islam dan studi agama-agama di indonesia · 2019. 11. 17. · islam dan studi agama-agama di...

14
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya. Vol. 1 No. 1 (September 2016): 62-51 Website: http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious ISSN: 2528-7249 (online) 2528-7230 (print) A. PENDAHULUAN Pluralisme agama merupakan kondisi masyarakat Indonesia yang tidak dapat di pungkiri, dan kondisi ini bisa sebagai pemicu konflik, bila agama dipahami hanya terbatas pada persoalan pribadi. Agama tidak lagi merupakan kekuatan social dan tidak lagi mempengaruhi serta membentuk persepsi dunia, atau dapat mengatasi segala macam persoalan social, tetapi dilema bagi masyarakat Indonesia ada di sini. Bagaimana mungkin dapat memisahkan masalah ras, agama dan juga daerah dari kehidupan bangsa. Yang harus kita pahami sekarang adalah bagaimana menghadapi tangtangan pluralitas keagamaan seperti itu. Dalam kondisi masyarakat seperti ini keberadaan Studi Perbandingan Agama sangat penting untuk di kembangkan, tetapi sudah lebih dari empat puluh tahun Ilmu ISLAM DAN STUDI AGAMA-AGAMA DI INDONESIA Roro Sri Rejeki Waluyajati Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru, Bandung 40614, Indonesia. E-mail: [email protected] Herlina Nurani Alumni Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Mahasiswa Religious Studies UIN Sunan Gunung Djati Bandung E-mail: [email protected] __________________________ Abstract The purpose of this study was to determine the problems faced by the Department of Comparative Religion in Indonesia especially in UIN, Bandung, Jakarta, and Yogyakarta. The problems could be experienced by the students or by the department, in both academic field and student affairs, besides among academic authors also wish to express how the perspective of rural communities, in the village area of West Bandung Cibenda about majoring in comparative religion, is it true this course can not be accepted by society, especially rural areas? The results showed that there was the strong relationship between exclusive religious attitudes and religious conflict in society. The exclusive attitude could trigger conflict easily. In this situation, the existence of the Department of Comparative Religion is needed, as an academic medium which task is to produce mediators, who can reduce or reconcile religious conflicts through mainstreaming inclusive and pluralist religious attitudes in society. Unfortunately, the existence of this Department has not been promoted well. So that, people have not perceived this department well. Keywords: Religious Studies; Pluralism; Tolerance. __________________________ Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui problematika apa saja yang di hadapi oleh Jurusan Perbandingan Agama di Indonesia secara umum dan ketiga UIN yaitu Bandung, Jakarta dan Yogyakarta secara khusus, baik persoalan yang dialami oleh pihak mahasiswa dan Jurusan dalam bidang akademik ataupun kemahasiswaan, selain dikalangan akademik, penulis juga ingin mengungkapkan bagaimana persfektif masyarakat pedesaan tepatnya di Desa Cibenda daerah Bandung Barat tentang jurusan perbandingan agama, benarkah jurusan ini tidak bisa diterima oleh masyarakat khususnya pedesaan? Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan sikap keberagamaan yang ekslusif di masyarakat menjadi pemicu konflik agama mudah terjadi. Keberadaan Jurusan Perbandingan Agama sangat dibutuhkan sebagai media akademik yang mampu mencetak mediator pendamai konflik agama, melalui penanaman sikap keagamaan yang inklusif dan pluralis di masyarakat, tetapi keberadaan Jurusan ini belum terpromosikan dengan baik sehingga eksistensinya belum dapat dirasakan oleh masyarakat. Kata Kunci: Religious Studies; Pluralisme; Toleransi. __________________________

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya. Vol. 1 No. 1 (September 2016): 62-51

    Website: http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious ISSN: 2528-7249 (online) 2528-7230 (print)

    A. PENDAHULUAN Pluralisme agama merupakan kondisi

    masyarakat Indonesia yang tidak dapat di

    pungkiri, dan kondisi ini bisa sebagai pemicu

    konflik, bila agama dipahami hanya terbatas

    pada persoalan pribadi. Agama tidak lagi

    merupakan kekuatan social dan tidak lagi

    mempengaruhi serta membentuk persepsi

    dunia, atau dapat mengatasi segala macam

    persoalan social, tetapi dilema bagi masyarakat

    Indonesia ada di sini. Bagaimana mungkin

    dapat memisahkan masalah ras, agama dan

    juga daerah dari kehidupan bangsa. Yang

    harus kita pahami sekarang adalah bagaimana

    menghadapi tangtangan pluralitas keagamaan

    seperti itu.

    Dalam kondisi masyarakat seperti ini

    keberadaan Studi Perbandingan Agama sangat

    penting untuk di kembangkan, tetapi sudah

    lebih dari empat puluh tahun Ilmu

    ISLAM DAN STUDI AGAMA-AGAMA DI INDONESIA

    Roro Sri Rejeki Waluyajati Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

    Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru, Bandung 40614, Indonesia.

    E-mail: [email protected]

    Herlina Nurani Alumni Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Mahasiswa Religious Studies

    UIN Sunan Gunung Djati Bandung

    E-mail: [email protected] __________________________

    Abstract

    The purpose of this study was to determine the problems faced by the Department of Comparative Religion in

    Indonesia especially in UIN, Bandung, Jakarta, and Yogyakarta. The problems could be experienced by the students

    or by the department, in both academic field and student affairs, besides among academic authors also wish to express how the perspective of rural communities, in the village area of West Bandung Cibenda about majoring in

    comparative religion, is it true this course can not be accepted by society, especially rural areas? The results showed

    that there was the strong relationship between exclusive religious attitudes and religious conflict in society. The

    exclusive attitude could trigger conflict easily. In this situation, the existence of the Department of Comparative

    Religion is needed, as an academic medium which task is to produce mediators, who can reduce or reconcile

    religious conflicts through mainstreaming inclusive and pluralist religious attitudes in society. Unfortunately, the

    existence of this Department has not been promoted well. So that, people have not perceived this department well.

    Keywords:

    Religious Studies; Pluralism; Tolerance.

    __________________________

    Abstrak

    Artikel ini bertujuan untuk mengetahui problematika apa saja yang di hadapi oleh Jurusan Perbandingan Agama di

    Indonesia secara umum dan ketiga UIN yaitu Bandung, Jakarta dan Yogyakarta secara khusus, baik persoalan yang

    dialami oleh pihak mahasiswa dan Jurusan dalam bidang akademik ataupun kemahasiswaan, selain dikalangan

    akademik, penulis juga ingin mengungkapkan bagaimana persfektif masyarakat pedesaan tepatnya di Desa Cibenda

    daerah Bandung Barat tentang jurusan perbandingan agama, benarkah jurusan ini tidak bisa diterima oleh

    masyarakat khususnya pedesaan? Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan sikap keberagamaan yang

    ekslusif di masyarakat menjadi pemicu konflik agama mudah terjadi. Keberadaan Jurusan Perbandingan Agama

    sangat dibutuhkan sebagai media akademik yang mampu mencetak mediator pendamai konflik agama, melalui

    penanaman sikap keagamaan yang inklusif dan pluralis di masyarakat, tetapi keberadaan Jurusan ini belum

    terpromosikan dengan baik sehingga eksistensinya belum dapat dirasakan oleh masyarakat.

    Kata Kunci:

    Religious Studies; Pluralisme; Toleransi.

    __________________________

    mailto:[email protected]

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 63

    Perbandingan Agama berdiri di berbagai UIN

    di Indonesia, tetapi pada kenyataannya

    eksistensi keberadaan Jurusan ini kurang ber-

    kembang, baik secara akademik ataupun

    masyarakat.

    Penelitian ini dilakukan yaitu untuk

    mengetahui segala problematika yang dihadapi

    oleh Jurusan Perbandingan Agama baik secara

    akademik ataupun secara kemahasiswaan agar

    didapatkan solusi yang efektif untuk

    mengembangkan Jurusan ini di masa depan.

