isolasi dan karakterisasi senyawa pada salah...

38
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI FRIWEN RAJA AMPAT NUR ZAMIRAH N111 13 512 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA

    SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI

    FRIWEN RAJA AMPAT

    NUR ZAMIRAH

    N111 13 512

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2017

  • ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA

    SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI

    FRIWEN RAJA AMPAT

    SKRIPSI

    untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

    NUR ZAMIRAH

    N111 13 512

    PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

    2017

  • iii

    PERSETUJUAN

    ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA SALAH SATU

    SPONS YANG DI AMBIL DARI FRIWEN RAJA AMPAT

    NUR ZAMIRAH

    N111 13 512

    Disetujui oleh :

    Pembimbing Utama,

    Subehan. S.Si., M. Pharm.Sc., Ph.D., Apt. NIP. 19750925 200112 1 002

    Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

    Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. Ismail., S.Si., M.Si., Apt. NIP. 19561011 198603 2 002 NIP. 19850805 201404 1 001

    Pada tanggal, 14 Agustus 2017

  • iv

    PENGESAHAN

    ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA SALAH SATU

    SPONS YANG DI AMBIL DARI FRIWEN RAJA AMPAT

    Oleh

    NUR ZAMIRAH

    N111 13 512

    Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi

    Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

    Pada Tanggal : 14 Agustus 2017

    Panitia Penguji Skripsi :

    1. Ketua

    Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt. :………………

    2. Sekretaris

    Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. :………………

    3. Ex. Officio

    Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt. :………………

    4. Ex. Officio

    Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. :………………

    5. Ex. Officio

    Ismail, S.Si., M.Si., Apt. :………………

    6. Anggota

    Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. :………………

    Mengetahui :

    Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. NIP. 19641231 199002 1 005

  • v

    PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Nur Zamirah

    NIM : N111 13 512

    Judul Skripsi : ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA

    SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI

    FRIWEN RAJA AMPAT

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya

    saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

    memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

    pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

    ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

    dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak

    benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

    Makassar, 14 Agustus 2017

    Penulis

    Nur Zamirah

  • vi

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Bismillahirrahmaanirrahiim,

    Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji hanya bagi Allah subhanahu

    wa ta’ala Rabb Semesta Alam Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

    Maha Bijaksana, dan Maha Berilmu yang telah memberi rahmat dan

    karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan

    penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan

    kepada Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam sebaik-baik

    contoh dan teladan yang telah menyampaikan risalah kebenaran bagi

    seluruh ummatnya.

    Selama proses pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini,

    tentunya penulis mendapatkan begitu banyak bantuan, dukungan, dan

    nasehat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat dan

    kasih sayang, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada:

    1. Pembimbing utama, Bapak Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt.,

    pembimbing pertama, Ibu Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt., dan

    pembimbing kedua, Bapak Ismail, S.Si., M.Si.,Apt., dengan penuh

    kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    karena telah meluangkan banyak waktu, petunjuk, perhatian dan

    kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari

    saat mengerjakan perencanaan penelitian hingga selesainya

    penelitian dan skripsi ini.

  • vii

    2. Tim penguji, Ibu Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt., selaku ketua

    penguji , Ibu Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. selaku sekretaris penguji

    dan Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku anggota penguji

    atas waktunya dalam memberikan masukan dan saran selama

    penyusunan skripsi ini.

    3. Dekan, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III Fakultas

    Farmasi, serta Dr., Rahmawati Syukur, M.Si., Apt. (Almh) dan Ibu Dr.

    Latifah Rahman, DESS, Apt. selaku penasehat akademik penulis,

    serta bapak/ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, yang

    telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

    4. Terima kasih untuk yang teristimewa kepada kedua orang tua penulis

    Bapak H. Tharmizi Thamrin dan Ibu Hj. Fatmawati atas segala doa,

    kasih sayang, nasehat, kepercayaan, pengorbanan, yang selalu

    menjadi motivator bagi penulis.

    5. Terima kasih kepada saudara-saudara penulis dan seluruh keluarga

    penulis yang telah memberikan semangat tiada hentinya kepada

    penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    6. Terima kasih untuk sahabat-sahabat penulis Agung Prakoso, Rika

    Rezky , Inggid, Fauziah Arbayuni, Nurul Faika, Novitasari Hasir Putri,

    Nurlinda Kamaruddin, Febri Fadillah, Apurwanti, dan Nadya W yang

    telah mengajarkan arti kebersamaan, menjadi sumber motivasi

    penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  • viii

    7. Terima kasih kepada tim penelitian Alprilda Prasiska, Revi Yunita,

    Maria Desy Geviany dan Dewi Cosye yang telah bekerjasama dalam

    penelitian penulis.

