isolasi dan identifikasi senyawa kimia dari fraksi n
TRANSCRIPT
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
81 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DARI FRAKSI N-HEKSANA KULIT
LUAR BUAH JENGKOL (ARCHIDENDRON JIRINGA (JACK) I.C.NIELSEN.) DAN UJI
TOKSISITAS DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST ( BSLT )
Arif Hidayat1, Partomuan Simanjuntak
2, Ahmad Darmawan
3
1Magister Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
2Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
3Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI)
*Email : [email protected]
ABSTRACT
Jengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen.) Is a plant that is already familiar in
Indonesia and is widely used as a processed food that is quite popular. One of the underutilized
parts of the jengkol plant is the skin. Jengkol fruit skin contains alkaloid compounds, flavonoids,
tannins, glycosides, sapoinin and steroids or triterpenoids. The purpose of this study was to isolate
and identify toxic compounds from the n-hexane fraction of jengkol fruit outer skin, toxicity test
with BSLT method (Brine Shrimp Lethality Test) stating the n-hexane fraction had toxic properties,
and fraction of Hex-5-4 outer skin Jengkol fruit has toxic properties with an LC50 value of 75.85
ppm. Based on the results of the analysis using FTIR spectrophotometry, and Nuclera Magnetic
Resonance Spectrophotometry (1H-NMR and 13C-NMR). That the compounds contained in the
Hex-5-4 fraction of the outer skin of jengkol fruit which are toxic are β-Sitosterol compounds.
Keywords : (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen.), N-hexane fraction, toxicity, Isolation
ABSTRAK
Jengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen.)merupakan tanaman yang sudah tidak
asing lagi di Indonesia dan banyak digunakan sebagai pangan olahan yang cukup digemari.Salah
satu bagian tanaman jengkol yang kurang dimanfaatkan adalah kulitnya.Kulit buah jengkol
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, glikosida, sapoinin dan steroid atau triterpenoid.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa toksik dari fraksi n-
heksana kulit luar buah jengkol , uji toksisitas dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
menyatakanfraksi n-heksana mempunyai sifat toksik, dan fraksi dari Hex-5-4 kulit luar buah
jengkol memiliki sifat toksik dengan nilai LC50 75,85 ppm.Berdasarkan hasil analisis
menggunakan spektofotometri FTIR, dan Spektrofotometri Nuclera Magnetic Resonance (1H-
NMR dan 13C-NMR).Bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi Hex-5-4 kulit luar buah
jengkol yang bersifat toksik adalah senyawaβ-Sitosterol.
Kata kunci : (Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen.),fraksi n-heksana, toksisitas, Isolasi
LATAR BELAKANG
Indonesia kaya akan berbagai macam
tanaman obat. Dari sekitar 30.000 spesies
tumbuhan di Indonesia, sekitar 940 di
antaranya adalah tanaman obat(1,2)
.
Masyarakat Indonesia telah lama
memanfaatkan tanaman obat sebagai obat
tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
82 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
ramuan bahan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan(3)
. Penggunaan obat
tradisional sebagai upaya kesehatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif cenderung
meningkat.
Salah satu tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah
jengkol (Archidendron jiringa (Jack)
I.C.Nielsen) Tumbuhan ini diketahui
mengandung senyawa aktif alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, glikosida dan
steroid / triterpenoid (4)
. Pada kenyataannya
tumbuhan ini oleh masyarakat banyak
digunakan sebagai obat tradisional, tetapi
disisi lain banyak hal yang kurang
dimanfaatkan oleh masyarakat dari tumbuhan
ini terutama pada bagian kulit buah jengkol.
Tumbuhan jengkol (Archidendron jiringa
(Jack) I.C.Nielsen) merupakan tumbuhan
yang banyak hidup di Indonesia, tumbuhan ini
oleh masyarakat banyak digunakan sebagai
konsumsi karena kandungan proteinnya yang
tinggi dan juga sebagai obat tradisional, selain
itu, tidak hanya kulitnya yang banyak
digunakan untuk konsumsi dan obat
tradisional, namun kulit luar buah jengkol ini
juga ternyata dapat digunakan sebagai obat
tradisional. Adanya kandungan kimia yang
terdapat di dalamnya sehingga memiliki
aktivitas farmakologi.
