isolasi dan karakterisasi senyawa pada salah...
TRANSCRIPT
-
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA
SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI
FRIWEN RAJA AMPAT
NUR ZAMIRAH
N111 13 512
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
-
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA
SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI
FRIWEN RAJA AMPAT
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
NUR ZAMIRAH
N111 13 512
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
-
iii
PERSETUJUAN
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA SALAH SATU
SPONS YANG DI AMBIL DARI FRIWEN RAJA AMPAT
NUR ZAMIRAH
N111 13 512
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Subehan. S.Si., M. Pharm.Sc., Ph.D., Apt. NIP. 19750925 200112 1 002
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. Ismail., S.Si., M.Si., Apt. NIP. 19561011 198603 2 002 NIP. 19850805 201404 1 001
Pada tanggal, 14 Agustus 2017
-
iv
PENGESAHAN
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA SALAH SATU
SPONS YANG DI AMBIL DARI FRIWEN RAJA AMPAT
Oleh
NUR ZAMIRAH
N111 13 512
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal : 14 Agustus 2017
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua
Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt. :………………
2. Sekretaris
Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. :………………
3. Ex. Officio
Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt. :………………
4. Ex. Officio
Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. :………………
5. Ex. Officio
Ismail, S.Si., M.Si., Apt. :………………
6. Anggota
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. :………………
Mengetahui :
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. NIP. 19641231 199002 1 005
-
v
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Zamirah
NIM : N111 13 512
Judul Skripsi : ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA PADA
SALAH SATU SPONS YANG DI AMBIL DARI
FRIWEN RAJA AMPAT
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, 14 Agustus 2017
Penulis
Nur Zamirah
-
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji hanya bagi Allah subhanahu
wa ta’ala Rabb Semesta Alam Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,
Maha Bijaksana, dan Maha Berilmu yang telah memberi rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam sebaik-baik
contoh dan teladan yang telah menyampaikan risalah kebenaran bagi
seluruh ummatnya.
Selama proses pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini,
tentunya penulis mendapatkan begitu banyak bantuan, dukungan, dan
nasehat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat dan
kasih sayang, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Pembimbing utama, Bapak Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt.,
pembimbing pertama, Ibu Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt., dan
pembimbing kedua, Bapak Ismail, S.Si., M.Si.,Apt., dengan penuh
kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
karena telah meluangkan banyak waktu, petunjuk, perhatian dan
kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari
saat mengerjakan perencanaan penelitian hingga selesainya
penelitian dan skripsi ini.
-
vii
2. Tim penguji, Ibu Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt., selaku ketua
penguji , Ibu Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. selaku sekretaris penguji
dan Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku anggota penguji
atas waktunya dalam memberikan masukan dan saran selama
penyusunan skripsi ini.
3. Dekan, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III Fakultas
Farmasi, serta Dr., Rahmawati Syukur, M.Si., Apt. (Almh) dan Ibu Dr.
Latifah Rahman, DESS, Apt. selaku penasehat akademik penulis,
serta bapak/ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, yang
telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
4. Terima kasih untuk yang teristimewa kepada kedua orang tua penulis
Bapak H. Tharmizi Thamrin dan Ibu Hj. Fatmawati atas segala doa,
kasih sayang, nasehat, kepercayaan, pengorbanan, yang selalu
menjadi motivator bagi penulis.
5. Terima kasih kepada saudara-saudara penulis dan seluruh keluarga
penulis yang telah memberikan semangat tiada hentinya kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Terima kasih untuk sahabat-sahabat penulis Agung Prakoso, Rika
Rezky , Inggid, Fauziah Arbayuni, Nurul Faika, Novitasari Hasir Putri,
Nurlinda Kamaruddin, Febri Fadillah, Apurwanti, dan Nadya W yang
telah mengajarkan arti kebersamaan, menjadi sumber motivasi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
-
viii
7. Terima kasih kepada tim penelitian Alprilda Prasiska, Revi Yunita,
Maria Desy Geviany dan Dewi Cosye yang telah bekerjasama dalam
penelitian penulis.
