intervensi pada perokok

16
PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM UPAYA MENGURANGI KECENDERUNGAN PERILAKU MEROKOK DI KALANGAN REMAJA A. LATAR BELAKANG Dewasa ini Indonesia menjadi Negara yang mengalami banyak sekali krisis baik bidang kesehatan, sosial, politik, ekonomi, budaya dan pendidikan. Krisis yang memprihatinkan adalah adanya pergeseran pada nilai social dan budaya yang berdampak pada terabaikannya masalah kesehatan. Nasib dan Masa depan suatu bangsa atau Negara dapat dilihat dari kualitas remajanya. Alasannya adalah remaja akan menggantikan sosok pemimpin Negara di masa depan Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan perhatian serius pada generasi remaja. Pada kenyataannya telah terjadi pergeseran perilaku pada remaja yang mengarah pada pergeseran nilai dan budaya menuju pada degradasi. Salah satunya adalah tentang perilaku merokok yang semakin marak dikalangan remaja, bahkan semakin mengarah pada usia yang lebih muda. Perilaku merokok remaja semakin mengalami peningkatan, berdasarkan data menunjukkan adanya prevalensi yang semakin tinggi mulai tahun 1999 hingga 2011. Penelitian yang dilakukan Bawazeer, Haltab, Morales (1999) yang dimuat dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (No. 056, September 2005) menunjukkan bahwa 19,8 Perokok adalah usia SMP. Kemudian Depdiknas pada tahun 2001 menyebutkan bahwa

Upload: agus-aan-adriansyah

Post on 23-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bentuk-bentuk intervensi yang diberikan pada seorang perokok

TRANSCRIPT

PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM UPAYA MENGURANGI KECENDERUNGAN PERILAKU MEROKOK DI KALANGAN REMAJA

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini Indonesia menjadi Negara yang mengalami banyak sekali krisis baik bidang kesehatan, sosial, politik, ekonomi, budaya dan pendidikan. Krisis yang memprihatinkan adalah adanya pergeseran pada nilai social dan budaya yang berdampak pada terabaikannya masalah kesehatan. Nasib dan Masa depan suatu bangsa atau Negara dapat dilihat dari kualitas remajanya. Alasannya adalah remaja akan menggantikan sosok pemimpin Negara di masa depan Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan perhatian serius pada generasi remaja. Pada kenyataannya telah terjadi pergeseran perilaku pada remaja yang mengarah pada pergeseran nilai dan budaya menuju pada degradasi. Salah satunya adalah tentang perilaku merokok yang semakin marak dikalangan remaja, bahkan semakin mengarah pada usia yang lebih muda. Perilaku merokok remaja semakin mengalami peningkatan, berdasarkan data menunjukkan adanya prevalensi yang semakin tinggi mulai tahun 1999 hingga 2011. Penelitian yang dilakukan Bawazeer, Haltab, Morales (1999) yang dimuat dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (No. 056, September 2005) menunjukkan bahwa 19,8 Perokok adalah usia SMP. Kemudian Depdiknas pada tahun 2001 menyebutkan bahwa ada peningkatan yaitu 25,56% perokok adalah remaja berusia 15-24 tahun.Pada tahun 2003 Survey yang dilakukan oleh media cetak Jawa Pos di Malang yang menunjukkan bahwa 54,24% perokok dalam angkutan umum, sekitar 13,55% adalah pelajar SMP dan SMA. Ditambahkan oleh Bapelkes (Badan Pelaksana Kesehatan) tahun 2009 menyebutkan bahwa 15,7 % remaja yang merokok berusia 14-16 tahun. Hal ini menunjukkan pergeseran usia yang semakin dini pada kalangan remaja. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010 semakin meningkat prevalensi merokok dikalangan remaja yaitu 34,7 %. Riset terbaru yang dilakukan oleh WHO tahuhn 2011 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-3 di Dunia sebagai Negara dengan jumlah penduduk perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Adanya bukti diatas tentu semakin memperihatinkan. Seharusnya usia remaja sebagai usia produktif memiliki kesadaran besar pada upaya menjaga dan meningkatkan kesehatan. Oleh sebab itu hal ini seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah baik dinas kesehatan maupun pendidikan. Disamping itu diperlukan pula peran serta orang tua dan masyarakat untuk mengatasi pergeseran nilai pada remaja tersebut.