    8. Seluruh laboran laboratorium Fakultas Farmasi Unhas, atas bantuan

    yang telah diberikan selama ini.

    9. Kepada seluruh Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Unhas,

    khususnya angkatan 2013 (Theobromine) yang telah memberikan

    banyak informasi dan momen kebersamaan. Serta semua pihak yang

    tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu

    penulis, baik dalam penyelesaian skripsi, maupun dalam kehidupan

    sehari-hari. Semoga Allah subhanu wa ta’ala memberikan kita semua

    kemudahan dalam kehidupan kita masing-masing.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

    banyak kekurangan dan kelemahan. Maka dari itu kritik dan saran

    yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menambah

    wawasan agar dalam pengerjaan penelitian selanjutnya dapat lebih

    baik lagi.

    Makassar, 14 Agustus 2017

    Penulis

  • ix

    ABSTRAK

    Penelitian tentang isolasi dan karakterisasi senyawa kimia ekstrak pada salah satu spons yang diperoleh dari pulau Friwen Raja Ampat. Spons basah sebanyak 800 g diekstraksi dengan 2 L pelarut metanol menggunakan metode maserasi selama 3 hari kemudian dilakukan pemisahan dengan cara KLT-Preparatif. Isolat yang diperoleh dilanjutkan dengan mengkarakterisasi senyawa dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV-VIS dan spektrofotometri FT-IR. Spektrofotometri UV menunjukkan absorpsi senyawa pada panjang gelombang 262,0 nm. Spektrofotometri FT-IR mengidentifikasi adanya gugus -OH pada 3417,86 cm-1 , gugus N-H pada 2318,44 cm-1 , gugus C-H antara 2924,09 dan 2852,72 cm-1 , gugus C=O (1712,79 cm-1 , dan gugus C=C antara1641,42 dan 1606,70 cm-1 .

    Kata Kunci : Isolasi, karakterisasi, spons, spektrofotometri UV-Vis, FT-IR.

  • x

    ABSTRACT

    A research has been conducted isolation and characterization of

    chemical compounds extracted on one of the sponges obtained from

    Friwen island of Raja Ampat. A wet sponge of 800 g was extracted with 2

    L of methanol solvent using maceration method for 3 days then separated

    by TLC-Preparative. The obtained isolate was continued by characterizing

    the compound using UV-VIS Spectrophotometric method and FT-IR

    spectrophotometry. UV spectrophotometry shows the absorption of the

    compound at a wavelength of 262.0 nm. FT-IR spectrophotometry

    identified the presence of -OH groups at 3417.86 cm-1, NH groups at

    2318.44 cm-1, CH groups between 2924.09 and 2852.72 cm-1, C=O

    1712.79 cm-1, and C=C groups between 1641.42 and 1606.70 cm-1.

    Keywords : isolation, characterization, sponge, UV-Vis spectrophotometry,

    FT-IR.

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i

    HALAMAN PENUNJUK ....................................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv

    HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. v

    UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... vi

    ABSTRAK ........................................................................................... ix

    ABSTRACT ......................................................................................... x

    DAFTAR ISI ........................................................................................ xi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii

    DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3

    II.1 Uraian Tanaman………………………………………………... 3

    II.2 Ekstraksi ............................................................................... 7

    II.3 Metode Maserasi .................................................................. 8

    II.4 Kromatografi Lapis Tipis ...................................................... 10

    II.5 Fraksinasi ............................................................................. 12

    II.6 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ...................................... 13

    II.7 Elusidasi Senyawa ............................................................... 15

  • xii

    BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 23

    III.1 Alat dan Bahan .................................................................... 23

    III.2 Metode Kerja ....................................................................... 23

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 26

    BAB V PENUTUP ............................................................................. 30

    V.1 Kesimpulan ......................................................................... 30

    V.2 Saran .................................................................................. 30