8. Seluruh laboran laboratorium Fakultas Farmasi Unhas, atas bantuan
yang telah diberikan selama ini.
9. Kepada seluruh Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Unhas,
khususnya angkatan 2013 (Theobromine) yang telah memberikan
banyak informasi dan momen kebersamaan. Serta semua pihak yang
tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu
penulis, baik dalam penyelesaian skripsi, maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Semoga Allah subhanu wa ta’ala memberikan kita semua
kemudahan dalam kehidupan kita masing-masing.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
banyak kekurangan dan kelemahan. Maka dari itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menambah
wawasan agar dalam pengerjaan penelitian selanjutnya dapat lebih
baik lagi.
Makassar, 14 Agustus 2017
Penulis
-
ix
ABSTRAK
Penelitian tentang isolasi dan karakterisasi senyawa kimia ekstrak pada salah satu spons yang diperoleh dari pulau Friwen Raja Ampat. Spons basah sebanyak 800 g diekstraksi dengan 2 L pelarut metanol menggunakan metode maserasi selama 3 hari kemudian dilakukan pemisahan dengan cara KLT-Preparatif. Isolat yang diperoleh dilanjutkan dengan mengkarakterisasi senyawa dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV-VIS dan spektrofotometri FT-IR. Spektrofotometri UV menunjukkan absorpsi senyawa pada panjang gelombang 262,0 nm. Spektrofotometri FT-IR mengidentifikasi adanya gugus -OH pada 3417,86 cm-1 , gugus N-H pada 2318,44 cm-1 , gugus C-H antara 2924,09 dan 2852,72 cm-1 , gugus C=O (1712,79 cm-1 , dan gugus C=C antara1641,42 dan 1606,70 cm-1 .
Kata Kunci : Isolasi, karakterisasi, spons, spektrofotometri UV-Vis, FT-IR.
-
x
ABSTRACT
A research has been conducted isolation and characterization of
chemical compounds extracted on one of the sponges obtained from
Friwen island of Raja Ampat. A wet sponge of 800 g was extracted with 2
L of methanol solvent using maceration method for 3 days then separated
by TLC-Preparative. The obtained isolate was continued by characterizing
the compound using UV-VIS Spectrophotometric method and FT-IR
spectrophotometry. UV spectrophotometry shows the absorption of the
compound at a wavelength of 262.0 nm. FT-IR spectrophotometry
identified the presence of -OH groups at 3417.86 cm-1, NH groups at
2318.44 cm-1, CH groups between 2924.09 and 2852.72 cm-1, C=O
1712.79 cm-1, and C=C groups between 1641.42 and 1606.70 cm-1.
Keywords : isolation, characterization, sponge, UV-Vis spectrophotometry,
FT-IR.
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i
HALAMAN PENUNJUK ....................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................... ix
ABSTRACT ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3
II.1 Uraian Tanaman………………………………………………... 3
II.2 Ekstraksi ............................................................................... 7
II.3 Metode Maserasi .................................................................. 8
II.4 Kromatografi Lapis Tipis ...................................................... 10
II.5 Fraksinasi ............................................................................. 12
II.6 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ...................................... 13
II.7 Elusidasi Senyawa ............................................................... 15
-
xii
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 23
III.1 Alat dan Bahan .................................................................... 23
III.2 Metode Kerja ....................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 26
BAB V PENUTUP ............................................................................. 30
V.1 Kesimpulan ......................................................................... 30
V.2 Saran .................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 31
LAMPIRAN .......................................................................................... 35
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
1. Skema alat spektrofotometri UV-Vis ...................................... 17
2. Spons ..................................................................................... 36
3. Proses Maserasi ..................................................................... 36
4. Ekstrak Metanol spons ........................................................... 36
5. Profil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Spons ....................... 37
6. Kromatogram Hasil Ekstrak awal pada plat kaca ................... 37
7. Profil Kromatografi Hasil Isolat Ekstrak Spons ...................... 38
8. Oven ....................................................................................... 39
9. Rotavapor ............................................................................... 39
10. Spektrofotometer Uv-Vis......................................................... 40
11. Spektrofotometri Infra Red ...................................................... 40
-
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1. Pita absorpsi inframerah ......................................................... 22
2. Bobot ekstrak dan nilai Rf hasil KLTP .................................... 27
3. Data spektrum FT-IR .............................................................. 29
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN Halaman
1. Skema Penelitian .................................................................... 35
2. Gambar Penelitian .................................................................. 36
3. Hasil Karakterisasi Ekstrak Spons ......................................... 41
-
1
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Spons merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di
terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang baik. Hewan laut
ini mengandung senyawa aktif yang pada umumnya persentase
keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa serupa
yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah
didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan
Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis
dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae (1).
