isolasi metabolit sekunder dari fraksi aktif...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI
AKTIF ANTIOKSIDAN Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees
SKRIPSI
AISYAH
NIM : 1113102000030
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS / 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI AKTIF
ANTIOKSIDAN Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi
AISYAH
NIM : 1113102000030
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS / 2017
vi
ABSTRAK
Nama : Aisyah
Program Studi : Farmasi
Judul : Isolasi Metabolit Sekunder dari Fraksi Aktif Antioksidan
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis yang merupakan tempat tumbuh
keanekaragaman hayati termasuk didalamnya lumut (Bryophyta). Informasi
mengenai lumut masih belum tereksplorasi secara penuh sehingga pengetahuan
mengenai lumut di Indonesia masih kurang, termasuk potensi pada komponen
bioaktif yang terkandung pada lumut. Lumut hati (Marchantyophyta) digunakan di
China untuk luka bakar, memar, luka luar, gigitan ular, TBC paru, fraktur, kejang,
melepuh, uropati, pneumonia, dan antipiretik. Penelitian melaporkan beberapa
aktivitas lumut hati diantaranya aktivitas sitotoksik, antibakteri, antijamur, relaksasi
otot, dan kardiotonik. Lumut hati di Indonesia seperti Marchantia emarginata
belum terekplorasi kandungan dan aktivitasnya. Marchantia sp. mengandung
terpenoid yang berpotensi sebagai antioksidan alami, karenanya dilakukan isolasi
terhadap fraksi aktif antioksidan. Uji antioksidan dilakukan dengan menggunakan
metode DPPH terhadap ekstrak metanol, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana.
Indeks antioksidan yang didapatkan untuk ekstrak metanol, ekstrak etil asetat dan
ekstrak n-heksana secara berurutan yaitu 0,66; 0,50; dan 0,10. Isolasi dilakukan
terhadap ekstrak metanol dengan metode pemisahan kromatografi kolom. Senyawa
B3036 didapatkan sebanyak 1,7 mg dengan Rf 0,28. Penentuan struktur senyawa
B3036 dilakukan dengan menggunakan GC-MS dan 1H-NMR. Senyawa B3036
diketahui merupakan senyawa non-volatile, memiliki gugus aromatik, aldehid dan
alkoksi
Kata Kunci : 1H-NMR, antioksidan, bryophyta, DPPH, GC-MS, isolasi, lumut hati,
Marchantia emarginata
vii
ABSTRACT
Name : Aisyah
Study Program : Pharmacy
Title : Isolation of Secondary Metabolites Compound from
Antioxidant Active Fraction of Marchantia emarginata
Reinw., Blume & Nees
Tropical rain forest in Indonesia is a place to grow variety biodiversity including
moss (bryophyte). In Indonesia, information about bryophyte was lacking, because
it has not been fully explored. Marchantyophyta in China has been used as burning
medicine, bruised wounds, snakebite, pulmonary tuberculosis, fractures, seizures,
blisters, uropathy, pneumonia, and antipyretics. It has been reported that
Marchantyophyta has cytotoxic, antibacteria, antifungal, muscle relaxacing, and
cardiotonic activity. Chemical content and activity of Marchantyophyta in
Indonesia such as Marchantia emarginata has not been explored. Marchantia sp.
contain terpenoids that has been reported to have antioxidant activity, hence
isolation was performed against the active fraction of antioxidants. Antioxidant test
(DPPH methode) was performed against methanol extract, ethyl acetate extract and
n-hexane extract. Antioxidant Activity Index (AAI) for methanol extract, ethyl
acetate extract and n-Hexane extract are 0.66; 0.50; and 0.10 respectively. Isolation
was performed to methanol extract by using Coloumn Chromatography Separation
methode. B3036 compound obtained as much as 1.7 mg with Rf 0.28. Chemical
structure of compound was determained by using GC-MS and 1H-NMR. 1H-NMR
data indicated that B3036 compound has an aldehyde, aromatic, and alkoxy
molecule.
Key Words : 1H-NMR, antioxidant, bryophyte, DPPH, GC-MS, isolation, liver
moss, Marchantia emarginata
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah
SWT berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Fraksi Aktif Antioksidan
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees”. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sejak masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi
kami untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Nurmeilis
M.Si., Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membimbing, mengarahkan, memberikan ilmu dan saran, sejak
proposal skripsi, pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Kedua orang tua Bapak Drs. Ubaidillah dan Ibu Sutini, Abang Afi, Aan, Alul
serta keluarga yang terus memberi dukungan moril maupun materil.
5. Sahabat-sahabat sepermainan, Marrisa, Aulia Wardahani, Lisa Fizhilallin,
Luthfia Wikhdatul Akhsani dan Sagita Praja Pustikasari yang selalu
mengingatkan dan memberi dukungan kepada penulis.
6. Kawan-kawan seper-lumut-an, Rahma Atikah, Hasan Asy’ari, Puspa
Novadianti, Nurillah Dwi dan Zakiyatul Munawaroh yang selalu ada sejak
awal hingga akhir penelitian.
ix
7. Kawan seperjuangan, Keluarga Farmasi 2013 yang sanggup bertahan hingga
akhir.
8. Sahabat-sahabat lama Winny Khairunnisa, Annisa Pratiwi, Rafika Dewi, Diana
Wulandari, Ima Yunita, Sara Yunira dan Siti Hajarahmah yang selalu memberi
dukungan kepada penulis.
9. Ka Walid, Ka Tiwi, Ka Eris, Mba Rani dan Ka Rahmadi yang telah memberi
bantuan selama penelitian.
10. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan serta rekan-rekan mahasiswa di
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati,
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan
akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi
dunia ilmu pengetahuan.
Ciputat, 9 Agustus 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .. iError! Bookmark not defined.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........ Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvi
BAB I
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4. Manfaaat Penelitian .................................................................................. 3
BAB II
2.1. Lumut (Bryophyta).................................................................................... 4
2.1. 1. Habitat Lumut ........................................................................................... 4
2.1. 2. Klasifikasi Lumut...................................................................................... 4
2.2. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ...................................... 5
2.2.1. Klasifikasi ................................................................................................. 5
2.2.2. Deskripsi ................................................................................................... 6
2.2.3. Habitat dan Distribusi ............................................................................... 6
2.2.4. Kandungan Kimia ..................................................................................... 6
2.2.5. Aktivitas Biologis ..................................................................................... 7
2.3. Ekstraksi .................................................................................................... 7
2.3.1. Ekstraksi Cara Dingin ............................................................................... 8
2.3.2. Ekstraksi Cara Panas ................................................................................. 8
2.4. Pelarut ....................................................................................................... 9
2.5. Kromatografi ............................................................................................. 9
2.5.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................................ 10
2.5.2. KLT Preparatif ........................................................................................ 11
xi
2.5.3. Kromatografi Kolom ............................................................................... 12
2.5.3.1. Sephadex ................................................................................................. 13
2.5.3.2. Rekristalisasi ........................................................................................... 13
2.5.4. GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectroscopy) .......................... 15
2.6. Spektrofotometer UV-Vis ....................................................................... 15
2.7. Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) .............................. 16
2.8. Antioksidan ............................................................................................. 18
2.9. DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazil) .................................................. 20
BAB III
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 22
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 22
3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................. 22
3.3.1. Pengambilan Sampel ............................................................................... 22
3.2.2. Determinasi Sampel ................................................................................ 23
3.3.3. Preparasi Sampel ..................................................................................... 23
3.3.4. Pembuatan Ekstrak.................................................................................. 23
3.3.5. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH ............................................... 24
3.3.5.1. Uji Kualitatif Antioksidan dengan KLT ................................................. 24
3.3.5.2. Uji Kuantitatif Antioksidan..................................................................... 24
3.3.6. Isolasi dan Pemurnian Senyawa.............................................................. 26
3.3.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................................ 26
3.3.6.2. Kromatografi Kolom ............................................................................... 26
3.3.6.3. Rekristalisasi ........................................................................................... 27
3.3.7. Penentuan Struktur Molekul Senyawa .................................................... 28
3.3.7.1. GC-MS .................................................................................................... 28
3.3.7.2. 1H-NMR .................................................................................................. 28
BAB IV
4.1. Preparasi Sampel ..................................................................................... 29
4.2. Ekstraksi .................................................................................................. 29
4.3. Uji Antioksidan dengan Metode DPPH .................................................. 30
4.4. Isolasi Senyawa Murni ............................................................................ 35
4.5. Penentuan Struktur Senyawa .................................................................. 39
4.5.1. GC-MS .................................................................................................... 39
4.5.2. Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) ........................................... 39
xii
4.6. Uji Kemurnian Senyawa dengan KLT Dua Dimensi ............................. 41
BAB V
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 42
5.2. Saran ....................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees .............................. 5
Gambar 2.2. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap Radikal Lipida
................................................................................................................................ 18
Gambar 2.3. Antioksidan Bertindak sebagai Prooksidan pada Konsentrasi Tinggi
................................................................................................................................ 19
Gambar 2.4. Reaksi DPPH dengan Antioksidan ................................................. 20
Gambar 3.1. Sampel Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ............... 22
Gambar 4.1. KLT Ekstrak Metanol ..................................................................... 31
Gambar 4.2. KLT Ekstrak Etil Asetat ................................................................. 31
Gambar 4.3. KLT Ekstrak n-Heksana ................................................................. 31
Gambar 4.4. Bagan Kromatografi Kolom Ekstrak Metanol ................................ 36
Gambar 4.5. Uji Kualitatif Antioksidan terhadap Fraksi A-J .............................. 37
Gambar 4.6. Bagan Kromatografi Kolom Fraksi B ............................................ 37
Gambar 4.7. KLT Fraksi B Vial Nomor 30-36 ................................................... 38
Gambar 4.8. KLT Senyawa B3036 ..................................................................... 38
Gambar 4.9. Spektrum 1H-NMR Senyawa B3036 .............................................. 41
Gambar 4.10. KLT Dua Dimensi ......................................................................... 41
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Rendemen Ekstrak ............................................................................... 30
Tabel 4.2. Indeks Aktivitas Antioksidan ............................................................. 33
Tabel 4.3. Uji Kuantitatif Antioksidan terhadap Ekstrak .................................... 34
Tabel 4.4. Uji Kuantitatif Antioksidan terhadap Vitamin C ............................... 35
Tabel 4.5. Bobot Fraksi A-J ................................................................................ 36
Tabel 4.6. Karakteristik Senyawa B3036 ............................................................ 39
Tabel 4.7. Pergeseran Kimia 1H pada Senyawa Organik .................................... 40
Tabel 4.8. Tabel Pergeseran Kimia Senyawa B3036 .......................................... 40
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel ............................................................. 59
Lampiran 2. Bagan Alur Kerja ........................................................................... 60
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak ...................................................... 61
Lampiran 4. Panjang Gelombang Maksimum DPPH ......................................... 62
Lampiran 5. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Marchantia
emarginata ...................................................................................... 63
Lampiran 6. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Marchantia
emarginata ...................................................................................... 64
Lampiran 7. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksana Marchantia
emarginata ...................................................................................... 65
Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Hambat 50% (IC50) dan Indeks Aktivitas
Antioksidan (AAI) ......................................................................... 66
Lampiran 9. KLT Hasil Kromatografi Kolom Ekstrak Metanol ......................... 68
Lampiran 10. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi B .................................... 71
Lampiran 11. Spektrum GC-MS Senyawa B3036 ............................................... 73
Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR Senyawa B3036 ............................................ 74
xvi
DAFTAR SINGKATAN
1H-NMR 1H- Nuclear Magnetic Resonance (Resonansi Magnetik Inti
Proton)
AAI Antioxidant Activity Index (Indeks Aktivitas Antioksidan)
B3036 Hasil Kromatografi Kolom Fraksi B, vial No. 30-36
BHT Butylated hydroxytoluene
CDCl3 Deuterium Kloroform
DPPH 2,2 Diphenyl, 1-Picrylhydrazil
GC-MS Gas Chromatography-Mass Spectroscopy
IC50 50% Inhibitory Concentration (Konsentrasi Hambat 50%)
KLT Kromatografi Lapis Tipis
NMR Nuclear Magnetic Resonance (Resonansi Magnetik Inti)
PPM Parts Per Million
Rf Retardation Factor
δH Pergeseran Kimia Proton
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Allah SWT telah menciptakan bumi beserta isinya dengan sebaik-baiknya
seperti yang telah disebutkan dalam Qur’an, surat Al-Baqarah (2) ayat 29 yang
artinya “ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia
Maha mengetahui segala sesuatu.” Allah SWT menciptakan bumi beserta isinya
agar bermanfaat bagi manusia, maka sebagai makhluk ciptaannya hendaklah kita
memanfaatkannya sebaik-baiknya. Salah satunya dengan mempelajari dan terus
mengeksplorasi sumber daya alam yang ada.