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 31

    LAMPIRAN .......................................................................................... 35

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    GAMBAR Halaman

    1. Skema alat spektrofotometri UV-Vis ...................................... 17

    2. Spons ..................................................................................... 36

    3. Proses Maserasi ..................................................................... 36

    4. Ekstrak Metanol spons ........................................................... 36

    5. Profil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Spons ....................... 37

    6. Kromatogram Hasil Ekstrak awal pada plat kaca ................... 37

    7. Profil Kromatografi Hasil Isolat Ekstrak Spons ...................... 38

    8. Oven ....................................................................................... 39

    9. Rotavapor ............................................................................... 39

    10. Spektrofotometer Uv-Vis......................................................... 40

    11. Spektrofotometri Infra Red ...................................................... 40

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    TABEL Halaman

    1. Pita absorpsi inframerah ......................................................... 22

    2. Bobot ekstrak dan nilai Rf hasil KLTP .................................... 27

    3. Data spektrum FT-IR .............................................................. 29

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    LAMPIRAN Halaman

    1. Skema Penelitian .................................................................... 35

    2. Gambar Penelitian .................................................................. 36

    3. Hasil Karakterisasi Ekstrak Spons ......................................... 41

  • 1

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Spons merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di

    terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang baik. Hewan laut

    ini mengandung senyawa aktif yang pada umumnya persentase

    keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa serupa

    yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah

    didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan

    Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis

    dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae (1).

    Beberapa tahun terakhir, terlihat adanya kecenderungan penelitian

    yang semakin besar terhadap spons, karena ditemukan banyak manfaat

    dari senyawa bahan alam yang dikandungnya dan memiliki nilai ekonomi

    yang tinggi. Ekstrak dari spons mengandung berbagai senyawa bioaktif

    yang diketahui mempunyai bioaktivitas sitotoksik dan antitumor, antivirus,

    anti HIV dan antiinflamasi, antifungi, antileukimia, penghambat aktivitas

    enzim (2,3,4,5).

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soediro (1999)

    melaporkan bahwa salah satu genus Petrosia adalah kelompok spons

    yang memiliki beragam senyawa bioaktif, antara lain asam kortikatat

    sebagai antijamur sedangkan data yang dilaporkan oleh Soest dan

    Braekman (1999) menemukan beberapa senyawa bioaktif dari famili

    petrosidae diantaranya polihidroksilat asetilin, siklik 3-Alkilpiperidin, dan

  • 2

    siklopropenasterol. Aktivitas antibakteri juga ditemukan pada hasil isolasi

    dari spons laut Petrosia contignata, yaitu Taraxeron dan D-

    homoandrostan. Senyawa antibakteri epidioksi sterol dari spons laut

    Petrosia nigrans juga telah diisolasi dan dikarakterisasi dengan rumus

    molekul C29H48O3 dengan nama 5,8-epidioksi-24- etilkolest-6-en-3-ol

    (6,7,8,9).

    Spons yang memiliki kandungan dan aktivitas senyawa bioaktif

    juga ditemukan pada spons Callyspongia sp. Spons ini merupakan salah

    satu salah satu genus spons yang banyak diteliti kandungan dan

    aktivitas senyawa bioaktifnya seperti alkaloid 3-alkilpiridin, akartepin

    yang merupakan inhibitordari fosfatidilinositol, meroterpenoid sulfat

    (10,11).

    Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui komponen senyawa

    kimia dengan cara mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa metabolit

    sekunder ekstrak yang ada pada spons.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Spons

    Spons adalah salah satu hewan dari filum porifera. Spons merupakan

    invertebrata laut yang hidup pada ekosistem terumbu karang. Spons

    merupakan biota laut multi sel yang fungsi jaringan dan organnya sangat

    sederhana. Habitat spons umumnya adalah menempel pada pasir, batu-

    batuan dan karan-karang mati. Biota laut ini dikenal dengan "filter

    feeders", yaitu mencari makanan dengan mengisap dan menyaring air

    melalui sel cambuk dan memompakan air keluar melaluioskulum. Partikel-

    partikel makanan seperti bakteri, mikroalga dan detritus terbawa oleh

    aliran air ini (12).

    Tubuh spons terdiri dari jelly seperti mesohyl yang terjepit di antara

    dua lapisan tipis sel. Spons memiliki ciri yaitu tubuhnya berpori seperti

    busa. Di dalam tubuhnya terdapat rongga tubuh yang disebut spongosol.

    Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem peredaran darah.

    Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan aliran air konstan melalui

    tubuhnya untuk mendapatkan makanan dan oksigen serta untuk

    menghilangkan limbah. Spons hidup di air laut dan air tawar, tetapi

    kebanyakan hidup di laut mulai dari daerah perairan pantai yang dangkal

    hingga kedalaman 5,5 km. Hidupnya selalu melekat pada substrat (sesil)

    dan tidak dapat berpindah tempat secara bebas (13).

