ip 041113

18
PENGGUNAAN MUSUH ALAMI SEBAGAI KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA PADI BERBASIS EKOLOGI 1) Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jalan Raya No. 9 Sukamandi, Subang 41172 Telp. (0260) 520157, Faks. (0260) 520158 e-mail: [email protected] Diajukan: 6 September 2010; Disetujui: 9 Februari 2011 Pengembangan Inovasi Pertanian 4(1), 2011: 29-46 1) Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada tanggal 1 April 2009 di Bogor. ABSTRAK Upaya peningkatan produksi padi dihadapkan pada kendala dan masalah, antara lain serangan hama. Hama utama pada tanaman padi adalah penggerek batang dan wereng batang coklat. Pada tahun 2000- 2005, luas serangan penggerek batang padi rata-rata mencapai 85.000 ha/tahun, sedangkan wereng batang coklat 20.000 ha/tahun. Untuk mengendalikan hama tersebut, petani umumnya menggunakan insektisida secara berlebihan sehingga berdampak negatif terhadap bioekologi lahan sawah, oleh karena itu, dianjurkan teknik pengendalian secara terintegrasi dengan mengutamakan lingkungan sehat dan meningkatkan peran serangga berguna seperti musuh alami. Pengendalian menggunakan musuh alami atau secara hayati telah diketahui sejak sebelum tahun 1945 dengan menggunakan parasitoid larva Microbracon untuk mengendalikan penggerek batang. Mulai tahun 2000, protein Bacillus thuringiensis yang bersifat toksin ditransformasikan ke dalam tanaman padi untuk mendapatkan varietas yang tahan terhadap penggerek batang. Dasar pengendalian hayati secara ekologi yaitu membuat populasi hama serendah mungkin dan mengoptimalkan peran musuh alami. Musuh alami penggerek batang padi yaitu parasitoid Tetrastichus schoenobii , Telenomus beneficiens, dan Trichogramma japonicum, sedangkan pada wereng batang coklat yaitu predator laba-laba (Lycosa, Tetragnatha, Oxyopes, Callitrichia), Paederus fucipes, Ophionea sp., Cyrtorhinus lividipennis, Coccinella spp. dan Microvelia atrolineata, serta patogen serangga Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Mengingat peran musuh alami yang nyata maka keberadaannya perlu ditingkatkan melalui konservasi dan inundasi (diperbanyak lalu dilepas di lapangan). Pengendalian hayati merupakan komponen dari pengendalian hama terpadu (PHT). Pada tahun 2008, PHT menjadi salah satu komponen pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang kemudian diperluas menjadi sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT). Strategi pengendalian dilakukan dengan aplikasi insektisida berdasarkan ambang ekonomi dan penggunaan musuh alami seperti parasitoid dan patogen serangga. Untuk lebih memasyarakatkan penggunaan musuh alami dapat dilaksanakan dengan meningkatkan partisipasi petani/kelompok tani maupun melalui media publikasi. Pengendalian hayati perlu dilakukan secara berkelanjutan dan ditunjang dengan penyediaan agens hayati yang siap dipakai di lapangan. Kata kunci: Padi, pengendalian hayati, musuh alami, penggerek batang padi, wereng coklat, parasitoid, predator

Upload: anida-futri

Post on 03-Oct-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dgsgdsgdgg

TRANSCRIPT

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 29

    PENGGUNAAN MUSUH ALAMI SEBAGAIKOMPONEN PENGENDALIAN HAMA PADI

    BERBASIS EKOLOGI1)

    Arifin Kartohardjono

    Balai Besar Penelitian Tanaman PadiJalan Raya No. 9 Sukamandi, Subang 41172Telp. (0260) 520157, Faks. (0260) 520158

    e-mail: [email protected]

    Diajukan: 6 September 2010; Disetujui: 9 Februari 2011

    Pengembangan Inovasi Pertanian 4(1), 2011: 29-46

    1)Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada tanggal 1 April 2009 di Bogor.

    ABSTRAK

    Upaya peningkatan produksi padi dihadapkan pada kendala dan masalah, antara lain serangan hama.Hama utama pada tanaman padi adalah penggerek batang dan wereng batang coklat. Pada tahun 2000-2005, luas serangan penggerek batang padi rata-rata mencapai 85.000 ha/tahun, sedangkan werengbatang coklat 20.000 ha/tahun. Untuk mengendalikan hama tersebut, petani umumnya menggunakaninsektisida secara berlebihan sehingga berdampak negatif terhadap bioekologi lahan sawah, oleh karenaitu, dianjurkan teknik pengendalian secara terintegrasi dengan mengutamakan lingkungan sehat danmeningkatkan peran serangga berguna seperti musuh alami. Pengendalian menggunakan musuh alamiatau secara hayati telah diketahui sejak sebelum tahun 1945 dengan menggunakan parasitoid larvaMicrobracon untuk mengendalikan penggerek batang. Mulai tahun 2000, protein Bacillus thuringiensisyang bersifat toksin ditransformasikan ke dalam tanaman padi untuk mendapatkan varietas yang tahanterhadap penggerek batang. Dasar pengendalian hayati secara ekologi yaitu membuat populasi hamaserendah mungkin dan mengoptimalkan peran musuh alami. Musuh alami penggerek batang padi yaituparasitoid Tetrastichus schoenobii, Telenomus beneficiens, dan Trichogramma japonicum, sedangkanpada wereng batang coklat yaitu predator laba-laba (Lycosa, Tetragnatha, Oxyopes, Callitrichia), Paederusfucipes, Ophionea sp., Cyrtorhinus lividipennis, Coccinella spp. dan Microvelia atrolineata, serta patogenserangga Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Mengingat peran musuh alami yang nyatamaka keberadaannya perlu ditingkatkan melalui konservasi dan inundasi (diperbanyak lalu dilepas dilapangan). Pengendalian hayati merupakan komponen dari pengendalian hama terpadu (PHT). Padatahun 2008, PHT menjadi salah satu komponen pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang kemudiandiperluas menjadi sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT). Strategi pengendalian dilakukandengan aplikasi insektisida berdasarkan ambang ekonomi dan penggunaan musuh alami seperti parasitoiddan patogen serangga. Untuk lebih memasyarakatkan penggunaan musuh alami dapat dilaksanakan denganmeningkatkan partisipasi petani/kelompok tani maupun melalui media publikasi. Pengendalian hayatiperlu dilakukan secara berkelanjutan dan ditunjang dengan penyediaan agens hayati yang siap dipakai dilapangan.

    Kata kunci: Padi, pengendalian hayati, musuh alami, penggerek batang padi, wereng coklat, parasitoid,predator

  • 30 Arifin Kartohardjono

    PENDAHULUAN

    Hama merupakan salah satu kendala yangdihadapi petani padi dalam berproduksi.Pada tahun 1912, hama penggerek batangmerusak pertanaman padi seluas 38.318 hadi Jawa dengan kehilangan hasil 61.760 t(Dammerman 1915). Pada periode 1988-1991, luas pertanaman padi yang terseranghama penggerek batang mencapai 108.595ha dengan kerugian diperkirakan sekitarRp54,7 miliar (Natanegara dan Sawada1992). Pada periode 2000-2005, hama inimerusak pertanaman padi rata-rata 85.000

    ABSTRACT

    Usage of Natural Enemies as a Component of Rice Insect Control on Ecological Bases

    Increasing rice production faces constraints and problems, among other insect pests. Major insect pestscausing significant yield loss are rice stem borer and brown planthopper. In the period of 2000-2005, theaverage infestation of rice stem borer was 85,000 ha/year, while brown planthopper in average was20,000 ha/year. To control these insect pests, farmers commonly use insecticide irrationally which causesnegative impacts to the bio-ecology of rice field. Therefore, control of the pests was suggested to beconducted integratedly for creating healthy rice field environment and giving opportunity to beneficialinsects like natural enemies to control the insect pests. Control by using natural enemies is known asbiological control. This method has been known since before 1945 by using parasitoid Microbracon tocontrol rice stem borer. Until 2000 up to now, Bacillus thuringiensis protein was transferred to the riceplants to get rice variety resistant to stem borer. Ecological-based biological control is intended tomanage insect pest population as low as possible and to seek for the role of natural enemies as maximumas possible. Natural enemies of rice stem borer are parasitoids Tetrastichus schoenobii, Telenomusbeneficiens and Trichogramma japonicum, while for brown planthopper are predators like spiders(Lycosa, Tetragnatha, Oxyopes, Callitrichia), Paederus fucipes, Ophionea sp., Cyrtorhinus lividipennis,Coccinella spp. and Microvelia atrolineata, and for insect pathogens are Beauveria bassiana andMetarhizium anisopliae. Considering the significant role of these natural enemies, increasing theirexistence and role has been conducted by conservation and inundation (multiplying and releasing to thefield). Biological control is a component of insect pest management (IPM). In 2008, IPM has been acomponent of integrated crop management (ICM) which extended to field school of ICM. Strategy tocontrol stem borer and brown planthopper is conducted by insecticide application based on economicthreshold and use of natural enemies like parasitoid and insect pathogen. Socialization on using naturalenemies was also needed by increasing farmers or farmers group participation and using mass media.Biological control need to be applied as a sustainable action and supported by provision of ready to usebiological agents.

