irigasi lahan pertanian

13
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem irigasi di Indonesia merupakan bagian dari sistem kehidupan sosial masyarakat yang cukup tua keberadaannya. Dari sisi kesejarahan, sistem irigasi di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan sebelum penjajahan Belanda datang. Sehingga ketika ada pihak-pihak yang membicarakan kebijakan sistem irigasi, siapapun pihak tersebut, perlu selalu berpijak pada realitas sistem irigasi yang telah ada. Oleh karenanya sebagai bagian dari suatu sistem sosial, sistem irigasi merupakan suatu realitas dari gabungan dari berbagai aspek pengetahuan dan kewenangan. Sistem irigasi tidak dapat hanya ditentukan hanya oleh faktor phisik atau artefak (keberadaan air dan lahan) saja. Begitu pula sistem irigasi tidak cukup hanya ditentukan oleh faktor kelembagaan saja. Atau pada sisi lain, sistem irigasi tidak dapat hanya ditentukan oleh faktor teknik pengaturan air atau bercocok tanam semata. Sistem irigasi merupakan aspek untuk mendukung hidup masyarakat yang memilih komoditi beras sebagai bahan makanan pokok untuk kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karenanya dalam diri sistem irigasi selalu terdapat gabungan dari berbagai faktor, yaitu faktor phisik (artefak), faktor sosial masyarakat, dan faktor teknologi pengaturan air dan cocok tanam. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh kapasitas masyarakat setempat, selaku subyek pengguna dan pengelola, dalam memperlakukan sistem irigasi yang ada. Dengan pemahaman tersebut maka akan dapat memandu kita untuk membangun pemahaman, bahwa upaya untuk meningkatkan efektivitaspembangunan dan pengelolaan sistem irgasi harus berbasis pada berbagai faktor di ats. Begitu juga dalam membahas pembagian peran ( role sharing ) dalam pembangunan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif, semua pihak perlu membangun kesepahaman bersama, bahwa pembagian peran tersebut perlu selalu diarahkan dan bermuara pada upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Dalam UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air, dalam Bab II mulai pasal 13 sampai dengan pasal 19 telah mengatur wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah, pemerintah daerah, dan pemerintah desa.

Upload: unismuh-makassar

Post on 12-Jun-2015

5.239 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: irigasi lahan pertanian

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem irigasi di Indonesia merupakan bagian dari sistem kehidupan

sosial masyarakat yang cukup tua keberadaannya. Dari sisi kesejarahan,

sistem irigasi di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan sebelum

penjajahan Belanda datang. Sehingga ketika ada pihak-pihak yang

membicarakan kebijakan sistem irigasi, siapapun pihak tersebut, perlu selalu

berpijak pada realitas sistem irigasi yang telah ada.

Oleh karenanya sebagai bagian dari suatu sistem sosial, sistem

irigasi merupakan suatu realitas dari gabungan dari berbagai aspek

pengetahuan dan kewenangan. Sistem irigasi tidak dapat hanya ditentukan hanya

oleh faktor phisik atau artefak (keberadaan air dan lahan) saja. Begitu pula

sistem irigasi tidak cukup hanya ditentukan oleh faktor kelembagaan saja. Atau

pada sisi lain, sistem irigasi tidak dapat hanya ditentukan oleh faktor teknik

pengaturan air atau bercocok tanam semata. Sistem irigasi merupakan aspek

untuk mendukung hidup masyarakat yang memilih komoditi beras sebagai

bahan makanan pokok untuk kehidupan mereka sehari-hari. Oleh

karenanya dalam diri sistem irigasi selalu terdapat gabungan dari berbagai faktor,

yaitu faktor phisik (artefak), faktor sosial masyarakat, dan faktor teknologi

pengaturan air dan cocok tanam. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut

sangat dipengaruhi oleh kapasitas masyarakat setempat, selaku subyek

pengguna dan pengelola, dalam memperlakukan sistem irigasi yang ada.