    Untuk lokasi penelitian dilakukan pada tiga

    Jurusan Perbandingan Agama di tiga UIN

    yaitu: UIN Bandung, Jakarta dan Jogjakarta

    dengan alasan bahwa Jurusan Perbandingan

    Agama di ketiga UIN tersebut dipandang dapat

    merepresentasikan kondisi Studi agama-agama

    di Indonesia baik secara Historis, Cultur

    Akademic hingga pupulasi untuk sampel

    penelitian, selain dilakukan di tiga Universitas,

    penulis juga meneliti di kalangan masyarakat

    Pedesaan dalam memandang jurusan ini,

    berangkat dari pengalaman penulis bahwa

    jangankan dikalangan masyarakat awam,

    dikalangan akademikpun jurusan ini masih

    asing dan terdengar ekstrim padahal memiliki

    tujuan yang luar biasa. Namun benarkah

    semua anggapan masyarakat khususnya

    Pedesaan memandang jelek terhadap jurusan

    perbandingan agama?

    B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ilmu Perbandingan Agama Sebagai

    Sebuah Ilmu da Pengembangannya

    Ilmu Perbandingan Agama mulai

    diperkenalkan ketika Friedrich Max Muller

    menyampaikan sebuah ceramah di Royal

    Institute London, adapun isi pernyataan

    tersebut telah dikutip oleh Djam’anuri sebagai

    berikut:

    Sebuah ilmu agama, yang didasarkan pada

    suatu perbandingan ilmiah yang jujur dan

    tidak memihak terhadap semua agama,

    sekarang hanya tinggal masalah waktu saja.

    ilmu tadi dituntut oleh orang-orang yang

    suaranya tidak dapat diabaikan masalah-

    masalahnya yang besar telah menarik

    perhatian banyak peneliti. Dan hasilnya

    diantisipasi dengan harapan maupun

    kekhawatiran. Oleh karena itu menjadi

    kewajiban bagi mereka yang telah meng-

    abdikan diri untuk mempelajari agama-

    agama besar dunia dari menghargai agama

    apapun bentuknya, untuk menekuni

    kawasan baru ini atas nama ilmu

    pengetahuan yang sesungguhnya.1

    Sejak ceramah Muller di atas, studi agama-

    agama lambat laun mulai menarik minat para

    sarjana dan semakin popular. Para sarjana

    menyebut “kawasan baru” tadi dengan

    berbagai nama, namun substansinya pada

    dasarnya tetap sama yaitu mempelajari agama-

    agama, terutama yang berbeda dengan agama

    sendiri dengan menggunakan metode dan

    pendekatan ilmiah akademik.

    Di Indonesia, khususnya di lingkungan

    (UIN). Nama yang umum dipakai adalah

    “Perbandingan Agama”. Hal ini dapat

    dimaklumi karena tokoh yang mula-mula

    memperkenalkan dan mengembangkan istilah

    tersebut di UIN adalah H.A Mukti Ali. Pada

    masa Mukti Ali, studi agama adalah kajian

    yang bersifat ilmiah dan objektif. Ilmu

    Perbandingan Agama didefinisikan sebagai

    berikut:

    “Sebuah cabang ilmu pengetahuan yang

    berusaha untuk memahami gejala-gejala

    dari suatu kepercayaan dalam hubu-

    ngannya dengan agama-agama lain,

    pemahaman ini meliputi persamaan juga

    perbedaan. Dari pembahasan yang

    demikian, maka struktur yang asasi dari

    pengalaman keagamaan manusia dan

    pentingnya bagi hidup dan kehidupan

    orang itu akan dipelajari dan dimulai.2

    Walaupun berbagai definisi dari Ilmu

    Perbandingan Agama telah diuraikan di atas

    tetapi kenyataannya berbagai definisi itu

    mengalami perubahan seiring dengan

    perkembangan jaman dan kemajuan studi

    agama sehingga definisi tersebut dirasakan

    1 Djam’anuri, Ilmu Perbandingan Agama,

    Pengertian dan Objek kajian (Kurnia Kalam Semesta:

    1998), 2. 2 Ahmad Norman permata Ed, Metodologi Studi

    agama, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000, 25.

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75

    64

    kurang relevan untuk melukiskan Ilmu

    Perbandingan Agama di masa sekarang.

    Objek kajian Ilmu Perbandingan Agama

    menurut H.A Mukti Ali adalah pengalaman

    agama yang bertitik tolak pada pengalaman

    agama yang subjektif kemudian diobjektifkan

    dalam berbagai macam ekspresi dan bahwa

    ekspresi-ekspresi itu mempunyai struktur yang

    pasif dan dapat dipelajari.

    Pengalaman keagamaan diekspresikan

    dalam tiga bentuk yaitu:

    1. Teoritis atau intelektualistis yaitu termasuk di dalamnya teologi, kosmologi, dan

    antropologi.

    2. Praktis atau amalan yaitu ibadah 3. Sosiologis yaitu ekspresi dalam pergaulan

    di masyarakat.

    Banyak metode yang ditawarkan oleh para

    ahli Ilmu Perbandingan Agama tetapi yang

    paling kondusif untuk masyarakat Indonesia

    adalah metode yang dikemukakan oleh W. C

    Smith yang telah dikutip oleh Ahmad Norman

    permata dalam bukunya yang berjudul

    Metodologi Studi Agama yang isinya seperti

    di bawah ini :

    Bentuk tadisional barat dalam mengkaji

    agama-agama lain diawali dari pengcairan

    impersonal dari sebuah itu. tetapi era

    sekarang berubah menjadi personalisasi

    keimanan yang diamati, sehingga mereka

    mulai menemukan pembicaraan tentang

    mereka, kemudian pengamatan menjadi

    terlibat secara personal, sehingga situasinya

    adalah kami berbicara tentang mereka,

    tahap selanjutnya adalah dialog dimana

    kami berbicara kepada engkau. Jika ada

    aktivitas mendengarkan secara timbal balik,

    akan menjadi kami berbicara dengan

    engkau, adapun puncak dari kemajuan ini

    adalah engkau dan aku berbicara bersama

    tentang kita.3 1. Studi Perbandingan Agama Di Tiga

    Lembaga UIN Bandung, Yogyakarta, Dan

    Jakarta.

    a. Agama dan Kehidupan Beragama di Indonesia

    Untuk mengetahui kondisi kehidupan

    beragama di Indonesia bisa di lihat dari

    3 Permata, Metodologi Studi agama, 76.

    bagaimana mereka memahami kebebasan

    beragama, karena kebebasan beragama ini erat

    sekali hubungannya dengan pemahaman

    konsep pluralisme di masyarakat.

    Penjelasan TAP MPR tentang P4

    menegaskan bahwa kebebasan beragama

    merupakan hak asasi dari manusia, ia berasal

    dari tuhan dan sama sekali bukan pemberian

    Negara apalagi golongan. 4

    Walaupun di dalam penjelasan diatas

    mengisyaratkan bahwa di negeri ini tidak akan

    ada lagi persoalan mengenai hak asasi

    beragama, bahkan sebagai Negara yang tidak

    berdasarkan agama dan tidak pula sekuler.

    Berarti Negara wajib memberikan pelayanan

    kepada semua agama dan tidak terlalu jauh

    mencampuri keberagamaan umat. Tetapi

    sayang sekali jaminan tersebut bila ditarik

    pada tataran realitas jauh dari kenyataan,

    karena ternyata persepsi masyarakat tentang

    kemerdekaan beragama belum menjamin

    sepenuhnya pelaksanaan implementasi hak

    asasi beragama.

    Contohnya, anggapan sementara orang

    bahwa dalam Negara ini yang diakui secara

    resmi hanya enam agama (Islam, Kristen,

    Katolik, Hindu, Budha dan khonghucu). Lalu

    bagaimana dengan kedudukan agama-agama

    pribumi, seperti Kaharingan di Kalimantan,

    Badui di Banten dan lain-lain. Yang

    merupakan agama asli Indonesia yang telah

    dianut ratusan tahun oleh penduduknya. Salah

    persepsi di masyarakat yang menganggap

    hanya agama resmi yang boleh hidup telah

    memakan korban pada agama-agama lokal,

    seperti peng-Hinduan penganut agama

    Kaharingan yang merupakan agama ke dua

    terbesar di Kalimantan tengah.5

    Kasus terbaru yang senter dibicarakan oleh

    media adalah kasus Ahmadiah lawan Islam

    radikal, dimana puncak semua konflik ketika

    kerusuhan berdarah di Cikeusik terjadi, hal itu

    menandakan bahwa konflik agama tidak

    4 Lihat Ketetapan MPR no 11, tentang penghayatan

    dan pengamalan pancasila. 1978. 5 Ketetapan MPR no 11, tentang

    penghayatan dan pengamalan pancasila, 1978,

    113.