Beberapa tahun terakhir, terlihat adanya kecenderungan penelitian
yang semakin besar terhadap spons, karena ditemukan banyak manfaat
dari senyawa bahan alam yang dikandungnya dan memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Ekstrak dari spons mengandung berbagai senyawa bioaktif
yang diketahui mempunyai bioaktivitas sitotoksik dan antitumor, antivirus,
anti HIV dan antiinflamasi, antifungi, antileukimia, penghambat aktivitas
enzim (2,3,4,5).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soediro (1999)
melaporkan bahwa salah satu genus Petrosia adalah kelompok spons
yang memiliki beragam senyawa bioaktif, antara lain asam kortikatat
sebagai antijamur sedangkan data yang dilaporkan oleh Soest dan
Braekman (1999) menemukan beberapa senyawa bioaktif dari famili
petrosidae diantaranya polihidroksilat asetilin, siklik 3-Alkilpiperidin, dan
-
2
siklopropenasterol. Aktivitas antibakteri juga ditemukan pada hasil isolasi
dari spons laut Petrosia contignata, yaitu Taraxeron dan D-
homoandrostan. Senyawa antibakteri epidioksi sterol dari spons laut
Petrosia nigrans juga telah diisolasi dan dikarakterisasi dengan rumus
molekul C29H48O3 dengan nama 5,8-epidioksi-24- etilkolest-6-en-3-ol
(6,7,8,9).
Spons yang memiliki kandungan dan aktivitas senyawa bioaktif
juga ditemukan pada spons Callyspongia sp. Spons ini merupakan salah
satu salah satu genus spons yang banyak diteliti kandungan dan
aktivitas senyawa bioaktifnya seperti alkaloid 3-alkilpiridin, akartepin
yang merupakan inhibitordari fosfatidilinositol, meroterpenoid sulfat
(10,11).
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui komponen senyawa
kimia dengan cara mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa metabolit
sekunder ekstrak yang ada pada spons.
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Spons
Spons adalah salah satu hewan dari filum porifera. Spons merupakan
invertebrata laut yang hidup pada ekosistem terumbu karang. Spons
merupakan biota laut multi sel yang fungsi jaringan dan organnya sangat
sederhana. Habitat spons umumnya adalah menempel pada pasir, batu-
batuan dan karan-karang mati. Biota laut ini dikenal dengan "filter
feeders", yaitu mencari makanan dengan mengisap dan menyaring air
melalui sel cambuk dan memompakan air keluar melaluioskulum. Partikel-
partikel makanan seperti bakteri, mikroalga dan detritus terbawa oleh
aliran air ini (12).
Tubuh spons terdiri dari jelly seperti mesohyl yang terjepit di antara
dua lapisan tipis sel. Spons memiliki ciri yaitu tubuhnya berpori seperti
busa. Di dalam tubuhnya terdapat rongga tubuh yang disebut spongosol.
Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem peredaran darah.
Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan aliran air konstan melalui
tubuhnya untuk mendapatkan makanan dan oksigen serta untuk
menghilangkan limbah. Spons hidup di air laut dan air tawar, tetapi
kebanyakan hidup di laut mulai dari daerah perairan pantai yang dangkal
hingga kedalaman 5,5 km. Hidupnya selalu melekat pada substrat (sesil)
dan tidak dapat berpindah tempat secara bebas (13).