  • 4

    II.2. Klasifikasi Sponge

    Demospongiae

    Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan diantara

    beberapa kelas spons yang lain. Mereka tersebar luas di alam, serta

    jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Mereka sering

    berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit,

    dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Tubuh

    spons ini berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat

    pada amoebosit. Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari

    sinar matahari. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada dari

    beberapa ordo yaitu Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida

    spikulanya hanya terdiri serat spongin, serat kollagen atau spikulanya

    tidak ada. Bentuk tubuh spons ini tidak beraturan dan bercabang. Tinggi

    dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter (14).

    Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe leukonoid. Habitat

    Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada

    yang di air tawar. Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera

    yang anggotanya mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. Contoh

    Demospongiae adalah Spongia, Hippospongia dan Niphates digitalis.

    II.3. Morfologi

    Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik,

    kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan

    yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya

  • 5

    atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada

    lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan

    berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada

    perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki tubuh yang lebih

    simetris dan lebih besar sebagai akibat lingkungan dari lingkungan yang

    lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup

    pada perairan yang dangkal. Binatang lunak dengan variasi warna, bentuk

    dan ukuran ini tidak dapat berpindah seperti halnya ikan dan binatang laut

    lainnya (14).

    Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding

    tipis, atau massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga

    terdiri atas segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan

    membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh – tumbuhan.

    Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada

    dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk dan ukuran jenis yang

    dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis spons ada yang berukuran

    sebesar butiran beras, sedangkan jenis yang lainnya bisa memiliki tinggi

    dan diameter hingga 2 meter. Beberapa jenis bercabang seperti pohon,

    lainnya berbentuk seperti sarung tinju, cawan, atau seperti kubah. Tubuh

    spons pada umumnya asimetris atau tidak beraturan meskipun ada yang

    simetris radial. Bentuknya ada yang seperti tabung, vas bunga, mangkuk,

    atau bercabang seperti tumbuhan. Tubuhnya memiliki lubang-lubang kecil

    atau pori (ostium). Warna tubuh bervariasi, ada yang berwarna pucat, dan

  • 6

    ada yang berwarna cerah, seperti merah, jingga, kuning bahkan ungu

    (15).

    II.4. Tempat Tumbuh

    Terletak di ujung barat laut Semenanjung Kepala Burung di Papua,

    Pulau paling timur di Indonesia, Raja Ampat atau secara harfiah berarti

    'Empat Raja' adalah sebuah kepulauan yang terdiri dari lebih dari 1.500

    pulau, pulau kecil, dan kawanan di sekitar empat pulau utama Waigeo,

    Batanta, Salawati, dan Misool. Kepulauan Indonesia Raja Ampat terletak

    di Segitiga Terumbu Karang, yang membentang dari Filipina ke Timor ke

    Papua Nugini, yang dikenal sebagai habitat laut paling banyak

    keanekaragaman hayati di bumi. Raja Ampat terkenal memiliki keragaman

    karang keras yang tertinggi untuk suatu kawasan dengan luasan yang

    sama di dunia. Kepulauan ini diperkirakan mengandung lebih dari 75%

    dari spesies karang yang diketahui di dunia. Keseluruhan, terumbu dan

    komunitas karang di kawasan Raja Ampat berada dalam kondisi yang

    sangat baik. Tingkat penutupan karang adalah sedang (moderate) kira-

    kira 33 persen. Meskipun demikian, terumbu tidak terlihat mengalami

    tekanan dari berbagai kegiatan yang membahayakan. Tidak ada bukti

    terjadinya pemutihan (bleaching) karang yang mengakibatkan kematian

    karang yang sangat luas di terumbu karang di kawasan ini pada tahun

    1998. Tidak ada bukti pemangsaan karang oleh hewan mahkota laut

    berduri atau pemangsaan oleh hewan karang lainnya. Terlihat sedikit

    dampak sedimentasi dan polusi.

  • 7

    Raja Ampat sangat kaya dengan karang keras karena letak

    geografisnya berada dekat pusat kawasan “segitiga karang” (coral

    triangle). Kawasan ini memiliki keragaman habitat yang tinggi, baik yang

    tipikal maupun atipikal, serta variasi profil pesisir dan kedalaman air

    (bathymetric) yang sangat tinggi. Terumbu karang yang relatif tidak

    terganggu sangat membantu dalam mempertahankan tingginya

    keragaman karang serta biota laut (spons) di daerah ini (16).

