its-master-18800-2509204202-chapter1

10
1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada Bab 1 ini terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat dari pengamatan yang dilakukan. Selain itu dijabarkan pula tentang batasan, asumsi, dan sistematika penulisan tesis yang dilakukan. 1.1 Latar belakang Manusia dalam suatu sistem bekerja dan berinteraksi dalam suatu lingkungan, dan dalam perspektif ergonomi keterkaitan dan interaksi antara manusia dan lingkungannya dikenal dengan istilah Environmental Ergonomics atau ergonomi lingkungan. Wignjosoebroto (2008) menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain- lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia. Parson (2000) mengemukakan bahwa pada prinsipnya ergonomi lingkungan mencakup kondisi sosial, kondisi psikologis, budaya dan organisasi dari lingkungan. Kesemuanya ini akan membahas bagaimana reaksi manusia terhadap kondisi lingkungan kerja yang akan memberikan respon psikologis dan respon fisiologis sehingga dalam perancangan produk yang sering digunakan di lingkungan kerja yang ekstrim, dapat memperhitungkan faktor lingkungannya, dan dalam kehidupan bahwa antara lingkungan fisik dan manusia saling mempengaruhi. Furnace area atau tungku peleburan merupakan area kerja yang memiliki risiko besar terjadinya heat stress karena lingkungan kerja yang penuh risiko dengan temperatur yang tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi durasi kerja dan

Upload: kang-maz-jaka

Post on 05-Dec-2014

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada Bab 1 ini terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan

manfaat dari pengamatan yang dilakukan. Selain itu dijabarkan pula tentang

batasan, asumsi, dan sistematika penulisan tesis yang dilakukan.

1.1 Latar belakang

Manusia dalam suatu sistem bekerja dan berinteraksi dalam suatu

lingkungan, dan dalam perspektif ergonomi keterkaitan dan interaksi antara

manusia dan lingkungannya dikenal dengan istilah Environmental Ergonomics

atau ergonomi lingkungan. Wignjosoebroto (2008) menjelaskan bahwa manusia

sebagai makhluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam art i

segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dar i

pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah

kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar

tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara,

pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-

lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap

hasil kerja manusia. Parson (2000) mengemukakan bahwa pada prinsipnya

ergonomi lingkungan mencakup kondisi sosial, kondisi psikologis, budaya dan

organisasi dari lingkungan. Kesemuanya ini akan membahas bagaimana reaksi

manusia terhadap kondisi lingkungan kerja yang akan memberikan respon

psikologis dan respon fisiologis sehingga dalam perancangan produk yang sering

digunakan di lingkungan kerja yang ekstrim, dapat memperhitungkan faktor

lingkungannya, dan dalam kehidupan bahwa antara lingkungan fisik dan manusia

saling mempengaruhi.

Furnace area atau tungku peleburan merupakan area kerja yang memiliki

risiko besar terjadinya heat stress karena lingkungan kerja yang penuh risiko

dengan temperatur yang tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi durasi kerja dan

Page 2: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

2

beban kerja itu sendiri. Penggunaan pakaian pelindung diri dengan standar yang

lebih tinggi menjadi suatu keharusan untuk area kerja ini. Setelan pakaian

pelindung diri harus cocok dengan kondisi lingkungan, khususnya terhadap

temperatur yang yang akan mempengaruhi heat stress. Heat stress yang terus-

menerus akan berpotensi menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja.

Menurut Pulat (1992) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain)

karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah vasodilatasi,

denyut jantung meningkat, temperatur kulit meningkat, suhu inti tubuh pada

awalnya turun kemudian meningkat. Suhu lingkungan kerja yang tinggi

menyebabkan temperatur tubuh pekerja meningkat selanjutnya akan

mengakibatkan tekanan panas (heat stress) pada pekerja sehingga akan

mempengaruhi produktivitas pekerja. Di lingkungan kerja yang ekstrim, pakaian

pelindung diri atau personal protective clothing (PPC) dijadikan sebagai salah

satu faktor penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Performansi

pekerja ketika menggunakan PPC menjadi hal penting untuk dikaji McLellan

(2006) melakukan sebuah penelitian terkait dengan penurunan range of motion

(ROM) pekerja ketika menggunakan pakaian pengaman (safety wear) pada

pemadam kebakaran, pekerja pengolahan limbah, tentara, dan untuk pekerja

yang penuh risiko lainnya dengan suhu ekstrim 40oC. Kemudian, banyak

penelitian yang terkait dengan evaluasi PPC terhadap lingkungan kerja. Adams et

al, (1994) mulai mencari keterkaitan antara efek pakaian kerja dengan performansi

pekerja itu sendiri, meskipun didapatkan kesimpulan bahwa masih cukup sulit

untuk memprediksikan keterkaitan antara efek dari pakaian kerja dengan

performansi pekerja. Namun penelitian tersebut memperkenalkan sebuah

kerangka penelitian tentang hubungan antara lingkungan, pakaian kerja, dan

performansi kerja. Kang et al, (2001) membuat pemodelan lingkungan panas dan

respon manusia pada daerah iklim tropis yang berguna untuk desain dan evaluasi

lingkungan bangunan non AC (non air conditioned building environments).

Penelitian tentang lingkungan panas juga dilakukan Muflichatun (2006),

dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara tekanan

panas (heat stress) dengan produktifitas dan denyut nadi. Tekanan panas

pada pekerja dapat dikendalikan dengan memperbaiki lingkungan kerja

Page 3: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

3

perusahaan atau dengan melakukan perbaikan pada seragam pekerja. Holmer

(2006) dalam penelitiannya berpendapat bahwa PPC di lingkungan kerja yang

panas sangat erat kaitannya dengan heat stress serta berpengaruh pada

performansi pekerja yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan panas dan

ketidaknyamanan dari PPC itu sendiri. Lingkungan kerja yang ekstrim tidak

hanya area peleburan pada pabrik tertentu, tapi bagi mereka yang bekerja di

sebagai petugas pemadam kebakaran juga erat dengan terjadinya heat stress.

Mclellan (2006) mengevaluasi pengaruh tekanan panas pada pakaian pelindung

selama operasi pemadam kebakaran. Gasperin (2008) merancang sebuah model

untuk mengevaluasi pakaian pelindung diri anti api yang melakukan protocol test

(simulation) dengan menggunakan manekin untuk menguji ketahanan pakaian

pelindung diri yang tahan api. Raimundo dan Figueiredo (2009) telah membuat

suatu pedoman yang berguna tentang penentuan pengaruh sifat-sifat pakaian

pelindung diri selama operasi pemadaman kebakaran. Dari beberapa penelitian

ini, terdapat beberapa kesimpulan yang sama yaitu tekanan panas pada pekerja

akan mempengaruhi performansi pekerja dan juga mempengaruhi kesehatan

pekerja itu sendiri.

Penelitian terkait dengan lingkungan kerja juga diteliti oleh Furtado et al.

(2007), penelitian tersebut juga melakukan sebuah eksperimen dengan mengukur

performansi pekerja yang bekerja di lingkungan yang panas (trial outdoors) dan

yang bekerja di dalam ruangan. Dari kedua lingkungan yang berbeda ini, tolak

ukur penelitian adalah bagaimana performansi pekerja ketika menggunakan PPC

dan tidak menggunakan PPC pada dua lingkungan kerja yang berbeda. Penelitian

ini melakukan pendekatan fisiologi kerja yang menganalisa performansi pekerja

dengan mengukur denyut jantung (HR). Penelitian yang serupa juga dilakukan

oleh Kim et al. (2007) dengan kondisi lingkungan yang dingin. Penelitian Kim et

al. (2007) fokus pada analisis beban kerja dalam pemindahan material dari satu

tempat ke tempat yang lain sesuai dengan skenario eksperimen. Dari hasil

eksperimen yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa performansi manusia

