integrasi sekuen geologi melalui seismik dan aplikasi awal untuk eksplorasi

7
Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi Didaerah penelitian, 560 km sekuen seismik telah diinterpretasikan dengan data seismik baru (1985, 1991 dan 1993) dan mencakup 1000km 2 data seismik vintage. Puncak dari miosen batu raja bagian bawah (LBRM) dan miosen baturaja bagian atas (UBRM) (sequen 1 dan 2) dapat ditelusuri secara menerus (Gambar 5a). Analisa fasies seismik dan pemetaan telah dilakukan dan terintegrasi dengan sekuen geologi yang terdefinisikan dari empat sumur yang berkorelasi baik antara data lognya dan stratigrafi dari batuan inti. Peta fasies dari sekuen 1 & 2 mengandung determinasi paleogeografi sebagai berikut: a). Lereng dari paparan/ Platform (pola refleksi sigmoid dan geometri kemiringan lensoid sistem); b). Build ups paparan tengah – luar/mid-outer shelf (mounded, pola internal refleksinya memiliki outline memanjang/ elongated atau subcircular ketika wavelet sudah disejajarkan/flattening); c). Paparan dalam/inner shelf (paralel / subparallel, sedikit berbeda refleksi dengan seperti lembaran atau geometri membaji/wedges; d). Bagian Luar yang tidak tereosi pada platform dimana subaerial paparan telah muncul kepermukaan (onlapping refleksi, kadang-kadang geometri mounded ) dan e). Channel (toplap dan wadah yang terisi, menunjukkan truncations). Peta fasies kemudian dikombinasikan dengan sekuen geologi dan informasi porositas untuk menghasilkan peta paleogeografi. Area-area yang penting seperti daerah2 yang muncul kepermukaan dimana terjadi peningkatan porositas akan terlihat. Inilah mendasari untuk pembuatan lead dan prioritas prospek.

Upload: lutfi-abdullah-hanif

Post on 12-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Siquen stratigrafi

TRANSCRIPT

Page 1: Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik Dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi

Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi

Didaerah penelitian, 560 km sekuen seismik telah diinterpretasikan dengan data seismik baru (1985, 1991 dan 1993) dan mencakup 1000km2 data seismik vintage. Puncak dari miosen batu raja bagian bawah (LBRM) dan miosen baturaja bagian atas (UBRM) (sequen 1 dan 2) dapat ditelusuri secara menerus (Gambar 5a). Analisa fasies seismik dan pemetaan telah dilakukan dan terintegrasi dengan sekuen geologi yang terdefinisikan dari empat sumur yang berkorelasi baik antara data lognya dan stratigrafi dari batuan inti. Peta fasies dari sekuen 1 & 2 mengandung determinasi paleogeografi sebagai berikut:

a). Lereng dari paparan/ Platform (pola refleksi sigmoid dan geometri kemiringan lensoid sistem);

b). Build ups paparan tengah – luar/mid-outer shelf (mounded, pola internal refleksinya memiliki outline memanjang/ elongated atau subcircular ketika wavelet sudah disejajarkan/flattening);

c). Paparan dalam/inner shelf (paralel / subparallel, sedikit berbeda refleksi dengan seperti lembaran atau geometri membaji/wedges;

d). Bagian Luar yang tidak tereosi pada platform dimana subaerial paparan telah muncul kepermukaan (onlapping refleksi, kadang-kadang geometri mounded ) dan

e). Channel (toplap dan wadah yang terisi, menunjukkan truncations). Peta fasies kemudian dikombinasikan dengan sekuen geologi dan informasi porositas untuk menghasilkan peta paleogeografi. Area-area yang penting seperti daerah2 yang muncul kepermukaan dimana terjadi peningkatan porositas akan terlihat. Inilah mendasari untuk pembuatan lead dan prioritas prospek.