-
4
II.2. Klasifikasi Sponge
Demospongiae
Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan diantara
beberapa kelas spons yang lain. Mereka tersebar luas di alam, serta
jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Mereka sering
berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit,
dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Tubuh
spons ini berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat
pada amoebosit. Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari
sinar matahari. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada dari
beberapa ordo yaitu Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida
spikulanya hanya terdiri serat spongin, serat kollagen atau spikulanya
tidak ada. Bentuk tubuh spons ini tidak beraturan dan bercabang. Tinggi
dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter (14).
Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe leukonoid. Habitat
Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada
yang di air tawar. Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera
yang anggotanya mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. Contoh
Demospongiae adalah Spongia, Hippospongia dan Niphates digitalis.
II.3. Morfologi
Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik,
kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan
yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya
-
5
atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada
lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan
berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada
perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki tubuh yang lebih
simetris dan lebih besar sebagai akibat lingkungan dari lingkungan yang
lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup
pada perairan yang dangkal. Binatang lunak dengan variasi warna, bentuk
dan ukuran ini tidak dapat berpindah seperti halnya ikan dan binatang laut
lainnya (14).
Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding
tipis, atau massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga
terdiri atas segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan
membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh – tumbuhan.
Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada
dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk dan ukuran jenis yang
dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis spons ada yang berukuran
sebesar butiran beras, sedangkan jenis yang lainnya bisa memiliki tinggi
dan diameter hingga 2 meter. Beberapa jenis bercabang seperti pohon,
lainnya berbentuk seperti sarung tinju, cawan, atau seperti kubah. Tubuh
spons pada umumnya asimetris atau tidak beraturan meskipun ada yang
simetris radial. Bentuknya ada yang seperti tabung, vas bunga, mangkuk,
atau bercabang seperti tumbuhan. Tubuhnya memiliki lubang-lubang kecil
atau pori (ostium). Warna tubuh bervariasi, ada yang berwarna pucat, dan
-
6
ada yang berwarna cerah, seperti merah, jingga, kuning bahkan ungu
(15).
II.4. Tempat Tumbuh
Terletak di ujung barat laut Semenanjung Kepala Burung di Papua,
Pulau paling timur di Indonesia, Raja Ampat atau secara harfiah berarti
'Empat Raja' adalah sebuah kepulauan yang terdiri dari lebih dari 1.500
pulau, pulau kecil, dan kawanan di sekitar empat pulau utama Waigeo,
Batanta, Salawati, dan Misool. Kepulauan Indonesia Raja Ampat terletak
di Segitiga Terumbu Karang, yang membentang dari Filipina ke Timor ke
Papua Nugini, yang dikenal sebagai habitat laut paling banyak
keanekaragaman hayati di bumi. Raja Ampat terkenal memiliki keragaman
karang keras yang tertinggi untuk suatu kawasan dengan luasan yang
sama di dunia. Kepulauan ini diperkirakan mengandung lebih dari 75%
dari spesies karang yang diketahui di dunia. Keseluruhan, terumbu dan
komunitas karang di kawasan Raja Ampat berada dalam kondisi yang
sangat baik. Tingkat penutupan karang adalah sedang (moderate) kira-
kira 33 persen. Meskipun demikian, terumbu tidak terlihat mengalami
tekanan dari berbagai kegiatan yang membahayakan. Tidak ada bukti
terjadinya pemutihan (bleaching) karang yang mengakibatkan kematian
karang yang sangat luas di terumbu karang di kawasan ini pada tahun
1998. Tidak ada bukti pemangsaan karang oleh hewan mahkota laut
berduri atau pemangsaan oleh hewan karang lainnya. Terlihat sedikit
dampak sedimentasi dan polusi.
-
7
Raja Ampat sangat kaya dengan karang keras karena letak
geografisnya berada dekat pusat kawasan “segitiga karang” (coral
triangle). Kawasan ini memiliki keragaman habitat yang tinggi, baik yang
tipikal maupun atipikal, serta variasi profil pesisir dan kedalaman air
(bathymetric) yang sangat tinggi. Terumbu karang yang relatif tidak
terganggu sangat membantu dalam mempertahankan tingginya
keragaman karang serta biota laut (spons) di daerah ini (16).
