isi referat karsinoma laring
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas laring merupakan
kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring. Keganasan di laring
merupakan kondisi gangguan akibat infeksi yang sering terjadi pada bagian leher dalam
khusunya laring.
Gejala dini karsinoma laring sama dengan gejala penyakit lain di laring,
sehingga sering dikelirukan dengan penyakit lain yang jauh lebih banyak frekuensi
kejadiannya. Mengenal tumor ganas laring penemuan kasus-kasus stadium awal atau
deteksi dini keganasan laring sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan
pengobatan keganasan laring. Untuk meningkatkan penemuan kasus-kasus dalam
stadium dini keganasan laring, perlu ditingkatkan kepedulian masyarakat dan tenaga
kesehatan atas gejala-gejala dini keganasan laring.1
Suara serak adalah gejala dini yang utama pada keganasan laring, terutama bila
tumor berasal dari pita suara atau glotis. Hal ini menyebabkan adanya gangguan fungsi
fonasi laring akibat ketidakteraturan pita suara, gangguan pergerakan / getaran pita
suara dan penyempitan celah pita suara. Seseorang dengan suara serak yang menetap
selama dua minggu atau lebih, apalagi mempunyai faktor resiko yang sesuai, harus
diwaspadai adanya keganasan laring (glottis).1
Menurut laporan The American Cancer Society tahun 2006 di Amerika tercatat
12.000 kasus baru dan 4740 kasus meninggal karena tumor ganas laring. Pusat Kanker
Nasional Amerika melaporkan 8,5% kasus karsinoma laring ditemukan per 100.000
penduduk laki-laki dan 1,3% kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun. Di
beberapa negara Eropa tumor ganas laring merupakan tumor ganas terbanyak di bidang
THT-KL. Sementara laporan WHO yang mencakup 35 negara memperkirakan 1,5%
orang dari 100.000 penduduk meninggal karena tumor ganas laring. "Di Indonesia
angka kekerapan tumor ganas laring belum dapat didata secara pasti, tetapi dapat
diperkirakan mencapai kurang lebih 1% dari semua keganasan dan menempati urutan
ketiga tumor ganas terbanyak di bidang THT setelah tumor ganas nasofaring dan tumor
ganas hidung dan sinus paranasal.1
1
Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan
perbandingan 11 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1,2,3
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi didapatkan beberapa
informasi yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan pada laring yaitu : rokok,
alkohol, sinar radioaktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis.1,2,3
Untuk menegakkan diagnosa karsinoma laring masih belum memuaskan, hal ini
disebabkan antara lain karena letaknya yang sulit untuk dicapai sehingga yang sering
dijumpai adalah kondisi bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam
keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang
memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa
dini.1
Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan
keadaan umum penderita.1,2,3
Oleh karena pada umumnya kebanyakan pasien datang dalam tahap yang sudah
lanjut, dan untuk mengetahui bagaimana peran dari kedokteran dalam membantu
mendiagnosa penyakit ini, maka penulis berusaha berbagi informasi dengan menyajikan
tulisan referat tentang karsinoma laring.
I.2 TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
Tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi kesehatan yang berkaitan
tentang penatalaksanaan karsinoma laring.
2. Tujuan Khusus:
Sebagai syarat dalam menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik THT di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Laring merupakan organ vital pada tubuh manusia yang berfungsi sebagai organ
yang mempertahankan jalan napas, melindungi jalan napas dan paru paru, membantu
mengatur sirkulasi, sumber suara atau fonasi, membantu proses menelan, dan
mengekspresikan emosi.1
II.2 ANATOMI dan FISIOLOGI
1. Fisologi Suara
Proses fonasi merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan
banyak organ di tubuh. Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling
berintegrasi untuk menghasilkan kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan,
laring dan traktus vokalis supraglotis.4,5
a. Paru
Paru berperan sangat penting pada proses fonasi karena merupakan organ
pengaktif proses pembentukan suara. Udara yang dihembuskan pada saat ekspirasi
akan melewati celah glotis dan menghasilkan tekanan positif untuk menggetarkan
pita suara. Fungsi paru yang baik sangat diperlukan agar dapat dihasilkan
suara yang berkualitas.4
b. Saraf
Susunan saraf pusat dan saraf tepi akan mengontrol dan mengkoordinasikan
semua otot dan organ yang berperan dalam proses fonasi. Kerusakan pada
saraf ini akan mengacaukan proses pembentukan suara.4
c. Rongga mulut dan faring
Perubahan ukuran dan bentuk rongga-rongga ini akan memperkuat intensitas
suara yang dihasilkan melalui resonansi.4
d. Pita suara
Pita suara merupakan generator pada proses fonasi. Pita suara digerakkan oleh
otot-otot intrinsik laring. Gerakan dan getaran otot-otot pita suara
3
merupakan gerakan terkendali (volunter), sehingga dapat dilatih untuk dapat
menghasilkan suara yang diinginkan.4
Gambar 1: Anatomi laring
2. Anatomi Fisiologi Laring
Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari
saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung,
dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah
aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.2
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan
yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik
serta dilapisi oleh mukosa.6,7,8
Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher
bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di bagian
belakang dan prosesus brevis di bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini
melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak.