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 65

    hanya terjadi pada wilayah ekternal agama saja

    tetapi juga dapat terjadi secara internal dalam

    satu wilayah agama yang sama. Padahal

    seperti kita ketahui bersama bahwa keberadaan

    jamaah Ahmadiyah sudah ada di Indonesia ini

    sejak zaman penjajahan belanda tetapi kenapa

    konflik secara keras baru terjadi sekarang-

    sekarang ini. Apa yang menyebabkan

    perubahan pandangan yang terjadi

    dimasyarakat Indonesia sekarang ini akan

    makna sebuah toleransi.

    Berbagai persoalan yang dipaparkan di atas

    berkorelasi erat dengan kondisi pluralisme

    yang sekarang berkembang di masyarakat,

    dimana masyarakat Indonesia telah terdoktrin

    oleh teologi-teologi lama yang mengklaim

    bahwa hanya agamanyalah yang paling benar.

    Teologi yang ekslusif ini berkembang baik

    dalam agama-agama monoteisme. Klaim-

    klaim kebenaran melahirkan fenomena suatu

    agama menjadi ancaman bagi agama lain.

    Tetapi teologi inklusif pun tidak menjadi

    cukup, karena cenderung masih menempatkan

    agama sendiri lebih tinggi dibandingkan

    agama lain, maka yang cocok dikembangkan

    dalam kondisi masyarakat seperti ini adalah

    teologi pluralistik, yang mengakui eksistensi

    kebenaran agama lain. Seperti mengutip

    pernyataan dari Budhi Munawwar Rahman:

    Masyarakat Madani (civil society) tidak

    mungkin terwujud apabila orang masih

    memahami agama secara eksklusif dan

    menganggap agamanya sendiri yang paling

    benar; seorang penganut agama perlu

    mentransendenkan agamanya, menjadikan

    nilai agamanya lebih luas dan universal,

    serta mengutamakan nilai-nilai

    kemanusiaan dalam agamanya. 6

    Selain mengembangkan konsep teologi

    pluralistik, juga harus ditanamkan pada

    masyarakat, bahwa manusia itu memiliki

    keunikan dan ciri khas, tingkah laku, sikap.

    Dan bahwa kita harus bisa mengakui berbagai

    perbedaan. Karena sikap menghargai inlah

    yang mendorong terbentuknya orientasi

    berfikir terbuka karena antara kontradiksi

    6 Lihat kompas, “Teologi Pluralsitik Diperlukan

    dalam Dialog Agama-agama”, senin 16 Oktober

    2000,9.

    sistem nilai yang diyakini dan sistem nilai

    yang diyakini orang lain masih bisa dilihat

    persamaannya. Sikap bijaksana ini merupakan

    kunci dalam mendamaikan kemajemukan.7 b. Jurusan Perbandingan Agama di Tiga UIN

    (Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta)

    Jurusan Perbandingan Agama di UIN

    Bandung mempunyai Visi “Unggul dan

    berkompeten dalam Studi Agama-agama”

    untuk Misinya yaitu:

    1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berorientasi kepada

    pengkajian, penguasaan dan pengembangan

    dalam bidang studi agama-agama untuk

    menghasilkan sarjana yang religious, cakap

    dalam pengkajian agama-agama dan peka

    terhadap persoalan-persoalan social

    keagamaan.

    2. Menyelenggarakan penelitian serta menerapkan dalam rangka mengatasi dan

    menyelesaikan problematika masyarakat

    beragama dan persoalan kemanusiaan

    dalam krangka teori studi agama.

    3. Membangun kepercayaan bagi terciptanya kerjasama dengan berbagai pihak yang

    saling member manfaat untuk mewujudkan

    jaringan kerja di tingkat local, nasional dan

    internasional.

    Tujuannya adalah: mencetak sarjana yang

    professional dalam Ilmu Perbandingan Agama

    yang berparadigma Islam dan semangat

    keindonesiaan.

    Sedangkan Jurusan Perbandingan Agama

    di Yogyakarta memiliki Visi “Unggul dan

    terkemuka dalam studi Agama-agama sebagai

    pemaduan dan pengembangan keushuluddinan

    dengan Ilmu-ilmu Sosial-Humaniora” untuk

    Misi yaitu: Menyelenggarakan pendidikan dan

    pengajaran dalam bidang studi agama-agama

    untuk menghasilkan sarjana yang relijius,

    cakap dalam pengkajian agama-agama dan

    peka terhadap persoalan-persoalan sosial

    keagamaan, dan Menyelenggarakan penelitian

    dalam rangka menerapkan dan membangun

    teori-teori tentang studi agama-agama, Juga

    Meningkatkan peran serta studi agama-agama

    7 Lihat Media Indonesia, “Pluralisme memang

    masih Problematis”, Jum’at 12 Desember 1997, 6.

    kolom 1-5.

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75

    66

    dalam menyelesaikan persoalan-persoalan

    kemanusian bagi perdamaian.

    Dan Membangun kepercayaan bagi terciptanya

    kerjasama dengan berbagai pihak yang saling

    memberi manfaat untuk mewujudkan jaringan

    kerja di tingkat lokal, nasional, dan inter-

    nasional.

    Tujuan: Mencetak sarjana yang profesional

    dalam Ilmu Perbandingan Agama yang

    berparadigma Islam dan semangat

    keIndonesiaan.

    Jurusan Perbandingan Agama UIN Jakarta

    bertujuan menghasilkan sarjana Muslim yang

    memiliki keahlian dalam bidang perbandingan

    agama, cakap dalam penelitian fenomena-

    fenomena keagamaan, mampu mengantisipasi

    dan memecahkan persoalan-persoalann yang

    dapat menimbulkan konflik antar umat

    beragama, serta mendorong lahirnya kehi-

    dupan yang damai dalam komunitas yang

    plural.

    Untuk kegiatan akademik pada Jurusan

    Perbandingan Agama di UIN Bandung setiap

    mahasiswa terbebani 144 sks, di Yogyakarta

    sebanyak 154 sks sedangkan di Jakarta

    sebanyak 144 sks, berdasarkan catatan

    kurikulum yang harus diselesaikan dalam 8

    semester atau paling lambat 7 tahun.

    c. Probematika Jurusan Perbandingan Agama di UIN Bandung, Jakarta dan

    Jogyakarta.

    Untuk menggambarkan Jurusan Perban-

    dingan Agama di ketiga UIN tersebut penulis

    mencoba mendeskripsikannya melalui penye-

    baran angket kepada 300 orang mahasiwa

    yang penyebarannya 100 mahasiswa di setiap

    Jurusan Perbandingan Agama. Selain angket

    penulis juga melakukan wawancara langsung

    kepada sejumlah praktisi dan tokohtokoh

    pemerhati Jurusan Perbandingan Agama, yang

    sekaligus berkedudukan sebagai dosen atau

    pemegang kebijakan di fakultas dan institutnya

    masingmasing. Untuk hasilnya saya terangkan

    sebagai berikut:

    Hasil Penyebaran Angket

    Pertama, Jurusan Perbandingan Agama

    masih menjadi Jurusan dengan prioritas kedua

    di mata mahasiswa baru, hal ini dapat

    dibuktikan oleh hasil penyebaran angket yang

    menyatakan 112 orang (49%) menempatkan

    Jurusan ini pada pilihan kedua dan sebanyak

    25,4% atau 58 orang yang memilih Jurusan

    Perbandingan Agama sebagai pilihan ke 1 dan

    yang menyatakan bahwa Jurusan Perban-

    dingan Agama sebagai pilihan ketiga

    sebanyak 53 orang atau 23,4%. hal ini

    menunjukkan bahwa sebenarnya Jurusan ini

    tidak sepenuhnya menjadi Jurusan buangan

    dan masih cukup diperhitungkan.

    Kedua, ketika ditanyakan tujuan kuliah di

    perbandingan kedua, agama yang menjawab

    untuk meyakinkan kebenaran agama sendiri

    dengan membandingkannya dengan agama

    lain sebanyak 48 orang atau 21, 1%.

    Sedangkan yang menjawab untuk membela

    agama Islam sebanyak 45 orang atau 19, 7%

    dan terakhir yang menjawab untuk memahami

    ajaran agama lain sebanyak 115 orang atau

    sekitar 59, 2%. Hal itu menunjukkan bahwa

    modal untuk membentuk sikap terbuka sudah

    dimiliki oleh mahasiswa sudah baik sesuai

    dengan tujuan dari Ilmu Perbandingan Agama

    itu sendiri, jadi dalam hal ini tidak ada

    masalah.