Dengan pemahaman tersebut maka akan dapat memandu kita untuk

membangun pemahaman, bahwa upaya untuk meningkatkan

efektivitaspembangunan dan pengelolaan sistem irgasi harus berbasis pada

berbagai faktor di ats. Begitu juga dalam membahas pembagian peran ( role

sharing ) dalam pembangunan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif, semua

pihak perlu membangun kesepahaman bersama, bahwa pembagian peran

tersebut perlu selalu diarahkan dan bermuara pada upaya peningkatan kapasitas

masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat.

Dalam UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air, dalam Bab II mulai pasal

13 sampai dengan pasal 19 telah mengatur wewenang dan tanggung

jawab dari pemerintah, pemerintah daerah, dan pemerintah desa.

Page 2: irigasi lahan pertanian

2

Sedangkan dalam hal pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

irigasi, secara khusus pada UU tersebut diatur dalam pasal 41, ayat (2), yang

di penjelasan diuraikan bahwa daerah irigasi dengan luas kurang dari 1000

hektar,dan ada dalam satu wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan dan

tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota; daerah irigasi dengan luas areal

1000 – 3000 hektar atau daerah irigasi dengan luas areal kurang dari 1000

hektar dan lintas wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung

jawab pemerintah provinsi; dan daerah irigasi dangan luas areal lebih dari 3000

hektar, atau daerah irigasi yang lintas provinsi, dan daerah irigasi strategis

nasional serta lintas negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab

pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang

Irigasi dalam pasal 4, ayat (2), menyebutkan bahwa ”pengembangan dan

pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara partisipatif, terpadu,

berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

Beberapa regulasi yang disebutkan di atas merupakan acuan dasar,

sehingga pemerintah mengembangkan program keirigasian yang disebut ”

Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif/PPSIP”. Akan

tetapi dari Laporan Kajian Pembangian Urusan dalam PPSIP dari BAPPENAS

(Anonymous, 2007) dan Lembaran Kesepakatan Rapat Pembagian Peran

pelaksanaan program PPSIP, tanggal 21 Juni

2006, tampak tersurat bahwa pembagian peran yang diatur hanya

antar instansi pemerintah yang terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan

irigasi. Sedangkan peran bagi masyarakat petani sama sekali tidak

disebutkan. Ironisnya kebijakan keirigasian sesuai PP No. 20/2006 justru

disebut sebagai aktivitas Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

Partisipatif.

B. KONSEP METODE PELAKSANAAN

Dalam sebuah Negara, urusan pemerintahan terbagi atas dua kelompok

besar (1) urusan yang tidak mungkin didesentralisasikan, yang mutlak menjadi

wewenang Pemerintah (pusat); dan (2) urusan yang dapat di-desentralisasikan

yang tidak eksklusif menjadi wewenang daerah otonom (Hoessein: 2005). Dalam

kelompok pertama, Pemerintah dapat melakukan sendiri secara sentralisasi

murni dan atau dengan pengembangan dekonsentrasi dengan menempatkan

instansi vertikal-nya di daerah (field administration). Dalam praktek Indonesia,

urusan dalam kelompok pertama juga dapat dilakukan dengan melakukan tugas

pembantuan kepada daerah otonom.

Page 3: irigasi lahan pertanian

3

Kelompok urusan kedua adalah urusan yang dapat didesentralisasikan.

Dalam urusan seperti ini, Pemerintah masih memiliki peran. Oleh karena itu

terkandung elemen sentralisasi pula sebagaimana diketahui bahwa desentralisasi

selalu bertalian dengan sentralisasi dalam organisasi (Sherwood: 1969).

Peran pemerintah yang masih ada tersebut dapat dilakukan dengan

cara yang sama dengan kelompok urusan pertama. Dengan demikian, terjadi

perpaduan sentralisasi dan desentralisasi dalam kelompok urusan kedua.

Situmorang (2005) menyebut urusan seperti ini sebagai urusan yang bersifat

konkuren. Urusan irigasi termasuk urusan yang bersifat konkuren.