2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang.
Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang
rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat
ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang
melekat otot krikoaritenoid posterior.
4
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :
1. Otot-otot ekstrinsik :
Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digastrikus dan M. Stilohioid
Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
2. Otot-otot Intrinsik :
a. Otot Adduktor dan Abduktor :
M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum
b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis :
M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid
c. Otot yang mengatur pintu masuk laring :
M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.
Gambar 2: Anatomi laring: (a) anterior ; (b) anterolateral.
Gambar 3: (a) The internal structure of the larynx - the lamina of the thyroid cartilage has been cut away. (b) The larynx dissected from behind, with cricoid cartilage divided, to show the true and false vocal cords with the sinus of the larynx between.
5
Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring. (A) laring dari posterior, (B) laring dari atas.10
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi
dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat
bernapas pita suara membuka (gambar 5), sedangkan saat berbicara atau bernyanyi
akan menutup (gambar 6) sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan
menghasilkan suara.9
Gambar 5. Posisi pita suara saat bernapas Gambar 6. Posisi pita suara saat Berbicara
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem
dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis.
Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus
normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat.10
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal, dan
supraglotis / oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi
udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase
6
laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang
kemudian di modifikasi pada fase supraglotik / oral. Kata (word) terbentuk
sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada
setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di
interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang / penderita.1,2,11
Adapun perbedaan frekuensi suara yang dihasilkan oleh kombinasi kekuatan
ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot
adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang
pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan
tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. 1,2,11
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah
dari glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik
pada laring itu sendiri. 1,2,11
3. Kelenjar Limfa Leher 2,10,11,12
Sistem aliran limfa leher penting untuk dipelajari, karena hampir semua bentuk
radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar
limfa leher. Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan
berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius.
Kelenjar limfa yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfa
pada rangkaian jugularis interna, yang terbentang antara klavikula hingga dasar
tengkorak. Terdapat dua sistem aliran limfa terpisah yaitu superior dan inferior, dimana
garis pemisahnya adalah korda vokalis sejati.
Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Di sebelah
superior, aliran limfa menyertai pedikulus neurovaskular superior untuk bergabung
dengan nodi limfatisi superiores dari rangkaian servikalis profund sebagai os hioideus.
Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatikus pretrakeales (satu kelenjar
terdapat tepat di depan krikoid dan disebut nodi Delphian). Kelenjar getah bening
servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis
superior.
4. Persarafan dan Perdarahan Laring 10
7
Dua pasang saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik. Dua
saraf laringeus superior dan dua inferior atau laringeus rekurens, saraf laringeus
merupakan cabang dari nervus vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus
vagalis tepat dibawah ganglion nodusum, melengkung ke anterior dan medial di bawah
arteri karotis interna dan eksterna, dan becabang dua menjadi suatu cabang sensorik
interna dan cabang motorik eksterna.
Cabang interna menembus membrana tirohioidea untuk mengurus persarafan
sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna
tepi bebas korda vokalis sejati. Maing-masing cabang eksterna merupakan cabang
motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Sebelah inferior, saraf rekurens
berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk ke laring tepat di belakang
artikulasio krikotiroideus dan mengurus persarafan motorik semua otot intrinsik laring,
kecuali krikotiroideus. Saraf rekuren juga mengurus sensasi jaringan di bawah korda
vokalis sejati dan trakea superior. Karena perjalanan saraf inferior kiri yang lebih
panjang serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera
dibandingkan saraf yang kanan.
