islam, demokrasi dan partisipasi sosial politik web viewmereka yang pernah mencoba menyususn teori...

50
KEBARADAAN DEMOKRASI DALAM TATANAN POLITIK ISLAM A.Preface Dalam khasanah kajian sosio-politik yang sedang mengebumi, agama sering dimaksudkan sebagai “sistem kepercayaan, ibadah, perilaku, dan lain-lain yang didalamnya terkandung aturan (kode etik) dan filosof. Tetapi Islam, mempunyai keterwujudan lain, yang juga merupakan tatanan sosial dan sekaligus kode kehidupan yang lengkap. Dalam pandangan Islam, agama-agama Nasrani dan Yahudi juga memiliki tatanan sosial namun tidak selengkap dan seutuh Islam. 1 Pengertian Islam yang dijelaskan diatas, maka orang muslim mendekati terhadap Islam melalui cara yang berbeda-beda. Pertama; pendekatan tekstual, qur’an hadits, kedua; pendekatan fiqih, ketiga; pendekatan historism, keempat; pendekatan konstektual-kondisional. Konsekwensi dari berbeda pendekatan ini, cara memahami Islam-pun berbeda. Karena itu, Islam yang kita pahami paling tidak mengandung ajaran; aqidah, ibadah, dan manhaj. “Aqidah, tercermin dalam dua kalimah syahadat dan rukun Iman. Ibadah, tercermin dalam shalat, zakat, puasa dan haji. 1 Al-Buraey, A. Muhammad. Islam Landasan Al-ternatif Administrasi pembangunan (ter.), (Jakarta: CV. Rajawali, 1986). Hal. 49. 1

Upload: duongkiet

Post on 30-Jan-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

KEBARADAAN DEMOKRASI DALAM TATANAN POLITIK ISLAM

A.Preface

Dalam khasanah kajian sosio-politik yang sedang mengebumi, agama

sering dimaksudkan sebagai “sistem kepercayaan, ibadah, perilaku, dan lain-lain

yang didalamnya terkandung aturan (kode etik) dan filosof. Tetapi Islam,

mempunyai keterwujudan lain, yang juga merupakan tatanan sosial dan sekaligus

kode kehidupan yang lengkap. Dalam pandangan Islam, agama-agama Nasrani

dan Yahudi juga memiliki tatanan sosial namun tidak selengkap dan seutuh

Islam.1

Pengertian Islam yang dijelaskan diatas, maka orang muslim mendekati

terhadap Islam melalui cara yang berbeda-beda. Pertama; pendekatan tekstual,

qur’an hadits, kedua; pendekatan fiqih, ketiga; pendekatan historism, keempat;

pendekatan konstektual-kondisional. Konsekwensi dari berbeda pendekatan ini,

cara memahami Islam-pun berbeda.

Karena itu, Islam yang kita pahami paling tidak mengandung ajaran;

aqidah, ibadah, dan manhaj. “Aqidah, tercermin dalam dua kalimah syahadat dan

rukun Iman. Ibadah, tercermin dalam shalat, zakat, puasa dan haji. Dan Manhaj,

tercermin dalam siyasi (politik), iqtishodi (ekonomi), askary (keamanan, militer),

akhlaqi (moral-etika), ijtima’i ( sosial kemasyarakatan), dan ta’lim (pendidikan

dan pengajaran)”.2 Karena itu, tidak heran jika muncul pemahaman umat Islam

yang memandang, bahwa Islam tidak hanya agama unggulan atau suatu keyakinan

tata ibadah, tetapi juga sebagai pandangan hidup dan budaya yang mampu dan

layak menata seluruh umat manusia. Al-Qur’an dan Hadits mengandung semacam

tatanan konstitusional sebagai landasan perilaku orang-beriman, dan tatanan

konstitusional ini sesuai bagi semua orang disemua tempat dan waktu.3

1 Al-Buraey, A. Muhammad. Islam Landasan Al-ternatif Administrasi pembangunan (ter.), (Jakarta: CV. Rajawali, 1986). Hal. 49.

2Said Hawa. Al-Islam, (Al-Qaahirah: maktab Wahbah, 1987. Hal. 10.3David Sagiv. Islam Otentisitas Liberalisme (ter.), (Yogyakarta: LkiS, 1997).4.

1

Page 2: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Dari pemahaman sebagian besar umat Islam, maka tidak heran sampai hari

ini banyak orang Islam yang memahami dengan anggapan, “Islam tak terpisahkan

dari negara, ibadah dan jihad”. Inti dari pemaham ini, pada dasarnya Islam adalah

agama yang mengatur kehidupan manusia dari berbagai dimensi kehidupan. Yang

paling penting lagi, agama ini tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan

kehidupan akherat, antara Mesjid dan Negara.

Jadi, Islam membicarakan seluruh dimensi kehidupan. Apakah itu masalah

ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketahanan, masalah politik dan lain-lain

yang menyangkut kehidupan manusia didunia. Maududi, menegaskan bahwa,

”ditetapkan pula hukuman untuk kejahatan-kejahatan tertentu dan demikian juga

ditetapkan prinsip-prinsip kebijaksanaan fiskal dan moneter. Ini semua tidak dapat

kita praktekan kecuali jika ada suatu negara Islam yang akan menegakkannya.

Dan disinilah letaknya kebutuhan akan adanya suatu Negara Islam”.4 Lanjutnya,

prinsip dasar Islam adalah bahwa manusia, baik secara individu atau secara

kelompok, harus menyerahkan semua hak atas kekuasaan, legislasi serta

penguasaan atas sesamanya, semua ini menurutnya, hanya merupakan hak Allah

semata. Beliau sambil menunjukan mengutip ayat-ayat alqur’an.5

Jika memahami Islam seperti dikemukakan diatas maka, “kepentingan

Islam membangun suatu komunitas politik berdasarkan wahyu Tuhan, adalah

cukup jelas asal-usulnya, bahkan walau sekilas saja. Disamping menunjukan jalan

bagi keselamatan individu, Islam sejak awal sudah merupakan sebuah agama

sosial yang menetapkan kode etik bagi tindakan sosial. Islam juga sebuah agama

politik yang menyatukan dan mengatur kaum Mukminin”.6 Hal semacam ini,

sangat jelas ungkapan-ungkapan dalam kitab suci al-qur’an, yang menegaskan

“tujuan al-qur’an adalah menegakkan sebuah tata masyarakat yang etis dan

4 Abd A’la al-Maududi. Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik Islam (ter.), (Bandung: Mizan, 1995). Hal. 187.

5 (QS.12: 40); (QS. 3: 154); (QS.16: 116); QS. 5: 44).6 Binnaz Toprak. Islam Dan Politik di Turki (ter.), (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1999). Hal. 41.

2

Page 3: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

egalitarian terlihat dalam celaannya terhadap disekuillibrium ekonomi dan ketidak

adilan sosial didalam masyarakat Mekkah pada waktu itu”.7

Karenanya sangat jelas, Islam berbicara universal, Islam tidak hanya

mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga meletakkan

peraturan-peraturan dasar mengenai hubungan-hubungan antar manusia dan

kepentingan-kepentingan mereka secara umum, dengan tujuan menciptakan

kesejahteraan.8 Ada istilah yang sangat bagus terhadap keuniversalan Islam ini,

yang disebut dengan “tiga D” (din, agama; dunya, dunia; dan dawlah, negara)…

karena itu Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarkan pemecahan

terhadap semua masalah kehidupan. Islam harus diterima keseluruhannya, dan

harus diterapkan dalam keluarga, ekonomi dan politik.9

Akhirnya kita paham bahwa, Islam bukanlah agama yang berbicara

masalah –masalah spritual saja semata-mata sebagaimana difahami secara keliru

oleh sementara orang, yang berpendapat bahwa Islam terbatas pada persoalan

tentang jalinan hubungan antara manusia sebagai hamba dengan Tuhannya, tanpa

ambil bagian dalam persoalan tentang penyelenggaraan urusan kemasyarakatan

serta aturan-aturan tingkah-lakunya. Yang sebenarnya, Islam berbicara universal.10

Dari keuniversalan inilah , Islam bertujuan menyatukan antara dunia dan akhirat

dalam suatu organisasi spritual, dan organisasi yang tidak memisahkan antara

tugas-tugas keduniaan dan tuas-tugas keagamaan. Secara mendasar Islam tidak

pernah bergeser dari tujuan penyatuan itu walaupun terjadi perubahan-perubaban

pada bentuk-bentuk lahirnya atau adat-istiadat masyarakat.11.Tegasnya, kita tidak

mempunyai alasan sama sekali untuk melakukan pemisahan antara Islam dan

masyarakat, baik dari sudut pandang Islam yang hakiki maupun dari pengamatan

7 Fazrurahman. Tema P okok Al-Qur’an (ter.), (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983).Hal. 55.

8 Jhon L. Esposito. Islam Dan Pembangunan Ensiklopedi Masalah-Masalah (ter.), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994). Hal. 167.

9 Effendy, Bahtiar. Islam Dan Negara Transformasi Pemikiran Dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998). Hal. 7.

10Jhon L. Esposito. Islam Dan Pembangunan Ensiklopedi Masalah-Masalah (ter.), hal. 167.11 Jhon L. Esposito. Dinamika Kebangunan Islam Watak, Proses Dan Tantangan (ter.), (Jakarta:

Rajawali Press, 1987). 215.

3

Page 4: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

terhadap proses sejarah Islam itu sendiri; alasan-alasan semacam itu jika benar-

benar ada hanya dapat dikenakan kepada agama Kristen di Eropa.