    Keywords: Rice, biological control, natural enemies, rice stem borer, brown planthopper, parasi-toid, predator

    ha/tahun (Direktorat Bina PerlindunganTanaman Pangan 2006).

    Pada tahun 1960-1970 terjadi ledakanhama wereng batang coklat di Jawa Baratdan Jawa Tengah, yang merusak perta-naman padi seluas 52.000 ha (Soehardjan1973). Pada tahun 1976-1977, luas perta-naman padi yang diserang wereng batangcoklat mencapai 1,5 juta ha dengan kehi-langan hasil lebih dari 2,3 juta t (Oka1995). Pada periode 2000-2005, luaspertanaman padi yang dirusak hama inirata-rata mencapai 20.000 ha/tahun(Direktorat Bina Perlindungan Tanaman

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 31

    Debach (1973) mengingatkan bahwapenggunaan pestisida secara berlebihanakan mengakibatkan terjadinya biologicalexplosion dan terganggunya keseim-bangan alami dengan berbagai konse-kuensi negatif lainnya. Oleh karena itu,pengendalian hama dianjurkan secaraterintegrasi dengan mengutamakan ling-kungan sehat sehingga insektisida hanyaberperan sebagai salah satu komponenpengendalian. Cara ini akan memberikesempatan kepada serangga berguna,seperti musuh alami, untuk lebih berperandalam mengendalikan hama. Pada saatkondisi lingkungan ekologi seimbang,serangan wereng batang coklat rendahkarena musuh alami berperan secaraoptimal (Kartohardjono 1988).

    Konsep pengendalian hama berda-sarkan prinsip pengelolaan lingkunganekologis tersebut mendorong penggunaanmusuh alami sebagai komponen utamadalam budi daya tanaman. Penggunaanpestisida diposisikan sebagai pelengkapkomponen pengendali lainnya.

    DINAMIKA PERKEMBANGANPENGENDALIAN HAMA

    SECARA HAYATI

    Pengendalian hama secara hayati padapertanaman padi dengan menggunakanmusuh alami berupa parasitoid, predator,dan patogen dikelompokkan dalam bebe-rapa periode sebagai berikut.

    Pra-Republik Sampai Tahun 1945

    Pengendalian hama secara hayati telahdilakukan sejak 1925 dengan mengamatitingkat parasitasi musuh alami kelompoktelur penggerek batang padi (van der Goot

    Pangan 2006). Kerusakan tanaman padiakibat hama seakan telah menjadi bagianintegral dari sistem produksi padi.

    Pengendalian hama-hama tersebutdilakukan secara indiskriminatif melaluistrategi kuratif menggunakan insektisidasecara liberal. Penggunaan insektisidamulai dianjurkan terutama sejak awal 1970melalui program Bimas dalam upayamencapai swasembada beras. Pada tahun1970, pestisida yang digunakan untukpengendalian hama dan penyakit mencapai1.000 t dan pada tahun 1986 meningkatmenjadi 18.000 t (Untung 1996).

    Aplikasi insektisida efektif mengen-dalikan hama secara parsial, tetapi secarabersamaan juga membunuh predator-parasitoid yang sebenarnya berpotensisebagai pengendali hama secara hayati.Perbaikan terhadap blanket pesticideapplication pada tahun 1970-1986 dila-kukan dengan aplikasi insektisida secaraberjadwal dengan sistem kalender tanpamemerhatikan populasi hama di lapangan.Namun, strategi tersebut menyebabkanketergantungan petani terhadap penggu-naan pestisida semakin tinggi.

    Dampak langsung penggunaan pesti-sida terhadap bioekologi lahan sawahadalah: (1) hama sasaran menjadi resistendan berkembang karena adanya efekresurjensi; (2) musuh alami terbunuhsehingga laju pertumbuhan populasihama meningkat; (3) timbulnya strain/biotipe baru yang lebih kuat akibat selek-si penggunaan insektisida; dan (4) biotapenyusun habitat ekologi yang bukansasaran terbunuh sehingga mengurangikeanekaragaman hayati. Selain berdampaknegatif terhadap bioekologi, penggunaanpestisida secara liberal juga mencemarilingkungan dan biota air, menimbulkanresidu pada hasil panen, merusak ling-kungan, dan menyebabkan keracunan.

  • 32 Arifin Kartohardjono

    1925). Pada tahun 1930 didatangkan para-sitoid larva Microbracon (Hymenoptera:Braconidae) dari China dan dilepas di JawaBarat dan Jawa Tengah untuk mengen-dalikan hama penggerek batang padi (vander Goot 1948). Untuk memasukkan agenshayati harus ada izin dan dilakukan pe-ngujian terbatas. Agens hayati yang ber-manfaat, indikasinya bagus dan aman bagilingkungan, akan direkomendasikan untukmemperoleh izin untuk dikomersialkan.

    Pra-Revolusi Hijau, 1945-1970

    Pada periode ini yaitu pada tahun 1951telah diamati pengaruh pestisida DDT,toksafen, dan paration terhadap parasitoidtelur penggerek batang padi, Telenomusbeneficiens, Tetrastichus schoenobii, danTrichogramma japonicum (van der Laan1951). Pada tahun 1950-an, sebelumpestisida digunakan, terdapat 1.060 jenismusuh alami berbagai jenis serangga hamapertanian dan kehutanan. Setelah insek-tisida digunakan untuk mengendalikanhama, dalam 30 tahun kemudian kebera-daan musuh alami berkurang menjadihanya 300 jenis (Mangoendihardjo 2003).

    Revolusi Hijau HinggaSwasembada Pangan,1970-1985

    Pada periode 1972-1978, tingkat parasita-si musuh alami terhadap kelompok telurpenggerek batang padi pada musim kema-rau lebih tinggi daripada di musim hujan(Soehardjan dan Soegiarto 1979). Padatahun 1974, dilakukan penelitian pengaruhinsektisida terhadap parasitoid penggerekpadi (Kilin et al. 1974). Pada periode 1976-1977, terjadi serangan berat hama werengbatang coklat di beberapa sentra produksi

    padi. Musuh alami yang digunakan saatitu adalah Cyrtorhinus lividipennis,Coccinella, dan laba-laba (Wirjosuhardjoet al. 1977). Berbagai cara dilakukan untukmengatasinya, tetapi yang dominan adalahmenggunakan insektisida sehingga ber-dampak negatif terhadap kelangsunganhidup musuh alami. Pada tahun 1981, pre-dator dan parasitoid di Indonesia hanyatinggal 230 jenis (Sosromarsono danUntung 2001).

    Pra-Reformasi, 1985-2000

    Penggunaan insektisida pada periode1985-2000 sangat berlebihan dan menim-bulkan berbagai dampak negatif. Olehkarena itu, pada tahun 1986 Pemerintahmengeluarkan Inpres No. 3 tentang Pe-ningkatan Pengendalian Hama WerengCoklat pada Tanaman Padi. SubstansiInpres tersebut antara lain adalah pela-rangan penggunaan 57 jenis insektisidakarena telah menimbulkan resurgensi,resistensi, dan dampak lain yang meru-gikan petani padi. Sejak itu, upaya peman-faatan musuh alami untuk pengendalianhama secara hayati makin meningkat.

    Pengendalian hama secara hayatimerupakan komponen utama dalam kon-sep pengendalian hama secara terpadu(PHT). Pengamatan menunjukkan adanyahubungan yang seiring antara populasiwereng batang coklat dan populasi pre-dator. Jika populasi wereng batang coklatmeningkat maka populasi predator akanmakin tinggi (Kartohardjono 1988).

    Pada tahun 1990, saat terjadi seranganpenggerek batang padi putih yang cukupberat pada pertanaman padi di jalur pan-tai utara Jawa Barat, dilakukan upayapenanggulangan dengan tanam serentak,penggunaan varietas tahan, konservasi

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 33

    musuh alami, dan aplikasi insektisida jikadiperlukan (Wigenasentana 1990). Dalamkaitan itu dilakukan perbanyakan para-sitoid T. schoenobii di laboratorium,kemudian dilepaskan di lapangan untukmengendalikan penggerek batang padi(Laba et al. 1997; Kartohardjono et al.1998). Upaya pengendalian hama secarahayati pada tanaman padi dan palawijasampai tahun 1992 baru pada tingkatinventarisasi dan konservasi (PEI 1992).

