ipi142866.pdf

6
Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773 768 PENINGKATAN KUALITAS PAKAN KERBAU DITINJAU DARI KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK IMPROVEMENT OF THE QUALITY OF BUFFALO FEED IN TERM OF DRY MATTER DIGESTIBILITY AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY Wigih Yodia Hariyadi, SNO. Suwandyastuti, Muhamad Bata Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman e.mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik melalui peningkatan kualitas pakan kerbau. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor ternak kerbau dara dengan kisaran umur 2,5-3 tahun dan bobot awal 248-334 kg. Penelitian dilaksanakan dengan metode experimental menggunakan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok. Sebagai kelompok adalah bobot badan awal kerbau masing-masing 245-288 kg, 273-306 kg, 307-334 kg, dan 278-332 kg untuk kelompok I,II,III, dan IV. Perlakuan (A) adalah kerbau hanya diberi pakan jerami padi. Perlakuan (B) adalah kerbau diberi pakan jerami padi ditambah konsentrat dengan imbangan bahan kering (BK) 80:20. Perlakuan (C) sama dengan perlakuan (B), akan tetapi jerami padi diamoniasi menggunakan urea dan onggok. Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukan bahwa kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik dipengaruhi (P<0,05) oleh perlakuan. Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik kerbau yang diberi jerami padi amoniasi ditambah dengan konsentrat (C) tertinggi disusul berturut-turut kerbau yang diberi jerami padi ditambah konsentrat (B) dan jerami padi (P<0,01). Berdasarkan peubah respon yang diukur, dapat di ambil kesimpulan, bahwa peningkatan kualitas pakan kerbau dengan menggunakan jerami padi amoniasi dan konsentrat dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kata kunci : jerami padi, amoniasi, kerbau, kecernaan ABSTRACT The study was aimed to determine dry matter digestibility and organic matter digestibility through improved quality of buffalo feed. Materials used in this study were 12 buffaloes with the age range 2.5 to 3 year old with initial body weights of 250-300 kilograms. The experiment was conducted using experimental method, designed according to randomized block design (RBD) with 3 treatments and 4 groups. As the groups were the initial weight of buffalo 245-288 kg, 273-306 kg, 307-334 kg, and 278-332 kg for group I, II, III, and IV respectively. Treatment (A), buffalo was given only rice straw. Treatment (B), buffalo was fed rice straw plus concentrate with a proportion of 80:20 dry matter basis. Treatment (C) was the same as treatment (B), but the rice straw was ammoniated using urea and cassava cake. The variables measured were dry matter digestibility and organic matter digestibility. The data were analyzed using analysis of variance and proceeded with honestly significant difference test (HSD). The results showed that the dry matter digestibility and organic matter digestibility is affected (P<0.05) by the treatment. Dry matter digestibility and organik matter digestibility of buffaloes fed ammoniated rice straw mixed with concentrate were the highest (treatment C), followed successively by buffalo fed rice straw plus concentrate and only rice straw (P<0.01). Increasing of feed quality fed to buffalo can improve the dry matter and organic matter digestibility.

Upload: ayuvienza-nanamie-tos

Post on 21-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ipi142866.pdf

Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773

768

PENINGKATAN KUALITAS PAKAN KERBAU DITINJAU DARI KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK

IMPROVEMENT OF THE QUALITY OF BUFFALO FEED IN TERM OF DRY MATTER DIGESTIBILITY

AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY

Wigih Yodia Hariyadi, SNO. Suwandyastuti, Muhamad Bata Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

e.mail : [email protected]

ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan

Organik melalui peningkatan kualitas pakan kerbau. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor ternak kerbau dara dengan kisaran umur 2,5-3 tahun dan bobot awal 248-334 kg. Penelitian dilaksanakan dengan metode experimental menggunakan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok. Sebagai kelompok adalah bobot badan awal kerbau masing-masing 245-288 kg, 273-306 kg, 307-334 kg, dan 278-332 kg untuk kelompok I,II,III, dan IV. Perlakuan (A) adalah kerbau hanya diberi pakan jerami padi. Perlakuan (B) adalah kerbau diberi pakan jerami padi ditambah konsentrat dengan imbangan bahan kering (BK) 80:20. Perlakuan (C) sama dengan perlakuan (B), akan tetapi jerami padi diamoniasi menggunakan urea dan onggok. Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukan bahwa kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik dipengaruhi (P<0,05) oleh perlakuan. Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik kerbau yang diberi jerami padi amoniasi ditambah dengan konsentrat (C) tertinggi disusul berturut-turut kerbau yang diberi jerami padi ditambah konsentrat (B) dan jerami padi (P<0,01). Berdasarkan peubah respon yang diukur, dapat di ambil kesimpulan, bahwa peningkatan kualitas pakan kerbau dengan menggunakan jerami padi amoniasi dan konsentrat dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Kata kunci : jerami padi, amoniasi, kerbau, kecernaan ABSTRACT