B. KAJIAN TEORI

a. Perilaku Merokok

Perilaku adalah suatu rekasi ataurespon seseorang dalam menanggapi stimulus tertentu yang tampak (Overt Behavior) dan dapat diamati secara langsung (Observable dan Measurable, Walgito, 1997).Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus daun nipah atau kertas (Poerwadarminta, 1995). Sedangkan Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh kemudian menghembuskannya lagi keluar.Perilaku merokok berarti suatu aktivitas membakar rokok, menghisapnya kemudian menghembuskan asapnya keluar dan asap yang ditimbulkannya dapat dihisap oleh orang-orang lain di sekitarnya.Perilaku merokok dewasa ini semakin dini muncul pada remaja, seperti hasil riset yang telah disebutkan diatas. Bahwa prevalensi perokok semakin banyak dikalangan remaja. Perilaku merokok disebabkan oleh faktor internal atau dalam diri individu itu sendiri juga faktor dari eksternal atau lingkungan. I. Faktor dalam diri (Internal) yaitu :1.1 Kajian perkembanganRemaja merupakan usia pencarian jati diri. Remaja merupakan masa Storm and stress dimana merupakan masa yang memiliki emosi yang fluktuatif atau tidak stabil. Remaja mudah berubah untuk menyesuaikan dengan perasaannya. Berdasarkan tahap perkembangan Psikoseksual, Erikson usia remaja berada pada tahap Ego Identity x Role Confusion yaitu remaja memiliki berbagai tuntutan social dan perubahan peran baik dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini menyebabkan remaja ingin mencoba berbagai macam hal baru, misalnya merokok.1.2 Ketergantungan PsikologisHal ini dikarenakan di dalam rokok terdapat kandungan nikotin yang memiliki zat adiktif sehingga menimbulkan efek relaks dan menyenangkan atau biasa disebut dengan Tobacco Depndency. Hal ini dapat dipahami bahwa secara mendasar setiap manusia pasti akan mempertahankan segala sesuatu yang membuat merasa tenang dan nyaman sebagai suatu keseimbangan. 1.3 Konflik InternalAdanya permasalahan yang dihadapinya seperti kekecewaan dan ketidakpuasan. Hal ini bisa dikarenakan adanya kualitas hubungan dalam keluarga yang tidak harmonis sehingga keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang bagi remaja atau bagi anggota keluarga yang lain. Disamping itu, menurut Freud seseorang yang merokok apalagi berlebihan merupakan sebuah kompensasi dari rasa tidak terpenuhnya kebutuhan pada tahap oralnya sehingga dimanifestasikan dalam perilaku merokok yang berlebihan. II. Faktor Eksternal (Lingkungan)2.1 Pengaruh hubungan dalam keluargaFaktor ini juga menjadi bagian dengan konflik internal. Sumbernya dari luar individu yaitu keluarga, tetapi berdmpak pada pribadi individu seperti kekecewaan, kurang perhatian dan kasih sayang. 2.2 Pengaruh Teman atau sebaya Remaja umumnya mencapai tahap berkelompok yaitu lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah dengan teman sebayanya untuk mencari identitas diri dan pengakuan. Remaja akan berusaha menjadi identik atau memiliki kesamaan dengan teman sebayanya dengan harapan dapat diterima keberadaannya dan diakui sebagai bagian dari anggota kelompok. Oleh sebab itu pengaruh teman sebaya sangat besar bagi pembentukan nilai-nilai karakter remaja, namun yang lebih penting tetap faktor keluarga.2.3 Faktor social budaya Kebiasaan atau perilaku merokok tentu dipengaruhi juga oleh faktor social dan budaya. Remaja yang tinggal dilingkungan atau budaya yang mayoritas merokok tentu akan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk merokok. Disamping itu Satus social juga turut mempengaruhi, misalnya tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan pergaulan social juga memiliki kontribusi pada perilaku merokok.

III. Dampak Merokok

Dampak merokok diantaranya adalah :1. Efek ketenangan sehingga menimbulkan mood positif yang dapat menimbulkan ketenangan dan konsentrasi2. Mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain gangguan saluran pernafasan, Penyakit jantung, gangguan kesuburan (infertilitas), kanker dan paru-paru3. Efek KecanduanMerokok dapat menimbulkan perilaku obsessif pada penggunanya. Hal ini dikarenakan dalam rokok mengandung nikotin yang memiliki zat aditif yang membuat seseorang ingin teru mengulang mengkonsumsinya.

