inversi 3-dimensi data magnetotellurik dengan

14
Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan “Initial Model” Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi Yunus Daud 1 dan Gidson Andriano Siahaan 2 1. Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2. Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected] Abstrak Lapangan “X” merupakan salah satu lapangan panasbumi di Indonesia yang terbentuk pada lingkungan magma basaltik. Fluida panas satu fasa bertemperatur tinggi terbentuk pada zona resevoir yang memiliki permeabilitas tinggi sebagai fasa cair. Fluida ini dapat tersimpan dengan baik di reservoir dikarenakan ditutupi lapisan penudung berupa batuan ubahan yang bersifat inpermeable. Zona upflow terbentuk di dalam kaldera komplek Telong tepatnya di puncak Gunung Telong seperti batuan alterasi. Sedangkan zona outflow terbentuk di daerah sekitar manifestasi air panas Mapane, Masaingi dan Buayana bertipe klorida-bikarbonat dan berada pada zona immature water dengan suhu berkisar antara 35 – 36 °C. Inversi 3-D dari data magnetotellurik dilakukan untuk mengetahui distribusi resitivitas bawah permukaan. Inversi 3-D ini dilakukan dengan menggunakan initial model yang berbeda, yaitu initial model heterogen (inversi 2-D) dan initial model homogen (100 Ωm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa inversi 3-D dengan model awal heterogen mampu menggambarkan distribusi resistivitas bawah permukaan dengan lebih baik dibandingkan dengan inversi 3-D dengan model awal homogen. Zona clay cap dengan nilai resistivitas <10 Ωm memiliki ketebalan hingga 1,5 km dari permukaan. Zona reservoir yang berada di bawah clay cap dengan range nilai resistivitas 30 – 60 Ωm berada pada kedalaman 1,5 – 2,5 km dari permukaan. Sumber panasbumi (heat source) yang ditandai dengan nilai resistivitas tinggi >100 Ωm berada pada kedalaman >2,5 km. Kata Kunci : Magnetotellurik, Inversi 3-D, Initial Model 3-Dimensional Inversion of Magnetotelluric Data with "Initial Model" Calculation to Delineating Geothermal System Abstract Field “X” is one of the Indonesia geothermal field that formed in basaltic magma environment. Single phase high temperature thermal fluids formed in the resevoir zone that has a high permeability as liquid phase. This fluid can be stored in the reservoir due to the covering of alteration as cap rocks. Upflow zone formed within the caldera of Telong complex, exactly at the top of Mount Telong such as altered rock. While its outflow zone formed at around of the manifestations of Mapane, Masaingi and Buayana that categorized as chloride- bicarbonate type and include on immature water zone with temperature range between 35 – 36 °C. The 3-D inversion of magnetotelluric data was performed to determine the subsurface resistivity distribution. The 3-D inversion using different initial model, a model compiled from 2-D inversion and a homogeneous earth of resistivity 100 Ωm. The results of inversion show that 3-D inversion with a model compiled from 2-D inversion can delineate subsurface resistivity distribution more clearly than 3-D inversion with 100 Ωm homogeneous initial model. Clay cap zone with resistivity value <10 Ωm has a thickness of about 1500 m b.s.l. Reservoir zone is discovered below the clay cap has resistivity value about 30 – 60 Ωm at elevation 1500 – 2500 m b.s.l. And heat source with high resistivity (>100 Ωm) seen at >2500 m b.s.l. Keywords : Magnetotelluric, 3-D inversion, Initial Model Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan “Initial Model” Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi

Yunus Daud1 dan Gidson Andriano Siahaan2

1. Laboratorium Geotermal, Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2. Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

[email protected], [email protected]

