isi makalah uu no 11 tahun 2014 - tentang kesinsinyuran
DESCRIPTION
Etika ProfesiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara berkembang yang terus berusaha melakukan pembangunan di
berbagai sektor kehidupan khususnya pembangunan secara fisik dan ekonomi untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat dan bersaing dalam kemajuan global. Salah satu aktor yang
berperan penting dalam pencapaian tujuan tersebut adalah Insinyur. Pemikiran-pemikiran para
insinyur inilah yang menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai manfaat tinggi bagi
masyarakat. Lantas siapakah sebenarnya para Insinyur itu? Banyak masyarakat awam yang
mengkait-kaitkan Insinyur dengan Sarjana Teknik, benarkah demikian?
Menurut Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Insinyur adalah orang yang melakukan
rekayasa teknik menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah atau
manfaat atau pelestarian untuk kesejahteraan umat manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 Ayat
3 Undang-Undang No 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran, Insinyur adalah seseorang yang
mempunyai gelar profesi di bidang keinsinyuran. Insinyur selalu erat kaitannya dengan bidang
keinsinyuran. Menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang tersebut, keinsinyuran adalah kegiatan
teknik dengan menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna secara
berkelanjutan dengan memperhatikan : keselamatan, kesehatan, kemaslahatan,
sertakesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Dari definisi tersebut dapat kita
tarik poin utama bahwa gelar insinyur merupakan gelar profesiyang tidak didapatkan melalui
bangku pendidikan, melainkan pengalaman kerja di lapangan. Berbeda halnya dengan Sarjana
Teknik yang didapatkan melalui pendidikan formal di bangku perkuliahan.
Pertumbuhan Insinyur di Indonesia sendiri tergolong masih sangat kurang jika di
bandingkan dengan negara-negara lain. Pada tahun 2010 pertumbuhan Insinyur di Indonesia
hanya 37.000 Insinyur/tahun dengan populasi Insinyur pada tahun 2010 sebesar 603.650
1UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
orang. Dengan analisis statistik yang dilakukan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII),
kebutuhan Insinyur di Indonesia pada tahun 2010-2015 diperkirakan sebesar 57.000 orang/
tahun namun hanya dapat terpenuhi 50.000 orang/ tahun. Yang lebih mengejutkan lagi, dari
hasil tersebut diperkirakan kebutuhan Insinyur di Indonesia pada tahun 2015-2020 diperkirakan
sebesar 90.500 orang/ tahun namun hanya dapat terpenuhi 75.000 orang / tahun. Adanya gap
jumlah yang cukup besar yaitu lebih dari 15.000 akan menarik para Insinyur asing untuk bekerja
di Indonesia. Apalagi dengan atmosfir perekonomian Indonesia yang semakin membaik disertai
akan diberlakukannya Asean Economic Community (AEC) pada tahun 2015 yang lebih
memudahkan Insinyur asing untuk bekerja di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah
sudah siapkah Insinyur Indonesia menghadapi tantangan ini?
Sebelum kita bahas siapkah Insinyur Indonesia menghadapi tantangan, ada baiknya kita
mengetahui apa arti AEC itu. AEC merupakan komunitas negara-negara di kawasan Asia
Tenggara yang tergabung dalam ASEAN demi terwujudnya ekonomi yang terintegrasi.
Pembentukan AEC dimaksudkan untuk membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil,
sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan
perbedaan sosial ekonomi antarnegara di ASEAN. Sebagai akibat dari AEC adalah tidak
diberlakukan lagi tarif maupun non tarif untuk barang yang masuk maupun keluar dan arus
barang, jasa dan pekerja baik ke luar maupun ke dalam akan lebih mudah. Sehingga ini akan
menjadi peluang sekaligus tantangan standar kualitas bagi seorang Insinyur Profesional yang
dapat disetarakan dengan Insinyur asing. Hal ini jelas akan merugikan Insinyur Indonesia
karena dengan tidak adanya standar yang jelas ini Insinyur Indonesia, terutama bagi Insinyur
muda yang tentunya memiliki kompetensi yang mumpuni, mereka akan lebih sulit mendapat
pengakuan di dunia kerja bila dibandingkan dengan pekerja asing yang memiliki standar yang
jelas, sehingga peluang kerja pun akan sulit didapatkan. Oleh karena itu, sangat diperlukan
peningkatan standar kompetensi sekaligus sebagai tersendiri bagi Insinyur Indonesia.
2UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
Dalam hal kualitas, Insinyur Indonesia masih belum mempunyai penyetaraan kualitas
Insinyur Indonesia salah satunya dalam bentuk Undang-Undang No 11 Tahun 2014 tentang
Keinsinyuran. Undang-Undang ini baru disahkan oleh Pemerintah pada tanggal 25 Februari
2014 sebagai upaya menghadapi tantangan Insinyur asing tersebut. Undang-undang ini
berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi Insinyur Indonesia sehingga mampu
bersaing dengan Insinyur asing, menjamin Insinyur dalam melakukan praktek keinsinyuran dan
mengatur beberapa hal mengenai Insinyur asing.
3UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
1.1 LATAR BELAKANG
Latar belakang dibuatnya makalah ini, untuk lebih dalam mengenal dan mengetahui
tentang UU No.11 Tahun 2014 tentang keinsinyuran dan mengetahuipula latar belakang
terbentuknya UU No.11 Tahun 2014 itu sendiri.
Adapun latar belakang terbentuknya UU No.11 tahun 2014 (Menurut PII) antara lain:
1. Isu Malpraktek / K3 :
Demi melindungi para engineer dalam pelaksanaan praktik keinsinyuran dalam hal safety.
2. Middle Income Trap :
Jaminan pensiunan untuk para insinyur yang masih belum diatur.
3. Produk Lisensi
Melindungi dan meningkatkan kualitas produk-produk yang diciptakan oleh insinyur
indonesia, dengan terlisensinya produk oleh insinyur yang bersertifikat, maka bargain produk
akan meningkat
4. Inovasi Engineer
Dengan tersertifikasinya engineer dalam melakukan praktik keinsinyuran, maka, engineer
akan dipaksa untuk selalu lebih baik dalam berinovasi
5. Triple Helix Relation (Akademik, Bisnis, Pemerintah)
Untuk mengingkatkan sinergisitas hubungan antara Akademik (Institusi Pendidikan), Bisnis
(Perusahaan dan Industri), Pemerintahan (Kementrian, PII)
6. Added Value tersendiri bagi Engineer
Meningkatkan trend masyarakat untuk menjadi Engineer, sehingga generasi generasi
baru Engineer akan secara sporadis berasal dari orang-orang yang berkompeten.
4UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
Sedangkan secara detail, UU ini diawali oleh MRA yaitu mutual recognition agreement yang disepakati di
kuala lumpur pada tanggal 9 Desember 2005 oleh mentri perdagangan kita waktu itu yaitu maria elka
pangestu yang memuat 8 sektor strategis yang diantaranya membahas tentang sektor engineering
service.
Tujuan dari MRA sektor jasa keinsinyuran adalah untuk memfasilitasi perdagangan dan sebagai
stimulan aktivitas ekonomi antarpihak melalui penerimaan kompetensi SDM dalam hal standar,
kualifikasi, sertifikasi dan lisensi. Dalam artikel 1 MRA sektor keinsinyuran dijelaskan bahwa tujuan dari
adanya MRA dalam bidang keinsinyuran ini adalah untuk memfasilitasi pergerakan jasa keinsinyuran
profesional serta sebagai sarana bertukar informasi dalam rangka mengupayakan adopsi pelaksanaan
praktik terbaik pada standar dan kualifikasi. Di dalam MRA ini, terdapat pendefinisian tentang apa saja
yang diatur di dalam sektor jasa keinsinyuran. Apa yang dinamakan dengan sektor keinsinyuran
(engineering services) merujuk kepada aktivitas yang berada di lingkup Central Product Classification
(CPC) Code 8672 dari Provisional CPC yang diterbitkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa. Selain itu, apa
yang disebut dengan graduate engineer merujuk kepada setiap warga negara anggota ASEAN yang
telah menyelesaikan pendidikan tinggi di bidang keinsinyuran yang telah memperoleh pengakuan dan
diakreditasi oleh otoritas nasional di suatu negara. Berbeda dengan graduate engineer, professional
engineer (practitioner) merujuk kepada:
“..natural person who holds the nationality of an ASEAN Member Country and is assessed by a
Professional Regulatory Authority (PRA) of any participating ASEAN Member Country as being
technically, morally, and legally qualified to undertake independent professional engineering practice and
is registered and licensed for such practice by the Authority. ASEAN Member Countries may have
different nomenclatures and requirements for this term.”