Kawasan hutan Indonesia umumnya merupakan hutan hujan tropis. Hutan
hujan tropis terkenal dengan keanekaragaman flora termasuk di dalamnya jenis
Bryophyta (lumut) (Windadri, 2009). Indonesia memiliki penyebaran lumut yang
sangat besar, tetapi informasi tersebut masih belum tereksplorasi secara penuh
sehingga pengetahuan mengenai lumut di Indonesia masih kurang, termasuk
potensi pada komponen bioaktif yang terkandung pada lumut (Fadhilla, 2010).
Lumut (Bryophyta) menurut Polunin (1990) merupakan salah satu
tumbuhan tingkat rendah yang hidup di lingkungan lembab. Habitat lumut secara
umum terdapat pada batang pohon, kayu lapuk, batuan dan tanah. Lumut memiliki
24,000 spesies dan dikelompokan menjadi 960 genus. Lumut diklasifikasikan
menjadi tiga kelas yaitu lumut sejati (Musci), lumut hati (Hepaticae), lumut tanduk
(Anthocerotae). Lumut hati terbagi dua subkelas yaitu Jungermanniidae dan
Marchantiidae dan 6 ordo, 49 famili, 130 genus dan 6.000 spesies (Asakawa, dkk.,
2009).
Lumut telah banyak digunakan sebagai tanaman obat di Cina, untuk
menyembuhkan luka bakar, memar, luka luar, gigitan ular, TBC paru, fraktur,
kejang, melepuh, uropati, pneumonia, dan antipiretik (Xiao, 2006; Asakawa, 2012;
Ludwiczuk et al, 2008). Salah satu jenis lumut yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah lumut hati. Lumut hati banyak ditemukan di Borneo, Sumatra dan Papua
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nugini tepatnya di hutan hujan (Asakawa, dkk., 2009). Dilaporkan lumut hati
mengandung senyawa lipofilik monoterpenoid, sesquiterpenoid, dan diterpenoid,
senyawa aromatik (bibenzyl, bis-benzyl, benzoat, sinamat, alkil fenol rantai
panjang, naftalen, isokumarin) dan asetogenin (Asakawa, dkk., 2009). Lumut hati
ini dapat dijadikan penuntun untuk pengembangan obat baru.
Salah satu filum dari lumut hati yaitu Marchantiophyta (Glime, 2013).
Marchantiophyta minyak tubuh yang menghasilkan terpenoid seperti
monoterpenoid, sesquiterpenoid, dan diterpenoid. Marchantiophyta umumnya
memiliki glikosida flavonoid (Glime, 2013). Dilaporkan bahwa beberapa
Marchantiophyta memiliki beragam aktivitas biologis seperti aktivitas sitotoksik,
antibakteri, antijamur, relaksasi otot, dan kardiotonik. Senyawa yang bertanggung
jawab atas aktivitas ini adalah marchantin A (Asakawa, dkk., 2009).
Asakawa, dkk telah berhasil mengisolasi riccardin F dan marchantin A dari
Marchantia tosana. Marchantin A–G telah berhasil diisolasi dari Marchantia sp.,
marchantin C dimetill ether, marchantin J–N, isomarchantin C dan isoriccardin C
juga telah diisolasi dari spesies Marchantia yang berbeda (Asakawa, dkk., 2000).
Huang, dkk. pada tahun 2009 melaporkan bahwa marchantin A yang diisolasi dari
Marchantia emarginata subsp. tosana di Taiwan menunjukan pontensi
menginduksi apoptosis pada sel kanker payudara manusia MCF-7 dengan IC50 4.0
µg/mL dan aktivitas antioksidan dengan IC50 20.0 µg/mL.
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu
atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam (Suhartono, 2002). Radikal bebas ini cenderung mengadakan reaksi
berantai yang apabila terjadi di dalam tubuh akan dapat menimbulkan kerusakan-
kerusakan yang berlanjut dan terus-menerus (Sri, dkk., 2013). Stres oksidatif yang
diinduksi oleh radikal bebas diketahui dapat mempengaruhi terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskular, arterosklerosis dan
katarak (Sri, dkk., 2013 ; Grassman, 2005).
Senyawa seperti terpenoid dan polifenol memiliki spektrum antioksidan
yang luas. Grassman menyatakan bahwa beberapa penelitian yang mempelajari
aktivitas antioksidan dari monoterpenoid dan diterpenoid atau minyak esensial
secara in vitro, hasilnya ditemukan antioksidan yang sangat efektif (Grassman,
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2005). Lumut hati (Marchantia sp.) yang mengandung terpenoid berpotensi sebagai
antioksidan alami. Salah satu cara untuk menentukan aktivitas antioksidan yaitu
dengan metode DPPH (2,2-difenil-1, pikrilhidrazil). Metode ini dipilih karena
prosedur kerjanya yang sederhana, waktu pengerjaan yang relatif cepat dibanding
metode lain dan memiliki sensitivitas yang baik (Locatelli, dkk., 2009).
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah
Dari hasil penelusuran pustaka diketahui bahwa belum ada penelitian
mengenai isolasi terhadap kandungan senyawa kimia dari Marchantia emarginata
Reinw., Blume & Nees yang tumbuh di Indonesia. Dengan latar belakang tersebut
dilakukanlah penelitian untuk mengisolasi senyawa dari fraksi aktif antioksidan
yang terdapat dalam tumbuhan lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume
& Nees yang tumbuh di Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan isolasi metabolit sekunder
dari ekstrak aktif antioksidan Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
1.4. Manfaaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat diketahui apa
komponen kimia yang terdapat pada tumbuhan lumut hati Marchantia emarginata
Reinw., Blume & Nees yang tumbuh di Indonesia. Selain itu juga dapat melengkapi
data penelitian bahan alam, mengingat laporan mengenai tumbuhan lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees masih terbatas.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lumut (Bryophyta)
2.1. 1. Habitat Lumut
Lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada
substrat berupa pohon, kayu mati, kayu lapuk, serasah, tanah dan batuan dengan
kondisi lingkungan lembab, dan penyinaran yang cukup. Di dalam kehidupannya,
faktor lingkungan sangat berpengaruh, seperti iklim yang lebih berpengaruh pada
pertumbuhan dan pekembangan lumut. Selain itu, dilaporkan satu pohon
merupakan habitat komplek bagi lumut. Perlekatan dan ketahanan hidupnya pada
pohon akan dipengaruhi oleh karakter perubahan kulit kayu dari ranting yang
termuda hingga cabang yang tua. Demikian juga dengan intensitas cahaya yang
sampai pada permukaan pohon tersebut (Hasan & Ariyanti 2004).
2.1. 2. Klasifikasi Lumut
Divisi Bryophyta terdiri dari 4 kelas yaitu Bryopsida (Musci),
Anthoceropsida (Anthoceroptae), Hepaticopsida (Hepaticae), Takakiopsida.
Hepaticopsida dikenal sebagai lumut hati. Gametofit lumut hati mempunyai
struktur morfologi bervariasi. Ada 2 tipe lumut hati yaitu lumut hati bertalus
(thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat
pada substrat dengan rhizoid uniselluler (Hasan dan Ariyanti, 2004).
Anthoceropsida atau lumut tanduk mempunyai gametofit bertalus dengan
sporofit indeterminate dan berklorofil. Berbeda dengan bryophyta lainnya, sel-sel
talus Anthocerpsida mempunyai satu kloroplas besar pada masing-masing selnya.
Kapsul berbentuk silindris memanjang dimulai dari bagian ujung kapsul (Hasan dan
Ariyanti, 2004).
Bryopsida dikenal sebagai lumut daun atau lumut sejati, merupakan kelas
yang terbesar dalam bryophyta. Hampir semua anggotanya mempunyai gametofit
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah terdiferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti batang,
cabang dan daun. Sporofit bryopsida berumur panjang, berwarna kecokelatan
terdiri atas kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrien dari gametofit, dan kapsul
yang disangga oleh suatu tangkai disebut seta. Spora masak dibebaskan dari kapsul
setelah operculum (struktur semacam tutup pada kapsul) membuka secara perlahan-
lahan melalui satu atau dua baris gigi-gigi yang disebut peristom (Hasan dan
Ariyanti, 2004).
2.2. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
2.2.1. Klasifikasi
Secara taksonomi, Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
diklasifikasikan sebagai berikut (Goffinet & Shaw, 2009)
Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
(Sumber : Koleksi pribadi, 2016)
Kingdom : Plantae
Filum : Marchantiophyta
Kelas : Marchantiopsida
Ordo : Marchantiales
Famili : Marchantiaceae
Genus : Marchantia
Spesies : Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2. Deskripsi
Marchantia sp. memiliki tubuh gematofit haploid yang biasa disebut dengan
talus. Talus berwarna hijau, dorsiventral dan bercabang dua. Talus dewasa
memiliki panjang beragam sekitar 2-10 cm dan lebar sekitar 0,5-3 cm. Permukaan
dorsal menebal di tengah secra luas, gelap yang kemudian membentuk poligonal
atau area yang disebut areoles atau areolae. Pori udara terletak pada bagian tengah
setiap areole. Pada permukaan dorsal talus, terdapat struktur seperti piala kecil
disebut gemma-cup yang bertanggung jawab untuk multiplikasi vegetatif (Kumar,
dkk., 2015).
Rizoidnya tumbuh uniselular dan biasanya tidak berwarna atau coklat pucat.
Terdapat dua tipe rhizoid yaitu rhizoid dengan dinding halus dan rizoid tuberculate.
Rizoid dengan dinding halus lebih lebar dengan dinding halus dan tipis yang
membantu penyerapan air dan mineral dari tanah. Sedangkan rizoid tuberculate
memiliki dinding tebal., biasanya membentuk sistem konduksi kapiler untuk
membantu air mencapai area penyerapan pada talus (Kumar, dkk., 2015).
2.2.3. Habitat dan Distribusi
Marchantiophyta (liverwort) terdapat dua subkelas yaitu Jungermanniidae
dan Marchantiidae dan 6 ordo, 49 famili, 130 genus dan 6.000 spesies. Terdapat 54
genus endemik di negara bagian selatan bumi seperti New Zealand dan Argentina.
Di Asia telah tercatat terdapat genus endemik dalam jumlah yang besar
dibandingkan Afrika Selatan, Madagaskar dan Amerika Utara. Pada negara tropis
seperti Borneo, Sumatra dan Papua Nugini, terdapat banyak hutan hujan yang
merupakan tempat banyak ditemukannya liverworts (Asakawa, dkk., 2009).
2.2.4. Kandungan Kimia
Hampir semua liverworts kandungan utamanya adalah lipofilik
monoterpenoid, sesquiterpenoid, dan diterpenoid, senyawa aromatik (bibenzyl, bis-
benzyl, benzoat, sinamat, alkil fenol rantai panjang, naftalen, isokumarin) dan
asetogenin. Thalloid liverworts tidak hanya mengandung marchantin A, marchantin
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B, marchantin D dan marchantin E tetapi juga mengandung bis-benzil asiklik,
perrottetin F dan paleatin B (Asakawa, dkk., 2009)
2.2.5. Aktivitas Biologis
Asakawa, dkk., melaporkan bahwa marsupellone dan acetoxymarsupellone
dari Marchantia emarginata di Jepang menunjukan aktivitas sitotoksik (ID50 1
µg/ml) terhadap P388. Marchantin A menunjukan aktivitas kardiotonik
(meningkatkan aliran darah koroner 2,5 ml/menit pada 0,1 mg). Marchantin A dari
berbagai spesies Marchantia, menunjukan aktivitas antibakteri terhadap
Acinetobacter calcoaceticus (MIC 6,25 µg/ml), Bacillus cereus (MIC 12,5 µg/ml),
Bacillus Subtilis (MIC 25 µg/ml), Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Salmonela typhimurium (MIC 100 µg/ml) dan Staphylococcus aureus (MIC 25
µg/ml). Marchantin A juga menunjukan aktivitas antijamur terhadap Aspergillus
fumigatus (MIC 100 µg/ml), Aspergillus niger (MIC 25-100 µg/ml), Candida
albicans (MIC 100 µg/ml), Penicillium chrysogenum (MIC 100 µg/ml),
Saccharomyces cerevisae (MIC 100 µg/ml) (Asakawa, 2007).