II.5. Ekstrak dan Ekstraksi Bahan Alam
II.5.1 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di
luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah
digerus menjadi serbuk (17).
II.5.2 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat
larut dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan pelarut cair.
Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan tidak
dapat larut seperti protein, serat, karbohidrat maupun turunan senyawa-
senyawa tersebut.
Tujuan ekstraksi adalah menarik komponen kimia yang terdapat
dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut
menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi berdasarkan pada
kemampuan pelarut untuk menarik senyawa terlarut dari dalam sel dan
-
8
akibat perbedaan tekanan di dalam dengan diluar sel. Proses ini terjadi
terus-menerus hingga terjadi kesetimbangan zat aktif di dalam dan di luar
sel (18).
II.5.3 Macam-macam Metode Ekstraksi
Macam-macam metode ekstraksi antara lain:
A. Metode dingin
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak
digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri.
Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut
yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar.
Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah
memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan
besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa
senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi
lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa
yang bersifat termolabil (19).
2. Ultrasound-Assisted Solvent Extraction
Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan
bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang
-
9
berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonik dan ultrasound.
Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga
menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan
peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil
ekstraksi.
3. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan
dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran
pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk
sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan
dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru.
Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak
homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu,
metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak
waktu.
B. Metode panas
1. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam
sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang
ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai
dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu
reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu,
sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
-
10
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu.
Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi
karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih.
2. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam
labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga
mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).
Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2
bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang
terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (20).
II.6. Metode Pemisahan
Pemisahan dan pemurnian kandungan bahan alam terutama
dilakukan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau
gabungan teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi tersebut adalah
kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas
cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (21).
II.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair
yang paling sederhana, penggunaannya meluas dan diakui merupakan
cara pemisahan yang baik, khususnya untuk kegunaan analisis kualitatif
-
11
KLT dapan digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion-
ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa organik dan anorganik, dan
senyawa senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa -
senyawa organik sintetik (22,23).
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis ialah karena dapat
dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi,
cepat dan mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan
dapat dilaksanakan lebih cepat. Kromatografi ini menggunakan lempeng
kaca atau plastik yang dilapisi dengan adsorben berupa serbuk halus
dengan 0,1–0,25 mm (24,25).
Perpindahan komponen atau senyawa pada kromatografi ini
tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dan sifat daya serapnya
terhadap masing-masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh
fase gerak (cairan pengelusi) melalui adsorben (fase diam) dengan
kecepatan perpindahan yang berbeda. Perbedaan kecepatan ini
dinyatakan dengan Rf (faktor retensi), yaitu perbandingan jarak yang
ditempuh oleh senyawa terlarut dan jarak yang ditempuh oleh pelarut.
(25,26).
Harga Rf berkisar antara 0,1-0,99 dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor lain : pelarut, suhu, struktur-struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan
-
12
kerataan dari lapisan penyerap, jumlah cuplikan yang digunakan serta
teknik percobaan (26).
II.6.2. Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan
zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat
kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang
memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi
polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan
larut kedalam pelarut polar. Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan
menggunakan metode corong pisah atau kromatografi kolom.
Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemurnian senyawa
dengan menggunakan kolom. Corong pisah merupakan peralatan
laboratorium yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
dalam campuran antara dua fase pelarut yang memiliki massa jenis
berbeda yang tidak tercampur. Ekstrak yang telah dilarutkan dalam
aquades, nantinya akan dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicampur
dengan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Setelah itu corong
pisah dikocok. Setelah dikocok, akan terbentuk dua lapisan. Pelarut yang
memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada di lapisan bawah, dan yang
memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan atas. Senyawa
yang terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah sesuai dengan
tingkat kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh
-
13
pelarut yang tingkat kepolarannya sama dengan dengan senyawa
tersebut (27,28).
II.7. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) merupakan cara yang ideal
untuk pemisahan cuplikan kecil kecil (50 mg sampai 1 gram) dari senyawa
yang kurang atsiri. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam KLTP
yaitu (25).