    Era Reformasi, 2000 SampaiSekarang

    Penelitian pengendalian hama secarahayati dilakukan sejak tahun 2000 hinggakini. Pada tahun 2003 bakteri Bacillusthuringiensis yang diketahui dapatmenghasilkan protein yang bersifat toksindan efektif terhadap larva Lepidoptera,ditransformasikan dengan penembakanpartikel pada varietas padi untuk memper-oleh varietas tahan penggerek batang(Soetrisno et al. 2003). Penelitian jugadilakukan terhadap DNA kepik Cyrto-rhinus untuk mendapatkan jenis kepik yangberpotensi memangsa wereng coklat (Hida-yat et al. 2008). Kepik dipilih yang bugar,ditunjukkan oleh nilai fluktuasi asimetri(FA) yang paling rendah pada tanamanpadi varietas Ciherang (Ratna et al. 2008).

    EKOLOGI SEBAGAI DASARPENGENDALIAN HAMA

    SECARA HAYATI

    Pengendalian hama secara ekologi meru-pakan strategi untuk membuat populasihama serendah mungkin dengan menggu-nakan pendekatan hubungan antara se-rangga dan segala aspek lingkungannya

    (Altieri et al. 2005). Hubungan tersebutmeliputi interaksinya dengan komponenabiotik dan biotik. Komponen abiotikmeliputi tempat hidup/tinggal dan cuaca/iklim, sedangkan komponen biotik yaitutanaman dan serangga hama besertamusuh alami dan kompetitor lainnya(Altieri et al. 2005). Strategi pendekatanini meminimalkan risiko yang merugikandengan melakukan pengelolaan segalakomponen pada lingkungan tersebut.

    Keragaman Ekologi danHama Utama Padi

    Keadaan lingkungan pertanaman paditerdiri atas lahan, air, tanaman, dan orga-nisme lainnya (LATO). Untuk mening-katkan produksi padi diupayakan denganmemperluas areal tanam, mengintensifkanpenggunaan lahan pertanian, dan inten-sifikasi penerapan teknologi maju secaraselektif (Manwan 1977).

    Perluasan areal pertanaman padi dila-kukan pada lahan sawah irigasi, lahankering (padi gogo), dan lahan rawa lebak/pasang surut. Areal pertanaman yang luasmemungkinkan organisme, termasuk se-rangga hama dan musuh alaminya ber-kembang dengan baik. Intensitas keru-sakan dan komposisi hama di lahan pasangsurut cukup kompleks. Penanaman paditiga kali setahun (IP 300) di Cianjurmeningkatkan populasi wereng batangcoklat sehingga perlu dikendalikandengan insektisida (Baehaki et al. 1999).

    Multifungsi Ekologi

    Penerapan teknologi maju secara intensifakan memengaruhi keadaan lingkunganpertanaman dan organisme di sekitarnya.

  • 34 Arifin Kartohardjono

    Pada awal program intensifikasi padi diIndonesia dianjurkan penanaman varietasberdaya hasil tinggi seperti IR26, IR28,IR30, dan IR34 pada areal yang luas.Adanya tanaman dengan sifat-sifat yangseragam pada hamparan yang luas me-mungkinkan tersedianya makanan bagiwereng batang coklat sesuai dengan faseperkembangannya. Akibatnya, dalam limamusim tanam, varietas unggul tersebutterserang oleh wereng batang coklat (Oka1995). Pemupukan akan memengaruhipertumbuhan tanaman menjadi lebih baikdan menciptakan kondisi lingkunganmikro yang baik bagi pertumbuhan larvapenggerek batang padi kuning dan werengbatang coklat (Soejitno 1982).

    Penanaman padi dengan tabur benihlangsung (tabela) atau tanam pindah(tapin) berpengaruh terhadap seranganpenggerek batang padi. Serangan peng-gerek batang padi pada cara tabela lebihtinggi dibanding cara tapin (Suharto danWityanara 1999). Demikian pula dengantanam padi pada golongan irigasi ber-pengaruh terhadap serangan hama. Per-tanaman pada pengairan golongan III(tanam lebih lambat) berpeluang mendapatserangan penggerek batang padi yanglebih besar dibanding dengan tanamanpada golongan pengairan I atau tanamlebih awal (Baehaki 1999).

    Pengendalian secara HayatiBerbasis Ekologi

    Pengendalian secara hayati merupakanbagian dari pengendalian alami, yaitupengelolaan lingkungan untuk membuatpopulasi hama serendah mungkin. Upayapengelolaan lingkungan sebagian menye-rupai pengendalian secara budi daya. Padapertanaman padi dengan cara tanam pin-

    dah, populasi wereng batang coklat lebihrendah dibandingkan dengan tabur benihlangsung (Suharto dan Wityanara 1999).

    Di lahan pasang surut, gulma puruntikus (Eleocharis dulcis) dapat diman-faatkan sebagai tanaman perangkap bagipenggerek batang padi putih untuk mele-takkan telurnya. Kelompok-kelompok telurtersebut terparasit oleh parasitoid Tele-nomus, Trichogramma, dan Tetrastichusantara 7,5-38% (Asikin et al. 2001). Lahanpinggiran ekosistem persawahan sepertipematang sawah, tepian saluran irigasi,semak, dan tunggul dihuni oleh komunitasmusuh alami (predator dan parasitoid) danserangga pengurai yang kompleks (Her-linda et al. 2001). Cara panen denganmemotong jerami sampai 10 cm di atastanah dapat mengurangi larva penggerekbatang padi putih dan penggerek batangpadi kuning sampai 98% karena larva ter-sebut tinggal dalam batang sampai keting-gian 100 cm (Manwan 1977).

    Komponen Pengendalian Hayati

    Menekan populasi hama agar tidak menim-bulkan kerusakan dapat dilakukan denganmengelola komponen biotik dan ling-kungannya. Beberapa komponen biotikyang dapat mengurangi populasi hamaadalah varietas padi tahan hama danmusuh alami hama tersebut.

    Pada persawahan yang ditanami padivarietas tahan hama, indeks keragamaninang, parasitoid dan predator tinggi,berbeda dengan varietas rentan yangrendah (Kartohardjono 1982). Selain itu,pada varietas tahan, periode stadium nimfawereng batang coklat lebih panjang sertaindeks pertumbuhan dan nimfa yangmenjadi dewasa lebih kecil daripada vari-etas rentan (Bahagiawati et al.1987). Jenis

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 35

    musuh alami yang dapat mengurangipopulasi hama adalah parasitoid, predator,patogen (jamur, bakteri, virus, rekitzia),nematoda, dan jasad renik lainnya (Debach1973).

    Pengendalian hama secara hayati de-ngan menggunakan musuh alami memilikibeberapa keuntungan, yaitu mencegahpencemaran lingkungan oleh bahan kimiadari insektisida serta bersifat permanen,efisien, berkelanjutan, tidak mengganggudan merusak keragaman hayati, dan kom-patibel dengan cara pengendalian lainnya(Wood 1971; Debach 1973).

    MUSUH ALAMI SEBAGAIKOMPONEN PENGENDALIAN

    HAMA SECARA HAYATI

    Peran dan Jenis Musuh Alami

    Salah satu jenis musuh alami hama utamatanaman padi adalah parasitoid. Parasitoidadalah serangga yang ukuran tubuhnyalebih kecil dibanding serangga inangnya.Parasitoid menyerang inang pada saatstadium larva, sedangkan setelah menjadiimago, parasitoid hidup bebas di alam.

    Jenis parasitoid dapat dibedakan me-nurut cara parasitasinya. Parasitoid yangmenyerang bagian luar serangga disebutektoparasitoid, dan jika menyerang bagiandalam serangga disebut endoparasitoid.Parasitoid yang hanya terdapat satu ekordalam serangga inang disebut parasitoidsoliter dan jika ditemui lebih dari seekorpada serangga inang disebut parasitoidgregarius. Jika lebih dari satu jenis para-sitoid yang menyerang satu seranggainang disebut multiple parasitism atauparasitasi ganda. Super parasitisme yaituterdapat lebih dari satu parasitoid yangdapat tumbuh dan berkembang hingga

    menjadi dewasa pada lingkungan satu jenisinangnya.