2.3. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut disiapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang ditetapkan (Depkes RI, 1995). Ekstraksi merupkan pemisahan senyawa aktif
dari jaringan tumbuhan maupun hewan dengan menggunakan pelarut selektif
berdasarkan standar prosedur.
Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak, meurut Tiwari, dkk.,
adalah bagian dari tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi dan prosedur ekstraksi. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi
sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan
polaritas yang sesuai dengan pelarutnya. Efektivitas ekstraksi senyawa kimia dari
tumbuhan bergantung pada bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh, proses
ekstraksi dan ukuran partikel (Tiwari, 2011). Beberapa metode ekstraksi dengan
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin
(Depkes RI, 2000).
2.3.1. Ekstraksi Cara Dingin
1. Maserasi
Pada maserasi, seluruh simplisia bersentuhan dengan pelarut dalam wadah
tertutup selama periode tertentu dengan beberapa kali diguncang hingga zat terlarut.
Metode ini sangat baik untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, 2011).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses
perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) (Depkes RI, 2000).
2.3.2. Ekstraksi Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000).
2. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu pada 40-50oC (Depkes RI, 2000).
3. Soklet
Ekstraksi dengan soklet dibutuhkan jika senyawa yang diinginkan memiliki
kelarutan yang terbatas pada pelarut dan pengotornya tidak larut dengan pelarut.
Jika komponen yang diinginkan memiliki kelarutan yang tinggi di dalam pelarut
maka filtrasi dapat dilakukan untuk memisahkan komponen dari substansi tak larut.
Metode ini tidak dapat digunakan untuk komponen termolabil dikarenakan
pemanasan dapat memicu komponen terdegradasi (Tiwari, 2011).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4. Pelarut
Keberhasilan determinasi komponen aktif biologis dari tumbuhan menurut
Tiwari sangat bergantung pada pelarut yang digunakan pada prosedur ekstrasi.
Karakteristik pelarut yang baik adalah toksisitas rendah, mudah menguap pada
pemanasan rendah, berperan sebagai pengawet, tidak menyebabkan ekstrak
membentuk kompleks atau terdisosiasi. Faktor yang mempengaruhi pemilihan
pelarut yaitu fitokimia yang ingin diekstraksi, kecepatan ekstraksi, keanekaragaman
komponen yang terekstraksi, mudah untuk penanganan dalam proses selanjutnya,
toksisitas pelarut pada proses bioassay dan potensi bahaya kesehatan dari
ekstraktan (Tiwari, 2011).
1. Metanol
Metanol menurut Thompson (1985) merupakan pelarut yang bersifat
universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar dan nonpolar.
Metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid dari tanaman.
(Astarina, 2013)
2. Etil Asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karekateristik semipolar. Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan
terpenoid (Pranoto, dkk., 2012).
3. n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatile,
mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul heksana
adalah 86,2 gram/mol dengan titik leleh -94,3°C sampai -95,3°C. Titik didih
heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66°C sampai 71°C (Daintith, 1994). n-
Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati.
2.5. Kromatografi
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan
menggunkan teknik kromatografi. Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu
campuran berdasarkan perbedaan migrasi analit diantara dua fase, yaitu fase diam
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan fase gerak, dimana fase diamnya dapat berupa zat padat atau zat cair dan fase
geraknya dapat berupa gas atau zat cair (Sudjadi, 1985).
Prinsip pemisahan kromatografi berdasarkan Sudjadi (1985) yaitu adanya
distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat
fisik komponen yang akan dipisahkan. Pada dasarnya semua cara kromatografi
menggunakan dua fase, yaitu fase diam (stationer) dan fae gerak (mobile). Teknik
kromatografi ada empat yaitu kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis
(KLT). Kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi kinerja tinggi (KCKT)
(Harborne, 1987).
Adrianingsih (2009) menyatakan persyaratan utama kromatografi yaitu ada
fase diam dan fase gerak (fase diam tidak boleh bereaksi dengan fase gerak),
komponen sampel harus larut dalam fase gerak dan berinteraksi dengan fase diam,
fase gerak harus bisa mengalir melewati fase diam, sedangkan fase diam harus
terikat kuat di posisinya.
2.5.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode pemisahan fisika,
kimia dan kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca
atau plat aluminium yang dilapisi silika gel dan menggunakan pelarut tertentu
(Harborne, 1987). Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium
atau plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini adalah bentuk terbuka
dari kromatografi kolom (Gritter, dkk., 1991).
Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan KLT
merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik
yang memiliki tingkat polaritas tertentu, mampu melarutkan senyawa, dan tidak
bereaksi dengan adsorban (Gritter, dkk., 1991). Adsorban yang bisa digunakan
sebagai fase diam pada kromatografi lapis tipis antara lain Gel silika G, Gel silika
GF254, Kieselguhr (mengandung pengikat kalsium sulfat sebagai penyangga)
(Watson, 2009).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemisahan pada KLT akan optimal jika sampel ditotolkan dengan ukuran
bercak sekecil dan sesempit mungkin. Setelah sampel ditotolkan pada lempeng
KLT, tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu
bejana kromatografi (chamber) yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase
gerak). Selama proses pengembangan, bejana kromatografi harus tertutup rapat.
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler. Jumlah volume fase gerak harus
mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan.
Setelah lempeng terelusi, dilakukan deteksi bercak (Gandjar dan Rohman, 2007).
Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai Retardation
factor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh
zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar dan Rohman,
2007). Ada beberapa kemungkinan cara mendeteksi senyawa tidak berwarna pada
kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan
penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau
jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan
gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap
atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan kuat
± di daerah 230-300 nm (Stahl, 1985).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai
hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem
pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom
(Gritter, dkk., 1991). Keuntungan KLT yaitu karena tingkat kesensitifannya sangat
besar dan jumlah sampel lebih sedikit.
2.5.2. KLT Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang
memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar.
Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar
pemakainya hanya dalam jumlah miligram. KLTP bersama-sama dengan
kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi
mengenai isolasi bahan alam (Hostettmann, 2006).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ketebalan penjerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada KLTP
adalah sekitar 0,5-2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x
40 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi
jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum
digunakan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil
maupun campuran senyawa hdrofil (Hostettmann, 2006).
Cuplikan pada KLTP dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan
pada pelat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut atsiri (heksana, diklorometana,
etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi
cuplikan harus sekitar 5%-10%. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang harus
sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita (Hostettmann,
2006).
Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat
menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang
dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan
bagian dalam bejana (Hostettmann, 2006). Kebanyakan Penjerap KLT preparatif
mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi letak pita yang
terpisah pada senyawa yang menyerap sinar ultraviolet (Hostettmann, 2006).
2.5.3. Kromatografi Kolom
Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah
menggunakan kromatografi kolom. Pada kromatografi kolom fasa diam yang
digunakan dapat berupa silika gel, selulosa atau poliamida. Sedangkan fasa
geraknya dapat dimulai dari pelarut non-polar kemudian ditingkatkan kepolarannya
secara bertahap, baik dengan pelarut tungal ataupun kombinasi dua pelarut yang
berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat kepolaran yang
dibutuhkan (Stahl, 1969).
Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor
dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram
yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beberapa fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet pada
panjang gelombang 254 nm atau 366 nm untuk senyawa-senyawa yang mempunyai
gugus kromofor (Stahl,1969).
Senyawa hasil isolasi sulit didapatkan berupa senyawa murni karena terdiri
dari banyak senyawa gabungan. Untuk senyawa berbentuk kristal pemurniannya
dapat dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan antara
zat utama yang dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau
campuran pelarut yang cocok (Stahl, 1969).
2.5.3.1. Sephadex
Filtrasi gel dapat digunakan untuk purifikasi protein dan DNA. Filtrasi gel
merupakan metode yang mudah digunakan untuk pemisahan molekul dengan
ukuran molekul yang berbeda. Molekul yang lebih besar akan keluar kolom lebih
dahulu dibanding molekul yang lebih kecil.
Sephadex merupakan cross linked berpori agarosa dengan ikatan kovalen.
Medianya memiliki stabilitas fisik yang tinggi, karena cross linked dari matrix
agarosa. Kestabilan dari sephadex membuatnya cocok untuk digunakan untuk
kolom. Kolom filtrasi gel Sephadex G stabil pada pH 3–12.
Filrasi gel sephadex dapat memisahkan biomolekul dari kontaminan seperti
garam dan pewarna. Sephadex dipreparasi dengan menyambungsilangkan dekstran
dengan epiklorohidrin. Perbedaan tipe sephadex beragam berdasarkan derajat
sambung silang, derajat swelling dan selektivitas untuk ukuran molekul spesifik
(Amersham Pharmacia Biotech AB, 1998)
2.5.3.2. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian
komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu memilih
pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat
padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan
produknya (Williamson, 1999).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan
dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara
zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya.
Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang
diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Proses kristalisasi adalah
kebalikan dari proses pelarutan (Anita, 2011).
Mula-mula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul
pelarut, lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh
membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil
melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang
identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan
pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan.
Senyawa dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan sampai
semua senyawanya larut sempurna.. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa
tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar (Anita, 2011).
Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi
adalah pemilihan zat pelarut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih
pelarut yang sesuai yaitu pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan
dilarutkan, elarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak
melarutkan zat pencemarnya, titik didih pelarut harus rendah (hal ini akan
mempermudah pengeringan kristal yang terbentuk), titik didih harus lebih rendah
dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (Anita,
2011).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal.
Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak kristal yang akan terbentuk, tetapi tidak
besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil (Svehla, 1979).
Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan.
Semakin tinggi derajat lewat jenuh, semakin besar kemungkinan untuk membentuk
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
inti baru, jadi semakin besar laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal
merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama
pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan
terbentuk (Svehla, 1979).
2.5.4. GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectroscopy)
Kromatografi gas dan spektrofotometri massa dapat digunakan untuk
memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan puncak elusi yang
dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa untuk memperoleh berat
molekul, karakteristik dan informasi fragmentasi (Heinrich, 2004). Teknik ini juga
dapat digunakan untuk komponen yang polar (senyawa yang larut dalam air) seperti
polihidroksil alkaloid jika dibuat turunannya dengan komponen yang sesuai
(trimetilsilil klorida) untuk meningkatkan volatilitasnya (Heinrich, 2004).
Kromatografi gas saat ini merupakan metode analisa yang penting dalam
kimia organik untuk menentukan senyawa tunggal dalam campuran.
Spektrofotometri massa sebagai metode deteksi yang memberikan data bermakna,
yang diperoleh dari penentuan langsung molekul zat atau fragmen (Heinrich, 2004).
2.6. Spektrofotometer UV-Vis
Serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer
dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan spektrofotometer yang
merekam otomatis. Senyawa tidak berwarna diukur pada jangka 200-400 nm,
senyawa berwarna pada jangka 200-700 nm. Prinsip kerja spektrofotometer UV-
Vis adalah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel. Energi
cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih tinggi
(Harborne, 1987).
Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk
kembali ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan
cahaya sebanding dengan molekul, sesuai dengan hukum lambert-Beer (Day &
Underwood, 1980).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A= ɛ B C
Keterangan
A : Serapan/absorbansi
ɛ : Absortivitas molar
B : Tebal kuvet
C : Konsentrasi komponen
Sumber radiasi pada spektrofotometer UV-Vis berdasarkan panjang
gelombang terbagi menjadi dua, yaitu lampu deuterium dan tungstent. Lampu
deuterium menghasilkan sinar 160-500 nm. Lampu tungstent digunakan di daerah
sinar tampak 350-3500 nm. Sumber radiasi dikatakan ideal jika memancarkan
spektrum radiasi yang kontinyu, intensitasnya tinggi dan stabil pada semua panjang
gelombang.