1) Penjerap (adsorben)
Berbagai penelitian telah dilakukan penelitian untuk memeriksa
pengaruh ketebalan penjerap terhadap kualitas pemisahan tetapi
ketebalan yang paling sering dipakai ialah 0,5 - 2 mm. Ukuran plat
kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Pembatasan
ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan
yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum adalah
silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun
campuran senyawa hidrofil.
Plat KLTP dapat dibuat sendiri atau dibeli dengan sudah terlapisi
penjerap (biasanya disebut plat siap pakai atau plat pralapis). Keuntungan
membuat sendiri adalah ketebalan dan susunan lapisan dapat kita atur
sendiri. Ada dua faktor penting pada pembuatan penjerap untuk lapisan
preparatif. Pertama, penjerap pada lapisan harus bersih. Jika perlu,
penjerap atau lapisan dapat dicuci dengan metanol. Kedua, memakai
-
14
penjerap yang mengandung indikator fluorosensi 254 nm untuk
memudahkan penampakan lapisan yang telah dikembangkan.
2) Penotolan cuplikan
Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut yang sesuai sebelum
ditotolkan pada plat KLTP. Cuplikan ditotolkan berupa pita sesempit
mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat
dilakukan dengan tangan (pipet) tetapi lebih baik dengan penotol otomatis
(camag, desaga, dsb). Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan
pemekatan dengan cara pengembangan menggunakan pelarut polar
sampai kira-kira 2 cm diatas tempat penotolan. Kemudian plat dikeringkan
dan dielusi dengan pelarut yang sesuai.
3) Memilih fase gerak dan mengembangkan plat KLTP
Pemilihan pelarut berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai
KLT analitik. Fase gerak yang paling sering dipakai adalah n-heksan : etil
asetat, n-heksan : aseton, kloroform : metanol. Penambahan senyawa
asam asetat atau dietilamin berguna untuk memisahkan berturut-turut
senyawa asam dan senyawa basa. Keefisienan pemisahan dapat
ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang.
4) Penampakan pita
Penampakan pita yang mengandung cuplikan pada kromatogram
preparatif untuk senyawa yang bersifat aromatik atau yang mempunyai
ikatan rangkap adalah dengan menggunakan sinar UV pada lapisan yang
-
15
mengandung indikator fluoresensi. Untuk senyawa yang tidak menyerap
sinar UV, ada beberapa pilihan :
1. Menyemprot dengan air (misalnya saponin)
2. Menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot salah satu
sisi dengan pereaksi semprot.
3. Menambahkan senyawa pembanding
5) Mendapatkan kembali cuplikan
Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan
spatula atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke
pengumpul vakum, lalu diekstraksi beberapa kali dengan pelarut yang
cocok. Pelarut harus cukup polar untuk mengekstraksi cuplikan. Pelarut
diuapkan dan kompenen diisolasi.
II.8. Elusidasi Senyawa
Metode yang biasa digunakan dalam elusidasi struktur adalah
sebagai berikut :
II.8.1. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis spektroskopi yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (200-400 nm) dan
sinar tampak (400-800 nm) dengan menggunakan instrumen
spektrofotometer. Penyerapan radiasi elektromagnetik pada sinar UV dan
tampak menginduksi eksitasi elektron dari rendah ke orbital molekul yang
lebih tinggi (tingkat energi elektronik). Sejak spektroskopi UV dan tampak
melibatkan transisi di antara tingkat energi elektronik molekul tersebut,
-
16
sehingga dinamakan spektrometri elektronik. Ahli kimia organik
menggunakan spektroskopi UV dan tampak terutama untuk mendeteksi
keberadaan dan mengelusidasi sifat dari beberapa ikatan terkonjugasi
atau cincin aromatik. Instrumen ini dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan gugus kromofor pada suatu molekul (29).
Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar,
monokromator, dan sistem optik. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium
atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan
untuk daerah visibel. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan
sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang
selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar
sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada
sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. Optik; dapat didesain
untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2
kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer berkas ganda
(double beam). Larutan blanko yang paling sering digunakan sebagai
blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan
untuk melarutkan sampel atau pereaksi. Suatu larutan blanko dapat
digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau
spektrum sampel (30).