Struktur penutup bertepatan dengan LBRM fasies reefal, daerah yang muncul kepermukaan dan perangkap stratigrafi menjadi prioritas. Beberapa lead yang dipilih untuk pemetaan yang lebih rinci menjadi acuan untuk perhitungan cadangan dan analisa resiko. Dari jumlah tersebut, sejauh ini terdapat dua lead yang diangkat ke status prospek dan telah dibor, salah satu hasilnya yang ditangguhkan, sumur minyak yang sangat produktif, yang lain ditinggalkan dengan status menunjukkan minyak tapi net paynya tipis. Akumulasi pada sumur Suratmi-2 diuji diperangkap stratigrafinya dalam GLM build-up yang diprediksi dari seismik. Hal ini menununjukkan keterdapatan dan seperti yang diperkirakan dari model sekuen, dan juga memiliki zona porositas lebih tebal dari pada yang berdekatan sumur Mira-1. Program coring yang luas sangat berharga untuk evaluasi log dan pengujian, sehingga menghasilkan DST pompa pengujian yang baik. Sumur ini ditunda untuk Evaluasi ekonomi lebih lanjut. Sumur Jelita-I, diduga memiliki Build-up LBRM dari karakter seismiknya ditemukan build-up yang tebal. Karstisifikasi juga diprediksi oleh sekuen stratigrafi yang dibuktikan dengan coring; akan tetapi terdapat serpih pada pipa karst tersebut, yang menghasilkan kesulitan dalam justifikasi test untuk nilai minyak bersih.

Page 2: Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik Dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi

Meskipun ini hanya studi awal, dan dari hasil pengeboran yang baru dan tampilan seismik baru dan dihubungkan dengan informasi terbaru dari coring yang menerus membantu kami konsep paleogeography. Kontrol porositas yang terus berkembang, menghasilkan ide-ide baru untuk prospek lebih lanjut. Ini konsep yang tidak hanya terbatas pada geologi – nilai informasi batuan inti, selalu sulit untuk dijual untuk dunia pengeboran dengan waktu / finansia, akan tetapi setah kombinasi study ini telah berhasil dikomunikasikan dengan bukti yang terpercaya menjelaskan estimasi biaya sehingga menjadi impact yang baik untuk test yang kritik. Di Suratmi-2, mulanya interpretasi log samar-samar dan hasil tes kurang baik, yang akan di hari sebelumnya kurang baik menghalangi pengujian lebih lanjut, didukung oleh keterdapatan minyak dalam paket batuan inti yang hampir lengkap. Hal ini mengakibatkan dalam dorongan untuk melanjutkan dengan berikutnya perasaman dari perforasi dan pemulihan pada pompa uji tingkat tinggi 3900 BOPD.

KESIMPULAN

1. Studi semi regional ini bertujuan untuk mengikat microfacies data dari batuan inti terhadap log dan seismik, dalam rangka untuk lebih memprediksi karakter seismik terkait dengan build-up dan kemunculan ke permukaan paleo di mana porositas harus dikembangkan terbaik. Tiga urutan, dalam stratigrafi order, yang dijelaskan dari inti - log - seismik

Korelasi:

- Sekuen 3: Anggota Gumai Limestone

- Sekuen 2: Anggota Batu Raja bagian atas (Batu Raja Fm.)

- Sekuen 1: Anggota Batu Raja bagian bawah (Batu Raja Fm.)

Deskripsi rinci batuan inti menjelaskan bahwa urutan utama menunjukkan cyclicity internal dengan batuan yang bersih dan pengkasaran keatas dari skala mulai dari 20 sampai 100 kaki. siklus Individu mewakili parasequences. Parasequences di Urutan 1 dan 2 merupakan pendalaman cepat (transgresi) diikuti oleh pendangkalan relatif secara lambat dan bagian yang muncul kepermukaan pada akhirnya, dengan berkembangnya batubara secara lokal dan karstifikasi yang langka. Di Urutan 3 parasequences ditandai dengan relatif transgrasi yang lambat diikuti oleh pendangkalan relatif lambat. Korelasi wireline log dan batuan inti dibantu dijelaskan oleh parasequences langsung dari log.