2.7. Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)
Karakterisasi yang dilakukan terhadap senyawa murni adalah dengan
menggunakan alat spektrometer resonansi magnet inti proton (1H-NMR).
Spektrometri resonansi magnet inti proton (1H-NMR) merupakan alat yang berguna
pada penentuan struktur molekul organik. Spektrometri resonansi magnetik inti
proton (1H-NMR) didasarkan pada pengukuran absorbsi radiasi elektromagnetik
pada daerah frekuensi radio 4-600 MHz atau panjang gelombang 75-0,5 m, oleh
partikel (inti atom) yang berputar di dalam medan magnet. Teknik ini memberikan
informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul (Harbone, 1987).
Spektrum 1H-NMR memberikan informasi mengenai lingkungan dan
struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Harbone, 1987).
Sedangkan spektrometri resonansi magnetik isotop karbon 13 (13C-NMR)
digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom
karbon pada senyawa tersebut (Sudjadi, 1985). Spektrometer (1H-NMR) biasanya
ditentukan dari larutan substansi yang akan dianalisis. Untuk itu pelarut yang
digunakan tidak boleh mengandung atom hidrogen karena akan mengganggu
puncak spektrum.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ada dua cara untuk mencegah ganggguan oleh pelarut. Pertama dapat
digunakan pelarut seperti tetraklormetana, CCl4 yang tidak mengandung hidrogen
atau pelarut yang atom hidrogennya telah diganti dengan isotopnya yaitu deuterium,
sebagai contoh CDCl3. Atom-atom deuterium mempunyai sifat megnetik yang
sedikit berbeda dengan hidrogen, sehingga mereka akan menghasilkan puncak pada
area spektrum yang berbeda (Sudjadi, 1985).
Terbentuknya sinyal-sinyal terjadi karena perbedaan lingkungan kimia dari
atom hidrogen. Perbedaan kedudukan tersebut akan memberikan frekuensi
resonansi yang berbeda. Perbedaan dalam kurva sinyal 1H-NMR dikenal sebagai
geseran kimia. Definisi dari geseran kimia adalah rasio antara kekuatan
perlindungan terhadap inti dengan medan terapan yang digunakan. Semakin kecil
frekuensi resonansinya, semakin besar kerapatan elektronnya, semakin kecil pula
pergeseran kimia proton tersebut. Sebaliknya semakin besar frekuensi
resonansinya, semakin kecil kerapatan elektronnya, semakin besar pergeseran
kimia poton tersebut (Silverstein, Basseler dan Morrill, 1991).
Adapun faktor yang mempengaruhi pergeseran kimia adalah faktor induktif,
faktor anisotropik, faktor sterik, ikatan hidrogen dan pealrut yang dipakai. Selain
dipakai untuk menentukan kedudukan proton-proton, 1H-NMR dapat menentukan
perbandingan jumlah relatif proton-proton tersebut yaitu dengan mengukur
intensitas dari sinyal-sinyal proton dengan alat integrator yang ada pada 1H-NMR
(Silverstein, Basseler dan Morrill, 1991).
Langkah yang dilakukan dalam menginterpretasikan kurva spektrum 1H-
NMR adalah jumlah sinyal menggambarkan seberapa banyak jenis proton yang
berada pada molekul analit. Kedudukan sinyal menggambarkan jenis lingkungan
kimia tempat proton tersebut berada. Intensitas sinyal menggambarkan jumlah dari
proton pada lingkungan kimia tertentu. Pemecahan puncak (splitting)
menggambarkan lingkungan kimia proton lainnya yaitu proton yang berdekatan
(bertetangga) (Silverstein, Basseler dan Morrill, 1991).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat mendonorkan satu atau
lebih atom hidrogen. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat
atau mencegah terjadinya oksidasi (Schuler, 1990). Senyawa antioksidan biasanya
digunakan untuk mencegah kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh senyawa
radikal bebas. Zat oksidan atau lebih dikenal senyawa radikal bebas merupakan
atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai satu atau lebih
elektron tanpa pasangan) sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa
ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Dengan adanya senyawa antioksidan,
senyawa radikal bebas yang tadinya sangat tidak stabil dan bersifat merusak sel
tubuh dapat menjadi stabil dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah (Sri, dkk., 2013).
Radikal bebas dipercaya berkontribusi banyak pada penyakit manusia,
terutama penyakit-penyakit kronis dan hubungannya dengan proses penuaan.
Beberapa penyakit yang dapat timbul karena adanya radikal bebas antara lain
kanker, atherosclerosis termasuk penyakit serangan jantung koroner, stroke,
arthritis, parkinson, alzheimer, katarak, serta berbagai kasus penuaan dini (Sri, dkk.,
2013).
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut
sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara
cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil,
sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil
dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan,
yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar
mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke
bentuk yang lebih stabil (Gordon, 1990).
Gambar 2.2. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer Terhadap Radikal Lipida
(Sumber: Gordon, 1990)
Inisiasi : R* + AH RH + A*
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada
lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.
Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun
propagasi (Gambar 2.2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada
reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat
bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990).
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada
laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering
lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah
konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan
sampel yang akan diuji.
Gambar 2.3. Antioksidan Bertindak sebagai Prooksidan pada Konsentrasi Tinggi
(Sumber: Gordon, 1990)
Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada
polyunsaturated fatty acid (PUFA), sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya
reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang
kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu
berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada daerah
tertentu dalam protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein
berikatan dengan ion logam transisi (Droge, 2002).
Seperti pada protein, kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA
menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan
molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi
mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA
seperti pada radiasi biologis (Allen, dkk., 2000).
AH + O A* + HOO*
AH + ROOH RO* + H2O + A
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman pada seluruh bagian dari
tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang dan sebagainya. Senyawa-senyawa
yang umumnya terkandung dalam antioksidan alami adalah fenol, polifenol, dan
yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin,
flavonon), turunan asam sinamat, tokoferol, dan asam organik polifungsi (Pratt,
dkk., 1990).
2.9. DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazil)
DPPH merupakan suatu radikal bebas yang banyak digunakan untuk
pengujian aktivitas antioksidan. Prinsip kerja metode ini adalah pengukuran
aktivitas antioksidan berdasarkan penurunan absorbansi DPPH sebagai akibat dari
adanya suatu senyawa antioksidan. Warna ungu pekat DPPH disebabkan oleh
delokalisasi elektron bebas pada molekulnya. (Pisoschi, dkk., 2009).
Gambar 2.4. Reaksi DPPH dengan Antioksidan
(Sumber: Pisoschi, dkk., 2009)
Metode DPPH merupakan metode yang paling umum digunakan untuk
mengukur aktivitas antioksidan secara in vitro. Keuntungan metode ini antara lain
prosedur kerjanya yang sederhana, waktu pengerjaan yang relatif cepat dibanding
metode lain dan memiliki sensitivitas yang baik. DPPH merupakan senyawa
nitrogen organik yang memiliki karakteristik warna ungu dengan daerah serapan
pada 515-520 nm (Locatelli, dkk., 2009).
Adanya antioksidan sebagai pendonor elektron akan berpasangan dengan
elektron bebas DPPH, menyebabkan turunnya intensitas warna larutan. Turunnya
absorbansi dan intensitas warna sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oleh antioksidan. Adanya senyawa antioksidan menyebabkan perubahan warna
violet menjadi kuning. Makin kuat senyawa antioksidan, makin jelas perubahan
warna yang terjadi. Perubahan intensitas warna dapat diukur secara
spektrofotometri dan hasilnya dinyatakan sebagai IC50 yaitu jumlah antioksidan
yang diperlukan untuk menghambat 50% aktivitas DPPH (Pisoschi, dkk., 2009).
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 hingga bulan Mei 2017.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat dan Pangan Halal, Laboratorium
Mikrobiologi dan Laboratorium Penelitian II, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu Marchantia emarginata
yang didapatkan dari Curug Cigamea, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Bahan yang digunakan yaitu n-heksana, Etil Asetat, Metanol, Metanol
Pro Analisa Merck, Bubuk Gel Silika 60 Merck, DPPH Sigma Aldrich, Sephadex
LH-20® Sigma Aldrich, dan L-Ascorbic Acid Sigma Aldrich.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rotary evaporator, neraca
analitik, blender, labu ukur, corong pisah, plat KLT, buret, vortex, alat-alat gelas
seperti erlenmayer, gelas beker, gelas ukur, tabung reaksi, spatel, vial dan batang
pengaduk, Spektrofotometer UV-Vis, GC-MS, dan Spektrometer NMR
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pengambilan Sampel
Pengambilan Sampel dilakukan di Curug Cigamea, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 19
November 2016. Sampel lumut hati yang diambil seperti pada gambar 3.1
Gambar 3.1. Sampel Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2. Determinasi Sampel
Sebelum dilakukan penelitian, sampel terlebih dahulu dilakukan
determinasi untuk mengidentifikasi sampel yang akan diteliti. Determinasi
dilakukan di Herbarium Bogorience, Puslit Biologi Bidang Botani, LIPI Cibinong.
3.3.3. Preparasi Sampel
Sampel yang telah diambil, dicuci dengan menggunakan air yang mengalir
beberapa kali untuk menghilangkan tanah dan pasir. Sampel kemudian dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan. Sampel yang telah dikeringkan kemudian
ditimbang. Didapatkan sampel kering Marchantia emarginata sebanyak 78,91 g.
Sampel kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.
3.3.4. Pembuatan Ekstrak
Simplisia yang telah disiapkan di maserasi pada botol maserasi. Maserasi
dilakukan dengan menggunakan pelarut dengan tikat kepolaran berbeda. Pertama-
tama maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana, kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan pelarut etil asetat dan metanol.
Simplisia Marchantia emarginata dimaserasi dengan n-heksana. Maserasi
dilakukan berulang hingga maserat tidak berwarna atau bening. Maserat disaring
kertas saring. Pelarut diuapkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator
dengan suhu 37oC. Maserasi kemudian dilanjutkan dengan menggunakan etil asetat
dengan jumlah yang sama untuk masing-masing simplisia. Maserasi dilakukan
hingga diperoleh maserat tidak berwarna. Maserat kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring. Pelarutnya diuapkan dengan menggunakan vacum
rotary Evaporator dengan suhu 37oC.
Maserasi kemudian dilanjutkan kembali dengan menggunakan metanol
dengan jumlah yang sama untuk masing-masing simplisia. Maserasi dilakukan
hingga dihasilkan maserat tidak berwarna. Maserat kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring. Pelarutnya kemudian diuapkan dengan menggunakan
vacum rotary evaporator dengan suhu 38oC. Ketiga ekstrak yang didapatkan
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Rendemen dihitung terhadap
simplisia awal.
3.3.5. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH
3.3.5.1. Uji Kualitatif Antioksidan dengan KLT
Uji pendahuluan sebagai antioksidan penangkap radikal dilakukan sesuai
metode yang dilakukan Zhao, dkk. (2010) dan Demirezer dkk (2001) dengan
modifikasi. Uji kualitatif antioksidan dilakukan terhadap ketiga ekstrak yaitu
ekstrak metanol, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana. Kromatogram yang telah
dielusi, dikeringkan dan disemprot dengan larutan 0,04% DPPH dalam metanol pro
analisa. Kromatogram diperiksa 30 menit setelah penyemprotan. Senyawa aktif
penangkap radikal bebas akan menunjukkan bercak berwarna putih kekuningan
dengan latar belakang ungu (Sri, dkk., 2013).
3.3.5.2. Uji Kuantitatif Antioksidan
Uji kuantitatif antioksidan dengan metode berdasarkan Chyau, dkk.,
dialkukan terhadap ketiga ekstrak yaitu ekstrak metanol, ekstrak etil asetat dan
ekstrak n-heksana dilakukan (Komala, dkk., 2015). Absorbansi diukur dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-vis dengan kuvet 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm.