The study was aimed to determine dry matter digestibility and organic matter digestibility through improved quality of buffalo feed. Materials used in this study were 12 buffaloes with the age range 2.5 to 3 year old with initial body weights of 250-300 kilograms. The experiment was conducted using experimental method, designed according to randomized block design (RBD) with 3 treatments and 4 groups. As the groups were the initial weight of buffalo 245-288 kg, 273-306 kg, 307-334 kg, and 278-332 kg for group I, II, III, and IV respectively. Treatment (A), buffalo was given only rice straw. Treatment (B), buffalo was fed rice straw plus concentrate with a proportion of 80:20 dry matter basis. Treatment (C) was the same as treatment (B), but the rice straw was ammoniated using urea and cassava cake. The variables measured were dry matter digestibility and organic matter digestibility. The data were analyzed using analysis of variance and proceeded with honestly significant difference test (HSD). The results showed that the dry matter digestibility and organic matter digestibility is affected (P<0.05) by the treatment. Dry matter digestibility and organik matter digestibility of buffaloes fed ammoniated rice straw mixed with concentrate were the highest (treatment C), followed successively by buffalo fed rice straw plus concentrate and only rice straw (P<0.01). Increasing of feed quality fed to buffalo can improve the dry matter and organic matter digestibility.

Page 2: ipi142866.pdf

Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773

769

Keyword : rice straw, ammoniated, buffalo, digestible PENDAHULUAN

Kerbau (Bubalus bubalis) termasuk salah satu ternak ruminansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan daerah lembab, khususnya didaerah belahan utara tropika. Populasi ternak kerbau yang ada di Indonesia saat ini 40 % berada di Pulau Jawa dengan kepemilikan hanya 1-2 ekor per keluarga petani (DITJENAK,2009). Salah satu faktor penyebab rendahnya populasi ternak kerbau di Indonesia yang mayoritas berjenis kerbau lumpur (Bubalus bubalis), disebabkan oleh minimnya lahan penggembalaan, keterbatasan bibit unggul, sumber pakan berkurang, rendahnya mutu pakan, menurunnya mutu genetik ternak kerbau akibat inbreeding dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi, salah satu penyebab rendahnya kinerja produksi dan reproduksi adalah kualitas pakan yang rendah, antara lain jerami padi.

Jerami padi merupakan hasil ikutan atau limbah pertanian terbesar di Indonesia dengan jumlah berkisar 20 juta ton per tahun. Produksi per hektar sawah padi bisa mencapai 12-15 ton setiap kali panen, tergantung lokasi dan varietas tanaman. Jerami padi mengandung protein kasar antara 2-6 % dan energi 40-48 % TDN dengan kandungan lignin dan silikat yang sangat tinggi (Sutrisno,1988). Nilai cerna yang rendah menyebabkan kecepatan aliran pakan pada saluran pecernaan juga rendah sehingga dapat membatasi konsumsi pakan ternak. Salah satu upaya untuk meningkatkan kandungan nutrien dan kecernaan jerami padi adalah dengan cara amoniasi menggunakan urea (CO(NH2)2). Amoniasi jerami padi menggunakan urea yang ditambah dengan karbohidrat fermentabel mampu meningkatkan kualitas maupun kecernaan nutrien pakan ternak sapi, namun penggunaannya untuk ternak kerbau belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian. METODE

Materi penelitian yang digunakan adalah 12 ekor ternak kerbau dara dengan kisaran umur 2,5-3 tahun dan bobot badan awal 200-250 kg. Bahan pakan yang digunakan yaitu jerami padi segar dan jerami padi amoniasi, bahan pakan konsentrat (pollard, jagung, bungkil kelapa, onggok, mineralmix dan garam). Peralatan yang digunakan untuk menunjang penelitian adalah kandang individu dengan ukuran 2x3 meter sebanyak 12 petak yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum, timbangan, keranjang, dan sorokan. Komposisi nutrien jerami padi, jerami padi amoniasi, dan konsentrat tertera pada Tabel 1.

