada suatu pelaksanaan tanding SKDG akan mempengaruhi waktu pascatanding.
36
Semakin baik kualitas pertandingan maka semakin lama waktu pascatanding karena
akan ada apresiasi dari penonton setelah pertandingan selesai. Apresiasi yang
dilakukan berupa tepuk tangan dari penonton dan sedikit gerakan yang memiliki
unsur pencak silat yang dilakukan oleh pemilik domba atau bobotoh. Kondisi
domba yang cedera berat pun akan membuat waktu pascatanding semakin lama
karena membutuhkan waktu untuk melakukan pemijatan domba.
Hasil perhitungan masing-masing parameter yang diukur menunjukkan
bahwa waktu total pertandingan SKDG tiap kelas dari yang paling lama sampai ke
yang paling cepat adalah Kelas B, C, dan A. Hal ini tidak terlepas dari faktor yang
mempengaruhi masing-masing parameter yang diukur. Secara umum, hal yang
paling mempengaruhi waktu total pertandingan adalah waktu pelaksanaan tanding.
Kelas A memiliki kualitas pertandingan lebih rendah dibandingkan Kelas B dan C,
sehingga jual beli serangan tidak terjadi yang mengakibatkan pertandingan Kelas
A lebih cepat dibandingkan Kelas B dan C.
Pelaksanaan tanding Kelas B dan C memiliki kualitas lebih baik jika
dibandingkan Kelas A. Jual beli serangan terjadi sangat seru hingga lamanya
pelaksanaan tanding dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah tumbukan, dan
lamanya pemijatan domba ketika ditangkaskan.
Waktu total pertandingan SKDG dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
diantaranya adalah sebagai berikut: Kecekatan bobotoh dalam melepaskan
aksesoris domba dan mengatur domba untuk berada pada posisi siap untuk
ditangkaskan, kondisi tenang atau tidak tenangnya domba, jarak tempat
menambatkan domba sebelum pemanggilan untuk bertanding, jumlah tumbukan
ketika bertanding, jarak domba mengambil ancang-ancang ketika ditangkaskan.
lamanya pemijatan domba ketika ditangkaskan, kondisi domba setelah
37
ditangkaskan, kecekatan bobotoh dalam memasang aksesoris domba setelah
ditangkaskan, dan apresiasi dari penonton untuk domba yang telah selesai
bertanding.
Berdasarkan tingkat keterkaitannya, faktor-faktor tersebut dapat terbagi
sesuai dengan parameter yang diukur. Faktor yang mempengaruhi waktu persiapan
tanding SKDG adalah kecekatan bobotoh dalam melepaskan aksesoris domba dan
mengatur domba untuk berada pada posisi siap untuk ditangkaskan, kondisi tenang
atau tidak tenangnya domba, dan jarak tempat menambatkan domba sebelum
pemanggilan untuk bertanding. Semakin lama peternak menangani domba maka
akan semakin lama waktu persiapan tanding yang dibutuhkan.
Hal ini berbeda dengan waktu pelaksanaan tanding SKDG. Waktu
pelaksanaan tanding dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah
jumlah tumbukan, jarak ancang-ancang domba, dan lamanya pemijatan domba.
Semakin banyak tumbukan dan semakin jauh jarak ancang-ancang domba ketika
ditangkaskan, maka akan semakin banyak pula waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan satu pelaksanaan tanding SKDG. Hal ini berbanding lurus dengan
pemijatan, semakin lama pemijatan domba maka akan semakin lama waktu
pelaksanaan tanding SKDG.
Tahapan setelah pelaksanaan tanding adalah pascatanding. Faktor yang
mempengaruhi waktu pascatanding SKDG adalah kondisi domba setelah
ditangkaskan, kecekatan bobotoh dalam memasang aksesoris domba setelah
ditangkaskan, dan apresiasi dari penonton untuk domba yang telah selesai
bertanding. Domba yang cedera membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan
pemeliharaan dan perawatan terlebih dahulu sebelum keluar dari pekalangan.
Semakin cekat bobotoh dalam memasang aksesoris maka akan semakin cepat pula
38
domba keluar dari pekalangan. Apresiasi penonton untuk domba pun dapat
menyebabkan waktu pascatanding menjadi semakin lama.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, waktu yang diperlukan untuk satu
pertandingan SKDG sangat bergantung pada ketiga parameter yang diukur, yaitu
waktu persiapan tanding SKDG, waktu pelaksanaan tanding SKDG, dan waktu
pascatanding SKDG. Manajemen waktu yang baik dari ketiga parameter tersebut,
dapat menjadikan rangkaian kegiatan SKDG terlaksana dengan baik. Gambaran
waktu pertandingan SKDG dapat dijadikan acuan untuk memprediksi jumlah
pertandingan yang dapat dilaksanakan, sehingga rangkaian SKDG dapat berjalan
efektif dan efisien. Menurut Haynes (1994), manajemen waktu dapat menentukan
jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang akan
dilakukan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Forsyth (2009) yang mengatakan
bahwa manajemen waktu adalah cara bagaimana membuat waktu menjadi
terkendali sehingga menjamin terciptanya sebuah efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas (Forsyth, 2009).