Jika seorang Muslim masih beranggapan bahwa Islam hanya berperan

sebagai petunjuk yang berlaku dalam ursan-urusan ruhaniah, sedangkan untuk

urusan keduniaan ia mencampakkan Islam dan menggantinya dengan sistem

berfikir atau sistem sosial yang sepenuhnya bersifat man-made dan berdasarkan

pada etik situasional yang tanpa arah, maka ia adalah seorang muslim sekuler.12

Dari uraiana diatas, kita dapat memahami Islam dalam pembahasan ini,

sebagai berikut:

1. Semua para Nabi pada dasarnya adalah membawa ajaran Islam, dan

dengan membawa missi yang sama;

2. Islam mengandung tiga komponen dasar; aqidah, ibadah dan, manhaj.

Dalam manhaj inilah dasar politik Islam bisa dikembangkan dan

dilakukan sejak awal kemunculan Islam;

3. Dari manhaj Islam ini, Islam dijadikan sebagai pandangan hidup dan

budaya yang mampu dan layak menata seluruh kehidupan;

4. Karena itu, Islam tak terpisahkan dari negara, ibadah dan jihad. Dan

dengan demikian, Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan

akhirat; antara mesjid dan negara;

5. Islam sejak awal sudah merupakan sebuah tatanan agama sosial yang

menetapkan kode etik bagi tindakan sosial. Jika demikian, Islam juga

sebuah agama politik;

6. Dari sudut pengalaman dan tindakan; Muhammad saw adalah seorang

pemimpin politik dan juga seorang Nabi;

7. Atas dasar diatas, Islam pada awalnya muncul merupakan; gerakan

protes terhadap supremasi ekonomi dan politik kelas-kelas penguasa

Mekkah dan;

8. Karena itu, Islam itu sangat universal.

12 Umaruddin Masdar. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amin Rais tentang Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999). Hal. 98.

4

Page 5: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

B. Sumber Politik Islam.

Dari uraian diatas, kita dapat memahami bahwa Islam adalah; agama,

negara, ibadah, pemimpin, pegangan dan pedang. Dengan demikian, pemerintahan

yang berdaulat dan berpolitik adalah sebagian dari Islam. Mendirika negara wajib

bagi kaum muslimin, apabila mereka meremehkannya mereka berdosa.13Karena

itu, dari mana sumber politik Islam itu muncul ? membicarakan sumber politik

Islam, paling tidak ada empat sumber, yaitu: Pertama, Politik Islam bersumber

pertama dan paling utama adalah berasal dari Al-Qur’an. Sekalipun dalam al-

qur’an sesungguhnya tidak menyebutkan kata-kata secara langsung tentang politik

(Siyasah). Akan tetapi al-qur’an secara tegas menyebutkan dan mengarahkan

kepada tindakan, yang dalam hal ini disebutkan dengan kata-kata ”Khalifah”. Jika

kita ingin jujur, ”setiap mukmin adalah khalifah Tuhan sesuai dengan kemampuan

individunya. Dengan demikian, dia secara individu bertanggung jawab kepada

Tuhan”.14 Dalam Al-qur’an kata khalifah, pertama istilah ini tertuju kepada

Adam,15 dan selanjutnya, secara tegas dan khusus yang menunjukan kekuasaan

dimuka bumi, istilah ini diberikan kepada Daud,16 untuk terlibat dalam kekuasaan

dunia, mengurus pemerintahan dengan cara adil dan bijaksana.

Dari sini diperoleh informasi bahwa, pengangkatan khalifah dalam al-

qur’an ditujukan kepada Nabi Adam dan Nabi Daud. khalifah pertama adalah

manusia pertama (Adam) dan ketika itu belum ada masyarakat manusia, berbeda

dengan keadaan pada masa Nabi Daud. Beliau menjadi khalifah setelah berhasil

membunuh Jalut.17

Menurut Quraish Shihab, menunjukan bahwa Daud memperoleh

kekuasaan tertentu dalam mengelola suatu wilayah, dan dengan demikian kata

khalifah pada ayat yang membicarakan pengangkatan Daud adalah kekhalifahan

13Sayyid Sabiq. Unsur-unsur DInamika Dalam Islam (ter.), (Jakarta: Internusa, 1981), hal. 187. 14Abd A’la al-Maududi, hal. 169.15(QS.Al-baqarah[2]: 30).16(QS.Shad [38]: 26). 17 M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996). Hal. 423. Dan perhatikan

QS. Al-Baqarah,[2]: 251.

5

Page 6: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

dalam arti kekuasaan mengelola wilayah atau dengan kata lain kekuasaan

politik.18

Dalam Al-Qur’an, disebutkan pula kata-kata hukum, dan ulil amri yang

juga merupakan sumber politik dalam Islam. Jika hukum tersebut dalam Al-

Qur’an dinisbathkam kepada manusia secara umum, ini menunjukan bahwa

manusia harus berbuat, bertindak dan memutuskan secara hukum. Dimaksudkan

adalah hukum Allah, secara adil dan bijaksana. Secara khusus, hukum tersebut

harus dilaksanakan tertuju kepada penguasa. Jadi disini, seorang penguasa yang

memegang kekuasaan politik atau kekuasaan wilayah ia harus berpegang teguh

kepada hukum Allah dalam memutuskan segala hal; dengan cara adil dan

bijaksana. Pelaksananya adalah seorang pemimpin yang memiliki otoritas

politik.19

Kedua ayat ini,20 dinilai oleh para ulama sebagai prinsip-prinsip pokok

yang menghimpun ajaran Islam tentang kekuasaan atau pemerintahan. Bahkan

Rasyid Ridla, seorang pakar tafsir, berpendapat bahwa, “Seandainya tidak ada

ayat lain yang berbicara tentang hal pemerintahan, maka ayat ini telah amat

memadai”.21 Atas dasar pandangan diatas, bahwa konsep Islami mengenai

kehidupan sebagaimana yang telah dipaparkan oleh al-qur’an adalah bahwa

manusia harus membaktikan semua kehidupannya demi Allah. Perintah-perintah

Allah-lah yang harus diikuti dalam semua aspek kegiatan manusia. Al-Qur’an

tidak hanya meletakkan prinsip-prinsip moralitas dan etika, melainkan juga

memberikan tuntunan-tuntunan di bidang-bidang; politik, sosial dan ekonomi.22

Lanjutnya, bahwa Iman terhadap keesaan dan kekuasaan Allah merupakan

landasan sistem sosial dan moral Islam yang ditanamkan oleh para Rasul. Dari

sinilah filsafat politik Islam mengambil titik pijak.

Kedua, politik Islam bersumber dari hadist yang mengarahkan manusia

kedalam keteraturan. Keteraturan manusia perlu adanya seorang pemimpin dan

yang dipimpin. Kedua belah pihak saling ketergantungan. Hadist ini merupakan

18 Ibid., hal. 423.19Perhatikan QS.an Nisa,[4]: 58-59. 20 Perhatikan QS. An Nisa, [4]: 58-59.21M. Quraish Shihab, hal. 426.22Abd A’la al-Maududi, hal. 156.

6

Page 7: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

bagian dari sumber politik Islam, Sekalipun tidak secara langsung menyebutkan

kata-kata siyasi (politik), tapi langsung menyebutkan perlunya pigur dan

tindakan. Berikut ini hadist Nabi yang berkaitan dengan pemimpin, yang dinukil

dari Sa’id Hawa,23 dalam kitab (al-Islam). 1) sabda Nabi: ”Orang yang taat pada

Allah, mesti mentaatiku (Rasulullah), dan orang yang mentaatiku harus mentaati

pemimpin-pemimpinmu.” 2) sabda Nabi: ”Tidak ada Nabi setelahku, akan tetapi

akan datang khulafa (pengganti-pengganti)ku pemimpin-pemimpin yang banyak.”

Para Sahabat bertanya, apakah mereka akan memimpin kami ya Rasulullah? Nabi

menjawab:” Tepatilah ”bai’at”, sesuai dengan urutan; yang pertama

diutamakan,...”. 3) dalam hadist lain Nabi bersabda: ”Akan ada setelahku

pemimpin-pemimpin, akan hadir pemimpin yang baik dengan segala kebaikannya,

dan akan muncul seorang pemimpin yang jahat dengan segala kejahatannya,

dengarlah dan taatilah pemimpin-pemimpin itu, jika sesuai dengan al-haq. Jika

pemimpin itu baik, maka kebaikan itu bagimu, dan jika pemimpin itu jahat, maka

kejahatan itu bagimu dan bagi mereka”.4) Sabda Nabi:” Jika ada tiga orang dalam

suatu kampung, maka salah satu diantara mereka harus ada yang menjadi

pemimpin.” (didalam kitab Musand Imam Ahmad Ibn Hanbal yang diriwayatkan

oleh Abdullah Ibn Umar ra.) 5) Sabda Nabi: ”Jika kalian bepergian tiga orang,

maka salah satu diantara mereka harus ada yang menajdi pemimpin.” (HR. Abu

Daud). Hadist-hadist Nabi tersebut menunjukan perlunya seorang imam

(pemimpin). Atas dasar paparan diatas, maka bagi umat Islam, seluruh dimensi

kehidupan jangan keluar dari aqidah Islam. Dan aqidah Islam inilah, yang

mewajibkan umat untuk berusaha membentuk sistem pemerintahan sendiri yang

bersumber dari al-qur’an dan hadist nabi saw. Agar iman mereka menjadi benar

dan hidup mereka pun benar-benar berada dijalan yang benar.