Tesis makalah ini adalah pembagian urusan dalam irigasi di Indonesia

masih berasaskan pada satu konsep desentralisasi yang tidak utuh.

Urusan tersebut didistribusikan hanya dengan konsep desentralisasi territorial.

Sementara dalam kondisi empirik, potensi dan kebutuhan akan pengembangan

desentralisasi fungsional mendesak sesuai karakter urusan tersebut. Makalah ini

akan mambahas persoalan tersebut.

***

Page 4: irigasi lahan pertanian

4

II. PEMBAHASAN

A. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PPSIP

Upaya untuk membangun kesepakatan dalam pembagian peran.urusan

antar berbagai instansi pemerintah dalam pelaksanaan PPSIP merupakan

upaya yang baik sebagai salah satu upaya dalam mengembangkan kerja

yang koordinatif dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi. Pendekatan ini

dapat dijadikan terobosan dalam mengatasi kelemahan dalam koordeinasi di

tingkat pemerintah yang selama ini sering menjadi penyebab kegagalan suatu

program atau proyek pemerintah.

Akan tetapi upaya ini perlu dijadikan momentum bagi semua pihak yang

terkait dalam pembahasan ”role sharing” pelaksanaan PPSIP, bahwa dalam

membagi peran dan urusan keirigasian tidak hanya menjadi urusan pemerintah

dan pemerintah daerah. Akan tetapi organisasi petani secara legal dan secara

faktual herus diberi peran/urusan sesuai dengan tingkat kemampuanya. Oleh

karena itu pemerintah perlu menempatkan ”pemberdayaan masyarakat” sebagai

paradigma pendekatan pembangunan dalam pelaksanaan PPSIP. Apalagi

program keirigasian ini juga menggunakan tema ”partisipatitif”, sehingga

sangat wajar jika setiap tahap pelaksanaan kegiatan pemerintah

mampu memberi ruang partisipasi organisasi petani.

Salah satu usaha yang terkait dengan pembahasan pembagian urusan ini

yaitu menempatkan organisasi petani yang mempunyai peran dan urusan

yang dalam implementasinya juga didukung oleh pembiayaan dari

pemerintah, dalam mengimplementasikan peran/urusan tersebut. Sudah banyak

pengalaman dan pelajaran bagaimana jika kegiatan keirigasian tidak

menempatkan organisasi petani sebagai subyek. Maka kegagalan program dan

keberlanjutan program menjadi persoalan ketika kegiatan masih berjala, apalagi

ketika program sudah selesai.

Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu segera mereposisi organisasi

petani dalam implementasi PPSIP yaitu pertama, pemerintah memasukkan

institusi organisasi petani (P3A/GP3A/IP3A) sebagai pihak yang

memiliki peran/urusan – bukan wewenang – dalam pelaksanaan PPSIP;

dan kedua, pemerintah juga mengalokasikan dana atau anggaran bagi

organisasi petani (P3A/GP3A/IP3A) untuk menjalankan peran atau urusan yang

diberikan kepada organisasi petani. Pendekatan pemberdayaan masyarakat

ini merupakan upaya nyata menempatkan organisasi petani sebagai subyek

pembangunan pada tingkat tertentu ( LP3ES, 2001).

Page 5: irigasi lahan pertanian

5

Bentuk pemberdayaan ini sudah dilakukan di beberapa proyek

pemerintah yang ada dalam Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat/PNPM.

Pemberdayaan masyarakat merupakan ruh atau nyawa dalam

pelaksanaan PPSIP. Oleh karenanya sudah seharusnya setiap jenis kegiatan yang

diimplementasikan selalu berorientasi kepada hasil yang memberdayakan

masyarakat. Bukan sebaliknya bahwa setiap jenis kegiatan dalam PPSIP

hanya untuk ”pemberdayaan birokrasi” pemerintah.