IV. Tahap-tahap PerokokLeventhal & Clearly (Komasari & Helmi, 2000) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu : 1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok. 3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. V. Tipe-Tipe Perokok Smet (1994) menyebutkan ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah: 1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. 2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari. 3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam seharib. RemajaRemaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari anak-anak menjadi dewasa.Masa remaja ditandai oleh berkembangnya ciri-ciri kelamin sekunder yang semakin matang. Masa remaja merupakan masa Storm and Stress yaitu masa-masa sulit. Remaja umumnya memiliki emosi yang labil dan fluktuatif. Hal inilah yang membuat mood remaja mudah sekali berubah. Remaja merupakan masa pencarian jati diri. Berdasarkan tahap perkembangan Psikoseksual Erikson, remaja berada pada tahap Krisis pada Ego identity dan Role Confusion.Remaja mengalami krisis dan tekanan karena adanya tuntutan perubahan peran baik dalam keluarga maupun masyarakat.Remaja ingin menunjukkan eksistensi dirinya sehingga lebih banyak meghabiskan waktu diluar rumah dan bersosialisasi dengan sebayanya. Remaja cenderung berupaya menjadi identik dengan kelompok sebayanya, sehingga remaja akan terus berusaha melakukan hal-hal yang disukai atau dilakukan oleh kelompok reman sebayanya agar diakui menjadi bagian kelompok (Monks, 200; Santrock, 2002).Hal inilah yang menjadi bahaya jika remaja tidak memiliki control diri (Self Control) yang kuat. Apalagi jika remaja tidak memiliki keluarga yang harmonis, sehingga akan membuat remaja enggan untuk berkumpul dengan keluarga dirumah dan lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah.

c. Perilaku Merokok Pada Remaja

Perilaku merokok pada remaja semakin menunjukkan adanya peningkatan, Pada tahun 2010 prevalensi merokok dikalangan remaja yaitu 34,7 % (Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar, 2010. Pada tahun 2011 bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-tiga dunia sebagai Negara dengan penduduk perokok terbesar setelah Cina dan India (WHO, 2011). Hal ini patut mendapatkan perhatian serius karena remaja sebagai usia produktif seharusnya berkonsentrasi pada pengembangan dirinya dalam berbagai aspek kehidupan sebagai calon generasi penerus bangsa.Upaya penanggulangan peningkatan perilaku merokok pada remaja ini hendaknya merupakan kolaborasi dari pemerintah yaitu dinas kesehatan, pendidikan, kebudayaan maupun social. Penanggulangan dengan menurunkan prevalensi kecenderungan merokok perlu dilakukan secara bertahap dan kontinyu.