Ketiga, politik Islam bersumber dari pengalaman Islam awal.

Dimaksudkan adalah Islam semasa Rasulullah saw baik ketika di Mekkah atau di

Madinah. Pengalaman dan tindakan kedua Islam semasa para khulafa al-rasyidin.

Pada masa Nabi adalah; pengalaman hijrah dari Mekkah ke Madinah, pengalaman

23Said Hawa. Al-Islam, (Al-Qaahirah: maktab Wahbah, 1987).

7

Page 8: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Bai’at Aqobah I dan II, pengalaman musyawarah Nabi ketika perang Uhud,

perang handaq, dalam Hudaibiyah, dalam Piagam Madinah, dan yang tidak bisa

dibantah lagi adalah kehidupan masyarakat Madinah, yang merupakan bukti

sejarah masyarakat muslim yang langsung dipimpin oleh Nabi. Jika boleh disebut

dalam bahasa kekinian, Madinah merupakan Negara Islam yang sangat ideal, dan

merupakan rujukan bagai masyarakat Islam kemudian. Sabiq, yang diungkap

kembali oleh Fattah, beranggapan bahwa:

“Semenjak zaman Rasulullah, pemerintahan termasuk bagian yang terpenting dari Islam. Dan Rasulullah-lah sebagai kepala negara di samping sebagai Rasul Allah dan Nabi. Setelah beliau wafat, para sahabat Rasulullah segera membai’at (mengangkat) salah satu diantara mereka sebagai kepala negara (pemimpin). Maka jelaslah, bahwa dalam Islam harus ada pemerintahan dan itu tidak bisa diingkari lagi. Karena itu, Akidah Islam mewajibkan umat untuk berusaha membentuk sistem mereka sendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist Nabi saw.agar iman mereka menjadi benar dan hidup mereka pun benar-benar berada di jalan benar”.24

Dari pengalaman hijrahnya Muhammad dari Mekah ke Madinah untuk

mengkonsolidasikan umat Islam, perlawanannya terhadap warga Mekah baik

dalam front politik maupun ekonomi yang mengakibatkan tiga pertempuran dan

perubahan jalur perdagangan Mekah, serta menyerahnya warga Mekah,

menunjukan bahwa Muhammad adalah seorang pemimpin politik dan juga

seorang Nabi.25 Hal ini menunjukan, bahwa Islam pada awalnya muncul sebagai

gerakan protes terhadap supremasi ekonomi dan politik kelas-kelas penguasa

Mekkah. Perlawanan warga Mekkah terhadap Nabi Muhammad dan para

pengikutnya pertama-tama bukan alasan-alasan teologis. Mereka memandang

agama baru itu sebagai ancaman terhadap kepentingan ekonomi mereka dan

struktur oligarki masyarakat Mekkah.26

Smith mengemukakan fakta sejarah, yang dijadikan sebagai sumber politik

Islam, bahwa sifat organik dari Islam sangat jelas. Sejarah penanggalan Muslim

24 Huwaydi, Fahmi. Demokrasi Oposisi Dan Masyarakat Madani (ter.), (Bandung: Mizan, 1996), hal. 206.

25 Toprak, Binnaz. Islam Dan Politik di Turki (ter.), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hal. 42.

26Ibid., hal. 42.

8

Page 9: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

berasal dari fakta politik, yaitu saat mulai berdirinya masyarakat muslim di

Madinah.... Islam tidak pernah kehilangan inspirasi dan perspektif dasar untuk

mengembangkan suatu idiologi perubahan sosial. Bagi ajaran Islam, ada satu

ajaran yang tidak mungkin salah: bahwa Tuhan berperan dalam sejarah manusia

sebagai pemeran-serta, dan tujuan kehadiran-Nya di mika bumi adalah untuk

mewujudkan keadilan sosial.27

Fakta sejarah lain yang dijadikan sebagai sumber pokok politik Islam

adalah, tentang Bai’at. Pelaksanaan Bai’at ini, pernah dilaksanakan oleh generasi

pertama. Dua belas pemuda Yatsrib yang telah beriman bertemu dengan Nabi di

Aqabah. Di hadapan Nabi mereka menyatakan kesaksiaannya memeluk agama

Islam, dan mereka secara bersama-sama mengangkat tangan Nabi seraya

bersumpah bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah semata.

Sumpah inilah yang dikenal sebagai perjanjian”Aqobah I”.28 Demikian juga pada

Aqobah II, merupakan cermin dari Bai’at. Bai’at juga pernah dilaksanakan dalam

pengangkatan Abu Bakar Shidiq setelah wafat Rasulullah saw. Ketika, Umar

mengangkat tangan Abu Bakar seraya menyampaikan sumpah setia kepadanya

dan membai’atnya sebagai khalifah.29 Fakta sejarah ini menunjukan bahwa Bai’at

pernah terjadi dikalangan kaum muslimin, dan baru beberapa abad kemudian

diteorikan oleh Al-Mawardi.30

C. Doktrin Politik Islam

Membicarakan Islam dan politik di Indonesia melibatkan kekhawatiran

dan harapan lama yang mencekam. Daerah itu penuh dengan ranjau kepekaan dan

kerawanan, sehingga pekerjaan harus dilakukan dengan kehati-hatian secukupnya.

Tapi berhati-hati tidaklah berarti membiarkan diri terhambat dan kehilangan

tenaga untuk melangkah, sebab jelas pembicaraan harus dilakukan juga mengingat

27 Donald Eugene Smith. Agama Dan Modernisasi Politik Suatu Kajian Analitis (ter.), (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hal. 264.

28 Ali, K. Sejarah Islam (ter.), (Jakarta: Srigunting, 1977), hal. 38.29Ibid., hal. 90-91. 30Pulungan, Fiqih Siyasah Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 74.

9

Page 10: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

berbagai alasan dan keperluan.31 Karena itu, untuk memulai kajian Islam dan

politik, sebaiknya kita menelusuri terlebih dahulu doktrin Islam tentang politik,

dan mnelusuri perbedaan pemahaman dikalangan para ulama dan para pemerhati

politik Islam, tentang sistem politik Islam.

Dikalangan para ulama klasik atau modern, mayoritas diantara mereka

sepakat bahwa dalam Islam memiliki doktrin politik. Dalam bahasan ini, penulis

hanya mengambil salah satu pendapat ulama modern dan lebih dekat kepada kita.

Siradj,32 ia mengemukakan doktrin Islam selain mengemban syari’ah dan aqidah –

meskipun tidak sharih- juga membicarakan missi siyasah (politik). Ketiga elemen

tersebut merupakan unsur-unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan

umat Islam. Disamping itu juga dari sini pula akar pemicu timbulnya ikhtilaf

(kontroversi) dikalangan mereka. Lanjutnya, dalam Islam, conern umat Islam

terhadap politik sudah muncul semenjak awal lahirnya Islam. Pertikaian kaum

muslimin dengan kaum musrikin mustahil mampu diatasi jika tidak memakai

strategi (baca:politik) yang jitu. Namun, politik yang dimaksudkan Islam, jelas

yang berperadaban, bermoral, humanis, tidak menghalalkan segala cara serta yang

mengacu pada suatu kaidah fiqih (legalitas Islam), ”Tasharruful imam ’ala-

ra’iyyah, manuthun bil-mashlahah”[bahwa kebijakan penyelenggara negara atas

rakyat senantiasa harus mengedepankan kemaslahatan].33

Berbeda dengan pandangan diatas, bahwa politik Islam tidak bisa

dilepaskan dari sejarah Islam yang multiinterpretatif semacam ini. Pada sisi lain,

hampir setiap Muslim percaya akan pentingnya prinsip-prinsip Islam dalam

kehidupan politik. Pada saat yang sama, karena sifat Islam yang multiinterpretatif

itu, tidak pernah ada pandangan tunggal mengenai bagaimana seharusnya Islam

dan politik dikaitkan secara pas. Bahkan, sejauh yang dapat ditangkap dari

perjalanan diskursus intelektual dan historis pemikiran dan praktik politik Islam,

31 Nurcholish Madrid. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, (Jakarta: Paramadina, 1999), hal. 3.

32 Said Aqiel Siradj. Islam Kebangsaan Fiqih Demokrasi Kaum Santri, (Jakarta: Psutaka Ciganjur, 1999), 3.

33Ibid., 3.

10

Page 11: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

ada banyak pendapat yang berbeda-beda bahkan saling bertentangan –mengenai

hubungan yang sesuai antara Islam dan politik.34

Dari uraian diatas, kita bisa menarik kesimpulan tentang doktrin politik

Islam. Pertama, Islam memiliki doktrin politik, atau Islam mengatur sistem

politik Islam. Kedua, Islam tidak menentukan sistem baku doktrin politik Islam.

Kedua kesimpulan ini, yang mengemuka kepermukaan, akan kita bahas secara

jelas dan lengkap dalam; politik Islam dalam sorotan dibawah ini.

D. Telisik Politik Dalam Islam

Pendapat pertama ini, penulis akan kemukakan beberapa ahli yang serius

menyoroti terhadap Politik Islam, dari masa kemasa, yang menyatakan

pendapatnya, bahwa Islam juga bicara masalah politik. Misalnya, Abu ‘Ala Al-

Maududi, Hasan Al-banna, Syeikh Mahmud Syaltut, Sayyid Qutub, Sayyid Sabiq,

Saefuddin Abdul Fatah, dan dari pemerhati politik Islam Indonesia yaitu, Amien

Rais. Sementara dari kalangan orientalis, penulis ambil yang sangat serius

memperhatikan perkembangan Islam yaitu; Donald E. Smith dan Grunebaun.