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental secara in vivo, menggunakan metode koleksi total (Schneider and Flatt, 1975). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok berdasarkan bobot badan awal, sebagai ulangan : 1. Kerbau dengan bobot badan awal 245-288 kg 2. Kerbau dengan bobot badan awal 273-306 kg 3. Kerbau dengan bobot badan awal 307-334 kg 4. Kerbau dengan bobot badan awal 278-332 kg Perlakuan yang diuji adalah: a. A (kontrol), jerami padi b. B jerami padi ditambah konsentrat dengan imbangan bahan kering 80:20 c. C jerami padi amoniasi ditambah konsentrat dengan imbangan bahan kering 80:20

Total kebutuhan bahan kering semua perlakuan sama yaitu 3 % dari bobot hidup ternak kerbau. Proses pembuatan amoniasi jerami padi dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian Bata

Page 3: ipi142866.pdf

Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773

770

dan Rustomo (2010). Ransum percobaan untuk uji biologis (digestion and feeding trial) diberikan sesuai kebutuhan sapi bakalan berdasarkan rekomendasi NRC (2000) dengan pemberian bahan kering (BK) pada semua perlakuan 3 % dari bobot hidup kerbau. Peubah respon yanng diukur adalah KcBK dan KcBO menggunakan metode koleksi total. Tabel 1. Kandungan Nutrien jerami padi, jerami padi amoniasi, dan konsentrat.

Bahan Pakan Perlakuan

A B C

Jerami Padi % BK 100 80 0

Jerami Padi Amoniasi % BK 0 0 80

Konsentrat % BK 0 20 20

Kandungan Nutrien Ransum Dalam 100% BK Protein Kasar 5.41 7.09 15.16 Lemak Kasar 10.45 10.72 10.72 Serat Kasar 28.37 25.44 25.44 BETN 55.77 55.06 46.18 NDF 71.79 66.69 51.89 ADF 27.58 27.23 25.71 Abu 21.41 19.16 14.19

Keterangan : A,B,C : Ransum percobaan, BK : Bahan Kering, BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, NDF : Neutral Detergent Fiber, ADF : Acid Detergent Fiber

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila perlakuan menunjukan pengaruh

yang nyata, maka dilanjutkan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (Steel and Torrie, 1980). HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap KcBK akan tetapi, kelompok bobot badan kerbau tidak mempengaruhi KcBK. Rataan KcBK adalah 38,49 %, 52,05%, dan 64,03% berturut-turut untuk perlakuan A, B, dan C. Kerbau yang diberi perlakuan C menghasilkan KcBK lebih tinggi disusul berturut-turut kerbau yang diberi perlakuan B dan kerbau yang diberi perlakuan A (P<0,05).

Tingginya KcBK pada perlakuan C disebabkan karena aktivitas mikroorganisme lebih optimal dibanding dengan kerbau yang diberi pakan perlakuan A. Perlakuan A yang hanya menggunakan jerami padi non amoniasi memiliki kelemahan yaitu rendahnya kadar N dan KH fermentabel serta terdapat ikatan lignin dan silikat yang kuat, ketiga faktor inilah yang menyebabkan kecernaan pada perlakuan A lebih rendah dibanding perlakuan C. Untuk itu dilakukan proses amoniasi untuk mengatasi kekurangan dari jerami padi non amoniasi, sehingga kecernaan dapat meningkat. Penggunaan jerami padi amoniasi pada perlakuan C menyebabkan kecernaan perlakuan C lebih tinggi dibanding perlakuan A. Ikatan lignin dan silika pada jerami padi yang merupakan faktor pembatas penggunaan jerami padi sudah lebih renggang karena proses amoniasi, sehingga tingkat kecrnaan jerami padi amoniasi lebih tinggi dibanding jerami padi non amoniasi (Soepriandono dan Nazar, 2007)

Rataan KcBK pada perlakuan C lebih tinggi (P<0,01) dibanding perlakuan B. Penggunaan konsentrat pada perlakuan B dan C dimaksudkan agar populasi mikroorganisme rumen meningkat. Meningkatnya populasi mikroorganisme rumen akan meningkatkan KcBK (Hendraningsih,2008). Penggunaan konsentrat pada perlakuan B masih belum efektif dalam meningkatkan KcBK, karena pada perlakuan B menggunakan jerami non amoniasi masih terdapat ikatan lignoselulosa,

Page 4: ipi142866.pdf

Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773

771

sehingga komponen dinding sel pada perlakuan B masih sulit ditembus oleh mikroorganisme rumen.

Penggunaan konsentrat pada ransum perlakuan C meningkatkan aktifitas mikroba rumen, dimana dengan meningkatnya aktifitas mikroba rumen akan menyebabkan naiknya laju fermentasi dan dalam rumen (Caraka dan Siti,2008), sehingga KcBK meningkat. Apabila kandungan nutrien karbohidrat dalam pakan tinggi, maka populasi mikroba akan menjadi lebih efisien dalam hal memproduksi ATP dan sintesa mikroba.