d. Rencana IntervensiUpaya penanggulangan peningkatan prevalensi merokok dikalangan remaja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Diantaranya dengan menggunakan pendekatan Psikologis. Perilaku merokok merupakan aktivitas merokok yang dapat diamati dan diukur intensitasnya. Psikologi sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia beserta serangkaian aktivitas mental yang menyertainya \(King, 2007). Merokok yang dilakukan oleh remaja dapat dikaji secara psikologis bahwa perilaku tersebut muncul tidak serta merta. Melainkan bisa jadi merupakan manifestasi dari konflik internal yang dialami seseorang sebagai kompensasi rasa kecewa dan ketidakpuasaan. Menurut Freud, Jika seseorang tidak terpenuhi kebutuhan pada tahap oral, maka overcompensation yang dialaminya ketika dewasa kelak yaitu Oral Active Agrression atau Oral Passive Aggression. Merokok merupakan salah satu bentuk manifestasi dari perasaan tidak puas seseorang akibat konflik masa kanak-kanak. Sebelum munculnya sebuah perilaku tertentu, pastilah melalui serangkaian proses mental atau proses kognitif yang terjadi. Oleh sebab itu upaya penanggulangan merokok dapat dilakukan dengan terapi kognitif dan perilaku, atau Cognitif Behavior Therapy(Effendi, 2005).Cognitif Behavior Therapy merupakan salah satu terapi dalam modifikasi perilaku menggunakan pendekatan psikologis. Terapi kognitif yaitu upaya untuk menangkap pikiran-pikiran irrasional yang membuat seseorang memutuskan untuk merokok. Umumnya remaja beranggapan bahwa merokok itu menambah penampilan. Hal inilah yang dianggap sebagai pemikiran irrasional dan harus diubah menjadi pemikiran rasional. Remaja atau perokok diajak untuk berpikir secara obyektif dan logis tentang alasan-alasan merokok ditunjang dengan bukti-bukti empiric tentang kandungan rokok dan bahaya rokok. Selain itu terapis atau petugas kesehatan juga harus menggali mengenai motivasi merokok seseorang, manggali mengenai pengalaman masa lalunya, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan teman dan konsep dirinya secara utuh.Kemudian tahap selanjutnya setelah perokok atau pasien menemukan Pemikiran yang rasional tentang rokok maka akan dilanjutkan dalam terapi perilaku. Modifikasi perilaku dilakukan secara bertahap. Hal ini diarenakan sulit memutus mata rantai perokok untuk berhenti seketika. Melainkan menggunakan Penghentian dan penggantian secara sedikit demi sedikit. Menurut aliran Psikologi Behavioristik, bahwa terbentuknya perilaku adalah adanya stimulus dan respon yang diberi penguat (Reinforcement), yang jika diulang-ulang akan memperkuat munculnya perilaku. Oleh sebab itu dalam terapi perilaku, setelah ditentukan dan dirancang mengenai tahapan-tahapan yang akan dicapai perlu dijadwalkan pula proses pemberian Reinforcement (Reward atau punishment nya).Proses terapi ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Selama proses ini berlangsung perlu dilakukan pendampingan dan monitoring, termasuk dalam pemberian Reinforcement. Perlu dicatat bahwa pemberian Reinforcement harus mengikuti prinsip kesegeraan (Tidak boleh ditunda) dan jelas. Hal ini untuk menjaga konsistensi perilaku yang muncul. Terapi perilaku dapat menggunakan Teknik Self Control.Selain itu perlu dilakukan adanya Peer Supporting Group yaitu kelompok sebaya yang memiliki permasalahan yang sama untuk melakukan kegiatan rutin bersama-sama. Hal ini berguna untuk saling mendukung dan menguatkan satu dengan yang lain. Proses konseling baik individu maupun kelompok dapat terus dilakukan, waktunya sesuai dengan perubahan perilaku yang terjadi.

e. Rancangan Intervensi

Tahap I : Anamnesa dan kontrak

Langkah yang harus dilakukan yaitu menggali kelengkapan data pasien yang akan di terapi. Seperti identitas pribadi, latar belakang keluarga, Precipitating Event (Pemicu dan awal terjadinya), intensitas perilaku (merokok), Timing (Waktu munculnya perilaku). Setelah itu pasien menandatangani kontrak pasien, yang isinya antara lain bahwa pasien setuju mengikuti proses terapi dan mematuhi semua kesepakatan selama terapi berlngsung. Pada tahap ini dijelaskan pula bahwa keberhasilan terapi sangat tergantung pada kedisiplinan pasien selama terapi berlangsung.

Contoh Form Anamnesa dan Kontrak pasienRabbanPusat Konsultasi dan Layanan PsikologisSIPP : 0621 10 2 1Identitas diriNama:TTL:Usia:JK:Alamat:Agama:Pendidikan:Status:Suku Bangsa/Negara:Identitas KeluargaData Orang TuaAyahNama:Usia:Pendidikan:IbuNama:Usia:Pendidikan:SaudaraNama:Usia:Pendidikan:JK:Hubungan dengan keluraa(Aktivitas yang dilakukan bersama, pola suh keluarga, Sikap ayah/Ibu, Hubungan dengan saudara)Masalah Yang dialami :Masalah muncul sejak :Ciri-Ciri/Simptom/Gejala yang muncul :Intensitas munculnya (Sering, jarang, kadang) :Waktu kemunculan symptom :Perkiraan pemicu/penyebab :

Contoh Form Anamnesa dan Kontrak pasienRabbanPusat Konsultasi dan Layanan PsikologisSIPP : 0621 10 2 1IX. Apa harapan yang diinginkan :X. Saya menyatakan bahwa apa yang saya sampaikan pada informasi diatas adalah benar, dan saya menginginkan mengikuti proses terapi dengan sepenuhnya.Klien,Psikolog, _________________

Tahap II : Sesi Terapi Terapi Kognitif

Terapi ini dapat dilakukan secara individu maupun secara kelompok. Pada sesi terapi ini untuk pertama kalinya terapis menggali mengenai perasaan, emosi, pemikiran dan tindakan pasien terkait situasi yang dialaminya. Selanjutnya menggali permasalahan dan pemikiran mendasar yang mendorong klien/pasien untuk merokk. Jika dalam bentuk kelompok maka setiap peserta diberi lembar kerja terkait Irrasional Thingking and Cognitive Distortion.

