its master 14675 paperpdf

Upload: rizky-achmad-fauzi

Post on 20-Jul-2015

87 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI*Retno Handayani dan **Suparno Program Pascasarjana Magister Manajemen Teknologi ITS Bidang Keahlian Manajemen Industri *Email: [email protected] **Email: [email protected]

ABSTRAKKebutuhan listrik yang selalu berubah setiap saat, dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar gas, batubara, minyak, air dan panas bumi. Pembangkit listrik berbahan bakar panas bumi, air, gas dan batubara sebagai base load (pemikul beban dasar), merupakan pembangkit yang dioperasikan terlebih dahulu. Pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM) berfungsi sebagai follower (pemikul beban menengah dan beban puncak), merupakan pembangkit yang dioperasikan sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan harga minyak bumi berpengaruh terhadap peningkatan biaya produksi, sehingga untuk menekan biaya produksi tersebut dilakukan penambahan pasokan gas dan PLTU berbahan bakar batubara. Metode optimasi yang digunakan adalah metode LaGrange dimana fungsi obyektif yaitu meminimalkan biaya bahan bakar dalam satuan waktu per jam selama 1 tahun dan fungsi kendala yaitu beban system Jawa Bali selama 1 tahun yang dicacah per jam. Jumlah mesin pembangkit listrik dan transmisi yang beroperasi di Jawa Bali sangat banyak, maka untuk mengoptimalkan produksi masing-masing pembangkit dan simulasi penjadwalannya diperlukan program komputer, yaitu Prosym. Hasil simulasi adalah rencana produksi energy dan biaya produksi per KWh tiap mesin pembangkit selama 1 tahun. Dari hasil pengolahan data tersebut, maka akan menurunkan pemakaian bahan bakar minyak sebesar 4,8 juta KL dan menurunkan biaya bahan bakar total seJawa Bali sebesar Rp 45 T serta merubah pola operasi pembebanan mesin pembangkit. Kata kunci: pembebanan PLTU batubara, optimasi, biaya produksi, metode koefisien, program Prosym.

PENDAHULUANAda 3 macam pola operasi yang di terapkan oleh P3B dalam mengatur operasi unit pembangkitan yang ada di Sistem Jawa Bali terkait dengan bervariasinya jenis pembangkit dan jenis bahan bakar yang digunakan. Ketiga

1

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

macam operasi tersebut adalah pola operasi base load, pola operasi medium load dan pola operasi peak load yang dijelaskan oleh Marsudi (1990). Pola operasi base load menggunakan unit pembangkit dengan biaya produksi (Rp/KWh) paling murah dan secara teknik mempunyai ramping rate relatif kecil sehingga lambat dalam merespon perubahan demand. Untuk kondisi saat ini pola operasi base load diberlakukan pada unit pembangkit waduk kecil atau Run of River (PLTA dasar), PLTP, PLTG/PLTGU berbahan bakar gas dan PLTU berbahan bakar batubara. Pola operasi medium load menggunakan unit pembangkit dengan biaya operasi (Rp/KWh) agak murah (sedikit lebih mahal dibanding unit pembangkit base load), dimana unit pembangkit ini dioperasikan setelah pembangkit base load beroperasi maksimal dan kebutuhan listrik belum terpenuhi. Hal ini diterapkan pada pembangkit jenis PLTGU dan PLTU yang berbahan bakar minyak (BBM). Pola operasi peak load menggunakan unit pembangkit dengan biaya opersi (Rp/KWh) paling mahal. Unit pembangkit yang beroperasi dengan pola medium load dan peak load dikatakan sebagai pembangkit load follower. Pembangkit load follower adalah pembangkit yang beroperasi mengikuti kebutuhan konsumen atau load demand di sistem Jawa Bali yang berubah secara real time. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga BBM yang mengakibatkan meningkatnya biaya produksi PLN. Hal ini terjadi karena masih banyak unit pembangkit yang beroperasi dengan bahan bakar minyak (BBM). Akibat adanya kenaikan harga BBM tersebut, prosentase biaya produksi menjadi sebesar 70% dari biaya produksi unit pembangkit berbahan bahan bakar minyak. Biaya bahan bakar merupakan biaya yang terbesar yaitu sekitar 60% dari biaya produksi. Salah satu solusi untuk mengurangi atau menekan biaya produksi adalah penambahan pasokan gas, sehingga dapat menggantikan unit pembangkit berbahan bakar minyak menjadi berbahan bakar gas, dan penambahan unit pembangkit PLTU batubara. Realisasi pertumbuhan energi listrik di Jawa Bali pada tahun 2007 sampai 2009 adalah sebesar 4% sampai 5%. Untuk rencana optimalisasi produksi energy 2010 diasumsikan pertumbuhan energy sebesar 5%, yang merupakan prakiraan kebutuhan listrik di Jawa Bali. Pertumbuhan ini diambil dari RJPP (Rencana Jangka panjang Perusahaan) PLN dengan skenario terkecil.

