islam pasir di cilacap jawa tengah

24
Islam Pasir : Dialog Islam dan Budaya Wong Clacap Studi Anthropologi di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah Oleh : M. Bambang Prawiro Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayah Bogor Abstrak Islam hadir ke tanah jawa dengan prinsip tasamuh yang tinggi dengan budaya lokal, selama budaya tersebut tidak membahayakan maka Islam dapat berasimilasi dengannya. Kalaupun ada budaya yang bertentangan dengan Islam, maka perubahan secara perlahan dilakukan sebagai tahapan dalam rangka membumikan Islam. Di antara bentuk tasamuh Islam atas budaya lokal adalah terjadinya sinkretisme antara Islam dengan budaya lokal, terjadi saling mengisi antara keduanya, sehingga sebuah tradisi tidak bisa dipisahkan lagi dengan Islam. Sebagai contoh budaya tahlilan yang dalam sejarah telah ada sebelum Islam datang kini telah menyatu dengan budaya Islam. Bahkan umat Islam tidak bisa membedakannya lagi dengan budaya lokal. Di antara bentuk sinkretisme antara Islam dengan budaya lokal lainnya adalah adanya aliran Islam Pasir di kabupaten Cilacap. Aliran ini adalah salah satu dari varian sinkretisme Islam dan budaya lokal di Jawa bagian selatan yaitu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Ritual keagamaan Islam telah melebur ke dalam budaya enyong-rika dalam masyarakat di Cilacap.

Upload: abdurrahman-misno-bambang-prawiro

Post on 10-Feb-2016

16 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Islam Pasir di Cilacap

TRANSCRIPT

Page 1: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Islam Pasir : Dialog Islam dan Budaya Wong ClacapStudi Anthropologi di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah

Oleh : M. Bambang PrawiroSekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayah Bogor

Abstrak

Islam hadir ke tanah jawa dengan prinsip tasamuh yang tinggi dengan budaya lokal,

selama budaya tersebut tidak membahayakan maka Islam dapat berasimilasi

dengannya. Kalaupun ada budaya yang bertentangan dengan Islam, maka perubahan

secara perlahan dilakukan sebagai tahapan dalam rangka membumikan Islam. Di

antara bentuk tasamuh Islam atas budaya lokal adalah terjadinya sinkretisme antara

Islam dengan budaya lokal, terjadi saling mengisi antara keduanya, sehingga sebuah

tradisi tidak bisa dipisahkan lagi dengan Islam. Sebagai contoh budaya tahlilan yang

dalam sejarah telah ada sebelum Islam datang kini telah menyatu dengan budaya

Islam. Bahkan umat Islam tidak bisa membedakannya lagi dengan budaya lokal.

Di antara bentuk sinkretisme antara Islam dengan budaya lokal lainnya adalah

adanya aliran Islam Pasir di kabupaten Cilacap. Aliran ini adalah salah satu dari

varian sinkretisme Islam dan budaya lokal di Jawa bagian selatan yaitu Kabupaten

Cilacap Jawa Tengah. Ritual keagamaan Islam telah melebur ke dalam budaya

enyong-rika dalam masyarakat di Cilacap.

Karakteristik dari aliran ini adalah sifatnya yang tertutup dengan anggota masyarakat

lainnya, terutama berkaitan dengan ritual dan peribadahan mereka. Tidak semua

orang bisa masuk ke dalam aliran ini, setiap yang akan menjadi anggota harus

melalui ritual khusus. Anggota dari kelompok ini adalah bagian dari tarekat, dengan

amalan-amalan tertentu dan pertemuan-pertemuan khusus.

Ritual untuk mensucikan diri dengan puasa selama 40 hari secara terus menerus

dilakukan sebagai bentuk pensucian jiwa dari nafsu keduniaan. Selain itu cara

penghitungan hari dan bulan yang mereka miliki mengakibatkan jatuhnya hari raya

selalu berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini berkaitan erat

dengan keyakinan adanya hari sial yaitu Rabu manis yang "haram" untuk dijadikan

hari raya. Bahkan beberapa tahun terakhir menunjukan selisih satu hari dengan

tanggal hari raya yang ditetapkan oleh pemerintah. Penentuan hari raya baik Idhul

Page 2: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Adha ataupun Idul Fitri pada aliran ini didasarkan pada penghitungan jumlah hari

dalam sebulan yang harus 30 hari.

Selain itu penggunaan ritual-ritual kejawen pada momen-momen tertentu juga

menunjukan jati diri kelompok ini yang merupakan bagian dari Islam kejawen yang

berkembang di beberapa wilayah di pulau Jawa.