    Pada areal pertanaman padi terdapatbeberapa jenis parasitoid telur dan larvapenggerek batang padi. Di antara jenisparasitoid tersebut terdapat tiga parasitoidtelur, yaitu Tetrastichus schoenobii,Telenomus beneficiens, dan Tricho-gramma japonicum. Parasitoid yang lebihberperan adalah T. schoenobii. Ketiga jenisparasitoid tersebut memarasit kelompoktelur penggerek batang padi kuning danpenggerek batang padi putih, baik padapertanaman padi di dataran rendah maupundi dataran tinggi. Parasitoid ini menyebardi pantai utara Jawa Barat (Karawang, Su-bang, Indramayu), Bogor, Cianjur, Sleman,Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan (Agusdan Melina 1999; Kartohardjono et al.2001).

    Parasitoid T. schoenobii bersifat grega-rius, endo- dan ektoparasitoid. ParasitoidTelenomus bersifat superparasitisme ka-rena memarasit telur inang bersama denganparasitoid Trichogramma. Seekor larva T.schoenobii memangsa 3-4 telur inang(Kartohardjono 1992).

    Pada areal pertanaman padi juga dite-mukan beberapa musuh alami werengbatang coklat, antara lain parasitoidAnagrus sp. dan Oligosita sp. Kemampuanparasitasi Anagrus sp. terhadap werengbatang coklat lebih tinggi pada saat ta-naman padi berumur 5 minggu setelahtanam (MST) dibanding 3 dan 7 MST.Anagrus sp. lebih memilih inang werengbatang coklat daripada wereng punggungputih dan wereng hijau (Atmadja danKartohardjono 1990). Kerapatan Oligositadipengaruhi oleh populasi kelompok telurwereng batang coklat, tetapi tidak demikiandengan Anagrus. Namun, penyebarankedua parasitoid ini bersifat mengelompok(Atmaja dan Kartohardjono 1996).

  • 36 Arifin Kartohardjono

    Predator memiliki ukuran tubuh yanglebih besar dari serangga inangnya. Pre-dator bersifat monofagus atau oligofagusjika hanya memangsa satu atau dua jenisinang, tetapi lebih banyak bersifat poli-fagus, yaitu memangsa berbagai jenisinang. Predator yang bersifat polifag tidakseefektif predator monofag (Santoso danBaehaki 2005).

    Musuh alami wereng batang coklatyang berupa predator yaitu laba-laba(Lycosa sp., Tetragnatha spp., Oxyopessp., Callitrichia sp.), Paederus fucipes,Cyrtorhinus lividipennis, Coccinella spp.,Ophionea sp., dan Microvelia atroli-neata. Penelitian menunjukkan, kemam-puan predator tersebut memangsa serang-ga dewasa wereng batang coklat berkisarantara 1-5 ekor (Kartohardjono 1988;Kartohardjono et al. 1988; Kartohardjonodan Atmaja 1989). Cyrtorhinus akan me-mangsa inang alternatifnya, yaitu werengInazuma dorsalis jika inang utama tidakada di pertanaman padi (Kartohardjono1990). Cyrtorhinus memangsa lebihbanyak nimfa instar pertama daripadainstar keempat (Kartohardjono danHeinrichs 1983). Predator Paederus lebihmenyukai inang dengan urutan werengbatang coklat, wereng punggung putih,wereng zigzag, dan wereng hijau (Karto-hardjono 1992). Paederus memangsa ber-bagai stadia wereng, kecuali stadia telur(Kartohardjono dan Soejitno 1987). Bebe-rapa predator juga ditemui pada penggerekbatang padi, tetapi perannya kurang nyata.

    Patogen serangga adalah jenis jasadrenik (jamur, bakteri, dan virus) yangmenginfeksi serangga inang sehinggamenyebabkan kematian inangnya. Jamuryang menginfeksi serangga disebut jamurentomopatogenik, yaitu menginfeksi inangmelalui kulit atau masuk ke dalam alatpencernaan melalui makanan. Inang yang

    terjangkiti berubah warna menjadi merahmuda atau kemerahan. Serangga yang ter-infeksi bakteri menjadi sakit, tidak maumakan, lemah, dan tidak aktif. Larva yangtertular virus juga menjadi lemah, warna-nya pucat dan mengering, kemudian larvamenuju pucuk tanaman dan akan matimenggantung. Jamur patogen serangga,Beauveria bassiana dan Metarhiziumanisopliae dapat menekan populasiwereng batang coklat masing-masing 40%dan 23% (Baehaki et al. 2003; Karto-hardjono dan Baehaki 2005).

    Mengingat peran dan manfaat para-sitoid, predator, dan patogen seranggayang sangat nyata maka keberadaannyaperlu dipertahankan dengan merenca-nakan pola tanam dan waktu tanam yangtepat, menggunakan varietas yang sesuai,dan cara budi daya (cara tanam, pemu-pukan, pengairan, dan penyiangan) ber-dasarkan anjuran sehingga memungkinkanmusuh alami mengendalikan inangnya.Penggunaan pestisida (insektisida, fungi-sida, dan herbisida) agar dilakukan secaraselektif, bijaksana, dan seminim mungkinagar tidak mengontaminasi musuh alami.

    Untuk mengembangkan musuh alamidapat dilakukan dengan membiakkannyasecara massal kemudian dilepas di daerahendemis serangan hama tersebut. Untukpatogen serangga, pengembangannya di-lakukan dengan mengaplikasikan patogensiap pakai saat populasi inang sedangtinggi. Beberapa cara meningkatkan man-faat musuh alami adalah secara inundasi-augmentasi dan konservasi.

    Inundasi adalah memperbanyak agenshayati kemudian melepaskannya dalamjumlah banyak di lapangan untuk mengen-dalikan hama. Cara ini telah diterapkanpada parasitoid Trichogramma yangdibiakkan di laboratorium pada telurCorcyra. Hasil perbanyakan kemudian

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 37

    dilepas di lapangan untuk mengendalikanpenggerek batang padi (Agus dan Melina1999; Susetyohari et al. 2003).

    Konservasi agens hayati dilakukandengan cara melestarikan keberadaan danmemberdayakan peran musuh alami padapertanaman padi. Pada cara ini, predatorCyrtorhinus akan memangsa inang yangberada pada gulma Cynodon dactylon,Leersia hexandra, Paspalum vaginalis,Digitaria sp., dan Echinocloa gruscallijika wereng batang coklat tidak ada dipertanaman padi. Gulma-gulma tersebutjuga menjadi tempat berkembang biakCyrtorhinus (Kartohardjono 1990). Untukparasitoid Anagrus sp., gulma yangmenjadi habitatnya adalah Panicumrepens, Paspalum paspoledes, Leersiahexandra, Digitaria sp., dan Drymoriavillosa (Atmadja dan Kartohardjono 1990).Keberadaan predator dan parasitoid padavegetasi rerumputan berperan penting darisegi ekologi, terutama dalam pengendalianhama secara hayati.

    Pengendalian secara HayatiRamah Lingkungan

    Pengendalian hama secara hayati denganmenggunakan musuh alami dilakukandengan memanfaatkan sifat-sifat musuhalami tersebut. Parasitoid telur penggerekbatang padi, T. schoenobii yang berasaldari inang kelompok telur penggerekbatang padi kuning memiliki sifat biologisama dengan yang berasal dari inangkelompok telur penggerek batang padiputih (Kartohardjono 1995). Demikian pulaT. beneficiens yang memarasit kelompoktelur penggerek batang padi juga mema-rasit kelompok telur penggerek pucuk tebu.Jenis-jenis parasitoid tersebut efisien di-gunakan karena jika inang utama tidak

    tersedia, parasitoid dapat hidup dan ber-tahan pada inang alternatifnya (Karto-hardjono et al. 1999). Untuk meningkatkankerapatan dan peran predator werengbatang coklat, Cyrtorhinus, Ophionea,laba-laba, dan Coccinella dapat dilaku-kan dengan mengaplikasikan ekstrakinangnya (wereng) pada pertanaman padi(Kartohardjono dan Marzuki 1997). Agarefisien, penggunaan predator Cyrtorhinusuntuk memangsa wereng batang coklatdipilih yang bugar, terindikasi dari nilaifluktuasi asimetrinya (Ratna et al. 2008).

    Cara pengendalian hayati dapat mengu-rangi pencemaran akibat penggunaaninsektisida. Selain itu, pengaturan polatanam juga dapat menyelamatkan danmelestarikan musuh alami dari ancamaninsektisida yang diaplikasikan (Sosro-marsono dan Untung 2001). Penggunaaninsektisida secara bijaksana adalah memi-nimalkan penggunaannya atau menggu-nakan insektisida secara selektif pada saatdiperlukan. Pengamatan di lapanganmenunjukkan bahwa insektisida bupro-fezin dan BPMC efektif mengendalikanwereng batang coklat tanpa mengancamkehidupan predatornya, yaitu laba-laba,Lycosa, Cyrtorhinus, dan Coccinella(Kartohardjono dan Panuju 1989).