Sekali lagi penulis kemukakan pandangan Maududi bahwa,Islam

membicarakan seluruh dimensi kehidupan. Apakah itu masalah ekonomi, sosial,

budaya, pendidikan, ketahanan, masalah politik dan lain-lain yang menyangkut

kehidupan manusia di dunia. Maududi, menegaskan bahwa konsep Islam

mengenai kehidupan sebagaimana yang telah dipaparkan oleh al-Qur’an adalah

bahwa manusia harus membaktikan semua kehidupannya demi Allah. Perintah-

perintah Allah yang harus diikuti dalam semua aspek kegiatan manusia. Al-

Qur’an tidak hanya meletakkan prinsip-prinsip moralitas dan etika, melainkan

juga memberikan tuntunan-tuntunan di bidang politik, sosial dan ekonomi.

Ditetapkan pula hukuman untuk kejahatan-kejahatan tertentu dan demikian juga

ditetapkan prinsip-prinsip kebijaksanaan fiskal dan moneter. Ini semua tidak dapat

34 Effendy, Bahtiar. Islam Dan Negara Transformasi Pemikiran Dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998.

11

Page 12: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

kita praktekkan kecuali jika ada suatu negara Islam yang akan menegakkannya.

dan disinilah letaknya kebutuhan akan adanya suatu Negara Islam.35

Prinsip Maududi, ketika menyoroti politik Islam, beranggapan bahwa iman

terhadap keesaan dan kekuasaan Allah merupakan landasan sistem sosial dan

moral Islam yang ditanamkan oleh para Rasul. Dari sinilah filsafat politik Islam

mengambil titik pijak. Prinsip dasar Islam adalah bahwa makhluk manusia, baik

secara individual atau secara kelompok, harus menyerahkan semua hak atas

kekuasaan, legislasi serta penguasaan atas sesamanya.36 Semua ini, menurut

Maududi, hanya merupakan hak Allah semata.37

Karena itu, Islam bukanlah agama yang berbicara masalah-masalah

spritual saja semata-mata sebagaimana difahami secara keliru oleh sementara

orang, yang berpendapat bahwa Islam terbatas pada persoalan tentang jalinan

hubungan antara manusia sebagai hamba dengan Tuhannya, tanpa ambil bagian

dalam persoalan tentang penyelenggaraan urusan kemasyarakatan serta aturan-

aturan tingkahlakunya. Yang sebenarnya, Islam berbicara universal.38 Dari

keuniversalan inilah, Islam bertujuan menyatukan antara dunia dan akhirat dalam

suatu organisasi spritual, dan organisasi yang tidak memisahkan antara tugas-

tugas keduniaan dan tugas-tugas keagamaan. Secara mendasar Islam tidak pernah

bergeser dari tujuan penyatuan itu walaupun terjadi perubahan-perubahan pada

bentuk-bentuk lahirnya atau adat-istiadat masyarakatnya.39 Tegasnya, kita tidak

mempunyai alasan sama sekali untuk melakukan pemisahan antara Islam dan

masyarakat, baik dari sudut pandang Islam yang hakiki maupun dari pengamatan

terhadap proses sejarah Islam itu sendiri; alasan-alasan semacam itu jika benar-

benar ada hanya dapat dikenakan kepada agama Kristen di Eropa.

Jadi, yang benar dalam Islam adalah; agama, negara, ibadah, pemimpin,

pegangan dan pedang. Dengan demikian, pemerintahan yang berdaulat dan 35 Abd A’la al-Maududi, hal.186-187. 36 Ibid.., hal. 156.37 Al-Maududi dengan menyitir ayat-ayat al-Qur’an: (QS 12: 40; QS 3: 154; QS 16: 116; QS 5:

44).

38 Syaltut dalam Esposito, hal. 167.39 Qutub dalam Esposito, hal. 215.

12

Page 13: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

berpolitik adalah sebagian dari Islam. Mendirikan negara wajib bagi kaum

muslimin, apabila mereka meremehkannya mereka berdosa.40Lanjutnya,

Semenjak zaman Rasulullah, pemerintahan termasuk bagian yang terpenting dari

Islam. Dan Rasulullah-lah sebagai kepala negara disamping Rasul Allah dan Nabi.

Setelah beliau wafat, para sahabat Rasulullah segera membai’at (mengangkat

salah satu diantara mereka sebagai kepala negara (pemimpin) . Maka jelaslah,

bahwa dalam Islam harus ada pemerintahan dan itu idak bisa diingkari.

Atas dasar paparan diatas, maka bagi umat Islam, seluruh dimensi

kehidupan jangan keluar dari aqidah Islam. Dan aqidah Islam inilah, yang

mewajibkan umat untuk berusaha membentuk sistem pemerintahan sendiri yang

bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits SAW.agar iman mereka menjadi benar dan

hidup mereka pun benar-benar berada dijalan yang benar. Aqidah Islam

memerintahkan pemeluknya untuk menolak sistem-sistem lain yang tidak

bersumber darinya, meskipun ada kemiripan dengan sistem mereka, karena

penerimaan kaum muslimin terhadap sistem tersebut tanpa dasar yang jelas dapat

mengakibatkan kepada penerimaan kekalahan sistem mereka dan sistem akidah

mereka, serta menimbulkan keraguan padanya, yang akhirnya menjadi jalan untuk

mengeluarkan mereka dari aqidah yang mereka yakini.41

Karenanya, umat Islam jangan memisahkan kehidupan anatara dunia dan

akhirat. Dalam ajaran Islam, kehidupan yang dikhotomis-yang membedakan

secara dualistis antara yang profan dan yang sakral, dunia dan ukhrawi, religius

dan sekuler, dan lain sebagainya- tidak dikenal dalam cara berfikir seorang

muslim. Seluruh dimensi kehidupan Muslim bertumpu pada tauhid, sebagai

essensi dari seluruh ajaran Islam. Tauhid harus menjiwai dan mewarnai seluruh

bidang kegiatan hidup kaum Muslimin.42

Pandangan-pandangan diatas, yang dikemukakan oleh para ahli dalam

bidang ke-Islaman, diperjelas dan dipertegas oleh sebagian orintalis yang jujur.

Smith misalnya, ia mengemukakan bahwa Al-Qur’an merupakan rekaman wahyu

40 Sayyid Sabiq., hal. 187. Dengan menyitir ayat-ayat al-Qur’an: QS.5: 49;QS. 12: 67 dan; QS.4: 105.41 Fattah dalam Fahmi Huwaydi, hal. 206. 42 Rais dalam Dedy, hal. 171.

13

Page 14: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Allah bagi umat manusia. Ini merupakan penyempurnaan dari wahyu yang pernah

diterima oleh Ibrahim, Musa, dan Yesus, yang mereka merupakan pendahulu

sebelum Rasul pembawa agama Islam.43 Ia berargumen, bahwa sifat organik dari

Islam sangat jelas. Sejarah penanggalan Muslim berasal dari fakta politik, yaitu

saat mulai berdirinya masyarakat muslim di Madinah… Islam tidak pernah

kehilangan inspirasi dan perspektif dasar untuk mengembangkan suatu idiologi

perubahan sosial.Bagi ajaran Islam, ada satu ajaran yang tidak mungkin salah:

bahwa Tuhan berperan dalam sejarah manusia sebagai pemeran-serta, dan tujuan

kehadiran –Nya di muka bumi adalah untuk mewujudkan keadilan sosial.

Pandangan senada, dikemukakan oleh orintalis lain, yaitu Grunebaun.

Menurutnya, para sahabat Nabi, diistimewakan oleh fakta sejarah bahwa mereka

menyatukan “agama, moral kekuatan dan kemampuan politik”. Kemenangan yang

dicapainya membuka lembaran sejarah, termasuk ketika khulafa ar- rasyidin, yang

mampu menyeimbangkan secara sempurna kegiatan-kegiatan agama dengan

politik, praktis dan rohaniah, aspirasi dan aktivis. Demi kebahagiaan umat

manusia, Islam mulai menancapkan pengaruhnya sejalan dengan perkembangan

umat manusia sendiri.44 Hal ini menunjukan, pentingnya agama (Islam) sebagai

variabel dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan bahkan politik.

Anggapan semacam ini, perlu dipertahankan dalam keyakinan seorang muslim

sejati.

Untuk mendukung alasan diatas, Watt menyebut Nabi Muhammad saw.

Sebagai seorang negarawan dengan mengemukakan empat alasan. Pertama,

Muhammad saw. memiliki bakat sebagai seorang yang mampu melihat sesuatu

sebelum terjadi karena didukung wahyu dan kejeniusannya; kedua, kearifannya

sebagai negarawan beliau tunjukan dalam menerapkan struktur ajaran al-Qur’an

yang global secara kongkrit melalui kebijaksanaannya yang tepat; ketiga,

reformasinya di bidang sosial yang berwawasan jauh dan ditunjang oleh strategi

politiknya yang akurat; keempat, beliau memiliki kemampuan sebagai

43 Smith, hal. 264.44Grunebaun dalam Al-Bureay,hal. 139.

14

Page 15: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

administrator dan arif dalam menunjuk para pembantunya untuk melaksanakan

tugas-tugas administrasi.45

Pandangan kedua, penulis akan kemukakan pendapat yang beranggapan

bahwa “Islam tidak ikut campur dalam urusan politik, atau paling tidak bahwa

Islam tidak mengatur secara pasti hal-hal yang berkaitan dengan urusan politik

negera/pemerintahan”. Sebagian diantara mereka adalah; Ali Abd Raziq,

Muhammad Husein Haikal, Muhammad Imara, dari pemikir muslim Indonesia

Nurcholish Madjid, dan Abdurrahman Wahid.