Abstrak Lapangan “X” merupakan salah satu lapangan panasbumi di Indonesia yang terbentuk pada lingkungan magma basaltik. Fluida panas satu fasa bertemperatur tinggi terbentuk pada zona resevoir yang memiliki permeabilitas tinggi sebagai fasa cair. Fluida ini dapat tersimpan dengan baik di reservoir dikarenakan ditutupi lapisan penudung berupa batuan ubahan yang bersifat inpermeable. Zona upflow terbentuk di dalam kaldera komplek Telong tepatnya di puncak Gunung Telong seperti batuan alterasi. Sedangkan zona outflow terbentuk di daerah sekitar manifestasi air panas Mapane, Masaingi dan Buayana bertipe klorida-bikarbonat dan berada pada zona immature water dengan suhu berkisar antara 35 – 36 °C. Inversi 3-D dari data magnetotellurik dilakukan untuk mengetahui distribusi resitivitas bawah permukaan. Inversi 3-D ini dilakukan dengan menggunakan initial model yang berbeda, yaitu initial model heterogen (inversi 2-D) dan initial model homogen (100 Ωm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa inversi 3-D dengan model awal heterogen mampu menggambarkan distribusi resistivitas bawah permukaan dengan lebih baik dibandingkan dengan inversi 3-D dengan model awal homogen. Zona clay cap dengan nilai resistivitas <10 Ωm memiliki ketebalan hingga 1,5 km dari permukaan. Zona reservoir yang berada di bawah clay cap dengan range nilai resistivitas 30 – 60 Ωm berada pada kedalaman 1,5 – 2,5 km dari permukaan. Sumber panasbumi (heat source) yang ditandai dengan nilai resistivitas tinggi >100 Ωm berada pada kedalaman >2,5 km. Kata Kunci : Magnetotellurik, Inversi 3-D, Initial Model

3-Dimensional Inversion of Magnetotelluric Data with "Initial Model"

Calculation to Delineating Geothermal System

Abstract Field “X” is one of the Indonesia geothermal field that formed in basaltic magma environment. Single phase high temperature thermal fluids formed in the resevoir zone that has a high permeability as liquid phase. This fluid can be stored in the reservoir due to the covering of alteration as cap rocks. Upflow zone formed within the caldera of Telong complex, exactly at the top of Mount Telong such as altered rock. While its outflow zone formed at around of the manifestations of Mapane, Masaingi and Buayana that categorized as chloride-bicarbonate type and include on immature water zone with temperature range between 35 – 36 °C. The 3-D inversion of magnetotelluric data was performed to determine the subsurface resistivity distribution. The 3-D inversion using different initial model, a model compiled from 2-D inversion and a homogeneous earth of resistivity 100 Ωm. The results of inversion show that 3-D inversion with a model compiled from 2-D inversion can delineate subsurface resistivity distribution more clearly than 3-D inversion with 100 Ωm homogeneous initial model. Clay cap zone with resistivity value <10 Ωm has a thickness of about 1500 m b.s.l. Reservoir zone is discovered below the clay cap has resistivity value about 30 – 60 Ωm at elevation 1500 – 2500 m b.s.l. And heat source with high resistivity (>100 Ωm) seen at >2500 m b.s.l. Keywords : Magnetotelluric, 3-D inversion, Initial Model

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 2: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

PENDAHULUAN Kebutuhan akan energi selama ini sebagian besar ditopang oleh minyak dan gas yang

merupakan bahan bakar fosil. Selain jumlahnya yang semakin sedikit dan menjadikannya

barang yang mahal, penggunaan bahan bakar fosil ini juga mempunyai beberapa kelemahan,

salah satunya adalah menyebabkan terjadinya polusi. Hal ini memaksa kita untuk menemukan

sumber energi baru yang ramah lingkungan. Dan sumber energi yang paling cocok adalah

energi panasbumi (geothermal). Dalam pencarian sumber energi panasbumi dibutuhkan

eksplorasi dalam proses untuk bisa mendapatkan sumber energi tersebut.

Panasbumi (geothermal) merupakan salah satu bentukan uap yang menghasilkan energi yang

terangkat ke permukaan sebagai hasil proses konduksi dan konveksi. Energi ini merupakan

sumber energi alternatif terbarukan yang sangat potensial. Salah satu metode geofisika yang

cukup efektif digunakan untuk eksplorasi energi panasbumi adalah metode magnetotellurik.