2. Peralutan porositas major dapat berhubungan dengan sekuen bondari karstified di bagian atas UBRM. Ada juga bukti karstifikasi di puncak-puncak Parasequences 4 dan 2 dalam UBRM di sumur Yuli-3. Batuan inti Batubara di sumur Yuli-I menunjukkan kemunculan dipermukaan di puncak parasequences bagian LBRM, tapi anehnya tidak ada bukti dari vadose diagenesis Nilai porositas merupakan cerminan atau karstifikasi langsung di

Page 3: Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik Dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi

bawah batubara, walaupun efek karst mungkin ada lebih rendah di massa sekarang. Ada juga bukti di Selatan batuan inti Nora-I untuk karstifikasi di bagian atas parasequence paling bawah di GLM. Menuju puncak parasequences, coral umumnya terlarutkan untuk secara intensif dalam ukuran mm-cm mould dan kualitas reservoir menunjukan peningkatkan dalam facies yang penuh koral. Porositas yang baik hampir terdapat diseluruh karbonat di hampir semua core yang di studikan (meskipun sangat bervariasi dalam LBRM di Yuli-I). LBRM dalam sumur Yuli-1 permeabilitas cenderung rendah pada interval yang didominasi oleh batulempung dan wackestone facies, di mana pori- efektif yang kecil dan sering dibatasi oleh peningkatan batu lempung yang menyebar.

3. Dengan tidak adanya fosil yang representatif atau usia isotop di empat sumur studi, tetapi umur yang relevan di Jelita-1 (20/21 ma), awal deposisi karbonat (dasar Urutan 1) bisa sementara berkorelasi dengan naiknya permukaan laut eustatic relatif pada 25 ma, dan sekuen bondari didasar sekuen 2 bisa sangat tentatif disebabkan oleh lowstand global pada 21 ma. Diatas sekuen 3 tidak dapat dikorelasikan dengan orde 3rd di 17,5 ma. Adapun pada deposisi karbonat paling mungkin dihentikan sebagai akibat dari peningkatan subsidence. Namun, ada kemungkinan bahwa, bagian atas Seluruh DCS terkena sebelum tenggelam, karena disarankan oleh relatif stage akhir dan kuat peralutanya kalsit seluruh masa karbonat.

4. Aplikasi untuk eksplorasi di saat ini Tahap pengeboran berguna dalam memahami paleogeography untuk memprediksi area yang muncul kepermukaan yang mendefinisi area yang lebih tinggi-porositas. Yang menjadi kunci, kepada kita sebagai pekerja eksplorasi sebagai ‘ujung tombak', terletak pada meningkatkan resolusi yang tersedia dari keterdapatan program batuan inti yang sulit sekali memperlihatkan cakupan seri stratigrafi vertikal yang lengkap. Mulanya interpretasi dan lokasi sumur berdasarkan kenampakan 'urutan' seismik beberapa puluh milidetik lebih tebal, yang berkorelasi dengan ketebalan sekitar 150-300 ft., Dengan refleksi amplitudo tinggi dan karakter internal yang buruk. Log dan beberapa data paleontologi dari SWC dari sumur ini kemudian diaktifkan siklus skala yang lebih baik dalam urutan puluhan kaki harus dibedakan dan berkorelasi. Sekarang, dengan data batuan inti yang lebih baik (dan sampai batas tertentu mengikuti teknologi alat logging), perubahan geologi terlihat lebih detail (seperti pipa karst) yang secara dramatis mengungkapkan Jumlah paleo-lingkungan dan peristiwa perubahan permukaan laut relatif dikenali adalah Seluruh besarnya lebih besar daripada yang terlihat dari Resolusi seismik, yang paling penting adalah mereka yang porositas-generatif.

DAFTAR PUSTAKA

Barthel, K.W. (1974). Black pebbles, fossil and recent, on and near coral islands. Proc. Int. Coral Reef Symp. 2. 395-399.

Page 4: Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik Dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi

Booler, J. (1995) Jelita-1 well- results of sedimentological studies. Unpublished Interval Mmus SES repori by P.T. Robertson IJtmna Indonesia No. 1143, Dec., 1995.

Dunham, R.J. (1962). Classification of carbonate rocks according to depositional texture. In: W.E. Ham (ed.), Clawifcation of Carbonate Rocks. A .A .P.G. Memoir, I , 108 - 121.

Esteban, M. and C.F. Klappa (1983). Subaerial exposure environment. In: P.A . Scholle, D. G. Bebout, C.H. Moore (eds.), Carbonate Depositional Environm ents. A .A . P. G. Memoir, 33, 1-95.