akibat lingkungan yang dingin, akan mempengaruhi beban kerjanya dan

mempengaruhi respon fisiologis manusia. Di India, juga dilakukan pengukuran

beban kerja dengan mengambil sampel dari pekerja bangunan yang berjenis

Page 4: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

4

kelamin perempuan. Penelitian Maiti (2008) ini melakukan pengukuran langsung

dimana yang menjadi pelaku eksperimen adalah para pekerja tersebut. Kondisi

kerja yang manual dan tanpa pakaian pelindung diri merupakan aspek utama

dalam penelitian Maiti (2008). Ketika beberapa peneliti sebelumnya melakukan

penelitian dengan melakukan studi eksperimen fisiologi kerja, lain halnya dengan

Tian et al. (2011). Pada penelitian Tian et al. (2011) mengkombinasikan aspek

fisiologi kerja dan psikologi kerja dari manusia. Untuk aspek fisiologis kerja,

penelitian tersebut melakukan eksperimen seperti penelitian lainnya, dan untuk

aspek psikologis kerja akan diberikan kuisioner kepada responden terkait respon

mereka terhadap lingkungan panas.

Dari beberapa penelitian tersebut di atas sangat erat kaitannya dengan

keselamatan dan kesehatan kerja karyawan yang berada di lingkungan ekstrim

tertentu. Outdoor activities dan juga pemadaman kebakaran merupakan beberapa

dari sekian banyak contoh lingkungan kerja yang memiliki suhu di atas normal.

Namun, dari pemaparan di atas, belum ditemui adanya penelitian yang

memfokuskan pada lingkungan pabrik, khususnya di area peleburan. Mereka yang

bekerja di area peleburan, akan berada di area dengan suhu yang panas dalam

waktu yang cukup lama sesuai dengan shift kerja mereka. Sehingga, kondisi

kesehatan pekerja akan erat kaitannya dengan keselamatan pekerja, dengan

mengidentifikasi potensi bahaya dalam satu lingkungan kerja maka dapat

mengurangi risiko penyakit hyperthermia. Sehingga, untuk mencapai tingkat

keselamatan kerja atau yang biasa dikenal dengan istilah zero accident diperlukan

kontribusi yang besar antara perusahaan dan karyawan. Beranjak dari ide

penelitian Furtado et al. (2007), Kim et al. (2007), Maiti (2008), dan Tian et al.

(2011), tentang analisis keterkaitan antara lingkungan kerja, beban kerja,

fisiologis kerja, psikologis kerja, pakaian pelindung, maka penelitian tesis ini akan

merancang model penliaian potensi personal protective clothing (PPC) dalam

mempengaruhi kinerja karyawan pada lingkungan kerja ekstrim.

Penelitian ini dilakukan dengan study case di PT. Barata Indonesia

(Persero). PT Barata Indonesia (Persero) merupakan salah satu perusahaan

industri Manufacure dan EPC (Engineering, Procurement, Construction) yang

Page 5: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

5

memiliki beberapa divisi diantaranya Divisi Pengecoran, Divisi Produksi

Peralatan Jalan, Divisi Produksi Peralatan Industri Proses, Divisi Produksi

Peralatan Industri Agro. Untuk study case pada penelitian ini akan difokuskan

pada Divisi Pengecoran. Dalam divisi pengecoran, terdapat proses peleburan besi

dan baja yang dilakukan dengan satu buag dapur busur listrik atau arc furnace

dengan kapasitas 6 ton sebanyak 1 buah dan empat buah dapur listrik induksi atau

induction furnace, yaitu : induction furnace dengan kapasitas ½ ton sebanyak 1

buah, 2 ton sebanyak 2 buah, dan 10 ton sebanyak 1 buah dengan kapasitas

produksi 6.000 ton per tahun untuk memenuhi 95% kebutuhan pasar dalam

negeri. Berdasarkan observasi awal pada bulan September 2011, pada bulan

Oktober – Desember 2011 akan melakukan produksi dengan kapasitas maksimum

6 ton per hari, dengan penambahan 1 shift kerja yang di hari biasa hanya 1 shift

kerja. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan Manager PM&K3LH, pada

bulan Oktober – Desember 2011 merupakan kondisi kerja maksimal dari pekerja

di Divisi Pengecoran karena pada tiga bulan tersebut akan memberlakukan 24 jam

kerja dimana jumlah kapasitas produksi maksimal sebesar 5 ton per hari.