Metode ini merupakan metode pasif yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang

berasal dari alam. Gelombang elektromagnetik ini muncul akibat adanya gangguan medan

magnet dari luar, seperti solar wind dan ligthning terhadap medan magnet bumi yang konstan

(Simpson dan Bahr, 2005). Frekuensi yang terekam dari gelombang elektromagnetik ini

bervariasi dari 10–4 – 300 Hz (Simpson dan Bahr, 2005). Karena frekuensi yang terekam

sangat rendah, maka metode ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi bawah

permukaan bumi pada penetrasi yang cukup dalam hingga mencapai 3 km (Simpson dan

Bahr, 2005).

Gbr 1. Persebaran Panasbumi di Indonesia (ESDM, Modifikasi Daud, 2012)

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 3: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

Kondisi bawah permukaan bumi dapat diketahui melalui metode magnetotellurik dengan

menganalisis nilai resistivitas dan phasenya. Dari distribusi nilai resistivitas batuan inilah

kemudian dimodelkan lapisan dibawah permukaan bumi dengan cara inversi. Inversi ini

sendiri menggunakan teknik statistik dan matematis untuk memodelkan distribusi nilai

resistivitas yang didapatkan dari data hasil pengukuran (Supriyanto, 2007). Dari hasil inversi

ini kemudian dapat diinterpretasikan komponen-kompenen pada sistem geothermal seperti

lapisan clay cap, reservoir dan heat source.

Sebelum dilakukan inversi diperlukan data dari survey MT yang sudah diolah sehingga faktor

noise dapat diminamalisir. Data nilai resistivitas dan phase ini kemudian menjadi input pada

proses inversi 3-D. Tetapi sebelum dilakukan inversi diperlukan initial model untuk masing-

masing titik pengukuran MT. Pemilihan nilai initial model yang berbeda dapat mempengaruhi

hasil akhir dari inversi (Hersir dkk, 2013). Pemasukan nilai initial model pada proses inversi

membuat penampang resistivitas lebih terlihat smooth (Hersir dkk, 2013). Kemudian dibuat

model konseptual yang mengintegrasikan data geologi, geokimia dan geofisika.

GEOLOGI DAN GEOKIMIA Daerah panas bumi “X” terletak pada lingkungan geologi vulkanik Kuarter. Bentuk

morfologinya terdiri dari pedataran dan deretan perbukitan yang disusun oleh batuan sedimen,

dan batuan vulkanik produk Telong, Andes, Unta,dan Meruya. Batuan tertua yang adalah

batuan sedimen berumur Miosen Tengah yang merupakan batuan sedimen turbidit dan

diendapkan di lingkungan neritik.

Struktur geologi yang berkembang berupa struktur-struktur vulkanik dan tektonik. Struktur

vulkanik ini terbentuk karena adanya aktivitas vulkanik dari Gunung Telong sehingga

membentuk struktur rim kaldera dan sesar-sesar normal berarah baratdaya-timurlaut. Struktur

ini juga memfasilitasi kemunculan manifestasi panas bumi Masaingi dan Buayana. Struktur

tektonik berupa sesar-sesar mendatar berarah relatif utara-selatan dan baratlaut-tenggara

yang merupakan struktur regional dan sebagian sudah ditutupi oleh produk batuan yang

lebih muda. Sebagian dari struktur ini teraktifkan kembali sehingga bisa memfasilitasi

kemunculan manifestasi panas bumi Mapane.

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 4: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

Gbr 2. Peta Geologi Daerah Panasbumi “X” (PSDG, 2010, Modifikasi oleh penulis)

Manifestasi panas bumi di daerah Masaingi Telong berupa mata air panas dan batuan ubahan

yang pemunculannya tersebar di tiga lokasi. Secara umum pemunculan mata air panas terletak

pada dua kelompok, yaitu kelompok mata air panas Mapane 1 dan 2 yang muncul di daerah

pinggiran telaga Rawa Pening - Banyu Biru serta kelompok mata air panas Masaingi dan

Buayana yang muncul di daerah persawahan di dusun Masaingi dan Buayana dengan

temperatur berkisar 34–36 °C. Batuan ubahan tersebar di tiga lokasi yang cukup luas yaitu di

daerah Pakung, Pangar dan Kendal Duwur.