Embry, A.F. and J.E. Klovan (1972). A Late Devonian reef tract on northeastern Banks Island, Northwest Territories. Bull. Can. Petrol. Geol., 19, 730 781.

Fischer, A.G. and D.G. Bottjer (1991). Orbital forcing and sedimentary sequences. J: Sed. Petrol., 61, 1063-1069.

Goldhammer, R.K., P.A. Dunn and L.A. Hardie (1990). Depositional cycles, composite sea-level changes, cyclic stacking patterns, and their hierarchy of stratigraphic forcing: examples from platform carbonates of the Alpine Triassic. Geol. Soc. Amer. Bull., 102, 532-562.

Hallock, P. (1979). Trends in test shape in large, symbiont-bearing foraminifera. Jour. Form iniferal R es., 9, 61 -69.

Hallock, P. and E.C. Glenn (1986). Larger foraminifera: a tool for paleoenvironmental analysis of Cenozoic carbonate facies. Palaios, I, 55 - 64.

Haq, B.U., J. Hardenbol and P.R. Vail (1988). Mesozoic and Cenozoic chronostrarigraphy and cycles of sealevel changc. In: C.K. Wilgus, B.S. Hastzngs, C.A. R o s ~H, . Posamentrer, J v m Wagoner, G. St.C. Kendal and B.H. Lidz (eds.), Sealevel Chunges – An Integrated Approach. S.E.P.M. Spec. Publ., 42, 71 - 108.

Hottinger, L. (1983). Processes determining the distribution of larger foraminifera in space and time. Utrecht Micropal. Bull., 30, 239 - 253.

Hottinger, L. and D. Dreher (1974). Differentiation of protoplasm in Nummutitidae (foraminifera) from Eilat, Red Sea. Mar. Biol., 25, 41-61.

James, N.P. (1984). Reefs. In: R.G. Walker (ed.). Facies Models: Geoscience Canada. 213-228.

Longman, M.W. (1982). Carbonate diagenetic textures from nearsurface diagenetic environments. Bull. A rn er. Assoc. Petrol. Geol., 64, 461 -487.

Nethenvood, R.E. (1995). A lithofacies and sequence stratigraphic study of the Early Miocene Upper BatuRaja Member (Batu Raja Formation) and Gumai Formation (“Nora Reef’) limestones cored in the wells

Page 5: Integrasi Sekuen Geologi Melalui Seismik Dan Aplikasi Awal Untuk Eksplorasi

Nora-1 and South Nora-1, Sunda Basin, offshoreSoutheast Sumatra. Unpublished Internal Muxus SES Report, by P.T. Rochtech Sqiahtera, Jakarta.

Nethenvood, R.E. and A. Wight (1992). Structurally - controlled, linear reefs in a Pliocene delta – front setting, Tarakan Basin, Northeast Kalimantan. In:C. T. Siemers, M. W. Longm an, R.K. Park and J.G.Kuldi (eds.), Carbonate Rocks and Reservoirs of Indonesia: A Core Workshop, 3-1 to 3-15 & 17 figures.

Osleger, D. and J.F. Read (1991). Relationship of eustacy to stacking patterns of meter-scale carbonate cycles, Late Cambrian, USA. J. Sed. Petrol., 61, 1225-1252.

Porrenga, D.H. (1967). Glauconite and chamosite as depth indicators in the marine environment. Marine Geol., 5, 495-501.

Read, F. and R.K. Goldhammer (1988). Use of Fischer plots to define third order sea-level curves in Ordovician peritidal cyclic carbonates, Appalachian. Geology, 16, 895-899.

Siemers (1991 j. Sedimentology and petrology of the early Miocene Upper Batu Raja lithostratigraphic sequence, Southeast carbonate platform area, Sunda Basin,W.Java Sea. Unpub Iished Internal Maxus SES Report, by P. T. Geosewices, Jakayta.

Swinchatt, J.P. (1969). Algal boring: a possible depth indicator in carbonate rocks and sediments. Bull. Geol. Soc. Amer., 80, 1391 - 1396.

Ward, W.C., R.L. Folk and J.L. Wilson (1970). Blackening of eolianite and caliche adjacent to saline lakes, Isla Mujieres, Quintana Roo, Mexico. J Sed.Petrol., 40, 548-55.5.