Sebenarnya, tujuan umum dari MRA bidang keinsinyuran ini adalah untuk menyeragamkan
standar, ukuran, dan regulasi yang berbeda-beda di negara-negara ASEAN agar mempunyai satu ukuran
yang konsisten, metode dan spesialisasi yang secara bersama diterima dan bisa diterapkan oleh negara-
negara ASEAN. Ada tiga prinsip yang dilakukan dalam penyelenggaraan MRA bidang keinsinyuran ini,
antaralain: transparansi, ekuivalensi, dan harmonisasi. Dari transparansi inilah yang sedang digalakkan
5UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
oleh Indonesia dalam hal sertifikasi yang transparan agar mampu memanfaatkan celah untuk
menemukan hambatan (barriers) yang diciptakan untuk menahan aliran profesional keinsinyuran negara
lain masuk ke Indonesia. Di lain sisi, transparansi ini dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa kualifikasi
dan standar kompetensi di Indonesia memiliki kredibilitas yang baik. Ekuivalensi dimaksudkan agar
keseragaman dalam hal standardisasi profesi keinsinyuran di masing-masing negara bisa diwujudkan
melalui MRA ini. Hal tersebut bisa diwujudkan melalui harmonisasi kebijakan dari masing-masing negara
yang disesuaikan dengan MRA yang sudah disepakati bersama.
Agar seorang professional engineer bisa berpraktik di negara tujuan (host country) dan memperoleh
gelar ACPE (ASEAN Chartered Professional Engineer), ada beberapa kualifikasi yang harus dipenuhi
terlebih dahulu, antara lain mencakup:
Telah menyelesaikan pendidikan tinggi bidang keinsinyuran
Mendapatkan izin (lisensi) dari otoritas profesi nasional untuk berpraktik mandiri.
Memiliki pengalaman kerja 7 tahun, 2 tahun di antaranya adalah pengalaman kerja di
bidang keinsinyuran
Sejalan dengan kebijakan Continuing Professional Development (CPD) dengan tingkat
yang memuaskan
Memperoleh sertifikat dari badan penyelenggara nasional dan tidak pernah melakukan
tindakan yang melanggar hukum.
Jika syarat di atas telah dipenuhi, maka professional engineer bisa mendaftarkan diri ke ACPE
Coordinating Committee di bawah ACPE Registers. Insinyur yang telah memperoleh sertifikat ACPE bisa
mendaftarkan diri kepada otoritas pengaturan profesional di host country untuk dicatat sebagai
Registered Foreign Professional Engineers (RFPE). Jika seorang ACPE akan bekerja di host country,
persyaratannya adalah ia tidak bisa bekerja secara mandiri, namun harus berkolaborasi dengan insinyur
lokal yang telah memiliki standar kualifikasi yang sama.
6UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
Adanya MRA dalam bidang keinsinyuran ini sebenarnya merupakan awal untuk masuk ke dalam
penetrasi pasar bebas sektor keinsinyuran, awal untuk memastikan bahwa keseragaman dari kualitas
sektor jasa keinsinyuran di negara-negara ASEAN itu sama.34 Masih banyak peraturan dan standar yang
bisa dibuat untuk mengarahkan kepada efisiensi dan daya saing. Tidak bisa diartikan bahwa kualitas
insinyur dari seluruh negara ASEAN harus sama karena perbedaan titik awal dan kualitas SDM yang ada
di berbagai negara ASEAN. Semisal, SDM insinyur di Singapura tidak bisa disamakan begitu saja
dengan SDM insinyur di Filipina, atau negara lainnya karena nomenklatur dalam bidang keinsinyuran
berbeda. Semisal, di Singapura, hanya diatur tiga bidang keinsinyuran saja, yakni teknik sipil, teknik
elektro, dan teknik mesin, di Thailand dan Malaysia juga mempunyai nomenklatur yang berbeda dalam
pengaturan bidang keinsinyuran. Hal ini sebenarnya memberikan tantangan bagi Indonesia, khususnya
ketika ada insinyur Indonesia yang ingin bekerja di luar. Semisal insinyur Indonesia tersebut ahli dalam
teknik perminyakan dan ingin bekerja di Singapura, sementara di Singapura hanya diatur tiga bidang
keteknikan saja – teknik perminyakan masuk ke dalam teknik sipil, semisal. Maka insinyur Indonesia
tersebut harus mengambil tes yang disyaratkan oleh otoritas di Singapura agar kompetensi insinyur
teknik perminyakan ini sesuai dengan kompetensi insinyur bidang teknik sipil. Nomenklatur-nomenklatur
yang berbeda ini yang kemudian menjadi masalah, khususnya di Indonesia yang mempunyai bidang
keinsinyuran yang banyak. Hal seperti itulah yang membuat sektor ini menjadi semakin kompleks karena
beragamnya peraturan-peraturan yang terkait dengan penyediaan jasa keinsinyuran di masing-masing
negara. Masing-masing negara memiliki lembaga sendiri yang memberikan lisensi bagi para insinyur
dengan peraturan dan persyaratan yang berbeda-beda.
Salah satu indikator dalam menentukan permasalahan insinyur di Indonesia adalah pemenuhan
insinyur di dalam negeri dengan melihat pertumbuhan sarjana teknik yang dihasilkan oleh Indonesia
setiap tahunnya. Akar permasalahannya berada pada pendidikan teknik yang ada di Indonesia secara
keseluruhan. Seperti yang disampaikan di paparan sebelumnya bahwa kualitas SDM Indonesia
disamakan dengan kualitas SDM insinyur yang ada di Singapura, atau Malaysia, sebab kualitas
pendidikan yang menjadi faktor utama. Di Singapura dan Malaysia, universitas-universitas yang
menghasilkan sarjana teknik sebagian besar telah berstandar internasional ABET, sementara di
7UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
Indonesia, hanya ada satu perguruan tinggi yang telah memperoleh sertifikat akreditasi perguruan tinggi
ABET tersebut yaitu Institut Teknologi Bandung
Sementara jika berbicara masalah kuantitas dalam hal pemenuhan kebutuhan insinyur di dalam negeri,
Indonesia masih sangat kekurangan insinyur. Data yang diperoleh dari PII menyebutkan bahwa populasi
sarjana teknik di Indonesia jika dibandingkan dengan Malaysia terpaut cukup jauh.
Sumber: PII 2013
Dari grafik di atas jelas terlihat bahwa dari segi rasio perbandingan populasi sarjana teknik di
Indonesia per 1 juta penduduk di tahun 2008 masih sangat kecil dibanding Viet Nam, Malaysia, atau
Thailand. Menurut Ketua PII, Bobby Umar, saat ini Indonesia kekurangan sekitar 1,2 juta insinyur.
Idealnya, Indonesia memiliki 2 juta insinyur, sementara saat ini hanya memenuhi 600-700ribu saja.36 Hal
ini disebabkan salah satunya karena pertumbuhan sarjana teknik di Indonesia per tahunnya juga tidak
setinggi negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Viet Nam.
Sumber: PII 2013
Di Indonesia, per tahunnya pertambahan sarjana teknik per 1 juta penduduk hanya sekitar 164
saja, sementara di Malaysia per 1 juta penduduk bisa menghasilkan 367 sarjana teknik. Dengan demikian
pemenuhan kebutuhan kuantitas insinyur di Indonesia sangat terbatas. Jika diproyeksikan di tahun-tahun
mendatang, kebutuhan akan sarjana teknik di Indonesia akan semakin meningkat namun pemenuhannya
justru akan makin menurun. Persatuan Insinyur Indonesia memproyeksikan bahwa hingga tahun 2030
jika tidak ada perubahan kebijakan pendidikan yang mampu mendorong tumbuhnya sarjana teknik
dengan pesat, maka tiap tahunnya Indonesia kekurangan sekitar 15.000 insinyur dan kekurangan
tersebut akan diisi oleh tenaga asing.