    II.5. Ekstrak dan Ekstraksi Bahan Alam

    II.5.1 Pengertian Ekstrak

    Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat

    dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di

    luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah

    digerus menjadi serbuk (17).

    II.5.2 Pengertian Ekstraksi

    Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat

    larut dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan pelarut cair.

    Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan tidak

    dapat larut seperti protein, serat, karbohidrat maupun turunan senyawa-

    senyawa tersebut.

    Tujuan ekstraksi adalah menarik komponen kimia yang terdapat

    dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut

    menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi berdasarkan pada

    kemampuan pelarut untuk menarik senyawa terlarut dari dalam sel dan

  • 8

    akibat perbedaan tekanan di dalam dengan diluar sel. Proses ini terjadi

    terus-menerus hingga terjadi kesetimbangan zat aktif di dalam dan di luar

    sel (18).

    II.5.3 Macam-macam Metode Ekstraksi

    Macam-macam metode ekstraksi antara lain:

    A. Metode dingin

    1. Maserasi

    Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak

    digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri.

    Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut

    yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar.

    Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara

    konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel

    tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel

    dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah

    memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan

    besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa

    senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi

    lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa

    yang bersifat termolabil (19).

    2. Ultrasound-Assisted Solvent Extraction

    Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan

    bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang

  • 9

    berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonik dan ultrasound.

    Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga

    menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan

    peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil

    ekstraksi.

    3. Perkolasi

    Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan

    dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran

    pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk

    sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan

    dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru.

    Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak

    homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu,

    metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak

    waktu.

    B. Metode panas

    1. Soxhlet

    Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam

    sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang

    ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai

    dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu

    reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu,

    sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak

  • 10

    membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu.

    Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi

    karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih.

    2. Reflux dan Destilasi Uap

    Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam

    labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga

    mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.

    Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk

    mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).

    Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2

    bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang

    terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah

    senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (20).

    II.6. Metode Pemisahan

    Pemisahan dan pemurnian kandungan bahan alam terutama

    dilakukan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau

    gabungan teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi tersebut adalah

    kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas

    cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (21).

    II.6.1 Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair

    yang paling sederhana, penggunaannya meluas dan diakui merupakan

    cara pemisahan yang baik, khususnya untuk kegunaan analisis kualitatif

  • 11

    KLT dapan digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion-

    ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa organik dan anorganik, dan

    senyawa senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa -

    senyawa organik sintetik (22,23).

    Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis ialah karena dapat

    dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi,

    cepat dan mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan

    dapat dilaksanakan lebih cepat. Kromatografi ini menggunakan lempeng

    kaca atau plastik yang dilapisi dengan adsorben berupa serbuk halus

    dengan 0,1–0,25 mm (24,25).

    Perpindahan komponen atau senyawa pada kromatografi ini

    tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dan sifat daya serapnya

    terhadap masing-masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh

    fase gerak (cairan pengelusi) melalui adsorben (fase diam) dengan

    kecepatan perpindahan yang berbeda. Perbedaan kecepatan ini

    dinyatakan dengan Rf (faktor retensi), yaitu perbandingan jarak yang

    ditempuh oleh senyawa terlarut dan jarak yang ditempuh oleh pelarut.

    (25,26).

    Harga Rf berkisar antara 0,1-0,99 dan dipengaruhi oleh beberapa

    faktor lain : pelarut, suhu, struktur-struktur kimia dari senyawa yang

    sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan

  • 12

    kerataan dari lapisan penyerap, jumlah cuplikan yang digunakan serta

    teknik percobaan (26).

    II.6.2. Fraksinasi

    Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan

    zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat

    kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang

    memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi

    polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan

    larut kedalam pelarut polar. Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan

    menggunakan metode corong pisah atau kromatografi kolom.

    Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemurnian senyawa

    dengan menggunakan kolom. Corong pisah merupakan peralatan

    laboratorium yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen

    dalam campuran antara dua fase pelarut yang memiliki massa jenis

    berbeda yang tidak tercampur. Ekstrak yang telah dilarutkan dalam

    aquades, nantinya akan dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicampur

    dengan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Setelah itu corong

    pisah dikocok. Setelah dikocok, akan terbentuk dua lapisan. Pelarut yang

    memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada di lapisan bawah, dan yang

    memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan atas. Senyawa

    yang terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah sesuai dengan

    tingkat kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh

  • 13

    pelarut yang tingkat kepolarannya sama dengan dengan senyawa

    tersebut (27,28).