Dalam bahasa yang sangat vulgar, bahwa Nabi Muhammad sebenarnya

bukan seorang pemimpin politik (negarawan), melainkan hanya seorang Rasul

yang membawa Risalah agama murni. Nabi tidak pernah mencoba dan

memerintahkan untuk mendirikan pemerintahan atau negara. Nabi adalah utusan

Tuhan dalam masalah-masalah keagamaan, bukan kepala negara yang mengurusi

masalah-masalah politik.46

Beliau mengabdikan dirinya semata-mata untuk menyiarkan agama dalam

arti murni tanpa adanya kecenderungan apa pun yang menjurus kepada kekuasaan

yang bersifat sementara (temporal sovereignty), sebab beliau tidak pernah

mengemukakan himbauan atau perintah dengan mengatasnamakan suatu

pemerintah tertentu. Pendapat yang serupa ini menegaskan bahwa Nabi tidak

memiliki baik kekuasaan yang bersifat sementara atau pun pemerintahan, tidak

mendirikan kerajaann dalam arti politik dan yang semacam itu. Beliau hanyalah

seorang Nabi, sama seperti para Nabi sebelumnya, bukan raja, bukan pendiri suatu

negara dan juga tidak pernah memerintahkan untuk mendirikan sutu kerajaan

tertentu yang memiliki kekuasaan sementara seperti itu.47 Ia juga menolak semua

argumentasi para pemikir Sunni klasik, bahwa menegakan khilafah merupakan

suatu kewajiban. Menurutnya, lembaga khilafah tidak mempunyai landasan

normatif baik dari Al-Qur’an, Sunnah maupun Ijma.

45 Watt dalam Pulungan, hal. 78.46 Raziq dalam Umaruddin Masdar, hal. 55. 47 Ibid., hal. 41-42.

15

Page 16: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Atas dasar pemikiran itu, Islam bukan suatu agama yang serba lengkap

dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan.48 Karenanya, tidak ada

patokan bagi sistem politik Islam yang tertentu. Mereka yang pernah mencoba

menyususn teori bagi sistem semacam itu, biasanya hanya melukiskan pautan

historis dari suatu tatanan yang memungkinkan dilaksanakannya ajaran Islam.49

Ada anggapan yang pesimis terhadap Islam, dengan ungkapan, jika Islam

merupakan agama yang bersifat universa l(mendunia), atau katakanlah, sebagai

pandangan hidup yang berlaku untuk segala zaman, untuk seluruh umat manusia

dan untuk segala tempat, maka mengapa Islam tidak juga menyajikan jawaban

yang memadai terhadap persoalan-persoalan utama di bidang ekonomi dan politik

yang kita hadapi.50

Argumennya adalah, Islam sebagai agama tidak menentukan suatu sistem

pemerintahan tertentu bagi kaum muslimin, karena logika tentang kesesuaian

agama untuk sepanjang masa dan tempat menuntut agar soal-soal yang selalu akan

berubah oleh kekuatan evolusi harus diserahkan kepada akal manusia (untuk

memikirkannya), dibentuk menurut kepentingan umum dan dalam kerangka

prinsip-prinsip umum yang telah digariskan agama ini.51 Pendapat semacam ini,

seakan-akan mengenyampingkan bahwa Islam tidak pernah berperan dalam

membentuk pemerintahan. Padahal fakta sejarah, telah membuktikan pada kita

bahwa Muhammad SAW.sebagai Nabi dan kepala pemerintahan pada masa itu

telah membuktikan, dengan mendirikan masyarakat Madinah yang pluralistik.

Argumen lain, dari kelompok ini dikemukakan oleh Abd Rahman Wahid

yang mengamati masalah-masalah ke-Islaman di Indonesia. Ia mengemukakan

bahwa Islam tidak mengenal konsep pemerintahan yang definitif. Dalam

persoalan yang paling pokok, misalnya, suksesi kekuasaan, ternyata Islam tidak

konsisten; terkadang memakai istikhlaf, bai’at dan ahl halli wal aqd (sistem

formatur). Dalam pandangannya, padahal soal suksesi adalah soal yang cukup

urgen dalam masalah kenegaraan. “kalau memang Islam punya konsep, tentu

48 Haikal dalam Sjadzali, Munawir. Islam Dan Tata negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1993), hal. 2.

49Al-Mahdi dalam Esposito, hal. 299.50 AK. Brohi dalam Esposito, hal. 242..51 Imara dalam Effendy, hal, 13.

16

Page 17: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

tidak terjadi demikian”.52 Sepertinya, pendapat ini melupakan nilai-nilai Islam

yang terkandung dalam Al-qur’an. Bahwa kita, dianjurkan untuk berlaku adil,

amanah, bijaksan, saling menghargai, musyawarah dan nilai-nilai lainnya.

Semuanya ini, memerlukan suatu instrumen atau semacam lembaga, dan lembaga

yang paling tinggi adalah apa yang kita namakan negara atau pemerintahan.

Pandangan yang populer tahun tujuh puluhan, dikemukakan Nurcholish

Madjid, dalam kerangka pikirnya yang absolut hanyalah Allah semata, sedang

persoalan negara Islam, partai Islam atau idiologi Islam tidaklah sakral, karena al-

Qur’an juga tak memerintahkan pembentukan pranata-pranata semacam itu.

Dalam bingkai premis tersebut kemudian dia menyerukan “ Islam Yes, Partai

Islam No !“,53 sebuah jargon yang dikemukakan untuk mendorong umat Islam

agar mengarahkan komitmen mereka kepada nilai-nilai Islam, bukan kepada

institusi-institusi kendatipun memakai nama Islam.

Pandangan ketiga, merupakan sintesa dari pandangan-pandangan diatas.

Pandangan ini cukup bijaksana, tidak menggiring Islam ke kancah politik dan juga

tidak mendorong Islam harus keluar dari dunia politik.

Islam, merupakan rancangan risalah sebelum ia menjadi rancangan politik.

Karena masalah demikian, maka banyak para pengkaji atau pemerhati di dunia

Islam menggunakan sejarah sebagai bahan pembantu ketika mereka berbicara

masalah sistem politik. Mereka menjadikan pendapat-pendapat para fuqoha atau

sistem-sistem yang ada pada masa lalu sebagai rujukan. Padahal semuanya itu

bukan merupakan hal yang mengikat kita untuk mengikutiya.54 Pandangan ini,

mengakui Islam terlibat dalam dunia politik, tapi politik bukan segala-galanya

sebagai tujuan hidup manusia. Yang penting dalam Islam bagaimana cara

mempertahankan aqidah Islam yang benar dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

Karena itu, penting untuk dicatat bahwa pendapat seperti ini juga

mengakui bahwa al-Qur’an mengandung “nilai-nilai dan ajaran yang bersifat 52 Abdurrahman Wahid dalam Malik, Dedy Djamaluddin dan Idi Subandy Ibrahim. Zaman Baru

Islam Indonesia, (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), hal. 169.53 Madjid dalam Aminuddin. Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia,

(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999), hal. 146.54Qardhawi dalam Huwaydi, hal. 120.

17

Page 18: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

etis…mengenai aktivitas sosial politik umat manusia.”Ajaran-ajaran ini mencakup

prinsip-prinsip tentang “keadilan, keamaan, persaudaraan, dan kebebasan”.55 Yang

pokok, Islam adalah agama risalah, atas dasar risalah inilah para ahli

menginterpretasikan, bahwa Islam mengatur seluruh kehidupan dunia, termasuk

masalah-masalah politik.

Dengan kata lain, al-Qur’an tidak memberikan suatu pola teori kenegaraan

yang pasti dan kering yang harus diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri.

Alasan untuk ini tidak sulit untuk dicari. Pertama, al-Qur’an pada prinsipnya

adalah petunjuk etik bagi manusia; ia bukanlah sebuah kitab ilmu politik. Kedua,

sudah merupakan suatu kenyataan bahwa institusi-institusi sosio-politik dan

organisasi manusia selalu berubah dari masa-ke masa. Atau, dengan memakai

ungkapan lain, diamnya al-Qur’an dalam masalah ini “berarti memberikan suatu

jaminan yang sangat esensial dan sengaja terhadap kekakuan hukum dan

sosial….” Tujuan terpenting al-Qur’an adalah agar nilai-nilai dan perintah-

perintah etiknya dijunjung tinggi dan bersifat mengikat atas kegiatan-kegiatan

sosio-politik ummat manusia. Nilai-nilai ini bertalian secara organik dengan

prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan kemerdekaan yang juga menempati

posisi sentral dalam ajaran moral al-Qur’an. Dari perspektif ini, sutu negara

hanyalah dapat dikatakan bercorak Islam manakala keadilan dan lain-lainnya itu

benar-benar terwujud dan terasa di dalamnya, dan mempengaruhi seluruh

kehidupan rakyat.56 Atas dasar inilah, seharusnya kita mmemahami adanya

semangat untuk tidak memandang partai politik dijadikan sebagai alat perjuangan

yang segala-galanya bagi umat Islam. Kalaupun umat Islam didorong kedalam

partai Islam misalnya, PPP, PKS, PBB, PKB, PAN dan lain partai yang berbasis

Islam dan bermasakan Islam, itu bukan satu-satunya bagi penyaluran politik dan

perjuangan secara total bagi kaum muslimin.