Sumber: PII 2013
Rendahnya pertumbuhan sarjana teknik per tahunnya di Indonesia salah satunya disebabkan
rendahnya input yang masuk. Hal ini bisa saja disengaja karena keterbatasan sumber daya pengajar
bidang pendidikan teknik sehingga dengan argumen menjaga kualitas maka penyerapan mahasiswa
8UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
teknik juga dibatasi, atau memang daya tarik fakultas teknik di perguruan tinggi di Indonesia menurun.
Menurunnya daya tarik untuk masuk ke fakultas teknik ditengarai ada dua alasan, pertama, minimnya
tantangan melakukan inovasi atau pengembangan teknologi, dan kedua, karena tidak ada penghargaan
bagi sarjana teknik untuk bisa bekerja di bidang keteknikan, sehingga banyak akhirnya sarjana teknik
yang bekerja di luar bidang yang digeluti semasa kuliah.
Di antara negara-negara ASEAN, hanya tiga negara yang belum mempunyai Undang-undang
Keinsinyuran, yaitu, Indonesia, Laos, dan Myanmar. Undang-undang Keinsinyuran ini nantinya akan
mengatur kebijakan pemerintah dalam melindungi masyarakat dan sumber daya alam Indonesia.
Dalam persaingan di Masyarakat Ekonomi ASEAN nanti, insinyur luar negeri bisa menyerbu ke
Indonesia, tetapi insinyur kita tidak bisa ke luar negeri karena kita tidak punya UU Keinsinyuran. Mereka
tidak percaya dengan kualitas insinyur kita. Dengan adanya UU Keinsinyuran maka proses standardisasi,
sertifikasi, profesionalisme, serta kesetaraan dalam menghadapi MEA 2015 bisa lebih dikendalikan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana UU keinsinyuran yang di harapkan PII?
2. Kelebihan dan kekurangan UU No.11 tahun 2014
3. Hubungan antara UU No.11 tahun 2014 dengan kompetensi dan profesionalitas seorang
insinyur
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. agar penulis dan pembaca tahu dan lebih mengenal tentang kajian UU NO.14 Tahun 2014
2. Mengetahui UU keinsinyuran yang diharapkan PII
9UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pada UU NO.11 TAHUN 2014
4. Mengetahui apa saja hubungan UU No.11 tahun 2014 dengan kompetensi dan personalitas
seorang insinyur.
5. sebagai pemenuhan syarat tugas mata kuliah etika profesi
10UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALISA UMUM UNDANG-UNDANG
Undang-Undang ini memiliki 56 pasal yang mengatur beberapa hal tentang dunia keinsinyuran.
Jika digolongkan, sesuai dengan pasal 4, UU ini mengatur hal-hal yang meliputi;
1. cakupan Keinsinyuran;
2. standar Keinsinyuran;
3. Program Profesi Insinyur;
4. registrasi Insinyur;
5. Insinyur Asing;
6. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan;
7. hak dan kewajiban;
8. kelembagaan Insinyur;
9. organisasi profesi Insinyur; dan
10. pembinaan Keinsinyuran.
Dalam cakupan keinsinyuran dibahas apa saja disiplin teknik keinsinyuran dan cakupan bidang
keinsinyuran, pada standar keinsinyuran dijelaskan standar Untuk menjamin mutu kompetensi
dan profesionalitas layanan profesi Insinyur, sedangkan pada program profesi insinyur
menjelaskan apa itu PPI dan mengapa harus mengikuti PPI. Pada regristrasi insinyur
membahas tentang STRI, sedangkan insinyur asing menjelaskan tentang aturan peralihan
11UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
insinyur dari luar Indonesia. Pengembangan keprofesian berkelanjutan menjelaskan tentang
penyelenggaraan program pengembangan keprofesian berkelanjutan, pada hak dan kewajiban
menjelaskan apa saja hak dan kewajiban insinyur, pengguna, dan pemanfaat keinsinyuran,
sedangkan PII, DII diatur dalam kelembagaan dan organisasi profesi insinyur.