Kecepatan degradasi antara karbohidrat dari pakan sumber energi dengan nitrogen dari jerami padi amoniasi juga berpengaruh terhadap nilai KcBK yang dihasilkan. Karbohidrat yang lebih fermentabel dan nitrogen yang mudah larut akan lebih mudah terdegradasi oleh mikroba rumen karena akan mempengaruhi populasi dari mikroba itu sendiri. Populasi mikroba rumen akan sangat tergantung dari suplai karbohidrat dan protein dalam pakan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cepat lambatnya kombinasi degradasi antara sumber karbohidrat dan protein dalam hal sinkronisasi degradasi adalah hal utama dalam peningkatan populasi mikroba (Herrera-Saldana et al., 1990).

Faktor lain yang memepengaruhi KcBK yaitu keseimbangan antara rantai karbon dan nitrogen akan meningkatkan sintesis protein mikroba rumen sehingga produksi mikroba rumen bertambah. Ranjhan (1977) menyatakan bahwa populasi mikroba dalam rumen merupakan faktor yang dapat mempengaruhi KcBK pakan. Populasi mikroba rumen yang tinggi didukung dengan lingkungan rumen yang optimal (suhu, pH dan anaerob) menyebabkan mikroba rumen lebih mampu mendegradasi BK dari bahan pakan dengan optimal, akan tetapi meskipun populasi mikroba cukup jika jumlah dan degradasi antara karbohidrat dan protein tidak sinkron maka kecernaan pakan juga rendah. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap KcBO akan tetapi, kelompok bobot badan kerbau tidak mempengaruhi KcBO. Rataan KcBO adalah 49,58 %, 78,38%, dan 85,97% berturut-turut untuk perlakuan A, B, dan C. Kerbau yang diberi perlakuan C menghasilkan KcBO lebih tinggi disusul berturut-turut kerbau yang diberi perlakuan B dan kerbau yang diberi perlakuan A (P<0,05).

Tingginya KcBO pada perlakuan C disebabkan karena aktivitas mikroorganisme lebih optimal dibanding dengan kerbau yang diberi pakan perlakuan A. Perlakuan A yang hanya menggunakan jerami padi non amoniasi memiliki kelemahan yaitu rendahnya kadar N dan KH fermentabel serta terdapat ikatan lignin yang kuat, ketiga faktor inilah yang menyebabkan kecernaan pada perlakuan A lebih rendah dibanding perlakuan C. Untuk itu dilakukan proses amoniasi untuk mengatasi kekurangan dari jerami padi non amoniasi, sehingga kecernaan dapat meningkat. Penggunaan jerami padi amoniasi pada perlakuan C menyebabkan kecernaan perlakuan C lebih tinggi dibanding perlakuan A. Ikatan lignin dan silika pada jerami padi yang merupakan faktor pembatas penggunaan jerami padi sudah lebih renggang karena proses amoniasi, sehingga tingkat kecernaan jerami padi amoniasi lebih tinggi dibanding jerami padi non amoniasi (Soepriandono dan Nazar,2007)

Rataan KcBO pada perlakuan C lebih tinggi (P<0,01) dibanding perlakuan B. Penggunaan konsentrat pada perlakuan B dan C dimaksudkan agar populasi mikroorganisme rumen meningkat. Meningkatnya populasi mikroorganisme rumen akan meningkatkan serat (Hendraningsih,2008). Penggunaan konsentrat pada perlakuan B masih belum efektif dalam meningkatkan KcBO, karena pada perlakuan B menggunakan jerami non amoniasi masih terdapat ikatan lignin dan silikat yang tinggi, sehingga komponen dinding sel pada perlakuan B masih sulit ditembus oleh mikroorganisme rumen

Page 5: ipi142866.pdf

Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773

772

KcBO pakan merupakan persentase dari protein, lemak, vitamin dan karbohidrat yang dicerna selama proses pencernaan. Komponen bahan organik dalam sel tumbuhan sebagian besar adalah karbohidrat yaitu sebesar 50-70% dari jumlah bahan kering (Tillman dkk, 1998). Tinggi rendahnya KcBO pakan dapat menggambarkan ketersediaan energi yang dapat dimanfaatkan untuk ternak.