    Pengendalian secara Hayatisebagai Komponen PHT

    PHT adalah suatu sistem pengelolaanpopulasi hama dengan menggunakansemua teknik yang sesuai dan kompatibeluntuk mengurangi populasi hama danmempertahankannya di bawah tingkatkerusakan ekonomis (Watson et al. 1975).Untuk melaksanakan PHT perlu diketahuielemen-elemennya, yaitu pengendalianalami, sifat bioekologi serangga, penga-

  • 38 Arifin Kartohardjono

    matan berkala, dan penurunan hasil(Untung 1996). Pengetahuan tentang sifatbioekologi musuh alami penting artinyadalam pemanfaatan jenis serangga yangdigunakan.

    Ada tiga jenis parasitoid penggerekbatang padi, yaitu T. schoenobii, T. bene-ficiens, dan T. japonicum. Sifat bioekologiketiganya adalah laju pertumbuhan in-trinsik (r) setiap individu parasitoid Te-trastichus, Telenomus, dan Trichogrammaberturut-turut 0,30; 0,41; dan 0,40 kali,sedangkan laju reproduksi bersihnya (Ro)masing-masing 42,5; 28,7; dan 19,7 kali.Masa regenerasi (T) parasitoid Tetras-tichus, Telenomus, dan Trichogrammaberturut-turut adalah 12,5; 8,11; dan 7,42hari, yang berarti dalam satu generasi,parasitoid Tetrastichus lebih banyak yanghidup dan jumlah keturunannya juga lebihbanyak, serta masa siklus generasinyalebih lambat dibanding Telenomus danTrichogramma (Laba et al. 1997). Dalammenurunkan populasi penggerek batangpadi, parasitoid Tetrastichus lebih efektifdibanding Telenomus dan Trichogramma.Namun, T. japonicum lebih sering ditemuidi lapangan, meskipun parasitasinya tidaksebesar kedua parasitoid lainnya (Karto-hardjono et al. 1995).

    Hubungan antara komponen PHT vari-etas tahan dan pemangsaan predator ber-sifat saling menunjang. Pada pengendalianmenggunakan varietas tahan wereng ba-tang coklat, tingkat pemangsaan predator(laba-laba, Lycosa, dan Callitrichia) lebihtinggi dibanding pada varietas rentan(Kartohardjono dan Heinrichs 1983).

    Pengendalian hayati merupakan salahsatu komponen PHT. Sampai tahun 1997,PHT telah dilaksanakan di 12 provinsi diIndonesia (Sastrosiswojo dan Oka 1997).PHT juga merupakan salah satu teknologianjuran pada pengelolaan tanaman ter-

    padu (PTT). Di antara 10 anjuran teknologiPTT, jika pada pertanaman padi saatpemantauan ditemukan populasi werengbatang coklat di bawah ambang dianjurkandiaplikasi jamur entomopatogenik (Metar-hizium atau Beauveria). PTT telah dilak-sanakan di 18 provinsi dan telah diper-luas menjadi sekolah lapang PTT untukmeningkatkan produksi beras nasionalmelalui program Peningkatan ProduksiBeras Nasional (P2BN) (DepartemenPertanian 2008).

    STRATEGI PENGEMBANGANPENGENDALIAN HAMA SECARA

    HAYATI

    Pengelolaan Ekosistem

    Pada ekosistem sawah di Pemalang, JawaTengah, dengan pola tanam padipadipadi tanpa perlakuan insektisida ditemui16 jenis hama, 29 jenis musuh alami, dan11 jenis serangga lain. Pada persawahandi Ciranjang, Jawa Barat, ditemukan 46 jenislaba-laba predator (Arifin et al. 1997;Sosromarsono dan Untung 2001). Diantara musuh alami tersebut, T. schoenobiimampu memarasit kelompok telur peng-gerek batang padi hingga 80% (Karto-hardjono 1992). Penggunaan varietastahan yang dikombinasikan dengan pre-dator nyata mengurangi populasi werengbatang coklat dibanding hanya meng-gunakan varietas tahan atau predator(Kartohardjono dan Heinrichs 1983). Hasilpenelitian menunjukkan, Cyrtorhinusmeningkat kemampuannya memangsawereng batang coklat pada varietas tahan(Kartohardjono dan Heinrichs 1984).

    Agar tidak mencemari lingkungan,insektisida diaplikasikan pada saat danwaktu yang tepat, yaitu jika telah terjadi

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 39

    ambang kerusakan atau ambang kendali.Untuk penggerek batang padi pada faseanakan maksimum, jika ditemukan rata-rata lebih dari satu kelompok telur tiap rum-pun tanaman atau intensitas seranganrata-rata 15% disarankan dilakukan pe-ngendalian dengan insektisida (Soehar-djan 1976). Untuk wereng batang coklat,jika ditemukan musuh alami dan werengpunggung putih, ambang kendalinyaadalah lebih dari 5 ekor per rumpun padatanaman padi berumur kurang dari 40 harisetelah tanam (HST) dan lebih dari 20 ekorper rumpun pada tanaman berumur lebihdari 40 HST dikendalikan dengan in-sektisida (Baehaki et al. 1999). Insektisidayang digunakan adalah yang bersifatselektif, efektif, dan diizinkan pengguna-annya.

    Pemanfaatan Musuh Alami

    Pengendalian secara hayati dapat dibe-dakan menjadi dua, yaitu (1) pemanfaatanmusuh alami tanpa campur tangan manusia,dan (2) pemanfaatan musuh alami secaraterapan dengan campur tangan manusia(Sosromarsono dan Untung 2001). Jenisagens pengendali hayati juga digolongkanmenjadi dua, yaitu (1) musuh alami yangmampu menyebar sendiri dan (2) insek-tisida hayati (Mangoendihardjo 2003).

    Dalam pengendalian hayati terapan,musuh alami dari suatu wilayah diper-banyak kemudian disebarkan di wilayah itusendiri (in-situ). Jenis musuh alami yangtelah dicobakan yaitu parasitoid Tricho-gramma sp. untuk mengendalikan peng-gerek batang padi. Kegiatan tersebutdilaksanakan di Jawa Timur denganmelepas 100 pias atau sekitar 250.000 ekorparasitoid/ha di Kabupaten Probolinggo,Pasuruan, Lumajang, dan Mojokerto. Di

    Jawa Barat, pelepasan dilakukan di Kabu-paten Subang pada areal 348 ha, di Suma-tera Barat di Pematang dan Kerasaan sertadi Sulawesi Selatan. Hasilnya menun-jukkan bahwa pelepasan Trichogrammasp. dapat menekan serangan penggerekbatang padi (Agus dan Melina 1999;Susetyohari et al. 2003; Gultom 2006;Nugroho dan Dewayani 2006).

    Jenis musuh alami yang dapat diko-mersialisasikan dalam bentuk insektisidabiologi dari patogen serangga adalahMetarhizium dan Beauveria untukmengendalikan wereng batang coklat. Caraaplikasinya sama dengan insektisida kimia.Perbanyakan jamur Beauveria dan Meta-rhizium di laboratorium pada media jagungpecah masing-masing menghasilkan 5,0 x1012 dan 1,5 x 1013 spora (Baehaki et al.2003; Kartohardjono dan Baehaki 2005).Metarhizium dapat diformulasikan dalambentuk tepung dengan kaolin dan dikemasdalam plastik. Setelah disimpan selama 7bulan pada suhu kamar atau lemari es,efektivitasnya masih 90% (Baehaki danKartohardjono 2007).

    Pada tahun 2001 telah dilakukan pe-ngendalian wereng batang coklat danpenggerek batang padi di 90 PusatPelayanan Agens Hayati (PPAH) di JawaTimur dengan menggunakan Metarhiziumdan Beauveria (Susetyohari et al. 2003).Di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Bea-uveria digunakan untuk mengendalikanwalang sangit. Kedua jenis jamur patogentersebut dapat menekan populasi inang-nya dengan baik (Rohayati 2006).

    Peningkatan Partisipasi Pengguna

    Penggunaan musuh alami untuk mengen-dalikan hama padi memerlukan penge-tahuan dasar tentang identifikasi jenis

  • 40 Arifin Kartohardjono

    hama dan musuh alami serta bioekologinya(Reksosusilo 1985; Sosromarsono danUntung 2001). Jenis serangga hama danmusuh alami dapat dipelajari denganmengidentifikasi dan mengklasifikasikan-nya berdasarkan studi sistematika.