1. Pembuatan Larutan DPPH 0,25 mM
DPPH ditimbang sebanyak 4,9 mg dan dilarutkan dengan metanol pro
analisa hingga 50 ml dalam labu ukur.
2. Pembuatan Larutan Stok Uji
Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara 10 mg ekstrak kental
ditimbang masing dan dilarutkan dengan metanol absolut sambil dihomogenkan,
volume akhir dicukupkan metanol pro analisa sampai 10 ml dalam labu ukur.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pembuatan Larutan Stok Vitamin C Murni
Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara menimbang 10 mg vitamin C
murni dan dilarutkan dengan metanol pro analisa, volume akhir dicukupkan hingga
10 ml labu ukur.
4. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
a. Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH 0,25 mM
Larutan DPPH 0,25 mM dipipet sebanyak 1 ml dan dicukupkan volumenya
sampai 5 ml dengan metanol pro analisa dalam labu terukur. Larutan ini kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya panjang gelombang
ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer Uv-vis.
b. Pengukuran Serapan Larutan Blanko DPPH
Larutan DPPH 0,25 mM dipipet sebanyak 1 ml dan dicukupkan volumenya
sampai 5 ml dengan metanol pro analisa dalam labu terukur. Larutan ini kemudian
dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya serapan diukur dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 516,1 nm (panjang gelombang
yang sebelumnya telah ditentukan).
c. Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal bebas DPPH dengan Sampel Uji
Pengujian dilakukan dengan cara, dibuat pengenceran sampel dari larutan
sampel induk 1000 ppm dengan konsentrasi 200; 100; 50; 25; 12,5; dan 6,25
µg/mL. Kemudian dari masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 4 ml dan
ditambahkan larutan DPPH 1 ml kedalam labu ukur. Selanjutnya dihomogenkan
dengan vortex dan dibiarkan selama 30 menit, lalu diukur serapan dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 516,1 nm.
Besarnya persentase pengikatan radikal bebas dihitung dengan rumus :
Nilai IC50 (50% Inhibitory Concentration) ditentukan menggunakan kurva
persamaan regresi linear dengan memplotkan konsentrasi ekstrak dengan besarnya
nilai pengikat radikal. AAI dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
𝐴𝐴𝐼 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐷𝑃𝑃𝐻 (
𝜇𝑔𝑚𝑙
)
𝐼𝐶50(𝜇𝑔𝑚𝑙
)
5. Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal bebas DPPH dengan Vitamin C
Murni
Pengujian dilakukan dengan dibuat pengenceran dari larutan stok vitamin C
dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 µg/mL. Kemudian dipipet sebanyak 4 ml dan
ditambah 1 ml DPPH 0,25 mM ke dalam labu ukur. Larutan dihomogenkan dengan
vortex dan dibiarkan selam 30 menit. Selanjutnya serapan diukur dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 516,1 nm.
3.3.6. Isolasi dan Pemurnian Senyawa
3.3.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pengujian dengan KLT dilakukan dengan menggunakan plat silikagel 60
GF sebagai fase diam. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang
5 cm pada ujung atas dan bawah diberi batas 0,5 cm. Untuk menentukan
pengembang yang optimum, dicoba berbagai komposisi pengembang.
KLT diujikan terhadap ketiga ekstrak yaitu ekstrak metanol, etil asetat dan
n-heksana. KLT juga diujikan terhadap fraksi yang didapatkan setelah dilakukan
pemisahan (kromatografi kolom). Ekstrak atau fraksi yang akan diuji dilarutkan
dalam beberapa mililiter pelarut yang sesuai (larutan uji), lalu ditotolkan pada titik
awal pergerakan dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah totolan kering,
dilakukan pengelusian di dalam bejana KLT yang telah dijenuhkan dan ditutup
rapat. Lempeng dikeluarkan dan dikeringkan setelah eluen mencapai garis atas.
Bercak diamati secara visual, dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm
dan 366 nm
3.3.6.2. Kromatografi Kolom
Pemisahan dengan kromatografi kolom dilakukan dilakukan terhadap
ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik yaitu ekstrak metanol
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Marchantia emarginata dengan menggunakan fase diam silika gel 60. Kolom
dipasang pada statif. Pada ujung bagian bawah dalam kolom diberi kapas kemudian
dialiri dengan pelarut n-heksana. Kolom yang digunakan berdiameter 2 cm dan
tinggi 17 cm. Silika gel 60 (fase diam) sebanyak 30 g yang telah ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan pelarut n-heksana
secukupnya lalu diaduk-aduk, selanjutnya dimasukkan ke dalam kolom sedikit
demi sedikit, kemudian kolom diketuk-ketuk hingga silika gel 60 memadat dan
permukaannya rata.
Sebanyak 2 g ekstrak yang telah ditimbang, ditambahkan dengan sedikit
metanol kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Campuran pelarut ditambahkan
sebagai fase gerak yang bertingkat kepolarannya yaitu digunakan n-heksana, etil
asetat dan metanol dengan berbagi perbandingan. Fase gerak dibuat sebanyak 300
mL dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit sambil kran dibuka, eluat yang
keluar dari kolom ditampung dalam vial dan diberi nomor.
Uji dengan KLT dilakukan pada setiap vial dengan eluen yang sesuai.
Kemudian setiap fraksi dilakukan penggabungan berdasarkan kesamaan pola
kromatogramnya dan dilakukan pemurnian selanjutnya dengan menggunakan
menggunakan Sephadex. Adapun pelarut yang digunakan adalah metanol. Kolom
yang digunakan berdiameter 1,5 cm dengan tinggi 25,5 cm.
3.3.6.3. Rekristalisasi
Hasil sephadex dan hasil kromatografi kolom yang berbentuk kristal
dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Kristal yang masih terdapat pengotor
dilarutkan dengan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai, kemudian
ditambahkan dengan pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda. Kemudian kristal
dipisahkan dari pengotornya.
3.3.6.4. KLT Dua Dimensi
Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis dua dimensi. KLT dua dimensi dilakukan terhadap senyawa aktif antioksidan
yang didapatkan (B3036). Plat KLT dibuat dengan bentuk bujur sangkar yang
setiap sisinya memiliki ukuran 5 cm. Kemudian senyawa dilarutkan dengan n-
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
heksana dan ditotolkan pada salah satu sisi plat dengan pipa kapiler, selanjutnya
plat KLT dielusi dengan fase gerak n-heksana dan etil asetat (4:1) dan dibiarkan
kering sesaat. Kemudian plat KLT dielusi kembali pada sisi lainnya dengan
menggunakan fase gerak yang sama, bercak dilihat dibawah lampu UV 254 nm.
3.3.7. Penentuan Struktur Molekul Senyawa
3.3.7.1. GC-MS
Senyawa yang didapatkan (B30360 kemudian ditentukan strukturnya
dengan menggunakan GC-MS. Senyawa dilarutkan dengan metanol pro analisa
kemudian diinjeksikan ke dalam GC-MS.
3.3.7.2. 1H-NMR
Identifikasi dan penentuan struktur molekul dilakukan terhadap senyawa murni
(B3036) dengan spektrometri resonansi magnetik inti proton (1H-NMR). Sejumlah
1 mg senyawa murni dilarutkan dengan 1 mL pelarut khusus untuk NMR yaitu
CDCl3. Selanjutnya diukur dengan alat spektroskopi 1H-NMR.
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Preparasi Sampel
Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumut hati
Marchantia emarginata Reiwn, Blume & Nees yang diperoleh di Curug Cigamea,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang kemudian dideterminasi
di herbarium bogoriense LIPI, Cibinong, Bogor (Lampiran 1). Talus dipisahkan
dari rizoidnya, dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran, lalu dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar.
Ekstrak dari senyawa yang akan diisolasi memiliki aktivitas antioksidan,
maka pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan, tidak dijemur dibawah
sinar matahari langsung karena akan merusak fisik dan kandungannya. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan senyawa akibat pemanasan dan
meminimalisir terjadinya kehilangan senyawa yang mudah menguap (atsiri) apabila
kemungkinan dalam tanaman tersebut mengandung senyawa minyak atsiri.
Simplisia yang telah kering disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang
tertinggal. Simplisia yang telah disortir, kemudian dihaluskan dengan blender
sampai halus. Simplisia halus yang didapatkan sebanyak 78,91 g. Simplisia
dihaluskan dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan simplisia sehingga
kontak dengan pelarut semakin besar dan proses ekstraksi pun dapat berjalan lebih
maksimal. Simplisia yang telah halus disimpan dalam wadah bersih, kering dan
terlindung dari cahaya untuk mencegah kerusakan bahan atau mutu simplisia.
4.2. Ekstraksi
Simplisia yang telah halus kemudian diekstraksi. Ekstraksi dilakukan
dengan metode maserasi. Pada maserasi, seluruh simplisia bersentuhan dengan
pelarut dalam wadah tertutup selama periode tertentu dengan beberapa kali
diguncang hingga zat terlarut. Metode ini digunakan karena sangat baik untuk
senyawa yang termolabil (Tiwari, 2011). Ekstraksi dilakukan secara bertingkat
dimulai dengan tingkat kepolaran yang rendah yaitu n-heksana, dilanjutkan dengan
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelarut semi polar yaitu etil asetat dan pelarut polar yaitu metanol. Maserasi
dilakukan hingga dihasilkan maserat dengan warna bening yang berarti tidak ada
lagi senyawa yang dapat ditarik.
Maserat yang telah disaring kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary
evaporator dengan suhu ± 38oC. Didapatkan ekstrak n-heksan sebanyak 1,09 g,
esktrak etil asetat sebanyak 1,55 g dan ekstrak metanol sebanyak 2,32 g. Rendemen
kemudian dihitung terhadap berat awal simplisia (Lampiran 3). Rendemen
didapatkan seperti pada tabel berikut
Tabel 4.1. Rendemen Ekstrak
Ekstrak % Rendemen
n-Heksana 1,39
Etil Asetat 1,97
Metanol 2,95
Rendemen seharusnya juga dihitung terhadap berat sampel segar. Salah satu
kekurangan dari penlitian ini adalah tidak ditimbangnya bobot dari sampel segar
sehingga rendemen terhadap bobot sampel segar tidak dapat dihitung.
4.3. Uji Antioksidan dengan Metode DPPH
Uji antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picryl
hidrazyl). Uji dilakukan terhadap ketiga ekstrak Marchantia emarginata yaitu
ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol untuk kemudian dilihat
ekstrak dengan aktivitas antioksidan paling baik. Uji antioksidan dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Metode ini dipilih karena prosedur kerjanya yang
sederhana, waktu pengerjaan yang relatif cepat dibanding metode lain dan memiliki
sensitivitas yang baik (Locatelli, dkk., 2009).
Uji kualitatif dilakukan dengan menggunakan plat KLT. Ekstrak n-heksana,
etil asetat dan metanol dilarutkan sedikit ke dalam pelarutnya. Masing-masing
ekstrak ditotolkan ke atas plat KLT dengan panjang 5 cm. Plat KLT kemudian
dielusi dengan eluen yang sesuai. Eluen yang digunakan untuk ekstrak n-heksana
yaitu n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 4:1, untuk ekstrak etil asetat
yaitu n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2, sedangkan untuk ekstrak
metanol yaitu etil asetat dan metanol dengan perbandingan 4 :1. Larutan DPPH 0,04
% kemudian disemprotkan ke atas plat KLT yang telah dielusi (Zhao, dkk., 2010).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1. KLT Ekstrak Metanol (a) Pada Panjang Gelombang 254 nm, (b) Pada Panjang Gelombang 366 nm, (c) Uji Kualitatif
Antioksidan dengan DPPH
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.2. KLT Ekstrak Etil Asetat (a) Pada Panjang Gelombang 254 nm, (b) Pada Panjang Gelombang 366 nm, (c) Uji Kualitatif
Antioksidan dengan DPPH
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.3. KLT Ekstrak n-Heksana (a) Pada Panjang Gelombang 254 nm, (b) Pada Panjang Gelombang 366 nm, (c) Uji Kualitatif
Antioksidan dengan DPPH
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelebihan dari uji kualitatif dengan metode DPPH yaitu analisisnya mudah,
cepat dan efisien, serta memungkinkan mengetahui adanya senyawa yang bersifat
sebagai antioksidan yang dapat dilihat secara visual. Hasil uji kualitatif menunjukan
bahwa terdapat bercak dengan warna kekuningan dengan latar ungu. Hal ini
menunjukan bahwa dalam ekstrak terdapat senyawa yang aktif sebagai antioksidan
(Pisochi, dkk., 2009). Uji antioksidan kemudian dilanjutkan ke uji kuantitatif.