Secara teknis nanti tidak hanya gelar Insinyur berupa Ir. yang akan diberikan tidak hanya diberikan
didepan nama seperti biasanya, namun juga ada imbuhan IPP (Insinyur Profesional Pratama)/ IPM
(Insinyur Profesional Madya)/ IPU (Insinyur Profesional Utama),
Contoh : Ir. Muhyidin Khaerul Umam Pora., ST, M.Eng.
Namun bagaimana cara mendapatkannya? Sebelum mendapatkan sertifikasi gelar insinyur kita
harus Mengikuti PPI (Program Profesi Insinyur) dengan eksekutor ; PII, kerja sama dengan kementerian
terkait, dan kalangan industri. Kemudian memiliki Pengalaman Kerja (Perseorangan atau Industri).
Setelah itu kita dapat mengikuti Uji Profesi dan Sertifikasi gelar insinyur dengan eksekutor Lembaga
assessment / Badan Kejuruan PII / Himpunan Keprofesian.
Pada proses PPI, PII akan memberikan pembinaan profesi, pembinaan profesi dilakukan selama 3 hari
yang meliputi tentang (pelatihan K3/Safety,knowledge and skill improvements, dan ujian komprehensif
guna rekognisi pembelajaran lampau), pembinaan profesi dapat dilakukan pada saat kita sudah
mendapatkan gelar S.T. Pada proses sertifikasi kita akan diberikan gelar Ir. apabila kita sudah bekerja
kurang lebih 3 tahun dan sudah memiliki akreditasi oleh pembinaan profesi. Setelah lulus sertifikasi kita
akan mendapatkan Gelar IPP langsung, untuk gelar IPP kita tidak boleh melakukan praktik keinsinyuran
diluar Indonesia, namun untuk gelar IPM dan IPU tidak apa-apa. Untuk mendapatkan gelar IPM kita
harus memiliki setidaknya skor 6000, dan untuk IPU skor 10000, skor dapat diperoleh dari pengalaman
mengadakan praktek keinsinyuran (seperti sistem SKEM).
Sedangkan untuk lulusan Pendidikan Tinggi Teknik Non-ST gelar Amd. dan gelar Non-ST lainnya juga
dapat mengambil sertifikasi, namun harus melalui Program penyetaraan terlebih dahulu sebelum
mengikuti PPI. Maka tidak menutup kemungkinan bahwa lulusan D3 juga dapat mengambil sertifikasi
gelar insinyur.
12UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
Sedangkan pendaftaran sendiri mempunyai biaya tersendiri tiap jenjangnya, biaya tersebut merupakan
salah satu dari syarat dalam sertifikasi untuk mendapatkan STRI. Untuk IPP, akan dibebankan biaya
sertifikasi sebesar Rp 1.100.000,00 untuk IPM akan dibebankan biaya sertifikasi sebesar Rp.
1.650.000,00 sedangkan untuk IPU akan dibebankan biaya sertifikasi sebesar Rp. 2.200.000,00. Biaya
yang cukup banyak untuk sebuah sertifikasi. Data tersebut sesuai dengan syarat Insinyur Profesional PII
yaitu :
1. Syarat Sertifikasi Insinyur Profesional PII
2. Mempunyai pengalaman kerja minimal 3 tahun
3. Mengisi Formulir Aplikasi Insinyur Profesional
4. Foto copy ijazah sarjana teknik, 1 lembar
5. Pas foto terbaru ukuran 3×4, 1 lembar
6. Membayar Biaya Sertifikasi
http://pii.or.id/sertifikasi/syarat-sertifikasi/
Setelah mendapatkan STRI, kita akan terdaftar menjadi Insinyur dan dapat melaksanakan praktik praktik
keinsinyuran. Selain itu, para sarjana teknik juga harus mengambil sertifikasi ini ketika UU ini telah
ditetapkan. Karena dalam UU tersebut dijelaskan juga tentang peraturan peralihan bahwa para lulusan
sarjana teknik harus mengambil sertifikasi maksimal 3 tahun setelah UU ini disahkan.