Makalah ini disajikan dengan menggunakan pendekatan antropologis, karakteristik

dan keyakinan aliran Islam Pasir dianalisis dengan pengamatan dan wawancara

mendalam dengan para kyai dan tetua aliran ini.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa aliran Islam Pasir adalah salah

satu varian Islam Kejawen, ia adalah bentuk sinkretisme antara kepercayaan Jawa

Kuno, Hindu-Budah dan Islam.

Kata Kunci : Islam Kejawen, budaya lokal, penghitungan penetapan bulan dengan

secara tradisi, ritual, akulturasi, dan sinkretisme

A. Pendahuluan

Islam sebagai agama langit dan bumi sangat memahami keadaan manusia dan

sifat-sifat naluriah manusia, sehingga ia akan dengan mudah meresap ke dalam

berbagai sistem kebudayaan dan sosial manusia, bagaimanapun tradisi dan budaya

mereka. Islam memberikan gerak yang cukup luas bagi adat dan tradisi budaya lokal,

dalam sebuah kaidah Fiqhiyyah disebutkan :

المحكمة العادةAdat itu bisa menjadi hukum syariat.

Demikian pula yang terjadi di pulau Jawa, Cilacap khususnya. Islam masuk

ke wilayah ini melalu proses Islamisasi yang dilakukan oleh kerajaan Demak. Sifat

dari Islam yang toleran dengan budaya lokal ditambah sikap para da'i yang sangat

memahami mad'unya menjadikan Islam di wilayah ini memiliki karakter tersendiri.

Karakter keislaman di wilayah Cilacap adalah adanya sinkretisme anatara

Islam dengan budaya lokal. Sinkretisme ini menghasilkan sebuah pemahaman Islam

lokal yang unik dan tidak didapati pada wilayah lainnya. Diantaranya adalah aliran

Islam Pasir, atau dalam bahasa lokal Agama Pasir. Untuk memudahkan penulis

gunakan istilah Islam Pasir. Aliran ini berkembang di desa Ujungmanik Kecamatan

Page 3: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Kawunganten Kabupaten Cilacap Jawa Tengah, jumlah anggotanya tidak terlalu

besar, namun karena karakter mereka yang kuat sehingga aliran ini tetap eksis hingga

saat ini.

Jika kita runtut dengan pendekatan sejarah maka aliran Islam Pasir ini

merupakan varian dari model Islam kejawen yang berkembang di beberapa wilayah

di pulau Jawa. Hal ini dibuktikan dengan model penghitungan hari dengan

menggunakan cara Jawa kuno serta beberapa ritual yang mirip dengan praktek

keagamaan di wilayah lainnya.

Di antara bentuk tradisi yang masih dilaksanakan adalah melakukan puasa

selama empat puluh hari empat puluh malam tanpa makan dan minum. Ini adalah

tingkat terakhir bagi seseorang yang ingin mencapai derajat wali. Sebelum tingkat ini

dilalui, ada beberapa praktek tirakat (puasa) yang harus dijalani. Seperti berpuasa

pada Rabu Pon, Kamis Wage dan Jumat Kliwon, puasa ngajem /mutih yaitu berpuasa

dengan hanya makan air putih dan nasi outih selama beberapa hari.

Dalam praktek sehari-hari mereka melakukan peribadatan sebagaimana umat

Islam lainnya, hanya pada shalat Jum'at bagi kaum perempuan dianjurkan untuk

mengikuti shalat jum'at. Hal ini biasanya dikhususkan hanya bagi mereka yang sudah

tharek (ikut bergabung dalam salah satu tarikat). Dalam praktek shalat jum'at mereka

masih mempercayai adanya ketidaksahan jumat ketika jumlah jamaahnya kurang dari

40 orang. Maka setelah shalat jumat biasanya mereka kembali melakukan shalat

dhuhur.

Bentuk mensucikan diri yang lainnya juga dilakukan menjelang bulan

ramadhan. Dalam perspektif antropologi, ritual "bersih diri" menjelang ramadhan

bisa dikategorikan sebagai bentuk adaptasi budaya antara budaya lokal dan Islam,

dan bahkan bisa dianggap sebagai bentuk sinkretisme Islam. Karena budaya

merupakan ’sistem simbol’ yang berfungsi untuk mengarahkan tingkah laku umat

beragama, dalam beberapa praktek ritual yang mereka lakukan ini teks-teks agama

dinegosiasikan secara kreatif dan memberikan makna baru. Sebagai konsekuensinya,

proses pembuangan atau bahkan penyimpangan dari teks-teks agama tidak dapat

dihindari. Oleh karena itu, menarik untuk mengamati proses negosiasi antara budaya

lokal dengan teks-teks keagamaan (Islam) atau bagaimana Islam memasuki praktek

lokal dan memberikan makna baru pada kedua ritual tersebut.