E. Demokrasi

1. Islam Awal Paling Demokrasi

55 Ma’arif dalam Effendy, hal. 1356 Ahmad Syafii Ma’arif. Studi tentang Percaturan Dalam Konstituante Islam Dan Masalah

kenegaraan, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1985), hal. 16.

18

Page 19: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Demokrasi merupakan salah satu ciri nilai-nilai atau etika politik Islam,

yang identik dengan musyawarah.57 Ini menunjukan betapa pentingnya

musyawarah dalam kehidupan manusia; dalam bermasyarakat, keluarga dan

dalam kehidupan politik Kenegaraan. “Rasulullah pernah musyawarah ketika

dalam perang Uhud, ketika dalam perang handaq, dan dalam perjanjian

Hudaibiyah, hal ini menunjukan bahwa musyawarah adalah wajib bagi kaum

muslimin”.58 Dalam Piagam Madinah tersirat pelaksanaan musyawarah, yang

menyatakan bahwa bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian harus

atas dasar persamaan dan adil diantara mereka, mengandung konotasi bahwa

untuk mengadakan perjanjian itu harus disepakati dan diterima bersama. Hal ini

tentu saja hanya bisa dicapai melalui suatu prosedur, yaitu musyawarah diantara

mereka.59

Demikian juga seterusnya, khalifah empat bermusyawarah lantas di bai’at

sebagai pemimpin umat Islam pada masanya. Inilah fakta sejarah yang dijadikan

sebagai sumber bagi politik Islam. Apakah fakta sejarah masa Rasulullah atau

setelahnya. Hal ini, tak terbantahkan lagi, sekalipun banyak kalangan yang

beranggapan, bahwa Islam dan bahkan Nabi bukan sebagai pemimpin atau kepala

negara. Dari pengalaman umat Islam awal ini, maka umat Islam paling

demokratis dalam berbagai hal.

Tidak ada kesepakatan tanpa musyawarah, sehingga dalam istilah bahasa

ketatanegaraan kita muncul ungkapan, ”musyawarah untuk mufakat,” dan ini pula

kata kunci dari demokrasi kemodern-an. Karena musyawarh itu penting bagi

kehidupan manusia, maka Islam menganjurkan seluruh kehidupan manusia yang

bersifat hubungan antar sesama manusia, seharusnya dimusyawarahkan terlebih

dahulu. Apa lagi ha-hal yang berkaitan dengan politik kekuasaan.

2.Apa Demokrasi itu?

57(QS. Al-Imran[3]: 159) 58Al-Ansyary, hal. 57.59Pulungan, hal. 208.

19

Page 20: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Apa yang dimaksud dengan demokrasi,60 dalam bahasa Arab, kata syura

secara harfiah bermakna sebagai proses memeras madu dari sarang lebah.61 Dalam

kaitannya dengan masalah politik dan administrasi dalam masyarakat, hal itu

berarti adanya dialog yang terus-menerus antar – pemeranserta (partisipasi) –

yaitu penguasa dan yang diperintah – sehingga tercapai kata sepakat.

Syura/demokrasi, merupakan bagian dari nilai-nilai politik Islam. Karena itu, Nabi

Muhammad dalam berbagai kesempatan, baik dalam keadaan damai dan dalam

keadaan perang, jika akan memutuskan sesuatu masalah, beliau selalu

bermusyawarah. Musyawarah ini dilakukakan, terutama dalam hal-hal yang

berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan kenegaraaan atau dalam masalah

poitik. Inilah karakteristi Islam awal, paling demokratis dalam mengelola

pemerintahan negara.

Dari mana perintah hidup secara demokratis/musyawarah itu muncul?

Jawabannya dari al-Qur’an. Mari kita perhatikan narasi al-qur’an dibawah ini

yang berkaitan dengan syura/demokrasi.

”....Maka maafkanlah mereka dan mohonlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam (segala) urusan. Jika kemudian kau mengambil keputusan, tawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-oranag yang bertawakal”.62

”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.63 38).

Dari dua ayat diatas menunjukan betapa pentingnya bermusyawarah/hidup

demokrasi bagi kita, dalam kehidupan bermasyarakat dan berpolitik. Karena

musyawarh merupakan perintah Allah, perintah itu bisa wajib dan juga bisa sunat.

Dalam kehidupan bermasyarakat musyawarah bisa dikategorikan wajib fardlu.

Musyawarah,64 pernah dilaksanakan pada masa Islam awal, sehingga tidak

ada bagian dari kehidupan politik yang terbebas darinya. Sedemikin jelasnya

60 Demokrasi bagian dari syura.61Ishaque dalam al-Buraey, hal. 340.62QS.Ali Imran[3]: 15963QS.Al-Syura[42]: 38.64 Musywarah salah satu cirri dari demokrasi, karena itu Islam sangat memperhatikan

bermusyawarah dalam berbagai hal.

20

Page 21: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

perintah tersebut, sehingga tidak satupun penafsiran yang dapat mengubah

maknanya. Lebih jauh lagi, peringatan diatas merupakan deskripsi yang unik

tentang pengalaman nyata masyarakat Islam permulaan. Nabi Muhammad sendiri

selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang negara, politik,

peperangan, dan hubungan Internasional. Misal, ketika Ummat Islam harus

berperang menghadapi musuh, Nabi menyarankan agar bertahan di dalam kota

(Madinah) saja. Namun para sahabat mengusulkan agar menyambut dan

memerangi musuh. Nabi mendengarkan pendapat bagian terbesar yang muncul

dalam musyawarah, dan akhirnya diputuskan untuk menyambut musuh di luar

kota. Walau hasilnya mengecewakan. 65

Musyawarah/demokrasi pernah juga terlaksana sebelum Nabi Muhammd

Saw. ketika Sulaiman (sebagai Nabi dan Raja) pada waktu itu, memerintahkan

kepada Ratu Bilqis (kerajaan Saba’) untuk tunduk dan beriman kepada Allah.

dengan isi surat sebagai berikut:

”Berkata ia (Bilqis: ”Hai pembesar-pembesar sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: ”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”. Berkatalah dia (Bilqis): ”Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majlis(ku)”. Mereka menjawab: ”kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”.66

Kisah antara Ratu Bilqis dengan Sualaiman diatas yang diabadikan dalam

Al-Qur’an, menunjukan bahwa musyawarah/demokrasi telah terlaksana pertama

kali dalam lapangan politik dan ketatanegaraan pernah terjadi masa lalu. Bilqis

seorang ratu yang bijak memusyawarahkan terlebih dahulu seluruh urusan

pemerintahan dan kenegaraan; dalam keadaan damai dan dalam keadaan perang.

Demikian pentingnya urusan yang berkaitan dengan politik, maka tak bisa

65 Muhammada asad, hal. 44.66QS. An-Naml,[27]: 29-33.

21

Page 22: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

dielakkan lagi musyawarah diletakan dalam posisi yang sangat penting dalam

kehidupan politik kekuasan. Jelasnya, satu langkah pun musyawarah/demokrasi

tidak boleh ditinggalkan, Muhammad Saw. sendiri selalu melakukan hal ini. Bagi

kita sekarang musyawarah/demokrasi sangat fundamental dalam memutuskan

segala hal. Demikian pentingnya musyawarah/demokrasi.

Dari mana kita memulai musyawarah/hidup secara demokratis? Pertama;

musyawarah/demokrasi bisa kita mulai dari dalam kehidupan rumah tangga.67

Misalnya, ”bagaimana seharusnya hubungan suami istri saat mengambil

keputusan yang berkaitan dengan rumahtangga dan anak-anak, sepeti menyapi

anak. Al-Qur’an memberi petunjuk agar persoalan itu (dan juga persoalan-

persoalan rumah tangga lainnya) dimusyawarahkan antar suami istri”.68 kedua;

musyawarah/demokrasi bisa kita lakukan dalam kehidupan masyarakat, masalah-

masalah politik dan juga dalam kekuasaan negara.69

3.Batasan Demokrasi

Dalam hal apa saja batasan musyawarah yang bisa kita lakukan? Al-

Buraey (1986) menyebutkan, ”syura atau musyawarah, kendati demikian,

mempunyai dua batasan. Pertama; syura tidak diterapkan pada berbagai masalah

yang sudah jelas pengaturannya didalam al-qur’an dan assunah, keduanya diakui

sebagai sumber utama hukum perdata ataupun pidana (syari’ah). Masalah-masalah

tersebut, apabila sudah ada aturan yang jelas, menurut definisi berada diluar

jangkauan syura. Yang menjadi poko bahasan syura adalah hal-hal yang berkaitan

dengan penafsiran, atau pelaksanaan dan penampilan.70 Kedua; syura/demokrasi

adalah proses dan prosedur dalam pengambilan keputusan. Apabila sebuah

masalah atau isu dibawa ke syura, maka pendapat atau hasil akhir yang dicapai

oleh pemeranserta tidak boleh bertentangan dengan perintah-perintah yang sudah

jelas diatur di dalam Islam, baik yang dimuat di dalam al-qur’an atau pun pada as-

sunah.

67QS.al-Baqarah[2]: 233.68 M. Quraish Shihab 69 (QS. Ali Imran[3]: 159)70 Al-Buraey (1986)

22

Page 23: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

4.Urgensi Demokrasi

Kenapa demokrasi diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam

politik kenegaraan? Ada beberapa alasan bahwa demokrasi itu perlu kita lakukan.

Pertama; demokarsi sangatlah diperlukan, untuk membatasi kekeliruan manusia,

kerakusan dan kedzaliman sang penguasa. Karenanya, beberapa ahli

mengomentari tentang musyawarah ini. Kerr dalam Al-Buraey, menyebutkan

”syura merupakan cara efektif untuk membatasi kekuasaan eksekutif, dan

menutup celah bagi kemunculan diktator sebagai penguasa. Ummat Islam

berpendapat bahwa syura merupakan perwujudan asli dari perwakilan atau

pemerintahan konstitusional dalam Islam”.71 Karena demokrasi saat ini sangat

diperlukan untuk membatasi kekuasaan politik dan kesewenang-wenangan

kekuasaan.

Nama yang muncul kemudian dalam mewujudkan musyawarah tersebut,

maka dinamakan dewan, di kita terkenal dengan; Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) baik pusat atau daerah, atau majlis permusyawaratan di kita ada Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dulu sebelum reformasi bertugas memilih

dan memberhentikan Presiden, dan ada juga dalam hal-hal tertentu baik dalam

organisasi atau dalam urusan lain muncul dewan konsultasi dan atau penasehat.

Ini mununjukan betapa pentingnya musyawarah/demokrasi itu dalam

mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Hal ini harus dimulai

dengan membiasakan hidup yang menjunjung tinggi demokrasi dan bersifat

transparansi dalam tata kelola pemerintahan.

Kedua; musyawarah/demokrasi itu diperlukan dalam kehidupan kita

karena merupakan azas hukum yang timbul dari hasil kesepakatan bersama.

Mahmud Tsaltut, dalam kitabnya,” Al-Islam Aqidah Wa syari’ah” menyebutkan,

”Syura merupakan azas hukum yang baik dan benar, karena syura salah satu jalan

untuk menjelaskan kebenaran dan mengetahui beberapa pendapat yang matang.

Al-qur’an memerintahkan untuk hal ini, dan syura merupakan salah satu unsur

dari tegaknya daulah Islamiyah”.72 Menurut Azhary, menyebutkan ayat Qur’an,73

71 Kerr dalam Al-Buraey (1986: 90)72 Mahmud Tsaltut (1992: 43973 QS. 42: 38.

23

Page 24: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

apabila dijadikan sebagai suatu garis hukum maka ia dapat dirumuskan sebagai

berikut: ”hai Muhammad engkau wajib bermusyawarah dengan para sahabat

dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan”, atau secara lebih umum: ”Umat

Islam wajib bermusyawarah dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan”.74

Kewajiban ini terutama dibebankan kepada setiap penyelenggara kekuasaan

negara dalam melaksanakan kekuasaannya.

Ketiga; Musyawarah/demokrasi perlu dilakukan dalam lapangan

administrasi sekalipun, hal ini perlu untuk menghindari kecurangan sekelompok

penguasa eksekutif yang memainkan peran. Al-Buraey, menyebutkan,”dalam

administrasi, syura memainkan peranan penting sebagai proses pembuat

keputusan, sehingga merupakan pengendali kekuasaan dan kewenangan.”75

F. Partisipasi Sosial Politik

Sebelum memaparkan partisipasi politik Islam, terlebih dahulu kita

kemukakan arti dari pertisipasi. Pertama, partisipasi secara umum; kedua,

Partisipasi politik. Hal ini, dimaksdukan supaya lebih jelas dalam memahami apa

itu arti partisipasi sosial politik Islam.

1. Partisipasi Sosial

Pertama, partisipasi secara umum. Davis (1979) misalnya, memandang

partisipasi sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi seseorang didalam

situasi kelompok dan mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada

kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap

uaha yang dilakukannya.

Didalam jabaran partisipasi yang dikemukakan oleh Davis (1979), ada tiga

unsur yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu; 1) partisipasi/keikut sertaan,

sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari pada

keterlibatan secara jasmaniah; 2) kesediaan memberikan sesuatu sumbangan

kepada usaha mencapai tujuan kelompok; 3) setiap pemeran harus memiliki

tanggung jawab, yaitu rasa sence of belongingnes.76 74 Azhary (1992: 83),75 Al-Buraey (1986: 340)76 (Santoso Poetro, 1986: 13).

24

Page 25: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

Rumusan dan unsur partisipasi yang dikemukakan oleh Davis (1979)

tersbut, tidak berbeda jauh dengan konsep-konsep partisipasi yang dikemukakan

oleh ahli-ahli lainnya. Gordon W. Allport,77 memandang, partisipasi sebagai “the

person who participaties is ego invalved instead of morely taks involved

(keterlibatan diri (ego) seseorang dalam suatu kegiatan, lebih dari pada sebagai

rutinitas tugasnya. Secara sederhana partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan

aktif warga masyarakat baik secara perorangan, kelompok, ataupun dalam

kesatuan masyarakat, dalam bentuk proses pembuatan keputusan bersama,

pelaksanaan program pelayanan sosial, dan pembangunan masyarakat, atas dasar

raa kesadaran dan tanggung jawab sosialnya.78

Paparan tentang partisipasi diatas, menunjukan bahwa setiap pemeran

partisipasi harus memiliki integrasi dan transendensi, dalam rangka perbuatan

bersama dengan manusia lain, mempertahankan hirarki nilai-nilai. Dalam

kehidupan masyarakat Indonesia yang menonjol rasa solidaritas yang tinggi,

kodrat pribadi dan kodrat sosial sebagai prasyarat partisipatif aktif adalah hal yang

perlu mendapat perhatian. Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan sosial dalam

aksiologi masyarakat dan aksiologi etika merupakan wacana pembangunan yang

tidak dapat dipiahkan. Kebersamaan manusia berhubungan erat dengan

pengalaman pribadi. Realitas partisipasi yang ada pada diri setiap individu

memungkinkan manusia bereksistensi dan berbuat bersama dengan pribadi lain

dalam mencapai nilai pribadi. Partisipasi sebagaimunsur pokok pribadi adalah

sekaligus sebagai faktor pembentuk setiap kebersamaan manusia.79

Selain unsur transedensi dan integrasi yang perlu dipahami dalam

kerangka partisipasi masyarakat, unsur lain yang tidak kalah pentingnya adalah

unsur ruang tempat manusia melakukan peran-peran pribadi dan sosialnya. Unsur

ruang ini dalam istilah partisipasi yang dikemukakan oleh Santoso Sastro Poetro

(1986) disebut kelompok. Menurut Poetro, seseorang berpartisipasi harus

77 Gordon W. Allport, (dalam Satro Poetro, 1986: 12)78 (Holil Soelaiman dalam Iskandar, 1999: 181).

79 (Djadjaatmaja, 1988: 69).

25

Page 26: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

memerlukan kelompok yang teratur, dan setiap kelompok yang teratur harus

memiliki kriteria: 1) strukur organisasi; 2) pemimpin; 3) anggota; 4) norma; dan

tujuan yang hendak dicapai.80

Dengan sejumlah kriteria ini, diharapkan pendefinisian secara esensi yang

menyeluruh tentang kelompok sebagai kumpulan organisasi yang bereksistensi

dalam keseluruhan konstalasi, saling menerima tanggung jawab, dan berguna

dalam memenuhi kebutuhan masing-masing individu pemeran.81 Karena itu,

kelompok sebagai unsur penting dalam partisipasi merupakanvisi psikologis dan

sosial. Kelompok adalah gerakan psikis yang determinan dan berinteraksi dengan

sesamanya secara tatap muka dengan serangkaian pertemuan, dimana masing-

masing anggota saling menerima impresi atau apersepsi anggota lain yang

membuat masing-masing individu bereaksi sebagai reaksi individu dari individu

lainnya.82 Jadi, kelompok dalam hal ini harus dipandang sebagai tempat saling

ketergantungan, sebagai kelompok berinteraksi antara dua individu atau lebih

dalam mencapai tujuan bersama.

Sementara itu menurut Maskun (1993), partisipasi suatu kelompok

masyarakat sebagai parthership sistem adalah hal yang dapat diciptakan.

Partisipasi masyarakat dapat diciptakan apabila dapat dihidupkan sikap aling

percaya antara perangkat kelompok dan anggota kelompok. Selanjutnya,

Maskun(1993) memaparkan, sikap penciotaan kondisi aling percaya dan saling

pengertian ini-pun tidak dapat tumbuh dengan begitu saja, tetapi dibutuhkan suatu

uaha yang menbuat masyarakat memiliki pengertian tentang aturan yang dilandasi

pada prinsip saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara aparat dan

anggota kelompok masyarakat.

Yang menurut Poetro, bahwa dalam menumbuhkan partisipasi kelompok,

harus dipengaruhi oleh pendidikan, agama, motivasi, kesempatan kerja dan

peluang berpartisipasi.83 Sejumlah unsur pengaruh ini, oleh Maskun (1993),

dikelompokan dalam empat kelompok unsur, yaitu pemahaman timbal-balik

80 (Poetro, 1986: 15)81(Yusuf, 1989: 19 82 Ibid., hal.80.83 Poetro,1986

26

Page 27: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

antara masyarakat dan pemerintah, sikap solidaritas yang tinggi dari masyarakat

atas good will, terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat oleh

pemerintah, dan terdapatnya usaha yang memotivasi, dan stimulus yang

mendorong kreativitas masyarakat.