Gambar 7 : Suplai Perdarahan Laring
8
Suplai arteri dan drainase vena dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri
dan vena laringeal superior merupakan cabang dari arteri dan vena tiroidea superior, dan
keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk
pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena laringeus inferior berasal dari
pembuluh darah tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.
II.3 KLASIFIKASI
Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, membagi tumor ganas laring
dalam klasifikasi dan stadium tumor ganas laring sebagai berikut:
1. Supraglotis
Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas atas glotis
termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
2. Glotis
Mengenai pita suara asli. Batas inferior glotis adalah 10 mm dibawah tepi bebas
pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot – otot intrinsik pita suara. Batas
superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glotis dapat mengenai satu
atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan dapat
mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago
aritenoid.
3. Subglotis
Tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior
krikoid.
Klasifikasi Tumor Ganas Laring ( AJCC dan UICC 1988 )
1. Tumor primer (T)
Supra glotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tidak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika,
ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita
suara palsu
9
T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan atau adanya infiltrasi ke
dalam
T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.
2. Glotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior)
dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun
sub glotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau kedua pita suara
T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
3. Sub glotis :
T is : tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara
asli dengan pergerakan normal atau terganggu
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara
T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan atau meluas keluar laring
4. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
N x : kelenjar tidak dapat dinilai
N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar
N 1 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm
N 2 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm atau
klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm
N 2a : klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - ≤ 6
cm.
10
N 2b : klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm
N 3 : kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral
N 3 a : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N 3 b : klinis terdapat kelenjar bilateral
N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
5. Metastase jauh (M)
M 0 : tidak ada metastase jauh
M 1 : terdapat metastase jauh
4. Stadium :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0 ; T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0, M0 ; Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1
II.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :1,2,4
a. Suara serak
Suara serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala
paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi
laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotis, besar pita
suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.
Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glotis, terserangnya otot – otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan
kadang – kadang menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan
mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasanya. Kadang – kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan nafas, atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.
Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan
menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah
plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul
kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala 11
akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di
tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali tumornya
eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam ( hot potato voice ).
b. Sesak nafas dan stridor
Dyspnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan
nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret,
maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotis atau transglotis terdapat
kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara perlahan – lahan dapat
dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dyspnea dan stridor adalah tanda
prognosis yang kurang baik.
c. Rasa nyeri di tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
d. Disfagia
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotis, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor
ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan atau odinofagi menandakan
adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
e. Batuk dan hemoptisis
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotis, biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptitis sering terjadi pada tumor glotis dan tumor supraglotis.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, hemoptisis dan
penurunan berat badan yang menandakan perluasan tumor ke luar laring atau
metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah bening leher dapat dipertimbangkan
sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi
tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.
II.5 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1,2,5,11
a. Anamnese 12
b. Pemeriksaan THT rutin
c. Laringoskopi
d. Radiologi foto polos leher dan dada
e. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI
f. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti
Diagnosis Banding :
a. TBC laring
b. Sifilis laring
c. Tumor jinak laring
d. Penyakit kronis laring
II.6 PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya ada 3 tindakan penatalaksanaan penanggulangan karsinoma
laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.
Tergantung stadium penyakit dan keadaan umum yang dialami pasien. Sebagai acuan
tindakan bahwa dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium
2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan
rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.
1. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
a. Laringektomi
1) Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I
yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
2) Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas
atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
b. Diseksi Leher Radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan
tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali
terdapat metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan
diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase
jauh.
13
2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1
dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan
cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.
Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000
rad.4,5
Pelaksanaan Radioterapi dengan dosis menengah pernah dilakukan oleh
Ogura, Som, Wang, dkk, dalam penelitiannya untuk kejadian pada tumor-tumor
tertentu. Prinsip dasarnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari
tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang
melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad selama 4–6 minggu
diikuti dengan laringektomi total.5
Gambaran radiologi pada karsinoma laring
a. Radiologi konvensional 13,14
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik.
Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumen
laring dan trakea. Ketebalan jaringan retrofaringeal dapat dinilai. Epiglotis
dan lipatan ariepiglotik dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak
memiliki peran dalam manajemen kanker laring saat ini.
b. Computed Tomography – CT Scan 13
14
Gambar 8: Lateral radiograph of the neck showing the different structures of the larynx: a, vallecula; b, hyoid bone; c, epiglottis; d, pre-epiglottic space; e, ventricle (air-space between false and true cords); f, arytenoid; g, cricoid; and h, thyroid cartilage.5
Penentuan stadium awal pada diagnosa klinis berdasarkan pada
keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara.
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa
transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke
ruang pra-epiglotis (paralaryngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian
dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar
korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat
bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar
tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.
Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya dengan
pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat dinilai
dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Cross-sectional
diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk
menentukan stadium tumor.
Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak
boleh lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan
dengan artefak minimal akibat gerakan.
Gambar 9: Normal larynx. Axial CT scan shows the normal appearance of the larynx during quiet respiration. The true vocal cords are abducted.14
15
Gambar 10: Normal larynx. Axial CT scan obtained during phonation shows that the true vocal cords are thin and adducted. The ventricles are properly inflated. 14
Gambar 11. Tumorlike nodules of the true vocal cords that manifested as hoarseness. Axial CT scan obtained during quiet respiration shows apposition of the thickened true vocal cords (arrows).14
Gambar 12. Tumorlike nodules of the true vocal cords that manifested as hoarseness. Axial CT scan obtained during phonation shows a nodule of the right true vocal cord (arrow). The nodule is clearly visible due to tension of the true vocal cords. 14
Gambar 13. Tumorlike nodules of the true vocal cords that manifested as hoarseness. Image from endoscopy shows two lesions of the true vocal cords. Histopathologic evaluation revealed Reinke edema (pseudocysts).14
16
Gambar 14. Tumorlike nodules of the true vocal cords that manifested as hoarseness. Image from endoscopy shows two lesions of the true vocal cords. Histopathologic evaluation revealed Reinke edema (pseudocysts).14
Gambar 15. Squamous cell carcinoma of the right side of the glottis. Axial CT scan obtained during quiet respiration shows a tumor of the anterior commissure (arrow).14
Gambar 16. Squamous cell carcinoma of the right side of the glottis. Coronal reformatted image obtained during quiet respiration shows the tumor (*). However, the true and false vocal cords are poorly seen, so the local extent of the tumor remains undefined.14
17
Gambar 17. Squamous cell carcinoma of the right side of the glottis. Coronal reformatted image obtained during phonation shows the right laryngeal ventricle (arrow). The tumor (*) is located solely below the ventricle; therefore, involvement of the supraglottic structures is ruled out.14
Gambar 18: CT scan shows tumoral involvement of the right vocal cord.5
Gambar 19: CT scan shows a subglottic cancer along the cricoid cartilage.5
18
Gambar 20:Ca larynx 52 year old heavy smoker with severe swallowing difficulties.
Findings: The post contrast axial CT image of the larynx demonstrates an extensive, mainly left-sided mass on both sides of the larynx with distinct inhomogeneous contrast enhancement. The mass can be seen all around laryngeal skeleton. The lumen of the larynx is slightly displaced to the left. The sagittal reconstruction image (top right image) excellently demonstrates the cranio-caudal spread of the tumor that extends from the oropharynx right down to the larynx. The coronal reconstruction images (images below) also demonstrate the spread of the tumor; the lower right picture shows the growth all around of the laryngeal skeleton. The lower left picture also shows lymph node metastases. Diagnosis with Extensive hypopharynx-larynx carcinoma with pathological lymph nodes with differensial diagnosis Other malignant tumors with origin in the hypopharynx or larynx.
Gambar 21: Larynx carcinoma with invasion of cartilage 12
59-year-old heavy smoker with severe difficulty in swallowing.Finding: The CT image at the level of the larynx after contrast administration demonstrates a mass around the right vocal cord which extends from the arytenoid cartilage/cricoid cartilage to the ventral commissure(below).The lowest portion of the arytenoid cartilage and of the cricoid cartilage on the right side appear hypersclerosized in the bony window (below), indicating possible invasion of cartilage. Diagnosis with Larynx carcinoma with invasion of cartilage (T4) and with differensial diagnosis Other malignant laryngeal tumors.