2.2 KAJIAN UNDANG-UNDANG
Namun dengan sedemikian tertariknya kita mahasiswa untuk mengupas masalah ini, sebetulnya yang
terjadi adalah UU hanya disahkan saja namun untuk Peraturan Presiden sendiri tentang UU ini masih
belum turun. Menurut rencana, harusnya bulan september ini Perpres harus sudah turun. Sehingga
sampai saat ini PII masih belum bisa membentuk Assessment Unit untuk sertifikasi, apalagi masalah
13UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
teknis yang sangat dalam untuk akreditasi maupun sertifikasi. Ikatan Mahasiswa Teknik Kimia FT-UI pun
juga sudah mengkaji UU ini dari aspek usaha Indonesia dalam menyongsong MEA 2015. Beberapa hal
terkait latar belakang dan analisa tingkat keberhasilan tujuan UU Keinsinyuran dalam menghadapi MEA.
Sedangkan kajian kali ini membahas tentang keberlanjutan UU Keinsinyuran setelah UU ini disahkan
sejak 25 Februari 2014.
http://imtk.ui.ac.id/kajian-uu-keinsinyuran-sebagai-usaha-indonesia-dalam-menghadapi-pasar-tunggal-
basis-produksi-asean-economic-community/
14UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
BAB III
HASIL
3.1 KELEBIHAN
a. Memberikan landasan dan kepastian hukum bagi penyelenggaraan Keinsinyuran yang
bertanggung jawab;
b. Memberikan perlindungan kepada Pengguna Keinsinyuran dan Pemanfaat Keinsinyuran dari
malapraktik Keinsinyuran melalui penjaminan kompetensi dan mutu kerja Insinyur;
c. Memberikan arah pertumbuhan dan peningkatan profesionalisme Insinyur sebagai pelaku profesi
yang andal dan berdaya saing tinggi, dengan hasil pekerjaan yang bermutu serta terjaminnya
kemaslahatan masyarakat;
d. Meletakkan Keinsinyuran Indonesia pada peran dalam pembangunan nasional melalui peningkatan
nilai tambah kekayaan tanah air dengan menguasai dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta membangun kemandirian Indonesia; dan
e. Menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keinsinyuran Indonesia dengan tatakelola yang baik,
beretika, bermartabat, dan memiliki jati diri kebangsaan.
Sedangkan manfaat dari UU ini kedepannya adalah:
Bagi Masyarakat:
-Mudahkan jaminan keamanan dan keselamatan dari pekerjaan keinsinyuran
-Memudahkan para S.T untuk berkarya di keinsinyuran
-Karir keinsinyuran terbuka dari berbagai jalur pendidikan
-Masyarakat bisa mendapatkan transfer iptek.
Bagi Negara:
-Akan memiliki data SDM keinsinyuran yang akurat
15UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
-Mudahkan pengembangan, pemnbinaan & pengawasan
-meningkatkan peran insinyur dalam pembangunan
-Mencegah Malpraktek
-Meningkatkan kekuatan keinsinyuran berdaya asing
Bagi Keinsinyuran:
-Menjamin praktek keinsinyuran bagi para S.T, dan teknolog
-Meningkatkan tanggung jawab kepada masyarakat
-Memperjelas dan layanan sehingga berpeluang peningkatan penghasilan
-Memudahkan perlindungan asuransi
-Bersaing dengan insinyur asing dalam kesetaraan.
Bagi Pendidikan:
-Dengan data keinsinyuran akan memudahkan melakukan pemutakhiran pendidikan.
-Membantu mengurangi kesenjangan pendidikan
3.2 KEKURANGAN
1. Kurangnya Relasi antara PII dengan pihak Universitas / Kampus tidak terlalu banyak karena
sebenarnya sertifikasi itu berbeda dengan akreditasi
2. Sertifikasi dirasa tidak terlalu penting karena baru dapat dilaksanakan saat paska kampus saja, yang
terpenting disini adalah akreditasi karena akreditasi adalah hal yang dapat dirasakan secara langsung
saat lulus dari kampus.