METODATeknik mengevaluasi pilihan dalam rencana pemasokan listrik di Indonesia dan konsep dasar metodologi optimasi pengembangan sistem pembangkit tenaga listrik telah dijelaskan oleh Zuhal (1995). Perencanaan beban sistem di Jawa Bali ini adalah sebagai fungsi kendala dari proses optimasi. Suatu cara atau metode untuk membentuk model beban

2

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

perencanaan selama 1 tahun dengan produksi MWH dan Load Factor (LF) sistem dijelaskan oleh Adji dan Wahyudi (2000). Adapun metode prakiraan beban adalah pola operasi pembangkit yang dipengaruhi oleh urutan biaya produksi pembangkit (dari yang paling murah). Stoll (1990) dalam bukunya Load Demand Forecasting Electricity menjelaskan tentang proses perencanaan kebutuhan listrik. Pembentukan kurva tahunan merupakan suatu kurva yang dibentuk oleh beban puncak mingguan selama 1 tahun yang terdiri dari 52 beban puncak mingguan. Definisi beban puncak adalah beban tertinggi yang dihasilkan oleh unit pembangkit dalam memenuhi kebutuhan daya di sistem Jawa Bali. Adapun rumus untuk beban puncak adalah: Energi (MWh) Beban puncak (MW) = LF x 8760

(1)

Energi (MWh) sudah ditentukan berdasar pertumbuhan energi 5% terhadap tahun lalu, dan LF (Load Faktor) dalam hal ini adalah target yang sudah ditentukan sebesar 80 %. Prakiraan beban puncak mingguan menggunakan Metode Koefisien. Metode ini dipakai untuk memperkirakan beban harian dari suatu sistem tenaga listrik. Koefisien beban puncak tahunan dapat dibuat dengan cara membandingkan beban puncak setiap minggunya (1 sampai dengan 52) terhadap beban terbesarnya (pmax) pada periode yang sama. Rumus perbandingannya adalah sebagai berikut: p11 p12 p152 t11= t12 = ......... ......... t152 = (2) p1max p1max p1max t11 = adalah koefisien minggu pertama.. p11 = adalah beban puncak minggu pertama pada tahun pertama p1max = adalah beban tetinggi pada periode tahun pertama. Model untuk menghitung perencanaan tenaga listrik menggunakan metode LaGrange multiplier dijelaskan oleh Marsudi (1990). Perencanaan unit commit atau siap operasi dibuat oleh unit yang bisa on line setiap jam, perencanaan unit yang beroperasi ditentukan kebutuhan beban sistem. Jika persamaan input-output unit pembangkit termis dinyatakan secara pendekatan dengan menggunakan persamaan kuadrat, maka nilai incremental cost menjadi fungsi linier (garis lurus). Formulasi program Linier dengan tujuan meminimalkan biaya produksi sebagai fungsi obyektif adalah:

3

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

Meminimalkan Z = i=1 n

fj(PTj).tij=1

m

(3)

Notasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: Z = nilai biaya operasi listrik minimal fj(PTj) = biaya bahan bakar unit termal ke j PTj = beban unit termal ke j m = jumlah unit termal j = indeks nomor unit-unit pembangkit ti = 1 jam i = indeks nomor selang waktu n = jumlah waktu Persamaan kendala beban sistem yaitu PB + PL PH PT = 0 Dimana : PB PL PH PT = beban system = daya yang hilang sebagai rugi-rugi = daya yang dibangkitkan ole subsistem hidro = daya yang dibangkitkan oleh subsistem termal