Untuk keamanan pemanfaatan kulit luar
buah jengkol maka perlu dilakukan penelitian
uji toksisitas ekstrak kulit luar buah jengkol
terhadap larva Artemia salina Leach
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Uji toksisitas ekstrak kulit luar
buah jengkol ini dipilih mengingat masih
kurangnya informasi ilmiah mengenai potensi
toksisitas kulit luar buah jengkol
(Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen)
tersebut.
Metode BSLT dipilih mengingat metode
ini merupakan langkah awal untuk uji
toksisitas suatu ekstrak atau senyawa. Selain
itu, metode BSLT ini sederhana, cepat, murah,
dan dapat dipercaya(5)
. Suatu ekstrak
dinyatakan bersifat toksik menurut metode
BSLT ini jika memiliki LC50 kurang dari
1000 µg/ml. Jika hasil uji BSLT menunjukkan
bahwa ekstrak tumbuhan bersifat toksik maka
dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut
untuk mengisolasi senyawa sitotoksik
tumbuhan sebagai usaha pengembangan obat
alternatif anti kanker. Jika hasil uji BSLT
menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan tidak
bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke
penelitian lebih lanjut untuk meneliti khasiat-
khasiat lain dari ekstrak tersebut.
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
83 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
METODE
Penelitian ini adalah jenis penelitian
eksperimental. Penelitian eksplorasi adalah
melakukan ekstraksi kulit buah jengkol
Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen), dan
penelitian eksperimental dengan uji toksisitas
dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality
Test). Data yang didapatkan terutama data
hasil uji toksisitas dianalisa dengan
menggunakan metode Hubert.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Ekstrak Kulit Luar Buah
Jengkol (Archidendron jiringa (jack)
I.C.Nielsen.)
Sampel penelitian sebanyak 6.200 gram
kulit luar buah jengkol yang diperoleh dari
perkebunan tanaman jengkol di Serang
Provinsi Banten. Dari sampel tersebut
didapatkan simplisia kering seberat 4.000
gram.kemudian simplisia dimaserasi dan
didapatkan maserat sebanyak 72 liter sehingga
didapatkan ekstrak kental 35 gram yang telah
dipekatkan.
Tabel 1. Data Hasil Rendemen Ekstrak Kulit
Luar Buah Jengkol
Berat
ekstrak
(gram)
Simplisia
kering
(gram)
Rendemen
ekstrak (%)
35 4000 0,875
Perhitungan rendemen sampel kulit luar
buah jengkol diperoleh rendemen ekstrak kulit
luar buah jengkol sebanyak 0,875 %.
B. Skrining Fitokimia Dari Ekstrak Kulit
Buah Jengkol (Archidendron jiringa
(jack) I.C.Nielsen.)
Hasil skrining fitokimia pada ekstrak
kulit buah jengkol meliputi uji alkaloid,
flavonoid, tanin, triterpenoid dan saponin
disajikan pada Tabel .2.
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Pada
Ekstrak Archidendron jiringa (Jack)
I.C.Nielsen..
Keterangan :
Tanda ++ : terkandung senyawa lebih
banyak/warna pekat
Tanda + : terkandung senyawa / warna muda
Tanda - : tidak mengandung senyawa/tidak
terbentuk warna.
Dari hasil penelitian dapat dibuktikan
adanya beberapa golongan senyawa metabolit
sekunder, seperti alkaloid, flavonoid, saponin,
steroid, tanin dan triterpenoid pada ekstrak
metanol kulit buah jengkol.
No. Uji
Fitokimia Pereaksi
Hasil Positif menurut pustaka
Hasil
1 Alkaloid
Mayer Terdapat endapan
dan keruh +
Dragendor
ff
Endapan jingga
coklat +
2 Flavonoid
Serbuk Mg + HCl
pekat
Terjadi perubahan warna menjadi
merah kehitaman
+
3 Saponin Aq.dest
Terbentuk lapisan busa yang
bertahan > 5menit
+
4 Steroid
Lieberman
-Burchard
Terbentuk cincin
biru kehijaun +
5
Tanin FeCl3
Sampel berubah
warna menjadi
biru-hitam
++
6
Terpenoid Lieberman-Burchard
Terbentuk cincin
kecoklatan atau
violet
+
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
84 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
C. Hasil Penetapan Uji Mutu Ekstrak
Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen.
1. Penetapan Kadar Abu Tidak larut asam
Kadar abu merupakan jumlah zat asing
anorganik yang merupakan residu selama
proses pembuatan simplisia. Pada penelitian
ini kadar abu total ekstrak kulit buah jengkol
sebesar 0,185% .Nilai ini memenuhi
persyaratan karena termasuk kedalam kriteria
kadar abu menurut DepKes RI, 2008 yaitu 0,7
% hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit
jengkol memiliki cemaran logam yang sedikit,
namun hal ini juga dapat menunjukkan kadar
mineral kulit buah jengkol yang kecil.
2. Penetapan Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah air yang
terkandung dalam suatu simplisia setelah
proses pengeringan, hal ini dilakukan untuk
menunjukkan mutu suatu simplisia, karena
pada dasarnya air merupakan tempat
tumbuhnya suatu bakteri. Sejumlah sampel
kemudian dipanaskan pada suhu 100 – 105ᴼC.
Jumlah kadar air yang terdapat pada simplisia
kulit luar buah jengkol didapatkan hasil yaitu
sebesar 5,45%. Hal ini menunjukkan bahwa
simplisia yang digunakan memenuhi
persyaratan, yaitu<10%.Rp.1.100.000.
D. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak
Archidendron jiringa (jack) I.C.Nielsen.
Pada Larva Udang Artemia Salina
Leach
Uji toksisitas menggunakan metode
BSLT merupakan uji toksisitas akut dimana
efek toksik dari suatu senyawa dapat
ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang
waktu 24 jam setelah pemberian dosis. Hewan
uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu
larva Artemia salina Leach yang berusia 48
jam karena memiliki saluran pencernaan yang
terbentuk lengkap sehingga peka terhadap
suatu zat yang dimasukkan.Artemia salina.
Misalnya DNA dependent RNA polymerase
dan organisme ini memiliki sebuah ouabaine-
sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase.
Suatu senyawa dinyatakan mempunyai
potensi toksisitas akut jika mempunyai harga
LC50 kurang dari 1000 μg/mL (ppm). LC50
(Lethal Concentration 50) merupakan
konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya
kematian pada 50 % hewan percobaan yaitu
larva Artemia salina Leach.Berdasarkan hasil
pengamatan uji BSLT dapat dilihat pada
Tabel .3.
Tabel 3. Hasil Uji BSLT Ekstrak
Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen.
No Sampel ppm
Log
D
(X)
Mati
Hidup
%
kematian
(y)
LC 50 (ppm)
1. Ekstrak
1000
100 10
3
2 1
30
20 14
0
10 16
100 66,6
6
46,6
19,05
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
85 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
Pada hasil Tabel 3, semua konsentrasi
pengujian dilakukan dengan 3x pengulangan
(Triplo) sedangkan untuk control negatif
hanya satu kali pengujian. Konsentrasi 1.000
ppm dengan persentase kematian 100 %.
konsentrasi 100 ppm dengan persentase
kematian 66,66 %. Sedangkan pada
konsentrasi 10 ppm diperoleh persentase
kematian adalah 46,66 % dapat disimpulkan
semakin tinggi konsentrasi larutan uji yang
mengandung ekstrak untuk diuji pada larva
udang Artemia salina maka semakin tinggi
toksisitasnya. Jumlah larva tiap vial uji
adalah 10 ekor dan tiap konsentrasi dilakukan
3 kali pengulangan untuk keakuratan data dan
mengurangi kesalahan proses. Jumlah total
larva Artemiasalina Leach yang digunakan
adalah 100 ekor diantaranya 10 ekor larva di
uji sebagai kontrol negatife untuk
membuktikan kematian larva udang tidak
diperngaruhi oleh air laut melainkan efek
toksik dari ekstrak kulit luar buah jengkol.
Larva yang digunakan berumur 48 jam karena
pada umur ini anggota tubuh larva sudah
lengkap dibandingkan pada saat larva itu
menetas. Dalam mengamati pertumbuhan dan
perkembangan larva sampai pada pengujian
toksisitas ekstrak, digunakan alat bantu untuk
mengamati, yaitu pipet dan penyinaran lampu
untuk menghitung jumlah larva yang hidup.
Total kematian diperoleh dengan
menjumlahkan larva yang mati pada setiap
vial dengan konsentrasi yang sama.
E. Partisi Ekstrak Archidendron jiringa
(Jack) I.C.Nielsen.
Hasil Ekstraksi yang didapatkan
kemudian dilakukan partisi secara bertingkat
berdasarkan kepolarannya, maka diperoleh
fase n-heksan, e fase etil asetat, dan fase Air,
yang masing-masing mempunyai berat ekstrak
kental fase n-heksan 2,03 gram , ekstrak
kental fase etil asetat 1,96 gram, dan ekstrak
kental fase air 9,22 gram. Hasil partisi ekstrak
kulit luar buah jengkol dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Partisi Ekstrak kulit luar buah
jengkol Archidendron jiringa (Jack)
I.C.Nielsen.
No. Ekstrak Bobot (g)
Rendemen
Ekstrak %
Ekstrak Fase
1 n-heksan 35 2,03 5,8
2 Etil Asetat 35 1,96 5,6
4 Air 35 9,22 26,34
Pemisahan dalam penelitian ini
dilakukan berdasarkan tingkat kepolaran.
Oleh karena itu, ekstrak metanol kulit luar
buah jengkol dipartisi dengan corong pisah
menggunakan 3 pelarut yang berbeda
kepolarannya, yaitu dengan menggunakan
pelarut air, Etil Asetat dan n heksana.
Hasil uji toksisitas pada hasil partisi
menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) dapat dilihat pada Tabel 5.
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
86 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
Tabel 5. Hasil Uji Toksisitas Partisi ekstrak
kulit luar buah jengkol Archidendron jiringa
(Jack) I.C.Nielsen.
N
o Fase ppm
Log
D
(X)
Ma
ti
Hidu
p
%
kemati
an (y)
LC 50
(ppm)
1. Air
1000
100
10
3
2
1
21
16
2
9
14
28
70
53,3
6,6
202,301
2. Etil
Asetat
1000
100
10
3
2
1
12
7
2
18
23
28
40
23,2
6,6
2009,09
3.
n-
heksa
na
1000
100
10
3
2
1
24
18
14
6
12
16
80
60
46,6
19,81
Analisa data uji toksisitas ini,
memperlihatkan bahwa semakin besar nilai
konsentrasi dosis, maka % kematian larva
semakin besar . Uji BSLT terhadap tiga fase
ekstrak metanol kulit luar buah jengkol
(Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen)
didapatkan hasil fase air (202,301ppm), fase
etil asetat (2009,09 ppm) dan fase n-heksana
(19,81ppm). Dari ketiga fase ini fase yang
memiliki sifat toksik yang terbesar yaitu fase
n-heksana sebesar 19,81 ppm, karena menurut
Mayer suatu senyawa dinyatakan mempunyai
potensi toksisitas akut jika mempunyai nilai
LC50 kurang dari 1000 μg/mL (ppm). Jadi
dapat dikatakan bahwa fase n-heksana kulit
luar buah jengkol pada pengujian ini memiliki
senyawa yang bersifat toksik, menurut metode
BSLT yakni pengujian menggunakan hewan
coba Artemia salina Leach. Nilai LC50 fase n-
heksana yang toksik di sebabkan karena
senyawa non polar yang terlarut dalam fase n-
heksana tersebut memiliki ukuran yang lebih
kecil sehingga lebih mudah untuk masuk
dalam membran sel melalui proses difusi pada
daerah ekor (tail) yang bersifat hidrofobik
pada phospolipid bilayer. Hal ini
mengakibatkan sel lebih cepat mengalami
kerusakan atau mati dalam proses difusi
senyawa non polar dari fraksi n-heksana.
Disisi lain senyawa-senyawa polar tidak
mudah berdifusi memasuki dinding
(membran) dimana senyawa polar ini berada
pada posisi kepala (head) yang bersifat
hidropilik. Hal ini mengakibatkan senyawa
polar lebih sulit untuk masuk dalam dinding
sel. Proses difusi pasa sel terjadi akibat
kecenderungan dari substansi yang bergerak
dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke
daerah dengan konsentrasi yang rendah.
Strukur membran sel yang memiliki dua
lapisan lipid (phospolipid bilayer) dimana
molekul lipid mempunyai satu bagian kepala
bundar yang polar (globular head polar) yang
mengandung grup NH3 pada bagian luar dan
daerah dua ekor yang mengandung asam
lemak non polar yang bersifat hidrofobik pada
permukaan bagian dalamnya memudahkan
molekul-molekul non polar berdifusi
sedangkan molekul polar tidak bisa berdifusi
langsung. Pelarut non polar hanya dapat
melarutkan senyawa non polar sehingga
pelarut polar tidak dapat bercampur dengan
pelarut non polar dalam phospolipid bilayer.
Pelarut polar tidak dapat memasuki membran
sel lipid tanpa bantuan dari protein pembawa
(carrier). Tidak semua molekul dapat
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
87 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
memasuki membran phsopolipid termasuk
gradient elektrokimia dan ukurannya. Molekul
yang lebih kecil dan non polar dapat dengan
mudah masuk kedalam phospolipid bilayer
lewat proses difusi karena kesamaan
polaritasnya. Sedangkan pelarut molekul polar
tidak dapat masuk dalam membran plasma
hanya dengan proses difusi, melainkan dengan
proses endocytosis, difusi yang di fasilitasi
dan tranport aktif. Senyawa toksik yang ada
pada ekstrak dapat masuk melalui bagian
mulut Artemia salina Leach dan diabsorbsi
masuk kedalam saluran pencernaan terjadi
proses absorbsi melalui membran sel. Setelah
proses absorbsi dilanjutkan dengan proses
distribusi senyawa toksik ke dalam tubuh
Artemia salina Leach, dan terjadi proses
kerusakan reaksi metabolisme. Struktur
anatomi tubuh Artemia salina Leach pada
tahap naupli masih sangat sederhana, yaitu
terdiri dari lapisan kulit, mulut, anthena
saluran pencernaan atau digesti yang masih
sederhana, Perubahan gradien konsentrasi
yang drastis antara didalam dan di luar sel
yang menyebabkan senyawa toksik mampu
menyebar dengan baik ke tubuh Artemia
salina Leach. Efek kerusakan metabolisme
yang ditimbulkan terjadi secara cepat dapat
dideteksi dalam waktu 24 jam,hingga
menyebabkan 50% kematian Artemia salina
Leach.
Mekanisme kematian larva udang
Artemia salina Leach berhubungan dengan
dimungkinkan karena keberadaan metabolit
sekunder golongan alkaloid, flavonoid,
saponin, tritrepenoid, steroid dan tanin dalam
ekstrak kulit luar buah jengkol.
Ekstrak yang menunjukan aktivitas
Toksik secara BSLT kemudian dilanjutkan
pada proses isolasi menggunakan metode
kromatografi kolom.
F. Analisis Fase n-Heksana dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Fase n- heksana kulit luar buah jengkol
(Archidendron jiringa (Jack) I.C.Nielsen.)
dianalisis dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dengan fase diam lempeng silika gel
GF254 dan fase gerak n- heksana : Etil Asetat
(5:1). Analsisis KLT ini bertujuan untuk
mengetahui pola bercak untuk analsisis
menggunakan kromatografi kolom. Penampak
bercak yang digunakan adalah pereaksi warna
1% serium sulfat dalam asam sulfat pekat
yang dilanjutkan dengan pemanasan lempeng
KLT hingga bercak muncul. Hasil analisa
KLT menunjukkan bahwa kromatogram
dengan fase diam silika gel GF254 dan fase
gerak n-heksana : Etil Asetat (5:1)
menunjukan pemisahan yang baik.
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
88 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
G. Fraksinasi Ekstrak n-Heksana dengan
Kramatografi Kolom I
Sebanyak 2,03 gram ektrak n-heksana
kulit luar buah jengkol dilakukan fraksinasi
dengan kromatografi kolom silika gel. Fase
gerak yang digunakan yaitu n-heksan – etil
asetat (10:1 ), ( 8:1), (6:1), (4:1), (2:1), (1:1),
etil Asetat, Metanol.Berdasarkan hasil KLT
diatas karena menunjukan masih ada nya
kemungkinan bercak spot yang memiliki Rf
yang sama, maka dilakukan penggabungan
kembali hingga mendapat 7 fraksi bisa dilihat
pada Tabel V.7. dan Gambar V.3. setelah
dilakukan pengujian KLT.
Tabel 6. Hasil penggabungan Fraksinasi
Kromatografi Kolom Silika Gel Pertama.
No Fraksi No. Botol Bobot (gram)
1 HEX.1 1-4 0,3
2 HEX.2 5-12 0,12
3 HEX.3 13-16 0,03
4 HEX.4 17-24 0,12
5 HEX.5 25-45 0,21
6 HEX.6 46-52 0,03
7 HEX.7 53-54 0,01
H. Uji Toksisitas Fraksi Hasil
Kromatografi Kolom I Dengan
Metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test)
Hasil uji toksisitas dengan metode
BSLT terhadap fraksi hasil kromatografi
kolom I sebanyak 7 fraksi dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Hasil uji toksisitas fraksi hasil
kromatografi kolom I dengan metode BSLT
Berdasarkan dari hasil uji toksisitas
fraksi kromatografi kolom I diatas diketahui
bahwa fraksi No.5 (Hex-5) memiliki nilai
toksisitas yang lebih baik diantara fraksi
lainnya.
I. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) Pada Fraksi Hex-5
Fraksi Hex-5 dianalisis dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase
diam lempeng silika gel GF254 dengan fase
gerakn n-heksana : Etil Asetat (2:1 ) . Analisis
KLT ini bertujuan untuk mengetahui pola
bercak untuk analisis kromatografi kolom.
Penampak bercak yang digunakan adalah
pereaksi serium sulfat yang dilanjutkan
dengan pemanasan lempeng KLT hingga
bercak muncul . Hasil KLT menunjukan
kromatogram dengan fase diam silika gel
GF254 menggunakan fase gerak n-heksana :
etil asetat (2:1) menunjukan senyawa sudah
terjadi pemisahan dengan baik.
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
89 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
J. Kromatografi Kolom II Pada Fraksi
Hex-5
Fraksi Hex-5 yang memiliki aktivitas
sitotoksik yang paling tinggi dilakukan
pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi
kolom II dengan harapan diperoleh suatu
senyawa yang lebih murni.fraksi Hex-5
sebanyak 0,21 gram difraksinasi dengan fase
gerak n-heksana : etil asetat (5:1), (2:1). Hasil
KLT diatas menunjukan bahwa masih ada
beberapa fraksi yang mempunyai pola
kromatogram yang mirip, sehingga fraksi-
fraksi yang mempunyai pola mirip digabung
kembali menjadi 5 fraksi yang lebih sederhana
dari total fraksi 105 botol.Kromatogram diatas
menunjukan bercak yang terdapat didalam
setiap fraksi jumlahnya semakin sedikit
dibandingkat kromatogram fraksi hasil
kromatografi kolom sebelumnya, hal ini
menandakan fraksi yang diperoleh semakin
murni.Hasil penggabungan fraksi-fraksi diatas
dapat dilihat pada Tabel .8.
Tabel 8. Hasil uji toksisitas fraksi hasil
kromatografi kolom I dengan metode BSLT
K. Uji Toksisitas Fraksi Hasil
Kromatografi Kolom II Dengan
Metode BSLT
Hasil uji toksisitas dengan metode
BSLT terhadap Fraksi Hex-5 hasil
kromatografi kolom II (5 fraksi) dapat dilihat
pada Tabel .9.
Tabel 9. Hasil uji toksisitas fraksi
kromatografi kolom II dengan metode BSLT
No
. Fraksi ppm
Log
D
(X)
Mati Hidup
%
kemati
an (y)
LC50
(ppm)
1. Hex-
5-1
1000
100
10
3
2
1
10
6
2
20
24
28
33,33
20
6,6
5248,07
2. Hex-
5-2
1000
100
10
3
2
1
12
11
4
18
19
26
40
36,66
13,33
2041,73
3. Hex-
5-3
1000
100
10
3
2
1
17
12
7
13
18
23
56,66
40
23,33
426,57
4. Hex-
5-4
1000
100
10
3
2
1
28
12
6
2
18
24
93,33
40
20
75,85
5. Hex-
5-5
1000
100
10
3
2
1
21
13
9
9
17
21
70
43,33
30
128,82
L. Analisis Fraksi Hex 5-4 Dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Fraksi Hex-5-4 dianalisis dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase
diam lempeng silika gel GF254 dan fase gerak
n-heksana : Etil Asetat (2:1).
M. Pemurnian Fraksi Dengan KLT
Preparatif
Pemisahan dan pemurnian/purifikasi
bercak (spot) isolate pada fraksi Hex-5-4
No Fraksi No. Botol Bobot (gram)
1 HEX-5-1 1-14 0,02
2 HEX-5-2 15-32 0,03
3 HEX-5-3 33-52 0,01
4 HEX-5-4 53-68 0,05
5 HEX-5-5 69-105 0,12
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
90 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
dilakukan menggunakan metode kromatografi
lapis tipis preparative (KLTP). Fraksi n-
heksana ditotolkan pada KLTP untuk
kemudian di elusi menggunakan n-heksana :
etil asetat (3:2) sebagai fase gerak (mobile
phase) (Gambar V.), bercak masing-masing
isolat dalam KLTP kemudian dipisahkan
dengan cara dikerik, kemudian dilarutkan
kembali dengan pelarut Etil asetat p.a dan
uapkan kembali.
N. Identifikasi Senyawa Kimia
Tabel 10. Gugus Fungsi yang Terdapat
dalam isolat Hex 5-4
Spektrofotometri FTIR menunjukkan
bahwa isolat Hex-5-4 memiliki gugus
hidroksil (O-H) yang ditunjukkan oleh puncak
serapan pada bilangan gelombang 3306,29
cm-1
, serapan pada daerah bilangan
gelombang 2954,84 cm-1
, 2871,80 cm-1
,
1458,79 cm-1
, 1416,55 cm-1
, 1378,04 cm-1
menunjukkan adanya gugus alkana (C-H)
dengan intensitas yang kuat. Spektrum FTIR
isolat Hex-5-4dapat dilihat pada Tabel 10.
Hasil analisa menggunakan
Spektrofotometri 1H-NMR dan 13C-NMR
dapat dilihat pada Tabel .11.
Tabel 11. Hasil 1H-NMR dan 13C-
NMRyang Terdapat dalam isolat Hex-5-4
NO
Bilangan
gelombang isolat Hex-5-
4 (cm-1)
Bilangan
Gelombang Pustaka
(cm-1)
Tipe ikatan*
1. 3522,73 3500-3650
O-H
3306,29 3200-3600
2. 2954,84
2850-2970 C-H
Alkana 2871,80
3. 1655,95 1610-1680 C=H
Alkena
4. 1458,79
1340-1470 C-H
Alkana 5. 1416,55
6. 1378,04
No
.
Saputra, 2014 Isolat Hex-5-4
H (H, mult,
ppm) C (ppm)
H (H,,
mult, ppm)
C
(ppm)
1 1,02;1,81 (dd) 37,23 1,85 37,45
2 1,47;1,81(dd) 31,61 1,85 31,87
3 3,51, m 71,78 3,51 (m, 1H) 72,0
4 2,18; 2,26, dd 42,25 2,23;2,28, dd 42,50
5 - 140,71 - 140,96
6 5,33 121,68 5,35 (bs, 1H) 121,91
7 1,93; 1,98.dd 31,88 1,95;2,01 dd 32,10
8 1,42,m 31,88 - 32,10
9 0,92, m 50,11 - 50,33
10 - 36,48 - 36,7
11 1,49, m 21,06 - 21,28
12 1,14; 1,99, dd 39,75 - 39,97
13 - 42,30 - 42,50
14 1,12, t 56,78 - 56,9
15 1,54, m 24,34 - 24,49
16 1,83, m 28,22 - 28,44
17 1,01, m 56,02 - 56,2
18 0,67, s 11,84 0,68, s 12,06
19 0,99, s 19,37 1,007, s 19,59
20 1,34, m 36,12 - 36,3
21 0,79, d 18,76 0,82, d 18,97
22 1,00; 1,29,dd 33,92 - 34,15
23 1,14, m 26,06 - 26,27
24 0,91, m 45,81 - 46,03
25 1,64, m 29,13 - 29,35
26 0,81, d 19,79 0,83 20,01
27 0,79, d 19,02 - 19,23
28 1,24, m 23,05 - 23,26
29 0,83, t 11,98 - 12,17
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
91 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
Interperetasi isolat Hex 5-4
Berdasarkan data hasil yang diperoleh
dari hasil analisa FT-IR, diketahuibahwa
isolat Hex 5-4 mempunyai gugus hidroksil (-
OH), gugus alkana (-C-H), gugus alkena (-
C=C-H), selain gugus-gugus tersebut di atas,