Page 4: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Pengamatan terhadap tradisi-tradisi yang berkembang di tengah masyarakat

menjadi urgen untuk memilah-milah mana ajaran Islam yang relevan dengan budaya

lokal dan bentuk-bentuk modivikasi apa sajakah yang terinspirasi oleh Islam.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan deskripsi dan analisis terhadap

pertemuan tradisi lokal dengan Islam dalam aliran Islam Pasir di Cilacap Jawa

Tengah. Pertemuan ini mencerminkan adanya sintesis budaya lokal dan tradisi Islam,

di mana kosmologi lokal, struktur sosial, dan warisan masa lalu dinegosiasikan.

Tulisan ini juga akan mengkaji perkembangan mutakhir aliran ini, yang tak bisa

dilepaskan dari hukum sejarah kebudayaan, yang semula berupa tradisi lokal menjadi

tradisi Islam lokal.

B. Sejarah dan Filosofi nama Islam Pasir

Islam masuk ke wilayah Jawa bagian selatan melalu ekspansi yang dibawa

oleh kerajaan Demak. Ia dibawa oleh beberapa orang wali yang dikenal dengan wali

sembilan (wali songo). Dalam faktanya tidak seluruh daerah dapat didatangi oleh

wali ini, terutama di daerah-daerah yang masuk ke pedalaman. Pada darerah-daerah

pedalaman atau pesisir selatan yang datang menjadi penyebar agama Islam adalah

dari murid-murid wali songo atau bahkan beberapa orang dari kalangan yang kurang

memahami Islam.

Tidak ada data yang valid menginformasikan mengenai waktu pertama kali

aliran ini datang ke Cilacap, Namun berdasarkan cerita-cerita masyarakat setempat,

konon Islam Pasir telah ada sejak sebelum kedatangan Belanda ke Indonesia. Jika

pendapat ini yang dipegang, dapat disimpulkan bahwa aliran ini telah terselenggara

sekitar abad ke-16 atau tahun 1500-an.

Aliran Islam Pasir berkembang di wilayah Cilacap khususnya di desa

Ujungmanik. Ketika masyarakat sebelah timur Cilacap terutama dari wilayah

Gombong melakukan trukah yaitu membuka hutan di desa ini untuk dijadikan tempat

tinggal. Praktek keislaman yang mereka bawa diwariskan secara turun temurun. Dari

wawancara dengan kyai setempat diketahui bahwa saat ini aliran Islam pasir di desa

ini telah memasuki generasi kelima.

Islam Pasir atau dalam dialek setempat disebut dengan agama Pasir atau

aliran Pasir berasal dari kata pasir yaitu butiran kecil yang berada di tepi samudera.

Page 5: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Dikatakan Pasir karena mereka menyamakan diri dengan pasir yang berada di tepi

lautan yang luas. Pasir yang berada di pantai secara filosofi berarti sesuatu yang tidak

bermakna dan hina jika dibandingkan dengan luasnya lautan di dekatnya. Maka

filosofi dari para pengikut aliran Islam Pasir adalah bahwa mereka adalah manusia

yang tidak bermakna jika dibandingkan dengan luasnya rahmat, karunia dan ilmu

Allah ta'ala.

Dalam sumber yang lain disebutkan bahwa Islam Pasir juga berasal dari kata

pasir yang berasal dari bahasa Sunda yaitu atas atau tinggi. Ini adalah harapan dari

para pengikut aliran ini, mereka ingin menjadi seorang manusia yang memiliki

derajat di atas, yaitu tinggi di sisi Allah.

Dari analisa sejarah yang ada menunjukan bahwa pendapat pertama yang

lebih mendekati kebenaran. Perlu catatan di sini bahwa aliran ini jarang sekali

menyebut diri mereka sebagai aliran Islam Pasir. Wawancara yang dilakukan sendiri

pada awalnya mengalami kebuntuan, karena kyai (pemimpin) awalnya tidak mau

menyebutkan tentang sejarah dan hakikat lebih jauh dari aliran ini.

C. Kyai, Tarek dan Tradisi Leluhur

Tokoh sentral pada aliran ini adalah seorang kyai. Pada awalnya kelompok ini

diketuai oleh seorang yang dianggap sebagai setengah wali, beliau bernama Mbah

Darmo. Namun pada tahun 2000-an beliau meninggal dunia, hingga kedudukannya

digantikan oleh Kyai Supandi.

Sebagaimana aliran Islam kejawen lainnya, kelompok ini juga memiliki

sebuah makam keramat yang dijadikan tempat untuk melakukan ritual pensucian

jiwa. Tempat keramat tersebut berada di tengah hutan di daerah Cikakak Purwokerto.

Pada waktu-waktu tertentu, terutama ketika bulan Suro, Rajab dan Sya'ban diadakan

ziarah ke makam tersebut.