(4)

Karena persamaan fungsi obyektif dinyatakan oleh persamaan (3) merupakan persamaan energi, maka persamaan kendala (4) perlu diubah menjadi persamaan energi PB ti + PL. ti PHj. ti PTj . ti = 0i=1 i=1 i= 1 j=1 i = 1 j=1 n n n m n m

(5)

Persamaan kendala ketersediaan jumlah air pada PLTA Kendala ini adalah persamaan yang dipakai untuk subsistem hidro selama periode optimasi, hal ini dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: q(PHj).ti Q = 0i=1 j=1 n m

(6)

dimana : q (PHj) = jumlah air per satuan waktu yang mengalir melalui unit hidro ke j sebagai fungsi beban unit hidro ke j = energi unit hidro ke j PHj Q = jumlah air yang tersedia untuk subsistem hidro m = jumlah mesin pembangkit hidro selanjutnya dengan memperhatikan persamaan (4), (5) dan (6) , disusun persamaan LaGrange sebagai berikut:

4

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

L= i=1 n

n

f j (PTj) . ti + ( PB ti +j=1 i=1 m termal j=1 n m hidro

m termal

n

i=1

PL. ti

n

n

m hidro j=1

i=1

PHj. ti (7)

-

i=1

PTj . ti ) + PHj. ti - Qi= 1 j=1

dimana dan adalah pengali LaGrange. Sebagai variabel keputusan dalam perhitungan ini adalah produksi pada masing-masing mesin pembangkit yang dinyatakan sebagai berikut: Xij adalah: produksi listrik (MWh) pada jam ke i dari pembangkit ke j Sedangkan fungsi biaya bahan bakar yang dinyatakan dalam fj(PTj): fj(PTj) = SFC . harga BB. Xij. Sehingga fungsi obyektif adalah: Z = fj (PTj) . tii = 1 j=1 168 182

(8)

Z = SFC . harga BB. Xij . tii = 1 j=1

168 182

(9)

dimana i = 1, 2, 3,... s/d 168 (periode waktu satu minggu) j = 1, 2, 3,... s/d 182 (jumlah mesin pembangkit) Produksi (Xij ) = daya mampu (P) dikali periode waktu (jam) Volume Bahan Bakar = produksi dikali SFC Biaya bahan bakar (fj(PTj) = volume dikali harga bahan bakar (harga asumsi) SFC( specification fuel consumption) yaitu satuan untuk menghitung volume (Lt/KWh, Kg/KWh, MMBTU/KWh) Harga bahan bakar = harga asumsi bahan bakar Rp/ Lt, Rp/Kg, Rp/MMBTU MMBTU = satuan energi panas British Thermal Unit. Proses penjadwalan unit pembangkit yang beroperasi menggunakan pembebanan merit loading. Merit loading yaitu pembebanan menurut urutan unit pembangkit dengan biaya produksi (Rp/KWh) termurah. HASIL DAN DISKUSI Jumlah mesin pembangkit listrik yang beroperasi di Jawa Bali sebesar 182, maka untuk mengoptimalkan produksi masing-masing pembangkit dan simulasi penjadwalannya diperlukan program komputer, yaitu Prosym.