B. Sumberdaya Air (Irigasi): Lokalitas dan Satu Kesatuan

Persoalan air irigasi yang umumnya menyangkut kelangkaan air di berbagai

negara berkembang telah diakui oleh Saleth dan Dinar (2005) yang

menyatakan bahwa kelangkaan air yang bisa berdimensi kuantitatif maupun

kualitatif disebabkan oleh manajemen (pengelolaan) yang lemah. Dituliskan oleh

kedua pakar tersebut sebagai berikut:

―Although the nature and severity of water problems are different from country to country, one aspect is common to most countries; water scarcity –whether quantitative, qualitative, or both—originates more from inefficient use and poor management than any real physical limits on supply augmentation.

Disampaikan pada acara Lokakarya Pembagian Urusan dalam

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi (Role Sharing) di Hotel

Patrajasa Semarang, 5-7 Juni 2007 yang diselenggarakan oleh

BAPPENAS-RI.

Diketahui bahwa pengelolaan air irigasi didorong oleh adanya sumberdaya air

yang tersedia. Sumberdaya air irigasi ini memiliki jenjang mulai dari jenjang

(tingkatan) primer, sekunder, tersier sampai kuarter. Jenjang-jenjang tersebut

merupakan jalinan sistemik yang terpadu keberadaanya. Sistem irigasi sendiri

merupakan sistem penyediaan dan pengaturan air untuk pertanian. Sumber irigasi ini

bisa dari air permukaan atau dari air tanah (Kodoatie, Robert, J., dan Sjarief,

Roestam,: 2005).

Oleh karena itu, pengelolaan irigasi hakekatnya adalah sebuah sistem yang

tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lainnya menurut jenjang daerah irigasi.

Semakin tinggi jenjangnya, semakin luas jangkauannya dan semakin luas pula

berbagai pihak yang berkepentingan terhadap keberadaan sumberdaya air yang

ada di sana. Berikut adalah ilustrasi yurisdiksi sistem irigasi dalam sebuah Daerah

Aliran Sungai (DAS):

Page 6: irigasi lahan pertanian

6

Aliran Sungai dan Batas Administratif daerah otonom

Sumber: Kodoatie dan Sjarief (2005)

Dengan demikian, sistem irigasi terdiri atas sumber air, bangunan

pengambilan (intake), saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran

kuarter dan saluran pembuang (ibid.,). Sistem tersebut berada dalam satu teritori

tertentu dalam sebuah wilayah negara. Antara jenjang yang satu dengan

yang lain, dengan demikian sesungguhnya sulit dipisah-pisahkan. Dibutuhkan satu

manajemen yang kuat terintegrasi. Jika saja penjenjangan tersebut yang terjadi ada

di dalam satu wilayah administrasi pemerintahan tertentu, mungkin ini dapat di-

attach dalam sistem pemerintahannya. Lain halnya jika sistem tersebut telah meliwati

batas-batas administrasi pemerintahan tertentu, tentu sangat sulit di-attach dalam

sistem pemerintahannya karena membutuhkan peran pemerintahan yang

bersinggungan.

Page 7: irigasi lahan pertanian

7

C. Fungsi-Fungsi dalam Sistem Irigasi

Selama ini urusan irigasi dalam konteks pemerintahan menggunakan dasar

tingkatan daerah irigasi sebagai cara untuk mendistribusikan urusan-urusan tersebut

dari berbagai jenjang (tingkatan) Pemerintahan dari sudut pandang teritorial

semata. Oleh karena pemerintahan teritorial tersusun atas Pemerintah Pusat,

Provinsi, dan kabupaten/ Kota bahkan hingga kecataman dan Desa/ kelurahan atau

yang sejenisnya, maka distribusinya pun berjenjang dengan bersandar pada karakter

jenjang pemerintahan tersebut.