KcBK erat kaitannya dengan KcBO karena sebagian besar bahan kering terdiri dari bahan organik, perbedaan keduanya terletak pada kadar abunya. Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Suwandyastuti (1991) yaitu, bahan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang sama memungkinkan KcBO mengikuti KcbK, namun mungkin saja terjadi perbedaan.

Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Maeng et al.,(1997) bahwa metabolisme mikroba di dalam rumen diatur oleh jumlah dan kecepatan degradasi protein dan karbohidrat yang sangat tergantung pada karakteristik fisik dan kimia dari pakan. Keadaan tersebut mungkin terjadi perlakuan pakan konsentrat sumber energi yang berasal dari onggok basah yang mempunyai tingkat keasaman (pH) lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain.

Kecepatan degradasi antara karbohidrat dari pakan sumber energi dengan nitrogen dari jerami padi amoniasi juga berpengaruh terhadap nilai KcBO yang dihasilkan. Karbohidrat yang lebih fermentabel dari nitrogen yang mudah larut akan lebih mudah didegradasi oleh mikroba rumen karena akan mempengaruhi populasi dari mikroba. Populasi mikroba rumen akan sangat tergantung dari suplai karbohidrat dan protein dalam pakan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cepat atau lambatnya kombinasi degradasi antara sumber kabohidrat dan protein dalam hal sinkronisasi degradasi adalah hal utama dalam peningkatan populasi mikroba (Herrera-Saldana et al., 1990). KESIMPULAN

Peningkatan kualitas pakan ternak kerbau dengan menggunakan jerami padi amoniasi dan konsentrat dapat meningkatkan kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO)

UCAPAN TERIMA KASIH

Rektor Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan proyek penelitian Riset Unggulan Kompetensi UNSOED (RUKU), penulis mengucapkan terima kasih DAFTAR PUSTAKA

Bata, M., B. Rustomo dan J. Sumarmono. 2010. Peningkatan Kinerja Produksi Sapi Lokal di Pedesaan Melalui Strategi Pemberian Pakan dan Total Mixed Ration Berbasis Limbah Pertanian dan Agroindustri. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.

Caraka, I. G. L. O dan N. W. Siti, 2008. Koefisien Cerna Bahan Kering dan Nutrien Ransum Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Hijaun dengan Suplementasi Konsentrat Mekanik. Majalah Ilmiah Peternakan. 11: 12-17

DITJENNAK, 2009. Buku Statistik Peternakan 2009. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

Hendraningsih, Lestari. 2008. Nilai Kecernaan Serat Kasar dan Produksi Gas Jerami Padi (Secara In Vitro) dengn Introduksi Bakteri Selulolitik. Scientific Journal UMM.

Herrera-Saldana, R., R. Gomez-Alarcon, M. Torabi, and J.T. Huber. 1990. Influence of synchronizing protein and starch degradation in the rumen on nutrient utilization and microbial protein synthesis. J. Dairy Sci. 73:142.

Page 6: ipi142866.pdf

Wigih Yodia Hariyadi dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 768-773

773

Maeng, W.J., H. Park and H.J. Kim. 1997. The Role of Carbohydrate Supplementation in Microbial Protein Synthesis in Rumen. In: Rumen Microbes and Digetive Physiology in Ruminants. Eds: by Onedere, R.H. itabashi, K. Ushida, H. Yano and Y. Sasaki. Japan Scientific Societes Press, Tokyo.

National Research Council (NRC). 2000. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th.ed. Natl. Acad. Press, Washington, DC.

Ranjhan, S. K. 1977. Animal Nutrition in Tropic. Vikas Publishing Hou. New York. Hal: 43-45, 213.

Schneider, B.H., and W.P. Flatt. 1975. The Evaluation of Feed Through Digestibility Experiments. Univesity of Georgia Press. Athens. P: 143-257

Soepranianondo, K., D. S. Nazar dan D. Handiyanto. 2007. Potensi Jerami Padi yang Diamoniasi dan Difermentasi Menggunakan Bakteri Selulolitik Terhadap Konsumsi Bahan Kering, Kenaikan Berat Badan dan Konversi Pakan Domba. Media Kedokteran Hewan. 23:202-205

Stell, R.G.D. and J.H Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics. Terjemahan oleh B. Sumantri. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal : 237-267.

Sutrisno, C.I., H.S.Sulistiono, D.B.Vitus dan Whitono. 1985. Daya cerna dan pertambahan bobot badan domba jantan yang mendapatkan ransum pucuk tebu. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Makanan Ternak, Bogor.

Suwandyastuti, SNO. 1991. Kecernaan Nutrien Rumput Lapangan pada Domba Jantan Fase Tumbuh. Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 21-22; 181; 195-202; 249-254.