5

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

Dari data rencana penambahan gas dan PLTU batubara tahun 2010 dan hasil perhitungan untuk perencanaan produksi listrik tahun 2010, maka dijelaskan rencana alokasi produksi listrik (GWh) dan volume pada pembangkit berbahan bakar BBM. Hal ini disajikan pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Data realisasi produksi dan volume pemakaian bahan bakar periode rencana 2010Jenis Bahan Bakar HSD PLTD PLTG PLTGU PLTGU (Swasta) Sub Total MFO PLTU Sub Total Total BBM Gas PLTG PLTGU PLTU PLTG (Swasta) PLTGU (Swasta) Sub Total LNG PLTGU Sub Total Batubara PLTU (PLN) PLTU (Swasta) Sub Total Panas Bumi PLTP (PLN) PLTP (Swasta) Sub Total PLTA PLTA swasta Sub Total TOTAL Produksi GWh Rencana 2010 tanpa Optimasi Volume Harga KL/BBTU/Ton Rpx1000 182,465.64 1,603,493.16 3,604,372.98 5,390,331.78 2,204,444.98 2,204,444.98 7,594,776.76 23,653.82 193,874.56 9,013.91 226,542.30 22,030,196.63 11,440,625.33 33,470,821.96 2,822,047.00 5,574,357.60 8,396,404.60 2,106,565,813.80 18,512,328,493.40 41,612,486,054.10 62,231,380,361.30 17,664,217,616.73 17,664,217,616.73 79,895,597,978.03 81,676.64 669,448.87 31,125.05 782,250.55 16,522,647,471.00 8,580,468,999.05 25,103,116,470.05 104,999,496,698.64 Produksi GWh 449.06 1,132.05 4,696.51 6,277.62 2,017.67 2,017.67 8,295.29 1,361.04 27,270.23 672.00 981.96 30,285.23 58,974.00 21,124.90 80,098.90 2,777.60 5,719.95 8,497.55 5,142.00 799.00 5,941.00 133,117.97 29,711,101.20 10,642,724.62 40,353,825.82 2,777,600.00 5,719,950.00 8,497,550.00 22,283,325,900.00 7,982,043,465.00 30,265,369,365.00 Rencana 2010 Volume KL/BBTU/Ton 159,910.27 403,123.01 1,672,427.21 2,235,460.48 532,059.58 532,059.58 2,767,520.06 11,146.92 223,343.18 5,503.68 8,042.25 248,036.03 Harga Rpx1000 1,846,164,020.97 4,654,055,092.73 19,308,172,151.00 25,808,391,264.69 4,263,393,406.53 4,263,393,406.53 30,071,784,671.22 38,490.31 771,204.01 19,004.21 27,769.90 856,468.42

512.40 4,502.93 10,121.80 15,137.13 8,359.67 8,359.67 23,496.80 2,888.13 23,672.11 1,100.60 27,660.84

43,728.06 22,708.66 66,436.72 2,822.05 5,574.36 8,396.40 6,111.54 1,015.66 7,127.20 133,117.97

-

60,338,010,504.64

Dari tabel 1 disampaikan bahwa secara total produksi energi listrik di Jawa Bali dengan pertumbuhan 5 %, diperoleh alokasi produksi energi untuk tahun 2010 sebesar 133.177,87 GWh. Sedangkan produksi energi listrik setelah penambahan pasokan gas dan energi dari PLTU batubara serta dilakukan optimasi, didapat hasil rencana produksi energi untuk pembangkit berbahan bakar minyak (HSD dan MFO) mengalami penurunan, yaitu sebesar 23.496 GWh menjadi 8.295,29 GWh. Demikian pula volume pemakaian bahan bakar minyak (HSD dan MFO) bila dibandingkan adanya penambahan pasokan energi dan gas serta dilakukan optimasi, terjadi penurunan dari sebesar 7.594.776,76 KL menjadi sebesar 2.767.520,06 KL.

6

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

Pada tabel 2 menjelaskan deviasi pemakaian bahan bakar dan biaya bahan bakar per pembangkit sesuai bahan bakar antara saat dilakukan optimasi dan tidak, sebagai berikut: Tabel 2. Data deviasi produksi dan volume tahun 2010 bila dilakukan optimasi dan tidak dilakukan optimasiProduksi Volume GWh KL/BBTU/Ton (8,859.51) (3,154,871.29) (6,342.00) (1,672,385.40) (15,201.51) (4,827,256.69) 13,662.18 6,883,003.86 2,743.03 22,465.40 (44.45) (969.54) (216.66) Harga Rpx1000 (36,422,989,096.61) (13,400,824,210.20) (49,823,813,306.81) 5,162,252,894.95 77,573.02

HSD MFO Total BBM COAL GAS GEOT HYDRO Total

(44,661,482,838.85)