Contoh lembar kerja :

Catatan Harian DisfungsionalNama :Usia:JK:Pendidikan:Hari/Tgl-JamSituasi (Lukiskan kejadian yg menimbulkan emosi negative/tdk menyenangkan)EmosiYang muncul& Kadar ProsentasePemikiran otomatisDistorsiKognitifTanggapan RasionalHasil akhir(EmosiYang muncul& Kadar Prosentase)Sabtu, 7 Juuli 2012Tugas makalah belum selesai sudah melebihi deadlineMarah , Stress (80%) Mending tdk dikerjakan, percuma sdh terlambatPercuma dikerjakan karena sdh terlambat (tdk akan dinilai)Mending merokok aja, bisa relaksLebih tenang dan relaks, tdk marah lagi (40 %)Pada contoh diatas dapat dijelaskan pada peserta/klien/pasien bahwa apakah dengan merokok dan menjadi tenang maka tugas makalah akan selesai dan mendpat nilai. Hal ini untuk terus menggali sehingga distorsi kognitifnya menjadi terbuka dan berpikir obyektif-logis.

Tahap III : Self ControlMerencanakan Kegiatan lain yang menyenangkan sebagai pengganti rokok.

NOHari/Tgl/JamSituasiJumlah rokok yang dikonsumsiKegiatan lainJumlah rokok diturunkan menjadi

1Sabtu,7-7-2012/10.00Pusing, marah2 PackRelaksasi/mendengarkan music klasik1 Pack

2Minggu, 8-8-2012/20.00Marah, sedih1 PackRelaksasi/mendengarkan music klasik, Pergi ke pegunungan untuk berteriak1 pack

Tahap IV :

Membuat kesepakatan mengenai aturan reward dan punishmentMisalnya : Peserta/Klien/Pasien membuat jadwal bahwa selama 1 Minggu akan berhasil mengurangi 3 batang rokok (dari 12 Batang menjadi 9 batang perhari). Jika Berhasil maka mendapat reward (sesuai kesepakatan) Misalnya, berhak berjalan-jalan ke pegunungan/pantai/dll. Kemudian jika gagal atau tidak berhasil maka mendapat sanksi berupa tidak diajak mengikuti permainan kelompok/Dilarang berbicara dalam proses kegiatan kelompok, dsb.

Tahap V :Supporting Group/Sharing PartnerTahap ini dilakukan pada akhir minggu, untuk bersama-sama melakukan evaluasi/sharing mengenai perasaan masing-masing dalam kelompok. Dilakukan juga pengukuran tingkat keberhasilan sesi terapi, misalnya diukur dari intensitas jumlah batang rokok yang dihisap.Kemudian membuat perencanaan mengenai aktivitas selanjutnya.

Tahap VI : KonselingTahap Konseling dilakukan untuk pendampingan, akan lebih baik dilakukan secara individual untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perasaan dan hambatan masing-masing peserta.

Tahap VII : Life Skill Activity

Peserta diajarkan beberapa keterampilan lain ataupun dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan social sebagai Volunteer pada aktivitas-aktivitas penyuluhan, pelatihan dsb. Hal ini untuk memberikan kesibukan dan tambahan keterampilan pada peserta remaja agar memiliki kegiatan positif sehingga meminimalisir kegiatanluangnya yang dapat memicu meningkatkan perilaku merokoknya.

C. PUSTAKA ACUAN

Effendi, M. (2005). Penggunaan CBT untuk Mengendalikan Kebiasaan Merokokdi Kalangan Siswa melalui PeningkatanPerceivedSelfEfficacy Berhenti Merokok. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 056, Tahun Ke-11, September 2005.

King, L, A. (2010). The Science Of Psychology. Columbia : Mc Graw Hill.

Monks, FJ & Knoers, AMP; Haditono. (2001). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gajahmada University Press.

Santrock, J, W. (2002). Life span development. Jakarta : Erlangga.

Walgito, B. (1997). Psikologi social : suatu pengantar. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi Offset.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Liliweri, A. (2007). Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.