Secara megaskopis batuan telah terubah menjadi mineral lempung (montmorilonit, haloysit

dan kaolinit). Hasil analisis dan interpretasi PIMA menunjukkan batuan telah mengalami

ubahan hidrotermal menjadi kelompok alunit-kaolinit dan mineral lempung (montmorilonit)

serta halloysit sehingga dapat dikelompokkan ke dalam tipe ubahan argillic-advance argillic.

METODE PENELITIAN Inversi 3-Dimensi

Dalam pengolahan inversi 3-D sangat bergantung ke dalam 2 hal, yaitu jumlah data (N) dan

model (M). Secara garis besar, yang dimaksudkan dengan data (N) pada inversi 3-D meliputi

jumlah titik pengukuran (Ns), jumlah periode (Np) dan jumlah respon impedansi (Nr).

Sementara itu, yang dimaksudkan dengan model (M) pada inversi 3-D meliputi jumlah blok

pada arah x (Mx), jumlah blok pada arah y (My) dan jumlah blok pada arah z (Mz).

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 5: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

Respon impedansi yang dimaksudkan dalam inversi 3-D ini adalah jumlah impedansi yang

digunakan. Sesuai dengan studi pustaka, di dalam inversi 3-D dipergunakan keseluruhan

impedansi yakni Zxx, Zxy, Zyx dan Zyy. Dalam pengolahan inversi kali ini, dipergunakan nilai

real dan imaginer dari keempat nilai impedansi tersebut. Hal ini menyebabkan, total respon

impedansi (Nr) yang digunakan berjumlah 8.

Umumnya, permasalahan inversi 3-D pada data magnetotellurik adalah underdetermined

dimana jumlah data (N) lebih kecil dibandiingkan jumlah model (M). Untuk kasus

underdetermined ini, banyak model yang dapat sesuai dengan data yang ada. Persoalan ini

dapat diselesaikan dengan model yang parameternya berbentuk fungsi kontinyu terhadap

posisi.

Proses inversi 3-D dilakukan dengan menggunakan software MT3Dinv-X yang

dikembangkan oleh PT. NewQuest Geotechnology berkolaborasi dengan Laboratorium

Geofisika Universitas Indonesia. Software ini mengaplikasikan algoritma data space occam’s

inversion yang dikembangkan oleh Siripunvaraporn dan Egbert (2005). Ada 3 hal yang harus

dipersiapkan sebelum melakukan proses inversi 3-D yaitu input data, pembuatan initial model

dan data file dan pendefinisian file (start up) yang akan digunakan untuk proses inversi.Pada

kasus ini jumlah data (N) adalah 1216 (19 data sounding x 8 periode x 8 elemen tensor real

dan imajiner full impedance).

Dalam inversi 3-D ini juga diperlukan initial model sebagai model awal dalam proses iterasi.

Nilai dari initial model ini mempengaruhi hasil akhir dari proses inversi 3-D (Hersir dkk,

2013). Untuk melihat pengaruh nilai initial model terhadap hasil inversi 3-D, maka nilai

initial model divariasikan yaitu model heterogen dari hasil inversi 2-D dan model homogen

dengan resistivitas 100 Ωm.

Model Grid

Model 3-D dibuat dalam bentuk kotak yang terisi oleh blok-blok dengan nilai resistivitas

tertentu. Ukuran dari blok ini akan sangat mempengaruhi hasil inversi 3-D karena merupakan

representasi dari bentuk batuan di bawah permukaan. Pemilihan ukuran blok yang sangat

besar akan membuat jumlah blok semakinsedikit dan kurang representatif dalam

menggambarkan keadaan bawah tanah. Dalam inversi 3-D ini, ukuran blok untuk arah x

adalah 30 (20 di tengah dan 10 di pinggir), arah y sebanyak 30 (22 di tengah dan 8 di pinggir)

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 6: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

dan arah z sebanyak 22 blok hingga kedalaman 250 km. Kedalaman untuk blok yang dangkal

adalah 50, 75, 113, 168, 253, 380, 570 m. Gbr 3 adalah bentuk model grid yang dibuat untuk

inversi 3-D.