Penambahan pasokan gas dan penambahan PLTU batubara serta dilakukan optimasi, menurunkan alokasi produksi energi pembangkit berbahan bakar HSD dan MFO sebesar 15.201,51 GWh dan menurunkan volume bahan bakar sebesar 4,8 Juta KL serta penghematan biaya bahan bakar minyak sebesar Rp 49 T Maka dibawah ini disampaikan data urutan pengoperasian unit pembangkit berdasar biaya produksi per energy yang dihasilkan (Rp/KWh). Pembangkit yang berbahan bakar gas akan mendapat priorias beroperasi lebih dulu, bila dibandingkan dengan pembangkit yang berbahan bakar batubara. Hal ini menandakan bahwa karena gas ada kontrak TOP (take or pay), dimana perusahaan pembangkit harus mengambil atau menyerap gas dengan nilai yang sudah ditentukan dalam kontrak,300 250 R /K h p w 200 150 100 50M kr ng R M ep tw r (L B N lo M G k tw ) 1 ar (G as P M ) T G (G re as si C k le ) B go lo n k ( 1- G G 3 as ra (G ) t P as rio i B ) lo k k B 1( lo G k 1- as ) 2 (G S rla as ya ) 5Ja 7 (B ti B B ) 1S 2 rly (B a B B ) ar P u ito (B n B B ) ar P u ito (B n B 7 ) -8 (P P E ito C n ) 5 S -6 rla (J ya P 1) 4 (B P B ai ) to n (B Lb B ) Ja ha ba n ( Ja r S BB ba el ) r U (BB ta ra ) R (B m B ba ) ng Ja (B tim B S ) e l( B B )

-

Gambar 1. Grafik urutan pembebanan pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batubara tahun 2010

KESIMPULANHasil perhitungan dan analisa perhitungan rencana biaya produksi (Rp/KWh) unit pembangkit di sistem Jawa Bali, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:

7

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010

1. Penambahan pasokan gas yang menggantikan bahan bakar minyak dan penambahan PLTU berbahan bakar batubara akan menurunkan volume pemakaian minyak dari sebesar 7.594.776 KL menjadi 2.767.520 KL. Penurunan pemakaian bahan bakar minyak sebesar 4,8 juta KL. Penurunkan biaya produksi pembangkit listrik yang beroperasi di Jawa Bali dari Rp 105 T menjadi Rp 60 T, sehingga terjadi penurunan sebesar Rp 45 T.. 2. Dengan bertambahnya pasokan gas yang menggantikan bahan bakar minyak, maka akan merubah pola operasi proses pembebanan unit pembangkit (merit order), yaitu dari pola operasi medium atau peak load menjadi base load

DAFTAR PUSTAKA Adji dan Wahyudi, (2000), Metode Perencanaan Pembebanan dengan Produksi MWh dan LF, PT PLN P3B Jakarta.. Anwar N, (2002), Analisa Sistem Dan Penelitian Operasional, MMT Program Pasca Sarjana ITS. Baye R. M, (2006), Managerial Economic and Business Strategy, andSixith Edition, Mc. Graw-Hill. Chiang Lee Chin, (2007), The impact of energy consumption on economic growth: Evidence from linear and non linearmodels in Taiwan, pp Energy 22822294. Hiller, and Lieberman, (2005), Operations Research, the McGraw- Hill Companies. Marsudi, D, (1990), Operasi Sistem Tenaga Listrik, Balai Penerbit & Humas ISTN. P3B, (2000), Panduan Perencanaan Operasi Pembangkit, PT PLN P3B Jakarta. P3B, (2008), Laporan Pengusahaan Tahun 2008, PT PLN P3B Jakarta. Stoll , H, (1990), Least-Cost Electric Utility Planning, System Development & Engineering Department General Electric Company, Schenectady New York. Stoft, S, (2003), Power System Economics, Designing Market for Electricity, IEEE Press. Web oc.its.id, (2007), Operasi Optimum Sistem Tenaga. Zuhal, (1995), Ketenagalistrikan Indonesia, PT Ganesca Prima Jakarta.

8