-
17
Gambar 1. Skema alat spektrofotometri UV-Vis (Tahid. 1994, Spektroskopi Inframerah
Transformasi Fourier No II Th VIII, Bandung: WartaKimia Analitis).
Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan juga
analisis kuantitatif. Dalam aspek kualitatif, data yang diperoleh dari
spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas,
efek pH, dan pelarut. Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi
dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi
yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan
ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan
dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap
lainnya (29).
Panjang gelombang maksimal dipengaruhi oleh pelarut dan struktur
molekul kimia yang mengandung kromofor. Kromofor merupakan semua
gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar
ultraviolet dan sinar tampak. Lebih lanjut, pita-pita serapan maksimal
biasanya juga lebar karena ada efek-efek vibrasional. Dengan demikian,
penentuan panjang gelombang maksimal yang tepat merupakan suatu hal
yang sulit. Selain kromofor, pada molekul organik dikenal pula istilah
-
18
ausokrom yang merupakan gugus fungsional yang memiliki elektron
bebas, seperti OH; -O; -NH2; dan -OCH3 yang memberikan transisi n →
π*. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus kromofor akan
mengakibatkan pergeseran pita absorbsi menuju ke panjang gelombang
yang lebih besar (pergeseran merah = pergeseran batokromik) disertai
dengan peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (21).
Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul didasarkan pada
hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linearitas
antara absorban dengan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari
sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada
panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:
Log I0/It = A = Ɛ.b.c
Dimana, I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas
radiasi yang ditransmisikan; A dikenal sebagai absorban dan merupakan
ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel; Ɛ adalah tetapan yang
dikenal sebagai absorbtivitas molar dan merupakan absorban larutan 1 M
analit tersebut; b adalah tebal kuvet dalam cm, pada umumnya tebal kuvet
adalah 1 cm, dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter (31).
II.8.2. Spektrofotometri FT-IR
Spektrofotometer IR digunakan dalam penentuan gugus fungsional
dari suatu senyawa seperti gugus: N-H, C-H, O-H, C-X, C=O, C-C, C=C,
C=N. Pada dasarnya, instrumentasi yang digunakan dalam radiasi
-
19
inframerah menggunakan dasar-dasar optik yang sama seperti yang
terdapat dalam spektrofotometer ultraviolet yaitu dari sumber radiasi
inframerah, monokromator dan detektor (32).
Prinsip kerja alat spektroskopi yaitu sinar yang datang dari sumber
sinar diteruskan dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi
dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini, kemudian dipantulkan
oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil
pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar
untuk saling berinteraksi. Selanjutnya, sinar diarahkan menuju cuplikan
dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin maju-mundur akan
menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi.
Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal
pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah
menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi
matematika (33).
Radiasi IR tertuju secara luas kepada seluruh bagian dari spektrum
elektromagnetik antara daerah visibel dan gelombang mikro. Secara
praktik dalam kimia organik pemakaian panjang gelombang dibatasi
antara 4000 sampai 400 cm-1. Spektrum inframerah adalah bagian dari
spektrum elektromagnetik yang memiliki frekuensi dibawah cahaya
tampak. Daerah spektrum inframerah elektromagnetik merupakan daerah
cahaya dengan panjang gelombang 2,5-15 µm, dimana penyerapan
cahaya didaerah ini dapat menyebabkan perubahan energi getaran
-
20
molekul pada keadaan dasarnya. Transisi getaran tersebut akan terkait
pada putaran atom disekitar ikatan kimia. Hal ini analog dengan transisi
elektromagnetik pada peyerapan energi ultraviolet yang juga
menghasilkan transisi getaran dan putaran (34). Dengan demikian, prinsip
dasar spektrofotometri IR adalah interaksi energi IR yang menyebabkan
terjadinya transisi diantara tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi
tereksitasi.
Jenis – jenis vibrasi molekul yaitu :
1. Vibrasi ulur / regangan (stretching vibrations)
Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang
sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat
bertambah atau berkurang.