    II.7. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

    Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) merupakan cara yang ideal

    untuk pemisahan cuplikan kecil kecil (50 mg sampai 1 gram) dari senyawa

    yang kurang atsiri. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam KLTP

    yaitu (25).

    1) Penjerap (adsorben)

    Berbagai penelitian telah dilakukan penelitian untuk memeriksa

    pengaruh ketebalan penjerap terhadap kualitas pemisahan tetapi

    ketebalan yang paling sering dipakai ialah 0,5 - 2 mm. Ukuran plat

    kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Pembatasan

    ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan

    yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum adalah

    silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun

    campuran senyawa hidrofil.

    Plat KLTP dapat dibuat sendiri atau dibeli dengan sudah terlapisi

    penjerap (biasanya disebut plat siap pakai atau plat pralapis). Keuntungan

    membuat sendiri adalah ketebalan dan susunan lapisan dapat kita atur

    sendiri. Ada dua faktor penting pada pembuatan penjerap untuk lapisan

    preparatif. Pertama, penjerap pada lapisan harus bersih. Jika perlu,

    penjerap atau lapisan dapat dicuci dengan metanol. Kedua, memakai

  • 14

    penjerap yang mengandung indikator fluorosensi 254 nm untuk

    memudahkan penampakan lapisan yang telah dikembangkan.

    2) Penotolan cuplikan

    Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut yang sesuai sebelum

    ditotolkan pada plat KLTP. Cuplikan ditotolkan berupa pita sesempit

    mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat

    dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis

    (camag, desaga, dsb). Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan

    pemekatan dengan cara pengembangan menggunakan pelarut polar

    sampai kira-kira 2 cm diatas tempat penotolan. Kemudian plat dikeringkan

    dan dielusi dengan pelarut yang sesuai.

    3) Memilih fase gerak dan mengembangkan plat KLTP

    Pemilihan pelarut berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai

    KLT analitik. Fase gerak yang paling sering dipakai adalah n-heksan : etil

    asetat, n-heksan : aseton, kloroform : metanol. Penambahan senyawa

    asam asetat atau dietilamin berguna untuk memisahkan berturut-turut

    senyawa asam dan senyawa basa. Keefisienan pemisahan dapat

    ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang.

    4) Penampakan pita

    Penampakan pita yang mengandung cuplikan pada kromatogram

    preparatif untuk senyawa yang bersifat aromatik atau yang mempunyai

    ikatan rangkap adalah dengan menggunakan sinar UV pada lapisan yang

  • 15

    mengandung indikator fluoresensi. Untuk senyawa yang tidak menyerap

    sinar UV, ada beberapa pilihan :

    1. Menyemprot dengan air (misalnya saponin)

    2. Menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot salah satu

    sisi dengan pereaksi semprot.

    3. Menambahkan senyawa pembanding

    5) Mendapatkan kembali cuplikan

    Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan

    spatula atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke

    pengumpul vakum, lalu diekstraksi beberapa kali dengan pelarut yang

    cocok. Pelarut harus cukup polar untuk mengekstraksi cuplikan. Pelarut

    diuapkan dan kompenen diisolasi.

    II.8. Elusidasi Senyawa

    Metode yang biasa digunakan dalam elusidasi struktur adalah

    sebagai berikut :

    II.8.1. Spektrofotometri UV-Vis

    Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis spektroskopi yang

    memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (200-400 nm) dan

    sinar tampak (400-800 nm) dengan menggunakan instrumen

    spektrofotometer. Penyerapan radiasi elektromagnetik pada sinar UV dan

    tampak menginduksi eksitasi elektron dari rendah ke orbital molekul yang

    lebih tinggi (tingkat energi elektronik). Sejak spektroskopi UV dan tampak

    melibatkan transisi di antara tingkat energi elektronik molekul tersebut,

  • 16

    sehingga dinamakan spektrometri elektronik. Ahli kimia organik

    menggunakan spektroskopi UV dan tampak terutama untuk mendeteksi

    keberadaan dan mengelusidasi sifat dari beberapa ikatan terkonjugasi

    atau cincin aromatik. Instrumen ini dapat digunakan untuk mengetahui

    keberadaan gugus kromofor pada suatu molekul (29).

    Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar,

    monokromator, dan sistem optik. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium

    atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan

    untuk daerah visibel. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan

    sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang

    selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar

    sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada

    sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. Optik; dapat didesain

    untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2

    kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer berkas ganda

    (double beam). Larutan blanko yang paling sering digunakan sebagai

    blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan

    untuk melarutkan sampel atau pereaksi. Suatu larutan blanko dapat

    digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau

    spektrum sampel (30).

  • 17

    Gambar 1. Skema alat spektrofotometri UV-Vis (Tahid. 1994, Spektroskopi Inframerah

    Transformasi Fourier No II Th VIII, Bandung: WartaKimia Analitis).

    Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan juga

    analisis kuantitatif. Dalam aspek kualitatif, data yang diperoleh dari

    spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas,

    efek pH, dan pelarut. Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi

    dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi

    yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan

    ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan

    dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap

    lainnya (29).

    Panjang gelombang maksimal dipengaruhi oleh pelarut dan struktur

    molekul kimia yang mengandung kromofor. Kromofor merupakan semua

    gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar

    ultraviolet dan sinar tampak. Lebih lanjut, pita-pita serapan maksimal

    biasanya juga lebar karena ada efek-efek vibrasional. Dengan demikian,

    penentuan panjang gelombang maksimal yang tepat merupakan suatu hal

    yang sulit. Selain kromofor, pada molekul organik dikenal pula istilah

  • 18

    ausokrom yang merupakan gugus fungsional yang memiliki elektron

    bebas, seperti OH; -O; -NH2; dan -OCH3 yang memberikan transisi n →

    π*. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus kromofor akan

    mengakibatkan pergeseran pita absorbsi menuju ke panjang gelombang

    yang lebih besar (pergeseran merah = pergeseran batokromik) disertai

    dengan peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (21).

    Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul didasarkan pada

    hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linearitas

    antara absorban dengan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari

    sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada

    panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

    Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:

    Log I0/It = A = Ɛ.b.c

    Dimana, I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas

    radiasi yang ditransmisikan; A dikenal sebagai absorban dan merupakan

    ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel; Ɛ adalah tetapan yang

    dikenal sebagai absorbtivitas molar dan merupakan absorban larutan 1 M

    analit tersebut; b adalah tebal kuvet dalam cm, pada umumnya tebal kuvet

    adalah 1 cm, dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter (31).

    II.8.2. Spektrofotometri FT-IR

    Spektrofotometer IR digunakan dalam penentuan gugus fungsional

    dari suatu senyawa seperti gugus: N-H, C-H, O-H, C-X, C=O, C-C, C=C,

    C=N. Pada dasarnya, instrumentasi yang digunakan dalam radiasi

  • 19

    inframerah menggunakan dasar-dasar optik yang sama seperti yang

    terdapat dalam spektrofotometer ultraviolet yaitu dari sumber radiasi

    inframerah, monokromator dan detektor (32).

    Prinsip kerja alat spektroskopi yaitu sinar yang datang dari sumber

    sinar diteruskan dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi

    dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini, kemudian dipantulkan

    oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil

    pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar

    untuk saling berinteraksi. Selanjutnya, sinar diarahkan menuju cuplikan

    dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin maju-mundur akan

    menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi.

    Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal

    pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah

    menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi

    matematika (33).

    Radiasi IR tertuju secara luas kepada seluruh bagian dari spektrum

    elektromagnetik antara daerah visibel dan gelombang mikro. Secara

    praktik dalam kimia organik pemakaian panjang gelombang dibatasi

    antara 4000 sampai 400 cm-1. Spektrum inframerah adalah bagian dari

    spektrum elektromagnetik yang memiliki frekuensi dibawah cahaya

    tampak. Daerah spektrum inframerah elektromagnetik merupakan daerah

    cahaya dengan panjang gelombang 2,5-15 µm, dimana penyerapan

    cahaya didaerah ini dapat menyebabkan perubahan energi getaran

  • 20

    molekul pada keadaan dasarnya. Transisi getaran tersebut akan terkait

    pada putaran atom disekitar ikatan kimia. Hal ini analog dengan transisi

    elektromagnetik pada peyerapan energi ultraviolet yang juga

    menghasilkan transisi getaran dan putaran (34). Dengan demikian, prinsip

    dasar spektrofotometri IR adalah interaksi energi IR yang menyebabkan

    terjadinya transisi diantara tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi

    tereksitasi.