19
Gambar 19: CT scan showing growth larynx with hypopharyngeal extension11
Gambar 22. A: Axial contrast-enhanced CT obtained at the level of the supraglottis shows a left-sided epiglottic carcinoma extending into the pre-epiglottic space (arrow). This would indicate a T3 lesion. B: Bone algorithm shows absence of the adjacent thyroid cartilage (short arrow) compared to the contralateral side (long arrow). These findings indicate tumor invasion of the inner and outer cortex of the thyroid cartilage.
Gambar 23. A: Axial computed tomography (CT) obtained at the level of the true vocal cord demonstrates an anterior commissure carcinoma eroding the anterior portion of the thyroid cartilage and extending into the adjacent soft tissue (arrow). B: Axial CT obtained in a different patient shows a left-sided true vocal cord carcinoma eroding both the inner and outer cortex of the thyroid cartilage without bulk involvement into the adjacent soft tissues.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)1,2,4,5
MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu
dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam
menentukan keterlibatan ventrikel laringeal dan penyebaran transglotik.
20
Pencitraan Midsagital membantu untuk memperlihatkan hubungan antara tumor
dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul daripada CT untuk
karakterisasi jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat
menyebabkan degradasi gambar akibat pergerakan.
Gambar 24: Gambaran MRI laring Normal
Gambar 25: Gambaran MRI laring dengan tumor
3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun
paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–
1000 mg/m2.5
II.7 REHABILITASI
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor
ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. Rehabilitasi
21
mencakup : “Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social
Rehabilitation”.4,5,11
II.8 PROGNOSA
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I
: 90 – 98% stadium II : 75 – 85%, stadium III : 60 – 70% dan stadium IV : 40 – 50%.
Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate
sebesar 50%.3,5
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Karsinoma laring adalah salah satu keganasan kepala dan leher yang sering
ditemukan.
2. Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun didapatkan
beberapa hal yang diduga kuat sebagai pemicu yang berkaitan erat dengan
terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara
radiasi leher dan asbestosis.
3. Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini
disebabkan antara lain karena letaknya yang sulit untuk dicapai sehingga dijumpai
bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah
berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang
terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.
4. Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah pembedahan, radiasi,
sitostatika maupun kombinasi daripadanya. Pilihan terbaik untuk pasien ini adalah
radiasi, karena hasil biopsi dari tumor menunjukkan karsinoma sel skuamosa non
keratin yang bersifat radio sensitif. Keuntungan lain dari radiasi adalah laring tidak
cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.
5. Rehabilitasi setelah operasi dengan terapi yang seksama memiliki prognosis yang
baik. Kerjasama yang baik dari ahli onkologi, ahli patologi dan ahli radiasi
onkologi sangatlah diperlukan untuk memberikan kesembuhan yang optimal.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Bambang Hermani, Sp. THT-KL(K), ASPEK PENCEGAHAN KANGKER LARING. Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI RSCM).1990.
2. Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. 190-9.
3. Hermans R. Laryngeal Neoplasms. Dalam Hermans R. Head and Neck Cancer Image. Germany; Springer: 2006; h 43-77.
4. Kadriyan H. Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara serta Penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran 2007;155: 93.
5. Iskandar HN. Pemakaian Mikroskop Pada Diagnostik dan Bedah Laring. Cermin Dunia Kedokteran 1987; 43: 21-22.
6. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32.
7. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60.
8. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60.
9. Sulica L. Normal Voice Function http://www.voicemedicine.com/ normal_voice_functioning.htm [diakses 17 Oktober 2012]
10. Cohen JI. Anatomi dan fisiologi laring dalam BOIES buku ajar penyakit THT edisi .Jakarta: EGC, 1994.
11. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77.
12. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's Voice Healthy nhttp://www.aafp.org/afp/980600ap/rosen.html [diakses 17 Oktober 2012]
13. Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari www. repository.usu.ac.id tanggal 18 Oktober 2012.
14. Iqbal N. Laryngeal Carcinoma. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/875436-overview Tanggal 18 Oktober 2012.
24