Sehingga, akan diberlakukan 2 shift kerja di divisi pengecoran. Kondisi inilah

yang juga menjadi salah satu motivasi dilakukannya penelitian ini.

Pemberlakuan 24 jam kerja bukanlah yang pertama dilakukan oleh

perusahaan, pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah diterapkan hal yang sama.

Dan kecelakaan kerja juga pernah terjadi pada divisi terkait dengan peledakan

akibat kesalahan proses penuangan cairan logam dan pekerja di divisi tersebut

yang kelelahan. Pada tanggal 13 Maret 2009 sekitar pukul 17.00 WIB, terjadi

kegagalan dalam proses penuangan cairan logam dari dapur ke leadle yang kurang

sempurna sehingga cairan logam tersebut jatuh pada bagian PIT (tempat tumpuan

leadle) yang lembab di induction furnace dengan kapasitas 10 ton sehingga terjadi

ledakan yang sangat keras hingga radius 3 km dari lokasi kejadian. Kronologis

kejadiannya yaitu pada saat cairan logam yang merupakan hasil proses peleburan

dituang pada leadle kurang sempurna, maka terdapat sebagian cairan logam

dengan temperature 1.500oC jatuh pada tempat yang lembab sehingga

mengakibatkan terjadinya peledakan. Akibat dari kejadian tersebut

mengakibatkan 2 orang operator yaitu operator crane dan operator dapur

Page 6: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

6

mengalami luka karena percikan cairan logam tersebut. Operator yang terkena

percikan cairan logam pada saat itu tidak menggunakan pakaian pelindung.

Karena merasa tidak nyaman dan panas, sehingga operator tersebut tidak

menggunakannya.

Perusahaan telah memiliki organisasi K3 untuk menangani masalah

safety di setiap area kerja / divisi / workshop. Organisasi K3 di PT. Barata

Indonesia merupakan organisasi non struktural dimana terdapat dua bagian yaitu

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan Safety

Representative. P2K3 merupakan bagian dari organisasi K3 yang dibentuk

sebagai pemenuhan bab VI pasal 10 UUD No. 1/1970 sedangkan Safety

Representative dibentuk sebagai usaha mempercepat pembudayaan K3,

melakukan peningkatan K3 dan menjadi model K3 di unit kerjanya. Walaupun

sudah dibentuk organisasi K3, tetapi kecelakaan kerja masih saja terjadi.

Implementasi dari manajemen K3 yang diterapkan oleh perusahaan masih belum

maksimal. Kecelakaan kerja di divisi pengecoran paling sering terjadi dalam

periode 2006 – 2010. Lingkungan yang panas dan tingkat kenyamanan dari

pekerja merupakan faktor-faktor yang ikut mempengaruhi performansi dari

pekerja.

Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkaitan

dengan temperatur tempat kerja, yaitu Surat Edaran Menteri Tenaga

Kerja No. SE. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas untuk Iklim Kerja

dan Nilai Ambang Batas untuk Temperatur Tempat Kerja, Ditetapkan : Nilai

Ambang Batas (NAB) untuk iklim kerja adalah situasi kerja yang masih dapat

dihadapi oleh tenaga kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakbatkan

penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak

melebihi dari 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu. NAB

terendah untuk ruang kerja adalah 25°C dan NAB tertinggi adalah 32,2°C,

tergantung pada beban kerja dan pengaturan waktu kerja. Dalam kondisi kerja

seperti ini, sangatlah penting penggunaan pakaian pelindung diri / personal

protective clothing (PPC) dalam aktivitas kerja.