Ritual yang dilakukan adalah berupa ziarah, membakar kemenyan dan

memberikan sesaji kepada "penunggu" makam keramat tersebut. Ritual ziarah ini

sejatinya adalah peninggalan dari budaya pra Islam, bahkan pra Hindu yang menjadi

ciri khas masyarakat animisme-dinamisme di Jawa.

Selain waktu-waktu tersebut, ziarah juga dilaksanakan ketika ada anggota baru

yang menjadi bagian dari jama'ah ini. Ritual untuk masuk ke dalam anggota aliran ini

Page 6: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

sebenarnya tidak sulit, dimulai dari "bersih diri" dengan melakukan puasa "mutih"

yaitu puasa dengan tidak makan tidak minum, lalu melakukan baiat kepada seorang

kyai untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarekat ini. Selanjutnya ia akan

melewati latihan-latihan jiwa yang diadakan pada malam-malam tertentu yang

dibimbing oleh seorang kyai sebagai ketuanya.

Setelah dianggap lulus melalui tahapan-tahapan tersebut selanjutnya akhir dari

peresmian keanggotaan adalah berziarah ke makam keramat tersebut. Di samping

makam ini dilakukan ritual dan do'a-do'a serta janji untuk selalu setia dengan

tarekatnya, dan tidak akan melanggar setiap kesepakatan yang telah dibuat oleh

kelompoknya. Termasuk larangan untuk membicarakan kelompok tersebut kepada

orang lain yang bukan anggota.

Keanggotaan dalam aliran ini memang seperti dalam tarekat sufi di beberapa

daerah di Indonesia. Jika seseorang telah masuk ke dalam tarekat ini maka banyak

pantangan yang tidak boleh dilanggar. Semua pantangan-pantangan tersebut telah

menjadi peraturan yang tidak tertulis, sehingga jika ada pelanggaran yang terjadi

maka tidak ada hukuman khusus yang dilaksankan. Hukuman bagi yang keluar atau

melanggar peraturan tersebut adalah pengucilan di tengah masyarakat mereka.

Selain model keanggotaan tarekat yang mereka miliki, keunikan lain dari

aliran Islam Pasir ini adalah kuatnya mereka memegang tardisi leluhur, secara

sosiologi setiap komunitas yang berada jauh dari percaturan modernitas akan

berupaya untuk mempertahankan tradisinya. Hal ini terjadi pada aliran ini, mereka

melakukan sinkretisme antara Islam, Hindu dan kepercayaan leluhur.

Di antara tradisi leluhur yang sampai saat ini masih dilakukan adalah

penyambutan ritual menjelang hari raya Idhul Fitri dan penetapannya.

D. Hari Raya : Antara budaya dan agama

Hari raya dalam pemahaman Islam Pasir adalah hari bersuka cita, sehingga

suka cita ini harus disambut oleh semua orang, baik yang sudah hidup atau yang

sudah meninggal dunia. Dalam kaitan dengan orang-orang yang sudah mati inilah,

mereka mempunyai keyakinan bahwa ketika malam hari raya tiba, para arwah

leluhur akan datang untuk mengunjungi anak cucunya yang masih hidup. Sebagai

Page 7: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

sambutan bagi para arwah ini maka setelah matahari terbenam, dilakukan ritual

penyambutan.

Bentuk ritual ini yaitu dengan menyediakan kemenyan yang dibakar pada

sebuah genteng, lalu diletakan pada sebuah tampah (nampan yang terbuat dari

bambu), di sekitar bakaran kemenyan ini diletakan kembang tujuh rupa, dari mulai

kembang soka, melati, mawar, kenanga dan yang lainnya. Selain itu disediakan juga

rokok klobot cap sinden, kelapa hijau, bubur merah-putih dan beberapa jajan pasar.

Selain itu dibuat juga tiga buah lampu minyak yang disejajarkan pada sebuah tiang

bambu yang akan ditancapkan di depan rumah.

Ada keyakinan jika lampu minyak itu terus menyala maka "tamu-tamu"

tersebut sedang menikmati hidangannya. Sedangkan jika lampu tersebut padam

berarti arwah-arwah tersebut telah kembali ke tempatnya masing-masing. Saat ini

tradisi tersebut hanya dilakukan oleh beberapa tetua dari kelompok ini saja.

Setelah meletakan sesajen tersebut, dan melaksanakan shalat 'isya mereka

melakukan ritual selanjutnya untuk mengisi malam takbiran, untuk genarasi muda

dan anak-anak bisanya mereka memukul bedug dan kentongan sambil mengucapkan

takbir, sementara bagi golongan tua mereka mempunyai ritual tersendiri pada malam

Idhul Fitri. Ritual-ritual tersebut adalah melakukan dzikir-dzikir secara berjama'ah

dengan anggota lainnya sambil menunggu tengah malam. Lepas tengah malam

mereka akan menggantikan anak-anak dan anak muda melanjutkan takbir hingga

shubuh.