    Salah satu kendala dalam pengendaliansecara hayati adalah masih banyak petaniyang belum menyadari manfaat musuhalami. Oleh karena itu, petani perlu di-dorong untuk mengetahui bagian dariagroekosistem yang memengaruhi ke-anekaragaman hayati di lingkungannya(Ooi 1997). Pengetahuan tentang pengen-dalian hama secara hayati bagi petani dapatdisampaikan secara langsung melaluipertemuan dengan individu petani ataukelompok tani, atau secara tidak langsungmelalui media publikasi.

    Pengalaman menunjukkan bahwaSekolah Lapang Pengendalian Hamasecara Terpadu (SLPHT) merupakan mediayang bermanfaat cukup besar bagi petaniuntuk meningkatkan kemampuan dalammengendalikan hama dan penyakit tanam-an secara terpadu. Semula, programSLPHT dilaksanakan di enam provinsi,kemudian diperluas menjadi 12 provinsihingga tahun 1998 (Oka 1995; Sastro-siswojo dan Oka 1997).

    Indikator KeberlanjutanPengendalian secara Hayati

    Dalam pengendalian secara hayati, musuhalami berperan memangsa inang. Padapertanaman padi, setelah panen tidak adalagi tanaman padi sehingga hama danmusuh alami akan berkurang atau ber-pindah. Oleh karena itu, keberadaan musuhalami perlu diperhatikan dengan memfasi-litasi adanya inang alternatif. Pada saatbera, keragaman arthropoda tertinggi

    terdapat pada tunggul tanaman. Kera-gaman makin rendah berturut-turut padarerumputan, tanggul, dan pematang (Widi-arta et al. 2000). Suksesi komunitas akanmeningkat pada keragaman tanaman danhewan sesuai dengan berjalannya waktu.Pada ekosistem pertanian yang seimbang,pengendalian hayati terjadi secara terus-menerus (Price dan Waldbauer 1975).

    Pengendalian secara hayati akan dite-rapkan oleh petani jika mereka merasakanmanfaat berupa berkurangnya aplikasiinsektisida. Pengendalian secara hayatisebagai komponen PHT memberikanpengaruh positif pada pendidikan SLPHT,yang tampak dari berkurangnya penggu-naan pestisida di persawahan (Dermawandan Yusdji 1993). Musuh alami yangdilepas di lapangan akan aktif mencarimangsa dan petani perlu memantau ke-adaan hama dan musuh alaminya. Selainitu, perlu disediakan musuh alami atauagens hayati siap pakai agar petani mudahmemperoleh dan mengaplikasikannya.

    KESIMPULAN DAN IMPLIKASIKEBIJAKAN

    Kesimpulan

    Musuh alami berperan penting dalammenekan populasi hama padi. Peran musuhalami dalam mengendalikan hama padiperlu dipantau dan diidentifikasi di la-pangan. Penggunaan pestisida secarabijaksana merupakan alternatif terakhirdalam upaya pengendalian hama.

    Pendayagunaan musuh alami pentinguntuk menekan populasi hama dan meles-tarikan lingkungan. Peran musuh alamidapat ditingkatkan dengan memaksimalkanpenggunaannya melalui perbanyakan lalumelepaskannya ke lapangan secara

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 41

    massal. Petani yang merasakan manfaatpengendalian secara hayati akan mela-kukan cara ini secara berkelanjutan.

    Implikasi Kebijakan

    Pengendalian hama padi secara hayatiyang merupakan komponen pengendaliandalam PHT padi memerlukan implikasikebijakan sebagai berikut:1. Perlu perubahan pola pikir petani,

    petugas pertanian, pemangku kepen-tingan, dan penentu kebijakan akanpentingnya pengendalian hama secarahayati dalam upaya mewujudkansistem pertanian ramah lingkungan.

    2. Keberhasilan pengendalian hama se-cara hayati ditentukan oleh kebijakanpeningkatan kemampuan sumber dayamanusia, penelitian yang komprehensif,dan sarana yang memadai.

    3. Ilmu pengetahuan dan teknologi ten-tang pengendalian hama secara hayatiperlu disebarluaskan dan disosiali-sasikan, terutama kepada petani.

    4. Pelatihan bagi kelompok tani untukmenyebarluaskan ilmu pengetahuandan teknologi pengendalian hamasecara hayati perlu dilakukan.

    5. Agar pengendalian hama secara hayatidapat berkelanjutan perlu disediakanmusuh alami siap pakai.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, N. dan Melina. 1999. Pelepasanparasitoid telur Trichogramma sp.(Hymenoptera: Trichogrammatidae)sebagai agensia pengendalian hayatipenggerek batang padi di SulawesiSelatan. hlm. 175-178. Prosiding Kong-res Perhimpunan Entomologi Indo-

    nesia dan Simposium Entomologi,Bandung, 24-26 Juni 1997. Perhim-punan Entomologi Indonesia danUniversitas Padjadjaran, Bandung.

    Altieri, M.A., C.I. Nicholls, and M.A. Fritz.2005. Manage Insects on Your Farm.Sustainable Agric. Network, Belsville,MD. 130 pp.

    Arifin, M., I.B.G. Suryawan, B.H. Prayitno,dan A. Alwi. 1997. Diversitas arthro-poda pada berbagai teknik budi dayapadi di Pemalang, Jawa Tengah. Pene-litian Pertanian Tanaman Pangan 15(2):5-12.

    Asikin, S., M. Thamrin, dan B. Prayudi.2001. Peranan parasitoid dalam me-nekan populasi penggerek batang padiputih pada purun tikus (Eleocharisdulces) di lahan rawa pasang surut. hlm.95-98. Prosiding Seminar PengendalianHayati Serangga, Sukamandi, 14-15Maret 2001. Balai Penelitian TanamanPadi, Sukamandi.

    Atmadja, W.R. dan A. Kartohardjono.1990. Parasitasi Anagrus sp. danGonatocerus sp. terhadap beberapajenis serangga inang (wereng coklat,wereng hijau, dan wereng punggungputih) pada pertanaman padi. hlm.427-431. Risalah Seminar Hasil Pene-litian Tanaman Pangan. Balai PenelitianTanaman Pangan Bogor.

    Atmadja, W.R. dan A. Kartohardjono. 1996.Peran parasitoid Anagrus sp. dan Oli-gosita sp. terhadap telur wereng batangcoklat Nilaparvata lugens Stal. Maka-lah Seminar Nasional PengendalianHayati. Universitas Gadjah Mada, Yog-yakarta, 25-26 Nopember 1996. 10 hlm.

    Baehaki, S.E. 1999. Reaksi varietas tahanwereng coklat dan penggerek padadaerah berbeda golongan pengairan.hlm. 192-195. Prosiding KongresPerhimpunan Entomologi Indonesia V

  • 42 Arifin Kartohardjono

    dan Simposium Entomologi, Bandung,24-26 Juni 1997. Perhimpunan En-tomologi Indonesia dan UniversitasPadjadjaran, Bandung.

    Baehaki, S.E., A. Kartohardjono, dan A.Rifki. 1999. Efektivitas penerapankeputusan pengendalian wereng cok-lat menggunakan ambang kendaliberdasar musuh alami pada IP padi 300.Seminar Hasil Penelitian SuperimposeIP Padi 300, Badan Penelitian danPengembangan Pertanian, Jakarta, 12Mei 1999. 34 hlm.

    Baehaki, S.E., K. Arifin, dan Nurhayati.2003. Teknik perbanyakan entomo-patogenik Beauveria bassiana padamedia padat dan efektivitas umurbiakan terhadap wereng coklat. hlm.146-150. Prosiding Seminar Pengen-dalian Hayati Serangga, Sukamandi, 14-15 Maret 2001. Balai Penelitian Ta-naman Padi, Sukamandi.

    Baehaki, S.E. dan A. Kartohardjono. 2007.Daya simpan formulasi dan efikasiMetarhizium anisopliae RRCC1 ter-hadap wereng coklat (belum dipubli-kasi).

    Bahagiawati, A.H., A.A.N.B. Kamandalu,dan I.B. Swastika. 1987. Pengaruhtingkat ketahanan varietas padi ter-hadap biologi wereng coklat biotipe 2.Penelitian Pertanian 7(1): 4-6.

    Dammerman, K.W. 1915. De rystboor-derplaartg op Java. Med. Lab. Plantens.Buitenzorg 16.70 pp.

    Debach, P. 1973. Biological Control ofInsect Pests and Weeds. Chapman andHall Ltd., London. 844 pp.