    Jenis – jenis vibrasi molekul yaitu :

    1. Vibrasi ulur / regangan (stretching vibrations)

    Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang

    sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat

    bertambah atau berkurang.

    2. Vibrasi tekuk / bengkok (bending vibrations)

    Vibrasi bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan

    perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atau pergerakan dari

    sekelompok atom terhadap atom lainnya.

    Kurva spektrum inframerah yang dihasilkan terdiri dari absis berupa

    bilangan gelombang dan ordinat berupa intensitas serapan. Hal yang

    perlu diperhatikan dalam menganalisis kurva spektrum ini adalah bilangan

    gelombang, bentuk puncak serapan (sempit, tajam, melebar), dan

    intensitas puncak serapan (kuat, sedang, atau lemah) (35).

    Masing masing puncak pada spektrum inframerah tersebut dapat

    diterjemahkan sebagai suatu ikatan atau gugus fungsi tertentu di dalam

  • 21

    molekul. Dengan kata lain, spektrum inframerah adalah kompleks yang

    memungkinkan terdapat 20-30 puncak yang berada dalam satu spektrum.

    Akan tetapi karakterisasi pada senyawa kimia yang belum diketahui dapat

    ditentukan dengan lebih mudah karena beberapa gugus fungsi selalu

    tampak pada daerah spektrum inframerah yang sama. Sebagai contoh

    ikatan ikatan tunggal seperti O-H, N-H, dan C-H akan meyerap pada

    bagian spektrum berfrekuensi tinggi (kira kira 4000-2100 cm-1). Hal ini

    disebabkan karena rendahnya massa atom hidrogen yang menyebabkan

    getaran terjadi pada frekuensi tinggi. Ikatan rangkap tiga seperti CN-

    menyerap pada frekuensi kira kira 2.100-1,900 cm-1, sementara ikatan

    rangkap dua seperti C=O dan C=C menyerap pada frekuensi kira kira

    1.900-1.500 cm-1 (35).

    Dengan kata lain, besarnya bilangan gelombang tergantung pada

    kekuatan ikatan dan massa atom pada suatu ikatan kimia. Oleh karena

    itu, spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk mengidentfikasi

    adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Daerah spektrum inframerah

    yang memiliki bilangan gelombang kira-kira kurang dari 1.500 cm-1 akibat

    pergeseran molekul secara keseluruhan akan menghasilkan puncak yang

    lebih sulit diterjemahkan secara akurat. Daerah spektrum ini disebut

    daerah sidik jari, karena pola puncak yang terjadi pada daerah ini khas

    bagi tiap senyawa dan tidak ada senyawa lain yang memilikinya (34).

  • 22

    Tabel 1. Pita absorpsi inframerah (29,33)

    Jenis ikatan/gugus fungsi

    Senyawa Frekuensi (cm-1

    ) Intensitas

    C-H Alkana (stretch) 3000-2850 Kuat

    -CH3 (bend) 1450 dan 1375 Sedang

    -CH2-(bend) 1465 Sedang

    Alkena (stretch) 3100-3000 Sedang

    Aromatis (stretch)

    3150-3050 Kuat

    Alkuna (stretch) Sekitar 3300 Kuat

    Aldehida 2900-2700 Lemah

    C=C Alkena 1680-1600 Kuat-lemah

    Aromatis 1600 dan 1475 Kuat-lemah

    C≡C Alkuna 2250-2100 Kuat-lemah

    C=O Aldehida 1740-1720 Kuat

    Keton 1725-1705 Kuat

    Asam Karboksilat

    1725-1700 Kuat

    Ester 1750-1730 Kuat

    Amida 1700-1640 Kuat

    Anhidrida 1810 dan 1760 Kuat

    Asam Klorida 1800 Kuat

    C-O Alkohol, eter, ester, asam karboksilat, anhidrida

    1300-1000 Kuat

    O-H Alkohol, fenol bebas

    3700-3584 Sedang

    Ikatan-H 3550-3200 Sedang

    Asam Karboksilat

    3400-2400 Sedang

    N-H Amina dan amida primer dan sekunder

    (stretch)

    3500-3100 Sedang

    (bend) 1640-1550 Sedang

    Garam dari amina primer

    (stretch)

    2700-3000 Kuat

    Garam dari amina sekunder

    dan tersier (stretch)

    2250-2700 Kuat

    C-N Amina 1350-1000 Sedang-kuat

    C=N Imina dan Oksim 1690-1640 Kuat-lemah