Uji kuantitatif dilakukan dengan metode dari Chyau, dkk yaitu melarutkan
DPPH 4,9 mg ke dalam 50 ml metanol pro analisa sehingga didapatkan DPPH 0,25
mM. Blanko dibuat dengan memasukan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 ml ke dalam
4 ml metanol pro analisa. Panjang gelombang maksimum (λmax) diukur dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang maksimum yang
didapatkan yaitu 516,1 nm (Lampiran 4). Hal ini menunjukan bahwa DPPH yang
digunakan adalah benar karena dalam literatur tercantum bahwa DPPH memiliki
panjang gelombang maksimum 515-520 nm (Locatelli, dkk., 2009).
Larutan DPPH uji yang digunakan adalah larutan DPPH dengan konsentrasi
0,25 mM. Sharma dan Bhat (2009) menyatakan bahwa profil absorbansi DPPH
yang dilarutkan dalam metanol terbaik yaitu pada rentang konsentrasi 0,01 mM-0,2
mM. Konsentrasi 0,25 mM digunakan dikarenakan absorbansi yang terukur pada
spektrofortometer Uv-vis yaitu diantara 0,4-0,9. Jika absorbansi diatas 0,9
memungkinkan ketidakakuratan dan jika absorbansi dibawah 0,4 perbedaan antara
sampel dan blanko sulit dibedakan sehingga dipilih konsentrasi 0,25 mM (Hartwig,
dkk., 2012).
Larutan uji dibuat dengan menimbang masing-masing ekstrak sebanyak 10
mg kemudian dilarutkan ke 10 ml metanol pro analisa dalam labu ukur sehingga
didapatkan larutan induk 1000 ppm. Larutan dengan berbagai konsentrasi masing-
masing ekstrak dibuat dengan mengambil 1; 0,5; 0,25; 0,125; 0,0625; dan 0,0312
mL dengan mikropipet, kemudian dilarutkan kedalam metanol pro analisa dalam
labu ukur 5 ml. Didapatkan larutan uji dengan seri konsentrasi 200; 100; 50; 25;
12,5 dan 6,25 ppm. Blois, 1958 menyatakan bahwa antioksidan sangat kuat jika
nilai IC50 < 50 ppm, antioksidan kuat untuk IC50 50-100 ppm, antioksidan sedang
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jika IC50 bernilai 101-150 ppm dan aktivitas lemah jika IC50 bernilai 151-200 ppm.
Seri konsentrasi uji kemudian dipilih mewakili keempat kategori IC50 tersebut.
Larutan didiamkan selama 30 menit dalam ruang gelap. Larutan uji diukur
serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis. Prinsip dari metode DPPH adalah
interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal
hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika
semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan
berubah dari ungu tua menjadi kuning terang (Rajauria, dkk., 2007). Pengukuran
serapan dilakukan setelah dilakukan inkubasi selama 30 menit agar terjadi reaksi
antara DPPH sebagai radikal bebas dengan sampel yang diuji.
Didapatkan absorbansi rerata seperti pada tabel 4.3 (lampiran 5). Persentase
inhibisi kemudian dihitung dengan rumus. Pesamaan regresi linear didapatkan
dengan memplotkan konsentrasi terhadap persentase inhibisi. Didapatkan
persentase inhibisi untuk ekstrak metanol, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana
secara berurutan yaitu 147,80; 195,87; dan 935,07 ppm. Indeks aktivitas
antioksidan (AAI) diperoleh dengan membandingkan konsentrasi DPPH yang
digunakan dengan persentase inhibisi.
Tabel 4.2. Indeks Aktivitas Antioksidan
(sumber : Arulpriya, dkk., 2014)
AAI Kategori
AAI < 0.5 Aktivitas antioksidan lemah
AAI 0.5 – 1.0 Aktivitas antioksidan sedang (Moderate)
AAI 1.0 – 2.0 Aktivitas antioksidan kuat
AAI > 2.0 Aktivitas antioksidan sangat kuat
Indeks aktivitas antioksidan ekstrak metanol yaitu 0,66 yang menunjukan
bahwa ekstrak metanol Marchantia emarginata memiliki aktivitas antioksidan
sedang (Arulpriya, dkk., 2014). Indeks aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat yaitu
0,50 yang menunjukan bahwa ekstrak etil asetat Marchantia emarginata memiliki
aktivitas antioksidan sedang (Arulpriya, dkk., 2014). Indeks aktivitas antioksidan
ekstrak n-heksana yaitu 0,10 yang menunjukan bahwa ekstrak n-heksana
Marchantia emarginata memiliki aktivitas antioksidan lemah (Arulpriya, dkk.,
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014). Ekstrak metanol Marchantia emarginata memiliki indeks aktivitas
antioksidan tertinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan n- heksana yaitu
0,66, selain itu juga memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan ekstrak etil
asetat dan n-heksana, maka ekstrak metanol dipilih untuk diisolasi lebih lanjut.
Tabel 4.3. Uji Kuantitatif Antioksidan terhadap Ekstrak
Konsentrasi Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi Rata-
rata
IC50
(ppm) AAI
Ekstrak Metanol
Blanko 0,49 -
147,80 0,66
200 ppm 0,18 63,77
100 ppm 0,30 38,07
50 ppm 0,38 22,84
25 ppm 0,41 16,99
12,5 ppm 0,43 12,10
6,25 ppm 0,44 9,72
Ekstrak Etil Asetat
Blanko 0,81 -
195,86 0,50
200 ppm 0,49 48,74
100 ppm 0,30 30,39
50 ppm 0,18 18,30
25 ppm 0,09 9,23
12,5 ppm 0,05 4,72
6,25 ppm 0,02 1,95
Ekstrak n-Heksana
Blanko 0,64 -
935,07 0,11
200 ppm 0,57 11,44
100 ppm 0,60 6,64
50 ppm 0,61 4,28
25 ppm 0,62 2,19
12,5 ppm 0,63 1,78
6,25 ppm 0,53 1,36
Kontrol positif atau pembanding yang digunakan adalah Vitamin C.
Vitamin C lebih banyak digunakan daripada BHT karena vitamin C merupakan
antioksidan alami yang lebih baik dibandingkan antioksidan sintetik. Atom
hidrogen pada gugus hidroksil berikatan dengan radikal bebas sehingga
meningkatkan stabilitas radikal bebas. Vitamin C memiliki empat gugus hidroksil
sedangkan BHT hanya memiliki satu gugus hidroksil, sehingga aktivitas
antioksidan vitamin C jauh lebih kuat dibandingkan BHT (Muharni, dkk., 2013).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Vitamin C dibuat pada konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Data yang
didapatkan seperti pada tabel 4.4. Konsentrasi hambat 50% (IC50) didapatkan 1,81
ppm dan indeks aktivitas antioksidan sebesar 54,26 yang menunjukan bahwa
aktivitas antioksidan yang dimilikinya sangat kuat. Jika dibandingkan, aktivitas
antioksidan yang dimiliki oleh ektsrak metanol Marchantia emarginata tidak
sekuat aktivitas yang dimiliki vitamin C.
Tabel 4.4. Uji Kuantitatif Antioksidan terhadap Vitamin C
Konsentrasi Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
Rata-rata
IC50
(ppm) AAI
Blanko 0,38 -
1,81 54,26
1 ppm 0,28 25,76
2 ppm 0,15 59,65
3 ppm 0,08 78,34
4 ppm 0,02 95,55
5 ppm 0,01 96,16
4.4. Isolasi Senyawa Murni
Ekstak metanol Marchantia emarginata kemudian diisolasi dengan metode
pemisahan kromatografi kolom. Sebanyak 2 g ekstrak dimasukan ke dalam kolom
berisi gel silika 60 yang telah disiapkan, kemudian dielusi dengan elusi gradien.
Elusi gradien dilakukan dengan campuran pelarut untuk memisahkan senyawa
berdasarkan tingkat kepolarannya. Elusi isokratik atau eluen dengan rasio tetap
tidak digunakan karena tidak dapat memisahkan ekstrak kasar (Saifudin, 2014).
Eluen yang digunakan dimulai dengan tingkat kepolaran yang rendah yaitu
n-heksana : etil asetat (9:1, 4:1, 3:2, 2:3 dan 1:4), etil asetat 100%, etil asetat :
metanol (9:1, 4:1, 3:2, 2:3 dan 1:4) dan metanol 100%. Didapatkan 198 vial,
kemudian setiap nomor genap dilakukan KLT dengan eluen campuran dari n-
heksana dan etil asetat (lampiran 9).
Hasil KLT dengan spot yang sama, kemudian digabungkan. Vial nomor 1-
9 digabungkan kemudian dilabel sebagai fraksi A, vial nomor 10-22 sebagai fraksi
B, vial nomor nomor 23-24 sebagai fraksi C, vial nomor 25-28 sebagai fraksi D,
vial nomor 29-31 sebagai fraksi E, vial nomor 32-34 sebagai fraksi F, vial nomor
35-40 sebagai fraksi G, vial nomor 41-44 sebagai fraksi H, vial nomor 45-51
sebagai fraksi I dan vial nomor 52-70 sebagai fraksi J
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5. Bobot Fraksi A-J
Fraksi Nomor Vial Bobot (mg)
A 1-9 57,3
B 10-22 41,7
C 23-24 7,9
D 25-28 14,1
E 29-31 10,4
F 32-34 8,4
G 35-40 10,3
H 41-44 2,3
I 45-51 60,4
J 52-70 30,0
Uji antioksidan terhadap fraksi hanya dilakukan secara kualitatif, hal ini
dikarenakan sedikitnya bobot fraksi yang didapatkan, dikhawatirkan jika dilakukan
uji kuantitatif sulit untuk mengisolasi senyawa yang ada pada fraksi. Hasil uji
kualitatif antioksidan didapatkan hasil seperti pada gambar 4.5. Fraksi yang
memberikan pola bercak dengan aktivitas antioksidan yang banyak adalah fraksi B
Kromatografi Kolom Eluen : n-Heksana, Etil Asetat dan Metanol
(berbagai perbandingan)
Fase diam : 20 g Silika Gel
Ekstrak Metanol 2 g
Vial
No.1-9
Fraksi A
Vial
No.10-22
Fraksi B
Vial
No.23-24
Fraksi C
Vial
No.25-28
Fraksi D
Vial
No.29-31
Fraksi E
Vial
No.32-34
Fraksi F
Vial
No.35-40
Fraksi G
Vial
No.41-44
Fraksi H
Vial
No.45-51
Fraksi I
Vial
No.52-70
Fraksi J
Uji Kualitatif Antioksidan (Metode DPPH)
Gambar 4.4. Bagan Kromatografi Kolom Ekstrak Metanol
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan bobot 41,7 mg, sehingga terhadap fraksi tersebut dilakukan pemisahan lebih
lanjut dengan kromatografi kolom menggunakan sephadex.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.5. Uji Kualitatif Antioksidan terhadap Fraksi A-J (a) Fraksi A dan B (n-heksana : etil asetat, 4:1), (b) Fraksi C, D, E, F, G (n-heksana : etil asetat,
3:2), (c) Fraksi H (n-heksana : etil asetat, 5:5), (d) Fraksi I dan J (n-heksana : etil asetat, 9:1)
Purifikasi dengan kromatografi kolom lebih lanjut dilakukan terhadap fraksi
dengan bobot antara 0,1-4 g. Digunakan sephadex LH-20 untuk memekatkan
molekul kecil. Sephadex sangat menguntungkan untuk isolasi polifenol, sedangkan
silika gel seringkali menjerap senyawa polifenol (Saifudin, 2014). Fraksi B
dimasukan kedalam kolom yang berisi sephadex, kemudian dielusi menggunakan
metanol.