Gbr 3. Model Grid Inversi 3-D

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Initial Model

Inversi 3-D dilakukan menggunakan komputer dengan processor intel Core i7dan RAM 16

GB. Untuk setiap iterasi memerlukan waktu sekitar 2 jam dan total waktu yang dibutuhkan

adalah 100 jam untuk inversi 3-D. Perbedaan antara nilai data (observed) dengan nilai hasil

perhitungan (calculated) didefinisikan sebagai RMS (Root-Mean-Square). Nilai RMS untuk

hasil inversi 3-D menggunakan initial model heterogen dari inversi 2-D adalah 9,4 dan

diambil pada iterasi ke-9. Sedangkan nilai RMS untuk hasil inversi 3-D dengan menggunakan

initial model homogen (100 Ωm) adalah 9,9 dan diambil pada iterasi ke-7. Dari nilai RMS,

hasil inversi 3-D menggunakan initial model heterogen dari hasil inversi inversi 2-D lebih

akurat dibandingkan dengan initial model homogen (100 Ωm). Perbandingan hasil inversi

untuk initial model model heterogen (inversi 2-D) dan homogen (100 Ωm) dapat dilihat pada

Gbr 4.

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 7: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

(a) (b)

(c) (d)

Gbr 4. Hasil Inversi 2-D dan 3-D (a) Lintasan Pengukuran MT (b) Hasil Inversi 2-D (c) Hasil Inversi 3-D Dengan

Initial Model Heterogen (Inversi 2-D) (d) Hasil Inversi 3-D Dengan Initial Model Homogen (100 Ωm) Dari kurva matching antara data observed dan calculated juga menunjukkan bahwa inversi 3-

D dengan menggunakan initial model heterogen lebih baik dibandingkan dengan initial model

homogen seperti terlihat pada Gbr. 5. Hampir setiap data observed sesuai dengan data

calculated pada initial model heterogen.

Gbr 5. Perbandingan antara kurva observed dan calculated antara model heterogen dan homogen Penampang Lintasan 1

Pada lintasan 1 seperti terlihat pada Gbr 6, terdiri dari 5 titik pengukuran MT yaitu MTUT-

11, MTUT-12, MTUT-13, MTUT-14 dan MTUT-15 yang berarah barat daya-timur laut.

Lintasan ini berada di dekat puncak Gunung Telong yang merupakan lintasan yang paling

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 8: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

merepresentasikan sistem panasbumi daerah “X”. Zona clay cap (resistivitas rendah) pada

range 1 – 10 Ωm terlihat di bawah puncak Gunung Telong hingga kedalaman 500 m di bawah

permukaan laut dengan ketebalan sekitar 1,5 km. Clay cap ini terlihat sampai dipermukaan

dan ini sesuai dengan data geologi dengan ditemukannya batuan alterasi di puncak Gunung

Telong. Clay cap/batuan alterasi ini diduga sebagai batuan penudung dari reservoir

panasbumi sehingga fluida tidak bocor/keluar ke atas.

Gbr 6. Hasil Inversi 3-D Pada Penampang Lintasan 1 Dibawah zona clay cap terdapat nilai resistivitas antara 30 – 60 Ωm yang diduga adalah zona

reservoir panasbumi dengan kedalaman hingga 2500 m di bawah permukaan laut dan

ketebalan sekitar 2 km. Sumber panasbumi (heat source) terdeteksi dengan nilai resistivitas

yang tinggi (>100 Ωm) pada kedalaman 2500 m. Hasil inversi 3-D juga memperlihatkan

adanya struktur patahan yang merepresentasikan batas kaldera dan sesar BL-TG. Sesar BL-

TG ini merupakan suatu struktur tektonik yang memanjang pada arah barat laut-tenggara.