Sebagaimana umat muslim lainnya di paginya hari Idhul Fitri dilaksanakan

shalat 'Idh di masjid. Sebelum melaksanakan shalat 'Idh mereka mengucapkan puji-

pujian yang berisi sya'ir-sya'ir pujian kepada Allah dan kepada Nabi Muhammad

SAW. Selanjutnya shalat Idhul Fitri dilaksanakan, karena ruangan masjid yang

terbatas sementara jama'ah yang datang banyak akhirnya antara shaf wanita dan pria

tiddak ada batas lagi. Setelah shalat Idhul Fitri dilaksanakan dilanjutkan dengan

saling meminta maaf dengan cara bersalam-salaman. Dimulai dari kyai dan para

tetua jama'ah dilanjutkan dengan seluruh hadirin yang hadir membuat lingkaran dan

bersalam-salaman. Ketika acara salam-salaman dilakukan mereka juga mengucapkan

puji-pujian yang sulit untuk dipahami, puji-pujian tersebut diucapkan dengan

setengah berteriak. Sebenarnya puji-pujian tersebut menggunakan bahasa Arab dan

Page 8: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

campuran bahasa Jawa, hanya ritme yang digunakan menyentak sehingga

memberikan energi kepada jamaah yang sedang bersalam-salaman.

Pada umat Islam lainnya di wilayah ini juga melakukan hal yang sama, hanya

ritmenya yang lebih lambat dan masih bisa dipahami. Jika kita menganalisis puji-

pujian yang dilantunkan tersebut, dapat dipastikan bahwa itu adalah warisan dari

kelompok-kelompok tarekat yang menggunakan syair-syair sebagai penyemangat

jiwa.

Dalam bersalam-salaman ini tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan,

semuanya melebur menjadi satu, sehingga dalam satu barisan bisa jadi berjajar antara

laki-laki dan perempuan. Hal inilah yang membedakan dengan umat Islam lainnya.

Mereka baik lakki-laki ataupun perempuan berdesak-desakan untuk bersalaman

dengan para tetua mereka, hingga pemandangan yang ada bukan seperti di dalam

masjid tapi seperti orang-orang yang akan naik kereta menjelang lebaran.

Setelah acara salam-salaman selesai dilanjutkan dengan acara tasyakuran,

ritual ini biasanya riikuti oleh orang-orang tua saja. Tasyakuran sendiri adalah

upacara yang mirip dengan tahlilan. Dimulai dengan pembacaan do'a-do'a bagi umat

Islam baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Tidak lupa mereka

melakukan ritual dzikir dengan cara menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan ke

kanan.

Sejatinya ritual dzikir bersama dengan menggunakan lafadz-lafadz dengan

bahasa Arab adalah bentuk dzikir dari kalangan tarekat sufi yang menyebar hampir

di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia ini, bentuk dzikirnya dari mulai ucapan

syahadat la ilaha illallah sampai ucapan Huuuuuuu.... dengan nafas panjang.

Satu hal yang membedakan dengan umat Islam lainnya pada Aliran Islam Pasir

ini adalah hari raya mereka baik Idhul Fitri ataupun Idhul Adha tidak pernah sama

dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Mereka mempunyai perhitungan sendiri

dalam menetapkan hari rayanya. Model perhitungan hari mereka didasarkan pada

jumlah bulan dalam satu tahun yang harus 30 hari. Kemudian jika hari raya jatuh

pada hari Rabu Manis maka tidak boleh dilaksanakan dan harus ditunda pada hari

berikutnya. Hal ini berarti mereka pada hari itu masih tetap berpuasa.

Mereka juga masih mempercayai sistem hubungan antara Nabi dan Abdi,

maksudnya adalah hari raya itu dilakukan sebanyak dua hari. Pada hari pertama itu

Page 9: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

adalah hari raya bagi para Nabi, sedangkan bagi para Abdi hari rayanya jatuh setelah

hari raya para Nabi tersebut yaitu hari kedua. Jika seorang abdi (manusia biasa)

mengikuti hari raya para Nabi maka dia telah berlaku tidak sopan. Karena itu mereka

akan selalu mengakhirkan hari raya mereka pada hari kedua.