Didapatkan 36 vial, kemudian diuji aktivitas antioksidannya secara
kualitatif. Eluen yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat dengan
KLT & Uji Kualitatif Antioksidan
(Metode DPPH)
Fraksi B
Kromtografi Kolom Fase diam : Sephadex LH20
Eluen : Metanol
36 fraksi
Vial No. 30-36
Rekristalisasi, KLT & Uji Kualitatif Antioksidan (Metode DPPH)
Gambar 4.6. Bagan Kromatografi Kolom Fraksi B
A B C D E F G H I J
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perbandingan 4:1. Didapatkan senyawa aktif dengan satu bercak yang sama pada
plat KLT pada vial nomor 30 sampai 36 yang selanjutnya digabung dan dilabel
sebagai B3036. Senyawa B3036 kemudian dilakukan KLT dua dimensi dan
penentuan struktur dengan 1H-NMR.
Gambar 4.7. KLT Fraksi B Vial Nomor 30-36 (a) Pada panjang gelombang 254 nm, (b) Pada panjang gelombang 365 nm, (c) Uji Kualitatif
Antioksidan dengan DPPH
Gambar 4.8. KLT Senyawa B3036 (a) Pada panjang gelombang 254 nm, (b) Pada panjang gelombang 365 nm, (c) Uji Kualitatif
Antioksidan dengan DPPH
(a)
(b)
(c)
(a)
(b)
(c)
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6. Karakteristik Senyawa B3036
4.5. Penentuan Struktur Senyawa
4.5.1. GC-MS
Senyawa dianalisis dengan menggunakan alat kromatografi gas –
spektroskopi massa. Senyawa B3036 dilarutkan dengan menggunakan metanol
kemudian diinjek ke dalam alat. Pada spektrum kromatografi gas, jika sampel
mengandung banyak senyawa, terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam
spektrum tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari
literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel.
Namun, hasil analisa menunjukan tidak ada peak yang muncul (lampiran
11). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa B3036 yang dianalisis tidak terdeteksi
dengan menggunakan alat tersebut. Senyawa B3036 yang tidak terdeteksi
kemungkinan dikarenakan senyawa tersebut bukanlah senyawa yang mudah
menguap.
4.5.2. Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Penentuan struktur dilakukan dengan menggunakan resonansi magnetik inti
proton (1H-NMR). Analisis struktur kimia dengan 1H-NMR, memungkinkan untuk
mengetahui adanya proton dalam suatu struktur molekul. Data yang dihasilkan dari
1H-NMR berupa pergeseran kimia yang dapat dianggap sebagai ciri bagian tertentu
dari suatu struktur molekul dan dapat membantu mengidentifikasi tiap gugus suatu
Bentuk : Kristal
Warna : Kuning kecoklatan
Kelarutan : Larut dalam etil asetat dan
kloroform
Bau : Tidak berbau
Bobot : 1,7 mg
Eluen : n-Heksana : Etil asetat (4:1)
Rf : 0,28
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa. Analisa 1H-NMR dilakukan dengan menggunakan pelarut CDCl3, sistem
konsol DD2, yang beroperasi pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125 MHz (13C).
Tabel 4.7. Pergeseran Kimia 1H pada Senyawa Organik (Sumber : Field, dkk., 2007)
Group δ 1H
(ppm dari TMS)
Trimetilsilen (CH3)4Si 0
Gugus Metil terikat pada atom C terhibridisasi sp3 0.8-1.2
Gugus Metilen terikat pada atom C terhibridisasi sp3 1.0-1.5
Gugus Metin terikat pada atom C terhibridisasi sp3 1.2-1.8
Proton Asetilen 2-3.5
Proton Oleofinik 5-8
Proton Aromatik dan Heterosiklik 6-9
Proton Aldehid 9-10
Proton –OH pada alkohol, fenol atau asam karboksiat, proton –SH pada tiol, proton –
NH pada amina dan amida tidak memiliki range pergeseran kimia tetap
Senyawa B3036 yang telah dianalisis menunjukan spektrum seperti pada
Gambar 4.9 (Lampiran 12). Hasil analisis menunjukan bahwa senyawa memiliki
proton aromatik atau heterosiklik yaitu pada δH 7,08 – 7,64. Pada δH 9,23 terlihat
sebuah peak yang menunjukan bahwa senyawa memiliki proton aldehid. Pada δH
4,06 dan δH 4,13 terdapat gugus metilen yag berikatan dengan gugus alkoksi (Field,
dkk., 2007).
Tabel 4.8. Tabel Pergeseran Kimia Senyawa B3036
No. δH Gugus Fungsi
1. 4,06 2H(CH2-O)
2. 4,13 2H (CH2-O)
3. 5,84 1H (CH=CH2)
4. 7,09-7,10 1H (Aromatik)
5. 7,24 1H (Aromatik)
6. 7,44-7,49 2H (Aromatik)
7. 7,58-7,64 2H (Aromatik)
8, 9,23 CHO
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.9. Spektrum 1H-NMR Senyawa B3036
4.6. Uji Kemurnian Senyawa dengan KLT Dua Dimensi
KLT dua dimensi digunakan untuk menguji kemurnian suatu senyawa
dilihat dari bercak yang dihasilkan dengan kromatografi secara dua arah. Senyawa
dikatakan murni apabila memiliki bercak tunggal setelah dilakukan pengujian
dengan KLT dua dimensi. Hasil KLT dua dimensi dari senyawa B3036
menunjukkan bercak tunggal dengan nilai Rf 0,28 sehingga dapat diindikasikan
bahwa senyawa telah murni.
1
2
Gambar 4.10. KLT Dua Dimensi
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Isolasi dilakukan terhadap fraksi aktif antioksidan terbaik yaitu ekstrak
metanol dengan AAI sebesar 0,66 yang termasuk ke dalam antioksidan moderate.
Senyawa murni aktif antioksidan yang didapatkan yaitu senyawa B3036 dengan
bobot sebesar 1,7 mg dari 2,33 g ekstrak metanol. Senyawa B3036 memiliki Rf
0,28 merupakan senyawa non volatile, dan memiliki gugus aromatik, aldehid dan
alkoksi
5.2. Saran
1. Diperlukan pengambilan sampel segar lebih banyak agar senyawa yang
disolasi lebih banyak
2. Diperlukan penimbangan sampel segar awal sebelum dikeringkan
3. Diperlukan data lebih lanjut mengenai penentuan struktur dari senyawa B3036
yang meliputi data FTIR, LC-MS, 13C-NMR dan NMR dua dimensi (HMBC,
HMQC dan NOESY) sebagai data pendukung dari struktur senyawa B3036.
4. Diperlukan uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dari senyawa B3036
untuk mengetahui seberapa kuat aktivitas antioksidan dari senyawa tersebut.
5. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa metabolit
sekunder dari tanaman ini karena beberapa fraksi yang potensial masih
berpeluang untuk ditemukannya senyawa-senyawa lain.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Adrianingsih, R. 2009. Penggunaan High Permformance Liquid Chromatography
(HPLC) Dalam Proses Analisa Ion. Berita Dirgantara Vol. 10 No. 4.
Allen RG, Tressini M. 2000. Oxidative Stress and Gene Regulation. Free Radical
BioMed, 463-99
Amersham Pharmacia Biotech. 1998. Gel Filtration: Principles and Methods.
Sweden: Amersham Pharmacia Biotech.
Anita Pinalia. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk
meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat. LAPAN : Majalah
Sains dan Teknologi DirgantaraVol.6 No.2 Juni 2011, 64-70.
Arulpriya, P and P.Lalitha.2014. Anti-inflammatory and Antioxidant Activity Index
of The Aerial Roots of Rhaphidophora aurea (Linden Ex Andre) Intertwined
Over Different Host Trees. India : Journal of Pharmacy Research
2014,8(7),893-898, ISSN: 0974-6943
Asakawa, Y, Ludwiczuk, A, Nagashima, F, Masao Toyota, Toshihiro Hashimoto,
Motoo Tori, Yoshiyasu Fukuyama dan Liva Harinantenaina. 2009.
Bryophytes: Bio- and Chemical Diversity, Bioactivity and Chemosystematics.
Tokushima : Heterocycles, Vol.77, No.1 DOI: 10.3987/REV-08-SR(F)3
Asakawa, Y. Masao Toyota, Motoo Tori dan Toshihiro Hashimoto. 2000. Chemical
Structures of Macrocyclic Bis(bibenzyls) Isolated from Liverworts
(Hepaticae). Jepang : IOS Press Spectroscopy 14 (2000) 149–175 149
Asakawa, Y., 2012. Medicinal and Aromatic Plants Liverworts-Potential Source of
Medicinal Compounds. , 1(3), pp.1–2.
Asakawa, Yoshinori. 2007. Biologically Active Compounds from Bryophytes.
Tokushima : Pure Appl. Chem., Vol. 79 No. 4, DOI:
10.1351/pac200779040557
Astarina, N. W. G., Astuti, K. W., Warditiani, N. K. 2013. Skrining Fitokimia
Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Bali : Jurnal
Farmasi UDayana
Daintith, J (Editor). 1994. Kamus Lengkap Kimia. Terjemahan Suminar Achmadi.
Jakarta: Erlangga
Day,R. A., dan Underwood, A. L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif (Penerjemah
Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D.). Jakarta: Penerbit Erlangga
Departemen Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan terjemahannya. Bandung:
Diponegoro.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia jilid VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Droge W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol
Rev 82:47—95
Fadhilla, R. 2010. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Tumbuhan Lumut Hati
(Marchantia paleacea) Terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk Makanan.
Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Field L D, S. Sternhell, dan J R Kalman. 2007. Organic Structures from Spectra
Fourth Edition. New york: John Wiley and Sons Ltd
Gandjar, I, G. , Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Glime, J. M. 2013. Meet the Bryophytes. Chapt. 2-1. In: Glime, J. M. Bryophyte
Ecology. Volume 1. Physiological Ecology. Ebook; diakses pada 3 Mei 2017
Goffinet, B., dan Shaw, A. J., 2009. Bryophyte Biology, 2nd ed. New York :
Cambrige University Press
Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in vitro. Di dalam :
Hudson, B. J. F. (ed). London : Food Antioxidants. Elsevier Applied Science.
Grassman J. 2005. Terpenoids as Plant Antioxidants. German : Elsevier Vitamins
and Hormones Vol. 72, DOI: 10.1016/S0083-6729(05)72015-X
Gritter, R. J. Bobbit, J.M dan Scawarting, A.E,. 1991. Pengantar Kromatografi,
Edisi II, Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB Press
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Ed II., Diterjemahkan Oleh Kosasih
Patmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: ITB
Hartwig, Vanessa Graciela, Brumovsky, Luis Alberto, Fretes, Raquel María, Lucila
Sánchez Boado. 2012. A Novel Procedure to Measure The Antioxidant
Capacity of Yerba Maté Extracts. Argentina :Ciênc. Tecnol. Aliment.,
Campinas, 32(1): 126-133, Jan.-Mar. 2012
Hasan, M. dan Ariyanti, N. S. 2004. Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango Volume 1. Balai Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Cibodas
Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. Fundamental of
Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia : Penerbit Elsevier.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hostettman, K; Hostettman, M; Maerston. 1995. Preparative Chromatography
Technique:Application in Natural Product Isolation. (diterjemahkan Oleh
Kosasih P) Bandung: Penerbit ITB.
Huang, Wei-Jan, Chia-Li Wu, Chia-Wei Lin, Li-Ling Chi, Pen-Yuan Chen, Chun-
Jung Chiu, Chung-Yang Huang, Chia-Nan Chen. 2009. Marchantin A, a
Cyclic Bis-(Bibenzyl Ether), Isolated from Liverwort Marchantia
Emarginata subsp. Tosana Induces Apoptosis in Human MCF-7 Breast
Cancer. Taiwan : Elsevier, DOI : 10.1016/j.canlet.2009.10.006
Komala, Ismiarni, Azrifitria, Yardi, Ofa Suzanti Betha, Finti Muliati, dan
Maliyathun Ni’mah. 2015. Antioxidant and Anti-Inflamatory Activity of The
Indonesian Ferns, Nephrolepis falcata and Pyrrosia lanceolata. Indonesia :
Internasional Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, Vol. 7 I 12,
ISSN 0975-1491
Kumar Gupta, Subash., Anand Shrma dan Saurav Moktan. 2015. A Review on Some
Spescies of Marchantia with Reference to Distribution, Characterization and
Importance. India: World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences
Vol. 4 ISSN 2278 – 4357
Locatelli, M., Gindro, R., Travaglia, F., Coïsson, J.D., Rinaldi, M., & Arlorio, M.