Struktur ini terlihat dengan adanya kontras nilai resistivitas yang cukup tinggi dan juga telah

dikaitkan dengan geologi pada daerah penelitian. Lintasan 1 ini juga memotong salah satu

manifestasi panasbumi daerah “X” yaitu mata air panas Mapane yang berada di dekat titik

MTUT-11. Adanya manifestasi ini diduga merupakan zona outflow yang dikontrol oleh

struktur seperti terlihat pada Gbr 6.

Penampang Lintasan 2

Pada lintasan yang kedua ini mencakup 6 titik pengukuran MT yaitu MTUT-19, MTUT-20,

MTUT-21, MTUT-22, MTUT-23 dan MTUT-24 pada arah barat daya-timur laut. Panjang

lintasan sekitar 12 km dan kedalaman hingga 4000 m dibawah permukaan laut seperti terlihat

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 9: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

pada Gbr 7. Lintasan ini berada sejajar ke arah barat laut dengan lintasan 1 yang masih

menunjukkan kemenerusan dari sistem panasbumi daerah “X”. Zona clay cap yang

merupakan batuan penudung zona reservoir dengan range nilai resistivitas 1 – 10 Ωm terlihat

hingga kedalaman 800 m di bawah permukaan laut. Zona clay cap pada lintasan ini terlihat

lebih dalam dibandingkan dengan di lintasan 1 dikarenakan efek topografi pada daerah

penelitian. Zona reservoir juga terdeteksi di bawah zona clay cap dengan resistivitas 30 – 60

Ωm hingga kedalaman 3000 m lebih dalam dibandingkan pada lintasan 1. Zona heat source

pada lintasan 2 ini terdeteksi pada kedalaman 3000 m walaupun kurang terlihat jelas.

Kemenerusan struktur pada lintasan 1 juga terlihat padan lintasan ini seperti terlihat di Gbr 7.

Batas kaldera dan struktur patahan terlihat jelas dengan adanya kontras nilai resistivitas.

Struktur ini merupakan produk dari aktivitas tektonik dan vulkanik pada daerah penelitian

berdasarkan data geologi.

Gbr 7. Hasil Inversi 3-D Pada Penampang Lintasan 2 Interpretasi Terpadu

Hasil inversi 3-D dari survei geofisika kemudian diintegrasikan dengan data geologi dan

geokimia sehingga didaptkan gambaran umum mengenai bagaimana proses terbentuknya

sistem panasbumi dan beberapa kemunculan manifestasi panas bumi. Adanya sistem

panasbumi di daerah “X” merupakan indikasi dari kemunculan manifestasi panasbumi di

sekitar daerah tersebut. Manifestasi yang muncul di permukaan berupa mata air panas di kaki

sebelah barat dan timur komplek Gunung Telong serta batuan alterasi yang terdapat di puncak

komplek Gunung Telong berdasarkan data geokimia dan geologi.

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 10: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

Dari data geologi mengatakan bahwa daerah panasbumi “X” berhubungan erat dengan

lingkungan geologi vulkanik kuarter dan manifestasi panasbumi yang muncul diperkirakan

berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik terakhir dari komplek Telong. Pada Kala Pliosen

Atas terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pemunculan aktivitas vulkanik Gunung

Unta Tua pada Kala Plistosen Awal yang didaerah survei diindikasikan dengan terbentuknya

satuan vulkanik Gunung Unta-1. Aktivitas vulkanik juga terjadi di sebelah tenggara Gunung

Unta yaitu aktivitas vulkanik Gunung Telong-1 yang menghasilkan produk lava dan batuan

piroklastik. Letusan Gunung Telong-1 menyebabkan terjadinya kekosongan di perut bumi

sehingga akibat gaya gravitasi terjadi collapse di bagian tengah daerah survei yang dicirikan

dengan adanya struktur rim kaldera depresi. Di bagian depresi yang merupakan zona lemah

ini kemudian muncul kembali aktivitas vulkanik Gunung Telong-2 yang menghasilkan

produk lava dan batuan piroklastik. Aktivitas vulkanik ini terus berlanjut hingga membentuk

kerucut Gunung Telong sekarang dan kerucut Gunung Andes. Pada akhir aktivitas vulkanik

Gunung Telong terjadi erupsi setempat pada zona sesar yang membentuk satuan kerucut

piroklastik yang berupa scoria cone. Pembentukan sistem panasbumi di daerah “X”

diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda komplek Telomoyo yang masih

menyimpan sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas

yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui struktur patahan dan

muncul sebagai manifestasi panasbumi. Ada beberapa struktur patahan yang merupakan

produk dari aktivitas tektonik dan vulkanik yang mengontrol naiknya fluida ke permukaan.

Gbr 8. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3 (PSDG, 2010, Modifikasi oleh penulis) Hasil analisis kimia juga memperkuat data geologi yang ada dengan memplot mata air panas

ke dalam diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 (Gbr 8). Dari diagram memperlihatkan bahwa mata

air panas Mapane termasuk ke dalam tipe air bikarbonat, sedangkan mata air panas Masaingi

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 11: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

dan Buayana termasuk ke dalam tipe air klorida. Berdasarkan dari diagram segitiga Na/1000-

K/100- Mg (Gbr 9) menunjukkan bahwa ketiga mata air panas tersebut berada pada zona

immature waters dan mengindikasikan adanya pengaruh air permukaan yang cukup dominan

pada fluida air panas manifestasi. Karena pengaruh air meteorik ini yang cukup dominan

maka dapat diduga bahwa ketiga mata air panas tersebut merupakan zona outflow karena jauh

dari reservoir panasbumi daerah “X” dan sesuai dengan data geologi dimana terdapat struktur

patahan terletak di titik-titik daerah mata air panas yang memfasilitasi kemunculannya.

Gbr 9. Diagram Segitiga Na/1000-K/100- !" (PSDG, 2010, Modifikasi oleh penulis) Survei geofisika yang menggunakan metode MT memperkuat hasil analisis data geologi dan

geokimia. Dari hasil inversi 3-D pada lintasan 1 dapat diidentifikasi keberadaan struktur

patahan yang merupakan jalur naiknya air panas ke permukaan. Namun struktur patahan ini

kurang terlihat jelas jika menggunkanan initial model yang homogen. Inversi 3-D model

heterogen dapat dikatakan lebih baik dalam mengidentifikasi struktur patahan ini dimana

terlihat kontras nilai resistivitas yang jelas seperti terlihat pada perbandingan hasil inversi

pada Gbr 4. Sistem panasbumi juga dapat terlihat dengan jelas dari survei MT dimana

terdapat clay cap sebagai batuan penudung, zona reservoir dan sumber panasbumi (heat

source). Dari hasil survei geofisika ini juga menunjukkan dengan jelas luasan dari reservoir

dan batas-batas top resevoir.

Model Konseptual

Dari hasil integrasi ketiga data geologi, geokimia dan geofisika, dibuatlah suatu model

konseptual yang menggambarkan sistem panasbumi daerah “X” seperti terlihat pada Gbr 10.

Dari hasil integrasi ketiga data tersebut dapat diperkirakan bahwa daerah panasbumi “X”

berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda komplek Telong yang masih menyimpan

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 12: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas yang

memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui celah-celah/rekahan dan

terperangkap dalam reservoir panas bumi. Interaksi antara fluida panas yang tersimpan di

reservoir dengan batuan di atasnya (sekitarnya) menghasilkan batuan penudung (clay cap)

yang bersifat kedap air (impermeable). Batuan penudung inilah yang menyebabkan

pergerakan fluida panas yang terdapat di lapisan reservoir tertahan untuk sampai ke

permukaan. Batuan penudung ini diperkirakan terdapat pada batuan vulkanik Telong dan

Unta yang diduga telah mengalami alterasi menjadi jenis batuan argilik dan berbentuk

updome di dalam kaldera Telong.

Top reservoir diperkirakan terdapat pada kedalaman > 1500 meter pada satuan batuan

vulkanik Unta dan batuan sedimen yang kaya akan rekahan atau yang bersifat permeabel.

Sumber panas (heat source) merupakan komponen utama dalam suatu sistem panas bumi.

Sumber panas dari sistem panasbumi daerah “X” diperkirakan berasal dari sisa panas dari

dapur magma yang berasosiasi dengan aktivitas vulkanik terakhir komplek Telong. Fluida

panas termasuk ke dalam tipe klorida-bikarbonat pada zona immature water yang

memberikan gambaran bahwa kondisi air panas kemungkinan berasal langsung dari

kedalaman, tetapi selama dalam pencapaian ke permukaan kemungkinan telah mengalami

kontaminasi oleh air permukaan atau pengaruh pengenceran air permukaannya cukup

dominan. Mata air panas Masaingi, Buayana dan Mapane diperkirakan merupakan outflow

dari sistem panas bumi daerah “X” karena mempunyai tipe klorida–bikarbonat.

Gbr 10. Model Konseptual Daerah Panasbumi “X”

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 13: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa kesimpulan yang diperoleh sebagai

berikut:

1. Hasil inversi 3-D dengan menggunakan initial model homogen (100 Ωm) dan heterogen

(inversi 2-D) menunjukkan trend yang hampir sama dalam distribusi nilai resistivitas di

bawah permukaan bumi.

2. Nilai RMS dari hasil inversi 3-D dengan menggunakan initial model heterogen (inversi 2-

D) adalah 9,4 pada iterasi ke 9. Sedangkan nilai RMS dari hasil inversi 3-D dengan initial

model homogen (100 Ωm) adalah 9,9 pada iterasi ke-7.

3. Distribusi nilai resistivitas dari hasil inversi 3-D dengan initial model heterogen (inversi 2-

D) lebih baik dibandingkan dengan initial model homogen (100 Ωm) dilihat dari nilai

RMS, kurva matching dan data geologi.

4. Dari hasil inversi 3-D didapatkan beberapa zona sebagai berikut:

a. Zona clay cap dengan nilai resistivitas <10 Ωm memiliki ketebalan hingga 1,5 km dari

permukaan.

b. Zona reservoir dengan range nilai resistivitas 30 – 60 Ωm berada pada kedalaman 1,5 –

2,5 km dari permukaan tepat di bawah puncak Gunung Telong.

c. Sumber panasbumi (heat source) yang ditandai dengan nilai resistivitas tinggi >100

Ωm berada pada kedalaman >2,5 km.

SARAN Untuk lebih mengembangkan penelitian ini maka penulis memberikan beberapa saran sebagai

berikut:

1. Distribusi titik pengukuran MT sebaiknya lebih luas ke arah mata air panas Masaingi dan

Buayana agar interpretasi sistem panasbumi daerah “X” dapat lebih baik.

2. Sebaiknya dilihat juga pengaruh untuk hasil inversi 3-D jika diberikan initial model

heterogen dari hasil 1-D dan initial model homogen dengan nilai resistivitas yang

bervariasi seperti 10 Ωm dan 50 Ωm.

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014

Page 14: Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan

DAFTAR REFERENSI [1] Daud, Yunus. 2012, Diktat Kuliah : Geothermal, Potensi,dan Eksplorasi Panasbumi

Indonesia untuk Mengurangi Risiko Bisnis Panasbumi. Laboratorium Geofisika,

FMIPA Universitas Indonesia.

[2] Hersir, G. P., Árnason, K. dan Vilhjálmsson, A. M. 2013, 3D inversion of

magnetotelluric (MT) resistivity data from Krýsuvík high temperature geothermal area

in SW Iceland. Iceland GeoSurvey, report, ÍSOR-2013.

[3] PSDG. 2010, Laporan Terpadu Daerah Panas Bumi “X”, Bandung

[4] Simpson, F. dan Bahr, K. 2005, Pratical Magnetotelluric. United Kingdom : Cambridge

University Press.

[5] Siripunvaraporn, W., Egbert, G., Lenbury, Y. dan Uyeshima, M. 2005, “Three-

dimensional magnetotelluric inversion: data-space method” Phys. Earth Planet. Int.,

150, 3–14.

[6] Supriyanto. 2007, Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi. Departemen

Fisika. Universitas Indonesia

Inversi 3-dimensi…, Gidson Andriano Siahaan, FMIPA UI, 2014