Setelah dilakukan observasi awal terhadap kondisi lingkungan kerja dan

juga para pekerja di divisi pengecoran PT. Barata Indonesia, diawali dengan

Page 7: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

7

sobservasi lapangan dan wawancara dengan pihak manajemen K3, maka akan

dilakukan penelitian terkait dengan penilaian potensi PPC dalam pengaruhnya

terhadap kinerja karyawan yang berada di divisi pengecoran. Penelitian ini akan

memberikan manfaat bagi perusahaan karena penelitian ini tidak hanya mengkaji

respon pekerja terhadap PPC yang digunakan saat ini di divisi pengecoran, tapi

juga akan dilakukan pengukuran fisiologi kerja untuk mengetahui apakah ada

hubungan antara tekanan panas, denyut jantung, dan juga kinerja para pekerja di

divisi pengecoran PT. Barata Indonesia.

1.2 Permasalahan

Latar belakang di atas telah menguraikan motivasi terbesar untuk

melakukan penelitian ini. Pentingnya kenyamanan kerja di furnace area akibat

paparan panas dari lingkungan, maka perlu dianalisia pengaruh pemakaian PPC di

lingkungan panas terhadap tingkat kenyamanan pekerja. Pertanyaan-pertanyaan

yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Sejauh mana hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi di furnace

area di workshop 1 PT. Barata Indonesia (Persero)

2. Sejauh mana hubungan antara tekanan panas dan tingkat kenyamanan di

furnace area di workshop 1 PT. Barata Indonesia (Persero)

3. Sejauh mana hubungan hubungan antara denyut nadi dan tingkat kenyamanan

di furnace area di workshop 1 PT. Barata Indonesia (Persero)

4. Apakah penggunaan PPC bagi karyawan di furnace area sudah memberikan

kenyamanan ketika bekerja.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

pada penelitian ini antara lain :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan di

furnace area.

2. Membangun model pengaruh PPC dan lingkungan kerja yang mempengaruhi

tingkat kenyamanan pekerja.

Page 8: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

8

3. Membuat rekomendasi perbaikan pada kondisi lingkungan kerja dan

peningkatan kesadaran dalam penggunaan PPC untuk mengurangi dampak

risiko kecelakaan kerja.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang secara ilmiah dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi awal untuk pemantauan kesehatan dan keselamatan kerja

sektor informal yang berhubungan dengan tekanan panas akibat lingkungan

kerja, PPC, heart rate, dan kinerja karyawan.

2. Sebagai bahan masukan dalam kaitannya dengan lingkungan kerja serta

tindakan pengendaliannya, sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.

3. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi data dasar dalam penelitian di

bidang environment ergonomics khususnya kajian mengenai tekanan panas,

PPC, dan kinerja karyawan.

1.5 Batasan dan asumsi

1.5.1 Batasan penelitian

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan hanya di area Divisi Pengecoran PT. Barata

Indonesia.

2. Penelitian difokuskan pada aspek lingkungan kerja, PPC, psikologi

pekerja, dan fisiologi kerja.

1.5.2 Asumsi penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : bahwa selama

dilakukan penelitian, tidak ada perubahan-perubahan yang signifikan

terhadap kondisi perusahaan.

1.6 Sistematika penulisan

Berikut akan dijelaskan mengenai sistematika penulisan laporan

penelitian yang telah dilakukan :

Page 9: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

9

Bab 1 : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian ini, berikut

perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, dan sistematika

penulisan laporan.

Bab 2: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijabarkan beberapa kajian kepustakaan tentang

penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan permodelan

yang akan dilakukan.

Bab 3 : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian yang digunakan

dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini berguna sebagai

acuan dalam melakukan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan

secara sistematis dan sesuai dengan tujuan.

Bab 4 : HASIL PENELITIAN

Bab ini memberikan uraian tentang hasil penelitian yang dilakukan.

Bab 5 : INTERPRETASI HASIL

Bab ini berisikan analisa dan interpretasi dari pengolahan parameter input

yang telah dilakukan pada bab sebelumnya

Bab 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan hasil akhir dari penelitian thesis yang didasarkan pada

pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan pada bab-bab

sebelumnya. Dan yang terakhir adalah memberikan saran-saran baik

untuk penelitian selanjutnya maupun untuk pihak yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: ITS-Master-18800-2509204202-Chapter1

10

(halaman ini sengaja dikosongkan)