3. Beliau menambahkan bahwa kinerja PII belum maksimal dan terkesan hanya meminta kerja sama dan
tidak mem-follow-up ke pihak Universitas / Kampus, sehingga koordinasi terputus.
4. Relatif terlalu mahal biaya pendaftaran untuk sertifikasi kompetensi keinsinyuran
5. belum terhimpun dengan padu berbagai badan sertifikasi kompetensi, hal ini dapat membuat
kesimpang siuran para sarjana muda.
16UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
6. belum mampu di tegakannya sanksi bagi pelanggar kode etik keinsinyuran, hal ini akan berdampak
pada lemahnya pengakan dan disiplin ilmu yang direalisasikan kelak.
7. bilamana dalam pasal 26 disbutkan “Pembinaan Keinsinyuran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45” maka perlu adanya kontribusi dari pemerintah untuk membantu sertifikasi untuk insyinyur di
daerah tertinggal, ini dimaksudkan agar terjadi percepatan peningakatan pembangunan dan
penyamarataan dalam sector pembangunan.
8. terkesan kurang efesian bilamana sertifikasi kompetesi dilakukan pascasarjana, akan jauh lebih efektif
apablia sertifikasi mampu dipadukan / dipaketkan secara langsung dalam studi perkuliahan / semasa
kuliah.
3.3 HUBUNGAN ANTARA UU NO.11 TAHUN 2014 DENGAN KOMPETENSI DAN PROFESIONALITAS
Dalam BAB II pasal 2 disebutkan bahwa, “ pengaturan keinsinyuran berdasarkan pancasila dan
profesionalitas”, ini sudah jelas bahwa UU No.11 Tahun 2014 sangat berhubungan erat dengan
profesionalitas di bidang keinsinyuran di dalam undang-undan tersebut juga banyak mengatur tentang
tatacara menjadi seorang insinyur yang kompeten dan professional, hal ini tertera dalam beberapa pasal
berikut:
1. BAB IV Tentang Standar Keinsinyuran Pada pasal 6 ayat 1, 3 dan 4 menyebutkan bahwa; “Untuk
menjamin mutu kompetensi dan profesionalitas layanan profesi Insinyur, dikembangkan standar
profesi Keinsinyuran yang terdiri atas:
a. standar layanan Insinyur;
b. standar kompetensi Insinyur; dan
c. standar Program Profesi Insinyur.
2. Dalam BAB V Pasal 7 juga disebutkan bahwa untuk mendapatkan profesi insinyur haruslah lulus
program profesi insinyur, itu artinya seorang insinyur haruslah seorang yang sudah berkompeten di
bidang disiplin ilmunya dan juga seorang yang professional
17UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran
3. Dalam BAB I Pasal 1 ayat 5,6 dan 7 juga disebutkan tentang kompetensi keinsinyuran adalah program
pendidikan tinggi setelah sarjan, Uji Kompetensi adalah proses penilaian kompetensi Keinsinyuran
yang secara terukur dan objektif menilai capaian kompetensi dalam bidang Keinsinyuran.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dalam kajian ini adalah bahwa Undang-Undang Republik
Indonesia No.11 Tahun 2014 dibuat dengan cakupan yang cukup luas, namun belum menyertakan
informasi secara detail sehingga masih banyak hal yang masih belum jelas terkait dengan kejelasan
keberlanjutan UU Keinsinyuran, teknis sertifikasi pada pindah kejuruan, badan kejuruan PII yang belum
mencakup seluruh disiplin ilmu teknik, dan Added Value bagi insinyur tersendiri. Mengingat detail teknis
berada di Perpres yang tak kunjung turun, dan kini sudah memasuki tahun 2015 UU ini seharusnya
sudah tercerdaskan di kalangan sarjana teknik, mahasiswa, industrial company, dan Insinyur tersendiri.
18UU No.11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran