interaksi obat
DESCRIPTION
nutrientTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi obat merupakan peristiwa dimana efek suatu obat dipengaruhi oleh obat lain.
Namun kenyataannya interaksi obat tidak hanya interaksi antara obat dengan obat lainnya,
namun interaksi tersebut dapat timbul dengan hal lain meliputi :
Interaksi obat dengan makanan
Interaksi obat dengan minuman
Interaksi obat dengan nutrisi
Interaksi obat dengan formulasi obat
Interaksi obat dengan cytokines/ penyakit
Interaksi obat dengan lingkungan
Interaksi obat dengan produk herbal, dll.
Interaksi obat ini sendiri umumnya memiliki efek yaitu sinergisme/ aditive , potensiasi,
dan antagonisme. Efek sinergisme timbul apabila adanya interaksi obat yang memiliki
mekanisme efek yang sama dan menimbulkan efek yang berlebihan sehingga kemungkinan besar
akan terjadi ketoksikan. Efek potensiasi timbul apabila terjadi interaksi antara 2 senyawa atau
lebih yang memiliki mekanisme efek yang berbeda namun memiliki tujuan terapi yang sama
sehingga menyebabkan efek yang berlebihan. Sedangkan antagonisme merupakan efek yang
saling menghilangkan atau memiliki efek yang berlawanan sehingga akan mengurangi/
menghilangkan efek suatu obat.
Nah, interaksi obat ini sangat penting karena kebanyakan dari interaksi obat ini
berbahaya bagi pengguna obat karena dapat meningkatkan toksisitas dan/ atau mengurangi
efektifitas obat yang berinteraksi, apalagi menyangkut obat yang memiliki batas keamanan yang
sempit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengerti dan memahami Interaksi Obat
didalam tubuh.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain
yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila dua atau lebih obat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat berubah. Tidak
semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, tetapi beberapa interaksi justru
diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya peristiwa interaksi antara
probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuli
ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih
lama dalam tubuh. Interaksi obat merupakan kejadian di mana suatu zat mempengaruhi
aktivitas obat, efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau
menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Modifikasi efek suatu obat lain
yang diberikan bersamaan, bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga
keefektifan suatu obat berubah.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi dapat
membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali
sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Sehingga dampak negatif dari
interaksi ini yang kemungkinan akan timbul antara lain:
Terjadinya efek samping
Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
Obat-obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat
Interaksi obat sedikitnya melibatkan 2 jenis obat yaitu:
Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah
oleh obat lain.
Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau
mengubah aksi atau menimbulkan efek obat lain.
2
Obat Obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya
dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:
a. Obat--obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar
obat) sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik
yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering
dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang
tajam (curam; steep dose response curve). Misalnya dalam hal ini
pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat
klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low
toxic:therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis
terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar.
Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan
terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang
manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah
diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak
berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal
dengan obat-obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow
therapeutic range). Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan
sering menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi:
o Antikoagulansia seperti warfarin,
o antikonvulsansia (antikejang), antiepilepsi,
o Hipoglikemika, antidiabetika oral seperti tolbutamid,
klorpropamid dll
o Anti-aritmia seperti lidokain,prokainamid dll,
Glikosida jantung seperti digoksin
o Antihipertensi
o Kontrasepsi oral steroid
o Antibiotika aminoglikosid
3
o Obat-obat sitotoksik
o Obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.
Obat presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain.
Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya
adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat
yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan
meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek
toksik. Obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan protein
kuat misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang
mempunyai sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya
rifampisin, karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan
mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar
dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat
metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason,
alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek
sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga
eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat
golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah jika
dilihat dari segi interaksi farmakokinetika, terutama pada proses distribusi
(ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain
yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang
berbeda-beda.
4
2.2 Jenis-jenis Interaksi Obat
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan
bersama-sama Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang
pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang
kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius,
karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi
obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur
dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi
juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan
darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat
dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan
obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan
sulfa. Object drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow
therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh :
digoksin, gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat
sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat
inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan
mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat . Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu
obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat
lain.
5
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada
lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi
apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya.
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.
Interaksi yang menguntungkan, misalnya:
Penicillin dengan probenesit
Probenesit menghambat sekresi penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar
penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi
gonore
Kombinasi obat anti hipertensi
Meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping
Kombinasi obat anti kanker
Meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping
Kombinasi obat anti tuberculosis
Memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat
Antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-
obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan
atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-
kali.
Jenis Interaksi Obat berdasarkan mekanisme :
A. Interaksi farmakokinetika : bila suatu interaktan mengganggu absorbsi, distribusi,
biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi obat objek.
B. Interaksi farmakodinamika : bila interaktan dan obat objek bekerja pada tempat
kerja, reseptor, atau sistem fisiologi yang sama.
6
A. Interaksi Obat secara Farmakokinetika :
a. Interaksi Dalam Mekanisme Absorbsi
Obat-obat yang digunakan secara oral biasanya diserap dari saluran cerna ke
dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat
melewati saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun
aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan
difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih
rendah.
Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi
(contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini membutuhkan energi.
Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari pada secara tansport pasif. Obat
dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membran sel,
sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di
bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorbsi
biasanya sempurna. Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan
akan lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila
dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek.
Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi antara lain :
1. Kompleksasi dan adsorbsi (interaksi langsung)
Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa
kompleks antar senyawa obat yang mengakibatkan salah satu atau
semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan absorpsi.
Interaksi ini dapat dihindarkan bila obat yang berinteraksi diberikan
dalam jangka waktu minimal 2 jam.
Interaksi langsung :
OBAT A OBAT B EFEK INTERAKSI
Tetrasiklin Antasida (mengandung
ion logam) Susu
bermineral (mengandung
logam)
Terbentuk kelat tak
terabsobsi. Absorbsi
tetrasiklin dan logam tertentu
(Fe2+) berkurang
7
Levodopa FeSO4 Terbentuk kompleks kelat,
absorbsi levodopa berkurang
Digoksin,
Digitoksin
Kolestiramin,
kortikosteroid, tiroksin
Pengikatan obat A oleh obat
B, absorbsi obat A berkurang
Digoksin,
Linkomisin
Kaolin-pektin Sda
Rifampisin Bentonit (bahan pengisi
tablet)
Sda
2. Perubahan pH saluran pencernaan
pH cairan saluran cerna mempengaruhi laju absorbsi obat yang
bersifat asam atau basa lemah.Pada pH cairan saluran cerna yang
alkalis obat asam terionisasi, kurang terabsorbsi, misalnya akibat
adanya antasid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam
yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin. Dengan
demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat
absorpsinya. Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akan
mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnya
tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi
absorpsinya.
Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan
mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga
meningkatkanbioavailabilitasnya.Ketokonazol yang diminum per oral
membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang
dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida,
obat antikolinergik, penghambatan H2, atau inhibitor pompa proton
(misalnya omeprazol). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya abat-obat
ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketokonazol.
OBAT A OBAT B EFEK INTERAKSI
8
NaHCO3 Aspirin pH lambung asam, kecepatan
absorbsi aspirin meningkat
NaHCO3 Tetrasiklin pH lambung turun, tetrasiklin
kurang larut, absorbsi berkurang
H2-bloker (hambat
sekresi asam
lambung)
Ketokonazol (asam
lemah)
Kelarutan ketokonazol berkurang,
absorbsi berkurang
3. Perubahan motilitas atau laju pengosongan lambung
Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat
termasuk obat bersifat asam. Disini absorbsi terjadi jauh lebih cepat
dari pada di lambung. Oleh karena itu, makin cepat obat sampai di
usus halus, makin cepat pula absorbsinya. Kecepatan pengosongan
lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan absorbsi tanpa
mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbi. Ini berarti, kecepatan
pengosongan lambung biasanya hanya mengubah tinggi kadar puncak
dan waktu untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah
bioavailibilitas obat. Karena kapasitas metabolisme dinding usus halus
lebih terbatas dibandingkan kapasitas absorbsinya, maka makin cepat
obat ini sampai di usus halus, makin tinggi bioavailibilitanya.
OBAT A OBAT B EFEK INTERAKSI
9
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
Analgesik narkotik
Parasetamol
Diazepam
Fenilbutazon
Propranolol
Levodopa
Obat A memperlambat
obat B keluar dari
lambung, absorbsi B terhambat
Antikolinergik Digoksin Obat A memperlama transit di
usus, absorbsi B meningkat
Metoklopramid Parasetamol
Diazepam
Fenilbutazon
Propranolol
Obat A mempercepat obat B
keluar dari lambung, absorbsi B
cepat
4. Penghambatan enzim pencernaan
Obat-obat atau makanan tertentu dapat mempengaruhi sistem
transpor enzim sehingga mempengaruhi absorbsi obat-obat spesifik
pada usus. Alopurinol dan sediaan atau makanan yang mengandung
besi tidak boleh diberikan secara bersamaan karena alopurinol
memblok sistem enzim yang mencegah absorbsi besi. Kelebihan
absorbsi dan kelebihan muatan besi pada pasien dapat terjadi sehingga
menyebabkan hemosiderosis (deposit hematin yang tidak larut di
dalam jaringan).
Asam folat pada umumnya terdapat di dalam makanan dalam
bentuk poliglutamat yang sukar terabsorbsi. Agar absorbsi mudah ter-
jadi, maka poliglutamat itu harus diubah menjadi turunannya yang mu-
dah terabsorbsi, yaitu folat. Perubahan ini dikatalisis oleh enzim
konjugase di dalam usus. Fenomena interaksi ditemukan pada pasien
yang mengalami anemia akibat kekurangan asam folat setelah diberi
fenitoin. Berdasarkan hal ini disimpulkan bahwa fenitoin menghambat
aktivitas enzim konjugase yang mengubah poliglutamat menjadi asam
folat.
5. Perubahan flora saluran pencernaan
10
Flora normal usus berperanan antara lain untuk :
Sintesis vitamin K
Memecah sulfasalsin menjadi bagian-bagian yang aktif yaitu
sulfapiridin dan 5-amino salisilat
Metabolisme obat-obat tertentu seperti levodopa dan digoksin
Hidrolisis glukuronida yang dieks-kresi melalui empedu
sehingga memperpanjang kerja obat-obat tertentu seperti
kontrasepsi oral
Obat-obat yang dapat mempengaruhi flora saluran pencernaan
adalah antimikroba, khususnya antibakteri. Pemberian
antibakteri spek-trum luas akan mengubah atau menekan flora
normal sehingga meng-akibatkan :
Meningkatnya aktivitas antikoagulan oral (antagonis
Vitamin K) yang diberikan bersamaan
Menurunnya efektivitas sulfasalasin
Meningkatnya bioavailabilitas levo-dopa dan digoksin
Menurunnya efektivitas kontrasepsi oral
b. Interaksi Dalam Mekanisme Distribusi (Kompetisi dalam ikatan protein plasma)
Distribusi obat adalah distribusi obat dari dan ke darah dan beberapa jaringan
tubuh (misalnya lemak, otot, dan aringan otak) dan proporsi relative obat di dalam
jaringan. Setelah suatu obat diabsorbsi ke dalam aliran darah maka obat akan
bersirkulasi dengan cepat ke seluruh tubuh, waktu sirkulasi darah rata – rata adalah 1
menit. Saat darah bersirkulasi obat bergerak dari aliran darah dan masuk ke jaringan –
jaringan tubuh. Sebagian terlarut sempurna di dalam cairan plasma, sebagian
diangkut dalam bentuk molekul terlarut dan dalam bentuk terikat protein plasma
(albumin). Ikatan protein sangat bervariasi, sebagian terikat sangat kuat.
Banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama
pada albumin, sedangkan obat yang bersifat basa pada asam a1-glikoprotein. Oleh
karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat bersifat
asam maupun antara obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama.
11
Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein, maka suatu obat dapat
digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, dan peningkatan kadar obat
bebas menimbulkan peningkatan efek farmakologinya. Akan tetapi keadaan ini hanya
berlangsung sementara karena peningkatan kadar obat bebas juga meningkatkan
eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang baru dimana kadar
obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali seperti sebelumnya (mekanisme
konpensasi).
Beberapa contoh obat yang berinteraksi di dalam proses distribusi yang
memperebutkan ikatan protein adalah sebagai berikut:
Warfarin – Fenilbutazon
Kedua obat ini terikat kuat pada protein plasma, tetapi fenilbutazon memiliki afinitas
yang lebih besar, sehingga mampu menggeser warfarin dan jumlah/kadar warfarin
bebas meningkat Aktivitas antikoagulan meningkat terjadi resiko pendarahan.
Warfarin – Kloralhidrat
Metabolit utama dari kloralhidrat adalah asam trikloroasetat yang sangat kuat terikat
pada protein plasma. Kloralhidrat mendesak wafrarin dari ikatan protein sehingga
meningkatkan respon antikoagulan.
c. Interaksi Dalam Mekanisme Metabolisme Hepatik
Ada 2 kategori utama reaksi metabolisme yaitu fase I dan Fase II. Reaksi Fase
I adalah serangkaian reaksi yang menimbulkan perubahan kimia yang relative kecil,
membuat lebih banyak senyawa menjadi hidrofilik. Metabolisme fase I bisa terjadi
selama proses absorbs.
a) Metabolisme obat dipercepat
Berbagai interaksi obat terjadi karena adanya suatu obat yang merangsang
metabolisme obat lain. Di samping itu pemberian secara kronis obat-obat tertentu
dapat pula merangsang metabolisme selanjutnya. Interaksi ini terjadi akibat
meningkatnya aktivitas enzim hepatik yang terlibat dalam metabolisme obat
tersebut. Peningkatan aktivitas enzim ini dapat disebabkan oleh :
Peningkatan sintesis enzim sehingga jumlahnya meningkat, yang disebut
induksi enzim
12
Penurunan kecepatan degradasi enzim
Senyawa yang dapat menginduksi enzim hepatik digolongkan atas dua golongan
yaitu :
Golongan fenobarbital dan senyawa-senyawa yang kerjanya mirip
fenobarbital. Golongan ini yang paling banyak berperan untuk berbagai
obat.
Golongan hidrokarbon polisiklik, hanya untuk beberapa obat.
Akibat induksi enzim adalah peningkatan metabolisme obat, yang terjadi karena 3
kemungkinan, yaitu :
Obat merangsang metabolismenya sendiri, karena pemberian kronis. Obat-
obat yang memiliki gejala ini antara lain barbiturat, antihistamin, fenitoin,
meprobamat, tolbutamid, fenilbutazon, dan probenesid
Obat mempercepat metabolisme obat lain yang diberikan bersamaan
Obat merangsang metabolisme sendiri dan juga metabolisme obat lain.
Akibat farmakologis dari induksi enzim ini adalah :
Peningkatan bersihan ginjal
Penurunan kadar obat di dalam plasma
Contoh obat yang dapat berinteraksi dalam proses metabolisme:
Warfarin – Fenobarbital
Melalui induksi enzim, feno-barbital meningkatkan laju metabolisme
antikoagulan kumarin, seperti warfarin, sehinga terjadi penurunan respon terhadap
antikoagulan karena lebih cepat termetabolisme dan ter-ekskresi, yang
memungkinkan timbulnya resiko pembentukan trombus.
Kontrasepsi Oral – Fenobarbital
Fenobarbital maupun bebe-rapa obat yang lain meningkatkan metabolisme
hormon steroid, termasuk estrogen dan progestin yang digunakan dalam
13
kontrasepsi oral, sehingga dapat menggagalkan kerja dari kontrasepsi oral
tersebut.
b) Metabolisme obat dihambat
Sejumlah reaksi obat didasarkan pada penghambatan obat tertentu oleh obat lain,
sehingga terjadi peningkatan durasi dan intensitas aktivitas farmakologi dari obat
yang dihambat.
Penyebab terhambatnya metabolisme obat, yaitu :
Penghambatan ireversibel terhadap enzim yang bertanggung jawab untuk
biotransformasi obat
Suatu obat bersaing dengan obat lain untuk bereaksi dengan enzim
pemetabolisis yang sama, di mana obat yang terdesak akan meng-alami
pengahambatan metabolisme. Contoh obat yang berinteraksi pada
penghambatan metabolisme antara lain sebagai berikut :
Alkohol – Disulfiram
Interaksi ini merupakan interaksi yang bermanfaat dalam peng-obatan
alkoholisme. Disulfiram menghambat aktivitas dehidrogenase yang bertugas
untuk mengoksidasi asetaldehid, suatu produk oksidasi alkohol, sehingga
terjadi akumulasi asetal-dehid di dalam tubuh, yang menim-bulkan rasa
tidak nyaman bagi peminum alkohol, sehingga ia akan menghentikan
minum minuman beralkohol.
Merkaptopurin – Alopurinol
Dengan menghambat aktiv-itas enzim xantin oksidase, alopu-rinol
menurunkan produksi asam urat sehingga menjadi dasar untuk peng-obatan
rematik. Xantin oksidase juga berperan penting dalam metabolisme obat-
obat yang berpotensi toksik, seperti merkaptopurin dan aza-tioprin, dan bila
enzim tersebut dihambat oleh alopurinol, maka efek kedua obat tersebut
akan meningkat dengan nyata.
d. Interaksi Dalam Mekanisme Ekskresi
Interaksi Obat dengan Perubahan pH Urin
14
Perubahan pH urin mengakibatkan perubahan bersihan ginjal, melalui
perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal, yang hanya bermakna
secara klinis bila:
o Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar, lebih dari
30%
o Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah
dengan pKa 3,0 – 7,5.
Interaksi yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal hanya akan
nyata secara klinis bila obat atau metabolit aktifnya tereliminasi secara berarti
oleh ginjal. pH urin dapat mempengaruhi aktivitas obat dengan mengubah
kecepatan bersihan ginjal.Bila berada dalam bentuk tak terion, maka obat akan
lebih cepat berdifusi dari filtrat glomerular kembali ke dalam aliran darah.
Dengan demikian, untuk obat basa, seperti amfetamin, sebagian besar berada
dalam bentuk tak terion dalam urin basa, sehingga banyak yang tere-absorbsi
ke dalam darah, yang akibatnya dapat memperlama aktivitasnya.
Senyawa yang dapat meningkatkan pH urin adalah natrium bikarbonat,
sehingga bila diberikan bersamaan dengan amfetamin dosis tunggal, maka
efek amfetamin dapat berlangsung selama beberapa hari. Sebaliknya, obat
yang bersifat asam, seperti salisilat, sulfonamid, fenobarbital, lebih cepat
terekskresi bila urin alkalis (pH tinggi). Oleh karena itu pemberian bersama-
sama obat ini dengan obat yang me-ningkatkan pH urin, seperti diuretik
penghambat karbonat anhidrase (asetazolamid), atau antasida sistemik
(natrium bikarbonat), dapat mempercepat bersihan obat asam sehingga
efeknya cepat hilang.
Interaksi Obat dengan Perubahan Transpor Aktif
Penghambatan sekresi pada tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi
antarobat atau antarmetabolit untuk sistem transpor aktif yang sama, terutama
sistem transpor untuk obat asam atau metabolit yang bersifat asam. Proses ini
mungkin melibatkan sistem enzim di dalam ginjal. Obat-obat tersebut
diangkut dari darah melintasi sel-sel tubuli proksimal dan masuk ke urin,
melalui transpor aktif.
15
Bila obat diberikan bersamaan maka salah satu di antaranya dapat
mengganggu eliminasi obat lainnya.Sebagai contoh, pemberian bersamaan
antara probenesid dan penisilin. Probenesid menghambat ekskresi penisilin
sehingga kadar antibiotik ini di dalam darah tetap tinggi dan efeknya lama.
Waktu paruh eliminasi penisilin akan meningkat 2 – 3 lebih lama. Hal ini
merupakan interaksi yang menguntungkan untuk pengobatan infeksi.
Contoh lain adalah antara fenilbutazon dan asetoheksamid. Fenilbutazon
meningkatkan efek hipoglikemik dari asetoheksamid dengan menghambat
ekskresi metabolit aktif-nya, yakni hidroksiheksamid, se-hingga kadar
metabolit tersebut dalam darah lebih tinggi dari normal, sehingga insulin
plasma meningkat dan glukosa darah berkurang.
B. Tipe Interaksi Obat secara Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik berebeda dengan interaksi farmakikinetik. Pada
interaksi farmakokinetik teradi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada
proses absorbs, distribusi, metabolism, dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik
tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah , tetapi yang terjadi adalah
perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya
pada tempat kerja obat, artinya ada perubahan tindakan obat tanpa perubahan konsentrasi
serum melalui factor – factor farmakikinetik.
1) Efek adisi terjadi ketika dua obat atau lebih dengan efek yang sama digabungkan
dan hasilnya adalah jumlah efek secara tersendiri sesuai dosis yang digunakan. Efek
aditif ini mungkin bermanfaat atau berbahaya terhadap klien.Hal ini dinyatakan
dengan 1 +1= 2. Salah satu contohnya barbiturate dan obat penenang yang diberikan
secara berasamaan sebelum bedah untuk membuat pasien rileks.
2) Efek sinergis terjadi ketika dua obat atau lebih, dengan atau tanpa efek yang sama
digunakan secara bersamaan untuk mengombinasikan efek yang memiliki outcome
yang lebih besar dari jumlah komponen aktif satu obat saja.
3) Potensiasi mengambarkan efek sinergistik tertentu; suatu interaksi obat dimana
hanya satu dari dua obat yang tindakannya diperbesar oleh keberadaan obat kedua.
16
4) Reaksi antagonis memiliki efek sinergisme yang sebaliknya dan menghasilkan suatu
efek kombinasi yang lebih rendah dari komponen aktif secara terpisah ( protamine
yang diberikan sebagai antidotum terhadap aksi antikoagulan dari heparin).
Tipe-2 interaksi
o Interaksi aditif atau sinergistik
Dua obat memiliki efek farmakologi yg sama, efek aditif alkohol – sedatif,
tranquilizer. Secara definisi bukan termasuk interaksi. Interaksi aditif dpt terjadi
antara dua efek utama atau efek samping.
o Interaksi antagonistic
Pasangan obat memiliki aktivitas yang saling berlawanan,
Antikoagulan oral memperlama waktu pembekuan darah dengan
menghambat secara kompetitif efek vitamin K,
Jika asupan vitamin K meningkat, efek antikoagulan oral dilawan dan
waktu protrombin kembali normal,
Interaksi karena perubahan mekanisme transpor obat,
Sejumlah obat yang kerjanya pada saraf adrenergik dapat dicegah
mencapai tempat kerjanya oleh adanya obat lain,
Ambilan guanetidin diblok oleh chlorpromazine, haloperidol, tiotixene,
dan sejumlah obat lain, sehingga efek antihipertensi terhambat,
Antidepressan trisiklik mencegah ambilan noradrenalin ke dalam saraf
adrenergik perifer sehingga efek pressornya meningkat
Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
melangsungkan hidupnya. Fungsi nutrisi ini secara umum dibedakan menjadi 3 yaitu :
Pembentuk Energi, meliputi Karbohidrat, Protein, dan Lemak.
Pertumbuhan, meliputi Protein, Lemak, Vitamin, Mineral, dan Air
Regulasi fungsi tubuh, meliputi Protein, Lemak, Vitamin, Mineral, dan Air
17
Interaksi antara obat dengan nutrisi ini dapat berdampak pada berbagai macam hal.
Misalnya dengan penggunaan obat tertentu, maka akan mengurangi nutrisi dalam tubuh
sehingga regulasi tubuh akan menurun, atau dengan mengkonsumsi nutrisi tertentu akan
meningkatkan efek suatu obat lain sehingga dapat timbul efek yang berbahaya (Sinergisme),
dll. Dalam hal ini nutrisi yang paling berpengaruh terhadap Obat adalah Vitamin dan
Mineral.
Vitamin
Vitamin merupakan senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan untuk
metabolisme. Vitamin terdapat 13 macam dan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu vitamin
yang larut lemak (Vitamin A, D, E, dan K) dan 9 vitamin larut air (Vitamin B dan C).
Vitamin ini dapat terjadi deplesi dalam tubuh karena berbagai faktor, misalnya karena
penyakit, hamil, interaksi obat, dll.
Mineral
Mineral merupakan senyawa kimia yang berperan vital terhadap fungsi fisiologi,
misalnya pada fungsi sistem syaraf pusat, reaksi seluler, keseimbangan air dalam tubuh, dan
sistem struktural. Mineral ini dibedakan menjadi 2, yaitu Makromineral dan Mikromineral.
Makromineral merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang
banyak (antara miligram dan gram). Yang termasuk makromineral ini diantaranya
Kalsium, Phospor, dan Magnesium.
Mikromineral merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang
sedikit (antara mikrogram sampai miigram). Yang termasuk mikromineral ini
diantaranya copper, chromium, dan selenium.
Interaksi Obat dengan Nutrisi
Beberapa contoh Interaksi Obat dengan Nutrisi dan Deplesi nutrisi yang diakibatkan
oleh berbagai obat.
Vitamin K dengan Antikoagulan (Warfarin) dan Obat Anti Agregrasi Platelet (Aspirin).
Vitamin K merupakan vitamin yang dibutuhkan tubuh untuk menggumpalkan darah agar
tidak terjadi pendarahan, vitamin ini dalam produksinya dibantu oleh probiotik yang ada
18
dalam intestine. Vitamin ini terdapat dalam berbagai sayuran hijau dan dalam ikan.
Sedangkan obat Antikoagulan dan Anti agregrasi platelet merupakan obat yang
digunakan untuk mencegah darah menggumpal, biasanya obat ini digunakan untuk
pengobatan Stroke.