    Departemen Petanian. 2008. PanduanPelaksanaan Sekolah Lapang Penge-lolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Padi.Departemen Pertanian, Jakarta. 38 hlm.

    Dermawan, D. dan Y. Yusdji. 1993. Efisiensipenggunaan pestisida pada tanaman

    padi dengan program pengendalianhama terpadu. hlm. 1007-1022. Pro-siding Simposium Penelitian TanamanPangan III, Bogor, 23-25 Agustus 1993.Kinerja Penelitian Tanaman Pangan,Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Pangan, Bogor.

    Direktorat Bina Perlindungan TanamanPangan. 2006. http://www.ditlin.deptan.go.id. (diakses Agustus 2006).

    Gultom, R. 2006. Penerapan PHT denganteknologi pengembangan dan peman-faatan parasitoid Trichogramma spp.untuk mengendalikan hama penggerekbatang. Laporan Pertemuan SosialisasiPemasyarakatan Teknologi PHT,Padang, 6-9 Juni 2006. Direktorat Per-lindungan Tanaman, Jakarta. 8 hlm.

    Herlinda, S., D.S. Kandowangko, I.W.Winasa, dan A. Rauf. 2001. Faunaarthropoda penghuni habitat pinggirandi ekosistem persawahan. hlm. 163-174. Prosiding Simposium Keaneka-ragaman Hayati Arthropoda padaSistem Produksi Pertanian, Cipayung,16-18 Oktober 2000. PerhimpunanEntomologi Indonesia dan Keaneka-ragaman Hayati Indonesia.

    Hidayat, P., E.S. Ratna, dan A. Karto-hardjono. 2008. Variasi sekuen DNAsitokrom-b kepik predator Cyrtorhinuslividipennis Reuter bugar (Hemiptera:Miridae) dari pertanaman padi di Bogor,Karawang dan Subang. Abstrak ma-kalah Seminar Nasional V PerhimpunanEntomologi Indonesia Cabang Bogor,LIPI Cibinong, 18-19 Maret 2008.

    Kartohardjono, A. 1982. Integration ofSome Arthropod Predators and VarietalResistance for the Control of the BrownPlanthopper Nilapravata lugens Stal.M.Sc Thesis, University of the Philip-pines, Los Banos, the Philippines. 132pp.

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 43

    Kartohardjono, A. dan E.A. Heinrichs.1983.Pengaruh predator terhadap werengcoklat (Nilaparvata lugens Stal.) padabeberapa varitas padi di rumah kaca.Penelitian Pertanian 3(2): 66-71.

    Kartohardjono, A. and E.A. Heinrichs.1984. Population of the brown plant-hopper Nilaparvata lugens Stal. (Ho-moptera: Delphacidae) and its predatoron rice varieties with different levelsof resistance. Env. Entomol. 13(2): 359-365.

    Kartohardjono, A. dan J. Soejitno.1987.Musuh alami wereng coklat (Nila-parvata lugens Stal) pada pertanamanpadi. Dalam J. Soejitno, Z. Harahap,dan H.S. Suprapto (Eds.). WerengCoklat. Edisi Khusus Balai PenelitianTanaman Pangan (1): 43-45.

    Kartohardjono, A. 1988. Kemampuanbeberapa predator (laba-laba, Pae-derus sp., Ophionea sp., Cyrtorhinussp., dan Coccinella spp.) dalammengurangi kepadatan wereng coklat(Nilaparvata lugens Stal) padatanaman padi. Penelitian Pertanian8(1): 25-31.

    Kartohardjono, A., T. Tersyana, W.R.Atmaja, dan Nursasongko. 1988.Peranan predator Cyrtorhinus sp.dalam memangsa wereng coklat padatanaman padi. Penelitian WerengCoklat 1987/88. Edisi khusus 2: 54-63.

    Kartohardjono, A. dan W.R. Atmaja. 1989.Pemangsaan Paederus terhadapwereng coklat serta pengaruh predatorterhadap wereng coklat pada varietaspadi dengan ketahanan berbeda.Makalah Seminar Balai PenelitianTanaman Pangan Bogor, 3 Juni 1989.13 hlm.

    Kartohardjono, A. dan Panuju. 1989.Peranan predator (Cyrtorhinus sp. danLycosa sp.) dan pengaruh insektisida

    dalam mengelola wereng coklat padatanaman padi. hlm. 806-824. RisalahSeminar Hasil Penelitian TanamanPangan. Balai Penelitian TanamanPangan Bogor.

    Kartohardjono, A. 1990. Pelestarianpredator Cyrtorhinus sp. pada bebe-rapa tanaman inang dan seranggainang. Makalah Seminar PengelolaanSerangga Hama dan Tungau denganSumber Hayati, Bandung, 22 Mei 1990.9 hlm.

    Kartohardjono, A. 1992. Preferensi pre-dator Paederus sp. terhadap beberapajenis wereng pada tanaman padi. hlm.728-732. Risalah Seminar Hasil Pene-litian Tanaman Pangan. Balai PenelitianTanaman Pangan Bogor.

    Kartohardjono, A. 1995. Beberapa AspekBiologi Tetrastichus schoenobii Ferr(Hymenoptera: Eulophidae), ParasitoidPenggerek Batang Padi, Scirpophagaspp. (Lepidoptera: Pyralidae). DisertasiProgram Pascasarjana, Institut Perta-nian Bogor. 68 hlm.

    Kartohardjono, A., S. Sosromarsono, S.Wardojo, S. Manuwoto, S. Musa, danA. Rauf. 1995. Pemanfaatan parasitoidTetrastichus schoenobii Ferr. Hyme-noptera, Eulophidae) dalam pengen-dalian penggerek batang padi, Scirpo-phaga spp. (Lepidoptera: Pyralidae).Prosiding Panel Diskusi dan PosterIlmiah Pekan Iptek, Serpong, 28-29November 1995. Puspitek Serpong 2:150-161.

    Kartohardjono, A. dan A.R. Marzuki.1997.Pelestarian predator pada werengcoklat (Nilaparvata lugens Stal.)dengan menyemprotkan ekstrak inangdan gula. Makalah Kongres Perhim-punan Entomologi Indonesia V danSimposium Entomologi, Bandung, 24-26 Juni 1997. Perhimpunan Entomologi

  • 44 Arifin Kartohardjono

    Indonesia dan Universitas Padjadjaran,Bandung. 10 hlm.

    Kartohardjono, A., I W. Laba, dan K.Djatnika. 1998. Pembiakan massalpenggerek batang padi Scirpophagaincertulas Wlk. dan Scirpophagainnotata Wlk. serta parasitoid Tetra-tichus schonoebii Ferr. Jurnal Pene-litian Pertanian AGRIN 3(5): 15-24.

    Kartohardjono, A., S.S. Siwi, dan D.Pramono. 1999. Parasitasi Telenomusbeneficiens pada kelompok telur peng-gerek pucuk tebu dan penggerek ba-tang padi kuning. hlm. 71-76. ProsidingSeminar Nasional Perhimpunan Ento-mologi Indonesia Cabang Bogor, 16Februari 1999.

    Kartohardjono, A., S.S. Siwi, Trsina-ningsih, dan M. Amir. 2001. ParasitisasiTetrastichus schoenobii dan Tele-nomus rowani pada kelompok telurpenggerek batang padi genus Scir-pophaga (Lepidoptera: Pyralidae) daribeberapa lokasi. Prosiding SeminarNasional Vol. I, Universitas Lampung,Bandar Lampung, 26-27 Juni 2001.

    Kartohardjono, A. dan Baehaki S.E. 2005.Teknik perbanyakan agens hayatiMetarhizium anisopliae pada mediapadat dan efektivitas umur biakan ter-hadap wereng coklat. hlm. 405-409.Prosiding Seminar Nasional dan Kong-res Biologi XIII dalam rangka LustrumX Fakultas Biologi Universitas GadjahMada, Yogyakarta, 16-17 September2005.

    Kilin, D., M. Iman, and G.V. Vreden. 1974.Insecticidal research in the laboratory.Agricultural Cooperation of Indonesiaand the Netherlands Research Report1968-1974. Tech. Contrib. II: 95-111

    Laba, I W., A. Kartohardjono, dan D. Kilin.1997. Pemanfaatan parasitoid Tet-rastichus schoenobii Ferr. untuk

    mengendalikan penggerek batang padiputih, Scirpophaga innotata Walker.Laporan Hasil Penelitian pada TemuTeknologi dan Persiapan PemanfaatanPHT, Subang, 16-19 Juni 1997. 19 hlm.