Disisi lain Poetro mengemukakan, bahwa partisipasi masyarakat bukanlah

suatu pekerjaan, akan tetapi merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan dari

suatu pembangunan.84 Supaya hal ini bisa dicapai, maka partisipasi masyarakat

muslim haruslah dibina kearah yang lebih sehat dengan meletakkan masyarakat

sebagai subjek aktif. Karena itu, partisipasi masyarakat muslim dalam partai

politik misalnya, bukanlah suatu akhir dari tujuan pembangunan politik, akan

tetapi merupakan langkah awal dalam menata kembali kehidupan bermasyarakat

dan bernegara yang baik.

Sementara itu, dalam pandangan Odang, partisipasi masyarakat meliputi

partisipasi yang bersifat lahiriah atau nyata seperti kesediaan memberikan

sumbangan berupa uang dan tenaga; dan partisipasi yang bersifat psikologis

berupa keterlibatan pikiran dan perasaan melalui sikap dan tindakan terhadap

suatu aktivitas.85 Jadi, partisipasi bukanlah keikutsertaan karena terpaksa, tetapi

karena menyadari akan tanggung jawab sebagai anggota kelompok.

Dibawah ini, ada beberapa bentuk partisipasi yang dikemukakan Holil

Sulaiman sebagai berikut:

1) Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka;

2) Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang, dana dan sarana;

3) Partisipasi dalam proses pengambilan keputuisan, dan

4) Partisipasi dalam bentuk dkungan.

Berdasarkan uraian-uraian partisipasi diatas, maka dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa:

1) partisipasi adalah keterlibatan langsung atau tidak langsung

seseorang dalam suatu aktivitas;

84 Ibid., hal.23.85 Odang (1996: 75),

27

Page 28: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

2) Partisipasi bukanlah merupakan tujuan akhir dari suatu perbuatan

akan tetapi merupakan proses dalam menuju tujuan bersama yang

diarahkan;

3) Partisipasi bia keterlibatan langsung secara fisik, bisa juga

keterlibatan/keikutsertaan berupa pikiran, perasaan, sumbangan

dana berupa uang, atau hanya sekedar dukungan saja; dan

4) Partisipasi juga merupakan kesediaan memberikan sesuatu

sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok.

2.Partisipasi Politik

Partisipasi politik, menurut Mc Closky, didefinisikan sebagai kegiatan

sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam

proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, berperan

dalam proses pembentukan kebijakan umum.86 Lebih dari itu, partisipasi politik

didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta

secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan

secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public

policy). Bentuk partisipasi yang sangat umum adalah pemberian suara dalam

pemilu. Menjadi anggota sebuah kelompok kepentingan “interest group”, menjadi

anggota suatu partai politik, mengadakan rapat umum, mengadakan hubungan

“contacting” dengan pengambil keputusan atau “decision maker”, adalah beberapa

bentuk partisipasi politik yang lain.87

Secara sederhana, partisipasi politik diartikan sebagai “kegiatan warga

negara biasa yang sengaja maupun tidak sengaja berkaitan, dan karena itu

mempengaruhi kebijakan pemerintah. Partisipasi politik dapat dilakukan secara

pribadi maupun kelompok, spontan maupun dimobilisasi, legal maupun ilegal”.88

Nurcholish, menegaskan partisipasi politik itu sendiri sesungguhnya cukup

problematik. Jangankan di suatu negeri yang masih sedang berkembang seperti

86 (Mc Closky dalam Eva, 1999: 198).87 (Miriam Budiardjo, 1996: 183). 88 (Legowo, 1987: 605)

28

Page 29: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

negeri kita; di negeri yang telah majupun, atau bahkan paling maju semisal

Amerika, partisipasi politik itu merupakan problema.89

Paparan diatas, menunjukan bahwa untuk mewujudkan partisipasi politik

yang benar, dan terarah memang sangat sulit kita temukan. Biasanya

meningkatnya partisipasi politik disuatu negara berbarengan dengan proses

demokratisasi. Di Indonesia tandas Madjid (1995), proses demokratisasi itu tidak

akan berjalan lancar dan terarah dengan baik jika tidak didukung oleh kesadaran

bagian terbesar warga negara yang terdiri dari kaum Muslimin akan hak dan

kewajiban sosial-politik mereka.

Suatu keterangan umum lainnya dari usaha-usaha pemerintah untuk

membatasi partisipasi politik adalah bahwa para elit yang memerintah di negara-

negara yang baru itu sering khawatir akan hancurnya nilai-nilai kepentingan

mereka sendiri. Pertama-tama, haruslah dicatat bahwa hanya sedikit elit yang mau

mengakui bahwa mereka memang membatasi partisipasi rakyat. Mereka akan

berkata bahwa mereka mengizinkan, dan sesungguhnya menganjurkan, partisipasi

politik massal sepanjang partisipasi itu sejalan dengan nilai-nilai mereka.90

Dari uraian diatas ada dua bentuk mobilisasi politik yang berkaitan dengan

partisipasi politik yaitu; 1) mobilisasi politik yang positif dan ; 2) mobilisasi

politik yang bersifat negatif. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan bagi adanya

mobilisasi politik positif yaitu: 1) perlu adanya kecenderungan demokratis

dekalangan penguasa politik; 2) adanya pandangan bahwa mobilisasi politik

tersebut adalah sarana untuk menumbuhkan dan sementara waktu-bukan tujuan

akhir-karena tujuan akhirnya adalah pengembangan partisipasi politik.91

Berkaitan dengan partisipasi politik Islam, masyarakat Islam paling dini

itu modern. Diantaranya ialah tingkat partisipasi politik yang terbuka dan tinggi

dari seluruh jajaran anggota masyarakat. Juga keterbukaan dan kemungkinan

posisi pimpinan masyarakat itu untuk diuji kemampuan mereka berdasarkan

89 (Madjid, 1995: 558).90 (Weiner, t.th: 146).

91 (Rauf, 1991: 13).

29

Page 30: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

ukuran-ukuran yang universal (berlaku bagi semua orang), yang dilambangkan

dalam usaha melembagakan kepemimpinan tidakberdasarkan warisan atau

keturunan, tetapi berdasarkan pemilihan (apapun bentuk teknis pemilihan itu pada

masa tersebut).92

Lanjut Madjid (1995), karena keterbukaannya ciri utama masyarakat

universalistik seperti Islam ialah adanya kesempatan bagi partisipasi sosial-politik

yang luas, sedangkan masyarakat partikularistik dengan membatasi partisipasi itu

hanya kepada kalangan tertentu yang memenuhi syarat menurut ukuran-ukuran

askriptif tertentu. Atas dasar urau diatas, umat Islam sejak awal memiliki

partisipasi politik sangat tinggi. Hal ini bisa kita telusuri semenjak Rasulullah saw

meninggal dunia, sesegera mungkin para sahabat membai’at Abu bakar untuk

mengganti kekosongan kepemimpinan di masyarakat Islam mandinah pada waktu

itu, walaupun Ali tidak ikut serta karena masih berduka cita. Kebiasaan partisipasi

politik Islam seperti yang dilakukan oleh Islam awal, diikuti pula 0leh Umat Islam

selanjutnya, walaupun berbeda cara, karena berbeda situasi dan kondisi umat

Islam yang mengalami perubahan-perubahan dalam penerapan sistem politik

Islam.

92 (Bellah dalam Madjid, 1995: 559).

30

Page 31: Islam, Demokrasi Dan Partisipasi Sosial Politik Web viewMereka yang pernah mencoba menyususn teori bagi ... Kpnsep tentang kehidupan pribadi dan ... yang dilambangkan dalam usaha melembagakan

SUMBER KEPUSTAKAAN

Al-Buraey, A. Muhammad. Islam Landasan Al-ternatif Administrasi pembangunan (ter.), (Jakarta: CV. Rajawali, 1986).

Al-Maududi, Abd A’la. Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik Islam (ter.), (Bandung: Mizan, 1995).

Ali, K. Sejarah Islam (ter.), (Jakarta: Srigunting, 1977). Aqiel Siradj, Said. Islam Kebangsaan Fiqih Demokrasi Kaum Santri, (Jakarta:

Psutaka Ciganjur, 1999).

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahnya.Effendy, Bahtiar. Islam Dan Negara Transformasi Pemikiran Dan Praktik Politik

Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998).Eugene Smith, Donald. Agama Dan Modernisasi Politik Suatu Kajian Analitis

(ter.), (Jakarta: CV. Rajawali, 1985).Esposito, Jhon L. Islam Dan Pembangunan Ensiklopedi Masalah-Masalah (ter.),

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994). Hal. 167.Fazrurahman. Tema P okok Al-Qur’an (ter.), (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983).Hawa, Said. Al-Islam, (Al-Qaahirah: maktab Wahbah, 1987).Huwaydi, Fahmi. Demokrasi Oposisi Dan Masyarakat Madani (ter.), (Bandung:

Mizan, 1996).Masdar, Umaruddin. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amin Rais tentang

Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999). Hal. 98.Madjid, Nurcholish. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, (Jakarta: Paramadina, 1999). Sagiv, David. Islam Otentisitas Liberalisme (ter.), (Yogyakarta: LkiS, 1997).Syafii Ma’arif, Ahmad. Studi tentang Percaturan Dalam Konstituante Islam Dan

Masalah kenegaraan, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1985), hal. 16.Sabiq, Sayyid. Unsur-unsur DInamika Dalam Islam (ter.), (Jakarta: Internusa,

1981).Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996). Toprak,Binnaz. Islam Dan Politik di Turki (ter.), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999). Utsman, Abdul Karim. Ma’alim al-Tsaqafah al-Islamiyat, (Beirut, Muassasah al-Risalah, 1985), hal. 171.Pulungan. Fiqih Siyasah Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 1999).

31