Dalam praktek, umumnya sulit terjadi pola yang simetrik antara karakter

hidrologis dan karakter susunan teritorial pemerintahan tersebut. Namun, dapat

digambarkan bahwa urusan-urusan dalam bidang irigasi yang strategis dimiliki oleh

Pemerintah. Pemerintah tetap menjadi pihak yang memiliki tanggungjawab akhir

dalam pengelolaan irigasi ini. Untuk itu, selalu ada urusan dalam bidang irigasi

ini yang dikembangkan secara sentralistik.

Kemudian, pemerintah Provinsi akan bergradasi di bawah Pemerintah

dan seterusnya di jenjang (tingkatan) Kabupaten/ Kota mengelola Daerah irigasi

Primer dan Sekunder sebatas dalam lingkup teritorinya. Jika terdapat daerah irigasi

yang melebihi jangkauan Kabupaten/ kota, maka diambil alih oleh provinsi. Menurut

Situmorang (2002) hal ini yang disebut sebagai kriteria eksternalitas dan akuntabilitas

dalam distribusi urusan pemerintahan.

McLean menyatakan bahwa desentralisasi dalam pengelolaan urusan irigasi

bukan saja kepada pemerintah daerah (berdasarkan desentralisasi teritorial semata),

melainkan dapat pula kepada kelompok pengguna. Dituliskan oleh McLean sebagai

berikut:

‖Two important levels of devolution have evolved in water services

management; devolution to local governments, and devolution to community

based user groups. The later is more common and, depending on the

country, is often incorporated into the first type.”

Page 8: irigasi lahan pertanian

8

Meskipun McLean menyatakan bahwa umumnya yang dilakukan di

berbagai negara terutama negara berkembang dengan menyatukan kedua cara

devolusi tersebut ke dalam sistem yang pertama, dari pendapat tersebut

sebenarnya dapat dilakukan secara terpisah: yang pertama desentralisasi teritorial,

yang kedua adalah desentralisasi fungsional. Pakar tersebut menambahkan

penjelasannya sebagai berikut:

‖The new push toward participatory management process has enabled decentralization to user groups. These groups comprise the intended beneficiaries, who weigh all technically feasible options, consider capital and recurrent cost implications, make choices, and then manage systems. The approach pays dividends for both government and communities; communities get what they need, and governments are relieved of long term operation and maintenance (O&M) burden. User groups are common to irrigation and rural water supply and sanitation. Generally they are referred to as water users associations

(WUAs) in the former and water and sanitation committees (WSCs) in the latte.

Pendapat McLean di atas dapat diarahkan pula kepada desentralisasi

fungsional jika organisasi WUAs atau WSCs mendapatkan pelimpahan wewenang

secara langsung dari Pemerintah, bukan sekedar dari pemerintah daerah. McLean

merinci dalam sebuah tabel kemungkinan rincian distribusi tanggungjawab

antara WUAs dan lembaga Pemerintah dalam 6 model mulai dari sepenuhnya

ditangani oleh agensi Pemerintah sampai sepenuhnya dikelola oleh asosiasi

pengguna air. Organisasi pengelolaan irigasi dapat otonom penuh jika pada

model ke-enam yakni ’WUA/WSC full control’ dimana aktivitas sepenuhnya

dilakukan organisasi tersebut. Namun, belum sepenuhnya apakah ada dalam

kategori desentralisasi fungsional atau desentralisasi teritorial yang sangat

ditentukan oleh pemberi wewenang. Jika pemerintah secara langsung,

maka desentralisasi fungsional yang dilakukan.

Page 9: irigasi lahan pertanian

9

III. PENUTUP : MEMBANGUN KOMITMEN BERSAMA

Lokakarya mengkaji ulang pembagian urusan dalam PPSIP yang

sekarang sedang dilasanakan merupakan momentum bagi semua pihak dari

unsur pemerintah untuk membangun kesepahaman diantara instansi

pemerintah yang terlibat. Oleh karena itu diharapkan para pihak seperti

Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, dan Departemen Dalam

Negeri dalam membangun rumusan pemabngian peran/urusan tidak hanya

terpaku pada ”tugas pokok dan fungsi” masing-masing, akan tetapi mampu

membangun pemahaman bersama yang berimplikasi pada pemberdayaan

masyarakat petani.