    Ketiga, ketika ditanyakan apa

    penyebab Ilmu Perbandingan Agama kurang

    diminati oleh masyarakat, yang menjawab

    karena nama ilmu tersebut yang memberikan

    kesan kurang baik dengan asumsi untuk

    membandingkan agamaagama sebanyak 58

    orang (25,4%), yang menjawab karena Ilmu

    Perbandingan Agama tidak menjanjikan lahan

    pekerjaan yang jelas sebanyak 21 orang

    (9,2%) dan yang menjawab karena informasi

    yang dimiliki oleh masyarakat tentang Ilmu

    Perbandingan Agama kurang sebanyak 34

    orang (14,9%) dan terakhir yang menjawab

    bahwa semua permasalahan di atas betul

    semua sebanyak 115 orang (50,4%) semua

    pertanyaan di atas menunjukkan masih

    banyak asumsiasumsi yang beredar di

    masyarakat mengandung pengertian yang

    harus diluruskan.

    Pertanyaan keempat, menanyakan

    bagaimana bila nama perbandingan agama

    dirubah, yang menjawab setuju sebanyak 174

    orang (76,3%) dan yang menjawab tidak

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 67

    setuju sebanyak 54 orang (24,1%) hal itu

    memberikan kesimpulan bahwa sebagian besar

    mahasiswa menginginkan nama Jurusan

    Perbandingan Agama dirubah.

    Kelima, ketika ditanyakan nama apa yang

    cocok untuk perbandingan agama, yang

    menjawab studi agamaagama sebanyak 143

    orang (62,7%) dan yang menjawab Sejarah

    agamaagama sebanyak 30 orang (13,2%) dan

    yang terakhir yang menjawab fenomenologi

    agama sebanyak 55 orang (24,1%). Hal ini

    memberikan kesimpulan bahwa sebagian

    mahasiswa atau kurang lebih setengah dari

    mahasiswa menginginkan perubahan nama

    perbandingan agama dirubah menjadi studi

    agamaagama. Selain itu penulis juga

    melakukan wawancara kepada beberapa pihak

    yang terkait di ketiga perguruan tinggi ini.

    Diamana wawancara ini dilakukan kepada

    pihak-pihak yang bertugas di Jurusan dan

    hasilnya sebagai berikut:

    Animo penerimaan mahasiswa baru dari

    tahun ke tahun mengalami perubahan yang

    fluktuatif, tetapi cenderung masih kurang

    dengan kapasitas yang disediakan. Untuk

    beberapa UIN, hal ini disebabkan oleh dua hal

    yaitu:

    Karena Nama Jurusan Perbandingan

    Agama yang masih sangat problematik, asumsi

    masyarakat dengan nama itu berarti, adanya

    suatu proses perbandingan antar agama.

    Dimana akan dimunculkan kesan agama

    diperbandingkan, sehingga menunjukkan

    agama mana yang paling benar. Padahal

    asumsi untuk masyarakat, buat apa agama

    dibandingbandingkan lagi, karena agama yang

    telah dianut akan dianggap yang paling benar,

    tanpa perlu membandingkannya lagi dengan

    agama lain, hal seperti itu sering disebut

    sebagai klaim kebenaran agama.

    Pola pikir masyarakat Indonesia yang masih

    pragmatis akan menganggap Jurusan

    Perbandingan Agama tidak akan menjanjikan

    lahan pekerjaan yang jelas.Sehingga membuat

    animo masyarakat menjadi kecil.

    Dilihat dari visi, misi dan paradigma,

    Jurusan Perbandingan Agama di ketiga UIN

    tersebut masih menggunakan paradigm

    dakwah dengan pendekatan perbandingan.

    Padahal yang paling efektif untuk konteks

    keindonesiaan sekarang paradigm yang

    dipakai harusnya paradigm pluralistik dengan

    pendekatan studi agama-agama dengan

    melihat konteks kemajemukan sebagai suatu

    kenyataan yang harus dipahami dan dihargai.

    2. Studi Jurusan Perbandingan Agama di

    Masyarakat Pedesaan

    Berbicara pluralistik, penulis menemukan

    ada sebagaian masyarakat yang sangat peka

    terhadap konsep tersebut padahal masyarakat

    tersebut adalah masyarakat Pedesaan yang

    banyak teori yang berargumen bahwa

    masyarakat Pedesaan dari sisi paradigma

    masih terkukung oleh nilai yang diwariskan

    dari nenek moyang yang susah menerima

    sesuatu ideologi yang baru, namun berbeda

    dengan masyarakat di Desa Cibenda, yang

    berada di daerah Saguling,Bandung Barat, saat

    penulis datang ke Desa tersebut para tokoh

    dan masyarakatnya sangat ramah dan

    penulispun berbincang-bincang dengan tokoh

    masyarakat tersebut yaitu bapa E. Suhandi.

    Penulis penasaran dengan nama Desa tersebut,

    mengapa dinamakan Cibenda?

    Dan beliaupun menceritakannya kepada

    penulis bahwa Cibenda diambil dari kata

    Mena yang artinya mentok atau sama dengan

    tidak bisa kemana-mana. Masyarakat di sana

    mempercayai bahwa asal muasal kata tersebut

    diberikan kepada seorang pendatang dari

    banten ke kampung tersebut,yang bernama

    Uyut Amsar. Tujuan dari orang pendatang

    tersebut untuk mengadu ilmu dengan

    masyarakat pribumi, dan saat itu yang

    melawan Uyut Amsar tersebut yaitu Eyang

    Sumitra tidak lain masyarakat disana

    menyebutnya adu jajaten atau adu kanuragan,

    orang pendatang tersebut menetang orang

    pribumi untuk menunjukan siapa yang paling

    kuat diantara keduaanya. Adu jajaten tersebut

    berlangsung dari pagi hingga sore hari, Uyut

    Sumitra mempunyai di tongkat yang selalu ia

    bawa kemana-mana.

    Hingga suatu ketika Uyut Amsar

    menancapkan tongkatnya ke tanah, namun

    saat ingin diraihnya kembali tongkat tersebut

    tidak bisa diambilnya karena tiba-tiba

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75

    68

    menyatu dengan tanah. Akhirnya dia tidak bisa

    keluar dari kampung tersebut dan tidak bisa

    kemana-mana lagi dan menetap di kampung

    tersebut, dan hidup seperti orang pribumi,

    memiliki istri dan anak dari kampung tersebut,

    hingga meninggalnyapun dimakamkan di

    tempat khusus orang yang berpengaruh di

    kampung tersebut. Dan tongkat Uyut Amsar

    tersebut menjadi pohon jati yang rindang, dan

    masih ada sampai saat ini dan menjadi pohon

    yang bersejarah dan disakralkan, karena tidak

    ada yang bisa merobohkan pohon jati tersebut.

    Dan saat itu mulailah ada kampung Jati di desa

    tersebut, kampung Jati merupakan kampung

    pertama di desa tersebut sebelum dijadikan

    desa. Dari kata mena berkembang menjadi

    benda, yang jelas nama dari desa Cibenda

    tersebut diambil dari peristiwa yang menimpa

    orang pendatang.8 Yang penulis temukan

    bahwa masyarakat disana adalah tipe

    masyarakat desa yang terbuka.

    Dan ciri-ciri masyarakat ini adalah

    masyarakat Pedesaan industri yang sedang

    berkembang. Menurut Elizabet K.

    Notingham, masyarakat tipe ini tidak begitu

    terisolasi karena perubahannya yang cepat,

    lebih luas daerahnya, tingkat perkembangan

    teknologi lebih tinggi dari pada masyakat

    Masyarakat yang terbelakang dan nilai

    sakral.

    Ciri-ciri umumnya adalah pembagian kerja

    yang luas, kelas-kelas sosial yang beraneka

    ragam serta adanya kemampuan baca tulis

    sampai tingkat tertentu. Pertanian dan industri

    tangan adalah sarana-sarana utama untuk

    menopang ekonomi pedesaan dengan beberapa

    pusat perdagangan kota. Lembaga-lembaga

    pemerintahan dan kehidupan ekonomi

    berkembang menuju spesialisasi dan jelas

    dapat dibedakan.

    Dari segi agama,dianggap memberikan arti

    dan ikatan terhadap sistem nilai, akan tetapi

    pada saat yang sama lingkungan yang sakral

    dan sekuler itu sedikit banyaknya masih dapat

    dibedakan. Pola-pola yang berlaku bagi pelaku

    sosial yang penting pria, wanita, suami, istri,

    orang tua, anak, penguasa, rakyat, pembeli,

    8 E. Suhandi (tokoh masyarakat ) wawancara oleh

    herlina, tanggal 20 September, 2015.

    penjual, tuan tanah, penyewa, prajurit, tokoh

    agama, sarjana yaitu yang mendapat

    konsfirmasi agama. Di lain pihak agama tidak

    memberi dukungan, yang sempuna seperti itu

    terhadap aktivitas sehari-hari sebagaimana

    dalam masyarakat tipe petama. Lagi pula

    kepercayaan keagamaan itu sendiri pantas

    dikembangkan dengan agak baik sebagai suatu

    sitem yang serba lengkap seperti yang penulis

    temukan di Desa Cibenda tersebut.

    Oleh karena itu disinilah terdapat

    kemungkinan bagi timbulnya ketegangan

    antara sistem nilai keagamaan dan masyarakat

    secara keseluruhan meskipun kecenderungan

    bagi agama untuk tenggelam kedalam tradisi

    tetap ada. Akan tetapi dalam masyarakat tipe

    kedua, agama bisa merupakan fokus potensial

    bagi munculnya pembaharuan yang kretif dan

    juga kekacauan masyarakat. Perlu diketahui

    bahwa dalam hubungan ini agam-agama besar

    etik yang di dirikan di dunia- Budha, Yahudi,

    Kristen, Islam- muncul dan berkembang

    didalam masyarakat tipe ini membentuk

    sinkritisme dan merupakan cikal bakal

    terhadap pemahaman pluralisme.

    a. Ritual Keagamaan Sebelum Terjadinya

    Pergeseran Budaya.

    Nilai keagamaan dalam masyarakat ini

    menempatkan fokus utamanya pada

    pengintegrasian tingkah laku perorangan dan

    pembentukan citra pribadinya. Sebagian besar

    anggota masyarakat ini adalah

    anggotaanggota suatu organisasi agama yang

    berpengaruh, yang biasanya juga mengelola

    pemberantasan buta huruf dan pendidikan.

    konflik keagamaan disini hanya pertentangan

    batin karena di landasi oleh agama saja, oleh

    karena itu tidak terlalu terlihat karena tidak

    berbentuk kemuka atau aksi.9

    Seperti yang telah peneliti paparkan

    sebelumnya bahwa sistem keagamaan

    masyarakat di Desa ini Mengalami sinkritisme

    yang berpengaruh terhadap ritual-ritual

    keagamaan yang terjadi di masyarakat ini,

    namun seiring berjalannya waktu, saat ini

    ritual-ritual tersebut sudah tidak di pakai lagi.

    9 Elizabeth k. Notingham, Agama dan Masyarakat,

    Rajagrafindo Persada, Jakarta: 1996, 54-58

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 69

    Salah satu contohnya masyarakat di desa ini

    dulu sangat mempercayai adanya roh gaib,

    tidak jarang setiap malam jum’at masyarakat

    ini membakar kemenyan dan kemenyan

    tersebut diletakan di belakang rumah mereka,

    hal ini dilakukan untuk mengusir roh,atau

    hantu yang datang di malam jumat tersebut.

    Masyarakat ini juga melakukan ritual

    ngaruat atau menaruh kepala kambing saat ada

    salah satu masyarakat yang ingin membangun

    rumah, hal ini di lakukan atas kepercayaan

    tentang roh jahat yang akan membuat si calon

    pemilik rumah tersebut merasa malas dan

    menyebabkan bangunan tersebut tersebut tidak

    jadi dibangun, dengan dilakukan nya ritual

    tersebut di harapkan bangunan tersebut cepat

    selesai karena semangat dari pegawai dan

    pemilk rumah.

    Selain itu ada ritual yang dilakukan oleh

    masyarakat ini seperti Marhabaan, marhabaan

    adalah syukuran 40 hari bayi setelah di

    lahirkan, berupa tahlil dan membaca ayat suci

    Al-Qur’an, namun marhabaan yang dilakukan

    oleh masyarakat ini tidak demikian, nama

    marhabaan di ganti dengan nama Mahinum,

    mahinum berasal dari kata Pahinuman yang

    berarti makanan yang terbuat dari kacang-

    kacangan. Berupa kacang tanah lalu d

    campurkan dengan kayu muda, masyarakat di

    sana menyebutnya iwung. Saat hari perayaan

    marhabaan tersebut di iringi dengan

    ngahuripan dalam bahasa sunda kata ini sama

    dengan ngahirupan upacara ini dilakukan

    dengan cara simbol-simbol seperti bayi harus

    di pakaikan gelang dan kalung dari benang

    warna putih, dan menyiapkan telor ayam hitam

    dan ayamnya lalu menggunakan beras yang di

    berikan kepada ayam tersebut, putih teor

    tersebut di oleskan kepada alis bayi tersebut.

    hal tersebut memiliki makna tersendiri, dimana

    kalung dan gelang di harapkan bahwa bayi

    setelah dewasa akan mendapatkan gelang dan

    kalung yang terbuat dari emas berlian, lalu

    ayam hitam betina tujuan nya agar kelak si

    anak setelah dewasa bisa hidup mandiri dan

    mencari kesuksesan nya sendiri, dan beras

    tujuan nya agar kelak si anak setelah dewasa

    bisa berbagai atau memberi harta kepada orang

    yang membutuhkan( dermawan).

    Namun ritual-ritual tersebut saat ini sudah

    tidak ditemukan dan tidak gunakan lagi oleh

    masyarakat di desa Cibenda tersebut.

    b. Sistem Keagamaan Masyarakat Desa

    Cibenda sebelum terjadinya perubahan

    Budaya.

    Tradisi keagamaan di masyarakat desa

    Cibenda memiliki kegiatan keagamaan

    tertentu seperti yasinan, tahlilan, solawatan

    itulah ciri khas NU. Tradisi yang berkembang

    di masyarakat adalah karakter Islam

    Nusantara. Karakter dan praktik yang

    dilakukan umat Islam di Nusantara itulah ciri

    khas keagamaan NU Masyarakat misalnya

    tiap Kamis, mengadakan tradisi yasinan.

    Tradisi yasinan ini dihadiri oleh siapa saja.

    Mereka yang bisa membaca tulisan Arab atau

    tidak, tetap Menghindari upacara yasinan,

    mereka bisa membaca latinnya dulu. Salah

    atau benar bacaan mereka, tidak dipersoalkan.

    Tetapi lama-kelamaan, mereka akan hafal

    seiring berjalannya waktu, tambahnya.

    Warisan-warisan Walisongo seperti itu sampai

    kini masih mengisi praktik keagamaan

    masyarakat Islam Nusantara NU adalah

    organisasi keislaman yang berakar pada

    akidah Ahlussunnah wal Jama‘ah-nya Imam

    Asy‘ari dan Maturidi. Teologi bercorak

    Asy‘arian dan Maturidian ini cenderung

    mengakomodir tradisi keagamaan yang

    berkembang di tengah masyarakat. Tradisi

    keagamaan yang antara lain upacara tahlilan,

    yasinan, kenduren, dan hadiyah doa, mendapat

    tempat tersendiri dalam teologi keduanya, Ia

    menegaskan bahwa banyak sekali orang-orang

    yang tidak bisa membaca tulisan Arab surat

    Yasin, tetapi hafal surat Yasin. Mereka hafal

    karena surat Yasin dibaca rutin di kampung-

    kampung tiap Kamis. Mereka pada giliran

    tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat

    Islam Nusantara pun yakin bahwa orang yang

    melantunkan surat Yasin akan mendapatkan

    catatan istimewa di sisi Tuhan seru sekalian

    alam.

    Selain itu kegiatan keagamaan yang sering

    dilakukan oleh masyarakat Desa Cibenda ini

    yaitu Maulid Nabi, tradisi keagamaan tersebut

    biasa dilakukan satu tahun sekali yaitu pada

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75

    70

    bulan rabiul awal, dalam rangka memperingati

    hari kelahiran nabi Muhammad Saw. Kegiatan

    maulid nabi di masyarakat ini biasanya

    dilakukan dengan sangat meriah seperti

    mengundang tokoh agama sebagai

    penceramah, dan para seniman yang sengaja di

    datangkan dari luar ataupun seniman lokal,

    untuk membawakan solawat, dan masyarakat

    disanapun sangat antusias dalam acara

    tersebut, hal ini memberi pesan bahwa selain

    memiliki nilai kesakralan kegiatan tersebut

    juga memiliki nilai sosial yaitu menjalin

    kebersamaan dalam menjaga nilai

    persaudaraan khusunya di masyarakat desa

    Cibenda tersebut.

    Selain maulid nabi adapula kegiatan

    keagamaan yang bernama Rajaban atau

    memperingati hari Isra Miraj, Isra Miraj yaitu

    memperingati kenaikan nabi Muhammad dari

    mekah ke sujrotul muntaha. Acara peringatan

    Isra Mi’raj ini dilakukan dengan cara

    mengundang tokoh agama untuk jadi

    penceramah, dan masyarakat tersebut

    membawa makanan dari Rumah nya dan di

    bawa ke mesjid, untuk saling berbagi makanan

    kepada orang lain. Selain itu pula masyarakat

    memberikan makanan kepada tokoh agama

    untuk diberikan kepada para jamaah yang

    berada di mesjid.

    Selain itu pula ada tradisi keagamaan yang

    di sebut Tahlillan Tahlilan adalah ritual atau

    upacara selamatan yang dilakukan sebagian

    umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan

    kemungkinan di Malaysia, untuk mempe-

    ringati dan mendoakan orang yang telah

    meninggal yang biasanya dilakukan pada hari

    pertama kematian hingga hari ketujuh, dan

    selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100,

    kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan

    seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan

    pada hari ke 1000.

    Dari hasil wawancara dan pengamatan

    penulis selama berada di Desa tersebut, bisa

    menimbulkan argumen bahwa mayarakat Desa

    Cibenda adalah masyarakat yang mengalami

    pergeseran budaya, dan pergeserannyapun

    cukup cepat, dan menurut Elizabet K.

    Notingham adalah masyarakat pra industri

    yang sedang berkembang, dan untuk

    memperdalam pluralisme, masyarakat tipe

    inilah yang sesuai.

    Dan berdasarkan hasil wawancara penulis,

    masyarakat Desa Cibenda memandang

    keragaman adalah sebagai suatu yang wajar

    dan sah, khususnya di negara Indonesia yang

    terbentuk menjadi negra NKRI ini tidak

    terlepas dari bangsa yang berbeda- beda baik

    dari ras, suku, agama dan budaya. Selain itu

    Negara Indonsesia menjadi NKRI (negra

    kesatuan Republik Indonesia) memiliki

    semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang artinya

    berbeda-beda namun satu tujuan yaitu

    membangun perdamaian di Negara. Begitupun

    dengan konsep keragaman agama Negara

    telah mencantumkannya dalam falsafah

    Negara yaitu pancasila di sila pertama yang

    berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa, artinya

    di sininegaramemilikitujuan yang sangat

    mulia yaitu melihat keragaman agama yang

    ada di Indonesia harus tetap berdampingan

    tanpa adanya konflik.

    Berikut ungkapan dari tokoh masyarakat

    yang bernama, Jajang Suparman: “perbedaan

    agama merupakan suatu keanekaragaman

    ideologi yang tercantum dalam semboyan

    Bhineka Tunggal Ika, dan merupakan asas

    dasar dari pancasila yaitu sila pertama yang

    berbunyi “ ketuhanan yang maha Esa.”10

    c. Persfektif Masyarakat Desa Cibenda

    Terhadap Jurusan Perbandingan Agama.

    Implikasi dan pandangan masyarakat

    terhadap jurusan Perbandingan Agama

    dapatlah disimpulkan menjadi dua katagori

    yaitu katagori masyarakat yang terbuka atau

    yang sudah menerima keragamana agama

    yang ada di Indonesia, katagori ke dua yaitu

    masyarakat yang masih belum menerima

    keragaman agama, sekalipun menerima itu

    hanya tuntunan dia sebagai warga negara

    Indonesia. Dan hal tersebut digambarkan oleh

    tokoh yang penulis wawancarai yaitu pa

    jajang suparman, beliau menceritakan kepada

    penulis bahwa disana ada beberapa lulusan

    jurusan Perbandingan Agama, dan beliau

    merasa lulusan jurusan Perbandingan Agama

    10 Jajang Suparman (Tokoh Masyarakat),

    wawancara oleh herlina, tanggal 27 November 2015.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Selamatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kematian

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 71

    manfaatnya banyak di rasakan. Selain aktip di

    beberapa kegitan di Desa seperti acara tujuh

    belas agustus yang sering mengadakan

    perlombaan MTQ tingkat Desa, juga aktip di

    organisasi desa seperti karang taruna yang

    mengadakan kegiatannya jumsih (jum’at

    bersih agar semua ikut terlibat atau gotong

    royong.

    Selain itu pa jajang juga memiliki putra

    yang beliau kuliahkan di jurusan perbandingan

    Agama. Dan menurut pa jaajng bahwa Jurusan

    Perbandingan Agama sangat berguna untuk

    pedoman kerukunan antar umat beragama

    yang ada di indonesia agar menjadi solid

    dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

    yang multikultural seperti di indonesia untuk

    menanamkan sikap toleransi pada masa kini

    dan masa yang akan datang.11

    Ketiga penulis memberikan pertanyaan

    kepada pa abdurohman yang merupakan

    kepala Desa tentang pandangan masyarakat

    Desa Cibenda tentang konsep kerukunan untuk

    Indonesia. Dan beliaupun mengungkapkan

    bahwa konsep toleransi harus dimiliki oleh

    setiap manusia, toleransi adalah sikap

    menghargai orang yang berbeda dengan kita,

    tujuannya untuk mendamaikan masyarakat

    khususnya indonesia yang berbeda-beda

    agama, suku, ras, dan budaya yang harus

    memahami satu sama lain dan mampu

    menghargai pendapat orang lain, khususnya

    dalam agama, saling tolong menolong dalam

    kebaikan karena Indonesia merupakan negara

    multikultural, maka dari itu akan terjadi

    kerukunan. Beliau juga mengungkapkan

    bahwa Jurusan Perbandingan Agama sangat

    berguna untuk pedoman kerukunan antar umat

    beragama yang ada di Indonesia agar menjadi

    upaya untuk menjaga kesatuan dan persatuan

    terhadap perbedaan antar umat beragama.12

    Dan dari hasil penyebaran angket, penulsi

    menemukan : Masyarakat di Desa ini sudah

    banyak menerima konsep keragaman,hal ini

    dapat dibuktikan dari hasil penyebaran angket

    yang menyatakan 34 orang menempatkan

    11 Jajang Suparman (tokoh masyarakat).wawancara

    oleh herlina, pada 27 November 2015. 12 Abdul, (Tokoh Desa), wawancara oleh herlina, di

    kantor desa Cibenda, pada tanggal 24 november 2015.

    keragaman agama bukan lagi suatu hal yang

    asing di telinga masyarakat, artinya masya-

    rakat terebut sudah bisa melihat adanya

    keragaman di Negara Indonesia.

    Ketika ditanyakan apa yang menyebabkan

    terjadinya kerukunan antar umat beragama

    yang menjawab sikap menghargai perbedaan

    jauh lebih banyak di bandingkan dengan yang

    menjawab mengakui perbedaan saja dan tidak

    mengakui perbedaan. Hal ini dibuktikan oleh

    hasil angket dimana yang menjawab sikap

    menghargai perbedaan sebanyak 21 orang,

    atau sedangkan yang menjawab mengakui

    perbedaan sebanyak 18 orang atau dan

    terakhir yang menjawab tidak menghargai

    perbedaan sebanyak 10 orang. Hal itu

    menunjukan bahwa ciri awal sikap terbuka

    yang dimiliki oleh masyarakat desa Cibenda.

    Ketika ditanyakan apakah masyarakat

    tersebut mengetahui tentang jurusan

    perbandingan agama, yang menjawab

    mengetahui sebanyak 12 orang dan yang tidak

    mengetahui 80 orang. Hasil angket tersebut

    menunjukan bahwa jurusan Perbandingan

    Agama belum terlalu dikenali oleh masyarakat

    terutama di desa Cibenda, namun ada

    beberapa orang yang sudah mngetahui jurusan

    tersebut dikarenakan ada alumni dari jurusan

    perbandingan agama dan ang kuliah di

    univesitas UIN Bandung.