Perhitungan dengan sistem Jawa Kuno juga menjadikan mereka mengetahui

hari raya untuk tahun depan atau tahun-tahun yang akan datang. Cara perhitungan

mereka sederhana, yaitu dengan menghitung jumlah hari. Misalnya dari Rebo pon,

kemis wage, jemu'ah kliwon, setu manis, minggu paing, senin pon, selasa wage,

rebu kliwon. Jumlah titi mangsa dalam budaya jawa hanya lima hari yaitu, manis,

paing, wage, kliwon dan pon. Sementara jumlah hari dalam hitungan masehi adalah

tujuh. Maka diurutkan terus menerus selama dengan jumlah bulan dikalikan tiga

puluh hari. Dari sini akan diketahui bahkan hari-raya-hari di tahun-tahun yang akan

datang. Jika hari raya jatuh pada hari yang diyakini mengandung banyak bencana

maka hari raya tersebut harus dialihkan ke hari berikutnya.

Demikianlah sekilas perayaan hari raya yang dilakukan oleh aliran Islam

Pasir, jika kita telisik, aliran ini sangat kentara sekali dengan kepercayaan Islam

kejawen yang banyak tersebar di wilayah-wilayah pulau Jawa.

F. Islam Pasir : Dari Sinkretisme menuju tradisi Islam Lokal

Islam Pasir saat ini masih eksis di desa Ujungmanik, Kec. Kawunganten Kab.

Cilacap Jawa Tengah. Saat ini walaupun generasi muda mereka telah banyak

meninggalkan desa dan pergi merantau ke kota, namun generasi tua di desa ini masih

tetap bersemangat untuk menghidupkan aliran ini. Hal ini terbukti dengan perayaan

Idhul Fitri dan Idhul Adha yang begitu meriah pada kelompok mereka. Bahkan

beberapa pejabat desa dan anggota legeslatif mendukung aliran ini.

Dari sini kita dapat melihat bahwa telah terjadi hubungan dan interaksi Islam

dan kebudayaan, Bassam Tibi, seorang penganut teori akulturasi Islam,

memperlakukan Islam sebagai sistem simbol untuk memahami dunia dan lingkungan

kebudayaan tertentu. Tibi selanjutnya merekomendasikan bahwa akomodasi kultural

selayaknya dilakukan oleh masyarakat Islam, yakni upaya untuk membuka diri

terhadap perubahan.

Page 10: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Dari konsepsi inilah, aliran Islam Pasir bisa dipahami dalam paradigma

antropologi Tibi sebagai proses akulturasi, asimilasi, difusi, dan adaptasi. Islam

dipahami sebagai kumpulan dengan variasi interpretasi berada dalam konteks

lokalitas perayaan Idhul Fitri dan ritual lainnya. Islam melakukan adaptasi dan

berdialog dengan kebudayaan setempat. Hasilnya Islam dengan ciri khas lokal,

model seperti ini akan mengakar pada sistem sosial di mana Islam tersebut berada.

Senada dengan analisa di atas, konsepsi Ignaz Kleden tentang perubahan

kebudayaan dapat membantu untuk melihat sejauh mana proses pewarisan atau

pelestarian, Ignaz Kleden memberikan lima konsepsi, seperti (1) pada tataran sistem

nilai adalah dari integrasi, disintegrasi ke reintegrasi; (2) pada tataran sistem kognitif

ialah melalui orientasi, ke disorientasi ke reorientasi; (3) dari sistem kelembagaan,

perubahannya adalah dari organisasi, ke disorganisasi ke reorganisasi; (4) dari

perubahan pada tataran interaksi adalah dari sosialisasi, dissosialisasi ke resosialisasi;

dan (5) dari tataran kelakuan, maka prosesnya adalah dari penerimaan tingkah laku,

ke penolakan tingkah laku dan penerimaan tingkah laku yang baru.

Perjalanan sejarah juga telah mengikis sebagian tradisi Islam Pasir, hingga

saat ini yang menonjol adalah perubahan dalam sistem kognitif yaitu pengetahuan

keagamaan yang dahulunya lebih kental warna kepercayaan lokalnya menjadi lebih

kearaban. Istilah warna kepercayaan lokal ini dipahami sebagai warisan budaya di

masa lampau yang juga terkonstruk dari negosiasi budaya-budaya yang berkembang

saat ini, baik dari ranah kepercayaan Hindu-Budha maupun kejawen. Sementara

istilah kearaban untuk menunjukkan makna semantik dan semiotik semata yang

digunakan dalam diskursus kedua budaya tersebut.

Munculnya warna Islam dalam tradisi ritual Islam Pasir saat ini lebih

dominan, saat ini hanya sedikit ditemukan bentuk resistensi lokal yang berarti. Inilah

yang kemudian menjadi daya tarik muslim tradisional di desa ini untuk senantiasa

melestarikan aliran yang memiliki sejarah panjang ini.

Dialog Islam dengan tradisi ritual pada Islam Pasir sebagaimana dianalisa

dengan konsepsi Bassam Tibi, menemukan relevansinya dengan antropolog lainnya

yang menitikberatkan sisi akulturasi Islam dalam budaya lokal, yaitu Mark R.