2. Vibrasi tekuk / bengkok (bending vibrations)
Vibrasi bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan
perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atau pergerakan dari
sekelompok atom terhadap atom lainnya.
Kurva spektrum inframerah yang dihasilkan terdiri dari absis berupa
bilangan gelombang dan ordinat berupa intensitas serapan. Hal yang
perlu diperhatikan dalam menganalisis kurva spektrum ini adalah bilangan
gelombang, bentuk puncak serapan (sempit, tajam, melebar), dan
intensitas puncak serapan (kuat, sedang, atau lemah) (35).
Masing masing puncak pada spektrum inframerah tersebut dapat
diterjemahkan sebagai suatu ikatan atau gugus fungsi tertentu di dalam
-
21
molekul. Dengan kata lain, spektrum inframerah adalah kompleks yang
memungkinkan terdapat 20-30 puncak yang berada dalam satu spektrum.
Akan tetapi karakterisasi pada senyawa kimia yang belum diketahui dapat
ditentukan dengan lebih mudah karena beberapa gugus fungsi selalu
tampak pada daerah spektrum inframerah yang sama. Sebagai contoh
ikatan ikatan tunggal seperti O-H, N-H, dan C-H akan meyerap pada
bagian spektrum berfrekuensi tinggi (kira kira 4000-2100 cm-1). Hal ini
disebabkan karena rendahnya massa atom hidrogen yang menyebabkan
getaran terjadi pada frekuensi tinggi. Ikatan rangkap tiga seperti CN-
menyerap pada frekuensi kira kira 2.100-1,900 cm-1, sementara ikatan
rangkap dua seperti C=O dan C=C menyerap pada frekuensi kira kira
1.900-1.500 cm-1 (35).
Dengan kata lain, besarnya bilangan gelombang tergantung pada
kekuatan ikatan dan massa atom pada suatu ikatan kimia. Oleh karena
itu, spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk mengidentfikasi
adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Daerah spektrum inframerah
yang memiliki bilangan gelombang kira-kira kurang dari 1.500 cm-1 akibat
pergeseran molekul secara keseluruhan akan menghasilkan puncak yang
lebih sulit diterjemahkan secara akurat. Daerah spektrum ini disebut
daerah sidik jari, karena pola puncak yang terjadi pada daerah ini khas
bagi tiap senyawa dan tidak ada senyawa lain yang memilikinya (34).
-
22
Tabel 1. Pita absorpsi inframerah (29,33)
Jenis ikatan/gugus fungsi
Senyawa Frekuensi (cm-1
) Intensitas
C-H Alkana (stretch) 3000-2850 Kuat
-CH3 (bend) 1450 dan 1375 Sedang
-CH2-(bend) 1465 Sedang
Alkena (stretch) 3100-3000 Sedang
Aromatis (stretch)
3150-3050 Kuat
Alkuna (stretch) Sekitar 3300 Kuat
Aldehida 2900-2700 Lemah
C=C Alkena 1680-1600 Kuat-lemah
Aromatis 1600 dan 1475 Kuat-lemah
C≡C Alkuna 2250-2100 Kuat-lemah
C=O Aldehida 1740-1720 Kuat
Keton 1725-1705 Kuat
Asam Karboksilat
1725-1700 Kuat
Ester 1750-1730 Kuat
Amida 1700-1640 Kuat
Anhidrida 1810 dan 1760 Kuat
Asam Klorida 1800 Kuat
C-O Alkohol, eter, ester, asam karboksilat, anhidrida
1300-1000 Kuat
O-H Alkohol, fenol bebas
3700-3584 Sedang
Ikatan-H 3550-3200 Sedang
Asam Karboksilat
3400-2400 Sedang
N-H Amina dan amida primer dan sekunder
(stretch)
3500-3100 Sedang
(bend) 1640-1550 Sedang
Garam dari amina primer
(stretch)
2700-3000 Kuat
Garam dari amina sekunder
dan tersier (stretch)
2250-2700 Kuat
C-N Amina 1350-1000 Sedang-kuat
C=N Imina dan Oksim 1690-1640 Kuat-lemah