    Mangoendihardjo, S. 2003. Peluang dantantangan dalam produksi massal sertapemasaran agens pengendalian hayatiserangga hama. hlm. 27-38. ProsidingSimposium Pengendalian Hayati Se-rangga, Sukamandi, 14-15 Maret 2001.Balai Penelitian Tanaman Padi, Suka-mandi.

    Manwan, I. 1977. Status pengelolaan hamatanaman padi di Indonesia. hlm. 33-57.Himpunan Makalah Simposium I Pe-ranan Hasil Penelitian Padi dan Palawijadalam Pembangunan Pertanian, Maros,26-29 September 1977.

    Natanegara, F. dan H. Sawada. 1992. Pe-ngamatan, peramalan dan pengen-dalian hama penggerek batang padiputih (Scirpophaga innotata Wlk.) dijalur pantura. hlm. 50-61. Laporan AkhirKerjasama Teknis Indonesia-JepangBidang Perlindungan Tanaman Pangan(ATA 162).

    Nugroho, H. dan S. Dewayani. 2006. Eva-luasi pemanfaatan Trichogramma japo-nicum sebagai pengendali PBP diinstalasi PPOPT Subang. Makalah Per-temuan Pemasyarakatan PHT BerbasisAkrab Lingkungan, Bandung, 25-28April 2006. 5 hlm.

    Ooi, A.A.C. 1997. Understanding insectbiodiversity: a prerequisite for effectiveIPM. hlm. 7-12. Prosiding KongresPerhimpunan Entomologi Indonesia Vdan Simposium Entomologi, Bandung,24-26 Juni 1997. Perhimpunan Ento-mologi Indonesia dan UniversitasPadjadjaran, Bandung.

    Oka, I N. 1995. Pengendalian Hama Ter-padu dan Implementasinya di Indo-

  • Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama ... 45

    nesia. Gadjah Mada Univ. Press, Yog-yakarta. 255 hlm.

    PEI (Perhimpunan Entomologi Indonesia).1992. Konsepsi pengendalian hamaterpadu. Kongres Entomologi IV, Yog-yakarta, 28-30 Januari 1992. 4 hlm.

    Price, P.W. and Waldbauer.1975. Ecologicalaspect of pest management. p. 37-74.In P.L. Metcalf and W.H.Luckman(Eds.). Introduction to Insect Pest Ma-nagement. John Wiley & Sons, NewYork.

    Ratna, E.S., A. Kartohardjono, dan P.Hidayat. 2008. Asimetri sayap danadaptasi feral kepik predator Cyrtor-hinus lividipennis Reuter (Hemiptera:Miridae). Abstrak Makalah SeminarNasional V Perhimpunan EntomologiIndonesia Cabang Bogor, LIPI Cibi-nong, Bogor, 18-19 Maret 2008.

    Reksosusilo, E.S. 1985. Biologi Tiga ParasitPenting Hama Ganjur, Orseolia oryza(Wod-Mason) (Diptera: Cecidomyii-dae) sebagai Dasar Pengelolaan HamaTersebut. Disertasi, Institut PertanianBogor. 154 hlm

    Rohayati, T. 2006. Evaluasi efektivitasBeauveria bassiana terhadap walangsangit (Leptocoryza oratorius F) diKecamatan Sumedang Selatan, Kabu-paten Sumedang. Makalah PertemuanPemasyarakatan PHT Berbasis AkrabLingkungan, Bandung, 25-28 April2006. 8 hlm.

    Santoso, E. dan Baehaki S.E. 2005. Opti-malisasi pemanfaatan musuh alamidalam pengendalian hama terpadupada budi daya padi intensif untuksistem pertanian berkelanjutan. InovasiTeknologi Padi Menuju SwasembadaBeras Berkelanjutan, Buku I. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanam-an Pangan, Bogor. 247 hlm.

    Sastrosiswojo, S. dan I.N. Oka. 1997.Implementasi pengelolaan seranggasecara berkelanjutan. Prosiding Kong-res Perhimpunan Entomologi Indo-nesia V dan Simposium Entomologi,Bandung, 24-26 Juni 1997. Perhim-punan Entomologi Indonesia dan Uni-versitas Padjadjaran, Bndung. 12 hlm.

    Soejitno, J. 1982. Pengaruh pupuk nitrogenterhadap pertumbuhan larva pengge-rek padi Tryporyza incertulas Walker.Jurnal Penelitian Pertanian 2(1): 10-12.

    Soetrisno, K. Mulya, B. Soegiarto, E.Herawati, I.S. Dewi, M. Yunus, dan I.N.Orbani. 2003. Laporan Tahunan. BalaiPenelitian Bioteknologi dan Sumber-daya Genetik Pertanian, Bogor. 182 hlm.

    Soehardjan, M. 1973. Observation on leafand planthoppers on rice in West Java.Contrib. Cent. Res. Inst. Agric. (3): 10.

    Soehardjan, M. 1976. Dinamika PopulasiPenggerek Kuning Padi Tryporyzaincertulas (Walker). Disertasi, InstitutTeknologi Bandung.

    Soehardjan, M. dan Soegiarto.1979. Statusparasit telur Tryporyza incertulas dipantai utara Jawa Barat, 1972-1978.Makalah Kongres Entomologi I, Ja-karta, 9-11 Januari 1979. 9 hlm.

    Sosromarsono, S. dan K. Untung. 2001.Keanekaragaman hayati arthropodapredator dan parasitoid di Indonesiaserta pemanfaatannya. hlm. 33-46.Prosiding Simposium Keanekaragam-an Hayati Arthropoda pada SistemProduksi Pertanian, Cipayung, 16-18Oktober 2000. Perhimpunan Ento-mologi Indonesia dan Keanekara-gaman Hayati Indonesia.

    Suharto, H. dan S. Wityanara. 1999. Penga-ruh cara tanam dan pengairan terhadapperkembangan hama padi. hlm. 353-357.Prosiding Kongres Perhimpunan Ento-

  • 46 Arifin Kartohardjono

    mologi Indonesia V dan SimposiumEntomologi, Bandung, 24 -26 Juni 1997.Perhimpunan Entomologi Indonesiadan Universitas Padjadjaran, Bandung.

    Susetyohari, B.H. Susetyo, R.R. Yuliani,dan Juliastuti. 2003. Pengalaman la-pang pengendalian serangga meng-gunakan agens hayati di Jawa Timur.hlm. 45-49. Prosiding SimposiumPengendalian Hayati Serangga, Suka-mandi, 14-15 Maret 2001. Balai Pene-litian Tanaman Padi, Sukamandi.

    Untung, K. 1996. Pengantar PengelolaanHama Terpadu. Gadjah Mada Univ.Press, Yogyakarta. 273 hlm.

    Van der Goot, P. 1925. Levenswijze enbestrijding van de witte rijstboorderop Java. Med. Van het Inst. voor Plan-tenzichten (66). 306 pp.

    Van der Goot, P. 1948. Twaalf jaren rijst-boorder bestrijding door zaaitijd-sregeling in West Brebes (Res. Peka-longan). Landbouw 20(11/12): 465-494.

    Van der Laan, P.A. 1951. De mogelijkhedenvan bestrijding der rijstboorders.Landbouw 23: 295-356.

    Watson, T.F., L. Moore, and G.W. Ware.1975. Practical insect pest management.W.H. Freeman and Co., San Francisco.196 pp.

    Widiarta, I N., T. Surjana, dan D. Kus-diaman. 2000. Jenis anggota komunitas

    pada berbagai habitat lahan sawah beradan usaha konservasi musuh alamipada padi tanam serentak. hlm.185-192.Prosiding Simposium KeanekaragamanHayati Arthropoda pada Sistem Pro-duksi Pertanian, Cipayung, 16-18 Okto-ber. 2001. Perhimpunan EntomologiIndonesia dan Keanekaragaman Ha-yati Indonesia.

    Wigenasentana, M.S. 1990. Keadaanserangan penggerek padi dan usahapenanggulangannya. Makalah SeminarPHT Penggerek Padi dalam rangkaMempertahankan Swasembada Beras.Institut Pertanian Bogor, April 1990. 13hlm.

    Wirjosuhardjo, S., A. Mukidjo, dan S. Su-djono. 1977. Pengamatan musuh alamiwereng coklat, penyakit kerdil rumputdan kerdil hampa di Yogyakarta. hlm.583-590. Prosiding Peranan Hasil Pene-litian Padi dan Palawija dalam Pem-bangunan Pertanian, Buku III. Maros,26-29 September 1977. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Pangan,Bogor.

    Wood, B.J. 1971. Development of integ-rated control programs for pests oftropical perrenial crops in Malaysia. p.422-457. In C.B. Huffaker (Ed.).Biological Control. Plenum Press, NewYork.