    Pertanyaan keempat menanyakan tentang

    setuju atau tidak adanya jurusan Perbandingan

    Agama di UIN Bandung yang menyatakan

    setuju sebanyak 75 orang dan yang tidak

    setuju sebanyak 21 orang. Hal itu memberikan

    kesimpulan bahwa masyarakat desa Cibenda

    menginginkan keberadaan jurusan Perban-

    dingan Agama.

    Pertanyaan selanjutnya penulis mengajukan

    pertanyaan tentang perlukah jurusan Perban-

    dingan Agama untuk menyelesaikan konflik

    agama, dan yang menjawab perlu sebanyak 35

    orang, yang meenjawab tidak perlu 22 dan

    yang menjawab sangat perlu 20. Hal ini

    menunjukan bahwa masyarakat mayoritas

    sudah mengakui bahwa jurusan perbandingan

    agama mampu berkontribusi dalam menye-

    lesaikan konflik keagamaan.

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75

    72

    Ketika ditanyakan arti jurusan perban-

    dingan agama kepada masyarakat tersebut,

    yang menjawab membandingkan agama-

    agama sebanyak 33 orang, yang menjawab

    untuk mencari agama mana yang paling benar

    sebanyak 19 orang, dan yang menjawab untuk

    memahami agama lain sebanyak 41 orang. Hal

    ini memberi kesimpulan bahwa yang

    menjawab memahami agama lain itu lebih

    banyak, namun masih banyak asumsi-asumsi

    yang beredar di masyarakat mengandung arti

    yang harus di luruskan dan diberikan

    pengertian yang lebih jelas kepada masyarakat

    tersebut.

    Pertanyaan ketujuh menanyakan tentang

    apakah anda setuju perbandingan agama

    dirubah menjadi studi agama-agama, dan yang

    menjawab setuju sebanyak 70, yang kurang

    setuju 20, dan tidak setuju 10. Hal ini

    menunjukan bahwa masyarakat di desa ini

    menginginkan nama dari jurusan perbandingan

    agama dirubah menjadi studi agama-agama itu

    jauh lebih banyak dibandingkan yang

    mengingkan tetap dengan nama jurusan

    perbandingan agama, karena dengan studi

    agama-agama itu akan merubah perspektif

    yang buruk tentang jurusan perbandingan

    agama.

    Pertanyaan selanjutnya apakah jurusan

    perbandingan agama memberi manfaat, dan

    yang menjawab memberi manfaat sebanyak 70

    orang, yang menjawab tidak memberi manfaat

    sebanyak 6 orang. Hal ini menujukan bahwa

    masyarakat di desa tersebut mengakui adanya

    manfaat yang di berikan oleh jurusan

    Perbandingan Agama dikarenakan disediakan

    di perguruan tinggi dan pasti memberikan

    manfaat, namun ada pula yang menjawab

    memberi manfaat tersebut alasannya adalah

    karena lulusan dari jurusan tersebut yang

    mampu berkontribusi dalam kehidupan ber-

    agama di masyarakat.

    Pertanyaan kesembilan bagaimana cara

    untuk terjadinya kerukunan antar umat

    beragama yang menjawab sikap menghargai

    kepada orang yang berbeda agama sebanyak

    71, yang menjawab menjalin kerjasama

    dengan orang yang berbeda agama sesuai

    selogan bhineka tunggal ika sebanyak 26

    orang dan yang menjawab tidak menghargai

    orang yang berbeda agama sebnayak 10 orang.

    Hal ini menujukan bahwa masyarakat tersebut

    lebih banyak yang memiliki sikap terbuka dan

    tidak menutup diri terhadap orang yang

    berbeda keyakinan dengan mereka.

    Pertanyaan kesepuluh apa solusi agar

    jurusan perbandingan agama dikenali, yang

    menjawab sosialisasi kedesa-desa sebanyak

    72, yang menjawab bekerjasama dengan

    kementrian agama untuk membuat kurikulum

    tingkat SD,SMP, SMA tentang kerukunan

    sebanyak 10 orang, dan yang menjawab sosia-

    lisasi ke media-media sosial, sebanyak 18

    orang. Hal ini memberi pengertian bahwa

    masyarakat tersebut memberikan cara kepada

    Institusi agar mampu mensosialisasikan

    jurusan nya, khusunya dengan cara sosialisasi

    ke desa-desa.

    Dari penelitian diatas, penulis

    menyimpulkan bahwa untuk mengembangkan

    studi agama-agama atau perbandingan agama

    maka beberapa pihak harus bisa mengenali

    tipe kalangan baik akademik maupun

    masyarakat apakah inklusif atau eksklusif.

    Dan jika sudah mengetahui ciri-

    masyarakatnya, maka akan memudahkan studi

    agama-agama untuk bisa eksis baik secara

    nasional maupun internasional tentunya

    dengan visi dari studi agama-agama atau

    perbandingan agama yaitu sadar akan

    keragaman untuk menciptakan kehidupan

    yang harmonis antar sesama manusia

    beragama.

    C. SIMPULAN Ilmu Perbandingan Agama untuk sebagian

    masyarakat Indonesia masih asing

    keberadaaanya selain itu masih adanya asumsi

    masyarakat yang terjebak pada symbol atau

    judul dari ilmu tersebut. Dimana dengan nama

    Perbandingan Agama member kesan yang

    kurang baik yaitu membanding-bandingkan

    agama. Padahal buat apa agama dibanding-

    bandingkankan sudah pasti agama saya yang

    paling benar. Untuk itulah agar Ilmu

    Perbandingan Agama dapat diterima di

    masyarakat dan tidak adanya salah persepsi

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 73

    sebaiknya nama diganti menjadi Studi Agama-

    Agama.

    Selain masalah nama, ada masalah lain

    yang harus dirubah oleh Jurusan Perbandingan

    Agama agar keberadaannya dapat sejalan

    dengan fenomena keberagaman masyarakat

    Indonesia yang plural, maka dari itu metode

    yang dipakai oleh Jurusan Perbandingan

    Agama harusnya menggunakan metode

    pluralistik atau holistik dengan pendekatan

    studi agama-agama dengan mengedepankan

    kemajemukan dan menerima perbedaan-

    perbedaan, bukan dengan menggunakan

    metode perbandingan dengan pendekatan

    dakwah, walaupun perbandingan tidak sama

    sekali ditinggalkan tetapi pendekatannya

    haruslah akademis.

    Beberapa kekurangan lain dari Jurusan

    Perbandingan Agama di ketiga UIN tersebut

    adalah masih kacaunya system kurikulum

    yang diterapkan hal ini ditandai dengan

    seringnya kurikulum berubah-rubah pada

    waktu singkat, sehingga mahasiswa kesulitan

    dalam mengambil mata kuliah yang

    diinginkan. Tidak jelasnya paradigma yang

    digunakan dan masih cenderung

    mengunggulkan kedudukan satu agama

    tertentu. Tidak adanya keseragaman visi, misi,

    serta tujuan yang dipakai mengakibatkan

    paradigma yang dipakainya pun berbeda.

    Adapun bentuk implikasi dan implementasi

    keberadaan ilmu Perbandingan Agama

    terhadap terciptanya kerukunan hidup umat

    beragama pada masyarakat Indonesai sangat

    terlihat karena Ilmu Perbandingan Agama

    dapat menjembatani berbagai perbedaan

    keagamaan yang terjadi di masyarakat karena

    ilmu ini mengajak manusia untuk berfikir lebih

    positif dan terbuka dalam meliaht berbagai

    perbedan jalan keagamaan yang ditenpuh oleh

    manusia agar dapat dipahami dan kemudian

    timbul saling menghargai.

    Dan bentuk implementasi keberadaan Ilmu

    Perbandingan Agama dalam menciptakan

    kerukunan dapat dilakukan melalui para maha-

    siswa dan alumninya yang dengan keber-

    adaannya di masyarakat dapat membentuk nu-

    ansa baru bagi pemahaman pluralism yang ada

    di masyarakat walaupun sifatnya masih

    individual ataupun kelompok.

    Dan bila dilihat dalam konteks kemasya-

    rakatan keberadaan Ilmu Perbandingan

    Agama dapat membuka pintu komunikasi

    antara sesama pemeluk agama yang berbeda

    atau sama melalui forum dialog yang selama

    ini dirasakan terkesan beku, melalui forum

    dialog dan menciptakan komunitas bersama

    anatar iman yang selama ini mulai marak di

    Indonesia.