(2009). Study of the DPPH-scavenging activity: Development of a free
software for the correct interpretation of data. Food Chemistry, 114,889–
897.
Ludwiczuk, A., et al. 2008. Volatile Components from Selected Mexican,
Ecuadorian, Greek, German, and Japanese Liverworts. Natural Product
Communication. Vol 3(2) : 133- 140
Manvi, F.V., Nanjawade, B.K, dan Singh, S. 2011. Pharmacological Sreening of
Combined Extract of Annova Squamosa and Nigella Sativa. Pharmacology,
Vol 2.
Muharni, Elfita, Amanda. 2013. Aktivitas Antioksidan Senyawa (+) Morelloflavon
Dari Kulit Batang Tumbuhan Gamboge (Garcinia xanthochymus).
Lampung :ESProsiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Pisoschi AM, Negulescu GP. 2011. Methods for Total Antioxidant Activity
Determination: A Review. Biochem & Anal Biochem 1:106. DOI:
10.4172/2161-1009.1000106
Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan beberapailmu serumpun,
(Terjemahan Gembong Tjitrosoepomo). Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta
Pranoto, E.N., Widodo, F.M., dan Delianis P. (2012). Kajian Aktivitas Bioaktif
Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Jamur Candida
albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pratt, D.E dan B.J.F Hudson. 1990. Natural Antioxidant Not Exploited
Commercially. Di dalam Food antioxidant. Hudson, B.J.F (ed). London:
Elsevier Applied science
Rajauria, G., Jaiswal, A.K., Abu-Ghannam, N., Gupta, S. 2012. Antimicrobial,
Antioxidant and Free Radical-Scavenging Capacity of Brown Seaweed
Himanthalia Elongata from Western Coast of Ireland. Journal of Food
Biochemistry. doi:10.1111/j.1745-4514.2012.00663.x
Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik
Pemurnian Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish ISBN 978-602-280-472-7
Schuler, P. 1990. Natural Antioxidant Exploited Commercially. In : Food
Antioxidants. B. J. F. Hudson (ed). London : Elsevier Applied Science.
Silverstein, R.M., Basseler, G.C., Morrill, T.C. 1991. Spectrometric Identification
of Organic Compound (5th Edition.). New York Jhon Wiley & Sons, Inc.
Sri Wahdaningsih, S.W. and E.P.S., 2013. Isolation and Identification of
Antioxidant Compounds in Fern Stems (Alsophila Glauca J.Sm) using DPPH
Method (2,2-Diphenyl- 1-Picrylhydrazyl). , 18(January), pp.5–10.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerjemah :
Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB
Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik, cetakan 1, Jakarta: Ghalia.
Suhartono. 2002. Uji Kandungan Vitamin E dan Aktivitas Antioksidan pada
Kecambah Kacang Hijau dan Kedelai dengan Umur Berbeda. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang : Jurusan Biologi FSAINSTEK UIN Malang.
Svehla, 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Tiwari, P. Kumar, B. Kaur, G. Kaur H. 2011. Phytochemical Screening and
Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Vol.I, Issue,I.
Vasi, S.M. et al., 2012. Biological Activities of Extracts from Cultivated Granadilla
Passiflora alata. , pp.208–218.
Watson, D,G,. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Penerjemah: Winny R. Syarief, Edisi kedua. Jakarta
: EGC.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton
Mifflin Company, USA.
Windadri, F.I. 2009. Keanekaragaman Lumut di Resort Karang Rajang, Taman
Nasional Ujung Kulon Banten. Jurnal Teknik Lingkungan Vol:10 No 1, hal
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
:19-25. Bidang Botani, Pusat Penelitian Bologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Jakarta
Xiao, J.B, X.Q. Chen, Y.W. Zhuang, X.Y. Jiang dan M. Xu. 2006. Cytotoxicity of
Marchantia convulta Leaf Extracts to Humat Liver and Lung Cancer. China
: Brazilian Journal of Medical and Bioloical Research 39 (6) ISSN 0100-
879X
Zhao, Jing, Jiang-sheng Zhang, Bin Yang, Guang-Ping Lv dan Shao-Ping Li. 2010.
Free Radical Scavenging Activity and Characterization of Sesquiterpenoids
in Four Species of Curcuma Using a TLC Bioautography Assay and GC-MS
Analysis. China : Molecules 2010, 15, 7547-7557;
doi:10.3390/molecules15117547 ISSN 1420-3049
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dibersihkan, disortasi basah, dikeringkan
dan dihaluskan
Dimaserasi dengan pelarut dengan
kepolaran bertingkat, disaring dan
dipekatkan dengan Rotary Evaporator
Fase diam: Sephadex, Fase gerak:
Metanol
Fase diam: Silika Gel G60,
Fase gerak: sesuai dengan
yang digunakan pada KLT
Eluen disesuaikan
GC-MS dan NMR
Lampiran 2. Bagan Alur Kerja
Marchantia emarginata
Reinw., Blume & Nees
Simplisia
Marchantia emarginata
Ekstrak Etil Asetat
M. emarginata
Uji Kualitatif Antioksidan dengan DPPH
Uji Kuantitatif Antioksidan dengan DPPH
Kromatografi Kolom
Kristal Non-Kristal
KLT
Uji Antioksidan dengan DPPH
KLT
Kromatografi Kolom
Rekristalisasi Fraksi
Penentuan Struktur Senyawa
Ekstrak N-heksana
M. emarginata
Ekstrak Metanol
M. emarginata
KLT
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak
Simplisia Serbuk = 78,91 g
Ekstrak Metanol = 2,32 g
Ekstrak Etil Asetat = 1,55 g
Ekstrak n-Heksana = 1,09 g
Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 2,3247 𝑔
78,91 𝑔× 100%
= 2,9460 %
Perhitungan Rendemen Ekstrak Etil Asetat
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑡𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 1,5526 𝑔
78,91 𝑔× 100%
= 1,97 %
Perhitungan Rendemen Ekstrak n-Heksana
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑛 − 𝐻𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎 = 1,0942 𝑔
78,91 𝑔× 100%
= 1,39 %
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) Area (Abs*nm) Valley (nm) Valley (abs)
1 600.0 515.8 400.0 0.470 56.148 400.0 0.120
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Marchantia emarginata
Ekstrak Metanol Absorbansi Absorbansi Rata-rata %Inhibisi
Blanko
0,490
0,49 0,491
0,490
200 ppm
0,172
0,18 63,77 0,186
0,175
100 ppm
0,303
0,30 38,07 0,298
0,310
50 ppm
0,379
0,38 22,84 0,380
0,376
25 ppm
0,411
0,41 16,99 0,405
0,405
12,5 ppm
0,435
0,431 12,10 0,425
0,433
6,25 ppm
0,446
0,44 9,72 0,441
0,441
y = 0,2769x + 9,0763R² = 0,9978
0
10
20
30
40
50
60
70
0 50 100 150 200 250
%In
hib
isi
Konsentrsi (ppm)
Ekstrak Metanol
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Marchantia emarginata
y = 0,2389x + 3,2079R² = 0,9778
0
10
20
30
40
50
60
0 50 100 150 200 250
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak Etil
Asetat Absorbansi Absorbansi Rata-Rata % Inhibisi
Blanko
0,840
0,80 - 0,809
0,766
200 ppm
0,416
0,41 48,74 0,414
0,408
100 ppm
0,562
0,56 30,39 0,561
0,558
50 ppm
0,672
0,66 18,30 0,634
0,667
25 ppm
0,727
0,73 9,23 0,744
0,721
12,5 ppm
0,767
0,76 4,72 0,769
0,765
6,25 ppm
0,787
0,79 1,95 0,795
0,786
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksana Marchantia emarginata
Ekstrak
n-Heksana Absorbansi Absorbansi Rata-rata % Inhibisi
Blanko
0,649
0,64 - 0,629
0,636
200 ppm
0,569
0,57 11,44 0,564
0,562
100 ppm
0,593
0,60 6,64 0,598
0,596
50 ppm
0,607
0,61 4,28 0,615
0,61
25 ppm
0,624
0,62 2,19 0,626
0,622
12,5 ppm
0,63
0,63 1,78 0,625
0,625
6,25 ppm
0,63
0,63 1,36 0,629
0,629
y = 0,0522x + 1,1894R² = 0,9942
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200 250
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Ekstrak n-Heksana
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Hambat 50% (IC50) dan Indeks Aktivitas
Antioksidan (AAI)
Ekstrak Persamaan Regresi Linear R2
Metanol y = 0,2769x + 9,0763 0,9978
Etil Asetat y = 0,2389x + 3,2079 0,9778
n-Heksana y = 0,0522x + 1,1894 0,9942
Ekstrak Metanol
𝑰𝑪𝟓𝟎 → 𝒚 = 𝟎, 𝟐𝟕𝟔𝟗𝐱 + 𝟗, 𝟎𝟕𝟔𝟑
50 = 0,2769 𝑥 + 0,0763
𝑥 =50−0,0763
0,2769
𝑥 = 147,79 𝑝𝑝𝑚
𝑨𝑨𝑰 → 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻
𝐼𝐶50
𝑲𝒐𝒏𝒔𝒆𝒏𝒕𝒓𝒂𝒔𝒊 𝑫𝑷𝑷𝑯 = 4,9 𝑚𝑔
50 𝑚𝑙
= 98 𝑝𝑝𝑚
𝑨𝑨𝑰 = 98 𝑝𝑝𝑚
147,7923 𝑝𝑝𝑚
= 0,66
Ekstrak Etil Asetat
𝑰𝑪𝟓𝟎 → 𝐲 = 𝟎, 𝟐𝟑𝟖𝟗𝐱 + 𝟑, 𝟐𝟎𝟕𝟗
50 = 0,2389 𝑥 + 3,2079
𝑥 =50−3,2079
0,2389
𝑥 = 195,86 𝑝𝑝𝑚
𝑨𝑨𝑰 → 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻
𝐼𝐶50
𝑲𝒐𝒏𝒔𝒆𝒏𝒕𝒓𝒂𝒔𝒊 𝑫𝑷𝑷𝑯 = 4,9 𝑚𝑔
50 𝑚𝑙
= 98 𝑝𝑝𝑚
𝑨𝑨𝑰 = 98 𝑝𝑝𝑚
195,8648 𝑝𝑝𝑚
= 0,50
Ekstrak n-Heksana
𝑰𝑪𝟓𝟎 → 𝐲 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟐𝟐𝐱 + 𝟏, 𝟏𝟖𝟗𝟒
50 = 0,0522 𝑥 + 1,1894
𝑥 =50−1,1894
0,0522
𝑥 = 935,07 𝑝𝑝𝑚
𝑨𝑨𝑰 → 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻
𝐼𝐶50
𝑲𝒐𝒏𝒔𝒆𝒏𝒕𝒓𝒂𝒔𝒊 𝑫𝑷𝑷𝑯 = 4,9 𝑚𝑔
50 𝑚𝑙
= 98 𝑝𝑝𝑚
𝑨𝑨𝑰 = 98 𝑝𝑝𝑚
935,0689 𝑝𝑝𝑚
= 0,10
HASIL KOLOM
NO. 254 nm 356 nm DPPH
2-20
20-42
Lam
pira
n 9
. KL
T H
asil Kro
mato
grafi K
olo
m E
kstrak
Metan
ol
56
UIN
Syarif H
idayatu
llah Jakarta
52-70
72 – 88
57
UIN
Syarif H
idayatu
llah Jakarta
90-108
58
UIN
Syarif H
idayatu
llah Jakarta
1-12
13-24
Lam
pira
n 1
0. K
LT
Hasil K
rom
atografi K
olo
m F
raksi B
59
UIN
Syarif H
idayatu
llah Jakarta
25-36
60
UIN
Syarif H
idayatu
llah Jakarta
61
Lampiran 11. Spektrum GC-MS Senyawa B3036
62
Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR Senyawa B3036
63