Paling tidak ada tiga faktor utama dalam membangun efektivitas

pembagian peran/urusan dalam PPSIP yaitu pertama pembagian peran

harus mampu meningkatkan koordinasi kerja antar instansi pemerintah dan

pemerintah daerah yang terlibat baik dalam kegiatan perencanaan, misalnya

menyusun AWP, atau dalam pelaksanaan kegiatan; kedua, implementasi

pembagian peran oleh instansi pemerintah manapun harus mampu memberikan

akses partisipasi organisasi petani – P3A/GP3A, IP3A – pada setiap tahap

pelaksanaan PPSIP; dan ketiga, berhasil disepakatinya oleh pemerintah untuk

memberikan peran/urusan dan alokasi anggaran bagi

P3A/GP3A/IP3A dalam pelaksanaan PPSIP.

Sudah saatnya semua instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang

terlibat dalam implementasi PPSIP ini membangun komitmen baru

dalam mengimplementasikan pendekatan partisipasi dan dalam

pemberdayaan masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi.

Sehingga kita semua diharapkan dapat menjawab anggapan sinis masyarakat

luas, bahwa dengan PPSIP ini bukan merupakan bagian dari skenario yang

hanya akan ”memberdayakan birokrasi” pemerintah dengan baju baru PPSIP,

tetapi secara nyata bahwa program ini sebagai

”vehicle” untuk memberdayakan petani dalam pengembangan dan pengelolaan

sistem irigasi di Indonesia, untuk saat sekarang dan masa depan.

Page 10: irigasi lahan pertanian

10

DAFTAR PUSTAKA

Atmanto, Sudar Dwi (Edit). Kebijakan Setengah Hati Dalam Mewujudkan

Kesejahteraan dan Kemandirian Petani. PSDAL-LP3ES. 2004.

Anonymous. Transparansi Pembangunan. Beberapa Pengalaman

Program Pengembangan Kecamatan. Pengalaman Media Masa Dalam

Pemantauan.. CESDA-LP3ES. 2001.

Ostrom V. Policentricity and Local Public Economic. The University of Michigan

Press. Ann-Arbor. 1999.

Pasandaran, Effendi. Pembangunan Irigasi Masa Depan. Pendekatan Arus Balik

Dalam Pengelolaan Irigasi. Paper untuk Bahan Sarasehan di Jaringan

Komunikasi Irigasi Indonesia JKI-Indonesia). 2006.

Rahardjo, M. Dawam. Pembangunan Sektor Pertanian di Indonesia. Dari

Zaman Revolosi sampai dengan Orde Baru. Prisma-LP3ES, No.8/Tahun 1989.

1989.

Page 11: irigasi lahan pertanian

11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita taufiq

dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ UPAYA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT IRIGASI PERTANIAN ”.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan

menuju jalan yang terang benderang.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami

khususnya, dan segenap pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami

harapkan untuk menuju kesempurnaan makalah ini.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah

ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT. Amin.

Makassar, Juli 2009

Penulis

i

Page 12: irigasi lahan pertanian

12

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................... …………. i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ………… ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. ………… 1

A. LATAR BELAKANG .................................................................. ………… 1

B. KONSEP METODE PELAKSANAAN………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... ………… 4

A. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PPSIP ....................... ………… 4

B. SUMBER AIR (IRIGASI : LOKALITAS DAN SATU KESATUAN ...... …………. 5

C. FUNGSI-FUNGSI DALAM SISTEM IRIGASI…………………………………………. 7

BAB III PENUTUP PENUTUP : MEMBANGUN KOMITMEN BERSAMA…. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ………….. 10

ii

Page 13: irigasi lahan pertanian

13

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT IRIGASI

PERTANIAN

HENDRA YANTO

JL. LANTO DG PASEWANG NO. 15A

O

L

E

H