Woordward, Muhaimin, John Ryan Bartholomew. Mereka beranggapan bahwa Islam

dan budaya lokal itu adalah sesuatu yang akulturatif sesuai dengan prosesnya

Page 11: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

masing-masing, sehingga antara Islam dan budaya lokal bukanlah sesuatu yang

antonim tetapi kompatibel. Bukan dipahami secara radikal, akan tetapi dipahami

adanya proses mengambil dan menerima, sehingga terjadilah Islam tersebut dengan

agama yang bercorak khas, yaitu adaptif terhadap budaya lokal.

Demikian pula dalam konsepsi Mulder yang menggarisbawahi pentingnya

perspektif lokalitas dalam melihat relasi Islam dan budaya lokal. Meski Mulder

penganut teori sinkretisme, teori Mulder masih menyisakan dilema, terutama terkait

proses pemaduan antara banyaknya budaya yang mempengaruhi. Hal ini melahirkan

konsekuensi berupa pemilahan terhadap budaya yang berkontribusi terhadap

pelestarian tradisi Islam yang datang belakangan, dalam beberapa segi, bisa saja

dikatakan menyesuaikan dengan unsur lokal yang cocok.

Dari konsepsi ini, ritual yang dijalankan oleh Islam Pasir bisa dianggap

sebagai potret agama lokal atau Islam Kejawen. Meskipun demikian, perkembangan

aliran ini tampaknya terus mengalami kemunduran dan arabisasi.

Konsepsi sinkretisme Mulder jika dikorelasikan dengan Islam Pasir

memberikan dua pemahaman, yaitu (1) kedua budaya tersebut dapat dimaknai

sebagai arena kebudayaan yang memfasilitasi adanya beberapa unsur budaya yang

berfungsi sebagai pembentuk; dan (2) karena berfungsi sebagai arena kebudayaan,

bisa saja melahirkan implikasi berupa adanya ruang kontestasi atau perebutan

budaya.

Dengan mengacu pada konsepsi Mulder dan implikasi teoritisnya, sejauh

pengamatan penulis di lapangan, sinkretisme yang dipraktekan oleh Islam Pasir

hingga kini memperlihatkan tidak adanya perkelahian budaya dalam arti ekstrim dan

bentuk resistensi dari masyarakat lokal. Sebaliknya, aliran ini memberikan

sumbangan secara sosiologis berupa fungsi konsolidasi masyarakat yang

mendambakan keharmonisan. Adat atau tradisi lokal yang tumbuh pada masyarakat

Jawa Clacap mendapat panduan dari ajaran muslim tradisionalis.

G. Kesimpulan

Dari deskripsi mengenai Islam pasir ini kiranya dapat disimpulkan sebagai

berikut :

Page 12: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Pertama, Islam Pasir adalah sebuah aliran dalam Islam yang

mengharmonikan antara Islam dan budaya lokal. Ia merupakan varian dari Islam

kejawen yang berkembang di wilayah-wilayah Jawa.

Kedua, aliran ini menganut pola tarekat sufi sebagai salah satu sarana untuk

sampai kepada kesempurnaan agama. Dalam prakteknya mereka mengamalkan

dzikir-dzikir dan sesajen-sesajen sebagai warna lokal dari kepercayaan mereka.

Ketiga, dalam menentukan hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha mereka

menggunakan perhitungan sendiri dengan berdasarkan kepada hitungan Jawa Kuno

yang menganut kepastian jumlah hari dalam satu bulan sebanyak 30 hari, dan

perhitungan weton : Pon, Wage, Kliwon, Manis, Paing. Selain itu mereka masih

meyakini adanya hari raya untuk Nabi dan untuk Abdi (orang umum).

Keempat, secara umum ritual keagamaan mereka adalah salah satu ciri dari

agama Islam lokal, yaitu agama Islam dengan kombinasi budaya lokal.

Keenam, Perjalanan aliran ini mengalami pasang surut pengikut, hingga dari

segi kualitas dan keilmuan saat ini mereka kekurangan generasi yang akan

melanjutkan estafetnya. Di era modern ini, Jama'ah Islam Pasir sudah mulai

berkurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sebab utama dari penyusutan ini

adalah maraknya urbanisasi dan kurang intensnya regenerasi di kalangan mereka.

Ketujuh, Islam Pasir adalah sebuah fenomen dari tradisi Islam lokal, Islam

mengalami distorsi oleh budaya lokal. Distorsi ini semakin memperkaya khazanah

Islam dan menunjukan tasamuh Islam atas budaya lokal.

Page 13: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

Cara Penghitungan Hari menurut Penanggalan Jawa

Rumus-rumus

1. Jumlah hari (dina) ada tujuh : Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jemu'ah, Setu dan

Ahad.