    Adapun bentuk kegiatan yang biasa

    dilakukan oleh mahasiswa di ketiga UIN ter-

    sebut baru sebatas mengadakan acara-acara

    social dan diskusi-diskusi dengan menjalin

    komunikasi dengan berbagai komunitas ke-

    agamaan baik yang bersifat formal ataupun

    informal. Untuk UIN Yogyakarta mereka aktif

    melakukan komunikasi dengan komunitas

    agama lain dan mereka membuat satu

    komunitas antar iman. Untuk Bandung hanya

    baru bekerja sama dengan mereka pada tarap

    acara-acara resmi saja begitu juga dengan

    Jakarta.

    Untuk prospek dan pengembangan ilmu

    dan Jurusan Perbandingan Agama di Indo-

    nesia dipandang cukup baik selama pluralism

    keagamaan dan budaya di Indonesia masih

    menjadi fenomena nyata yang belum terbina

    dengan baik, tetapi untuk Jurusan Perban-

    dingan Agama khususnya masih harus memer-

    lukan banyak rekonstruksi agar keberadaan-

    nya dapat diterima dan dirasakan oleh masya-

    rakat luas. Adapun masalah-masalah yang

    harus direkonstruksi sudah di atas.

    Penulis membuat klasifikasi persyaratan

    yang jelas dan melakukan rekruitmen yang

    ketat bagi mahasiswa baru yang ingin masuk

    Jurusan Perbandingan Agama. Karena sebe-

    narnya ilmu ini memerlukan kesiapan mental

    yang lebih dibandingkan ilmu lainnya. Ukuran

    kuantitas boleh sedikit atau satu kelas tetapi

    kualitas yang dihasilkan nantinya akan baik.

    Khususnya UIN Bandung sebaiknya tidak

    mengedepankan kuantitas dan menempatkan

    Jurusan Perbandingan Agama sebagai Jurusan

    yang ditawarkan. Karena hal itu berimbas

    pada mental mahasiswanya yang merasakan

    keberadaan Jurusan ini seperti buangan atau

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75

    74

    terpinggirkan di antara Jurusan - Jurusan

    lainnya.

    Mencari dosen-dosen yang benar-benar

    lulusan dan ahli dari Ilmu Perbandingan

    Agama agar tidak terkesan subjektif dalam

    mengajar serta menyediakan perpustakaan

    khusus yang terdiri dari literature asli ilmu-

    ilmu Jurusan Perbandingan Agama. Melalui

    cara bekerjasama dengan para alumni dan

    dosen-dosen yang sedang studi di dalam atau

    di luar negeri. Hal itu dapat membantu para

    mahasiswa untuk terbiasa menggunakan

    bahasa asing dan menumbuhkan keberanian

    akademik dalam penelitian dengan menga-

    ngkat tema-tema pada fenomena keagamaan

    yang bersifat kontemporer. Hal ini juga baik

    untuk memberikan informasi bagi mahasiswa

    perbandingan agama terhadap perkembangan

    Ilmu Perbandingan Agama yang terbaru. Juga

    agar tidak terjadinya pemicu konflik batin

    khususnya di masyarakat pedesaan dalam

    menafsirkan yang menganggap Jurusan Per-

    bandingan ini jelek, dikarenakan kurangnya

    upaya jurusan dalam memperkenalkan Juru-

    sanya kepada Masyarakat Pedesaan. Oleh

    karena penulis berharap sosialisasi ke desa-

    desa dan kerja sama dengan media-media,

    adalah cara yang tepat agar masyarakat

    mengetahui tujuan dari Jurusan Perbandingan

    Agama yaitu menanamkan sikap toleransi

    untuk kerukunan hidup beragama.

    Sementara saran Bagi Mahasiswa Perban-

    dingan Agama adalah : Mereka harus mening-

    katkan pemaamannya tentang Ilmu Perban-

    dingan Agama dan metodologi ilmu-ilmu ban-

    tunya, agar dapat mengkombinasikan anatara

    keduanya dalam melihat setiap fenomena ke-

    agamaan yang terjadi di masyarakat. Dan

    mereka juga harus meningkatkan pemahamaan

    tentang ajaran agama yang diperlukanya, agar

    tidak terjebak pada pemikiran-pemikiran

    radikal yang dapat mengkikis keamanannya.

    Mahasiswa juga di tuntut untuk berfikir

    kritis, terbuka serta memiliki sikap keagamaan

    yang pluralistik agar dapat membantu

    memecahkan kebekuan-kebekuan hubungan

    antara umat beragama dimasyarakat yang

    diakibatkan oleh truth claim kebenaran, dan

    sikap keberagaman yang ekslusif serta

    merubah sistem berfikir taklid yang sekarang

    beredar di masyarakat. Melalui pembentukan

    forum komunikasi dialog antar umat beragama

    yang kondusif dan tidak terkesan kaku dan

    beku antara iman yang berbeda. Agar mereka

    tidak hanya berkutat pada tarap wacana tetapi

    mempunyai pengalaman pada tataran realitas

    dimasyarakat. adapun bentuk kegiatan ini bisa

    berupa forum komunikasi formal ataupun

    informal.

    Penulis juga mempunyai saran untu

    pemerintah yaitu: Sebaiknya pemerintah mulai

    lebih melibatkan bantuan Jurusan

    Perbandingan Agama dalam menghadapi

    persoalan-persoalan konflik yang sekarang

    terjadi serta memberikan perhatian khusus

    pada Jurusan ini, dengan memberikan bidang

    tersendiri di departemen agama bagi alumni-

    alumni Jurusan ini. Yang bertugas sebagai

    media komunikator bagi masyakat dalam

    menghadapi persoalan dan fenomena

    keagamaan yang terjadi dimasyarakat dan

    memberikan penerangan tentang pemahaman

    keberagamaan yang pluralistik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anuri, Djam’. Ilmu Perbandingan Agama,

    Pengertian dan Objek kajian, Kurnia

    Kalam Semesta, 1998.

    Norman permata Ed, Ahmad. Metodologi

    Studi agama, Yogyakarta: Pustaka pelajar,

    2000.

    Ketetapan MPR no 11/1978 tentang

    penghayatan dan pengamalan pancasila.

    Kompas, “Teologi Pluralsitik Diperlukan

    dalam Dialog Agama-agama”, senin 16

    Oktober 2000.

    Indonesia, Media. “Pluralisme memang masih

    Problematis”, Jum’at 12 Desember 1997.

    Ed, Andito. Atas Nama Agama: wacana

    Agama Dalam Dialog “bebas” Konflik,

    Bandung: Pustaka Hidayah, 1998.

    Abdullah, Amin Studi Agama-Normativitas

    atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar, 1999.

    Syamsul, Arifin. dan Tobroni, Islam

    pluralisme budaya dan politik-repleksi

  • Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia

    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75 75

    teologi untuk aksi dalam keberagamaan

    dan pendidikan, Yogyakarta: 1994.

    Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian

    suatu pendekatan Praktek, Jakarta: Pt.

    Rineka Cipta, 1996.

    Norman, ed, Ahmad. Metodologi studi agama,

    Yogyakarta: pustaka pelajar, 2000.

    Sabri, Muhammad, Keberagaan yang Saling

    Menyapa pesfektif Filsafat Perenial,

    ITTAQA Pers. 1999.

    Saifudin, Fedyani, Achmad M.A. Konflik dan

    Integrasi-Perbedaan Faham dalam agama

    Islam. Jakarta: CV. Rajawali, 1986.

    Schuon, Frithjof, Mencari Titik Temu Agama-

    Agama. Jakarta: Pustaka. 1987.

    Firdaus, Seri INIS Jilid VII Ilmu

    Perbandingan Agama di Indonesia ,

    Jakarta: INIS. 1990.

    SIhab, DR Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap

    terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan.

    1999.

    Suara, Hidayatulloh. Edisi: No 09/XI/Januari

    1999. Rumadi, “Menyoal Loyalitas

    Keagamaan”. 1999.

    Subantari, H. A dkk. Bahasa Indonesia dan

    Penyusunan Karangan Ilmiah, Bandung:

    IAIN Sunan Gunung Djati. 1997.

    Elizabeth k. Notingham, Agama dan

    Masyarakat, Jakarta: Rajagrafindo

    Persada,1996, 54-58.