isolat Hex 5-4 juga tidak memiliki gugus
fungsi lainnya seperti gugus karbonil (-C=O),
gugus eter (-C-O-C-), serta ikatan rangkap
aromatik (-C=C-). Hasil analisa FTIR
terhadap isolat Hex 5-4, juga didukung oleh
data hasil analisa 1H-NMR dan 13C-NMR,
dimana berdasarkan data 1H-NMR diketahui
bahwa profiling spektrum proton yang
diperoleh menunjukkan profil khas untuk
spektrum proton senyawa-senyawa golongan
sterol dimana mempunyai puncak-puncak
untuk gugus metilena (-CH2-) dan metin (-
CH-) yang bertumpuk yang muncul dengan
nilai integrasi (jumlah proton) cukup banyak,
dimana terdapat dua sinyal singletpada
pergeseran (0,68 & 1,007 ppm), juga terdapat
satu sinyal multiplet pada pergeseran kimia
(3,51 ppm), serta terdapat juga satu sinyal
doublet dan dua sinyal doublet-doubletpada
pergeseran kimia (0,82 ppm &
2,23;2,28,1,92;2,01 ppm).Dari hasil analisa
13C-NMR terhadap isolat Hex 5-4, diketahui
bahwa isolat Hex 5-4 mempunyai 29 buah
atom karbon yang dapat dilihat pada tabel 11.
Berdasarkan data hasil analisa FTIR,
serta hasil analisa 1H- dan 13C-NMR
terhadap isolat Hex 5-4, serta berdasarkan
hasil perbandingan dengan data senyawa 1H-
NMR dan 13C-NMR dengan senyawa -
sitoterol dari literatur yang sesuai (Tabel .11.),
patut diduga bahwa isolat Hex 5-4 adalah
senyawa -sitoterol yang dapat dilihat pada
Gambar.1. dibawah ini:
Gambar 1. Rumus Struktur β-Sitosterol
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil isolasi dan proses
identifikasi data hasil analisa FT-IR, 1H-
NMR dan 13C-NMR, dapat disimpulkan
bahwa kulit luar buah jengkol mengandung
senyawa metabolit sekunder dari golongan
sterol yaitu β-Sitosterol dan memiliki sifat
toksik secara metode BSLT dengan nilai
LC50 sebesar 75,85 ppm berdasarkan hasil
isolat II .
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Masa Depan Obat Tradisional
Indonesia Cerah. [ diakses 20 agustus
2018]. Diakses dari :
http://teknologitinggi.wordpress.com/mas
a-depan-obattradisional indonesia-cerah.
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3 September 2019
92 Arif Hidayat, Partomuan Simanjuntak, Ahmad Darmawan, Isolasi dan Identifikasi ...
2. Anonim. Obat Tradisional dan Obat
Herbal - Tantangan ke depan Farmasis. [
diakses 20 agustus 2018]. Diakses dari
:http://www.informasiobat.com/content/vi
ew/276/67/.
3. Katno, Pramono S. Tingkat manfaat dan
keamanan tanaman obat dan obat
tradisional. [ diakses 20 agustus 2018].
Diakses dari
:http://cintaialam.tripod.com/keamanan_o
bat%20tradisional.pdf.
4. Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE,
Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin
JL. Brine shrimp: a convenient general
bioassay for active plant constituents.
Planta Med [ diakses 20 agustus 2018].
Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/173
96775.
5. Hutauruk JE. Isolasi Senyawa Flavonoida
Dari Kulit Buah Tanaman Jengkol
(Pithecellobium lobatum Benth.) Skripsi,
Medan: Universitas Sumatera Utara,
2010.