Penggunaan Obat antikoagulan atau anti agregrasi platelet yang disertai dengan Vitamin
K secara bersama-sama akan menggagalkan penggunaan obat antikoagulan/ anti
agregrasi platelet. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki efek yang berlawanan.
Obat Antikonvulsan
Obat antikonvulsan merupakan obat yang digunakan untuk penyakit epilepsi/
untuk mengatasi kejang, Contoh obatnya yaitu Fenitoin. Penggunaan obat ini dalam
tubuh ternyata dapat menurunkan kadar Asan Folat (Vitamin B9) dan Vitamin D dalam
tubuh. Deplesi Asam Folat dalam tubuh akan mengakibatkan berbagai penyakit seperti
Kaker kolon, penyakit jantung, defisit kognitif, kerusakan kromosom, dan dapat
menyebabkan Anemia Megaloblastik. Sedangkan deplesi Vitamin D akan menyebabkan
penurunan dalam hal penyerapan Kalsium dalam tubuh.
Obat Anti Hipertensi dan Natrium
Penggunaan obat anti-hipertensi akan berkurang efektivitasnya apabila mengkonsumsi
makanan yang mengandung kadar garam (NaCl) tinggi.
Aspirin dan Vitamin C
Aspirin merupakan jenis obat NSAID yang digunakan sebagai antipiretik,
analgesik, dan anti-inflamasi. Sedangkan Vitamin C dalam tubuh berperan dalam
pembentukan jaringan kolagen, tulang, gigi, dan pembuluh darah. Penggunaan Aspirin ini
dapat mengurangi jumlah vitamin C dalam tubuh.
Oral Kontrasepsi dengan Antibiotik
Oral kontrasepsi digunakan untuk mencegah kehamilan. Sedangkan obat
antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri yang biasanya menyebabkan peradangan
dalam bagian tubuh. Oral Kontrasepsi ini dalam tubuh akan dibantu penyerapannya oleh
Probiotik yang ada dalam saluran pencernaan. Dengan menggunakan antibiotik maka
probiotik-probiotik tersebut juga akan ikut mati sehingga akan mengurangi penyerapan
obat oral kontrasepsi. Dengan kata lain kadar dalam darah obat kontrasepsi ini akan
berkurang sehingga dapat meningkatkan resiko kehamilan.
19
Selain itu penggunaan obat oral kontrasepsi ini dalam tubuh dapat menurunkan
Asam Folat (Vitamin B9) dan Piridoksin (Vitamin B6). Deplesi asam folat dapat timbul
penyakit seperti Kaker kolon, penyakit jantung, defisit kognitif, kerusakan kromosom,
dan dapat menyebabkan Anemia Megaloblastik. Sedangkan deplesi Vitamin B6 dapat
menyebabkan dermatitis, anemia, lemah, bingung, iritabilitas, nervous, insomnia,
konvulsi epileptikum dengan EEG abnormal, kanker kolon dan prostat, penyakit jantung,
dan disfungsi otak.
Diuretik
Obat diuretik biasanya digunakan pada terapi hipertensi dengan mekanisme
mengeluarkan air dan berbagai mineral dalam tubuh. Contoh obatnya misalnya
Furosemid (Diuretik Loop), HCT (Diuretik Tiazid), dan Spironolakton (Diuretik hemat
kalium). Penggunaan obat diuretik ini akan menyebabkan deplesi mineral dalam tubuh
khususnya Kalium (kec:diuretik hemat kalium). Deplesi kalium ini dalam tubuh dapat
menyebabkan aritmia jantung.
Antibiotik dengan Kalsium
Kalsium ini dapat berinteraksi dengan beberapa jenis antibiotika, yaitu antibiotika
golongan tertrasiklin (tertrasiklin, doxycycline) dan golongan quinolon (ciprofloksasin).
Kalsium ini dapat kita temui dalam produk-produk olahan susu. Dengan mengkonsumsi
antibiotik dan disertai dengan makan makanan yang mengandung tinggi kalsium dapat
mengurangi efektifitas penyerapan dari obat antibiotik tersebut karena terbentuk
Kompleks yang sulit diserap oleh tubuh.
Antioksidan dan Antikolesterol
Antioksidan (Vitamin A, C, E, B, dan B9) dapat berinteraksi dengan antikolesterol
golongan Statin dengan membalikkan efeknya.
Prednison (Kortikosteroid) ; Diuretik
Penggunaan Prednison dapat menyebabkan peningkatan selera makan sehingga akan
meningkatkan asupan nutrisi dalam tubuh. Sedangkan diuretik dapat menyebabkan
penurunan selera makan sehingga menurunkan asupan nutrisi dalam tubuh.
2.3 Faktor Penunjang Interaksi Obat
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena:
20
1. Dokumentasinya masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan
mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah
satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat
bertambahnya keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling
berinteraksi sehingga sulit untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi
tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah,
adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama
gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat
ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
o USIA
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa
berbeda.
o BOBOT BADAN
Perbandingan dosis obat – bobot badan menentukan konsentrasi obat yang
mencapai sasaran.
o KEHAMILAN
Pengosongan lambung ↑, metabolisme ↑, ekskresi/filtrasi glomerolus ↑.
o OBAT DALAM ASI
Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin,
streptomisin sulfat, tetrasiklin, dll.
o VARIASI DIURENAL
Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓
o TOLERANSI
Mekanisme Kerja : Induksi enzim
o SUHU TUBUH
Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
o KONDISI PATOLOGIK
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
21
o GENETIK
Defisiensi enzim
o WAKTU PEMBERIAN
Sesudah makan/ sebelum makan
Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat dari interaksi antara obat
dan obat lain atau makanan telah ditetapkan. Risiko interaksi obat akan meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu. Hal ini juga menyiratkan
risiko yang lebih besar pada orang tua dan mengalami penyakit kronis, karena mereka akan
menggunakan obat-obatan lebih banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila
rejimen pasien berasal dari beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja mungkin dapat
menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al., 2003). Interaksi obat
potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan banyak pengobatan.
Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear seiring dengan peningkatan jumlah obat
yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin dan usia pasien.
2.4 Mekanisme Interaksi Obat
Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya dengan satu
mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum
mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu
interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan mekanisme
berikut:
Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan
jaringan (interaksi farmakodinamik).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek
farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi
karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang
farmakologi obat-obat yang berinteraksi. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif ,
22
potensiasi, sinergisme dan antagonisme. Mekanisme yang terlibat dalam interaksi
farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit
(misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi
dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam
(sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan
perubahan efek secara substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar
konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir
tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang
sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat
antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan
obat-obat imunosupresan
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat
yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya. Interaksi farmakokinetik ditandai
dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paruh
dsb. Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah pemberian
bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi,
tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik (absorpsi, distribusi,
metabolisme, eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi.
Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat yang diberikan sering
bermanfaat secara klinik, karena mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu pemberian
obat maupun metode interaksi. Beberapa interaksi obat yang penting timbul akibat dua
mekanisme atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan:
23
Sumasi (adiktif).
Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat,
sedangkan trimetoprim menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua
obat ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat sebagai
obat anti bakteri.
Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi efektifitas obat-
obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor.
Potensiasi, contoh :
Banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akan
memperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas
glikosid.
Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah noradrenalin di ujung
syaraf adrenergik dan karena itu memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan
tiramin yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
Interaksi Obat Bermakna Klinis
1. Obat Yang Rentang Terapinya Sempit
Contoh: antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, warfarin
2. Obat Yang Memerlukan Pengaturan Dosis Teliti
Contoh: antihipertensi
3. Penginduksi Enzim
Contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin, karbamzepin, rifampisin.
4. Penghambat Enzim
Contoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol, metronidazol, simetidin,
siprofloksasin, verapamil
Hal yang perlu diperhatikan dalam Interaksi Obat
1) Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan secara klinik
2) Interaksi tidak selamanya merugikan.
3) Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
24
4) Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk mengobati penyakit
yang sama.
5) Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.
Kegunaan Interaksi Obat
1) Meningkatkan Kerja Obat
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2) Mengurangi Efek Samping
Contoh : anestetika dan adrenalin
3) Memperluas Spektrum
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4) Memperpanjang Kerja Obat
Probenesid dan penisilin.
Pasien Yang Rentan Terhadap Interaksi Obat
Pasien lanjut usia
Pasien yang mengkonsumsi lebih dari satu macam obat
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati
Pasien dengan penyakit akut
Pasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil (kadang kambuh)
Pasien dengan karakteristik genetik tertentu
Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.
BAB III
25
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Interaksi Obat merupakan suatu modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang
diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi dapat
membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali
sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Sehingga dampak negatif dari
interaksi ini yang kemungkinan akan timbul antara lain:
Terjadinya efek samping
Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
26