2. Jumlah Pasaran ada lima : Wage, Kliwon, Legi, Pahing dan Pon

3. Jumlah Bulan (sasi) ada dua belas : Syuro, Sapar, Mulud, Jumadil awal,

Jumadil Akhir, rabiul awal, rabiul akhir, rajab, sadran, puasa, syawal.

4. Nama-nama tahun ada delapan : Alif, Eehe, Jim Awwal, Jee, Dzal, Bee,

Wawu dan Jim Akhir.

5. Jumlah Windu ada Empat

6. Tahun Alif akan kembali berulang setiap 32 tahun.

Penentuan hari menurut tahun :

1. Tahun Alif : Hari pertama atau tanggal 1 Suro jatuh pada Rebo Wage.

2. Tahun Eehe : Hari pertama jatuh pada Ahad Pon

3. Tahun Jim Awal : Hari pertama jatuh pada Jum'at Pon

4. Tahun Jee : Hari Pertama jatuh pada Selasa Paing

5. Tahun Dzal : Hari pertama jatuh pada Setu Legi / Manis

6. Tahun Bee : hari pertama Jatuh pada Kemis Legi / Manis

7. Tahun Wawu : Hari Pertama jatuh pada Senen Kliwon

8. Jim Akhir : Hari pertama jatuh pada Jemuah Wage

Catatan : Penghitungan awal hari menjadi pedoman dalam penghitungan penentuan

bulan selanjutnya. Demikian pula pada pasarannya menjadi pedoman untuk

penentuan bulan selanjutnya.

Pedoman penentuan bulan Jawa :

1. Ram Ji Ji : Muharam – Siji (satu)– Siji (satu) = Maksudnya Tanggal satu

Muharam akan jatuh pada hari pertama yaitu Rabu dan pasarannya Wage.

2. Par Lu Ji : Sapar – Telu – Siji.

Page 14: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

3. Lud Pat Ma : Mulud – Papat – Lima.

4. Ngu Khir Nem Ma : Rabingul Akhir – Enem - Lima

5. Dzu Wal Tu Pat : Jumadil Awal – Pitu – Papat

6. Dzu Khir Ro Pat : Jumadil Akhir – Loro – Papat

7. Jab Lu Lu : Rajab – Telu – Telu

8. Wah Ma Lu : Ruwah – Lima – Telu

9. Sa Nem Ro : Puasa – Enem – Loro

10. Wal Ji Ro : Sawal – Siji – Loro

11. Dah Ro Ji : Dzulqaidah – Loro – Siji

12. Jah Pat Ji : Dzulhijjah – Papat – Siji

Catatan : Pedoman ini digunakan untuk semua nama tahun dalam penanggalan Jawa,

penghitungannya menggunakan rumus : Wal = Sawal (Nama Bulan), Ji : Siji (Satu) =

urutan pertama sesuai pedoman tahun. Ro : Loro (Dua) = Hari kedua pasaran.

Pedoman Menghitung Bulan dalam Penanggalan Jawa :

1. Berpedoman pada awal tahun yang telah ditentukan, misal : awal bulan

Muharam pada Tahun Alif adalah Rebo Wage

2. Cara menentukan hari pada setiap bulan berpedoman pada awal hari tiap-tiap

bulan, jika ada selisihnya berarti menunjukan jumlah hari dalam satu bulan

tersebut.

3. Penghitungan penentuan hari juga menggunakan hitungan hari per minggu

yang disesuaikan dengan jumlah pasaran. Misal : Selasa Pahing, Selasa

Wage, Selasa Manis, Selasa Pon.

Hari raya Idhul Fitri menurut Penanggalan Jawa

1. Tahun Alif : Hari pertama atau tanggal 1 Suro jatuh pada Rebo Wage : Idhul

Fitri Rebo Kliwon

2. Tahun Eehe : Hari pertama jatuh pada Ahad Pon : Idhul Fitri Ahad Wage

3. Tahun Jim Awal : Hari pertama jatuh pada Jum'at Pon : Idhul Fitri Jumat

Wage

4. Tahun Jee : Hari Pertama jatuh pada Selasa Paing : Idhul Fitri Selasa Pon

Page 15: Islam Pasir Di Cilacap Jawa Tengah

5. Tahun Dzal : Hari pertama jatuh pada Setu Legi / Manis : Idhul Fitri Setu

Paing

6. Tahun Bee : hari pertama Jatuh pada Kemis Legi / Manis : Idhul Fitri Kamis

Paing

7. Tahun Wawu : Hari Pertama jatuh pada Senen Kliwon : Idhul Fitri Senen

Manis

8. Jim Akhir : Hari pertama jatuh pada Jemuah Wage : Idhul Fitri Jemuah

Kliwon